BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AGITASI PASKA ANESTESI

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 AGITASI PASKA ANESTESI
Pembedahan dan anestesi dapat menimbulkan stress emosional pada anak dan
orang tua. Hal ini dapat terjadi pada saat preoperatif dan post operatif. Untuk
meminimalisasi stress emosional anestesi dan pembedahan, anestesiologis harus
memahami perkembangan mental anak dan bagaimana caranya untuk mengatasi
hal ini. 19-24
Senyawa inhalasi telah menjadi tulang punggung anestesi umum pada
pasien pediatrik sejak anestesi umum pertama kali diberikan kepada pasien
pediatrik pada pertengahan abad ke-19.1 Karena baunya yang menyenangkan,
iritabilitas saluran nafas minimal dan menjadikan sevoflurane sangat baik untuk
induksi inhalasi. Induksi dan pemulihan yang cepat, serta mudahnya pengendalian
kedalaman anestesi membuatnya sebagai obat anestesi yang ideal untuk anestesi
pediatrik. Pemulihan dari anestesi umum lebih cepat dengan sevoflurane dan telah
terbukti pada sebagian besar penelitian, karena kelarutan yang rendah dan
eliminasi sevoflurane lebih cepat daripada obat anestesi inhalasi lainnya. 1,25
Saat pemulihan anestesi diidentifikasi adanya agitasi dan merupakan
masalah pada anak. Manifestasinya bisa berupa perubahan perilaku, mulai dari
menangis, iritabel sampai kehilangan kendali yang berat, dan keadaan ini pada
puncaknya bisa beresiko melukai diri sendiri. Prevalensi terjadinya agitasi
berkisar antara 10-67%. Agitasi adalah suatu tingkat kesadaran yang mengalami
disosiasi sehingga anak menjadi tidak tenang, iritatif, tidak bisa diatur, atau tidak
bisa bekerja sama. Secara karakteristis, anak ini tidak mengenali atau
mengidentifikasi orang atau beda yang telah dikenal baik olehnya. Para orang tua
yang menyaksikan keadaan ini biasanya menyatakan bahwa perilaku ini tidak
biasa dan bukan merupakan kebiasaan anak mereka. 3
9
Universitas Sumatera Utara
Kejadian agitasi lebih besar pada anak yang diberi anestesi dengan
sevoflurane dibandingkan dengan anak yang diberi anestesi dengan halotan.
Sevoflurane dapat mempredisposisi pasien tertentu ke paranoid. Faktor-faktor
yang menyebabkan agitasi pada anak ini di antaranya adalah usia, obat inhalasi,
perilaku sebelum operasi, cemas, peranan orang tua saat bangun dari anestesi,
obat-obatan tambahan, nyeri dan jenis operasi. 3,25,26
2.1.1 Etiologi
Etiologi terjadinya agitasi belum dapat diketahui dengan pasti. Namun ada
beberapa hal yang mungkin dapat mempengaruhi terjadinya agitasi.
2.1.1.1 Faktor Yang Berhubungan Dengan Anestesi
a. Pulih sadar yang cepat
Agitasi paska anestesi terlihat lebih sering terjadi pada anestesi inhalasi yang baru,
solubilitas lebih rendah seperti desflurane dan sevoflurane. Ada satu postulasi
yang menyatakan bahwa pulih sadar yang cepat setelah penggunaan anestesi
inhalasi dengan solubilitas rendah menginisiasi terjadinya agitasi paska anestesi di
mana pasien anak biasanya tidak mengenali lingkungan sekitarnya sehingga
terjadi perubahan perilaku yang agresif. Anak yang sudah besar dan dewasa dapat
berorientasi terhadap perubahan lingkungan dengan baik, namun anak yang belum
memasuki usia sekolah (preschool-aged) lebih rentan terhadap stress dalam
menghadapi perubahan lingkungan, cenderung menjadi agitasi dan delirium. 25,26
b. Karakteristik Intrinsik dari Anestetik
Banyak peneliti mendokumentasikan bahwa agitasi/delirium paska anestesi
setelah sevoflurane lebih banyak daripada paska anestesi dengan halotan. Sangat
sedikit studi yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan di
antara ke dua agen inhalasi tersebut.25
Beberapa peneliti berpendapat ada 2 karakteristik unik dari sevofluran
yang mampu menimbulkan agitasi paska anestesi. Yang pertama, sevoflurane
10
Universitas Sumatera Utara
memberikan efek samping yang mengiritasi susunan syaraf pusat. Yang kedua,
walaupun produk degradasi sevoflurane tidak menimbulkan kerusakan organ,
namun masih sangat sedikit data yang memperlihatkan interaksi obat dengan
medikasi lainnya. Aktivitas gelombang epilepsi telah dilaporkan terdapat pada
pasien yang menghirup sevoflurane. Namun kasus yang terjadi masih sangat
sedikit dan sporadik.25,27,28
Agitasi paska anestesi tidak hanya terdapat pada sevoflurane dan
desflurane namun juga isoflurane walaupun dengan jumlah yang lebih sedikit.
Anak yang mendapat anestesi inhalasi dengan sevoflurane/isoflurane untuk
induksi maupun rumatan akan mendapatkan kemungkinan terjadinya agitasi paska
anestesi 2 kali lipat daripada menggunakan anestesi regimen lain. Dengan
pertimbangan adanya perubahan gelombang EEG yang diakibatkan sevoflurane
yang mirip dengan gelombang EEG yang diakibatkan isoflurane dan desflurane,
namun berbeda dengan gelombang EEG yang diperlihatkan oleh halothan. Oleh
karena itu agitasi paska pulih sadar ini mungkin berhubungan dengan efek CNS
yang mirip di antara ketiga agen inhalasi ini dan dapat mempengaruhi aktivitas
otak dengan mengganggu keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi sinaps di
susunan syaraf pusat.25
2.1.1.2 Faktor Yang Berhubungan Dengan Pembedahan
a. Nyeri
Nyeri paska operasi menjadi variabel yang penting dalam menilai perubahan
perilaku agitasi paska anestesi, apalagi pada operasi singkat di mana masa puncak
kerja dari analgetik itu belum tercapai hingga anak bangun dari anestesi. 25
Agitasi paska anestesi diobservasi pada tindakan yang menimbulkan nyeri
maupunyang tidak. Weldon et al meneliti 80 anak yang dipremedikasi dengan
diazepam per oral umur 12 bulan hingga 6 tahun yang menjalani operasi hernia
inguinal, di mana pasien sudah mendapatkan analgetik paska operasi dengan
anestesi kaudal. 5 menit setelah kedatangan pasien di ruang pemulihan, agitasi
terlihat lebih sering timbul pada anak yang dianestesi dengan sevoflurane daripada
11
Universitas Sumatera Utara
halothan. Insidensi agitasi yang lebih tinggi juga terlihat pada pasien yang
mendapatkan anestesi sevoflurane untuk intervensi tanpa nyeri, seperti
pemeriksaan radiologis magnetic resonance imaging (MRI) dan pemeriksaan
mata. Sebaliknya, untuk prosedur yang sama pasien anak yang dianestesi dengan
propofol dan halotan ternyata tidak mengakibatkan agitasi. Penemuan ini yang
memperlihatkan bahwa agitasi paska anestesi adalah hal yang terpisah dari rasa
nyeri.2,25
b. Jenis operasi
Prosedur pembedahan yang melibatkan tonsil, tiroid, telinga bagian tengah dan
mata dilaporkan memiliki insidensi agitasi paska operasi yang lebih tinggi.
