Jurnal Pasar Modal dan Perbankan Contents

advertisement
Journal of Capital Market and Banking
ISSN: 2301 – 4733; Vol 2, No.3; Agustus 2014
Jurnal Pasar Modal dan Perbankan
Journal of Capital Market and Banking
Volume 2, No. 3, Agustus 2014
ISSN: 2301 - 4733
Contents
ANALISIS DETERMINAN STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN YANG
TERDAFTAR DALAM INDEKS KOMPAS 100 (TAHUN 2008-2010)
Abrori dan Pardomuan Sihombing dan Pindarwin OB. Simaremare ...........................1 – 25
PEMBENTUKAN PORTOFOLIO SAHAM OPTIMUM DENGAN METODE ELTONGRUBER DAN VARIABEL MAKRO YANG MEMPENGARUHINYA
George Danish Wardana dan Adler Haymans Manurung ...........................................26 – 51
THE EVALUATION BEHAVIORAL INVESTORS TOWARD EQUITY
VALUATION REPORT’S FAMILIARITY AND IMPOTANCE FACTORS THAT
INFLUENCE USAGE
Bayu E. Winarko dan Adler Haymans Manurung ........ .......................................... 52 – 70
FUNDAMENTAL ANALYSIS OF BANK RAKYAT INDONESIA BY USING
RESIDUAL EARNINGS-PBR
Posmarito Pakpahan .................................................................................................. 71 – 118
DETERMINAN KINERJA PROFITABILITAS BANK (STUDI KASUS BANK YANG TERDAFTAR
DI INDEKS KOMPAS 100)
Richo Dany Wijaya dan Pardomuan Sihombing dan Thombos PHP Sitanggang .....119 – 140
Jurnal ini Diterbitkan Atas Kerjasama
PT. Adler Manurung Press
&
Asosiasi Analis Pasar Investasi dan Perbankan
i39
ISSN : 2301 – 4733
Jurnal Pasar Modal dan Perbankan Journal of Capital Market and
Banking
Volume 2, Nomor 3, Agustus 2014
Jurnal Pasar Modal dan perbankan diterbitkan atas kerjasama PT. Adler Manurung Press dan
Asosiasi Analis Pasar Investasi dan Perbankan, dengan frekuensi terbit empat kali setahun,
pada bulan Februari, Mei, Agustus and November.
Editor In Chief
Prof. Dr. Adler Haymans Manurung,
PT Finansial Bisnis Informari, Jakarta
Managing Editor
Dr. Pardomuan Sihombing, SE; MSM, PT Recapital Securities
Editorial Board
Prof. Dr. Roy M. Sembel PT Bursa Berjangka, Jakarta
Prof. Dr. Ferdinand D. Saragih, MA University of Indonesia, Jakarta
Prof. Dr. Sukrisno Agoes, University of Tarumanagara, Jakarta
Helson Siagian, SE. AK, MM, Ph. D Kementerian Negara Perumahan Rakyat
Prof. Noer Azam Achsani, Ph.D Institut Pertanian Bogor, Bogor
Parulian Sihotang, SE, Ak, Ph.D, CPMA, QIA, CPRM BP Migas
Tatang Ary Gumanti, Ph.D University of Jember
Dr. Jonni Manurung, Universitas St Thomas, Medan
Dr. Koes Pranowo, SE., MSM PT Transocean Maritime
Dr. Andam Dewi, PT Bursa Berjangka, Jakarta
Dr. Abdusalam Konstituanto, PT Perikanan Nusantara (Persero)
Batara Simatupang, Ph.D Bank Mandiri Tbk
Wilson Ruben L. Tobing, SE. Ak, M.Si, Ph. D ABFII Perbanas, Jakarta
Dr. Pahala Nainggolan, SE. Ak, MM PT Finansial Bisnis Informasi
Dr. Tongam Sihol Nababan, University of HKBP Nomensen, Medan
Dr. Perdana Wahyu Santosa, University Yarsi, Jakarta
Dr. John.W.Situmorang, BKPM
Prof. Dr. Apollo Daito M.Si, Ak., University of Tarumanagara, Jakarta
Dr. Ishak Ramli, University of Tarumanagara, Jakarta
Editorial Office
Redaksi Jurnal Pasar Modal dan Perbankan
PT. ADLER MANURUNG PRESS
Komplek Mitra Matraman A1/17
JL.Matraman Raya No.148 Jakarta Timur 13130
Telp. (62-21) 70741182, 85918040 Ext.140
Fax. (62-21) 85918041Email : [email protected]
1
Jurnal Pasar Modal dan Perbankan
Journal of Capital Market and Banking
Volume 2, Nomor 3, Agustus 2014
ANALISIS KEMAMPUAN STOCK SELECTION DAN MARKET TIMING
PADA REKSA DANA SAHAM DI INDONESIA PERIODE JANUARI 2008JULI 2013
Abrori dan Pardomuan Sihombing dan Pindarwin OB. Simaremare
PEMBENTUKAN PORTOFOLIO SAHAM OPTIMUM DENGAN METODE
ELTON-GRUBER
DAN
VARIABEL
MAKRO
YANG
MEMPENGARUHINYA
George Danish Wardana dan Adler Haymans Manurung
THE EVALUATION BEHAVIORAL INVESTORS TOWARD EQUITY
VALUATION REPORT’S FAMILIARITY AND IMPOTANCE FACTORS
THAT INFLUENCE USAGE
Bayu E. Winarko dan Adler Haymans Manurung
FUNDAMENTAL ANALYSIS OF BANK RAKYAT INDONESIA BY USING
RESIDUAL EARNINGS-PBR
Posmarito Pakpahan
DETERMINAN KINERJA PROFITABILITAS BANK (STUDI KASUS BANK YANG
TERDAFTAR DI INDEKS KOMPAS 100)
Richo Dany Wijaya dan Pardomuan Sihombing dan Thombos PHP Sitanggang
2
i
Dari Redaksi
Pertama-tama kami dari Redaksi mengucapkan terima kasih atas batuan dari
teman-teman yang telah mengirimkan tulisan untuk dimuat pada Jurnal ini. Kami
terus menghimbau dan meminta bantuan untuk teman-teman pengajar, peneliti dan
praktisi untuk mengirimkan tulisannya untuk dimuat pada Jurnal ini.
Jurnal yang sedang anda baca ini memuat 5 tulisan yang dianggap cukup baik
untuk para peminat Pasar Modal dan Perbankan. Tulisan pertama ditulis oleh Abrori
dari Bina Nusantara Business School dan Pardomuan Sihombing dari PT Recapital
Asset Management dan Pindarwin OB. Simaremare dari Jakarta Futures Exchange
(JFX) dengan judul “Analisis Determinan Struktur Modal Perusahaan yang Terdaftar
Dalam Indeks Kompas 100 (TAHUN 2008-2010)” Data yang dipergunakan mulai
tahun 2008 sampai dengan 201. Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu: Pertama,
untuk menganalisis apakah struktur modal perusahaan-perusahaan yang terdaftar
dalam Indeks Kompas100 periode tahun 2008 sampai tahun 2010 dipengaruhi oleh
beberapa determinannya (tangibility, profitability, liquidity, growth potential, firm
size, cost of debt, non-debt tax shield, volatility, taxes). Kedua, untuk menganalisis
apakah struktur modal perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam Indeks
Kompas100 periode tahun 2008 sampai tahun 2010 dipengaruhi oleh determinannya
(tangibility, profitability, liquidity, growth potential, firm size, cost of debt, non-debt
tax shield, volatility, taxes) secara bersama-sama. Adapun paper ini menemukan
bahwa tangibility (rasio aset tetap dengan total aset), growth potential, dan volatility
of income berpengaruh secara signifikan pada struktur permodalan yang diproxikan
melalui rasio debt to total asset. Perolehan hasil pengaruh positif dari tangibility
dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa perusahaan dengan tangibility tinggi
cenderung akan mengupayakan peningkatan utang (leverage). Sementara itu, faktor
growth potential dan volatility of income akan memicu perusahaan untuk
menghindari utang sebagai sumber pembiayaan. Di luar itu, penelitian ini tidak
menemukan pengaruh dari variabel liquidity, size, non-debt tax shield, dan taxes
berdasarkan permodelan Fixed Effect Model (FEM) dalam analisis regresi data panel
yang digunakan.
Tulisan kedua ditulis oleh George Danish Wardana dari Bina Nusantara
Business School dan Adler Haymans Manurung dari PT Finansial Bisnis Informasi,
dengan judul “ Pembentukan Portofolio Saham Optimum Dengan Metode EltonGruber Dan Variabel Makro Yang Mempengaruhinya”. Adapun periode penelitian
ini menggunakan harga historis masing-masing saham konstituen indeks LQ45
periode Februari 2012 – Juli 2012. Penelitian ini pertama kali mendapatkan saham
yang optimal untuk sebuah portofolio dengan metode Simple Criteria for Optimal
Portfolio Selection (SCFOPS) yang dikembangkan oleh Elton dan Gruber. Adanya
optimal portofolio tersebut didapatkan tingkat pengembalian portofolio dan diteliti
variabel makro yang mempengaruhi tingkat pengembalian portofolio tersebut. Hasil
3
ii
daripada penelitian ini menunjukkan bahwa ada delapan saham yang masuk
disertakan dalam membentuk suatu portofolio optimum, yaitu saham PGAS, UNVR,
CPIN, INCO, GGRM, GJTL, TRAM, dan BBCA. Portofolio tersebut memiliki
tingkat pengembalian tahunan yang diharapkan sebesar 54,62% dengan tingkat risiko
sebesar 7,47%.
Selanjutnya, peubah makro yang mempengaruhi tingkat
pengembalian portofolio tersebut signfikan pada tingkat kesalahan 5% dimana tiga
variabel tersebut yaitu inflasi, tingkat bunga, dan tingkat pengembalian indeks Hang
Seng.
Tulisan ketiga berjudul “ The Evaluation Behavioral Investors toward Equity
Valuation Report’s Familiarity and Impotance Factors that Influence Usage“ ditulis
Bayu E. Winarko, lulusan Magister Manajemen FEUI dan Adler Haymans Manurung
dari PT Finansial Bisnis Informasi.
Paper ini mencoba membahas mengenai
kebiasaan investor dan faktor penting yang mempengaruhi tingkah laku penggunaan
dari laporan valuasi harga saham yang diterbitkan Pefindo.
Penelitian ini
menggunakan data interview dan data sekunder dari PT Bursa Efek Indonesia. Hasil
penelitian ni menyatakan bahwa investor selalu membutuhkan informasi dalam
melakukan investasi di Indonesia. Penelitian ini juga menunjukkan faktor yang
paling penting yaitu akurasi, komprehensif, rekomendasi yang jelas dan waktu serta
kemampuan merubah pasar.
Tulisan keempat berjudul “Fundamental Analysis of Bank Rakyat Indonesia
by Using Residual Earning – PBR” oleh Posmarito Pakpahan dari Sampoerna School
of Business, Jakarta. Sesuai dengan judul bahwa paper ini membahas dan menghitung
nilai intrinsik dari saham BRI dimana di Bursa memiliki tick name BBRI. Paper ini
melakukan proyeksi lima tahun kedepan tentang pendapatan perusahaan sekaligus
menghitung harga saham tersebut. Penelitian memperoleh target harga BBRI sebesar
Rp. 11.155,- Dengan harga tersebut maka PER sebesar 13x dan PBV 4.5x. Harga
tersebut merupakan harga rasional dan valid sejak tahun 2010 dan PER akan bergerak
turun sampai 11,6x dan PBV 3.3x dan juga sesuai dengan perusahaan yang sebanding
atau industrinya.
Tulisan kelima berjudul “Determinan Kinerja Profitabilitas Bank: Studi
Kasus Bank Yang Terdaftar di Indeks Kompas 100” yang ditulis oleh Richo Dany
Wijaya dari Bina Nusantara Business School, dan Pardomuan Sihombing dari PT
Recapital Asset Management serta Thombos PHP Sitanggang dari PT Mega Asset
Management. Berdasarkan judul paper maka sangat jelas paper tersebut mempunyai
tujuan melakukan penelitian Penentu dari Kinerja Profitabilitas Bank yang diukur
dengan ROE dengan sampel bank yang termasuk dalam Kompas 100. Penelitian ini
menggunakan data panel untuk periode Januari 2009 sampai dengan Desember 2012.
Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa NIM, BOPO dan Size yang signifikan
mempengaruhi terhadap profitabilitas bank. NIM berpengaruh secara positif
sementara BOPO dan Size berpengaruh negative terhadap profitabilitas bank.
4
iii
Hadirnya Jurnal ini menjadi tambahan jurnal yang berisikan hasil penelitian yang
akan dibaca oleh para akademisi dan Peneliti serta Praktisi yang sangat berminat
dalam bidang Pasar Modal dan Perbankan. Pada edisi berikutnya kami akan hadir
lagi dengan tulisan yang lebih menarik pada para pembaca jurnal ini. Selamat
membaca !!!
Hormat kami,
Prof. Dr.Adler Haymans Manurung
Chief in Editor
iii
5
iii
iv
Daftar Isi
DARI REDAKSI …………….……...…………………………………… i – iii
DAFTAR ISI …………………………………………………..………..
iv
ANALISIS DETERMINAN STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN YANG
TERDAFTAR DALAM INDEKS KOMPAS 100 (TAHUN 2008-2010)
Abrori dan Pardomuan Sihombing dan Pindarwin OB. Simaremare ...............1 – 25
PEMBENTUKAN PORTOFOLIO SAHAM OPTIMUM DENGAN METODE
ELTON-GRUBER
DAN
VARIABEL
MAKRO
YANG
MEMPENGARUHINYA
George Danish Wardana dan Adler Haymans Manurung ................................ 26 - 51
THE EVALUATION BEHAVIORAL INVESTORS TOWARD EQUITY
VALUATION REPORT’S FAMILIARITY AND IMPOTANCE FACTORS
THAT INFLUENCE USAGE
Bayu E. Winarko dan Adler Haymans Manurung ........................................... 52 – 70
FUNDAMENTAL ANALYSIS OF BANK RAKYAT INDONESIA BY USING
RESIDUAL EARNINGS-PBR
Posmarito Pakpahan .........................................................................................71 - 118
DETERMINAN KINERJA PROFITABILITAS BANK (STUDI KASUS BANK
YANG TERDAFTAR DI INDEKS KOMPAS 100)
Richo Dany Wijaya dan Pardomuan Sihombing dan Thombos Sitanggang .119 – 140
6
ANALISIS DETERMINAN STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN YANG
TERDAFTAR DALAM INDEKS KOMPAS 100 (TAHUN 2008-2010)
Abrori
Bina Nusantara Business School
Pardomuan Sihombing
PT. Recapital Asset Management
Pindarwin OB. Simaremare
PT. Bursa Berjangka Jakarta
Jakarta Futures Exchange (JFX)
ABSTRACT
This study aims to investigate determinant of capital structure from companies that
consistently registered in Kompas100 Index-Indonesia Stock Exchange from 2008 to
2010. This study uses pooled data regression with fixed effect model specification to
estimate the study of 36 companies that appropriate to criteria and registred in
Kompas100 Index. Leverage become a dependent variable with Debt to Total Asset
ratio as its proxy, whereas tangibility, profitability, liquidity, growth potential, size of
the company, non-debt tax shield, cost of debt, volatility of income, and taxes as an
independent variable on this study. According to the result of this study, tangibility,
growth potential, and volatility of income significantly correlated to capital structure.
Positive correlation of tangbility indicates that the company which has a high value
of tangibility tend to be rise in its leverage. Afterwards, growth of investment and
volatility of income will make a company tend to not prioritize debt as and it’s
financing source. Besides that, profitability, liquidity, size of the company, non-debt
tax shield, cost of debt, and taxes in this study statistically do not affect to capital
structure’s behaviour of company.
Keywords: capital structure, leverage, pooled data, Kompas100 Index.
1
PENDAHULUAN
Setiap perusahaan berusaha melakukan pengelolaan modal secara baik
sehingga setiap biaya operasional, pengeluaran, ekspansi bisnis maupun untuk
investasi perusahaan dapat terbiayai. Setiap rupiah yang diinvestasikan perusahaan
harus datang dari sejumlah kas yang dikelola secara finansial dalam bentuk liabilitas
dan ekuitas. Menurut Titman, Keown, dan Martin (2011) memaksimalkan total nilai
dari utang dan ekuitas dari suatu perusahaan merupakan tujuan utama dari
menejemen struktur modal.
Menentukan struktur modal mencerminkan besarnya sumber dana yang
dimanfaatkan dengan baik oleh perusahaan tanpa harus terbebani oleh biaya dan
bunga dari peminjaman modalnya tersebut. Dengan demikian keputusan penting yang
dihadapi oleh manajer keuangan dalam kaitannya dengan operasional perusahaan
adalah keputusan atas struktur modal, yaitu keputusan keuangan yang berkaitan dengan
urutan pembiayaan perusahaan melalui utang atau ekuitas terlebih dahulu sesuai dengan
teori Pecking Order dan adanya penambahan utang yang disebabkan oleh tabungan
dikarenakan pajak (non-debt tax shields) lebih besar dari biaya financial distress (kesulitan
keuangan) yang dikenal dengan teori trade-off.
Disamping itu, keputusan atas struktur modal yang diambil oleh manajer
tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan, tetapi juga
berpengaruh terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Apabila komposisi
struktur modal tersebut lebih banyak diambil dari ekuitas perusahaan, sebesar apapun
risiko dari sumber pembiayaan tersebut akan ditanggung oleh pemegang saham dan
investor. Berbeda halnya dengan penggunaan utang sebagai modal perusahaan,
semakin tinggi penggunaan utang maka perusahaan akan semakin berisiko dan
meningkatnya biaya modal perusahaan (cost of debt and equity). Apabila perusahaan
mengalami kerugian sementara pendapatan operasional tidak mampu menutupi
tingkat bunga utang, maka pemegang saham harus menutupi hal tersebut atau
perusahaan akan mengalami kebangkrutan. Ditambah lagi dengan adanya krisis
ekonomi global yang terjadi tahun 2008 sampai tahun 2010.
Dampak krisis ekonomi global tersebut ke Indonesia lebih banyak
ditransmisikan lewat jalur perdagangan atau makro ekonomi dibandingkan jalur
finansial. Dampak rambatan (spillover) melalui jalur perdagangan berpotensi sangat
signifikan mempengaruhi perekonomian dari perusahaan-perusahaan Indonesia.
Penelitian ini memiliki dua tujuan. Pertama, untuk menganalisis apakah struktur
modal perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 periode tahun
2008 sampai tahun 2010 dipengaruhi oleh beberapa determinannya (tangibility,
profitability, liquidity, growth potential, firm size, cost of debt, non-debt tax shield,
volatility, taxes). Kedua, untuk menganalisis apakah struktur modal perusahaanperusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 periode tahun 2008 sampai
tahun 2010 dipengaruhi oleh determinannya (tangibility, profitability, liquidity,
growth potential, firm size, cost of debt, non-debt tax shield, volatility, taxes) secara
bersama-sama.
2
TINJAUAN TEORI
Teori-teori struktur modal seperti yang diungkapkan oleh Brigham, Eugene,
dan Houston (2004), terbagi atas:
1. Modigliani dan Miller’s (MM)
Teori struktur modal modern yang dicetuskan oleh Modigliani dan Miller,
terkenal sebagai salah satu teori struktur modal yang paling berpengaruh pada dunia
keuangan. MM mengungkapkan dengan beberapa asumsi, nilai perusahaan tidak
terpengaruh oleh struktur modal yang dimilikinya. MM juga mengatakan bahwa
bagaimanapun perusahaan membiayai operasionalnya, hal itu tidak akan mempengaruhi
struktur modalnya. Asumsi-asumsi yang diungkapkan oleh MM pada teori pertamanya ini
adalah sebagai berikut:
a. Tidak ada biaya perantara (brokerage costs)
b. Tidak ada pajak (taxes) ! Tidak ada biaya kebangkrutan (bankruptcy cost)
c. Semua investor mempunyai informasi yang sama tentang peluang investasi
perusahaan di masa yang akan datang.
d. Pendapatan Operasional (earning before income and tax) tidak dipengaruhi
oleh besarnya jumlah utang yang digunakan perusahaan dalam struktur
modalnya.
Terlepas dari tidak realistiknya asumsi-asumsi yang diungkapkan dalam teori
MM di atas, namun perlu diakui bahwa hasil yang diperoleh (walaupun tidak realistik)
adalah penting. Hal ini disebabkan dengan tidak realistiknya teori struktur modal yang
diungkapkan teori MM, justru memberikan petunjuk tentang apa saja yang dibutuhkan agar
struktur modal menjadi relevan dan pada akhirnya akan mempengaruhi nilai perusahaan.
2. Modigliani dan Miller’s (The Effect of Taxes)
Modigliani dan Miller (1963) dalam penelitiannya mulai menyadari bahwa
ketiadaan faktor pajak perusahaan (corporate taxes) adalah tidak mungkin. Sehingga,
pada revisi teorinya yang pertama, teori MM mulai menghilangkan asumsi tersebut.
Pengeluaran bunga sebagai faktor pengurang dari pendapatan operasional yang
menyebabkan berkurangnya pajak yang dibayarkan perusahaan mendorong
perusahaan untuk lebih banyak menggunakan utang dibandingkan dengan
menerbitkan saham. Dengan penerbitan saham, perusahaan harus membayarkan
dividen, sementara dividen tidak bisa menjadi faktor pengurang dari pendapatan
operasional, maka berapapun dividen yang dibayarkan perusahaan tidak akan
mempengaruhi jumlah pajak yang ditanggung perusahaan. Berdasarkan hal tersebut,
teori MM mengungkapkan dengan asumsi pada teori pertama (tidak termasuk pajak
perusahaan) maka struktur modal perusahaan yang optimal adalah dengan
menggunakan 100% utang.
Namun, beberapa tahun kemudian, teori MM disempurnakan oleh Merton
Miller (yang kali ini tanpa Prof. Modigliani). Miller mengungkapkan bahwa pajak
individu (personal taxes) juga berpengaruh terhadap struktur modal suatu perusahaan.
Miller juga mengungkapkan bahwa dengan kondisi pajak yang terjadi pada saat itu,
para investor relatif akan bersedia menerima imbal hasil sebelum pajak (before-tax
returns) pada saham dibandingkan dengan imbal hasil sebelum pajak pada utang.
3
Sehingga Miller mengungkapkan dua poin penting pada revisi teori struktur
modalnya, sebagai berikut:
1. Pembayaran bunga yang dapat mengurangi pajak yang harus dibayarkan
perusahaan membuat pembiayaan melalui utang adalah yang lebih baik.
2. Pengenaan pajak yang rendah pada penerbitan saham berbanding dengan
pajak pada utang menyebabkan rendahnya imbal hasil yang diinginkan oleh
para pemegang saham membuat pembiayaan melalui penerbitan saham
menjadi lebih baik.
3. The Effect of Potential Bankruptcy Theory
Hasil yang tidak relevan sebagai akibat dari asumsi yang juga tidak relevan,
dimana MM mengungkapkan bahwa perusahaan tidak akan mengalami kebangkrutan,
sehingga MM tidak memperhitungkan biaya kebangkrutan (Bankruptcy Cost). Pada
kenyataannya, biaya kebangkrutan ternyata memang ada dan terkadang menjadi biaya
yang sangat mahal.
Perusahaan yang mengalami kebangkrutan akan mengalami banyak legal and
accounting expenses, dan yang paling penting adalah berapa banyak biaya yang harus
dikeluarkan seiring dengan hilangnya kepercayaan dari konsumen, suplier dan
bahkan dari karyawannya sendiri. Terlebih lagi, kebangkrutan seringkali memaksa
perusahaan untuk melikuidasi atau menjual aktiva yang dimilikinya daripada
meneruskan operasional perusahaan. Masalah-masalah yang berhubungan dengan
kebangkrutan seringkali muncul apabila perusahaan lebih banyak menggunakan
utang pada struktur modalnya. Oleh karena itu, biaya kebangkrutan akan membuat
perusahaan menurunkan tingkat pengunaan utang hingga pada level yang wajar.
Biaya kebangkrutan sendiri mempunyai 2 komponen, yaitu:
1. Kemungkinan terjadinya kebangkrutan itu sendiri.
2. Biaya yang harus dikeluarkan apabila timbulnya financial distress.
4. Trade Off Theory of Leverage
Teori ini mengungkapkan bagaimana perusahaan dapat melakukan trade-off
keuntungan-keuntungan dari penggunaan utang terhadap tingginya pengeluaran
bunga dan biaya kebangkrutan.
Observasi yang dilakukan oleh para pencetus teori ini mengungkapkan hal-hal
seperti dibawah ini: (1) Pengeluaran bunga yang menyebabkan penggunaan utang
lebih murah dari pada menerbitkan saham, baik saham biasa ataupun saham preferen.
(2) Penggunaan utang mengakibatkan perolehan perusahaan atas tax benefit. Semakin
besarnya utang yang digunakan dalam struktur modal perusahaan maka semakin
besar pula pendapatan bersih yang dimiliki perusahaan. Ini dapat dinikmati oleh para
investor dan secara otomatis akan meningkatkan nilai saham perusahaan tersebut.
Di dunia nyata, perusahaan jarang sekali menggunakan 100% utang dalam
struktur modalnya. Alasan utama adalah supaya perusahaan dapat menekan jumlah
biaya kebangkrutan yang akan ditimbulkan.
5. Signalling Theory
Berdasarkan asumsi yang diungkapkan oleh teori MM bahwa para investor
mempunyai informasi yang sama seperti yang dimiliki oleh para manager (symmetric
4
information) adalah tidak demikian adanya. Pada kenyataannya para manajer
mempunyai informasi yang lebih baik daripada informasi yang dimiliki oleh para
investor, sehingga terjadi apa yang disebut asymmetric information. Informasi seperti
ini mempunyai pengaruh yang sangat penting pada struktur modal yang optimal.
Seseorang yang mempunyai informasi mengenai prospek yang positif akan
cenderung berusaha menghindari penjualan saham. Kondisi ini secara tidak langsung
akan memaksa perusahaan menggunakan utang melebihi dari target normal dalam
struktur modalnya. Begitu juga sebaliknya, apabila prospek sebuah perusahaan adalah
negatif maka banyak investor yang akan melakukan aksi jual. Dengan demikian,
apabila sebuah perusahaan mengumumkan bahwa perusahaan tersebut akan go public
dengan melakukan stocks offering, seringkali dianggap sebagai signal bahwa prospek
kinerja perusahaan ke depan cenderung negatif.
Bagaimana implikasi teori ini terhadap struktur modal sebuah perusahaan?
Seperti diungkapkan di atas bahwa stocks offering dianggap sebagai negative signal
dan cenderung akan menurunkan harga saham (walaupun sebenarnya bahwa tidak
selamanya kinerja perusahaan akan buruk) maka perusahaan pada masa-masa normal
harus mempertahankan reserve borrowing capacity, yaitu kemampuan meminjam
uang dengan harga yang wajar pada saat munculnya peluang berinvestasi.
Perusahaan dalam kondisi normal akan menggunakan lebih sedikit utang dari
apa yang diungkapkan oleh MM dalam teori optimal capital structure-nya sebagai
cadangan bahwa perusahaan masih bisa menggunakan tambahan utang tanpa
menyebabkan timbulnya cost of financial distress karena menggunakan utang secara
berlebihan.
PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian terhadap determinan struktur modal ini sudah banyak dilakukan
oleh para akademisi terdahulu, seperti yang dilakukan oleh Rajan dan Zingales (1995)
dengan hasil penelitiannya yang mengemukakan bahwa struktur modal perusahaanperusahaan yang tergabung dalam negara G-7 memiliki korelasi positif dengan
tangibility dan size kecuali di Jerman, namun memiliki korelasi negatif dengan
growth opportunity of invesment dan profitability kecuali di Jerman. Secara umum,
faktor-faktor struktur modal yang saling berkorelasi di negara G-7 memiliki
kesamaan dengan faktor-faktor struktur modal pada perusahaan-perusahaan di
Amerika Serikat.
Chen dan Hammes (2003) dengan hasil penelitian yang mengemukakan
bahwa variabel struktur modal berkorelasi posotif dengan tangibility, firm size
berkorelasi negatif begitu juga profitability, market to book ratio (market leverage)
berkorelasi negatif dengan leverage kecuali di Denmark.
Gaud et. al (2003) dengan penelitian yang menghasilkan struktur modal
berkorelasi positif dengan firm size, collaterals/tangibility dan risiko usaha (operating
risk), berkorelasi negatif dengan growth opportunities dan profitability. Drobetz dan
Fix (2003) dengan penelitian yang menghasilkan bahwa struktur modal berkorelasi
positif dengan tangibility, firm size dan growth opportunities, berkorelasi negatif
dengan profitability dan volatility, tidak menunjukan hasil yang signifikan dengan
non debt tax shields.
5
Deari dan Deari (2009) dengan hasil penelitian yang mengemukakan bahwa
hasil estimasi di perusahaan yang sudah terdaftar di bursa Macedonia hanya
menunjukan signifikansi secara statistik pada variabel profitability, sedangkan di
perusahaan tidak terdaftar di bursa Macedonia, variabel profitability, tangibility dan
growth memiliki hubungan yang signifikan secara statistik. Kemudian, Afza dan
Hussain (2011) dengan hasil penelitian yang mengemukakan bahwa perusahaanperusahaan dari sektor industri Automobile, Engineering, dan Cable and Electrical
Goods dengan posisi likuiditas yang baik dan depresiasi upah yang besar dengan
menggunakan laba yang ditahan (retained earnings), diikuti oleh pendanaan lewat
utang untuk pertumbuhannya sedangkan kelancaran dalam hal operasional dan
pendanaan ekuitasnya dipertimbangkan paling ahir.
Jika dikaitkan dengan faktor kepemilikan perusahaan, penelitian dari
Cespedes et.al. (2009) menjelaskan perilaku perusahaan di Amerika Latin yang
mencakup tujuh negara. Mereka menemukan bahwa perusahaan yang berorientasi
kepemilikan lebih memilih pembiayaan ekuitas karena faktor pengurang pajak yang
lebih rendah dan biaya kebangkrutan yang lebih tinggi. Kemudian, Rampini dan
Viswanathan (2013) dalam penelitian yang mengaitkan antara investasi, struktur
modal, leasing, dan manajemen risiko berdasarkan kebutuhan perusahaan untuk
mengagunkan aset berwujud untuk perjanjian pembayaran.
Kebanyakan Perusahaan yang terbatas kurang dalam hal lindung nilai dan
lebih dalam hal menyewa. Perusahaan dewasa yang mengalami guncangan arus kas
negatif dapat mengurangi manajemen risiko kemudian dapat menjual dan
menyewakan asetnya. Kegigihan atas produktivitas mengurangi manfaat atas lindung
nilai dari arus kas yang rendah dan dapat menyebabkan perusahaan-perusahaan untuk
tidak melakukan lindung nilai sama sekali. Untuk penelitian di dalam negeri.
Penelitian dari Manurung (2011) mengemukakan bahwa ada empat rasio sebagai
determinan struktur kapital perusahaan di Indonesia, yaitu rasio modal kerja terhadap
total aset, rasio nilai pasar terhadap nilai buku, rasio laba ditahan terhadap total aset,
dan rasio EBIT terhadap total aset.
METODE PENELITIAN
Untuk melakukan penelitian ini, wakil (proxy) dari variabel strukur modal
(leverage) yang digunakan hanya satu yaitu Debt to Total Asset ratio dan itulah yang
menjadi proxy dari beberapa rasio struktur modal yang ada.Disamping leverage yang
menjadi variabel terikat, penelitian ini menganalisis faktor-faktor spesifik (faktor
mikro dari perusahaan) yang menjadi determinan leverage perusahaan, yaitu
tangibility, profitability, liquidity, growth potential, firm size, cost of debt, non-debt
tax shield, volatility, dan taxes. Pemilihan faktor-faktor tersebut sebagai determinan
struktur modal berdasarkan pada teori dan penelitian-penelitian sebelumnya yang
menyimpulkan bahwa faktor-faktor tersebut berkorelasi terhadap struktur modal.
Penelitian ini menguji variabel-variabel determinan struktur modal tersebut baik
secara sendiri atau parsial maupun bersamaan dengan menggunakan metode
penelitian data panel.
Untuk mengetahui apakah faktor-faktor tangibility, profitability, liquidity,
growth potential, firm size, cost of debt, non-debt tax shield, volatility, dan taxes
6
mempengaruhi struktur modal perusahaan, maka dibuat sebuah persamaan regresi
data panel yaitu:
LEVit = α* + β1TANGit + β2PROFit + β3LIQUit + β4GROWit + β5SIZEit + β6CODit +
β7NDTSit + β8VOLAit + β9TAXEit + εit
Dimana:
LEV = leverage; TANG = tangibility; PROF = profitability; LIQU = liquidity;
GROW = growth; SIZE = size; COD = cost of debt; NDTS = non-debt tax shield;
VOLA = volatility; TAXE = taxes; i = perusahaan sampel; t = tahun periode
penelitian; α = intersep; β = slope dari masing-masing variabel; ε = error.
Analisis yang dilakukan untuk menentukan variabel determinan dibatasi dengan
periode analisis dari tahun 2008 sampai tahun 2010, yaitu pada masa dan setelah
krisis ekonomi global yang menimpa dunia dan berimbas pada stabilitas ekonomi di
Indonesia. Dengan mengambil rentang waktu tersebut, maka diharapkan akan
diketahui apakah determinan struktur modal seperti yang disebutkan di atas
mempengaruhi struktur modal perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam indeks
Kompas100 Indonesia.
Populasi dan sampel
Penelitian ini tidak mengikutsertakan perusahaan finance, karena struktur
modal perusahaan finance tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada dalam
penelitian ini melainkan dari nasabah perusahaan tersebut. Kemudian, ada beberapa
data laporan keuangan yang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan dari penelitian
ini, sehingga perusahaan-perusahaan tersebut tidak masuk dalam sampel penelitian.
Dengan demikian perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 yang menjadi
sampel dalam penelitian ini berjumlah 36, yaitu :
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Kode
Nama Perusahaan
Indocement Tunggal
INTP
PrakasaTbk
SMCB Holcim IndonesiaTbk
SMGR Semen Indonesia (Persero)Tbk
Charoen Pokphand
CPIN
IndonesiaTbk
SULI
Sumalindo Lestari JayaTbk
INKP
Indah Kiat Pulp & Paper Tbk
SPMA Suparma Tbk
ASII
Astra International Tbk
GJTL
Gajah Tunggal Tbk
ADMG Polychem Indonesia Tbk
INDF
Indofood Sukses Makmur Tbk
GGRM PT Gudang Garam Tbk
7
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
KLBF
TSPC
UNVR
AALI
ADHI
AKRA
ANTM
BLTA
BMTR
INCO
ISAT
LSIP
MEDC
MNCN
MPPA
PGAS
PTBA
SGRO
TBLA
TINS
TLKM
TOTL
UNSP
UNTR
PT Kalbe Farma Tbk
PT Tempo Scan Pacific Tbk
PT Unilever Indonesia Tbk
Astra Agro Lestari
Adhi Karya (Persero)
AKR Corporindo
Aneka Tambang
Berlian Laju Tanker
Global Mediacom
Vale Indonesia
Indosat
PP London Sumatra Indonesia
Medco Energi International
Media Nusantara Citra
Matahari Putra Prima
Perusahaan Gas Negara
Tambang Batubara Bukit Asam
Sampoerna Agro
Tunas Baru Lampung
Timah (Persero)
Telekomunikasi Indonesia
Total Bangun Persada
Bakrie Sumatra Plantations
United Tractors
Sumber: IDX, diolah
Data dan sumber data
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data dalam laporan
keuangan dan harga saham dari perusahaan yang menjadi sampel penelitian. Periode
penelitian dilakukan dalam periode tahun 2008 hingga 2010. Data-data yang
diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari situs resmi dari masing-masing
perusahaan yang menjadi sampel pada penelitian ini dan situs resmi Bursa Efek
Indonesia (BEI), http://www.idx.co.id.
