1 SKRIPSI PERAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS) DALAM PENGAWASAN PELAKSANAAN KONTRAK DI BANK SYARIAH (STUDI PADA BANK BRI SYARIAH) Skripsi Ini Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (Se.Sy) Disusun Oleh MASLIANA Nim: 106046101655 KONSENTRASI PERBANKAN SYARI’AH PROGRAM STUDY MUAMALAT ( EKONOMI ISLAM ) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432H/2011M 2 3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ....................................................................................... i DAFTAR ISI ..................................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah .......................................................... 6 C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 7 D. Kajian Terdahulu ................................................................................ 8 E. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 10 F. Metode Penelitian .............................................................................. 11 G. Sistematika Penelitian ........................................................................ 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Dewan Pengawas Syariah .................................................................. 14 1. Pengertian Dewan Pengawas Syariah ................................................. 14 2. Sejarah Pembentukan Dewan Pengawas Syariah ............................... 15 3. Tugas dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah ...................................... 16 4. Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota DPS ................................. 17 B. Kontrak Perbankan Syariah ................................................................ 19 v 4 1. Pengertian Kontrak Perbankan Syariah .............................................. 19 2. Bentuk – bentuk Akad dalam Perbankan Syariah ............................... 20 3. Dasar Hukum Kontrak dalam Perbankan Syariah .............................. 27 4. Prosedur Akad dari Pra Akad Sampai Evaluasi Akad Dalam Perbankan Syariah ....................................................................... 37 BAB III GAMBARAN UMUM MENGENAI BANK BRI SYARIAH A. Sekilas Sejarah 39 B. Visi dan Misi ...................................................................................... 40 C. Struktur Organisasi ............................................................................. 41 D. Produk - produk pada Bank BRI Syariah ........................................... 41 BAB IV HASIL PENELITIAN KINERJA DPS DALAM PENGAWASAN PELAKSANAAN KONTRAK DI BANK SYARIAH A. Kedudukan dan Fungsi DPS dalam Pembuatan Draft Kontrak di Bank BRI Syariah ............................................................................... 49 B. Kinerja Dewan Pengawas Syariah dalam Pengawasan Pelaksanaan Kontrak di Bank BRI Syariah ................................................................. C. Efektifitas Kinerja DPS dalam Pengawasan Pelaksanaan Kontrak vi 63 5 di Bank BRI Syariah ............................................................................... 72 BAB V PENUTUP Kesimpulan ............................................................................................. 85 Saran-saran .............................................................................................. 87 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah bangsa muslim terbesar di dunia dengan jumlah penduduk kurang lebih 80% yang beragamas Islam, tuntutan masyarakat untuk menjalankan dan menerapkan system ekonomi alternatif sejak berkuasanya sistem kapitalis dan sosialis menjadi tidak bisa dielakkan lagi. Ekonomi alternatif tersebut terwujud dalam sisten perekonomian yang menggunakan peratuan-peraturan agama, sebagai landasan hukumnya.1 Bank syariah adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau dalam bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak dengan menggunakan prinsip – prinsip syariah.2 Hal ini dapat kita lihat dengan banyaknya berdiri perbankan syariah di berbagai negara seperti Mesir, Kanada, Pakistan, Kuwait, Bahrain, Siprus, Iran, Turki, Malaysia, Ingris dan sebagainya. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Dengan diterbitkannya undang-undang no. 10 tahun 1998 tentang perubahan undang-undang no. 7 tahun 1992 tentang perbankan yang diikuti 1 Mukhtar Al-Shodiq, Briefcasebooks Edukasi Professional Syariah: Fatwa-Fatwa Syariah Kontemporer, (Jakarta, Renaisan, 2005), h. 21. 2 Baharuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta, UII Press Yogyakarta, 2008), h. 17 1 2 dengan dikeluarkannya sejumlah ketentuan pelaksanaan dalam bentuk surat keputusan (SK) direksi BI/Peraturan Bank Indonesia, telah memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia.3 Kemajuan perbankan syariah di Indonesia tidak terlepas dari peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada pada Bank Syariah yang bertugas mengawasi kinerja pihak manajemen bank agar tidak menyimpang dari syariat Islam. Ayat alquran yang melandasi prinsip ini adalah sebagai berikut: Artinya: “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan dengan suka sama suka diantara kalian”. (Q.S An-Nisa : 29).4 Industri perbankan syariah sejatinya dijalankan berdasarkan prinsip dan sistem syariah. Karena itu kesesuaian operasi dan praktek bank syariah dengan syariah merupakan piranti mendasar dalam perbankan syariah. Untuk tujuan itulah semua perbankan yang beroperasi dengan sistem syariah wajib memiliki institusi internal yang independen, yang secara khusus bertugas memastikan bank tersebut berjalan sesuai syariah Islam. Sebagaimana yang diamanatkan dalam UU NO.10 3 Nurul Huda, Mustafa Edwin Nasution, Curent Issues Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta, PT. Kencana , 2009), h. 199. 4 Sofiniyah Gufron, Briefcase Books Edukasi Professional Syariah: System dan Mekanisme Pengawasan Syariah, (Jakarta, Renaisan, 2005), h. 7 3 1998 yang menyebutkan bahwa bank syariah mesti memiliki melalui dewan pengawas syariah.5 Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan perpanjangan tangan dari Dewan Syariah Nasional (DSN) guna meluruskan transaksi-transkisi yang dilakukan. Dengan pengawasan yang baik, akan terciptalah bentuk-bentuk pengaplikasian produk syariah yang benar-benar sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh DSN.6 Dalam upaya memurnikan pelayanan institusi keuangan syariah agar benarbenar sejalan dengan ketentuan syariah Islam, keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) mutlak diperlukan. DPS merupakan lembaga kunci yang menjamin bahwa kegiatan operasional institusi keuangan syariah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam rangka mengefektifkan pelaksanaan tugas pengawas syariah diperlukan upaya peningkatan pengetahuan DPS tentang operasional perbankan, pengetahuan ekonomi baik pengetahuan fiskal, moneter, akuntansi dan lain sebagainya serta intensitas keterlibatannya dalam menentukan produk baru dan program sosialisasinya. Hal ini perlu dilakukan agar Bank Syariah terhindar dari riba dan berjalan sesuai dengan syariah Islam.7 5 Agustianto, Optimalisasi Dewan Pengawas Syariah. Diakses pada 4 april 2010. www.agustianto.niriah.com 6 Rifkadejayu, Dewan Pengawas Syariah Gaji Buta dan Sekedar Pajangan, diakses pada 11 agustus 2010 dari http://bloggercompetition.kompasiana.com/2009/06/dewan-pengawas-syariahgajibuta-sekedar-pajangan/ 7 Abrar sholikhin,Perkembangan Perbankan Syariah Mengkhawatirkan, Sangat Beresiko Menjalankan Prinsip Menyimpang dari Syariah. Dimana Peran BI & Dewan Pengawas Syariah?. Diakses pada 04 april 2010 dari http://abrarsolikhin.blogspot.com/2009/05/perkembangan-perbankan-syariah.html 4 Pengawasan merupakan salah satu tugas dasar manajemen dalam konsep manajemen modern, yaitu memastikan bahwa segala sesuatu berada dalam keteraturan, berjalan sesuai garis garis yang ditentukan, teori yang ada, dan dasardasar yang bisa dipercaya. Sistem pengawasan dalam institusi sudah ada sejak dulu yaitu Sistem pengawasan yang diterapkan pada zaman Umar Ibnu Khattab, pengawasan ini meliputi sebagai berikut : 1. Memastikan dijalankannya aturan-aturan kegiatan ekonomi yang meliputi disyariatkannya kegiatan ekonomi, menyempurnakan pekerjaan, melawan penipuan, tidak membahayakan orang lain. 2. Mewujudkan kamanan dan ketentraman. 3. Mengawasi keadaan rakyat. 4. Melarang orang lain membuat aliran air tanpa adanya kebutuhan. 5. Menjaga kepentingan umum. 6. Mengatur transaksi di pasar.8 Dewan Pengawas Syariah memiliki nilai peranan penting bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Ada tiga alasan penting DPS mempunyai peran penting dalam bank syariah antara lain : 1. Menentukan tingkat kredibilitas Bank Syariah 2. Unsur utama dalam menciptakan jaminan kepatuhan syariah (shari'a compliance assurance) 8 Al-Harist Jaribah bin Ahmad, Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khathab, (Jakarta, KHALIFAH Pustaka Al-Kaustar Group, 2006), h 585 5 3. Salah satu pilar utama dalam pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) bank syariah. Sehingga peran dan fungsi DPS dalam bank syariah harus dipertahankan keberadaannya, diperkuat kedudukannya, dan dioptimalkan fungsi serta perannya dalam pengawasan syariah untuk menciptakan perbankan syariah Indonesia yang sehat, efesien, dan sesuai dengan prinsip serta aturan syariah. Fenomena yang terjadi saat ini dalam praktik pengawasan syariah di bankbank syariah di Indonesia adalah peran vital DPS belum berjalan secara optimal, bahkan sangat jauh dari peran yang semestinya mereka jalankan. Banyak dari mereka tidak berperan sama sekali dalam mengawasi operasional perbankan syariah. Sebagaimana diketahui bahwa DPS harus mengawasi dan memeriksa format dan akad dalam bank, bagaimana bank syariah menjalankan restruksirisasi, reschedule, cara penetapan marjin, dan lain sebagainya.9 Selain dari faktor diatas, optimalnya kinerja DPS hendaknya melakukan pengawasan bank syariah tidak terpaku pada draf kontrak yaang ada pada bank syariah tapi juga terhadap pelaksanaan kontrak yang ada di lapangan. Untuk memaksimalkan pengawasan, DPS baiknya didukung oleh pengetahuan yang mapan tentang oprasioanal bank yaitu ilmu fiqh muamalat dan ilmu ekonomi keuangan islam modern, hal ini perlu agar DPS bisa melakukan pengawasan tehadap Bank Syariah secara optimal. Hal demikian bertujuan agar peran Dewan Pengawas Syariah benar9 Agustianto, optimalisasi dewan pengawas syariah, diakses pada 24 maret 2010 dari http://www.scribd.com/doc/4685583/optimalisasi-dewan-pengawas-syariah-2-agustianto. 6 benar maksimal dalam perbankan Syariah di Indonesia demi menjaga citra bank syariah bank yang berjalan sesuai dengan syariah. Dari uraian diatas, jelas bahwa Bank Syariah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya harus bekerja dengan sebaik mungkin, Bank Syariah sebagai bank yang anti riba atau bunga. untuk itu perlu adanya DPS yang dapat mengawasi kegiatan operasional bank sehari-hari apakah sesuai dengan aturan syariat Islam atau tidak. Inilah yang menjadi landasan penulis untuk mengangkat tema tersebut dalam penulisan skripsi dengan judul: Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam Pengawasan Pelaksanaan Kontrak di Bank Syariah (Studi Kasus pada Bank BRI Syariah) B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Sebagaimana telah dibahas di latar belakang penelitian bahwa perkembangan lembaga keuangan syariah, tetrutama perbankan syariah terus menerus mengalami peningkatan yang sangat pesat. Baik di Indonesia maupun dikanca internasional. Untuk menjamin terjaganya shari'ah compliance maka dibutuhkan pengawasan yang independen untuk mengawasi kegiatan bank agar seluruh kegiatan bank benar-benar berjalan sesuai dengan prinsip syariah yang dalam hal pengawasan ini dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). Mengingat pembahasan mengenai pengawasan luas, maka untuk memperoleh gambaran yang spesifik dari permasalahan yang akan diteliti dan untuk menghindari 7 kesalahfahaman terhadap persepsi masalah yang hendak ditulis, serta agar permasalahan tidak melebar pembahasannya maka penulis memberikan batasan dan perumusan masalah terhadap objek yang dikaji yaitu peran DPS dalam pengawasan pelaksanaan kontrak pada Bank Syariah. Adapun perumusan dan permasalahan masalah ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kedudukan dan fungsi DPS dalam pembuatan draft kontrak Bank BRI Syariah? 2. Bagaimanakah kedudukan dan fungsi DPS dalam pengawasan pelaksanaan kontrak di Bank BRI Syariah? 3. Bagaimana efektifitas pengawasan pelaksanaan kontrak pada Bank BRI Syariah? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Dalam suatu penelitian, tentunya seorang peneliti mempunyai tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tersebut. Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kedudukan dan fungsi DPS dalam pembuatan kontrak Bank BRI Syariah. 2. Mengetahui kedudukan dan fungsi DPS dalam pengawasan pelaksanaan kontrak di Bank BRI Syariah. 3. Dan mengetahui efektifitas pengawasan pelaksanaan kontrak pada Bank BRI Syariah. 8 Adapun manfaat penelitian ini: 1. Bagi mahasiswa pada umumnya mampu mengembangkan pikiran berupa gagasan atau pendapat yang diturunkan melalui laporan penelitian ini dan bagi mahasiswa muamalat pada khususnya, diharapkan dapat memahami, mengaplikasikan dan mensosialisasikan guna pengembangan bank syariah. 2. Bagi jurusan muamalat, diharapkan dapat memperluas informasi dalam rangka menambah sserta meningkatkan khazanah pengetahuan di bidang ekonomi-perbankan syariah. 3. Bagi masyarakat, diharapkan menghasilkan informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menginvestasikan dana dan/atau memperoleh produk yang berkualitas. D. Kajian Terdahulu Setelah penulis menelaah dari berbagai literature artikel dan skripsi yang ada di perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) syarif Hidayatullah. Penulis menemukan tema yang membahas mengenai DPS yang ditulis: 9 1. Yani haryati dengan judul Peran Dewan pengawas Syariah Terhadap Mekanisme Operasional Asuransi Syariah (studi kasus PT. MAA Life Assurance Syariah) tahun 2005.10 Dalam skripsi ini menjelaskan tentang: a. DPS pada PT. MAA Life assurance syariah sebagai wakil DSN mempunyai tugas member nasihat dan opini syariah kepada pengelola, selain itu juga mengawasi pengelola dalam melaksanakan fatwa-fatwa DSN dan sebagai mediator antara perusahaan dengan mediator. b. Mekanisme operasional asuransi syariah adalah saling bertanggung jawab dan saling melindungi antara peserta dengan perusahaan terkait agar yang dikelola jelas dan transparan tidak ada yang saling diragukan. 2. Ratu Iik Nurhikmah dengan judul Peran Dewan Pengawas Syariah Terhadap Produk Operasional Bank Syariah (studi kasus PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk) tahun 2005.11 a. Kebijakan yang dipakai untun menuntun secara rutin pengambilan keputusan masa depan, hal tersebut diperlukan untuk menjamin konsistensi peran dan tugas otoritas perbankan dalam pengembangan perbankan syariah. 10 Yani haryati” peran Dewan Pengawas Syariah terhadap mekanisme operasional asuransi syariah (studi kasus PT. MAA Life assurance Syariah)”. (skripsi S1 fakultas syariah dan hokum, universitas islam negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005) hal 63-64. 