II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diingat. Manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata
(Trianto dalam Atika, 2011).
Teori konstruktivis menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan
lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai. Teori ini berkembang
dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi
kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Nur dalam Septiana, 2012).
Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak
dengan kegiatan asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Asimilasi ialah pemaduan data
baru dengan stuktur kognitif yang ada. Akomodasi ialah penyesuaian stuktur kognitif
9
terhadap situasi baru, dan equilibrasi ialah penyesuaian kembali yang terus dilakukan
antara asimilasi dan akomodasi (Bell, 1994).
Prespektif kognitif-konstruktivis, yang menjadi landasan pembelajaran problem
solving, banyak meminjam pendapat Piaget (1954,1963). Prespektif ini mengatakan,
seperti yang dikatakan Piaget, bahwa pelajar dengan umur berapapun terlibat secara
aktif dalam proses mendapatkan informasi dan mengonstruksikan pengetahuannya
sendiri. Pengetahuan tidak statis, tetapi berevolusi dan berubah secara konstan
selama pelajar mengonstruksikan pengalaman-pengalaman baru yang memaksa
mereka untuk mendasarkan diri pada dan memodivikasi pengetahuan sebelumnya.
Keyakinan Piaget ini berbeda dengan keyakinan Vygotsky dalam beberapa hal
penting.
Bila Piaget memfokuskan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui
anak terlepas dari konteks sosial atau kulturalnya, Vygotsky menekankan pentingnya
aspek sosial belajar. Vygotsky percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain
memacu pengonstruksian ide-ide baru dan meningkatkan perkembangan intelektual
pelajar. Salah satu ide kunci yang berasal dari minat Vygotsky pada aspek sosial
pembelajaran adalah konsepnya tentang zone of proximal development. Menurut
Vygotsky, pelajar memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda yakni tingkat
perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan
aktual, menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan ke-mampuannya untuk
mempelajari sendiri hal-hal tertentu. Individu juga memiliki tingkat perkembangan
potensial, yang oleh Vygotsky didefinisikan sebagai tingkat yang dapat difungsikan
10
atau dicapai oleh individu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang tua, atau
teman sebayanya yang lebih maju. Zona yang terletak diantara kedua tingkat
perkembangan inilah yang disebutnya sebagai zone of proximal development (Arends
dalam Septiana, 2012).
Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif;
Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa;
Mengajar adalah membantu siswa belajar;
Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil
akhir;
Kurikulum menekankan partisipasi siswa; dan
Guru adalah fasilitator.
B. Problem Solving
Masalah pada hakikatnya merupakan bagian dalam kehidupan manusia. Masalah
yang sederhana dapat dijawab melalui proses berpikir yang sederhana, sedangkan
masalah yang rumit memerlukan langkah-langkah pemecahan yang rumit pula.
Masalah pada hakikatnya adalah suatu pertanyaan yang mengandung jawaban. Suatu
pertanyaan mempunyai peluang tertentu untuk dijawab dengan tepat, bila pertanyaan
itu dirumuskan dengan baik dan sistematis. Ini berarti, pemecahan suatu masalah
menuntut kemampuan tertentu pada diri individu yang hendak memecahkan masalah
tersebut (Rofiana, 2005).
Pemecahan masalah (problem solving) adalah suatu proses mental dan intelektual
dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses
11
pemecahan masalah memberikan kesempatan peserta didik berperan aktif dalam
mempelajari, mencari, dan menemukan sendiri informasi untuk diolah menjadi
konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan. Dengan kata lain, pemecahan masalah
menuntut kemampuan memproses informasi untuk membuat keputusan tertentu
(Hidayati, 2006).
Berhasil tidaknya suatu pengajaran bergantung kepada suatu tujuan yang hendak
dicapai. Tujuan dari pembelajaran problem solving adalah seperti apa yang dikemukakan oleh Hudojo (2001), yaitu sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian
menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya.
Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intrinsik bagi
siswa.
Potensi intelektual siswa meningkat.
Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses
melakukan penemuan.
Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses
melakukan penemuan.
Langkah-langkah problem solving menurut Depdiknas (2008) sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh
dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.
Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti,
bertanya dan lain-lain.
Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban
ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah
kedua di atas.
Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa
harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa
jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban
sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran
jawaban ini tentu saja diperlukan metode – metode seperti demonstrasi,
tugas, diskusi, dan lain-lain.
12
e.
Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan
terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.
Meminjam pendapat Bruner bahwa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan
masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang
benar-benar bermakna. Suatu konsekuensi logis, karena dengan berusaha untuk
mencari pemecahan masalah secara mandiri akan memberi suatu pengalaman
konkret, dengan pengalaman tersebut dapat digunakan pula untuk memecahkan
masalah-masalah serupa. Karena pengalaman itu memberikan makna tersendiri bagi
peserta didik (Trianto, 2010).
