PRO DAN KONTRA NETIZEN DI TWITTER TENTAITG PENGOJEK PEREMPUAIT (Studi kasus tentang opini yang berkembang di media sosial yang bersifat bias gender) MAKALAI{ NON.SEMINAR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjaaa Tlmu Komunikasi Pratiwi Purworini 1006711220 FAKTJLTAS ILMU SOSIAL DA}{ ILMU POLITIK PROGRAM STTJDI ILMU KOMUI\IKASI II\DUSTRI KREATIF PEIYYIARAN DEPOK 15 JANUARI2Ol4 Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 IIALAMAN PENGESAHAN Karya ilmiah ini diajukan oleh . Nama Pratiwi Purworini NPM 1006711220 Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jenis Karya MakalahNon Seminar NamaMataKuliah Psikologi Komunikasi Judul Karya Ikniah Pro dan Kontra Netizen di Twitter tentang Pengojek Perempuan (Studi kasus tentang opini yang berkembang di media sosial yang bersifat bias gender) Telah disetujui oleh dosen pengajar mata kuliah untuk diunggah di lib.ui.ac.id/unggah dan dipublikasikan sebagai karya imiah sivitas akademika Universitas Indonesia Dosen Mata Kuliah : Psikologi Komunikasi 6L^"-@ra. Askariani Kartono M.Si) Ditetapkan di Tanggal : Depok : 15 Januari2014 Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 HALAMAN PERI{YATAAI{ PERSETUJUAN PTIBLIKASI TUGAS AKHIR IN"TUK KEPENTINGAI\ AKADEMIS ini: Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah Pratiwi Purworini t006711220 Indushi Kreatif PenYiaran Ilmu Komunikasi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Karya llmiah: MakalahNon Seminar Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis Karya demi pengembangan ihnu pengetahuan, menyetujui untul< memberikan kepada Universitas karya Indonesia IIak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free RighD atas ilmiah saya yang bejudul: pRO DAi.r dOvrne,r'rr TIZEN Dl TWITTER TENTANG PENGOJEK PEREMPUAN (Studi kasus tentang opini yang berkembang di media sosial yang bersifat bias gender) ini, beserta perangkat yang ada (fika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan pemilik Hak Cipta' Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenamya. Dibuat di : Depok Padatanggal : 15 Januari2014 Yang menyatakan @ratiwi Purworini) Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 FORMULIR PERSETUJUAI\T PUBLIKASI NASKAII RINGKAS Yang bertanda tangan di bawah ini: : Dra. Askariani Kartono M.Si : 195011281976032001 Pembimbing dari mahasiswa S1: Nama Pratiwi Purworini NPM 1006711220 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi/lndustri Kreatif Penyiaran Judul Naskah Ringkas: Nama NIP/NUP DAi\ KONTRAATETIZENDI TWITTNR TENTA}IG PENGO.IEK PEREMPUAI\I (Studi kasus tentang opini yang berkembang di media sosial yang bersifat bias gender) PRO Menyatakan bahwa naskah ringkas ini telah diperiks4 diperbaiki, dipertimbangkan dan dinyatakan dapat diunggah di Ul-ana (lib.ui.ac.id/unggah) dan (pilih salah satu dengan memberi) tanda silang : fl Ouput diakses dan dipublikasikan di Ul-ana (lib.ui.ac.id). n Ot* diproses diterbitkan pada Jurnal Prodi/Jurusan/Fakultas di UI. I Otun diterbitkan pada prosiding seminar nasional pada Seminar yang diprediksi akan dipublikasikan pada ... .........(bulan/tahun terbit) I Ot- diterbitkan pada Jurnal Nasional yaitu ... (namajumal), yang diprediksi akan dipublikasikan pada ... X Ot* ........ .(bulan/tahun terbit) ditulis dalam bahasa Inggris dan diterbitkan pada prosiding Konferensi Intemasional pada yang diprediksi akan dipublikasikan pada ........ .. .. (bulan/tahun terbit) I Nasufr ringkas ini bailq dan akan diubah/digabung dengan hasil penelitian lain dan ditulis dalam bahasa Inggris untuk dipersiapkan kejurnal intemasional, yaitu: dan akan akan dipublikasikan pada ...... . ...... .. . . . . . . (bulan/tahun) X otr*ou publikasi onlinenya karena akan/sedang dalam proses paten/HKl (Dra. Askariani Kartono M.Si) Pembimbing Karya Ilmiah Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 1 PRO DAN KONTRA NETIZEN DI TWITTER TENTANG PENGOJEK PEREMPUAN (Studi kasus tentang opini yang berkembang di media sosial yang bersifat bias gender) Pratiwi Purworini dan Askariani Kartono Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia [email protected] [email protected] Abstrak Adanya emansipasi perempuan membuat perempuan menyadari untuk dapat setara dengan laki-laki. Oleh karena itu banyak profesi laki-laki yang sudah dijalankan oleh perempuan. Misalnya, menjadi pengojek perempuan yang merupakan sebuah pekerjaan yang lebih banyak digeluti oleh laki-laki dibandingkan perempuan. Namun hal ini berbanding terbalik dengan opini yang berkembang di masyarakat. Opini yang berkembang di masyarakat terutama dalam benak laki-laki bahwa perempuan seharusnya tetap berkiprah di ranah domestik, sedangkan lakilaki yang