Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Preeklampsia

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Penatalaksanaan Tekanan Darah
pada Preeklampsia
Risalina Myrtha
PPDS-1 Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/ RSUD Dr. Muwardi, Surakarta
ABSTRAK
Sekitar 10-15% kehamilan disertai komplikasi hipertensi yang berkontribusi besar dalam morbiditas dan mortalitas neonatal dan maternal.
Wanita yang hipertensi saat hamil cenderung mengalami penyakit kardiovaskuler di kemudian hari. Preeklampsia merupakan penyakit
sistemik yang tidak hanya ditandai oleh adanya hipertensi, tetapi juga disertai adanya peningkatan resistensi pembuluh darah, disfungsi
endotel yang difus, proteinuria, dan koagulopati. Tujuan utama terapi antihipertensi adalah untuk mengurangi risiko terhadap ibu dan
kerusakan organ target (komplikasi serebrovaskuler dan kardiovaskuler). Risiko kerusakan organ target meningkat jika kenaikan tekanan
darah terjadi tiba-tiba pada wanita yang sebelumnya normotensi. Obat antihipertensi antenatal sebaiknya diberikan kembali post-partum
dan dapat dihentikan dalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah tekanan darah normal.
Kata kunci: Antihipertensi, kehamilan, preeklampsia
ABSTRACT
Approximately 10% to 15% of all pregnancies are complicated by hypertension and largely contribute to maternal and neonatal morbidity and
mortality. Hypertensive disorders in pregnancy may contribute to the development of future cardiovascular disease. Preeclampsia is a systemic
disease that is not only characterized by the presence of hypertension, but also accompanied by an increase in vascular resistance, diffuse
endothelial dysfunction, proteinuria, and coagulopathy. The ultimate goal of antihypertensive therapy is to reduce main risks to mother
and target organ-damage (cerebrovascular and cardiovascular complications). The risk of target organ damage increases if the rise of
blood pressure occurs suddenly in previously normotensive women. Antenatal antihypertensive drugs should be given back post-partum
and can be stopped within a few days to several weeks after a normal blood pressure. Risalina Myrtha. Management of Blood Pressure in
Preeclampsia.
Keywords: Antihypertensive, pregnancy, preeclampsia
PENDAHULUAN
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian terbanyak pada wanita di
Amerika Serikat. Pada tahun 2009, 1 dari 4
wanita meninggal karena penyakit jantung.1
Di Belanda, 32% wanita meninggal karena
penyakit kardiovaskuler. Sejumlah 10-15%
kehamilan disertai komplikasi hipertensi
dan berkontribusi besar dalam morbiditas
dan mortalitas neonatal dan maternal. Wanita
dengan riwayat hipertensi pada kehamilan
mempunyai angka kematian karena penyakit
jantung koroner lebih tinggi. Hal ini didukung
data bahwa wanita preeklampsia mempunyai
kadar lipid, insulin saat puasa, dan faktor
koagulasi dalam sirkulasi yang lebih tinggi.
Perubahan penanda risiko vaskuler ini
merupakan bagian dari spektrum sindrom
Alamat korespondensi
262
metabolik dan diduga menjadi faktor kunci
penyebab penyakit kardiovaskuler, termasuk
penyakit jantung koroner.2
DEFINISI
Preeklampsia adalah sindrom klinis pada
masa kehamilan (setelah kehamilan 20
minggu) yang ditandai dengan peningkatan
tekanan darah (>140/90 mmHg) dan
proteinuria (0,3 gram/hari) pada wanita
yang tekanan darahnya normal pada
usia kehamilan sebelum 20 minggu.3-7
Preeklampsia merupakan penyakit sistemik
yang tidak hanya ditandai oleh hipertensi,
tetapi juga disertai peningkatan resistensi
pembuluh darah, disfungsi endotel difus,
proteinuria, dan koagulopati.8 Pada 20%
wanita preeklampsia berat didapatkan
sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver
Enzyme, Low Platelet Count) yang ditandai
dengan hemolisis, peningkatan enzim hepar,
trombositopenia akibat kelainan hepar dan
sistem koagulasi. Angka kejadian sindrom
HELLP ini sekitar 1 dari 1000 kehamilan. Sekitar
20% sindrom HELLP mengalami koagulasi
intravaskuler diseminata, yang memperburuk
prognosis baik ibu maupun bayi. Eklampsia
merupakan jenis preeklampsia berat yang ditandai dengan adanya kejang, terjadi pada 3%
dari seluruh kasus preeklampsia. Kerusakan
otak pada eklampsia disebabkan oleh edema
serebri. Perubahan substansia alba yang
terjadi menyerupai ensefalopati hipertensi.
