1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perusahaan selalu berupaya untuk meningkatkan kelangsungan hidupnya.
Hal tersebut dilakukan supaya perusahaan mampu melakukan pengembangan
pada bisnisnya dan membagikan dividen kepada pemegang saham. Segala bentuk
pengembangan bisnis yang terjadi di dalam perusahaan dapat dengan mudah
terjadi apabila perusahaan menerapkan corporate governance yang baik. Oleh
karena itu, corporate governance menjadi perhatian penting bagi perusahaan
dalam menjalankan bisnisnya.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001:1)
mendefinisikan corporate governance, yang diperoleh dari definisi Cadburry
Committee, yaitu seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
Setelah Indonesia dan negara-negara di Asia Timur lainnya mengalami
krisis ekonomi yang dimulai pada tahun 1997, isu mengenai corporate
governance telah menjadi salah satu bahasan penting dalam rangka mendukung
pemulihan ekonomi yang stabil di masa yang akan datang (Herwidayatmo, 2000).
1
2
Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB)
menunjukkan beberapa faktor yang memberi kontribusi pada krisis di Indonesia.
Pertama, konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi; kedua, tidak efektifnya
fungsi pengawasan Dewan Komisaris; ketiga, inefisiensi dan rendahnya
transparansi mengenai prosedur pengendalian merjer dan akuisisi perusahaan;
keempat, terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal; dan kelima,
ketidakmemadainya pengawasan oleh para kreditor (Daniri, 2005:55).
Pada tahun 1998 sampai tahun 2001 tercatat terjadi skandal keuangan di
perusahaan publik di Indonesia dengan melibatkan persoalan laporan keuangan
yang diterbitkan. PT. Kimia Farma, Tbk. dan PT. Indofarma, Tbk. merupakan
contoh dari beberapa contoh perusahaan publik yang pernah melakukan skandal
keuangan. PT. Kimia Farma, Tbk. melibatkan pelaporan keuangan yang berawal
dari terdeteksi adanya manipulasi dengan cara menaikkan laba perusahaan hingga
Rp. 32,7 milyar. Kasus PT. Indofarma, Tbk. tidak jauh berbeda dengan kasus
PT. Kimia Farma, Tbk. yang juga melakukan mark up pada laporan keuangan
periode 2001 dengan menyajikan overstated laba bersih sebesar Rp. 28,87 milyar.
Kasus
pelanggaran
yang
dilakukan
oleh
perusahaan
publik
tersebut
mengindikasikan bahwa lemahnya corporate governance di Indonesia.
Ciri utama lemahnya corporate governance adalah adanya tindakan
manajemen sebagai agent yang mementingkan diri sendiri dan mengabaikan
kepentingan pemegang saham sebagai principal. Hal tersebut merupakan masalah
yang muncul dalam hubungan keagenan. Brennan (1995) yang dikutip oleh
McColgan (2001) menyatakan bahwa masalah keagenan muncul akibat adanya
3
ketidakkemungkinan mengontrak secara sempurna untuk setiap tindakan agent
yang keputusannya mampu mempengaruhi kesejahteraannya sendiri dan
kesejahteraan principal.
FCGI (2001:1) menyatakan bahwa tujuan dari corporate governance
adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders). Salah satu stakeholders perusahaan adalah Pemerintah yang
berkepentingan atas pajak perusahaan, karena perusahaan sebagai Wajib Pajak
Badan (WP Badan) memiliki kewajiban membayar Pajak Penghasilan (PPh)
kepada Pemerintah (fiskus) atas Penghasilan Kena Pajak (PKP). Oleh karena itu,
muncul perbedaaan kepentingan antara Pemerintah dengan perusahaan, yang
mana
Pemerintah
memerlukan
dana
dari
penerimaan
pajak
untuk
menyelenggarakan pemerintahan dan pajak merupakan penerimaan negara yang
terbesar bagi Pemerintah sedangkan perusahaan menganggap pajak sebagai biaya.
