Journal of Capital Market and Banking ISSN: 2301 – 4733; Vol 2, No.3; Agustus 2014 Jurnal Pasar Modal dan Perbankan Journal of Capital Market and Banking Volume 2, No. 3, Agustus 2014 ISSN: 2301 - 4733 Contents ANALISIS DETERMINAN STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DALAM INDEKS KOMPAS 100 (TAHUN 2008-2010) Abrori dan Pardomuan Sihombing dan Pindarwin OB. Simaremare ...........................1 – 25 PEMBENTUKAN PORTOFOLIO SAHAM OPTIMUM DENGAN METODE ELTONGRUBER DAN VARIABEL MAKRO YANG MEMPENGARUHINYA George Danish Wardana dan Adler Haymans Manurung ...........................................26 – 51 THE EVALUATION BEHAVIORAL INVESTORS TOWARD EQUITY VALUATION REPORT’S FAMILIARITY AND IMPOTANCE FACTORS THAT INFLUENCE USAGE Bayu E. Winarko dan Adler Haymans Manurung ........ .......................................... 52 – 70 FUNDAMENTAL ANALYSIS OF BANK RAKYAT INDONESIA BY USING RESIDUAL EARNINGS-PBR Posmarito Pakpahan .................................................................................................. 71 – 118 DETERMINAN KINERJA PROFITABILITAS BANK (STUDI KASUS BANK YANG TERDAFTAR DI INDEKS KOMPAS 100) Richo Dany Wijaya dan Pardomuan Sihombing dan Thombos PHP Sitanggang .....119 – 140 Jurnal ini Diterbitkan Atas Kerjasama PT. Adler Manurung Press & Asosiasi Analis Pasar Investasi dan Perbankan i39 ISSN : 2301 – 4733 Jurnal Pasar Modal dan Perbankan Journal of Capital Market and Banking Volume 2, Nomor 3, Agustus 2014 Jurnal Pasar Modal dan perbankan diterbitkan atas kerjasama PT. Adler Manurung Press dan Asosiasi Analis Pasar Investasi dan Perbankan, dengan frekuensi terbit empat kali setahun, pada bulan Februari, Mei, Agustus and November. Editor In Chief Prof. Dr. Adler Haymans Manurung, PT Finansial Bisnis Informari, Jakarta Managing Editor Dr. Pardomuan Sihombing, SE; MSM, PT Recapital Securities Editorial Board Prof. Dr. Roy M. Sembel PT Bursa Berjangka, Jakarta Prof. Dr. Ferdinand D. Saragih, MA University of Indonesia, Jakarta Prof. Dr. Sukrisno Agoes, University of Tarumanagara, Jakarta Helson Siagian, SE. AK, MM, Ph. D Kementerian Negara Perumahan Rakyat Prof. Noer Azam Achsani, Ph.D Institut Pertanian Bogor, Bogor Parulian Sihotang, SE, Ak, Ph.D, CPMA, QIA, CPRM BP Migas Tatang Ary Gumanti, Ph.D University of Jember Dr. Jonni Manurung, Universitas St Thomas, Medan Dr. Koes Pranowo, SE., MSM PT Transocean Maritime Dr. Andam Dewi, PT Bursa Berjangka, Jakarta Dr. Abdusalam Konstituanto, PT Perikanan Nusantara (Persero) Batara Simatupang, Ph.D Bank Mandiri Tbk Wilson Ruben L. Tobing, SE. Ak, M.Si, Ph. D ABFII Perbanas, Jakarta Dr. Pahala Nainggolan, SE. Ak, MM PT Finansial Bisnis Informasi Dr. Tongam Sihol Nababan, University of HKBP Nomensen, Medan Dr. Perdana Wahyu Santosa, University Yarsi, Jakarta Dr. John.W.Situmorang, BKPM Prof. Dr. Apollo Daito M.Si, Ak., University of Tarumanagara, Jakarta Dr. Ishak Ramli, University of Tarumanagara, Jakarta Editorial Office Redaksi Jurnal Pasar Modal dan Perbankan PT. ADLER MANURUNG PRESS Komplek Mitra Matraman A1/17 JL.Matraman Raya No.148 Jakarta Timur 13130 Telp. (62-21) 70741182, 85918040 Ext.140 Fax. (62-21) 85918041Email : [email protected] 1 Jurnal Pasar Modal dan Perbankan Journal of Capital Market and Banking Volume 2, Nomor 3, Agustus 2014 ANALISIS KEMAMPUAN STOCK SELECTION DAN MARKET TIMING PADA REKSA DANA SAHAM DI INDONESIA PERIODE JANUARI 2008JULI 2013 Abrori dan Pardomuan Sihombing dan Pindarwin OB. Simaremare PEMBENTUKAN PORTOFOLIO SAHAM OPTIMUM DENGAN METODE ELTON-GRUBER DAN VARIABEL MAKRO YANG MEMPENGARUHINYA George Danish Wardana dan Adler Haymans Manurung THE EVALUATION BEHAVIORAL INVESTORS TOWARD EQUITY VALUATION REPORT’S FAMILIARITY AND IMPOTANCE FACTORS THAT INFLUENCE USAGE Bayu E. Winarko dan Adler Haymans Manurung FUNDAMENTAL ANALYSIS OF BANK RAKYAT INDONESIA BY USING RESIDUAL EARNINGS-PBR Posmarito Pakpahan DETERMINAN KINERJA PROFITABILITAS BANK (STUDI KASUS BANK YANG TERDAFTAR DI INDEKS KOMPAS 100) Richo Dany Wijaya dan Pardomuan Sihombing dan Thombos PHP Sitanggang 2 i Dari Redaksi Pertama-tama kami dari Redaksi mengucapkan terima kasih atas batuan dari teman-teman yang telah mengirimkan tulisan untuk dimuat pada Jurnal ini. Kami terus menghimbau dan meminta bantuan untuk teman-teman pengajar, peneliti dan praktisi untuk mengirimkan tulisannya untuk dimuat pada Jurnal ini. Jurnal yang sedang anda baca ini memuat 5 tulisan yang dianggap cukup baik untuk para peminat Pasar Modal dan Perbankan. Tulisan pertama ditulis oleh Abrori dari Bina Nusantara Business School dan Pardomuan Sihombing dari PT Recapital Asset Management dan Pindarwin OB. Simaremare dari Jakarta Futures Exchange (JFX) dengan judul “Analisis Determinan Struktur Modal Perusahaan yang Terdaftar Dalam Indeks Kompas 100 (TAHUN 2008-2010)” Data yang dipergunakan mulai tahun 2008 sampai dengan 201. Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu: Pertama, untuk menganalisis apakah struktur modal perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 periode tahun 2008 sampai tahun 2010 dipengaruhi oleh beberapa determinannya (tangibility, profitability, liquidity, growth potential, firm size, cost of debt, non-debt tax shield, volatility, taxes). Kedua, untuk menganalisis apakah struktur modal perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 periode tahun 2008 sampai tahun 2010 dipengaruhi oleh determinannya (tangibility, profitability, liquidity, growth potential, firm size, cost of debt, non-debt tax shield, volatility, taxes) secara bersama-sama. Adapun paper ini menemukan bahwa tangibility (rasio aset tetap dengan total aset), growth potential, dan volatility of income berpengaruh secara signifikan pada struktur permodalan yang diproxikan melalui rasio debt to total asset. Perolehan hasil pengaruh positif dari tangibility dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa perusahaan dengan tangibility tinggi cenderung akan mengupayakan peningkatan utang (leverage). Sementara itu, faktor growth potential dan volatility of income akan memicu perusahaan untuk menghindari utang sebagai sumber pembiayaan. Di luar itu, penelitian ini tidak menemukan pengaruh dari variabel liquidity, size, non-debt tax shield, dan taxes berdasarkan permodelan Fixed Effect Model (FEM) dalam analisis regresi data panel yang digunakan. Tulisan kedua ditulis oleh George Danish Wardana dari Bina Nusantara Business School dan Adler Haymans Manurung dari PT Finansial Bisnis Informasi, dengan judul “ Pembentukan Portofolio Saham Optimum Dengan Metode EltonGruber Dan Variabel Makro Yang Mempengaruhinya”. Adapun periode penelitian ini menggunakan harga historis masing-masing saham konstituen indeks LQ45 periode Februari 2012 – Juli 2012. Penelitian ini pertama kali mendapatkan saham yang optimal untuk sebuah portofolio dengan metode Simple Criteria for Optimal Portfolio Selection (SCFOPS) yang dikembangkan oleh Elton dan Gruber. Adanya optimal portofolio tersebut didapatkan tingkat pengembalian portofolio dan diteliti variabel makro yang mempengaruhi tingkat pengembalian portofolio tersebut. Hasil 3 ii daripada penelitian ini menunjukkan bahwa ada delapan saham yang masuk disertakan dalam membentuk suatu portofolio optimum, yaitu saham PGAS, UNVR, CPIN, INCO, GGRM, GJTL, TRAM, dan BBCA. Portofolio tersebut memiliki tingkat pengembalian tahunan yang diharapkan sebesar 54,62% dengan tingkat risiko sebesar 7,47%. Selanjutnya, peubah makro yang mempengaruhi tingkat pengembalian portofolio tersebut signfikan pada tingkat kesalahan 5% dimana tiga variabel tersebut yaitu inflasi, tingkat bunga, dan tingkat pengembalian indeks Hang Seng. Tulisan ketiga berjudul “ The Evaluation Behavioral Investors toward Equity Valuation Report’s Familiarity and Impotance Factors that Influence Usage“ ditulis Bayu E. Winarko, lulusan Magister Manajemen FEUI dan Adler Haymans Manurung dari PT Finansial Bisnis Informasi. Paper ini mencoba membahas mengenai kebiasaan investor dan faktor penting yang mempengaruhi tingkah laku penggunaan dari laporan valuasi harga saham yang diterbitkan Pefindo. Penelitian ini menggunakan data interview dan data sekunder dari PT Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ni menyatakan bahwa investor selalu membutuhkan informasi dalam melakukan investasi di Indonesia. Penelitian ini juga menunjukkan faktor yang paling penting yaitu akurasi, komprehensif, rekomendasi yang jelas dan waktu serta kemampuan merubah pasar. Tulisan keempat berjudul “Fundamental Analysis of Bank Rakyat Indonesia by Using Residual Earning – PBR” oleh Posmarito Pakpahan dari Sampoerna School of Business, Jakarta. Sesuai dengan judul bahwa paper ini membahas dan menghitung nilai intrinsik dari saham BRI dimana di Bursa memiliki tick name BBRI. Paper ini melakukan proyeksi lima tahun kedepan tentang pendapatan perusahaan sekaligus menghitung harga saham tersebut. Penelitian memperoleh target harga BBRI sebesar Rp. 11.155,- Dengan harga tersebut maka PER sebesar 13x dan PBV 4.5x. Harga tersebut merupakan harga rasional dan valid sejak tahun 2010 dan PER akan bergerak turun sampai 11,6x dan PBV 3.3x dan juga sesuai dengan perusahaan yang sebanding atau industrinya. Tulisan kelima berjudul “Determinan Kinerja Profitabilitas Bank: Studi Kasus Bank Yang Terdaftar di Indeks Kompas 100” yang ditulis oleh Richo Dany Wijaya dari Bina Nusantara Business School, dan Pardomuan Sihombing dari PT Recapital Asset Management serta Thombos PHP Sitanggang dari PT Mega Asset Management. Berdasarkan judul paper maka sangat jelas paper tersebut mempunyai tujuan melakukan penelitian Penentu dari Kinerja Profitabilitas Bank yang diukur dengan ROE dengan sampel bank yang termasuk dalam Kompas 100. Penelitian ini menggunakan data panel untuk periode Januari 2009 sampai dengan Desember 2012. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa NIM, BOPO dan Size yang signifikan mempengaruhi terhadap profitabilitas bank. NIM berpengaruh secara positif sementara BOPO dan Size berpengaruh negative terhadap profitabilitas bank. 4 iii Hadirnya Jurnal ini menjadi tambahan jurnal yang berisikan hasil penelitian yang akan dibaca oleh para akademisi dan Peneliti serta Praktisi yang sangat berminat dalam bidang Pasar Modal dan Perbankan. Pada edisi berikutnya kami akan hadir lagi dengan tulisan yang lebih menarik pada para pembaca jurnal ini. Selamat membaca !!! Hormat kami, Prof. Dr.Adler Haymans Manurung Chief in Editor iii 5 iii iv Daftar Isi DARI REDAKSI …………….……...…………………………………… i – iii DAFTAR ISI …………………………………………………..……….. iv ANALISIS DETERMINAN STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DALAM INDEKS KOMPAS 100 (TAHUN 2008-2010) Abrori dan Pardomuan Sihombing dan Pindarwin OB. Simaremare ...............1 – 25 PEMBENTUKAN PORTOFOLIO SAHAM OPTIMUM DENGAN METODE ELTON-GRUBER DAN VARIABEL MAKRO YANG MEMPENGARUHINYA George Danish Wardana dan Adler Haymans Manurung ................................ 26 - 51 THE EVALUATION BEHAVIORAL INVESTORS TOWARD EQUITY VALUATION REPORT’S FAMILIARITY AND IMPOTANCE FACTORS THAT INFLUENCE USAGE Bayu E. Winarko dan Adler Haymans Manurung ........................................... 52 – 70 FUNDAMENTAL ANALYSIS OF BANK RAKYAT INDONESIA BY USING RESIDUAL EARNINGS-PBR Posmarito Pakpahan .........................................................................................71 - 118 DETERMINAN KINERJA PROFITABILITAS BANK (STUDI KASUS BANK YANG TERDAFTAR DI INDEKS KOMPAS 100) Richo Dany Wijaya dan Pardomuan Sihombing dan Thombos Sitanggang .119 – 140 6 ANALISIS DETERMINAN STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DALAM INDEKS KOMPAS 100 (TAHUN 2008-2010) Abrori Bina Nusantara Business School Pardomuan Sihombing PT. Recapital Asset Management Pindarwin OB. Simaremare PT. Bursa Berjangka Jakarta Jakarta Futures Exchange (JFX) ABSTRACT This study aims to investigate determinant of capital structure from companies that consistently registered in Kompas100 Index-Indonesia Stock Exchange from 2008 to 2010. This study uses pooled data regression with fixed effect model specification to estimate the study of 36 companies that appropriate to criteria and registred in Kompas100 Index. Leverage become a dependent variable with Debt to Total Asset ratio as its proxy, whereas tangibility, profitability, liquidity, growth potential, size of the company, non-debt tax shield, cost of debt, volatility of income, and taxes as an independent variable on this study. According to the result of this study, tangibility, growth potential, and volatility of income significantly correlated to capital structure. Positive correlation of tangbility indicates that the company which has a high value of tangibility tend to be rise in its leverage. Afterwards, growth of investment and volatility of income will make a company tend to not prioritize debt as and it’s financing source. Besides that, profitability, liquidity, size of the company, non-debt tax shield, cost of debt, and taxes in this study statistically do not affect to capital structure’s behaviour of company. Keywords: capital structure, leverage, pooled data, Kompas100 Index. 1 PENDAHULUAN Setiap perusahaan berusaha melakukan pengelolaan modal secara baik sehingga setiap biaya operasional, pengeluaran, ekspansi bisnis maupun untuk investasi perusahaan dapat terbiayai. Setiap rupiah yang diinvestasikan perusahaan harus datang dari sejumlah kas yang dikelola secara finansial dalam bentuk liabilitas dan ekuitas. Menurut Titman, Keown, dan Martin (2011) memaksimalkan total nilai dari utang dan ekuitas dari suatu perusahaan merupakan tujuan utama dari menejemen struktur modal. Menentukan struktur modal mencerminkan besarnya sumber dana yang dimanfaatkan dengan baik oleh perusahaan tanpa harus terbebani oleh biaya dan bunga dari peminjaman modalnya tersebut. Dengan demikian keputusan penting yang dihadapi oleh manajer keuangan dalam kaitannya dengan operasional perusahaan adalah keputusan atas struktur modal, yaitu keputusan keuangan yang berkaitan dengan urutan pembiayaan perusahaan melalui utang atau ekuitas terlebih dahulu sesuai dengan teori Pecking Order dan adanya penambahan utang yang disebabkan oleh tabungan dikarenakan pajak (non-debt tax shields) lebih besar dari biaya financial distress (kesulitan keuangan) yang dikenal dengan teori trade-off. Disamping itu, keputusan atas struktur modal yang diambil oleh manajer tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan, tetapi juga berpengaruh terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Apabila komposisi struktur modal tersebut lebih banyak diambil dari ekuitas perusahaan, sebesar apapun risiko dari sumber pembiayaan tersebut akan ditanggung oleh pemegang saham dan investor. Berbeda halnya dengan penggunaan utang sebagai modal perusahaan, semakin tinggi penggunaan utang maka perusahaan akan semakin berisiko dan meningkatnya biaya modal perusahaan (cost of debt and equity). Apabila perusahaan mengalami kerugian sementara pendapatan operasional tidak mampu menutupi tingkat bunga utang, maka pemegang saham harus menutupi hal tersebut atau perusahaan akan mengalami kebangkrutan. Ditambah lagi dengan adanya krisis ekonomi global yang terjadi tahun 2008 sampai tahun 2010. Dampak krisis ekonomi global tersebut ke Indonesia lebih banyak ditransmisikan lewat jalur perdagangan atau makro ekonomi dibandingkan jalur finansial. Dampak rambatan (spillover) melalui jalur perdagangan berpotensi sangat signifikan mempengaruhi perekonomian dari perusahaan-perusahaan Indonesia. Penelitian ini memiliki dua tujuan. Pertama, untuk menganalisis apakah struktur modal perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 periode tahun 2008 sampai tahun 2010 dipengaruhi oleh beberapa determinannya (tangibility, profitability, liquidity, growth potential, firm size, cost of debt, non-debt tax shield, volatility, taxes). Kedua, untuk menganalisis apakah struktur modal perusahaanperusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 periode tahun 2008 sampai tahun 2010 dipengaruhi oleh determinannya (tangibility, profitability, liquidity, growth potential, firm size, cost of debt, non-debt tax shield, volatility, taxes) secara bersama-sama. 2 TINJAUAN TEORI Teori-teori struktur modal seperti yang diungkapkan oleh Brigham, Eugene, dan Houston (2004), terbagi atas: 1. Modigliani dan Miller’s (MM) Teori struktur modal modern yang dicetuskan oleh Modigliani dan Miller, terkenal sebagai salah satu teori struktur modal yang paling berpengaruh pada dunia keuangan. MM mengungkapkan dengan beberapa asumsi, nilai perusahaan tidak terpengaruh oleh struktur modal yang dimilikinya. MM juga mengatakan bahwa bagaimanapun perusahaan membiayai operasionalnya, hal itu tidak akan mempengaruhi struktur modalnya. Asumsi-asumsi yang diungkapkan oleh MM pada teori pertamanya ini adalah sebagai berikut: a. Tidak ada biaya perantara (brokerage costs) b. Tidak ada pajak (taxes) ! Tidak ada biaya kebangkrutan (bankruptcy cost) c. Semua investor mempunyai informasi yang sama tentang peluang investasi perusahaan di masa yang akan datang. d. Pendapatan Operasional (earning before income and tax) tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah utang yang digunakan perusahaan dalam struktur modalnya. Terlepas dari tidak realistiknya asumsi-asumsi yang diungkapkan dalam teori MM di atas, namun perlu diakui bahwa hasil yang diperoleh (walaupun tidak realistik) adalah penting. Hal ini disebabkan dengan tidak realistiknya teori struktur modal yang diungkapkan teori MM, justru memberikan petunjuk tentang apa saja yang dibutuhkan agar struktur modal menjadi relevan dan pada akhirnya akan mempengaruhi nilai perusahaan. 2. Modigliani dan Miller’s (The Effect of Taxes) Modigliani dan Miller (1963) dalam penelitiannya mulai menyadari bahwa ketiadaan faktor pajak perusahaan (corporate taxes) adalah tidak mungkin. Sehingga, pada revisi teorinya yang pertama, teori MM mulai menghilangkan asumsi tersebut. Pengeluaran bunga sebagai faktor pengurang dari pendapatan operasional yang menyebabkan berkurangnya pajak yang dibayarkan perusahaan mendorong perusahaan untuk lebih banyak menggunakan utang dibandingkan dengan menerbitkan saham. Dengan penerbitan saham, perusahaan harus membayarkan dividen, sementara dividen tidak bisa menjadi faktor pengurang dari pendapatan operasional, maka berapapun dividen yang dibayarkan perusahaan tidak akan mempengaruhi jumlah pajak yang ditanggung perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, teori MM mengungkapkan dengan asumsi pada teori pertama (tidak termasuk pajak perusahaan) maka struktur modal perusahaan yang optimal adalah dengan menggunakan 100% utang. Namun, beberapa tahun kemudian, teori MM disempurnakan oleh Merton Miller (yang kali ini tanpa Prof. Modigliani). Miller mengungkapkan bahwa pajak individu (personal taxes) juga berpengaruh terhadap struktur modal suatu perusahaan. Miller juga mengungkapkan bahwa dengan kondisi pajak yang terjadi pada saat itu, para investor relatif akan bersedia menerima imbal hasil sebelum pajak (before-tax returns) pada saham dibandingkan dengan imbal hasil sebelum pajak pada utang. 3 Sehingga Miller mengungkapkan dua poin penting pada revisi teori struktur modalnya, sebagai berikut: 1. Pembayaran bunga yang dapat mengurangi pajak yang harus dibayarkan perusahaan membuat pembiayaan melalui utang adalah yang lebih baik. 2. Pengenaan pajak yang rendah pada penerbitan saham berbanding dengan pajak pada utang menyebabkan rendahnya imbal hasil yang diinginkan oleh para pemegang saham membuat pembiayaan melalui penerbitan saham menjadi lebih baik. 3. The Effect of Potential Bankruptcy Theory Hasil yang tidak relevan sebagai akibat dari asumsi yang juga tidak relevan, dimana MM mengungkapkan bahwa perusahaan tidak akan mengalami kebangkrutan, sehingga MM tidak memperhitungkan biaya kebangkrutan (Bankruptcy Cost). Pada kenyataannya, biaya kebangkrutan ternyata memang ada dan terkadang menjadi biaya yang sangat mahal. Perusahaan yang mengalami kebangkrutan akan mengalami banyak legal and accounting expenses, dan yang paling penting adalah berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan seiring dengan hilangnya kepercayaan dari konsumen, suplier dan bahkan dari karyawannya sendiri. Terlebih lagi, kebangkrutan seringkali memaksa perusahaan untuk melikuidasi atau menjual aktiva yang dimilikinya daripada meneruskan operasional perusahaan. Masalah-masalah yang berhubungan dengan kebangkrutan seringkali muncul apabila perusahaan lebih banyak menggunakan utang pada struktur modalnya. Oleh karena itu, biaya kebangkrutan akan membuat perusahaan menurunkan tingkat pengunaan utang hingga pada level yang wajar. Biaya kebangkrutan sendiri mempunyai 2 komponen, yaitu: 1. Kemungkinan terjadinya kebangkrutan itu sendiri. 2. Biaya yang harus dikeluarkan apabila timbulnya financial distress. 4. Trade Off Theory of Leverage Teori ini mengungkapkan bagaimana perusahaan dapat melakukan trade-off keuntungan-keuntungan dari penggunaan utang terhadap tingginya pengeluaran bunga dan biaya kebangkrutan. Observasi yang dilakukan oleh para pencetus teori ini mengungkapkan hal-hal seperti dibawah ini: (1) Pengeluaran bunga yang menyebabkan penggunaan utang lebih murah dari pada menerbitkan saham, baik saham biasa ataupun saham preferen. (2) Penggunaan utang mengakibatkan perolehan perusahaan atas tax benefit. Semakin besarnya utang yang digunakan dalam struktur modal perusahaan maka semakin besar pula pendapatan bersih yang dimiliki perusahaan. Ini dapat dinikmati oleh para investor dan secara otomatis akan meningkatkan nilai saham perusahaan tersebut. Di dunia nyata, perusahaan jarang sekali menggunakan 100% utang dalam struktur modalnya. Alasan utama adalah supaya perusahaan dapat menekan jumlah biaya kebangkrutan yang akan ditimbulkan. 5. Signalling Theory Berdasarkan asumsi yang diungkapkan oleh teori MM bahwa para investor mempunyai informasi yang sama seperti yang dimiliki oleh para manager (symmetric 4 information) adalah tidak demikian adanya. Pada kenyataannya para manajer mempunyai informasi yang lebih baik daripada informasi yang dimiliki oleh para investor, sehingga terjadi apa yang disebut asymmetric information. Informasi seperti ini mempunyai pengaruh yang sangat penting pada struktur modal yang optimal. Seseorang yang mempunyai informasi mengenai prospek yang positif akan cenderung berusaha menghindari penjualan saham. Kondisi ini secara tidak langsung akan memaksa perusahaan menggunakan utang melebihi dari target normal dalam struktur modalnya. Begitu juga sebaliknya, apabila prospek sebuah perusahaan adalah negatif maka banyak investor yang akan melakukan aksi jual. Dengan demikian, apabila sebuah perusahaan mengumumkan bahwa perusahaan tersebut akan go public dengan melakukan stocks offering, seringkali dianggap sebagai signal bahwa prospek kinerja perusahaan ke depan cenderung negatif. Bagaimana implikasi teori ini terhadap struktur modal sebuah perusahaan? Seperti diungkapkan di atas bahwa stocks offering dianggap sebagai negative signal dan cenderung akan menurunkan harga saham (walaupun sebenarnya bahwa tidak selamanya kinerja perusahaan akan buruk) maka perusahaan pada masa-masa normal harus mempertahankan reserve borrowing capacity, yaitu kemampuan meminjam uang dengan harga yang wajar pada saat munculnya peluang berinvestasi. Perusahaan dalam kondisi normal akan menggunakan lebih sedikit utang dari apa yang diungkapkan oleh MM dalam teori optimal capital structure-nya sebagai cadangan bahwa perusahaan masih bisa menggunakan tambahan utang tanpa menyebabkan timbulnya cost of financial distress karena menggunakan utang secara berlebihan. PENELITIAN TERDAHULU Penelitian terhadap determinan struktur modal ini sudah banyak dilakukan oleh para akademisi terdahulu, seperti yang dilakukan oleh Rajan dan Zingales (1995) dengan hasil penelitiannya yang mengemukakan bahwa struktur modal perusahaanperusahaan yang tergabung dalam negara G-7 memiliki korelasi positif dengan tangibility dan size kecuali di Jerman, namun memiliki korelasi negatif dengan growth opportunity of invesment dan profitability kecuali di Jerman. Secara umum, faktor-faktor struktur modal yang saling berkorelasi di negara G-7 memiliki kesamaan dengan faktor-faktor struktur modal pada perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat. Chen dan Hammes (2003) dengan hasil penelitian yang mengemukakan bahwa variabel struktur modal berkorelasi posotif dengan tangibility, firm size berkorelasi negatif begitu juga profitability, market to book ratio (market leverage) berkorelasi negatif dengan leverage kecuali di Denmark. Gaud et. al (2003) dengan penelitian yang menghasilkan struktur modal berkorelasi positif dengan firm size, collaterals/tangibility dan risiko usaha (operating risk), berkorelasi negatif dengan growth opportunities dan profitability. Drobetz dan Fix (2003) dengan penelitian yang menghasilkan bahwa struktur modal berkorelasi positif dengan tangibility, firm size dan growth opportunities, berkorelasi negatif dengan profitability dan volatility, tidak menunjukan hasil yang signifikan dengan non debt tax shields. 5 Deari dan Deari (2009) dengan hasil penelitian yang mengemukakan bahwa hasil estimasi di perusahaan yang sudah terdaftar di bursa Macedonia hanya menunjukan signifikansi secara statistik pada variabel profitability, sedangkan di perusahaan tidak terdaftar di bursa Macedonia, variabel profitability, tangibility dan growth memiliki hubungan yang signifikan secara statistik. Kemudian, Afza dan Hussain (2011) dengan hasil penelitian yang mengemukakan bahwa perusahaanperusahaan dari sektor industri Automobile, Engineering, dan Cable and Electrical Goods dengan posisi likuiditas yang baik dan depresiasi upah yang besar dengan menggunakan laba yang ditahan (retained earnings), diikuti oleh pendanaan lewat utang untuk pertumbuhannya sedangkan kelancaran dalam hal operasional dan pendanaan ekuitasnya dipertimbangkan paling ahir. Jika dikaitkan dengan faktor kepemilikan perusahaan, penelitian dari Cespedes et.al. (2009) menjelaskan perilaku perusahaan di Amerika Latin yang mencakup tujuh negara. Mereka menemukan bahwa perusahaan yang berorientasi kepemilikan lebih memilih pembiayaan ekuitas karena faktor pengurang pajak yang lebih rendah dan biaya kebangkrutan yang lebih tinggi. Kemudian, Rampini dan Viswanathan (2013) dalam penelitian yang mengaitkan antara investasi, struktur modal, leasing, dan manajemen risiko berdasarkan kebutuhan perusahaan untuk mengagunkan aset berwujud untuk perjanjian pembayaran. Kebanyakan Perusahaan yang terbatas kurang dalam hal lindung nilai dan lebih dalam hal menyewa. Perusahaan dewasa yang mengalami guncangan arus kas negatif dapat mengurangi manajemen risiko kemudian dapat menjual dan menyewakan asetnya. Kegigihan atas produktivitas mengurangi manfaat atas lindung nilai dari arus kas yang rendah dan dapat menyebabkan perusahaan-perusahaan untuk tidak melakukan lindung nilai sama sekali. Untuk penelitian di dalam negeri. Penelitian dari Manurung (2011) mengemukakan bahwa ada empat rasio sebagai determinan struktur kapital perusahaan di Indonesia, yaitu rasio modal kerja terhadap total aset, rasio nilai pasar terhadap nilai buku, rasio laba ditahan terhadap total aset, dan rasio EBIT terhadap total aset. METODE PENELITIAN Untuk melakukan penelitian ini, wakil (proxy) dari variabel strukur modal (leverage) yang digunakan hanya satu yaitu Debt to Total Asset ratio dan itulah yang menjadi proxy dari beberapa rasio struktur modal yang ada.Disamping leverage yang menjadi variabel terikat, penelitian ini menganalisis faktor-faktor spesifik (faktor mikro dari perusahaan) yang menjadi determinan leverage perusahaan, yaitu tangibility, profitability, liquidity, growth potential, firm size, cost of debt, non-debt tax shield, volatility, dan taxes. Pemilihan faktor-faktor tersebut sebagai determinan struktur modal berdasarkan pada teori dan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyimpulkan bahwa faktor-faktor tersebut berkorelasi terhadap struktur modal. Penelitian ini menguji variabel-variabel determinan struktur modal tersebut baik secara sendiri atau parsial maupun bersamaan dengan menggunakan metode penelitian data panel. Untuk mengetahui apakah faktor-faktor tangibility, profitability, liquidity, growth potential, firm size, cost of debt, non-debt tax shield, volatility, dan taxes 6 mempengaruhi struktur modal perusahaan, maka dibuat sebuah persamaan regresi data panel yaitu: LEVit = α* + β1TANGit + β2PROFit + β3LIQUit + β4GROWit + β5SIZEit + β6CODit + β7NDTSit + β8VOLAit + β9TAXEit + εit Dimana: LEV = leverage; TANG = tangibility; PROF = profitability; LIQU = liquidity; GROW = growth; SIZE = size; COD = cost of debt; NDTS = non-debt tax shield; VOLA = volatility; TAXE = taxes; i = perusahaan sampel; t = tahun periode penelitian; α = intersep; β = slope dari masing-masing variabel; ε = error. Analisis yang dilakukan untuk menentukan variabel determinan dibatasi dengan periode analisis dari tahun 2008 sampai tahun 2010, yaitu pada masa dan setelah krisis ekonomi global yang menimpa dunia dan berimbas pada stabilitas ekonomi di Indonesia. Dengan mengambil rentang waktu tersebut, maka diharapkan akan diketahui apakah determinan struktur modal seperti yang disebutkan di atas mempengaruhi struktur modal perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam indeks Kompas100 Indonesia. Populasi dan sampel Penelitian ini tidak mengikutsertakan perusahaan finance, karena struktur modal perusahaan finance tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada dalam penelitian ini melainkan dari nasabah perusahaan tersebut. Kemudian, ada beberapa data laporan keuangan yang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan dari penelitian ini, sehingga perusahaan-perusahaan tersebut tidak masuk dalam sampel penelitian. Dengan demikian perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 36, yaitu : No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kode Nama Perusahaan Indocement Tunggal INTP PrakasaTbk SMCB Holcim IndonesiaTbk SMGR Semen Indonesia (Persero)Tbk Charoen Pokphand CPIN IndonesiaTbk SULI Sumalindo Lestari JayaTbk INKP Indah Kiat Pulp & Paper Tbk SPMA Suparma Tbk ASII Astra International Tbk GJTL Gajah Tunggal Tbk ADMG Polychem Indonesia Tbk INDF Indofood Sukses Makmur Tbk GGRM PT Gudang Garam Tbk 7 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 KLBF TSPC UNVR AALI ADHI AKRA ANTM BLTA BMTR INCO ISAT LSIP MEDC MNCN MPPA PGAS PTBA SGRO TBLA TINS TLKM TOTL UNSP UNTR PT Kalbe Farma Tbk PT Tempo Scan Pacific Tbk PT Unilever Indonesia Tbk Astra Agro Lestari Adhi Karya (Persero) AKR Corporindo Aneka Tambang Berlian Laju Tanker Global Mediacom Vale Indonesia Indosat PP London Sumatra Indonesia Medco Energi International Media Nusantara Citra Matahari Putra Prima Perusahaan Gas Negara Tambang Batubara Bukit Asam Sampoerna Agro Tunas Baru Lampung Timah (Persero) Telekomunikasi Indonesia Total Bangun Persada Bakrie Sumatra Plantations United Tractors Sumber: IDX, diolah Data dan sumber data Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data dalam laporan keuangan dan harga saham dari perusahaan yang menjadi sampel penelitian. Periode penelitian dilakukan dalam periode tahun 2008 hingga 2010. Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari situs resmi dari masing-masing perusahaan yang menjadi sampel pada penelitian ini dan situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI), http://www.idx.co.id. Harga saham dari masing-masing perusahaan sampel penelitian diperoleh dari harga penutupan pada akhir tahun (30 atau 31 desember) 2008, 2009 dan 2010. Setelah melalui proses pengumpulan sampel dan data-data dari laporan keuangan tiap perusahaan, kemudian data-data tersebut diolah menjadi rasio dari tiap variabel terikat maupun bebas yang digunakan dalam penelitian ini. Definisi operasional variabel Berikut akan dijelaskan variabel yang digunakan dalam penelitian ini beserta hubungannya dengan struktur modal. 8 Leverage Rasio pengukuran untuk variabel terikat leverage dari beberapa penelitian terdahulu berbeda-beda, seperti non-equity leverage (penjumlahan dari semua liabilitas) terhadap total aset, debt (short ditambah longterm) terhadap total aset, debt to equity, debt (book value) terhadap aset bersih (aset dikurangi account payable dan current liabilities), interest coverage ratio (EBIT terhadap interest, EBITDA terhadap interest). Penelitian Rajan dan Zingales (1995) variabel yang digunakan adalah debt (book value) terhadap capital (penjumlahan dari book value of debt dan equity). Dengan melihat besaran dari kewajiban suatu perusahaan untuk mengukur leverage-nya maka rasio yang digunakan dari penelitian ini adalah Debt to Total Asset, dimana ukuran Debt diperoleh dari long-term ditambah dengan short-term liabilities. Tangibility Penelitian empiris sebelumnya yang dilakukan oleh Rajan dan Zingales (1995) mengemukakan bahwa rasio aset tetap terhadap total aset (tangibility) harus menjadi faktor penting untuk leverage. Tangibility dari aset merepresentasikan kesanggupan sebuah perusahaan pada nilai aset jaminannya. Penelitian tersebut mengemukakan bahwa kenaikan dalam tangibel aset menaikkan book leverage sebanyak 20% di semua negara kecuali Jepang yang menunjukkan kenaikan sebesar 45%. Beberapa penelitian sebelumnya seperti Drobetz dan Fix (2003), Chen dan Hammes (2003), Afza dan Hussain (2011) dan Gaud et. al (2003) juga menemukan relasi positif antara tangibel aset dengan leverage. Namun, Deari dan Deari (2009) menemukan bahwa tangibility berhubungan negatif dengan leverage, dan konsisten dengan implikasi pecking order theory pada perusahaan yang terdaftar dan tidak terdaftar di Bursa Macedonia. Hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini adalah tingkat tangibility yang dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 Indonesia mempunyai pengaruh positif pada tingkat leverage yang digunakan. Profitability Rajan dan Zingales (1995), Drobetz dan Fix (2003), Chen dan Hammes (2003), dan Gaud et. al (2003) di dalam penelitiannya menemukan relasi negatif antara profitability dengan leverage. Namun penelitian yg dilakukan Afza dan Hussain (2011) dan Deari dan Deari (2009) menemukan relasi positif di beberapa sampel penelitiannya. Afza dan Hussain (2011) menemukan relasi positif pada sektor cable and electrical goods di Pakistan. Namun untuk sektor automobile dan engineering profitabilitas berelasi negatif. Deari dan Deari (2009) dalam penelitiannya memperoleh hasil keberadaan relasi positif antara profitabilitas terhadap leverage pada perusahaan yang belum terdaftar di Bursa Macedonia. Bagi perusahaan yang sudah terdaftar berbeda, perusahaan-perusahaan tersebut memiliki relasi negatif terhadap leverage sama halnya dengan penelitian-penelitian sebelumnya. 