Komplikasi serebrovaskuler, seperti stroke dan
perdarahan serebri, merupakan penyebab
kematian terbesar pada eklampsia.3-6
email: [email protected]
CDK-227/ vol. 42 no. 4, th. 2015
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC-7 dibandingkan dengan NHBPEP (National High Blood Pressure Education
Program).9
JNC-7 BP Classification (Nonpregnant), mmHg
NHBPEP BP Classification (Pregnant), mmHg
Normal
SBP ≤120 and DBP ≤80
Prehypertension
Normal/acceptable in pregnant
SBP ≤140 and DBP ≤90
SBP 120 to 139 or DBP 80 to 89
Stage 1 hypertension
SBP 140 to 159 or DBP 90 to 99
Mild hypertension
SBP 140 to 150 or DBP 90 to 109
Stage 2 hypertension
SBP 160 to 179 or DBP 100 to 110
Stage 3 hypertension
Severe hypertension
Pada kehamilan preeklampsia, invasi arteri
uterina ke dalam plasenta dangkal, aliran
darah berkurang, menyebabkan iskemi
plasenta pada awal trimester kedua. Hal
ini mencetuskan pelepasan faktor-faktor
plasenta yang menyebabkan terjadinya
kelainan multisistem pada ibu. Pada wanita
dengan penyakit mikrovaskuler, seperti
hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit
kolagen, didapatkan peningkatan insiden
preeklampsia; mungkin preeklampsia ini didahului gangguan perfusi plasenta.3
≥160 systolic or ≥110 diastolic
SBP 180 to 209 or DBP 110 to 119
JNC-7 indicates the Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment
of High Blood Pressure;4 NHBPEP, National High Blood Pressure Education Program Working Group Report on High Blood
Tekanan darah pada preeklampsia sifatnya
labil. Peningkatan tekanan darah disebabkan adanya peningkatan resistensi vaskuler.
Pressure in Pregnancy.1
Tabel 2. Faktor risiko preeklampsia3
Faktor risiko preeklampsia
•
Nullipara
•
Multiparietas
•
Riwayat keluarga preeklampsia
•
Hipertensi kronis
•
Diabetes melitus
•
Penyakit ginjal
•
Riwayat preeklampsia onset dini pada kehamilan
sebelumnya (<34 minggu)
•
Riwayat sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver
enzymes, low platelet)
•
Obesitas
•
Mola hidatidosa
ETIOLOGI
Etiologi preeklampsia tidak diketahui secara
pasti. Diketahui ada beberapa faktor risiko
yang berhubungan dengan kejadian preeklampsia (Tabel 2).3,5
Gambar 1. Hipotesis tentang peranan soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt1) pada preeklampsia3
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi preeklampsia dibagi menjadi
dua tahap, yaitu perubahan perfusi plasenta
dan sindrom maternal. Tahap pertama terjadi selama 20 minggu pertama kehamilan.