11 Ratu iik Nurhikmah,”Peran Dewan Pengawas Syariah terhadap produk Operasional bank syariah (Studi Kasus :PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk)”, (Skripsi S1Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2005) h. 91-93. 10 b. DPS pada bank BMI Tbk mempunyai tugas dan fungsi sebagai perwakilan dari DSN. c. Kinerja DPS pada setiap bank dapat ditentukan dengan analisis SWOT. Kekuatan yang dimiliki DPS mempunyaisumber daya insane yang bagus kelemahan DPS mempunyai kendala pada efektifnya pengawasan peluang DPS mayoritas penduduk Indonesia muslim yang merupakan asset, ancaan DPS adanya miss communication, miss perception atau miss interpreptation antara DPS dengan pihak manajemen. Selain skripsi diatas terdapat artikel yang membahas tentang DPS yang di posting oleh bapak agustianto minka, dalam artikel ini beliau memaparkan kurang optimalnya kinerja DPS. Hal ini terjadi karena minimnya SDM yang ada. Sehingga masih ada bank syariah yang beroperasi tidak sesuai dengan syariat Islam. E. Tinjauan Pustaka Salah satu yang menjadi ciri khas bank syariah dengan bank konvensional adalah dengan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS), yang menjadi syarat mutlak berdirinya bank syariah. Adapun definisi DPS adalah suatu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan Dewan Syariah Nasional (DSN) di lembaga keuangan 11 syariah.12 Dalam skripsi ini penulios mencoba menggambarkan bagaimana plaksanaan tugas DPS dalam hal pengawasan perbankan syariah. Karena dalam pelaksanaan fatwa DSN pada perbankan syariah DPS memiliki peran yang penting dalam menentukan apakah manejemen perbankan syariah telah melaksanakan prinsip-prinsip syariah secara konsisten. Selain itu DPS juga berperan dalam kegiatan pengembangan produk bank syariah terhadap proses penyaringan pertama ide pengembangan produk sebelum produk tersebut diluncurkan kepublik. Hal ini agar tidak ada lagi kecurigaan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap sejumlah bank syariah di Indonesia. F. Metode Penelitian Metode penelitian dalam skripsi ini seluruhnya menggunakan metode kualitatif yakni penelitian yang menghasilkan deskripsi berupa kata-kata atau lisan dari fenomena yang diteliti atau dari orang yang berkompeten dibidangnya.13 Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yakni penelitian yang menggambarkan data informasi yang berdasarkan pada fakta yang diperoleh dilapangan.14 Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Pada tahap kepustakaan, penelitian ini 12 13 Sofiniyah, system dan mekanisme pengawasan syariah, h.16. Lexi J.Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif , (Bandung, PT. Remaja Rosda Karya, 2001), h. 3 14 h. 309. Suharsimi Ari Kunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta, PT. Rineka Cipta,1993), cet ke-2 12 merupakan penelitian kegiatan telaah pustaka (literature review) dengan teknik dokumentasi terhadap sumber-sumber buku, majalah, jurnal, maupun media internet dalam menelaah suatu penelitian dan tahap selanjutnya peneliti terjun langsung ke lapangan dalam mencermati secara intensif mengenai cara kerja dan sistematika dewan pengawas syariah dalam mengawasi dan mengevaluasi bank yang bersangkutan. Data yang diperoleh penulis berasal dari beberapa sumber baik primer maupun skunder. Sumber primer dalam skripsi ini adalah peran dewan pengawas syariah dalam pengawasan aktifitas bank Syariah, dengan melakukan wawancara terhadap pihak-pihak terkait serta literatur yang berhubungan dengan penelitian ini. Sedangkan wawancara disini menggunakan sistem wawancara tersruktur, yakni peneliti telah mengetahui dengan pasti apa yang akan diperoleh maka dari itu peneliti telah menyiapkan instrummen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis.15 Adapun sumber skunder yang digunakan dalam pembahasan ini adalah literature kepustakaan tentang permasalahan diatas, study pustaka dimaksudkan dapat menjadi dasar penyusunan penelitian ini, kerangka pemikiran atau teori maupun proses penelitian hasil lapangan. Adapun teknik penulisan ini merujuk pada Pedoman Penulisan Skripsi tahun 2007 yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah. 15 Sugiono, metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D, (BANDUNG, PT. ALFABETA, 2008), h. 233 13 G. Sistematika penelitian Skripsi ini terdiri dari lima bab, yang sistematika penyusunannya sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan Bab ini merupakan suatu pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub, yaitu latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian serta sistematika penulisan. Bab II : Landasan teori, Pengertian Dewan Pengawas Syariah, Sejarah Pembentukan Dewan Pengawas Syariah, Tugas dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah, Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota DPS, dan Kontrak Perbankan Syariah yang meliputi Pengertian kontrak perbankan syariah, Dasar hukum kontrak dalam perbankan syariah, Bentuk – bentuk akad dalam perbankan syariah, serta Prosedur akad dari pra akad sampai evaluasi akad dalam perbankan syariah. Bab III: Gambaran umum Pada bab ini terdiri dari sejarah singkat pendirian, visi dan misi, struktur organisasi dan produk-produk yang ada pada Bank Syariah. Bab IV: Efektifitas Kinerja Dps Dalam Pengawasan Pelaksanaan Kontrak Di Bank Syariah 14 Pada bab ini pembahasan tentang Kinerja DPS dalam pembuatan draft kontrak atau akad di Bank BRI Syariah, Kinerja DPS dalam pengawasan pelaksanaan kontrak di Bank BRI Syariah , Efektifitas kinerja DPS dalam pengawasan pelaksanaan kontrak di Bank BRI Syariah. Bab V : Penutup Bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari penulis mengenai hal-hal yang terkait dengan peran DPS terhadap pengawasan pelaksanaan kontrak dalam Bank Syariah. 15 BAB II LANDASAN TEORI A. DEWAN PENGAWAS SYARIAH 1. Pengertian Dewan Pengawas Syariah Dalam kamus bahasa Indonesia kata “dewan” adalah badan yang terdiri beberapa orang yang pekerjaanya memutuskan sesuatu dengan jalan berunding, pengawas berasal dari kata awas yang berarti pengawas16. Sedangkan “syariah” adalah segala titah Allah yang berhubungan dengan tingkah laku manusia di luar yang mengenai akhlak. Syariah juga bisa diartikan sebagai nama bagi hukumhukum yang bersifat amaliah17. Dewan pengawas syariah adalah lembaga independen atau hakim khusus dalam fiqh muamalat (Fiqh Al-Muamalat). Namun DPS bisa juga anggota di luar ahli fiqh tetapi ahli juga dalam bidang lembaga keuangan Islam dan fiqh muamalat. Dewan pengawas syariah lembaga yang berkewajiban mengarahkan, meriview, dan mengawasi aktivitas lembaga keuangan agar dapat diyakinkan bahwa mereka mematuhi aturan dan prinsip syariah Islam18. 16 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed III, (Jakarta, Balai Pusaka, 2005). h. 260. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta, PT. Logos Wacana Ilmu, 2005). Jilid 1, h. 1. 18 Sofyan Syafri Harahap, Auditing dalam Perspektif Islam, (Jakarta, Pustaka Quantum, 2002). h. 207 17 15 16 2. Sejarah Pembentukan DPS Sekitar tahun 1990-an perhatian ummat Islam di Indonesia terhadap ajaran ekonomi yang berdasarkan syariah mulai tumbuh dan berkembang. Melihat kenyataan seperti itu MUI bersama dengan institusi lain, terutama Bank Indonesia, memberiakan respon positif dan bersifat proaktif. Salah satu hasilnya ialah kelahiran Bank Muamalat Indonesia 1992 sebagai bank pertama di Indonesia yang berlandaskan pada prinsip syariah dalam kegiatan transaksinya. Kelahiran Bank Syariah kemudian diikuti oleh bank-bank lain, baik yang berbentuk full branch maupun yang hanya berbentuk divisi atau unit usaha syariah. Tak ketinggalan, lembaga keuangan lainya pun seperti Asuransi dan lembaga investasi yang berbasis syariah terus bermunculan. Untuk lebih meningkatkan khidmah dan memenuhi harapan umat yang demikian besar, MUI pada februari 1999 telah membentuk DSN. Lembaga ini yang beranggotakan para ahli hukum Islam (fuqaha‟) serta ahli dan praktisi ekonomi, terutama sektor keuangan, baik bank maupun non-bank, berfungsi untuk melaksanakan tugas-tugas MUI dalam mendorong dan memajukan ekonomi umat. Disamping itu mereka bertugas antara lain untuk menggali, mengkaji, merumuskan nilai dan prinsip hukum Islam (Syariah) untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di Lembaga Keuangan Syariah.19 19 DSN-MUI dan BI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional untuk Lembaga Keuangan Syariah , (Jakarta: DSN-MUI dan BI , 2001). Cet Pertama, h. iii-iv. 17 3. Tugas dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah Tugas dan wewenang DPS antara lain: a) Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan; b) Mengawasi proses pengembangan produk baru bank agar sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional- Majlis Ulama Indonesia; c) Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional-Majlis Ulama Indonesia untuk produk baru bank yang belum ada fatwanya; d) Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dan penyaluran serta pelayanan jasa bank; e) Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja bank dalam rangka pelaksanaan tugas20. Fungsi DPS: a) Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan syariah. b) Sebagai mediator antara bank dan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN 20 Surat Edaran no. 12/13/DPbS/2010 tentang Pelaksanaan Good Corporate Goverment bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 18 c) Sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada Bank Syariah. DPS wajib melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan Bank Syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun21. 4. Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota DPS a) Keanggotaan DPS 1) Setiap lembaga keuangan syariah harus memiliki setidaknya tiga orang anggota DPS 2) Salah satu dari jumlah tersebut ditetapkan sebagai ketua 3) Masa tugas keanggotaan DPS adalah 4 (empat) tahun dan akan mengalami pergantian antar waktu apabila meninggal dunia, minta berhenti, diusulkan oleh lembaga keuangan syariah yang bersangkutan, atau telah merusak citra DSN. b) Mekanisme Pengangkatan Calon Anggota DPS: 1) Komite remunerasi dan nominasi memberikan rekomendasi calon anggota Dewan Pengawas Syariah kepada dewan komisaris; 2) Berdasarkan rekomendasi komite remunerasi dan nominasi tersebut, dewan komisaris mengusulkan calon anggota dewan pengawas syariah kepada direksi; 21 Noven Suprayogi, DPS dan Pengawasan Internal Syariah pada Bank Syariah, diakses pada 17 oktober 2010 dari www.skripsi net/dps-dan-pengawasan-internal-syariah.html 19 3) Berdasarkan pertimbangan tertentu dengan memperhatiakan rekomendasi komisaris, rapat direksi menetapkan calon anggota dewan pengawas syariah untuk dimintakan rekomendasi kepada Majlis Ulama Indonesia; 4) Majlis Ulama Indonesia memberikan atau tidak memberikan rekomendasi calon anggota DPS yang disampaikan oleh direksi; 5) Bank mengajukan permohonan persetujuan kepada Bank Indonesia atas calon DPS yang telah mendapatkan rekomendasi Majelis Ulama Indonesia; 6) Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan atas calon anggota Dewan Pengawas Syariah dimaksud; 7) Rapat umum pemegang saham mengangkat anggota dewan pengawas syariah yang telah mendapat rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. Dalam hal pengangkatan calon anggota dewan pengawas syariah oleh rapat umum pemegang saham tersebut dilakukan sebelum adanya persetujuan BI, maka pengangkatan tersebut baru akan efektif jika anggota DPS tersebut telah disetujui oleh Bank Indonesia.22 c) Kewajiaban Lembaga Keuangan Syariah terhadap DPS 1. Menyediakan fasilitas yang layak bagi dewan pengawas syariah antara lain ruang kerja, telepon, dan lemari arsip. 22 Surat Edaran No. 12/13/DPbS/2010 tentang Pelaksanaan Good Corporate Goverment bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 20 2. Bank menugaskan paling kurang 1 (satu) orang pegawai untuk mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan pengawas syariah. d) Kewajiban DPS 1. Mengikuti fatwa-fatwa DSN 2. Mengawasi kegiatan lembaga keuangan syariah agar tidak menyimpang dari ketenuan dan prinsip syariah yang difatwakan DSN 3. Melaporkan kegiatan usaha dan perkembangan lembaga keuangan yang diawasinya secara rutin kepada DSN sekurang-kurangnya 2 kali dalam satu tahun. B. Kontrak Perbankan Syariah 1. Pengertian Kontrak Perbankan Syariah Kata Kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts. Sedangkan dalam bahasa belanda, disebut dengan overeenkomst (perjanjian)23. Menurut Munir Fuady dan Hasanuddin kontrak adalah sebagai suatu perjanjian, atau serangkaian perjanjian dimana hukum memberikan ganti rugi terhadap wanprestasi terhadap kontrak tersebut, atau terhadap pelaksanaan kontrak tersebut oleh hukum dianggap sebagai tugas24. 23 Salim H.S., S.H., M.S. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta, Sinar Grafika, 2010). Cet. Ketujuh, h.25. 24 Ahdiana Yuni Lestari dan Endang Heriyani, Dasar-dasar Pembuatan Kontrak dan Akad, (Jakarta, PT. Mocomedia, 2009). h. 3 21 Menurut Subekti, kontrak (perjanjian) adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang lain itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini, timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.25 Perbankan syariah adalah mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah.26 Sehingga kontrak perbankan syariah adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua orang pelaku (bank dan nasabah) untuk melakukan suatu hal dengan memakai prinsip-prinsip syariah. 2. Bentuk Kontrak dalam Perbankan Syariah Konrak yang ada di Bank Syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu: a. Produk Penyaluran Dana (financing) b. Produk Penghimpunan Dana (funding) c. Produk Jasa (service) a. Produk Penyaluran Dana (financing) Produk yang termasuk dalam golongan ini adalah : 25 26 Subekti, S.H., Hukum Perjanjian, (Jakarta, PT. Intermasa, 2005). H 1 Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, h. 17 22 1. Pembiayaan Murabahah Pembiayaan murabahah merupakan akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Misalnya seseorang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu. Berapa besar keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam nominal rupiah tertentu atau dalam bentuk prosentase dari harga pembeliannya , misalnya 10% atau 20%.27 2. Pembiayaan Salam Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjual belikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. 3. Pembiayaan Istishna’ Pembiayaan istishna‟ adalah dalam fatwa DSN MUI dijelaskan bahwa jual beli istishna‟ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyartan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni‟) dan penjual (pembuat, shani‟).28 27 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuanan, (Jakarta, PT. Grafindo Persada, 2010). h. 98 28 Mukhtar Al-Shodiq, Briefcasebooks Edukasi Professional Syariah: Akad Bank Syariah, (Jakarta, PT. Renaisan, 2005). h. 33 23 4. Ijarah Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri.29 5. Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) IMBT merupakan rangkaian dua buah akad , yakni akad albai‟ dan akad ijarah muntahiya bittamlik (IMBT). Al-bai‟ merupakan akad jual beli dan IMBT merupakan kombinasi antara sewa-menyewa dan jual beli atau hibah di akhir sewa.30 6. Pembiayaan Musyarakah Pembiyaan musyarakah terbagi menjadi lima macam yaitu: wujuh, „inan, abdan, muwafadhah, mudharabah: Musyarakah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memilki reputsai dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Musyarakah „inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpatisipasi dalam kerja.kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati diantara mereka. 29 30 Adiwarman, h.101 Mukhtar Al-Shodiq, h. 36 24 Musyarkah abdan adalah kontrak kerja sama dua orang yang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya dua orang arsitek bekerja sama untuk enggarap sebuah proyek. Musyarakah muwafadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpatisipasi dalam kerja. Musyarakah mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lain (mudharib) sebagai pengelola. Keuntungan usaha di bagi sesuai kesepakatan dalam kontark sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tidak terjadi akibat kelalaian mudharib.31 7. Hiwalah Dalam istilah fiqh, hiwalah merupakan memindahkan tanggung jawab hutang dari tangan orang yang berhutang kepada pihak yang berhutang lainnya (multazim/muhaal alaih). Akad ini bertujuan biasanya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Aplikasinya seperti: Seorang suplier bahan bangunan menjual barang kepada pemilik proyek yang akan dibayar dua bulan kemudian. Karena kebutuhan 31 Syafi’i Atonio, Bank Syariah dari Teori dari Teori ke Praktek, (Jakarta, PT. Gema Insani, 2001). h. 91 25 supplier yang akan likuiditas, maka ia meminta bank untuk mengambil alih piutangnya. Bank akan menerima pembayaran dari pemilik proyek.32 8. Rahn Rahn secara bahasa adalah tetap dan lestari, seperti juga dinamai alhabsu artinya penahanan. Sedangkan secara terminologi rahn adalah menjadikan materi (barang) sebagai jaminan hutang, yang dapat dijadikan sebagai pembayar hutang apabila orang yang berhutang tidak bisa mengembalikan hutangnya.33 9. Qard Qard adalah pemberian harta pada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.34 10. Wakalah Wakalah adalah akad pemberian kuasa (muakkil) kepada penerima kuasa (wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (taukil) atas nama pemberi kuasa. Dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada 32 Mukhtar Al-Shodiq, h. 64 Ibid, h. 84 34 Syafi’i Atonio, Bank Syariah dari Teori dari Teori ke Praktek, h.131 33 26 bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso, dan transfer uang.35 11. Kafalah Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain kafalah berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.36 b. Penghimpunan Dana 1. Giro Syariah Giro syariah adalah simpanan yang penarikanya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek/bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan.37 Dalam giro syariah akad yang digunakan adalah akad wadiah dan akad mudharabah. 35 Mukhtar Al-Shodiq, h. 58 Ibid, h. 56 37 Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, tahun 2008, (Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia) 36 27 2. Tabungan Syariah Tabungan syariah adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan menggunakan cek/bilyet giro atau alat yang dipersamakan dengan itu. Adapun akad yang digunakan dalam tabungna syariah adalah wadiah dan mudharabah.38 3. Deposito Syariah Deposito syariah adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah dengan bank dengan mengggunakan akad mudharabah.39 a. Produk Jasa (Service) Selain menjalankan fungsinya sebagai intermediaries (penghubung) antara pihak yang membutuhkan dana dan pihak yang kelebihan dana, bank pula dapat melakukan berbagai pelayanan jasa antara lain: 1. Sharf (Jual Beli Valuta Asing) Sharf adalah Akad jual-beli mata uang, baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis40 38 Ibid,h A-3 Ibid, A-5 40 Ibid, C-5 39 28 2. Bank Garansi Syariah Bank garansi syariah adalah jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima jaminan atas pemenuhan kewajiban tertentu nasabah bank selaku pihak yang dijamin kepada pihak ketiga dimaksud. Adapun akad yang digunakan dalam bank garansi syariah adalah akad kafalah. 41 3. Letter of Credit (L/C) Impor Syariah L/C impor syariah adalah surat pernyataan akan membayar kepada eksportir (beneficiary) yang diterbitkan oleh bank (issuing bank) atas permintaan importir dengan pemenhuan persyartana tertentu (uniforrm customs and practise for documentary credit/ UCP), dengan berdasarkan akad kafalah.42 3. Dasar Hukum Kontrak dalam Perbankan Syariah a. Penghimpunan Dana 1. Giro Syariah a) Al-Qur’an ْض يِ ُْكُى ٍ ٍ َذسَا ْ ٌَ ذِجَازَ ًج ػ َ ٌُْٕ َذك ْ َعمِ اِالَ أ ِ ْ َُكُ ْى تِانْثَاٍََْٛ آيَ ُْٕا الَذَ ْؤ ُكهُْٕا َأيَْٕاَنكُ ْى تَِٚٓا انَرُٚ َآ أ Artinya “Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu…”(QS. al-Nisa’ [4]: 29). 41 42 Ibid, C-3 Ibid, C-1 29 ...ََُّ َركِ اهللَ زَتْٛ َٔن،َُُّئَ ِّد انَرِٖ اإْ ُذًٍَِ َأيَا َرْٛضكُ ْى َتؼْضًا َفه ُ ٍْ َتؼ َ ِفَبٌِْ َأي Artinya “…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…”. (QS. al-Baqarah [2]: 283) b) Hadits ،ُ َٔا ْنًُمَازَضَح،ٍجم َ َْغُ ِانَٗ أَٛ َانْث:ٍُ انْ َث َسكَح َ ِْٓٛ ِز ف ٌ َ َشال:َسهَ َى لَال َ َٔ ِّ ِْ ِّ َٔآنَٛػه َ هلل ُ صهَٗ ا َ ٙ َ ٌِ انَُث َ َأ )ةْٛٓ ِغ (زٔاِ اتٍ ياجّ ػٍ صَٛد الَ ِنهْث ِ َْٛسِ ِنهْثْٛ ِّشؼ َ ظ انْ ُث ِس تِان ُ خ ْه َ َٔ “Nabi bersabda, „Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.‟” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).43 2. Tabungan Syariah a) Al_Qur’an (QS. al-Nisa’ [4]: 29) b) Hadits ،ٍجم َ َْغُ ِانَٗ أَٛ َانْث:ٍُ انْ َث َسكَح َ ِْٓٛ ِز ف ٌ َ َشال:َسهَىَ لَال َ َٔ ِّ ِْ ِّ َٔآنَٛػه َ هلل ُ صهَٗ ا َ ٙ َ ٌِ انَُث َ َأ )ةْٛٓ ِغ (زٔاِ اتٍ ياجّ ػٍ صَٛد الَ ِنهْث ِ َْٛسِ ِنهْثْٛ ِّشؼ َ ظ انْ ُث ِس تِان ُ خ ْه َ َٔ ،َُٔا ْنًُمَازَضَح 43 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional NO: 01/DSN-MUI/IV/2000 30 Artinya: “Nabi bersabda, „Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.‟” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib). c) Qiyas Transaksi mudharabah diqiyaskan kepada transaksi musaqah. . ًَِٓاْٚ ِحس ْ َػهَٗ ذ َ م ٌ ْٛ ِل َّدن َ َ ُدٚ ٌ ْ َم فِٗ ا ْن ًُؼَا َيالَخِ اْإلِتَاحَحُ اِالَ أ ُص ْ َاَأل “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”44 3. Deposito Syariah a) Al-Qur’an (QS. al-Nisa’ [4]: 29) dan (QS. al-Baqarah [2]: 283) b) Hadits (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas) c) Ijma‟ Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorang pun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma‟ (Wahbah Zuhaily, alFiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1989, 4/838).45 44 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 02/dsn-mui/iv/2000 45 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 03/dsn-mui/iv/2000 31 b. Penyaluran Dana 1. Mudharabah a) Al-Qur’an … ٍَْ آيَ ُْٕا أَْٔفُْٕا تِا ْنؼُمُْٕ ِّدَِٚٓا انَرُٚ ََاأٚ Artinya:“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….” (QS. al-Ma’idah [5]: 1) b) Hadits (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas). c) Ijma‟ Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorang pun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’ (Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1989, 4/838).46 2. Musyarakah a) Al-Qur’an خ ِ ػ ًِهُٕا انّصَانِحَا َ َٔ ٍَْ آيَ ُْٕاِٚال انَر َ ِ ا،ٍػهَٗ َتؼْض َ ضُٓ ْى ُ ْ َتؼٙ ْ َِ ْثغَٛخَهغَاءِ ن ُ ٍْ ان َ ِسًا يْٛ ٌِ كَص َ ِ… َٔا …ْم يَا ُْى ٌ ْٛ َِٔ َله Artinya:"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada 46 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 07/Dsn-Mui/Iv/2000 32 sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini…." (QS. Shad [38]: 24) … ٍَْ آيَ ُْٕا أَْٔفُْٕا تِا ْنؼُمُْٕ ِّدَِٚٓا انَرُٚ ََاأٚ Artinya:“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu”. (QS.Al-Ma’idah [5]:1) b) Hadits فَبِذَا خَاٌَ أَحَدُ ًَُْا،ََُّخٍُْ أَحَدُ ًَُْا صَاحِثٚ ٍ يَا نَ ْى ِ َْٛكْٚ ِّشس َ س ان ُ ِ أَََا شَان:َُمُ ْٕلٚ َٗهلل َذؼَان َ اٌَِ ا .ْ ُِ ًَِٓاٍَٛ ت ْ ِد ي ُ ْخسَج َ ُّ َصَاحِث Artinya: “Allah swt. berfirman: „Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).47 c) Taqrir Nabi terhadap kegiatan musyarakah yang dilakukan oleh masyarakat pada saat itu. 3. Murabahah a) Al-Qur’an (QS. al-Nisa’ [4]: 29) 47 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 08/Dsn-Mui/Iv/2000 33 b) Hadits ْ ُغَٛ اِ ًََِا انْث:َسهَ َى لَال َ َٔ ِّ ِْ ِّ َٔآنَٛػه َ هلل ُ صهَٗ ا َ هلل ِ اهلل ػُّ أٌََ َزسُ ْٕلَ اْٙ ٍد انْخُ ْدزِْ٘ زضِٛسؼ َ ِْٙػٍَْ أَت )ٌ ٔاتٍ ياجّ ٔصححّ اتٍ حثاٙٓمٛ (زٔاِ انث،ٍٍ َذسَاض ْ َػ Dari Abu Sa‟id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka." (HR. alBaihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban). c) Ijma‟ Mayoritas ulama tentang kebolehan jual beli dengan cara Murabahah (Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, juz 2, hal. 161; lihat pula al-Kasani, Bada’i asSana’i, juz 5 Hal. 220-222).48 4. Salam a) Al-Qur’an ...ُُِْٕسًًٗ فَاكْرُث َ م ُي ٍج َ ٍَِْ ِانَٗ أََُْٚرُ ْى تِدٍَْٚ آيَ ُْٕا اِذَا ذَدَاَِٚٓا انَرُٚ ََآ أٚ "Hai orang yang beriman! Jika kamu bermu'amalah tidak secara tunai sampai waktu tertentu, buatlah secara tertulis...". (QS. al-Baqarah [2]: 282) b) Hadits ٍم َي ْؼهُٕو ٍج َ ٌَ َي ْؼهُٕوٍ ِانَٗ أ ٍ ْم َي ْؼهُٕ ٍو َٔ َٔش ٍ ْٛ َ كٙ ْ ِ ٍء فَفٙ ْ َ شِٙف ف َ سَه ْ يٍَْ َأ "Barang siapa melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas, untuk jangka waktu yang 48 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 04/Dsn-Mui/Iv/2000 34 diketahui" (HR. Bukhari, Sahih al-Bukhari [Beirut: Dar al-Fikr, 1955], jilid 2, h. 36) c) Ijma‟ Menurut Ibnul Munzir, ulama sepakat (ijma’) atas kebolehan jual beli dengan cara salam. Di samping itu, cara tersebut juga diperlukan oleh masyarakat (Wahbah, 4/598).49 5. Istishna a) Al-Qur’an عِٓ ْى ِ ُٔشس ُ َٗػه َ ٌ َ ًُٕسِه ْ ًُ حسَايًا َٔا ْن َ م َح َ َحالَالً أَْٔ أ َ حسَ َو َ صهْحًا ُ ال َ ٍَِ اًِٛسِه ْ ًُ ٍ ا ْن َ َْٛح جَا ِئ ٌص ت ُ ّْصه ُ اَن .)حسَايًا (زٔاِ انرسير٘ ػٍ ػًسٔ تٍ ػٕف َ م َح َ َحالَالً أَْٔ أ َ حسَ َو َ ش ْسعًا َ َاِال “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram” (HR. Tirmizi dari „Amr bin „Auf). )٘د انخدزٛ سؼٙسًْا ػٍ أتٛ ٔغُٙضسَازَ (زٔاِ اتٍ ياجّ ٔاندازلغ ِ َض َس َز َٔال َ َال “Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain” (HR, Ibnu Majah, Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa‟id al-Khudri).50 49 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 05/Dsn-Mui/Iv/2000 50 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 06/Dsn-Mui/Iv/2000 35 6. Ijarah a) Al-Qu’an ضُٓ ْى َ ْ َٔزَ َفؼَُْا َتؼ،َاََُْٛا ِج اندَٛ انْحِّٙشَ َرُٓ ْى فْٛ ِْ َُُٓ ْى َيؼَٛسًَُْا ت َ ٍ َل ُ ْ َح،َحًَدَ زَ ِتك ْ َسًٌَُْٕ ز ِ َ ْمٚ أَ ُْ ْى .ٌَُْٕج ًَؼ ْ َٚ ٌس ِيًَاْٛ َك خ َ حًَدُ زَ ِت ْ َ َٔز،ًاِٚخس ْ ُضُٓ ْى َتؼْضًا س ُ َْرَخِ َر َتؼِٛض َّدزَجَاخٍ ن ٍ ْق َتؼ َ ْٕ َف “Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”( QS. al-Zukhruf [43]: 32) b) Hadits .ُُّػسَل َ ف َ ج ِ َٚ ٌ ْ َجسَ ُِ لَ ْثمَ أ ْ َسَ أْٛ ِػغُٕا اْألَج ْ َأ “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.” .َُِجس ْ َ ْؼِهًُّْ أُٛ ْسًا َفهْٛ ِجسَ أَج َ ْيٍَِ اسْرَؤ “Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.” c) Ijma‟ ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa menyewa.51 7. Qard a) Al-qur’an ...ٍُُِِْْٕ اِنَٗ َأجَمٍ يُسًًَٗ فَاكْرُثََُْٚرُىْ تِدٍَْٚ آيَ ُْٕا اِذَا ذَدَاَُِٚٓا انَرَٚؤٚ 51 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 09/Dsn-Mui/Iv/2000 36 "Hai orang yang beriman! Jika kamu bermu'amalah tidak secara tunai sampai waktu tertentu, buatlah secara tertulis..." (QS. al-Baqarah [2]: 282). … ٍَْ آيَ ُْٕا أَْٔفُْٕا تِا ْنؼُمُْٕ ِّدَِٚٓا انَرُٚ ََاأٚ “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu”(QS. Al-Ma’idah [5]: 1) b) Hadits هلل ُ َٔا،َِايَحَِْٕٛ ِو انْمٚ ب ِ ٍَ ُكس ْ ِهلل ػَُْ ُّ ُكسْتَ ًح ي ُ َفسَضَ ا،َاَُْٛب اند ِ ٍَ ُكس ْ ِسهِ ٍى ُكسْتَ ًح ي ْ ٍ ُي ْ َض ػ َ ٍَ َفس ْ َي .)ْ ِّ (زٔاِ يسهىِٛ ػٌَِْٕ أَخٙ ْ ٌِ ا ْنؼَثْ ِد يَاّدَا َو ا ْنؼَثْ ُد ف ِ َْٕ ػٙ ْ ِف “Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama issa (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim).52 8. Pembiayaan Multijasa a) al-qur’an “Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Baqarah[2]: 233). 53 c. Pelayanan Jasa 1. Letter of Credit (L/C) a) Al-Quran (QS. An-Nisa [4] : 29) 52 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 19/dsn-mui/iv/2001 53 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 44/dsn-mui/viii/2004 37 ُّ ُِْق ي ٍ َؤْ ِذكُ ْى ِت ِس ْشْٛعؼَايًا َفه َ ََٗٓا َأ ْشكُٚ َظسْ أ ُ ُْ ََُْْٛ ِح َفهِٚفَا ْتؼَصُْٕا أَحَ َدكُ ْى تِ َٕزِ ِلكُىْ ْرِ ِ ِانَٗ ا ْنًَد ٌ ِتكُىْ أَحَدًا َ َّش ِؼس ْ ُٚ ال َ َٔ ف ْ غ َ َ َرَهَْٛٔن Artinya:“ Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini. Dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan yang lebih baik bagimu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorangpun “.(QS Al Kahfi [18]: 19) b) Hadits ال َ ٌ ْ َػهَٗ صَاحِثِِّ أ َ ط َ غهِةِ اِذَا ّدَفَ َغ ا ْنًَال يُضَازَتَحً ِاشْ َر َس َ ًُ ٍ ػَثْ ِد ا ْن ُ ْض ت ُ ِدََُا ا ْنؼَثَاَٛكَاٌَ س ك َ م َذِن َ ٌ َف َؼ ْ ِ فَب،ٍخ كَثِدٍ َزعْثَح َ ٘ تِ ِّ ّدَاتَ ًح ذَا َ ِّشْ َرسَٚ ال َ َٔ ًاِٚل تِ ِّ َٔاّد َ َ ُْ ِصٚ ال َ َٔ حسًا ْ َك تِ ِّ ت َ سُه ْ َٚ ٙ فَّٙ ٔسهى فَؤَجَاشَ ُِ (زٔاِ انغثساٛهلل صهٗ اهلل ػه ِ ش ْسعُُّ َزسُ ْٕلَ ا َ َ فَ َثهَغ.ًٍَِض َ )األٔسظ Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai Mudharabah ia mensyaratkan kepada mudharib nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung risikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membolehkannya.54 2. Bank Garansi Syariah a) Alqur’an ..ٌْىِٛ ٍس َٔأَََا تِِّ شَػْٛ ِم َتؼ ُ ًْ ح ِ ِّ ٍِ جَا َء ت ْ ًَك َِٔن ِ ع ا ْن ًَِه َ لَانُْٕا َفْمِ ُد صَُٕا 54 Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 34/Dsn-Mui/Ix/2002 38 “Penyeru-penyeru itu berseru: „Kami kehilangan piala Raja; dan barang siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.” b) Hadits ،َٓاْٛ َػه َ ٙ َ ِّصه َ ُِٛ تِجََُاشَجٍ نٙ َ ِسهَىَ أُذ َ َٔ ِّ ِْ ِّ َٔآنَٛػه َ هلل ُ صهَٗ ا َ ٙ َ ٌِ انَُث َ َػٍ سهًح تٍ األكٕع أ ِّ َْٛػه َ م ْ َْ :َ فَمَال،َٖخس ْ ُ تِجََُاشَجٍ أٙ َ ِ شُىَ أُذ،َِّْٛػه َ َّٗصه َ َ ف،َ ال:ٍٍْ؟ لَانُْٕاٍَٚ ّد ْ ِْ ِّ يَٛػه َ م ْ َْ :َفَمَال ،َِا َزسُ ْٕلَ اهللٚ ُّ ُ َْٚ ّدٙ َ َػه َ :َ لَالَ أَتُ ْٕ لَرَاّدَج،ْػهَٗ صَاحِ ِثكُى َ صهُْٕا َ :َ لَال،ْ َؼَى:ٍٍْ؟ لَانُْٕاٍَٚ ّد ْ ِي .َِّْٛػه َ َّٗصه َ َف “Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW jenazah seorang laki-laki untuk disalatkan. Rasulullah saw bertanya, „Apakah ia mem-punyai hutang?‟ Sahabat menjawab, „Tidak‟. Maka, beliau men-salatkannya. Kemudian dihadapkan lagi jenazah lain, Rasulullah pun bertanya, „Apakah ia mempunyai hutang?