9 Hipotesis yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah tingkat profitability yang dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 Indonesia mempunyai pengaruh negatif pada tingkat leverage yang digunakan. Liquidity Afza dan Hussain (2011) di dalam penelitiannya menemukan relasi negatif yang signifikan antara likuiditas terhadap leverage. Bahkan perusahaan-perusahaan di sektor engineering tidak memilih pembiayaan lewat utang. Pembiayaan diperoleh dari dalam perusahaan. Namun jika pendanaan dari dalam perusahaan sudah tidak mencukupi, perusahaan tersebut lebih memilih untuk memilih pembiayaan lewat ekuitas. Hipotesis yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah tingkat liquidity yang dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 Indonesia mempunyai pengaruh negatif pada tingkat leverage yang digunakan. Growth Potential Rajan dan Zingales (1995), Drobetz dan Fix (2003), dan Gaud et. al (2003) di dalam penelitiannya mengemukakan bahwa growth potential memiliki relasi yang negatif dengan leverage. Chen dan Hammes (2003) justru menemukan relasi positif antara growth potential dengan leverage walaupun hanya terjadi di negara Denmark. Negara lainnya yang menjadi sampel penelitian memiliki relasi negatif. Hipotesis yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah tingkat growth potential yang dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 Indonesia mempunyai pengaruh negatif pada tingkat leverage yang digunakan. Firm size Drobetz dan Fix (2003), Chen dan Hammes (2003), dan Gaud et. al (2003) di dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa firm size berkorelasi positif dengan leverage. Namun jika dilihat pada penelitian yang lain, firm size tidak sepenuhnya berkorelasi positif terhadap leverage. Seperti pada penelitian dari Afza dan Hussain (2011) dan Deari dan Deari (2009). Afza dan Hussain (2011) di dalam penelitiannya mengemukakan relasi negatif antara firm size terhadap leverage pada sampelnya di sektor cable and electrical goods, namun terdapat relasi positif pada sampelnya di sektor automobile dan engineering. Deari dan Deari (2009) di dalam penelitiannya mengemukakan bahwa firm size berkorelasi negatif terhadap leverage pada sampelnya di perusahaan-perusahaan yang belum terdaftar di Bursa Macedonia dan berkorelasi positif terhadap leverage pada sampelnya di perusahaan-perusahaan yang sudah terdaftar. Bahkan pada penelitian Rajan dan Zingales (1995) firm size berkorelasi negatif, di dalam penelitian tersebut dinyatakan bahwa perusahaan besar lebih mampu dalam mengeluarkan informasi-informasi yang sensitif ke investor. Oleh karena itu perusahaan tersebut seharusnya lebih rendah dalam hal penggunaan utangnya. 10 Hipotesis yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah tingkat firm size yang dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 Indonesia mempunyai pengaruh positif pada tingkat leverage yang digunakan. Cost of Debt Afza dan Hussain (2011) di dalam penelitiannya mengemukakan bahwa cost of debt berkorelasi negatif tidak signifikan terhadap leverage pada sampel penelitiannya di sektor automobile and engineering di Pakistan dan berkorelasi positif terhadap leverage pada sektor cable and electrical goods dengan hasil empiris yang signifikan. Hipotesis yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah tingkat cost of debt yang dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 Indonesia mempunyai pengaruh positif pada tingkat leverage yang digunakan. Non-Debt Tax Shield Dalam penelitian yang dilakukan oleh Drobetz dan Fix (2003) proxy yang mereka gunakan untuk variabel non-debt tax shield secara umum tidak menunjukan tanda signifikan. Namun, hanya di dalam satu spesifikasi regresi, perkiraan koefisien variabel tersebut signifikan. Sama halnya dengan penelitian Drobetz dan Fix (2003), penilitian Afza dan Hussain (2011) juga mengemukakan bahwa non-debt tax shield berkorelasi negatif dengan leverage dan tidak signifikan pada sampel penelitiannya di sektor automobile dan cable and electrical goods. Namun, di sektor engineering memiliki pengaruh yang sama terhadap leverage tetapi pada 5% level adalah signifikan. Dalam penelitian Deari dan Deari (2009), non-debt tax shield berkorelasi negatif terhadap leverage pada sampel perusahaan-perusahaan yang sudah terdaftar di Bursa Macedonia dan berkorelasi positif pada sampel perusahaan-perusahaan yang belum terdaftar. Namun, pengaruh non-debt tax shield terhadap leverage tersebut tidak signifikan. Hipotesis yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah tingkat non-debt tax shield yang dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 Indonesia mempunyai pengaruh negatif pada tingkat leverage yang digunakan. Volatility Drobetz dan Fix (2003) mengemukakan di dalam penelitiannya, relasi antara volatility dengan leverage adalah negatif. Hasil empiris tersebut mendukung teori trade-off (lebih volatile cash flow dari suatu perusahaan akan meningkatkan profitabilitas, dimana semakin tinggi profitabilitas maka pembiayaan lewat utang akan semakin rendah) dan teori pecking order (mengeluarkan pendanaan lewat ekuitas lebih memakan biaya perusahaan yang memiliki cash flow yang lebih volatile). Hipotesis yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah tingkat volatility yang dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 Indonesia mempunyai pengaruh negatif pada tingkat leverage yang digunakan. Taxes 11 Mengacu pada Gaud et al. (2003), pengaruh perpajakan dalam struktur modal ada dua. Di satu sisi, perusahaan memiliki dorongan untuk mengambil utang karena akan mendapatkan keuntungan dari tax shield. Di sisi yang lain, semenjak pendapatan dari pendanaan lewat utang dikenakan pajak yang lebih besar dibanding pendapatan lewat pendanaan ekuitas. Perusahaan juga akan terdorong untuk memilih pendanaan lewat ekuitas dibandingkan dengan utang. Namun di dalam penelitiannya, Gaud et. al (2003) tidak memasukan variabel taxes (pajak) ke dalam penelitiannya karena kemungkinan akan mengurangi ukuran baku dari penelitiannya dan dalam memilih selisih bunga pajak yang sesuai tersebut merupakan hal yang krusial dalam menentukan tax shield. Berbeda dengan Gaud et. al (2003), Afza dan Hussain (2011) memasukkan variabel pajak di dalam penelitiannya. Penelitian tersebut mengemukakan pengaruh yang signifikan pada level 5% pada sampelnya di sektor automobile dan pengaruh yang tidak signifikan di sektor cable and electrical goods serta pajak berkorelasi positif terhadap leverage pada dua sektor tersebut yang berarti perusahaan dengan nilai pajak yang tinggi lebih membutuhkan pendanaan lewat utang. Berbeda pada sampel penelitiannya di sektor engineering, di sektor tersebut pajak berkorelasi negatif terhadap leverage dengan pengaruh signifikan di level 5%. Hipotesis yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah tingkat taxes yang dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 Indonesia mempunyai pengaruh positif pada tingkat leverage yang digunakan. Teknik analisis data Data panel merupakan penggabungan data deret waktu (time series) dengan cross section. Dengan kata lain, data panel adalah data yang diperoleh dari data cross section yang diobservasi berulang pada unit individu (objek) yang sama pada waktu yang berbeda. Dengan demikian, akan diperoleh gambaran tentang perilaku dari beberapa objek tersebut selama beberapa periode waktu (Bambang dan Junaidi, 2012). Untuk mengestimasi regresi data panel tersebut digunakan software E-Views versi 7.0. Ada beberapa kelebihan ketika menggunakan data panel, diantaranya: 1. Karena jumlah observasinya banyak, yaitu dengan menggabungkan data time series dan cross section, kita memperoleh tingkat degree of freedom yang lebih besar untuk hasil estimasi. 2. Data panel mengurangi masalah yang berkaitan dengan omitted variables. 3. Individual heterogeneity dan time variant heterogeneity dapat lebih dikontrol. 4. Data panel memberikan data yang lebih informative yang membuat berkurangnya masalah multikolinieritas antar variabel bebas. Berdasarkan variasi-variasi asumsi dalam perhitungan model regresi data panel, terdapat tiga pendekatan (Bambang dan Junaidi, 2012), yaitu : 1. Metode Common-Constant (The Pooled OLS Method-PLS) Pendekatan PLS ini menggunakan metode OLS biasa. Metode ini merupakan metode yang paling sederhana. Dalam estimasinya diasumsikan bahwa setiap unit 12 individu memiliki intersep dan slope yang sama (tidak ada perbedaan pada dimensi kerat waktu). Dengan kata lain, regresi data panel yang dihasilkan akan berlaku untuk setiap individu. 2. Metode Fixed Effect (FEM) Pada metode FEM, intersep pada regresi dapat dibedakan antar individu karena setiap individu dianggap mempunyai karakteristik tersendiri. Dalam membedakan intersepnya dapat digunakan variabel dummy, sehingga metode ini juga dikenal dengan model Least Square Dummy Variable (LSDV). 3. Metode Random Effect (REM) Berbeda dengan metode FEM, pada metode REM, β0i tidak lagi dianggap konstan, namun dianggap sebagai variabel random dengan suatu nilai rata-rata dari β1 (tanpa subscript i). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pemilihan Model Regresi Data Panel Analisis untuk memilih model PLS dengan FEM kemudian antara model FEM dengan REM dapat dilihat pada pengujian sebagai berikut: a. Uji chow/likelihood ratio untuk memilih antara model PLS dengan FEM Cross-section F Cross-section Chi-square Statistic 12,3737 222,8691 d.f. (35,63) 35 Prob. 0,0000 0,0000 Sumber: diolah Pengujian untuk memilih antara model PLS dengan FEM ini menggunakan chow-test/likelihood ratio test, dengan hasil output E-Views yang terdapat pada lampiran. Hipotesis dari uji ini, yaitu: H0 : model mengikuti Pool H1 : model mengikuti Fixed Secara statistik hasil Output Eviews menunjukan nilai F test yang signifikan di level 0,000 dan nilai chi-square yang juga signifikan di level 0,000. Dari kedua nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis H0 ditolak, sehingga model FEM lebih sesuai dari pada PLS untuk digunakan sebagai model regresi data panel untuk datadata yang ada dalam penelitian ini. b. Uji Hausman untuk memilih antara model FEM dengan REM Cross-section random Chi-Square Stat. 55,7372 Chi-Square d.f. Prob. 9 0,0000 Sumber: diolah Pengujian untuk memilih antara model FEM dengan REM ini menggunakan uji hausman, dengan hasil output E-Views yang terdapat pada lampiran. Hipotesis yang diuji adalah : 13 H0 : random effect (individual effect uncorelated) H1 : fixed effect Secara statistik hasil output E-views untuk uji hausman dari tabel di atas terlihat bahwa nilai p-value = 0,0000 < 5% sehingga H0 ditolak. Sehingga model FEM lebih sesuai dari pada REM untuk digunakan sebagai model regresi data panel untuk data-data yang ada dalam penelitian ini. 2. Pembuktian Hipotesis dengan Regresi Data Panel Model FEM Pada bagian ini akan dijelaskan hasil uji terhadap hipotesis dengan menggunakan software E-Views 7.0 dan diestimasi dengan model yang telah dipilih dari uji chow/likelihood ratio kemudian dengan uji hausman yang menghasilkan model FEM (Fixed Effect Model) sebagai model yang paling tepat untuk mengestimasi parameter regresi data panel pada penelitian ini. Hasil estimasi dengan menggunakan model FEM dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel Estimasi dengan Model FEM Tangibility Profitability Liquidity Growth Size Cost of Debt Non-Debt Tax Shield Volatility Taxes Prob (F-statistic) R2 Durbin-Watson Stat. Coefficient 0,2720 -0,0555 -0,0222 -0,0096 -0,0122 -0,0231 0,1002 -0,0909 -0,0433 0,0000 0,9447 2,0518 Std. Error 0,1833 0,0383 0,0117 0,0057 0,0429 0,0608 0,1428 0,0522 0,0331 Prob. 0,1427 0,1527 0,0613 0,0982 0,7770 0,7059 0,4856 0,0865 0,1961 Sumber: diolah Hasil regresi Fixed Effect Model variabel determinan struktur modal yang terdapat pada tabel di atas menunjukan hasil yang signifikan jika dilihat dari uji Fnya, yaitu berada di level 0% (0,0000). Dengan demikian variabel tangibility, profitability, liquidity, growth potential, firm size, cost of debt, non-debt tax shield, volatility dan taxes secara bersama-sama mempengaruhi struktur modal. Namun secara parsial, tidak ada satu pun variabel yang menunjukan hasil yang signifikan pada level alpha 5%. Signifikansi variabel independen terbaik diperoleh dari liquidity, growth, dan volatility pada taraf nyata alpha kurang dari 10%. Nilai R2 sebesar 0,9447 yang menunjukan bahwa 94,47% rasio debt to total asset disebabkan oleh variabel bebas dalam model penelitian ini. Sedangkan nilai dari Durbin-Watson menunjukan angka 2, dengan demikian tidak ada masalah otokorelasi di dalam model ini. Untuk lebih lengkapnya, hasil output E-Views untuk pembahasan ini terdapat pada lampiran. Berdasarkan data dari koefisien yang disubstitusikan ke dalam model regresi data panel, perusahaan yang mempunyai rata-rata perubahan leverage terbesar adalah 14 PT Adhi Karya. Sementara itu, perusahaan yang mempunyai rata-rata perubahan leverage terkecil adalah PT Indocement Tunggal Prakasa. Dengan tidak adanya variabel yang signifikan satu pun dalam hasil ini, maka akan dicoba untuk memeriksa model yang telah dibuat. Mengingat model FEM tidak membutuhkan asumsi terbebasnya model dari serial korelasi, maka uji tentang otokorelasi dapat diabaikan. Oleh sebab itu, dikarenakan data pada penelitian ini merupakan data cross section, maka dicurigai terdapat masalah heteroskedastisitas (Nachrowi & Hardius, 2006, hal330). Berikut adalah tabel hasil dari estimasi dengan model FEM dan disesuaikan dengan opsi pengecekan heteroskedastisitas. Tabel Estimasi dengan Model FEM (heteroskedastisitas) Tangibility Profitability Liquidity Growth Size Cost of Debt Non-Debt Tax Shield Volatility Taxes Prob (F-statistic) R2 Durbin-Watson Stat. Coefficient 0,2720 -0,0555 -0,0222 -0,0096 -0,0122 -0,0231 0,1002 -0,0909 -0,0433 0,0000 0,9447 2,0518 Std. Error 0,1166 0,0358 0,0139 0,0044 0,0247 0,0257 0,0721 0,0406 0,0247 Prob. 0,0228 0,1260 0,1157 0,0326 0,6221 0,3740 0,1693 0,0287 0,0841 Sumber: diolah Hasil regresi data panel Fixed Effect Model (FEM) yang disesuaikan dengan opsi pengecekan heteroskedastisitas mengalami perubahan. Secara statistik, variabel tangibility, growth, volatility dan taxes berpengaruh secara signifikan terhadap leverage di level α < 5%, sedangkan variabel taxes hanya signifikan di level α < 10%. Nilai standard error dari masing-masing variabel mengalami penurunan dari regresi FEM sebelumnya, dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terjadi masalah heteroskedastisitas pada estimasi regresi. Tangibility Sesuai pernyataan hipotesis yang telah dibuat sebelumnya, hasil regresi data panel FEM menunjukan bahwa tangibility mempunyai korelasi positif yang signifikan terhadap struktur modal. Dengan demikian pernyataan hipotesis tersebut dapat diterima. Hasil tersebut mendukung penelitian dari Rajan dan Zingales (1995), Drobetz dan Fix (2003), Chen dan Hammes (2003), Afza dan Hussain (2011) dan Gaud et. al (2003) yang di dalam penelitian mereka mengemukakan bahwa tangibel aset berkorelasi positif terhadap struktur modal. Hasil tersebut juga mendukung teori trade-off. Hubungan positif mengindikasikan bahwa sebagian besar perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 Indonesia menggunakan aset tetap sebagai jaminan utang untuk menghindari terjadinya risiko kebangkrutan akibat dari 15 meningkatnya utang yang menimbulkan kemungkinan ketidaksanggupan perusahaan untuk membayarnya. Kemudian jika dilihat dari sisi kreditur, kreditur akan lebih memilih memberikan modal kepada perusahaan yang memiliki aset tetap sebagai jaminan yang tinggi, karena dengan tingginya aset tetap sebagai jaminan maka pihak kreditur akan mengambil aset tersebut jika perusahaan mengalami kesulitan pembayaran utang. Profitability Sesuai pernyataan hipotesis yang telah dibuat sebelumnya, hasil regresi data panel FEM menunjukan bahwa profitability mempunyai korelasi yang negatif terhadap struktur modal namun tidak signifikan. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan maka utang yang dibutuhkan semakin rendah. Karena, perusahaan yang lebih profit akan lebih memilih sumber pendanaan dari dalam perusahaan seperti dari laba ditahan ketimbang utang. Hasil regresi tersebut mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rajan dan Zingales (1995), Drobetz dan Fix (2003), Chen dan Hammes (2003), Gaud et. al (2003), Afza dan Hussain (2011) pada sampel sektor Automobile dan Engineering Pakistan, dan Deari dan Deari (2009) pada sampel perusahaan yang sudah terdaftar di Bursa Macedonia. Liquidity Hasil regresi data panel dengan model FEM menunjukan bahwa liquidity mempunyai hubungan negatif terhadap struktur modal namun tidak signifikan. Hasil tersebut mendukung penelitian sebelumnya dari Afza dan Hussain (2011) pada sampelnya di sektor automobile, engineering, dan cable and electrical goods di Pakistan. Sama halnya dengan pengujian variabel profitability, semakin likuid perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Kompas100 Indonesia, semakin berkurang pendanaan yang dilakukan dengan utang karena lebih memilih untuk menggunakan sumber pendanaan dari dalam perusahaan seperti laba yang ditahan. Growth Potential Hasil regresi data panel dengan model FEM menunjukan bahwa growth potential mempunyai hubungan negatif dengan struktur modal perusahaan dengan hasil yang signifikan. Dengan demikian pernyataan hipotesis tersebut dapat diterima. Hasil tersebut mendukung penelitian dari Rajan dan Zingales (1995), Drobetz dan Fix (2003), Gaud et. al (2003) dan Chen dan Hammes (2003) (kecuali di negara Denmark), semua penelitian tersebut mengemukakan bahwa growth potential berkorelasi negatif terhadap struktur modal di sampelnya masing-masing. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan Indeks Kompas100 Indonesia dengan tingkat pertumbuhan investasi yang tinggi lebih sedikit menggunakan utang sebagai sumber pendanaan. Perusahaan cenderung menggunakan ekuitasnya yang terus meningkat untuk pendanaan perusahaan dari pada utang. Sebaliknya, jika growth dari saham perusahaan menurun, maka perusahaan akan melakukan pengalihan ke pendanaan lewat utang. 16 Firm Size Hasil regresi data panel dengan model FEM menunjukan bahwa firm size mempunyai hubungan negatif terhadap struktur modal namun tidak menunjukan hasil yang signifikan. Hasil tersebut mendukung hasil penelitian dari Rajan dan Zingales (1995), Deari dan Deari (2009) pada sampel perusahaan yang belum terdaftar di Bursa Macedonia. Afza dan Hussain (2011) pada sampel perusahaan di sektor cable and electrical goods di Pakistan. Hasil ini mengindikasikan bahwa, perusahaan yang kecil lebih memilih pendanaan lewat utang karena biayanya lebih murah dari pada ekuitas. Sebaliknya, perusahaan besar cenderung sedikit berutang dan lebih memilih ekuitas, karena perusahaan Indeks Kompas100 Indonesia dengan ukuran besar memiliki pengaruh dalam hal fundamental yang kuat dan juga memiliki nilai saham tinggi. Cost of Debt Hasil regresi data panel dengan model FEM menunjukan bahwa cost of debt mempunyai hubungan negatif dengan struktur modal perusahaan namun tidak signifikan. Hubungan negatif tidak signifikan antara cost of debt terhadap struktur modal tersebut mendukung penelitian dari Afza dan Hussain (2011) pada sampel penelitiannya di sektor automobile dan engineering di Pakistan. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan Indeks Kompas100 Indonesia menghindari pendanaan lewat utang ketika cost of debt mengalami kenaikan. Begitu juga sebaliknya, jika cost of debt mulai mengalami penurunan, perusahaan lebih memilih pendanaan lewat utang. Non-Debt Tax Shield Berbeda dengan perkiraan hipotesis yang menyatakan bahwa non-debt tax shield berkorelasi negatif dengan struktur modal, hasil dari uji hipotesis ini menghasilkan relasi yang positif dan tidak signifikan antara non-debt tax shield dengan struktur modal. Hasil tersebut hanya sejalan dengan penelitian dari Deari dan Deari (2009) yang menghasilkan korelasi positif antara non-debt tax shield dengan struktur modal pada sampel perusahaan yang belum terdaftar di Bursa Macedonia. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa tingginya keuntungan pajak karena utang atau debt tax shield yang disebabkan dengan utang yang meningkat akan diiringi dengan peningkatan nilai non-debt tax shield perusahaan Kompas100 Indonesia dengan tujuan yang sama dari debt tax shield yaitu untuk mengurangi beban pajak. Volatility Hasil regresi data panel dari variabel volatility terhadap struktur modal penelitian sama dengan perkiraan hipotesis yang telah dibuat, estimasi regresi menghasilkan tanda negatif yang signifikan. Hasil ini mendukung hasil penelitian Drobetz dan Fix (2003) dan juga teori trade-off dan pecking order. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa pendapatan perusahaan yang lebih volatile akan ada kemungkinan peningkatan profitabilitas. Disamping itu, kemungkinan untuk arah profitabilitas suatu perusahaan menuju angka minus semakin kecil akibat berakhirnya masa krisis ekonomi global. Hal tersebut didukung oleh data deskriptif statistik profitabilitasnya, terdapat rasio profitabilitas perusahaan yang memiliki nilai minus 17 hanya di angka minus 12%. Dengan demikian, perusahaan akan semakin profit dan akan lebih memilih sumber pendanaan dari dalam perusahaan seperti laba ditahan dari pada utang. Taxes Hasil regresi data panel dari variabel taxes terhadap struktur modal penelitian ini berbeda dengan perkiraan hipotesis yang telah dibuat. Perkiraan hipotesis menyatakan bahwa taxes berkorelasi positif terhadap struktur modal, namun estimasi regresi menghasilkan tanda negatif yang signifikan di level 10%. Hasil ini mendukung salah satu hasil penelitian dari Afza dan Hussain (2011), yaitu pada sampel perusahaan di sektor engineering di Pakistan. Hasil ini mengindikasikan bahwa perusahaan akan terus meningkatkan utang dengan tujuan mengambil manfaat dari bunga utang yang dapat mengurangi beban pajak. Namun, besaran pajak tersebut memiliki titik optimal yang jika melampaui batas dari titik optimal tersebut maka pendapatan bersih perusahaan akan semakin tergerus oleh besarnya bunga utang dan pajak. Sehingga, nilai dari suatu perusahaan akan semakin mengecil akibat dari mengecilnya nilai laba bersih dan laba bersih per saham (earning per share). Dengan demikian, jika besaran pajak sudah mencapai titik optimalnya maka perusahaan akan mengurangi besaran bunga utang dengan menekan jumlah utangnya. KESIMPULAN Berdasarkan laporan keuangannya, sebagian besar perusahaan Indeks Kompas100 memiliki aset kolateral yang tinggi sebagai faktor untuk menarik kreditur agar perusahaan dapat menigkatkan utangnya. Pertumbuhan investasi yang terus meningkat dari perusahaan yang terdaftar di Indeks yang terkenal kuat dalam hal fundamentalnya membuat perusahaan lebih memilih pendanaan lewat ekuitas. Disamping itu, dampak dari krisis ekonomi global yang berimbas pada meningkatnya volatilitas pendapatan perusahaan kemudian berimbas pula terhadap risiko menurunnya nilai perusahaan akibat semakin tergerusnya laba bersih perusahaan jika besaran pajak telah melampaui batas optimalnya, sehingga perusahaan akan lebih berhati-hati dalam meningkatkan utang. Dengan demikian, hal-hal tersebut dapat menjadi gambaran mengapa variabel tangibility, growth, volatility dan taxes secara statistik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal. Selain variabel yang berkorelasi signifikan terhadap struktur modal, terdapat variabel yang secara statistik berkorelasi, namun tidak signifikan, yaitu profitability, liquidity, size, cost of debt, dan non-debt tax shield. Secara umum, jika dilihat dari uji F dalam estimasi regresi data panel dengan model FEM (Fixed Effect Model), variabel determinan struktur modal secara bersama-sama mempengaruhi struktur modal, dengan demikian model dan variabel yang ada dalam penelitian ini, dapat dengan tepat menjelaskan hubungannya dengan struktur modal. SARAN Penelitian selanjutnya perlu menambah variabel terikat selain debt to total asset yang masih mencakup struktur modal, yaitu seperti debt to equity ratio, long-term debt to total asset dan short-term debt to total asset yang diukur baik dari nilai buku 18 maupun nilai pasarnya. Bagi penelitian selanjutnya, sebaiknya perlu menambah jumlah sampel perusahaan (jumlah observasi) dan periode waktu penelitian sehingga diharapkan dapat memperluas cakupan analisis dari penelitian. Penggunaan dummy variabel untuk mengukur fenomena tambahan seperti dummy variabel waktu yang dibuat untuk melihat pengaruh beberapa tahun sebelum atau sesudah krisis ekonomi global terhadap struktur modal di periode yang telah ditetapkan. Untuk memperoleh hasil relasi dan tingkat signifikansi yang lebih akurat, disarankan untuk mengukur konsistensi dari relasi dan tingkat signifikansi dari determinan dengan cara perbandingan antar model data panel, yaitu dengan cara, membandingkan hasil dari model PLS (Pooled Ordinary Least Square), FEM (Fixed Effect Model), dan REM (Random Effect Model). DAFTAR PUSTAKA Afza,T., Hussain, A. (2011). International Journal of Humanities and Social Science. Determinants of Capital Structure across Selected Manufacturing Sectors of Pakistan. Vol. 1 No. 12. Brigham, Eugene F. & Juel F. Houston. (2004). Fundamental of Financial Management, 10th edition. Ohio : Thomson – South Western. Cespedes, Gonzalez & Molina (2009). Journal of Business Research. Ownership and Capital Structure in Latin America, 1-7. Chen, Y. H., Hammes, K. (2003). Capital Structure. Theories and Empirical Results APanel Data Analysis. Deari, F., Deari, M. (2009). The Determinants of Capital Structure, Evidence from Macedonian Listed and Unlisted Companies, 54, 91 – 102. Drobetz, W. & Fix, R. (2003). What are the Determinant of the Capital Structure? Some Evidence for Switzerland. Gaud, P., Jani E., Hoesli, M., & Bender, A. (2003). The Capital Structure of Swiss Companies, An Empirical Analysis Using Dynamic Panel Data Juanda, B. & Junaidi (2012). Ekonometrika Deret dan Waktu : Teori dan Aplikasi. Edisi ke-1. Bogor: Penerbit IPB Press. Manurung, Adler H. (2011). Determinan Struktur Kapital Perusahaan di Indonesia. Vol. 15 No. 3 hal. 250 – 261. Nachrowi, D. & Usman, H. (2006). Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Rajan, R. G., Zingales L. (1995). Journal of Finance. What do We Know about Capital Structure ? Some Evidence from International Data. Vol. 50 No. 5 hal. 1421-1460. Rampini, Adriano A., Viswanathan, S. (2013). Journal of Financial Economics. Collateral and Capital Structure. Vol. 109, hal. 466-492. Titman, S., Keown, Arthur J., Martin, John D. (2011). Financial Management: Principal and Application, 11th edition. New Jersey : Pearson – Prentice Hall. 19 LAMPIRAN Lampiran 1: Hipotesis Penelitian. Variabel Proxy yang digunakan Relasi Referensi Relasi Referensi Rajan & Zingales, Drobetz & Fix, Tangibility + Chen & Hammes, - Gaud et al, Deari & Deari. Afza & Hussain. Rajan & Zingales, Drobetz & Fix, ‘Chen & Profitability + Deari & Deari, Afza & Hussain. - Hammes, Gaud et al, Deari & Deari, Afza & Hussain. Liquidity - Afza & Hussain. Rajan & Zingales, Growth Potential Drobetz & + Chen & Hammes - Fix, Chen & Hammes, Gaud et al. Rajan & Drobetz & Fix, Zingales, Chen & Hammes, Firm size + Gaud et al, Deari & Deari, Afza & Hussain. - Deari & Deari, Afza & Hussain. 20 Cost of Debt + Afza & Hussain. - Afza & Hussain. Drobetz & Fix, Non-Debt Tax Shield + Deari & Deari. - Deari & Deari, Afza & Hussain. Volatility - Drobetz & Fix. Taxes + Afza & Hussain. - Afza & Hussain. Keterangan : (+) diartikan bahwa leverage meningkat/menurun dengan determinannya, (-) diartikan bahwa leverage meningkat/menurun berkebalikan dengan determinannya. 21 Lampiran 2: Hasil Output E-views7.0 untuk Uji Chow/likelihood Ratio. 22 Lampiran 3: Hasil Output E-views7.0 untuk Uji Hausman. Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: KOMAPAS100_36 Test cross-section random effects Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. 55.737197 9 0.0000 Var(Diff.) Prob. 0.049484 -0.108200 -0.058379 -0.003109 -0.020678 -0.098132 0.144189 -0.090887 -0.047520 0.028503 0.000209 0.000069 0.000021 0.001621 0.000718 0.007980 0.000172 0.000141 0.1874 0.0003 0.0000 0.1630 0.8336 0.0051 0.6223 0.9993 0.7232 Test Summary Cross-section random Cross-section random effects test comparisons: Variable Fixed Random TANGIBILITY? PROFITABILITY? LIQUIDITY? GROWTH? SIZE? COD? NDTS? VOLATILITY? TAXES? 0.272045 -0.055510 -0.022255 -0.009567 -0.012218 -0.023059 0.100186 -0.090897 -0.043314 Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: LEVERAGE? Method: Panel Least Squares Sample: 2008 2010 Included observations: 3 Cross-sections included: 36 Total pool (balanced) observations: 108 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C TANGIBILITY? PROFITABILITY? LIQUIDITY? GROWTH? SIZE? COD? NDTS? VOLATILITY? TAXES? 0.826022 0.272045 -0.055510 -0.022255 -0.009567 -0.012218 -0.023059 0.100186 -0.090897 -0.043314 1.274633 0.183292 0.038348 0.011680 0.005699 0.042950 0.060834 0.142828 0.052207 0.033148 0.648047 1.484221 -1.447539 -1.905442 -1.678705 -0.284463 -0.379046 0.701447 -1.741092 -1.306671 0.5193 0.1427 0.1527 0.0613 0.0982 0.7770 0.7059 0.4856 0.0865 0.1961 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.944757 0.906175 0.063449 0.253625 173.6723 24.48675 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.474113 0.207141 -2.382821 -1.265266 -1.929693 2.051844 23 Lampiran 4: Hasil Output E-views 7.0 untuk Estimasi Model FEM Dependent Variable: LEVERAGE? Method: Pooled Least Squares Sample: 2008 2010 Included observations: 3 Number of cross-sections used: 36 Total panel (balanced) observations: 108 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. TANGIBILITY? PROFITABILITY? LIQUIDITY? GROWTH? SIZE? COD? NDTS? VOLATILITY? TAXES? Fixed Effects _INTP--C _SMCB--C _SMGR--C _CPIN--C _SULI--C _INKP--C _SPMA--C _ASII--C _GJTL--C _ADMG--C _INDF--C _GGRM--C _KLBF--C _TSPC--C _UNVR--C _AALI--C _ADHI--C _AKRA--C _ANTM--C _BLTA--C _BMTR--C _INCO--C _ISAT--C _LSIP--C _MEDC--C _MNCN--C _MPPA--C _PGAS--C _PTBA--C _SGRO--C _TBLA--C _TINS--C _TLKM--C _TOTL--C _UNSP--C _UNTR--C 0.272045 -0.055510 -0.022255 -0.009567 -0.012218 -0.023059 0.100186 -0.090897 -0.043314 0.183292 0.038348 0.011680 0.005699 0.042950 0.060834 0.142828 0.052207 0.033148 1.484221 -1.447539 -1.905442 -1.678705 -0.284463 -0.379046 0.701447 -1.741092 -1.306671 0.1427 0.1527 0.0613 0.0982 0.7770 0.7059 0.4856 0.0865 0.1961 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) 0.520569 0.748338 0.622309 0.868388 1.019270 0.866959 0.754091 0.858736 1.041513 0.940174 0.967818 0.742896 0.644056 0.662606 1.072083 0.572812 1.272923 0.922392 0.683436 0.908559 0.735626 0.562930 0.807941 0.590608 1.060964 0.788790 0.927407 0.945925 0.846058 0.642712 0.980565 0.787617 0.694895 1.037250 0.830990 0.806599 0.944757 0.906175 0.063449 24.48675 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat 0.474113 0.207141 0.253625 2.051844 24 Lampiran 5: Hasil Output E-views 7.0 untuk Estimasi Model FEM (Heteroskedastisitas) Dependent Variable: LEVERAGE? Method: Pooled Least Squares Sample: 2008 2010 Included observations: 3 Number of cross-sections used: 36 Total panel (balanced) observations: 108 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. TANGIBILITY? PROFITABILITY? LIQUIDITY? GROWTH? SIZE? COD? NDTS? VOLATILITY? TAXES? Fixed Effects _INTP--C _SMCB--C _SMGR--C _CPIN--C _SULI--C _INKP--C _SPMA--C _ASII--C _GJTL--C _ADMG--C _INDF--C _GGRM--C _KLBF--C _TSPC--C _UNVR--C _AALI--C _ADHI--C _AKRA--C _ANTM--C _BLTA--C _BMTR--C _INCO--C _ISAT--C _LSIP--C _MEDC--C _MNCN--C _MPPA--C _PGAS--C _PTBA--C _SGRO--C _TBLA--C _TINS--C _TLKM--C _TOTL--C _UNSP--C _UNTR--C 0.272045 -0.055510 -0.022255 -0.009567 -0.012218 -0.023059 0.100186 -0.090897 -0.043314 0.116580 0.035797 0.013953 0.004379 0.024668 0.025754 0.072054 0.040600 0.024676 2.333558 -1.550704 -1.594933 -2.184573 -0.495273 -0.895361 1.390434 -2.238826 -1.755291 0.0228 0.1260 0.1157 0.0326 0.6221 0.3740 0.1693 0.0287 0.0841 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) 0.520569 0.748338 0.622309 0.868388 1.019270 0.866959 0.754091 0.858736 1.041513 0.940174 0.967818 0.742896 0.644056 0.662606 1.072083 0.572812 1.272923 0.922392 0.683436 0.908559 0.735626 0.562930 0.807941 0.590608 1.060964 0.788790 0.927407 0.945925 0.846058 0.642712 0.980565 0.787617 0.694895 1.037250 0.830990 0.806599 0.944757 0.906175 0.063449 24.48675 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat 0.474113 0.207141 0.253625 2.051844 25 PEMBENTUKAN PORTOFOLIO SAHAM OPTIMUM DENGAN METODE ELTON-GRUBER DAN VARIABEL MAKRO YANG MEMPENGARUHINYA George Danish Wardana dan Adler Haymans Manurung ABSTRAK This paper has objective to construct a portfolio by using Elton Gruber Method. Then it continue to investage macro variable affected its portofolio return. Data was usde to construct portfolio since May 2007 to May 2012. This paper found that there is 8 stocks out of LQ45 to construct a portfolio which is PGAS, UNVR, CPIN, INCO, GGRM, GJTL, TRAM, dan BBCA. The portfolio has return of 54,62% and risk of 7,47% per annum. Three variabel has significant to affect portofolio return which is inflation, interest and Hang Seng Index. The three variabel has negatif relationship to portofolio return. Kata Kunci: portofolio saham, variabel makro, model regresi 26 PENDAHULUAN Penelitian mengenai pembentukan portofolio investasi di Indonesia telah banyak dilakukan oleh berbagai peneliti sebelumnya. Bawazer dan Sitanggang (1994) melakukan penelitian atas pembentukan portofolio saham dari berbagai saham yang terdaftar di bursa dengan menggunakan metode Simple Criteria for Optimal Portfolio Selection (SCFOPS) yang diperkenalkan oleh Elton dkk. untuk periode 1990-1991. Manurung (1997) telah menganalisa alokasi aset dari berbagai saham yang terdaftar di dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 1992-1994 dengan menggunakan model Markowitz. Manurung dan Berlian (2004) juga menguji investasi portofolio dari berbagai instrumen keuangan Indonesia menggunakan efficient frontier yang dikembangkan berdasarkan model Markowitz dan pengumpulan data secara bulanan untuk periode 1996-2003. Variabel makro juga telah dikaji pada berbagai penelitian terdahulu sebagai faktor yang memiliki pengaruh terhadap pergerakan harga saham. Manurung (1996b) menyatakan bahwa tingkat bunga, nilai tukar US Dollar terhadap Rupiah, inflasi, dan perubahan uang beredar cukup signifikan mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Tanadi (2003) juga melakukan penelitian serupa dan menyetujui bahwa tingkat bunga dan kurs US Dollar terhadap Rupiah mempengaruhi tingkat pengembalian saham secara signifikan. Pasaribu, Tobing, dan Manurung (2009) meneliti pengaruh variabel makroekonomi terhadap pergerakan IHSG dan menemukan beberapa variabel yang dikaji memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan IHSG. Secara lebih spesifik, pengaruh variabel makroekonomi terhadap pergerakan saham-saham di suatu sektor tertentu juga telah dilakukan sebelum-sebelumnya. Manurung (2003) telah meneliti faktor-faktor makro yang mempengaruhi kinerja saham perbankan. Manurung dan Saragih (2004) melakukan penelitian pengaruh variabel makro terhadap saham farmasi. Variabel makro yang digunakan dalam penelitian-penelitian tersebut meliputi jumlah uang beredar, tingkat bunga SBI, tingkat inflasi, nilai kurs US Dollar terhadap Rupiah, dan tingkat pengembalian pasar (berdasarkan IHSG). Handra (2004) meneliti variabel ekonomi makro yang berdampak atas tingkat pengembalian saham-saham perusahaan industri. Penelitian lainnya dilakukan oleh Sitompul (2009) yang melihat pengaruh variabel ekonomi makro terhadap pergerakan saham-saham perusahaan di bidang jasa keuangan. