bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu senyawa analog kurkumin yaitu Pentagamavunon-0 (PGV-0) atau
[2,5-bis-(4'-hidroksi-3'-metoksibenzilidin)-siklopentanon] adalah senyawa yang
memiliki efek farmakologis potensial seperti anti-inflamasi, antioksidan,
antibakteri, dan antiangiogenesis (Hakim dkk., 2004; Sardjiman, 2000). PGV-0
sebagai anti-inflamasi non-steroid (AINS) tidak memberikan efek samping pada
saluran cerna seperti obat-obat AINS pada umumnya, PGV-0 tidak menyebabkan
ulkus pada lambung hewan uji.
Bioavailabilitas PGV-0 setelah pemberian kalium pentagamavunonat secara
oral menunjukkan hasil yang kecil yaitu kurang dari 5% (Hakim dkk., 2006).
Bioavailabilitas PGV-0 yang rendah juga dapat dimungkinkan karena PGV-0
sangat sukar larut dalam air (Istyastono dkk., 2004). Sifat kelarutan berhubungan
dengan absorpsi obat, karena aktivitas biologis obat tergantung pada derajat
absorpsinya dan sering menimbulkan permasalahan dalam efikasi. Formulasi
sediaaan peroral untuk PGV-0 juga terkendala metabolisme lintas pertama yang
mengakibatkan kadar obat dalam plasma tidak terdeteksi (Hakim dkk., 2004).
Rute pemberian obat melalui intravena dapat menjadi alternatif untuk PGV0. Namun rute tersebut memiliki beberapa kekurangan, diantaranya dapat
menimbulkan luka yang terasa nyeri dan infeksi sehingga tidak memungkinkan
untuk pemakaian sendiri oleh pasien, pemberian obat melalui rute ini
1
membutuhkan tenaga terdidik dan terlatih seperti dokter atau perawat (Nugroho,
2005).
Rute penghantaran obat secara transdermal sangat dimungkinkan untuk zat
aktif PGV-0 yang memiliki bobot molekul yang relatif kecil, bersifat sangat sukar
larut dalam air, memiliki waktu paruh eliminasi yang pendek dan terkendala oleh
metabolisme lintas pertama. Penghantaran obat secara transdermal bekerja secara
sistemik memungkinkan obat berpermeasi masuk menembus stratum corneum,
epidermis, dan pembuluh darah yang ada di lapisan dermis untuk kemudian
diedarkan ke seluruh bagian tubuh (Nugroho, 2005; Valenta dan Auner, 2004).
Sistem transdermal memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan rute
pemberian secara intravena, diantaranya tidak menimbulkan luka sehingga tidak
menimbulkan rasa nyeri dan kemungkinan luka yang terinfeksi, tidak mengalami
metabolisme lintas pertama, memberikan pelepasan obat yang landai dan
mendekati pola pelepasan obat seperti pada infus intravena serta praktis dan
mudah digunakan oleh pasien sendiri (Nugroho, 2005).
Pemberian obat dapat dihentikan dengan melepaskan obat secara terkontrol,
serta absorpsi obat dapat diperbaiki dengan memodifikasi sistem barrier biologis.
Keberhasilan obat yang dihantarkan secara sistemik tergantung pada kemampuan
obat tersebut dalam menembus kulit untuk mencapai efek terapetik (Pathan dan
Setty, 2009).
Polimer merupakan bagian penting dalam sistem penghantaran obat secara
transdermal. Sebelum obat berpenetrasi melewati kulit menuju sirkulasi darah,
molekul obat harus dapat berdifusi melalui polimer (Ansel dkk., 1999). Polimer
2
hidrofilik akan meningkatkan permeabilitas matriks transdermal, sehingga difusi
obat melewati kulit akan berlangsung lebih cepat. Polimer hidrofobik akan
menurunkan laju pelepasan obat (Jinghua dkk., 2001; Sinko, 2006).
Pentagamavunon-0 bersifat hidrofobik. Penggunaan polimer yang bersifat
hidrofobik pada zat aktif yang juga bersifat hidrofobik akan menyebabkan
terbentuknya barrier untuk zat aktif dilepaskan dari basisnya. Penggunaan
polimer yang bersifat hidrofilik akan membantu pelepasan bahan aktif dari
basisnya (Jinghua dkk., 2001).
Polimer
polyvinylpyrrolidone
(PVP)
bersifat
tidak
beracun,
tidak
menimbulkan sensitisasi, dan tidak menyebabkan iritasi, serta bersifat mudah larut
dalam air (Rowe dkk., 2009). Pembentukkan kompleks antara PGV-0 dengan
PVP menunjukkan peningkatan kelarutan dan absorpsi PGV-0 (Oetari dkk.,
2001). PVP mempertahankan obat dalam bentuk amorf sehingga meningkatkan
kelarutan obat tersebut (Kandavilli dkk., 2002).
Metilselulosa banyak digunakan dalam formulasi oral dan topikal. Bersifat
tidak beracun, tidak menimbulkan alergi, dan tidak mengiritasi kulit.
Metilselulosa bersifat larut dalam air (Rowe dkk., 2009).
Simplex Lattice Design (SLD) merupakan salah satu desain optimasi
formula untuk mendapatkan formula yang optimum. Desain ini sesuai untuk
prosedur optimasi formula dimana jumlah total dari bahan yang berbeda adalah
konstan (Bolton dan Bon, 2004).