‟ Sahabat menjawab, „Ya‟. Rasulullah berkata, „Salatkanlah temanmu itu‟ (beliau sendiri tidak mau mensalatkannya). Lalu Abu Qatadah berkata, „Saya menjamin hutangnya, ya Rasulullah‟. Maka Rasulullah pun menshalatkan jenazah tersebut.” (HR. Bukhari dari Salamah bin Akwa’).55 3. Penukaran Valuta Asing (Sharf) a) Al-Qur’an …حسَوَ انسِتَا َ َٔ ْ َغَٛهلل انْث ُ حمَ ا َ ََٔأ "…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…." ٙٓمٛ (زٔاِ انث،ٍٍ َذسَاض ْ َْ ُغ ػَٛ اِ ًََِا انْث:َسهَ َى لَال َ َٔ ِّ ِْ ِّ َٔآنَٛػه َ هلل ُ صهَٗ ا َ هلل ِ أٌََ َزسُ ْٕلَ ا 55 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 11/Dsn-Mui/Iv/2000 39 )ٌٔاتٍ ياجح ٔصححّ اتٍ حثا Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak)" (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).56 4. Prosedur Akad dari Pra-Akad Sampai Evaluasi Akad 1. Pra Akad Hal yang harus dilakukan dalam sebelum akad adalah: a. Meminta penjelasan dari pejabat bank yang berwenang mengenai tujuan, karakteristik, dan akad yang digunakan dalam produk baru yang akad dikeluarkan. b. Memeriksa apakah akad yang digunakan dalam produk baru telah terdapat fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia. 1) Dalam hal ini telah terdapat fatwa, maka Dewan Pengawas Syariah melakukan analisa atas kesesuaian akad produk baru dengan fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia 2) Dalam hal belum terdapat fatwa, maka dewan pengawas syariah mengusulkan kepada direksi bank untuk melengkapi akad produk baru dengan fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia. c. Mereview sistem dan prosedur produk baru yang akan dikeluarkan terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah; d. Memberi pendapat syariah atas produk baru yang akan dikeluarkan. 56 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Nomor: 28/Dsn-Mui/Iii/2002 40 e. Dalam rangka pengeluaran produk baru, Bank wajib melaporkan rencana pengeluaran Produk baru kepada Bank Indonesia atau memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. f. Kewajiban menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia berlaku untuk pengeluaran Produk baru yang memiliki karakteristik yang sama dengan Produk sebagaimana ditetapkan dalam Buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah yang menjadi lampiran dari Surat Edaran ini. g. Kewajiban memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia berlaku untuk pengeluaran Produk baru yang memiliki karakteristik yang tidak sama dengan Produk sebagaimana ditetapkan dalam buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah yang menjadi lampiran dari Surat Edaran.57 2. Proses Akad Proses akad dalam Bank Syariah hal yang harus dilakukan adalah: a. Menganalisis laporan yang disampaikan oleh atau yang diminta dari Direksi, pelaksanaan fungsi audit intern, fungsi kepatuhan untuk mengetahui kualitas pelaksanaan pemenuhan prinsip syariah atas kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank; b. Menetapkan jumlah uji petik (sampel) transaksi yang akan diperiksa dengan memperhatikan kualitas pelaksanaan pemenuhan Prinsip Syariah dari masing-masing kegiatan; 57 Surat Edaran Bank Indonesia no. 12/ 13/ DPbS. Tahun 2010 tentang Pelaksanaan GCG pada Bank Umum Syariah 41 c. Memeriksa dokumen traksaksi yang diuji petik (sampel) untuk mengetahui pemenuhan Prinsip Syariah sebagaimana dipersyaratkan dalam System Operational Procedur (SOP), antara lain: 1) Ada tidaknya bukti pembelian barang untuk akad murabahah sebagia bukti terpenuhinya syarat jual-beli murabahah; 2) Ada tidaknya laporan usaha nasabah, untuk akad mudharabah/ musyarakah, sebagai dasar melakukan perhitungan distribusi bagi hasil; 3. Evaluasi Akad a. Melakuakan inpeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi kepada pegawai bank ata ke nasabah untuk memperkuat hasil pemeriksaan dokumen; b. Melakukan review terhadap SOP terkait aspek syariah apabila terdapat indikasi ketidaksesuaian pelaksanaan pemenuhan prinsip syariah atas kegiatan dimaksud; c. Memberikan pendapat syariah atas kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank; d. Melaporkan hasil pengawasan dewan pengawas syariah kepada Direksi dan Dewan Komisaris.58 58 Surat edaran Bank Indonesia no. 12/ 13/ DPbS. Tahun 2010 tentang Pelaksanaan GCG pada Bank Umum Syariah 42 BAB III GAMBARAN UMUM MENGENAI BANK BRI SYARIAH A. Sekilas Sejarah Berawal dari akusisi Bank Jasa Arta oleh Bank Rakyat Indonesia, pada tanggal 19 Desember 2007 dan kemudian diikuti dengan perolehan ijin dari Bank Indonesia untuk mengubah kegiatan usaha Bank Jasa Arta dari bank umum konvensional menjadi bank umum yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah pada tanggal 16 Oktober 2008, maka lahirlah Bank umum syariah yang diberi nama PT. Bank Syariah BRI (yang kemudian disebut dengan nama BRI Syariah) pada tanggal 17 November 2008. Nama BRI Syariah dipilih untuk menggambarkan secara langsung hubungan Bank dengan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, selanjutnya disebut Bank Rakyat Indonesia, yang merupakan salah satu bank terbesar di Indonesia. BRISyariah merupakan anak perusahaan dari Bank Rakyat Indonesia yang akan melayani kebutuhan perbankan masyarakant Indonesia dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah. Pada tanggal 19 Desember 2008, telah ditanda-tangani akta pemisahan unit usaha syariah. Penandatanganan akta pemisahan telah dilakukan oleh Bapak. Sofyan Basir selaku Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia dan Bapak. Ventje Rahardjo selaku Direktur Utama BRISyariah, sebagaimana akta pemisahan 42 43 No. 27 tanggal 19 Desember 2008 dibuat di hadapan notaris Fathiah Helmi SH di Jakarta. Peleburan unit usaha syariah Bank Rakyat Indonesia ke dalam BRI Syariah ini berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2009. Adapun yang menjadi pemegang saham BRIS yariah adalah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, sebesar 99,99967% Yayasan kesejahteraan pekerja BRI sebesar 0,00033%. 59 B. Visi dan Misi 1. Visi Menjadi bank ritel modern terkemuka dengan ragam layanan finansial sesuai kebutuhan nasabah dengan jangkauan termudah,untuk kehidupan yang lebih bermakna. 2. Misi Memahami keragaman individu dan mengakomodasi beragam kebutuhan finansial nasabah; Menyediakan produk dan layanan yang mengedepankan etika sesuai dengan prinsip - prinsip Syariah; Menyediakan aksesibilitas ternyaman melalui berbagai sarana kapanpun, dimanapun; 59 Bank BRI Syariah, “Sejarah BRISyariah” diakses pada 20 oktober 2010 dari http://www.brisyariah.co.id/ 44 Memungkinkan setiap individu untuk dapat meningkatkan kualitas hidup dan ketentraman pikiran.60 C. Struktur Organisasi Dewan Komisaris Komisaris Independen : Musthafa Zuhad Mughni : Sunarsip : Nasrah Mawardi Dewan Direksi Direktur Utama : Ventje Rahardjo : Ari Purwandono : Eko B. Suharno : Budi Wisakseno Dewan Pengawas Syariah (DPS) Ketua : Prof. Drs. Hasjmuni Abdurrachman Anggota : Prof.Dr.K.H. Didin Hafidhudin, MSc : Gunawan Yasni,SE,MM.61 60 Bank BRI Syariah, “Visi Misi” diakses pada 20 oktober 2010 dari http://www.brisyariah.co.id/ 61 Bank BRI Syariah, “Struktur Organisasi” diakses pada 20 oktober 2010 dari http://www.brisyariah.co.id/ 45 D. Produk-Produk Bank BRI Syariah 1. Pendanaan62 a. Tabungan BRI Syariah iB Tabungan BRI Syariah iB merupakan tabungan dari BRI Syariah bagi nasabah perorangan yang menggunakan prinsip titipan (wadiâh yad dhamanah), dipersembahkan untuk nasabah yang menginginkan kemudahan dalam transaksi keuangan. Manfaat: 1. Aman, karena diikutsertakan dalam program penjaminan pemerintah 2. Dapat bertransaksi di seluruh jaringan Kantor Cabang BRISyariah 3. Dengan kartu ATM BRISyariah, Anda mudah melakukan transaksi di lebih dari 1.000 ATM BRI di seluruh Indonesia b. Tabungan Haji iB Tabungan Haji iB merupakan tabungan investasi dari BRISyariah bagi calon Haji yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH), dengan prinsip bagi hasil (Mudharabah al-Muthlaqoh). Manfaat: 1. 62 Kemudahan rencana/persiapan ibadah Haji Bank BRI Syariah, http://www.brisyariah.co.id/ “Pendanaan” diakses pada 20 oktober 2010 dari 46 2. Aman dan sesuai syariah 3. Bagi hasil yang kompetitif 4. Gratis asuransi jiwa & kecelakaan c. Deposito iB Deposito iB adalah salah satu jenis simpanan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah al-Muthlaqoh) yang dananya dapat ditarik pada saat jatuh tempo. Manfaat: 1. Terjamin karena disertakan dalam program penjaminan pemerintah 2. Memberikan bagi hasil yang kompetitif 3. Dikelola dengan prinsip sesuai syariah d. Giro iB Giro iB dari BRI Syariah adalah simpanan untuk kemudahan berbisnis dengan pengelolaan dana berdasarkan prinsip titipan (wadiâh yad dhamanah) yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan Cek atau Bilyet Giro. Manfaat: 1. Kemudahan dalam transaksi bisnis 2. Bank dapat memberikan bonus sesuai kebijakan yang berlaku 3. Aman, karena diikutsertakan dalam program penjaminan pemerintah 47 2. Pembiayaan63 a. Fitur Produk KKB iB BRIS. KKB BRISyariah iB merupakan pembiayaan kepemilikan mobil yang diinginkan dengan menentukan sendiri pilihan merk yang anda inginkan dan besarnya cicilan disesuaikan dengan pendapatan nasabah. Manfaat: Pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan kepemilikan mobil secara syariah dengan proses dan dan persyaratan yang mudah dan cepat. Sedangkan akad yang digunakan KKB adalah Murabahah atau ijarah. b. Produk KMG iB BRIS Produk Pembiayaan Kepemilikan Multi Guna (KMG) iB adalah fasilitas pembiayaan konsumtif yang diberikan Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS) kepada nasabah perorangan untuk kepemilikan barang-barang multi guna selain rumah dan mobil dengan pembayaran secara angsuran / mencicil dalam jangka waktu yang disepakati. Sedangkan akad yang digunakan dalam produk KMG ini adalah murabaha. Tujuan dari produk KMG iB adalah : 63 Bank BRI Syariah, “Pembiayaan” diakses pada 20 oktober 2010 dari http://www.brisyariah.co.id/ 48 1. Mengembangkan produk KMG iB dengan resiko yang relatif rendah 2. Memenuhi kebutuhan nasabah untuk konsumtif maupun usaha atas kepemilikan barang multiguna yang sesuai syariah dengan syarat menjaminkan fixed asset atau cessie gaji nasabah melalui kerjasama dengan institusi tertentu atau melalui surat kuasa pemotongan gaji oleh bendaharawan / pejabat yang berwenang. Adapun jenis barang multiguna yang diperkenankan pada pembiayaan KMG iB adalah untuk membiayai seluruh atau sebagian atas kepemilikan : Motor baru, baik dari penjual motor individu atau dari dealer/ showroom, baik dealer yang telah bekerjasama dengan BRI maupun yang tidak ada kerjasama namun memenuhi persyaratan yang ditentukan BRIS. Barang multiguna lainnya, seperti : Barang elektronik Furniture / Keperluan Rumah Tangga Bahan baku / Stock barang dagangan Barang lainnya yang halal Peralatan dokter Mesin-mesin Bahan-bahan bangunan 49 Barang multiguna melalui take over / Pengalihan Pembiayaan KMG, terdiri dari : Take Over dari Lembaga Keuangan Konvensional Take Over dari Lembaga Keuangan Syariah (Bank Syariah, BPRS) Manfaat: 1. Bagi BRIS : Sebagai salah satu bentuk penyaluran dana yang memperoleh pendapatan dalam bentuk margin Meningkatkan portofolio pembiayaan dengan tingkat risiko yang rendah karena keterlibatan perusahaan. Meningkatkan funding dan fee base income 2. Bagi Nasabah : Merupakan salah satu alternatif untuk memiliki barang multiguna baik untuk keperluan pribadi maupun usaha melalui pembiayaan kepemilikan barang multiguna secara syariah dengan pembayaran jumlah angsuran yang pasti selama masa perjanjian kecuali dengan perjanjian khusus dimuka. Penyesuaian jumlah angsuran dengan kemampuan pendapatan nasabah, sehingga menimbulkan rasa nyaman dan ketidakkhawatiran dalam mengembalikan dana BRIS, mengingat jangka waktu yang memadai dan kepastian jumlah angsuran dari awal perjanjian. 50 3. Bagi Penjual Barang Multiguna : Meningkatkan penjualan barang multiguna untuk usaha penjual barang smultiguna. Meningkatkan professionalisme penjual barang multiguna a. Produk KPR iB BRIS Produk ini merupakan Kepemilikan Rumah (KPR) BRI Syariah iB dengan skim pembiayaan secara jual beli (murabahah) mewujudkan keinginan nasabah memiliki rumah di lokasi yang strategis, proses yang relative cepat, syarat mudah, margin kompetitif dan sesuai syariah. Tak hanya memiliki rumah, berbagai keperluanpun dapat dipenuhi dengan KPR BRI Syariah iB. Sedangkan akad yang digunakan produk KPR ini adalah Murabahah. Fasilitas yang diberikan untuk pembelian, pembangunan, renovasi rumah/apartemen/ruko/rukan dengan angsuran tetap sepanjang jangka waktu pembiayaan Manfaat: Fleksibel untuk beli rumah /apartemen baru atau second, pembangunan rumah, Ruko, Rukan. Jangka Waktu hingga 15 tahun Uang Muka ringan 51 Bebas menentukan besaran cicilan sesuai kemampuan Uang muka ringan Cicilan tetap dan meringankan selama jangka waktu Biaya administrasi terjangkau Bebas pinalti untuk pelunasan sebelum jatuh tempo b. Produk GADAI BRIS iB Gadai iB merupakan pinjaman dana (Qardh) dengan menggadaikan barang berharga, termasuk penyimpanan yang aman (Ijarah) dan berasuransi. Keunggulan: Proses Lebih Cepat, Aman dan Nyaman karena sesuai syariah dan lebih berkah Persyaratan sangat mudah Jangka Waktu Pinjaman Maksimal 120 hari dan dapat diperpanjang Penyimpanan yang aman dan berasuransi Dapat dilunasi sebelum jatuh tempo pinjaman Biaya Administrasi dan Biaya Sewa Tempat yang terjangkau 52 BAB IV HASIL PENELITIAN KINERJA DPS DALAM PENGAWASAN PELAKSANAAN KONTRAK DI BANK BRI SYARIAH Dalam bab ini, akan dijelaskan tentang hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis terhadap kinerja DPS dalam pengawasan pelaksanaan kontrak di bank BRI Syariah. Wawancara dilaksanakan pada tanggal 13 ktober 2010 dengan nara sumber yang dianggap oleh penulis banyak mengetahui tentang data-data yang dibutuhkan oleh penulis. Narasumber tersebut berasal dari DPS sebagai representasi pengawas , pihak bank bagian legal dan dari pihak lain yaitu dari pihak MUI. Pertanyaan yang diajukan juga dibuat dengan seakurat mungkin sehingga hasil yang didapat sesuai dengan data yang diinginkan oleh penulis dalam pembuatan tugas akhir ini. A. Kedudukan dan Fungsi DPS dalam Pembuatan Draft Kontrak di Bank BRI Syariah64 Dalam rangka menjaga kegiatan usaha bank syariah yang khususnya Bank BRI Syariah agar senantiasa berjalan sesuai dengan nilai-nilai syariah, maka diperlukan suatu badan independen yang berdiri dari para pakar syariah muamalah yang juga memiliki pengetahuan umum di bidang perbankan. DPS merupakan 64 Analisa atas hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan sumberwawancara dari pihak DPS bank BRI Syariah 52 53 pengawas suatu lembaga keuangan syariah yang mempunyai peran yang telah ditetapkan oleh DSN-MUI. Setiap DPS harus melaksanakan perannya dengan penuh amanah dan dedikasi yang tinggi sehingga semua yang diemban oleh para anggota DPS dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya sesuai dengan visi dan misi lembaga syariah yang diawasi.65 Menurut pak Muhamad Nadratuzzaman Hosen, yang merupakan salah satu pengurus MUI pusat: “Terkait dengan bank syariah agar shariah compliance tetap bisa terjaga maka dibutuhkan yang namanya Syariah Assurance Syistem, yaitu bagaimana bank syariah itu bisa membuktikan pada DPS bahwa bank syariah tersebut benar-benar telah patuh pada prinsip-prinsip syariah. Misalnya kalau Bank Syariah mewajibkan pegawainya meggunakan jilbab saat bekerja maka bank harus membuktikan bahwa pengawai-pegawai Bank syariah telah mematuhi aturan syariah Islam”66 Disadari bahwa ruang lingkup tugas DPS sebagai pengawasan atas kegiatan bank syariah sangat luas, yang mencakup draft kontrak, fatwa-fatwa DSN, serta pelaksanaan kontraknya. Maka dari itu dalam melaksanakan pengawasan perlu adanya sekala prioritas. Dalam prinsip ini kegiatan pengawasan ditekankan pada halhal yang bersifat penyimpangan dari prinsip-prinsip syariah. Untuk itu pihak pengawas yang dsisini adalah dewan pengawas syariah harus orang-orang yang 65 Peraturan Bank Indonesia NO. 11/33/PBI 2009 Tentang Pelaksanaan GCG pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Pasal 47. 