berada di ranah publik. Kondisi ini memunculkan adanya bias gender. Bias gender dapat menimbulkan ketidakadilan bagi perempuan yang dibentuk oleh konstruksi budaya patriarki. Terkait dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat artikel di tribunnews.com mengenai pengojek perempuan. Untuk itu penulis ingin melihat sejauh mana opini masyarakat yang bersifat bias gender berkembang di media sosial terutama Twitter. Dalam melakukan pengumpulan data, penulis menggunakan data sekunder melalui pengamatan terhadap isi tweet pengguna Twitter secara aktif yang bersifat bias gender terhadap profesi pengojek perempuan. Dari 8 tweet yang telah diamati ditemukan ada 4 tweet dari pihak perempuan yang pro dan 4 tweet yang kontra justru berasal dari laki-laki. Hal ini menunjukan, ternyata budaya patriarki masih mendominasi pendapat para netizen yang bersifat bias gender. Kata Kunci Bias gender; media sosial; stereotip NETIZEN’S PRO AND CONS ON TWITTER TOWARDS FEMALE OJEK CABS (Case study over society’s opinion in social media that characterized as a gender bias) Abstract Emancipation has led to female acknowledging that they deserve equal rights as compared to men. It's not an uncommon sight nowadays that several professions, previously dominated by men, are also done by female, ojek cabs are one amongst many examples. This however, is opposite to what the society actually believed, that female are supposed to be in charge of domestic affairs, while men would sought for money, thus this creates Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 2 some sort of a gender bias. Concerning this issue, I would like to discuss an article from tribunnews.com about female ojek cabs. Also, with this in mind, the writer would like to address the extent of gender bias that exists in the society, especially from social medias such as Twitter. In collecting data, I use secondary data from Twitter for further research about gender bias towards female ojek cabs. From 8 tweets that has been observed, I found 4 tweets from woman's side who pro to the issue, while the men's was in the qontrary. This things shows that patriarchal culture still dominate the opinions of netizen that characterize as gender bias. Keywords Gender bias; social media; stereotype PENDAHULUAN Latar Belakang Adanya kesetaraan gender memotivasi banyak perempuan untuk lebih banyak berkiprah di wilayah publik ketimbang di wilayah domestik. Banyak faktor-faktor yang mengkondisikan para perempuan harus lebih banyak ada di ranah publik. Yaitu antara lain kewajiban untuk mendukung keuangan keluarga dan menunjukkan eksistensi diri secara profesional di bidang yang digelutinya. Namun, seringkali niat perempuan untuk maksimal di ranah publik bersebrangan dengan budaya patriarki yang masih sangat kental tertanam di benak masyarakat pada umumnya. Hal ini telah mendudukkan perempuan pada posisi yang lemah. Maka hal ini seperti menumbuhkan persepsi gender yang salah (bias) terhadap perempuan yang biasanya justru didominasi oleh laki-laki. Perbedaan sifat laki-laki dan perempuan yang diyakini sebagai suatu hal yang alamiah terus menerus disosialisasikan, bahkan melalui proses legitimasi simbolik baik oleh pusat-pusat sosio-kultural maupun oleh negara. Oleh karena itu, perbedaan gender dapat menimbulkan ketidakadilan, seperti subordinasi, dominasi, marginalisasi, stereotip, beban kerja, dan kekerasan terhadap perempuan1. Dalam artikel yang berjudul “Kisah Perempuan Tangguh” di harian Tribun Manado, 12 Juli 2013 lalu, Mima Ulak memberikan argumennya untuk menjadi seorang pengojek perempuan. Mima Ulak (45 tahun) yang kerap disapa Mima oleh teman-temannya ini merupakan satu-satunya perempuan yang berprofesi sebagai pengojek di pangkalan ojek Patung Kuda Paal Dua Manado. Dalam artikel disebutkan bahwa alasan ia menggeluti profesi 1 Irwan Abdullah, Siti Ruhaini Dzuhayatin, dan Dyah Pitaloka dalam jurnal “Bias Gender dalam Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Secara Litigatif”. 