Pada fase ini terjadi perkembangan
abnormal remodelling dinding arteri
spiralis. Abnormalitas dimulai pada saat
perkembangan plasenta, diikuti produksi
substansi yang jika mencapai sirkulasi
maternal menyebabkan terjadinya sindrom
maternal. Tahap ini merupakan tahap kedua
atau disebut juga fase sistemik. Fase ini
merupakan fase klinis preeklampsia, dengan
elemen pokok respons inflamasi sistemik
maternal dan disfungsi endotel.3,14
Gambar 2. Patofisiologi preeklampsia7
CDK-227/ vol. 42 no. 4, th. 2015
263
TINJAUAN PUSTAKA
Selain itu, didapatkan perubahan irama
sirkadian normal, yaitu tekanan darah sering
kali lebih tinggi pada malam hari disebabkan peningkatan aktivitas vasokonstriktor
simpatis, yang akan kembali normal setelah
persalinan. Hal ini mendukung penggunaan
metildopa sebagai antihipertensi. Tirah baring
sering dapat memperbaiki hipertensi pada
kehamilan, mungkin karena perbaikan perfusi uteroplasenta.3
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko
penting terjadinya preeklampsia. Dislipidemia dan diabetes melitus gestasional
meningkatkan risiko preeklampsia dua
kali lipat, mungkin berhubungan dengan
disfungsi endotel.3
Pada preeklampsia, fraksi filtrasi renal menurun sekitar 25%, padahal selama kehamilan
normal, fungsi renal biasanya meningkat
35-50%. Klirens asam urat serum menurun,
biasanya sebelum manifestasi klinis. Kadar
asam urat >5,5 mg/dL akibat penurunan
klirens renal dan filtrasi glomerulus merupakan penanda penting preeklampsia.3
Edema Paru pada Preeklampsia
Preeklampsia masih merupakan salah satu
penyebab terpenting edema paru akut
dengan hipertensi pada kehamilan. Edema
paru akut merupakan penyebab penting
morbiditas dan mortalitas pada kehamilan,
ditandai dengan sesak nafas mendadak,
dapat disertai agitasi, dan merupakan
manifestasi klinis proses penyakit yang berat.
Terapi meliputi oksigenasi, ventilasi, dan
kontrol sirkulasi dengan venodilator.15
Dibandingkan dengan wanita pada kehamilan fisiologis, wanita preeklampsia
memperlihatkan
berbagai
abnormalitas
jantung, mulai dari peningkatan curah
jantung dan peningkatan ringan resistensi
vaskuler sistemik, hingga penurunan curah
jantung dengan peningkatan resistensi vaskuler sistemik. Sering kali didapatkan gangguan fungsi diastolik dengan peningkatan
massa ventrikel kiri. Pada preeklampsia juga
terjadi penurunan tekanan osmotik koloid
plasma dan gangguan permeabilitas endotel.
Krisis hipertensi yang mencetuskan edema
paru akut mungkin karena aktivasi sistem
saraf simpatis yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, sehingga meningkatkan
afterload dan redistribusi cairan dari
264
sirkulasi perifer ke sirkulasi pulmonal. Hal
ini menyebabkan akumulasi cairan pada
alveolus dan penurunan oksigenasi.15
DIAGNOSIS
Menurut American College of Obstetrics and
Gynecology, diagnosis dibuat jika tekanan
darah >140/90 mmHg pada dua kali
pengukuran disertai proteinuria >300 mg/
hari. Edema, yang merupakan gambaran
klasik preeklampsia, tidak lagi digunakan
sebagai dasar diagnosis karena sensitivitas
maupun spesifisitasnya rendah. Pada 20%
kasus tidak ditemukan proteinuria ataupun hipertensi. Pemeriksaan laboratorium,
seperti tes fungsi hepar, pemeriksaan protein
urin, dan kreatinin serum dapat membantu
mengetahui derajat kerusakan target organ,
tetapi tidak ada yang spesifik untuk diagnosis preeklampsia.4
PENATALAKSANAAN
Terdapat perbedaan manajemen hipertensi
pada kehamilan dan di luar kehamilan.
Kebanyakan kasus hipertensi di luar kehamilan
merupakan hipertensi esensial yang bersifat
kronis. Terapi hipertensi di luar kehamilan ditujukan untuk mencegah komplikasi jangka
panjang, seperti stroke dan infark miokard,
sedangkan hipertensi pada kehamilan
biasanya kembali normal saat post-partum,
sehingga terapi tidak ditujukan untuk
pencegahan komplikasi jangka panjang.
Preeklampsia berisiko menjadi eklampsia,
sehingga diperlukan penurunan tekanan
darah yang cepat pada preeklampsia berat.