Harga saham dari masing-masing perusahaan sampel penelitian diperoleh dari
harga penutupan pada akhir tahun (30 atau 31 desember) 2008, 2009 dan 2010.
Setelah melalui proses pengumpulan sampel dan data-data dari laporan keuangan tiap
perusahaan, kemudian data-data tersebut diolah menjadi rasio dari tiap variabel
terikat maupun bebas yang digunakan dalam penelitian ini.
Definisi operasional variabel
Berikut akan dijelaskan variabel yang digunakan dalam penelitian ini beserta
hubungannya dengan struktur modal.
8
Leverage
Rasio pengukuran untuk variabel terikat leverage dari beberapa penelitian
terdahulu berbeda-beda, seperti non-equity leverage (penjumlahan dari semua
liabilitas) terhadap total aset, debt (short ditambah longterm) terhadap total aset, debt
to equity, debt (book value) terhadap aset bersih (aset dikurangi account payable dan
current liabilities), interest coverage ratio (EBIT terhadap interest, EBITDA
terhadap interest). Penelitian Rajan dan Zingales (1995) variabel yang digunakan
adalah debt (book value) terhadap capital (penjumlahan dari book value of debt dan
equity).
Dengan melihat besaran dari kewajiban suatu perusahaan untuk mengukur
leverage-nya maka rasio yang digunakan dari penelitian ini adalah Debt to Total
Asset, dimana ukuran Debt diperoleh dari long-term ditambah dengan short-term
liabilities.
Tangibility
Penelitian empiris sebelumnya yang dilakukan oleh Rajan dan Zingales
(1995) mengemukakan bahwa rasio aset tetap terhadap total aset (tangibility) harus
menjadi faktor penting untuk leverage. Tangibility dari aset merepresentasikan
kesanggupan sebuah perusahaan pada nilai aset jaminannya. Penelitian tersebut
mengemukakan bahwa kenaikan dalam tangibel aset menaikkan book leverage
sebanyak 20% di semua negara kecuali Jepang yang menunjukkan kenaikan sebesar
45%. Beberapa penelitian sebelumnya seperti Drobetz dan Fix (2003), Chen dan
Hammes (2003), Afza dan Hussain (2011) dan Gaud et. al (2003) juga menemukan
relasi positif antara tangibel aset dengan leverage. Namun, Deari dan Deari (2009)
menemukan bahwa tangibility berhubungan negatif dengan leverage, dan konsisten
dengan implikasi pecking order theory pada perusahaan yang terdaftar dan tidak
terdaftar di Bursa Macedonia.
Hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini adalah tingkat tangibility yang
dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 Indonesia
mempunyai pengaruh positif pada tingkat leverage yang digunakan.
Profitability
Rajan dan Zingales (1995), Drobetz dan Fix (2003), Chen dan Hammes
(2003), dan Gaud et. al (2003) di dalam penelitiannya menemukan relasi negatif
antara profitability dengan leverage. Namun penelitian yg dilakukan Afza dan
Hussain (2011) dan Deari dan Deari (2009) menemukan relasi positif di beberapa
sampel penelitiannya. Afza dan Hussain (2011) menemukan relasi positif pada sektor
cable and electrical goods di Pakistan. Namun untuk sektor automobile dan
engineering profitabilitas berelasi negatif. Deari dan Deari (2009) dalam
penelitiannya memperoleh hasil keberadaan relasi positif antara profitabilitas
terhadap leverage pada perusahaan yang belum terdaftar di Bursa Macedonia. Bagi
perusahaan yang sudah terdaftar berbeda, perusahaan-perusahaan tersebut memiliki
relasi negatif terhadap leverage sama halnya dengan penelitian-penelitian
sebelumnya.
9
Hipotesis yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah tingkat profitability
yang dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 Indonesia
mempunyai pengaruh negatif pada tingkat leverage yang digunakan.
Liquidity
Afza dan Hussain (2011) di dalam penelitiannya menemukan relasi negatif
yang signifikan antara likuiditas terhadap leverage. Bahkan perusahaan-perusahaan di
sektor engineering tidak memilih pembiayaan lewat utang. Pembiayaan diperoleh
dari dalam perusahaan. Namun jika pendanaan dari dalam perusahaan sudah tidak
mencukupi, perusahaan tersebut lebih memilih untuk memilih pembiayaan lewat
ekuitas.
Hipotesis yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah tingkat liquidity
yang dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 Indonesia
mempunyai pengaruh negatif pada tingkat leverage yang digunakan.
Growth Potential
Rajan dan Zingales (1995), Drobetz dan Fix (2003), dan Gaud et. al (2003) di
dalam penelitiannya mengemukakan bahwa growth potential memiliki relasi yang
negatif dengan leverage. Chen dan Hammes (2003) justru menemukan relasi positif
antara growth potential dengan leverage walaupun hanya terjadi di negara Denmark.
Negara lainnya yang menjadi sampel penelitian memiliki relasi negatif.
Hipotesis yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah tingkat growth
potential yang dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100
Indonesia mempunyai pengaruh negatif pada tingkat leverage yang digunakan.
Firm size
Drobetz dan Fix (2003), Chen dan Hammes (2003), dan Gaud et. al (2003) di
dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa firm size berkorelasi positif dengan
leverage. Namun jika dilihat pada penelitian yang lain, firm size tidak sepenuhnya
berkorelasi positif terhadap leverage. Seperti pada penelitian dari Afza dan Hussain
(2011) dan Deari dan Deari (2009). Afza dan Hussain (2011) di dalam penelitiannya
mengemukakan relasi negatif antara firm size terhadap leverage pada sampelnya di
sektor cable and electrical goods, namun terdapat relasi positif pada sampelnya di
sektor automobile dan engineering.
Deari dan Deari (2009) di dalam penelitiannya mengemukakan bahwa firm
size berkorelasi negatif terhadap leverage pada sampelnya di perusahaan-perusahaan
yang belum terdaftar di Bursa Macedonia dan berkorelasi positif terhadap leverage
pada sampelnya di perusahaan-perusahaan yang sudah terdaftar. Bahkan pada
penelitian Rajan dan Zingales (1995) firm size berkorelasi negatif, di dalam penelitian
tersebut dinyatakan bahwa perusahaan besar lebih mampu dalam mengeluarkan
informasi-informasi yang sensitif ke investor. Oleh karena itu perusahaan tersebut
seharusnya lebih rendah dalam hal penggunaan utangnya.
10
Hipotesis yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah tingkat firm size
yang dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 Indonesia
mempunyai pengaruh positif pada tingkat leverage yang digunakan.
Cost of Debt
Afza dan Hussain (2011) di dalam penelitiannya mengemukakan bahwa cost
of debt berkorelasi negatif tidak signifikan terhadap leverage pada sampel
penelitiannya di sektor automobile and engineering di Pakistan dan berkorelasi
positif terhadap leverage pada sektor cable and electrical goods dengan hasil empiris
yang signifikan.
Hipotesis yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah tingkat cost of debt
yang dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 Indonesia
mempunyai pengaruh positif pada tingkat leverage yang digunakan.
Non-Debt Tax Shield
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Drobetz dan Fix (2003) proxy yang
mereka gunakan untuk variabel non-debt tax shield secara umum tidak menunjukan
tanda signifikan. Namun, hanya di dalam satu spesifikasi regresi, perkiraan koefisien
variabel tersebut signifikan. Sama halnya dengan penelitian Drobetz dan Fix (2003),
penilitian Afza dan Hussain (2011) juga mengemukakan bahwa non-debt tax shield
berkorelasi negatif dengan leverage dan tidak signifikan pada sampel penelitiannya di
sektor automobile dan cable and electrical goods. Namun, di sektor engineering
memiliki pengaruh yang sama terhadap leverage tetapi pada 5% level adalah
signifikan.
Dalam penelitian Deari dan Deari (2009), non-debt tax shield berkorelasi
negatif terhadap leverage pada sampel perusahaan-perusahaan yang sudah terdaftar di
Bursa Macedonia dan berkorelasi positif pada sampel perusahaan-perusahaan yang
belum terdaftar. Namun, pengaruh non-debt tax shield terhadap leverage tersebut
tidak signifikan.
Hipotesis yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah tingkat non-debt tax
shield yang dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100
Indonesia mempunyai pengaruh negatif pada tingkat leverage yang digunakan.
Volatility
Drobetz dan Fix (2003) mengemukakan di dalam penelitiannya, relasi antara
volatility dengan leverage adalah negatif. Hasil empiris tersebut mendukung teori
trade-off (lebih volatile cash flow dari suatu perusahaan akan meningkatkan
profitabilitas, dimana semakin tinggi profitabilitas maka pembiayaan lewat utang
akan semakin rendah) dan teori pecking order (mengeluarkan pendanaan lewat
ekuitas lebih memakan biaya perusahaan yang memiliki cash flow yang lebih
volatile).
Hipotesis yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah tingkat volatility
yang dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 Indonesia
mempunyai pengaruh negatif pada tingkat leverage yang digunakan.
Taxes
11
Mengacu pada Gaud et al. (2003), pengaruh perpajakan dalam struktur modal
ada dua. Di satu sisi, perusahaan memiliki dorongan untuk mengambil utang karena
akan mendapatkan keuntungan dari tax shield. Di sisi yang lain, semenjak pendapatan
dari pendanaan lewat utang dikenakan pajak yang lebih besar dibanding pendapatan
lewat pendanaan ekuitas. Perusahaan juga akan terdorong untuk memilih pendanaan
lewat ekuitas dibandingkan dengan utang. Namun di dalam penelitiannya, Gaud et. al
(2003) tidak memasukan variabel taxes (pajak) ke dalam penelitiannya karena
kemungkinan akan mengurangi ukuran baku dari penelitiannya dan dalam memilih
selisih bunga pajak yang sesuai tersebut merupakan hal yang krusial dalam
menentukan tax shield.
Berbeda dengan Gaud et. al (2003), Afza dan Hussain (2011) memasukkan
variabel pajak di dalam penelitiannya. Penelitian tersebut mengemukakan pengaruh
yang signifikan pada level 5% pada sampelnya di sektor automobile dan pengaruh
yang tidak signifikan di sektor cable and electrical goods serta pajak berkorelasi
positif terhadap leverage pada dua sektor tersebut yang berarti perusahaan dengan
nilai pajak yang tinggi lebih membutuhkan pendanaan lewat utang. Berbeda pada
sampel penelitiannya di sektor engineering, di sektor tersebut pajak berkorelasi
negatif terhadap leverage dengan pengaruh signifikan di level 5%.
Hipotesis yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah tingkat taxes yang
dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 Indonesia
mempunyai pengaruh positif pada tingkat leverage yang digunakan.
Teknik analisis data
Data panel merupakan penggabungan data deret waktu (time series) dengan
cross section. Dengan kata lain, data panel adalah data yang diperoleh dari data cross
section yang diobservasi berulang pada unit individu (objek) yang sama pada waktu
yang berbeda. Dengan demikian, akan diperoleh gambaran tentang perilaku dari
beberapa objek tersebut selama beberapa periode waktu (Bambang dan Junaidi,
2012). Untuk mengestimasi regresi data panel tersebut digunakan software E-Views versi
7.0. Ada beberapa kelebihan ketika menggunakan data panel, diantaranya:
1. Karena jumlah observasinya banyak, yaitu dengan menggabungkan data time
series dan cross section, kita memperoleh tingkat degree of freedom yang
lebih besar untuk hasil estimasi.
2. Data panel mengurangi masalah yang berkaitan dengan omitted variables.
3. Individual heterogeneity dan time variant heterogeneity dapat lebih dikontrol.
4. Data panel memberikan data yang lebih informative yang membuat
berkurangnya masalah multikolinieritas antar variabel bebas.
Berdasarkan variasi-variasi asumsi dalam perhitungan model regresi data
panel, terdapat tiga pendekatan (Bambang dan Junaidi, 2012), yaitu :
1. Metode Common-Constant (The Pooled OLS Method-PLS)
Pendekatan PLS ini menggunakan metode OLS biasa. Metode ini merupakan
metode yang paling sederhana. Dalam estimasinya diasumsikan bahwa setiap unit
12
individu memiliki intersep dan slope yang sama (tidak ada perbedaan pada
dimensi kerat waktu). Dengan kata lain, regresi data panel yang dihasilkan akan
berlaku untuk setiap individu.
2. Metode Fixed Effect (FEM)
Pada metode FEM, intersep pada regresi dapat dibedakan antar individu karena
setiap individu dianggap mempunyai karakteristik tersendiri. Dalam membedakan
intersepnya dapat digunakan variabel dummy, sehingga metode ini juga dikenal
dengan model Least Square Dummy Variable (LSDV).
3. Metode Random Effect (REM)
Berbeda dengan metode FEM, pada metode REM, β0i tidak lagi dianggap konstan,
namun dianggap sebagai variabel random dengan suatu nilai rata-rata dari β1
(tanpa subscript i).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pemilihan Model Regresi Data Panel
Analisis untuk memilih model PLS dengan FEM kemudian antara model
FEM dengan REM dapat dilihat pada pengujian sebagai berikut:
a. Uji chow/likelihood ratio untuk memilih antara model PLS dengan FEM
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Statistic
12,3737
222,8691
d.f.
(35,63)
35
Prob.
0,0000
0,0000
Sumber: diolah
Pengujian untuk memilih antara model PLS dengan FEM ini menggunakan
chow-test/likelihood ratio test, dengan hasil output E-Views yang terdapat pada
lampiran. Hipotesis dari uji ini, yaitu:
H0 : model mengikuti Pool
H1 : model mengikuti Fixed
Secara statistik hasil Output Eviews menunjukan nilai F test yang signifikan di
level 0,000 dan nilai chi-square yang juga signifikan di level 0,000. Dari kedua nilai
tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis H0 ditolak, sehingga model FEM lebih
sesuai dari pada PLS untuk digunakan sebagai model regresi data panel untuk datadata yang ada dalam penelitian ini.
b.
Uji Hausman untuk memilih antara model FEM dengan REM
Cross-section random
Chi-Square Stat.
55,7372
Chi-Square d.f.
Prob.
9
0,0000
Sumber: diolah
Pengujian untuk memilih antara model FEM dengan REM ini menggunakan
uji hausman, dengan hasil output E-Views yang terdapat pada lampiran. Hipotesis
yang diuji adalah :
13
H0 : random effect (individual effect uncorelated)
H1 : fixed effect
Secara statistik hasil output E-views untuk uji hausman dari tabel di atas
terlihat bahwa nilai p-value = 0,0000 < 5% sehingga H0 ditolak. Sehingga model
FEM lebih sesuai dari pada REM untuk digunakan sebagai model regresi data panel
untuk data-data yang ada dalam penelitian ini.
2. Pembuktian Hipotesis dengan Regresi Data Panel Model FEM
Pada bagian ini akan dijelaskan hasil uji terhadap hipotesis dengan menggunakan
software E-Views 7.0 dan diestimasi dengan model yang telah dipilih dari uji
chow/likelihood ratio kemudian dengan uji hausman yang menghasilkan model FEM
(Fixed Effect Model) sebagai model yang paling tepat untuk mengestimasi parameter
regresi data panel pada penelitian ini. Hasil estimasi dengan menggunakan model FEM
dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel Estimasi dengan Model FEM
Tangibility
Profitability
Liquidity
Growth
Size
Cost of Debt
Non-Debt Tax Shield
Volatility
Taxes
Prob (F-statistic)
R2
Durbin-Watson Stat.
Coefficient
0,2720
-0,0555
-0,0222
-0,0096
-0,0122
-0,0231
0,1002
-0,0909
-0,0433
0,0000
0,9447
2,0518
Std. Error
0,1833
0,0383
0,0117
0,0057
0,0429
0,0608
0,1428
0,0522
0,0331
Prob.
0,1427
0,1527
0,0613
0,0982
0,7770
0,7059
0,4856
0,0865
0,1961
Sumber: diolah
Hasil regresi Fixed Effect Model variabel determinan struktur modal yang
terdapat pada tabel di atas menunjukan hasil yang signifikan jika dilihat dari uji Fnya, yaitu berada di level 0% (0,0000). Dengan demikian variabel tangibility,
profitability, liquidity, growth potential, firm size, cost of debt, non-debt tax shield,
volatility dan taxes secara bersama-sama mempengaruhi struktur modal.
Namun secara parsial, tidak ada satu pun variabel yang menunjukan hasil
yang signifikan pada level alpha 5%. Signifikansi variabel independen terbaik
diperoleh dari liquidity, growth, dan volatility pada taraf nyata alpha kurang dari
10%. Nilai R2 sebesar 0,9447 yang menunjukan bahwa 94,47% rasio debt to total
asset disebabkan oleh variabel bebas dalam model penelitian ini. Sedangkan nilai dari
Durbin-Watson menunjukan angka 2, dengan demikian tidak ada masalah otokorelasi
di dalam model ini. Untuk lebih lengkapnya, hasil output E-Views untuk pembahasan
ini terdapat pada lampiran.
Berdasarkan data dari koefisien yang disubstitusikan ke dalam model regresi
data panel, perusahaan yang mempunyai rata-rata perubahan leverage terbesar adalah
14
PT Adhi Karya. Sementara itu, perusahaan yang mempunyai rata-rata perubahan
leverage terkecil adalah PT Indocement Tunggal Prakasa.
Dengan tidak adanya variabel yang signifikan satu pun dalam hasil ini, maka
akan dicoba untuk memeriksa model yang telah dibuat. Mengingat model FEM tidak
membutuhkan asumsi terbebasnya model dari serial korelasi, maka uji tentang
otokorelasi dapat diabaikan. Oleh sebab itu, dikarenakan data pada penelitian ini
merupakan data cross section, maka dicurigai terdapat masalah heteroskedastisitas
(Nachrowi & Hardius, 2006, hal330). Berikut adalah tabel hasil dari estimasi dengan
model FEM dan disesuaikan dengan opsi pengecekan heteroskedastisitas.
Tabel Estimasi dengan Model FEM
(heteroskedastisitas)
Tangibility
Profitability
Liquidity
Growth
Size
Cost of Debt
Non-Debt Tax Shield
Volatility
Taxes
Prob (F-statistic)
R2
Durbin-Watson Stat.
Coefficient
0,2720
-0,0555
-0,0222
-0,0096
-0,0122
-0,0231
0,1002
-0,0909
-0,0433
0,0000
0,9447
2,0518
Std. Error
0,1166
0,0358
0,0139
0,0044
0,0247
0,0257
0,0721
0,0406
0,0247
Prob.
0,0228
0,1260
0,1157
0,0326
0,6221
0,3740
0,1693
0,0287
0,0841
Sumber: diolah
Hasil regresi data panel Fixed Effect Model (FEM) yang disesuaikan dengan
opsi pengecekan heteroskedastisitas mengalami perubahan. Secara statistik, variabel
tangibility, growth, volatility dan taxes berpengaruh secara signifikan terhadap
leverage di level α < 5%, sedangkan variabel taxes hanya signifikan di level α <
10%. Nilai standard error dari masing-masing variabel mengalami penurunan dari
regresi FEM sebelumnya, dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terjadi masalah
heteroskedastisitas pada estimasi regresi.
Tangibility
Sesuai pernyataan hipotesis yang telah dibuat sebelumnya, hasil regresi data
panel FEM menunjukan bahwa tangibility mempunyai korelasi positif yang
signifikan terhadap struktur modal. Dengan demikian pernyataan hipotesis tersebut
dapat diterima. Hasil tersebut mendukung penelitian dari Rajan dan Zingales (1995),
Drobetz dan Fix (2003), Chen dan Hammes (2003), Afza dan Hussain (2011) dan
Gaud et. al (2003) yang di dalam penelitian mereka mengemukakan bahwa tangibel
aset berkorelasi positif terhadap struktur modal. Hasil tersebut juga mendukung teori
trade-off.
Hubungan positif mengindikasikan bahwa sebagian besar perusahaan yang
terdaftar dalam Indeks Kompas100 Indonesia menggunakan aset tetap sebagai
jaminan utang untuk menghindari terjadinya risiko kebangkrutan akibat dari
15
meningkatnya utang yang menimbulkan kemungkinan ketidaksanggupan perusahaan
untuk membayarnya.
Kemudian jika dilihat dari sisi kreditur, kreditur akan lebih memilih
memberikan modal kepada perusahaan yang memiliki aset tetap sebagai jaminan
yang tinggi, karena dengan tingginya aset tetap sebagai jaminan maka pihak kreditur
akan mengambil aset tersebut jika perusahaan mengalami kesulitan pembayaran
utang.
Profitability
Sesuai pernyataan hipotesis yang telah dibuat sebelumnya, hasil regresi data
panel FEM menunjukan bahwa profitability mempunyai korelasi yang negatif
terhadap struktur modal namun tidak signifikan. Hasil tersebut mengindikasikan
bahwa semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan maka utang yang dibutuhkan
semakin rendah. Karena, perusahaan yang lebih profit akan lebih memilih sumber
pendanaan dari dalam perusahaan seperti dari laba ditahan ketimbang utang. Hasil
regresi tersebut mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rajan dan
Zingales (1995), Drobetz dan Fix (2003), Chen dan Hammes (2003), Gaud et. al
(2003), Afza dan Hussain (2011) pada sampel sektor Automobile dan Engineering
Pakistan, dan Deari dan Deari (2009) pada sampel perusahaan yang sudah terdaftar di
Bursa Macedonia.
Liquidity
Hasil regresi data panel dengan model FEM menunjukan bahwa liquidity
mempunyai hubungan negatif terhadap struktur modal namun tidak signifikan. Hasil
tersebut mendukung penelitian sebelumnya dari Afza dan Hussain (2011) pada
sampelnya di sektor automobile, engineering, dan cable and electrical goods di
Pakistan. Sama halnya dengan pengujian variabel profitability, semakin likuid
perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 Indonesia, semakin
berkurang pendanaan yang dilakukan dengan utang karena lebih memilih untuk
menggunakan sumber pendanaan dari dalam perusahaan seperti laba yang ditahan.
Growth Potential
Hasil regresi data panel dengan model FEM menunjukan bahwa growth
potential mempunyai hubungan negatif dengan struktur modal perusahaan dengan
hasil yang signifikan. Dengan demikian pernyataan hipotesis tersebut dapat diterima.
Hasil tersebut mendukung penelitian dari Rajan dan Zingales (1995), Drobetz dan Fix
(2003), Gaud et. al (2003) dan Chen dan Hammes (2003) (kecuali di negara
Denmark), semua penelitian tersebut mengemukakan bahwa growth potential
berkorelasi negatif terhadap struktur modal di sampelnya masing-masing. Hasil
tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan Indeks Kompas100 Indonesia dengan
tingkat pertumbuhan investasi yang tinggi lebih sedikit menggunakan utang sebagai
sumber pendanaan. Perusahaan cenderung menggunakan ekuitasnya yang terus
meningkat untuk pendanaan perusahaan dari pada utang. Sebaliknya, jika growth dari
saham perusahaan menurun, maka perusahaan akan melakukan pengalihan ke
pendanaan lewat utang.
16
Firm Size
Hasil regresi data panel dengan model FEM menunjukan bahwa firm size
mempunyai hubungan negatif terhadap struktur modal namun tidak menunjukan hasil
yang signifikan. Hasil tersebut mendukung hasil penelitian dari Rajan dan Zingales
(1995), Deari dan Deari (2009) pada sampel perusahaan yang belum terdaftar di
Bursa Macedonia. Afza dan Hussain (2011) pada sampel perusahaan di sektor cable
and electrical goods di Pakistan. Hasil ini mengindikasikan bahwa, perusahaan yang
kecil lebih memilih pendanaan lewat utang karena biayanya lebih murah dari pada
ekuitas. Sebaliknya, perusahaan besar cenderung sedikit berutang dan lebih memilih
ekuitas, karena perusahaan Indeks Kompas100 Indonesia dengan ukuran besar
memiliki pengaruh dalam hal fundamental yang kuat dan juga memiliki nilai saham
tinggi.
Cost of Debt
Hasil regresi data panel dengan model FEM menunjukan bahwa cost of debt
mempunyai hubungan negatif dengan struktur modal perusahaan namun tidak
signifikan. Hubungan negatif tidak signifikan antara cost of debt terhadap struktur
modal tersebut mendukung penelitian dari Afza dan Hussain (2011) pada sampel
penelitiannya di sektor automobile dan engineering di Pakistan. Hasil tersebut
mengindikasikan bahwa perusahaan Indeks Kompas100 Indonesia menghindari
pendanaan lewat utang ketika cost of debt mengalami kenaikan. Begitu juga
sebaliknya, jika cost of debt mulai mengalami penurunan, perusahaan lebih memilih
pendanaan lewat utang.
Non-Debt Tax Shield
Berbeda dengan perkiraan hipotesis yang menyatakan bahwa non-debt tax
shield berkorelasi negatif dengan struktur modal, hasil dari uji hipotesis ini
menghasilkan relasi yang positif dan tidak signifikan antara non-debt tax shield
dengan struktur modal. Hasil tersebut hanya sejalan dengan penelitian dari Deari dan
Deari (2009) yang menghasilkan korelasi positif antara non-debt tax shield dengan
struktur modal pada sampel perusahaan yang belum terdaftar di Bursa Macedonia.
Hasil tersebut mengindikasikan bahwa tingginya keuntungan pajak karena utang atau
debt tax shield yang disebabkan dengan utang yang meningkat akan diiringi dengan
peningkatan nilai non-debt tax shield perusahaan Kompas100 Indonesia dengan
tujuan yang sama dari debt tax shield yaitu untuk mengurangi beban pajak.
Volatility
Hasil regresi data panel dari variabel volatility terhadap struktur modal
penelitian sama dengan perkiraan hipotesis yang telah dibuat, estimasi regresi
menghasilkan tanda negatif yang signifikan. Hasil ini mendukung hasil penelitian
Drobetz dan Fix (2003) dan juga teori trade-off dan pecking order. Hasil tersebut
mengindikasikan bahwa pendapatan perusahaan yang lebih volatile akan ada
kemungkinan peningkatan profitabilitas. Disamping itu, kemungkinan untuk arah
profitabilitas suatu perusahaan menuju angka minus semakin kecil akibat berakhirnya
masa krisis ekonomi global. Hal tersebut didukung oleh data deskriptif statistik
profitabilitasnya, terdapat rasio profitabilitas perusahaan yang memiliki nilai minus
17
hanya di angka minus 12%. Dengan demikian, perusahaan akan semakin profit dan
akan lebih memilih sumber pendanaan dari dalam perusahaan seperti laba ditahan
dari pada utang.
Taxes
Hasil regresi data panel dari variabel taxes terhadap struktur modal penelitian
ini berbeda dengan perkiraan hipotesis yang telah dibuat. Perkiraan hipotesis
menyatakan bahwa taxes berkorelasi positif terhadap struktur modal, namun estimasi
regresi menghasilkan tanda negatif yang signifikan di level 10%. Hasil ini
mendukung salah satu hasil penelitian dari Afza dan Hussain (2011), yaitu pada
sampel perusahaan di sektor engineering di Pakistan. Hasil ini mengindikasikan
bahwa perusahaan akan terus meningkatkan utang dengan tujuan mengambil manfaat
dari bunga utang yang dapat mengurangi beban pajak. Namun, besaran pajak tersebut
memiliki titik optimal yang jika melampaui batas dari titik optimal tersebut maka
pendapatan bersih perusahaan akan semakin tergerus oleh besarnya bunga utang dan
pajak. Sehingga, nilai dari suatu perusahaan akan semakin mengecil akibat dari
mengecilnya nilai laba bersih dan laba bersih per saham (earning per share). Dengan
demikian, jika besaran pajak sudah mencapai titik optimalnya maka perusahaan akan
mengurangi besaran bunga utang dengan menekan jumlah utangnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan laporan keuangannya, sebagian besar perusahaan Indeks
Kompas100 memiliki aset kolateral yang tinggi sebagai faktor untuk menarik kreditur
agar perusahaan dapat menigkatkan utangnya. Pertumbuhan investasi yang terus
meningkat dari perusahaan yang terdaftar di Indeks yang terkenal kuat dalam hal
fundamentalnya membuat perusahaan lebih memilih pendanaan lewat ekuitas.
Disamping itu, dampak dari krisis ekonomi global yang berimbas pada meningkatnya
volatilitas pendapatan perusahaan kemudian berimbas pula terhadap risiko
menurunnya nilai perusahaan akibat semakin tergerusnya laba bersih perusahaan jika
besaran pajak telah melampaui batas optimalnya, sehingga perusahaan akan lebih
berhati-hati dalam meningkatkan utang.
Dengan demikian, hal-hal tersebut dapat menjadi gambaran mengapa variabel
tangibility, growth, volatility dan taxes secara statistik memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap struktur modal. Selain variabel yang berkorelasi signifikan
terhadap struktur modal, terdapat variabel yang secara statistik berkorelasi, namun
tidak signifikan, yaitu profitability, liquidity, size, cost of debt, dan non-debt tax
shield. Secara umum, jika dilihat dari uji F dalam estimasi regresi data panel dengan
model FEM (Fixed Effect Model), variabel determinan struktur modal secara
bersama-sama mempengaruhi struktur modal, dengan demikian model dan variabel
yang ada dalam penelitian ini, dapat dengan tepat menjelaskan hubungannya dengan
struktur modal.
SARAN
Penelitian selanjutnya perlu menambah variabel terikat selain debt to total asset
yang masih mencakup struktur modal, yaitu seperti debt to equity ratio, long-term
debt to total asset dan short-term debt to total asset yang diukur baik dari nilai buku
18
maupun nilai pasarnya. Bagi penelitian selanjutnya, sebaiknya perlu menambah
jumlah sampel perusahaan (jumlah observasi) dan periode waktu penelitian sehingga
diharapkan dapat memperluas cakupan analisis dari penelitian. Penggunaan dummy
variabel untuk mengukur fenomena tambahan seperti dummy variabel waktu yang
dibuat untuk melihat pengaruh beberapa tahun sebelum atau sesudah krisis ekonomi
global terhadap struktur modal di periode yang telah ditetapkan. Untuk memperoleh
hasil relasi dan tingkat signifikansi yang lebih akurat, disarankan untuk mengukur
konsistensi dari relasi dan tingkat signifikansi dari determinan dengan cara
perbandingan antar model data panel, yaitu dengan cara, membandingkan hasil dari
model PLS (Pooled Ordinary Least Square), FEM (Fixed Effect Model), dan REM
(Random Effect Model).
DAFTAR PUSTAKA
Afza,T., Hussain, A. (2011). International Journal of Humanities and Social Science.
Determinants of Capital Structure across Selected Manufacturing Sectors of
Pakistan. Vol. 1 No. 12.
Brigham, Eugene F. & Juel F. Houston. (2004). Fundamental of Financial
Management, 10th edition. Ohio : Thomson – South Western.
Cespedes, Gonzalez & Molina (2009). Journal of Business Research. Ownership and
Capital Structure in Latin America, 1-7.
Chen, Y. H., Hammes, K. (2003). Capital Structure. Theories and Empirical Results APanel Data Analysis.
Deari, F., Deari, M. (2009). The Determinants of Capital Structure, Evidence from
Macedonian Listed and Unlisted Companies, 54, 91 – 102.
Drobetz, W. & Fix, R. (2003). What are the Determinant of the Capital Structure?
Some Evidence for Switzerland.
Gaud, P., Jani E., Hoesli, M., & Bender, A. (2003). The Capital Structure of Swiss
Companies, An Empirical Analysis Using Dynamic Panel Data
Juanda, B. & Junaidi (2012). Ekonometrika Deret dan Waktu : Teori dan Aplikasi.
Edisi ke-1. Bogor: Penerbit IPB Press.
Manurung, Adler H. (2011). Determinan Struktur Kapital Perusahaan di Indonesia.
Vol. 15 No. 3 hal. 250 – 261.
Nachrowi, D. & Usman, H. (2006). Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika
Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Rajan, R. G., Zingales L. (1995). Journal of Finance. What do We Know about
Capital Structure ? Some Evidence from International Data. Vol. 50 No. 5
hal. 1421-1460.
Rampini, Adriano A., Viswanathan, S. (2013). Journal of Financial Economics.
Collateral and Capital Structure. Vol. 109, hal. 466-492.
Titman, S., Keown, Arthur J., Martin, John D. (2011). Financial Management:
Principal and Application, 11th edition. New Jersey : Pearson – Prentice Hall.
19
LAMPIRAN
Lampiran 1: Hipotesis Penelitian.
Variabel
Proxy yang
digunakan
Relasi
Referensi
Relasi
Referensi
Rajan & Zingales,
Drobetz & Fix,
Tangibility
+
Chen & Hammes,
-
Gaud et al,
Deari &
Deari.
Afza & Hussain.
Rajan &
Zingales,
Drobetz &
Fix,
‘Chen &
Profitability
+
Deari & Deari,
Afza & Hussain.
-
Hammes,
Gaud et al,
Deari &
Deari,
Afza &
Hussain.
Liquidity
-
Afza & Hussain.
Rajan &
Zingales,
Growth
Potential
Drobetz &
+
Chen & Hammes
-
Fix,
Chen &
Hammes,
Gaud et al.
Rajan &
Drobetz & Fix,
Zingales,
Chen & Hammes,
Firm size
+
Gaud et al,
Deari & Deari,
Afza & Hussain.
-
Deari &
Deari,
Afza &
Hussain.
20
Cost of Debt
+
Afza & Hussain.
-
Afza &
Hussain.
Drobetz &
Fix,
Non-Debt
Tax Shield
+
Deari & Deari.
-
Deari &
Deari,
Afza &
Hussain.
Volatility
-
Drobetz & Fix.
Taxes
+
Afza & Hussain.
-
Afza &
Hussain.
Keterangan : (+) diartikan bahwa leverage meningkat/menurun dengan determinannya, (-) diartikan
bahwa leverage meningkat/menurun berkebalikan dengan determinannya.
21
Lampiran 2: Hasil Output E-views7.0 untuk Uji Chow/likelihood Ratio.
22
Lampiran 3: Hasil Output E-views7.0 untuk Uji Hausman.
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: KOMAPAS100_36
Test cross-section random effects
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
55.737197
9
0.0000
Var(Diff.)
Prob.
0.049484
-0.108200
-0.058379
-0.003109
-0.020678
-0.098132
0.144189
-0.090887
-0.047520
0.028503
0.000209
0.000069
0.000021
0.001621
0.000718
0.007980
0.000172
0.000141
0.1874
0.0003
0.0000
0.1630
0.8336
0.0051
0.6223
0.9993
0.7232
Test Summary
Cross-section random
Cross-section random effects test comparisons:
Variable
Fixed
Random
TANGIBILITY?
PROFITABILITY?
LIQUIDITY?
GROWTH?
SIZE?
COD?
NDTS?
VOLATILITY?
TAXES?
0.272045
-0.055510
-0.022255
-0.009567
-0.012218
-0.023059
0.100186
-0.090897
-0.043314
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: LEVERAGE?
Method: Panel Least Squares
Sample: 2008 2010
Included observations: 3
Cross-sections included: 36
Total pool (balanced) observations: 108
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
TANGIBILITY?
PROFITABILITY?
LIQUIDITY?
GROWTH?
SIZE?
COD?
NDTS?
VOLATILITY?
TAXES?
