TINJAUAN PUSTAKA Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Preeklampsia Risalina Myrtha PPDS-1 Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/ RSUD Dr. Muwardi, Surakarta ABSTRAK Sekitar 10-15% kehamilan disertai komplikasi hipertensi yang berkontribusi besar dalam morbiditas dan mortalitas neonatal dan maternal. Wanita yang hipertensi saat hamil cenderung mengalami penyakit kardiovaskuler di kemudian hari. Preeklampsia merupakan penyakit sistemik yang tidak hanya ditandai oleh adanya hipertensi, tetapi juga disertai adanya peningkatan resistensi pembuluh darah, disfungsi endotel yang difus, proteinuria, dan koagulopati. Tujuan utama terapi antihipertensi adalah untuk mengurangi risiko terhadap ibu dan kerusakan organ target (komplikasi serebrovaskuler dan kardiovaskuler). Risiko kerusakan organ target meningkat jika kenaikan tekanan darah terjadi tiba-tiba pada wanita yang sebelumnya normotensi. Obat antihipertensi antenatal sebaiknya diberikan kembali post-partum dan dapat dihentikan dalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah tekanan darah normal. Kata kunci: Antihipertensi, kehamilan, preeklampsia ABSTRACT Approximately 10% to 15% of all pregnancies are complicated by hypertension and largely contribute to maternal and neonatal morbidity and mortality. Hypertensive disorders in pregnancy may contribute to the development of future cardiovascular disease. Preeclampsia is a systemic disease that is not only characterized by the presence of hypertension, but also accompanied by an increase in vascular resistance, diffuse endothelial dysfunction, proteinuria, and coagulopathy. The ultimate goal of antihypertensive therapy is to reduce main risks to mother and target organ-damage (cerebrovascular and cardiovascular complications). The risk of target organ damage increases if the rise of blood pressure occurs suddenly in previously normotensive women. Antenatal antihypertensive drugs should be given back post-partum and can be stopped within a few days to several weeks after a normal blood pressure. Risalina Myrtha. Management of Blood Pressure in Preeclampsia. Keywords: Antihypertensive, pregnancy, preeclampsia PENDAHULUAN Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian terbanyak pada wanita di Amerika Serikat. Pada tahun 2009, 1 dari 4 wanita meninggal karena penyakit jantung.1 Di Belanda, 32% wanita meninggal karena penyakit kardiovaskuler. Sejumlah 10-15% kehamilan disertai komplikasi hipertensi dan berkontribusi besar dalam morbiditas dan mortalitas neonatal dan maternal. Wanita dengan riwayat hipertensi pada kehamilan mempunyai angka kematian karena penyakit jantung koroner lebih tinggi. Hal ini didukung data bahwa wanita preeklampsia mempunyai kadar lipid, insulin saat puasa, dan faktor koagulasi dalam sirkulasi yang lebih tinggi. Perubahan penanda risiko vaskuler ini merupakan bagian dari spektrum sindrom Alamat korespondensi 262 metabolik dan diduga menjadi faktor kunci penyebab penyakit kardiovaskuler, termasuk penyakit jantung koroner.2 DEFINISI Preeklampsia adalah sindrom klinis pada masa kehamilan (setelah kehamilan 20 minggu) yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah (>140/90 mmHg) dan proteinuria (0,3 gram/hari) pada wanita yang tekanan darahnya normal pada usia kehamilan sebelum 20 minggu.3-7 Preeklampsia merupakan penyakit sistemik yang tidak hanya ditandai oleh