Namun belum ada data ilmiah terbaru yang dapat mendukung pernyataan ini.29,30
2.1.1.3 Faktor yang berhubungan dengan Pasien
a. Umur
Aono et al menemukan bahwa agitasi paska anestesi terlihat lebih sering pada
sevoflurane dibandingkan dengan halothan pada anak umur 3-6 tahun (40% vs
10%). Peneliti mengemukakan bahwa hal ini terjadi oleh karena fase pulih sadar
yang cepat dan psikologis yang immatur. Di sisi lain, ada sejumlah peneliti yang
mengemukakan peran maturitas dari otak dan perkembangan psikologis dari anak
merupakan salah satu penyebab terjadinya agitasi paska anestesi. Otak anak
memiliki lebih sedikit asetilkolin, NAdr, GABA dan dopamine.25,28
b. Kecemasan Preoperasi
Keadaan sebelum masuk ke kamar operasi dapat memberikan ketidaknyamanan
dan rasa cemas pada anak-anak yang berpengaruh terhadap mental anak. Hal ini
akan berpengaruh terhadap respon tubuh untuk melepaskan katekolamin sehingga
dapat mengakibatkan peningkatan laju jantung, kontraksi otot jantung,
vasokonstriksi arteri, peningkatan kadar gula darah dan lain; keadaan tersebut
dapat memperberat kondisi anak sebelum masuk ke kamar operasi.18,19,20
12
Universitas Sumatera Utara
Prevalensi kecemasan pada anak-anak sewaktu preoperative sangat sulit
diperkirakan. Hal ini berhubungan dengan pengukuran dan perkembangan mental
anak yang bervariasi. Namun, dapat diperkirakan lebih dari 75% anak-anak
dilaporkan mengalami kecemasan preoperatif.18
Kecemasan preoperatif yang tinggi dari anak dihubungkan dengan agitasi
pulih sadar paska anestesi. Penelitian Kain et al menunjukkan pada sebuah studi
yang melibatkan 241 anak bahwa kecemasan preoperatif berhubungan dengan
nyeri paska operasi dan perubahan perilaku. Namun tidak bisa ditentukan secara
pasti apakah ini berhubungan ataupun merupakan efek-kausa.25
Gambar 2.1.1. Respon Fisiologis Terhadap Kecemasan20
13
Universitas Sumatera Utara
c. Temperamen Anak
Anak-anak yang lebih emosional, impulsif, kurang bersosial dan tidak dapat
beradaptasi baik dengan lingkungan akan beresiko mengalami agitasi pulih sadar
paska anestesi. 25
2.1.2 Obat Adjuvant Pada Anestesi Umum Untuk Mengurangi Agitasi Paska
Anestesi
Penatalaksanaan Agitasi biasanya dimulai dengan mengeliminasi penyebab lain
termasuk hipoksia (walaupun sulit untuk mendapatkan pembacaan pulse oximetry
yang akurat pada anak yang gelisah) dan nyeri. Yakinkan orang tua, yang
biasanya sangat tertekan melihat perilaku anak yang gelisah, untuk menghindari
anak melukai dirinya sendiri. Sebagian besar anak-anak hanya butuh waktu dan
observasi sampai dia tenang, namun intervensi farmakologis memberikan efek
yang menguntungkan.8
Beberapa obat telah digunakan sebagai adjuvant pada anestesi umum yang
ditujukan untuk menurunkan agitasi paska anestesi.
Propofol memperlama pulih sadar dan menurunkan agitasi paska anestesi
tergantung dari waktu pemberiannya. Oleh karena obat ini bekerja dalam durasi
yang singkat, maka propofol yang diberikan pada saat induksi tidak mampu
mencegah agitasi paska anestesi. Aouad et al dan berbagai studi lainnya
memperlihatkan penurunan insidensi agitasi pulih sadar paska anestesi jika
propofol 1 mg/kgBB/iv diberikan pada akhir pembedahan, sehingga plasma
konsentrasi dari propofol dapat tercukupi dan efektif.4,25,27,28,31
Fentanyl, α agonis termasuk klonidin dan dexmedetomidine, ketamine
menunjukkan bahwa obat ini efektif dalam menurunkan insidensi terjadinya
agitasi paska anestesi.4,31
Fentanyl adalah opioid yang poten, yang dapat menurunkan agitasi paska
anestesi sevoflurane dan desflurane dengan efikasi yang tinggi sebagai analgesia
preoperative dan mempunyai efek sedasi. Cravero et al meneliti bahwa fentanyl 1
14
Universitas Sumatera Utara
µg/kgBB IV yang diberikan 10 menit sebelum anestesi dihentikan pada pasien
yang menjalani prosedur bebas nyeri yaitu MRI (Magnetic Resonance Imaging)
dapat menurunkan angka agitasi hingga 12%-56%. Inomata et al meneliti efek
fentanyl pada pasien anak yang diberi sevoflurane untuk mencegah agitasi paska
anestesi. Peneliti merekomendasikan pemberian bolus 2 µg/kgBB/iv diikuti
dengan infus kontinyu 1µg/kgBB/iv untuk proses pulih sadar yang nyaman.