0.826022
0.272045
-0.055510
-0.022255
-0.009567
-0.012218
-0.023059
0.100186
-0.090897
-0.043314
1.274633
0.183292
0.038348
0.011680
0.005699
0.042950
0.060834
0.142828
0.052207
0.033148
0.648047
1.484221
-1.447539
-1.905442
-1.678705
-0.284463
-0.379046
0.701447
-1.741092
-1.306671
0.5193
0.1427
0.1527
0.0613
0.0982
0.7770
0.7059
0.4856
0.0865
0.1961
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.944757
0.906175
0.063449
0.253625
173.6723
24.48675
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.474113
0.207141
-2.382821
-1.265266
-1.929693
2.051844
23
Lampiran 4: Hasil Output E-views 7.0 untuk Estimasi Model FEM
Dependent Variable: LEVERAGE?
Method: Pooled Least Squares
Sample: 2008 2010
Included observations: 3
Number of cross-sections used: 36
Total panel (balanced) observations: 108
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
TANGIBILITY?
PROFITABILITY?
LIQUIDITY?
GROWTH?
SIZE?
COD?
NDTS?
VOLATILITY?
TAXES?
Fixed Effects
_INTP--C
_SMCB--C
_SMGR--C
_CPIN--C
_SULI--C
_INKP--C
_SPMA--C
_ASII--C
_GJTL--C
_ADMG--C
_INDF--C
_GGRM--C
_KLBF--C
_TSPC--C
_UNVR--C
_AALI--C
_ADHI--C
_AKRA--C
_ANTM--C
_BLTA--C
_BMTR--C
_INCO--C
_ISAT--C
_LSIP--C
_MEDC--C
_MNCN--C
_MPPA--C
_PGAS--C
_PTBA--C
_SGRO--C
_TBLA--C
_TINS--C
_TLKM--C
_TOTL--C
_UNSP--C
_UNTR--C
0.272045
-0.055510
-0.022255
-0.009567
-0.012218
-0.023059
0.100186
-0.090897
-0.043314
0.183292
0.038348
0.011680
0.005699
0.042950
0.060834
0.142828
0.052207
0.033148
1.484221
-1.447539
-1.905442
-1.678705
-0.284463
-0.379046
0.701447
-1.741092
-1.306671
0.1427
0.1527
0.0613
0.0982
0.7770
0.7059
0.4856
0.0865
0.1961
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.520569
0.748338
0.622309
0.868388
1.019270
0.866959
0.754091
0.858736
1.041513
0.940174
0.967818
0.742896
0.644056
0.662606
1.072083
0.572812
1.272923
0.922392
0.683436
0.908559
0.735626
0.562930
0.807941
0.590608
1.060964
0.788790
0.927407
0.945925
0.846058
0.642712
0.980565
0.787617
0.694895
1.037250
0.830990
0.806599
0.944757
0.906175
0.063449
24.48675
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
0.474113
0.207141
0.253625
2.051844
24
Lampiran 5: Hasil Output E-views 7.0 untuk Estimasi Model FEM
(Heteroskedastisitas)
Dependent Variable: LEVERAGE?
Method: Pooled Least Squares
Sample: 2008 2010
Included observations: 3
Number of cross-sections used: 36
Total panel (balanced) observations: 108
White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
TANGIBILITY?
PROFITABILITY?
LIQUIDITY?
GROWTH?
SIZE?
COD?
NDTS?
VOLATILITY?
TAXES?
Fixed Effects
_INTP--C
_SMCB--C
_SMGR--C
_CPIN--C
_SULI--C
_INKP--C
_SPMA--C
_ASII--C
_GJTL--C
_ADMG--C
_INDF--C
_GGRM--C
_KLBF--C
_TSPC--C
_UNVR--C
_AALI--C
_ADHI--C
_AKRA--C
_ANTM--C
_BLTA--C
_BMTR--C
_INCO--C
_ISAT--C
_LSIP--C
_MEDC--C
_MNCN--C
_MPPA--C
_PGAS--C
_PTBA--C
_SGRO--C
_TBLA--C
_TINS--C
_TLKM--C
_TOTL--C
_UNSP--C
_UNTR--C
0.272045
-0.055510
-0.022255
-0.009567
-0.012218
-0.023059
0.100186
-0.090897
-0.043314
0.116580
0.035797
0.013953
0.004379
0.024668
0.025754
0.072054
0.040600
0.024676
2.333558
-1.550704
-1.594933
-2.184573
-0.495273
-0.895361
1.390434
-2.238826
-1.755291
0.0228
0.1260
0.1157
0.0326
0.6221
0.3740
0.1693
0.0287
0.0841
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.520569
0.748338
0.622309
0.868388
1.019270
0.866959
0.754091
0.858736
1.041513
0.940174
0.967818
0.742896
0.644056
0.662606
1.072083
0.572812
1.272923
0.922392
0.683436
0.908559
0.735626
0.562930
0.807941
0.590608
1.060964
0.788790
0.927407
0.945925
0.846058
0.642712
0.980565
0.787617
0.694895
1.037250
0.830990
0.806599
0.944757
0.906175
0.063449
24.48675
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
0.474113
0.207141
0.253625
2.051844
25
PEMBENTUKAN PORTOFOLIO SAHAM OPTIMUM
DENGAN METODE ELTON-GRUBER DAN VARIABEL
MAKRO YANG MEMPENGARUHINYA
George Danish Wardana dan Adler Haymans Manurung
ABSTRAK
This paper has objective to construct a portfolio by using Elton Gruber Method.
Then it continue to investage macro variable affected its portofolio return. Data was
usde to construct portfolio since May 2007 to May 2012. This paper found that there
is 8 stocks out of LQ45 to construct a portfolio which is PGAS, UNVR, CPIN, INCO,
GGRM, GJTL, TRAM, dan BBCA. The portfolio has return of 54,62% and risk of
7,47% per annum. Three variabel has significant to affect portofolio return which is
inflation, interest and Hang Seng Index. The three variabel has negatif relationship
to portofolio return.
Kata Kunci: portofolio saham, variabel makro, model regresi
26
PENDAHULUAN
Penelitian mengenai pembentukan portofolio investasi di Indonesia telah
banyak dilakukan oleh berbagai peneliti sebelumnya. Bawazer dan Sitanggang (1994)
melakukan penelitian atas pembentukan portofolio saham dari berbagai saham yang
terdaftar di bursa dengan menggunakan metode Simple Criteria for Optimal Portfolio
Selection (SCFOPS) yang diperkenalkan oleh Elton dkk. untuk periode 1990-1991.
Manurung (1997) telah menganalisa alokasi aset dari berbagai saham yang terdaftar
di dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 1992-1994 dengan
menggunakan model Markowitz. Manurung dan Berlian (2004) juga menguji
investasi portofolio dari berbagai instrumen keuangan Indonesia menggunakan
efficient frontier yang dikembangkan berdasarkan model Markowitz dan
pengumpulan data secara bulanan untuk periode 1996-2003.
Variabel makro juga telah dikaji pada berbagai penelitian terdahulu sebagai
faktor yang memiliki pengaruh terhadap pergerakan harga saham. Manurung (1996b)
menyatakan bahwa tingkat bunga, nilai tukar US Dollar terhadap Rupiah, inflasi, dan
perubahan uang beredar cukup signifikan mempengaruhi Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG). Tanadi (2003) juga melakukan penelitian serupa dan menyetujui
bahwa tingkat bunga dan kurs US Dollar terhadap Rupiah mempengaruhi tingkat
pengembalian saham secara signifikan. Pasaribu, Tobing, dan Manurung (2009)
meneliti pengaruh variabel makroekonomi terhadap pergerakan IHSG dan
menemukan beberapa variabel yang dikaji memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap pergerakan IHSG.
Secara lebih spesifik, pengaruh variabel makroekonomi terhadap pergerakan
saham-saham di suatu sektor tertentu juga telah dilakukan sebelum-sebelumnya.
Manurung (2003) telah meneliti faktor-faktor makro yang mempengaruhi kinerja
saham perbankan. Manurung dan Saragih (2004) melakukan penelitian pengaruh
variabel makro terhadap saham farmasi. Variabel makro yang digunakan dalam
penelitian-penelitian tersebut meliputi jumlah uang beredar, tingkat bunga SBI,
tingkat inflasi, nilai kurs US Dollar terhadap Rupiah, dan tingkat pengembalian pasar
(berdasarkan IHSG). Handra (2004) meneliti variabel ekonomi makro yang
berdampak atas tingkat pengembalian saham-saham perusahaan industri. Penelitian
lainnya dilakukan oleh Sitompul (2009) yang melihat pengaruh variabel ekonomi
makro terhadap pergerakan saham-saham perusahaan di bidang jasa keuangan.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dapat dilihat
bahwa pembentukan portofolio menarik untuk diteliti karena senantiasa berubah dari
waktu ke waktu dan dipengaruhi oleh berbagai hal. Sebagai acuan dalam menentukan
alokasi aset untuk disertakan ke dalam portofolio, penelitian terdahulu banyak yang
menggunakan model Markowitz. Oleh karenanya, tesis ini akan mencoba penggunaan
metode Elton-Gruber seperti yang pernah dilakukan oleh Bawazir dan Sitanggang
27
(1994) dan Sukarno (2007), yaitu dengan menggunakan Simple Criteria for Optimal
Portfolio Selection.
Faktor yang secara signifikan mempengaruhi pergerakan saham-saham yang
terdaftar di bursa Indonesia adalah variabel makro, terutama dalam pergerakan secara
keseluruhan yang tercermin melalui IHSG. Dengan banyaknya pula penelitian yang
melihat pengaruh variabel makro terhadap saham-saham perusahaan dalam sektor
tertentu, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa variabel makro juga akan
berpengaruh terhadap saham-saham dalam portofolio optimum yang tidak terfokus
pada satu sektor saja, mengingat pengaruhnya terhadap IHSG cukup signifikan.
Dengan demikian, tesis ini akan meneliti pengaruh variabel makro tersebut terhadap
portofolio optimum yang akan dibentuk terlebih dahulu.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa hal yang cukup menarik untuk
dilakukan penelitian:
ï‚· Saham-saham perusahaan apa saja yang disertakan untuk membentuk portofolio
optimum?
ï‚· Faktor-faktor apa saja yang memiliki pengaruh cukup signifikan terhadap tingkat
pengembalian portofolio dan seberapa besar pengaruhnya?
ï‚· Bagaimana kinerja portofolio tersebut di masa lalu guna agar menjadi acuan untuk
kinerjanya di masa mendatang?
LANDASAN TEORI
Pada bagian ini, akan dibahas mengenai teori portofolio yang akan digunakan dalam
pembentukan portofolio saham optimum dan variabel-variabel yang digunakan untuk
meneliti pengaruhnya terhadap tingkat pengembalian portofolio saham tersebut,
yaitu: inflasi, tingkat bunga, jumlah uang beredar, nilai tukar (kurs), harga minyak
mentah dunia, bursa saham regional, dan indeks Dow Jones.
Teori Portofolio dilandasi dengan suatu konsep dimana pemilik dana
melakukan investasi pada lebih dari satu instrumen investasi, atau pada lebih dari satu
instrumen yang sejenis (misalnya dua atau lebih saham, dua atau lebih properti, dan
sebagainya). Pembentukan portofolio memiliki maksud dan tujuan tertentu, namun
biasanya tujuan utamanya adalah untuk melakukan diversifikasi atas risiko, sehingga
mengurangi risiko yang dihadapi oleh investor.
Teori portofolio pertama kali dikembangkan oleh Markowitz pada tahun
1952 dengan memperkenalkan konsep tingkat pengembalian dan risiko. Dalam
teorinya, investor rasional akan selalu memilih tingkat pengembalian yang setinggitingginya dengan risiko yang serendah-rendahnya, dimana tingkat pengembalian yang
diharapkan di masa mendatang diukur berdasarkan tingkat pengembalian yang telah
terjadi melalui data historis dan ketidakpastian atas tercapainya tingkat pengembalian
yang diharapkan tersebut merupakan risiko. Teori ini menjadi fondasi dari berbagai
28
teori keuangan serta digunakan oleh banyak manajer investasi untuk mengelola dana
dan terutama, untuk melakukan diversifikasi risiko.
Pada perkembangan selanjutnya, William F. Sharpe mengembangkan teori
portofolio Markowitz dengan memperkenalkan teori harga aset yang dikenal secara
luas dengan Capital Asset Pricing Model (CAPM) di tahun 1964. Teori tersebut
memiliki beberapa asumsi yang kerap diperdebatkan oleh para peneliti, meski
demikian teori tersebut tetap digunakan secara luas, terutama dalam melakukan
valuasi harga aset. Bentuk dari model CAPM adalah sebagai berikut:
Teori CAPM sendiri sebenarnya merupakan bentuk dari single-index model
karena dalam bentuk persamaannya, tingkat pengembalian suatu sekuritas hanya
ditentukan oleh satu buah indeks saja, yaitu koefisien beta. Menurut CAPM, risiko
yang relevan dari suatu investasi berkaitan dengan bagaimana investasi tersebut
memberikan kontribusi terhadap risiko portofolio pasar.
Portofolio Optimum. Elton-Gruber (2011) menyatakan bahwa
pembentukan portofolio optimum dapat difasilitasi dengan mudah apabila terdapat
sebuah angka yang mengukur seberapa besar “keinginan” untuk menyertakan sebuah
saham ke dalam portofolio optimum. Dalam bukunya, Elton-Gruber mendefinisikan
besaran tersebut melalui rasio tingkat pengembalian berlebih terhadap koefisien beta
(excess return over beta ratio atau rasio ERB). Rasio ERB mengukur tingkat
pengembalian tambahan (yang melebihi tingkat pengembalian yang ditawarkan oleh
investasi bebas risiko) suatu sekuritas per unit risiko yang tidak terdiversifikasi
(risiko sistematik yang dilambangkan dengan koefisien beta). Secara matematis,
rumusan Elton-Gruber tersebut dilambangkan dengan persamaan sebagai berikut:
dimana:
ERB =
rasio excess return over beta
=
tingkat pengembalian saham
=
tingkat bunga bebas risiko
=
koefisien yang menunjukkan perubahan yang diharapkan atas
tingkat pengembalian saham setiap terjadi perubahan 1% pada
tingkat pengembalian pasar (IHSG).
Apabila berbagai aset diperingkat berdasarkan rasio ERB (dari yang tertinggi
hingga terendah), maka peringkat tersebut melambangkan seberapa besar “preferensi”
masing-masing investor dalam menyertakan aset tersebut ke dalam portofolio
investasinya. Dengan kata lain, jika suatu aset dengan rasio ERB tertentu disertakan
ke dalam portofolio, maka aset-aset lain dengan rasio yang lebih tinggi juga akan
29
turut disertakan, dan sebaliknya. Banyaknya aset yang dipilih bergantung kepada
suatu “batasan” unik dimana aset-aset dengan rasio ERB diatas batas tersebut akan
diterima dan aset-aset dibawah batas tersebut akan dikeluarkan. Batasan tersebut
disebut sebagai cutoff rate ( ).
Inflasi didefinisikan sebagai kenaikan atas tingkat harga secara
berkelanjutan (Colander, 2010). Pengaruh inflasi terhadap return saham telah diteliti
oleh berbagai peneliti terdahulu. Nelson (1976) melakukan penelitian yang
dipublikasikan di dalam Journal of Finance mengenai inflasi dan return saham untuk
periode Januari 1953 hingga Juni 1974; hasilnya mendapati bahwa inflasi memiliki
hubungan negatif dengan tingkat pengembalian saham. Jaffe dan Mandelker (1976)
melakukan penelitian serupa namun dengan periode yang berbeda, yaitu untuk
periode Januari 1953 sampai Desember 1971.
Tingkat Bunga merupakan sebuah tingkat pengembalian aset yang
mempunyai risiko mendekati nol (Manurung dan Saragih, 2004). Biasanya tingkat
bunga digunakan sebagai patokan menentukan risk-free rate dalam berbagai
perhitungan. Investor dapat menggunakan tingkat bunga sebagai patokan untuk
perbandingan bila ingin melakukan investasi. Umumnya, tingkat bunga memiliki
hubungan negatif dengan bursa saham (Pasaribu, Tobing, dan Manurung, 2009).
Jumlah Uang Beredar (M2) ditentukan oleh Bank Sentral dalam rangka
melangsungkan kebijakan moneter; jumlah uang yang diminta (money demand)
ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain tingkat harga rata-rata dalam
perekonomian. Sprinkel (1964) menyatakan bahwa ada hubungan positif antara
pertumbuhan uang beredar dengan harga saham tapi waktunya tidak selalu konsisten
dan kelihatannya menjadi lebih pendek. Rozeff (1974) melakukan penelitian yang
relatif sama dan hasil analisa regresinya menyimpulkan adanya hubungan yang
lemah.
Nilai Tukar (Kurs) merupakan nilai mata uang suatu negara yang
dinyatakan dengan nilai mata uang negara yang lain. Kurs biasanya dijadikan ukuran
untuk mengetahui kondisi perekonomian suatu negara. Pertumbuhan nilai mata uang
yang stabil menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang
relatif baik atau stabil (Salvator, 1997:10). Manurung dan Saragih (2004) mendapati
adanya hubungan negatif antara variabel kurs dengan tingkat pengembalian saham
meskipun tidak signifikan. Pasaribu, Tobing, dan Manurung (2009), dengan periode
penelitian 2000-2008, berakhir pada kesimpulan bahwa nilai tukar tidak berpengaruh
terhadap pergerakan IHSG secara keseluruhan.
Harga Minyak Mentah Dunia. Salah satu faktor luar negeri yang cukup
memegang peranan penting dalam pergerakan bursa Indonesia adalah harga komoditi,
yang biasanya diproksi oleh harga minyak mentah dunia. Naik-turunnya harga
minyak mentah dunia merupakan suatu indikasi yang mempengaruhi pasar modal
suatu negara. Hal ini dikarenakan, secara tidak langsung, kenaikan harga minyak
mentah dunia akan berimbas pada kegiatan ekspor dan impor. Witjaksono (2010)
30
menyimpulkan dari penelitiannya bahwa harga minyak mentah dunia memiliki
pengaruh positif terhadap pergerakan IHSG dengan menggunakan data bulanan
selama periode 2000-2009.
Bursa Saham Regional. Pasar modal di Indonesia tidak terlepas dari
kegiatan investor asing yang menanamkan modalnya di Indonesia. Pengaruh
globalisasi tersebut terbuka bagi investor asing di seluruh dunia, namun diyakini akan
lebih terasa pengaruhnya dengan keberadaan para investor dalam kawasan yang sama
(berdekatan). Oleh karenanya, perubahan di satu bursa akan ditransmisikan ke bursa
negara lain, dimana bursa yang lebih besar akan mempengaruhi bursa yang lebih
kecil. Achsani (2000) menyatakan bahwa syok yang terjadi di bursa Amerika Serikat
akan kurang direspon oleh bursa regional Asia, namun syok yang dialami oleh bursa
Singapura, Korea Selatan, atau Hong Kong akan langsung ditransmisikan ke hampir
semua bursa saham di Asia Pasifik, termasuk Indonesia.
Indeks Dow Jones merupakan ukuran rata-rata tertimbang atas harga 30
saham perusahaan “blue-chip” yang diperdagangkan di bursa efek New York dan
Nasdaq. Sebagai salah satu indikator ekonomi dunia, terdapat suatu kemungkinan
yang cukup besar bahwa DJIA akan mempengaruhi pergerakan bursa saham di
Indonesia. M. Samsul (2008) menyatakan bahwa pergerakan bursa saham di negara
manapun akan dipengaruhi oleh indeks-indeks pasar dunia, terutama negara yang
telah maju. Penyebabnya antara lain adalah globalisasi perdagangan dan aliran
informasi, serta regulasi pasar modal yang membuka peluang bagi investor asing
untuk menanamkan modalnya di negara lain.
Indeks LQ45 diciptakan untuk menyediakan informasi kepada pasar melalui
sebuah indeks yang mewakili 45 perusahaan paling likuid yang terdaftar pada Bursa
Efek Jakarta. Hingga saat ini, indeks LQ45 mencakup setidaknya 70% kapitalisasi
pasar dan nilai transaksi di pasar reguler. Indeks ini dinyatakan dalam Rupiah
(“IDR”) dan dipublikasikan sepanjang jam perdagangan aktif JSX. Indeks LQ45
terdiri dari 45 saham biasa yang telah lulus penyaringan dari aspek likuiditas serta
besaran kapitalisasi pasar.
METODOLOGI PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan masukan atas variabel
makro yang memiliki pengaruh cukup signifikan terhadap tingkat pengembalian
portofolio saham optimum beserta besaran pengaruhnya secara kuantitatif. Oleh
karenanya sebelum meneliti pengaruh-pengaruh variabel makro, portofolio saham
optimum harus dibentuk terlebih dahulu dengan menggunakan data-data yang
disesuaikan terhadap ruang lingkup penelitian.
Berdasarkan hasil pembentukan portofolio saham optimum, dapat dihitung
tingkat pengembalian historis dari portofolio tersebut sesuai dengan alokasi sahamsaham di dalamnya. Tingkat pengembalian tersebut selanjutnya akan dianalisis
dengan menggunakan regresi terhadap berbagai variabel makro yang telah ditetapkan
31
sebelumnya. Melalui hasil analisa regresi, akan diperoleh besaran pengaruh variabelvariabel independen terhadap variabel dependen secara kuantitatif; dan agar model
tersebut valid sesuai dengan asumsi analisa regresi secara statistik, beberapa metode
uji statistik harus dilakukan.
Model yang diperoleh setelah melewati beberapa tahap uji statistik (dimana
beberapa variabel independen yang tidak signifikan akan dieliminasi) digunakan
untuk menarik kesimpulan yang menjawab setiap pertanyaan dari tahap perumusan
masalah.
Pengumpulan Data. Untuk digunakan dalam pembentukan portofolio
saham, penelitian ini menghimpun data-data harga historis masing-masing saham
konstituen indeks LQ45 periode Februari 2012 – Juli 2012. Harga-harga historis
tersebut diperoleh berdasarkan harga penutupan yang telah disesuaikan terhadap stock
split serta pembagian dividen. Sebagai patokan “pasar saham” Indonesia dalam
menghitung tingkat pengembalian maupun risiko pasar, digunakan Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG). IHSG mencakup pergerakan seluruh saham biasa dan
saham preferen yang tercatat di bursa efek Jakarta (dengan total 451 saham per
Agustus 2012).
Dalam rangka penghimpunan data-data berbagai variabel makro yang diduga
memiliki pengaruh terhadap tingkat pengembalian portofolio, digunakan beberapa
sumber yang berbeda sesuai dengan masing-masing variabel. Data inflasi, tingkat
bunga, jumlah uang beredar, dan nilai tukar US$ terhadap Rupiah diperoleh dari situs
Bank Indonesia; data harga minyak mentah dunia diperoleh dari situs
www.indexmundi.com; sedangkan data harga penutupan bursa saham regional dan
indeks Dow Jones diperoleh dari situs Yahoo! Finance.
Pembentukan Portofolio Saham. Dengan menggunakan data-data historis
untuk masing-masing saham konstituen LQ45, selanjutnya dilakukan pembentukan
portofolio dengan alokasi aset menurut Elton-Gruber, yang diberi nama Simple
Criteria for Optimal Portfolio Selection (SCFOPS). Dalam teorinya, dinyatakan
bahwa suatu saham akan lebih menarik dari saham lainnya apabila memiliki rasio
excess return over beta (ERB) yang lebih tinggi. Saham-saham yang tersedia
diberikan peringkat sesuai dengan rasio ERB, secara berurut mulai dari yang paling
tinggi hingga paling rendah.
Masing-masing saham selanjutnya diberikan nilai berdasarkan rasio ERB.
Nilai-nilai tersebut ( ) akan dibandingkan terhadap cutoff rate untuk menentukan
batasan peringkat ERB saham-saham yang disertakan ke dalam portofolio. Nilai
dihitung sebagai berikut:
32
=
dimana:
=
nilai masing-masing saham yang akan dibandingkan terhadap
cutoff rate ( )
=
varians atas tingkat pengembalian indeks pasar
=
varians atas pergerakan saham yang tidak dipengaruhi
pergerakan indeks pasar (risiko non-sistematik)
Setelah diperoleh
untuk masing-masing saham (yang telah diurutkan
berdasarkan rasio ERB tertinggi hingga terendah), cutoff rate ( ) ditentukan dengan
mengambil nilai terbesar. Dengan demikian, saham-saham di atas batas cutoff rate
akan dipilih untuk disertakan ke dalam portofolio (selanjutnya akan disebut sebagai
“saham-saham terpilih”). Alokasi aset optimum ditentukan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut untuk masing-masing saham terpilih:
Dengan asumsi tidak ada short-selling, maka hanya dengan menggunakan
saham-saham terpilih, besaran alokasi masing-masing saham terpilih ditetapkan
sebagai berikut:
=
Definisi Variabel. Setelah portofolio optimum dibentuk, maka dapat
diperoleh tingkat pengembalian historis portofolio tersebut dengan menggunakan
rata-rata tertimbang terhadap tingkat pengembalian saham-saham pembentuk
portofolio. Return portofolio ( ) selanjutnya ditelaah pergerakannya terhadap
berbagai variabel makro yang telah dikaji sebelumnya, dengan definisi sebagai
berikut (semua variabel dinyatakan dalam bentuk persentase):
ï‚· Inflasi (
). Tingkat inflasi bulanan yang diperoleh dari data Bank Indonesia.
33
ï‚· Tingkat Bunga ( ). Tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia dengan tenor 1
bulan.
ï‚· Jumlah Uang Beredar ( ). Menggunakan definisi M2 oleh Bank Indonesia, yang
mencakup uang kertas dan uang logam yang diedarkan; dan saldo giro bank pada
Bank Indonesia.
ï‚· Nilai Tukar ( ). Persentase perubahan kurs tengah dari kurs transaksi beli dan
jual mata uang US Dollar terhadap Rupiah.
ï‚· Harga Minyak Mentah ( ). Persentase perubahan spot price historis minyak
mentah, yang diperoleh berdasarkan rata-rata atas spot price Dated Brent, West
Texas Intermediate, dan The Dubai Fateh.
ï‚· STI ( ). Persentase perubahan harga penutupan indeks Straits Times.
ï‚· HSI ( ). Persentase perubahan harga penutupan indeks Hang Seng.
ï‚· Indeks Nikkei ( ). Persentase perubahan harga penutupan indeks Nikkei-225.
ï‚· KOSPI ( ). Persentase perubahan harga penutupan indeks KOSPI.
ï‚· Indeks Dow Jones ( ). Persentase perubahan harga penutupan Dow Jones
Industrial Average.
Pembentukan Model Regresi. Model regresi yang hendak dibentuk dalam
penelitian ini adalah model regresi linear berganda, dimana nilai sebuah variabel
dependen diprediksi oleh lebih dari satu variabel independen. Pembentukan model ini
akan merujuk pada pembahasan statistik Levine, dkk. dalam bukunya “Statistics for
Managers using Microsoft Excel” (2011). Bentuk umum dari model regresi linear
berganda yang digunakan adalah:
dimana:
=
tingkat pengembalian portofolio optimum
=
koefisien estimasi
=
variabel-variabel independen
=
tingkat kesalahan acak (random error)
Metode yang digunakan dalam membentuk model regresi adalah metode
least-squares, dimana metode tersebut menentukan nilai-nilai
yang
meminimalisir jumlah kuadrat dari nilai-nilai error (sum of squared differences) di
sekitar garis prediksi. Menurut Levine dkk. (Levine, Stephan, Krehbiel, Berenson,
2011, p.516), terdapat empat asumsi regresi yang harus dipenuhi model regresi dan
disingkat LINE, yaitu:
ï‚· Linearity. Asumsi ini menyatakan bahwa hubungan antara masing-masing variabel
independen harus linear, tidak boleh ada korelasi yang kuat (multikolinearitas)
antara satu variabel dengan variabel lain.
34
ï‚· Independence of errors. Asumsi ini mengharuskan agar nilai error ( ) tidak
bergantung antara satu dengan yang lain. Asumsi ini sangat penting dalam
menganalisa data time-series karena error di suatu waktu biasanya berkorelasi
dengan error di waktu sebelum atau sesudahnya (dikatakan bahwa error tersebut
berautokorelasi).
ï‚· Normality of errors. Asumsi ini mengharuskan error terdistribusi normal untuk
setiap nilai .
ï‚· Equal variance (homoscedasticity). Asumsi ini mewajibkan varians error hasil
estimasi konstan untuk seluruh nilai .
Sebagai panduan dalam membentuk model regresi, penelitian ini mengikuti
langkah-langkah yang dianjurkan oleh Levine dkk., yang disebut sebagai pendekatan
best-subsets. Pendekatan ini mengevaluasi seluruh model regresi yang mungkin
dibentuk oleh sekumpulan variabel independen tertentu. Adapun langkah-langkah
dalam membangun model regresi ditunjukkan dalam Gambar 1 berikut ini.
Uji Asumsi Regresi adalah suatu pengujian yang dilakukan terhadap model
regresi untuk mengetahui apakah model tersebut memenuhi asumsi-asumsi dasar
metode least-squares. Uji asumsi dilakukan untuk masing-masing asumsi tersebut
dan oleh karenanya akan terdapat 4 uji asumsi regresi yang dilakukan. Semua uji
dilaksanakan dengan tingkat keyakinan 95% ( = 5%).
Uji Multikolinearitas. Dalam pengujian ini, sebuah variabel independen
akan diregresikan terhadap variabel independen lainnya guna melihat apakah terdapat
variabel yang memiliki korelasi sangat erat (begitu seterusnya untuk masing-masing
variabel). Apabila terdapat korelasi yang kuat antar variabel, salah satu variabel
tersebut harus dieliminasi karena dianggap tidak memiliki tambahan kontribusi yang
signifikan terhadap model. Salah satu metode pengukuran multikolinearitas adalah
dengan menggunakan Variance Inflationary Factor (VIF):
dimana:
=
variance inflationary factor untuk variabel
=
nilai adjusted
untuk model regresi yang menggunakan
variabel
sebagai variabel dependen dan variabel lain
(selain ) sebagai variabel independennya
Sebagai ketentuan, suatu variabel dikatakan tidak berkorelasi terhadap
variabel lainnya jika memiliki nilai
. Namun, untuk digunakan dalam model
regresi, Levine dkk. menyarankan agar tidak ada variabel independen dengan
.
35
Uji Autokorelasi. . Autokorelasi adalah suatu keadaan dimana errors (nilai
residual) pada suatu periode waktu cenderung memiliki kemiripan dengan nilai
residual dalam periode waktu yang berdekatan. Ketika suatu set data memiliki
autokorelasi yang kuat, validitas sebuah model regresi akan sangat diragukan
kebenarannya. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
masalah autokorelasi adalah uji Durbin-Watson. Uji statistik ini mengukur korelasi
antara nilai residual di suatu waktu dengan nilai residual di waktu sebelumnya. Hasil
yang dapat diperoleh dan kesimpulannya adalah sebagai berikut:
ï‚· Jika
maka terdapat autokorelasi positif antar nilai residual;
ï‚· Jika
maka tidak ada autokorelasi positif antar nilai residual; dan
ï‚· Jika
maka tidak dapat ditarik kesimpulan secara pasti.
36
Sumber: Levine, Stephan, Krehbiel, Berenson (2011)
Gambar 1. Langkah-langkah dalam Membentuk Model Regresi
Uji Normalitas. Guna melihat apakah nilai residual suatu model
terdistribusi secara normal atau tidak, akan digunakan uji Anderson-Darling. Dalam
37
melakukan pengujian, data-data nilai residual terlebih dahulu diurutkan mulai dari
yang terkecil hingga terbesar. Rumus untuk uji Anderson-Darling adalah sebagai
berikut:
dimana:
=
jumlah sampel
=
fungsi distribusi kumulatif untuk distribusi normal
=
urutan sampel ke- ketika data sampel diurutkan mulai dari
yang terkecil hingga terbesar
Nilai statistik
rumus sebagai berikut:
selanjutnya disesuaikan terhadap ukuran sampel dengan
dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan -value, dengan prosedur
pengujian sebagai berikut:
: data mengikuti distribusi normal
: data tidak terdistribusi normal
ï‚· Apabila -value lebih besar sama dengan , maka terima
ï‚· Apabila -value kurang dari , maka tolak
Maka, apabila hasil dari uji Anderson-Darling menunjukkan nilai residual
model memiliki -value lebih kecil dari , disimpulkan bahwa model tersebut tidak
mampu memenuhi asumsi normalitas sehingga digunakan teknik differencing tertentu
untuk mengatasinya.
Uji Heteroskedastisitas. Salah satu metode pengujian yang dapat digunakan
adalah uji Glejser. Prosedur pengujian dilakukan dengan cara meregresikan antara
nilai absolut residual
sebagai variabel dependen dengan seluruh variabel
independen yang diteliti. Rumusan uji hipotesa dalam uji heteroskedastisitas Glejser
adalah sebagai berikut:
: tidak ada gejala heteroskedastisitas
: terdapat gejala heteroskedastisitas
ï‚· Apabila -value lebih besar sama dengan , maka terima
ï‚· Apabila -value kurang dari , maka tolak
Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan membandingkan nilai -value
masing-masing variabel independen. Apabila terdapat satu atau lebih variabel yang
38
memiliki
-value lebih kecil dari
maka disimpulkan terdapat gejala
heteroskedastisitas sehingga model yang dibangun telah melanggar asumsi metode
least-squares.
Teknik Differencing. Teknik ini dilakukan sebagai langkah terakhir dalam
pembentukan model regresi apabila model yang dibentuk tidak berhasil memenuhi
keempat asumsi regresi metode least-squares. Secara sederhana, teknik ini mengubah
satu atau beberapa variabel independen, dengan tujuan utama agar model yang
dihasilkan mampu memenuhi seluruh asumsi. Dalam penelitian ini, akan digunakan
beberapa teknik differencing sebagaimana dianjurkan oleh Levine dkk. guna
menghasilkan model yang baik: bentuk kuadratik dan bentuk interaksi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil daripada perhitungan menggunakan cara pembentukan
portofolio optimum Elton-Gruber diperoleh hasil seperti berikut ini, dengan
menggunakan saham-saham LQ45 selama periode 30 April 2007 hingga 31 Mei
2012:
Kode Emiten
PGAS
UNVR
CPIN
INCO
GGRM
GJTL
TRAM
BBCA
Nama Perusahaan
PT Perusahaan Gas Negara Tbk.
PT Unilever Indonesia Tbk.
PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk.
PT International Nickel Indonesia Tbk.
PT Gudang Garam Tbk.
PT Gajah Tunggal Tbk.
PT Trada Maritime
PT Bank Central Asia Tbk.
Besaran Alokasi
4.00%
55.13%
22.23%
0.83%
14.36%
2.61%
0.38%
0.46%
Apabila dilihat dari hasil perhitungan tingkat pengembalian dan tingkat
risiko historis, sebenarnya portofolio optimum yang dibentuk memiliki tingkat
pengembalian yang diharapkan (expected return) tahunan yang cukup menarik, yaitu
sebesar 54,62% dengan tingkat risiko sebesar 7,47% Akan tetapi nilai tersebut hanya
sekedar nilai historis yang belum pasti akan terjadi di kemudian hari dan memiliki
kemungkinan yang cukup besar untuk meleset. Oleh karenanya, nilai tersebut
hendaknya digunakan sebagai acuan yang memberikan gambaran bagi investor dalam
menentukan arah maupun tujuan berinvestasi, atau sebagai patokan dalam
membandingkan antara investasi yang satu dengan yang lain.
