PRO DAN KONTRA NETIZEN DI TWITTER TENTAITG PENGOJEK

advertisement
PRO DAN KONTRA NETIZEN DI TWITTER TENTAITG PENGOJEK
PEREMPUAIT
(Studi kasus tentang opini yang berkembang di media sosial yang bersifat
bias gender)
MAKALAI{ NON.SEMINAR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjaaa Tlmu Komunikasi
Pratiwi Purworini
1006711220
FAKTJLTAS ILMU SOSIAL DA}{ ILMU POLITIK
PROGRAM STTJDI ILMU KOMUI\IKASI
II\DUSTRI KREATIF PEIYYIARAN
DEPOK
15 JANUARI2Ol4
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
IIALAMAN PENGESAHAN
Karya ilmiah ini diajukan oleh
.
Nama
Pratiwi Purworini
NPM
1006711220
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis Karya
MakalahNon Seminar
NamaMataKuliah
Psikologi Komunikasi
Judul Karya Ikniah
Pro dan Kontra Netizen di Twitter tentang Pengojek Perempuan (Studi kasus tentang opini
yang berkembang di media sosial yang bersifat bias gender)
Telah disetujui oleh dosen pengajar mata kuliah untuk diunggah di lib.ui.ac.id/unggah
dan dipublikasikan sebagai karya imiah sivitas akademika Universitas Indonesia
Dosen Mata Kuliah
:
Psikologi Komunikasi
6L^"-@ra. Askariani Kartono M.Si)
Ditetapkan
di
Tanggal
: Depok
: 15 Januari2014
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
HALAMAN PERI{YATAAI{ PERSETUJUAN PTIBLIKASI TUGAS AKHIR IN"TUK
KEPENTINGAI\ AKADEMIS
ini:
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
Pratiwi Purworini
t006711220
Indushi Kreatif PenYiaran
Ilmu Komunikasi
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Karya llmiah: MakalahNon Seminar
Nama
NPM
Program Studi
Departemen
Fakultas
Jenis Karya
demi pengembangan ihnu pengetahuan, menyetujui untul< memberikan kepada Universitas
karya
Indonesia IIak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free RighD atas
ilmiah saya yang bejudul:
pRO DAi.r dOvrne,r'rr TIZEN Dl TWITTER TENTANG PENGOJEK PEREMPUAN
(Studi kasus tentang opini yang berkembang di media sosial yang bersifat bias gender)
ini,
beserta perangkat yang ada (fika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan pemilik Hak Cipta'
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenamya.
Dibuat
di
: Depok
Padatanggal : 15 Januari2014
Yang menyatakan
@ratiwi Purworini)
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
FORMULIR PERSETUJUAI\T PUBLIKASI NASKAII RINGKAS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
: Dra. Askariani Kartono M.Si
: 195011281976032001
Pembimbing dari mahasiswa S1:
Nama
Pratiwi Purworini
NPM
1006711220
Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi Ilmu Komunikasi/lndustri Kreatif Penyiaran
Judul Naskah Ringkas:
Nama
NIP/NUP
DAi\ KONTRAATETIZENDI TWITTNR TENTA}IG PENGO.IEK PEREMPUAI\I
(Studi kasus tentang opini yang berkembang di media sosial yang bersifat bias gender)
PRO
Menyatakan bahwa naskah ringkas ini telah diperiks4 diperbaiki, dipertimbangkan dan
dinyatakan dapat diunggah di Ul-ana (lib.ui.ac.id/unggah) dan (pilih salah satu dengan memberi)
tanda silang :
fl
Ouput diakses dan dipublikasikan di Ul-ana (lib.ui.ac.id).
n Ot* diproses diterbitkan pada Jurnal Prodi/Jurusan/Fakultas di UI.
I Otun diterbitkan pada prosiding seminar nasional pada Seminar
yang diprediksi akan dipublikasikan pada ... .........(bulan/tahun terbit)
I Ot-
diterbitkan pada Jurnal Nasional yaitu
... (namajumal),
yang diprediksi akan dipublikasikan pada ...
X Ot*
........
.(bulan/tahun terbit)
ditulis dalam bahasa Inggris dan diterbitkan pada prosiding Konferensi
Intemasional pada
yang diprediksi akan dipublikasikan pada
........
.. .. (bulan/tahun
terbit)
I Nasufr ringkas ini bailq dan akan diubah/digabung dengan hasil penelitian
lain dan ditulis dalam bahasa Inggris untuk dipersiapkan kejurnal
intemasional, yaitu:
dan akan akan dipublikasikan pada ...... . ...... .. . . . . . . (bulan/tahun)
X otr*ou
publikasi onlinenya karena akan/sedang dalam proses paten/HKl
(Dra. Askariani Kartono M.Si)
Pembimbing Karya Ilmiah
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
1
PRO DAN KONTRA NETIZEN DI TWITTER TENTANG PENGOJEK
PEREMPUAN
(Studi kasus tentang opini yang berkembang di media sosial yang bersifat
bias gender)
Pratiwi Purworini dan Askariani Kartono
Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
[email protected]
[email protected]
Abstrak
Adanya emansipasi perempuan membuat perempuan menyadari untuk dapat setara dengan laki-laki. Oleh karena
itu banyak profesi laki-laki yang sudah dijalankan oleh perempuan. Misalnya, menjadi pengojek perempuan
yang merupakan sebuah pekerjaan yang lebih banyak digeluti oleh laki-laki dibandingkan perempuan. Namun
hal ini berbanding terbalik dengan opini yang berkembang di masyarakat. Opini yang berkembang di masyarakat
terutama dalam benak laki-laki bahwa perempuan seharusnya tetap berkiprah di ranah domestik, sedangkan lakilaki yang berada di ranah publik. Kondisi ini memunculkan adanya bias gender. Bias gender dapat menimbulkan
ketidakadilan bagi perempuan yang dibentuk oleh konstruksi budaya patriarki. Terkait dengan hal tersebut,
penulis tertarik untuk mengangkat artikel di tribunnews.com mengenai pengojek perempuan. Untuk itu penulis
ingin melihat sejauh mana opini masyarakat yang bersifat bias gender berkembang di media sosial terutama
Twitter. Dalam melakukan pengumpulan data, penulis menggunakan data sekunder melalui pengamatan
terhadap isi tweet pengguna Twitter secara aktif yang bersifat bias gender terhadap profesi pengojek perempuan.