Selain itu, preeklampsia melibatkan komplikasi multisistem dan disfungsi endotel,
meliputi kecenderungan protrombotik,
penurunan volume intravaskuler, dan peningkatan permeabilitas endotel.7
Preeklampsia onset dini (<34 minggu) memerlukan penggunaan obat antihipertensi
secara hati-hati; selain itu, diperlukan
tirah baring dan monitoring baik terhadap
ibu maupun bayi. Pasien preeklampsia
biasanya sudah mengalami deplesi volume
intravaskuler, sehingga lebih rentan terhadap penurunan tekanan darah yang
terlalu cepat; hipotensi dan penurunan
aliran uteroplasenta perlu diperhatikan
karena iskemi plasenta merupakan hal pokok
dalam patofisiologi preeklampsia. Selain itu,
menurunkan tekanan darah tidak mengatasi proses primernya. Tujuan utama terapi
antihipertensi adalah untuk mengurangi
risiko ibu, yang meliputi abrupsi plasenta,
hipertensi urgensi yang memerlukan rawat
inap, dan kerusakan organ target (komplikasi
serebrovaskuler dan kardiovaskuler). Risiko
kerusakan organ target meningkat jika
kenaikan tekanan darah terjadi tiba-tiba
pada wanita yang sebelumnya normotensi.16
Tekanan darah >170/110 mmHg merusak
endotel secara langsung. Pada tekanan darah
180-190/120-130 mmHg terjadi kegagalan
Gambar 3. Algoritma diagnosis hipertensi pada kehamilan5
CDK-227/ vol. 42 no. 4, th. 2015
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 3. Obat antihipertensi untuk hipertensi kronis atau gestasional selama kehamilan.3,9
Obat (Rekomendasi
FDA)
Dosis
Keterangan
0,5-3 gram/hari terbagi
2 dosis
Merupakan obat pilihan, aman digunakan setelah trimester
pertama.
Obat lini pertama
Metildopa (B)
Obat lini kedua
Labetalol (C)
200-1200 mg/hari terbagi Mungkin berhubungan dengan gangguan pertumbuhan fetus.
2-3 dosis
Nifedipin (C)
30-120 mg/hari preparat
lepas lambat
Dapat menghambat proses persalinan dan mempunyai
mekanisme sinergis dengan magnesium sulfat dalam
menurunkan tekanan darah. Penggunaan penghambat kanal
kalsium lain belum banyak diteliti.
Hydralazine (C)
50-300 mg/hari terbagi
2-4 dosis
Penelitian sedikit, sedikit efek samping yang terdokumentasi,
bermanfaat sebagai kombinasi dengan agen simpatolitik, dapat
menyebabkan trombositopenia neonatus.
Beta blocker (C)
Tergantung jenis obat
Dapat menurunkan aliran darah uteroplasenta, dapat
mengganggu respons fetus terhadap stres hipoksia, risiko
gangguan pertumbuhan jika mulai digunakan pada trimester
pertama atau kedua (atenolol), dapat menyebabkan hipoglikemia
neonatus pada dosis lebih tinggi.
12,5-25 mg/hari
Dapat menyebabkan gangguan elektrolit, digunakan sebagai
kombinasi dengan metildopa dan vasodilator untuk mengatasi
retensi cairan.
Hydrochlorothiazide
Kontraindikasi
ACE inhibitor dan
angiotensin I receptor
antagonist (D)
Menyebabkan kematian janin pada hewan percobaan.
Penggunaan pada manusia menyebabkan defek jantung,
fetopati, oligohidramnion, gangguan pertumbuhan, agenesis
renal, gagal ginjal anuria pada neonatus.