Kelebihan dan kekurangan problem solving menurut Dzamarah dan Zain (2002)
adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan model pembelajaran problem solving
a.
b.
c.
Pembelajaran ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih
relevan dengan kehidupan.
Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan
para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil.
Pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa
secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa
banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai
segi dalam rangka mencari pemecahannya.
2. Kekurangan model pembelajaran problem solving
a.
b.
c.
Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berfikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan
keterampilan guru
Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering
memerlu-kan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil
waktu pel-ajaran lain
mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima
informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berfikir memecahkan
13
permasalah sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan
berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.
C. Keterampilan Berpikir Kritis
Salah satu kecakapan hidup yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan
adalah keterampilan berpikir kritis. Kemampuan seseorang untuk dapat berhasil
dalam kehidupannya antara lain ditentukan oleh keterampilan berpikirnya, terutama
dalam memecahkan maslah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Mengajarkan
keterampilan berpikir dan memadukannya dengan materi pembelajaran dapat
membantu para siswa untuk menjadi pemikir yang kritis dan kreatif secara efektif.
Menurut Ennis (1996:54): Critical thingking is reasonable, reflective thingking that is
focused on deciding what to believe or do.
Ennis (1985) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir
secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan, sebagai apa
yang harus dipercaya atau dilakukan. Menurut Ennis (1985) terdapat 12 indikator
keterampilan berpikir kritis (KBKr) yang dikelompokkan dalam lima kelompok
keterampilan berpikir. Kelima kelompok keterampilan tersebut adalah: memberikan
penjelasan sederhana (elementary clarification), membangun keterampilan dasar
(basic support), menyimpulkan (interfence), membuat penjelasan lebih lanjut
(advance clarification), serta strategi dan taktik (strategy and tactics). Adapun kedua
belas indikator tersebut adalah:
1.
2.
3.
Memfokuskan pertanyaan.
Menganalisis argumen.
Bertanya dan menjawab pertanyaan.
14
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Mempertimbangkan kredibilitas sumber.
Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi.
Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi.
Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi.
Membuat dan mempertimbangkan hasil keputusan.
Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi.
Mengidentifikasi asumsi.
Memutuskan suatu tindakan.
Berinteraksi dengan orang lain.
Tabel 1. Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Ennis
No
Kelompok
Indikator
Memfokuskan
pertanyaan
1
2
Memberikan
penjelasan
sederhana
Membangun
keterampilan
dasar
Sub Indikator
a. Mengidentifikasi atau
merumuskan pertanyaan
b. Mengidentifikasi atau
merumuskan kriteria untuk
mempertimbangkan
kemungkinan jawaban
c. Menjaga kondisi berpikir
a. Mengidentifikasi
kesimpulan
b. Mengidentifikasi kalimatkalimat pertanyaan
c. Mengidentifikasi kalimatMenganalisis
kalimat bukan bukan
argumen
pertanyaan
d. Mengidentifikasi dan
menangani ketidaktepatan
e. Melihat struktur dari
suatu argumen
f. Membuat ringkasan
a. Menyebutkan contoh
Bertanya dan
b. Mengapa? Apa ide
menjawab
utamamu? Apa yang anda
pertanyaan
maksud..? Apa yang
membuat perbedaan....?
a. Mempertimbangkan
Mempertimbangkan
keahlian
apakah sumber
b. Mempertimbangkan
dapat dipercaya
kemenarikan konflik
atau tidak
c. Mempertimbangkan
15
Lanjutan tabel 1
No
Kelompok
Indikator
Sub Indikator
kesesuaian sumber
d. Mempertimbangkan
reputasi
e. Mempertimbangkan
penggunaan prosedur
yang tepat
f. Mempertimbangkan
resiko untuk reputasi
g. Kemampuan untuk
memberikan alasan
h. Kebiasaan berhati-hati.
a. Melibatkan sedikit
dugaan
b. Menggunakan waktu
yang singkat antara
observasi dan laporan.
c. Melaporkan hasil
Mengobservasi dan
observasi
mempertimbangkan d. Merekam hasil observasi
laporan observasi
e. Menggunakan bukti-bukti
yang benar
f. Menggunakan akses yang
baik
g. Menggunakan teknologi
h. Mempertanggungjawaban
hasil observasi.
a. Siklus logika-Euler
Mendeduksi dan
b. Mengkondisikan logika
mempertimbangkan
c. Menyatakan tafsiran
hasil deduksi
Menginduksi dan
mempertimbangkan
hasil induksi
3
Menyimpulkan
Membuat dan
menentukan hasil
pertimbangan
a. Mengemukakan hal yang
umum
b. Mengemukakan
kesimpulan dan hipotesis
a. Membuat dan
menentukan hasil
pertimbangan sesuai latar
belakang fakta-fakta
b. Membuat dan
menentukan hasil
pertimbangan
berdasarkan akibat
c. Menerapkan konsep yang
16
Lanjutan tabel 1
No
Kelompok
Indikator
d.
a.