hipertensi, tetapi juga disertai peningkatan resistensi pembuluh darah, disfungsi endotel difus, proteinuria, dan koagulopati.8 Pada 20% wanita preeklampsia berat didapatkan sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet Count) yang ditandai dengan hemolisis, peningkatan enzim hepar, trombositopenia akibat kelainan hepar dan sistem koagulasi. Angka kejadian sindrom HELLP ini sekitar 1 dari 1000 kehamilan. Sekitar 20% sindrom HELLP mengalami koagulasi intravaskuler diseminata, yang memperburuk prognosis baik ibu maupun bayi. Eklampsia merupakan jenis preeklampsia berat yang ditandai dengan adanya kejang, terjadi pada 3% dari seluruh kasus preeklampsia. Kerusakan otak pada eklampsia disebabkan oleh edema serebri. Perubahan substansia alba yang terjadi menyerupai ensefalopati hipertensi. Komplikasi serebrovaskuler, seperti stroke dan perdarahan serebri, merupakan penyebab kematian terbesar pada eklampsia.3-6 email: [email protected] CDK-227/ vol. 42 no. 4, th. 2015 TINJAUAN PUSTAKA Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC-7 dibandingkan dengan NHBPEP (National High Blood Pressure Education Program).9 JNC-7 BP Classification (Nonpregnant), mmHg NHBPEP BP Classification (Pregnant), mmHg Normal SBP ≤120 and DBP ≤80 Prehypertension Normal/acceptable in pregnant SBP ≤140 and DBP ≤90 SBP 120 to 139 or DBP 80 to 89 Stage 1 hypertension SBP 140 to 159 or DBP 90 to 99 Mild hypertension SBP 140 to 150 or DBP 90 to 109 Stage 2 hypertension SBP 160 to 179 or DBP 100 to 110 Stage 3 hypertension Severe hypertension Pada kehamilan preeklampsia, invasi arteri uterina ke dalam plasenta dangkal, aliran darah berkurang, menyebabkan iskemi plasenta pada awal trimester kedua. Hal ini mencetuskan pelepasan faktor-faktor plasenta yang menyebabkan terjadinya kelainan multisistem pada ibu. Pada wanita dengan penyakit mikrovaskuler, seperti hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit kolagen, didapatkan peningkatan insiden preeklampsia; mungkin preeklampsia ini didahului gangguan perfusi plasenta.3 ≥160 systolic or ≥110 diastolic SBP 180 to 209 or DBP 110 to 119 JNC-7 indicates the Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure;4 NHBPEP, National High Blood Pressure Education Program Working Group Report on High Blood Tekanan darah pada preeklampsia sifatnya labil. Peningkatan tekanan darah disebabkan adanya peningkatan resistensi vaskuler. Pressure in Pregnancy.1 Tabel 2. Faktor risiko preeklampsia3 Faktor risiko preeklampsia • Nullipara • Multiparietas • Riwayat keluarga preeklampsia • Hipertensi kronis • Diabetes melitus • Penyakit ginjal • Riwayat preeklampsia onset dini pada kehamilan sebelumnya (<34 minggu) • Riwayat sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low platelet) • Obesitas • Mola hidatidosa ETIOLOGI Etiologi preeklampsia tidak diketahui secara pasti. Diketahui ada beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian preeklampsia (Tabel 2).3,5 Gambar 1. Hipotesis tentang peranan soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt1) pada preeklampsia3 PATOFISIOLOGI Patofisiologi preeklampsia dibagi menjadi dua tahap, yaitu perubahan perfusi plasenta dan sindrom maternal. Tahap pertama terjadi selama 20 minggu pertama kehamilan. Pada fase ini terjadi perkembangan abnormal remodelling dinding arteri spiralis. Abnormalitas dimulai pada saat perkembangan plasenta, diikuti produksi substansi