Penelitian ini akan memfokuskan pada formulasi sediaan matriks
transdermal dengan mengoptimasi proporsi kombinasi polimer PVP dan
3
metilselulosa dengan propilen glikol sebagai plasticizer sekaligus enhancer
dilihat dari karakter fisikokimia berupa bobot, tebal, moisture content, moisture
uptake, folding endurance, drug content, dan uji pelepasan PGV-0 dari matriks
transdermal. Formula optimal matriks transdermal PGV-0 yang didapatkan
kemudian dievaluasi transpornya secara in vitro.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Apakah penggunaan kombinasi polimer PVP dan metilselulosa memberikan
pengaruh terhadap karakter fisikokimia serta laju pelepasan PGV-0 dari
matriks transdermal ?
2. Berapakah jumlah proporsi polimer PVP dan metilselulosa dalam formula
optimal matriks PGV-0 ?
3. Apakah matriks PGV-0 dengan kombinasi polimer PVP dan metilselulosa
pada formula optimal mampu memberikan transpor transdermal PGV-0
melewati kulit tikus secara in vitro ?
C. Keaslian Penelitian
Hasil penelusuran pustaka pada beberapa data base yang sudah dilakukan
berkaitan dengan formulasi PGV-0 dan uji transpor transdermal beserta faktorfaktor yang mempengaruhinya, ditemukan beberapa penelitian sebagai berikut:
4
1. Sardjiman (2000) meneliti tentang sintesis beberapa seri baru analog kurkumin
dan menguji aktivitasnya sebagai antioksidan, anti-inflamasi, dan antibakteri,
dimana hasil penelitian uji aktivitas PGV-0 sebagai antiosidan menghasilkan
nilai IC50 6,4±0,4 µM, sebagai anti-inflamasi menghasilkan persen
penghambatan tertinggi pada dosis 10-20 mg/kgBB secara peroral, sebagai
inhibitor siklo-oksigenase menghasilkan nilai IC50 0,91 µM, dan menghambat
bakteri Gram positif.
2. Oetari dkk. (2001) meneliti tentang peningkatan absorpsi PGV-0, dimana dari
hasil penelitian tersebut diketahui PVP dengan konsentrasi 0,4 x 10-3 M sudah
dapat meningkatkan kelarutan PGV-0 sebesar 22 kali pada suhu 37oC.
3. Oetari dkk. (2003) meneliti tentang formulasi tablet PGV-0, dimana
penggunaan PVP sebagai bahan tambahan akan sangat menguntungkan dalam
formulasi tablet karena dapat mempercepat waktu hancur dengan mekanisme
secara micro granuler.
4. Wahyuningsih (2003) meneliti tentang peningkatan kelarutan dan absorpsi
PGV-0 secara in vitro dan in situ melalui pembentukkan kompleks dengan
PVP, dimana penggunaan PVP dengan konsentrasi lebih dari 10% pada
serbuk disperse PGV-0 akan menurunkan disolusinya. Pada kadar yang
semakin besar interaksi antara PGV-0 dan PVP akan semakin kuat, yakni
menghasilkan serbuk yang lebih padat dan kompak. PGV-0 akan sulit terlarut
atau memerlukan waktu lebih lama untuk melarut.
5. Hakim dkk., (2006) meneliti tentang profil farmakokinetik PGV-0 setelah
pemberian kalium pentagamavunonat-0 secara peroral pada tikus, dimana
5
hasil penelitian tersebut setelah pemberian kalium pentagamavunonat-0 secara
oral tidak ditemukan darah selama 360 menit pengambilan sampel, hanya
ditemukan dalam jumlah yang kecil (<5%) di usus halus dan paru.
6. Nugroho dkk. (2007) meneliti tentang profil transpor perkutan PGV-0
melewati kulit mencit secara in vitro, dimana hasil penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa PGV-0 potensial untuk dihantarkan melalui rute
transdermal dengan mengoptimalkan formulasinya untuk mencapai aktivitas
terapi yang diharapkan.
7. Yulianty dkk., (2012) meneliti tentang efektivitas PGV-0 terhadap
penghambatan ekspresi siklo-oksigenase-2 pada model kanker kolon tikus
wistar, dimana hasil penelitian menunjukkan PGV-0 efektif dalam
menurunkan jumlah dan area nodul tumor kolon melalui pengambatan
ekspresi siklo-oksigenase-2.
Fokus penelitian ini pada pengembangan formula matriks transdermal
menggunakan pendekatan Simplex Lattice Design. Hasil penelusuran baik pustaka
cetak maupun online (Pubmed-Medline) mengindikasikan bahwa belum ada
penelitian terkait dengan pengembangan sediaan matriks transdermal untuk PGV0 menggunakan pendekatan Simplex Lattice Design.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu
farmasi di bidang teknologi formulasi, khususnya alternatif pengembangan rute
penghantaran PGV-0 dalam sediaan matriks transdermal yang acceptable dan
markeable.
6
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui apakah penggunaan kombinasi polimer PVP dan metilselulosa
memberikan pengaruh terhadap karakter fisikokimia serta laju pelepasan
PGV-0 dari matriks transdermal.
2. Mengetahui berapakah jumlah proporsi polimer PVP dan metilselulosa dalam
formula optimal matriks PGV-0.
3. Mengetahui apakah matriks PGV-0 dengan kombinasi polimer PVP dan
metilselulosa pada formula optimal mampu memberikan transpor transdermal
PGV-0 melewati kulit tikus secara in vitro.
7
Download