Intrasanal fentanyl 2 µg/kgBB/iv pada prosedur dengan nyeri sedang juga dapat
menurunkan agitasi.4,31
Dexmedetomidine, suatu α2 agonis selektif memiliki efek sedasi dan
ansiolitik melalui pemberian intravena. Isik et al dan 2 studi lainnya
memperlihatkan adanya penurunan insidensi dari agitasi paska anestesi berkisar
antara 4.8% dan 17% tanpa efek hemodinamik dengan pemberian intravena dosis
0.3-1 µg/kgBB/iv setelah induksi anestesi.4,31
Oleh karena efek sedasi dan analgesinya, klonidin 2-3 µg/kgBB/iv setelah
induksi menurunkan agitasi paska anestesi hingga 10% seperti yang telah
didokumentasikan oleh Bock et al dan Kulka et al. Bock et al juga mencatat
bahwa efek dari klonidin tidak bergantung pada rute pemberian obat, baik kaudal
maupun intravena. Bahkan α2 agonis menurunkan agitasi paska anestesi oleh
karena efek analgesia serta kemampuannya dalam mengurangi kebutuhan obat
anestesi lainnya.4,31
Ketamine yang merupakan antagonis reseptor dari N-Methyl-D-Aspartate,
menghasilkan efek analgesia dan efek mengurangi dosis opioid pada dosis rendah.
Dalens et al menunjukkan bahwa pemberian ketamine 0.25 mg/kgBB/iv pada
akhir anestesi dengan sevoflurane pasien anak yang menjalani MRI dapat
menurunkan agitasi tanpa ada penundaan pulih sadar. Bahkan, Lee et al
membandingkan ketamine 0.25 mg/kgBB/iv dan 0.5 mg/kgBB/iv yang
menunjukkan insidensi agitasi yang sama namun dengan skor nyeri yang lebih
rendah pada dosis ketamin yang lebih besar.2,4,31 Ketamin hidroklorida bekerja
15
Universitas Sumatera Utara
secara antagonis non kompetitif pada reseptor NMDA. Pada pasien dewasa,
diketahui bahwa ketamine mempunyai efek analgesik dan efek antisensitisasi.15
Tropisetron sebagai 5HT3 antagonis juga menurunkan agitasi paska
anestesi jika dibandingkan dengan placebo (32% vs 62%). Namun, mekanisme
kerjanya belum jelas sebagaimana dikemukakan oleh Lankinen et al. 2,4,31
Obat analgesik juga sudah banyak diteliti khasiatnya untuk mencegah
agitasi paska anestesi dengan sevoflurane. Termasuk di dalamnya adalah anestesi
lokal, obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan antagonis reseptor N-MethylD-Aspartate (NMDA). Anestesi lokal dan OAINS berhubungan dengan
vasokonstriksi dan peningkatan resiko perdarahan pada daerah operasi. 15
2.1.3 Penilaian Agitasi Paska Anestesi
Sikich dan Lerman mengembangkan “Pediatric Anesthesia Emergence Delirium
Scale” atau PAED untuk mendefinisikan terjadinya agitasi paska anestesi.
Skornya berkorelasi dengan umur, lama bangun dan penggunaan sevoflurane.
Berbagai skala lainnya telah dikembangkan dan hal ini menyebabkan sulitnya
menilai hasil akhir dari semua studi yang telah dilakukan. Fakta bahwa adanya
sistem skoring yang banyak menunjukkan bahwa agitasi paska anestesi sulit untuk
didefinisikan.32
Aouad et al yang menilai agitasi paska anestesi dengan menggunakan dua
skala yang berbeda menemukan bahwa ambang batas dari skor PAED yaitu >10
adalah pembeda yang paling baik dalam menentukan ada tidaknya agitasi.32
16
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Pediatric Anaesthesia Emergence Delirium (PAED) Scale31
2.2
PROPOFOL
Propofol, 2,6-di-isopropylphenol, diperkenalkan pada praktek klinis pada
awal tahun 1980 an. Saat ini propofol merupakan obat pilihan induksi dan sedasi
anestesi yang populer, berhubungan dengan waktu tidur yang cepat, waktu pulih
yang cepat, dan kejadian mual dan muntah paska bedah lebih sedikit.33,34
2.2.1 Struktur fisik dan kimia
Propofol, dengan struktur kimia C12H18O, terdiri dari cincin fenol dengan dua
ikatan kompleks isopropil dengan stabilitas kimiawi yang tinggi dengan
biotoksisitas yang rendah. Perubahan pada panjang rantai ikatan mengubah
karakteristik dari potensi, induksi dan pemulihan.35,65 Bagaimanapun, seperti fenol
yang lain, propofol dapat mengiritasi kulit dan membran mukosa.36
Gambar 2.2.1. Rumus bangun propofol
17
Universitas Sumatera Utara
Formula ini menyebabkan nyeri saat penyuntikan yang dapat dikurangi
dengan penyuntikan pada vena besar dan pemberian lidokain sebelum
penyuntikan propofol. Propofol tidak larut dalam air.33,37
2.2.2 Propofol MCT/LCT
Propofol merupakan gugus fenol yang mempunya berat molekul 178 Da.
Senyawa
yang
menyerap
sinar
ultraviolet
dalam
kisaran
spektrum
elektromagnetik (λmax = 275nm) .38
Propofol pertama kali diperkenalkan dengan konsentrasi 2 % dalam 16 %
kremofor EL, namun karena kromofor menyebabkan reaksi alergi dan nyeri yang
hebat, maka komposisi ini diperbaharui dalam formula lemak emulsi yang
mengandung 10 % Long-Chain Triglycerides (LCT) minyak soybean, gliserol,
dan lesitin telur. Tetapi, sejak tahun 1995 propofol juga tersedia dalam bentuk
emulsi Medium-Chain Triglycerides / Long-Chain Triglycerides (MCT/LCT).