Tabel 4. Obat untuk kontrol cepat hipertensi berat pada kehamilan.3
Drug (FDA Risk)†
Dose And Route
Concern or Comments‡
Labetalol (C)
20 mg IV, then 20-80 mg every 20-30 min,
up to maximum of 300 mg; or constant
infusion of 1-2 mg/min
Less risk of tachycardia and arrhythmia than
with other vasodilators
Hydralazine (C)
5 mg, IV or IM, then 5-10 mg every 20-40
min; or constant infusion of 0.5-10 mg/hr
Long experience of safety and efficacy
Nifedipine (C)
Tablets recommended only; 10-30 mg PO
Safe to use in labor (once thought to
interact with MgSO4)
Constant infusion of 0.5-10 mcg/kg/min
Possible cyanide toxicity; agent of last
resort
Relatively Constraindicated
Nitroprusside (C)
autoregulasi serebral yang meningkatkan
risiko perdarahan serebral. Selain itu, risiko
abrupsi plasenta dan asfiksia juga meningkat. Penurunan tekanan darah yang terlalu
cepat dan mendadak dapat menurunkan
perfusi uteroplasenta, sehingga dapat
menyebabkan hipoksia janin. Target tekanan
darah adalah sekitar 140/90 mmHg.7
Obat Antihipertensi
a. Hipertensi ringan-sedang
Keuntungan dan risiko terapi antihipertensi
pada hipertensi ringan-sedang (tekanan
darah sistolik 140-169 mmHg dan tekanan
darah diastolik 90-109 mmHg) masih
kontroversial. Guideline European Society
of Hypertension (ESH) / European Society of
Cardiology (ESC) terbaru merekomendasi-
CDK-227/ vol. 42 no. 4, th. 2015
kan pemberian terapi jika tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau diastolik 90 mmHg
pada wanita dengan:17
• Hipertensi gestasional (dengan atau
tanpa proteinuria)
• Hipertensi kronis superimposed hipertensi gestasional
• Hipertensi dengan kerusakan target
organ subklinis atau adanya gejala selama
masa kehamilan.
b. Hipertensi berat
ESC merekomendasikan jika tekanan darah
sistolik >170 mmHg atau diastolik >110
mmHg pada wanita hamil diklasifikasikan
sebagai emergensi dan merupakan indikasi
rawat inap. Terapi farmakologis dengan
labetalol intravena, metildopa oral, atau
nifedipin sebaiknya segera diberikan. Obat
pilihan untuk preeklampsia dengan edema
paru adalah nitrogliserin (gliseril trinitrat),
infus intravena dengan dosis 5 μg/menit
dan ditingkatkan bertahap tiap 3-5 menit
hingga dosis maksimal 100 μg/menit.17,18
Furosemid intravena dapat digunakan untuk
venodilatasi dan diuresis (20-40 mg bolus
intravena selama 2 menit), dapat diulang
40-60 mg setelah 30 menit jika respons
diuresis kurang adekuat. Morfin intravena
2-3 mg dapat diberikan untuk venodilator
dan ansiolitik. Edema paru berat memerlukan
ventilasi mekanik.15
Magnesium Sulfat
Magnesium sulfat mempunyai efek antikejang dan vasodilator.10 Magnesium sulfat
merupakan agen pencegahan eklampsia
paling efektif, dan obat lini pertama untuk
terapi kejang pada eklampsia. Selain itu, direkomendasikan untuk profilaksis eklampsia
pada wanita dengan preeklampsia berat.18
Konseling dan Follow Up Pascapersalinan
Hipertensi sering menetap pasca-persalinan
pada pasien dengan hipertensi antenatal
atau preeklampsia. Tekanan darah sering
tidak stabil pada beberapa hari postpartum.
Tujuan terapi adalah untuk mencegah
terjadinya hipertensi berat. Obat antihipertensi antenatal sebaiknya diberikan
kembali post-partum dan dapat dihentikan dalam beberapa hari hingga beberapa
minggu setelah tekanan darah normal.