Dari 8 tweet yang telah diamati ditemukan ada 4 tweet dari pihak perempuan yang pro dan 4 tweet yang kontra
justru berasal dari laki-laki. Hal ini menunjukan, ternyata budaya patriarki masih mendominasi pendapat para
netizen yang bersifat bias gender.
Kata Kunci
Bias gender; media sosial; stereotip
NETIZEN’S PRO AND CONS ON TWITTER TOWARDS FEMALE
OJEK CABS
(Case study over society’s opinion in social media that characterized as a
gender bias)
Abstract
Emancipation has led to female acknowledging that they deserve equal rights as compared to men. It's not an
uncommon sight nowadays that several professions, previously dominated by men, are also done by female, ojek
cabs are one amongst many examples. This however, is opposite to what the society actually believed, that
female are supposed to be in charge of domestic affairs, while men would sought for money, thus this creates
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
2
some sort of a gender bias. Concerning this issue, I would like to discuss an article from tribunnews.com about
female ojek cabs. Also, with this in mind, the writer would like to address the extent of gender bias that exists in
the society, especially from social medias such as Twitter. In collecting data, I use secondary data from Twitter
for further research about gender bias towards female ojek cabs. From 8 tweets that has been observed, I found 4
tweets from woman's side who pro to the issue, while the men's was in the qontrary. This things shows that
patriarchal culture still dominate the opinions of netizen that characterize as gender bias.
Keywords
Gender bias; social media; stereotype
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Adanya kesetaraan gender memotivasi banyak perempuan untuk lebih banyak
berkiprah di wilayah publik ketimbang di wilayah domestik. Banyak faktor-faktor yang
mengkondisikan para perempuan harus lebih banyak ada di ranah publik. Yaitu antara lain
kewajiban untuk mendukung keuangan keluarga dan menunjukkan eksistensi diri secara
profesional di bidang yang digelutinya. Namun, seringkali niat perempuan untuk maksimal di
ranah publik bersebrangan dengan budaya patriarki yang masih sangat kental tertanam di
benak masyarakat pada umumnya. Hal ini telah mendudukkan perempuan pada posisi yang
lemah. Maka hal ini seperti menumbuhkan persepsi gender yang salah (bias) terhadap
perempuan yang biasanya justru didominasi oleh laki-laki. Perbedaan sifat laki-laki dan
perempuan yang diyakini sebagai suatu hal yang alamiah terus menerus disosialisasikan,
bahkan melalui proses legitimasi simbolik baik oleh pusat-pusat sosio-kultural maupun oleh
negara. Oleh karena itu, perbedaan gender dapat menimbulkan ketidakadilan, seperti
subordinasi, dominasi, marginalisasi, stereotip, beban kerja, dan kekerasan terhadap
perempuan1.
Dalam artikel yang berjudul “Kisah Perempuan Tangguh” di harian Tribun Manado,
12 Juli 2013 lalu, Mima Ulak memberikan argumennya untuk menjadi seorang pengojek
perempuan. Mima Ulak (45 tahun) yang kerap disapa Mima oleh teman-temannya ini
merupakan satu-satunya perempuan yang berprofesi sebagai pengojek di pangkalan ojek
Patung Kuda Paal Dua Manado. Dalam artikel disebutkan bahwa alasan ia menggeluti profesi
1
Irwan Abdullah, Siti Ruhaini Dzuhayatin, dan Dyah Pitaloka dalam jurnal “Bias Gender dalam
Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Secara Litigatif”. 2001. Universitas Gadjah Mada. Hal 1
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
3
yang kebanyakan dilakukan oleh laki-laki tersebut disebabkan untuk menopang kebutuhan
keluarga.
Profesi yang digeluti oleh Mima merupakan sebuah profesi yang sebagian besar
dilakukan oleh laki-laki. Profesi ini memerlukan stamina serta pertahanan diri yang cukup
kuat. Bahaya kerap mengintai para pengojek kala mereka sedang melakukan tugasnya.
Bahaya tersebut dapat berupa pencopetan hingga kecelakaan. Berbagai bahaya tersebut
disadari oleh Mima. Keluarganya pun sempat melarangnya untuk menjadi pengojek. Tetapi
Mima tidak bergeming dengan keputusan yang telah ia ambil.