Wibowo (2012) menerangkan bahwa pajak dianggap oleh perusahaan
sebagai beban karena merupakan pengeluaran yang relatif tidak memberikan
kontribusi secara langsung bagi perusahaan. Wibowo (2012) juga menjelaskan
bahwa pajak mempengaruhi berbagai keputusan dan kebijakan strategis yang akan
diambil manajemen puncak seperti keputusan mengenai operasi, pembiayaan dan
investasi. Semakin besar beban pajak perusahaan, maka semakin kecil laba setelah
pajak yang diterima perusahaan serta semakin kecil pula kemampuan perusahaan
untuk membayar dividen kas dan kinerja perusahaan pun dianggap buruk oleh
pemegang saham. Dalam rangka menghindari pembayaran jumlah beban pajak
yang besar, maka WP Badan selalu berupaya meminimalisasi beban pajaknya,
4
sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan laba setelah pajak dan nilai
perusahaan. Jumlah pajak dapat ditekan dengan cara yang legal, yaitu dengan
menggunakan
strategi
di
bidang
perpajakan
atau
manajemen
pajak
(Lumbantoruan, 1996:482).
Mekanisme corporate governance merupakan suatu sistem yang
mengendalikan dan mengarahkan operasional perusahaan (Boediono, 2005). Guna
dan Herawati (2010) menjelaskan bahwa mekanisme corporate governance yang
baik ditandai dengan adanya kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,
keberadaan komite audit dan dewan komisaris independen.
Minnick dan Noga (2010) menyatakan bahwa struktur corporate
governance berdampak pada bagaimana sebuah perusahaan mengelola pajaknya
(misalnya, sistem pajak dapat mempengaruhi tata kelola perusahaan, contohnya
dalam hal pembayaran dividen dan reorganizations). Selain itu, Minnick dan
Noga (2010) juga menjelaskan bahwa corporate governance secara langsung
berperan dalam manajemen pajak karena para direksi perusahaan merupakan
pihak yang bertanggung jawab dalam memilih dan menentukan strategi
manajemen pajak dengan cara mengalokasikan sumber daya perusahaan.
Friese et al. (2006) mengungkapkan bahwa pelaporan pajak, perencanaan
pajak serta penataan pajak terjadi dalam organisasi perusahaan dan dilakukan oleh
agent perusahaan. Oleh karena itu, kegiatan tersebut tidak terlepas dari sistem dan
tindakan tata kelola perusahaan. Fungsi pajak tidak cukup transparan serta
dikendalikan oleh pemegang saham dan manajemen puncak. Selain itu, Friese et
al. (2006) menjelaskan bahwa struktur corporate governance juga dapat
5
mencegah atau menghambat perencanaan pajak yang tidak diinginkan atau
setidaknya mudah untuk dideteksi.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian
yang berjudul “Pengaruh Corporate Governance terhadap Manajemen Pajak pada
Perusahaan Non-Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
1.2. Rumusan Masalah
Penelitian sebelumnya yang membahas mengenai pengaruh corporate
governance terhadap manajemen pajak, antara lain Rego dan Wilson (2008),
Minnick dan Noga (2010), Armstrong et al. (2011), Sabli dan Noor (2012),
Annisa dan Kurniasih (2012) serta Irawan dan Farahmita (2012). Oleh karena itu,
mengacu pada penelitian sebelumnya, maka pada penelitian ini corporate
governance yang digunakan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap manajemen
pajak adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan
komisaris independen, serta keberadaan komite audit. Dengan demikian, terdapat
empat pertimbangan pokok yang mendasari penelitian ini.
Pertama, Gillan dan Starks (2003) menekankan investor institusional
berperan dalam mendesak manajemen untuk tata kelola yang lebih baik di
perusahaan. Namun, terdapat suatu indikasi bahwa investor institusional memiliki
pandangan yang sama dengan manajemen mengenai pajak perusahaan, yang mana
investor institusional berupaya mempengaruhi manajemen untuk meminimalisasi
beban pajak, karena beban pajak merupakan beban yang mengurangi laba setelah
pajak perusahaan. Hal tesebut dijelaskan oleh Lim (2011) bahwa investor
6
institusional menuntut pendapatan setelah pajak untuk distribusi keuntungan yang
lebih tinggi, sehingga mereka mengharapkan manajer untuk melakukan
perencanaan pajak yang mengakibatkan beban pajak lebih rendah.