Jika tekanan darah sebelum konsepsi
normal, tekanan darah biasanya normal
kembali dalam 2-8 minggu. Hipertensi
yang menetap setelah 12 minggu postpartum mungkin menunjuk kan hipertensi
kronis yang tidak terdiagnosis atau adanya
hipertensi sekunder.3
Evaluasi post-partum perlu dilakukan
pada pasien preeklampsia onset dini, preeklampsia berat atau rekuren, atau pada
pasien dengan proteinuria yang menetap;
perlu dipikirkan kemungkinan penyakit
ginjal, hipertensi sekunder, dan trombofilia
(misalnya sindrom antibodi antifosfolipid).3
Wanita
yang
mengalami
hipertensi
gestasional mempunyai risiko lebih tinggi
265
TINJAUAN PUSTAKA
untuk mengalami hipertensi di kemudian
hari. Setelah follow up selama 7 tahun pada
223 wanita yang mengalami eklampsia,
didapatkan bahwa risiko paling tinggi adalah
pada wanita yang mengalami hipertensi
pada usia kehamilan sebelum 30 minggu.
Wanita dengan hipertensi gestasional
juga mengalami resistensi insulin lebih
tinggi.3,11,17 Wanita preeklampsia memiliki
risiko penyakit kardiovaskuler lebih tinggi
bahkan hingga bertahun-tahun pascapersalinan, serta mempunyai risiko lebih
besar terjadinya disfungsi dan hipertrofi
ventrikel kiri asimptomatik dalam 1-2 tahun
pasca-persalinan.20 Risiko kematian karena
penyakit kardio-serebrovaskuler juga dua
kali lebih besar pada wanita dengan riwayat
preeklampsia. Wanita dengan riwayat
preeklampsia onset sebelum 34 minggu
atau preeklampsia yang disertai persalinan
preterm mempunyai risiko kematian karena
penyakit kardiovaskuler 4-8 kali lebih besar
dibandingkan wanita dengan kehamilan
normal.4,21-24
molecule-1 dan
intercellular adhesion
molecule-1 kadarnya lebih tinggi hingga >15
tahun pasca-persalinan. Adanya diabetes
melitus, hipertensi kronis, dan penyakit ginjal
sebelum kehamilan dapat meningkatkan
risiko preeklampsia.4,25
Mekanismenya masih belum diketahui pasti,
tetapi disfungsi endotel yang berkaitan
erat dengan proses aterosklerosis menetap
selama bertahun-tahun setelah kejadian
preeklampsia. Tiga bulan hingga paling
tidak tiga tahun pasca-persalinan masih
didapatkan gangguan dilatasi endotel.
Wanita dengan riwayat preeklampsia
juga dilaporkan lebih sensitif terhadap
angiotensin II dan garam. Penanda aktivasi
endotel, meliputi vascular cell adhesion
Obat antihipertensi larut lemak konsentrasinya dapat lebih tinggi di air susu ibu
(ASI). Paparan neonatus pada penggunaan
obat metildopa, labetalol, captopril, dan
nifedipin rendah, sehingga obat-obat ini dianggap aman diberikan selama menyusui.
Diuretik juga didapatkan pada konsentrasi
rendah, tetapi dapat mengurangi produksi
ASI.3 Metildopa sebaiknya dihindari pascapersalinan karena dapat menyebabkan
depresi pasca-melahirkan.17
DAFTAR PUSTAKA
1.
CDC. Women and heart disease fact sheet [Internet]. [cited 2013 Oct 21] 2013:6–8. Available from: http://www.cdc.gov/dhdsp/data_statistics/fact_sheets/fs_women_heart.htm.
2.
Hermes W, Franx A, Pampus MG Van, Bloemenkamp KW, Post JA van der, Porath M, et al. 10-Year cardiovascular event risks for women who experienced hypertensive disorders in late
3.
Podymow T, August P. Hypertension in pregnancy. In: Black HR, Elliott WJ, eds. Hypertension: A companion to Braunwald’s heart disease. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2013:327–
4.
Powe CE, Levine RJ, Karumanchi SA. Preeclampsia, a disease of the maternal endothelium: The role of antiangiogenic factors and implications for later cardiovascular disease. Circulation
5.
Wagner LK. Diagnosis and management of preeclampsia. Am. Fam. Physician 2004;70(12):2317-24.
6.
Savaj S, Vaziri ND. An overview of recent advances in pathogenesis and diagnosis of preeclampsia. Iran J Kidney Dis. 2012;6(5):334-8.
7.