66 22 februari 2011 Wawancara Pribadi dengan Bapak Muhamad Nadratuzzaman Hosen, pada tanggal 54 mengerti betul tentang perbankan, ekonomi syariah dan fiqih muamalat dan dalam bekerja harus penuh hati-hati. Sesuai Peraturan Bank Indonesia (PBI) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DPS di Bank Syariah meliputi : 1. Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan; 2. Mengawasi proses pengembangan produk baru bank agar sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional- Majlis Ulama Indonesia; 3. Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia untuk produk baru bank yang belum ada fatwanya; 4. Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dan penyaluran dan serta pelayanan jasa bank; 5. Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja bank dalam rangka pelaksanaan tugas.67 Sehingga seluruh kegiatan bank baik itu produk dari sisi pembiayaan, pendanaan maupun pelayanan jasa yang ada di bank syariah mulai dari pembuatan draft kontrak sampai dengan pelaksanaan kontrak serta evaluasi kontrak adalah tanggung jawab DPS untuk mengawasinya agar sesuai dengan prinsip syariah. 67 Surat Edaran, no. 12/13/DPbS/2010 tentang Pelaksanaan Good Corporate Goverment bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 55 Bank syariah berbeda dengan bank konvensional. Bank Syariah sebagai lembaga kepercayaan tidak hanya dituntut untuk memberikan pelayanan yang memuaskan dari sisi produk tapi juga dari sisi kepastian akan kesesuaian terhadap syariah. Bank Syariah dengan beragam produk dan akad yang berbeda menjadi salah satu ciri khas tersendiri bagi bank syariah. Sehingga draft kontrak yang ada di Bank Syariah pun harus sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan fatwa-fatwa DSN-MUI yang mengatur tentang akad-akad yang di Bank Syariah. Salah satu tahap yang menentukan dalam pelaksanaan kontrak yaitu tahap perancangan draft kontrak. Perancangan draft ini memerlukan ketelitian dan kejelian dari para pihak yang akan bertransaksi. Karena apabila terjadi kekeliruan dalam pembuatan draft kontrak, akan timbul persoalan dalam pelaksanaannya.68 Sebelum bank mengeluarkan produk baru, yang perlu diperhatikan terlebih dahulu adalah draft kontrak apakah telah sesuai dengan syariah dan hukum positif ataukah belum. Menurut Salim H.S.,S.H.,MS. ketetuan umum yang harus diperhatikan dalam kontrak adalah: 1. Bahasa 2. Saksi-saksi 3. Pembebanan Bea Materai 4. Perpajakan 5. Peraturan terkait 68 Ahdiana Yuni, h. 112 56 Memperhatikan bahasa dalam kontrak sangat penting karena banyak sengketa terjadi yang disebabkan karena persoalan bahasa. Misalnya, isi kontrak ditafsirkan berbeda oleh para pihak. Sedangkan Saksi diperlukan dalam pembuatan draft kontrak karena saksi merupakan salah satu alat bukti dalam perkara perdata.69 Sedangkan draft kontrak dari sisi hukum syariat yang ada di bank Syariah yaitu harus sesuai dengan: 1. Fatwa-fatwa DSN 2. Peraturan Bank Indonesia Para pihak yang akan menggunakan draft kontrak harus menguasai materi draft kontrak. Materi kontrak tersebut diantaranya adalah objek kontrak dan syarat-syarat yang telah disepakati. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh kedua belah pihak. Pada dasarnya Draft kontrak yang ada dibank sama seperti draft kontrak yang ada dilembaga-lembaga lainnya, yang harus meliputi; 1. Awal Kontrak a. Judul kontrak b. Pembukaan 2. Komparisi 69 Ibid. H. 63 57 Komparisi merupakan bagian dari akta yang dimuat setelah judul dan awal kata, yang mengandung identitas para pihak atau pembuat perjanjian, termasuk uraian yang dapat menunjukan bahwa yang bersangkutan mempunyai kecakapan serta kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum sebagaimana yang dinyatakan dalam akta.70 3. Premise Premise merupakan keterangan atau pernyataan pendahuluan yang merupakan dasar atau pokok masalah yang akan diatur dalam suatu akta guna memudahkan pengertian dan maksud dibuatnya akta tersebut. 4. Isi kontrak Isi kontrak merupakn bagian dari akta yang memuat pasal-pasal mengenai kesepakatan perjanjian yang dituankan dalam akta. 5. Penutup/akhir akta Bagian ini merupakan bagian terakhir setelah isi kontrak. Dalam merancang draft kontrak dituntut untuk selalu menyadari bahwa suatu dokumen hukum kontrak bisnis apapun harus memenuhi ketentuan yang berlaku, dalam draft kontrak yang dibuat harus dapat memenuhi hal-hal berikut:71 1. Memberikan kepastian tentang identitas para pihak yang dalam kenyataannya terlibat dalam transaksi; 70 Ahdiana Yuni, h. 92 Ibid. H. 92 71 58 2. Memberikan kepastian dan ketegasan tentang hakdan kewajiban utama masing-masing pihak sesuai dengan inti transaksi yang akan diwujudkan oleh para pihak; 3. Memuat nilai ekonomis dari transaksi bisnis yang diadakan oleh para pihak, yang kemudian dapat disimpulkan sebagai nilai ekonomis kontrak yang dapat diterjemahkan menjadi sejumlah nilai uang tertentu; 4. Memberikan jaminan tentang keabsahan hukum dari dan kemungkinan pelaksanaan secara yuridis dari transaksi bisnis yang bersangkutan; 5. Memberikan petunjuk tentang tata cara melaksanakan hak dan kewajiban serta upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pihak dari transaksi bisnis yang mereka adakan; 6. Menyediakan jalan yang dianggap paling baik bagi para pihak untuk menyelesaikan perselisihan-perselisihan yang mungkin terjadi diantara para pihak dalam transaksi bisnis; 7. Memberikan jaminan bahwa janji-janji dan pelaksanaan janji-janji yang dimuat dalam draft kontrak adalah hal yang mungkin, wajar, patut dan adil untuk dilaksanakan. Terkait dengan pembuatan draft kontrak yang ada di Bank BRI Syariah yang dilakukan oleh DPS sebagai dewan pengawas adalah:72 72 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, anggota DPS di Bank BRI Syariah. Jakarta 13 oktober 2010 59 1. Membakukan secara internal standarisasi akad. Penetapan tersebut berdasarkan atas pedoman akad dalam suatu peraturan BI berkaitan dengan BRI Syariah dan juga dengan fatwa-fatwa DSN yang berkaitan dengan akadakad yang ada di Bank, misalnya pembiayaan. Proses itu kemudian diinternalisasikan, dalam artian berlaku di kalangan internal BRI dan cabangcabangnya. Pembakuan standarisasi akad tersebut selain dilakukan oleh pihak DPS, juga melibatkan pihak legal yang ada di bank. 2. Mengesahkan standar akad yang akan berlaku secara nasional di suatu Bank Syariah dan pada saat membuat draft kontrak itu DPS juga berfungsi memberikan acuan-acuan yang mendasar, yang bersifat nasional dan itu sudah disahkan dari awal. 3. Mensosialisasikan standar akad setelah standarisasi akad yang baku tersebut disahkan dan diputuskan, kemudian disosialisasikan oleh pihak legal ke cabang-cabang dan ke account-account officer di daerah-daerah. Adapun dalam mensosialisasikan standar yang ada di Bank BRI Syariah tersebut bisa dilakukan dengan cara: 1. Verbal atau komunikasi langsung antara bank BRI Syariah pusat dengan cabang-cabangnya 2. Surat edaran Bank BRI Syariah 3. Teknologi informasi berupa intranet yang dapat mempermudah dari segi efektifitas waktu dan akses. Jadi segala info yang menyangkut tentang standar 60 akad atau ada perubahan-perubahan yang terjadi di Bank BRI Syariah pusat dapat diakses melalui internet tersebut.73 Sosialisasi standar akad tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa cabangcabang Bank BRI Syariah yang ada di daerah-daerah memperoleh informasi yang sama dengan Bank BRI pusat itu sendiri. Karena standarisasi akad yang dibuat oleh pihak bank yang bekerja sama dengan DPS itu bersifat central yang berlaku untuk BRI Syariah pusat dan cabang-cabangnya. Namun, dalam kaitan dengan pembuatan draft kontrak yang ada di cabang, DPS tidak sepenuhnya bisa membantu proses pembuatan draft kontrak tersebut. DPS hanya akan menyarankan kepada bank-bank cabang untuk melihat standarisasi akad yang sudah disahkan yang berada di Bank BRI Syariah pusat dan Bank BRI Syariah cabang di seluruh Indonesia tidak diperbolehkan membuat kembangan-kembangan atau variasi-variasi lain yang tidak sesuai dengan standart akad yang ada di Bank BRI Syariah pusat.74 Dalam mendukung kinerja bank syariah baiknya pihak bank syariah dengan pihak DPS sebagai pihak yang mengawasi dan menilai apakah telah sesuai dengan syariah ataukah belum. 73 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, anggota DPS di Bank BRI Syariah. Jakarta 13 oktober 2010 74 Ibid. 61 Bank BRI Syariah dalam pembuatan draft kontrak di BRI Syariah, menurut Bapak Lukita Tri Prakasa selaku kepala bagian Legal di Bank BRI Syariah, draft kontrak yang ada di BRI Syariah melalui alur sebagai berikut: “Kita punya yang namanya komite produk, jadi setiap produk yang akan ditawarkan pada masyarakat itu melalui screening dari komite produk tersebut. Salah satu alur di komite produk itu adalah ketika ada pembahasan dalam segi bisnis, dari sisi operational banknya itu dimintai kebijakan yang sudah dibuat, akad yang sudah kita susun, kita akan mengajukan ke DPS untuk meminta persetujuan dengan menpresentasikan hal-hal yang berkaitan dengan produk yang akan dikeluarkan. setelah itu DPS akan mengeluarkan opininya. Opini DPS menjadi bahan bagi kita untuk melakukan penjualan produk ini ke masyarkat, kalau produk ini produk generik, langsung kita tawarkan pada masyarakat kalau produk ini bukan produk generik, artinya produk generik itu adalah produk yang sudah ada fatwanya di DSN kalau belum ada fatwa kita minta fatwa DSN lalu kita laporkan ke BI jadi agak susah kalau pun Bank Indonesia mensetujui suatu produk, BI akan minta opini DPS kalau tidak ada fatwanya maka BI akan minta fatwanya, disini peran DPS sangat vital terhadap kegiatan operasional yang ada, DPS tidak akan memeriksa sehari-harinya bagaimana si nasabah A mendaftarkan diri, bagaimana mengisi formnya. Tapi DPS mengikuti alur yang ada seperti ini, kebijakan yang dibuat seperti ini, akad yang dibuat seperti ini, yaitulah peran DPS. Produk kan sama saja jadi alurnya sama prosesnya sama smua akadnya juga standar jadi itu yang dijaga oleh DPS.” Dalam pembuatan draft kontrak, DPS memainkan peranan yang sangat penting, sekalipun DPS nantinya DPS tidak melakukannya sendiri, melainkan bekerja sama dengan pihak legal. Dua pihak ini berdiskusi dan saling memberi masukan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan antisipasi-antisipasi, supaya kontrak di BRI Syariah dan di cabang-cabang dimana pun itu memenuhi ketentuan hukum positif dan ketentuan syariah. Peran pihak legal pusat nanti lebih pada mengkomunikasikan 62 secara detail kepada cabang-cabang atau account officer yang akan membuat kontrak. Menurut bapak Gunawan Yasni selaku anggota DPS di Bank BRI Syariah, “Mekanisme kerja DPS dalam membuat draft kontrak, sifatnya adalah central, pusat, nasional bekerja sama dengan orang-orang legal tentunya disini. Jadi yang berdiskusi dengan kita berkaitan dengan antisipasi-antisipasi supaya kontrak di BRI Syariah dan di cabang-cabang dimana pun itu memenuhi ketentuan hukum positif dan ketentuan syariah itu kita lakukan bersama-sama dengan temen-temen legal di BRI Syariah pusat. Merekalah yang membakukan akad ke cabang-cabang yang memerlukan. DPS disini tidak turun langsung tapi melalui temen-temen legal pusat yang nanti akan berkomunikasi secara detail kepada cabang mana atau account officer mana yang akan membuat kontrak.”75 Dalam mengeluarkan produk bank syariah, sebelum produk itu dipasarkan pada masyarakat tentunya draft kontrak sudah harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. berhubungan dengan kelayakan draft kontrak produk Bank BRI Syariah yang dibuat oleh pihak legal, DPS melakukan penilaian seperti yang sudah dijelaskan di atas. Penilaian terhadap draft kontrak tersebut disesuaikan dengan sedemikian rupa, karena setiap draft kontrak yang dibuat sudah harus mengacu pada standar akad internal yang sudah ada di Bank BRI Syariah, yang standar tersebut mengacu pada standarisasi akad BI dan juga fatwa-fatwa DSN. Hasilnya, DPS tidak melakukan penilaian kelayakan draft kontrak itu karena secara sentralistik DPS menetapkan bahwa kontrak itu harus mengacu pada standart yang sudah disahkan. Baik Bank BRI Syariah pusat maupun cabang-cabangnya tidak boleh membuat 75 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, anggota DPS di Bank BRI Syariah. Jakarta 13 oktober 2010 63 kembangan-kembangan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan dari sisi hukum positif apalagi syariah. Jadi, harus mengacu pada apa yang sudah disahkan sebelumnya. Terhadap kelayakan draft kontrak di Bank BRI Syariah, bapak Gunawan Yasni berkata: “Kelayakan draft kontrak, jelas kalau kita melakukan penilaian seperti yang saya katakan tadi di awal. Jadi kita tidak melakukan penilaian terhadap draft kontrak karena setiap draft kontrak yang dibuat sudah harus mengacu pada standar akad internal yang sudah kita sahkan, yang itu mengacu pada standarisasi akad BI dan juga fatwa-fatwa DSN. Jadi kita tidak melakukan penilaian draft kontrak itu layak atau tidak karena kita secara sentralistik menetapkan bahwa yang namanya kontrak itu harus mengacu pada ini. Tidak boleh membuat kembangankembangan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan dari sisi hukum positif apalagi syariah. Harus mengacu pada apa yang sudah kita sahkan.”76 Dalam melaksaksanakan tugas DPS di Bank Syariah khususnya di Bank BRI Syariah, DPS tidak bekerja sendiri melainkan dibantu oleh pihak-pihak lainnya yaitu : 1. Fungsi Internal Audit 2. Fungsi Kepatuhan 3. Fungsi Legal 76 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, anggota DPS di Bank BRI Syariah. Jakarta 13 oktober 2010 64 Dimana fungsi inilah yang menjamin bahwa kontrak-kontrak yang diberlakukan di Bank BRI Syariah itu memang memenuhi kepatuhan hukum positif dan kepatuhan terhadap syariah, dengan cara seperti fungsi kepatuhan, mereka membuat petunjuk-petunjuk pelaksanaan standar akad, standar akad yang ada di kepatuhan dan mensosialisasikan standar akad ke cabang-cabang Bank BRI Syariah bekerja yang bekerja sama dengan pihak legal tentunya. Seperti prosedur untuk bisa pencairan pada produk pembiayaannya, mekanismenya dan hal-hal yang dibutuhkan dalam pembiayaan, semua petunjuk pelaksanaannya dilakukan oleh fungsi kepatuhan ini.77 Kemudian setelah akad yang ada di bank tersebut terjadi, maka dibutuhkan kontrol atau pengawasan. Dalam hal ini dilakukan oleh fungsi internal audit. Jadi pihak internal audit yang melihat, dengan cara mengambil sampling, di lihat benar atau salah. Menurut hasil penelitian penulis, tidak jarang ditemukan adanya variasivariasi yang tidak perlu, yang tidak memenuhi hukum positif dan hukum syariah. Narasumber dalam wawancara ini juga menegaskan bahwa hal-hal yang demikian, yang tidak memenuhi rukun yang ditetapkan adalah hal yang batil, sedangkan kalau hanya tidak memenuhi syarat saja berarti fasid. 