Konsentrasi propofol bebas dalam MCT/LCT formula 26% - 40% lebih rendah
dibandingkan dengan LCT formula, atau 0,2% - 0,14% dari total konsentrasi
propofol (lihat tabel 2) pH propofol 6-8.5 dan pKa dalam air adalah 11.38
Tabel 2. Distribusi propofol bebas dan total propofol
Walaupun plasma konsentrasi trigliserida selama sedasi tidak ada
perbedaan antara kedua formula propofol, tetapi ada kecenderungan eliminasi
18
Universitas Sumatera Utara
setelah pemberian formula MCT/LCT lebih cepat dibandingkan dengan formula
LCT.35
2.2.3. Sediaan propofol
Sediaan propofol dipersiapkan secara asepsis untuk segera digunakan, sejak
emulsi larutan ini menyebabkan promosi profilerasi mikrobakterial yang cepat
setelah terkontaminasi bakteri.35,36
2.2.4
Mekanisme kerja
Propofol adalah modulator selektif dari reseptor Gamma Amino Butiric Acid A
(GABAA) dan tidak terlihat memodulasi saluran ion ligand lainnya pada
konsentrasi yang relevan secara klinis. Propofol memberikan efek sedatif hipnotik
melalui interaksi reseptor GABAA. GABA adalah neurotransmiter penghambat
utama dalam susunan saraf pusat. Ketika reseptor GABAA diaktifkan, maka
konduksi klorida transmembran akan meningkat, mengakibatkan hiperpolarisasi
membran sel postsinap dan hambatan fungsional dari neuron postsinap. Interaksi
propofol
dengan
komponen
spesifik
reseptor
GABAA terlihat
mampu
meningkatkan laju disosiasi dari penghambat neurotransmiter, dan juga mampu
meningkatkan lama waktu dari pembukaan klorida yang diaktifkan oleh GABA
dengan menghasilkan hiperpolarisasi dari membran sel.34
2.2.5. Farmakokinetik
Pemberian propofol 1.5 – 2.5 mg/kg IV (setara dengan tiopental 4-5 mg/kg IV
atau metoheksital 1.5 mg/kg IV) sebagai injeksi IV (<15 detik), mengakibatkan
ketidaksadaran dalam 30 detik. Sifat kelarutannya yang tinggi di dalam lemak
menyebabkan mulai masa kerjanya sama cepatnya dengan tiopental (satu siklus
sirkulasi dari lengan ke otak) konsentrasi puncak di otak diperoleh dalam 30 detik
dan efek maksimum diperoleh dalam 1 menit. Pulih sadar dari dosis tunggal juga
cepat disebabkan waktu paruh distribusinya (2-8) menit. Lebih cepat bangun atau
sadar penuh setelah induksi anestesia dibanding semua obat lain yang digunakan
untuk induksi anestesi intravena yang cepat. Pengembalian kesadaran yang lebih
19
Universitas Sumatera Utara
cepat dengan residu minimal dari sistem saraf pusat (SSP) adalah salah satu
keuntungan yang penting dari propofol dibandingkan dengan obat alternatif lain
yang diberikan untuk tujuan yang sama,33,39
Konsentrasi dalam darah meningkat cepat setelah penyuntikan dosis bolus
intravena, sementara peningkatan konsentrasi serebral propofol sangat lambat
(T1/2 = 2,9 menit). Waktu untuk sadar ditentukan oleh jumlah dosis yang
diberikan.35
Klirens propofol dari plasma melebihi aliran darah hepatik, menegaskan
bahwa ambilan jaringan (mungkin kedalam paru), sama baiknya dengan
metabolisme oksidatif hepatik oleh sitokrom P-450, dan ini penting dalam
mengeluarkan obat ini dari plasma. Dalam hal ini, metabolisme propofol pada
manusia dianggap bersifat hepatik dan ekstrahepatik. Metabolisme hepatik cepat
dan luas, menghasilkan sulfat yang tidak aktif dan larut dalam air serta metabolit
asam glukuronik yang diekskresikan oleh ginjal. Propofol juga menjalani
hidroksilasi cincin oleh sitokrom P-450 membentuk 4-hidroksipropofol yang
kemudian di glukuronidasi atau sulfat. Meskipun glukuronida dan konjugasi sulfat
dari propofol terlihat tidak aktif secara farmakologi, 4-hidroksipropofol memiliki
sepertiga aktivitas hipnotik dari propofol. Kurang dari 0.3% dari dosis yang
diekskresikan tidak berubah dalam urine. 33,34,39
2.2.6 Sedasi Intravena
Oleh karena propofol memiliki masa paruh waktu yang singkat, bahkan jika
diberikan infus kontinyu, dengan efek samping yang minimal menjadikan
propofol sebagai obat ideal untuk sedasi dan dapat dititrasi. Pulih sadar yang cepat
tanpa ada sisa sedasi dan rendahnya angka mual muntah menjadikan propofol
sebagai obat yang tepat digunakan untuk tekhnik sedasi minimal pada prosedur
ambulatory. Dosis yang biasa digunakan adalah 25 – 100 µg/kg/menit yang
menghasilkan analgetik minimal dan efek amnesia. Dosis efektif median propofol
(ED50) yang dapat menghilangkan kesadaran adalah 1-1.5 mg/kgBB. 40
20
Universitas Sumatera Utara
2.2.7. Farmakodinamik
2.2.7.1 Sistem saraf pusat
Seperti barbiturat, propofol berikatan dengan reseptor GABAA tetapi juga bekerja
dengan mekanisme kerja yang melibatkan variasi reseptor protein yang lain.
Mempunyai efek serebral berupa sedasi. Propofol mengurangi laju metabolik otak
untuk oksigen (CMRO2), aliran darah ke otak (CBF), dan tekanan intrakranial
(ICP). Pemberian propofol untuk menghasilkan sedasi pada pasien dengan SOL
(space occupying lesion) intrakranial tidak meningkatkan ICP. Autoregulasi
serebrovaskular sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah sistemik dan
reaktivitas aliran darah ke otak untuk merubah PaCO2 tidak dipengaruhi oleh
propofol. Dalam hal ini kecepatan aliran darah ke otak akan berubah seiring
dengan perubahan pada PaCO2 dengan adanya propofol dan midazolam.40
2.2.7.2 Sistem kardiovaskular
Propofol menghasilkan penurunan tekanan darah sistemik yang lebih besar
dibandingkan dosis tiopental pada saat induksi. Pada keadaan tidak ada gangguan
kardiovaskuler. Penurunan tekanan darah ini berhubungan dengan perubahan
curah jantung dan resistensi vaskular sistemik. Hal ini berhubungan dengan
relaksasi otot polos vaskular yang dihasilkan oleh propofol karena adanya
hambatan aktivitas saraf simpatis vasokonstriktor. Efek inotropik negatif dari
propofol dapat dihasilkan dari penurunan kalsium intraselular akibat hambatan
influks kalsium trans sarkolema. Efek tekanan darah akibat propofol dapat
diperburuk pada pasien hipovolemi, pasien lanjut usia dan pasien dengan
gangguan fungsi ventrikel kiri yang berkaitan dengan penyakit arteri koroner.