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dapat dilihat bahwa pembentukan portofolio menarik untuk diteliti karena senantiasa berubah dari waktu ke waktu dan dipengaruhi oleh berbagai hal. Sebagai acuan dalam menentukan alokasi aset untuk disertakan ke dalam portofolio, penelitian terdahulu banyak yang menggunakan model Markowitz. Oleh karenanya, tesis ini akan mencoba penggunaan metode Elton-Gruber seperti yang pernah dilakukan oleh Bawazir dan Sitanggang 27 (1994) dan Sukarno (2007), yaitu dengan menggunakan Simple Criteria for Optimal Portfolio Selection. Faktor yang secara signifikan mempengaruhi pergerakan saham-saham yang terdaftar di bursa Indonesia adalah variabel makro, terutama dalam pergerakan secara keseluruhan yang tercermin melalui IHSG. Dengan banyaknya pula penelitian yang melihat pengaruh variabel makro terhadap saham-saham perusahaan dalam sektor tertentu, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa variabel makro juga akan berpengaruh terhadap saham-saham dalam portofolio optimum yang tidak terfokus pada satu sektor saja, mengingat pengaruhnya terhadap IHSG cukup signifikan. Dengan demikian, tesis ini akan meneliti pengaruh variabel makro tersebut terhadap portofolio optimum yang akan dibentuk terlebih dahulu. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa hal yang cukup menarik untuk dilakukan penelitian: ï‚· Saham-saham perusahaan apa saja yang disertakan untuk membentuk portofolio optimum? ï‚· Faktor-faktor apa saja yang memiliki pengaruh cukup signifikan terhadap tingkat pengembalian portofolio dan seberapa besar pengaruhnya? ï‚· Bagaimana kinerja portofolio tersebut di masa lalu guna agar menjadi acuan untuk kinerjanya di masa mendatang? LANDASAN TEORI Pada bagian ini, akan dibahas mengenai teori portofolio yang akan digunakan dalam pembentukan portofolio saham optimum dan variabel-variabel yang digunakan untuk meneliti pengaruhnya terhadap tingkat pengembalian portofolio saham tersebut, yaitu: inflasi, tingkat bunga, jumlah uang beredar, nilai tukar (kurs), harga minyak mentah dunia, bursa saham regional, dan indeks Dow Jones. Teori Portofolio dilandasi dengan suatu konsep dimana pemilik dana melakukan investasi pada lebih dari satu instrumen investasi, atau pada lebih dari satu instrumen yang sejenis (misalnya dua atau lebih saham, dua atau lebih properti, dan sebagainya). Pembentukan portofolio memiliki maksud dan tujuan tertentu, namun biasanya tujuan utamanya adalah untuk melakukan diversifikasi atas risiko, sehingga mengurangi risiko yang dihadapi oleh investor. Teori portofolio pertama kali dikembangkan oleh Markowitz pada tahun 1952 dengan memperkenalkan konsep tingkat pengembalian dan risiko. Dalam teorinya, investor rasional akan selalu memilih tingkat pengembalian yang setinggitingginya dengan risiko yang serendah-rendahnya, dimana tingkat pengembalian yang diharapkan di masa mendatang diukur berdasarkan tingkat pengembalian yang telah terjadi melalui data historis dan ketidakpastian atas tercapainya tingkat pengembalian yang diharapkan tersebut merupakan risiko. Teori ini menjadi fondasi dari berbagai 28 teori keuangan serta digunakan oleh banyak manajer investasi untuk mengelola dana dan terutama, untuk melakukan diversifikasi risiko. Pada perkembangan selanjutnya, William F. Sharpe mengembangkan teori portofolio Markowitz dengan memperkenalkan teori harga aset yang dikenal secara luas dengan Capital Asset Pricing Model (CAPM) di tahun 1964. Teori tersebut memiliki beberapa asumsi yang kerap diperdebatkan oleh para peneliti, meski demikian teori tersebut tetap digunakan secara luas, terutama dalam melakukan valuasi harga aset. Bentuk dari model CAPM adalah sebagai berikut: Teori CAPM sendiri sebenarnya merupakan bentuk dari single-index model karena dalam bentuk persamaannya, tingkat pengembalian suatu sekuritas hanya ditentukan oleh satu buah indeks saja, yaitu koefisien beta. Menurut CAPM, risiko yang relevan dari suatu investasi berkaitan dengan bagaimana investasi tersebut memberikan kontribusi terhadap risiko portofolio pasar. Portofolio Optimum. Elton-Gruber (2011) menyatakan bahwa pembentukan portofolio optimum dapat difasilitasi dengan mudah apabila terdapat sebuah angka yang mengukur seberapa besar “keinginan” untuk menyertakan sebuah saham ke dalam portofolio optimum. Dalam bukunya, Elton-Gruber mendefinisikan besaran tersebut melalui rasio tingkat pengembalian berlebih terhadap koefisien beta (excess return over beta ratio atau rasio ERB). Rasio ERB mengukur tingkat pengembalian tambahan (yang melebihi tingkat pengembalian yang ditawarkan oleh investasi bebas risiko) suatu sekuritas per unit risiko yang tidak terdiversifikasi (risiko sistematik yang dilambangkan dengan koefisien beta). Secara matematis, rumusan Elton-Gruber tersebut dilambangkan dengan persamaan sebagai berikut: dimana: ERB = rasio excess return over beta = tingkat pengembalian saham = tingkat bunga bebas risiko = koefisien yang menunjukkan perubahan yang diharapkan atas tingkat pengembalian saham setiap terjadi perubahan 1% pada tingkat pengembalian pasar (IHSG). Apabila berbagai aset diperingkat berdasarkan rasio ERB (dari yang tertinggi hingga terendah), maka peringkat tersebut melambangkan seberapa besar “preferensi” masing-masing investor dalam menyertakan aset tersebut ke dalam portofolio investasinya. Dengan kata lain, jika suatu aset dengan rasio ERB tertentu disertakan ke dalam portofolio, maka aset-aset lain dengan rasio yang lebih tinggi juga akan 29 turut disertakan, dan sebaliknya. Banyaknya aset yang dipilih bergantung kepada suatu “batasan” unik dimana aset-aset dengan rasio ERB diatas batas tersebut akan diterima dan aset-aset dibawah batas tersebut akan dikeluarkan. Batasan tersebut disebut sebagai cutoff rate ( ). Inflasi didefinisikan sebagai kenaikan atas tingkat harga secara berkelanjutan (Colander, 2010). Pengaruh inflasi terhadap return saham telah diteliti oleh berbagai peneliti terdahulu. Nelson (1976) melakukan penelitian yang dipublikasikan di dalam Journal of Finance mengenai inflasi dan return saham untuk periode Januari 1953 hingga Juni 1974; hasilnya mendapati bahwa inflasi memiliki hubungan negatif dengan tingkat pengembalian saham. Jaffe dan Mandelker (1976) melakukan penelitian serupa namun dengan periode yang berbeda, yaitu untuk periode Januari 1953 sampai Desember 1971. Tingkat Bunga merupakan sebuah tingkat pengembalian aset yang mempunyai risiko mendekati nol (Manurung dan Saragih, 2004). Biasanya tingkat bunga digunakan sebagai patokan menentukan risk-free rate dalam berbagai perhitungan. Investor dapat menggunakan tingkat bunga sebagai patokan untuk perbandingan bila ingin melakukan investasi. Umumnya, tingkat bunga memiliki hubungan negatif dengan bursa saham (Pasaribu, Tobing, dan Manurung, 2009). Jumlah Uang Beredar (M2) ditentukan oleh Bank Sentral dalam rangka melangsungkan kebijakan moneter; jumlah uang yang diminta (money demand) ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain tingkat harga rata-rata dalam perekonomian. Sprinkel (1964) menyatakan bahwa ada hubungan positif antara pertumbuhan uang beredar dengan harga saham tapi waktunya tidak selalu konsisten dan kelihatannya menjadi lebih pendek. Rozeff (1974) melakukan penelitian yang relatif sama dan hasil analisa regresinya menyimpulkan adanya hubungan yang lemah. Nilai Tukar (Kurs) merupakan nilai mata uang suatu negara yang dinyatakan dengan nilai mata uang negara yang lain. Kurs biasanya dijadikan ukuran untuk mengetahui kondisi perekonomian suatu negara. Pertumbuhan nilai mata uang yang stabil menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang relatif baik atau stabil (Salvator, 1997:10). Manurung dan Saragih (2004) mendapati adanya hubungan negatif antara variabel kurs dengan tingkat pengembalian saham meskipun tidak signifikan. Pasaribu, Tobing, dan Manurung (2009), dengan periode penelitian 2000-2008, berakhir pada kesimpulan bahwa nilai tukar tidak berpengaruh terhadap pergerakan IHSG secara keseluruhan. Harga Minyak Mentah Dunia. Salah satu faktor luar negeri yang cukup memegang peranan penting dalam pergerakan bursa Indonesia adalah harga komoditi, yang biasanya diproksi oleh harga minyak mentah dunia. Naik-turunnya harga minyak mentah dunia merupakan suatu indikasi yang mempengaruhi pasar modal suatu negara. Hal ini dikarenakan, secara tidak langsung, kenaikan harga minyak mentah dunia akan berimbas pada kegiatan ekspor dan impor. Witjaksono (2010) 30 menyimpulkan dari penelitiannya bahwa harga minyak mentah dunia memiliki pengaruh positif terhadap pergerakan IHSG dengan menggunakan data bulanan selama periode 2000-2009. Bursa Saham Regional. Pasar modal di Indonesia tidak terlepas dari kegiatan investor asing yang menanamkan modalnya di Indonesia. Pengaruh globalisasi tersebut terbuka bagi investor asing di seluruh dunia, namun diyakini akan lebih terasa pengaruhnya dengan keberadaan para investor dalam kawasan yang sama (berdekatan). Oleh karenanya, perubahan di satu bursa akan ditransmisikan ke bursa negara lain, dimana bursa yang lebih besar akan mempengaruhi bursa yang lebih kecil. Achsani (2000) menyatakan bahwa syok yang terjadi di bursa Amerika Serikat akan kurang direspon oleh bursa regional Asia, namun syok yang dialami oleh bursa Singapura, Korea Selatan, atau Hong Kong akan langsung ditransmisikan ke hampir semua bursa saham di Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Indeks Dow Jones merupakan ukuran rata-rata tertimbang atas harga 30 saham perusahaan “blue-chip” yang diperdagangkan di bursa efek New York dan Nasdaq. Sebagai salah satu indikator ekonomi dunia, terdapat suatu kemungkinan yang cukup besar bahwa DJIA akan mempengaruhi pergerakan bursa saham di Indonesia. M. Samsul (2008) menyatakan bahwa pergerakan bursa saham di negara manapun akan dipengaruhi oleh indeks-indeks pasar dunia, terutama negara yang telah maju. Penyebabnya antara lain adalah globalisasi perdagangan dan aliran informasi, serta regulasi pasar modal yang membuka peluang bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di negara lain. Indeks LQ45 diciptakan untuk menyediakan informasi kepada pasar melalui sebuah indeks yang mewakili 45 perusahaan paling likuid yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta. Hingga saat ini, indeks LQ45 mencakup setidaknya 70% kapitalisasi pasar dan nilai transaksi di pasar reguler. Indeks ini dinyatakan dalam Rupiah (“IDR”) dan dipublikasikan sepanjang jam perdagangan aktif JSX. Indeks LQ45 terdiri dari 45 saham biasa yang telah lulus penyaringan dari aspek likuiditas serta besaran kapitalisasi pasar. METODOLOGI PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan masukan atas variabel makro yang memiliki pengaruh cukup signifikan terhadap tingkat pengembalian portofolio saham optimum beserta besaran pengaruhnya secara kuantitatif. Oleh karenanya sebelum meneliti pengaruh-pengaruh variabel makro, portofolio saham optimum harus dibentuk terlebih dahulu dengan menggunakan data-data yang disesuaikan terhadap ruang lingkup penelitian. Berdasarkan hasil pembentukan portofolio saham optimum, dapat dihitung tingkat pengembalian historis dari portofolio tersebut sesuai dengan alokasi sahamsaham di dalamnya. Tingkat pengembalian tersebut selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan regresi terhadap berbagai variabel makro yang telah ditetapkan 31 sebelumnya. Melalui hasil analisa regresi, akan diperoleh besaran pengaruh variabelvariabel independen terhadap variabel dependen secara kuantitatif; dan agar model tersebut valid sesuai dengan asumsi analisa regresi secara statistik, beberapa metode uji statistik harus dilakukan. Model yang diperoleh setelah melewati beberapa tahap uji statistik (dimana beberapa variabel independen yang tidak signifikan akan dieliminasi) digunakan untuk menarik kesimpulan yang menjawab setiap pertanyaan dari tahap perumusan masalah. Pengumpulan Data. Untuk digunakan dalam pembentukan portofolio saham, penelitian ini menghimpun data-data harga historis masing-masing saham konstituen indeks LQ45 periode Februari 2012 – Juli 2012. Harga-harga historis tersebut diperoleh berdasarkan harga penutupan yang telah disesuaikan terhadap stock split serta pembagian dividen. Sebagai patokan “pasar saham” Indonesia dalam menghitung tingkat pengembalian maupun risiko pasar, digunakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG mencakup pergerakan seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di bursa efek Jakarta (dengan total 451 saham per Agustus 2012). Dalam rangka penghimpunan data-data berbagai variabel makro yang diduga memiliki pengaruh terhadap tingkat pengembalian portofolio, digunakan beberapa sumber yang berbeda sesuai dengan masing-masing variabel. Data inflasi, tingkat bunga, jumlah uang beredar, dan nilai tukar US$ terhadap Rupiah diperoleh dari situs Bank Indonesia; data harga minyak mentah dunia diperoleh dari situs www.indexmundi.com; sedangkan data harga penutupan bursa saham regional dan indeks Dow Jones diperoleh dari situs Yahoo! Finance. Pembentukan Portofolio Saham. Dengan menggunakan data-data historis untuk masing-masing saham konstituen LQ45, selanjutnya dilakukan pembentukan portofolio dengan alokasi aset menurut Elton-Gruber, yang diberi nama Simple Criteria for Optimal Portfolio Selection (SCFOPS). Dalam teorinya, dinyatakan bahwa suatu saham akan lebih menarik dari saham lainnya apabila memiliki rasio excess return over beta (ERB) yang lebih tinggi. Saham-saham yang tersedia diberikan peringkat sesuai dengan rasio ERB, secara berurut mulai dari yang paling tinggi hingga paling rendah. Masing-masing saham selanjutnya diberikan nilai berdasarkan rasio ERB. Nilai-nilai tersebut ( ) akan dibandingkan terhadap cutoff rate untuk menentukan batasan peringkat ERB saham-saham yang disertakan ke dalam portofolio. Nilai dihitung sebagai berikut: 32 = dimana: = nilai masing-masing saham yang akan dibandingkan terhadap cutoff rate ( ) = varians atas tingkat pengembalian indeks pasar = varians atas pergerakan saham yang tidak dipengaruhi pergerakan indeks pasar (risiko non-sistematik) Setelah diperoleh untuk masing-masing saham (yang telah diurutkan berdasarkan rasio ERB tertinggi hingga terendah), cutoff rate ( ) ditentukan dengan mengambil nilai terbesar. Dengan demikian, saham-saham di atas batas cutoff rate akan dipilih untuk disertakan ke dalam portofolio (selanjutnya akan disebut sebagai “saham-saham terpilih”). Alokasi aset optimum ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut untuk masing-masing saham terpilih: Dengan asumsi tidak ada short-selling, maka hanya dengan menggunakan saham-saham terpilih, besaran alokasi masing-masing saham terpilih ditetapkan sebagai berikut: = Definisi Variabel. Setelah portofolio optimum dibentuk, maka dapat diperoleh tingkat pengembalian historis portofolio tersebut dengan menggunakan rata-rata tertimbang terhadap tingkat pengembalian saham-saham pembentuk portofolio. Return portofolio ( ) selanjutnya ditelaah pergerakannya terhadap berbagai variabel makro yang telah dikaji sebelumnya, dengan definisi sebagai berikut (semua variabel dinyatakan dalam bentuk persentase): ï‚· Inflasi ( ). Tingkat inflasi bulanan yang diperoleh dari data Bank Indonesia. 33 ï‚· Tingkat Bunga ( ). Tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia dengan tenor 1 bulan. ï‚· Jumlah Uang Beredar ( ). Menggunakan definisi M2 oleh Bank Indonesia, yang mencakup uang kertas dan uang logam yang diedarkan; dan saldo giro bank pada Bank Indonesia. ï‚· Nilai Tukar ( ). Persentase perubahan kurs tengah dari kurs transaksi beli dan jual mata uang US Dollar terhadap Rupiah. ï‚· Harga Minyak Mentah ( ). Persentase perubahan spot price historis minyak mentah, yang diperoleh berdasarkan rata-rata atas spot price Dated Brent, West Texas Intermediate, dan The Dubai Fateh. ï‚· STI ( ). Persentase perubahan harga penutupan indeks Straits Times. ï‚· HSI ( ). Persentase perubahan harga penutupan indeks Hang Seng. ï‚· Indeks Nikkei ( ). Persentase perubahan harga penutupan indeks Nikkei-225. ï‚· KOSPI ( ). Persentase perubahan harga penutupan indeks KOSPI. ï‚· Indeks Dow Jones ( ). Persentase perubahan harga penutupan Dow Jones Industrial Average. Pembentukan Model Regresi. Model regresi yang hendak dibentuk dalam penelitian ini adalah model regresi linear berganda, dimana nilai sebuah variabel dependen diprediksi oleh lebih dari satu variabel independen. Pembentukan model ini akan merujuk pada pembahasan statistik Levine, dkk. dalam bukunya “Statistics for Managers using Microsoft Excel” (2011). Bentuk umum dari model regresi linear berganda yang digunakan adalah: dimana: = tingkat pengembalian portofolio optimum = koefisien estimasi = variabel-variabel independen = tingkat kesalahan acak (random error) Metode yang digunakan dalam membentuk model regresi adalah metode least-squares, dimana metode tersebut menentukan nilai-nilai yang meminimalisir jumlah kuadrat dari nilai-nilai error (sum of squared differences) di sekitar garis prediksi. Menurut Levine dkk. (Levine, Stephan, Krehbiel, Berenson, 2011, p.516), terdapat empat asumsi regresi yang harus dipenuhi model regresi dan disingkat LINE, yaitu: ï‚· Linearity. Asumsi ini menyatakan bahwa hubungan antara masing-masing variabel independen harus linear, tidak boleh ada korelasi yang kuat (multikolinearitas) antara satu variabel dengan variabel lain. 34 ï‚· Independence of errors. Asumsi ini mengharuskan agar nilai error ( ) tidak bergantung antara satu dengan yang lain. Asumsi ini sangat penting dalam menganalisa data time-series karena error di suatu waktu biasanya berkorelasi dengan error di waktu sebelum atau sesudahnya (dikatakan bahwa error tersebut berautokorelasi). ï‚· Normality of errors. Asumsi ini mengharuskan error terdistribusi normal untuk setiap nilai . ï‚· Equal variance (homoscedasticity). Asumsi ini mewajibkan varians error hasil estimasi konstan untuk seluruh nilai . Sebagai panduan dalam membentuk model regresi, penelitian ini mengikuti langkah-langkah yang dianjurkan oleh Levine dkk., yang disebut sebagai pendekatan best-subsets. Pendekatan ini mengevaluasi seluruh model regresi yang mungkin dibentuk oleh sekumpulan variabel independen tertentu. Adapun langkah-langkah dalam membangun model regresi ditunjukkan dalam Gambar 1 berikut ini. Uji Asumsi Regresi adalah suatu pengujian yang dilakukan terhadap model regresi untuk mengetahui apakah model tersebut memenuhi asumsi-asumsi dasar metode least-squares. Uji asumsi dilakukan untuk masing-masing asumsi tersebut dan oleh karenanya akan terdapat 4 uji asumsi regresi yang dilakukan. Semua uji dilaksanakan dengan tingkat keyakinan 95% ( = 5%). Uji Multikolinearitas. Dalam pengujian ini, sebuah variabel independen akan diregresikan terhadap variabel independen lainnya guna melihat apakah terdapat variabel yang memiliki korelasi sangat erat (begitu seterusnya untuk masing-masing variabel). Apabila terdapat korelasi yang kuat antar variabel, salah satu variabel tersebut harus dieliminasi karena dianggap tidak memiliki tambahan kontribusi yang signifikan terhadap model. Salah satu metode pengukuran multikolinearitas adalah dengan menggunakan Variance Inflationary Factor (VIF): dimana: = variance inflationary factor untuk variabel = nilai adjusted untuk model regresi yang menggunakan variabel sebagai variabel dependen dan variabel lain (selain ) sebagai variabel independennya Sebagai ketentuan, suatu variabel dikatakan tidak berkorelasi terhadap variabel lainnya jika memiliki nilai . Namun, untuk digunakan dalam model regresi, Levine dkk. menyarankan agar tidak ada variabel independen dengan . 35 Uji Autokorelasi. . Autokorelasi adalah suatu keadaan dimana errors (nilai residual) pada suatu periode waktu cenderung memiliki kemiripan dengan nilai residual dalam periode waktu yang berdekatan. Ketika suatu set data memiliki autokorelasi yang kuat, validitas sebuah model regresi akan sangat diragukan kebenarannya. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi adalah uji Durbin-Watson. Uji statistik ini mengukur korelasi antara nilai residual di suatu waktu dengan nilai residual di waktu sebelumnya. Hasil yang dapat diperoleh dan kesimpulannya adalah sebagai berikut: ï‚· Jika maka terdapat autokorelasi positif antar nilai residual; ï‚· Jika maka tidak ada autokorelasi positif antar nilai residual; dan ï‚· Jika maka tidak dapat ditarik kesimpulan secara pasti. 36 Sumber: Levine, Stephan, Krehbiel, Berenson (2011) Gambar 1. Langkah-langkah dalam Membentuk Model Regresi Uji Normalitas. Guna melihat apakah nilai residual suatu model terdistribusi secara normal atau tidak, akan digunakan uji Anderson-Darling. Dalam 37 melakukan pengujian, data-data nilai residual terlebih dahulu diurutkan mulai dari yang terkecil hingga terbesar. Rumus untuk uji Anderson-Darling adalah sebagai berikut: dimana: = jumlah sampel = fungsi distribusi kumulatif untuk distribusi normal = urutan sampel ke- ketika data sampel diurutkan mulai dari yang terkecil hingga terbesar Nilai statistik rumus sebagai berikut: selanjutnya disesuaikan terhadap ukuran sampel dengan dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan -value, dengan prosedur pengujian sebagai berikut: : data mengikuti distribusi normal : data tidak terdistribusi normal ï‚· Apabila -value lebih besar sama dengan , maka terima ï‚· Apabila -value kurang dari , maka tolak Maka, apabila hasil dari uji Anderson-Darling menunjukkan nilai residual model memiliki -value lebih kecil dari , disimpulkan bahwa model tersebut tidak mampu memenuhi asumsi normalitas sehingga digunakan teknik differencing tertentu untuk mengatasinya. Uji Heteroskedastisitas. Salah satu metode pengujian yang dapat digunakan adalah uji Glejser. Prosedur pengujian dilakukan dengan cara meregresikan antara nilai absolut residual sebagai variabel dependen dengan seluruh variabel independen yang diteliti. Rumusan uji hipotesa dalam uji heteroskedastisitas Glejser adalah sebagai berikut: : tidak ada gejala heteroskedastisitas : terdapat gejala heteroskedastisitas ï‚· Apabila -value lebih besar sama dengan , maka terima ï‚· Apabila -value kurang dari , maka tolak Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan membandingkan nilai -value masing-masing variabel independen. Apabila terdapat satu atau lebih variabel yang 38 memiliki -value lebih kecil dari maka disimpulkan terdapat gejala heteroskedastisitas sehingga model yang dibangun telah melanggar asumsi metode least-squares. Teknik Differencing. Teknik ini dilakukan sebagai langkah terakhir dalam pembentukan model regresi apabila model yang dibentuk tidak berhasil memenuhi keempat asumsi regresi metode least-squares. Secara sederhana, teknik ini mengubah satu atau beberapa variabel independen, dengan tujuan utama agar model yang dihasilkan mampu memenuhi seluruh asumsi. Dalam penelitian ini, akan digunakan beberapa teknik differencing sebagaimana dianjurkan oleh Levine dkk. guna menghasilkan model yang baik: bentuk kuadratik dan bentuk interaksi. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil daripada perhitungan menggunakan cara pembentukan portofolio optimum Elton-Gruber diperoleh hasil seperti berikut ini, dengan menggunakan saham-saham LQ45 selama periode 30 April 2007 hingga 31 Mei 2012: Kode Emiten PGAS UNVR CPIN INCO GGRM GJTL TRAM BBCA Nama Perusahaan PT Perusahaan Gas Negara Tbk. PT Unilever Indonesia Tbk. PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. PT International Nickel Indonesia Tbk. PT Gudang Garam Tbk. PT Gajah Tunggal Tbk. PT Trada Maritime PT Bank Central Asia Tbk. Besaran Alokasi 4.00% 55.13% 22.23% 0.83% 14.36% 2.61% 0.38% 0.46% Apabila dilihat dari hasil perhitungan tingkat pengembalian dan tingkat risiko historis, sebenarnya portofolio optimum yang dibentuk memiliki tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) tahunan yang cukup menarik, yaitu sebesar 54,62% dengan tingkat risiko sebesar 7,47% Akan tetapi nilai tersebut hanya sekedar nilai historis yang belum pasti akan terjadi di kemudian hari dan memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk meleset. Oleh karenanya, nilai tersebut hendaknya digunakan sebagai acuan yang memberikan gambaran bagi investor dalam menentukan arah maupun tujuan berinvestasi, atau sebagai patokan dalam membandingkan antara investasi yang satu dengan yang lain. Biasanya keputusan investor juga akan terpengaruh oleh analisis fundamental berbagai analis saham maupun analis pasar modal tentang prospek dan isu-isu yang terjadi di dalam suatu perusahaan tertentu. Tidak tertutup kemungkinan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat pengembalian historis rendah akan dipilih karena memiliki prospek yang cukup menjanjikan, maupun sebaliknya. 39 Keputusan investor juga akan secara kuat dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan subjektif seperti dewan pimpinan perusahaan, profil risiko investor, industri yang dianggap akan booming di kemudian hari, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, profil risiko investor yang tidak menyukai risiko mungkin akan melihat tingkat risiko sebesar 7,47% sebagai hal yang kurang menarik sehingga tidak akan memilih portofolio optimum yang dibentuk dalam penelitian ini, mereka lebih cenderung memilih bentuk-bentuk investasi yang lebih aman seperti obligasi dan deposito. Sedangkan, bagi investor lain yang lebih menyukai risiko karena mengharapkan pengembalian yang lebih tinggi, mereka mungkin akan menganggap tingkat risiko tersebut sepadan dengan tingkat pengembalian yang mereka harapkan. Hasil Model Regresi. Sebagai langkah awal, model regresi membutuhkan data-data historis masing-masing variabel yang terlibat di dalamnya (dependen dan independen). Data-data historis kesepuluh variabel independen telah diperoleh dari berbagai sumber sekunder seperti yang telah dijabarkan sebelumnya; sedangkan datadata historis variabel dependen (tingkat pengembalian portofolio optimum) harus dicari terlebih dahulu dengan cara mengalikan antara proporsi investasi masingmasing saham terpilih terhadap tingkat pengembaliannya masing-masing untuk setiap periode (bulanan). Akan tetapi perlu diingat bahwa diantara kedelapan saham terpilih, terdapat beberapa yang sahamnya belum mulai diperdagangkan sejak awal periode penelitian (bulan April 2007). Dikarenakan hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat pengembalian portofolio (karena jika tetap disertakan, jumlah tingkat pengembalian portofolio tidak akan memiliki proporsi 100% yang disebabkan terdapat sekian persentase yang dikalikan nol akibat ketidaktersediaan data semenjak awal periode, contohnya adalah saham dengan kode efek CPIN yang baru diperdagangkan semenjak November 2007 dan TRAM yang baru diperdagangkan sejak September 2008) maka data historis dari tingkat pengembalian portofolio baru mulai dihitung ketika data seluruh saham terpilih telah lengkap seluruhnya, yaitu per Oktober 2008. Dengan demikian, seluruh variabel independen lainnya juga baru mulai diperhitungkan sejak periode yang sama (mulai Oktober 2008) agar dapat diregresikan. Langkah selanjutnya adalah dengan membentuk model regresi menggunakan seluruh variabel independen dan menghitung nilai VIF masing-masing variabel. Gambar 2. berikut ini menampilkan hasil model regresi awal dengan menggunakan seluruh variabel yang ada. Dari hasil regresi awal, dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa terdapat tiga variabel yang memiliki hubungan linear pada tingkat keyakinan 95%, yaitu variabel inflasi, tingkat bunga, dan indeks Straits Times. Uji multikolinearitas melalui VIF dilakukan dengan cara menguji masing-masing variabel independen (inflasi, tingkat bunga, dst.) dengan dijadikan variabel dependen terhadap variabel-variabel lainnya. Gambar 3. pada halaman selanjutnya menunjukkan hasil uji multikolinearitas terhadap variabel-variabel independen yang digunakan. 40 Gambar 2. Model Regresi Awal dengan Menggunakan Seluruh Variabel Independen Berdasarkan hasil uji multikolinearitas awal, dapat dilihat bahwa variabel STI memiliki nilai VIF yang lebih besar daripada 5 (yaitu sebesar 9,19). Oleh karenanya, variabel tersebut harus dieliminasi dan uji multikolinearitas dilakukan kembali setelah membuang variabel tersebut. Hasilnya ditunjukkan dalam Gambar 4. yang menunjukkan bahwa variabel-variabel yang tersisa tidak lagi memiliki masalah multikolinearitas (semuanya memiliki nilai VIF dibawah 5). Dengan demikian, kesembilan variabel yang tersisa dapat digunakan pada langkah-langkah selanjutnya untuk membangun model regresi yang baik. Hasil daripada penggunaan pendekatan best-subsets untuk membentuk model regresi menghasilkan model terbaik dengan menggunakan tiga variabel prediktor, yakni: inflasi, tingkat bunga, dan indeks Hang Seng. Gambar 5. menunjukkan hasil regresi dengan menggunakan ketiga variabel terpilih tersebut. 