78 Namun kedua hal tersebut harus benar-benar dihindari, dengan melakukan perubahan mulai dengan sekala yang kecil hingga yang cukup besar, melalui 77 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, anggota DPS di Bank BRI Syariah. Jakarta 13 oktober 2010 78 ibid 65 adendum perjanjian atau adendum akad yang berkaitan dengan pembiayaan atau pendanaan. Jadi, pihak DPS tidak memeriksa setiap draft kontrak yang ada, namun mewakilkan fungsi pemeriksaan tersebut kepada fungsi internal audit. “Seperti yang sudah saya sampaikan bahwa DPS mempunyai kepanjangan tangan yaitu kepada fungsi internal audit, dan fungsi kepatuhan. Dimana dua fungsi inilah yang menjamin bahwa kontrakkontrak yang diberlakukan di Bank BRI Syariah itu memang memenuhi kepatuhan hukum positif dan kepatuhan terhadap syariah, caranya bagaimana? Ya kalau di kepatuhan tentunya mereka membuat petunjuk-petunjuk pelaksanaan standar akadnya seperti apa, standar akad ada di kepatuhan juga bekerja sama gengan pihak legal. Terus prosedur untuk bisa pencairan, misalnya pembiayaannya setelah kontraknya baku itu seperti apa, jadi petunjuk pelaksanaannya ada disini. Nah kemudian, kontrol atau pengawasan sesudah akad ini terjadi, akad ini terjadi misalnya itu dilakukan oleh fungsi internal audit. Jadi pihak internal audit yang melihat diambil sampling, di lihat benar atau salah. Kadang kita sudah bikin standar yang benar tapi kemudian ada variasi-variasi yang tidak perlu, yang tidak memenuhi hukum positif dan apalagi juga syariahnya jadi melenceng itu harus dibenahi. Kalau tidak memenuhi rukun berarti dia batil, kalau dia hanya tidak memenuhi syarat saja berarti fasid, tetap duaduanya harus melakukan perubahan ada yang kecil dan ada yang besar, melalui adendum perjanjian atau adendum akad. Berkaitan dengan pembiayaan atau pendanaan. Jadi DPS tidak memeriksa setiap draft kontrak tapi mewakilkan kalau untuk memeriksa kepada fungsi internal audit.79 Dalam hubungan dengan kriteria yang menjadi acuan kelayakan draft kontrak pada Bank BRI Syariah, narasumber menambahkan bahwa hal itu harus mengacu pada standarisasi akad yaitu: 1. Peraturan Bank Indonesia; 79 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, anggota DPS di Bank BRI Syariah. Jakarta 13 oktober 2010 66 2. Fatwa-fatwa DSN yang kemudian disesuaikan dengan akad-akad yang tercantum dalam draft kontrak; 3. Pembakuan internal di bank BRI Syariah Standar akad tersebut adalah standart akad yang sudah disahkan, yang itu berbentuk dalam berbagai macam hal. Seperti contoh pendanaan, yang dalam hal ini ada beberapa macam, dan dari sisi pembiayaannya yang juga mempunyai banyak jenis. Semua harus sesuai dengan PBI yang berkaitan dengan pedoman akad dalam Bank Indonesia dan fatwa-fatwa DSN yang kemudian dibakukan lagi dan diinternalisasikan produk-produk bank itu secara spesifik. Sehingga standarisasi yang lebih detail menjadi sangat dibutuhkan. Jadi, pada dasarnya standar itu adalah fatwa dan pedoman akad BI yang ditambah dengan Pembakuan internal di Bank BRI Syariah.80 B. Kedudukan dan Fungsi DPS dalam Pengawasan Pelaksanaan Kontrak di Bank BRI Syariah Pada dasarnya sistem pengawasan Bank Syariah itu terbagi dua yaitu pengawasan umum dan pengawasan khusus. Pengawasan umum ini dilakukan oleh Bank Indonesia, sama seperti Bank Konvensional peraturan ini mengacu pada 80 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, anggota DPS di Bank BRI Syariah. Jakarta 13 oktober 2010 67 Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998. Sedangkan pengawasan khusus di bank syariah itu dilakukan oleh DSN dan DPS.81 Pengawasan atau monitoring di suatu lembaga tidak terkecuali bank syariah, hal ini sebagai upaya peringatan dini yang mampu mengantisipasi tanda-tanda penyimpangan dari syarat-syarat yang telah ditetapkan. Bank syariah merupakan bank yang beropersi berdasarkan prinsip syariah maka jika tidak beroperasi sesuai syariah maka bank tersebut telah menyimpang dari prinsip syariah. Pengawasan terhadap kegiatan bank ini dilakukan oleh DPS. Sudah dijelaskan dengan cukup terang di atas bahwa Bank Syaiah dan seluruh cabangnya harus mematuhi standar yang sudah dibakukan. Selain membakukan standar tersebut DPS juga mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan pelaksanaan kontrak di Bank Syariah yang mereka awasi. Berhubungan dengan pengawasan pelaksanaan kontrak di BRI Syariah Hal yang dilakukan DPS di bank BRI Syariah menurut Bapak Lukita Tri Prakasa adalah: “Pertama DPS akan melihat alur dan skemanya seperti apa, bisnis prosesnya seperti apa, Nasabah datang ke bank ada keperluan apa, nasabah isi formulir apa, formulirnya nanti diperiksa, bank harus menyampaikan prosesenya bagaimana, dan keuntungan berapa. Itu semuanya diteliti oleh DPS jadi DPS tau itu setelah mendapat penjelasan. DPS memeriksa akadnya, akadnya kita serahkan ini pak akad yang akan kita pakai. Jadi lebih kurang penemuan seperti itu. Bank BRI Syariah DPSnya muda-muda jadi aktif.” 81 Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. H. 333 68 Hal pokok yang harus diperhatikan oleh DPS melihat pelaksanaan kontrak tersebut dari segi pemenuhan rukun dan syarat akad-akad. Seperti contoh dalam akad murabahah, jika pada awalnya pembiayaan murabahah (kontak murabahah) objeknya tidak diketahui, dan atau tidak tertulis, maka rukun dan syarat akad tersebut (murabbaha) tidak terpenuhi, dan itu berarti akadnya batil. Hal inilah yang menjadi tugas mereka agar pelanggaran-pelanggaran tersebut tidak terjadi lagi.82 Di masa depan kemungkinan terjadi penyimpangan di Bank Syariah merupakan hal yang tidak mustahil, meskipun disana ada Dewan Pengawas Syariah (DPS) karena seorang DPS pun adalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Apalagi sekarang ini perbankan syariah semakin banyak, dan para bankir syariah pun semakin bertambah banyak. Untuk menghadapi penyimpangan yang mungkin terjadi ini, maka disinilah peran DPS di Bank Syariah harus dimaksimalkan. Dalam hal memaksimalkan kinerja DPS Menurut bapak Muhamad Nadratuzzaman Hosen, salah satu pengurus MUI pusat: “Fungsi DPS di Bank Syariah itu adalah agar shariah compliance tetap terjaga dalam aktifitas bank. Sebenar DPS itu berkewajiban mengawasi semua aktifitas bank baik itu produk funding, lending, pemasarannya dan hal lainnya yang terkait dengan aktifitas bank. Untuk itu dibutuhkan yang namanya cek list terhadap semua aktifitas bank syariah, dan pada kenyataannya sampai sekarang hal ini belum ada di Bank Syariah.”83 82 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, anggota DPS di Bank BRI Syariah. Jakarta 13 oktober 2010 83 Wawancara pribadi dengan bapak Muhamad Nadratuzzaman Hosen, pada 22 februari 2011. 69 Dalam menjalankan kegiatan bank, tidak luput dari kesalahan yang dilakukan oleh bank. Sehingga banyak berita miring yang ada tentang pelanggaran prinsip syariah di lembaga bank syariah, menurut pak lukita menyangkut masalah pelaksanaan kontrak di Bank BRI Syariah yang tidak sesuai dengan aturan itu hanya kesalahan proses yang seperti yang beliau tuturkan sebagai berikut: “Ya paling ada proses yang tidak benar yang terjadi dilapangan semacan take over dengan cara langsung memakai akad murabahah. Tapi itu datangnya dari konvensional karena memang kita kan 70 % kan datang dari konvensional diluar syariah tapi untuk masalah yang besarnya tidak ada. Satu lagi banyak di milis yang memberitakan tentang produk bank tidak syariah, sekarang acuanya kemana kalau kita adalah DSN dan mereka membuat acuan sendiri berdasarkan paradikma mereka repot menghadapi hal seperti ini karena kita tidak satu suara disini, banyak mazhab disini, kita mengikuti hal yang telah disampaikan oleh MUI. Jadi jangan membuat fatwa lagi berdasarkan paradikma sendiri. makanya saya melihat milis menurut saya hal seperti ini tidak mendukung perkembangan ekonomi syariah.” Secara umum, pelanggaran-pelanggaran yang terjadi, bisa digolongkan menjadi dua, yaitu pelanggaran yang bersifat mayor dan pelanggaran yang bersifat minor. 1. Pelanggaran yang bersifat mayor atau yang bersifat besar yang bisa berakibat fatal, selama menjadi DPS menurut bapak Gunawan Yasni yang salah satu anggota DPS di BRI Syariah pelanggaran tersebut tidak pernah ditemukan oleh pihak DPS. 70 2. Pelanggaran yang bersifat minor, atau pelanggaran yang bersekala kecil. Pelanggaran yang bersekala minor inilah yang pernah dijumpai oleh DPS, misalnya dalam pembiayaan murabahah pada sepeda motor. 84 Penjelasan tentang pelanggaran minor dalam murabahah tersebut kurang lebih seperti contoh Bank itu tidak punya hubungan langsung dengan dealer sebuah produk motor tertentu, yang berhubungan langsung dengan dealer Kalau ada pembelian motor atau mobil adalah nasabah bank. Sehingga yang berhubungan langsung dengan dealer motor atau mobil itu adalah nasabah bank dan yang nmengambil baranganya pun adalah nasabah. Padahal idealnya adalah kalau melakukan akad murabahah, bank itu kan berjual beli motor, sehingga bank yang berhubungan langsung dengan dealer. Nasabah butuh motor, atau pun nasabah butuh mobil, bank yang menjualkan motor atau mobil tersebut dari dealer kepada nasabah sehingga nasabah hanya mengetahui dia berjual beli dengan bank dia membayar cicilan dari motor yang dibeli atau mobil yang dibeli kepada bank tapi karena konteksnya pembiayaan ini tidak terjadi, nasabah yang berhubungan dengan dealer. Nah dalam hal ini harus ada yang namanya akad wakalah (akad perwakilan) bahwa bank mewakilkan kepada nasabah. Secara verbal bank dapat berkata pada nasabah “kamu tolonglah belikan mobil atau motor yang kamu perlukan atas nama bank, nanti bank yang menjual ke kamu”. Akad wakalah itu harus dipenuhi dalam kontrak pada akad murabahah karena itu menjadi syarat dari pada pembiayaan murabahah yang 84 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, anggota DPS di Bank BRI Syariah. Jakarta 13 oktober 2010 71 dilakukan kalau bank tidak berhubungan langsung dengan dealer. Yang menjadi masalah dalam hal ini adalah yang biasa ditemukan oleh DPS ada di cabang-cabang akad wakalahnya tidak ada, padahal jelas-jelas si nasabah berhubungan langsung ke dealer.85 Terkait dengan mengatasi hal tersebut solusi yang dapat diambil oleh DPS adalah melakukan antisipasi-antisipasi atau tindakan pro-aktif dari pelanggaran yang dilakukan oleh Bank BRI Syariah. Menurut bapak Gunawan Yasni, “Pelanggaran minor yang dilakukan oleh bank dapat kita berikan solusi berupa tindakan pro-aktif yang bisa dilakukan oleh bank dengan cara: akad wakalah itu kan tidak harus dengan notaril, akad wakalahnya itu cuma dari kedua belah pihak istilahnya dibawah tangan. Itu cuma kita sampaikan pada temen-temen yang di account officer yang melakukan pembiayaan itu agar melengkapi segera. Jadi tetap secara formal itu harus ada, surat menyurat itu harus ada. Dia harus tanda tangan atas materai bahwa bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli apa dengan harga tunai berapa, yang kemudian ini perjanjian murabahah benernya itu adalah mencantumkan objek murabahah adalah barang yang dibeli yang melalui perwakilan si nasabah tadi, nilainya berapa, barangnya apa. Jadi sekedar melengkapi itu pelanggarannya kalau dalam hitungan kita adalah pelangaran yang minor, tapi tetep karena itu syarat harus dipenuhi jadi dilengkapi kemudian.”86 Perlakuan terhadap perbankan syariah harus sama dengan perbankan lainnya dalam hal kepatuhan kepada hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai lembaga kepercayaan, pengurus bank syariah harus mampu mengemban kepercayaan masyarakat terutama dengan adanya misi dakwa Islam. Oleh karena itu, berdasarkan 85 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, anggota DPS di Bank BRI Syariah. Jakarta 13 oktober 2010 86 Ibid 72 prinsip syariah yang menyatakan bahwa seseorang yang terbukti melakukan pelanggaran yang menyebabkan kerugian pihak lain, wajib mempertanggungjawabkan perbuatannnya dan diberikan sanksi yang sesuai dengan pelanggaran yang ia lakukan. Pengurus Bank Syariah tidak terkecuali dewan pengawas syariah yang terbukti melakukan kelalaian dan pelanggaran harus diberikan sanksi atas pelanggaran yang dilakukannya menurut peraturan perundang-undangan. Dalam pelaksanaan kontrak yang ada di bank syariah menurut bapak Muhamad Nadratuzzaman Hosen: “Hendaklah DPS yang bertugas mengawasi kegiatan bank memahami secara mendalam tentang ilmu perbankan dan memahami betul tentang syariat Islam. Kalau dari akad bank misalnya pembiayaan rumah, pembiayaan ini pastinya membutuhkan notaris. Maka dalam hal oini notarisnya pun harus mengerrti tentang syariah Islam tapi kenyataannya hal ini belum bisa terwujud sehingga masih banyak di Bank Syariah yang kontrak mudharabah dan murabahah bentuknya sama. 87 Berkenaan dengan hal tersebut, DSN dan DPS sebagai wadah di masingmasing bank dan satu-satunya pihak yang berhak mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa Lembaga Keuangan Syariah (LKS) serta mengawasi penerapannya mempunyai otoritas yang berwenang untuk menyatakan telah terjadi pelanggaran atas prinsip syariah harusnya memeriksa secara reguler terhadap kejadian tadi agar aspek hukum positif dan hukum syariah dapat terpenuhi. 87 2011. Wawancara pribadi dengan bapak Muhamad Nadratuzzaman Hosen, pada 22 februari 73 Dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) menyebutkan bahwa salah satu kewajiban DPS adalah mereview segala kegiatan bank baik Bank Syariah pusat maupu bank syariah cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Sedangkan system pengawasan dewan pengawas syariah terhadap Bank BRI Syariah baik pusat maupun cabang-cabangnya sebagaimana yang dikatakan pak lukita : “Kita punya minimal 2 minggu sekali DPS itu rapat ada atau tidak ada kasus. Kemarin itu mereka menghasilkan 40 lebih opini jadi itu pun tidak sekedar opini tapi kita juga hanya konsultasi, sering konsultasinya dari pada opininya itu terjadi, pak gunawan yang paling aktif di BRI Syariah. Paling tidak tiap minggu atau 2 minggu sekali dia hadir disini, kadang kita konsultasi diluar rapat DPS tapi aktifitas dari audit yaitu melelui cross ceck dari kepanjangn tangan dari audit internal kita. Jadi DPS tidak keliling cabang, tapi ada beberapa dia minta mengunjungi cabang “saya mau mengunjungi cabang ini” jadi sifatnya aktif juga walaupun kadang tidak secara langsung tapi melalui tangan-tangan dari kepanjangan tangan DPS. Jadi DPS kita sendiri punya unit syariah compliance itu ada di unit kepatuhan, disana disediakan ia melakukan aktifats ya bukti kepatuhan secara umum, jadi dia melihat bagaimana proses itu berjalan, banyak kaki tangannya DPS sebenarnya disini ada proses internal audit, ada unit sharia compliance, yang berada di groupnya manajement dan compliance jadi kuat kalau DPS di BRI Syariah.” Kehadiran Bank Syariah di Indonesia tidak lain sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan menjaga amanah masyarakat yang menitipkan dananya ke bank syariah bertujuan untuk terhindar dari riba yang diharamkan oleh Allah SWT. Namun masih ada bank yang terlibat pembiayaan yang mengandung bunga. Disinilah fungsi DPS yang bertugas untuk mengawasi ketaatan bank syraiah terhadap prinsip-prinsip 74 Islam. Menurut bapak Gunawan Yasni Tindakan DPS jika menemukan pelaksanaan kontrak yang di Bank BRI Syariah menyimpang dari ketentuan syariah adalah : 1. Tabayyun, diteliti lebih dalam lagi permasalahan yang ada, apakah benarbenar ada kesalahan yang dilakukan oleh bank syariah. 