2001. Universitas Gadjah Mada. Hal 1 Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 3 yang kebanyakan dilakukan oleh laki-laki tersebut disebabkan untuk menopang kebutuhan keluarga. Profesi yang digeluti oleh Mima merupakan sebuah profesi yang sebagian besar dilakukan oleh laki-laki. Profesi ini memerlukan stamina serta pertahanan diri yang cukup kuat. Bahaya kerap mengintai para pengojek kala mereka sedang melakukan tugasnya. Bahaya tersebut dapat berupa pencopetan hingga kecelakaan. Berbagai bahaya tersebut disadari oleh Mima. Keluarganya pun sempat melarangnya untuk menjadi pengojek. Tetapi Mima tidak bergeming dengan keputusan yang telah ia ambil. Mima selalu hati-hati saat membawa penumpangnya ke tempat tujuan. Hal ini untuk meminimalisir kecelakaan. Selain itu, untuk menghindari tindak kejahatan pada dirinya, Mima melakukan pengelolaan kesan (impression formation). Erving Goffman dalam teorinya mengenai pengelolaan kesan, ia menjelaskan bahwa pengelolaan kesan adalah sadar atau tidak sadarnya sebuah proses pemikiran diarahkan pada tujuan di mana orang berusaha untuk mempengaruhi persepsi orang lain tentang seseorang, benda, atau peristiwa2. Di depan panggung, Mima membentuk penampilannya (appearances) seperti layaknya laki-laki. Ia menggunakan jaket hitam, sepatu kets, kaos kedodoran, serta celana jeans. Selain itu, ia pun menunjukkan sikap (gesture) yang tegas dan bahasa tubuh (body language) layaknya laki-laki kebanyakan. Hal ini terjadi dikarenakan waktu kerja lebih besar dari waktu untuk keluarga sehingga membentuk Mima menjadi kelaki-lakian. Hal ini akan membentuk karakter baru yang keras yang merupakan sifat asli dari laki-laki. Selain itu, penampilan Mima sangat mungkin memunculkan efek halo (hallo effect). Efek halo adalah suatu bentuk bias respon di mana responden menggeneralisasi kesan positif atau negatif dari satu karakteristik tertentu ke karakteristik lainnya3, misalnya jika responden menganggap suatu produk baik, maka ia cenderung menilai produk itu bagus untuk rasa, penampilan dan teksturnya, dll. Jadi masyarakat akan menilai Mima pada kesan pertama yang tertanam bahwa Mima merupakan perempuan yang maskulin, bersuara lantang dan otoriter. Padahal ia melakukan hal tersebut mempunyai tujuan yang positif yaitu semata-mata untuk melindungi diri serta melindungi pengguna jasa ojeknya. Tetapi lama-kelamaan sifat yang ada di laki-laki, tertanam pula di diri Mima. Terlalu dalam ia mendalami peran 2 Piwinger & Ebert. Impression Management. 2001. Hal 1-2 Welga Febdi Risantino. “Kesalahan Persepsi Efek Halo”. http://welgafebdi.blogspot.com/2011/01/kesalahan-persepsi-efek-halo.html, 2011. Diakses pada 6 Januari 2014. 3 Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 4 (dramaturgi) sehingga lupa akan jati dirinya sebagai perempuan. Dramaturgi menurut Erving Goffman4. Sandiwara yang dilakukan oleh Mima yang berawal untuk menjaga diri hingga tertanam di dalam dirinya. Mima menjadi jarang dirumah dan sifat keras yang melekat di diri pengojek menjadi ada di dirinya. Hal inilah yang menjadi perdebatan. Karena apa yang terjadi pada Mima berbanding terbaik dengan budaya masyarakat Indonesia yang patriarki. Dengan adanya budaya patriarki tersebut, maka muncul stereotip gender. Stereotip gender adalah generalisasi kesan yang kita miliki mengenai seseorang terutama karakter psikologis atau sifat kepribadian5. Sedangkan stereotip gender merupakan kategori luas yang merefleksikan kesan dan keyakinan tentang apa perilaku yang tepat untuk laki-laki (maskulin) dan perempuan (feminin). Stereotip gender dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan, serta media massa. Media massa terutama televisi telah banyak berkontribusi dalam pembentukan opini terhadap perempuan. Opini adalah keyakinan yang dapat atau tidak dapat didukung bukti6. Opini biasanya merupakan pernyataan subyektif yang mungkin merupakan hasil perasaan atau interpretasi seseorang tentang suatu fakta. Hampir pada semua sinetron di televisi Indonesia menggambarkan sosok perempuan dengan gambaran yang hampir sama. Perempuan didalam sinetron sering digambarkan dengan kelicikan, suka gosip, orang yang teraniaya, penyebab konflik keluarga, perebut harta warisan, dsb. Penggambaran mengenai perempuan yang terdapat di berbagai sinetron tersebut membuat secara tidak sadar menjadi sugesti sehingga masyarakat dapat membuat kesimpulan sendiri mengenai perempuan tanpa membuktikan fakta. Gambar (1) 4 5 Hikamul Haq & Ridwan dalam presentasi “Teori Dramaturgi”. 2013. Hal 6 International Labour Organization dalam presentasi “Pemberitaan tentang Masalah Gender”. 2012. Hal 8 Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 5 Maka dari hal tersebut menjadi penyebab munculnya bias gender. Bias gender merupakan kesalahan pada pemikiran sosial (errors in social thinking). Menurut Rukmina Gonibala, bias gender adalah kondisi dimana terdapat penyimpangan atau pembelokan arah dalam peran-peran antar laki-laki dan perempuan, ruang lingkupnya tersebar dalam berbagai persoalan mulai dari hal-hal sederhana hingga yang rumit, dari yang sering ditemui dan jarang ditemui7. Bias gender terjadi karena Mima telah melakukan penyimpangan peran. Penyimpangan peran tersebut terjadi dapat disebabkan karena lama waktu ia berada diluar mencari nafkah dibandingkan di rumah. Saat di rumah, ia menjadi seorang ibu dan menjalani