Mima selalu hati-hati saat membawa penumpangnya ke tempat tujuan. Hal ini untuk
meminimalisir kecelakaan. Selain itu, untuk menghindari tindak kejahatan pada dirinya,
Mima melakukan pengelolaan kesan (impression formation). Erving Goffman dalam teorinya
mengenai pengelolaan kesan, ia menjelaskan bahwa pengelolaan kesan adalah sadar atau
tidak sadarnya sebuah proses pemikiran diarahkan pada tujuan di mana orang berusaha untuk
mempengaruhi persepsi orang lain tentang seseorang, benda, atau peristiwa2. Di depan
panggung, Mima membentuk penampilannya (appearances) seperti layaknya laki-laki. Ia
menggunakan jaket hitam, sepatu kets, kaos kedodoran, serta celana jeans. Selain itu, ia pun
menunjukkan sikap (gesture) yang tegas dan bahasa tubuh (body language) layaknya laki-laki
kebanyakan. Hal ini terjadi dikarenakan waktu kerja lebih besar dari waktu untuk keluarga
sehingga membentuk Mima menjadi kelaki-lakian. Hal ini akan membentuk karakter baru
yang keras yang merupakan sifat asli dari laki-laki. Selain itu, penampilan Mima sangat
mungkin memunculkan efek halo (hallo effect). Efek halo adalah suatu bentuk bias respon di
mana responden menggeneralisasi kesan positif atau negatif dari satu karakteristik tertentu ke
karakteristik lainnya3, misalnya jika responden menganggap suatu produk baik, maka ia
cenderung menilai produk itu bagus untuk rasa, penampilan dan teksturnya, dll. Jadi
masyarakat akan menilai Mima pada kesan pertama yang tertanam bahwa Mima merupakan
perempuan yang maskulin, bersuara lantang dan otoriter.
Padahal ia melakukan hal tersebut mempunyai tujuan yang positif yaitu semata-mata
untuk melindungi diri serta melindungi pengguna jasa ojeknya. Tetapi lama-kelamaan sifat
yang ada di laki-laki, tertanam pula di diri Mima. Terlalu dalam ia mendalami peran
2
Piwinger & Ebert. Impression Management. 2001. Hal 1-2
Welga
Febdi
Risantino.
“Kesalahan
Persepsi
Efek
Halo”.
http://welgafebdi.blogspot.com/2011/01/kesalahan-persepsi-efek-halo.html, 2011. Diakses pada 6 Januari
2014.
3
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
4
(dramaturgi) sehingga lupa akan jati dirinya sebagai perempuan. Dramaturgi menurut Erving
Goffman4.
Sandiwara yang dilakukan oleh Mima yang berawal untuk menjaga diri hingga
tertanam di dalam dirinya. Mima menjadi jarang dirumah dan sifat keras yang melekat di diri
pengojek menjadi ada di dirinya. Hal inilah yang menjadi perdebatan. Karena apa yang terjadi
pada Mima berbanding terbaik dengan budaya masyarakat Indonesia yang patriarki. Dengan
adanya budaya patriarki tersebut, maka muncul stereotip gender. Stereotip gender adalah
generalisasi kesan yang kita miliki mengenai seseorang terutama karakter psikologis atau sifat
kepribadian5. Sedangkan stereotip gender merupakan kategori luas yang merefleksikan kesan
dan keyakinan tentang apa perilaku yang tepat untuk laki-laki (maskulin) dan perempuan
(feminin). Stereotip gender dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan, serta media massa.
Media massa terutama televisi telah banyak berkontribusi dalam pembentukan opini
terhadap perempuan. Opini adalah keyakinan yang dapat atau tidak dapat didukung bukti6.
Opini biasanya merupakan pernyataan subyektif yang mungkin merupakan hasil perasaan
atau interpretasi seseorang tentang suatu fakta. Hampir pada semua sinetron di televisi
Indonesia menggambarkan sosok perempuan dengan gambaran yang hampir sama.
Perempuan didalam sinetron sering digambarkan dengan kelicikan, suka gosip, orang yang
teraniaya, penyebab konflik keluarga, perebut harta warisan, dsb. Penggambaran mengenai
perempuan yang terdapat di berbagai sinetron tersebut membuat secara tidak sadar menjadi
sugesti sehingga masyarakat dapat membuat kesimpulan sendiri mengenai perempuan tanpa
membuktikan fakta.
Gambar (1)
4
5
Hikamul Haq & Ridwan dalam presentasi “Teori Dramaturgi”. 2013. Hal 6
International Labour Organization dalam presentasi “Pemberitaan tentang Masalah Gender”. 2012.
Hal 8
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
5
Maka dari hal tersebut menjadi penyebab munculnya bias gender. Bias gender
merupakan kesalahan pada pemikiran sosial (errors in social thinking). Menurut Rukmina
Gonibala, bias gender adalah kondisi dimana terdapat penyimpangan atau pembelokan arah
dalam peran-peran antar laki-laki dan perempuan, ruang lingkupnya tersebar dalam berbagai
persoalan mulai dari hal-hal sederhana hingga yang rumit, dari yang sering ditemui dan jarang
ditemui7. Bias gender terjadi karena Mima telah melakukan penyimpangan peran.