Kedua, Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa salah satu
mekanisme untuk mengatasi konflik keagenan adalah meningkatkan kepemilikan
orang dalam perusahaan (insider ownership), sehingga dengan adanya persamaan
kedudukan tersebut dapat memotivasi manajer untuk melakukan manajemen
pajak. Minnick dan Noga (2010) menyatakan manajemen pajak yang efektif
merupakan pendorong besar kinerja bottom-line, yang mana pajak yang rendah
dapat meningkatkan kinerja bottom-line perusahaan dan nilai pemegang saham.
Apabila nilai pemegang saham meningkat, maka manajemen yang juga memiliki
saham perusahaan akan meningkat nilai sahamnya.
Ross et al. (1999) yang dikutip oleh Siallagan dan Machfoedz (2006)
menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajemen dalam perusahaan
maka manajemen akan cenderung berusaha untuk meningkatkan kinerjanya untuk
kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingannya sendiri. Jumlah proporsi
kepemilikan manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan adanya
kesamaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham (Faizal, 2004).
Irawan dan Farahmita (2012) bahwa dengan adanya kepemilikan saham oleh
manajemen, maka manajemen termotivasi untuk meningkatkan nilai pemegang
saham perusahaan dengan cara meningkatkan kinerja perusahaan, salah satunya,
melalui manajemen pajak yang efisien. Hal tersebut dapat mendorong manajemen
memiliki rasa kepemilikan yang tinggi terhadap perusahaan.
7
Rego dan Wilson (2008) menyatakan bahwa penghematan beban pajak
yang dilakukan oleh manajemen bertujuan untuk meningkatkan after-tax cash
flow, book income, net assets dan lebih umumnya atribut-atribut keuangan yang
biasanya memiliki dampak positif pada nilai perusahaan. Sabli dan Noor (2012)
menjelaskan bahwa kegiatan perencanaan pajak, jika benar dilakukan dalam
hukum pajak, akan menguntungkan kedua pihak yaitu manajer dan pemegang
saham, sehingga beban pajak perusahaan dapat diminimalisasi sebagai akibat dari
strategi perencanaan pajak yang efektif.
Ketiga, Bonazzi dan Islam (2007) dalam Sabli dan Noor (2012)
menyoroti bahwa dewan komisaris independen merupakan pilihan yang paling
menonjol untuk mekanisme corporate governance. Vafeas (2000) menyatakan
bahwa peranan dewan komisaris diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba
dengan membatasi tingkat manajemen laba melalui fungsi monitoring atas
pelaporan keuangan.
Sabli dan Noor (2012) menjelaskan bahwa terdapat pandangan ambigu
bagaimana posisi dewan komisaris, khususnya dewan komisaris independen,
memainkan perannya sebagai monitoring ketika berhadapan mengenai pajak
perusahaan. Di satu sisi, komisaris independen diharapkan mampu mengurangi
tindakan oportunistik manajemen melalui perannya dalam mengawasi kebijakan
akuntansi yang dijalankan oleh manajemen. Sedangkan pada sisi lain, komisaris
independen yang ditunjuk oleh pemegang saham harus mengutamakan
kepentingan
pemegang
saham,
yang
mana
pemegang
saham
sendiri
8
berkepentingan supaya nilai perusahaan naik, dan salah satu cara supaya nilai
perusahaan naik adalah beban pajak perusahaan harus diminimalisasi.