yang jika mencapai sirkulasi maternal menyebabkan terjadinya sindrom maternal. Tahap ini merupakan tahap kedua atau disebut juga fase sistemik. Fase ini merupakan fase klinis preeklampsia, dengan elemen pokok respons inflamasi sistemik maternal dan disfungsi endotel.3,14 Gambar 2. Patofisiologi preeklampsia7 CDK-227/ vol. 42 no. 4, th. 2015 263 TINJAUAN PUSTAKA Selain itu, didapatkan perubahan irama sirkadian normal, yaitu tekanan darah sering kali lebih tinggi pada malam hari disebabkan peningkatan aktivitas vasokonstriktor simpatis, yang akan kembali normal setelah persalinan. Hal ini mendukung penggunaan metildopa sebagai antihipertensi. Tirah baring sering dapat memperbaiki hipertensi pada kehamilan, mungkin karena perbaikan perfusi uteroplasenta.3 Obesitas merupakan salah satu faktor risiko penting terjadinya preeklampsia. Dislipidemia dan diabetes melitus gestasional meningkatkan risiko preeklampsia dua kali lipat, mungkin berhubungan dengan disfungsi endotel.3 Pada preeklampsia, fraksi filtrasi renal menurun sekitar 25%, padahal selama kehamilan normal, fungsi renal biasanya meningkat 35-50%. Klirens asam urat serum menurun, biasanya sebelum manifestasi klinis. Kadar asam urat >5,5 mg/dL akibat penurunan klirens renal dan filtrasi glomerulus merupakan penanda penting preeklampsia.3 Edema Paru pada Preeklampsia Preeklampsia masih merupakan salah satu penyebab terpenting edema paru akut dengan hipertensi pada kehamilan. Edema paru akut merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas pada kehamilan, ditandai dengan sesak nafas mendadak, dapat disertai agitasi, dan merupakan manifestasi klinis proses penyakit yang berat. Terapi meliputi oksigenasi, ventilasi, dan kontrol sirkulasi dengan venodilator.15 Dibandingkan dengan wanita pada kehamilan fisiologis, wanita preeklampsia memperlihatkan berbagai abnormalitas jantung, mulai dari peningkatan curah jantung dan peningkatan ringan resistensi vaskuler sistemik, hingga penurunan curah jantung dengan peningkatan resistensi vaskuler sistemik. Sering kali didapatkan gangguan fungsi diastolik dengan peningkatan massa ventrikel kiri. Pada preeklampsia juga terjadi penurunan tekanan osmotik koloid plasma dan gangguan permeabilitas endotel. Krisis hipertensi yang mencetuskan edema paru akut mungkin karena aktivasi sistem saraf simpatis yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, sehingga meningkatkan afterload dan redistribusi cairan dari 264 sirkulasi perifer ke sirkulasi pulmonal. Hal ini menyebabkan akumulasi cairan pada alveolus dan penurunan oksigenasi.15 DIAGNOSIS Menurut American College of Obstetrics and Gynecology, diagnosis dibuat jika tekanan darah >140/90 mmHg pada dua kali pengukuran disertai proteinuria >300 mg/ hari. Edema, yang merupakan gambaran klasik preeklampsia, tidak lagi digunakan sebagai dasar diagnosis karena sensitivitas maupun spesifisitasnya rendah. Pada 20% kasus tidak ditemukan proteinuria ataupun hipertensi. Pemeriksaan laboratorium, seperti tes fungsi hepar, pemeriksaan protein urin, dan kreatinin serum dapat membantu mengetahui derajat kerusakan target organ, tetapi tidak ada yang spesifik untuk diagnosis preeklampsia.4 PENATALAKSANAAN Terdapat perbedaan manajemen hipertensi pada kehamilan dan di luar kehamilan. Kebanyakan kasus hipertensi di luar kehamilan merupakan hipertensi esensial yang bersifat kronis. Terapi hipertensi di luar kehamilan