41 Analisis Multikolinearitas Seluruh Variabel Independen Inflasi Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations VIF 0.811 0.657 0.567 0.015 44 2.92 Tingkat Bunga 0.792 0.627 0.528 0.011 44 2.68 Jumlah Uang Beredar 0.504 0.254 0.056 0.058 44 1.34 Regression Statistics Harga Nilai Minyak Tukar Mentah 0.711 0.729 0.506 0.532 0.375 0.408 0.028 0.073 44 44 2.02 2.14 STI 0.944 0.891 0.862 0.026 44 9.19 HSI 0.918 0.842 0.800 0.034 44 6.34 Nikkei 0.779 0.608 0.504 0.049 44 2.55 KOSPI 0.879 0.772 0.712 0.037 44 4.39 Dow Jones 0.854 0.729 0.657 0.031 44 3.69 Gambar 3. Hasil Uji Multikolinearitas dengan Menggunakan Seluruh Variabel Independen Analisis Multikolinearitas setelah Variabel STI Dieliminasi Regression Statistics Inflasi Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations VIF 0.802 0.643 0.561 0.016 44 2.80 Tingkat Bunga 0.788 0.621 0.534 0.011 44 2.64 Jumlah Uang Beredar 0.490 0.240 0.066 0.058 44 1.32 Nilai Tukar 0.697 0.486 0.369 0.028 44 1.95 Harga Minyak Mentah 0.726 0.526 0.418 0.072 44 2.11 HSI 0.835 0.697 0.628 0.046 44 3.30 Nikkei 0.775 0.600 0.509 0.049 44 2.50 KOSPI 0.831 0.691 0.620 0.042 44 3.23 Dow Jones 0.852 0.726 0.663 0.031 44 3.65 Gambar 4. Hasil Uji Multikolinearitas setelah Satu Variabel dengan Nilai VIF > 5 Dihilangkan 42 Analisis Multikolinearitas untuk Variabel Independen Terpilih SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Inflasi Tingkat Bunga Regression Statistics HSI Multiple R 0.665 Multiple R 0.775 0.768 R Square 0.442 R Square 0.600 0.590 0.040 Adjusted R Square 0.400 Adjusted R Square 0.581 0.570 -0.007 Standard Error Observations 0.061 44 Standard Error Observations 0.015 44 0.011 44 0.076 44 2.5019 2.4407 1.0418 VIF Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% 0.200 Upper 95% Intercept -0.005 0.041 -0.112 0.911 -0.088 0.079 Inflasi -2.294 0.624 -3.679 0.001 -3.555 -1.034 2.578 0.447 0.887 0.125 2.906 3.580 0.006 0.001 0.785 0.194 4.372 0.699 Tingkat Bunga HSI Gambar 5. Hasil Regresi dengan Menggunakan Ketiga Variabel Terpilih Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah memeriksa apakah model terpilih tersebut telah sepenuhnya memenuhi asumsi metode least-squares regresi yang digunakan. Tabel berikut ini merangkum hasil uji asumsi regresi terhadap model terpilih dari Gambar 5. Uji Multikolinearitas VIF Batas VIF yang Hasil Diijinkan Variabel 2,5019 2,4407 1,0418 Kesimpulan Seluruh variabel memiliki nilai VIF dibawah 5; Model tidak terjadi memenuhi masalah asumsi linearity multikolinearitas antar variabel independen Uji Autokorelasi Durbin-Watson Statistik Hasil Kesimpulan 43 1,9313 Model memenuhi asumsi independence of errors Tidak ada autokorelasi positif 1,66467 Uji Normalitas Anderson-Darling -value 0,024133 0,05 Hasil Kesimpulan -value < Nilai error tidak mengikuti distribusi normal Model tidak memenuhi asumsi normality of errors Uji Heteroskedastisitas Glejser Variabel -value 0,82 0,66 0,05 0,18 Hasil Kesimpulan Seluruh variabel memiliki -value > Nilai residual tidak memiliki gejala heteroskedastisitas Model memenuhi asumsi equal variances Model regresi tersebut tidak mampu memenuhi seluruh uji asumsi klasik. Oleh karenanya, dilakukan teknik differencing dengan cara mengubah bentuk variabel independen ke dalam bentuk kuadrat dan/atau interaksi. Melalui hasil pendekatan best-subsets, model yang terpilih karena dianggap “terbaik” berdasarkan nilai adjusted adalah model regresi yang menggunakan variabel-variabel ini sebagai prediktornya: tingkat bunga ( ), indeks Hang Seng ( ), inflasi^2 ( ), SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Mul tipl e R 0.742 R Square 0.551 Adjusted R Square 0.478 Standard Error Observations 0.057 44 Coefficients Standard Error Intercept t Stat P-value Lower 95% Upper 95% 0.03 0.092 0.356 0.724 -0.153 0.218 X2 -0.98 2.500 -0.392 0.697 -6.045 4.086 X6 -0.81 0.575 -1.416 0.165 -1.979 0.351 X1^2 -81.82 36.303 -2.254 0.030 -155.377 -8.265 X1|X2 91.35 51.799 1.763 0.086 -13.609 196.299 X1|X6 X2|X6 -24.06 37.97 9.513 14.106 -2.529 2.692 0.016 0.011 -43.332 9.387 -4.782 66.551 44 interaksi antara inflasi dan tingkat bunga ( ), interaksi antara inflasi dan indeks Hang Seng ( ), dan interaksi antara tingkat bunga dan indeks Hang Seng ( ). Gambar 6. berikut ini menampilkan hasil regresi daripada differenced model. Gambar 6. Hasil Regresi terhadap Differenced Model Meskipun terdapat satu variabel yang memberikan kontribusi signifikan pada tingkat keyakinan berbeda, differenced model ini membuktikan bahwa seluruh transformed variables memberikan peningkatan terhadap akurasi prediksi model. Hasil terhadap uji asumsi klasik differenced model dirangkum sebagai berikut: Uji Autokorelasi Durbin-Watson Statistik Hasil 1,9358 1,83784 Tidak ada autokorelasi positif Kesimpulan Model memenuhi asumsi independence of errors Uji Normalitas Anderson-Darling -value 0,269209 Hasil 0,05 -value > Nilai error mengikuti distribusi normal Kesimpulan Model memenuhi asumsi normality of errors Uji Heteroskedastisitas Glejser Variabel -value Hasil Kesimpulan 0,141 0,116 0,151 0,170 0,344 0,087 Seluruh variabel memiliki -value > Nilai residual tidak memiliki gejala heteroskedastisitas Model memenuhi asumsi equal variances 0,05 Differenced model ini telah ditetapkan sebagai model regresi yang paling baik dalam memprediksi tingkat pengembalian portofolio optimum berdasarkan data historis periode April 2007 hingga Mei 2012. Model ini juga telah diuji sebagai model yang memenuhi seluruh asumsi dasar metode regresi yang digunakan, sehingga menjadi valid untuk digunakan dalam menarik kesimpulan. Adapun model tersebut memiliki bentuk persamaan sebagai berikut, yang diperoleh dari nilai coefficients sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 6. sebagai hasil analisa regresi keluaran software Microsoft Excel: 45 dimana: = tingkat pengembalian portofolio optimum = tingkat inflasi bulanan = tingkat bunga SBI = persentase perubahan harga penutupan indeks Hang Seng Dari hasil persamaan tersebut, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pengaruh Tunggal Pengaruh Tambahan Variabel (variabel lain tetap (bersama-sama dengan satu variabel lain) konstan) Inflasi Tingkat Bunga Memiliki pengaruh negatif yang semakin besar seiring bertambahnya nilai variabel ini, dengan pertambahan pengaruh sebesar 1,64% setiap kenaikan nilai variabel 1% Pengaruh negatif, dimana setiap kenaikan 1% atas variabel ini mengakibatkan penurunan sebesar Tingkat Bunga Pengaruh positif ketika bergerak searah; pengaruh negatif ketika bergerak berlawanan (dengan besaran 0,9135% setiap perubahan nilai masing-masing variabel sebesar 1%) Indeks Hang Seng Pengaruh positif ketika bergerak berlawanan; pengaruh negatif ketika bergerak searah (dengan besaran 0,2406% setiap perubahan nilai masing-masing variabel sebesar 1%) Inflasi Pengaruh positif ketika bergerak searah; pengaruh negatif ketika bergerak berlawanan (dengan besaran 0,9135% setiap perubahan nilai masing-masing variabel sebesar 1%) 46 0,98% terhadap tingkat pengembalian, dan sebaliknya Indeks Hang Seng Pengaruh negatif, dimana setiap kenaikan 1% atas variabel ini mengakibatkan penurunan sebesar 0,81% terhadap tingkat pengembalian, dan sebaliknya Indeks Hang Seng Pengaruh positif ketika bergerak searah; pengaruh negatif ketika bergerak berlawanan (dengan besaran 0,3797% setiap perubahan nilai masing-masing variabel sebesar 1%) Inflasi Pengaruh positif ketika bergerak berlawanan; pengaruh negatif ketika bergerak searah (dengan besaran 0,2406% setiap perubahan nilai masing-masing variabel sebesar 1%) Tingkat Bunga Pengaruh positif ketika bergerak searah; pengaruh negatif ketika bergerak berlawanan (dengan besaran 0,3797% setiap perubahan nilai masing-masing variabel sebesar 1%) Dari hasil persamaan regresi di atas, dapat dilihat bahwa variabel inflasi memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat pengembalian portofolio. Hal ini menyetujui hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang juga mengamati adanya pengaruh negatif antara variabel inflasi terhadap IHSG, seperti yang telah dilakukan oleh Nelson (1976) serta Jaffe dan Mandelker (1976). Namun demikian, perlu dipahami di sini bahwa terdapat pengaruh tambahan ketika lebih dari satu variabel bergerak bersamaan. Inflasi dan tingkat bunga sebenarnya hampir tidak pernah bergerak dalam arah yang sama. Hal ini dikarenakan, salah satu penyebab umum inflasi adalah jumlah uang yang terlalu banyak beredar di pasar sehingga bank sentral akan menempuh kebijakan untuk menguranginya dengan cara meningkatkan tingkat bunga risk-free sehingga masyarakat akan membeli surat berharga yang diterbitkan oleh negara dan uang yang beredar dapat ditekan karena masuk ke dalam bank sentral. Dengan banyaknya masyarakat yang membeli aset riskfree maka portofolio optimum (yang dalam hal ini semuanya terdiri dari aset-aset berisiko) akan mengalami penurunan. Penjelasan ini juga berlaku untuk pengaruh tingkat bunga terhadap tingkat pengembalian portofolio optimum. Indeks Hang Seng sebenarnya memiliki pergerakan yang serupa dengan tingkat pengembalian portofolio seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 7. Oleh karenanya, pengaruh tunggal negatif yang terjadi dari variabel indeks Hang Seng 47 sebenarnya akan ditutupi oleh pengaruh tambahan dari variabel-variabel lainnya. Variabel-variabel lain yang turut mempengaruhi indeks Hang Seng terhadap tingkat pengembalian portofolio harus diteliti lebih lanjut lagi karena hasil daripada penelitian ini masih kurang lengkap untuk secara penuh menggambarkan pergerakan tingkat pengembalian portofolio optimum. Gambar 7. Pergerakan antara Tingkat Pengembalian Portofolio Optimum terhadap Indeks Hang Seng KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan. Hasil daripada penelitian ini menunjukkan delapan saham yang disertakan dalam membentuk suatu portofolio optimum, yaitu saham PGAS, UNVR, CPIN, INCO, GGRM, GJTL, TRAM, dan BBCA. Portofolio tersebut memiliki tingkat pengembalian tahunan yang diharapkan sebesar 54,62% dengan tingkat risiko sebesar 7,47%. Pemilihan saham-saham tersebut didasarkan pada perbandingan antara tingkat pengembalian saham terhadap risiko sistematik yang dipengaruhi oleh pergerakan pasar. Batasan yang ditetapkan pada saat memilih saham-saham yang disertakan ke dalam portofolio sebenarnya merupakan turunan dari perhitungan efficient set dalam teori Markowitz sehingga portofolio yang terbentuk dapat dianggap “efisien” (atau “optimum” menurut Elton-Gruber). Dari kesepuluh variabel makro yang diteliti, terpilih tiga variabel yang mempengaruhi tingkat pengembalian portofolio secara signifikan pada tingkat keyakinan 95%. Ketiga variabel tersebut adalah inflasi, tingkat bunga, dan tingkat pengembalian indeks Hang Seng. Hal ini didukung oleh penelitian-penelitian sebelumnya, dimana ketiga variabel tersebut diamati memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap pergerakan IHSG. Tanadi (2003) dan Mauliano (2010) berakhir pada 48 kesimpulan adanya pengaruh yang cukup kuat dari variabel tingkat bunga serta inflasi; sedangkan Pasaribu, Tobing, dan Manurung (2009) menyimpulkan bahwa pola pergerakan IHSG relatif sama dengan pola pergerakan indeks Hang Seng dalam periode penelitian mereka. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa variabel-variabel yang berpengaruh kuat terhadap IHSG juga memiliki pengaruh terhadap portofolio saham yang dibentuk dari saham-saham yang diperdagangkan di dalam IHSG, hanya saja variabel yang mempengaruhinya tidak sebanyak IHSG. Berdasarkan model regresi yang dibentuk, dapat dilihat bahwa ketiga variabel tersebut berpengaruh secara negatif terhadap tingkat pengembalian portofolio ketika bergerak sendiri-sendiri, namun terdapat pengaruh signifikan lain yang terjadi ketika beberapa variabel bergerak bersamaan. Secara umum, pengaruh masing-masing variabel terhadap tingkat pengembalian portofolio dipengaruhi oleh perubahan nilai variabel yang lain; dan hal ini berlaku untuk ketiga variabel tersebut. Saran. Penelitian ini memiliki kelemahan bahwa di dalam periode penelitian terdapat suatu unusual event yang sangat jarang terjadi sehingga tidak terlalu sesuai dengan kondisi ekonomi yang biasanya. Periode tersebut terjadi pada tahun 2008 dimana pada saat itu terdapat krisis ekonomi dunia yang berakar dari subprime mortgage di Amerika dan menyebabkan sebagian besar aktivitas pasar memiliki tingkat pengembalian yang kecil atau bahkan negatif (merugi). Oleh karenanya, hasil penelitian ini sedikit banyak terdapat pengaruh daripada krisis ekonomi tersebut yangmana sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi di tahun-tahun mendatang. Selain itu, untuk penelitian-penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan periode penelitian yang berbeda, yang sebisa mungkin tidak terkena pengaruh krisis dunia tahun 2008 tersebut dan basis waktu yang berbeda pula seperti harian atau mingguan sehingga meskipun rentang periode nya lebih sedikit, jumlah data yang digunakan akan cukup untuk digunakan dalam menarik kesimpulan. Pembentukan portofolio optimum untuk selanjutnya juga dapat menambahkan aset lain selain saham guna memberikan gambaran yang lebih luas terhadap investasi dalam berbagai aset keuangan, misalnya dengan kombinasi antara saham, obligasi, dan/atau deposito. Dengan demikian diharapkan bahwa portofolio yang dihasilkan dapat lebih disesuaikan terhadap preferensi masing-masing investor. Penelitian berikutnya juga dapat menggunakan variabel-variabel makro yang berbeda, terutama dalam pemilihan indeks saham regional. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa pasar saham yang berdekatan dengan Indonesia (dalam hal ini Hong Kong) ternyata memiliki pengaruh yang sangat kuat; oleh karenanya tidak 49 tertutup kemungkinan bahwa terdapat indeks saham regional lainnya yang memiliki pengaruh serupa (selain yang telah digunakan dalam penelitian ini), misalnya indeks saham Kuala Lumpur, Cina, India, dan sebagainya. DAFTAR PUSTAKA Bawazer, Said & J. Sitanggang. (1994). Memilih Saham untuk Portofolio Optimal. Majalah Usahawan, vol. 23, 34-39. Colander. (2010). Economics. 8th (international) edition. New York: McGrawHill/Irwin. Elton, E.J., Gruber, M.J., Brown, S.J., Goetzmann, W.N. (2011). Modern Portfolio Theory and Investment Analysis. 8th edition (International Student Version). USA: John Wiley & Sons. Levine, D.M., Stephan, D.F., Krehbiel, T.C., Berenson, M.L. (2011). Statistics for Managers using Microsoft Excel. 6th (global) edition. New Jersey: Pearson Education, Inc. Manurung, A.H. (1996a). Asset Pricing Model on the Jakarta Stock Exchange: A Nonparametric Analysis. Majalah Kelola. No. 12/V/1996. Manurung, A.H. (1996b). Pengaruh Variabel Makro, Investor Asing, Bursa yang Telah Maju terhadap Indeks BEJ. Tesis Magister Ekonomi, Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia. Manurung, A.H. (1997). Portfolio Analysis on the JSX, 1992-1994. Jurnal Manajemen Prasetya Mulya. Volume IV. Nomor 7. Manurung, A.H. (2003). Kinerja Saham Perbankan: Penelitian Empiris di BEJ Periode 1998-2003. Perbanas Finance & Banking Journal. Volume 5. No. 02. Manurung, A.H. & C. Berlian. (2004). Portofolio Investasi: Studi Empiris 1996-2003. Majalah Usahawan, No.08. Manurung, A.H. & Saragih, F.D. (2004). Pengaruh Variabel Makro terhadap Saham Farmasi: Penelitian Empiris di BEJ Periode 1998 sampai 2003 dan Pendekatan Metode VAR. Jurnal Bisnis & Birokrasi. Vol. XII. No. 02. Manurung, A.H. (2011). Metode Penelitian: Keuangan, Investasi, dan Akuntansi Empiris. Jakarta: PT. Adler Manurung Press. Mauliano, D.A. (2010). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia. Tesis, Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. Depok. McNeese, William. (2011). Anderson-Darling Test for Normality. Diambil 7 September 2012, dari www.spcforexcel.com/anderson-darling-test-fornormality. BPI Consulting. Pasaribu, P, Tobing, W.R.L, Manurung, A.H. (2009). Pengaruh Variabel Makro Ekonomi terhadap IHSG. Jurnal Ekonomi. Tahun XIV. No. 02, 142-153. 50 Puspitasari, R. & Pramesti, D. (2011). Analisis Resiko dan Tingkat Pengembalian Saham terhadap Portofolio Optimal Saham (Studi Kasus pada 8 saham dari LQ-45). Jurnal Ilmiah Ranggagading. Volume 11. No. 02, 17-21. Raharjo, Sugeng. (2010). Pengaruh Inflasi, Nilai Kurs Rupiah, dan Tingkat Suku Bunga terhadap Harga Saham di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ekonomi Bisnis dan Perbankan. Vol. 18. No. 13. Sukarno, Mokhamad. (2007). Analisis Pembentukan Portofolio Optimal Saham Menggunakan Metode Single Indeks di Bursa Efek Jakarta. Tesis Magister Manajemen, Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Witjaksono, A.A. (2010). Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei 225, dan Indeks Dow Jones terhadap IHSG. Tesis Magister Manajemen, Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Sumber data-data sekunder: ï‚· www.idx.co.id ï‚· finance.yahoo.com ï‚· www.bi.go.id ï‚· www.ftse.com ï‚· www.hkex.com ï‚· indexes.nikkei.co.jp ï‚· eng.krx.co.kr ï‚· www.djindexes.com 51 The Evaluation Behavioral Investors toward Equity Valuation Report’s Familiarity and Impotance Factors that Influence Usage Bayu E. Winarko dan Adler Haymans Manurung ABSTRACT This study analyzes the "Familiarity and Importance Factors that influence of Usage Behavior toward Equity Valuation Report”. The purposes were to make a recommendation to be made to popularize the usage of Equity Valuation Report among issuers (as the party that sponsored the development of equity valuation of its shares) and investors (as the reading equity valuation). In essence, investors should be made familiar and want to read the equity valuation research report, so they moved to transact more active, and more informed (enlightened) in making decisions. The research evidence reveals that investor always need information in emerging stock market in Indonesia. This study shows that familiarity and Importance factors of EVR affect investors to use Equity Valuation Reseach. The research finding also shows that most importantance factors for investor in using EVR are: (1) Accuracy, (2) Comprehensiveness, (3) Clear Recomendation, (4) Timeliness. And (5) Ability to move market KEYWORDS: Indonesia capital market, Investors, Equity Valuation Report, Familiarity, Importance, and Usage INTRODUCTION Investment decision-making process in the stock market for investors are sophisticated and rational, meaning that investors will choose the investment opportunity that gives the highest expected utility (utility maximization) and provide welfare to him (Scott, 2003). Utility maximization indicate the expected rate of return subjectivity of investment opportunities in individual stocks or stock portfolios as well depending on the cognitive capacity of each investor in accordance with the preferences of investors. Sophisticated investors should have the ability in thinking, reasoning, imagination and have proficiency in-infor- mation processing, applying knowledge of investment, and investment preferences change. This process is a cognitive process that made investors through memory, attention, perception, action, problem solving, mental imagery, human information processing, and beliefs (beliefs) strong on investment. Barberis and Huang (2001) consider the form of mental accounting, which investors are concerned about the return / gains and risk / losses in the value of individual stocks, and investors are concerned about the return / gains and risk / losses in the value of the entire 52 portfolio. The investment behavior shows investors have two possible attitudes, first, the risk preferences to accept the risk (risk seekers), the attitude of avoiding the risk (risk averter), or neutral attitude (risk neutral). Second, the attitude of preference to receive a return in the form of capital gains, dividends, capital gains or both ie and dividends. To demonstrate the behavior of investors as a proxy for investors in addressing the return and risk, the framing used to download explain investors' preferences. So mengha-silkan attitude tends to receive gains / return in a positive frame or is likely to accept losses / risk in negative frames or is addressing both in balance. But in decision-making in the capital market in under-uncertainty condition irrational attitude for investors are more likely to be used because there is a possibility that investors will earn abnormal returns. Some studies have found that the rationality assumption is often violated because the decision framing adopted by decision-makers and the frame is adopted depends on the formulation of the problems encountered, cognitive aspects, norms, habits, and characteristics of the decision itself. Frame adopted depends on cognitive phenomena investors in determining and influencing decision-mem (Tversky & Kahneman, 1981) caused by the information available and how information is interpreted. Indonesian Capital Market Development in 2014. Since 2011 the extent to which the development of the Indonesian capital market within 3 years, here is the information: As of April 2014, the number of issuers in effect is Indonesia Stock Exchange (IDX) reached about 494, only 29 issuers or just grow up about 1.06% of the 465 listed companies in April 2011. Still, far less than the number of listed companies in Malaysia, currently at more of 900 and more than 1,000 Singapore. Value of all outstanding shares and trading or market capitalization of the listed companies on the Stock Exchange is around 4700-4800 trillion dollars, up about 40-43% of the 3,350 trillion rupiah in April 2011.Of the value of daily trading transactions approximately 6.5 trillion dollars in 2013, an estimated share of local investors increased to 40%, up from around 33% in 2011. The share of foreign investors shrank to 60% from 67% in 2011. Although foreign investors still dominate, increasing the portion of local investors may be a positive sign that local investors are more confident in the embed and play money in the Indonesian capital market. Investor Education Challenges In Keeping JCI Index in Indonesia Stock Market. The validity of fundamental analysis and long-term strategy for the stock in the middle of the mainstream education of today's stock analysis only of technical nature only and is based on the strategy of buying and selling the very short term. A phenomenon that is also worth to be concern is the stock price index that does not necessarily go down despite more foreign investors selling than buying (net sell), or vice versa: not necessarily rise if more foreign buying than selling (net buy). Is this a sign that local investors are more educated and more trust in their own judgment and analysis rather than just following the action of buying and selling by foreign investors. How to increase the quantity? The number of local investors in the Stock Exchange now only about 400,000. There is a significant increase from three years ago is about 330,000. Very small percentage of Indonesia's population is about 235 million. Also very small when compared with neighboring countries such as Malaysia and Singapore as a percentage of the total population. 53 IDX through Pefindo Develop EVR (Equity Valuation Report) Services to Educate Invesitor Using EVR. Currently, there were 443 emiten's stock of Indonesia Stock Market. And there are 25 small and medium enterprises / SME are entered into the index Pefindo/SME-25. In addition to creating the index, IDX partnership with Pefindo also make regular equity research related to the business and prospects of the issuer stocks in the index. Equity Research report is basically a brief, solid business and business prospects of the Issuer and the industries in which the issuers are located, as well as financial projections and the fair value of shares of the Issuer. As we know in any capital market, equity research reports proved very helpful investor. With the equity research report, investors should look for and process their own range of information needed to understand the business prospects of the issuer's business, including the fair value of the shares. The main problem is now generally outstanding EVR made by certain securities firms for the benefit of their clients. As a result, other investors generally have to find and treat yourself with information from various sources in order to understand the business and performance of the issuer. In addition, not many investors who have the ability and the time to process a variety of information related to the issuer and the issuer's industry is located. Is a direct result of transaction costs (including the cost of finding information and risk) to be borne by retail investors in general, be much greater than the major investors obtain equity research reports from security companies. The main problem is now generally outstanding EVR made by certain securities firms for the benefit of their clients. As a result, other investors generally have to find and treat yourself with information from various sources in order to understand the business and performance of the issuer. In addition, not many investors who have the ability and the time to process a variety of information related to the issuer and the issuer's industry is located. Is a direct result of transaction costs (including the cost of finding information and risk) to be borne by retail investors in general, be much greater than the major investors obtain equity research reports from security companies. LITERATUR REVIEW In the financial markets, information is the most valuable asset as a decision making tools. Investors rely on information to know what to put their money into, traders need information to know whether they should enter or exit a position, and corporate financiers (including bankers, private equity firms, venture capital firms, and etc) need information to value companies and participate in transactions. This information has to come from somewhere and as a result, there are entire divisions within financial institutions dedicated to researching the key issues for their firm and this division is called Equity Research Division. Most of Indonesian Securities Companies provide Equity Valuation Report for their clients (investors). 54 Equity Valuation Report (EVR). EVR is report developed by Equity Research is a division within either a buy-side or sell-side firm which is responsible for the research used by the firm and its clients (finance dictionary,wallstreetoasis.com). Despite the name, Equity Research can also include commodities, bonds are more along with equities. The purpose of an equity researcher is to provide insight and detailed analysis into a company, entity or sector and this information is then used by investors to decide how to allocate their funds and by Private Equity firms and investment banks to value companies for mergers, LBOs, IPOs etc. Typically an equity research department is split into different coverage groups. These coverage groups will be small teams and they will focus on a specific sector (i.e. mining, energy & resources, healthcare, consumer etc.). Since pionering with Ball and Brown (1968) the correlation between accounting information and capital markets has attracted significant attention. Accounting information is one part of the Equity Valuation Report that has objective to provide investors with useful information for their investment decisions. While most of research provide evidence that report is an important source of information, the study also show a low correlation between accounting numbers and stock prices or returns. Hodge (2003) suggests that a survey-based research can complement the archivalbased research in that it gathers data on a multitude of individual beliefs and practices to provide the underlying reasons for investors’ behavior. Some of theory provide concepts of multitude and individual believe and behavior by investor while they are making decision. Several theory are: (1) Reasoned Action of Investors, (2) Theory of Intention to Invest, (3) Risk Perception Theory, (4) Type of investor Theory, and (5) Theory of Financial Behavior Intends Reasoned Action of Investors (Theory of Intention to Behave). Theory of Reasoned Action (Theory of Intent to Conduct) developed by Fishbein and Ajzen (1975) which explains that behavior because individuals have the intention to do so and related to the activities carried out on their own (volitional). Volitional behavior based on the assumption, first, humans do things in a way that makes sense. Second, humans consider all information. Third, explicitly or implicitly take into account the implications of their actions humans. Intention to act is a function of two basic determinants, which is related to personal and other factors related to social influence. The study Arrozi and Septyanto (2011) on stock investment determinants suggests that investors relied on long-term gains. This factor rests on the characteristics of the securities that are risky instruments with market risk. The next deciding factor is the rapid gains in the short term, following the advice of people / friends, as well as having the authority in possession. This proves that subjective norms that relied on the advice of friends showed no major sequence in consideration of a stock investment. Theory of Intention to Invest. One attitude that belongs to market participants in the capital market is the intention to invest. Intention to invest a cognitive process estimates the risk and return. Shape the attitude is supported by three factors, namely: (1) determination: the 55 motivation, intentions, and strong purpose. (2) self dicipline: knowing what and when to do something. (3) fighting: work hard, work smart, and time management. Process intention to invest requires a high capability for market participants relating to the ability of individuals in the cognitive, affective, and konasi such as: processing of financial and non-financial information, the application of the investment knowledge of the fundamental and technical aspects, changes in investment preferences, perceptions of risk and return, as well as the learning process of investment (Nofsinger, 2005). It is associated with the investment objectives of the investment strategy selected market participants desired to return, so that the cognitive process will vary among market participants in determining the appropriate investment strategy. This variation is due to market participants have different preferences based on returns and risk. The implication of market participants have liked the option of return in the form of dividends, capital gains, or both dividends and capital gains. Market participants will have different preferences and utilities for the above attitude. Intention to invest requires special analytical knowledge to believe about the performance of the stock to be selected in the overall stock investment (Nofsinger, 2005; Farid and Siswanto, 1998; Hartono, 2007). Special analysis of knowledge in intention to invest includes the step of analysis as follows: First, fundamental analysis and industry. Fundamental analysis is an analysis of the issuer's financial performance is assuming the value of the firm, ie the value of the company is shown or reflected in the price of securities. Second, economic analysis and technical analysis. Risk Perception Theory. Perception is the view of the individual in understanding the object or event through the senses derived from the experience of objects or events to infer information and interpret the message. Perception is the process in understanding the objects through the senses (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Subjective perceptions and situational so it may have differences with other people's perception of the same object, In term of risk perception, people have subejctive judgement about characteristics of risk. Investment risk has definition deviation from the expected profit (Jones, 2006). Risks often associated with deviations from acceptable outcome with the expected result. In the uncertainty situation, investors will be get the return in the future with the uncertainty value also (Hartono, 2008). To reduce the risk of investment, investors must know the type of risks that are divided into two major groups, namely systematic risk and unsystematic risk (Jones, 2006). While Systematic Risk can not be eliminated through diversification of the portfolio and unsystematic risk Specific risks for companies that include policy and strategic decisions, operations, and finance. Type of Investors Theory. Goldberg and Rudriger Joachim von Nitzsch (2001) classify investors into: (1) intuitive type, (2) type emotional, and (3) rational type. This type of classification based on the human brain conducted by Paul D. MacLean, a Neuropsychological. Refer to Goldberg and Rudriger Joachim von Nitzsch (2001), First, the type of intuitive (to act on feelings) perform actions based on the routines and patterns activities undertaken. Routines are performed aims to generate a profit. In this type, investors are not familiar with term loss. This is felt to be necessary because these investors can take better 56 decisions with intuition. Intuitive investors usually trade in the short term, even daily, making decisions tend to be taken quickly, invest quickly, and produce profit as quickly as possible. Second, emotional type, Investors emotional type is not accustomed to taking decisions individually, but rather choose to exchange opinions with others before taking a decision and join the people who have the same thoughts. This means that investors can express their emotional opinion held without bearing the entire result and obligations incurred. If the decision taken in the group in the end it turns out one, then the mistake will be shared by number of members of the group in the market. This type of financial investors can be found where there are groups and decisions taken in groups. The group can also be a relationship between consultant and client, investment groups, or informal groups among investors. Third, the rational type. This type is always trying to aware of the danger quickly and regularly. The biggest fear is that if he did not know enough to be able to avoid the dangers that exist. Taking wrong decision also included in fear. Hence, rational investors often delay decision-making or trying to do not make a decision at all. The main objective of these investors is to reduce the fear of uncertainty, so it takes an explanation rational for all. For rational type investor, knowledge is a strength, because the rational investors do not will stop before finding explanations adequate. This type of investors have difficulty to release something that has long been held. Theory of Financial Behavior Intends. Behavioral finance is a model that emphasizes the potential implications of the psychological factors that influence the behavior of investors. Appearance is driven by the notion that conventional financial theory less attention to how investors actually making an investment decision. Various theories and financial model assumes that investors always behave rationally in the investment decision-making process. Investors are assumed to be willing and able to accept and analyze all the information available is based on rationality of thought. However, in reality, investors often exhibit behavior that is irrational (tends to be judgment), so these circumstances deviate from the assumption of rationality and have a tendency to bias. Financial behavior aimed at investigating the emotional characteristics of investors to explain the anomalous subjective and irrational factors in capital markets (Taffler, 2002) (Syamni, 2009) states that there are two types of investors to digest the information, which informed investors and uninformed investors. Informed investors are investors who can capture the information available relating to the trading process and knows when to make the decision to buy or sell at all events. Uninformed investors are investors who are less (not) have the awareness or the ability to capture and utilize the available information. Capital Market Efficiency and Information in Indonesia Capital Market. An important debate among stock market investors is whether the market is efficient - that is, whether it reflects all the information made available to market participants at any given time. The efficient market hypothesis (EMH) maintains that all stocks are perfectly priced according to their inherent investment properties, the knowledge of which all market participants possess equally. In Indonesia capital market 57 In Indonesia study provide the issues between information and decison of investor in capital market already much available. Similar study conclude that information is very useful for investor to take decision especially in fundamental analysis purposed. (Natapura 2009) in Analisis Perilaku Investor Institusional conclude that Most institutional investors are included in rational investors who have a type of behavior −trying to obtain as much information, always analyze information obtained before taking investment decisions, to invest in the run long, tend to be difficult to change the decision which has been taken, and strive to minimize risks faced. Study in other emerging country like in Saudi Arabia, (Al-Mubarak 1997) confirms that the annual corporate report is the primary source of corporate information and his findings are in line with those found in developed countries. (Fawzi Al Sawalqa 2012) report his study indicated that individual investors ranked corporate annual reports as the most important source of information for the purpose of their investment decision-making. This followed by the published daily share prices, corporate web sites, newspapers and magazines, advice of friends, discussion with company staff, stockbrokers’ advice and tips and rumours respectively. Thus, the findings of study revealed that individual investors place more emphasis on the written information rather than verbal information for the purpose of investment decision-making. On the other hand, the result indicated that the use of corporate annual report and the discussion with company staff as sources for corporate financial information contributes significantly towards a good investment opportunity. Study by Mamdouh Abdullah Ba-Owaidan (1994) show that Private investors use many different sources of information when making investment decisions in stocks, but the corporate annual financial reports and share pricelist predominate.And the study result also conculde that Meaningful information additional to that provided by forecast of sales and earnings is considered by investors in their investment decisions. In Nepalese Capital Market, study by Sudarshan Kadariya (Sudarshan Kadariya 2012) Investor Awareness and Investment on Equity in Nepalese Capital Market conclude that investor awareness its relationship with investment decision in equity and investors' access to market information were examined. Investor awareness is crucial for the investment decision making and sustainable growth of capital market. In the context of Indonesia, market inefficiency and corporate governance were identified as the main reasons for IDX being a shallow market and the main obstacles for IDX capitalization growth. There is low public awareness about emiten information, securities, poor investment culture, and poor accounting and auditing procedures. All these factors have affected the performance of the IDX in term of transaction to increase ISHG. However, there are not much studies that investigate the investors’ perception towards information usefulness. The aim of the study is to survey investor's perceptions towards information especially emiten information in Equity Valuation Report. This can be achieved by assessing the perception of users towards the familiarity affect to usage, importance factor of EVR affected to usage and both of factors affeted EVR’s usage. 