Propofol mendepresi refleks baroreseptor kontrol denyut jantung. Bradikardi dan
asistol juga telah diamati setelah induksi anestesia dengan propofol, meskipun
telah diberikan profilaksis antikolinergik.40
21
Universitas Sumatera Utara
2.3 KETAMIN
Semenjak ditemukan adanya N-methyl-D-aspartate (NMDA) reseptor
yang
berperan dalam persepsi nyeri menyebabkan saat ini banyak para klinis khususnya
praktisi nyeri untuk memulai
penelitian baru terhadap ketamin
yang saat ini digunakan sebagai
multimodal
analgesia
dalam
penanganan nyeri.41
Gambar 2.3.1. Struktur ketamin
2.3.1. Farmakologi ketamin
Ketamine,
2-(o-chlorophenyl)-2-(methylamine)-cycloexanone
pertama
kali
disintesis pada tahun 1963 dan pertama sekali digunakan pada manusia pada tahun
1965 oleh Corssen dan Domino. Obat ini larut dalam lemak dengan berat molekul
238 dalton, pKa 7,5 dan digunakan dalam bentuk rasemik atau isomer levogyrous
S(+) ketamin. S(+) ketamin 3 sampai 4 kali lebih poten dari isomer (R-ketamin)
untuk penanganan nyeri, sedikit menimbulkan agitasi dari pada yang bentuk
rasemik dan dextrogyrous. S(+) ketamin dua kali lebih poten dari rasemik dalam
mencegah sensitisasi central spinal cord.42
Ketamin dapat diberikan melalui oral, intramuskular, intravena bahkan
saat ini berkembang penelitian ketamin epidural. Ketamin memiliki bioavaibilitas
93% dan waktu paruh sampai 186 menit. Volume distribusi besar diperkirakan
mencapai 3L/kg.41 Plasma puncak setelah pemberian intravena terjadi dalam
waktu 1 menit, intramuskular dalam waktu 5 menit dan pemberian secara oral
dalam waktu 30 menit.43 Ketamin terdistribusi ke organ yang memiliki perfusi
yang tinggi seperi otak dengan empat sampai lima kali dari kadar plasma dengan
eliminasi obat melalui redistribusi obat dari organ yang perfusinya baik ke tempat
yang kurang baik. Ketamin mengalami metabolisme konjugasi di hati melalui
22
Universitas Sumatera Utara
enzim sitokrom P45.44 Norketamin adalah hasil metabolit ketamin yang masih
aktif, tetapi potensiasinya sepertiga sampai seperlima dari ketamin dan pada
akhirnya metabolit tadi dikonjugasikan menjadi larut air dan pada akhirnya
diekskresikan melalui urin.45 Ketamin memiliki kelarutan lemak yang tinggi
sehingga obat ini gampang masuk melewati sawar darah otak. Ketamin memiliki
ikatan dengan protein plasma 12% dan waktu paruh tercapai dalam 10 menit.43
2.3.2. Mekanisme kerja ketamin
Ketamin bekerja pada susunan saraf pusat dan menurut beberapa penelitian
ketamin memiliki aktivitas perifer. Efek kerja ketamin bekerja pada reseptor
NMDA (N-methyl-D-aspartate) pada bagian kutub kalsium. Aktivasi reseptor
NMDA menyebabkan influx kalsium ekstraseluler ke intraseluler. Peran kalsium
adalah sebagai second messanger untuk reaksi nyeri selanjutnya melalui
pelepasan neurotransmitter nyeri yang lain.46,47 Blok pada NMDA reseptor adalah
cara kerja utama dari ketamin di susunan saraf pusat dan medulla spinalis. Sebagai
tambahan bahwa ketamin juga menghambat pelepasan dari glutamat yang
bertindak
sebagai
neurotransmiter
eksitatori
yang
berperan
sebagai
neurotransmiter nyeri. Mekanisme lainnya adalah ketamin berikatan dengan
reseptor opioid yaitu mu dan kappa.44 Interaksi ini terjadi sangat kompleks.
Afinitas ketamin terhadap reseptor opioid ini 10 kali lebih lemah dari ikatannya
terhadap reseptor NMDA dengan adanya bukti bahwa naloxon yang merupakan
antagonis opioid tidak mengantagonis efek analgetik dari ketamin.44,45 Ada bukti
juga bahwa reseptor seperti monoaminergik, muskarinik dan nikotinik menjadi
tempat ikatan ketamin sekaligus ketamin menimbulkan efek takikardi dan
bronkodilator.44
23
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3.2. Reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate)
2.3.3. Efek ketamin pada fungsi organ
Ketamin memiliki kombinasi unik dari efek kardiovaskular, biasanya dikaitkan
dengan takikardia, peningkatan tekanan darah, dan cardiac output meningkat.
Mekanisme yang tepat munculnya respon simpatik masih belum diketahui.