Biasanya keputusan investor juga akan terpengaruh oleh analisis
fundamental berbagai analis saham maupun analis pasar modal tentang prospek dan
isu-isu yang terjadi di dalam suatu perusahaan tertentu. Tidak tertutup kemungkinan
bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat pengembalian historis rendah
akan dipilih karena memiliki prospek yang cukup menjanjikan, maupun sebaliknya.
39
Keputusan investor juga akan secara kuat dipengaruhi oleh berbagai
pertimbangan subjektif seperti dewan pimpinan perusahaan, profil risiko investor,
industri yang dianggap akan booming di kemudian hari, dan lain sebagainya. Sebagai
contoh, profil risiko investor yang tidak menyukai risiko mungkin akan melihat
tingkat risiko sebesar 7,47% sebagai hal yang kurang menarik sehingga tidak akan
memilih portofolio optimum yang dibentuk dalam penelitian ini, mereka lebih
cenderung memilih bentuk-bentuk investasi yang lebih aman seperti obligasi dan
deposito. Sedangkan, bagi investor lain yang lebih menyukai risiko karena
mengharapkan pengembalian yang lebih tinggi, mereka mungkin akan menganggap
tingkat risiko tersebut sepadan dengan tingkat pengembalian yang mereka harapkan.
Hasil Model Regresi. Sebagai langkah awal, model regresi membutuhkan
data-data historis masing-masing variabel yang terlibat di dalamnya (dependen dan
independen). Data-data historis kesepuluh variabel independen telah diperoleh dari
berbagai sumber sekunder seperti yang telah dijabarkan sebelumnya; sedangkan datadata historis variabel dependen (tingkat pengembalian portofolio optimum) harus
dicari terlebih dahulu dengan cara mengalikan antara proporsi investasi masingmasing saham terpilih terhadap tingkat pengembaliannya masing-masing untuk setiap
periode (bulanan).
Akan tetapi perlu diingat bahwa diantara kedelapan saham terpilih, terdapat
beberapa yang sahamnya belum mulai diperdagangkan sejak awal periode penelitian
(bulan April 2007). Dikarenakan hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat
pengembalian portofolio (karena jika tetap disertakan, jumlah tingkat pengembalian
portofolio tidak akan memiliki proporsi 100% yang disebabkan terdapat sekian
persentase yang dikalikan nol akibat ketidaktersediaan data semenjak awal periode,
contohnya adalah saham dengan kode efek CPIN yang baru diperdagangkan
semenjak November 2007 dan TRAM yang baru diperdagangkan sejak September
2008) maka data historis dari tingkat pengembalian portofolio baru mulai dihitung
ketika data seluruh saham terpilih telah lengkap seluruhnya, yaitu per Oktober 2008.
Dengan demikian, seluruh variabel independen lainnya juga baru mulai
diperhitungkan sejak periode yang sama (mulai Oktober 2008) agar dapat
diregresikan.
Langkah selanjutnya adalah dengan membentuk model regresi menggunakan
seluruh variabel independen dan menghitung nilai VIF masing-masing variabel.
Gambar 2. berikut ini menampilkan hasil model regresi awal dengan menggunakan
seluruh variabel yang ada.
Dari hasil regresi awal, dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa terdapat
tiga variabel yang memiliki hubungan linear pada tingkat keyakinan 95%, yaitu
variabel inflasi, tingkat bunga, dan indeks Straits Times. Uji multikolinearitas melalui
VIF dilakukan dengan cara menguji masing-masing variabel independen (inflasi,
tingkat bunga, dst.) dengan dijadikan variabel dependen terhadap variabel-variabel
lainnya. Gambar 3. pada halaman selanjutnya menunjukkan hasil uji multikolinearitas
terhadap variabel-variabel independen yang digunakan.
40
Gambar 2. Model Regresi Awal dengan Menggunakan Seluruh Variabel Independen
Berdasarkan hasil uji multikolinearitas awal, dapat dilihat bahwa variabel
STI memiliki nilai VIF yang lebih besar daripada 5 (yaitu sebesar 9,19). Oleh
karenanya, variabel tersebut harus dieliminasi dan uji multikolinearitas dilakukan
kembali setelah membuang variabel tersebut. Hasilnya ditunjukkan dalam Gambar 4.
yang menunjukkan bahwa variabel-variabel yang tersisa tidak lagi memiliki masalah
multikolinearitas (semuanya memiliki nilai VIF dibawah 5). Dengan demikian,
kesembilan variabel yang tersisa dapat digunakan pada langkah-langkah selanjutnya
untuk membangun model regresi yang baik.
Hasil daripada penggunaan pendekatan best-subsets untuk membentuk
model regresi menghasilkan model terbaik dengan menggunakan tiga variabel
prediktor, yakni: inflasi, tingkat bunga, dan indeks Hang Seng. Gambar 5.
menunjukkan hasil regresi dengan menggunakan ketiga variabel terpilih tersebut.
41
Analisis Multikolinearitas Seluruh Variabel Independen
Inflasi
Multiple R
R Square
Adjusted R Square
Standard Error
Observations
VIF
0.811
0.657
0.567
0.015
44
2.92
Tingkat
Bunga
0.792
0.627
0.528
0.011
44
2.68
Jumlah
Uang
Beredar
0.504
0.254
0.056
0.058
44
1.34
Regression Statistics
Harga
Nilai
Minyak
Tukar
Mentah
0.711
0.729
0.506
0.532
0.375
0.408
0.028
0.073
44
44
2.02
2.14
STI
0.944
0.891
0.862
0.026
44
9.19
HSI
0.918
0.842
0.800
0.034
44
6.34
Nikkei
0.779
0.608
0.504
0.049
44
2.55
KOSPI
0.879
0.772
0.712
0.037
44
4.39
Dow
Jones
0.854
0.729
0.657
0.031
44
3.69
Gambar 3. Hasil Uji Multikolinearitas dengan Menggunakan Seluruh Variabel Independen
Analisis Multikolinearitas setelah Variabel STI Dieliminasi
Regression Statistics
Inflasi
Multiple R
R Square
Adjusted R Square
Standard Error
Observations
VIF
0.802
0.643
0.561
0.016
44
2.80
Tingkat
Bunga
0.788
0.621
0.534
0.011
44
2.64
Jumlah Uang
Beredar
0.490
0.240
0.066
0.058
44
1.32
Nilai
Tukar
0.697
0.486
0.369
0.028
44
1.95
Harga
Minyak
Mentah
0.726
0.526
0.418
0.072
44
2.11
HSI
0.835
0.697
0.628
0.046
44
3.30
Nikkei
0.775
0.600
0.509
0.049
44
2.50
KOSPI
0.831
0.691
0.620
0.042
44
3.23
Dow
Jones
0.852
0.726
0.663
0.031
44
3.65
Gambar 4. Hasil Uji Multikolinearitas setelah Satu Variabel dengan Nilai VIF > 5 Dihilangkan
42
Analisis Multikolinearitas untuk Variabel
Independen Terpilih
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Inflasi
Tingkat Bunga
Regression Statistics
HSI
Multiple R
0.665
Multiple R
0.775
0.768
R Square
0.442
R Square
0.600
0.590
0.040
Adjusted R Square
0.400
Adjusted R Square
0.581
0.570
-0.007
Standard Error
Observations
0.061
44
Standard Error
Observations
0.015
44
0.011
44
0.076
44
2.5019
2.4407
1.0418
VIF
Coefficients
Standard Error
t Stat
P-value
Lower 95%
0.200
Upper 95%
Intercept
-0.005
0.041
-0.112
0.911
-0.088
0.079
Inflasi
-2.294
0.624
-3.679
0.001
-3.555
-1.034
2.578
0.447
0.887
0.125
2.906
3.580
0.006
0.001
0.785
0.194
4.372
0.699
Tingkat Bunga
HSI
Gambar 5. Hasil Regresi dengan Menggunakan Ketiga Variabel Terpilih
Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah memeriksa apakah model
terpilih tersebut telah sepenuhnya memenuhi asumsi metode least-squares regresi
yang digunakan. Tabel berikut ini merangkum hasil uji asumsi regresi terhadap model
terpilih dari Gambar 5.
Uji Multikolinearitas VIF
Batas VIF yang
Hasil
Diijinkan
Variabel
2,5019
2,4407
1,0418
Kesimpulan
Seluruh variabel
memiliki nilai VIF
dibawah 5;
Model
tidak terjadi
memenuhi
masalah
asumsi linearity
multikolinearitas
antar variabel
independen
Uji Autokorelasi Durbin-Watson
Statistik
Hasil
Kesimpulan
43
1,9313
Model
memenuhi
asumsi
independence of
errors
Tidak ada
autokorelasi
positif
1,66467
Uji Normalitas Anderson-Darling
-value
0,024133
0,05
Hasil
Kesimpulan
-value <
Nilai error tidak
mengikuti
distribusi normal
Model tidak
memenuhi
asumsi
normality of
errors
Uji Heteroskedastisitas Glejser
Variabel
-value
0,82
0,66
0,05
0,18
Hasil
Kesimpulan
Seluruh variabel
memiliki
-value >
Nilai residual
tidak memiliki
gejala
heteroskedastisitas
Model
memenuhi
asumsi equal
variances
Model regresi tersebut tidak mampu memenuhi seluruh uji asumsi klasik.
Oleh karenanya, dilakukan teknik differencing dengan cara mengubah bentuk
variabel independen ke dalam bentuk kuadrat dan/atau interaksi. Melalui hasil
pendekatan best-subsets, model yang terpilih karena dianggap “terbaik” berdasarkan
nilai adjusted
adalah model regresi yang menggunakan variabel-variabel ini
sebagai prediktornya: tingkat bunga ( ), indeks Hang Seng ( ), inflasi^2 ( ),
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Mul tipl e R
0.742
R Square
0.551
Adjusted R Square
0.478
Standard Error
Observations
0.057
44
Coefficients Standard Error
Intercept
t Stat
P-value
Lower 95%
Upper 95%
0.03
0.092
0.356
0.724
-0.153
0.218
X2
-0.98
2.500
-0.392
0.697
-6.045
4.086
X6
-0.81
0.575
-1.416
0.165
-1.979
0.351
X1^2
-81.82
36.303
-2.254
0.030
-155.377
-8.265
X1|X2
91.35
51.799
1.763
0.086
-13.609
196.299
X1|X6
X2|X6
-24.06
37.97
9.513
14.106
-2.529
2.692
0.016
0.011
-43.332
9.387
-4.782
66.551
44
interaksi antara inflasi dan tingkat bunga (
), interaksi antara inflasi dan indeks
Hang Seng (
), dan interaksi antara tingkat bunga dan indeks Hang Seng
(
). Gambar 6. berikut ini menampilkan hasil regresi daripada differenced model.
Gambar 6. Hasil Regresi terhadap Differenced Model
Meskipun terdapat satu variabel yang memberikan kontribusi signifikan
pada tingkat keyakinan berbeda, differenced model ini membuktikan bahwa seluruh
transformed variables memberikan peningkatan terhadap akurasi prediksi model.
Hasil terhadap uji asumsi klasik differenced model dirangkum sebagai berikut:
Uji Autokorelasi Durbin-Watson
Statistik
Hasil
1,9358
1,83784
Tidak ada
autokorelasi positif
Kesimpulan
Model memenuhi
asumsi
independence of
errors
Uji Normalitas Anderson-Darling
-value
0,269209
Hasil
0,05
-value >
Nilai error
mengikuti
distribusi normal
Kesimpulan
Model memenuhi
asumsi normality
of errors
Uji Heteroskedastisitas Glejser
Variabel
-value
Hasil
Kesimpulan
0,141
0,116
0,151
0,170
0,344
0,087
Seluruh variabel
memiliki
-value >
Nilai residual tidak
memiliki gejala
heteroskedastisitas
Model memenuhi
asumsi equal
variances
0,05
Differenced model ini telah ditetapkan sebagai model regresi yang paling
baik dalam memprediksi tingkat pengembalian portofolio optimum berdasarkan data
historis periode April 2007 hingga Mei 2012. Model ini juga telah diuji sebagai
model yang memenuhi seluruh asumsi dasar metode regresi yang digunakan,
sehingga menjadi valid untuk digunakan dalam menarik kesimpulan. Adapun model
tersebut memiliki bentuk persamaan sebagai berikut, yang diperoleh dari nilai
coefficients sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 6. sebagai hasil analisa regresi
keluaran software Microsoft Excel:
45
dimana:
=
tingkat pengembalian portofolio optimum
=
tingkat inflasi bulanan
=
tingkat bunga SBI
=
persentase perubahan harga penutupan indeks Hang Seng
Dari hasil persamaan tersebut, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Pengaruh Tunggal
Pengaruh Tambahan
Variabel (variabel lain tetap
(bersama-sama dengan satu variabel lain)
konstan)
Inflasi
Tingkat
Bunga
Memiliki pengaruh
negatif yang
semakin besar
seiring
bertambahnya nilai
variabel ini, dengan
pertambahan
pengaruh sebesar
1,64% setiap
kenaikan nilai
variabel 1%
Pengaruh negatif,
dimana setiap
kenaikan 1% atas
variabel ini
mengakibatkan
penurunan sebesar
Tingkat
Bunga
Pengaruh positif ketika bergerak
searah; pengaruh negatif ketika
bergerak berlawanan (dengan
besaran 0,9135% setiap
perubahan nilai masing-masing
variabel sebesar 1%)
Indeks
Hang
Seng
Pengaruh positif ketika bergerak
berlawanan; pengaruh negatif
ketika bergerak searah (dengan
besaran 0,2406% setiap
perubahan nilai masing-masing
variabel sebesar 1%)
Inflasi
Pengaruh positif ketika bergerak
searah; pengaruh negatif ketika
bergerak berlawanan (dengan
besaran 0,9135% setiap
perubahan nilai masing-masing
variabel sebesar 1%)
46
0,98% terhadap
tingkat
pengembalian, dan
sebaliknya
Indeks
Hang
Seng
Pengaruh negatif,
dimana setiap
kenaikan 1% atas
variabel ini
mengakibatkan
penurunan sebesar
0,81% terhadap
tingkat
pengembalian, dan
sebaliknya
Indeks
Hang
Seng
Pengaruh positif ketika bergerak
searah; pengaruh negatif ketika
bergerak berlawanan (dengan
besaran 0,3797% setiap
perubahan nilai masing-masing
variabel sebesar 1%)
Inflasi
Pengaruh positif ketika bergerak
berlawanan; pengaruh negatif
ketika bergerak searah (dengan
besaran 0,2406% setiap
perubahan nilai masing-masing
variabel sebesar 1%)
Tingkat
Bunga
Pengaruh positif ketika bergerak
searah; pengaruh negatif ketika
bergerak berlawanan (dengan
besaran 0,3797% setiap
perubahan nilai masing-masing
variabel sebesar 1%)
Dari hasil persamaan regresi di atas, dapat dilihat bahwa variabel inflasi
memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat pengembalian portofolio. Hal ini
menyetujui hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang juga mengamati adanya
pengaruh negatif antara variabel inflasi terhadap IHSG, seperti yang telah dilakukan
oleh Nelson (1976) serta Jaffe dan Mandelker (1976).
Namun demikian, perlu dipahami di sini bahwa terdapat pengaruh tambahan
ketika lebih dari satu variabel bergerak bersamaan. Inflasi dan tingkat bunga
sebenarnya hampir tidak pernah bergerak dalam arah yang sama. Hal ini dikarenakan,
salah satu penyebab umum inflasi adalah jumlah uang yang terlalu banyak beredar di
pasar sehingga bank sentral akan menempuh kebijakan untuk menguranginya dengan
cara meningkatkan tingkat bunga risk-free sehingga masyarakat akan membeli surat
berharga yang diterbitkan oleh negara dan uang yang beredar dapat ditekan karena
masuk ke dalam bank sentral. Dengan banyaknya masyarakat yang membeli aset riskfree maka portofolio optimum (yang dalam hal ini semuanya terdiri dari aset-aset
berisiko) akan mengalami penurunan. Penjelasan ini juga berlaku untuk pengaruh
tingkat bunga terhadap tingkat pengembalian portofolio optimum.
Indeks Hang Seng sebenarnya memiliki pergerakan yang serupa dengan
tingkat pengembalian portofolio seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 7. Oleh
karenanya, pengaruh tunggal negatif yang terjadi dari variabel indeks Hang Seng
47
sebenarnya akan ditutupi oleh pengaruh tambahan dari variabel-variabel lainnya.
Variabel-variabel lain yang turut mempengaruhi indeks Hang Seng terhadap tingkat
pengembalian portofolio harus diteliti lebih lanjut lagi karena hasil daripada
penelitian ini masih kurang lengkap untuk secara penuh menggambarkan pergerakan
tingkat pengembalian portofolio optimum.
Gambar 7.
Pergerakan antara Tingkat Pengembalian Portofolio Optimum terhadap
Indeks Hang Seng
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan. Hasil daripada penelitian ini menunjukkan delapan saham
yang disertakan dalam membentuk suatu portofolio optimum, yaitu saham PGAS,
UNVR, CPIN, INCO, GGRM, GJTL, TRAM, dan BBCA. Portofolio tersebut
memiliki tingkat pengembalian tahunan yang diharapkan sebesar 54,62% dengan
tingkat risiko sebesar 7,47%. Pemilihan saham-saham tersebut didasarkan pada
perbandingan antara tingkat pengembalian saham terhadap risiko sistematik yang
dipengaruhi oleh pergerakan pasar. Batasan yang ditetapkan pada saat memilih
saham-saham yang disertakan ke dalam portofolio sebenarnya merupakan turunan
dari perhitungan efficient set dalam teori Markowitz sehingga portofolio yang
terbentuk dapat dianggap “efisien” (atau “optimum” menurut Elton-Gruber).
Dari kesepuluh variabel makro yang diteliti, terpilih tiga variabel yang
mempengaruhi tingkat pengembalian portofolio secara signifikan pada tingkat
keyakinan 95%. Ketiga variabel tersebut adalah inflasi, tingkat bunga, dan tingkat
pengembalian indeks Hang Seng. Hal ini didukung oleh penelitian-penelitian
sebelumnya, dimana ketiga variabel tersebut diamati memiliki pengaruh yang cukup
kuat terhadap pergerakan IHSG. Tanadi (2003) dan Mauliano (2010) berakhir pada
48
kesimpulan adanya pengaruh yang cukup kuat dari variabel tingkat bunga serta
inflasi; sedangkan Pasaribu, Tobing, dan Manurung (2009) menyimpulkan bahwa
pola pergerakan IHSG relatif sama dengan pola pergerakan indeks Hang Seng dalam
periode penelitian mereka.
Dengan demikian, dapat dilihat bahwa variabel-variabel yang berpengaruh
kuat terhadap IHSG juga memiliki pengaruh terhadap portofolio saham yang
dibentuk dari saham-saham yang diperdagangkan di dalam IHSG, hanya saja variabel
yang mempengaruhinya tidak sebanyak IHSG.
Berdasarkan model regresi yang dibentuk, dapat dilihat bahwa ketiga
variabel tersebut berpengaruh secara negatif terhadap tingkat pengembalian
portofolio ketika bergerak sendiri-sendiri, namun terdapat pengaruh signifikan lain
yang terjadi ketika beberapa variabel bergerak bersamaan. Secara umum, pengaruh
masing-masing variabel terhadap tingkat pengembalian portofolio dipengaruhi oleh
perubahan nilai variabel yang lain; dan hal ini berlaku untuk ketiga variabel tersebut.
Saran. Penelitian ini memiliki kelemahan bahwa di dalam periode penelitian
terdapat suatu unusual event yang sangat jarang terjadi sehingga tidak terlalu sesuai
dengan kondisi ekonomi yang biasanya. Periode tersebut terjadi pada tahun 2008
dimana pada saat itu terdapat krisis ekonomi dunia yang berakar dari subprime
mortgage di Amerika dan menyebabkan sebagian besar aktivitas pasar memiliki
tingkat pengembalian yang kecil atau bahkan negatif (merugi).
Oleh karenanya, hasil penelitian ini sedikit banyak terdapat pengaruh
daripada krisis ekonomi tersebut yangmana sangat kecil kemungkinannya untuk
terjadi di tahun-tahun mendatang. Selain itu, untuk penelitian-penelitian selanjutnya
dapat dilakukan dengan menggunakan periode penelitian yang berbeda, yang sebisa
mungkin tidak terkena pengaruh krisis dunia tahun 2008 tersebut dan basis waktu
yang berbeda pula seperti harian atau mingguan sehingga meskipun rentang periode
nya lebih sedikit, jumlah data yang digunakan akan cukup untuk digunakan dalam
menarik kesimpulan.
Pembentukan portofolio optimum untuk selanjutnya juga dapat
menambahkan aset lain selain saham guna memberikan gambaran yang lebih luas
terhadap investasi dalam berbagai aset keuangan, misalnya dengan kombinasi antara
saham, obligasi, dan/atau deposito. Dengan demikian diharapkan bahwa portofolio
yang dihasilkan dapat lebih disesuaikan terhadap preferensi masing-masing investor.
Penelitian berikutnya juga dapat menggunakan variabel-variabel makro yang
berbeda, terutama dalam pemilihan indeks saham regional. Dari hasil penelitian ini
dapat dilihat bahwa pasar saham yang berdekatan dengan Indonesia (dalam hal ini
Hong Kong) ternyata memiliki pengaruh yang sangat kuat; oleh karenanya tidak
49
tertutup kemungkinan bahwa terdapat indeks saham regional lainnya yang memiliki
pengaruh serupa (selain yang telah digunakan dalam penelitian ini), misalnya indeks
saham Kuala Lumpur, Cina, India, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Bawazer, Said & J. Sitanggang. (1994). Memilih Saham untuk Portofolio Optimal.
Majalah Usahawan, vol. 23, 34-39.
Colander. (2010). Economics. 8th (international) edition. New York: McGrawHill/Irwin.
Elton, E.J., Gruber, M.J., Brown, S.J., Goetzmann, W.N. (2011). Modern Portfolio
Theory and Investment Analysis. 8th edition (International Student Version).
USA: John Wiley & Sons.
Levine, D.M., Stephan, D.F., Krehbiel, T.C., Berenson, M.L. (2011). Statistics for
Managers using Microsoft Excel. 6th (global) edition. New Jersey: Pearson
Education, Inc.
Manurung, A.H. (1996a). Asset Pricing Model on the Jakarta Stock Exchange: A
Nonparametric Analysis. Majalah Kelola. No. 12/V/1996.
Manurung, A.H. (1996b). Pengaruh Variabel Makro, Investor Asing, Bursa yang
Telah Maju terhadap Indeks BEJ. Tesis Magister Ekonomi, Fakultas
Pascasarjana Universitas Indonesia.
Manurung, A.H. (1997). Portfolio Analysis on the JSX, 1992-1994. Jurnal
Manajemen Prasetya Mulya. Volume IV. Nomor 7.
Manurung, A.H. (2003). Kinerja Saham Perbankan: Penelitian Empiris di BEJ
Periode 1998-2003. Perbanas Finance & Banking Journal. Volume 5. No.
02.
Manurung, A.H. & C. Berlian. (2004). Portofolio Investasi: Studi Empiris 1996-2003.
Majalah Usahawan, No.08.
Manurung, A.H. & Saragih, F.D. (2004). Pengaruh Variabel Makro terhadap Saham
Farmasi: Penelitian Empiris di BEJ Periode 1998 sampai 2003 dan
Pendekatan Metode VAR. Jurnal Bisnis & Birokrasi. Vol. XII. No. 02.
Manurung, A.H. (2011). Metode Penelitian: Keuangan, Investasi, dan Akuntansi
Empiris. Jakarta: PT. Adler Manurung Press.
Mauliano, D.A. (2010). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pergerakan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia. Tesis,
Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. Depok.
McNeese, William. (2011). Anderson-Darling Test for Normality. Diambil 7
September 2012, dari www.spcforexcel.com/anderson-darling-test-fornormality. BPI Consulting.
Pasaribu, P, Tobing, W.R.L, Manurung, A.H. (2009). Pengaruh Variabel Makro
Ekonomi terhadap IHSG. Jurnal Ekonomi. Tahun XIV. No. 02, 142-153.
50
Puspitasari, R. & Pramesti, D. (2011). Analisis Resiko dan Tingkat Pengembalian
Saham terhadap Portofolio Optimal Saham (Studi Kasus pada 8 saham dari
LQ-45). Jurnal Ilmiah Ranggagading. Volume 11. No. 02, 17-21.
Raharjo, Sugeng. (2010). Pengaruh Inflasi, Nilai Kurs Rupiah, dan Tingkat Suku
Bunga terhadap Harga Saham di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ekonomi
Bisnis dan Perbankan. Vol. 18. No. 13.
Sukarno, Mokhamad. (2007). Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Saham
Menggunakan Metode Single Indeks di Bursa Efek Jakarta. Tesis Magister
Manajemen, Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
Witjaksono, A.A. (2010). Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Harga Minyak
Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei 225, dan Indeks
Dow Jones terhadap IHSG. Tesis Magister Manajemen, Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro. Semarang.
Sumber data-data sekunder:
ï‚· www.idx.co.id
ï‚· finance.yahoo.com
ï‚· www.bi.go.id
ï‚· www.ftse.com
ï‚· www.hkex.com
ï‚· indexes.nikkei.co.jp
ï‚· eng.krx.co.kr
ï‚· www.djindexes.com
51
The Evaluation Behavioral Investors toward Equity Valuation Report’s
Familiarity and Impotance Factors that Influence Usage
Bayu E. Winarko dan Adler Haymans Manurung
ABSTRACT
This study analyzes the "Familiarity and Importance Factors that influence of Usage
Behavior toward Equity Valuation Report”. The purposes were to make a recommendation to
be made to popularize the usage of Equity Valuation Report among issuers (as the party that
sponsored the development of equity valuation of its shares) and investors (as the reading
equity valuation). In essence, investors should be made familiar and want to read the equity
valuation research report, so they moved to transact more active, and more informed
(enlightened) in making decisions. The research evidence reveals that investor always need
information in emerging stock market in Indonesia. This study shows that familiarity and
Importance factors of EVR affect investors to use Equity Valuation Reseach. The research
finding also shows that most importantance factors for investor in using EVR are: (1)
Accuracy, (2) Comprehensiveness, (3) Clear Recomendation, (4) Timeliness. And (5) Ability
to move market
KEYWORDS: Indonesia capital market, Investors, Equity Valuation Report, Familiarity,
Importance, and Usage
INTRODUCTION
Investment decision-making process in the stock market for investors are sophisticated and
rational, meaning that investors will choose the investment opportunity that gives the highest
expected utility (utility maximization) and provide welfare to him (Scott, 2003). Utility
maximization indicate the expected rate of return subjectivity of investment opportunities in
individual stocks or stock portfolios as well depending on the cognitive capacity of each
investor in accordance with the preferences of investors. Sophisticated investors should have
the ability in thinking, reasoning, imagination and have proficiency in-infor- mation
processing, applying knowledge of investment, and investment preferences change. This
process is a cognitive process that made investors through memory, attention, perception,
action, problem solving, mental imagery, human information processing, and beliefs (beliefs)
strong on investment.
Barberis and Huang (2001) consider the form of mental accounting, which investors are
concerned about the return / gains and risk / losses in the value of individual stocks, and
investors are concerned about the return / gains and risk / losses in the value of the entire
52
portfolio. The investment behavior shows investors have two possible attitudes, first, the risk
preferences to accept the risk (risk seekers), the attitude of avoiding the risk (risk averter), or
neutral attitude (risk neutral). Second, the attitude of preference to receive a return in the
form of capital gains, dividends, capital gains or both ie and dividends. To demonstrate the
behavior of investors as a proxy for investors in addressing the return and risk, the framing
used to download explain investors' preferences. So mengha-silkan attitude tends to receive
gains / return in a positive frame or is likely to accept losses / risk in negative frames or is
addressing both in balance.
But in decision-making in the capital market in under-uncertainty condition irrational attitude
for investors are more likely to be used because there is a possibility that investors will earn
abnormal returns. Some studies have found that the rationality assumption is often violated
because the decision framing adopted by decision-makers and the frame is adopted depends
on the formulation of the problems encountered, cognitive aspects, norms, habits, and
characteristics of the decision itself. Frame adopted depends on cognitive phenomena
investors in determining and influencing decision-mem (Tversky & Kahneman, 1981) caused
by the information available and how information is interpreted.
Indonesian Capital Market Development in 2014. Since 2011 the extent to which the
development of the Indonesian capital market within 3 years, here is the information: As of
April 2014, the number of issuers in effect is Indonesia Stock Exchange (IDX) reached about
494, only 29 issuers or just grow up about 1.06% of the 465 listed companies in April 2011.
Still, far less than the number of listed companies in Malaysia, currently at more of 900 and
more than 1,000 Singapore. Value of all outstanding shares and trading or market
capitalization of the listed companies on the Stock Exchange is around 4700-4800 trillion
dollars, up about 40-43% of the 3,350 trillion rupiah in April 2011.Of the value of daily
trading transactions approximately 6.5 trillion dollars in 2013, an estimated share of local
investors increased to 40%, up from around 33% in 2011. The share of foreign investors
shrank to 60% from 67% in 2011. Although foreign investors still dominate, increasing the
portion of local investors may be a positive sign that local investors are more confident in the
embed and play money in the Indonesian capital market.
Investor Education Challenges In Keeping JCI Index in Indonesia Stock Market. The
validity of fundamental analysis and long-term strategy for the stock in the middle of the
mainstream education of today's stock analysis only of technical nature only and is based on
the strategy of buying and selling the very short term. A phenomenon that is also worth to be
concern is the stock price index that does not necessarily go down despite more foreign
investors selling than buying (net sell), or vice versa: not necessarily rise if more foreign
buying than selling (net buy). Is this a sign that local investors are more educated and more
trust in their own judgment and analysis rather than just following the action of buying and
selling by foreign investors. How to increase the quantity?
The number of local investors in the Stock Exchange now only about 400,000. There is a
significant increase from three years ago is about 330,000. Very small percentage of
Indonesia's population is about 235 million. Also very small when compared with
neighboring countries such as Malaysia and Singapore as a percentage of the total population.
53
IDX through Pefindo Develop EVR (Equity Valuation Report) Services to Educate
Invesitor Using EVR. Currently, there were 443 emiten's stock of Indonesia Stock Market.
And there are 25 small and medium enterprises / SME are entered into the index
Pefindo/SME-25. In addition to creating the index, IDX partnership with Pefindo also make
regular equity research related to the business and prospects of the issuer stocks in the index.
Equity Research report is basically a brief, solid business and business prospects of the Issuer
and the industries in which the issuers are located, as well as financial projections and the fair
value of shares of the Issuer. As we know in any capital market, equity research reports
proved very helpful investor. With the equity research report, investors should look for and
process their own range of information needed to understand the business prospects of the
issuer's business, including the fair value of the shares.
The main problem is now generally outstanding EVR made by certain securities firms for the
benefit of their clients. As a result, other investors generally have to find and treat yourself
with information from various sources in order to understand the business and performance
of the issuer. In addition, not many investors who have the ability and the time to process a
variety of information related to the issuer and the issuer's industry is located. Is a direct
result of transaction costs (including the cost of finding information and risk) to be borne by
retail investors in general, be much greater than the major investors obtain equity research
reports from security companies. The main problem is now generally outstanding EVR made
by certain securities firms for the benefit of their clients. As a result, other investors generally
have to find and treat yourself with information from various sources in order to understand
the business and performance of the issuer. In addition, not many investors who have the
ability and the time to process a variety of information related to the issuer and the issuer's
industry is located. Is a direct result of transaction costs (including the cost of finding
information and risk) to be borne by retail investors in general, be much greater than the
major investors obtain equity research reports from security companies.
LITERATUR REVIEW
In the financial markets, information is the most valuable asset as a decision making tools.
Investors rely on information to know what to put their money into, traders need information
to know whether they should enter or exit a position, and corporate financiers (including
bankers, private equity firms, venture capital firms, and etc) need information to value
companies and participate in transactions. This information has to come from somewhere and
as a result, there are entire divisions within financial institutions dedicated to researching the
key issues for their firm and this division is called Equity Research Division. Most of
Indonesian Securities Companies provide Equity Valuation Report for their clients
(investors).
54
Equity Valuation Report (EVR). EVR is report developed by Equity Research is a division
within either a buy-side or sell-side firm which is responsible for the research used by the
firm and its clients (finance dictionary,wallstreetoasis.com). Despite the name, Equity
Research can also include commodities, bonds are more along with equities. The purpose of
an equity researcher is to provide insight and detailed analysis into a company, entity or
sector and this information is then used by investors to decide how to allocate their funds and
by Private Equity firms and investment banks to value companies for mergers, LBOs, IPOs
etc. Typically an equity research department is split into different coverage groups. These
coverage groups will be small teams and they will focus on a specific sector (i.e. mining,
energy & resources, healthcare, consumer etc.).
Since pionering with Ball and Brown (1968) the correlation between accounting information
and capital markets has attracted significant attention. Accounting information is one part of
the Equity Valuation Report that has objective to provide investors with useful information
for their investment decisions.
While most of research provide evidence that report is an important source of information,
the study also show a low correlation between accounting numbers and stock prices or
returns. Hodge (2003) suggests that a survey-based research can complement the archivalbased research in that it gathers data on a multitude of individual beliefs and practices to
provide the underlying reasons for investors’ behavior.
Some of theory provide concepts of multitude and individual believe and behavior by
investor while they are making decision. Several theory are: (1) Reasoned Action of
Investors, (2) Theory of Intention to Invest, (3) Risk Perception Theory, (4) Type of investor
Theory, and (5) Theory of Financial Behavior Intends
Reasoned Action of Investors (Theory of Intention to Behave). Theory of Reasoned
Action (Theory of Intent to Conduct) developed by Fishbein and Ajzen (1975) which
explains that behavior because individuals have the intention to do so and related to the
activities carried out on their own (volitional). Volitional behavior based on the assumption,
first, humans do things in a way that makes sense. Second, humans consider all information.
Third, explicitly or implicitly take into account the implications of their actions humans.
Intention to act is a function of two basic determinants, which is related to personal and other
factors related to social influence.
The study Arrozi and Septyanto (2011) on stock investment determinants suggests that
investors relied on long-term gains. This factor rests on the characteristics of the securities
that are risky instruments with market risk. The next deciding factor is the rapid gains in the
short term, following the advice of people / friends, as well as having the authority in
possession. This proves that subjective norms that relied on the advice of friends showed no
major sequence in consideration of a stock investment.
Theory of Intention to Invest. One attitude that belongs to market participants in the capital
market is the intention to invest. Intention to invest a cognitive process estimates the risk and
return. Shape the attitude is supported by three factors, namely: (1) determination: the
55
motivation, intentions, and strong purpose. (2) self dicipline: knowing what and when to do
something. (3) fighting: work hard, work smart, and time management. Process intention to
invest requires a high capability for market participants relating to the ability of individuals in
the cognitive, affective, and konasi such as: processing of financial and non-financial
information, the application of the investment knowledge of the fundamental and technical
aspects, changes in investment preferences, perceptions of risk and return, as well as the
learning process of investment (Nofsinger, 2005). It is associated with the investment
objectives of the investment strategy selected market participants desired to return, so that the
cognitive process will vary among market participants in determining the appropriate
investment strategy. This variation is due to market participants have different preferences
based on returns and risk. The implication of market participants have liked the option of
return in the form of dividends, capital gains, or both dividends and capital gains. Market
participants will have different preferences and utilities for the above attitude.
Intention to invest requires special analytical knowledge to believe about the performance of
the stock to be selected in the overall stock investment (Nofsinger, 2005; Farid and Siswanto,
1998; Hartono, 2007). Special analysis of knowledge in intention to invest includes the step
of analysis as follows: First, fundamental analysis and industry. Fundamental analysis is an
analysis of the issuer's financial performance is assuming the value of the firm, ie the value of
the company is shown or reflected in the price of securities. Second, economic analysis and
technical analysis.