Penyimpangan peran tersebut terjadi dapat disebabkan karena lama waktu ia berada
diluar mencari nafkah dibandingkan di rumah. Saat di rumah, ia menjadi seorang ibu dan
menjalani kodratnya sebagai perempuan. Sedangkan saat ia menjadi pengojek, sifat laki-laki
harus ia lakoni sebagai bentuk pertahanan diri. Karena ia lebih lama menjadi pengojek
daripada menjadi ibu rumah tangga, sifat laki-laki itu menjadi lebih menguasai diri Mima dan
menjadi tertanam di dirinya sehingga penyimpangan itu dapat terjadi. Selain itu, pengalaman
hidup yang keras sejak ia remaja pun mempermudah masuknya sifat laki-laki kedalam
dirinya. Dan juga yang ketiga, disebabkan karena lingkungan kerja Mima yang 99% berisi
laki-laki. Sehingga saat bersosialisasi, ia tanpa sadar telah meniru gaya berbicara hingga
bahasa tubuh teman laki-lakinya tersebut yang identik dengan sifat pengojek laki-laki yang
keras.
Perumusan Masalah
Bias gender yang dialami Mima merupakan sebuah kesalahan pada pemikiran sosial.
Hal ini timbul karena adanya penyimpangan kodrat yang dilakukan oleh Mima yang
merupakan seorang ibu sekaligus pengojek. Pengelolaan kesan yang dilakukan oleh Mima
dengan penampilan serta gerak tubuhnya yang dibuat seperti laki-laki mempunyai tujan yang
positif untuk menjaga dirinya serta pengguna jasanya. Tetapi seiring berjalannya waktu, hal
tersebut menjadi berdampak negatif bagi dirinya karena masyarakat menjadi melihat adanya
bias gender. Dalam konsep dramaturgi yang diciptakan oleh Erving Goffman, Mima menjadi
terlalu mendalami peran hingga melupakan kodratnya sebagai perempuan sehingga lakon
dirinya di depan ‘panggung’ menjadi negatif. Sifat keras yang melekat pada pengojek, jadi
tertanam pada diri Mima. Bias gender yang terjadi disebabkan oleh adanya sebuah stereotip
gender yang sebagai hasil konstruksi masyarakat bahwa perempuan yang seharusnya itu
berdiam diri di rumah menjaga anak-anaknya serta mengurus suaminya. Sedangkan Mima
telah berbeda dengan stereotip terhadap perempuan tersebut.
7
Bewe.
“Diskriminasi
Gender”.
gender.html, 2011. Diakses pada 8 Januari 2014.
http://kata-sederhana.blogspot.com/2011/07/diskriminasi-
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
6
Oleh karena itu, melihat adanya bias gender yang berkembang di masyarakat terhadap
pengojek perempuan, maka penulis melakukan pengamatan terhadap isi tweet masyarakat
Indonesia yang aktif pada media sosial berupa Twitter (netizen).
Metodologi Penulisan
Penulis dalam melakukan pengumpulan data menggunakan data sekunder yaitu
melalui pengamatan terhadap isi Twitter tentang opini masyarakat yang aktif menggunakan
Twitter (netizen) yang bersifat bias gender terhadap profesi pengojek perempuan. Penulis
akan mengamatinya dari sisi pro dan kontra dengan periode pengamatan sejak artikel muncul
pada 12 Juli 2013 hingga 12 Agustus 2013.
Tujuan Penulisan
Untuk mengkaji sejauh mana bias gender berupa pro dan kontra yang di tweet dalam
media sosial berupa Twitter terhadap pengojek perempuan.
TINJAUAN TEORITIS
Bias Gender
Bias gender merupakan bias yang terjadi karena adanya suatu prasangka yang kuat
akan sebuah gender dan hal yang menjadi ciri tetap dan mutlak gender tersebut. Lebih
detailnya, bias gender yaitu terdapat perbedaan‐perbedaan faktor biologi antara perempuan
dan laki‐laki8. Perempuan memang berbeda secara jasmaniah dari laki‐laki, perempuan
mengalami haid, dapat mengandung, melahirkan serta menyusui yang melahirkan mitos
masyarakat bahwa perempuan berhubungan dengan kodrat sebagai ibu.
Perbedaan ciri‐ciri perempuan dan laki‐laki terlihat sejak masa kanak-kanak di
mana anak lak-laki lebih banyak memperoleh kesempatan bermain di luar rumah dan mereka
bermain lebih lama dari anak perempuan, permainan anak laki‐laki lebih bersifat kompetitif
dan konstruktif hal ini disebabkan karena anak laki‐laki lebih tekun dan lebih efektif dari
anak perempuan, serta permainan anak perempuan lebih banyak bersifat kooperatif serta lebih
banyak di dalam ruangan. Perbedaan-perbedaan biologis dan psikologis ini menimbulkan
pendapat‐pendapat atau suatu kesimpulan di masyarakat dimana kesimpulan itu pada
8
Anugriaty Indah Asmarany dalam jurnal “Bias Gender Sebagai Prediktor Kekerasan Dalam Rumah
Tangga”. 2010. Universitas Gadjah Mada. Hal 2
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
7
umumnya merugikan pihak perempuan. Kesimpulan itu antara lain adalah laki‐laki lebih
unggul dan lebih pandai dibanding anak perempuan, laki‐laki lebih rasional dari anak
perempuan, serta perempuan lebih diharapkan menjadi istri dan ibu.