Namun, dengan tidak adanya kontrol otonom, ketamin memiliki efek depresi
miokard langsung, yang biasanya diganti oleh respon sentral ini. Hal ini
dimungkinkan untuk mengurangi efek yang tidak diinginkan dari kardiovaskular
sehingga pemberiannya dengan memberikan ketamin sebagai kontinu infus dan
penggunaan benzodiazepin.44
Ketamin memiliki efek minimal pada pusat pernapasan, meskipun
penurunan sementara ventilasi dapat terjadi setelah pemberian bolus. Ketamin
menyebabkan relaksasi otot polos bronkus, sehingga memiliki peran khusus pada
pasien asma. Ketamin meningkatkan sekresi saliva, yang dapat menghasilkan
potensial masalah pada anak-anak dengan menyebabkan obstruksi jalan nafas
atas. Meskipun refleks menelan, batuk, bersin, dan refleks muntah relatif utuh
24
Universitas Sumatera Utara
dengan ketamin, tetapi aspirasi dapat terjadi selama pasien terbius dengan
ketamin. Sering dilaporkan adanya bunyi nyaring pada penggunaan ketamin
disangkakan laringospasme. Hal ini sebenarnya terjadi karena posisi saluran
napas yang tidak bebas, dan masalah tersebut dapat dikelola hanya dengan
reposisi kepala pasien. Spasme laring dapat terjadi pada penggunaan ketamin yang
disebabkan oleh stimulasi dari pita suara oleh instrumentasi atau sekresi. Sekret
dapat dikurangi dengan memberikan premedikasi glycopyrrolate.44
Emergence reaction merupakan sensasi psikis setelah penggunaan
ketamin, sensasi mengambang, mimpi atau ilusi dan sesekali delirium.33 Mimpimimpi dan ilusi biasanya menghilang pada saat sadar penuh. Namun penting
untuk mendiskusikan dengan pasien efek dari ketamin itu dan efek ini muncul 530%.46Emergence reaction lebih tinggi terkait dengan faktor-faktor seperti
meningkatnya usia, perempuan, pasien yang biasanya bermimpi, pemberian
intravena yang cepat dan dosis besar.27,33 Ketamin telah diamati dapat
mengaktifkan psikosis pada pasien dengan skizofrenia. Namun, belum terlihat
adanya reaksi psikotik jangka panjang pada pasien tanpa penyakit kejiwaan yang
dikenal. Premedikasi dapat diberikan untuk mengurangi emergence reaction
seperti midazolam ( 0,07-0,1 mg kg/bb ), diazepam ( 0,15 - 0,3 kg/bb ), dan
lorazepam ( 2-4 mg) intravena telah terbukti efektif. Insiden ini juga menurun bila
digunakan bersama dengan hipnotik sedatif lain dan anestesi umum.44
Ketamin menghasilkan apa yang disebut 'disosiatif' anestesia yang telah
digambarkan sebagai disosiasi fungsional dan elektrofisiologi antara sistem
thalamo-neokorteks dan limbik. EEG menunjukkan aktivitas beta yang dominan
dengan penghapusan irama alfa. Keadaan klinis yang unik yang dihasilkan oleh
ketamin adalah biasanya keadaan ayan di mana mata tetap terbuka dengan
memperlambat tatapan nystagmus, sedangkan refleks kornea dan cahaya tetap
utuh. Berbagai tingkat hipertonus dan sesekali tujuan gerakan yang tidak terkait
dengan stimulus yang menyakitkan dicatat di hadapan anestesi bedah yang
memadai. Studi telah menunjukkan rangsang aktivitas baik di thalamus dan sistem
limbik tanpa bukti klinis aktivitas kejang setelah pemberian ketamin. Dengan
25
Universitas Sumatera Utara
demikian, ketamin tidak akan mungkin menyebabkan kejang pada pasien dengan
gangguan kejang, dan pada kenyataannya, data eksperimen menunjukkan bahwa
ketamin memiliki antikonvulsif dan bahkan proteksi saraf.44
Analgesia terjadi pada konsentrasi darah lebih rendah daripada dosis
induksi atau menghilangkan kesadaran. Hal ini berlaku untuk ketamin yang
rasemik dan untuk S-(+)-ketamin. Ketamin meningkatkan metabolisme otak,
aliran darah otak (CBF), dan tekanan intrakranial (ICP).45 Pengaruh S-(+)-ketamin
pada ICP belum diketahui. Tanggapan dari cerebral autoregulasi ke ketamin
rasemik belum diteliti, namun S-(+)-ketamin tidak mempengaruhi autoregulasi
ini. Pupil dilatasi, nistagmus, air liur, dan lakrimasi yang umum.44
Ketamin belum terbukti memiliki efek buruk pada hati dan sistem ginjal.
Tekanan intraokular sedikit meningkat setelah pemberian ketamin. Ketamin
menghasilkan peningkatan tonus otot dan kadang-kadang kejang otot, meskipun
telah digunakan dengan aman pada miopati dan hipertermia ganas. 44
2.3.4. Penggunaan klinis ketamin
Solusi rasemik komersial ketamin adalah campuran R (-) dan S (+) isomer dalam
jumlah yang sediaan, tersedia sebagai 10, 50, dan 100 mg/ml dengan pengawet,
benzathonium hidroklorida. Isomer optik S-(+)-ketamin tersedia dalam 5 dan 25
mg/ml (tidak berlisensi di Inggris, saat ini). Ketamin dapat diberikan iv, im, oral,
rektal, dan sediaan bebas pengawet epidural. Dosis tergantung pada rute
pemberian dan efek terapi yang diinginkan. Benzodiazepine dapat diberikan baik
secara oral (diazepam 10-30 mg, lorazepam 2-5 mg) 60-90 menit sebelum induksi
atau dosis yang lebih kecil i.v. segera sebelum induksi.28 Induksi anestesi dengan
dosis 0.5–1.5 mg kg/bb intravena or 4–10 mg/kgbb/im. Dosis pemeliharaan untuk
anestesi 10-30 ug/kgbb/menit intravena. Sedasi analgesia 0.2–0.75 mg kgbbi.v
atau 2–4 mg/kgbb intramuskular diikuti infus berkala 5–20 mg kgbb/menit.44
Ketamin dapat digunakan untuk sedasi sekaligus analgesia pada prosedurprosedur singkat. Munculnya reaksi pada anak-anak yang kurang intens, sehingga
dapat digunakan untuk obat penenang dan anestesi umum dalam prosedur seperti
26
Universitas Sumatera Utara
kateterisasi jantung, radioterapi, radiologi investigasi, dan luka bakar. Sayangnya,
tidak ada informasi mengenai berapa kali ketamin dapat digunakan secara aman,
meskipun sering digunakan berulang kali pada individu yang sama . Umumnya,
dosis subanaesthetic diperlukan untuk prosedur minor. Ketamin sering
dikombinasikan dengan premedikasi (misalnya benzodiazepin) untuk mengurangi
kebutuhan dosis dan reaksi munculnya emergence reaction , dan antisialogogue
(misalnya glycopyrrolate) untuk mengurangi sekresi saliva. Ketamin dapat
digunakan sebagai suplemen (i.v. atau i.m) selama anestesi regional. Hal ini juga
dapat diberikan melalui rute epidural sebagai tambahan untuk anestesi lokal untuk
memperpanjang durasi analgesia. Dosis rendah ketamin juga telah digunakan
bersama dengan propofol untuk meningkatkan kualitas sedasi. NMDA antagonis
mencegah sensitisasi sentral terhadap rangsangan yang menyakitkan. Ketamin
adalah satu-satunya NMDA antagonis, penelitian telah menunjukkan bahwa dosis
kecil ketamin dapat megurangi kebutuhan analgetik opioid.44
Ketamin telah banyak digunakan pada unit luka bakar untuk pembiusan
terutama untuk pencucian luka dan prosedur pencangkokan kulit pada anak-anak
dan orang dewasa. Ketamin dosis rendah (1,5-2 mg/kgbb/im) tersebut tampaknya
memiliki mula kerja yang cepat dan menghasilkan operasi yang baik meliputi
amnesia, analgesia dan memuaskan dengan pemulihan yang cepat. Namun hatihati dengan reaksi intoleran pada pasien dengan penggunaan ketamin berulang.