kodratnya sebagai perempuan. Sedangkan saat ia menjadi pengojek, sifat laki-laki harus ia lakoni sebagai bentuk pertahanan diri. Karena ia lebih lama menjadi pengojek daripada menjadi ibu rumah tangga, sifat laki-laki itu menjadi lebih menguasai diri Mima dan menjadi tertanam di dirinya sehingga penyimpangan itu dapat terjadi. Selain itu, pengalaman hidup yang keras sejak ia remaja pun mempermudah masuknya sifat laki-laki kedalam dirinya. Dan juga yang ketiga, disebabkan karena lingkungan kerja Mima yang 99% berisi laki-laki. Sehingga saat bersosialisasi, ia tanpa sadar telah meniru gaya berbicara hingga bahasa tubuh teman laki-lakinya tersebut yang identik dengan sifat pengojek laki-laki yang keras. Perumusan Masalah Bias gender yang dialami Mima merupakan sebuah kesalahan pada pemikiran sosial. Hal ini timbul karena adanya penyimpangan kodrat yang dilakukan oleh Mima yang merupakan seorang ibu sekaligus pengojek. Pengelolaan kesan yang dilakukan oleh Mima dengan penampilan serta gerak tubuhnya yang dibuat seperti laki-laki mempunyai tujan yang positif untuk menjaga dirinya serta pengguna jasanya. Tetapi seiring berjalannya waktu, hal tersebut menjadi berdampak negatif bagi dirinya karena masyarakat menjadi melihat adanya bias gender. Dalam konsep dramaturgi yang diciptakan oleh Erving Goffman, Mima menjadi terlalu mendalami peran hingga melupakan kodratnya sebagai perempuan sehingga lakon dirinya di depan ‘panggung’ menjadi negatif. Sifat keras yang melekat pada pengojek, jadi tertanam pada diri Mima. Bias gender yang terjadi disebabkan oleh adanya sebuah stereotip gender yang sebagai hasil konstruksi masyarakat bahwa perempuan yang seharusnya itu berdiam diri di rumah menjaga anak-anaknya serta mengurus suaminya. Sedangkan Mima telah berbeda dengan stereotip terhadap perempuan tersebut. 7 Bewe. “Diskriminasi Gender”. gender.html, 2011. Diakses pada 8 Januari 2014. http://kata-sederhana.blogspot.com/2011/07/diskriminasi- Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 6 Oleh karena itu, melihat adanya bias gender yang berkembang di masyarakat terhadap pengojek perempuan, maka penulis melakukan pengamatan terhadap isi tweet masyarakat Indonesia yang aktif pada media sosial berupa Twitter (netizen). Metodologi Penulisan Penulis dalam melakukan pengumpulan data menggunakan data sekunder yaitu melalui pengamatan terhadap isi Twitter tentang opini masyarakat yang aktif menggunakan Twitter (netizen) yang bersifat bias gender terhadap profesi pengojek perempuan. Penulis akan mengamatinya dari sisi pro dan kontra dengan periode pengamatan sejak artikel muncul pada 12 Juli 2013 hingga 12 Agustus 2013. Tujuan Penulisan Untuk mengkaji sejauh mana bias gender berupa pro dan kontra yang di tweet dalam media sosial berupa Twitter terhadap pengojek perempuan. TINJAUAN TEORITIS Bias Gender Bias gender merupakan bias yang terjadi karena adanya suatu prasangka yang kuat akan sebuah gender dan hal yang menjadi ciri tetap dan mutlak gender tersebut. Lebih detailnya, bias gender yaitu terdapat perbedaan‐perbedaan faktor biologi antara perempuan dan laki‐laki8. Perempuan memang berbeda secara jasmaniah dari laki‐laki, perempuan mengalami haid, dapat mengandung, melahirkan serta menyusui yang melahirkan mitos masyarakat bahwa perempuan berhubungan dengan kodrat sebagai ibu. Perbedaan ciri‐ciri perempuan dan laki‐laki terlihat sejak masa kanak-kanak di mana anak lak-laki lebih banyak memperoleh kesempatan bermain di luar rumah dan mereka bermain lebih lama dari anak perempuan, permainan anak laki‐laki lebih bersifat kompetitif dan konstruktif hal ini disebabkan karena anak laki‐laki lebih tekun dan lebih efektif dari anak perempuan, serta permainan anak perempuan lebih banyak bersifat kooperatif serta lebih banyak di dalam ruangan. Perbedaan-perbedaan biologis dan psikologis ini menimbulkan pendapat‐pendapat atau suatu kesimpulan di masyarakat dimana kesimpulan itu pada 8 Anugriaty Indah Asmarany dalam jurnal “Bias Gender Sebagai Prediktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga”. 