58 Study Hypotheses: Our study aims to get investor's perceptions towards information especially emiten’s information in Equity Valuation Report. This can be achieved by assessing the perception of users towards the familiarity affect to usage, importance factor of EVR affected to usage and both of factors affeted EVR’s usage. To facilitate our analysis, the following hypotheses were developed and are stated in their null forms as follow: - H01: Users familiar and aware thus effect on Usage of Equity Valuation Report H02: Users know Importance factor of EVR thus effect on Usage of EVR H03: Both of Awareness and Importance factors effect on Usage of EVR RESEARCH METHODOLOGY Data Collection Method. Data and information are collected through: (1) Secondary data is obtained from Indonesia Stock Exchange, research and journal about EVR. (2) Primary data is obtained from in-depth interview and survey with related respondent related professionals from 6 groups were used in this study. Descriptive Statistics of the Sample. The object of this research is potential user of Equity Valuation Reserach include: emiten, securities, investors, both institutional and individual investor, and media. The sample size was 95 respondents, see Table 1.This study use multiple regressions as the research method to explain the factors that influence usage of Equity Valuation Reserach in correlation with awareness, importance i.e.: accuracy, timeliness, comprehensiveness, and clear recommendation, and etc. 59 Table 1: Respondents Profile Variables Data Variables that are used for this research are awareness, importance, and usage, describe as follows: (1) Awareness is the state or ability to perceive, to feel, or to be conscious of events, objects, thoughts, emotions, or sensory patterns. In this level of consciousness, sense data can be confirmed by an observer without necessarily implying understanding. In this case writer defined awareness as familiarity of EVR in general and familiarity of EVR’s agencies. (2) Importance is the quality or state of being important. In this case the importance of EVR based on qualitative in-depth interview defined as: Accuracy, Ability to Move Market, Timeliness, Comprehensiveness, Clear Recommendation, Comprehensiveness, Publication Consistency, Analyst Capability, Neutralbility, Report Packaging, and EV Reputation. (3) Usage EVR as one of reference to get information and make decision. 60 RESEARCH RESULT Reliability Test. Validity item is a statistical test used to determine how valid a question items measuring variables studied. Test Reliability item is a statistical test used to determine the reliability of a series of items in question the reliability measure a variable Reliability tests conducted with Cronbach Alpha test. Coefficient alpha or Cronbach alpha is certainly one of the most important and pervasive statisitics in research involving test construction and use (cortina 1993). Cronbach's alpha will usually increase as the inter-correlations among test items increase, and is thus known as an internal consistency estimate of reliability of test scores. Because inter-correlations among test items are maximized when all items measure the same construct. Suppose that we measure a quantity which is a sum of K components, (Robert F. DeVellis 2003) then X = Y1 + Y2 + ...+ YK, Cronbach's is defined as: where is the variance of the observed total test scores, and component i for the current sample of persons the variance of If the value of alpha > 0.7 means sufficient reliability (sufficient reliability) while if alpha > 0.80 is suggesting a whole item reliably and consistently throughout the test internally because it has strong reliability. Because of Cronbach Alpha 0,72 > 0,6 then the reliability of the quisionare to measure Usage of Equity Value Report can be accepted (Higher than 0,6). Its mean that tools that use to prove the hypotesis can be accepted. 61 Table 2: Validity Test Result Criterion validity test (rule of tumb) is 0.3. If the correlation is already greater than 0.3 questions made categorized valid. Because all items are questions the value > 0.3 then the questions in the questionnaire are valid / invalid. Correlation Analysis Table 3: Correlation Analysis 62 - H0: Awareness has no correlation with Usage of report - H1: Awareness has correlation with Usage of report From the table of correlation, can be summarize that the significance (p - value) Awareness of the Usage of the report is 0.00 < 0.05, means that there is a relationship between the two with a 0.516 correlation ( strong enough ). - H0: Importance has no correlation with Usage of report - H2: Importance has correlation with Usage of report From the table of correlation, it appears that the significance ( p - value) Importance of the Usage of the report is 0,00 <0.05, means that there is a relationship between the two with the correlation 0.05 (strong enough). Regression Analysis Table 4: Model Summary From the table of the model summary, seen R–square = 0.344, which means 34.4 % variation of the “Usage Variable” can be explained by variations of “Awareness Variable” and “Importance Variables”. Table 5: Anova 63 From The Table of Annova, seen that p-value (Sig.) = 0.000 < 0.05, which mean than Regression Model is Significant (Can be Accepted) Table 6: Coefficient From Table of Coefficient, seen that “Awareness Variable” and “Importance Variable” equally significant with p-value (Sig) <0.05, which mean that the regression models are: - Y = β0 + 0.338 X1 + 0.415 X2 - Usage = 0.726 + 0.338 (Awareness) + 0.415 (Importance) Regression equation above can be explained as follows: Constant (β0) of 0,726, it means that if Awareness (X1) and Importance (X2) the value is 0, then (score) the level of usage of the EVR’s report (Y ') will be increased by 0,726. Awareness variable regression coefficient (X1) of 0,338 meaning that if another independent variable value is fixed and Awareness increase 1 point, then the usage of the EVR’s report (Y) will be increased by 0,338. The coefficient is positive, it means there is a positive relationship between awareness of the usage of the EVR’s report. Then the rising awareness will be increase usage of the EVR’s report. Importance variable regression coefficient (X2) of 0,415, meaning that if another independent variable value is fixed and Importance rose 1 point , then the level (score ) usage of EVR’s report (Y') will be increased by 0,415 points. The coefficient is positive, it means there is a positive relationship between usage and importance of the report. Thus rising importance will be increase usage of the report. 64 Familiarity towards EVR 60,0% 56,8% 50,0% 40,0% 30,0% 18,9% 20,0% 13,7% 10,5% 10,0% 0,0% TS R S SS Figure 1: Familiarity towards EVR (all respondents) TS R S SS 120,0% 100,0% 80,0% 60,0% 40,0% 30,0% 20,0% 20,0% 0,0% 13,3% 0,0% INC- 1st INC - 2nd IC - 1st liner liner liner 0,0% IC - 2nd liner 30,0% 20,0% SR 13,3% SWR Inst. I Ind. I 14,3% Media Figure 2: Familiarity towards EVR by Group (all respondents) From the research finding, see figure 1 and 2, we can conclude that most respondent aware with EVR and they have some consideration to use EVR. Based on the result result shows that highes familiarity with EVR are SWR (Securities with Research) and Ins I (Institutional Investor). Investor awareness is crucial for usage of EVR. The finding of the study is that fully aware investor with EVR will be affect to usage. In other words, there is positive 65 correlation between awareness and level of usage. Investors are keen to get market information timely and sufficiently to make a profitable investment. Importance Factors No Importance Attributes Percentage 1 Accuracy 88% 2 Comprehesiveness 87% 3 Clear Recomendation 87% 4 Timeliness 87% 5 Ability to Move Market 87% 6 Agency Reputation 86% 7 Publication Consitency 80% 8 Report Packaging 80% 9 Netrality 80% 10 Analyst Capability 77% 11 Availability 76% Table 7: Importance Factors of EVR From tabel 7: Importance Factors, this study conclude that most respondent perceives 5 most of importantance factors are: 1.Accuracy, 2. Comprehensiveness, 3. Clear Recomendation, 4. Timeliness, and 5. Ability to move market. CONCLUSION From the result of regression, it shows that awareness has positive coefficient with usage the probability is lower than α value 0.05 so the hypothesis (H01) is accepted which indicates that awareness has positive influence to EVR Usage. From the result of regression, it shows that usage has positive coefficient with usage the probability is lower than α value 0.05 so the hypothesis (H02) is accepted which indicates that Improtance has positive influence to EVR Usage. From the result of regression, it shows that usage has positive coefficient with usage the probability is lower than α value 0.05 so the hypothesis (H03) is accepted which indicates that Improtance has positive influence to EVR Usage. “Awareness Variable” and “Importance Variable” equally significant with p-value ( Sig ) <0.05 ). 66 RECOMENDATION Increase Familiarity or Awareness. If we look at familiarity towards EVR, we can conclude that all respondent already familiar with EVR and EV agencies. But for individual investor we still find that they are not familiar yet. To Increase familiarity to the retail investor, IDX (Indonesia Stock Exchange) need to develop socialization program to educate customer in term of using fundamental information like EVR. IDX also need to support inactive emiten to publish their company’s information through EVR. This iniatiatives already done by IDX through partnership with Pefindo develop EVR for middle emiten to attract investors transact actively. Improve Important to increase Usage. If we look at most 5 Importance of quality EVR this study find that most respondent have expectation towards to provide its EVR in term of: 1. Accuracy, 2. Comprehensiveness, 3. Clear Recomendation, 4. Timeliness, and 5. Ability to move market. Accuracy become the most important, because consider as contributing features to the usefulness of corporate information. As far as the issue of credibility in the market this is an importance factor of the EV report’s concerned. The respondents look rational because if the information have highly accuracy they can make right decision. They will believe that EVR information is the most credible and important part. This result might reflect the Indonesia situation in general. Although they may not rely on informations when making their investment decisions, informations are regarded sufficient in formulating their decisions about a company. The investors also revealed that the corporate EVR are useful in making informed decisions about companies and assist in evaluating corporate performance. Looking at the main motivation from IDX to socialize second tier equities, we would recommend Pefindo to enhance Pefindo’s Equity Valuation Report based on S&P Standard. REFERENCE Ajzen, Icek, 1975, ‘The Theory of Planned Behavior’, Journal of Organizational Behavior and Human Decision Processes 50, pp. 179-211. Akhtar, ME 2011, ‘Determinants of Short Term Investment Decision Making’, Journal of Actual Problem in Economics, no 11. Akintoye, IR 2008, ‘Optimising Investment Decision through Informative Accounting Reporting’, European Al-Mubarak, F. (1997). The Usefulness of Corporate Annual Reports to Investment Analysts in Saudi Arabia. Unpublished doctoral dissertation, University of Newcastle, Newcastle. Fawzi Al Sawalqa (2012). Different Sources of Corporate Financial Information and Investment Decision Opportunity: Evidence from Amman Stock Exchange, Accounting Department; Financial & Administrative Sciences Faculty Tafila Technical University. Ball, R., & Brown, P. (1968). An Empirical Evaluation of Accounting Income Numbers. Journal of Accounting Research, 6, 159-178. 67 Asaf, Samir (1997), ‘Maximizing corporate shareholder value using risk profile dynamics’, Templeton College, University of Oxford. Asaf, Samir and Marc L Bertoneche (1998), ‘Protecting corporate shareholder value using risk profile dynamics’, Harvard Business School, Research paper. BARBERIS, Nicholas, Ming HUANG, and Tano SANTOS, 2001. Prospect Theory and Asset Prices. The Quarterly Journal of Economics, 116(1), 1–53. Beaver, W.H., Kettler, P., and Scholes, M., 1970. The Association between market determined and accounting determined risk measures, The Accounting Review,Vol. 6, pp. 654 – 682. Bruns, William J. Jr., 1968. Accounting Information and Decision Making: Some Behavioral Hypoyheses, The Accounting Review, July, pp. 469-480. Dihin Septyanto1, MF and Arrozi Adhikara, ‘Individual investors’ behavior in decision making on securities investment in Indonesia Stock Exchange (ISE), Journal of Economics, Business, and Accountancy Ventura Vol. 17, No. 2, August 2014, pages 187 – 196. Dimson, Elroy, Paul Marsh, and Mike Staunton. 2000. The Millennium Book: A Century of Investment Returns. London: ABN-AMRO and London Business School. East, Robert, 1993. Investment Decision and The Theory of Planned Behaviour, Journal of Economic Psychologi, Vol 14, pp. 337-375. Edwards, Edgar O., and Philip W. Bell. 1961. The Theory and Measurement of Business Income. Berkeley, CA: University of California Press. Ehrbar, Al. 1998. EVA: The Real Key to Creating Wealth. New York: John Wiley & Sons. 281282 References Ellis, Charles D., with James R. Vertin. 1991. Classics II: Another Investor’s Anthology. Charlottesville, VA: Association for Investment Management and Research. Fabozzi, Frank J. 1992. Manajemen Investasi. Jakarta: Salemba Empat. Farid Harianto dan Siswanto Sudomo, 1998. Perangkat dan Teknik Analisis Investasi, Jakarta, Penerbit: PT. Bursa Efek Jakarta (BEJ). Fishbein, M., & Ajzen, I. (1975). Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An Introduction to Theory and Research. Reading, MA: Addison-Wesley. Pefindo. 2013. www.pefindo.com. Fuller, Russell J., and Chi-Cheng Hsia. 1984. ‘‘A Simplified Common Stock Valuation Model.’’Financial Analysts Journal. Vol. 40, No. 5: 49–56. Gay, L.R. & Diehl, P.L. 1992. Research methods for business and management. New York: Macmillan. 68 Goldberg, Joachim dan Rudriger von Nitzsch. 2001. Behavioral Finance. Jerman: John Wiley & Sons Inc. Gordon, Myron J. 1962. The Investment, Financing, and Valuation of the Corporation. Homewood, IL:Richard D. Irwin. Gordon, Myron J., and Eli Shapiro. 1956. ‘‘Capital Equipment Analysis: The Required Rate of Profit.’’Management Science. Vol. 3, No. 1: 102–110. Graham, Benjamin, and David L. Dodd. 1934. Security Analysis. New York: McGraw-Hill Professional Publishing. Graham, Benjamin. 1963. ‘‘The Future of Financial Analysis.’’ Financial Analysts Journal. Vol. 19,No. 3: 65–70. Goldberg, Joachim dan Rudriger von Nitzsch. 2001. Behavioral Finance. Jerman: John Wiley & Sons Inc Harry Markowitz. 1952. ‘Portfolio Selection’. The Journal of Finance, Vol. 7, No. 1., pp. 7791 Hartono, Jogiyanto, 2008. Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi 5, Yogyakarta: BPFE. Iyer, S. Balaji dan R. Kumar Bhaskar. 2002. Investor’s Psychology: A Study of Investor Behaviour in The Indian Capital Market. Finance India John R. Nofsinger, 2nd ed., 2005. ‘The Psychology of Investing’, Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey. Jones, C.P, 2006. Investments Analysis and Managements, New York: John Wiley & Sons, Inc,. 8th Edition. Jose M. Cortina, 1993. Journal of Applied Psuchology, American Psycological Association, Inc. Kenneth Ferris and Barbara Pettit, 2nd ed., 2013.’Valuation for Merger and Acquisitions’, Person FT Press, Financial Time. Manurung, Adler, Haymans. 2005. Siklus Bursa Saham: Sebuah Penelitian Empiris di BEJ Januari 1998-2004, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Bisnis & Birokrasi. Vol.13, No.1 (Januari). Naser Abdelkarim, Birzeit University, Yasser. A. Shahin, Al-Quds Open University, Bayan M. Arqawi, Birzeit University (2009), Investor Perception of Information Disclosed in financial reports of Palestine Securities Exchange listed companies. Prabowo, Tommy, 2000. Mengharapkan Laporan Keuangan Plus, Media Akuntansi, No. 10, Thn. VII, Juni, Jakarta 69 Robert F. DeVellis, 2003. Scale Development: Theory and Applications. Saga Publication, Inc. Scott, William R., 2003, Financial Accounting Theory, Third Edition, University of Waterloo Shefrin, Hers. 2002. Beyond Greed and Fear: Understanding Behavioral Finance and the Psychology of Investing. New York: Oxford University Press. Singh, Ranjit (2009) Behavioural Finance – The Basic Foundations. ASBM Journal of Management, Vol. 2, No. 1, hal. 89-98. Sudarshan Kadariya, Institute of Banking & Management Studies, Kathmandu, Investor Awareness and Investment on Equity in Nepalese Capital Market (2009). Syamni, Ghazali (2009) Hubungan Perilaku Perdagangan Investor Dengan Volume Perdagangan Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan, Tahun 2, No. 1. Taffler, Richard J. (2002) What Can We Learn Form Behavioural Finance? (Part 2). Credit Control, Vol. 23, No. 4, hal. 27-29. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995, Jakarta : Balai_Pustaka" Thomas R. Robinson, John D. Stowe, Jerald E. Pinto, Elaine Henry, ‘Guide to EVR Writing: Equity Asset Valuation’. CFA Institute Investment Series, (2013) Qawi, Raluca B. (2010) Behavioral Finance: Is Inventor Psyche Driving Market Performance? IUP Journal of Behavioral Finance, Vol. 7, No. 4, hal. 7-19. BIOGRAPHY: 1) Prof. Dr. Adler H. Manurung, Professor in the Faculty of Economics, University of Tarumanagara. His expertise in these four areas: capital markets, investment, finance, and banking, now Adler teaches graduate students and doctoral programs in several universities, such as DMB - Bogor Agricultural University (IPB), Graduate - University of Indonesia, DMB - Padjadjaran University to S3 (Masters) in MM - UBINUS and MM - UI as well as a Bachelor degree in FE UNTAR . 2) Bayu E. Winarko is consultant and Managing Partner at BusinessFirst Consulting in Jakarta Indonesia. He finished Bachelor of Management, Magister Management from Faculty Business and Economic University of Indonesia, and MBA from I.A.E. de Grenoble Universite Pierre-Mendes-France. He can contact at: [email protected]. 70 FUNDAMENTAL ANALYSIS OF BANK RAKYAT INDONESIA BY USING RESIDUAL EARNINGS-PBR Posmarito Pakpahan ABSTRACT This paper investigates the fundamental value of the largest micro lender in Indonesia i.e. Bank Rakyat Indonesia. After financial crisis in 2008, due to improving macroeconomic condition and the increasing of banking income, some banks in the Jakarta Composite Index (JCI), such as BBCA, BMRI and BBRI were considered outperformed. Now, Banks become one of the most darling firms in market. Lately, Indonesian economy encountered some negative sentiments which downtrend in JCI including the banks. In beginning of 2014, Bank Rakyat Indonesia closed at IDR 7,250. By applying the residual earnings model-PBR, the writer considered that the current price of Bank Rakyat Indonesia was underperformed. The writer concluded that the target price of BBRI is IDR 11,155. This price implies that PER 13x and PBV 4.5x. Bank Rakyat Indonesia is valued at IDR 11,155 per share is rational and valid as from 2010, BRI have been moving at PER 11.6x and PBV 3.3x and it is in line compare to its industry PER & PBV. Keyword: Bank Rakyat Indonesia, valuation, fundamental analysis, BBRI, target price 71 I. INTRODUCTION Many investors are interested in investing at banking sector because banking is one of the biggest industries in Indonesia (Simorangkir & Simorangkir, 2012). Futhermore, Simorangkir and Simorangkir (2012) added that the banking industry correlates positively with the economic development, production and consumptions. Hence, the banks’ stock price derives by the economic growth. The improvement of income has increased the value of companies through its stock’s price, i.e. Bank Rakyat Indonesia or BBRI secured its position as a profitable banking with maintainable NPL (Detik Finance, 2014). The good performances of BBRI lead the investors to believe that BBRI can outperform in industry. Until now, the BBRI has recorded its return more than 100% of capital gain since 2009 (Bank Rakyat Indonesia, 2013). Simorangkir & Simorangkir (2012) stated that the banking industry is one of industry that positively correlated with the economic development which makes banking firms are vulnerable to changing in economy. Moreover, Marina (2013) argued that the investors to stay selective with big banks. She argued that there would be tight competition for high qualify lending among the big banks in Indonesia due to deceleration of domestic economy. The competition will lead to new issues in banks’ CASA management, risk management and asset- liabilities management (Marina, 2013). Soedarmono (2013) stated that Indonesian economic faces some negative sentiments that will affect the market negatively. The foreign investors pulled out their money from emerging market asset as the Fed issued tapering on May 22nd, 2013 which is resulting the major declining of the Jakarta Composite Index. He added that uncertainty and suffered current account deficit drived Rupiah underperformed against dollars. The domestic investors are attentive to the inflation and the current account deficit. The banks estimated that the increasing BI rate by 150 bps to7.25% will affect the banks’ profit in 2014 by creating issues which are declining of net interest margin, increasing 72 of credit risk, increasing of operational cost and the slowing down of business (Bisnis Indonesia, 2013). Added by the BCA’s CEO (Setiaatmadja, 2013), the government targeted that the credit growth for 2014 is about in 16-1 7% which is lower than estimation in 2013. These issues affected the all sectors include banking firms to revalue their strategies to maintain and increase their bottom line (Marina, 2013). Unavoidable, the global and domestic economic conditions lead an increasing competition in banking firms. The increasing of BI rate motivated the tough competition among banks on collecting the third party funds to lower their loan deposit ratio and maintained a lower NPL (Bisnis Indonesia, 2013). The tight competition from 1st quarter until the end of 2013 showed the significant decreasing of the net interest income in largest bank in Indonesia. Nationally, the net interest income was at point 5.46% dominated by BBRI (Bisnis Indonesia, 2013). Regarding to the factors above, most of banks have considered shifting their revenue driver from interest income to fee based income (FBI). Not only the competition among largest banks has been hard, but also many small banks have penetrated the micro financing business such as Bank Sahabat Sampoerna, Bank Danamon, etc. has revalued the banks’ strategies (Infobank, 2013). In this paper, the writer want to value one of Indonesian banks which is fundamentally affected by the factors above and having more than 80% of its total revenue is coming from interest income which is Bank Rakyat Indonesia with the ticker’s BBRI. Research objective The objective of this research is finding the BRI’s fundamental target price in making investment decision in 2014 by using proper approach and considering the BRI’s operational risk and financial risk. In order to value the Bank Rakyat Indonesia properly, there are some issues that the writer required to understand and answer. These questions are needed to answer before proceed to the projection and valuation. 73 ï‚· ï‚· How the banks have different accounting perspective rather than the other industries? What are the regulation that engaged with banks’ activities and how the regulations can affect the banks’ financial statement and performance? ï‚· How Bank Rakyat Indonesia will be valued and forecasted its earnings? In doing this quantitative research, the writer is aware the limitation of this paper which is the result of the study directly responsive to the current news and information in market. Hence, the result can change due to how the market perceives and responses the information in market. In writing this paper, the author will be divided the writing scheme in to five chapters. The flow of the paper is Chapter I develops the background and the research objective, Chapter II is about literature review and existing research that explains the valuation and banking industry. The data and methodology are described in Chapter III that shows how will get the data and how we value the firm, and following by the analysis and finding in Chapter IV. The conclusion and recommendation will be discussed in Chapter V. II. LITERATURE REVIEW Hamonangan and Sulistyawati (2012) quoted that according to Kartajawa (2006) valuation is ancient approach in financial system that has been used since 1800 BC by Babylon. It was developed by Merton Miller and Franco Modigliani by rooted to present value of capital budgeting. Simplify, valuation is approach to find the present value of money by concerning the time value of money itself. When we are talking valuation, it means the valuation is fundamental analysis. Janjigian, Horan & Trzcinka (2011) argued that as the fundamentalist believe that there is a strong correlation between a company’s ability to generate and increase profits and the performance of its common stock. Fundamental analysis is approach of analyzing business model, information, forecasting payoff and discounting its payoff with the firm’s 74 cost of equity or its weighted average (WACC) to arrive at intrinsic value of the stock or the target price of company (Penman, 2004). Penman (2004) stated that fundamental analyst is the analysis that focuses on valuation of firm through the company’s financial statement, management and the macroeconomic conditions. He added that a fundamental analysts/ investors will try to reduce the risk of incurring of loss by examining information about firms and reaching conclusions about the current price of the company in order making investment decision. Manurung (2013) argued that fundamental analyst concerns more about the going concern of the company which reflects to the firm’s efficiency, profitability, ability to expand the business and any issues about the macroeconomic that affect the firm. Therefore, the fundamental method of each company will differ from others (Penman, 2004). It varies depend on the company business model (revenues & expenses driver) and accounting perspective (Koller, Goedhart, and Wessels, 2010). Building valuation model of a firm depends on the business model or type of business (Damodaran, 2006) and accounting perspective of a company (Penman, 2004). Hence, understanding the industry of the firm in is matter in valuing a firm (Penman, 2004). BANKING VALUATION Marina (2013) explained that to value banking firm has its owned challenge as the financial service companies are heavily regulated by the government that can affect the companies’ performance changes in the regulatory environment can create large shifts in value. Additionally, the unique transaction of financial firms generates a difficulty to estimate the firm’s cash flows as items like capital expenditures, working capitals, and debts are not clearly defined (Dermine, 2009 & De Weert, 2011). Hence, valuing financial services firms differs and quite unique compare to others (Marina, 2013). Dermine (2009), a professor banking & finance at INSEAD, wrote a book “Bank Valuation & Value- Based Asset Management”, suggested that the reader to use a fundamental valuation that will shows and examines managerial issues such as fund transfer 75 pricing, risk-adjusted performance evaluation, capital management (loan & deposit pricing, loan- loss provision, management interest risk on the banking books). He prefers to call as “Value- Based Management.” Beside emphasizes the value based management of methods, he suggested that the analyst can use P/E, MBV, and Gordon Growth Model to value banking firms. De Weert (2011), the entriprise value of banking firm is typically measured by discounted earnings analysis. Manurung (2011) discribed that discounted earning method is using when earnings are the premium to company’s entriprise value or in other words bottom lines are the source of value and reserve for company to develop in future. Penman ( 2004) argued that discounted earnings analysis concerns whether the earnings of the company contibuted to incresing value of company by added value to its balance sheet. Added by Dermine (2009), there are two drivers of value in banking industry which are return on equity and growth of equity when ROE exceeds its opportunity cost (cost of capital). In conclusion, according to Marina and Ariesandi (2013) and De Weert (2011) advised to use residual earning (RE) -PBR and discounted earning model to value a bank. However, some practionare JP Morgan and Merril Lynch is more likely to use DDM- Dividend discounted model. The discounted earnings is quite often used by several by analyst such as Panin Securities, Hamonangan and Sulistyawati (2012), in valuing BBCA (Bank Central Asia), and Simorangkir and Simorangkir (2012) that valued BBNI. The analysts are using PBR and discounted earnings because in valuing a bank, the analyst values the balance sheet of the bank (Marina and Ariesandi, 2013). De Weert argued that bank should be valued using discounted earning because what investors get from a bank is its earnings and should be discounted to its cost of equity. 