Keempat, Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa komite
audit bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit
eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal termasuk audit internal
serta dapat mengurangi sifat opportunistic manajemen yang melakukan
manajemen laba dengan cara mengawasi laporan keuangan dan melakukan
pengawasan pada audit eksternal. Badan Pengawas Pasar Modal (2004)
mensyaratkan salah seorang dari anggota komite audit memiliki latar belakang
pendidikan akuntansi dan keuangan serta memiliki pengetahuan yang cukup untuk
membaca dan memahami laporan keuangan. Komite audit yang berlatar belakang
pendidikan akuntansi dan keuangan juga memiliki pemahaman mengenai
perpajakan. Dengan adanya pemahaman tersebut maka lebih efektif mengawasi
manajemen, khususnya dalam hal pajak perusahaan. Seperti yang diungkapkan
oleh Wardhani dan Joseph (2010) bahwa penunjukan komite audit dengan latar
belakang, atau mungkin pengalaman di bidang akuntansi, lebih memberikan
kontribusi yang berdampak baik bagi efektifitas komite audit.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikemukakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen pajak pada
perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
2. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap manajemen pajak pada
perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
9
3. Apakah proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen
pajak pada perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
4. Apakah keahlian komite audit berpengaruh terhadap manajemen pajak pada
perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu menguji secara empiris mengenai:
1. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen pajak pada
perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap manajemen pajak pada perusahaan
non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
3. Pengaruh proporsi komisaris independen terhadap manajemen pajak pada
perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
4. Pengaruh keahlian komite audit terhadap manajemen pajak pada perusahaan
non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, gambaran dan buktibukti secara empiris mengenai pengaruh corporate governance dengan
menggunakan variabel kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,
proporsi komisaris independen dan keahlian komite audit terhadap praktik
10
manajemen pajak yang dilakukan oleh WP Badan. Penelitian ini juga
diharapkan dapat memacu penelitian yang lebih baik pada masa yang akan
datang mengenai masalah-masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
2. Pihak Regulator
Penelitian ini diharapkan memberikan bukti empiris akan efektifitas peraturan
yang telah dikeluarkan mengenai corporate governace agar lebih ditingkatkan
penerapannya sehingga lebih efektif. Selain itu, penelitian ini diharapkan
mampu memberikan bukti empiris kepada pihak fiskus bahwa corporate
governance memiliki pengaruh dalam praktik manajemen pajak.
1.5. Sistematika Penulisan
BAB I:
PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan mengenai dasar pemikiran dari penelitian ini
yang terangkum dalam latar belakang dan selanjutnya disusun ke
dalam rumusan permasalahan penelitian untuk dapat digeneralisasi.
Bab ini juga membahas mengenai tujuan dan manfaat penelitian serta
sistematika penulisan berupa gambaran umum dari penelitian ini.
BAB II:
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan beberapa penelitian atau konsep yang menjadi
acuan dalam penyusunan penelitian ini yang sesuai dengan latar
belakang dan rumusan masalah. Bab ini juga meliputi penelitian
terdahulu, pengembangan hipotesis serta kerangka berpikir.
11
BAB III: METODE PENELITIAN
Bab ini membahas tentang populasi dan sampel, data dan sumber
data, definisi operasional variabel dan pengukurannya serta metode
analisis data. Metode analisis data terdiri dari statistik deskriptif,
asumsi klasik dan uji hipotesis. Asumsi klasik dalam penelitian ini
terdiri dari uji normalitas, uji multikolinieritas, uji autokorelasi dan
uji heteroskedastisitas.
BAB IV: ANALISIS DAN PEMBASAHAN
Analisis dan pembahasan mengenai analisis analisis data, statistik
deskriptif, pengujian asumsi klasik, uji hipotesis serta analisis dan
pembahasan hipotesis. Pengujian asumsi klasik terdiri dari uji
normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji
autokorelasi. Pengujian hipotesis terdiri dari empat yaitu pengujian
hipotesis pertama, hipotesis kedua, hipotesis ketiga dan hipotesis
keempat. Selain itu, terdapat pula pengujian variabel kontrol.
BAB V:
PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan dan menjelaskan jawaban atas perumusan masalah dan
pembuktian
hipotesis,
keterbatasan
penelitian
dan
saran.
Keterbatasan penelitian merupakan kelemahan dan kekurangan yang
terdapat dalam penelitian ini, sedangkan saran mengacu pada
keterbatasan penelitian ini untuk penelitian selanjutnya yang sejenis.
Download