Heazell A, Baker PN. Hypertensive disorders of pregnancy. In: Oakley C, Warnes CA, eds. Heart disease in pregnancy. 2nd ed. Massachusetts: Blackwell Publishing; 2007:264-80.
pregnancy : The HyRAS study. BMC Pregnancy Childbirth 2010;10(28). doi:10.1186/1471-2393-10-28.
35.
2011;123:2856-69.
8.
Solomon CG, Seely EW. Brief review: Hypertension in pregnancy: A manifestation of the insulin resistance syndrome ? Hypertension 2001;37:232-9.
9.
Podymow T, August P. Update on the use of antihypertensive drugs in pregnancy. Hypertension 2008;51:960-9.
10. Eiland E, Nzerue C, Faulkner M. Preeclampsia 2012. J Pregnancy 2012;2012:1-7.
11. Banerjee M, Cruickshank J. Pregnancy as the prodrome to vascular dysfunction and cardiovascular risk. Nat. Clin. Pract. Cardiovasc. Med. 2006;3(11):596-603.
12. Kapur NK, Morine KJ, Letarte M. Endoglin : A critical mediator of cardiovascular health. Vasc. Health Risk Manag. 2013;9:195-206.
13. Levine RJ, Lam C, Qian C, Yu KF, Maynard SE, Sachs BP, et al. Soluble endoglin and other circulating antiangiogenic factors in preeclampsia. N Engl J Med. 2006;355:992-1005.
14. Rodriguez M, Moreno J, Hasbun J. RAS in pregnancy and preeclampsia and eclampsia. Int J Hypertens. 2012;1155.
15. Dennis AT, Solnordal CB. Acute pulmonary oedema in pregnant women. Anaesthesia. 2012;67:646-59.
16. Mustafa R, Ahmed S, Gupta A, Venuto RC. A comprehensive review of hypertension in pregnancy. J Pregnancy 2012;2012:1-19.
17. Regitz-Zagrosek V, Blomstrom LC, Borghi C, Cifkova R, Ferreira R, Foidart JM, et al. ESC guidelines on the management of cardiovascular diseases during pregnancy: The task force on the
management of cardiovascular diseases during pregnancy of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J. 2011;32:3147-97.
18. Dennis AT. Management of pre-eclampsia : Issues for anaesthetists. Anaesthesia 2012;67:1009-20.
19. Magee LA. Pre-eclampsia and increased cardiovascular risk: Guidelines for primary prevention of cardiovascular disease are appropriate for all women. BMJ. 2007;335:945-6.
20. Melchiorre K, Sutherland GR, Liberati M, Thilaganathan B. Preeclampsia is associated with persistent postpartum cardiovascular impairment. Hypertension 2011;58:709-15.
21. Koual M, Abbou H, Carbonnel M, Picone O, Ayoubi J-M. Short-term outcome of patients with preeclampsia. Vasc Health Risk Manag. 2013;9:143-8.
22. Hermes W, Tamsma JT, Grootendorst DC, Franx A, Post J van der, Pampus MG van, et al. Cardiovascular risk estimation in women with a history of hypertensive pregnancy disorders at
term : A longitudinal follow-up study. BMC Pregnancy Childbirth 2013;13(1):1.
23. Tooher J, Chiu CL, Yeung K, Lupton SJ, Thornton C, Makris A, et al. High blood pressure during pregnancy is associated with future cardiovascular disease : An observational cohort study.
BMJ Open 2013;3.
24. Fraser A, Nelson SM, Macdonald-wallis C, Cherry L, Butler E, Sattar N, et al. Associations of pregnancy complications with calculated cardiovascular disease risk and cardiovascular risk
factors in middle age: The avon longitudinal study of parents and children. Circulation 2012;125:1367-80.
25. Agatisa PK, Ness RB, Roberts JM, Costantino JP, Kuller LH, Mclaughlin MK. Impairment of endothelial function in women with a history of preeclampsia : An indicator of cardiovascular risk.
Am J Physiol Hear Circ Physiol. 2004;286:1389-93.
266
CDK-227/ vol. 42 no. 4, th. 2015
Download
Study collections