ditujukan untuk mencegah komplikasi jangka panjang, seperti stroke dan infark miokard, sedangkan hipertensi pada kehamilan biasanya kembali normal saat post-partum, sehingga terapi tidak ditujukan untuk pencegahan komplikasi jangka panjang. Preeklampsia berisiko menjadi eklampsia, sehingga diperlukan penurunan tekanan darah yang cepat pada preeklampsia berat. Selain itu, preeklampsia melibatkan komplikasi multisistem dan disfungsi endotel, meliputi kecenderungan protrombotik, penurunan volume intravaskuler, dan peningkatan permeabilitas endotel.7 Preeklampsia onset dini (<34 minggu) memerlukan penggunaan obat antihipertensi secara hati-hati; selain itu, diperlukan tirah baring dan monitoring baik terhadap ibu maupun bayi. Pasien preeklampsia biasanya sudah mengalami deplesi volume intravaskuler, sehingga lebih rentan terhadap penurunan tekanan darah yang terlalu cepat; hipotensi dan penurunan aliran uteroplasenta perlu diperhatikan karena iskemi plasenta merupakan hal pokok dalam patofisiologi preeklampsia. Selain itu, menurunkan tekanan darah tidak mengatasi proses primernya. Tujuan utama terapi antihipertensi adalah untuk mengurangi risiko ibu, yang meliputi abrupsi plasenta, hipertensi urgensi yang memerlukan rawat inap, dan kerusakan organ target (komplikasi serebrovaskuler dan kardiovaskuler). Risiko kerusakan organ target meningkat jika kenaikan tekanan darah terjadi tiba-tiba pada wanita yang sebelumnya normotensi.16 Tekanan darah >170/110 mmHg merusak endotel secara langsung. Pada tekanan darah 180-190/120-130 mmHg terjadi kegagalan Gambar 3. Algoritma diagnosis hipertensi pada kehamilan5 CDK-227/ vol. 42 no. 4, th. 2015 TINJAUAN PUSTAKA Tabel 3. Obat antihipertensi untuk hipertensi kronis atau gestasional selama kehamilan.3,9 Obat (Rekomendasi FDA) Dosis Keterangan 0,5-3 gram/hari terbagi 2 dosis Merupakan obat pilihan, aman digunakan setelah trimester pertama. Obat lini pertama Metildopa (B) Obat lini kedua Labetalol (C) 200-1200 mg/hari terbagi Mungkin berhubungan dengan gangguan pertumbuhan fetus. 2-3 dosis Nifedipin (C) 30-120 mg/hari preparat lepas lambat Dapat menghambat proses persalinan dan mempunyai mekanisme sinergis dengan magnesium sulfat dalam menurunkan tekanan darah. Penggunaan penghambat kanal kalsium lain belum banyak diteliti. Hydralazine (C) 50-300 mg/hari terbagi 2-4 dosis Penelitian sedikit, sedikit efek samping yang terdokumentasi, bermanfaat sebagai kombinasi dengan agen simpatolitik, dapat menyebabkan trombositopenia neonatus. Beta blocker (C) Tergantung jenis obat Dapat menurunkan aliran darah uteroplasenta, dapat mengganggu respons fetus terhadap stres hipoksia, risiko gangguan pertumbuhan jika mulai digunakan pada trimester pertama atau kedua (atenolol), dapat menyebabkan hipoglikemia neonatus pada dosis lebih tinggi. 12,5-25 mg/hari Dapat menyebabkan gangguan elektrolit, digunakan sebagai kombinasi dengan metildopa dan vasodilator untuk mengatasi retensi cairan. Hydrochlorothiazide Kontraindikasi ACE inhibitor dan angiotensin I receptor antagonist (D) Menyebabkan kematian janin pada hewan percobaan. Penggunaan pada manusia menyebabkan defek jantung, fetopati, oligohidramnion, gangguan pertumbuhan, agenesis renal, gagal ginjal anuria pada neonatus. Tabel 4. Obat untuk kontrol cepat hipertensi berat pada kehamilan.3 Drug (FDA Risk)† Dose And Route Concern or Comments‡ Labetalol (C) 20 mg IV, then 