4
Memberikan
penjelasan
lanjut
Mendefinisikan
istilah dan
mempertimbangkan
suatu definisi
Mengidentifikasi
asumsi-asumsi
5
Mengatur
strategi dan
taktik
Menentukan suatu
tindakan
Berinteraksi
denganorang lain
b.
c.
a.
b.
Sub Indikator
dapat diterima
Membuat dan
menentukan hasil
pertimbangan
keseimbangan masalah.
Membuat bentuk
definisi(sinonim,
klasifikasi, rentang
ekivalen, rasional,
contoh, bukan contoh)
Strategi membuat definisi
Membuat isi definisi.
Penjelasan bukan
pernyataan
Mengkonstruksi argumen
a. Mengungkap masalah
b. Memilih kriteria untuk
mempertimbangkan
solusi yang mungkin
c. Merumuskan solusi
alternatif
d. Menentukan tindakan
sementara
e. Mengulang kembali
f. Mengamati penerapannya
a. Menggunakan argumen
b. Menggunakan strategi
logika
c. Menggunakan strategi
retorika
d. Menunjukkan posisi,
orasi, atau tulisan
Dalam penelitian ini indikator yang dikembangkan adalah menganalisis argumen,
khususnya keterampilan mengidentifikasi kesimpulan dan indikator mempertimbangkan kredibilitas sumber, khususnya kemampuan memberikan alasan.
17
D. Kerangka Pemikiran
Untuk melatih keterampilan berpikir kritis siswa, diperlukan model pembelajaran
yang menitikberatkan pada keaktifan siswa dan mengharuskan siswa membangun
pengetahuannya sendiri. Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat memacu
dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa adalah model pembelajaran
problem solving. Problem solving adalah teknik untuk membantu siswa agar
memahami dan menguasai materi pembelajaran dengan menggunakan strategi
pemecahan masalah.
Problem solving terdiri atas lima tahap. Tahap yang pertama adanya masalah yang
jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf
kemampuannya. Pada tahap kedua siswa mencari data atau keterangan yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Pada tahap ketiga, dari data atau
keterangan yang telah diperoleh, siswa menetapkan jawaban sementara dari masalah
yang ada. Tahap empat siswa diminta menguji kebenaran jawaban sementara, pada
tahap ini siswa diminta untuk menguji kebenaran jawaban sementara dari masalah.
Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi
sebanyak-banyaknya sehingga siswa lebih aktif dalam proses belajar. Pada tahap ini
siswa akan mencari tahu jawaban atas pertanyaan mengapa dan bagaimana. Proses
mencari tahu pertanyaan-pertanyaan tersebut melatih keterampilan berpikir kritis
siswa salah satunya keterampilan memberikan alasan. Pada tahap lima siswa diminta
untuk menarik kesimpulan dari pemecahan masalah tersebut. Pada tahap dua, tiga,
empat, dan lima ini terjadi proses akomodasi yaitu penyesuaian stuktur kognitif
18
terhadap situasi baru. Siswa akan mencari tahu jawaban atas pertanyaan mengapa
dan bagaimana sehingga terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep
yang telah dimiliki siswa dengan konsep-konsep yang baru dipelajari, begitu seterusnya sehingga terjadi kesetimbangan antara struktur kognitif dengan penge-tahuan
yang baru (ekuilibrasi). Hal ini menunjukkan bahwa siswa harus berpikir kritis untuk
menyelesaikan masalah yang ada. Sehingga dapat disimpulkan model pembelajaran
problem solving dapat mengingkatkan keterampilan berpikir kritis siswa khususnya
kemampuan untuk memberikan alasan dan keterampilan mengidentifikasi
kesimpulan.
E. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1.
Siswa-siswi kelas XI IPA1 semester genap SMA Negeri 1 Batanghari Lampung
Timur tahun pelajaran 2011/2012 yang menjadi subyek penelitian mempunyai
kemampuan dasar yang sama.
2.
Perbedaan pemahaman keterampilan memberikan alasan dan mengidentifikasi
kesimpulan terjadi karena perlakuan yang diberikan dalam proses pembelajaran.
3.
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi peningkatan keterampilan
memberikan alasan dan mengidentifikasi kesimpulan pada materi kelarutan dan
hasil kali kelarutan siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Batanghari Lampung
Timur tahun pelajaran 2011/2012 pada subyek penelitian diusahakan sekecil
mungkin sehingga dapat diabaikan.
19
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:
Model pembelajaran problem solving pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
efektif dalam meningkatkan keterampilan memberikan alasan dan mengidentifikasi
kesimpulan.
Download