Pasien dengan gangguan kardiorespirasi (kecuali penyakit jantung iskemik)
merupakan kandidat utama untuk diberikan ketamin. Pengalaman yang luas
dengan ketamin pada anak dengan katerisasi jantung telah menunjukkan
efektifitas penggunaan ketamin dengan kejadian aritmia yang kurang dari anestesi
umum lainnya. Ketamin mungkin berbahaya pada pasien dengan peningkatan
tahanan di ventrikel kanan. Pada pasien dengan penyakit saluran napas reaktif,
ketamin (rasemik) dapat berguna karena menghasilkan bronkodilatasi dan
analgesia mendalam yang memungkinkan peningkatan inspirasi oksigen. Ketamin
jika dikombinasikan dengan benzodiazepin atau benzodiazepin dengan opioid,
melemahkan takikardia yang tidak diinginkan, hipertensi dan juga reaksi
27
Universitas Sumatera Utara
psychomimetic paska operasi. Teknik menghasilkan gangguan hemodinamik
minimal, analgesia yang mendalam, amnesia dan pemulihan yang baik.45
Ketamin bebas pengawet telah ditambahkan ke bupivacaine untuk
meningkatkan durasi analgesia, tanpa mempengaruhi intensitas analgesia.36
Penggunaan ketamine semakin meningkat dan survey memperlihatkan 32% dari
anestesi pediatrik Inggris melaporkan penggunaan ketamin epidural.44
Secara historis, telah diyakini bahwa ketamin merupakan kontra indikasi
pada pasien dengan peningkatan ICP, namun laporan dari saraf dan bahkan efek
neuroregeneratif memberikan hasil yang berbeda.` Ketamin dapat mencegah
influks ion kalsium abnormal atau glutamat melalui interaksi dengan reseptor
NMDA. Peningkatan CBF setelah pemberian ketamin kurang dari peningkatan
CMRO2. S-(+)-ketamin mempertahankan metabolisme serebral sebagian besar
wilayah otak (percobaan studi).44
Meskipun ketamin memiliki sedikit efek pada endotel vaskular, penelitian
telah menunjukkan penurunan yang signifikan dalam aktivasi leukosit selama
hipoksemia atau sepsis. Ketamin menekan produksi sitokin pro-inflamasi dalam
darah seluruh manusia in vitro. Dalam sebuah studi tentang efek isomer berbeda
pada hati babi, S-(+)-ketamin efektif dalam mengurangi adhesi neutrofil,
sedangkan R-(-)-ketamin memiliki efek negatif yaitu memperburuk kebocoran
dari pembuluh darah koroner sekitarnya jaringan.45
2.4 SEVOFLURANE
Sevoflurane termasuk senyawa baru yang ditemukan pada awal dekade 1970 oleh
Walin et al di laboratorium travenol. Seperti halnya desflurane, sevoflurane
mempunyai daya larut yang rendah akibat fluoronisasi pada molekul eter.
Sevoflurane (2,2,2-trifluoro-1-(trifluoromethyl)ethyl fluoromethyl eter), disebut
juga sebagai fluoromethyl hexafluoroisopropyl ether, berbau sedap, tidak mudah
terbakar.46
28
Universitas Sumatera Utara
Sevoflurane sebagai anestetika baru berbeda dengan isoflurane terutama
dalam hal mobilitasnya. Sevoflurane mempunyai kelarutan yang lebih rendah
dalam darah, yang meningkatkan kecepatan bersihannya dan kecepatan dalam
mengatur kedalaman anesthesia. Karakteristik tersebut cocok dengan keperluan
anestesi masa kini.46
2.4.1 Farmakokinetik
Seperti desflurane, sevoflurane adalah senyawa halogenasi dengan fluorine.
Sevoflurane memiliki solubilitas sedikit lebih tinggi daripada desflurane (0.65 vs
0.42). Sevoflurane merupakan agen inhalasi yang wangi dengan peningkatan
konsentrasi di alveolar yang cepat sehingga menjadi pilihan yang sempurna
sebagai obat induksi pada pasien pediatrik dan dewasa. Bahkan, induksi inhalasi
dengan 4-8% sevoflurane dengan campuran 50% oksigen dan nitrous okside dapat
dicapai dalam waktu 1-3 menit. Oleh karena solubilitas dalam darah yang rendah
yang mengakibatkan penurunan konsentrasi di alveolar segera setelah dihentikan
sehingga fase pulih sadar lebih cepat jika dibandingkan dengan isoflurane. Namun
fase pulih sadar yang cepat ini telah dihubungkan dengan insidensi delirium yang
tinggi paska pembedahan yang dapat diatasi dengan fentanyl 1-2 ug/kgBB.47
Gambar 2.4.1 Rumus Bangun Sevoflurane 48
MAC Sevoflurane terlihat pada tabel di bawah ini. MAC sevoflurane
untuk pasien yang berumur 6 bulan sampai 12 tahun adalah 2,5%. Sedangkan
untuk pasien yang berumur dibawah 6 bulan MAC sevoflurane adalah 3,2-3,3%.
46,47,48
29
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Equivalen MAC dalam Oksigen dan O2/N2O 46,48
Tabel Equivalen MAC dalam oksigen dan O2/N2O
Umur
Dalam Oksigen
Dalam O2/N2O
0 - < 1 bulan
3.3
-
1 - < 6 bulan
3.0
-
6 - < 12 bulan
2.8
-
1 - < 3 tahun
2.6
1.98
3 - < 5 tahun
2.5
-
5 - > 12 tahun
2.4
-
MAC was determined in 60% N2O for pediatric and 65% N2O for adult patients
2.4.2 Metabolisme
Sevoflurane dimetabolisme oleh sitokrom hepatic P450 2EL sebanyak 2-5%
dengan metabolik produk utama fluoride inorganic dan hexafluoroisopropanolol
(HFIP). HFIP tidak diikat oleh protein hepar dan tidak menunjukkan bukti adanya
toksisitas pada hati. HFIP dengan cepat dikonjugasi oleh asam glukoronida dan
kemudian diekskresi. Konjugasi ini demikian cepat, sehingga konsentrasi HFIP
tidak dapat diukur (karena sangat rendah) pada manusia. Konjugasi HFIP
dikeluarkan melalui urin dan dikeluarkan secara lengkap dalam 24 jam. Metabolit
sevoflurane yang paling penting adalah fluorida inorganik. Pada MAC 0.8-1.1 per
jam anestesi dengan sevoflurane pada anak menunjukkan peningkatan serum ion
fluoride rata-rata 10-13 mMol/liter. Nilai paling tinggi mencapai 45 mMol/liter
tanpa adanya efek nefrotoksik. 49
30
Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Efek terhadap sistem organ
A. Kardiovaskuler
Sevoflurane mempunyai efek depresi kontraktilitas miokard yang ringan.