76 Discounted Residual Earnings Analysis De Weert (2011) argued that earning can reflect value of company that distributed o the shareholders freely from the core capital. Dermine (2009) also stated that to value a bank the analyst measures its value added to book value. It was presented by using residual earning model in valuing the firms (Penman, 2013). Penman (2013) added that residual earnings model (eq.1) can capture the value added to book value from forecasts of residual earning in future. Basically, this model is anchoring on a firm’ book value and then adding extra value by forecasting its future residual earnings. Value = Book value + Present value of expected residual earnings (eq.1) According to Penman (2013), residual earning (RE) (eq. 2) is the comprehensive income available to common equity against the earnings for the book value of common equity the beginning of the period (Bt-1), earning at the required return (ρe -1). He also elaborated that residual earning can be expressed as differences between the rates of return on common equity (ROCE) (or some analysts express it as ROE) and required return on equity (or cost of capital) times beginning- of- period book value (eq.3). RE = Earnt – (ρe -1) Bt-1 (eq. 2) RE = (ROCE – (ρe -1)) Bt-1 (eq. 3) Penman (2013) showed that by using residual earning model, the analysts actually measure a firm’s book value. After getting the value of company through its present value of forecasts of residual earnings, the analyst can derive the firm’s price to book value (PBR= V0E/B0) to evaluate which whether the firms trades at premium and discount. Rationally, this makes sense,” if we expect a firm to earn income for shareholders over that required on the book value of equity, its equity will be worth more than its book value and should be trade at premium. And higher the earnings relative to book value, the higher will be premium,” (Penman, 2013). 77 Penman (2013) explained the concept behind the price to book ratio as the value of the shareholders’ investment is based on how much the investment is expected to earn in future. This model agreed that the investors are buying the expected future earnings of the company. Thus residual earnings model can also reflect this method as it measures the profitability of the firm (ROE). III. METHODLOGY Method of Analysis The method of analysis will be the quantitative and qualitative which is applying what has been concluded from the chapter 2 discounted residual earnings. Besides that, the author needs to understand the quality of the Rakyat by analyzing its competitive advantages. Data Collection Method To model the BBRI, the author uses the secondary data which is the balance sheet and income statement of the firms from the last few years (2002) to recently (2013) with intention to learn the financial structure of the BRI and growth performances. Besides that, this paper will use data macroeconomic and historical price of IDX and Rakyat for recently price that have been taken from Thomson Reuters. The other data also have been taken form the related resources. Research Approach and Model There are several important issues that an analyst should be aware in doing the valuation which understand the frameworks for valuation, reorganizing the financial 78 statements, analyzing performance and competitive advantages, forecasting performances, estimating continuing value, estimating cost of capital, calculating and interpreting result. 1. FRAMEWORKS FOR VALUATION Before decided the method of the valuation, the author is required to understand the banking business model or Rakyat’s revenue and expenses drivers (Dermine, 2009). In short, the analyst needs the Rakyat’s balance sheet and income statement. After that, the author decided the appropriate method to be used to value Bank Rakyat Indonesia’s price which are DDM and discounted earnings (residual earnings). Driven from the methods that the author decided to use, Rakyat’s valuation will stem from 5-years projected earnings and cost of capital. 2. REORGANIZING THE FINANCIAL STATEMENTS After obtaining the past financial data of Rakyat, the analyst needs to understand the accounting principles of Rakyat if there is accounting irregularities. Although, financial statements form can show the viewers the earning of the Rakyat, but it cannot be computed directly from the company’s reported financial statements. Hence, the author needs to reformulate the financial statements to understand the revenue and expenses drivers, and other components that affect the income significantly. 3. ANALYZING PERFORMANCE AND COMPETITIVE ADVANTAGES Once, the analyst finished to reorganize the financial statement, the analyst analyzes the company’s historical performance. By thoroughly, analyzing the past, the analyst can document whether the company has created value, whether it has grown, and how it compares to its competitors. The author needs to focus on return on invested capital and revenue growth by analyzing the past performances; the analyst can understand how revenue amd expenses drivers behaved and help making reliable estimates of future earnings. 79 4. FORECASTING PERFORMANCES When the analysts forecast the performance of the firm, they need to focus on longrun value drivers that are consistent with economy theory and historical evidence. Hence, analyze the macroeconomic and firm industry in is important (Manurung. 2011) beside understand the business model of the firm and past performances (Penman, 2013). In forecasting the future, the analysts concern the length and detail of the forecast. Normally, the analysts take five-year to seven-year forecast; it depends on the business cycle of the business itself (Manurung, 2011). For the banking industry, usually, the analysts apply three-year projection. While analyze the historical performances, the analyst needs to build the revenue drivers by analyze and forecast the firm’s balance sheet and income statements. Typically, it is natural that we are looking backward, the historical earnings and performances. Damodaran (2008) suggested that the analysts should use the historical data as learning tools to learn and forecast the future growth of the firm. The analyst analyzes the differences in growth rates across different measures of earnings from revenue, operating income to earning per share and why the differences exist. The historical growth rates can be computed in two different ways which are arithmetic and geometric average growth. 5. ESTIMATING GROWTH AND CONTINUING VALUE According to Damodaran (2008), expected growth rate is a key input in valuing business as higher expected growth rate translates to higher value of the firm as well as Buffet expressed though its quotable words “the intrinsic value of company lies entirely in its future.” Thus, Damodaran (2008) suggested that growth is not exogenous input subject to inclination and fancies of individual analysts, but has to be earned by the firm in future. 80 Actually, the analysts can calculate the expected long term growth in earning by computing retention rate to its return on equity (eq. 6), but again the analysts should reconsider the future of the company through its competitive advantages and industry in and preserve information in market. g = Retention rate (X) Return on equity (eq. 6) As, Retention rate = retained earnings / current earning and, ROE = Net Income/ Book value of equity 6. DISCOUNT RATE Koller, Goedhart and Wessel (2010), value of company is the present value of all possible future cash flows. Thus, discounted rate is one of important factor to value a firm. Actually, there are some discount rates that analyst use when they are valuing a firm which is cost of equity and WACC. To compute the WACC (ρe), the author required the information of cost of equity (Re), cost of debt (Rd) and weights (D/V and E/V) Damodaran (2010). WACC (ρe) = * (D/V)* Rd * (1-tax) + Re*(E/V) (eq. 7) In valuing banking, the author will discount the residual earning by cost of equity instead of the weighed average cost of capital. It is more appropiate for the analist to use cost of equity becasue the balance sheet straucture of the bank that really high leverage. Table 1 Weighted Average Cost of Capital 81 Component Cost equity Methodology Capital asset pricing model (CAPM ) Data Requirements Risk- free rate M arket risk premium After-tax cost of debt Capital Structure Company Beta Expected Return proxied by yield to maturity M arginal tax rate on long term-debt Proportion of debt and equity to enterprise value Considerations Use a long-term government rate, no default risk, no reinvestment risk and in the same currency and term Risk premium can be calculated based on equity premium and country premium Regress stock return to market return M easure debt and equity on a market, not book, basis. Use a forward-lloking target capital structure Sources: Koller, Goedhart, & Wessels (2010) IV. ANALYSIS 1. Business Description Bank Rakyat Indonesia was established on 16 December 1895 under the Dutch name, De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden. On 22 February 1946, the name has changed to Bank Rakyat Indonesia until now. BRI has become one of the third largest banks in Indonesia that measured by assets. 57% of BRI’s shares owned by the Indonesian government and the forth holds by public. BRI's subsidiaries are PT Bank BRI Syariah, PT Bank Agroniaga Tbk and BRIngin Remittance Co. Ltd. Recently, BRI has developed its international branch in Cayman Islands and two representative offices in New York and Hong Kong. 82 Figure 1BRI’s revenue composition, Sources: Bank Rakyat Indonesia Figure 1 shows that BRI’s revenue composition is dominated by the net interest income which is more than 80% of BRI’s total income in the last five years. It is following by fee income and the other operating income (such as gain in foreign exchange rate, provision and commission) that has been increasing from year to year due to the presence of ebanking and possession of large customer based. Bank Rakyat Indonesia is one of the world largest micro- lenders that has been expanded its business to edges of the archipelago’s 17,000 islands. Table 2 shows that BRI focus on micro lending via its 9,807 outlets across Indonesia. Table 2 Number of the Rakyat’s outlets Conventional Outlet Head Offices Regional Offices Branches Sub Branches BRI Units Cash Offices Teras BRI Teras M obile Total 2009 1 17 406 434 4,538 728 217 2010 1 18 413 470 4,649 822 617 6,340 6,989 2011 1 18 431 502 4,849 870 1,304 100 8,074 2012 1 18 446 545 5,000 914 1,778 350 9,051 2013 1 18 453 565 5,144 950 2,206 465 9,801 Q1'13 1 18 446 545 5,001 919 1,804 350 9,084 Q1'14 1 18 456 562 5,144 953 2,208 465 9,807 Sources: Bank Rakyat Indonesia 83 Figure 2 Loan Composition by Business Segment, Sources: Bank Rakyat Indonesia Figure 2 depicts that Bank Rakyat Indonesia distributes its loans to micro, consumers, small commercial, medium, SoE and corporate credit. Over past few years, BRI’s loan outstanding was increasing which was dominated by micro lending follows by consumer and small commercial lending. The figure shows that BRI has broadened its corporate lending presence with 11% of total loans which grew by 17% CAGR since 2009. However, micro lending still dominates the loan portfolio. The Figure also describes that Bank Rakyat Indonesia maintained its income from consumers and small commercial although it was declining over past years. The figure depicts that the total lending for MSME was more than 80% of total loans. As a bank, BRI finances its business from the third party funds which is customers. To gather the third party funds, Bank Rakyat Indonesia provides saving in three types which are demand deposit, savings and times deposits as figure 3 shows. The figure illustrates that saving and time deposit dominated the funds composition. Furthermore, the figure also records that BRI can gather third party funds by growing 14% CAGR in the last five years. 84 IDR Trillion Figure 3 Deposit Composition/ trend, Sources: Bank Rakyat Indonesia 2. Macroeconomic analysis and Competitive Positioning Macroeconomic Analysis Bank Indonesia (2014) reported that the global economy performed under expectation. The economists were optimistically forecasted that global economy would be better in 2013. However, the global economy encountered negative sentiments which were declining of global economy from 3.2% to 3%, the downward correction of commodities’ prices and uncertainty in financial markets. These conditions were affected by changing and shifting in world economic order. Bank Indonesia (2014) stated that changings in world economic landscape portrayed by increasing of economic growth in developed countries and slowing down of economic growth in developing countries, continued in decreasing world commodities price and the shift of capital flows due to tapering off by the Fed. 85 Table 2 Global Economy Indicator % (Y0Y) GDP (World) Developed Countires United States European Japan Emerging M arket Asia China India ASEAN-5 2010 5.2% 3.0% 2.5% 2.0% 4.7% 7.5% 9.8% 10.4% 10.5% 7.0% 2011 3.9% 1.7% 1.8% 1.5% -0.6% 6.2% 7.8% 9.3% 6.3% 4.5% 2012 3.2% 1.4% 2.8% -0.7% 1.4% 5.0% 6.7% 7.7% 3.2% 6.2% 2013 3.0% 1.3% 1.9% -0.5% 1.5% 4.7% 6.5% 7.7% 4.4% 5.2% 2014 F 3.6% 2.2% 2.8% 1.2% 1.7% 4.9% 6.7% 7.5% 5.4% 4.9% 2015F 3.9% 2.3% 3.0% 1.5% 1.0% 5.3% 6.8% 7.3% 6.4% 5.4% Sources: Bank Indonesia & IMF The global economic challenges and tapering issue have been quickly responded by developed countries though their accommodative macroeconomic policies. Meanwhile, developing countries (emerging market) reacted varies policies by combining the government policies and the corporation among countries through international forum. To stimulate their economy, United State kept the low interest rate and quantitative easing; Japan employed its “Abenomics” policy, and European countries executed easing monetary and fiscal policy to support their economic development. On the other hand, the developing countries carried diverse policies. China issued a “Mini Stimulus” and Brazil, India, and Indonesia imposed tight monetary policy (Bank Indonesia, 2014). In the last two years advanced and emerging market endeavored the decreasing of inflation rate. This rate was strongly affected by the declining in world commodities price especially fuel and food (IMF, 2014). IMF (2014) reported that inflation rate of U.S and Japan is 1.5%. It was below the expectation of the Fed and Bank of Japan (BOJ) which was 2%. However, Japan can make it out from two last decades of deflation through its Abenomics. On the other hands, the emerging markets experienced high inflation although it was declining from 6% to 5.8%. In 2013, inflation of Malaysia increased by 1.2% to 4.1% and India had 9.1% of inflation (Bank Indonesia, 2014). IMF (2014) forecasted that in 2014, the 86 inflation in advanced economies will rise by 10 basis points and emerging market will decline by 20 basis points due to the economy improvement in advanced economies and slowdown economies in emerging markets. Table 3 Global Economy Indicator of inflation, Consumer Price Advanced Economies Emerging M arket 2012 2.0% 6.0% 2013 1.4% 5.8% 2014 F 1.5% 5.5% 2015F 1.6% 5.2% Sources: Bank Indonesia & IMF Bank Indonesia (2014), the changing in economic global (especially, China and U.S as the primary trading partner of Indonesia) brought spillover effect to domestic economy. Indonesia economy was strongly affected through trade channel and financial market. The increasing U.S domestic demand of Indonesia export (such as textiles, processed rubber, electrical and footwear) improved the Indonesian economy activities. Meanwhile, China as one of the primary trading partner of Indonesia decreased its demand for several commodities such as coal, palm oil, and rubber processing due to the slowdown of China economy. In the financial market channel, tapering off issues widen the spread between U.S interest rate and interest rate in emerging markets, and weakened the exchange rate of emerging markets against dollar (IMF, 2014). Indonesia as a destination of the foreign portfolio investment was affected by the tapering off issue. Many foreign investors pulled out their money from Indonesia in significant amount. Bank Indonesia (2014), the investors left Indonesia was triggered by the negative perception of the investors towards high inflation because of the high fuel price and widening current account deficit. The changing in the world economic, tappering off issue, and the declining commodities price strongly affected the domestic economy. Bank Indonesia (2014) reported that GDP growth by the end of 2013 was 5.78%, decreased from 2012 (6.2%). In 2014, cushioned by domestic economy, Bank Indonesia expected that GDP will grow by 5.5 – 5.9 % 87 YOY, IMF estimated that the economic growth at 5.5%, and the World Bank forecasted at 5.3%. The slowing down of economic in 2013 originated from the declining of the investment since the beginning of the year, limited of export due to the weak global economy and slump in commodity prices. Instead, the domestic consumption was still the main engine of the economic growth. Bank Indonesia (2014), Indonesia inflation was high peak at level 8.4%, higher than in 2012, 4.3% as well as above the inflation target range 4.5%±1%. In 2013, instead of affected by the depreciation of Rupiah and declining of the commodity price, inflation was solidly provoked by the rising of fuel and food price. Figure 4 Inflation & BI Rate, Bank Indonesia, Sources: BBCA & Thomson Reuters In June, Bank Indonesia made the tough decision to raise BI rates by 1.75 percentage points to attract capital, slow imports of consumer goods, and douse consumerprice inflation. However, Rupiah has failed to rebound; breached IDR 12,100 againts U.S. dollar in mid-December with inflation was remaining elevated. In 2014, Indonesia economy showed a good sign by a positive trade balance in February and narrowing of CAD/GDP to -1.98% in Q4 of 2013. Furthermore, reserve assets 88 increased and Rupiah appreciated against dollar with exchange rate of IDR 11,361 by the end of March 2014, but the Inflation rate was increasing at 7.3% in March 2014 compared to 5.9% in March 2013. This relatively benign inflation improved consumer purchasing power, shown by the increasing trend of consumer confidence and retail sales index. Investment still quite strong as indicated by the increase of Foreign Direct Investment reached IDR 71.2 Trillion in Q4 of 2013. Industry: Commercial Banking Indonesia banking remains strong resilience reflected in the high CAR and low NPL. The credit growth of Micro, Small and Medium Enterprises recorded higher growth than last year, although there is a tendency began to slow down since September 2013. The high growth of SME loans is indicating the magnitude of the role of SMEs in supporting the domestic economy amid of slowing down economy global. Bank Indonesia (2014) stated that the growth of Indonesian banking income was supported by the payment systems that keep it running efficiently, safely and smoothly. The reliability of non -cash payment systems in the financial industry indicated by the fulfillment of the availability payment networks that utilized the service level satisfaction. It has been established since 2013. Trough their e-channel and internet banking, banks could earn more income from the fee based income (Bank Indonesia, 2014). In 2013, the positive performance of the asset management could see from the ability of Bank Indonesia in provide sufficient currency, denominations appropriate, timely, and in decent condition in mid of the rising demand for currency. The growth of M1 and M2 are slowing down in the past year and the same trend was happened in deposit growth. Thus, LDR of Indonesia banking industry was increasing. Strong market opportunity in the micro lending 89 In 2012, 84% of Indonesian SMEs did not have access to credit facilities from banking (Kementrian Indonesia, 2013). Table 4 shows that the number of SMEs in Indonesia accounted as 56.5 million and only few of 9 million of them that had saving credit account in banks. This number shows that the big up-tap potential micro lending market in Indonesia. Table 4 Number MSME and Bank Account Nationally Account Total Number SMEs Number Saving Credit Acc. of SMEs 2012 percent 56,534,592 100% 9,078,322 16% Sources: Kementrian Koperasi Election 2014 perishes the growth in micro lending business Figure 5 depicts that BRI’s credit growth in every election year was increasing significantly. In 2004 and 2009, the growth of BRI’s credit was the highest form the past performance of company. In 2009, the credit growth was going up by 15% by previous years or hiked above of 30%. Moreover, Basir (2014) stated the election will impact the credit growth positively (The Jakarta Post, 2014). Thus, BRI is targeting the credit growth by 2022% in this year (sindoweekly. 2014), but corporate and commerical lending are slightly will be decreasing in 2014 (Kompas, 2014). The election will bring the positive sign for the business and increase the level confidence of the citizen. Hence, it will create opportunity for new SMEs in publishing, textile, etc. 90 Figure 5 Bank Rakyat’s credit growth, Sources: Bank Rakyat Indonesia A favor high yield business model Firms in banking industry have different types of business model which will generates a firm an organic growth or revenue drivers. For instance, Bank Central Asia focuses on commercial loan and corporate loans, Mandiri chooses to serve market in corporate loan, commercial and micro lending and BRI provides credit for MSME market. In micro lending market, the usually has high yield compare to the other types of loans, 18-19% (high risk, high return). The yield will be increase if the inflation increases. The uniqueness of micro lending industry is that the customers are not significantly influences by the high interest rate to propose their loans. Basir (2014) argued that the micro customers are not very sensitive to higher interest rates. As long as they have access to banks and can get money quickly, they will take it. For them what’s important is access. However, the banks which are interested to provide micro lending should concern about the costly infrastructure to remote area, knowledgeable and prudent employees, clear procedures and low cost of third party funds. Table 5 percentage of MSME’s credit distribution to total credit 91 Bank Bank Mandiri (Persero) Tbk Bank Negara Indonesia (Persero) Bank Rakyat Indonesia (Persero) Bank Tabungan Negara (Persero) (BTN) 6/1/2009 14.79% 20.35% 81.71% 89.15% 12/1/2009 14.96% 44.34% 69.09% 10.94% 6/1/2010 14.72% 30.24% 47.74% 15.89% 12/1/2010 14.99% 40.64% 54.48% 12.62% 6/1/2011 14.74% 39.11% 46.19% 19.62% 12/1/2011 14.79% 27.38% 47.37% 15.84% 6/1/2012 15.50% 24.34% 43.29% 16.77% Sources: Bank Indonesia Table 5 shows that the direct competitor of BRI in market is BNI, Mandiri, and other a new and little players (Bank Pembangunan Daerah). Figure 4.11 shows that the number outlet of some banks in Indonesia. The figure depicts that Bank Rakyat Indonesia dominated the number of the outlets. Competitive Advantages From the total national KUR (Kredit Usaha Rakyat), Bank Rakyat Indonesia had market by 90% of 5.85 million of accounts with 60% of the accounts are coming from remote areas. This number shows that BRI had a solid market power in micro lending that supported by the networks, infrastructure, and knowledge (experiences). In March 2014, BRI officially owned 5,144 of BRI units, 2,208 Teras BRI and 465 Teras Mobil which operated all around Indonesia. Figure 6 Regional Office distributions, Sources: Bank Rakyat Indonesia BRI plans to open 571 small and micro lending sites to add its nearly 10,000 branches in the country as refers to table 2. Figure 6 depicts that Bank Rakyat Indonesia 92 dominates the micro lending business through large possession of micro outlets compares to its competitors which are only nearly 5,000 branches. More than 2,000 of BRI’s outlets are located nearly to the micro business environment such as traditional markets. Figure 7 Outlet comparisons, Sources: Bank Rakyat Indonesia Focus on micro lending business, Bank Rakyat Indonesia is expanding to the edges of the archipelago’s 17,000 islands with over 500 new branches to develop local economies. It expects that 75% of total loans to micro credit, small and medium enterprises by distributing as low as a million rupiah for a day considering the shrugging off growing competition in the micro lenders. In order to achieve this aim, BRI builds Teras BRI. Teras BRI occupied small office with 3x3 meters of office and located near to micro customers like traditional markets. By doing this, BRI can monitor customers and spend less capital expenditure. In the end of 2013, BRI has been operated more 2,000 of Teras BRI. Besides developing Teras BRI, BRI designed Teras Mobil to expand its micro networks. Teras Mobile is Teras BRIes in form of cars that have similar function with the Teras BRI which to facilitate the customers’ transaction. Bank Rakyat Indonesia utilized cars instead of sophisticated offices to reduce the capital expenditure. Moreover, by using Teras Mobil, Bank Rakyat Indonesia has flexibility to move and mobile to do and provide its services. The table 2 shows that Bank Rakyat Indonesia has owned more than 400 of Teras Mobil that operated in remote areas. 93 After beginning to operate in 2011, Teras BRI continuously showed superior performances with loan growth of 78.8% and deposit of 95.8% yoy. Figure 8 Teras BRI performances, Sources: Bank Rakyat Indonesia Additionally, Bank Rakyat Indonesia is improving its service quality by increasing its e-channel system. In one of local newspapers, BRI shocked the market by buying the Indosat’s towers (BRI, 2014). Bank Rakyat Indonesia argued that it was needed for the improvement of BRI’s daily operational system from offline to online. BRI believed that Indosat’s tower will strengthen the BRI’s signal in remote area. Table 6 E-channel E-channel ATM EDC CDM Kiosk E-buzz 2009 3,778 6,398 22 60 1 2010 6,085 12,719 39 96 2 2011 7,292 31,590 89 100 19 2012 14,292 44,715 92 100 42 2013 18,292 85,936 192 100 50 Q1'13 14,367 49,381 92 100 45 Q1'14 18,479 85,936 192 100 45 Sources: Bank Rakyat Indonesia To conclude, figure 6, 7, table 2 & 6 depict that Bank Rakyat Indonesia has the most solid and largest of infrastructure compares to its competitors by owning more 9,000 of outlet and increasing number of e-channel. Teras BRI and Teras Mobil act as the arm-length of conventional micro outlet which designed to develop the market and protect the market from the competitors. It will be difficult and costly for other banks to participate in micro 94 lending as it is needed to have solid infrastructure, largest networks and skills to distribute and gather the loans in remote areas. The writer concludes that Bank Rakyat Indonesia has secured its position as micro lender to compete with other micro lenders. 3. Valuation TARGET PRICE By applying the residual earnings methodology, Bank Rakyat Indonesia’s current price was underperformed. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) should be priced at IDR 11,155 per share which implied PER 11.6x and PBV 3.8x. It is valid and logical as figure 4.15 explains as the historical performances of BBRI have been moving at PER 12.29x and PBV 3.3x in average. Figure 9 Historical Price with P/E Band & PBV Band, Sources: the writer’s estimation Table 7 records that trailing and forward PER and PBV of BBRI, BMRI and BBCA. The value in table 7 was based on analysts’ consensus in market. The trailing and forward PER of Bank Rakyat Indonesia are 11.27x and 10 consecutively. It is slightly high compare to BMRI and low compare to BBCA. Based on DuPont analysis, BRI can gain high return on equity compare to BMRI. The investors believed the BRI’s ability to give high returns will exist in some of extend years. Hence, BBRI is pricing above the BMRI. However, BBRI is pricing below to BBCA as sustainable growth of BBRI is questionable compare to BBCA. From year to years, ROE of BRI is declining and BBCA can produce stable ROE. 95 Table 7 Relative Valuation BBRI T12M PER BMRI Peers F12M 11.27 F12M T12M BBCA F12M 7.78 7.77 7.12 13.46 11.78 2.30% 2.60% 2.90% 2.40% 2.50% 1.20% 1.50% EV/Sales 4.47 3.85 2.67 4.38 3.85 7.4 6.4 PBV 3.17 2.39 0.154 2.63 2.18 3.98 3.3 8.61 DIV Yield 11.01 F12M 9.82 EV/EBITDA 12.44 T12M 10 17.93 15.67 Sources: Thomson Reuters Table 8 the analyst’ coverage result Analyst Current Target Price Review Date EPS Recommendation This Year Next Year Mandiri Sekuritas DBS Vickers Maybank Kim Eng Sinarmas Sekuritas CIMB Research Bahana Mean Median BUY HOLD BUY BUY ADD BUY 12,100 11,600 13,000 9,550 10,250 13,100 10,848 10,700 11-Jun-14 3-Jun-14 4-Jun-14 27-Jan-14 16-Apr-14 9-Jun-14 903 957 998 1,056 884 978 962 1,131 1,143 1,141 1,126 1,025 1,125 1082 Sources: Thomson Reuters Table 8 shows the coverage result of some analysts in market about the target price of BBRI. It shows that the writer’s estimation is in line wih the consensus. The writer target price is IDR 11,155 in the end of 2014 with the current price in the beginning of 2014 at IDR 7,150 and IDR 9,750 in the end of March 2014. The mean of the analyst EPS estimation in 2014 is IDR 962 and 1,082 forward are in line with the writer’s finding which is IDR 961.86 and 1,084.37 respectively. The writer target price and EPS are ranged in the band of market’s estimation. 96 PROJECTION & ASSUMPTIONS The writer decided to use the residual model as was explained in methodology. The other factors that writer used residual earnings model are less sensitive to the discount rate compare to other methods, less sensitive to the sustainable growth and less depend on terminal value of valuation. Besides that, Bank Rakyat Indonesia has premium return on equity (ROE) and the residual earning model can measure the premium return on equity of BBRI. To value BRI, the writer needs discount factor which derives from the assumptions of risk free rate at 8.03%, risk premium at 4.1% and beta 1.38. In result, the discount rate of valuation is 12.86% by applying the Capital Asset Pricing Model (CAPM). Projection & Assumptions of Income & Earning Assets The writer believes that bank Rakyat Indonesia can grow its loan collection to 20% in 2014. Cushioned by the high demand of micro loan in remote areas, the election for 2014 and ASEAN Community in 2020, Bank Rakyat Indonesia increases and improves its infrastructure, networks and services. BRI owns more than 9,500 outlets all over Indonesia which is able to maintain its position as the market leader of micro lending. Most of the MSMEs in Indonesia did not have access to banks facilities. Based on current news on International Business Times, only 34% of the total MSMEs in Indonesia had credit and saving accounts. There is more than 60% market of potential micro loans market in Indonesia. In addition, the election in 2014 will increase the BRI’s credit performance by 20% as happened in the previous election of 2004 and 2009. BRI with its largest and solid networks and infrastructure can create and collect the loans. More than 9,500 outlets BRI can distribute more than 180 trillion of micro loans in 2014 with the assumption of each its outlets can distribute loans IDR 2-3 billion of micro loans. This number is supporting by the strong performance of the Teras BRI and Teras 97 Mobil. The growth of loan from the Teras BRI and Teras Mobil was exponentially inclining from 2012 to 2013.The growth of loan was 88%. From 2010, the credit and deposit grew by more 100% of CAGR. The writer believes that the credit will grow by 81% and deposit by 101% because more than 2,000 of Teras BRI and Teras Mobil operated in Indonesia since 2013. The business model of BRI is playing in high yield lending favors BRI to earn stable and high interest income. Most of the BRI’s credit portfolio is dominated by the high yield which is more 50%. In 2013, BRI has 58% of total loan in the high yield, 31% in micro credit, 22% in small commercial and 5% in medium loans. Usually, the yield of micro is 18-19%, corporate is 5-6% and retail 13-14%. The author estimated that the yield will not be different from previous year. Actually, the interest rate is positively correlated with the inflation. However, due to conservative projection, the author projected that in 2014, BRI will be able to earn interest income from loan 12% which will grow by 19%. The other interest income from the other earning assets will contribute by 5% of interest. The other operating income will be driver by the fee income. From year to year fee income has established its presence through its deposit administration fee and the ebanking. The deposit fee administration will be growing as the number of deposit and credit growing. In Q1 of 2014, the deposit administration fee grew by 21% from IDR 662 billion in Q1 of 2013 so the writer projected that by taking the function of total deposit, the deposit adm. Fee will be growing by 18%. The e-banking contributes 14.5% of total income growing 45.5% from Q1 of 2013. The writer assumes that increasing in number of deposit accounts will increase the e-banking. The projection of e-banking income will depend on the number of transactions and the income from previous years. In short, the growth driver of Bank Rakyat Indonesia is micro credit. The other loans portfolio slightly increases due to the economy activity and engagement of ASEAN Economy Community. Bank Rakyat Indonesia’s income will be driven by the high yield of interest rate and presence of the fee based income. 98 Projection & Assumptions of Expenses The projection of interest income will be depended on the outstanding of third party funds and other borrowing funds. The cost of fund is affected by the BI rate. The increasing of BI rate will increase the cost of funds. However, from 2010 BRI was able to manage the cost of fund below 5% by more 55% of financing in low cost and other in high cost. Hence, the projected of the interest expenses will be derive from function of historical COF and the sum of deposit and other interest bearing liabilities. In 2014, the writer estimated that the deposit will grow by 18% with LDR ratio 91%. The writer assume that there is tight monetary in Indonesian economy. Thus, Bank Rakyat Indonesia is more focus on the repayment capacity. The Operating expenses goes to the payment of salaries. G&A expenses, promotion, premium paid in government guarantees and other expenses. The writer applies the function of total revenue to estimate the operating expenses. The projected of gain from securities will be calculated from the sensitivity of the gain to the investment activities. The tax will be estimated by the average tax rate to earnings before tax (EBT) in the last five years multiply to the current EBT. The projected balance sheet and income will be in appendix 1 and 2. 