20-80 mg every 20-30 min, up to maximum of 300 mg; or constant infusion of 1-2 mg/min Less risk of tachycardia and arrhythmia than with other vasodilators Hydralazine (C) 5 mg, IV or IM, then 5-10 mg every 20-40 min; or constant infusion of 0.5-10 mg/hr Long experience of safety and efficacy Nifedipine (C) Tablets recommended only; 10-30 mg PO Safe to use in labor (once thought to interact with MgSO4) Constant infusion of 0.5-10 mcg/kg/min Possible cyanide toxicity; agent of last resort Relatively Constraindicated Nitroprusside (C) autoregulasi serebral yang meningkatkan risiko perdarahan serebral. Selain itu, risiko abrupsi plasenta dan asfiksia juga meningkat. Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dan mendadak dapat menurunkan perfusi uteroplasenta, sehingga dapat menyebabkan hipoksia janin. Target tekanan darah adalah sekitar 140/90 mmHg.7 Obat Antihipertensi a. Hipertensi ringan-sedang Keuntungan dan risiko terapi antihipertensi pada hipertensi ringan-sedang (tekanan darah sistolik 140-169 mmHg dan tekanan darah diastolik 90-109 mmHg) masih kontroversial. Guideline European Society of Hypertension (ESH) / European Society of Cardiology (ESC) terbaru merekomendasi- CDK-227/ vol. 42 no. 4, th. 2015 kan pemberian terapi jika tekanan darah sistolik 140 mmHg atau diastolik 90 mmHg pada wanita dengan:17 • Hipertensi gestasional (dengan atau tanpa proteinuria) • Hipertensi kronis superimposed hipertensi gestasional • Hipertensi dengan kerusakan target organ subklinis atau adanya gejala selama masa kehamilan. b. Hipertensi berat ESC merekomendasikan jika tekanan darah sistolik >170 mmHg atau diastolik >110 mmHg pada wanita hamil diklasifikasikan sebagai emergensi dan merupakan indikasi rawat inap. Terapi farmakologis dengan labetalol intravena, metildopa oral, atau nifedipin sebaiknya segera diberikan. Obat pilihan untuk preeklampsia dengan edema paru adalah nitrogliserin (gliseril trinitrat), infus intravena dengan dosis 5 μg/menit dan ditingkatkan bertahap tiap 3-5 menit hingga dosis maksimal 100 μg/menit.17,18 Furosemid intravena dapat digunakan untuk venodilatasi dan diuresis (20-40 mg bolus intravena selama 2 menit), dapat diulang 40-60 mg setelah 30 menit jika respons diuresis kurang adekuat. Morfin intravena 2-3 mg dapat diberikan untuk venodilator dan ansiolitik. Edema paru berat memerlukan ventilasi mekanik.15 Magnesium Sulfat Magnesium sulfat mempunyai efek antikejang dan vasodilator.10 Magnesium sulfat merupakan agen pencegahan eklampsia paling efektif, dan obat lini pertama untuk terapi kejang pada eklampsia. Selain itu, direkomendasikan untuk profilaksis eklampsia pada wanita dengan preeklampsia berat.18 Konseling dan Follow Up Pascapersalinan Hipertensi sering menetap pasca-persalinan pada pasien dengan hipertensi antenatal atau preeklampsia. Tekanan darah sering tidak stabil pada beberapa hari postpartum. Tujuan terapi adalah untuk mencegah terjadinya hipertensi berat. Obat antihipertensi antenatal sebaiknya diberikan kembali post-partum dan dapat dihentikan dalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah tekanan darah normal. Jika tekanan darah sebelum konsepsi normal, tekanan darah biasanya normal kembali dalam 2-8 minggu. Hipertensi yang menetap setelah 12 minggu postpartum mungkin menunjuk kan hipertensi kronis yang tidak terdiagnosis atau adanya hipertensi sekunder.3 Evaluasi post-partum perlu