2. Jika terbukti benar melakukan pelanggaran, dan bank telah mendapatkan margin (keuntungan). Maka DPS akan memutuskan bahwa margin tersebut bukan margin yang halal tapi non halal dan tidak boleh diakui sebagai pendapatan tapi harus dialokasikan ke BAZNAS atau ke lembaga sosial lainnya sebagi ta‟zir atas pelanggaran yang bank lakukan.88 Mekanisme kerja DPS di BRI Syariah, pada dasarnya tugas utama DPS itu adalah memberikan opini terhadap produk secara keseluruhan dan memberikan opini terhadap pelaksanaan bank umum syariah secara keseluruhan yang ada di Bank BRI Syariah. Ada pun mekanisme pengajuan opni syariah terhadap DPS terkait produk yang ada di Bank BRI Syariah adalah: 1. Pihak Bank mengajukan opini ke DPS seminggu sebelum rapat rutin DPS, hal ini bertujuan agar sebelum dibahas dalam rapat, para anggota DPS dapat membaca dan memahami produk yang akan dikeluarkan oleh bank syariah; 2. Opini tersebut dibahas pada saat rapat rutin DPS; 3. Pihak bank yang bersangkutan akan membuatkan draft pengajuan opini; 88 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, anggota DPS di Bank BRI Syariah. Jakarta 13 oktober 2010 75 4. Pada saat rapat rutin DPS berikutnya opini syariah tersebut disahkan jika memang sudah menjadi kesepakatan dan sudah tidak ada lagi kesalahan katakata; 5. Opini yang sudah disahkan direkam, dan menjadi sebuah opini syariah yang baku terhadap produk; 6. Opini syariah memuat tentang produk yang akan dikeluarkan oleh bank dan memuat tentang cara mengiklankan produk.89 Untuk mencapai tujuan pengembangan perbankan syariah, maka selain dibutuhkan penyempurnaan perangkat ketentuan operasional baik kelembagaan, kegiatan usaha, instrumen moneter juga diperlukan pengembangan Sumber Daya Insani (SDI). Berkaitan dengan SDI ini dulu waktu awal-awal berdirinya Bank Umum BRI Syariah merupakan Hambatan DPS dalam mengawasi akad-akad yang ada di Bank BRI Syariah karena memang Sumber Daya Insani (SDI) yang masih belum mencukupi tapi sejalan bejalannya waktu, sekarang masalah itu sudah tidak ada lagi karena Bank BRI Syariah terus mengadakan up grading.90 C. Efektivitas Kinerja DPS terhadap Pengawasan Pelaksanaan Kontrak yang ada di Bank BRI Syariah Efektifitas dalam kamus besar bahasa Indonesia berasal dari kata efektif yang diartikan dengan : 89 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, anggota DPS di Bank BRI Syariah. Jakarta 13 oktober 2010 90 Ibid 76 1. Adanya efek (akibat, pengaruh, kesannya) 2. Manjur atau mujarab 3. Dapat membawa hasil, berhasil guna (usaha, tindakan) Salah satu konsep untuk mengukur prestasi kerja (performance) manajemen adalah efektifitas dan efisiensi. Menurut ahli manajemn peter drucker efektifitas adalah melakukan pekerjaan yang besar (doing the right things), sedangkan efisiensi adalah melakukan pekerjaan dengan benar (doing the right). Efektifitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.91 Efektifitas merupakan ukuran yang menggambarkan sejauh mana sasaran dapat dicapai. Sedangkan efisiensi menggambarkan bagaimana sumber-sumber daya dikelola secara tepat dan benar. Terkait dengan efektifitas kinerja DPS di Bank BRI Syariah maka dari itu perlu diadakan penilaian hasil pelaksanaan tugas-tugas DPS. Penilaian hasil kerja merupakan proses pengamatan terhadap pelaksanaan tugas. Dari hasil pengamatan ini dilakukan pengukuran yang dinyatakan dalam bentuk penetapan keputusan mengenai keberhasilan atau kegagalannya dalam menjalankan tugas.92 Suatu kinerja di suatu lembaga bisa dikatakan efektif apabila kinerja telah mencapai tujuan dan standar yang telah ditetapkan. Standar pekerjaan adalah 91 T. Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta : BPFE, 1998), edisi ke 2, h. 7 Hadari Nawawi, Buku Manajemen Sdm Untuk Bisnis yang Kompetitif (Yogyakarta : Gajah Maja University press, 2006 ) H. 234 92 77 sejumlah kriteria yang menjadi ukuran dalam penilaian kinerja DPS, yang dipergunakan sebagai pembanding cara dan hasil pelaksanaan tugas-tugas dari suatu pekerjaan atau jabatan. Pemeriksaan atau penilaian ini dimaksudkan untuk menentukan sampai seberapa jauh sistem yang telah ditetapkan dapat diandalkan kemampuannya untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan dan sasaran dapat dicapai secara efisien, serta menentukan struktur tersebut sudah berfungsi seperti yang diinginkan.93 Menurut Hadari Nawawi dalam karyanya manajemen SDM untuk bisnis yang kompetitif, standar pekerjaan harus mencakup tiga informasi pokok sebagai kriteria untuk melakukan penilaian keberhasilan atau kegagalan seseoanag pekerja dalam melaksanakan tugas yang telah ditetapkan. Ketiga informasi tersebut adalah: 1. Informasi tentang apa tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh seseorang pekerja; 2. Informasi tentang bagaimana cara terbaik dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut; 3. Informasi tentang hasil maksimal yang seharusnya dicapai dalam melaksanakan tugas-tugas dengan cara tersebut. Kegiatan penilaian hasil kerja merupakan satu kegiatan yang amat penting dalam suatu lembaga, karena dengan penilaian hasil kerja ini dapat dilihat apakah 93 Hadari Nawawi, H 243. 78 pelaksanaan suatu standar kerja telah berjalan optimal ataukah belum. Untuk itu secara umum tujuan dilakukan penilaian hasil pelaksanaan tugas-tugas ini adalah: 1. Penilaian pekerjaan bertujuan untuk memperbaikan pelaksanaan pekerjaan, dengan memberikan bantuan agar setiap pekerja (dalam hal ini adalah DPS) dapat mewujudkan dan mempergunakan potensi yang dimilikinya secara maksimal dalam melaksanakan misi organisasi atau perusahaan melalui pelaksanaan tugas-tugas yang telah ditetapkan; 2. Bertujuan untuk menghimpun dan mempersiapkan informasi untuk pekerja (DPS) dan para manajer atau stakeholder lainnya dalam membuat keputusan yang dapat dilaksanakan sesuai degan prinsip-prinsip yang diterapkan dalam lembaga keuangan. 3. Menyusun inventarisasi SDM di lingkungan perusahaan yang dapat digunakan dalam mendesain hubungan antara pekerja satu dengan yang lainnya. Sehingga dapat menyusun program pengembangan pribadi, dan menciptakan kerja sama antara karyawan disuatu lembaga keuangan; 4. Untuk meningkatkan motivasi kerja yang berpengaruh pada prestasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya, sehingga tercapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.94 94 Hadari Nawawi, h. 248 79 Sedangkan di Bank BRI Syariah efektifitas kinerja DPS dapat dilihat dalam laporan pengawasan DPS yang diserahkan pada steakholdernya pada priode tertentu. Dalam melaksanakan tugas sebagai pengawas maka DPS pun harus memberikan pertanggungjawaban dari hasil kinerja mereka, dalam hal ini sesuai dengan peraturan Bank Indonesia bahwa DPS harus menyerahkan laporan hasil pengawasan mereka pada stakeholdernya pada akhir priode dua tahun sekali. Adapun Steakholder DPS adalah (1) Bank Indonesia 2) DSN-MUI (3) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Jadi yang menilai kinerja DPS pada bank syariah itu adalah : 1. Bank Indonesia 2. DSN-MUI 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Laporan pengawasan yang dibuat oleh DPS tersebut memuat tentang hasil kerja mereka selama mengawasi kegiatan bank yang berhubungan dengan tugas mereka yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Selain itu dalam laporan pengawasan DPS juga dimuat opini syariah yang dihasilkan oleh DPS dalam priode tertentu.95 Terkait dengan laporan pengawasan yang dibuat oleh DPS menurut Bapak Lukita laporan pengawasan Bank Syariah memuat : 95 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, anggota DPS di Bank BRI Syariah. Jakarta 13 oktober 2010 80 “DPS mempunyai kewajiban harus mengetahui implementasi di lapangan tapi karena DPS punya keterbatasn waktu untuk ikut turut serta ke lapangan untuk itu DPS memakai kaki tangan audit kita jadi DPS membuat list dari setiap produk dari setiap aktifitas apa saja yang akan diperiksa oleh pihak auditor untuk tahun ini. Pihak auditor ini sebagai kepanjangan tangan DPS akan melakukan proses pengawasannya. Jika ditemukann hal-hal yang tidak sesuai dengan opini DPS maka mereka akan memasukkan sebagai temuan hari H yang akan dilaporkan dalam laporan pengawasan DPS. dari situ DPS akan melakukan cross ceck jenis terkait untuk dimintai keterangan, ananlisis seperti itu yg dilakukan.” Sedangkan menurut pak Muhamad Nadratuzzaman Hosen: “Bahwa dalam pengawasan bank syariah maka harus dibangun suatu sistem yang sangat independen tanpa pengaruh dari siapa pun. Jadi pihak kepatuhan bank syraiah harus bisa membuktikan bahwa bank syariah telah patuh pada syariat Islam.96 Dalam Peraturan Bank Indonesia Pada dasarnya rapat dewan pengawas syariah dilakukan minimal satu bulan sekali dalam lembaga keuanggan syariah. Hasil penelitian penulis terhadap DPS bank BRI syariah bahwa Rapat rutin yang diadakan DPS dua mingguan. Jika setahun itu ada 52 minggu maka rapat yang diadakan oleh DPS itu sebanyak 26 kali dan DPS Bank BRI Syariah telah mengeluarkan opini syariahnya sebanyak 61 opini. Hal ini menunjukan bahwa DPS Bank BRI Syariah telah melaksanakan tugasnya secara optimal. Selain opini syariah hal-hal yang dimuat dalam laporan pengawasan DPS itu adalah tentang kegiatan CSR yang di-promote 96 Wawancara pribadi dengan bapak Muhamad Nadratuzzaman Hosen, pada 22 februari 2011. 81 oleh DPS, seperti kegiatan tebar hewan kurban yang bekerja sama dengan pihak baznas. Karena Tugas DPS itu tidak hanya memberikan opini terhadap produk tetapi juga mengembang tumbuhkan institusi perbankan syariah yang mereka awasi.97 Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada perbankan dan lembaga keuangan syariah. Untuk menjamin efektifitas kinerja DPS Selain dilihat dari pelaksanaan tugastugasnya, efektifitas anggota DPS harus terdiri dalam melakukan tugasnya sebagai pengawas hendaknya bisa independen, tanpa adanya pengaruh dari pihak manapun baik dari pihak bank maupun dari pihak selain bank. Menurut bapak gunawan yasni yang menjabat sebagai anggota DPS di Bank BRI Syariah, bahwa anggota DPS yang ada di BRI Syariah dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengawas bank sangat independen, dan tidak ada intervensi dari pihak bank, yang ada hanyalah kordinasi dan eksistensi dari pihak bank sehingga DPS dapat bekerjasama dalam menjalankan tugasnya. Dalam hal efektifitasnya kinerja DPS sebagai pengawas maka menurut Bapak Lukita: “Kalau SOP tidak ada, jadi DPS sendiri mempunyai aturan main, punya pedoman kerja dewan pengawas syariah. Mereka ditetapkan berapa kali untuk sidang dalam melakukan rapat, terus mereka harus mereportnya dan komponennya juga banyak. Misalnya mereka tidak boleh menjadi konsultan tempat lain nah prosesnya seperti itu. Kita bersyukur DPS kita support dan aktif, mix antara yang senior dan yang muda dan kesibukannya juga masih toleransi dengan kegiatan BRI Syariah.” 97 Ibid 82 Peran utama para ulama dalam DPS adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah. Hal ini karena transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika dibanding bank konvensional. Karena itu diperlukan garis panduan (guidelines) yang mengaturnya. Garis panduan itu disusun dan ditentukan oleh DSN. DPS juga harus mengikuti perkembangan dari fatwa-fatwa DSN yang merupakan otoritas tertinggi dalam mengeluarkan fatwa mengenai kesesuaian produk dan jasa bank dengan ketentuan dan prinsip syariah. Dalam menjalankan pengawasan di Bank BRI Syariah yang berada di berbagai daerah di seluruh Indonesia yang dilakukan oleh DPS menurut pemaparan bapak Lukita adalah: “Kita ada internal audit, internal audit juga punya banyak wakil di setiap cabang namanya resident auditor jadi resident auditor mempunyai cek listnya juga terhadap hal-hal yang harus diaudit dari sisi syariah. Jadi ya berjenjang dan sewaktu-wakyu DPS datang untuk mengawasi cabang tapi pastinya dia datang dengan membawa research. DPS punya jaringan, punya proses yang terjadi setiap cabang jadi tiap ada alarm berbunyi dia akan datang tapi selama alarmnya tidak berbunyi maka berati keadaannya baik-baik saja. Kita punya internal audit dan internal audit juga punya pasukan disetiap cabang terus ada lagi yang namanya unit syariah complience yang melakukan cross ceck setiap komite pembiayaan kalau mau keluar uang. Jadi banyak mekanismenya.” Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, DPS wajib mengikuti fatwa DSN yang merupakan otoritas tertinggi dalam mengeluarkan fatwa mengenai kesesuaian produk dan jasa bank dengan ketentuan dan prinsip syariah. Tugas utama 83 DPS adalah mengawasi kegiatan usaha bank agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prisnip syariah yang telah difatwakan oleh DSN. Maka dari itu agar kinerja DPS sebagai dewan pengawas yang menjamin bank syariah yang mereka awasi itu benarbenar telah sesuai dengan aturan syariah maka dibutuhkan cek list terhadap semua kegiatan bank syariah yang mereka awasi.98 Menurut hasil penelitian Bank Indonesia (BI) pada tahun 2008 yang bekerjasama dengan ernst dan young.99 salah satu masalah utama dalam implementasi manajemen resiko di perbankan syariah adalah peran DPS yang belum optimal. Jenis manajemen yang terkait erat dengan peran DPS adalah resiko reputasi yang selanjutnya berdampak pada displaced commercial risk, seperti resiko likuiditas dan resiko lainnya. Jika peran DPS tidak optimal dalam melakukan pengawsan syariah terhadap praktik syariah sehingga berakibat pada pelanggaran syariah compliance, maka citra dan kredibilitas Bank Syariah di mata masyarakat menjadi negatif, sehingga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada bank syariah yang bersangkutan. Disinilah peran DPS perlu dioptimalkan, agar DPS bisa memastikan segala produk dan sistem operasional Bank Syariah benar-benar sesuai syariah. Untuk melaksanakan tugas tersebut seorang DPS harus memenuhi syarat tertentu yaitu pertama, menguasai ilmu fiqih muamalat. Kedua, menguasai ilmu ekonomi dan ilmu 98 99 Wawancara pribadi dengan bapak Muhamad Nadratuzzaman Hosen, pada 22 februari 2011. Sharing. Edisi 26 84 perbankan serta berpengalaman luas di bidang hukum Islam. Hal ini penting agar kinerja DPS sebagai dewan pengawas benar-benar berjalan secara optimal. Menurut pak Muhamad Nadratuzzaman Hosen: “Sistemnya harus dibangun, sehingga pihak kepatuhan bank syariah itu bisa meyakinkan bahwa bank syariah tersebut telah patuh syariah. Maka dari itu hendaklah peran DPS di bank syariah itu harus dimaksimalkan lagi, jadi penglibatan DPS pada kegiatan DPS di bank syariah jangan setengah hati dan hanya sebatas formalitas saja. karena pada kenyataannya yang saya dengar masih banyak peyimpangan yanng terjadi di bank syariah.”100 Ada pun anggota Dewan Pengawas Syariah di Bank BRI Syariah mereka adalah: 1. Bapak Didin Hafiduddin 2. Asmuni Abdurrachman 3. Gunawan Yasni Sedangkan untuk menjadi anggota DPS Menurut bapak Gunawan Yasni haruslah memenuhi kriteria sebagaimana penuturan beliau sebagai berikut: “Yang paling utama pastinya memahami fiqih muamalat. Seorang anggota DPS itu harus memahami Fiqih muamalat itu ga boleh ga dan akan lebih bagus. saya kebetulan lebih dulu memahami ekonomi, keuangan jadi praktisi di konvensional kemudian