Risk Perception Theory. Perception is the view of the individual in understanding the object
or event through the senses derived from the experience of objects or events to infer
information and interpret the message. Perception is the process in understanding the objects
through the senses (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Subjective perceptions and situational
so it may have differences with other people's perception of the same object, In term of risk
perception, people have subejctive judgement about characteristics of risk.
Investment risk has definition deviation from the expected profit (Jones, 2006). Risks often
associated with deviations from acceptable outcome with the expected result. In the
uncertainty situation, investors will be get the return in the future with the uncertainty value
also (Hartono, 2008). To reduce the risk of investment, investors must know the type of risks
that are divided into two major groups, namely systematic risk and unsystematic risk (Jones,
2006). While Systematic Risk can not be eliminated through diversification of the portfolio
and unsystematic risk Specific risks for companies that include policy and strategic
decisions, operations, and finance.
Type of Investors Theory. Goldberg and Rudriger Joachim von Nitzsch (2001) classify
investors into: (1) intuitive type, (2) type emotional, and (3) rational type. This type of
classification based on the human brain conducted by Paul D. MacLean, a Neuropsychological. Refer to Goldberg and Rudriger Joachim von Nitzsch (2001), First, the type
of intuitive (to act on feelings) perform actions based on the routines and patterns activities
undertaken. Routines are performed aims to generate a profit. In this type, investors are not
familiar with term loss. This is felt to be necessary because these investors can take better
56
decisions with intuition. Intuitive investors usually trade in the short term, even daily, making
decisions tend to be taken quickly, invest quickly, and produce profit as quickly as possible.
Second, emotional type, Investors emotional type is not accustomed to taking decisions
individually, but rather choose to exchange opinions with others before taking a decision and
join the people who have the same thoughts. This means that investors can express their
emotional opinion held without bearing the entire result and obligations incurred. If the
decision taken in the group in the end it turns out one, then the mistake will be shared by
number of members of the group in the market. This type of financial investors can be found
where there are groups and decisions taken in groups. The group can also be a relationship
between consultant and client, investment groups, or informal groups among investors.
Third, the rational type. This type is always trying to aware of the danger quickly and
regularly. The biggest fear is that if he did not know enough to be able to avoid the dangers
that exist. Taking wrong decision also included in fear. Hence, rational investors often delay
decision-making or trying to do not make a decision at all. The main objective of these
investors is to reduce the fear of uncertainty, so it takes an explanation rational for all. For
rational type investor, knowledge is a strength, because the rational investors do not will stop
before finding explanations adequate. This type of investors have difficulty to release
something that has long been held.
Theory of Financial Behavior Intends. Behavioral finance is a model that emphasizes the
potential implications of the psychological factors that influence the behavior of investors.
Appearance is driven by the notion that conventional financial theory less attention to how
investors actually making an investment decision. Various theories and financial model
assumes that investors always behave rationally in the investment decision-making process.
Investors are assumed to be willing and able to accept and analyze all the information
available is based on rationality of thought. However, in reality, investors often exhibit
behavior that is irrational (tends to be judgment), so these circumstances deviate from the
assumption of rationality and have a tendency to bias. Financial behavior aimed at
investigating the emotional characteristics of investors to explain the anomalous subjective
and irrational factors in capital markets (Taffler, 2002)
(Syamni, 2009) states that there are two types of investors to digest the information, which
informed investors and uninformed investors. Informed investors are investors who can
capture the information available relating to the trading process and knows when to make the
decision to buy or sell at all events. Uninformed investors are investors who are less (not)
have the awareness or the ability to capture and utilize the available information.
Capital Market Efficiency and Information in Indonesia Capital Market. An important
debate among stock market investors is whether the market is efficient - that is, whether it
reflects all the information made available to market participants at any given time. The
efficient market hypothesis (EMH) maintains that all stocks are perfectly priced according to
their inherent investment properties, the knowledge of which all market participants possess
equally. In Indonesia capital market
57
In Indonesia study provide the issues between information and decison of investor in capital
market already much available. Similar study conclude that information is very useful for
investor to take decision especially in fundamental analysis purposed. (Natapura 2009) in
Analisis Perilaku Investor Institusional conclude that Most institutional investors are included
in rational investors who have a type of behavior −trying to obtain as much information,
always analyze information obtained before taking investment decisions, to invest in the run
long, tend to be difficult to change the decision which has been taken, and strive to minimize
risks faced.
Study in other emerging country like in Saudi Arabia, (Al-Mubarak 1997) confirms that the
annual corporate report is the primary source of corporate information and his findings are in
line with those found in developed countries. (Fawzi Al Sawalqa 2012) report his study
indicated that individual investors ranked corporate annual reports as the most important
source of information for the purpose of their investment decision-making. This followed by
the published daily share prices, corporate web sites, newspapers and magazines, advice of
friends, discussion with company staff, stockbrokers’ advice and tips and rumours
respectively. Thus, the findings of study revealed that individual investors place more
emphasis on the written information rather than verbal information for the purpose of
investment decision-making. On the other hand, the result indicated that the use of corporate
annual report and the discussion with company staff as sources for corporate financial
information contributes significantly towards a good investment opportunity.
Study by Mamdouh Abdullah Ba-Owaidan (1994) show that Private investors use many
different sources of information when making investment decisions in stocks, but the
corporate annual financial reports and share pricelist predominate.And the study result also
conculde that Meaningful information additional to that provided by forecast of sales and
earnings is considered by investors in their investment decisions.
In Nepalese Capital Market, study by Sudarshan Kadariya (Sudarshan Kadariya 2012)
Investor Awareness and Investment on Equity in Nepalese Capital Market conclude that
investor awareness its relationship with investment decision in equity and investors' access to
market information were examined. Investor awareness is crucial for the investment decision
making and sustainable growth of capital market.
In the context of Indonesia, market inefficiency and corporate governance were identified as
the main reasons for IDX being a shallow market and the main obstacles for IDX
capitalization growth. There is low public awareness about emiten information, securities,
poor investment culture, and poor accounting and auditing procedures. All these factors have
affected the performance of the IDX in term of transaction to increase ISHG. However, there
are not much studies that investigate the investors’ perception towards information
usefulness.
The aim of the study is to survey investor's perceptions towards information especially
emiten information in Equity Valuation Report. This can be achieved by assessing the
perception of users towards the familiarity affect to usage, importance factor of EVR affected
to usage and both of factors affeted EVR’s usage.
58
Study Hypotheses:
Our study aims to get investor's perceptions towards information especially emiten’s
information in Equity Valuation Report. This can be achieved by assessing the perception of
users towards the familiarity affect to usage, importance factor of EVR affected to usage and
both of factors affeted EVR’s usage.
To facilitate our analysis, the following hypotheses were developed and are stated in their
null forms as follow:
-
H01: Users familiar and aware thus effect on Usage of Equity Valuation Report
H02: Users know Importance factor of EVR thus effect on Usage of EVR
H03: Both of Awareness and Importance factors effect on Usage of EVR
RESEARCH METHODOLOGY
Data Collection Method. Data and information are collected through: (1) Secondary data is
obtained from Indonesia Stock Exchange, research and journal about EVR. (2) Primary data
is obtained from in-depth interview and survey with related respondent related professionals
from 6 groups were used in this study.
Descriptive Statistics of the Sample. The object of this research is potential user of Equity
Valuation Reserach include: emiten, securities, investors, both institutional and individual
investor, and media. The sample size was 95 respondents, see Table 1.This study use
multiple regressions as the research method to explain the factors that influence usage of
Equity Valuation Reserach in correlation with awareness, importance i.e.: accuracy,
timeliness, comprehensiveness, and clear recommendation, and etc.
59
Table 1: Respondents Profile
Variables Data
Variables that are used for this research are awareness, importance, and usage, describe as
follows: (1) Awareness is the state or ability to perceive, to feel, or to be conscious of events,
objects, thoughts, emotions, or sensory patterns. In this level of consciousness, sense data can
be confirmed by an observer without necessarily implying understanding. In this case writer
defined awareness as familiarity of EVR in general and familiarity of EVR’s agencies. (2)
Importance is the quality or state of being important. In this case the importance of EVR
based on qualitative in-depth interview defined as: Accuracy, Ability to Move Market,
Timeliness, Comprehensiveness, Clear Recommendation, Comprehensiveness, Publication
Consistency, Analyst Capability, Neutralbility, Report Packaging, and EV Reputation. (3)
Usage EVR as one of reference to get information and make decision.
60
RESEARCH RESULT
Reliability Test. Validity item is a statistical test used to determine how valid a question
items measuring variables studied. Test Reliability item is a statistical test used to determine
the reliability of a series of items in question the reliability measure a variable Reliability
tests conducted with Cronbach Alpha test. Coefficient alpha or Cronbach alpha is certainly
one of the most important and pervasive statisitics in research involving test construction and
use (cortina 1993). Cronbach's alpha will usually increase as the inter-correlations among test
items increase, and is thus known as an internal consistency estimate of reliability of test
scores. Because inter-correlations among test items are maximized when all items measure
the same construct.
Suppose that we measure a quantity which is a sum of K components, (Robert F. DeVellis
2003) then X = Y1 + Y2 + ...+ YK, Cronbach's is defined as:
where
is the variance of the observed total test scores, and
component i for the current sample of persons
the variance of
If the value of alpha > 0.7 means sufficient reliability (sufficient reliability) while if alpha >
0.80 is suggesting a whole item reliably and consistently throughout the test internally
because it has strong reliability.
Because of Cronbach Alpha 0,72 > 0,6 then the reliability of the quisionare to measure
Usage of Equity Value Report can be accepted (Higher than 0,6). Its mean that tools that use
to prove the hypotesis can be accepted.
61
Table 2: Validity Test Result
Criterion validity test (rule of tumb) is 0.3. If the correlation is already greater than 0.3
questions made categorized valid. Because all items are questions the value > 0.3 then the
questions in the questionnaire are valid / invalid.
Correlation Analysis
Table 3: Correlation Analysis
62
- H0: Awareness has no correlation with Usage of report
- H1: Awareness has correlation with Usage of report
From the table of correlation, can be summarize that the significance (p - value) Awareness
of the Usage of the report is 0.00 < 0.05, means that there is a relationship between the two
with a 0.516 correlation ( strong enough ).
- H0: Importance has no correlation with Usage of report
- H2: Importance has correlation with Usage of report
From the table of correlation, it appears that the significance ( p - value) Importance of the
Usage of the report is 0,00 <0.05, means that there is a relationship between the two with the
correlation 0.05 (strong enough).
Regression Analysis
Table 4: Model Summary
From the table of the model summary, seen R–square = 0.344, which means 34.4 %
variation of the “Usage Variable” can be explained by variations of “Awareness Variable”
and “Importance Variables”.
Table 5: Anova
63
From The Table of Annova, seen that p-value (Sig.) = 0.000 < 0.05, which mean than
Regression Model is Significant (Can be Accepted)
Table 6: Coefficient
From Table of Coefficient, seen that “Awareness Variable” and “Importance Variable”
equally significant with p-value (Sig) <0.05, which mean that the regression models are:
-
Y = β0 + 0.338 X1 + 0.415 X2
-
Usage = 0.726 + 0.338 (Awareness) + 0.415 (Importance)
Regression equation above can be explained as follows:
Constant (β0) of 0,726, it means that if Awareness (X1) and Importance (X2) the value is 0,
then (score) the level of usage of the EVR’s report (Y ') will be increased by 0,726.
Awareness variable regression coefficient (X1) of 0,338 meaning that if another independent
variable value is fixed and Awareness increase 1 point, then the usage of the EVR’s report
(Y) will be increased by 0,338. The coefficient is positive, it means there is a positive
relationship between awareness of the usage of the EVR’s report. Then the rising awareness
will be increase usage of the EVR’s report.
Importance variable regression coefficient (X2) of 0,415, meaning that if another
independent variable value is fixed and Importance rose 1 point , then the level (score ) usage
of EVR’s report (Y') will be increased by 0,415 points. The coefficient is positive, it means
there is a positive relationship between usage and importance of the report. Thus rising
importance will be increase usage of the report.
64
Familiarity towards EVR
60,0%
56,8%
50,0%
40,0%
30,0%
18,9%
20,0%
13,7%
10,5%
10,0%
0,0%
TS
R
S
SS
Figure 1: Familiarity towards EVR (all respondents)
TS
R
S
SS
120,0%
100,0%
80,0%
60,0%
40,0%
30,0%
20,0%
20,0%
0,0%
13,3%
0,0%
INC- 1st INC - 2nd IC - 1st
liner
liner
liner
0,0%
IC - 2nd
liner
30,0%
20,0%
SR
13,3%
SWR
Inst. I
Ind. I
14,3%
Media
Figure 2: Familiarity towards EVR by Group (all respondents)
From the research finding, see figure 1 and 2, we can conclude that most respondent aware
with EVR and they have some consideration to use EVR. Based on the result result shows
that highes familiarity with EVR are SWR (Securities with Research) and Ins I (Institutional
Investor). Investor awareness is crucial for usage of EVR. The finding of the study is that
fully aware investor with EVR will be affect to usage. In other words, there is positive
65
correlation between awareness and level of usage. Investors are keen to get market
information timely and sufficiently to make a profitable investment.
Importance Factors
No
Importance Attributes
Percentage
1
Accuracy
88%
2
Comprehesiveness
87%
3
Clear Recomendation
87%
4
Timeliness
87%
5
Ability to Move Market
87%
6
Agency Reputation
86%
7
Publication Consitency
80%
8
Report Packaging
80%
9
Netrality
80%
10 Analyst Capability
77%
11 Availability
76%
Table 7: Importance Factors of EVR
From tabel 7: Importance Factors, this study conclude that most respondent perceives 5 most
of importantance factors are: 1.Accuracy, 2. Comprehensiveness, 3. Clear Recomendation,
4. Timeliness, and 5. Ability to move market.
CONCLUSION
From the result of regression, it shows that awareness has positive coefficient with usage the
probability is lower than α value 0.05 so the hypothesis (H01) is accepted which indicates that
awareness has positive influence to EVR Usage.
From the result of regression, it shows that usage has positive coefficient with usage the
probability is lower than α value 0.05 so the hypothesis (H02) is accepted which indicates that
Improtance has positive influence to EVR Usage.
From the result of regression, it shows that usage has positive coefficient with usage the
probability is lower than α value 0.05 so the hypothesis (H03) is accepted which indicates that
Improtance has positive influence to EVR Usage. “Awareness Variable” and “Importance
Variable” equally significant with p-value ( Sig ) <0.05 ).
66
RECOMENDATION
Increase Familiarity or Awareness. If we look at familiarity towards EVR, we can
conclude that all respondent already familiar with EVR and EV agencies. But for individual
investor we still find that they are not familiar yet. To Increase familiarity to the retail
investor, IDX (Indonesia Stock Exchange) need to develop socialization program to educate
customer in term of using fundamental information like EVR. IDX also need to support inactive emiten to publish their company’s information through EVR. This iniatiatives already
done by IDX through partnership with Pefindo develop EVR for middle emiten to attract
investors transact actively.
Improve Important to increase Usage. If we look at most 5 Importance of quality EVR this
study find that most respondent have expectation towards to provide its EVR in term of: 1.
Accuracy, 2. Comprehensiveness, 3. Clear Recomendation, 4. Timeliness, and 5. Ability to
move market. Accuracy become the most important, because consider as contributing
features to the usefulness of corporate information. As far as the issue of credibility in the
market this is an importance factor of the EV report’s concerned. The respondents look
rational because if the information have highly accuracy they can make right decision. They
will believe that EVR information is the most credible and important part. This result might
reflect the Indonesia situation in general. Although they may not rely on informations when
making their investment decisions, informations are regarded sufficient in formulating their
decisions about a company. The investors also revealed that the corporate EVR are useful in
making informed decisions about companies and assist in evaluating corporate performance.
Looking at the main motivation from IDX to socialize second tier equities, we would
recommend Pefindo to enhance Pefindo’s Equity Valuation Report based on S&P Standard.
REFERENCE
Ajzen, Icek, 1975, ‘The Theory of Planned Behavior’, Journal of Organizational Behavior
and Human Decision Processes 50, pp. 179-211.
Akhtar, ME 2011, ‘Determinants of Short Term Investment Decision Making’, Journal of
Actual Problem in Economics, no 11.
Akintoye, IR 2008, ‘Optimising Investment Decision through Informative Accounting
Reporting’, European
Al-Mubarak, F. (1997). The Usefulness of Corporate Annual Reports to Investment Analysts
in Saudi Arabia. Unpublished doctoral dissertation, University of Newcastle, Newcastle.
Fawzi Al Sawalqa (2012). Different Sources of Corporate Financial Information and
Investment Decision Opportunity: Evidence from Amman Stock Exchange, Accounting
Department; Financial & Administrative Sciences Faculty Tafila Technical University.
Ball, R., & Brown, P. (1968). An Empirical Evaluation of Accounting Income Numbers.
Journal of Accounting Research, 6, 159-178.
67
Asaf, Samir (1997), ‘Maximizing corporate shareholder value using risk profile dynamics’,
Templeton College, University of Oxford.
Asaf, Samir and Marc L Bertoneche (1998), ‘Protecting corporate shareholder value using
risk profile dynamics’, Harvard Business School, Research paper.
BARBERIS, Nicholas, Ming HUANG, and Tano SANTOS, 2001. Prospect Theory and
Asset Prices. The Quarterly Journal of Economics, 116(1), 1–53.
Beaver, W.H., Kettler, P., and Scholes, M., 1970. The Association between market
determined and accounting determined risk measures, The Accounting Review,Vol. 6, pp.
654 – 682.
Bruns, William J. Jr., 1968. Accounting Information and Decision Making: Some Behavioral
Hypoyheses, The Accounting Review, July, pp. 469-480.
Dihin Septyanto1, MF and Arrozi Adhikara, ‘Individual investors’ behavior in decision
making on securities investment in Indonesia Stock Exchange (ISE), Journal of Economics,
Business, and Accountancy Ventura Vol. 17, No. 2, August 2014, pages 187 – 196.
Dimson, Elroy, Paul Marsh, and Mike Staunton. 2000. The Millennium Book: A Century of
Investment Returns. London: ABN-AMRO and London Business School.
East, Robert, 1993. Investment Decision and The Theory of Planned Behaviour, Journal of
Economic Psychologi, Vol 14, pp. 337-375.
Edwards, Edgar O., and Philip W. Bell. 1961. The Theory and Measurement of Business
Income. Berkeley, CA: University of California Press.
Ehrbar, Al. 1998. EVA: The Real Key to Creating Wealth. New York: John Wiley & Sons.
281282 References
Ellis, Charles D., with James R. Vertin. 1991. Classics II: Another Investor’s Anthology.
Charlottesville, VA: Association for Investment Management and Research.
Fabozzi, Frank J. 1992. Manajemen Investasi. Jakarta: Salemba Empat.
Farid Harianto dan Siswanto Sudomo, 1998. Perangkat dan Teknik Analisis Investasi,
Jakarta, Penerbit: PT. Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Fishbein, M., & Ajzen, I. (1975). Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An Introduction
to Theory and Research. Reading, MA: Addison-Wesley.
Pefindo. 2013. www.pefindo.com.
Fuller, Russell J., and Chi-Cheng Hsia. 1984. ‘‘A Simplified Common Stock Valuation
Model.’’Financial Analysts Journal. Vol. 40, No. 5: 49–56.
Gay, L.R. & Diehl, P.L. 1992. Research methods for business and management. New York:
Macmillan.
68
Goldberg, Joachim dan Rudriger von Nitzsch. 2001. Behavioral Finance. Jerman: John Wiley
& Sons Inc.
Gordon, Myron J. 1962. The Investment, Financing, and Valuation of the Corporation.
Homewood, IL:Richard D. Irwin.
Gordon, Myron J., and Eli Shapiro. 1956. ‘‘Capital Equipment Analysis: The Required Rate
of Profit.’’Management Science. Vol. 3, No. 1: 102–110.
Graham, Benjamin, and David L. Dodd. 1934. Security Analysis. New York: McGraw-Hill
Professional Publishing.
Graham, Benjamin. 1963. ‘‘The Future of Financial Analysis.’’ Financial Analysts Journal.
Vol. 19,No. 3: 65–70.
Goldberg, Joachim dan Rudriger von Nitzsch. 2001. Behavioral Finance. Jerman: John Wiley
& Sons Inc
Harry Markowitz. 1952. ‘Portfolio Selection’. The Journal of Finance, Vol. 7, No. 1., pp. 7791
Hartono, Jogiyanto, 2008. Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi 5, Yogyakarta:
BPFE.
Iyer, S. Balaji dan R. Kumar Bhaskar. 2002. Investor’s Psychology: A Study of Investor
Behaviour in The Indian Capital Market. Finance India
John R. Nofsinger, 2nd ed., 2005. ‘The Psychology of Investing’, Pearson Education, Inc.,
Upper Saddle River, New Jersey.
Jones, C.P, 2006. Investments Analysis and Managements, New York: John Wiley & Sons,
Inc,. 8th Edition.
Jose M. Cortina, 1993. Journal of Applied Psuchology, American Psycological Association,
Inc.
Kenneth Ferris and Barbara Pettit, 2nd ed., 2013.’Valuation for Merger and Acquisitions’,
Person FT Press, Financial Time.
Manurung, Adler, Haymans. 2005. Siklus Bursa Saham: Sebuah Penelitian Empiris di BEJ
Januari 1998-2004, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Bisnis & Birokrasi. Vol.13,
No.1 (Januari).
Naser Abdelkarim, Birzeit University, Yasser. A. Shahin, Al-Quds Open University, Bayan
M. Arqawi, Birzeit University (2009), Investor Perception of Information Disclosed in
financial reports of Palestine Securities Exchange listed companies.
Prabowo, Tommy, 2000. Mengharapkan Laporan Keuangan Plus, Media Akuntansi, No. 10,
Thn. VII, Juni, Jakarta
69
Robert F. DeVellis, 2003. Scale Development: Theory and Applications. Saga Publication,
Inc.
Scott, William R., 2003, Financial Accounting Theory, Third Edition, University of Waterloo
Shefrin, Hers. 2002. Beyond Greed and Fear: Understanding Behavioral Finance and the
Psychology of Investing. New York: Oxford University Press.
Singh, Ranjit (2009) Behavioural Finance – The Basic Foundations. ASBM Journal of
Management, Vol. 2, No. 1, hal. 89-98.
Sudarshan Kadariya, Institute of Banking & Management Studies, Kathmandu, Investor
Awareness and Investment on Equity in Nepalese Capital Market (2009).
Syamni, Ghazali (2009) Hubungan Perilaku Perdagangan Investor Dengan Volume
Perdagangan Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan, Tahun 2, No.
1.
Taffler, Richard J. (2002) What Can We Learn Form Behavioural Finance? (Part 2). Credit
Control, Vol. 23, No. 4, hal. 27-29.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995, Jakarta :
Balai_Pustaka"
Thomas R. Robinson, John D. Stowe, Jerald E. Pinto, Elaine Henry, ‘Guide to EVR Writing:
Equity Asset Valuation’. CFA Institute Investment Series, (2013)
Qawi, Raluca B. (2010) Behavioral Finance: Is Inventor Psyche Driving Market
Performance? IUP Journal of Behavioral Finance, Vol. 7, No. 4, hal. 7-19.
BIOGRAPHY:
1) Prof. Dr. Adler H. Manurung, Professor in the Faculty of Economics, University of
Tarumanagara. His expertise in these four areas: capital markets, investment, finance, and
banking, now Adler teaches graduate students and doctoral programs in several universities,
such as DMB - Bogor Agricultural University (IPB), Graduate - University of Indonesia,
DMB - Padjadjaran University to S3 (Masters) in MM - UBINUS and MM - UI as well as a
Bachelor degree in FE UNTAR .
2) Bayu E. Winarko is consultant and Managing Partner at BusinessFirst Consulting in
Jakarta Indonesia. He finished Bachelor of Management, Magister Management from Faculty
Business and Economic University of Indonesia, and MBA from I.A.E. de Grenoble
Universite Pierre-Mendes-France. He can contact at: [email protected].
70
FUNDAMENTAL ANALYSIS OF BANK RAKYAT INDONESIA BY USING
RESIDUAL EARNINGS-PBR
Posmarito Pakpahan
ABSTRACT
This paper investigates the fundamental value of the largest micro lender in Indonesia i.e.
Bank Rakyat Indonesia. After financial crisis in 2008, due to improving macroeconomic
condition and the increasing of banking income, some banks in the Jakarta Composite Index
(JCI), such as BBCA, BMRI and BBRI were considered outperformed. Now, Banks become
one of the most darling firms in market. Lately, Indonesian economy encountered some
negative sentiments which downtrend in JCI including the banks. In beginning of 2014, Bank
Rakyat Indonesia closed at IDR 7,250. By applying the residual earnings model-PBR, the
writer considered that the current price of Bank Rakyat Indonesia was underperformed. The
writer concluded that the target price of BBRI is IDR 11,155. This price implies that PER 13x
and PBV 4.5x. Bank Rakyat Indonesia is valued at IDR 11,155 per share is rational and valid
as from 2010, BRI have been moving at PER 11.6x and PBV 3.3x and it is in line compare to
its industry PER & PBV.
Keyword: Bank Rakyat Indonesia, valuation, fundamental analysis, BBRI, target price
71
I. INTRODUCTION
Many investors are interested in investing at banking sector because banking is one
of the biggest industries in Indonesia (Simorangkir & Simorangkir, 2012). Futhermore,
Simorangkir and Simorangkir (2012) added that the banking industry correlates positively
with the economic development, production and consumptions. Hence, the banks’ stock
price derives by the economic growth.
The improvement of income has increased the value of companies through its
stock’s price, i.e. Bank Rakyat Indonesia or BBRI secured its position as a profitable banking
with maintainable NPL (Detik Finance, 2014). The good performances of BBRI lead the
investors to believe that BBRI can outperform in industry. Until now, the BBRI has recorded
its return more than 100% of capital gain since 2009 (Bank Rakyat Indonesia, 2013).
Simorangkir & Simorangkir (2012) stated that the banking industry is one of industry
that positively correlated with the economic development which makes banking firms are
vulnerable to changing in economy. Moreover, Marina (2013) argued that the investors to
stay selective with big banks. She argued that there would be tight competition for high
qualify lending among the big banks in Indonesia due to deceleration of domestic economy.
The competition will lead to new issues in banks’ CASA management, risk management and
asset- liabilities management (Marina, 2013).
Soedarmono (2013) stated that Indonesian economic faces some negative
sentiments that will affect the market negatively. The foreign investors pulled out their
money from emerging market asset as the Fed issued tapering on May 22nd, 2013 which is
resulting the major declining of the Jakarta Composite Index. He added that uncertainty and
suffered current account deficit drived Rupiah underperformed against dollars. The
domestic investors are attentive to the inflation and the current account deficit.
The banks estimated that the increasing BI rate by 150 bps to7.25% will affect the
banks’ profit in 2014 by creating issues which are declining of net interest margin, increasing
72
of credit risk, increasing of operational cost and the slowing down of business (Bisnis
Indonesia, 2013). Added by the BCA’s CEO (Setiaatmadja, 2013), the government targeted
that the credit growth for 2014 is about in 16-1 7% which is lower than estimation in 2013.
These issues affected the all sectors include banking firms to revalue their strategies
to maintain and increase their bottom line (Marina, 2013). Unavoidable, the global and
domestic economic conditions lead an increasing competition in banking firms. The
increasing of BI rate motivated the tough competition among banks on collecting the third
party funds to lower their loan deposit ratio and maintained a lower NPL (Bisnis Indonesia,
2013). The tight competition from 1st quarter until the end of 2013 showed the significant
decreasing of the net interest income in largest bank in Indonesia. Nationally, the net
interest income was at point 5.46% dominated by BBRI (Bisnis Indonesia, 2013).
Regarding to the factors above, most of banks have considered shifting their
revenue driver from interest income to fee based income (FBI). Not only the competition
among largest banks has been hard, but also many small banks have penetrated the micro
financing business such as Bank Sahabat Sampoerna, Bank Danamon, etc. has revalued the
banks’ strategies (Infobank, 2013).
In this paper, the writer want to value one of Indonesian banks which is
fundamentally affected by the factors above and having more than 80% of its total revenue
is coming from interest income which is Bank Rakyat Indonesia with the ticker’s BBRI.
Research objective
The objective of this research is finding the BRI’s fundamental target price in making
investment decision in 2014 by using proper approach and considering the BRI’s operational
risk and financial risk. In order to value the Bank Rakyat Indonesia properly, there are some
issues that the writer required to understand and answer. These questions are needed to
answer before proceed to the projection and valuation.
73
ï‚·
ï‚·
How the banks have different accounting perspective rather than the other industries?
What are the regulation that engaged with banks’ activities and how the regulations
can affect the banks’ financial statement and performance?
ï‚·
How Bank Rakyat Indonesia will be valued and forecasted its earnings?
In doing this quantitative research, the writer is aware the limitation of this paper
which is the result of the study directly responsive to the current news and information in
market. Hence, the result can change due to how the market perceives and responses the
information in market.
In writing this paper, the author will be divided the writing scheme in to five
chapters. The flow of the paper is Chapter I develops the background and the research
objective, Chapter II is about literature review and existing research that explains the
valuation and banking industry. The data and methodology are described in Chapter III that
shows how will get the data and how we value the firm, and following by the analysis and
finding in Chapter IV. The conclusion and recommendation will be discussed in Chapter V.
II. LITERATURE REVIEW
Hamonangan and Sulistyawati (2012) quoted that according to Kartajawa (2006)
valuation is ancient approach in financial system that has been used since 1800 BC by
Babylon. It was developed by Merton Miller and Franco Modigliani by rooted to present
value of capital budgeting. Simplify, valuation is approach to find the present value of
money by concerning the time value of money itself. When we are talking valuation, it
means the valuation is fundamental analysis.
Janjigian, Horan & Trzcinka (2011) argued that as the fundamentalist believe that
there is a strong correlation between a company’s ability to generate and increase profits
and the performance of its common stock. Fundamental analysis is approach of analyzing
business model, information, forecasting payoff and discounting its payoff with the firm’s
74
cost of equity or its weighted average (WACC) to arrive at intrinsic value of the stock or the
target price of company (Penman, 2004).
Penman (2004) stated that fundamental analyst is the analysis that focuses on
valuation of firm through the company’s financial statement, management and the
macroeconomic conditions. He added that a fundamental analysts/ investors will try to
reduce the risk of incurring of loss by examining information about firms and reaching
conclusions about the current price of the company in order making investment decision.
Manurung (2013) argued that fundamental analyst concerns more about the going
concern of the company which reflects to the firm’s efficiency, profitability, ability to expand
the business and any issues about the macroeconomic that affect the firm. Therefore, the
fundamental method of each company will differ from others (Penman, 2004). It varies
depend on the company business model (revenues & expenses driver) and accounting
perspective (Koller, Goedhart, and Wessels, 2010). Building valuation model of a firm
depends on the business model or type of business (Damodaran, 2006) and accounting
perspective of a company (Penman, 2004). Hence, understanding the industry of the firm in
is matter in valuing a firm (Penman, 2004).
BANKING VALUATION
Marina (2013) explained that to value banking firm has its owned challenge as the
financial service companies are heavily regulated by the government that can affect the
companies’ performance changes in the regulatory environment can create large shifts in
value. Additionally, the unique transaction of financial firms generates a difficulty to
estimate the firm’s cash flows as items like capital expenditures, working capitals, and debts
are not clearly defined (Dermine, 2009 & De Weert, 2011). Hence, valuing financial services
firms differs and quite unique compare to others (Marina, 2013).
Dermine (2009), a professor banking & finance at INSEAD, wrote a book “Bank
Valuation & Value- Based Asset Management”, suggested that the reader to use a
fundamental valuation that will shows and examines managerial issues such as fund transfer
75
pricing, risk-adjusted performance evaluation, capital management (loan & deposit pricing,
loan- loss provision, management interest risk on the banking books). He prefers to call as
“Value- Based Management.” Beside emphasizes the value based management of methods,
he suggested that the analyst can use P/E, MBV, and Gordon Growth Model to value
banking firms.
De Weert (2011), the entriprise value of banking firm is typically measured by
discounted earnings analysis. Manurung (2011) discribed that discounted earning method is
using when earnings are the premium to company’s entriprise value or in other words
bottom lines are the source of value and reserve for company to develop in future. Penman
( 2004) argued that discounted earnings analysis concerns whether the earnings of the
company contibuted to incresing value of company by added value to its balance sheet.
Added by Dermine (2009), there are two drivers of value in banking industry which are
return on equity and growth of equity when ROE exceeds its opportunity cost (cost of
capital).
In conclusion, according to Marina and Ariesandi (2013) and De Weert (2011)
advised to use residual earning (RE) -PBR and discounted earning model to value a bank.
However, some practionare JP Morgan and Merril Lynch is more likely to use DDM- Dividend
discounted model. The discounted earnings is quite often used by several by analyst such as
Panin Securities, Hamonangan and Sulistyawati (2012), in valuing BBCA (Bank Central Asia),
and Simorangkir and Simorangkir (2012) that valued BBNI. The analysts are using PBR and
discounted earnings because in valuing a bank, the analyst values the balance sheet of the
bank (Marina and Ariesandi, 2013). De Weert argued that bank should be valued using
discounted earning because what investors get from a bank is its earnings and should be
discounted to its cost of equity.
76
Discounted Residual Earnings Analysis
De Weert (2011) argued that earning can reflect value of company that distributed
o the shareholders freely from the core capital. Dermine (2009) also stated that to value a
bank the analyst measures its value added to book value. It was presented by using residual
earning model in valuing the firms (Penman, 2013). Penman (2013) added that residual
earnings model (eq.1) can capture the value added to book value from forecasts of residual
earning in future. Basically, this model is anchoring on a firm’ book value and then adding
extra value by forecasting its future residual earnings.
Value = Book value + Present value of expected residual earnings (eq.1)
According to Penman (2013), residual earning (RE) (eq. 2) is the comprehensive
income available to common equity against the earnings for the book value of common
equity the beginning of the period (Bt-1), earning at the required return (ρe -1). He also
elaborated that residual earning can be expressed as differences between the rates of
return on common equity (ROCE) (or some analysts express it as ROE) and required return
on equity (or cost of capital) times beginning- of- period book value (eq.3).
RE = Earnt – (ρe -1) Bt-1 (eq. 2)
RE = (ROCE – (ρe -1)) Bt-1
(eq. 3)
Penman (2013) showed that by using residual earning model, the analysts actually
measure a firm’s book value. After getting the value of company through its present value of
forecasts of residual earnings, the analyst can derive the firm’s price to book value (PBR=
V0E/B0) to evaluate which whether the firms trades at premium and discount. Rationally, this
makes sense,” if we expect a firm to earn income for shareholders over that required on the
book value of equity, its equity will be worth more than its book value and should be trade
at premium. And higher the earnings relative to book value, the higher will be premium,”
(Penman, 2013).
77
Penman (2013) explained the concept behind the price to book ratio as the value of
the shareholders’ investment is based on how much the investment is expected to earn in
future. This model agreed that the investors are buying the expected future earnings of the
company. Thus residual earnings model can also reflect this method as it measures the
profitability of the firm (ROE).
III. METHODLOGY
Method of Analysis
The method of analysis will be the quantitative and qualitative which is applying
what has been concluded from the chapter 2 discounted residual earnings. Besides that, the
author needs to understand the quality of the Rakyat by analyzing its competitive
advantages.