dilakukan pada pasien preeklampsia onset dini, preeklampsia berat atau rekuren, atau pada pasien dengan proteinuria yang menetap; perlu dipikirkan kemungkinan penyakit ginjal, hipertensi sekunder, dan trombofilia (misalnya sindrom antibodi antifosfolipid).3 Wanita yang mengalami hipertensi gestasional mempunyai risiko lebih tinggi 265 TINJAUAN PUSTAKA untuk mengalami hipertensi di kemudian hari. Setelah follow up selama 7 tahun pada 223 wanita yang mengalami eklampsia, didapatkan bahwa risiko paling tinggi adalah pada wanita yang mengalami hipertensi pada usia kehamilan sebelum 30 minggu. Wanita dengan hipertensi gestasional juga mengalami resistensi insulin lebih tinggi.3,11,17 Wanita preeklampsia memiliki risiko penyakit kardiovaskuler lebih tinggi bahkan hingga bertahun-tahun pascapersalinan, serta mempunyai risiko lebih besar terjadinya disfungsi dan hipertrofi ventrikel kiri asimptomatik dalam 1-2 tahun pasca-persalinan.20 Risiko kematian karena penyakit kardio-serebrovaskuler juga dua kali lebih besar pada wanita dengan riwayat preeklampsia. Wanita dengan riwayat preeklampsia onset sebelum 34 minggu atau preeklampsia yang disertai persalinan preterm mempunyai risiko kematian karena penyakit kardiovaskuler 4-8 kali lebih besar dibandingkan wanita dengan kehamilan normal.4,21-24 molecule-1 dan intercellular adhesion molecule-1 kadarnya lebih tinggi hingga >15 tahun pasca-persalinan. Adanya diabetes melitus, hipertensi kronis, dan penyakit ginjal sebelum kehamilan dapat meningkatkan risiko preeklampsia.4,25 Mekanismenya masih belum diketahui pasti, tetapi disfungsi endotel yang berkaitan erat dengan proses aterosklerosis menetap selama bertahun-tahun setelah kejadian preeklampsia. Tiga bulan hingga paling tidak tiga tahun pasca-persalinan masih didapatkan gangguan dilatasi endotel. Wanita dengan riwayat preeklampsia juga dilaporkan lebih sensitif terhadap angiotensin II dan garam. Penanda aktivasi endotel, meliputi vascular cell adhesion Obat antihipertensi larut lemak konsentrasinya dapat lebih tinggi di air susu ibu (ASI). Paparan neonatus pada penggunaan obat metildopa, labetalol, captopril, dan nifedipin rendah, sehingga obat-obat ini dianggap aman diberikan selama menyusui. Diuretik juga didapatkan pada konsentrasi rendah, tetapi dapat mengurangi produksi ASI.3 Metildopa sebaiknya dihindari pascapersalinan karena dapat menyebabkan depresi pasca-melahirkan.17 DAFTAR PUSTAKA 1. CDC. Women and heart disease fact sheet [Internet]. [cited 2013 Oct 21] 2013:6–8. Available from: http://www.cdc.gov/dhdsp/data_statistics/fact_sheets/fs_women_heart.htm. 2. Hermes W, Franx A, Pampus MG Van, Bloemenkamp KW, Post JA van der, Porath M, et al. 10-Year cardiovascular event risks for women who experienced hypertensive disorders in late 3. Podymow T, August P. Hypertension in pregnancy. In: Black HR, Elliott WJ, eds. Hypertension: A companion to Braunwald’s heart disease. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2013:327– 4. Powe CE, Levine RJ, Karumanchi SA. Preeclampsia, a disease of the maternal endothelium: The role of antiangiogenic factors and implications for later cardiovascular disease. Circulation 5. Wagner LK. Diagnosis and management of preeclampsia. Am. Fam. Physician 2004;70(12):2317-24. 6. Savaj S, Vaziri ND. An overview of recent advances in pathogenesis and diagnosis of preeclampsia. Iran J Kidney Dis. 2012;6(5):334-8. 