Resistensi vaskuler sistemik dan tekanan darah arterial lebih sedikit
menurun jika dibandingkan dengan isoflurane atau desflurane. Karena
sevoflurane memiliki efek yang minimal pada nadi, maka jika terjadi
peningkatan nadi, curah jantung tidak dapat terjaga dengan sebaik pada
pemberian isoflurane ataupun desflurane. Sevoflurane mungkin dapat
memperpanjang interval QT.47
B. Sistem Pernafasan
Sevoflurane mendepresi pernafasan dan mengakibatkan bronkodilatasi
hampir sama halnya seperti isoflurane. 47
C. Otak
Pada
penelitian
secara
klinis,
perubahan-perubahan
pada
neurohemodinamik (CBF, CMRO2 dan CPP) sebanding antara sevoflurane
dan isoflurane. Sevoflurane mempunyai efek minimal pada ICP dan reaksi
terhadap CO2 tetap dipertahankan. Autoregulasi darah di otak tampak
terjaga dengan sevoflurane, hal ini bertentangan dengan obat-obat anestesi
yang lain.
Sama seperti
isoflurane dan
desflurane,
sevoflurane
menyebabkan sedikit peninggian pada CBF dan ICP. Pada keadaan
normokarbia walaupun beberapa penelitian menunjukkan suatu penurunan
dalam tekanan darah, konsentrasi yang tinggi dari sevoflurane dapat
menyebabkan kerusakan autoregulasi CBF.
D. Neuromuskuler
Sevoflurane menghasilkan relaksasi otot yang adekuat untuk intubasi pada
anak setelah induksi inhalasi.47
31
Universitas Sumatera Utara
E. Ginjal
Sevoflurane sedikit menurunkan aliran darah ke ginjal.47
F. Hepatik
Sevoflurane menurunkan aliran darah vena porta, namun ,meningkatkan
aliran darah arteri hepatik sehingga tetap menjaga aliran darah ke hati dan
suplai oksigen. 47
2.4.4 Efek Samping
2.4.4.1 Agitasi
Efek samping dari anestetika inhalasi yang sering terjadi adalah agitasi
paska pembedahan. Penyebab pasti dari agitasi paska pembedahan belum
diketahui secara pasti. Hal-hal yang diduga berhubungan dengan kejadian
agitasi antara lain nyeri paska pembedahan yang tidak dapat ditanggulangi
oleh anestetika inhalasi. Oleh karena itu, tatalaksana nyeri paska
pembedahan yang adekuat menjadi sangat penting.46
Berdasarkan bukti-bukti terkini, agitasi paska pembedahan yang
disebabkan oleh sevoflurane tidak semata-mata disebabkan oleh rasa nyeri,
sehingga tidak semua agitasi paska pembedahan dapat dicegah dengan
obat tertentu.46
Obat-obatan yang pernah dicoba untuk mengurangi agitasi paska
pembedahan antara lain midazolam, klonidin dan opioid. Midazolam,
walaupun telah diberikan pada dosis cukup tinggi di awal induksi, ternyata
tidak menurunkan angka kejadian agitasi paska pembedahan.46
Walaupun obat-obatan di atas telah terbukti memiliki efektifitas
dalam mencegah agitasi, tidak satu obat pun yang terbukti efektif untuk
anestesi paska pembedahan.46
32
Universitas Sumatera Utara
2.4.4.2 Perubahan gelombang elektrofisiologi otak
Selain menimbulkan agitasi paska pembedahan, anestetika inhalasi juga
mempengaruhi gelombang elektrofisiologi. Sevoflurane menimbulkan
gelombang-gelombang tajam dan gelombang-gelombang padat. Perubahan
elektrofisiologi otak dapat muncul pada penggunaan sevoflurane sebesar
1.5-2% MAC. 46
2.4.4.3 Perubahan Gelombang Elektrokardiografi
Pada bayi dan anak, sevoflurane dapat memperpanjang interval QT, yang
terjadi selama satu jam pertama anesthesia. Berdasarkan penelitian pada
sejumlah besar subyek pediatrik, efek tersebut tidak berbahaya pada pasien
pediatrik rutin.46
2.4.4.4 Interaksi dengan soda lime
Zat anestetik inhalasi bereaksi dengan soda lime. Pembentukan
karbon monoksida dijumpai hampir pada semua zat anestetik inhalasi
berhalogen. Sevoflurane hampir sepenuhnya dinonaktifkan oleh absorber,
sehingga mengakibatkan ketidakmampuan untuk menginduksi pasien,
iritasi jalan nafas dan peningkatan suhu drastis kanister.4
33
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kerangka Teori
Pembiusan dengan Anestesi
Sevoflurane
Anak-anak
Solubilitas Sevoflurane dalam
Darah Rendah
Pulih Sadar Cepat Paska Anestesi
PAED score
Ketamine 0.5
mg/kgBB/IV
Agitasi Paska Anestesi
Propofol 1 mg/kgBB/IV
Modulator Selektif
Reseptor GABA
Secara Non Kompetitif terikat
pada reseptor NMDA dan
potensiasi GABA
Sedatif Hipnotik
Sedatif dan Analgesia
AGITASI PULIH SADAR
PASKA ANESTESI (-)
34
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kerangka Konsep
PROPOFOL 1 MG/KGBB/IV
PAED SCORE/Agitasi
Lama Ekstubasi
Lama Rawatan di PACU
Mual Muntah
Pembiusan Pasien
Anak Dengan
Sevoflurane
KETAMINE 0.5 MG/KGBB/IV
Umur
Jenis Kelamin
Body Mass Index
Lama Anestesi
Jenis Operasi
Variabel Bebas
Variabel Tergantung
35
Universitas Sumatera Utara
Download