Bias gender dalam persepsi dan kognisi lelaki dan perempuan menurut studi Bortner (1979)9:
Ciri-ciri
Bidang kelebihan perempuan
Bidang kelebihan lelaki
Kemampuan
Kecakapan verbal.
Kemampuan
dan
ketrampilan spesial-visual.
Intelektual
Kesehatan
matematis
Kesehatan
fisik
(lebih
jarang Kesehatan mental (lebih
sedikit
terserang penyakit, lebih tahan memperlihatkan problem psikologis
terhadap penyakit sebelum dan seperti kecemasan dan rasa rendah
sesudah melahirkan).
diri).
Kemampuan
Kepekaan jari tangan, suara dengan Kekuatan
fisik
nada tinggi,
nada
suara
dan
penguasaan
otot,
dapat ketepatan penglihatan.
berubah dengan cepat.
Sifat
Ketaatan, ingin tahu terhadap hal Aktif, agresi, sangat ingin tahu
kepribadian
social, tergantung empati, tanggung tentang
jawab sosial.
peristiwa
dan
objek
yang non-sosial, impulsif dominasi.
Tabel (1)
Tabel diatas merupakan persepsi dan kognisi lelaki dan perempuan yang diteliti oleh Bortner.
Melihat pendapat Bortner diatas, pandangan seperti itu kemudian yang selalu memposisikan
perempuan pada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya domestik seperti keuangan, sekretaris,
kesehatan dll. Perempuan dipandang tidak layak ditempatkan pada posisi-posisi yang strategis
dan pengambilan keputusan, karena bias-bias yang berkembang diatas. Akibatnya
kesenjangan gender terus terjadi.
Kesenjangan gender merupakan kenyataan yang harus dihadapi perempuan di hampir
semua belahan dunia dan dapat ditemukan di semua ranah: publik maupun privat, domestikreproduktif maupun produktif. Dalam organisasi publik pada contohnya, dapat dikatakan
perempuan berada pada posisi termarjinalkan. Sistem budaya patriarkal yang menanamkan
9
Lilis
Listyowati.
“Bicara
Gender
Bukan
Hanya
Bicara
Perempuan”.
http://www.dk-
insufa.info/opini/542-bicara-gender-bukan-hanya-bicara-perempuan, 2011. Diakses pada 8 Januari 2014.
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
8
pemahaman bahwa wilayah publik (politik dan dunia kerja) sebagai wilayah laki-laki, biasa
dituding sebagai faktor penyebab utama mengapa kiprah perempuan di ranah publik secara
umum berada pada posisi subordinat laki-laki.
Dramaturgi
Erving Goffman, lahir di Alberta, Canada pada 11 Juni 1922. Ia mendapat gelar S1
dari Universitas Toronto menerima gelar doctor dari Univ. Chicago. Erving Goffman,
dianggap sebagai pemikir utama terakhir Chicago asli (Travers, 1922: Tselon, 1992); Fine dan
Manning (2000) memandangnya sebagai sosiolog Amerika paling berpengaruh di abad 20.
Antara 1950-an dan 1970-an Goofman menerbitkan sederetan buku dan esai yang melahirkan
analisis dragmatis sebagai cabang interaksionisme simbolik. Walau Goffman mengalihkan
perhatiannya di tahun-tahun berikutnya, ia tetap paling terkenal karena teori dramtugisnya.
Pernyataan
paling
terkenal
Goffman
tentang
teori
dramaturgi
berupa
10
buku Presentation of Self in everyday life , diterbitkan tahun 1959. Secara ringkas dramaturgi
merupakan pandangan tentang kehidupan sosial sebagai serentetan pertunjukan drama dalam
sebuah pentas11. Istilah Dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau
pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusiamanusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh
tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan.
Dalam Dramaturgi terdiri dari Front stage (panggung depan) dan back stage
(panggung belakang). Front Stage yaitu bagian pertunjukan yang berfungsi mendefinisikan
situasi penyaksi pertunjukan. Front stage dibagi menjadi 2 bagian, setting yaitu pemandangan
fisik yang harus ada jika sang aktor memainkan perannya. Dan front personal yaitu berbagai
macam perlengkapan sebagai pembahasa perasaan dari sang aktor. Front personal masih
terbagi menjadi dua bagian, yaitu Penampilan yang terdiri dari berbagai jenis barang yang
mengenalkan status sosial aktor. Dan gaya yang berarti mengenalkan peran macam apa yang
dimainkan aktor dalam situasi tertentu. Back stage (panggung belakang) yaitu ruang dimana
disitulah berjalan skenario pertunjukan oleh “tim” (masyarakat rahasia yang mengatur
pementasan masing-masing aktor).
Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi. Beliau menggali segala macam
perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang
10
Goffman, Erving. 1959. The Presentation of Self in Everyday Life. New York: Doubleday.
Prista Ayu. “Teori Dramaturgi Erving Goffman”. http://pristality.com/2011/11/29/teori-dramaturgierving-goffman/, 2011. Diakses pada 8 Januari 2014.
11
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
9
menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan
karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yang sama ini berarti mengacu
kepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan yang ditampilkan. Goffman mengacu pada
pertunjukan sosiologi. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang
baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri – Goffman ini adalah
penerimaan penonton akan manipulasi. Bila seorang aktor berhasil, maka penonton akan
melihat aktor sesuai sudut yang memang ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan
semakin mudah untuk membawa penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut.
Ini dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari komunikasi.