7. Heazell A, Baker PN. Hypertensive disorders of pregnancy. In: Oakley C, Warnes CA, eds. Heart disease in pregnancy. 2nd ed. Massachusetts: Blackwell Publishing; 2007:264-80. pregnancy : The HyRAS study. BMC Pregnancy Childbirth 2010;10(28). doi:10.1186/1471-2393-10-28. 35. 2011;123:2856-69. 8. Solomon CG, Seely EW. Brief review: Hypertension in pregnancy: A manifestation of the insulin resistance syndrome ? Hypertension 2001;37:232-9. 9. Podymow T, August P. Update on the use of antihypertensive drugs in pregnancy. Hypertension 2008;51:960-9. 10. Eiland E, Nzerue C, Faulkner M. Preeclampsia 2012. J Pregnancy 2012;2012:1-7. 11. Banerjee M, Cruickshank J. Pregnancy as the prodrome to vascular dysfunction and cardiovascular risk. Nat. Clin. Pract. Cardiovasc. Med. 2006;3(11):596-603. 12. Kapur NK, Morine KJ, Letarte M. Endoglin : A critical mediator of cardiovascular health. Vasc. Health Risk Manag. 2013;9:195-206. 13. Levine RJ, Lam C, Qian C, Yu KF, Maynard SE, Sachs BP, et al. Soluble endoglin and other circulating antiangiogenic factors in preeclampsia. N Engl J Med. 2006;355:992-1005. 14. Rodriguez M, Moreno J, Hasbun J. RAS in pregnancy and preeclampsia and eclampsia. Int J Hypertens. 2012;1155. 15. Dennis AT, Solnordal CB. Acute pulmonary oedema in pregnant women. Anaesthesia. 2012;67:646-59. 16. Mustafa R, Ahmed S, Gupta A, Venuto RC. A comprehensive review of hypertension in pregnancy. J Pregnancy 2012;2012:1-19. 17. Regitz-Zagrosek V, Blomstrom LC, Borghi C, Cifkova R, Ferreira R, Foidart JM, et al. ESC guidelines on the management of cardiovascular diseases during pregnancy: The task force on the management of cardiovascular diseases during pregnancy of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J. 2011;32:3147-97. 18. Dennis AT. Management of pre-eclampsia : Issues for anaesthetists. Anaesthesia 2012;67:1009-20. 19. Magee LA. Pre-eclampsia and increased cardiovascular risk: Guidelines for primary prevention of cardiovascular disease are appropriate for all women. BMJ. 2007;335:945-6. 20. Melchiorre K, Sutherland GR, Liberati M, Thilaganathan B. Preeclampsia is associated with persistent postpartum cardiovascular impairment. Hypertension 2011;58:709-15. 21. Koual M, Abbou H, Carbonnel M, Picone O, Ayoubi J-M. Short-term outcome of patients with preeclampsia. Vasc Health Risk Manag. 2013;9:143-8. 22. Hermes W, Tamsma JT, Grootendorst DC, Franx A, Post J van der, Pampus MG van, et al. Cardiovascular risk estimation in women with a history of hypertensive pregnancy disorders at term : A longitudinal follow-up study. BMC Pregnancy Childbirth 2013;13(1):1. 23. Tooher J, Chiu CL, Yeung K, Lupton SJ, Thornton C, Makris A, et al. High blood pressure during pregnancy is associated with future cardiovascular disease : An observational cohort study. BMJ Open 2013;3. 24. Fraser A, Nelson SM, Macdonald-wallis C, Cherry L, Butler E, Sattar N, et al. Associations of pregnancy complications with calculated cardiovascular disease risk and cardiovascular risk factors in middle age: The avon longitudinal study of parents and children. Circulation 2012;125:1367-80. 25. Agatisa PK, Ness RB, Roberts JM, Costantino JP, Kuller LH, Mclaughlin MK. Impairment of endothelial function in women with a history of preeclampsia : An indicator of cardiovascular risk. Am J Physiol Hear Circ Physiol. 2004;286:1389-93. 266 CDK-227/ vol. 42 no. 4, th. 2015