Data Collection Method
To model the BBRI, the author uses the secondary data which is the balance sheet
and income statement of the firms from the last few years (2002) to recently (2013) with
intention to learn the financial structure of the BRI and growth performances. Besides that,
this paper will use data macroeconomic and historical price of IDX and Rakyat for recently
price that have been taken from Thomson Reuters. The other data also have been taken
form the related resources.
Research Approach and Model
There are several important issues that an analyst should be aware in doing the
valuation which understand the frameworks for valuation, reorganizing the financial
78
statements, analyzing performance and competitive advantages, forecasting performances,
estimating continuing value, estimating cost of capital, calculating and interpreting result.
1. FRAMEWORKS FOR VALUATION
Before decided the method of the valuation, the author is required to understand
the banking business model or Rakyat’s revenue and expenses drivers (Dermine, 2009). In
short, the analyst needs the Rakyat’s balance sheet and income statement. After that, the
author decided the appropriate method to be used to value Bank Rakyat Indonesia’s price
which are DDM and discounted earnings (residual earnings). Driven from the methods that
the author decided to use, Rakyat’s valuation will stem from 5-years projected earnings and
cost of capital.
2. REORGANIZING THE FINANCIAL STATEMENTS
After obtaining the past financial data of Rakyat, the analyst needs to understand
the accounting principles of Rakyat if there is accounting irregularities. Although, financial
statements form can show the viewers the earning of the Rakyat, but it cannot be computed
directly from the company’s reported financial statements. Hence, the author needs to
reformulate the financial statements to understand the revenue and expenses drivers, and
other components that affect the income significantly.
3. ANALYZING PERFORMANCE AND COMPETITIVE ADVANTAGES
Once, the analyst finished to reorganize the financial statement, the analyst
analyzes the company’s historical performance. By thoroughly, analyzing the past, the
analyst can document whether the company has created value, whether it has grown, and
how it compares to its competitors. The author needs to focus on return on invested capital
and revenue growth by analyzing the past performances; the analyst can understand how
revenue amd expenses drivers behaved and help making reliable estimates of future
earnings.
79
4. FORECASTING PERFORMANCES
When the analysts forecast the performance of the firm, they need to focus on longrun value drivers that are consistent with economy theory and historical evidence. Hence,
analyze the macroeconomic and firm industry in is important (Manurung. 2011) beside
understand the business model of the firm and past performances (Penman, 2013).
In forecasting the future, the analysts concern the length and detail of the forecast.
Normally, the analysts take five-year to seven-year forecast; it depends on the business
cycle of the business itself (Manurung, 2011). For the banking industry, usually, the analysts
apply three-year projection. While analyze the historical performances, the analyst needs to
build the revenue drivers by analyze and forecast the firm’s balance sheet and income
statements.
Typically, it is natural that we are looking backward, the historical earnings and
performances. Damodaran (2008) suggested that the analysts should use the historical data
as learning tools to learn and forecast the future growth of the firm. The analyst analyzes
the differences in growth rates across different measures of earnings from revenue,
operating income to earning per share and why the differences exist. The historical growth
rates can be computed in two different ways which are arithmetic and geometric average
growth.
5. ESTIMATING GROWTH AND CONTINUING VALUE
According to Damodaran (2008), expected growth rate is a key input in valuing
business as higher expected growth rate translates to higher value of the firm as well as
Buffet expressed though its quotable words “the intrinsic value of company lies entirely in
its future.” Thus, Damodaran (2008) suggested that growth is not exogenous input subject
to inclination and fancies of individual analysts, but has to be earned by the firm in future.
80
Actually, the analysts can calculate the expected long term growth in earning by
computing retention rate to its return on equity (eq. 6), but again the analysts should
reconsider the future of the company through its competitive advantages and industry in
and preserve information in market.
g = Retention rate (X) Return on equity
(eq. 6)
As, Retention rate = retained earnings / current earning and,
ROE = Net Income/ Book value of equity
6. DISCOUNT RATE
Koller, Goedhart and Wessel (2010), value of company is the present value of all
possible future cash flows. Thus, discounted rate is one of important factor to value a firm.
Actually, there are some discount rates that analyst use when they are valuing a firm which
is cost of equity and WACC. To compute the WACC (ρe), the author required the information
of cost of equity (Re), cost of debt (Rd) and weights (D/V and E/V) Damodaran (2010).
WACC (ρe) = * (D/V)* Rd * (1-tax) + Re*(E/V)
(eq. 7)
In valuing banking, the author will discount the residual earning by cost of equity
instead of the weighed average cost of capital. It is more appropiate for the analist to use
cost of equity becasue the balance sheet straucture of the bank that really high leverage.
Table 1 Weighted Average Cost of Capital
81
Component
Cost equity
Methodology
Capital asset pricing model (CAPM )
Data Requirements
Risk- free rate
M arket risk premium
After-tax cost of debt
Capital Structure
Company Beta
Expected Return proxied by yield to maturity
M arginal tax rate
on long term-debt
Proportion of debt and equity to enterprise
value
Considerations
Use a long-term government rate, no default
risk, no reinvestment risk and in the same
currency and term
Risk premium can be calculated based on equity
premium and country premium
Regress stock return to market return
M easure debt and equity on a market, not book,
basis.
Use a forward-lloking target capital structure
Sources: Koller, Goedhart, & Wessels (2010)
IV. ANALYSIS
1. Business Description
Bank Rakyat Indonesia was established on 16 December 1895 under the Dutch
name, De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden. On 22 February
1946, the name has changed to Bank Rakyat Indonesia until now. BRI has become one of the
third largest banks in Indonesia that measured by assets. 57% of BRI’s shares owned by the
Indonesian government and the forth holds by public. BRI's subsidiaries are PT Bank BRI
Syariah, PT Bank Agroniaga Tbk and BRIngin Remittance Co. Ltd. Recently, BRI has
developed its international branch in Cayman Islands and two representative offices in New
York and Hong Kong.
82
Figure 1BRI’s revenue composition, Sources: Bank Rakyat Indonesia
Figure 1 shows that BRI’s revenue composition is dominated by the net interest
income which is more than 80% of BRI’s total income in the last five years. It is following by
fee income and the other operating income (such as gain in foreign exchange rate, provision
and commission) that has been increasing from year to year due to the presence of ebanking and possession of large customer based.
Bank Rakyat Indonesia is one of the world largest micro- lenders that has been
expanded its business to edges of the archipelago’s 17,000 islands. Table 2 shows that BRI
focus on micro lending via its 9,807 outlets across Indonesia.
Table 2 Number of the Rakyat’s outlets
Conventional Outlet
Head Offices
Regional Offices
Branches
Sub Branches
BRI Units
Cash Offices
Teras BRI
Teras M obile
Total
2009
1
17
406
434
4,538
728
217
2010
1
18
413
470
4,649
822
617
6,340
6,989
2011
1
18
431
502
4,849
870
1,304
100
8,074
2012
1
18
446
545
5,000
914
1,778
350
9,051
2013
1
18
453
565
5,144
950
2,206
465
9,801
Q1'13
1
18
446
545
5,001
919
1,804
350
9,084
Q1'14
1
18
456
562
5,144
953
2,208
465
9,807
Sources: Bank Rakyat Indonesia
83
Figure 2 Loan Composition by Business Segment, Sources: Bank Rakyat Indonesia
Figure 2 depicts that Bank Rakyat Indonesia distributes its loans to micro,
consumers, small commercial, medium, SoE and corporate credit. Over past few years, BRI’s
loan outstanding was increasing which was dominated by micro lending follows by
consumer and small commercial lending. The figure shows that BRI has broadened its
corporate lending presence with 11% of total loans which grew by 17% CAGR since 2009.
However, micro lending still dominates the loan portfolio. The Figure also describes that
Bank Rakyat Indonesia maintained its income from consumers and small commercial
although it was declining over past years. The figure depicts that the total lending for MSME
was more than 80% of total loans.
As a bank, BRI finances its business from the third party funds which is customers.
To gather the third party funds, Bank Rakyat Indonesia provides saving in three types which
are demand deposit, savings and times deposits as figure 3 shows. The figure illustrates that
saving and time deposit dominated the funds composition. Furthermore, the figure also
records that BRI can gather third party funds by growing 14% CAGR in the last five years.
84
IDR Trillion
Figure 3 Deposit Composition/ trend, Sources: Bank Rakyat Indonesia
2. Macroeconomic analysis and Competitive Positioning
Macroeconomic Analysis
Bank Indonesia (2014) reported that the global economy performed under
expectation. The economists were optimistically forecasted that global economy would be
better in 2013. However, the global economy encountered negative sentiments which were
declining of global economy from 3.2% to 3%, the downward correction of commodities’
prices and uncertainty in financial markets. These conditions were affected by changing and
shifting in world economic order. Bank Indonesia (2014) stated that changings in world
economic landscape portrayed by increasing of economic growth in developed countries
and slowing down of economic growth in developing countries, continued in decreasing
world commodities price and the shift of capital flows due to tapering off by the Fed.
85
Table 2 Global Economy Indicator
% (Y0Y)
GDP (World)
Developed Countires
United States
European
Japan
Emerging M arket
Asia
China
India
ASEAN-5
2010
5.2%
3.0%
2.5%
2.0%
4.7%
7.5%
9.8%
10.4%
10.5%
7.0%
2011
3.9%
1.7%
1.8%
1.5%
-0.6%
6.2%
7.8%
9.3%
6.3%
4.5%
2012
3.2%
1.4%
2.8%
-0.7%
1.4%
5.0%
6.7%
7.7%
3.2%
6.2%
2013
3.0%
1.3%
1.9%
-0.5%
1.5%
4.7%
6.5%
7.7%
4.4%
5.2%
2014 F
3.6%
2.2%
2.8%
1.2%
1.7%
4.9%
6.7%
7.5%
5.4%
4.9%
2015F
3.9%
2.3%
3.0%
1.5%
1.0%
5.3%
6.8%
7.3%
6.4%
5.4%
Sources: Bank Indonesia & IMF
The global economic challenges and tapering issue have been quickly responded by
developed countries though their accommodative macroeconomic policies. Meanwhile,
developing countries (emerging market) reacted varies policies by combining the
government policies and the corporation among countries through international forum. To
stimulate their economy, United State kept the low interest rate and quantitative easing;
Japan employed its “Abenomics” policy, and European countries executed easing monetary
and fiscal policy to support their economic development. On the other hand, the developing
countries carried diverse policies. China issued a “Mini Stimulus” and Brazil, India, and
Indonesia imposed tight monetary policy (Bank Indonesia, 2014).
In the last two years advanced and emerging market endeavored the decreasing of
inflation rate. This rate was strongly affected by the declining in world commodities price
especially fuel and food (IMF, 2014). IMF (2014) reported that inflation rate of U.S and Japan
is 1.5%. It was below the expectation of the Fed and Bank of Japan (BOJ) which was 2%.
However, Japan can make it out from two last decades of deflation through its Abenomics.
On the other hands, the emerging markets experienced high inflation although it
was declining from 6% to 5.8%. In 2013, inflation of Malaysia increased by 1.2% to 4.1% and
India had 9.1% of inflation (Bank Indonesia, 2014). IMF (2014) forecasted that in 2014, the
86
inflation in advanced economies will rise by 10 basis points and emerging market will
decline by 20 basis points due to the economy improvement in advanced economies and
slowdown economies in emerging markets.
Table 3 Global Economy Indicator of inflation,
Consumer Price
Advanced Economies
Emerging M arket
2012
2.0%
6.0%
2013
1.4%
5.8%
2014 F
1.5%
5.5%
2015F
1.6%
5.2%
Sources: Bank Indonesia & IMF
Bank Indonesia (2014), the changing in economic global (especially, China and U.S as
the primary trading partner of Indonesia) brought spillover effect to domestic economy.
Indonesia economy was strongly affected through trade channel and financial market. The
increasing U.S domestic demand of Indonesia export (such as textiles, processed rubber,
electrical and footwear) improved the Indonesian economy activities. Meanwhile, China as
one of the primary trading partner of Indonesia decreased its demand for several
commodities such as coal, palm oil, and rubber processing due to the slowdown of China
economy.
In the financial market channel, tapering off issues widen the spread between U.S
interest rate and interest rate in emerging markets, and weakened the exchange rate of
emerging markets against dollar (IMF, 2014). Indonesia as a destination of the foreign
portfolio investment was affected by the tapering off issue. Many foreign investors pulled
out their money from Indonesia in significant amount. Bank Indonesia (2014), the investors
left Indonesia was triggered by the negative perception of the investors towards high
inflation because of the high fuel price and widening current account deficit.
The changing in the world economic, tappering off issue, and the declining
commodities price strongly affected the domestic economy. Bank Indonesia (2014) reported
that GDP growth by the end of 2013 was 5.78%, decreased from 2012 (6.2%). In 2014,
cushioned by domestic economy, Bank Indonesia expected that GDP will grow by 5.5 – 5.9 %
87
YOY, IMF estimated that the economic growth at 5.5%, and the World Bank forecasted at
5.3%.
The slowing down of economic in 2013 originated from the declining of the
investment since the beginning of the year, limited of export due to the weak global
economy and slump in commodity prices. Instead, the domestic consumption was still the
main engine of the economic growth.
Bank Indonesia (2014), Indonesia inflation was high peak at level 8.4%, higher than
in 2012, 4.3% as well as above the inflation target range 4.5%±1%. In 2013, instead of
affected by the depreciation of Rupiah and declining of the commodity price, inflation was
solidly provoked by the rising of fuel and food price.
Figure 4 Inflation & BI Rate, Bank Indonesia, Sources: BBCA & Thomson Reuters
In June, Bank Indonesia made the tough decision to raise BI rates by 1.75
percentage points to attract capital, slow imports of consumer goods, and douse consumerprice inflation. However, Rupiah has failed to rebound; breached IDR 12,100 againts U.S.
dollar in mid-December with inflation was remaining elevated.
In 2014, Indonesia economy showed a good sign by a positive trade balance in
February and narrowing of CAD/GDP to -1.98% in Q4 of 2013. Furthermore, reserve assets
88
increased and Rupiah appreciated against dollar with exchange rate of IDR 11,361 by the
end of March 2014, but the Inflation rate was increasing at 7.3% in March 2014 compared
to 5.9% in March 2013. This relatively benign inflation improved consumer purchasing
power, shown by the increasing trend of consumer confidence and retail sales index.
Investment still quite strong as indicated by the increase of Foreign Direct Investment
reached IDR 71.2 Trillion in Q4 of 2013.
Industry: Commercial Banking
Indonesia banking remains strong resilience reflected in the high CAR and low NPL.
The credit growth of Micro, Small and Medium Enterprises recorded higher growth than last
year, although there is a tendency began to slow down since September 2013. The high
growth of SME loans is indicating the magnitude of the role of SMEs in supporting the
domestic economy amid of slowing down economy global.
Bank Indonesia (2014) stated that the growth of Indonesian banking income was
supported by the payment systems that keep it running efficiently, safely and smoothly. The
reliability of non -cash payment systems in the financial industry indicated by the fulfillment
of the availability payment networks that utilized the service level satisfaction. It has been
established since 2013. Trough their e-channel and internet banking, banks could earn more
income from the fee based income (Bank Indonesia, 2014).
In 2013, the positive performance of the asset management could see from the
ability of Bank Indonesia in provide sufficient currency, denominations appropriate, timely,
and in decent condition in mid of the rising demand for currency. The growth of M1 and M2
are slowing down in the past year and the same trend was happened in deposit growth.
Thus, LDR of Indonesia banking industry was increasing.
Strong market opportunity in the micro lending
89
In 2012, 84% of Indonesian SMEs did not have access to credit facilities from
banking (Kementrian Indonesia, 2013). Table 4 shows that the number of SMEs in Indonesia
accounted as 56.5 million and only few of 9 million of them that had saving credit account in
banks. This number shows that the big up-tap potential micro lending market in Indonesia.
Table 4 Number MSME and Bank Account Nationally
Account
Total Number SMEs
Number Saving Credit Acc. of SMEs
2012 percent
56,534,592
100%
9,078,322
16%
Sources: Kementrian Koperasi
Election 2014 perishes the growth in micro lending business
Figure 5 depicts that BRI’s credit growth in every election year was increasing
significantly. In 2004 and 2009, the growth of BRI’s credit was the highest form the past
performance of company. In 2009, the credit growth was going up by 15% by previous years
or hiked above of 30%. Moreover, Basir (2014) stated the election will impact the credit
growth positively (The Jakarta Post, 2014). Thus, BRI is targeting the credit growth by 2022% in this year (sindoweekly. 2014), but corporate and commerical lending are slightly will
be decreasing in 2014 (Kompas, 2014). The election will bring the positive sign for the
business and increase the level confidence of the citizen. Hence, it will create opportunity
for new SMEs in publishing, textile, etc.
90
Figure 5 Bank Rakyat’s credit growth, Sources: Bank Rakyat Indonesia
A favor high yield business model
Firms in banking industry have different types of business model which will
generates a firm an organic growth or revenue drivers. For instance, Bank Central Asia
focuses on commercial loan and corporate loans, Mandiri chooses to serve market in
corporate loan, commercial and micro lending and BRI provides credit for MSME market.
In micro lending market, the usually has high yield compare to the other types of
loans, 18-19% (high risk, high return). The yield will be increase if the inflation increases. The
uniqueness of micro lending industry is that the customers are not significantly influences
by the high interest rate to propose their loans. Basir (2014) argued that the micro
customers are not very sensitive to higher interest rates. As long as they have access to
banks and can get money quickly, they will take it. For them what’s important is access.
However, the banks which are interested to provide micro lending should concern about the
costly infrastructure to remote area, knowledgeable and prudent employees, clear
procedures and low cost of third party funds.
Table 5 percentage of MSME’s credit distribution to total credit
91
Bank
Bank Mandiri (Persero) Tbk
Bank Negara Indonesia (Persero)
Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Bank Tabungan Negara (Persero) (BTN)
6/1/2009
14.79%
20.35%
81.71%
89.15%
12/1/2009
14.96%
44.34%
69.09%
10.94%
6/1/2010
14.72%
30.24%
47.74%
15.89%
12/1/2010
14.99%
40.64%
54.48%
12.62%
6/1/2011
14.74%
39.11%
46.19%
19.62%
12/1/2011
14.79%
27.38%
47.37%
15.84%
6/1/2012
15.50%
24.34%
43.29%
16.77%
Sources: Bank Indonesia
Table 5 shows that the direct competitor of BRI in market is BNI, Mandiri, and other
a new and little players (Bank Pembangunan Daerah). Figure 4.11 shows that the number
outlet of some banks in Indonesia. The figure depicts that Bank Rakyat Indonesia dominated
the number of the outlets.
Competitive Advantages
From the total national KUR (Kredit Usaha Rakyat), Bank Rakyat Indonesia had
market by 90% of 5.85 million of accounts with 60% of the accounts are coming from
remote areas. This number shows that BRI had a solid market power in micro lending that
supported by the networks, infrastructure, and knowledge (experiences). In March 2014,
BRI officially owned 5,144 of BRI units, 2,208 Teras BRI and 465 Teras Mobil which operated
all around Indonesia.
Figure 6 Regional Office distributions, Sources: Bank Rakyat Indonesia
BRI plans to open 571 small and micro lending sites to add its nearly 10,000
branches in the country as refers to table 2. Figure 6 depicts that Bank Rakyat Indonesia
92
dominates the micro lending business through large possession of micro outlets compares
to its competitors which are only nearly 5,000 branches. More than 2,000 of BRI’s outlets
are located nearly to the micro business environment such as traditional markets.
Figure 7 Outlet comparisons, Sources: Bank Rakyat Indonesia
Focus on micro lending business, Bank Rakyat Indonesia is expanding to the edges
of the archipelago’s 17,000 islands with over 500 new branches to develop local economies.
It expects that 75% of total loans to micro credit, small and medium enterprises by
distributing as low as a million rupiah for a day considering the shrugging off growing
competition in the micro lenders. In order to achieve this aim, BRI builds Teras BRI. Teras
BRI occupied small office with 3x3 meters of office and located near to micro customers like
traditional markets. By doing this, BRI can monitor customers and spend less capital
expenditure. In the end of 2013, BRI has been operated more 2,000 of Teras BRI.
Besides developing Teras BRI, BRI designed Teras Mobil to expand its micro
networks. Teras Mobile is Teras BRIes in form of cars that have similar function with the
Teras BRI which to facilitate the customers’ transaction. Bank Rakyat Indonesia utilized cars
instead of sophisticated offices to reduce the capital expenditure. Moreover, by using Teras
Mobil, Bank Rakyat Indonesia has flexibility to move and mobile to do and provide its
services. The table 2 shows that Bank Rakyat Indonesia has owned more than 400 of Teras
Mobil that operated in remote areas.
93
After beginning to operate in 2011, Teras BRI continuously showed superior performances
with loan growth of 78.8% and deposit of 95.8% yoy.
Figure 8 Teras BRI performances, Sources: Bank Rakyat Indonesia
Additionally, Bank Rakyat Indonesia is improving its service quality by increasing its
e-channel system. In one of local newspapers, BRI shocked the market by buying the
Indosat’s towers (BRI, 2014). Bank Rakyat Indonesia argued that it was needed for the
improvement of BRI’s daily operational system from offline to online. BRI believed that
Indosat’s tower will strengthen the BRI’s signal in remote area.
Table 6 E-channel
E-channel
ATM
EDC
CDM
Kiosk
E-buzz
2009
3,778
6,398
22
60
1
2010
6,085
12,719
39
96
2
2011
7,292
31,590
89
100
19
2012
14,292
44,715
92
100
42
2013
18,292
85,936
192
100
50
Q1'13
14,367
49,381
92
100
45
Q1'14
18,479
85,936
192
100
45
Sources: Bank Rakyat Indonesia
To conclude, figure 6, 7, table 2 & 6 depict that Bank Rakyat Indonesia has the most
solid and largest of infrastructure compares to its competitors by owning more 9,000 of
outlet and increasing number of e-channel. Teras BRI and Teras Mobil act as the arm-length
of conventional micro outlet which designed to develop the market and protect the market
from the competitors. It will be difficult and costly for other banks to participate in micro
94
lending as it is needed to have solid infrastructure, largest networks and skills to distribute
and gather the loans in remote areas. The writer concludes that Bank Rakyat Indonesia has
secured its position as micro lender to compete with other micro lenders.
3. Valuation
TARGET PRICE
By applying the residual earnings methodology, Bank Rakyat Indonesia’s current
price was underperformed. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) should be priced at IDR 11,155 per
share which implied PER 11.6x and PBV 3.8x. It is valid and logical as figure 4.15 explains as
the historical performances of BBRI have been moving at PER 12.29x and PBV 3.3x in
average.
Figure 9 Historical Price with P/E Band & PBV Band, Sources: the writer’s estimation
Table 7 records that trailing and forward PER and PBV of BBRI, BMRI and BBCA. The
value in table 7 was based on analysts’ consensus in market. The trailing and forward PER of
Bank Rakyat Indonesia are 11.27x and 10 consecutively. It is slightly high compare to BMRI
and low compare to BBCA. Based on DuPont analysis, BRI can gain high return on equity
compare to BMRI. The investors believed the BRI’s ability to give high returns will exist in
some of extend years. Hence, BBRI is pricing above the BMRI. However, BBRI is pricing
below to BBCA as sustainable growth of BBRI is questionable compare to BBCA. From year
to years, ROE of BRI is declining and BBCA can produce stable ROE.
95
Table 7 Relative Valuation
BBRI
T12M
PER
BMRI
Peers
F12M
11.27
F12M
T12M
BBCA
F12M
7.78
7.77
7.12
13.46
11.78
2.30%
2.60%
2.90%
2.40%
2.50%
1.20%
1.50%
EV/Sales
4.47
3.85
2.67
4.38
3.85
7.4
6.4
PBV
3.17
2.39
0.154
2.63
2.18
3.98
3.3
8.61
DIV Yield
11.01
F12M
9.82
EV/EBITDA
12.44
T12M
10
17.93
15.67
Sources: Thomson Reuters
Table 8 the analyst’ coverage result
Analyst
Current
Target Price Review Date
EPS
Recommendation
This Year Next Year
Mandiri Sekuritas
DBS Vickers
Maybank Kim Eng
Sinarmas Sekuritas
CIMB Research
Bahana
Mean
Median
BUY
HOLD
BUY
BUY
ADD
BUY
12,100
11,600
13,000
9,550
10,250
13,100
10,848
10,700
11-Jun-14
3-Jun-14
4-Jun-14
27-Jan-14
16-Apr-14
9-Jun-14
903
957
998
1,056
884
978
962
1,131
1,143
1,141
1,126
1,025
1,125
1082
Sources: Thomson Reuters
Table 8 shows the coverage result of some analysts in market about the target price
of BBRI. It shows that the writer’s estimation is in line wih the consensus. The writer target
price is IDR 11,155 in the end of 2014 with the current price in the beginning of 2014 at IDR
7,150 and IDR 9,750 in the end of March 2014. The mean of the analyst EPS estimation in
2014 is IDR 962 and 1,082 forward are in line with the writer’s finding which is IDR 961.86
and 1,084.37 respectively. The writer target price and EPS are ranged in the band of
market’s estimation.
96
PROJECTION & ASSUMPTIONS
The writer decided to use the residual model as was explained in methodology. The
other factors that writer used residual earnings model are less sensitive to the discount rate
compare to other methods, less sensitive to the sustainable growth and less depend on
terminal value of valuation. Besides that, Bank Rakyat Indonesia has premium return on
equity (ROE) and the residual earning model can measure the premium return on equity of
BBRI.
To value BRI, the writer needs discount factor which derives from the assumptions
of risk free rate at 8.03%, risk premium at 4.1% and beta 1.38. In result, the discount rate of
valuation is 12.86% by applying the Capital Asset Pricing Model (CAPM).
Projection & Assumptions of Income & Earning Assets
The writer believes that bank Rakyat Indonesia can grow its loan collection to 20% in
2014. Cushioned by the high demand of micro loan in remote areas, the election for 2014
and ASEAN Community in 2020, Bank Rakyat Indonesia increases and improves its
infrastructure, networks and services.
BRI owns more than 9,500 outlets all over Indonesia which is able to maintain its
position as the market leader of micro lending. Most of the MSMEs in Indonesia did not
have access to banks facilities. Based on current news on International Business Times, only
34% of the total MSMEs in Indonesia had credit and saving accounts. There is more than
60% market of potential micro loans market in Indonesia. In addition, the election in 2014
will increase the BRI’s credit performance by 20% as happened in the previous election of
2004 and 2009. BRI with its largest and solid networks and infrastructure can create and
collect the loans.
More than 9,500 outlets BRI can distribute more than 180 trillion of micro loans in
2014 with the assumption of each its outlets can distribute loans IDR 2-3 billion of micro
loans. This number is supporting by the strong performance of the Teras BRI and Teras
97
Mobil. The growth of loan from the Teras BRI and Teras Mobil was exponentially inclining
from 2012 to 2013.The growth of loan was 88%. From 2010, the credit and deposit grew by
more 100% of CAGR. The writer believes that the credit will grow by 81% and deposit by
101% because more than 2,000 of Teras BRI and Teras Mobil operated in Indonesia since
2013.
The business model of BRI is playing in high yield lending favors BRI to earn stable
and high interest income. Most of the BRI’s credit portfolio is dominated by the high yield
which is more 50%. In 2013, BRI has 58% of total loan in the high yield, 31% in micro credit,
22% in small commercial and 5% in medium loans. Usually, the yield of micro is 18-19%,
corporate is 5-6% and retail 13-14%. The author estimated that the yield will not be
different from previous year. Actually, the interest rate is positively correlated with the
inflation. However, due to conservative projection, the author projected that in 2014, BRI
will be able to earn interest income from loan 12% which will grow by 19%. The other
interest income from the other earning assets will contribute by 5% of interest.
The other operating income will be driver by the fee income. From year to year fee
income has established its presence through its deposit administration fee and the ebanking. The deposit fee administration will be growing as the number of deposit and credit
growing. In Q1 of 2014, the deposit administration fee grew by 21% from IDR 662 billion in
Q1 of 2013 so the writer projected that by taking the function of total deposit, the deposit
adm. Fee will be growing by 18%. The e-banking contributes 14.5% of total income growing
45.5% from Q1 of 2013. The writer assumes that increasing in number of deposit accounts
will increase the e-banking. The projection of e-banking income will depend on the number
of transactions and the income from previous years.
In short, the growth driver of Bank Rakyat Indonesia is micro credit. The other loans
portfolio slightly increases due to the economy activity and engagement of ASEAN Economy
Community. Bank Rakyat Indonesia’s income will be driven by the high yield of interest rate
and presence of the fee based income.
98
Projection & Assumptions of Expenses
The projection of interest income will be depended on the outstanding of third
party funds and other borrowing funds. The cost of fund is affected by the BI rate. The
increasing of BI rate will increase the cost of funds. However, from 2010 BRI was able to
manage the cost of fund below 5% by more 55% of financing in low cost and other in high
cost. Hence, the projected of the interest expenses will be derive from function of historical
COF and the sum of deposit and other interest bearing liabilities. In 2014, the writer
estimated that the deposit will grow by 18% with LDR ratio 91%. The writer assume that
there is tight monetary in Indonesian economy. Thus, Bank Rakyat Indonesia is more focus
on the repayment capacity.
The Operating expenses goes to the payment of salaries. G&A expenses,
promotion, premium paid in government guarantees and other expenses. The writer applies
the function of total revenue to estimate the operating expenses. The projected of gain
from securities will be calculated from the sensitivity of the gain to the investment activities.
The tax will be estimated by the average tax rate to earnings before tax (EBT) in the last five
years multiply to the current EBT. The projected balance sheet and income will be in
appendix 1 and 2.
99
4. Financial Analysis- Retail Funding, Selective Loan Growth
Table 9 Financial
Highlight
Financial Highlights
Asset/liabilities
Total assets (IDR billion)
Total Loans (gross) (IDR billion)
Total Deposits (IDR billion)
Asset Quality
NPL-gross
NPL-nett
Liquidity
LDR
Reserve Requirement-IDR
Reserve Requirement-FX
Profitability
Net profit (IDR billion)
NIM
ROE
ROA-b.t
Cost of Fund
Cost of efficiency (CER)
Opr expenses to opr.income
Capital
Tier 1 CAR
Total CAR
2009
314,746
205,522
254,118
2010
398,393
246,964
328,556
2011
456,531
283,583
372,148
2012
535,209
348,227
436,098
2013
606,370
430,618
486,366
Q1'13
511,977
361,250
403,089
Q1'14
595,741
432,436
470,017
3.52%
1.08%
2.78%
0.74%
2.30%
0.42%
1.78%
0.34%
1.55%
0.31%
1.97%
0.46%
1.78%
0.47%
80.88%
5.90%
1.00%
75.17%
8.05%
1.00%
76.20%
9.33%
8.00%
79.85%
10.64%
8.17%
88.54%
8.02%
8.00%
89.62%
8.02%
8.00%
92.00%
8.02%
8.00%
7,308
9.10%
35.20%
3.70%
6.00%
46.80%
77.70%
11,472
10.80%
43.80%
4.60%
4.90%
42.20%
70.90%
15,083
9.60%
42.50%
4.90%
4.70%
41.20%
66.70%
18,521
8.42%
38.66%
5.15%
3.68%
43.11%
60.58%
21,160
8.55%
34.11%
5.03%
3.71%
42.13%
60.58%
5,007
8.19%
32.63%
4.76%
3.54%
44.22%
60.46%
5,902
9.06%
30.95%
5.02%
3.94%
41.80%
62.96%
12.00%
13.20%
12.00%
13.80%
13.70%
15.00%
15.86%
16.95%
16.13%
16.99%
16.90%
17.91%
17.46%
18.27%
Sources: Bank Rakyat Indonesia
In the past few years, Bank Rakyat Indonesia awarded as one of the most profitable
banks in Indonesia although its assets relatively small compares to its competitors Bank
Mandiri. Table 9 shows that Bank Rakyat Indonesia performed solid and resilient financial
position. Year to year, the Rakyat can secure low cost of funds by 14% CAGR and relocated
16% CAGR of loans from 2009 to 2013. Beside, BRI was able to manage its assets quality
through better, improving and sound of NPL which were below the industry. After the
financial crisis in 2008, Bank Rakyat Indonesia can fulfill the requirements that Bank
Indonesia Imposed. The important thing was Bank Rakyat Indonesia gratified its investors
through its high.
100
BALANCE SHEET
Bank Rakyat Indonesia had strong balance sheet structure, sufficient liquidity, and
prudent loan distributions. BRI actively looked for the low cost of funds.
From 2009 to 2013, Bank Rakyat Indonesia’s loan grew at the range 15% to 25% YOY
with 16% of CAGR. Figure 2 identifies that loan composition of Bank Rakyat Indonesia was
consistently dominated by the micro lending followed by the small commercial, consumer
and corporate. The micro lending grew 21% YOY and maintained as the largest component
of loan collection to be the growth driver.
Oct 05: subsidized
fuel’s price
increased IDR
2,400 to IDR 4,500
May 08:
subsidized fuel’s
price increased
IDR 4,500 to IDR
4,000
June 13:
subsidized fuel’s
price increased
Figure 10 Inflation & NPL, Sources: Bank Rakyat Indonesia
Figure 10 proves that the quality loan portfolio of Bank Rakyat Indonesia is more
stable than NPL of industry in the presence of economic shock. For instance, in 2005 and
2008 when there was rising in inflation rate due to the hiked fuel prices which was
worsening the banking NPL, Bank Rakyat Indonesia can control its NPL below the industry.
101
Table 10 NPL
NPL
M icro
Consumer
Small Commercial
M edium
SoE
Corporate
Total
2009
1.4
1.35
4.21
12.31
0.23
7.83
3.52
2010
1.21
1.4
5.11
6.9
0
4.64
2.78
2011
1.19
1.53
4.53
7.11
0
2.24
2.3
2012
1.09
1.6
3.75
5.09
0
1
1.78
2013
1.04
1.4
3.13
4.38
0
0.87
1.55
Q1'13
1.29
1.69
4.63
5.47
0
0.97
1.97
Q1'14
1.33
1.5
3.85
5.27
0
0.92
1.78
Sources: Bank Rakyat Indonesia
Not only increased the loans portfolio and distributed it with high yield lending,
Bank Rakyat Indonesia also can maintain the low non-performing loan (NPL) compare to
industry which was around 5%. In the last five years, Bank Rakyat Indonesia can control its
total NPL below 4%. The BRI’s loan distribution was more resilient because the loan
composition was dominated by the micro-loans. As result, in Q1 of 2014, NPL of BRI was in
level 1.78% below the industry which was 1.99%. Hence, bankers give nickname for Bank
Rakyat Indonesia as an expertise in micro lending and admire its ability to manage the
quality of the loans.
Preserving the quality of micro-lending, BRI included the quality of credit as key
performance of indicator (KPI) of the employees which is the Mantri Kredit. A Mantri Kredit
acts as the marketing of BRI in micro-loans business. In past five years, NPL of micro loans
was below 2%. In Q1 of 2014, NPL noted at 1.33% slightly increased from 1.29% in Q1 of
2013.
On the other hands, the allocation of loans
portfolio to consumer loans grew by 18.4% YOY
with the biggest contribution coming from the
salary based loan (77%). Bank Rakyat Indonesia
can maintain the repayment by automatically cut
it from the salary. In the last five years, the loan
quality can control at below 2% and in Q1 of
Figure 11 Consumer Loans, Bank Rakyat Indonesia 2014, the NPL recorded at 1.5%.
102
The other BRI’s loan types are state owned enterprise (SOE) and Corporate loans.