Karena komunikasi sebenarnya adalah alat untuk mencapai tujuan. Bila dalam
komunikasi konvensional manusia berbicara tentang bagaimana memaksimalkan indera
verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir komunikasi, agar orang lain mengikuti
kemauan kita. Maka dalam dramaturgi, yang diperhitungkan adalah konsep menyeluruh
bagaimana kita menghayati peran sehingga dapat memberikan feedback sesuai yang kita mau.
Perlu diingat, dramatugis mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai
tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut. Dramaturgi
memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yang disetujui
yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bermain
peran merupakan salah satu alat yang dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatan
tersebut.
Dalam teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan
merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri.
Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Di
sinilah dramaturgi masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgi,
interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang
berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui
“pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep
dramaturgi, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya
tersebut.
Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus
mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan
setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini tentunya
bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan
mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan diatas disebut dalam istilah “impression
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
10
management”12. Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor
berada di atas panggung (front stage) dan di belakang panggung (back stage) drama
kehidupan.
Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita
sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita
sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh
oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil. Sedangkan
back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa
tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku
bagaimana yang harus kita bawakan.
Stereotip Gender
Pada teori person perception, persepsi seseorang mempengaruhi penafsiran mengenai
orang yang dipersepsikan tersebut. Thoha menjelaskan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan persepsi adalah psikologi, keluarga, dan kebudayaan. Faktorfaktor tersebut menyebabkan suatu persepsi berupa stereotip. Stereotip adalah pelabelan
terhadap pihak atau kelompok tertentu yang selalu berakibat merugikan pihak lain dan
menimbulkan ketidakadilan13.
Pelabelan tersebut tidak dapat diketahui kebenaran dan keakuratannya dikarenakan
tidak berwujud tetapi berdasarkan pengelompokan yang dilakukan oleh masyarakat.
Sedangkan stereotip gender adalah generalisasi sederhana tentang atribut, perbedaan dan
peran gender dari individu dan/atau kelompok. Gender mungkin dapat bersifat positif ataupun
negatif tergantung dengan persepsi masing-masing orang. Stereotip gender ada bila
masyarakat secara otomatis menerapkan asumsi/ opini gender kepada orang lain secara cepat
dengan melihat dari penampilan atau gaya bicaranya tanpa mengenal lebih jauh dan tanpa
melihat bukti sebaliknya. Opini adalah keyakinan yang dapat atau tidak dapat didukung bukti.
Opini biasanya merupakan pernyataan subyektif yang mungkin merupakan hasil perasaan
atau interpretasi seseorang tentang suatu fakta. Sedangkan fakta, fakta adalah sesuatu yang
secara empiris benar dan didukung bukti.
12
Rahmawati dalam jurnal “Analisis Perkembangan Sosial dalam Kegiatan Terapi pada Manula dengan
Teori Dramaturgi di Rumah Sakit Jiwa Wikarta Manadala Pujon, Kab Malang”. 2013. Hal 5
13
Narwoko & Suyanto. 2009. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Hal 1
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
11
Stereotip masyarakat tentang laki-laki dan perempuan atas dasar dan perilaku mereka menurut
ILO (International Labour Organization)14:
Perempuan
Laki-laki
Penurut
Otoriter
Emosional
Rasional
Lemah
Kuat
Pendiam
Bersuara lantang
Rapi/ bersih
Kotor
Artistik
Atletis
Ibu rumah tangga
Pencari nafkah
Berorientasi pada bahasa dan literatur
Berorientasi pada matematika dan ilmiah
Tabel (2)
Menurut Baron & Paulus adanya stereotip gender seperti yang dipaparkan pada tabel diatas,
disebabkan oleh dua faktor yaitu15:

Kecenderungan manusia untuk membagi dunia dengan dua kategori: kita dan mereka.
Orang-orang yang kita persepsi sebagai kelompok di luar kita dipandang lebih mirip satu
sama lain, karena kita kekurangan informasi mengenai mereka, kita cenderung
menyamaratakannya dan menganggapnya homogen.

Kecenderungan kita untuk melakukan kerja kognitif sesedikit mungkin dalam berpikir
mengenai orang lain. Dengan kata lain, stereotip menyebabkan persepsi selektif tentang
orang-orang dan segala sesuatu di sekitar kita. Dengan memasukkan orang dalam
kelompok, kita berasumsi bahwa kita tahu banyak tentang mereka (sifat-sifat utama dan
kecenderungan perilaku mereka), dan kita menghemat tugas kita untuk memahami mereka
sebagai individu.
PEMBAHASAN
Bias gender adalah bias yang terjadi karena adanya suatu prasangka yang kuat akan
sebuah gender dan hal yang menjadi ciri tetap dan mutlak gender tersebut. Bias gender terjadi
14
Hal 4
International Labour Organization dalam presentasi “Pemberitaan tentang Masalah Gender”. 2012.
15
Ahmad Rizandy R dalam skripsi “Stereotip Suku Manda di Kota Makassar (Studi Komunikasi Antar
Budaya Suku Bugis dan Suku Mandar”. 2012. Hal 44
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
12
karena ada dua jarak pemisah antara laki-laki (maskulin) dan perempuan (feminin). Dalam
berkomunikasi, feminin dan maskulin memiliki gayanya sendiri-sendiri. Sebagai contoh,
orang feminin cenderung mengungkapkan diri lebih sering dibandingkan orang maskulin dan
yang dibicarakan bersifat pribadi. Orang feminin cenderung berkomunikasi dengan rasa kasih
sayang, dengan keakraban dan kepercayaan yang lebih besar dibandingkan orang maskulin.