2010. Universitas Gadjah Mada. Hal 2 Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 7 umumnya merugikan pihak perempuan. Kesimpulan itu antara lain adalah laki‐laki lebih unggul dan lebih pandai dibanding anak perempuan, laki‐laki lebih rasional dari anak perempuan, serta perempuan lebih diharapkan menjadi istri dan ibu. Bias gender dalam persepsi dan kognisi lelaki dan perempuan menurut studi Bortner (1979)9: Ciri-ciri Bidang kelebihan perempuan Bidang kelebihan lelaki Kemampuan Kecakapan verbal. Kemampuan dan ketrampilan spesial-visual. Intelektual Kesehatan matematis Kesehatan fisik (lebih jarang Kesehatan mental (lebih sedikit terserang penyakit, lebih tahan memperlihatkan problem psikologis terhadap penyakit sebelum dan seperti kecemasan dan rasa rendah sesudah melahirkan). diri). Kemampuan Kepekaan jari tangan, suara dengan Kekuatan fisik nada tinggi, nada suara dan penguasaan otot, dapat ketepatan penglihatan. berubah dengan cepat. Sifat Ketaatan, ingin tahu terhadap hal Aktif, agresi, sangat ingin tahu kepribadian social, tergantung empati, tanggung tentang jawab sosial. peristiwa dan objek yang non-sosial, impulsif dominasi. Tabel (1) Tabel diatas merupakan persepsi dan kognisi lelaki dan perempuan yang diteliti oleh Bortner. Melihat pendapat Bortner diatas, pandangan seperti itu kemudian yang selalu memposisikan perempuan pada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya domestik seperti keuangan, sekretaris, kesehatan dll. Perempuan dipandang tidak layak ditempatkan pada posisi-posisi yang strategis dan pengambilan keputusan, karena bias-bias yang berkembang diatas. Akibatnya kesenjangan gender terus terjadi. Kesenjangan gender merupakan kenyataan yang harus dihadapi perempuan di hampir semua belahan dunia dan dapat ditemukan di semua ranah: publik maupun privat, domestikreproduktif maupun produktif. Dalam organisasi publik pada contohnya, dapat dikatakan perempuan berada pada posisi termarjinalkan. Sistem budaya patriarkal yang menanamkan 9 Lilis Listyowati. “Bicara Gender Bukan Hanya Bicara Perempuan”. http://www.dk- insufa.info/opini/542-bicara-gender-bukan-hanya-bicara-perempuan, 2011. Diakses pada 8 Januari 2014. Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 8 pemahaman bahwa wilayah publik (politik dan dunia kerja) sebagai wilayah laki-laki, biasa dituding sebagai faktor penyebab utama mengapa kiprah perempuan di ranah publik secara umum berada pada posisi subordinat laki-laki. Dramaturgi Erving Goffman, lahir di Alberta, Canada pada 11 Juni 1922. Ia mendapat gelar S1 dari Universitas Toronto menerima gelar doctor dari Univ. Chicago. Erving Goffman, dianggap sebagai pemikir utama terakhir Chicago asli (Travers, 1922: Tselon, 1992); Fine dan Manning (2000) memandangnya sebagai sosiolog Amerika paling berpengaruh di abad 20. Antara 1950-an dan 1970-an Goofman menerbitkan sederetan buku dan esai yang melahirkan analisis dragmatis sebagai cabang interaksionisme simbolik. Walau Goffman mengalihkan perhatiannya di tahun-tahun berikutnya, ia tetap paling terkenal karena teori dramtugisnya. Pernyataan paling terkenal Goffman tentang teori dramaturgi berupa 10 buku Presentation of Self in everyday life , diterbitkan tahun 1959. Secara ringkas dramaturgi merupakan pandangan tentang kehidupan sosial sebagai serentetan pertunjukan drama dalam sebuah pentas11. Istilah Dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusiamanusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan. Dalam Dramaturgi terdiri dari Front stage (panggung depan) dan back stage (panggung belakang). Front Stage yaitu bagian pertunjukan yang berfungsi mendefinisikan situasi penyaksi pertunjukan. Front stage dibagi menjadi 2 bagian, setting yaitu pemandangan fisik yang harus ada jika sang aktor memainkan perannya. Dan front personal yaitu berbagai macam perlengkapan sebagai pembahasa perasaan dari sang aktor. Front personal masih terbagi menjadi dua bagian, yaitu Penampilan yang terdiri dari berbagai jenis barang yang mengenalkan status sosial aktor. Dan gaya yang berarti mengenalkan peran macam apa yang dimainkan aktor dalam situasi tertentu. Back stage (panggung belakang) yaitu ruang dimana disitulah berjalan skenario pertunjukan oleh “tim” (masyarakat rahasia yang mengatur pementasan masing-masing aktor). Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi. Beliau menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang 10 Goffman, Erving. 1959. The Presentation of Self in Everyday Life. New York: Doubleday. Prista Ayu. “Teori Dramaturgi Erving Goffman”. http://pristality.com/2011/11/29/teori-dramaturgierving-goffman/, 2011. Diakses pada 8 Januari 2014. 11 Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 9 menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yang sama ini berarti mengacu kepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan yang ditampilkan. Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri – Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila seorang aktor berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai sudut yang memang ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan semakin mudah untuk membawa penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut. Ini dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari komunikasi. Karena komunikasi sebenarnya adalah alat untuk mencapai tujuan. Bila dalam komunikasi konvensional manusia berbicara tentang bagaimana memaksimalkan indera verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir komunikasi, agar orang lain mengikuti kemauan kita. Maka dalam dramaturgi, yang diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran sehingga dapat memberikan feedback sesuai yang kita mau. Perlu diingat, dramatugis mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut. Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut. Dalam teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Di sinilah dramaturgi masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgi, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgi, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan diatas disebut dalam istilah “impression Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 10 management”12. Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (front stage) dan di belakang panggung (back stage) drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil. Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan. Stereotip Gender Pada teori person perception, persepsi seseorang mempengaruhi penafsiran mengenai orang yang dipersepsikan tersebut. Thoha menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan persepsi adalah psikologi, keluarga, dan kebudayaan. Faktorfaktor tersebut menyebabkan suatu persepsi berupa stereotip. Stereotip adalah pelabelan terhadap pihak atau kelompok tertentu yang selalu berakibat merugikan pihak lain dan menimbulkan ketidakadilan13. Pelabelan tersebut tidak dapat diketahui kebenaran dan keakuratannya dikarenakan tidak berwujud tetapi berdasarkan pengelompokan yang dilakukan oleh masyarakat. Sedangkan stereotip gender adalah generalisasi sederhana tentang atribut, perbedaan dan peran gender dari individu dan/atau kelompok. Gender mungkin dapat bersifat positif ataupun negatif tergantung dengan persepsi masing-masing orang. Stereotip gender ada bila masyarakat secara otomatis menerapkan asumsi/ opini gender kepada orang lain secara cepat dengan melihat dari penampilan atau gaya bicaranya tanpa mengenal lebih jauh dan tanpa melihat bukti sebaliknya. Opini adalah keyakinan yang dapat atau tidak dapat didukung bukti. Opini biasanya merupakan pernyataan subyektif yang mungkin merupakan hasil perasaan atau interpretasi seseorang tentang suatu fakta. Sedangkan fakta, fakta adalah sesuatu yang secara empiris benar dan didukung bukti. 12 Rahmawati dalam jurnal “Analisis Perkembangan Sosial dalam Kegiatan Terapi pada Manula dengan Teori Dramaturgi di Rumah Sakit Jiwa Wikarta Manadala Pujon, Kab Malang”. 2013. Hal 5 13 Narwoko & Suyanto. 2009. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Hal 1 Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 11 Stereotip masyarakat tentang laki-laki dan perempuan atas dasar dan perilaku mereka menurut ILO (International Labour Organization)14: Perempuan Laki-laki Penurut Otoriter Emosional Rasional Lemah Kuat Pendiam Bersuara lantang Rapi/ bersih Kotor Artistik Atletis Ibu rumah tangga Pencari nafkah Berorientasi pada bahasa dan literatur Berorientasi pada matematika dan ilmiah Tabel (2) Menurut Baron & Paulus adanya stereotip gender seperti yang dipaparkan pada tabel diatas, disebabkan oleh dua faktor yaitu15: Kecenderungan manusia untuk membagi dunia dengan dua kategori: kita dan mereka. Orang-orang yang kita persepsi sebagai kelompok di luar kita dipandang lebih mirip satu sama lain, karena kita kekurangan informasi mengenai mereka, kita cenderung menyamaratakannya dan menganggapnya homogen. Kecenderungan kita untuk melakukan kerja kognitif sesedikit mungkin dalam berpikir mengenai orang lain. Dengan kata lain, stereotip menyebabkan persepsi selektif tentang orang-orang dan segala sesuatu di sekitar kita. Dengan memasukkan orang dalam kelompok, kita berasumsi bahwa kita tahu banyak tentang mereka (sifat-sifat utama dan kecenderungan perilaku mereka), dan kita menghemat tugas kita untuk memahami mereka sebagai individu. PEMBAHASAN Bias gender adalah bias yang terjadi karena adanya suatu prasangka yang kuat akan sebuah gender dan hal yang menjadi ciri tetap dan mutlak gender tersebut. Bias gender terjadi 14 Hal 4 International Labour Organization dalam presentasi “Pemberitaan tentang Masalah Gender”. 2012. 15 Ahmad Rizandy R dalam skripsi “Stereotip Suku Manda di Kota Makassar (Studi Komunikasi Antar Budaya Suku Bugis dan Suku Mandar”. 