There is a shifting position in BRI’s SOE and corporate loans collection. The SOE loan
increased it presence at the loan by occupied 56% of the total loan of the SOE and corporate
loans since 2011. From the figure 13 shows that the SOE loans collection was dominated by
the agribusiness and infrastructure. The corporate loans portfolio was dominated by the
agribusiness. The SOE loan quality is manageable with zero NPL in the last four years. From
2009, NPL of corporate loan dramatically declined from 7.83% to 4.64% in 2010 and went
down again to 0.87% in the end of 2013. In Q1 of 2014, the NPL of corporate loan recorded
at 0.92% slightly declined from 0.97% in Q1of 2013.
Figure 12 SOE & Corporate Loans, Sources: Bank Rakyat Indonesia
103
Figure 13 SOE & Corporate Loans Distribution, Sources: Bank Rakyat Indonesia
Table 10 depicts that the biggest contribution of the NPL came from the small and
medium commercial as the loans contributed 4-12% of NPL for the last past five years. The
reason of high NPL was because the characteristics of the consumers. The consumers of
small and medium commercial loans are the low- middle income people that typically do
not have permanent jobs or work in informal sectors. However, in the last five years, BRI
can restructure its small commercial and medium and reduce its NPL. In Q1 of 2014, the
small commercial loans had 3.85% and medium loans recorded at 5.27 % slightly declined
from 5.47% in Q1of 2013.
Figure 14 shows that Bank Rakyat Indonesia can raise the third party funds (TPF) in
three types which were demand deposits, savings and time deposits. From 2009 until 2013,
third party funds grew by 20% in average with 14% CAGR. The deposit trend was dominated
by the saving account and followed by the time deposits. Besides that, the tighter
liquidation system in banking system tightened the competition to gather the third party
funds which was resulting a surge in the cost of funds. There were some banks that
increased their interest rate of saving, but Bank Rakyat Indonesia focused on repayment
capacity to eliminate the risk of non-performing loans
104
Figure 14 Deposit Trend, Sources: Bank Rakyat Indonesia
Bank Rakyat Indonesia not only succeed to
cultivate its TPF, but also to secure the TPF
in low cost of funds. Figure 16 explains that
the 60% of the funds were coming from the
low cost of financing. In 2013, when the
tighter liquidation system
in banking
system, Bank Rakyat Indonesia can manage
its low cost of funds slightly below the
previous years.
Figure 15 Deposit-QoQ growths, Sources: BRI
Bank Rakyat Indonesia has a longterm commitment to optimize
CASA through utilizing its robust
network, which has more than
9,000 real-time online outlets.
More than 85% of the total
outlets BRI are micro-owned
outlets
accordance
with
the
target segment, 80% of the
micro-finance.
105
Figure 16 Deposit Compositions, Sources: Bank Rakyat Indonesia
Figure 17 BI Rate & CoF, Sources: Bank Rakyat Indonesia
Figure 17 is the line chart of BI rate and cost funds. The figure shows that BI Rate
slightly affected the cost of funds from year to year although we are not sure how and how
much the BI Rate impacts the third party fundraising. If BI rate increase, the cost of fund will
increase and another way around will happen. However, when look the line chart, Bank
Rakyat Indonesia can eliminate its interest expenses far below the BI rates since 2009 until
2013.
INCOME STATEMENT
There was still a downward trend in net interest margin (NIM) that occurred since
2010. However, the declining of NIM was more sloping in the year 2013. In Q1of 2014, NIM
showed little improvement. Alongside, BRI’s NIM compared to its competitors counted was
high which industry recorded at 3.43% and BRI was at 8% in average. In the middle of BI
policies that were continuing to increase interest rates, BRI can maintain its NIM above the
average banking.
106
4,860
3,928
3,367
2,813
2,102
1,244
1,036
2009
2010
2011
2012
2013
Q1'13
Q1'14
Figure 18 Historical Fee Incomes, Sources: Bank Rakyat Indonesia
As stated in business description, interest income is still the main cash machine for
Bank Rakyat Indonesia. The distribution of loans to micro consumers which grew by 21%
yoy, the bank was able to charge in premium yield. Beside, commit in micro lending, BRI
strenthen its fee income presence. From 2009, the fee income increased exponentially
above 20%. Bank Rakyat Indonesia believes that fee income has room to grow as it owns the
largest customers baased in Indonesia.
Figure 19 shows that the biggest contribution of the fee income was coming from
the deposit administration fee. In 2014, Bank rakyat Indonesia expects that the income from
e-banking will be growing because there is improvement and increasing the number of ebanking falities (ATM, internet Mobile, etc.). In the end of 2013, the fee based income
contribute 7.2% of total income and growing 24% yoy from 2012.
107
Figure 19 Fee based composition income (Idr million), Sources: Bank Rakyat Indonesia
The return on equity (ROE) of the BRI was well maintained with at 28-40%. The 2840% of ROE show the ability of the bank to generate income and efficiently operate and
utilize its eaning assets. The high ROE was one of the attractive figure for the investors to
invest in Bank Rakyat Indonesia.
5. Investment Risks
1. MACRO-ECONOMY RISK
Bisnis Indonesia (2013) reported that the increasing of BI rate by 150 bps to7.25%
will affect the banks’ profit in 2014 by creating issues which are declining of net interest
margin, increasing of credit risk, increasing of operational cost and the slowing down of
business activities. Even, the government tightens the financial regulation by increasing the
minimum reserve requirement, LDR and CAR to control the financial stability.
Fifty percent of BRI’s loan portfolio went to MSME (Financial Statement, 2014) and
60% of its accounts came from villages (Sindo, 2013) benefited BRI through its uniqueness
that has been tested in economic shock/ crisis.
ï‚·
The first point is it has low correlation with fluctuation of exchange rates
due to distribution of loan to remote areas where the borrowers are not (less)
engaged with the export and import activities. According to Sander and
Cornett
108
(2011) sources of foreign exchange risk exposure is coming from the trading and
dealing in foreign currency and the number of foreign liabilities and assest that bank
has. BRI committed its business in domestic lender (Basir, 2014) will not be directly
engaged to the foreign currency risk.
ï‚·
The next point is it has premium yield compares to corporate loan. The
distribution of loans to remote areas allows BRI to charge the borrower with the
high yield. Bisnis Indonesia (2013) reported that the increasing of BI rate increase
the cost of fund of banks includes BRI. To mitigate the risk, the manager can
calculate the sensivity of the assets or liabilities of bank using duration model or
earning simulation model to manage the asset liabilities of bank. However, Bank
Rakyat indonesia’s balance sheet is asset sensitive. Although, there are increasing in
cost of fund, BRI can charge high yield to its borrowers (Basir, 2014). Figure 10 and
figure 17 show the cost of funds were less sensitive to high inflation and BI rate.
Additionally, from past financial performance of BRI, BRI’s loans and deposits
outstanding were growing from year to year instead of the tight monetary policy.
Bisnis Indonesia (2013) stated that changing in BI rate will influence the banks
performance. It can affect the NIM, and cost of credit. Based on JP Morgan analysis in 2012,
the sensitivity of profit and loss due to the changing in interest rate is shown by the table
11.
Table 11
PPOP
EPS
Impact (%) Impact (%)
NIM Assump tion
8.09%
Imp act of each 10 bps 1.80%
Cost- Income Ratio
Imp act of each 1%
Credit Cost
Imp act of each 10bp s
2.10%
44.30%
4.10%
4.70%
1.90%
0.00%
1.60%
109
Sources: JP Morgan’s estimation
The JP Morgan’s analyst concluded that by assuming the NIM at level 8.09%,
increasing of 10 bps in NIM will increase the Pre-provision operating profit (PPOP) by 1.8%
and EPS 2.1%. Hence, increasing the NIM level from 8.09% to 8.19% will increase the value
by 1.8% of PPOP and 2.1% of EPS’ estimation. The changing in credit cost by 10bps slightly
will not affect the PPOP, but will affect the EPS’ estimation by 1.6%.
ï‚·
Tchana (2014) found that the large reserve requirement reduce crissi
duration and capital adequacy requirment improve stability means that the
regulation is absolute in banking system. The government imposed the banks with
tight monetary policies which were the inclining of BI rate, the increasing of LDR and
the changing in CAR and reserve requirement tighten the liquidity of banks. BRI
solve its liquidity problem by increasing number of deposits. The alternative solution
is increasing its fee income through internet banking and derivative products. Bank
Rakyat Indonesia can occupy its large customer base to increase fee income by
providing timely and efficient internet banking. Also, Bank Rakyat Indonesia can
utilize its large customer base to the new derivative products such as insurances and
asset management. It can be Sharia deposit, Insurances, Education Saving, etc.
Increase the fee income instead of increase the loan’s distribution is more
alternative solution for banks to increase their liquidity. However, Bank Rakyat Indonesia
can develop both of the strategies. Bank Rakyat Indonesia can distribute loans to micro
customers as the customers are less sensitive to the high interest rate. Bank Rakyat
Indonesia also can occupy its large customer base to increase fee income by providing
timely and efficient internet banking. Also, Bank Rakyat Indonesia can utilize its large
customer base to the new derivative products such as insurances and asset management.
2. OPERATIONAL RISK (TECHNOLOGY & PEOPLE)
It has been proved that internet banking (IB) enabled people to complete their
financial activities in cost-effective and effecient time (Markis et al., 2009) and can beneficial
110
for financial institution in way eliminate cost relative to other form banking and give more
timely and complete customer information ( Gerrad & Cunningham, 2003) in Khedmatgozar,
Keating, & Hanafizadeg (2013). Kimball & Gregor (1995) in Calisir and Gumussoy (2008)
stated to attract new customers and retain the existing customers, the bank is required to
develop alternative channels. Hence, Gerrad & Cunningham (2003) stated that banks spent
much money on internet banking.
BRI is conscious on the role of e-channel and internet banking so BRI developed and
strengthen its infrastucture and e-channel and even build BRI mobile (infobank, 2012).
However, there are some complaints from the customers (konsumen.org, 2009; kompas,
2013; Rumah Pangaduan, 2014) about BRI’s services, the high cost of BRI mobile,
transparency, and broken ATMs. Reputation and trust is important for banks to do their
activities, so BRI is required to improve its quality services and technology. One of big step
3. THREAT FROM NEW ENTRANTS
Many small banks enter the battle of micro lending as it offers premium yield. There
are local banks such Bank Perkreditan Rakyat and private banks enter the market. However,
not all banks can success in market as they require networks, infrastructure, experiences,
people and reputation. It will be costly for small banks to develop their infrastructure and
networks. If they did not have reputation and ability to raise fund in low cost of financing, it
will reduce it income. Moreover, providing loans to MSMEs business has its challenge. Bank
Rakyat Indonesia in the beginning of their business faced high yield of non- performing loan.
4. RISK TO TARGET PRICE
Table 12 Sensitivity of price to Terminal growth & Cost of equity
111
Cost of equity
Terminal Growth
11,155
11.69%
12.69%
13.69%
14.69%
15.69%
4%
12,242
10,759
9,583
8,629
7,840
5%
13,525
11,689
10,278
9,160
8,253
6%
15,258
12,899
11,155
9,813
8,750
7%
17,732
14,533
12,293
10,636
9,363
8%
21,547
16,865
13,831
11,706
10,135
Sources: the writer’s estimation
Table 12 shows the relationship of price to terminal growth and cost of equity. 1%
decreases in terminal growth will decrease the price by 9% and 1% increases in terminal
growth will increase the price by 10%. Then, 1% declines in cost of equity will eliminate the
price by 12% and increases in 1% of cost of equity will raise the price by 16%. The writer
concludes that, the target price of Bank Rakyat Indonesia is sensitive to the growth and cost
of equity, but if it is compared between cost of equity and terminal growth, target price is
more sensitive to the cost of equity.
V. CONCLUSION
Conclusion
The target price of Bank Rakyat Indonesia is IDR 11,155 by applying the discounted
of residual income. The assumption of EPS will grow by 12% from 2013 and discounted rate
at 13.69%. The current price of BBRI in market was underperformed. Bank Rakyat Indonesia
has achieved high of return equity (ROE) through its strategy and commitment focus on
micro lending business.
Bank Rakyat Indonesia owns the largest network which is supported by the younger
& well educated people. BRI also has the solid infrastructure and improvement of service
quality with the largest client base. Bank Rakyat Indonesia utilizes abundant factors it has
will be able to grab huge and un-tap potential market in Indonesian, operate efficiently and
endeavor huge business potential development.
112
Based on the financial performance of BRI in the last five years, Bank Rakyat
Indonesia becomes the most profitable bank in Indonesia by focusing its business in micro
credit. By concentrating in micro lending, BRI can take the high yield. Not only that, BRI can
increases its loan portfolio with maintainable quality of the loan and manage its CASA and
liquidity by developing its fee income presence.
Recommendation
Using the residual earnings model the writer recommends the investors to buy
BBRI’s share as the current price was underperformed. Bank Rakyat Indonesia should be
priced at IDR 11,155 per share with implied PER 11.6x and PBV 3.8 x. BRI’s historical prices
have been moving at PER 11x and PBV 3.3x from last five year. The comparison of BBRI to its
competitors, Bank Rakyat Indonesia’s target price is still in line with the consensus.
REFERENCES
(2013, April 30). Disciplined Growth Investors: Using Benjamin Graham’s Stock Valuation
Formula. The Wall Street Journal. Retrieved from http://online.wsj.com/article/PRCO-20130430-905488.html
(2013, November 8). Tabungan BRI 60% berada di kawasan pedesaan. Sindonew.com.
Retrieved from http://ekbis.sindonews.com/read/803315/34/tabungan-bri-60berada-di-kawasan-pedesaan
(2014, 30 January- 5 February). Sofyan Basir, Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia: Pemilu
Berdampak Positif bagi UMKM. Sindoweekly, NO.48. Retrieved from
http://m.sindoweekly-magz.com/artikel/48/ii/30-januari-5-februari2014/business/286/pemilu-berdampak-positif-bagi-umkm
113
(2014, March 19). Dari Kas Masjid Hingga Ambisi Kuasai Langit. Bisnis Indonesia. p.10
Almawadi, I & Himawan, A. (2014, February 10). Rapor Bank TAhun 2013 Masih Kinclong.
Kontan. Retrieved from http://keuangan.kontan.co.id/news/rapor-bank-tahun2013-masih-kinclong
Bank Central Asia. (2014). Retrieved from www.bca.co.id
Bank Danamon. (2014). Retrieved from www.danamon.co.id
Bank Indonesia. Laporan Tahunan Bank Indonesia. Retrieved from www.bi.go.id
Bank Mandiri. (2014). Retrieved from www.ir.bankmandiri.co.id
Bank Rakyat Indonesia, (2014). Retrieved from www.ir-bri.com
Damodaran, Aswath. (2006). Damodaran on valuation: Security analysis for investment and
corporate finance (2nd ed.). Hoboken, NJ: John Wiley & Sons
Damodaran, Aswath. Equity Risk Premium. Stern School Of Business. Retrieved from
http://www1.worldbank.org/finance/assets/images/Equity_Risk_Premiums.pdf
Daniel, W. (2014, May 12). Ini 9 Perusahaan RI yang Masuk 2000 Perusahaan Terbesar
Dunia. Detik Finance. Retrieved from
http://finance.detik.com/read/2014/05/12/115925/2579969/4/5/ini-9-perusahaanri-yang-masuk-2000-perusahaan-terbesar-dunia#bigpic
De weert, Frans. (2011). Bank and Insurance Capital Management.West sussex, UK: John
Wiley & Sons Ltd.
Dermine, Jean. (2009). Bank Valuation and Value-Based Management. United States:
McGraw- Hill, Inc
Dwiantika, Nina. (2014, May 20). Hasil Stress Test BI, Modal Bank Sehat Walafiat. Kontan.
Retrieved from http://keuangan.kontan.co.id/news/hasil-stress-test-bi-modal-banksehat-walafiat/2014/05/20
Fabi, R & Rahadiana, (2014, February 11). Despite good data, headwinds await Indonesia’s
economic growth. Reuters. Retrieved from
http://www.reuters.com/article/2014/02/11/indonesia-economyidUSL3N0LC2E320140211
114
Graham, Benjamin and Odd, David. (2009). Security analysis: Principles and technique (6th
ed). United State: McGraw-Hill
Hamonangan, Frans&Sulistyawati, Dyah.(2012). Perhitungan Harga Saham Wajar PT. Bank
Central Asia Tbk dengan Menggunakan Metode Discounted Earning Approach &
Price to Book Ratio.Journal of Capital Market and Banking.1(1), 20- 36.
Hanafizadeh, P., Keating, B.W., Khedmatgozar, H. R. (2013). A Systematic Review of Internet
Banking Adoption. Telematics and informatics, 31 (2014), 492-510
Helen, D. (2014, May 20). Prospek Industri Perbankan 2014 Diprediksi Cukup Baik. Bisnis
Indonesia.
Retrieved
from
http://finansial.bisnis.com/read/20140520/90/229203/prospek-industri-perbankan2014-diprediksi-cukup-baik
International Monetary Fund. (2014). World Economic Outlook: Recovery Strengthens.
Remain Uneven. Retrieved from
http://www.imf.org/external/Pubs/ft/weo/2014/01/
James, W. (1963). Dividend Policy: Its influence on the Value of the Firm. Journal of Finance.
280-291
Janjigian, V., Horan, S.M., Trzcinka, C. (2011). Investment Course: TimelessPrinciples for
Building Wealth. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Son
Kementerian Koperasi. (2014). Kementrian KUMKM Dorong Permodalan Usaha Mikro.
Retrieved from
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1451:k
ementerian-kumkm-dorong-permodalan-usaha-mikro&catid=50:bindberita&Itemid=97
Koller, Tim, Goedhart, M. and Wessel, David. (2010), Valuation: Measuring and Managing
the Value of Companies, University Edition University Edition (5th ed.). McKinsey &
Company Inc.: John Wiley & Son
Manurung, Adler H. (2013). Berani Bermain Saham. Jakarta: Kompas
Manurung, Adler H. (2013). Valuasi Wajar Perusahaan. Jakarta: Kompas
115
Manurung, Novrida. (2014, February 3). Banking by Boat Spells New Client Growth for Bank
Rakyat. Bloomberg. Retrieved from http://www.bloomberg.com/news/2014-0202/banking-by-boat-spells-new-client-growth-for-bank-rakyat.html
Marina, Rahmi, Banking Sector: Stay Selective with Big Banks. (2013, July 18). Working
Paper, Kim Eng Securities.
Marina, Rahmi. (2013). Personal Interview with analyst of Kim Eng, Coverage Banking Sector
Mishkin, Federic S. (2009). The Economics of Money, Banking, and Financial Markets (2nd ed
of the business ed.). Boston: Pearson Education, Inc.
Moody’s Analytics. (2013). Basel III Capital and Liquidity Standards-FAQs. Retrieved from
http://www.moodysanalytics.com/~/media/Insight/Regulatory/Basel-III/ThoughtLeadership/2013/2013-18-10-Basel-III-Capital-and-Liquidity-Standards-FAQ.ashx
NYU Stern. (2014). Country Default Spread and Risk Premiums. Retrieved from
http://pages.stern.nyu.edu/~adamodar/New_Home_Page/datafile/ctryprem.html
Penman, Steven H.(2004). Financial Statement Analysis and Security Valuation ( 5th ed.).
New York, NY: McGraw- Hill Education.
Saunders, A & Cornett, M.M. (2011). Financial Institutions Management: A risk
Management Approach (International ed). New York, NY: McGraw Hill
Sentana, I Made. (2014, January 5). Bank of Indonesia- 2014 Outlook. The Wall Street
Journal. Retrieved from http://blogs.wsj.com/economics/2014/01/05/bank-ofindonesia-2014-outlook/
Setiaatmadja, Jahja. Bank Central Asia Public Exposure of Q3. (2013, October 30).
Simamora, N. Sari. Bankir Hadapi Empat Tantangan. (2013, November 6). Bisnis Indonesia,
p.24.
Sipahutar, Tassia. ( 2014, January 10). Election Hype to Spur BRI Micro Loan Growth. The
Jakarta
Post.
Retrieved
from
http://www.thejakartapost.com/news/2014/01/10/election-hype-spur-bri-microloan-growth.html
Soedarmono, Wahyu, Manurung, Adler H., Alif, M. G., Nuruzzaman, &Sitorus, Romora E.
(2013). Indonesia Economic and Market Outlook: Navigating Risk &Maximazing
116
Opportunity in 2014. Paper presented at University of Siswa Bangsa Internatonal on
2013, November 23rd.
Song, Sophie. (2013, July 23). Indonesian Small Business Owners, Hut Out By Commercial
Banks, Turn to Informal Lending. International Business Times. Retrieved from
http://www.ibtimes.com/indonesian-small-business-owners-shut-out-commercialbanks-turn-informal-lending-1357823
Suryowati, Estu. (2014, May 20). Inilah Asumsi Ekonomu Makro 2015). Kompas. Retrieved
from
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/05/20/1242312/Inilah.Asumsi.Ekon
omi.Makro.2015
Tchana, F.T. (2014). The Empirics of Banking Regulation. Emerging Market Reviews, 19
(2014), 49-76
Thomson Reuters. (2013). BBRI.JK. Retrieved from the Eikon Application.
Trading
Economic.
(2014).
Indonesia:
Economic
Indicators.
Retrieved
from
http://www.tradingeconomics.com/indonesia/indicators
Wiryosukarto, Darto. Adu Jurus Berebut Mikro. (2013, November).Infobank, No.416, p. 6061.
117
APPENDIX
Appendix 1: Income Statement
Income Statement
IDR Billion
Interest Income
Interest Expenses
Net Interest Income
Fee & Other Opr. Income
Gross Operating Income
Other operating expenses
Pre Provision Opr profit
Provision
Non Opr profit/loss
Profit Before tax n minor.int
Income tax
Net profit
EPS
Dividend
2010
2011
2012
2013
2014F
2015F
2016F
43,971.00
46,949.00
47,922.00
57,301.00
67,106.17
78,506.32
93,110.36
(11,449.00) (13,079.00) (12,461.00) (14,395.00) (17,791.27) (20,826.46) (27,016.97)
32,523.00
33,870.00
35,461.00
42,906.00
49,314.90
57,679.86
66,093.39
5,458.00
5,524.00
8,166.00
8,165.00
8,260.74
9,406.85
10,513.03
37,980.00
39,394.00
43,627.00
51,071.00
57,575.64
67,086.71
76,606.43
(15,648.00) (16,288.00) (18,602.00) (21,284.00) (24,608.09) (26,823.82) (32,386.36)
22,332.00
23,106.00
25,025.00
29,787.00
32,967.55
40,262.90
44,220.07
(7,926.00) (5,532.00) (2,555.00) (3,916.00) (4,738.36) (5,591.26) (6,709.52)
497.00
1,157.00
1,169.00
1,776.00
2,420.00
1,403.80
5,615.20
14,903.00
18,731.00
23,639.00
27,647.00
30,649.19
36,075.43
43,125.75
(3,435.85) (3,667.88) (5,172.19) (6,555.74) (6,922.18) (9,326.44) (13,249.28)
11,472.00
15,083.00
18,521.00
21,160.00
23,727.02
26,748.99
29,876.47
465.00
611.40
750.80
857.80
961.86
1,084.37
1,211.15
89.01
70.04
122.28
257.33
480.93
542.19
605.58
Sources: BRI & Author’s estimation
Appendix 2: Balance Sheet
Balance Sheet
IDR Billion
Total Assets
Gross Loans
Government Bonds (Recap)
Other Earnings Assets
Total Earning Assets
Earning Assets Provision
Total Earning Assets (Net)
Total non earning assests
Total Liabilities & S.E
Total Customer deposits
Demand deposits
Saving Deposits
Time Deposit
Other Interest bearing Liabilities
Non Interest Bearing Liabilities
Tier 1 Capital
Share capital
Paid In capital
Others equity
Retained earning
2010
2011
2012
2013
2014F
2015F
2016F
398,393
246,964
13,626
113,669
374,259
(13,981)
360,252
38,141
398,393
328,556
77,049
125,198
126,310
16,595
16,595
27,673
6,167
2,774
609
27,123
456,531
283,583
8,996
127,774
420,353
(15,869)
404,484
52,047
456,531
372,148
75,579
152,474
144,095
18,413
16,195
38,215
6,167
2,774
814
40,019
535,209
348,227
4,316
131,547
484,089
(14,584)
469,505
65,704
535,209
436,098
78,753
182,643
174,702
14,466
20,008
51,593
6,167
2,774
785
55,080
606,370
430,618
4,511
115,168
550,297
(15,072)
535,225
71,145
606,370
486,366
78,017
210,004
198,346
19,873
21,261
65,964
6,167
2,774
(646)
70,868
708,115
521,048
4,511
116,317
641,876
(14,216)
627,660
80,455
708,115
573,912
92,060
247,805
234,048
19,947
21,899
819,707
614,836
4,449
123,208
742,493
(14,849)
727,644
92,062
819,707
671,821
107,766
290,080
273,977
20,086
22,556
961,857
737,804
3,553
125,150
866,507
(14,576)
851,931
109,926
961,857
799,467
120,810
340,100
338,557
20,469
23,007
6,167
2,774
686
82,732
6,167
2,774
6,167
2,774
96,106
109,867
Sources: BRI & Author’s estimation
118
Determinan Kinerja Profitabilitas Bank:
Studi Kasus Bank Yang Terdaftar di Indeks Kompas 100
Richo Dany Wijaya
Bina Nusantara Business School
Pardomuan Sihombing
PT Recapital Asset Management
Thombos PHP Sitanggang
PT Mega Asset Management
ABSTRACT
This research has the purpose to test the influence of Capital Adequacy Ratio
(CAR), Net Interest Margin (NIM), Loan to Deposit Ratio (LDR), operating
expenses/operating income (BOPO), Non Perfoming Loan (NPL) and Size of the
profitability of the bank in this regard is the Return On Asset (ROA).The authors use
Data in the research obtained from quarterly bank financial reports, in particular the
bank listed in the index Kompas 100 which is used as the object of research. The
analysis technique used in this study is using multiple regression analysis. The study
also used the test of Chow and Hausman Test to get the best regression analysis
model that is useful to know the different influence of changes of Capital Adequacy
Ratio (CAR), Net Interest Margin (NIM), Loan to Deposit Ratio (LDR), operating
expenses/operating income (BOPO), Non Perfoming Loan (NPL) and Size of
profitability (ROA). The results showed that only the influential potisif NIM and
significantly to profitability as well as BOPO and Size of negative as well as a
significant influence. The results of this research can be a material consideration for
investors in investing in banks.
Keywords: Bank, Capital Adequacy Ratio, Kompas 100, Loan to Deposit Ratio, Net
Interest Margin, Non Perfoming Loan.
119
Determinan Kinerja Profitabilitas Bank:
Studi Kasus Bank Yang Terdaftar di Indeks Kompas 100
PENDAHULUAN
Industri Perbankan adalah industri yang memegang peranan penting bagi
pembangunan ekonomi suatu negara. Dimana fungsi Bank yaitu sebagai Financial
Intermediary atau sebagai perantara antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak
yang membutuhkan dana. Fungsi ini merupakan mata rantai yang penting dalam
melakukan bisnis karena berkaitan dengan penyediaan dana sebagai investasi dan
modal kerja bagi unit-unit bisnis dalam melaksanakan fungsi produksi. Oleh karena
itu agar dapat berjalan dengan lancar maka lembaga perbankan harus berjalan dengan
baik pula (Susilo, 2000)
Menurut Ali (2006), Bank didefinisikan sebagai lembaga keuangan yang
memiliki izin usaha untuk beroperasi sebagai Bank, yaitu menerima penempatan
dana-dana yang dipercayakan masyarakat kepada Bank tersebut, memberikan
pinjaman kepada masyarakat dan dunia usaha pada umumnya, memberi akseptasi atas
berbagai bentuk surat utang yang disampaikan pada Bank tersebut serta menerbitkan
cek. Adapun definisi Bank menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 7
tahun 1992 tentang Perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannnya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
orang banyak. Adapun Bank yang dikenal di Indonesia terdiri dari dua jenis, yaitu
Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
Bank umum dalam melaksanakan kegiatan usaha adalah secara konvensional
dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran. Sedangkan, Bank Perkreditan Rakyat atau BPR melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang atau dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank-bank tersebut dalam menjalankan aktifitasnya harus memenuhi beberapa
peraturan yang dibuat oleh Bank Indonesia selaku Bank Sentral. Salah satu peraturan yang
harus dipenuhi oleh bank-bank umum dan BPR adalah tingkat kesehatan Bank. Penilaian
tingkat kesehatan Bank berdasarkan Peraturan Bank Indonesia nomor 6/10/PBI/2004
mencakup penilaian terhadap faktor-faktor sebagai berikut:
1. Pemodalan (Capital)
2. Kualitas Aset (Asset Quality)
3. Manajemen (Management)
4. Rentabilitas (Earning)
5. Likuiditas (Liquidity)
6. Sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk)
Menurut Syofyan (2002), kinerja perbankan dapat diukur dengan
menggunakan rata-rata tingkat bunga pinjaman, rata – rata tingkat bunga simpanan,
120
dan profitabilitas perbankan. Selanjutnya dalam penelitian tersebut menyatakan
bahwa tingkat bunga simpanan merupakan ukuran kinerja yang lemah dan
menimbulkan masalah, sehingga dalam penelitiannya disimpulkan bahwa
profitabilitas merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur kinerja suatu
Bank. Ukuran profitabilitas yang digunakan adalah Rate of Return Equity (ROE)
untuk perusahaan pada umumnya dan Return on Asset (ROA) pada industri
perbankan. Return on Asset (ROA) memfokuskan kemampuan perusahaan untuk
memperoleh earning dalam operasi perusahaan, sedangkan Return on Equity (ROE)
hanya mengukur return yang diperoleh dari investasi pemilik perusahaan dalam
bisnis tersebut (Siamat, 2006). Sehingga dalam penelitian ini ROA digunakan sebagai
ukuran kinerja perbankan.
Alasan dipilihnya Return On Asset (ROA) sebagai ukuran kinerja adalah
karena ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan didalam
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Menurut
Suad Husnan (2005), ROA merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total
asset, semakin besar ROA menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena
tingkat pengembalian (return) semakin besar. Apabila ROA meningkat, berarti
profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga dampak akhirnya adalah peningkatan
profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham (Husnan, 2000). Oleh karena itu
ROA merupakan rasio yang tepat digunakan untuk mengukur efektifitas suatu
perusahaan/Bank dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang
dimilikinya. Prediksi terhadap Return On Asset (ROA) bisa dengan cara melihat rasio
keuangan perusahaan tersebut. Rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), Net Interest Margin (NIM),
Loan to Deposit Ratio (LDR), Biaya Operasional/ Pendapatan Operasional (BOPO),
Non Perfoming Loan (NPL) dan Size karena rasio-rasio keuangan tersebut merupakan
rasio yang digunakan oleh Bank Indonesia (BI) untuk mengukur tingkat kesehatan
Bank yang ditinjau dari fungsi Bank sebagai fungsi intermediasi.
Bank yang dapat selalu menjaga kinerjanya dengan baik yaitu dari segi
prospek usahanya yang dapat selalu berkembang dan meningkatkan sikap kehatihatian dalam upaya pengelolaan assetnya, maka jumlah dana dari pihak ketiga yang
berhasil dikumpulkan meningkat. Hal ini merupakan indikator naiknya tingkat
kepercayaan masyarakat pada Bank yang bersangkutan. Untuk mendapatkan
kepercayaan itu maka Bank harus berusaha memperbaiki dan mempertahankan
kinerja keuangannya. Semakin baik kinerja keuangannya, maka semakin besar pula
tingkat kepercayaan yang diberikan oleh nasabah untuk menyimpan dananya di Bank.
Terpeliharanya tingkat kepercayaan itu, didukung dari kemampuan dan keahlian yang
dimiliki oleh para pengurus Bank.
Pengelolaan Bank mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan jangka panjang dan
tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang suatu Bank adalah mencari keuntungan
atau laba, sedangkan tujuan jangka pendek suatu Bank adalah untuk memenuhi
cadangan minimum, pelayanan yang baik kepada langganan dan strategi dalam
melakukan investasi (Nopirin, 2008). Adapun jumlah Bank yang ada di Indonesia
121
hingga akhir Desember 2012 adalah berjumlah 1.773 yang terdiri dari 120 Bank
umum dan 1.653 Bank Perkreditan Rakyat. Untuk mengetahui perkembangan dari
Bank Umum dan Bank Pekreditan Rakyat yang ada di Indonesia maka dapat dilihat
dari tabel 1.1 yang merupakan data perkembangan ROA, CAR, NIM, LDR, BOPO,
NPL dan Size Bank Umum dan BPR di Indonesia dari tahun 2009 – 2012.
Tabel 1.1 mengindikasikan bahwa terdapat fluktuasi rasio ROA, rasio modal
(CAR), Size, rasio biaya operasional (BOPO), rasio NIM, rasio NPL dan rasio
likuiditas (LDR). Melihat dari fluktuasi yang ditunjukan oleh tabel maka penilaian
profitabilitas untuk menentukan kebijakan – kebijakan guna mempertahankan
kelangsungan operasional Bank sangat penting dalam menghadapi persaingan sesama
jenis usaha.
Penilaian terhadap kinerja keuangan pada Bank sangat penting bagi setiap
stakeholder Bank tersebut. Kinerja Bank dapat memberikan kepercayaan kepada
deposan dan investor guna menyimpan dananya. ROA penting bagi Bank karena
ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan
keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Dalam menghasilkan
ROA pun tentu di pengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah dari rasiorasio seperti CAR, NIM, LDR, BOPO, NPL, dan Size dari bank itu sendiri. Tentunya
hal ini menjadi suatu perhatian khusus bagaimanakah pengaruh dari rasio-rasio diatas
terhadap ROA suatu bank khususnya bank yang ada di Indonesia.
Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh dari Capital Adequacy Ratio (CAR), Net
Interest Margin (NIM), Loan to Deposit Ratio (LDR), Biaya Operasional/
Pendapatan Operasional (BOPO), Non Performing Loan (NPL) dan size secara
masing - masing terhadap Return On Asset (ROA) Bank di Indonesia.
122
Tinjauan Teoritis
Tinjauan Teori
Menurut Syofyan (2002), kinerja perbankan dapat diukur dengan
menggunakan rata – rata tingkat bunga pinjaman, rata – rata tingkat bunga simpanan,
dan profitabilitas perbankan. Lebih lanjut lagi dalam penelitiannya menyatakan
bahwa tingkat bunga simpanan merupakan ukuran kinerja yang lemah dan
menimbulkan masalah, sehingga dalam penelitiannya disimpulkan bahwa
profitabilitas merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur kinerja suatu
Bank. Untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja suatu perusahaan, analisa
keuangan membutuhkan suatu ukuran.
Ukuran profitabilitas yang digunakan adalah rate of return equity (ROE)
untuk perusahaan pada umumnya dan Return On Asset (ROA) pada industri
perbankan. Return On Asset (ROA) memfokuskan kemampuan perusahaan untuk
memperoleh earning dalam operasi perusahaan, sedangkan Return On Equity (ROE)
hanya mengukur return yang diperoleh dari investasi pemilik perusahaan dalam bisnis
tersebut (Siamat, 2006). Prediksi terhadap Return On Asset (ROA) bisa dengan cara
melihat rasio keuangan perusahaan tersebut.
Rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Capital
Adequacy Ratio (CAR), Net Interest Margin (NIM), Loan to Deposit Ratio (LDR),
Biaya Operasional/ Pendapatan Operasional (BOPO), Non Perfoming Loan (NPL)
dan Size karena rasio-rasio keuangan tersebut merupakan rasio yang digunakan oleh
Bank Indonesia (BI) untuk mengukur tingkat kesehatan Bank yang ditinjau dari
fungsi Bank sebagai fungsi intermediasi. Size Bank juga dimasukkan kedalam
independen variabel untuk menghitung ukuran yang berhubungan dengan ukuran
ekonomi atau disekonomi, dalam beberapa literatur finansial total asset dari sebuah
Bank digunakan sebagai proxy atau pendekatan untuk size Bank tetapi untuk
menghubungkan dengan dependen variabel ROA total asset diubah kedalam log total
asset (Naceur, 2003).
Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Hipotesis 1: Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif terhadap Return On
Asset (ROA) Bank di Indonesia.
Hipotesis 2: Net Interest Margin (NIM) berpengaruh positif terhadap Return On Asset
(ROA) Bank di Indonesia.
Hipotesis 3: Loan to Deposit Ratio (LDR) positif berpengaruh terhadap Return On
Asset (ROA) Bank di Indonesia.
Hipotesis 4: Biaya Operasional/ Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh
negatif terhadap Return On Asset (ROA) Bank di Indonesia.
Hipotesis 5: Non Perfoming Loan (NPL) berpengaruh negatif terhadap Return On
Asset (ROA) Bank di Indonesia.
Penelitan Sebelumnya
123
Werdaningtyas (2002), Mawardi (2005), dan Yuliani (2007) menunjukkan
adanya pengaruh yang positif signifikan antara Capital Adequecy Ratio (CAR)
terhadap Return On Asset (ROA). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Usman (2003) yang menunjukkan hasil bahwa Capital Adequacy
Ratio (CAR) berpengaruh negatif dan signifikan. Lalu BOPO yang diteliti Sudarini
(2005) memperlihatkan bahwa BOPO berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Return On Asset (ROA) yang hasil penelitian ini senada dengan Usman (2003).
Sedangkan penelitian yang dilakukan Mawardi (2005) dan Mintarti (2007)
menunjukkan hasil yang sebaliknya, yaitu BOPO berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap Return On Asset (ROA).
Penelitian yang dilakukan Mawardi (2005); Usman (2003) dan Sudarini
(2005) menunjukkan hasil bahwa Net Interest Margin (NIM) berpengaruh positif
terhadap Return On Asset (ROA). Di lain pihak, penelitian yang dilakukan Aryanti
(2010) memperlihatkan hasil bahwa Net Interest Margin (NIM) tidak berpengaruh
signifikan dan positif terhadap Return On Asset (ROA). Loan to Deposit Ratio (LDR)
menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan Usman (2003) dan
Ariyanti (2010) menunjukan bahwa hasil Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Return On Asset (ROA). Sedangkan penelitian yang dilakukan
oleh Werdaningtyas (2002) menunjukkan hasil bahwa Loan to Deposit Ratio (LDR)
berpengaruh negartif dan tidak signifikan terhadap Return On Asset (ROA).
Penelitian Yigremachew (2008) menganalisis faktor bahwa Size Bank
berpengaruh positif terhadap profitabilitas Bank, hasil itu berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Athanasoglou (2005) yang hasil penelitiannya adalah akibat dari
pertumbuhan size berpengaruh positif terhadap profitabilitas hanya sebatas beberapa
aspek, kenyataan Bank yang tumbuh menjadi sangat besar mengakibatkan pengaruh
size menjadi negatif terhadap profitabilitas.
Metode Penelitian
Pengumpulan Data dan Metode Analisis
Penelitian ini mengambil populasi dari seluruh Bank di Indonesia yang
beroperasi selama masa penelitian yaitu dari Januari 2009 sampai desember 2012.
Penarikan sampel sendiri menggunakan metode purposive sampling. Teknik
purposive sampling adalah teknik pemilihan sampel berdasarkan pada karakteristik
tertentu yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteristik populasi yang
sudah diketahui sebelumnya (Umar, 2004). Populasi Bank sebanyak 1.773 yang
terdiri dari 120 Bank umum dan 1.653 Bank Perkreditan Rakyat setelah diambil
sampel ternyata 111 Bank umum tidak memenuhi kriteria, sedangkan bank-bank
perkreditan tidak ada yang memenuhi kriteria. Kriteria yang digunakan dalam
penentuan sampel meliputi :
a. Perusahaan perbankan di Indonesia yang terdiri dari Bank umum dan Bank
Perkreditan Rakyat.
b. Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang aktif beroperasi selama periode
penelitian.
124
c. Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang secara berkala mempublikasikan
laporan keuangan secara lengkap selama periode penelitian serta tidak pernah
dicabut ijin usahanya.
d. Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang termasuk kedalam daftar kompas
100 dan tidak pernah terdelisting dari daftar kompas 100 selama periode
penelitian.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tabel 1.2
Data Bank Yang Terdaftar di Kompas 100
Bank Tercatat di Kompas 100
Bank Central Asia
Bank Bukopin
Bank Negara Indonesia
Bank Rakyat Indonesia
Bank Tabungan Negara
Bank Danamon
Bank Pembangunan Jawa Barat & Banten
Bank Mandiri
Bank Pan Indonesia
Sumber:IDX
Teknik Analisa Data
Analisis data mempunyai tujuan untuk menyampaikan dan membatasi
penemuan-penemuan hingga menjadi data yang teratur serta tersusun dan lebih
berarti. Analisis data yang dilakukan adalah analisis kuantitatif yang dinyatakan
dengan angka-angka dan perhitungannya menggunakan metode standart yang dibantu
dengan program Eviews versi 7. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis regresi linear berganda.
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menguji pengaruh CAR,
NIM, LDR, BOPO, NPL dan Size terhadap profitabilitas (ROA) Bank yang ada di
Indonesia yang terdaftar pada Bank Indonesia periode tahun 2009 hingga 2012.
Sebelum analisa regresi linier dilakukan, maka harus diuji dulu dengan uji asumsi
klasik untuk memastikan apakah model regresi digunakan tidak terdapat masalah
normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokolerasi. Jika terpenuhi
maka model analisis layak untuk digunakan.
Uji Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan variabel-variabel
dalam penelitian ini. Alat analisis yang digunakan adalah rata-rata (mean), standar
deviasi, maksimum dan minimum (Ghozali, 2011). Statistik deskriptif menyajikan
ukuran-ukuran numerik yang sangat penting bagi data sampel. Uji statistik deskriptif
tersebut dilakukan dengan program Eviews 7.
Uji Asumsi Klasik
125
Pengukuran asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji
normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedasitas, dan uji autokorelasi.
Analisis Regresi Linear Berganda
Regresi linier berganda yaitu suatu model linier regresi yang variabel
dependennya merupakan fungsi linier dari beberapa variabel bebas. Persamaan
regresi yang digunakan adalah sebagai berikut:
Y = b0 +
+
+
+
+
+
dimana:
Y = Variabel Dependen (ROA)
b0 = konstanta
b1 – b6 = Koefisien Regresi Variabel Independen
X1 = CAR
X2 = NIM
X3 = LDR
X4 = BOPO
X5 = NPL
X6 = Size
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan pengujian secara
parsial (uji t) dan penyajian secara simultan (uji F).
Pembahasan
Deskriptif Statistik Variabel Penelitian
Berdasarkan hasil analisis deskripsi statistik, maka di dalam tabel tabel 1.3
berikut akan ditampilkan karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi jumlah observasi, rata- rata sampel (mean), nilai maksimum, nilai minimum,
standart devisiasi, kurtosis, jarque-bera, dan probability.
Tabel 1.3
Hasil Analisis Deskriptif Data Pada Sampel Bank
126
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah pengamatan Bank yang tercatat
di Kompas 100 dalam penelitian ini sebanyak 144 observasi. Berdasarkan perolehan
data diketahui bahwa nilai rata-rata ROA sebesar 0.027624 atau 2.76%. Hal ini
menunjukkan selama periode penelitian, secara statistik dapat dijelaskan bahwa
tingkat perolehan laba dari Bank di Kompas 100 dalam kategori baik, sesuai dengan
kriteria peringkat yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Lalu bila dilihat dari standar
deviasi sebesar 0.009540 atau dalam persentase sebesar 0.95% menunjukkan
simpangan data yang relatif kecil karena memiliki nilai yang lebih kecil daripada
mean-nya yang sebesar 2.76%. Dengan melihat besarnya simpangan data maka itu
menunjukkan bahwa data variabel ROA baik.
Rasio CAR diperoleh rata-rata sebesar 0.163096 atau dalam persentase
sebesar 16.30%. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik, selama periode
penelitian rasio CAR perusahan Bank di Kompas 100 sudah memenuhi standar yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu minimal sebesar 8%. Sehingga dapat
disimpulkan rasio kecukupan modal yang dimiliki oleh Bank di Kompas 100 dapat
dikatakan tinggi. Sementara standar deviasi sebesar 0.025364 atau dalam persentase
sebesar 2.54% masih lebih kecil dibandingkan nilai rata-ratanya sebesar 16.30%.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa simpangan data dari CAR baik.
Rasio NIM diperoleh rata-rata sebesar 0.062277 atau dalam persentase
sebesar 6.23%. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik nilai NIM dikatakan baik
127
karena standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu minimal sebesar 2%.
Sementara standar deviasi sebesar 0.016848 atau dalam persentase sebesar 1.68%
masih lebih kecil dibandingkan rata-rata NIM yang sebesar 6.23%. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa simpangan data dari NIM baik.
Rasio LDR diperoleh rata-rata sebesar 0.791956 atau dalam persentase
sebesar 79.19%. Hal ini menunjukkan secara statistik dengan rata – rata LDR sebesar
79.19%, dapat disimpulkan bahwa tingkat likuiditas yang dicapai Bank di Kompas 100
masih dibawah standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 80% - 100%.
Dalam hal ini, tingkat likuiditas yang relative kurang berarti kredit yang diberikan lebih
kecil dari dana pihak ketiga yang ditempatkan di Bank tersebut. Sementara standar deviasi
yang sebesar 0.158689 atau dalam persentase sebesar 15.87%, dalam hal ini simpangan
data relative lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-ratanya yang sebesar 78.33%.
Dengan demikian dapat dikatakan simpangan data LDR baik.
Rasio BOPO diperoleh rata-rata sebesar 0.762451 atau dalam persentase
sebesar 76.24%. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik, selama periode
penelitian rasio BOPO perusahaan Bank di kompas 100 efisien dikarenakan nilai
BOPO dibawah 80%. Sementara dari simpangan data dari rasio BOPO yang dilihat
dari standar devisianya yaitu sebesar 0.078379 atau dalam persentase sebesar 7.83%,
dalam hal ini simpangan data relatif kecil dikarenakan masih lebih kecil dibandingan
dengan mean-nya yang sebesar 76.24%.
Rasio NPL diperoleh rata-rata sebesar 0.029515 atau dalam persentase
sebesar 2.95%. Hal ini menunjukkan secara statisttik, selama periode penelitian rasio
NPL Bank di Kompas 100 termasuk dalam kategori baik dikarenakan dibawah dari
standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu dibawah sama dengan 5%.
Sementara standar deviasi sebesar 0.012486 atau dalam persentase sebesar 0.12%,
masih lebih kecil jika dibandingkan nilai rata – rata sebesar 2.95%. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa simpangan data pada NPL baik.
Size diperoleh rata-rata sebesar 5.142306. Hal ini menunjukkan secara
statistik dengan rata-rata 5.142306 dapat disimpulkan bahwa nilai asset yang dimiliki
Bank yang tercatat di kompas 100 telah mencukupi untuk kebutuhan operasional.
Sementara standar deviasi sebesar 0.375588, lebih kecil dibandingan dengan rata-rata
dari size. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa simpangan data pada size baik.
Uji Asumsi Klasik
Pada tahap awal, data yang meliputi ROA, CAR, NIM, LDR, BOPO, NPL
dan SIZE diperoleh dengan mengutip secara langsung dari Laporan Keuangan
Publikasi Triwulan Bank yang tercatat di Kompas 100 selama masa periode
pengujian yaitu Januari 2009 hingga Desember 2012.
Uji Normalitas
128
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel pengujian pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak.
Cara mendeteksi normalitas dilakukan dengan cara yaitu dengan analisis grafik dan
uji statistik. Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah
dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan
distribusi yang mendekati distribusi normal. Uji Statistik yang dapat digunakan dalam
uji normalitas adalah Uji Jarque-Bera. Secara multivarians pengujian normalitas data
dilakukan terhadap nilai residualnya. Data yang terdistribusi normal ditunjukkan
dengan nilai signifikan diatas 0.05 (Ghozali, 2005). Berikut adalah uji normalitas
pada sampel penelitian.
Gambar 1.1
Nilai Normalitas
12
Series: Standardized Residuals
Sample 2009Q1 2012Q4
Observations 144
10
8
6
4
2
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
0.000000
-0.001103
0.047193
-0.046422
0.019450
0.141038
2.795786
Jarque-Bera
Probability
0.727622
0.695023
0
-0.0375
-0.0250
-0.0125
0.0000
0.0125
0.0250
0.0375
Sumber : Data sekunder yang diolah
Dari hasil pengujian kedua tersebut menunjukkan bahwa data telah
terdistribusi normal dengan nilai JB 0.727622 lebih kecil daripada nilai chi yang
sebesar 5.99 dan juga nilai probability dengan nilai 6.95% lebih besar dari nilai
yang sebesar 5%.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan korelasi antar variabel bebas (independen). Jika variabel independen
saling berkorelasi, maka variable-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal
adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen yang nilai
korelasi antar sesama variabel sama dengan nol (Ghozali, 2006). Untuk mengetahui ada
tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi dapat dilihat dari nilai hubungan antar
variabel tidak melebihi dari 0.8. Berikut adalah tabel multikolinearitas dari sampel.
129
Tabel 1.4
sumber : Data sekunder yang diolah
Dilihat dari tabel 1.4, variabel bebas tidak ada yang memiliki nilai lebih dari
0.8. Hal itu menunjukkan bahwa dalam model ini tidak terjadi multikolinearitas.
Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t-1
(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu
sama lainnya. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi (Ghozali,
2006). Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dari nilai uji DW
dengan ketentuan sebagai berikut:
Tabel 1.5
Kriteria Pengujian
Kriteria pengujian
Kesimpulan
Keputusan
0< d < dL
Terjadi autokorelasi
positif
Tolak
dL < d < du
Tidak ada autokorelasi
positif
Tidak ada keputusan
4 – dL < d < 4
Terjadi autokorelasi
negatif
tolak
4 – du ≤ d ≤ 4 - dL
Tidak ada autokorelasi
negatif
Tidak ada keputusan
130
du ≤ d ≤ 4 - du
Tidak ada autokorelasi
positif atau negatif
diterima
Hasil pengambilan Durbin-Watson dapat digambarkan sebagai berikut:
Autokorelasi
Positif
0
Daerah
keraguraguan
dL
Tidak terjadi
autokorelasi
Daerah
keraguraguan
4 – du
du
Terjadi
autokorelasi
negatif
4 – dL
4
Berikut adalah tabel dari sampel penelitian yang menunjukkan nilai dari uji
Durbin-Watson:
Tabel 1.6
Uji Durbin Watson Sampel Penelitian
Dependent Variable: ROA
Method: Panel Least Squares
Date: 11/03/13 Time: 14:26
Sample: 2009Q1 2012Q4
Periods included: 16
Cross-sections included: 9
Total panel (balanced) observations: 144
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
CAR
NIM
LDR
BOPO
NPL
SIZE
0.173774
0.009755
0.203924
-0.000349
-0.098794
-0.063405
-0.016134
0.018106
0.009673
0.035960
0.003303
0.006298
0.034079
0.002774
9.597598
1.008440
5.670877
-0.105571
-15.68544
-1.860516
-5.815460
0.0000
0.3151
0.0000
0.9161
0.0000
0.0651
0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
0.949429
0.943941
0.002259
Mean dependent var
0.027624
S.D. dependent var
0.009540
Akaike info criterion -9.249768
131
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.000658
680.9833
172.9924
0.000000
Schwarz criterion
-8.940413
Hannan-Quinn criter. -9.124064
Durbin-Watson stat 2.164165
Sumber : data sekunder yang diolah
Berdasarkan hasil analisis regresi pada Bank sampel mendapatkan nilai
Durbin-Watson adalah 2.164165. Besarnya DW-tabel dari sampel adalah dl(batas
luar) = 1.64189; du(batas dalam) = 1.81514; 4-du = 2.18486; dan 4-dl = 2.35811. Hasil
menunjukkan bahwa pada model regresi tidak terjadi autokorelasi. Untuk hasil auto
korelasinya dapat dilihat dalam gambar dibawah.
Gambar 1.2
Hasil Uji Durbin Watson
Autokorelasi Daerah
Daerah tidak
Daerah
Autokorelas
Positif
keraguterjadi
keragui
raguan
autokorelasi
raguan
negatif
dL
dU
4-dU
4-dL
1.64189
1.81514 DW
2.18486
2.35811
2.16189
Sesuai dengan gambar 4.4 diatas menujukkan bahwa Durbin-Watson berada
di daerah tidak terjadi autokorelasi.
Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas merupakan suatu masalah yang terjadi karena tidak
memiliki varians yang konstan. Untuk mengetahui apakah masih terdapat
heteroskedastisitas pada model ini, maka dapat dilihat dari adjusted R2 sebelum dan
sesudah dilakukannya white heterocedasticity cross-section standard error &
covariance dan cross section weights (Generalized Least Square atau GLS). Jika
adjusted R2 weighted lebih besar daripada adjusted R2 unweighted maka pada model
regresi ini sudah bersifat homoskedastis.
Tabel 1.7
Hasil Regresi Sebelum Dilakukan Treatment White Heterocedasticity
Cross – Section Standard Error & Covariance dan Cross Section Weight
Sampel Penelitian
Dependent Variable: ROA
Method: Panel Least Squares
Date: 11/03/13 Time: 00:26
Sample: 2009Q1 2012Q4
132
Periods included: 16
Cross-sections included: 9
Total panel (balanced) observations: 144
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
CAR
NIM
LDR
BOPO
NPL
SIZE
0.173774
0.009755
0.203924
-0.000349
-0.098794
-0.063405
-0.016134
0.018106
0.009673
0.035960
0.003303
0.006298
0.034079
0.002774
9.597598
1.008440
5.670877
-0.105571
-15.68544
-1.860516
-5.815460
0.0000
0.3151
0.0000
0.9161
0.0000
0.0651
0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.949429
0.943941
0.002259
0.000658
680.9833
172.9924
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.027624
0.009540
-9.249768
-8.940413
-9.124064
2.164165
Sumber : Data sekunder yang diolah
Tabel 1.8
Hasil Regresi Setelah Dilakukan Treatment White Heterocedasticity
Cross – Section Standard Error & Covariance dan Cross Section Weight
Sampel Penelitian
Dependent Variable: ROA
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 11/03/13 Time: 21:21
Sample: 2009Q1 2012Q4
Periods included: 16
Cross-sections included: 9
Total panel (balanced) observations: 144
Linear estimation after one-step weighting matrix
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
133
C
CAR
NIM
LDR
BOPO
NPL
SIZE
0.168972
0.007572
0.176504
0.000129
-0.094759
-0.041532
-0.015597
0.006058
0.003732
0.011512
0.001072
0.001856
0.016916
0.001045
27.89109
2.028691
15.33172
0.119993
-51.04558
-2.455244
-14.92236
0.0000
0.0445
0.0000
0.9047
0.0000
0.0154
0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Su
mb
er :
Ha
sil
ola
ha
n.
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.979659
0.977452
0.002163
443.7795
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
0.041506
0.019609
0.000604
1.581857
Unweighted Statistics
P
R-squared
Sum squared resid
0.948378 Mean dependent var
0.027624
ad
0.000672 Durbin-Watson stat
2.124849
a
has
il pengolahan data diatas nilai adjusted R2 sebelum diberikan treatment
sebesar 0.943941 sedangkan nilai adjusted R2 setelah diberikan treatment
sebesar 0.977452. Hal ini menunjukan bahwa model sudah bersifat
homoskedastis.
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Dalam melakukan regresi linear berganda dapat menggunakan 3 jenis
model pengujian yaitu PLS, FEM dan REM. Didalam penelitian ini, peneliti
menggunakan jenis model FEM. Alasan penggunaan jenis model FEM
karena peneliti telah melakukan uji Chow dan Uji Hausman untuk memilih
model mana yang terbaik untuk digunakan dan akhirnya ditemukan lah
model FEM yang terbaik untuk digunakan. Berikut adalah uji Chow dan Uji
Hausman yang telah dilakukan peneliti.
Uji Chow
Uji Chow adalah uji yang digunakan untuk memilih antara model
PLS dengan model FEM dengan Ho sebagai model yang mengikuti pool
dan H1 adalah model yang mengikuti fixed.Berikut adalah tabel untuk uji
Chow:
134
Tabel 1.9
Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: LATIAN
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Statistic
Cross-section F
Cross-section Chi-square
9.963576
69.282240
d.f.
Prob.
(8,129)
8
0.0000
0.0000
Sumber : Data sekunder yang diolah
Didalam pengujian diatas dilihat bahwa baik F test maupun Chi–
square signifikan. Hal itu dapat dilihat dari p-value dari F test maupun ChiSquare yang menghasilkan nilai 0.0000 dan itu lebih kecil daripada 5%.
Sehingga Ho ditolak, maka model FEM lebih baik dibandingkan model PLS.
Uji Hausman
Uji Hausman adalah uji yang digunakan untuk memilih antara model
FEM dengan model REM dengan Ho sebagai model dari random effect dan
H1 adalah model yang mengikuti fixed.Berikut adalah tabel untuk uji
Hausman:
Tabel 1.10
Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: LATIAN
Test cross-section random effects
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f.
Test Summary
Cross-section random
16.625070
Prob.
6
0.0108
Random Var(Diff.)
Prob.
Cross-section random effects test comparisons:
Variable
CAR
NIM
LDR
Fixed
0.009755 0.009070
0.203924 0.243631
-0.000349 -0.002782
0.000003
0.000404
0.000003
0.6817
0.0482
0.1628
135
BOPO
NPL
SIZE
-0.098794 -0.096251
-0.063405 -0.031510
-0.016134 -0.008462
0.000002
0.000142
0.000004
0.0383
0.0074
0.0001
Sumber : Data sekunder yang diolah
Berdasarkan output dari Uji Hausman diatas, terlihat bahwa p-value 0.0108
dan itu kurang dari 5% sehingga Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa model FEM lebih baik dibandingkan FEM.
Berdasarkan dua pengujian diatas maka dalam penelitian ini, peneliti akan
menggunakan model FEM.
Hasil Pengujian Hipotesis
Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel dependennya. Nilai R2 yang mendekati “1”
berarti variabel – variabel independennya memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi dari variabel dependen (Ghozali,2006). Berikut
adalah perhitungan koefisien determinasi (R2) pada Bank yang dijadikan sampel.
Tabel 1.11
Nilai Koefisien Determinasi
MODEL
R
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sumber : Data sekunder yang diolah
Nilai
0.974386
0.949429
0.943941
0.002259
Uji F
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
indenpenden yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama –
sama terhadap variabel independen. Berikut adalah tabel untuk uji F:
Tabel 1.12
Hasil Uji F
F-statistic
172.9924
Prob(F-statistic)
0.000000
Sumber : Data sekunder yang diolah
136
Dari hasil regresi dapat dilihat bahwa secara bersama – sama variabel
independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Hal ini
membuktikan dari nilai F hitung dari sampel sebesar 172.9924 dengan probabilitas
0.000000. Nilai probabilitas yang jauh lebih kecil dari 5%, maka model regresi dapat
digunakan untuk memprediksi profitabilitas. Maka dapat dikatakan bahwa CAR,
NIM, LDR, BOPO, NPL dan Size secara bersama-sama berpengaruh terhadap
profitabilitas (ROA) pada sampel yang terdapat di penelitian ini.
Uji t (Pengujian Hipotesis)
Didalam statistik, Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan apakah variabel
independen yang dimasukkan dalam mode CAR, NIM, LDR, BOPO, NPL dan Size
mempunyai pengaruh secara parsial terhadap variabel independen. Berikut adalah
hasil Uji t pada sampel penelitian:
Tabel 1.13
Hasil Regresi Sampel Penelitian
Dependent Variable: ROA
Method: Panel Least Squares
Date: 11/03/13 Time: 00:26
Sample: 2009Q1 2012Q4
Periods included: 16
Cross-sections included: 9
Total panel (balanced) observations: 144
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
CAR
NIM
LDR
BOPO
NPL
SIZE
0.173774
0.009755
0.203924
-0.000349
-0.098794
-0.063405
-0.016134
0.018106
0.009673
0.035960
0.003303
0.006298
0.034079
0.002774
9.597598
1.008440
5.670877
-0.105571
-15.68544
-1.860516
-5.815460
0.0000
0.3151
0.0000
0.9161
0.0000
0.0651
0.0000
Sumber : Data sekunder diolah
Dengan melihat tabel di atas dapat disusun persamaan regresi linear berganda
sebagai berikut:
Profitabilitas (ROA) : 0.173774 + 0.203924X2 – 0.098794X4 – 0.016134X6
Dari persamaan regresi linear berganda diatas, diketahui mempunyai
konstanta sebesar 0.173774 maka hal ini menunjukkan bahwa jika variabel – variabel
independen diasumsikan dalam keadaan tetap, maka variabel dependen ROA menjadi
sebesar 0.173774%. Lalu untuk arah dari variabel dan signifikannya adalah variabel
137
CAR dan NIM mempunyai arah positif namun hanya NIM yang mempunyai
pengaruh sangat signifikan terhadap ROA, sedangkan LDR, BOPO, NPL dan Size
mempunyai arah negatif serta hanya BOPO dan Size yang mempunyai pengaruh
signifikan terhadap ROA. Hasil analisis pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen yang telah dilakukan ini sebagian sesuai dengan kerangka
pemikiran yang diajukan oleh peneliti, baik arah tanda serta pengaruhnya terhadap
variabel dependen. Hanya variabel CAR, LDR dan NPL yang tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen serta LDR yang mempunyai arah negatif.
Pembahasan Hasil Pengujian
H1= ditolak, karena koefisien regresi untuk variabel CAR walaupun mendapatkan
nilai yang positif nanum tidak signifikan karena nilai signifikansinya lebih
besar dari pada 5%.
H2 = diterima, karena nilai dari koefisien regresi mengahsilkan positif dan juga nilai
signifikansi yang di bawah 5%.
H3 = ditolak, karena baik nilai koefisien regresi dan nilai signifikansi berbeda
dengan hipotesis diawal.
H4 = diterima, karena koefisien regresi untuk variaebl BOPO negatif dengan nilai
signifikansi lebih kecil daripada 5%.
H5 = ditolak, karena diperoleh nilai signfikansi lebih besar daripada 5%
H6 = diterima, karena baik nilai signifikansi dan nilai koefisien regresi sesuai
dengan asumsi hipotesis
Kesimpulan
Melihat dari nilai adjusted R2 didapatkan nilai sebesar 0.943941 sedangkan
nilai adjusted R2 0.977452 yang dimana adjusted R2 weighted lebih besar daripada
adjusted R2 unweighted maka pada model regresi ini dapat dinyatakan bersifat
homoskedastis. Lalu untuk nilai simultan F didapatkan hasil sebesar 172.9924 dengan
probabilitas 0.000000. Sehingga dapat disimpulkan pada Bank yang dijadikan obyek
penelitian variabel independen CAR, NIM, LDR, BOPO, NPL dan Size secara
simultan (bersama-sama) berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA) pada Bank.
Sedangkan berdasarkan hasil pengujian statistik Uji t maka di dapatkan hasil
bahwa CAR berpengaruh positif namun tidak signifikan, NIM berpengaruh positif
serta signifikan., LDR berpengaruh negatif serta tidak signifikan, BOPO berpengaruh
negatif serta signifikan, NPL berpengaruh negatif serta tidak signifikan dan Size
berpengaruh negatif serta signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa dari hipotesis yang
dibuat penulis dari awal sebagaian terbukti dengan di tunjukkan berpengaruh serta
signfikan sedangkan sisanya tidak. Dengan hasil ini maka NIM, BOPO, dan Size
dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak manajerial bank atau investor dalam
melihat profitabilitas bank dimasa yang akan datang.
138
Referensi
Ali, Masyud. (2006). Asset Liability Management : Menyiasati Risiko Pasar dan Risiko
Operasional. Jakarta : Gramedia.
Almilia dan Herdiningtyas. (2005). Dasar Analisis Rasio CAMEL Terhadap Prediksi Kondisi
Bermasalah Pada Lembaga Perbankan Periode 2000-2002. Jurnal Akuntasi dan
keuangan. Vol.7. No.2, Nopember. 2005.
Aryanti, Lilis. (2010). Pengaruh CAR, NIM, LDR, BOPO, ROA dan Kualitas Aktiva produktif
Terhadap Perubahan Laba pada Bank umum di Indones. Thesis. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Athanasoglou et al. (2005). Bank - Specific, Industry - Specific and macro economic
determinants of bank. Paper. No.32026. June. 2005.
Bahtiar, Usman. (2003). Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan laba Pada
Bank-Bank di Indonesia. Media Riset Bisnis dan Manajemen. Vol.3. No.1. April.
2003.
Dendawijaya,Lukman. (2009). Manajemen Perbankan. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.
Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi 3.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hasibuan, Malayu. (2006). Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta : Bumi
Aksara.
Horne, James C. Van. (2001). Fundamental of Financial Management. 9th edition. United
Stated of America : Prentice hall International inc.
Husnan, Suad. (2000). Manajemen Keuangan – Teori dan Penerapan (keputusan jangka
pendek. Buku 2. Edisi 4. Yogyakarta: BPFE.
Husnan, Suad. (2005). Dasar-dasar Teori Portofolio dan analisis Sekuritas (Edisi 4).
Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
Kasmir. (2005). Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Edisi 6. Jakarta : PT Raja Grafindo
Perkasa.
Kuncoro, M. dan Suhardjono. (2002). Manajemen Perbankan: Teori dan Aplikasi. Edisi
Pertama. BPFE : Yogyakarta.
Manurung, Mandala. (2004). Uang, perbankan dan ekonomi moneter. Jakarta : Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Mawardi. (2005). Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Bank
Umum. Thesis. Universitas Diponegoro. Semarang.
Naceur, Sammy. (2003). The Determinants Of The Tunisian Banking Industry Profitability :
Panel Evidence. ERF Research Fellow. Departement Of Finance, Universite Libre de
Tunis. Italia.
Nopirin. (2008). Ekonomi Moneter (buku 1). Edisi 4. Yogyakarta : BPFE.
Payamta, Machfoedz. (1999). Evaluasi Kinerja Perusahaan Perbankan Sebelum dan Sesudah
menjadi Perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta (BEJ). KELOLA, No.20/VII/1999,
pp.55-67. Yogyakarta : YKPN.
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi
Bank Umum.
Peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 Perihal Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum. Jakarta, 2004.
Riyadi,Slamet. (2006). Pengantar Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. Jakarta :
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Siamat, Dahlan. (2006). Manajemen Lembaga Keuangan: kebijakan moneter dan
perbankan(edisi kelima). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Syofyan, Sofriza. (2002). Pengaruh Struktur Pasar Terhadap Kinerja Perbankan di
Indonesia, Media Riset Bisnis dan Manajemen. Vol.2. No.3. Desember, pp.194-219.
139
Sudarini. (2005). Penggunaan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Laba Pada Masa yang
Akan Datang. Jurnal Akuntansi. Vol.XVI. No.3. Desember.
Sri, Mintarti. (2007). Implikasi Proses Take Over Bank Swasta Nasional Go Public Terhadap
Tingkat Jesehatan dan Kinerja Bank. Thesis. Universitas Merdeka. Malang.
Surat Edaran B.I no.13/30/dpnp tahun 2011 Tentang Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang
Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar.
Timothy W.& S.Scoot .(2010). Bank manangemen. 7th ed. Ohio : Mason.
Umar, Husein. (2004). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Edisi 6. Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada.
Undang-undang Republik Indonesia (1992). No.7/UU/1992. Tentang Perbankan. Jakarta.
Undang-undang Republik Indonesia (1998). No.10/UU/1998. Tentang Perbankan. Jakarta.
Werdaningtyas, Hesti. (2002). Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Bank Take Over Di
Indonesia. Thesis. Universitas Dipenogoro. Semarang.
Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru & A. Totok Budi Santoso. (2000). Bank dan Lembaga
Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat.
Yigremachew. (2008). Determinant of Private Bank Profitability in Ethiopia Panel Data,
Ethiopia.
140
KETENTUAN PENULISAN JURNAL
1.
Substansi Artikel. Artikel yang diserahkan merupakan tulisan ilmiah dengan desain kuantitatif
maupun kualitatif berupa: studi pustaka, studi empiris, ataupun studi kasus, sebagai hasil
pengembangan Ilmu Keuangan, Pasar Modal, Investasid dan Perbankan termasuk Risiko.
Artikel yang disumbangkan adalah artikel orisinil yang belum pernah dipublikasikan di media
lain dan menggunakan pustaka acuan mutakhir, proposi terbitan 15 tahun terakhir.
2.
Gaya penulisan. Artikel ditulis dengan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang baku.
Artikel memuat judul, nama penulis beserta keterangan dan alamat kerja yang jelas. Penulisan
abstrak dibatasi maksimum sampai 300 kata, untuk artikel Indonesia, abstrak ditulis Inggris dan
sebaliknya, disertai kata kunci (ketword). Bagian utama artikel ditulis dengan sistematika:
Pendahuluan, Tujuan Penelitiani, Tinjauan Teori, Metodologi, Analisis dan Pembahasan,
Kesimpulan, Saran, Daftar Pustaka. Setiap judul baik suib judul tulisan perlu diberikan
HURUF TEBAL SEMUA. Penyajian Gambar, tabel, bagan, dan pendukung lain harus disertai
dengan nomor urut, judul, dan sumber yang konsisten.
2.1 Contoh Daftar Pustaka
Liu Pu, Stanley, Smith D, Syed, Azmat A. (1990). Stock Price Reactions to Wall Street
Journal's Securities Recomendation, Journal of Financial and Quantitative Analysis
(JFQA), Vol.25, No 3, Published by University of Washington School of Business
Administration.
Manurung, Adler Haymans, (2011). Metode Riset: Keuangan, Investasi dan Akuntansi
Empiris, PT Adler Manurung Press, Jakarta.
3.
Seleksi Artikel. Artikel yang masuk ke redaksi akan diseleksi dan direview oleh anggota
dewan redaksi dan ada kemungkinan untuk diedit dan/atau dikembalikan untuk diperbaiki
dan/atau dilengkapi. Artikel yang tidak dimuat tidak dikembalikan. Artikel yang dimuat
merupakan hak redaksi dan dapat ditampilkan dalam media lain untuk akademik. Isi artiker di
luar tanggung-jawab redaksi.
4.
Penyerahan Artikel. Artikel yang akan dimuat dapat dikirim/diserahkan berupa print-out
ketikan dan dalam bentuk file Microsoft Word yang bisa dibuka dengan baik. Artikel dicetak
pada kertas A4 atau folio, spasi ganda, huruf dengan Times New Roman 12, dimana jumlah
halaman 15- 45 halaman. Adapun alamat Redaksi Jurnal sebagai berikut:
Redaksi Jurnal Pasar Modal dan Perbankan
Staff Sirkulasi & Administrasi
Deasy Sinurat
Editorial Office
Redaksi Jurnal Pasar Modal dan Perbankan
Komplek Mitra Matraman A1/17
JL.Matraman Raya No.148 Jakarta Timur 13130
Telp. (62-21) 70741182, 85918040 Ext.140; Fax. (62-21) 85918041
Email : [email protected]
http://www. adlermanurungpress.com/journal/index-journal.php
140
Download