Berdasarkan artikel mengenai Mima seorang pengojek perempuan yang diterbitkan
oleh tribunnews.com, terlihat adanya penyimpangan gender yang telah dilakukan oleh Mima.
Mima saat mulai menggeluti pekerjaan menjadi pengojek, ia merupakan seorang perempuan
seperti kebanyakan, yang keibuan, lemah lembut, dsb. Tetapi untuk sebagai perlindungan
dirinya dan perlindungan pengguna jasanya, maka ia merubah penampilannya menjadi kelakilakian (dramaturgi).
Konsep dramaturgi adalah sandiwara kehidupan yang disajikan oleh manusia.
Goffman menyebut apa yang dilakukan Mima sebagai bagian depan (front) dan bagian
belakang (back). Front mencakup, setting, personal front (penampilan diri), expressive
equipment (peralatan untuk mengekspresikan diri). Sedangkan bagian belakang adalah aktor
menjadi dirinya sendiri tanpa harus melakoni aktingnya. Pada artikel, Mima berpenampilan
layaknya laki-laki yang secara fisik menggunakan jaket hitam, celana jeans, kaos, serta sepatu
yang merupakan simbol-simbol identik laki-laki. Secara suara, ia mengeluarkan suara yang
lantang dan tegas layaknya laki-laki. Serta body language yang tegap dan gesture yang jarang
menggerakkan tangan. Hal ini pada awalnya hanya ia lakukan saat berada di depan panggung
(dramaturgi). Tetapi lama-kelamaan sejalan dengan waktu, Mima pun semakin menghayati
peran sehingga ia tidak berubah. Ia lebih banyak menghabiskan waktu menjalani profesinya
dan berkumpul bersama teman-teman pengojeknya yang 99% laki-laki dibandingkan di
rumah mengurus suami dan anak-anaknya. Sehingga Mima seperti kehilangan jati dirinya
yang asli dan karakter baru yang keras tumbuh yang identik dengan sifat asli dari laki-laki.
Padahal masyarakat memiliki stereotip gender akan perempuan. Stereotip gender
adalah generalisasi sederhana tentang atribut, perbedaan dan peran gender dari individu
dan/atau kelompok. Stereotip masyarakat terhadap perempuan menurut ILO (International
Labour Organization):
Perempuan
Penurut
Emosional
Lemah
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
13
Pendiam
Rapi/ bersih
Artistik
Ibu rumah tangga
Berorientasi pada bahasa dan literatur
Tabel (3)
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa masyarakat menilai perempuan sebagai soft
side dari laki-laki. Jika perempuan menjadi hard side seperti Mima yang maskulin, maka hal
tersebut menjadi faktor kuat terciptanya efek halo. Efek halo adalah suatu bentuk bias respon
di mana responden menggeneralisasi kesan positif atau negatif dari satu karakteristik tertentu
ke karakteristik lainnya. Sebuah kesan pertama itu penting sebagai penilaian dasar orang yang
saling tidak mengenal bertemu. Efek halo pada Mima terjadi saat penampilan Mima dianggap
telah menggambarkan dirinya. Efek yang didapat adalah ia menggunakan jaket hitam, lalu
masyarakat dapat berpikir bahwa jaket hitam berarti Mima itu galak dan kasar, dsb. Efek halo
merupakan awal dari bias gender. Bias gender seorang Mima yang oleh masyarakat dianggap
sebagai sebuah orang yang ‘sudah keluar jalur’ dari kodratnya.
Opini masyarakat akan perempuan yang berprofesi sebagai pengojek terbentuk karena
adanya latar belakang pengalaman, pendidikan, serta pengaruh dari media massa. Sehingga
masyarakat dapat membuat kesimpulan tanpa memberikan faktanya. Opini masyarakat
berbeda-beda, tidak bulat. Opini adalah keyakinan yang dapat atau tidak dapat didukung
bukti. Opini biasanya merupakan pernyataan subyektif yang mungkin merupakan hasil
perasaan atau interpretasi seseorang tentang suatu fakta. Walaupun opini berbeda-beda, tetap
ada yang disebut opini mayoritas dan opini minoritas.
Maka dari itu, penulis telah mengamati beberapa opini netizen di media sosial Twitter
mengenai bias gender perempuan yang berprofesi sebagai pengojek. Penulis mengamati opini
masyarakat dari dua sisi. Sisi yang pro dan kontra. Pengamatan ini untuk mengkaji sejauh
mana persepsi masyarakat terhadap bias gender perempuan yang berprofesi sebagai pengojek.
Pro terhadap pengojek perempuan berdasarkan jenis kelamin:
1. Perempuan:
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
14
2. Perempuan:
3. Perempuan:
4. Perempuan:
Kontra terhadap pengojek perempuan berdasarkan jenis kelamin:
1. Laki-laki:
2. Laki-laki:
3. Perempuan:
4. Laki-laki:
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
15
Dari ke delapan tweet yang telah ditulis oleh netizen Twitter tersebut, terlihat bahwa
yang pro pada perempuan berprofesi sebagai pengojek, mayoritas perempuan. Sedangkan
yang kontra terhadap perempuan yang berprofesi sebagai pengojek mayoritas adalah laki-laki.