2012. Hal 44 Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 12 karena ada dua jarak pemisah antara laki-laki (maskulin) dan perempuan (feminin). Dalam berkomunikasi, feminin dan maskulin memiliki gayanya sendiri-sendiri. Sebagai contoh, orang feminin cenderung mengungkapkan diri lebih sering dibandingkan orang maskulin dan yang dibicarakan bersifat pribadi. Orang feminin cenderung berkomunikasi dengan rasa kasih sayang, dengan keakraban dan kepercayaan yang lebih besar dibandingkan orang maskulin. Berdasarkan artikel mengenai Mima seorang pengojek perempuan yang diterbitkan oleh tribunnews.com, terlihat adanya penyimpangan gender yang telah dilakukan oleh Mima. Mima saat mulai menggeluti pekerjaan menjadi pengojek, ia merupakan seorang perempuan seperti kebanyakan, yang keibuan, lemah lembut, dsb. Tetapi untuk sebagai perlindungan dirinya dan perlindungan pengguna jasanya, maka ia merubah penampilannya menjadi kelakilakian (dramaturgi). Konsep dramaturgi adalah sandiwara kehidupan yang disajikan oleh manusia. Goffman menyebut apa yang dilakukan Mima sebagai bagian depan (front) dan bagian belakang (back). Front mencakup, setting, personal front (penampilan diri), expressive equipment (peralatan untuk mengekspresikan diri). Sedangkan bagian belakang adalah aktor menjadi dirinya sendiri tanpa harus melakoni aktingnya. Pada artikel, Mima berpenampilan layaknya laki-laki yang secara fisik menggunakan jaket hitam, celana jeans, kaos, serta sepatu yang merupakan simbol-simbol identik laki-laki. Secara suara, ia mengeluarkan suara yang lantang dan tegas layaknya laki-laki. Serta body language yang tegap dan gesture yang jarang menggerakkan tangan. Hal ini pada awalnya hanya ia lakukan saat berada di depan panggung (dramaturgi). Tetapi lama-kelamaan sejalan dengan waktu, Mima pun semakin menghayati peran sehingga ia tidak berubah. Ia lebih banyak menghabiskan waktu menjalani profesinya dan berkumpul bersama teman-teman pengojeknya yang 99% laki-laki dibandingkan di rumah mengurus suami dan anak-anaknya. Sehingga Mima seperti kehilangan jati dirinya yang asli dan karakter baru yang keras tumbuh yang identik dengan sifat asli dari laki-laki. Padahal masyarakat memiliki stereotip gender akan perempuan. Stereotip gender adalah generalisasi sederhana tentang atribut, perbedaan dan peran gender dari individu dan/atau kelompok. Stereotip masyarakat terhadap perempuan menurut ILO (International Labour Organization): Perempuan Penurut Emosional Lemah Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 13 Pendiam Rapi/ bersih Artistik Ibu rumah tangga Berorientasi pada bahasa dan literatur Tabel (3) Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa masyarakat menilai perempuan sebagai soft side dari laki-laki. Jika perempuan menjadi hard side seperti Mima yang maskulin, maka hal tersebut menjadi faktor kuat terciptanya efek halo. Efek halo adalah suatu bentuk bias respon di mana responden menggeneralisasi kesan positif atau negatif dari satu karakteristik tertentu ke karakteristik lainnya. Sebuah kesan pertama itu penting sebagai penilaian dasar orang yang saling tidak mengenal bertemu. Efek halo pada Mima terjadi saat penampilan Mima dianggap telah menggambarkan dirinya. Efek yang didapat adalah ia menggunakan jaket hitam, lalu masyarakat dapat berpikir bahwa jaket hitam berarti Mima itu galak dan kasar, dsb. Efek halo merupakan awal dari bias gender. Bias gender seorang Mima yang oleh masyarakat dianggap sebagai sebuah orang yang ‘sudah keluar jalur’ dari kodratnya. Opini masyarakat akan perempuan yang berprofesi sebagai pengojek terbentuk karena adanya latar belakang pengalaman, pendidikan, serta pengaruh dari media massa. Sehingga masyarakat dapat membuat kesimpulan tanpa memberikan faktanya. Opini masyarakat berbeda-beda, tidak bulat. Opini adalah keyakinan yang dapat atau tidak dapat didukung bukti. Opini biasanya merupakan pernyataan subyektif yang mungkin merupakan hasil perasaan atau interpretasi seseorang tentang suatu fakta. Walaupun opini berbeda-beda, tetap ada yang disebut opini mayoritas dan opini minoritas. Maka dari itu, penulis telah mengamati beberapa opini netizen di media sosial Twitter mengenai bias gender perempuan yang berprofesi sebagai pengojek. Penulis mengamati opini masyarakat dari dua sisi. Sisi yang pro dan kontra. Pengamatan ini untuk mengkaji sejauh mana persepsi masyarakat terhadap bias gender perempuan yang berprofesi sebagai pengojek. Pro terhadap pengojek perempuan berdasarkan jenis kelamin: 1. Perempuan: Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 14 2. Perempuan: 3. Perempuan: 4. Perempuan: Kontra terhadap pengojek perempuan berdasarkan jenis kelamin: 1. Laki-laki: 2. Laki-laki: 3. Perempuan: 4. Laki-laki: Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 15 Dari ke delapan tweet yang telah ditulis oleh netizen Twitter tersebut, terlihat