saya memahami fiqih muamalat jadi bisa tau secara menyeluruh. Jadi tidak hanya fiqih muamalat saja tapi langsung pada praktek-praktek yang berlaku. Nah itu sangat menguntung jadi kalau seorang DPS tidak hanya memahami muamalat tapi juga mempunyai pemahaman dan mungkin penghayatan karena dia dulunya adalah seorang praktisi juga di bidang keuangan dan perbankan gitu. Itu akan menambah 100 2011. Wawancara pribadi dengan Bapak Muhamad Nadratuzzaman Hosen, pada 22 februari 85 daya gayut atau taqaddumiyyah dalam bahasa arabnya. Daya gayut dia dalam mengawasi pelaksanaan kontrak, transaksi perbankan dan hukum syariah jadi ilmunya sudah kompleks tapi DPS di Bank BRI Syariah khususnya ya alhamdulillah kita punya misalnya pak didin hafiduddin orang yang mengerti di fiqih muamalat dan berkecimpung dalam zakat dan infaq, shadaqah,wakaf. Pak asmuni abdurrahcman orang lebih banyak di ormas muhammadiyyah tapi dia sedikit banyak tentu dia memahami fiqih secara umum baik fiqih ibadah atau fiqih muamalat dan dilengkapi dengan saya yang juga fiqih muamalat tapi juga banyak kesempatan sebelum saya jadi DPS saya belasan tahun malang melintang di dunia keuangan dan perbankan. Jadi cukup lengkaplah kalau menurut saya. Gabungan dari anggota-anggotanaya ya bukan hanya satu individu. Tapi alangkah baiknya kalau individu punya pengetahuan yang lengkap gitu dengan sendirinya lebih komprehenship tapi tidak mungkinlah ya orang setiap anggota bisa seperti itu. Yang paling pokok itu adalah kombinasi orang-orang yang faqih sekali, ada yang memahami fiqih muamalat tapi juga memahami secara detail mengenai praktek perbanakan dan keuangan itu lebih baik. Jangan sampai misalnaya DPS itu cuma terdiri dari orangorang yang faqih secara fiqih saja tapi tidak ada pemahaman, pengahayatan di bidang yang dia awasi itu cacat juga, syukur alhamdulillah disini ada kombinasi.”101 Harapan DPS ke depan terhadap perkembangan Bank BRI Syariah : Kondisi perbankan syariah saat ini dengan segala kekurangan dan kelebihannya haruslah menjadi titik evaluasi dan motivasi untuk lebih mengembangkan perbankan syariah agar peran dari perbankan syariah sendiri lebih bisa dirasakan oleh masyarakat Indonesia dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya, Perbankan syariah pun diharapkan dalam arah pengembangannya ke depan lebih dapat menggambarkan bentuk Islam dalam ekonomi secara sempurna khususnya aspek aplikasi perbankan. 101 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, anggota DPS di Bank BRI Syariah. Jakarta 13 oktober 2010 86 Kehadiran para anggota DPS di bank syariah mutlak dibutuhkan, menurut bapak Lukita Tri Prakasa: “Sangat karena kita kan bank 70% persen karyawan berasal dari non bank syariah tentunya itu beban tersendiri bagi DPS untuk melakukan sosialisasi fatwa yang ada. Mereka harus mengajarkan apa itu ekonomi syariah, mekanisme skim-skim yang ada, kalau DPSnya tidak menguasai skema syariah ya itu tentunya produk kita akan susah tembus ke Bank Indonesia. kita punya DPS yang kuat, walaupun untuk ke Bank Indonesia lancer tapi tetap berjenjang untuk bisa ke BI. Jadi BI akan konsen terhadap sisi syariah itu sendiri. Kita dulu pernah mau meluncurkan produk murabahah beli emas secara cicil, DPS Bank BRI Syariah sudah menyetujui karena pegadaian juga sudah melakukan itu. Tapi Bank Indonesia tidak menyetujui hal itu dikarenakan bank Indonesia masih ragu karena masih ada mazhab yang melarang memperjualbelikan emas. Sedang di lembaga gadai tidak dipermasalahkan karena pegadaian memang tidak melewati Bank Indonesia, jadi kita bahas dulu di DSN. Jadi amat sangat berlapis untuk melakukan suatu produk itu syariah atau tidak syariah. Di DSN debat lagi akhirnya tidak boleh tapi untuk pegadaian berhubung sudah terlanjur diperbolehkan.” Produk yang ada di Bank Syariah merupakan aspek yang sangat berpengaruh terhadap Perkembangan Bank Syariah di Indonesia, untuk itu dalam mengeluarkan produk ada hal penting yang harus diperhatikan yaitu kesenjangan antara kebutuhan dan pengetahuan masyarakat terhadap produk yang ada di Bank Syariah maka dari itu dalam menciptakan produk hendaklah memperhatikan kebutuhan masyarakat. Terkait dengan hal tersebut harapan DPS Bank BRI Syariah ke depan adalah tercipta Inovasi produk bank syariah yang tidak “mirroring” atau sekedar bercermin ke Bank Konvensional, semua produk yang ada di konvensional harus ada di Bank Syariah dengan cara mensyariahkan produk-produk yang ada di Bank Konvensional. Akan 87 tetapi produk yang keluarkan bank itu hendaknya benar-benar mengandung maslahat, thoyib, dan halal.102 a. Maslahat Maslahat merupakan segala sesuatu yang ada kandungan manfaatnya baik itu lewat pencarian suatu manfaat atau penghindaran suatu bahaya atau kerusakan. Jadi bank yang akan mengeluarkan produk harus melihat kebutuhan masyarakat, yang mengandung maslahat bagi masyarakat yang menjadi nasabah Bank BRI Syariah. b. Thoyib atau keunggulan dari produk tersebut. c. Halal, Halal ini masuk kategori terakhir karena pada dasarnya setiap produk itu harus halal.103 Dengan ketiga poin ini produk yang ada di Bank BRI Syariah dapat menjadi bank yang beroperasi sesuai syariah sebagaimana yang diharapkan masyarakat yaitu Bank Islam yang murni dari terhindar dari hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. 102 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, anggota DPS di Bank BRI Syariah. Jakarta 13 oktober 2010 103 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, anggota DPS di Bank BRI Syariah. Jakarta 13 oktober 2010 88 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Bab ini merupakan penutup dari seluruh rangkaian penulisan skripsi. Inti dari pembahasan yang ada di dalamnya adalah mengenai peran dewan pengawas syariah dalam pengawasan pelaksanaan kontrak di Bank BRI syariah. Penulis, dalam beberapa waktu, melakukan penelitian lapangan dengan mendatangi langsung dan melakukan wawancara terhadap sumber yang kompeten dalam menjelaskan tentang permasalahan yang coba diuraikan oleh penulis. Dalam memberikan kesimpulan, dituntut untuk benar-benar objektif, dalam arti memaparkan semua data yang didapat dan memberikan kesimpulan yang sebisa mungkin mendekati kenyataan lapangan. Semakin objektif kesimpulan yang diberikan, maka semakin akurat sikap yang bisa dilakukan. Penulis menyimpulkan bahwa kedudukan dan fungsi DPS dalam pembuatan draft kontrak Bank BRI Syariah telah sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia bagian dewan pengawas syariah pasal 47. Secara umum hal yang dilakukan DPS terkait dengan pembuatan draft kontrak yang ada di Bank BRI Syariah adalah mengawasi segala bentuk kegiatan yang berhubungan dengan akad-akad yang ada di bank. Pengawasan tersebut juga berwujud seperti membakukan dan mengesahkan 88 89 standar akad, yang akan berlaku nasional dalam arti berlaku di semua cabang BRI Syariah, juga membantu pihak legal dalam mensosialisasikan ke cabang-cabang Bank BRI Syariah ke account-account officer di daerah-daerah. Sedangkan peran utama DPS dalam mengawasi pelaksanaan kontrak di Bank BRI Syariah, yang juga dibuat dengan melibatkan DPS diantaranya memeriksa dan mengawasi, dalam artian memastian bahwa pelaksanaan kontrak yang ada di bank telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. DPS memonitoring secara langsung pelaksanaan kontrak yang ada di BRI Syariah tersebut. Hal ini dilakukan juga untuk meminimalisir pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan seperti pelanggaran minor seperti yang dijelaskan di bab IV sub bab B. pengawasan pelaksanaan kontrak disini DPS bekerja sama dengan kepanjangan tangannya yaitu fungsi kepatuhan dan fungsi internal audit. Dengan kerjasama dan kordinasi ini pengawasan terhadap kegiatan bank bisa tercover dengan baik sehingga pelanggaran prinsip syariah pada pelaksanaan kontrak di Bank BRI Syariah bisa dihindari. Tetapi yang menjadi kendala disini adalah DPS hanya terfokus pada BRI Syariah pusat. Sehingga bank BRI Syariah cabang-cabang yang ada di daerah jauh dari pusat sulit memantaunya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis menilai bahwasahnya dengan ketiga anggota DPS yang terdiri dari ahli ilmu fiqih dan ahli dalam ilmu perbankan sehingga dapat saling bersinergi dengan baik. Sehingga kinerja DPS dalam pengawasan pelaksanaan kontrak yang ada di BRI syariah telah berfungsi 90 sebagaimana mestinya. Dalam arti maksimalnya fungsi dan peran disini, hal ini bisa terlihat dari laporan pengawasan yang mereka serahkan pada stakeholdernya yaitu Bank Indonesia, DSN-MUI, dan RUPS Bank BRI Syariah. Walaupun yang menjadi kritik saya bahwa semua DPS di bank BRI Syariah bekerja secara aktif. B. Saran-saran Untuk mengakhiri uraian skripsi ini, beberapa saran berikut kirannya bermanfaat untuk dikemukakan: 1. Mengingat banyaknya transaksi yang ada di Bank syari’ah, dengan kerja DPS yang cukup optimal hendaknya lebih ditingkatkan lagi kinerjanya. Sehingga semua transaksi yang ada di Bank Syariah benar murni sesuai prinsip syariah, tidak ada lagi pelanggaran di bank sekecil apapun itu. Sehingga Bank BRI Syariah menjadi contoh bagi Bank Syariah lainnya di Indonesia. 2. Dalam pengawasan kegiatan bank yang ada di daerah baiknya jika cabangcabang Bank BRI Syariah pun harus memiliki DPS. Hal ini sejalan dengan semakin meluasnya kantor cabang perbankan syari’ah ke berbagai wilayah provinsi, bahkan kabupaten atau kota. Hal ini penting agar penerapan prinsip syari’ah lebih terjamin di daerah-daerah. Hampir mustahil DPS yang berdomisili di Pusat dapat memeriksa dan mengawasi praktek kontrak-kontrak yang dilaksanakan Bank Syari’ah di daerah. Bila hal ini diabaikan, maka pelanggaran prinsip syari’ah kemungkinan akan terjadi. 91 3. Untuk memaksimalkan kinerja DPS dalam menjamin bahwa bank syariah yang mereka awasi itu telah berjalan sesuai syariah maka ada baiknya ada semacam cek list terhadap semua kegiatan bank syariah agar semua kegiatan bank benar bisa terkendali dan terjamin kemurniannya terhadap pelanggaran yang dilarang syariah. 4. Untuk menjamin dipraktekkannya sistem syariah secara konsisten di lembaga keuangan syariah, hendaknya peranan DPS dapat ditingkatkan lagi secara optimal dan signifikan dengan memposisikan DPS sejajar dengan Komisaris, dan Ketentuan ini seyogyanya masuk dalam Undang-Undang Perbankan Syari’ah. sehingga perannya dan kedudukannya sangat kuat di Bank Syariah. 5. Dan yang terakhir hendak semua DPS bisa ikut andil dalam menjalankan tugas sebagai dewan pengawas syariah, bukan hanya sekedar pajangan nama. 92 DAFTAR PUSAKA Agustianto, Optimalisasi Dewan Pengawas Syariah. Diakses pada tanggal 4 April 2010. www.agustianto.niriah.com Abrar sholikhin, Perkembangan Perbankan Syariah Mengkhawatirkan, Sangat Beresiko Menjalankan Prinsip Menyimpang dari Syariah. Dimana Peran BI & Dewan Pengawas Syariah?. Diakses pada 04 April 2010 dari http://abrarsolikhin.blogspot.com/2009/05/perkembangan-perbankansyariah.html Ahdiana Yuni Lestari dan Endang Heriyani, Dasar-Dasar Pembuatan Kontrak dan Akad, Jakarta, PT. Mocomedia, 2009. Al-harist jaribah bin ahmad, Fikih Ekonomi Umar Bin Al-Khathab, Jakarta, KHALIFAH Pustaka Al-Kaustar Group, 2006. Al-Shodiq, Mukhtar, Briefcasebooks Edukasi Professional Syariah: Fatwa-Fatwa Syariah Kontemporer, Jakarta, Renaisan, 2005, Al-Shodiq, Mukhtar, Briefcasebooks Edukasi Professional Syariah: Akad Bank Syariah, Jakarta, PT. Renaisan, 2005. Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta, PT. Gema Insani, 2005. AriKunto, Suharsimi, Manajemen Penelitian, Jakarta, PT. Rineka Cipta,1993, cet ke2. Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed III, Jakarta, Balai Pusaka, 2005. DSN-MUI dan BI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional untuk Lembaga Keuangan Syariah , Jakarta: DSN-MUI dan BI , 2001. Cet pertama, h. iii-iv. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 44/dsn-mui/viii/2004 93 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional NO: 01/DSN-MUI/IV/2000 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 02/DSN-MUI/IV/2000 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 03/dsn-mui/iv/2000 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 04/Dsn-Mui/Iv/2000 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 05/Dsn-Mui/Iv/2000 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 06/Dsn-Mui/Iv/2000 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 07/Dsn-Mui/Iv/2000 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 08/Dsn-Mui/Iv/2000 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 09/Dsn-Mui/Iv/2000 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 11/Dsn-Mui/Iv/2000 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 19/dsn-mui/iv/2001 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 28/Dsn-Mui/Iii/2002 Gufron, Sofiniyah, Briefcase Books Edukasi Professional Syariah: System dan Mekanisme Pengawasan Syariah, Jakarta, PT. Renaisan, 2005. Hadari Nawawi, Buku Manajemen SDM Untuk Bisnis yang Kompetitif, Yogyakarta, PT. Gajah Maja University press, 2006. Handoko, T. Hani, Manajemen, Yogyakarta : BPFE, 1998. edisi ke 2. Harahap, Sofyan Syafri, Auditing Dalam Perspektif Islam, Jakarta, PT. Pustaka Quantum, 2002. Huda Nurul dan Edwin Nasution Mustafa, Curent Issues Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta, PT. Kencana, 2009. Karim A. Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuanan, Jakarta, PT. Grafindo Persada, 2010. 94 Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, tahun 2008, (Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia. Majalah Sharing. Edisi 26 Moeloeng J. Lexi, Metodologi Penelitian Kualitatif , Bandung, PT. Remaja Rosda Karya, 2001. Pembiayaan, diakses pada 20 oktober 2010 dari http://www.brisyariah.co.id/ Pendanaan, diakses pada 20 oktober 2010 dari http://www.brisyariah.co.id/ Peraturan Bank Indonesia NO. 11/33/PBI 2009 Tentang pelaksanaan GCG pada bank umum syariah dan unit usaha syariah. Pasal 47 Rifkadejayu, Dewan Pengawas Syariah Gaji Buta dan Sekedar Pajangan, di akses pada 11 agustus 2010 dari http://bloggercompetition.kompasiana.com/2009/06/dewan-pengawassyariah-gajibuta-sekedar-pajangan/ Salim, Hukum kontrak teori dan teknik penyusunan kontrak, Jakarta, PT. Sinar Grafika, 2010. Sejarah BRISyariah, diakses pada 20 oktober 2010 dari http://www.brisyariah.co.id/ Struktur Organisasi, diakses pada 20 oktober 2010 dari http://www.brisyariah.co.id/ Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, PT. Intermasa, 2005. Suprayogi Noven, Dps dan Pengawasan Internal Syariah pada Bank Syariah, diakses pada 17 oktober 2010 dari www.skripsi net/dps-dan-pengawasaninternal-syariah.html Surat Edaran Bank Indonesia no. 12/ 13/ DPbS. Tahun 2010 tentang pelaksanaan GCG pada bank umum syariah Surat Edaran no. 12/13/DPbS/2010 tentang Pelaksanaan Good Corporate Goverment bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 95 Susanto Baharuddin, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta, UII Press Yogyakarta, 2008. Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jakarta, PT. Logos Wacana Ilmu, 2005. Jilid 1 Visi Misi, diakses pada 20 oktober 2010 dari http://www.brisyariah.co.id/ Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, anggota DPS di Bank BRI Syariah. Jakarta, 13 oktober 2010