Dari kedua tweet diatas, terlihat bahwa pada masyarakat modern pun, masih terjadi
pengkotak-kotakan gender. Pada satu sisi, perempuan ingin adanya emansipasi, tetapi di sisi
lain, laki-laki tetap ingin menjadi dominan dan perempuan menjadi gender tingkat dua. Lakilaki tidan mendukung adanya perempuan yang berprofesi menjadi pengojek karena akan
menyebabkan terjadinya bias gender.
Dari hasil pengamatan isi tweet masyarakat, penulis menemukan adanya pendapat
masyarakat yang bias gender. Masyarakat melihat perempuan menjadi pengojek yang
seharusnya dilakukan oleh- laki-laki. Disamping opini masyarakat yang bias gender, penulis
menemukan efek dari peran yang dilakukan secara terus menerus dan dalam jangka waktu
yang lama oleh pengojek perempuan memberikan implikasi terhadap bias pada orientasi
budaya feminism. Menurut orientasi budaya feminism, perempuan dicirikan lembut, lemah,
penurut, serta emosional. Namun dengan melakukan peran sebagai pengojek, tanpa disadari,
sifat-sifat yang maskulin menjadi melekat pada pribadi pengojek. Dengan demikian wajarlah
jika opini yang berkembang di tweet masyarakat mengarah kepada penolakan terhadap
adanya kesetaraan gender khusus untuk pengojek perempuan.
KESIMPULAN
Setelah membedah artikel mengenai “Kisah Perempuan Tangguh” yang diterbitkan
oleh tribunnews.com dan dibedah dengan konsep psikologi sosial yang terkait, maka penulis
dapat mengajukan beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Penghayatan peran yang terlalu dalam terhadap peran dapat berakibat negatif. Sepeti
yang terjadi oleh Mima. Sehingga, lama kelamaan ia tidak dapat membedakan lagi
mana depan panggung (front stage) dan mana belakang panggung (back stage).
2. Masyarakat Indonesia ternyata sebagian besar masih mempunyai pandangan yang bias
terhadap gender. Hal ini dikarenakan adanya pengalaman serta pendidikan yang
dialami setiap orang berbeda-beda.
3. Bias gender terjadi karena terdapat perbedaan‐perbedaan faktor biologi antara
perempuan dan laki‐laki. Jika laki-laki ataupun perempuan keluar dari kodratnya
masing-masing, maka akan terjadi yang disebut dengan bias gender.
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
16
4. Kontribusi media massa terutama televisi begitu besar dalam pembentukan stereotip
gender. Karena, televisi merupakan sarana hiburan yang telah dimiliki oleh hampir
seluruh masyarakat Indonesia, sehingga mudah untuk televisi memasukkan berbagai
bentuk informasi mengenai karakteristik sebuah gender.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Goffman, Erving. 1959. The Presentation of Self in Everyday Life. New York: Doubleday.
L. Weber, Ann. 1992. Social Psychology. United Kingdom: Harpercollins.
Narwoko, Suyanto. 2009. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Prenada Media
Group.
Piwinger & Ebert. 2001. Impression Management. USA: Lect Publishing.
JURNAL
Asmarany, AI. 2010. Bias Gender Sebagai Prediktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Universitas Gadjah Mada.
Irwan, A., Sit, RD., dan Dyah, P. 2001. Bias Gender dalam Penanganan Kasus Kekerasan
Terhadap Perempuan Secara Litigatif. Universitas Gadjah Mada.
Rahmawati, ect. 2013. Analisis Perkembangan Sosial dalam Kegiatan Terapi pada Manula
dengan Teori Dramaturgi di Rumah Sakit Jiwa Wikarta Manadala Pujon, Kab
Malang. Universitas Negeri Malang.
Rohmiati. 2011. Stereotip dan Prasangka dalam Komunikasi Antar Etnis (Suatu Tijauan
Teoritis Antar Budaya). IISIP.
SKRIPSI
Rizandy, Ahmad. 2012. Stereotip Suku Mandar di Kota Makassar (Studi Komunikasi Antar
Budaya Suku Bugis dan Suku Mandar. UNHAS.
WEBSITE
Ayu, Prista. 2011. Teori Dramaturgi Erving Goffman, http://pristality.com/2011/11/29/teoridramaturgi-erving-goffman/.
Haq, Hikamul & Ridwan. 2013. Teori Dramaturgi, http://www.slideshare.net/hikamul/drama.
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
17
International Labour Organization. 2012. Pemberitaan tentang
http://ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---robangkok/ilojakarta/documents/presentation/wcms_203586.pdf.
Masalah
Gender,
Listyowati, Lilis. 2011. Bicara Gender Bukan Hanya Bicara Perempuan, http://www.dkinsufa.info/opini/542-bicara-gender-bukan-hanya-bicara-perempuan.
Pattimahu,
Andrew.
2013.
Kisah
Perempuan
Tangguh
http://manado.tribunnews.com/2013/07/12/kisah-hidup-perempuan-tangguh-1.
Risantino,
WF.
2011.
Kesalahan
Persepsi
Efek
http://welgafebdi.blogspot.com/2011/01/kesalahan-persepsi-efek-halo.html.
Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014
(1),
Halo,
Download