bahwa yang pro pada perempuan berprofesi sebagai pengojek, mayoritas perempuan. Sedangkan yang kontra terhadap perempuan yang berprofesi sebagai pengojek mayoritas adalah laki-laki. Dari kedua tweet diatas, terlihat bahwa pada masyarakat modern pun, masih terjadi pengkotak-kotakan gender. Pada satu sisi, perempuan ingin adanya emansipasi, tetapi di sisi lain, laki-laki tetap ingin menjadi dominan dan perempuan menjadi gender tingkat dua. Lakilaki tidan mendukung adanya perempuan yang berprofesi menjadi pengojek karena akan menyebabkan terjadinya bias gender. Dari hasil pengamatan isi tweet masyarakat, penulis menemukan adanya pendapat masyarakat yang bias gender. Masyarakat melihat perempuan menjadi pengojek yang seharusnya dilakukan oleh- laki-laki. Disamping opini masyarakat yang bias gender, penulis menemukan efek dari peran yang dilakukan secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama oleh pengojek perempuan memberikan implikasi terhadap bias pada orientasi budaya feminism. Menurut orientasi budaya feminism, perempuan dicirikan lembut, lemah, penurut, serta emosional. Namun dengan melakukan peran sebagai pengojek, tanpa disadari, sifat-sifat yang maskulin menjadi melekat pada pribadi pengojek. Dengan demikian wajarlah jika opini yang berkembang di tweet masyarakat mengarah kepada penolakan terhadap adanya kesetaraan gender khusus untuk pengojek perempuan. KESIMPULAN Setelah membedah artikel mengenai “Kisah Perempuan Tangguh” yang diterbitkan oleh tribunnews.com dan dibedah dengan konsep psikologi sosial yang terkait, maka penulis dapat mengajukan beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Penghayatan peran yang terlalu dalam terhadap peran dapat berakibat negatif. Sepeti yang terjadi oleh Mima. Sehingga, lama kelamaan ia tidak dapat membedakan lagi mana depan panggung (front stage) dan mana belakang panggung (back stage). 2. Masyarakat Indonesia ternyata sebagian besar masih mempunyai pandangan yang bias terhadap gender. Hal ini dikarenakan adanya pengalaman serta pendidikan yang dialami setiap orang berbeda-beda. 3. Bias gender terjadi karena terdapat perbedaan‐perbedaan faktor biologi antara perempuan dan laki‐laki. Jika laki-laki ataupun perempuan keluar dari kodratnya masing-masing, maka akan terjadi yang disebut dengan bias gender. Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 16 4. Kontribusi media massa terutama televisi begitu besar dalam pembentukan stereotip gender. Karena, televisi merupakan sarana hiburan yang telah dimiliki oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia, sehingga mudah untuk televisi memasukkan berbagai bentuk informasi mengenai karakteristik sebuah gender. DAFTAR PUSTAKA BUKU Goffman, Erving. 1959. The Presentation of Self in Everyday Life. New York: Doubleday. L. Weber, Ann. 1992. Social Psychology. United Kingdom: Harpercollins. Narwoko, Suyanto. 2009. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Prenada Media Group. Piwinger & Ebert. 2001. Impression Management. USA: Lect Publishing. JURNAL Asmarany, AI. 2010. Bias Gender Sebagai Prediktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Universitas Gadjah Mada. Irwan, A., Sit, RD., dan Dyah, P. 2001. Bias Gender dalam Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Secara Litigatif. Universitas Gadjah Mada. Rahmawati, ect. 2013. Analisis Perkembangan Sosial dalam Kegiatan Terapi pada Manula dengan Teori Dramaturgi di Rumah Sakit Jiwa Wikarta Manadala Pujon, Kab Malang. Universitas Negeri Malang. Rohmiati. 2011. Stereotip dan Prasangka dalam Komunikasi Antar Etnis (Suatu Tijauan Teoritis Antar Budaya). IISIP. SKRIPSI Rizandy, Ahmad. 2012. Stereotip Suku Mandar di Kota Makassar (Studi Komunikasi Antar Budaya Suku Bugis dan Suku Mandar. UNHAS. WEBSITE Ayu, Prista. 2011. Teori Dramaturgi Erving Goffman, http://pristality.com/2011/11/29/teoridramaturgi-erving-goffman/. Haq, Hikamul & Ridwan. 2013. Teori Dramaturgi, http://www.slideshare.net/hikamul/drama. Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 17 International Labour Organization. 2012. Pemberitaan tentang http://ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---robangkok/ilojakarta/documents/presentation/wcms_203586.pdf. Masalah Gender, Listyowati, Lilis. 2011. Bicara Gender Bukan Hanya Bicara Perempuan, http://www.dkinsufa.info/opini/542-bicara-gender-bukan-hanya-bicara-perempuan. Pattimahu, Andrew. 2013. Kisah Perempuan Tangguh http://manado.tribunnews.com/2013/07/12/kisah-hidup-perempuan-tangguh-1. Risantino, WF. 2011. Kesalahan Persepsi Efek http://welgafebdi.blogspot.com/2011/01/kesalahan-persepsi-efek-halo.html. Pro dan kontra ..., Pratiwi Purworini, FISIP UI, 2014 (1), Halo,