Pohon Ala Quran Oleh Silmi Aulia Fadli Kemana kaki melangkah, dimana manusia berpijak pasti sering menemui berbagai macam pohon atau tanaman. Bunga-bunga yang indah, sejuta warna di setiap helai daun dan bunga, batang pohon yang menjulang tinggi ke langit. Semuanya membuat yang melihatnya berdecak kagum dan layaklah mengucapkan subhanallah. Namun sayangnya, manusia lebih sibuk untuk melihat pohon dari sisi luarnya. Padahal, makhluk hidup ciptaan Allah yang satu ini ada kaitannya dengan sifat manusia. Pohon atau tanaman memiliki tiga bagian utama, yakni akar, batang dan buah. Akar adalah bagian pohon yang bertugas menyerap sari-sari makanan yang ada di dalam tanah untuk kemudian disalurkan melalui batang. Sari-sari makanan tersebut nantinya akan ditampung di buah sebagai cadangan nutrisi bagi sebuah pohon. Oleh karena itu jika akar pada pohon itu jelek tentu akan mempengaruhi kesuburan pohon itu sendiri. Mata pelajaran sains di sekolah, sejak SD hingga SMA dan kuliah, telah membahas bagian-bagian pohon beserta fungsinya dengan detil. Penjelasan tersebut bahkan disertai bahasa latin yang sungguh merepotkan. Tidak aneh jika banyak pelajar yang alergi mendengar kata sains. Sebagian besar masyarakat ketika mendengar kata sains langsung terbayang nama-nama latin biologi, rumusrumus fisika dan kimia yang menjelimetkan otak. Sains langsung menjadi momok menakutkan bahkan hanya dengan mendengar namanya. Paradigma ini sudah membuat masyarakat Indonesia menjadi malas berdekat-dekatan dengan sains dan memilih menjauh. Namun apakah benar begitu, apakah sains hanya sekedar rumus-rumus ala Albert Einstein ataupun Isaac Newton? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sains memiliki arti pengetahuan sistematis tentang alam dan dunia fisik, termasuk didalamnya, botani, fisika, kimia, geologi, zoologi dan sebagainya. Pengertian tersebut telah menunjukan bahwa sains adalah ilmu yang erat kaitannya dengan alam. Alam sendiri mencakup segala sesuatu yang hidup maupun tak hidup di bumi. Maka yang dibahas tentang sains juga seputar alam yang manusia tempati sekarang ini. 1 Jika kita cermati ayat-ayat dalam Al Quran, banyak sekali hal-hal yang menyinggung tentang sains. Puluhan bahkan ratusan ayat dalam Al Quran membahas sains. Hal ini dapat dibuktikan dari nama-nama surat dalam Al Quran yang berbau sains, seperti An Naml (semut), An Nahl (lebah), Al Ankabut (labalaba), An Najm (bintang), An Nas (manusia), dan sebagainya. Banyaknya namanama surat yang berbau sains menunjukkan perhatian Allah yang besar dengan sains. Dalam arti lain, telah sejak lama Islam memperhatikan dunia sains. Jauh sebelum nama-nama cendekiawan yang kini sering disebut dalam pelajaranpelajaran sekolah. Pohon juga menjadi salah satu obyek yang banyak disinggung oleh Allah dalam Al Quran. Sampai-sampai Allah SWT membuat perumpamaan kalimah thayyibah seperti syajaratun thayyibah yang tercantum dalam surat Ibrahim ayat 24-25, tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat, dan cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Rabb nya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat. Syajaratun thayyibah dalam Quran disandingkan dengan kalimat khobisah seperti syajaratun khobisah. Sebagaimana dijelaskan dalam surat Ibrahim ayat 26, dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. Kalimat thayyibah yang dimaksud pada ayat ini yakni la ilaha illa Allah. Hal ini disimpulkan dari pertanyaan Allah apakah manusia tidak memperhatikan perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik. Pohon yang baik pada ayat tersebut yakni yang mempunyai akar yang kokoh. Sebenarnya kaitan perumpamaan akar yang kokoh ini menunjukkan bahwa kalimat la ilaha illa Allah memiliki prinsip dasar yang kuat bahwa tidak ada Tuhan yang patut diibadati kecuali hanya Allah SWT. Jika seseorang sudah memiliki prinsip la ilaha illa Allah yang kuat maka dia tidak akan mudah goyah berpaling kepada aqidah yang lain. 2 Kemudian selain memiliki akar yang kokoh dalam firman Allah tersebut dijelaskan pohon yang baik juga memiliki cabang yang menjulang ke langit. Hal itu menunjukan di atas akar yang kuat akan ada batang yang bagus. Batang yang menjulang ke langit dalam ayat tersebut dapat diartikan sebagai bukti dari iman seseorang yang teguh tak goyah oleh badai apapun. Allah memberikan gambaran kepada manusia, jika seseorang memiliki iman yang kuat (akar) akan memiliki pula amal yang baik pula (batang). Surat Ibrahim ayat 24-26 menjadikan perumpamaan pohon yang baik sebagai miqdarul haq. Miqdarul haq artinya kadar untuk menentukan suatu kebenaran. Misal pada sebuah pohon durian. Sebuah pohon durian, pasti akarnya akar pohon durian. Tidak mungkin ia berakar rumput, misalnya. Lalu batang pohon durian itu pasti batangnya pohon durian. Kemudian jika pohon durian ini berbuah pasti buahnya juga durian. Tidak mungkin salak, manggis, kelapa dan lain sebagainya. Itu artinya batang adalah cerminan dari akar. Setiap amal atau perbuatan manusia pasti menghasilkan sesuatu yang berbeda. Perbedaannya terletak pada nilai hasilnya, memuaskan atau mengecewakan. Dalam firman Allah pada surat Ibrahim tersebut, hasil perbuatan manusia digambarkan sebagai buah dari suatu pohon. Nilai amal itu berbalik lagi kepada persoalan akar yang kuat dan batang yang menjulang ke langit. Jika akar atau akidahnya kuat tentu akan menunjukkan batang atau perbuatan yang menjulang alias berprestasi. Maka, prestasi dari amal seseoranglah yang merupakan buah alias hasilnya. Sebaliknya pula, kalau akar atau aqidahnya tidak tertancap kuat, maka batang dan buahnya pun akan terpengaruh dari kualitas akar tersebut. Tiga ayat dalam surat Ibrahim memperlihatkan kedalaman Allah dalam membahas sains kepada manusia. Allah tidak menggunakan bahasa-bahasa yang sulit maupun rumus yang jelimet. Meski demikian, firman Allah memiliki arti yang sangat dalam dan sangat bermanfaat bagi manusia agar tidak tersesat. Dalam arti lain, Quran mengajarkan sains dengan caranya sendiri tanpa kehilangan esensi dari sains tersebut. Sehingga jika manusia mempelajari Al Quran terlebih sebelum mempelajari ilmu lainnya tidak akan ada lagi manusia yang alergi Quran. *** 3 4