99 4. Financial Analysis- Retail Funding, Selective Loan Growth Table 9 Financial Highlight Financial Highlights Asset/liabilities Total assets (IDR billion) Total Loans (gross) (IDR billion) Total Deposits (IDR billion) Asset Quality NPL-gross NPL-nett Liquidity LDR Reserve Requirement-IDR Reserve Requirement-FX Profitability Net profit (IDR billion) NIM ROE ROA-b.t Cost of Fund Cost of efficiency (CER) Opr expenses to opr.income Capital Tier 1 CAR Total CAR 2009 314,746 205,522 254,118 2010 398,393 246,964 328,556 2011 456,531 283,583 372,148 2012 535,209 348,227 436,098 2013 606,370 430,618 486,366 Q1'13 511,977 361,250 403,089 Q1'14 595,741 432,436 470,017 3.52% 1.08% 2.78% 0.74% 2.30% 0.42% 1.78% 0.34% 1.55% 0.31% 1.97% 0.46% 1.78% 0.47% 80.88% 5.90% 1.00% 75.17% 8.05% 1.00% 76.20% 9.33% 8.00% 79.85% 10.64% 8.17% 88.54% 8.02% 8.00% 89.62% 8.02% 8.00% 92.00% 8.02% 8.00% 7,308 9.10% 35.20% 3.70% 6.00% 46.80% 77.70% 11,472 10.80% 43.80% 4.60% 4.90% 42.20% 70.90% 15,083 9.60% 42.50% 4.90% 4.70% 41.20% 66.70% 18,521 8.42% 38.66% 5.15% 3.68% 43.11% 60.58% 21,160 8.55% 34.11% 5.03% 3.71% 42.13% 60.58% 5,007 8.19% 32.63% 4.76% 3.54% 44.22% 60.46% 5,902 9.06% 30.95% 5.02% 3.94% 41.80% 62.96% 12.00% 13.20% 12.00% 13.80% 13.70% 15.00% 15.86% 16.95% 16.13% 16.99% 16.90% 17.91% 17.46% 18.27% Sources: Bank Rakyat Indonesia In the past few years, Bank Rakyat Indonesia awarded as one of the most profitable banks in Indonesia although its assets relatively small compares to its competitors Bank Mandiri. Table 9 shows that Bank Rakyat Indonesia performed solid and resilient financial position. Year to year, the Rakyat can secure low cost of funds by 14% CAGR and relocated 16% CAGR of loans from 2009 to 2013. Beside, BRI was able to manage its assets quality through better, improving and sound of NPL which were below the industry. After the financial crisis in 2008, Bank Rakyat Indonesia can fulfill the requirements that Bank Indonesia Imposed. The important thing was Bank Rakyat Indonesia gratified its investors through its high. 100 BALANCE SHEET Bank Rakyat Indonesia had strong balance sheet structure, sufficient liquidity, and prudent loan distributions. BRI actively looked for the low cost of funds. From 2009 to 2013, Bank Rakyat Indonesia’s loan grew at the range 15% to 25% YOY with 16% of CAGR. Figure 2 identifies that loan composition of Bank Rakyat Indonesia was consistently dominated by the micro lending followed by the small commercial, consumer and corporate. The micro lending grew 21% YOY and maintained as the largest component of loan collection to be the growth driver. Oct 05: subsidized fuel’s price increased IDR 2,400 to IDR 4,500 May 08: subsidized fuel’s price increased IDR 4,500 to IDR 4,000 June 13: subsidized fuel’s price increased Figure 10 Inflation & NPL, Sources: Bank Rakyat Indonesia Figure 10 proves that the quality loan portfolio of Bank Rakyat Indonesia is more stable than NPL of industry in the presence of economic shock. For instance, in 2005 and 2008 when there was rising in inflation rate due to the hiked fuel prices which was worsening the banking NPL, Bank Rakyat Indonesia can control its NPL below the industry. 101 Table 10 NPL NPL M icro Consumer Small Commercial M edium SoE Corporate Total 2009 1.4 1.35 4.21 12.31 0.23 7.83 3.52 2010 1.21 1.4 5.11 6.9 0 4.64 2.78 2011 1.19 1.53 4.53 7.11 0 2.24 2.3 2012 1.09 1.6 3.75 5.09 0 1 1.78 2013 1.04 1.4 3.13 4.38 0 0.87 1.55 Q1'13 1.29 1.69 4.63 5.47 0 0.97 1.97 Q1'14 1.33 1.5 3.85 5.27 0 0.92 1.78 Sources: Bank Rakyat Indonesia Not only increased the loans portfolio and distributed it with high yield lending, Bank Rakyat Indonesia also can maintain the low non-performing loan (NPL) compare to industry which was around 5%. In the last five years, Bank Rakyat Indonesia can control its total NPL below 4%. The BRI’s loan distribution was more resilient because the loan composition was dominated by the micro-loans. As result, in Q1 of 2014, NPL of BRI was in level 1.78% below the industry which was 1.99%. Hence, bankers give nickname for Bank Rakyat Indonesia as an expertise in micro lending and admire its ability to manage the quality of the loans. Preserving the quality of micro-lending, BRI included the quality of credit as key performance of indicator (KPI) of the employees which is the Mantri Kredit. A Mantri Kredit acts as the marketing of BRI in micro-loans business. In past five years, NPL of micro loans was below 2%. In Q1 of 2014, NPL noted at 1.33% slightly increased from 1.29% in Q1 of 2013. On the other hands, the allocation of loans portfolio to consumer loans grew by 18.4% YOY with the biggest contribution coming from the salary based loan (77%). Bank Rakyat Indonesia can maintain the repayment by automatically cut it from the salary. In the last five years, the loan quality can control at below 2% and in Q1 of Figure 11 Consumer Loans, Bank Rakyat Indonesia 2014, the NPL recorded at 1.5%. 102 The other BRI’s loan types are state owned enterprise (SOE) and Corporate loans. There is a shifting position in BRI’s SOE and corporate loans collection. The SOE loan increased it presence at the loan by occupied 56% of the total loan of the SOE and corporate loans since 2011. From the figure 13 shows that the SOE loans collection was dominated by the agribusiness and infrastructure. The corporate loans portfolio was dominated by the agribusiness. The SOE loan quality is manageable with zero NPL in the last four years. From 2009, NPL of corporate loan dramatically declined from 7.83% to 4.64% in 2010 and went down again to 0.87% in the end of 2013. In Q1 of 2014, the NPL of corporate loan recorded at 0.92% slightly declined from 0.97% in Q1of 2013. Figure 12 SOE & Corporate Loans, Sources: Bank Rakyat Indonesia 103 Figure 13 SOE & Corporate Loans Distribution, Sources: Bank Rakyat Indonesia Table 10 depicts that the biggest contribution of the NPL came from the small and medium commercial as the loans contributed 4-12% of NPL for the last past five years. The reason of high NPL was because the characteristics of the consumers. The consumers of small and medium commercial loans are the low- middle income people that typically do not have permanent jobs or work in informal sectors. However, in the last five years, BRI can restructure its small commercial and medium and reduce its NPL. In Q1 of 2014, the small commercial loans had 3.85% and medium loans recorded at 5.27 % slightly declined from 5.47% in Q1of 2013. Figure 14 shows that Bank Rakyat Indonesia can raise the third party funds (TPF) in three types which were demand deposits, savings and time deposits. From 2009 until 2013, third party funds grew by 20% in average with 14% CAGR. The deposit trend was dominated by the saving account and followed by the time deposits. Besides that, the tighter liquidation system in banking system tightened the competition to gather the third party funds which was resulting a surge in the cost of funds. There were some banks that increased their interest rate of saving, but Bank Rakyat Indonesia focused on repayment capacity to eliminate the risk of non-performing loans 104 Figure 14 Deposit Trend, Sources: Bank Rakyat Indonesia Bank Rakyat Indonesia not only succeed to cultivate its TPF, but also to secure the TPF in low cost of funds. Figure 16 explains that the 60% of the funds were coming from the low cost of financing. In 2013, when the tighter liquidation system in banking system, Bank Rakyat Indonesia can manage its low cost of funds slightly below the previous years. Figure 15 Deposit-QoQ growths, Sources: BRI Bank Rakyat Indonesia has a longterm commitment to optimize CASA through utilizing its robust network, which has more than 9,000 real-time online outlets. More than 85% of the total outlets BRI are micro-owned outlets accordance with the target segment, 80% of the micro-finance. 105 Figure 16 Deposit Compositions, Sources: Bank Rakyat Indonesia Figure 17 BI Rate & CoF, Sources: Bank Rakyat Indonesia Figure 17 is the line chart of BI rate and cost funds. The figure shows that BI Rate slightly affected the cost of funds from year to year although we are not sure how and how much the BI Rate impacts the third party fundraising. If BI rate increase, the cost of fund will increase and another way around will happen. However, when look the line chart, Bank Rakyat Indonesia can eliminate its interest expenses far below the BI rates since 2009 until 2013. INCOME STATEMENT There was still a downward trend in net interest margin (NIM) that occurred since 2010. However, the declining of NIM was more sloping in the year 2013. In Q1of 2014, NIM showed little improvement. Alongside, BRI’s NIM compared to its competitors counted was high which industry recorded at 3.43% and BRI was at 8% in average. In the middle of BI policies that were continuing to increase interest rates, BRI can maintain its NIM above the average banking. 106 4,860 3,928 3,367 2,813 2,102 1,244 1,036 2009 2010 2011 2012 2013 Q1'13 Q1'14 Figure 18 Historical Fee Incomes, Sources: Bank Rakyat Indonesia As stated in business description, interest income is still the main cash machine for Bank Rakyat Indonesia. The distribution of loans to micro consumers which grew by 21% yoy, the bank was able to charge in premium yield. Beside, commit in micro lending, BRI strenthen its fee income presence. From 2009, the fee income increased exponentially above 20%. Bank Rakyat Indonesia believes that fee income has room to grow as it owns the largest customers baased in Indonesia. Figure 19 shows that the biggest contribution of the fee income was coming from the deposit administration fee. In 2014, Bank rakyat Indonesia expects that the income from e-banking will be growing because there is improvement and increasing the number of ebanking falities (ATM, internet Mobile, etc.). In the end of 2013, the fee based income contribute 7.2% of total income and growing 24% yoy from 2012. 107 Figure 19 Fee based composition income (Idr million), Sources: Bank Rakyat Indonesia The return on equity (ROE) of the BRI was well maintained with at 28-40%. The 2840% of ROE show the ability of the bank to generate income and efficiently operate and utilize its eaning assets. The high ROE was one of the attractive figure for the investors to invest in Bank Rakyat Indonesia. 5. Investment Risks 1. MACRO-ECONOMY RISK Bisnis Indonesia (2013) reported that the increasing of BI rate by 150 bps to7.25% will affect the banks’ profit in 2014 by creating issues which are declining of net interest margin, increasing of credit risk, increasing of operational cost and the slowing down of business activities. Even, the government tightens the financial regulation by increasing the minimum reserve requirement, LDR and CAR to control the financial stability. Fifty percent of BRI’s loan portfolio went to MSME (Financial Statement, 2014) and 60% of its accounts came from villages (Sindo, 2013) benefited BRI through its uniqueness that has been tested in economic shock/ crisis. ï‚· The first point is it has low correlation with fluctuation of exchange rates due to distribution of loan to remote areas where the borrowers are not (less) engaged with the export and import activities. According to Sander and Cornett 108 (2011) sources of foreign exchange risk exposure is coming from the trading and dealing in foreign currency and the number of foreign liabilities and assest that bank has. BRI committed its business in domestic lender (Basir, 2014) will not be directly engaged to the foreign currency risk. ï‚· The next point is it has premium yield compares to corporate loan. The distribution of loans to remote areas allows BRI to charge the borrower with the high yield. Bisnis Indonesia (2013) reported that the increasing of BI rate increase the cost of fund of banks includes BRI. To mitigate the risk, the manager can calculate the sensivity of the assets or liabilities of bank using duration model or earning simulation model to manage the asset liabilities of bank. However, Bank Rakyat indonesia’s balance sheet is asset sensitive. Although, there are increasing in cost of fund, BRI can charge high yield to its borrowers (Basir, 2014). Figure 10 and figure 17 show the cost of funds were less sensitive to high inflation and BI rate. Additionally, from past financial performance of BRI, BRI’s loans and deposits outstanding were growing from year to year instead of the tight monetary policy. Bisnis Indonesia (2013) stated that changing in BI rate will influence the banks performance. It can affect the NIM, and cost of credit. Based on JP Morgan analysis in 2012, the sensitivity of profit and loss due to the changing in interest rate is shown by the table 11. Table 11 PPOP EPS Impact (%) Impact (%) NIM Assump tion 8.09% Imp act of each 10 bps 1.80% Cost- Income Ratio Imp act of each 1% Credit Cost Imp act of each 10bp s 2.10% 44.30% 4.10% 4.70% 1.90% 0.00% 1.60% 109 Sources: JP Morgan’s estimation The JP Morgan’s analyst concluded that by assuming the NIM at level 8.09%, increasing of 10 bps in NIM will increase the Pre-provision operating profit (PPOP) by 1.8% and EPS 2.1%. Hence, increasing the NIM level from 8.09% to 8.19% will increase the value by 1.8% of PPOP and 2.1% of EPS’ estimation. The changing in credit cost by 10bps slightly will not affect the PPOP, but will affect the EPS’ estimation by 1.6%. ï‚· Tchana (2014) found that the large reserve requirement reduce crissi duration and capital adequacy requirment improve stability means that the regulation is absolute in banking system. The government imposed the banks with tight monetary policies which were the inclining of BI rate, the increasing of LDR and the changing in CAR and reserve requirement tighten the liquidity of banks. BRI solve its liquidity problem by increasing number of deposits. The alternative solution is increasing its fee income through internet banking and derivative products. Bank Rakyat Indonesia can occupy its large customer base to increase fee income by providing timely and efficient internet banking. Also, Bank Rakyat Indonesia can utilize its large customer base to the new derivative products such as insurances and asset management. It can be Sharia deposit, Insurances, Education Saving, etc. Increase the fee income instead of increase the loan’s distribution is more alternative solution for banks to increase their liquidity. However, Bank Rakyat Indonesia can develop both of the strategies. Bank Rakyat Indonesia can distribute loans to micro customers as the customers are less sensitive to the high interest rate. Bank Rakyat Indonesia also can occupy its large customer base to increase fee income by providing timely and efficient internet banking. Also, Bank Rakyat Indonesia can utilize its large customer base to the new derivative products such as insurances and asset management. 2. OPERATIONAL RISK (TECHNOLOGY & PEOPLE) It has been proved that internet banking (IB) enabled people to complete their financial activities in cost-effective and effecient time (Markis et al., 2009) and can beneficial 110 for financial institution in way eliminate cost relative to other form banking and give more timely and complete customer information ( Gerrad & Cunningham, 2003) in Khedmatgozar, Keating, & Hanafizadeg (2013). Kimball & Gregor (1995) in Calisir and Gumussoy (2008) stated to attract new customers and retain the existing customers, the bank is required to develop alternative channels. Hence, Gerrad & Cunningham (2003) stated that banks spent much money on internet banking. BRI is conscious on the role of e-channel and internet banking so BRI developed and strengthen its infrastucture and e-channel and even build BRI mobile (infobank, 2012). However, there are some complaints from the customers (konsumen.org, 2009; kompas, 2013; Rumah Pangaduan, 2014) about BRI’s services, the high cost of BRI mobile, transparency, and broken ATMs. Reputation and trust is important for banks to do their activities, so BRI is required to improve its quality services and technology. One of big step 3. THREAT FROM NEW ENTRANTS Many small banks enter the battle of micro lending as it offers premium yield. There are local banks such Bank Perkreditan Rakyat and private banks enter the market. However, not all banks can success in market as they require networks, infrastructure, experiences, people and reputation. It will be costly for small banks to develop their infrastructure and networks. If they did not have reputation and ability to raise fund in low cost of financing, it will reduce it income. Moreover, providing loans to MSMEs business has its challenge. Bank Rakyat Indonesia in the beginning of their business faced high yield of non- performing loan. 4. RISK TO TARGET PRICE Table 12 Sensitivity of price to Terminal growth & Cost of equity 111 Cost of equity Terminal Growth 11,155 11.69% 12.69% 13.69% 14.69% 15.69% 4% 12,242 10,759 9,583 8,629 7,840 5% 13,525 11,689 10,278 9,160 8,253 6% 15,258 12,899 11,155 9,813 8,750 7% 17,732 14,533 12,293 10,636 9,363 8% 21,547 16,865 13,831 11,706 10,135 Sources: the writer’s estimation Table 12 shows the relationship of price to terminal growth and cost of equity. 1% decreases in terminal growth will decrease the price by 9% and 1% increases in terminal growth will increase the price by 10%. Then, 1% declines in cost of equity will eliminate the price by 12% and increases in 1% of cost of equity will raise the price by 16%. The writer concludes that, the target price of Bank Rakyat Indonesia is sensitive to the growth and cost of equity, but if it is compared between cost of equity and terminal growth, target price is more sensitive to the cost of equity. V. CONCLUSION Conclusion The target price of Bank Rakyat Indonesia is IDR 11,155 by applying the discounted of residual income. The assumption of EPS will grow by 12% from 2013 and discounted rate at 13.69%. The current price of BBRI in market was underperformed. Bank Rakyat Indonesia has achieved high of return equity (ROE) through its strategy and commitment focus on micro lending business. Bank Rakyat Indonesia owns the largest network which is supported by the younger & well educated people. BRI also has the solid infrastructure and improvement of service quality with the largest client base. Bank Rakyat Indonesia utilizes abundant factors it has will be able to grab huge and un-tap potential market in Indonesian, operate efficiently and endeavor huge business potential development. 112 Based on the financial performance of BRI in the last five years, Bank Rakyat Indonesia becomes the most profitable bank in Indonesia by focusing its business in micro credit. By concentrating in micro lending, BRI can take the high yield. Not only that, BRI can increases its loan portfolio with maintainable quality of the loan and manage its CASA and liquidity by developing its fee income presence. Recommendation Using the residual earnings model the writer recommends the investors to buy BBRI’s share as the current price was underperformed. Bank Rakyat Indonesia should be priced at IDR 11,155 per share with implied PER 11.6x and PBV 3.8 x. BRI’s historical prices have been moving at PER 11x and PBV 3.3x from last five year. The comparison of BBRI to its competitors, Bank Rakyat Indonesia’s target price is still in line with the consensus. REFERENCES (2013, April 30). Disciplined Growth Investors: Using Benjamin Graham’s Stock Valuation Formula. The Wall Street Journal. Retrieved from http://online.wsj.com/article/PRCO-20130430-905488.html (2013, November 8). Tabungan BRI 60% berada di kawasan pedesaan. Sindonew.com. Retrieved from http://ekbis.sindonews.com/read/803315/34/tabungan-bri-60berada-di-kawasan-pedesaan (2014, 30 January- 5 February). Sofyan Basir, Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia: Pemilu Berdampak Positif bagi UMKM. Sindoweekly, NO.48. Retrieved from http://m.sindoweekly-magz.com/artikel/48/ii/30-januari-5-februari2014/business/286/pemilu-berdampak-positif-bagi-umkm 113 (2014, March 19). Dari Kas Masjid Hingga Ambisi Kuasai Langit. Bisnis Indonesia. p.10 Almawadi, I & Himawan, A. (2014, February 10). Rapor Bank TAhun 2013 Masih Kinclong. Kontan. Retrieved from http://keuangan.kontan.co.id/news/rapor-bank-tahun2013-masih-kinclong Bank Central Asia. (2014). Retrieved from www.bca.co.id Bank Danamon. (2014). Retrieved from www.danamon.co.id Bank Indonesia. Laporan Tahunan Bank Indonesia. Retrieved from www.bi.go.id Bank Mandiri. (2014). Retrieved from www.ir.bankmandiri.co.id Bank Rakyat Indonesia, (2014). Retrieved from www.ir-bri.com Damodaran, Aswath. (2006). Damodaran on valuation: Security analysis for investment and corporate finance (2nd ed.). Hoboken, NJ: John Wiley & Sons Damodaran, Aswath. Equity Risk Premium. Stern School Of Business. Retrieved from http://www1.worldbank.org/finance/assets/images/Equity_Risk_Premiums.pdf Daniel, W. (2014, May 12). Ini 9 Perusahaan RI yang Masuk 2000 Perusahaan Terbesar Dunia. Detik Finance. Retrieved from http://finance.detik.com/read/2014/05/12/115925/2579969/4/5/ini-9-perusahaanri-yang-masuk-2000-perusahaan-terbesar-dunia#bigpic De weert, Frans. (2011). Bank and Insurance Capital Management.West sussex, UK: John Wiley & Sons Ltd. Dermine, Jean. (2009). Bank Valuation and Value-Based Management. United States: McGraw- Hill, Inc Dwiantika, Nina. (2014, May 20). Hasil Stress Test BI, Modal Bank Sehat Walafiat. Kontan. Retrieved from http://keuangan.kontan.co.id/news/hasil-stress-test-bi-modal-banksehat-walafiat/2014/05/20 Fabi, R & Rahadiana, (2014, February 11). Despite good data, headwinds await Indonesia’s economic growth. Reuters. Retrieved from http://www.reuters.com/article/2014/02/11/indonesia-economyidUSL3N0LC2E320140211 114 Graham, Benjamin and Odd, David. (2009). Security analysis: Principles and technique (6th ed). United State: McGraw-Hill Hamonangan, Frans&Sulistyawati, Dyah.(2012). Perhitungan Harga Saham Wajar PT. Bank Central Asia Tbk dengan Menggunakan Metode Discounted Earning Approach & Price to Book Ratio.Journal of Capital Market and Banking.1(1), 20- 36. Hanafizadeh, P., Keating, B.W., Khedmatgozar, H. R. (2013). A Systematic Review of Internet Banking Adoption. Telematics and informatics, 31 (2014), 492-510 Helen, D. (2014, May 20). Prospek Industri Perbankan 2014 Diprediksi Cukup Baik. Bisnis Indonesia. Retrieved from http://finansial.bisnis.com/read/20140520/90/229203/prospek-industri-perbankan2014-diprediksi-cukup-baik International Monetary Fund. (2014). World Economic Outlook: Recovery Strengthens. Remain Uneven. Retrieved from http://www.imf.org/external/Pubs/ft/weo/2014/01/ James, W. (1963). Dividend Policy: Its influence on the Value of the Firm. Journal of Finance. 280-291 Janjigian, V., Horan, S.M., Trzcinka, C. (2011). Investment Course: TimelessPrinciples for Building Wealth. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Son Kementerian Koperasi. (2014). Kementrian KUMKM Dorong Permodalan Usaha Mikro. Retrieved from http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1451:k ementerian-kumkm-dorong-permodalan-usaha-mikro&catid=50:bindberita&Itemid=97 Koller, Tim, Goedhart, M. and Wessel, David. (2010), Valuation: Measuring and Managing the Value of Companies, University Edition University Edition (5th ed.). McKinsey & Company Inc.: John Wiley & Son Manurung, Adler H. (2013). Berani Bermain Saham. Jakarta: Kompas Manurung, Adler H. (2013). Valuasi Wajar Perusahaan. Jakarta: Kompas 115 Manurung, Novrida. (2014, February 3). Banking by Boat Spells New Client Growth for Bank Rakyat. Bloomberg. Retrieved from http://www.bloomberg.com/news/2014-0202/banking-by-boat-spells-new-client-growth-for-bank-rakyat.html Marina, Rahmi, Banking Sector: Stay Selective with Big Banks. (2013, July 18). Working Paper, Kim Eng Securities. Marina, Rahmi. (2013). Personal Interview with analyst of Kim Eng, Coverage Banking Sector Mishkin, Federic S. (2009). The Economics of Money, Banking, and Financial Markets (2nd ed of the business ed.). Boston: Pearson Education, Inc. Moody’s Analytics. (2013). Basel III Capital and Liquidity Standards-FAQs. Retrieved from http://www.moodysanalytics.com/~/media/Insight/Regulatory/Basel-III/ThoughtLeadership/2013/2013-18-10-Basel-III-Capital-and-Liquidity-Standards-FAQ.ashx NYU Stern. (2014). Country Default Spread and Risk Premiums. Retrieved from http://pages.stern.nyu.edu/~adamodar/New_Home_Page/datafile/ctryprem.html Penman, Steven H.(2004). Financial Statement Analysis and Security Valuation ( 5th ed.). New York, NY: McGraw- Hill Education. Saunders, A & Cornett, M.M. (2011). Financial Institutions Management: A risk Management Approach (International ed). New York, NY: McGraw Hill Sentana, I Made. (2014, January 5). Bank of Indonesia- 2014 Outlook. The Wall Street Journal. Retrieved from http://blogs.wsj.com/economics/2014/01/05/bank-ofindonesia-2014-outlook/ Setiaatmadja, Jahja. Bank Central Asia Public Exposure of Q3. (2013, October 30). Simamora, N. Sari. Bankir Hadapi Empat Tantangan. (2013, November 6). Bisnis Indonesia, p.24. Sipahutar, Tassia. ( 2014, January 10). Election Hype to Spur BRI Micro Loan Growth. The Jakarta Post. Retrieved from http://www.thejakartapost.com/news/2014/01/10/election-hype-spur-bri-microloan-growth.html Soedarmono, Wahyu, Manurung, Adler H., Alif, M. G., Nuruzzaman, &Sitorus, Romora E. (2013). Indonesia Economic and Market Outlook: Navigating Risk &Maximazing 116 Opportunity in 2014. Paper presented at University of Siswa Bangsa Internatonal on 2013, November 23rd. Song, Sophie. (2013, July 23). Indonesian Small Business Owners, Hut Out By Commercial Banks, Turn to Informal Lending. International Business Times. Retrieved from http://www.ibtimes.com/indonesian-small-business-owners-shut-out-commercialbanks-turn-informal-lending-1357823 Suryowati, Estu. (2014, May 20). Inilah Asumsi Ekonomu Makro 2015). Kompas. Retrieved from http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/05/20/1242312/Inilah.Asumsi.Ekon omi.Makro.2015 Tchana, F.T. (2014). The Empirics of Banking Regulation. Emerging Market Reviews, 19 (2014), 49-76 Thomson Reuters. (2013). BBRI.JK. Retrieved from the Eikon Application. Trading Economic. (2014). Indonesia: Economic Indicators. Retrieved from http://www.tradingeconomics.com/indonesia/indicators Wiryosukarto, Darto. Adu Jurus Berebut Mikro. (2013, November).Infobank, No.416, p. 6061. 117 APPENDIX Appendix 1: Income Statement Income Statement IDR Billion Interest Income Interest Expenses Net Interest Income Fee & Other Opr. Income Gross Operating Income Other operating expenses Pre Provision Opr profit Provision Non Opr profit/loss Profit Before tax n minor.int Income tax Net profit EPS Dividend 2010 2011 2012 2013 2014F 2015F 2016F 43,971.00 46,949.00 47,922.00 57,301.00 67,106.17 78,506.32 93,110.36 (11,449.00) (13,079.00) (12,461.00) (14,395.00) (17,791.27) (20,826.46) (27,016.97) 32,523.00 33,870.00 35,461.00 42,906.00 49,314.90 57,679.86 66,093.39 5,458.00 5,524.00 8,166.00 8,165.00 8,260.74 9,406.85 10,513.03 37,980.00 39,394.00 43,627.00 51,071.00 57,575.64 67,086.71 76,606.43 (15,648.00) (16,288.00) (18,602.00) (21,284.00) (24,608.09) (26,823.82) (32,386.36) 22,332.00 23,106.00 25,025.00 29,787.00 32,967.55 40,262.90 44,220.07 (7,926.00) (5,532.00) (2,555.00) (3,916.00) (4,738.36) (5,591.26) (6,709.52) 497.00 1,157.00 1,169.00 1,776.00 2,420.00 1,403.80 5,615.20 14,903.00 18,731.00 23,639.00 27,647.00 30,649.19 36,075.43 43,125.75 (3,435.85) (3,667.88) (5,172.19) (6,555.74) (6,922.18) (9,326.44) (13,249.28) 11,472.00 15,083.00 18,521.00 21,160.00 23,727.02 26,748.99 29,876.47 465.00 611.40 750.80 857.80 961.86 1,084.37 1,211.15 89.01 70.04 122.28 257.33 480.93 542.19 605.58 Sources: BRI & Author’s estimation Appendix 2: Balance Sheet Balance Sheet IDR Billion Total Assets Gross Loans Government Bonds (Recap) Other Earnings Assets Total Earning Assets Earning Assets Provision Total Earning Assets (Net) Total non earning assests Total Liabilities & S.E Total Customer deposits Demand deposits Saving Deposits Time Deposit Other Interest bearing Liabilities Non Interest Bearing Liabilities Tier 1 Capital Share capital Paid In capital Others equity Retained earning 2010 2011 2012 2013 2014F 2015F 2016F 398,393 246,964 13,626 113,669 374,259 (13,981) 360,252 38,141 398,393 328,556 77,049 125,198 126,310 16,595 16,595 27,673 6,167 2,774 609 27,123 456,531 283,583 8,996 127,774 420,353 (15,869) 404,484 52,047 456,531 372,148 75,579 152,474 144,095 18,413 16,195 38,215 6,167 2,774 814 40,019 535,209 348,227 4,316 131,547 484,089 (14,584) 469,505 65,704 535,209 436,098 78,753 182,643 174,702 14,466 20,008 51,593 6,167 2,774 785 55,080 606,370 430,618 4,511 115,168 550,297 (15,072) 535,225 71,145 606,370 486,366 78,017 210,004 198,346 19,873 21,261 65,964 6,167 2,774 (646) 70,868 708,115 521,048 4,511 116,317 641,876 (14,216) 627,660 80,455 708,115 573,912 92,060 247,805 234,048 19,947 21,899 819,707 614,836 4,449 123,208 742,493 (14,849) 727,644 92,062 819,707 671,821 107,766 290,080 273,977 20,086 22,556 961,857 737,804 3,553 125,150 866,507 (14,576) 851,931 109,926 961,857 799,467 120,810 340,100 338,557 20,469 23,007 6,167 2,774 686 82,732 6,167 2,774 6,167 2,774 96,106 109,867 Sources: BRI & Author’s estimation 118 Determinan Kinerja Profitabilitas Bank: Studi Kasus Bank Yang Terdaftar di Indeks Kompas 100 Richo Dany Wijaya Bina Nusantara Business School Pardomuan Sihombing PT Recapital Asset Management Thombos PHP Sitanggang PT Mega Asset Management ABSTRACT This research has the purpose to test the influence of Capital Adequacy Ratio (CAR), Net Interest Margin (NIM), Loan to Deposit Ratio (LDR), operating expenses/operating income (BOPO), Non Perfoming Loan (NPL) and Size of the profitability of the bank in this regard is the Return On Asset (ROA).The authors use Data in the research obtained from quarterly bank financial reports, in particular the bank listed in the index Kompas 100 which is used as the object of research. The analysis technique used in this study is using multiple regression analysis. The study also used the test of Chow and Hausman Test to get the best regression analysis model that is useful to know the different influence of changes of Capital Adequacy Ratio (CAR), Net Interest Margin (NIM), Loan to Deposit Ratio (LDR), operating expenses/operating income (BOPO), Non Perfoming Loan (NPL) and Size of profitability (ROA). The results showed that only the influential potisif NIM and significantly to profitability as well as BOPO and Size of negative as well as a significant influence. The results of this research can be a material consideration for investors in investing in banks. Keywords: Bank, Capital Adequacy Ratio, Kompas 100, Loan to Deposit Ratio, Net Interest Margin, Non Perfoming Loan. 119 Determinan Kinerja Profitabilitas Bank: Studi Kasus Bank Yang Terdaftar di Indeks Kompas 100 PENDAHULUAN Industri Perbankan adalah industri yang memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi suatu negara. Dimana fungsi Bank yaitu sebagai Financial Intermediary atau sebagai perantara antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Fungsi ini merupakan mata rantai yang penting dalam melakukan bisnis karena berkaitan dengan penyediaan dana sebagai investasi dan modal kerja bagi unit-unit bisnis dalam melaksanakan fungsi produksi. Oleh karena itu agar dapat berjalan dengan lancar maka lembaga perbankan harus berjalan dengan baik pula (Susilo, 2000) Menurut Ali (2006), Bank didefinisikan sebagai lembaga keuangan yang memiliki izin usaha untuk beroperasi sebagai Bank, yaitu menerima penempatan dana-dana yang dipercayakan masyarakat kepada Bank tersebut, memberikan pinjaman kepada masyarakat dan dunia usaha pada umumnya, memberi akseptasi atas berbagai bentuk surat utang yang disampaikan pada Bank tersebut serta menerbitkan cek. Adapun definisi Bank menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannnya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Adapun Bank yang dikenal di Indonesia terdiri dari dua jenis, yaitu Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank umum dalam melaksanakan kegiatan usaha adalah secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan, Bank Perkreditan Rakyat atau BPR melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang atau dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank-bank tersebut dalam menjalankan aktifitasnya harus memenuhi beberapa peraturan yang dibuat oleh Bank Indonesia selaku Bank Sentral. Salah satu peraturan yang harus dipenuhi oleh bank-bank umum dan BPR adalah tingkat kesehatan Bank. Penilaian tingkat kesehatan Bank berdasarkan Peraturan Bank Indonesia nomor 6/10/PBI/2004 mencakup penilaian terhadap faktor-faktor sebagai berikut: 1. Pemodalan (Capital) 2. Kualitas Aset (Asset Quality) 3. Manajemen (Management) 4. Rentabilitas (Earning) 5. Likuiditas (Liquidity) 6. Sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk) Menurut Syofyan (2002), kinerja perbankan dapat diukur dengan menggunakan rata-rata tingkat bunga pinjaman, rata – rata tingkat bunga simpanan, 120 dan profitabilitas perbankan. Selanjutnya dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa tingkat bunga simpanan merupakan ukuran kinerja yang lemah dan menimbulkan masalah, sehingga dalam penelitiannya disimpulkan bahwa profitabilitas merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur kinerja suatu Bank. Ukuran profitabilitas yang digunakan adalah Rate of Return Equity (ROE) untuk perusahaan pada umumnya dan Return on Asset (ROA) pada industri perbankan. Return on Asset (ROA) memfokuskan kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam operasi perusahaan, sedangkan Return on Equity (ROE) hanya mengukur return yang diperoleh dari investasi pemilik perusahaan dalam bisnis tersebut (Siamat, 2006). Sehingga dalam penelitian ini ROA digunakan sebagai ukuran kinerja perbankan. Alasan dipilihnya Return On Asset (ROA) sebagai ukuran kinerja adalah karena ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Menurut Suad Husnan (2005), ROA merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total asset, semakin besar ROA menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat pengembalian (return) semakin besar. Apabila ROA meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga dampak akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham (Husnan, 2000). Oleh karena itu ROA merupakan rasio yang tepat digunakan untuk mengukur efektifitas suatu perusahaan/Bank dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Prediksi terhadap Return On Asset (ROA) bisa dengan cara melihat rasio keuangan perusahaan tersebut. Rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), Net Interest Margin (NIM), Loan to Deposit Ratio (LDR), Biaya Operasional/ Pendapatan Operasional (BOPO), Non Perfoming Loan (NPL) dan Size karena rasio-rasio keuangan tersebut merupakan rasio yang digunakan oleh Bank Indonesia (BI) untuk mengukur tingkat kesehatan Bank yang ditinjau dari fungsi Bank sebagai fungsi intermediasi. Bank yang dapat selalu menjaga kinerjanya dengan baik yaitu dari segi prospek usahanya yang dapat selalu berkembang dan meningkatkan sikap kehatihatian dalam upaya pengelolaan assetnya, maka jumlah dana dari pihak ketiga yang berhasil dikumpulkan meningkat. Hal ini merupakan indikator naiknya tingkat kepercayaan masyarakat pada Bank yang bersangkutan. Untuk mendapatkan kepercayaan itu maka Bank harus berusaha memperbaiki dan mempertahankan kinerja keuangannya. Semakin baik kinerja keuangannya, maka semakin besar pula tingkat kepercayaan yang diberikan oleh nasabah untuk menyimpan dananya di Bank. Terpeliharanya tingkat kepercayaan itu, didukung dari kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh para pengurus Bank. Pengelolaan Bank mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang suatu Bank adalah mencari keuntungan atau laba, sedangkan tujuan jangka pendek suatu Bank adalah untuk memenuhi cadangan minimum, pelayanan yang baik kepada langganan dan strategi dalam melakukan investasi (Nopirin, 2008). Adapun jumlah Bank yang ada di Indonesia 121 hingga akhir Desember 2012 adalah berjumlah 1.773 yang terdiri dari 120 Bank umum dan 1.653 Bank Perkreditan Rakyat. Untuk mengetahui perkembangan dari Bank Umum dan Bank Pekreditan Rakyat yang ada di Indonesia maka dapat dilihat dari tabel 1.1 yang merupakan data perkembangan ROA, CAR, NIM, LDR, BOPO, NPL dan Size Bank Umum dan BPR di Indonesia dari tahun 2009 – 2012. Tabel 1.1 mengindikasikan bahwa terdapat fluktuasi rasio ROA, rasio modal (CAR), Size, rasio biaya operasional (BOPO), rasio NIM, rasio NPL dan rasio likuiditas (LDR). Melihat dari fluktuasi yang ditunjukan oleh tabel maka penilaian profitabilitas untuk menentukan kebijakan – kebijakan guna mempertahankan kelangsungan operasional Bank sangat penting dalam menghadapi persaingan sesama jenis usaha. Penilaian terhadap kinerja keuangan pada Bank sangat penting bagi setiap stakeholder Bank tersebut. Kinerja Bank dapat memberikan kepercayaan kepada deposan dan investor guna menyimpan dananya. ROA penting bagi Bank karena ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Dalam menghasilkan ROA pun tentu di pengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah dari rasiorasio seperti CAR, NIM, LDR, BOPO, NPL, dan Size dari bank itu sendiri. Tentunya hal ini menjadi suatu perhatian khusus bagaimanakah pengaruh dari rasio-rasio diatas terhadap ROA suatu bank khususnya bank yang ada di Indonesia. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh dari Capital Adequacy Ratio (CAR), Net Interest Margin (NIM), Loan to Deposit Ratio (LDR), Biaya Operasional/ Pendapatan Operasional (BOPO), Non Performing Loan (NPL) dan size secara masing - masing terhadap Return On Asset (ROA) Bank di Indonesia. 122 Tinjauan Teoritis Tinjauan Teori Menurut Syofyan (2002), kinerja perbankan dapat diukur dengan menggunakan rata – rata tingkat bunga pinjaman, rata – rata tingkat bunga simpanan, dan profitabilitas perbankan. Lebih lanjut lagi dalam penelitiannya menyatakan bahwa tingkat bunga simpanan merupakan ukuran kinerja yang lemah dan menimbulkan masalah, sehingga dalam penelitiannya disimpulkan bahwa profitabilitas merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur kinerja suatu Bank. Untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja suatu perusahaan, analisa keuangan membutuhkan suatu ukuran. Ukuran profitabilitas yang digunakan adalah rate of return equity (ROE) untuk perusahaan pada umumnya dan Return On Asset (ROA) pada industri perbankan. Return On Asset (ROA) memfokuskan kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam operasi perusahaan, sedangkan Return On Equity (ROE) hanya mengukur return yang diperoleh dari investasi pemilik perusahaan dalam bisnis tersebut (Siamat, 2006). Prediksi terhadap Return On Asset (ROA) bisa dengan cara melihat rasio keuangan perusahaan tersebut. Rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), Net Interest Margin (NIM), Loan to Deposit Ratio (LDR), Biaya Operasional/ Pendapatan Operasional (BOPO), Non Perfoming Loan (NPL) dan Size karena rasio-rasio keuangan tersebut merupakan rasio yang digunakan oleh Bank Indonesia (BI) untuk mengukur tingkat kesehatan Bank yang ditinjau dari fungsi Bank sebagai fungsi intermediasi. Size Bank juga dimasukkan kedalam independen variabel untuk menghitung ukuran yang berhubungan dengan ukuran ekonomi atau disekonomi, dalam beberapa literatur finansial total asset dari sebuah Bank digunakan sebagai proxy atau pendekatan untuk size Bank tetapi untuk menghubungkan dengan dependen variabel ROA total asset diubah kedalam log total asset (Naceur, 2003). Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Hipotesis 1: Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif terhadap Return On Asset (ROA) Bank di Indonesia. Hipotesis 2: Net Interest Margin (NIM) berpengaruh positif terhadap Return On Asset (ROA) Bank di Indonesia. Hipotesis 3: Loan to Deposit Ratio (LDR) positif berpengaruh terhadap Return On Asset (ROA) Bank di Indonesia. Hipotesis 4: Biaya Operasional/ Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh negatif terhadap Return On Asset (ROA) Bank di Indonesia. Hipotesis 5: Non Perfoming Loan (NPL) berpengaruh negatif terhadap Return On Asset (ROA) Bank di Indonesia. Penelitan Sebelumnya 123 Werdaningtyas (2002), Mawardi (2005), dan Yuliani (2007) menunjukkan adanya pengaruh yang positif signifikan antara Capital Adequecy Ratio (CAR) terhadap Return On Asset (ROA). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Usman (2003) yang menunjukkan hasil bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh negatif dan signifikan. Lalu BOPO yang diteliti Sudarini (2005) memperlihatkan bahwa BOPO berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return On Asset (ROA) yang hasil penelitian ini senada dengan Usman (2003). Sedangkan penelitian yang dilakukan Mawardi (2005) dan Mintarti (2007) menunjukkan hasil yang sebaliknya, yaitu BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Return On Asset (ROA). Penelitian yang dilakukan Mawardi (2005); Usman (2003) dan Sudarini (2005) menunjukkan hasil bahwa Net Interest Margin (NIM) berpengaruh positif terhadap Return On Asset (ROA). Di lain pihak, penelitian yang dilakukan Aryanti (2010) memperlihatkan hasil bahwa Net Interest Margin (NIM) tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap Return On Asset (ROA). Loan to Deposit Ratio (LDR) menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan Usman (2003) dan Ariyanti (2010) menunjukan bahwa hasil Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return On Asset (ROA). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Werdaningtyas (2002) menunjukkan hasil bahwa Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh negartif dan tidak signifikan terhadap Return On Asset (ROA). Penelitian Yigremachew (2008) menganalisis faktor bahwa Size Bank berpengaruh positif terhadap profitabilitas Bank, hasil itu berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Athanasoglou (2005) yang hasil penelitiannya adalah akibat dari pertumbuhan size berpengaruh positif terhadap profitabilitas hanya sebatas beberapa aspek, kenyataan Bank yang tumbuh menjadi sangat besar mengakibatkan pengaruh size menjadi negatif terhadap profitabilitas. Metode Penelitian Pengumpulan Data dan Metode Analisis Penelitian ini mengambil populasi dari seluruh Bank di Indonesia yang beroperasi selama masa penelitian yaitu dari Januari 2009 sampai desember 2012. Penarikan sampel sendiri menggunakan metode purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik pemilihan sampel berdasarkan pada karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Umar, 2004). Populasi Bank sebanyak 1.773 yang terdiri dari 120 Bank umum dan 1.653 Bank Perkreditan Rakyat setelah diambil sampel ternyata 111 Bank umum tidak memenuhi kriteria, sedangkan bank-bank perkreditan tidak ada yang memenuhi kriteria. Kriteria yang digunakan dalam penentuan sampel meliputi : a. Perusahaan perbankan di Indonesia yang terdiri dari Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat. b. Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang aktif beroperasi selama periode penelitian. 124 c. Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang secara berkala mempublikasikan laporan keuangan secara lengkap selama periode penelitian serta tidak pernah dicabut ijin usahanya. d. Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang termasuk kedalam daftar kompas 100 dan tidak pernah terdelisting dari daftar kompas 100 selama periode penelitian. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tabel 1.2 Data Bank Yang Terdaftar di Kompas 100 Bank Tercatat di Kompas 100 Bank Central Asia Bank Bukopin Bank Negara Indonesia Bank Rakyat Indonesia Bank Tabungan Negara Bank Danamon Bank Pembangunan Jawa Barat & Banten Bank Mandiri Bank Pan Indonesia Sumber:IDX Teknik Analisa Data Analisis data mempunyai tujuan untuk menyampaikan dan membatasi penemuan-penemuan hingga menjadi data yang teratur serta tersusun dan lebih berarti. Analisis data yang dilakukan adalah analisis kuantitatif yang dinyatakan dengan angka-angka dan perhitungannya menggunakan metode standart yang dibantu dengan program Eviews versi 7. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menguji pengaruh CAR, NIM, LDR, BOPO, NPL dan Size terhadap profitabilitas (ROA) Bank yang ada di Indonesia yang terdaftar pada Bank Indonesia periode tahun 2009 hingga 2012. Sebelum analisa regresi linier dilakukan, maka harus diuji dulu dengan uji asumsi klasik untuk memastikan apakah model regresi digunakan tidak terdapat masalah normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokolerasi. Jika terpenuhi maka model analisis layak untuk digunakan. Uji Statistik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan variabel-variabel dalam penelitian ini. Alat analisis yang digunakan adalah rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum dan minimum (Ghozali, 2011). Statistik deskriptif menyajikan ukuran-ukuran numerik yang sangat penting bagi data sampel. Uji statistik deskriptif tersebut dilakukan dengan program Eviews 7. Uji Asumsi Klasik 125 Pengukuran asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedasitas, dan uji autokorelasi. Analisis Regresi Linear Berganda Regresi linier berganda yaitu suatu model linier regresi yang variabel dependennya merupakan fungsi linier dari beberapa variabel bebas. Persamaan regresi yang digunakan adalah sebagai berikut: Y = b0 + + + + + + dimana: Y = Variabel Dependen (ROA) b0 = konstanta b1 – b6 = Koefisien Regresi Variabel Independen X1 = CAR X2 = NIM X3 = LDR X4 = BOPO X5 = NPL X6 = Size Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan pengujian secara parsial (uji t) dan penyajian secara simultan (uji F). Pembahasan Deskriptif Statistik Variabel Penelitian Berdasarkan hasil analisis deskripsi statistik, maka di dalam tabel tabel 1.3 berikut akan ditampilkan karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jumlah observasi, rata- rata sampel (mean), nilai maksimum, nilai minimum, standart devisiasi, kurtosis, jarque-bera, dan probability. Tabel 1.3 Hasil Analisis Deskriptif Data Pada Sampel Bank 126 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah pengamatan Bank yang tercatat di Kompas 100 dalam penelitian ini sebanyak 144 observasi. Berdasarkan perolehan data diketahui bahwa nilai rata-rata ROA sebesar 0.027624 atau 2.76%. Hal ini menunjukkan selama periode penelitian, secara statistik dapat dijelaskan bahwa tingkat perolehan laba dari Bank di Kompas 100 dalam kategori baik, sesuai dengan kriteria peringkat yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Lalu bila dilihat dari standar deviasi sebesar 0.009540 atau dalam persentase sebesar 0.95% menunjukkan simpangan data yang relatif kecil karena memiliki nilai yang lebih kecil daripada mean-nya yang sebesar 2.76%. Dengan melihat besarnya simpangan data maka itu menunjukkan bahwa data variabel ROA baik. Rasio CAR diperoleh rata-rata sebesar 0.163096 atau dalam persentase sebesar 16.30%. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik, selama periode penelitian rasio CAR perusahan Bank di Kompas 100 sudah memenuhi standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu minimal sebesar 8%. Sehingga dapat disimpulkan rasio kecukupan modal yang dimiliki oleh Bank di Kompas 100 dapat dikatakan tinggi. Sementara standar deviasi sebesar 0.025364 atau dalam persentase sebesar 2.54% masih lebih kecil dibandingkan nilai rata-ratanya sebesar 16.30%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa simpangan data dari CAR baik. Rasio NIM diperoleh rata-rata sebesar 0.062277 atau dalam persentase sebesar 6.23%. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik nilai NIM dikatakan baik 127 karena standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu minimal sebesar 2%. Sementara standar deviasi sebesar 0.016848 atau dalam persentase sebesar 1.68% masih lebih kecil dibandingkan rata-rata NIM yang sebesar 6.23%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa simpangan data dari NIM baik. Rasio LDR diperoleh rata-rata sebesar 0.791956 atau dalam persentase sebesar 79.19%. Hal ini menunjukkan secara statistik dengan rata – rata LDR sebesar 79.19%, dapat disimpulkan bahwa tingkat likuiditas yang dicapai Bank di Kompas 100 masih dibawah standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 80% - 100%. Dalam hal ini, tingkat likuiditas yang relative kurang berarti kredit yang diberikan lebih kecil dari dana pihak ketiga yang ditempatkan di Bank tersebut. Sementara standar deviasi yang sebesar 0.158689 atau dalam persentase sebesar 15.87%, dalam hal ini simpangan data relative lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-ratanya yang sebesar 78.33%. Dengan demikian dapat dikatakan simpangan data LDR baik. Rasio BOPO diperoleh rata-rata sebesar 0.762451 atau dalam persentase sebesar 76.24%. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik, selama periode penelitian rasio BOPO perusahaan Bank di kompas 100 efisien dikarenakan nilai BOPO dibawah 80%. Sementara dari simpangan data dari rasio BOPO yang dilihat dari standar devisianya yaitu sebesar 0.078379 atau dalam persentase sebesar 7.83%, dalam hal ini simpangan data relatif kecil dikarenakan masih lebih kecil dibandingan dengan mean-nya yang sebesar 76.24%. Rasio NPL diperoleh rata-rata sebesar 0.029515 atau dalam persentase sebesar 2.95%. Hal ini menunjukkan secara statisttik, selama periode penelitian rasio NPL Bank di Kompas 100 termasuk dalam kategori baik dikarenakan dibawah dari standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu dibawah sama dengan 5%. Sementara standar deviasi sebesar 0.012486 atau dalam persentase sebesar 0.12%, masih lebih kecil jika dibandingkan nilai rata – rata sebesar 2.95%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa simpangan data pada NPL baik. Size diperoleh rata-rata sebesar 5.142306. Hal ini menunjukkan secara statistik dengan rata-rata 5.142306 dapat disimpulkan bahwa nilai asset yang dimiliki Bank yang tercatat di kompas 100 telah mencukupi untuk kebutuhan operasional. Sementara standar deviasi sebesar 0.375588, lebih kecil dibandingan dengan rata-rata dari size. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa simpangan data pada size baik. Uji Asumsi Klasik Pada tahap awal, data yang meliputi ROA, CAR, NIM, LDR, BOPO, NPL dan SIZE diperoleh dengan mengutip secara langsung dari Laporan Keuangan Publikasi Triwulan Bank yang tercatat di Kompas 100 selama masa periode pengujian yaitu Januari 2009 hingga Desember 2012. Uji Normalitas 128 Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengujian pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak. Cara mendeteksi normalitas dilakukan dengan cara yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Uji Statistik yang dapat digunakan dalam uji normalitas adalah Uji Jarque-Bera. Secara multivarians pengujian normalitas data dilakukan terhadap nilai residualnya. Data yang terdistribusi normal ditunjukkan dengan nilai signifikan diatas 0.05 (Ghozali, 2005). Berikut adalah uji normalitas pada sampel penelitian. Gambar 1.1 Nilai Normalitas 12 Series: Standardized Residuals Sample 2009Q1 2012Q4 Observations 144 10 8 6 4 2 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 0.000000 -0.001103 0.047193 -0.046422 0.019450 0.141038 2.795786 Jarque-Bera Probability 0.727622 0.695023 0 -0.0375 -0.0250 -0.0125 0.0000 0.0125 0.0250 0.0375 Sumber : Data sekunder yang diolah Dari hasil pengujian kedua tersebut menunjukkan bahwa data telah terdistribusi normal dengan nilai JB 0.727622 lebih kecil daripada nilai chi yang sebesar 5.99 dan juga nilai probability dengan nilai 6.95% lebih besar dari nilai yang sebesar 5%. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan korelasi antar variabel bebas (independen). Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variable-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel sama dengan nol (Ghozali, 2006). Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi dapat dilihat dari nilai hubungan antar variabel tidak melebihi dari 0.8. Berikut adalah tabel multikolinearitas dari sampel. 129 Tabel 1.4 sumber : Data sekunder yang diolah Dilihat dari tabel 1.4, variabel bebas tidak ada yang memiliki nilai lebih dari 0.8. Hal itu menunjukkan bahwa dalam model ini tidak terjadi multikolinearitas. Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi (Ghozali, 2006). Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dari nilai uji DW dengan ketentuan sebagai berikut: Tabel 1.5 Kriteria Pengujian Kriteria pengujian Kesimpulan Keputusan 0< d < dL Terjadi autokorelasi positif Tolak dL < d < du Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada keputusan 4 – dL < d < 4 Terjadi autokorelasi negatif tolak 4 – du ≤ d ≤ 4 - dL Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada keputusan 130 du ≤ d ≤ 4 - du Tidak ada autokorelasi positif atau negatif diterima Hasil pengambilan Durbin-Watson dapat digambarkan sebagai berikut: Autokorelasi Positif 0 Daerah keraguraguan dL Tidak terjadi autokorelasi Daerah keraguraguan 4 – du du Terjadi autokorelasi negatif 4 – dL 4 Berikut adalah tabel dari sampel penelitian yang menunjukkan nilai dari uji Durbin-Watson: Tabel 1.6 Uji Durbin Watson Sampel Penelitian Dependent Variable: ROA Method: Panel Least Squares Date: 11/03/13 Time: 14:26 Sample: 2009Q1 2012Q4 Periods included: 16 Cross-sections included: 9 Total panel (balanced) observations: 144 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C CAR NIM LDR BOPO NPL SIZE 0.173774 0.009755 0.203924 -0.000349 -0.098794 -0.063405 -0.016134 0.018106 0.009673 0.035960 0.003303 0.006298 0.034079 0.002774 9.597598 1.008440 5.670877 -0.105571 -15.68544 -1.860516 -5.815460 0.0000 0.3151 0.0000 0.9161 0.0000 0.0651 0.0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression 0.949429 0.943941 0.002259 Mean dependent var 0.027624 S.D. dependent var 0.009540 Akaike info criterion -9.249768 131 Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.000658 680.9833 172.9924 0.000000 Schwarz criterion -8.940413 Hannan-Quinn criter. -9.124064 Durbin-Watson stat 2.164165 Sumber : data sekunder yang diolah Berdasarkan hasil analisis regresi pada Bank sampel mendapatkan nilai Durbin-Watson adalah 2.164165. Besarnya DW-tabel dari sampel adalah dl(batas luar) = 1.64189; du(batas dalam) = 1.81514; 4-du = 2.18486; dan 4-dl = 2.35811. Hasil menunjukkan bahwa pada model regresi tidak terjadi autokorelasi. Untuk hasil auto korelasinya dapat dilihat dalam gambar dibawah. Gambar 1.2 Hasil Uji Durbin Watson Autokorelasi Daerah Daerah tidak Daerah Autokorelas Positif keraguterjadi keragui raguan autokorelasi raguan negatif dL dU 4-dU 4-dL 1.64189 1.81514 DW 2.18486 2.35811 2.16189 Sesuai dengan gambar 4.4 diatas menujukkan bahwa Durbin-Watson berada di daerah tidak terjadi autokorelasi. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas merupakan suatu masalah yang terjadi karena tidak memiliki varians yang konstan. Untuk mengetahui apakah masih terdapat heteroskedastisitas pada model ini, maka dapat dilihat dari adjusted R2 sebelum dan sesudah dilakukannya white heterocedasticity cross-section standard error & covariance dan cross section weights (Generalized Least Square atau GLS). Jika adjusted R2 weighted lebih besar daripada adjusted R2 unweighted maka pada model regresi ini sudah bersifat homoskedastis. Tabel 1.7 Hasil Regresi Sebelum Dilakukan Treatment White Heterocedasticity Cross – Section Standard Error & Covariance dan Cross Section Weight Sampel Penelitian Dependent Variable: ROA Method: Panel Least Squares Date: 11/03/13 Time: 00:26 Sample: 2009Q1 2012Q4 132 Periods included: 16 Cross-sections included: 9 Total panel (balanced) observations: 144 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C CAR NIM LDR BOPO NPL SIZE 0.173774 0.009755 0.203924 -0.000349 -0.098794 -0.063405 -0.016134 0.018106 0.009673 0.035960 0.003303 0.006298 0.034079 0.002774 9.597598 1.008440 5.670877 -0.105571 -15.68544 -1.860516 -5.815460 0.0000 0.3151 0.0000 0.9161 0.0000 0.0651 0.0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.949429 0.943941 0.002259 0.000658 680.9833 172.9924 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.027624 0.009540 -9.249768 -8.940413 -9.124064 2.164165 Sumber : Data sekunder yang diolah Tabel 1.8 Hasil Regresi Setelah Dilakukan Treatment White Heterocedasticity Cross – Section Standard Error & Covariance dan Cross Section Weight Sampel Penelitian Dependent Variable: ROA Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 11/03/13 Time: 21:21 Sample: 2009Q1 2012Q4 Periods included: 16 Cross-sections included: 9 Total panel (balanced) observations: 144 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. 133 C CAR NIM LDR BOPO NPL SIZE 0.168972 0.007572 0.176504 0.000129 -0.094759 -0.041532 -0.015597 0.006058 0.003732 0.011512 0.001072 0.001856 0.016916 0.001045 27.89109 2.028691 15.33172 0.119993 -51.04558 -2.455244 -14.92236 0.0000 0.0445 0.0000 0.9047 0.0000 0.0154 0.0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Su mb er : Ha sil ola ha n. Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic) 0.979659 0.977452 0.002163 443.7795 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat 0.041506 0.019609 0.000604 1.581857 Unweighted Statistics P R-squared Sum squared resid 0.948378 Mean dependent var 0.027624 ad 0.000672 Durbin-Watson stat 2.124849 a has il pengolahan data diatas nilai adjusted R2 sebelum diberikan treatment sebesar 0.943941 sedangkan nilai adjusted R2 setelah diberikan treatment sebesar 0.977452. Hal ini menunjukan bahwa model sudah bersifat homoskedastis. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Dalam melakukan regresi linear berganda dapat menggunakan 3 jenis model pengujian yaitu PLS, FEM dan REM. Didalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis model FEM. Alasan penggunaan jenis model FEM karena peneliti telah melakukan uji Chow dan Uji Hausman untuk memilih model mana yang terbaik untuk digunakan dan akhirnya ditemukan lah model FEM yang terbaik untuk digunakan. Berikut adalah uji Chow dan Uji Hausman yang telah dilakukan peneliti. Uji Chow Uji Chow adalah uji yang digunakan untuk memilih antara model PLS dengan model FEM dengan Ho sebagai model yang mengikuti pool dan H1 adalah model yang mengikuti fixed.Berikut adalah tabel untuk uji Chow: 134 Tabel 1.9 Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests Equation: LATIAN Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic Cross-section F Cross-section Chi-square 9.963576 69.282240 d.f. Prob. (8,129) 8 0.0000 0.0000 Sumber : Data sekunder yang diolah Didalam pengujian diatas dilihat bahwa baik F test maupun Chi– square signifikan. Hal itu dapat dilihat dari p-value dari F test maupun ChiSquare yang menghasilkan nilai 0.0000 dan itu lebih kecil daripada 5%. Sehingga Ho ditolak, maka model FEM lebih baik dibandingkan model PLS. Uji Hausman Uji Hausman adalah uji yang digunakan untuk memilih antara model FEM dengan model REM dengan Ho sebagai model dari random effect dan H1 adalah model yang mengikuti fixed.Berikut adalah tabel untuk uji Hausman: Tabel 1.10 Uji Hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: LATIAN Test cross-section random effects Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Test Summary Cross-section random 16.625070 Prob. 6 0.0108 Random Var(Diff.) Prob. Cross-section random effects test comparisons: Variable CAR NIM LDR Fixed 0.009755 0.009070 0.203924 0.243631 -0.000349 -0.002782 0.000003 0.000404 0.000003 0.6817 0.0482 0.1628 135 BOPO NPL SIZE -0.098794 -0.096251 -0.063405 -0.031510 -0.016134 -0.008462 0.000002 0.000142 0.000004 0.0383 0.0074 0.0001 Sumber : Data sekunder yang diolah Berdasarkan output dari Uji Hausman diatas, terlihat bahwa p-value 0.0108 dan itu kurang dari 5% sehingga Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model FEM lebih baik dibandingkan FEM. Berdasarkan dua pengujian diatas maka dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan model FEM. Hasil Pengujian Hipotesis Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependennya. Nilai R2 yang mendekati “1” berarti variabel – variabel independennya memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi dari variabel dependen (Ghozali,2006). Berikut adalah perhitungan koefisien determinasi (R2) pada Bank yang dijadikan sampel. Tabel 1.11 Nilai Koefisien Determinasi MODEL R R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sumber : Data sekunder yang diolah Nilai 0.974386 0.949429 0.943941 0.002259 Uji F Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel indenpenden yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama – sama terhadap variabel independen. Berikut adalah tabel untuk uji F: Tabel 1.12 Hasil Uji F F-statistic 172.9924 Prob(F-statistic) 0.000000 Sumber : Data sekunder yang diolah 136 Dari hasil regresi dapat dilihat bahwa secara bersama – sama variabel independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Hal ini membuktikan dari nilai F hitung dari sampel sebesar 172.9924 dengan probabilitas 0.000000. Nilai probabilitas yang jauh lebih kecil dari 5%, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi profitabilitas. Maka dapat dikatakan bahwa CAR, NIM, LDR, BOPO, NPL dan Size secara bersama-sama berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA) pada sampel yang terdapat di penelitian ini. Uji t (Pengujian Hipotesis) Didalam statistik, Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan apakah variabel independen yang dimasukkan dalam mode CAR, NIM, LDR, BOPO, NPL dan Size mempunyai pengaruh secara parsial terhadap variabel independen. Berikut adalah hasil Uji t pada sampel penelitian: Tabel 1.13 Hasil Regresi Sampel Penelitian Dependent Variable: ROA Method: Panel Least Squares Date: 11/03/13 Time: 00:26 Sample: 2009Q1 2012Q4 Periods included: 16 Cross-sections included: 9 Total panel (balanced) observations: 144 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C CAR NIM LDR BOPO NPL SIZE 0.173774 0.009755 0.203924 -0.000349 -0.098794 -0.063405 -0.016134 0.018106 0.009673 0.035960 0.003303 0.006298 0.034079 0.002774 9.597598 1.008440 5.670877 -0.105571 -15.68544 -1.860516 -5.815460 0.0000 0.3151 0.0000 0.9161 0.0000 0.0651 0.0000 Sumber : Data sekunder diolah Dengan melihat tabel di atas dapat disusun persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: Profitabilitas (ROA) : 0.173774 + 0.203924X2 – 0.098794X4 – 0.016134X6 Dari persamaan regresi linear berganda diatas, diketahui mempunyai konstanta sebesar 0.173774 maka hal ini menunjukkan bahwa jika variabel – variabel independen diasumsikan dalam keadaan tetap, maka variabel dependen ROA menjadi sebesar 0.173774%. Lalu untuk arah dari variabel dan signifikannya adalah variabel 137 CAR dan NIM mempunyai arah positif namun hanya NIM yang mempunyai pengaruh sangat signifikan terhadap ROA, sedangkan LDR, BOPO, NPL dan Size mempunyai arah negatif serta hanya BOPO dan Size yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap ROA. Hasil analisis pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yang telah dilakukan ini sebagian sesuai dengan kerangka pemikiran yang diajukan oleh peneliti, baik arah tanda serta pengaruhnya terhadap variabel dependen. Hanya variabel CAR, LDR dan NPL yang tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen serta LDR yang mempunyai arah negatif. Pembahasan Hasil Pengujian H1= ditolak, karena koefisien regresi untuk variabel CAR walaupun mendapatkan nilai yang positif nanum tidak signifikan karena nilai signifikansinya lebih besar dari pada 5%. H2 = diterima, karena nilai dari koefisien regresi mengahsilkan positif dan juga nilai signifikansi yang di bawah 5%. H3 = ditolak, karena baik nilai koefisien regresi dan nilai signifikansi berbeda dengan hipotesis diawal. H4 = diterima, karena koefisien regresi untuk variaebl BOPO negatif dengan nilai signifikansi lebih kecil daripada 5%. H5 = ditolak, karena diperoleh nilai signfikansi lebih besar daripada 5% H6 = diterima, karena baik nilai signifikansi dan nilai koefisien regresi sesuai dengan asumsi hipotesis Kesimpulan Melihat dari nilai adjusted R2 didapatkan nilai sebesar 0.943941 sedangkan nilai adjusted R2 0.977452 yang dimana adjusted R2 weighted lebih besar daripada adjusted R2 unweighted maka pada model regresi ini dapat dinyatakan bersifat homoskedastis. Lalu untuk nilai simultan F didapatkan hasil sebesar 172.9924 dengan probabilitas 0.000000. Sehingga dapat disimpulkan pada Bank yang dijadikan obyek penelitian variabel independen CAR, NIM, LDR, BOPO, NPL dan Size secara simultan (bersama-sama) berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA) pada Bank. Sedangkan berdasarkan hasil pengujian statistik Uji t maka di dapatkan hasil bahwa CAR berpengaruh positif namun tidak signifikan, NIM berpengaruh positif serta signifikan., LDR berpengaruh negatif serta tidak signifikan, BOPO berpengaruh negatif serta signifikan, NPL berpengaruh negatif serta tidak signifikan dan Size berpengaruh negatif serta signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa dari hipotesis yang dibuat penulis dari awal sebagaian terbukti dengan di tunjukkan berpengaruh serta signfikan sedangkan sisanya tidak. Dengan hasil ini maka NIM, BOPO, dan Size dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak manajerial bank atau investor dalam melihat profitabilitas bank dimasa yang akan datang. 138 Referensi Ali, Masyud. (2006). Asset Liability Management : Menyiasati Risiko Pasar dan Risiko Operasional. Jakarta : Gramedia. Almilia dan Herdiningtyas. (2005). Dasar Analisis Rasio CAMEL Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Pada Lembaga Perbankan Periode 2000-2002. Jurnal Akuntasi dan keuangan. Vol.7. No.2, Nopember. 2005. Aryanti, Lilis. (2010). Pengaruh CAR, NIM, LDR, BOPO, ROA dan Kualitas Aktiva produktif Terhadap Perubahan Laba pada Bank umum di Indones. Thesis. Universitas Diponegoro. Semarang. Athanasoglou et al. (2005). Bank - Specific, Industry - Specific and macro economic determinants of bank. Paper. No.32026. June. 2005. Bahtiar, Usman. (2003). Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Perubahan laba Pada Bank-Bank di Indonesia. Media Riset Bisnis dan Manajemen. Vol.3. No.1. April. 2003. Dendawijaya,Lukman. (2009). Manajemen Perbankan. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi 3. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hasibuan, Malayu. (2006). Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta : Bumi Aksara. Horne, James C. Van. (2001). Fundamental of Financial Management. 9th edition. United Stated of America : Prentice hall International inc. Husnan, Suad. (2000). Manajemen Keuangan – Teori dan Penerapan (keputusan jangka pendek. Buku 2. Edisi 4. Yogyakarta: BPFE. Husnan, Suad. (2005). Dasar-dasar Teori Portofolio dan analisis Sekuritas (Edisi 4). Yogyakarta : UPP STIM YKPN. Kasmir. (2005). Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Edisi 6. Jakarta : PT Raja Grafindo Perkasa. Kuncoro, M. dan Suhardjono. (2002). Manajemen Perbankan: Teori dan Aplikasi. Edisi Pertama. BPFE : Yogyakarta. Manurung, Mandala. (2004). Uang, perbankan dan ekonomi moneter. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Mawardi. (2005). Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Bank Umum. Thesis. Universitas Diponegoro. Semarang. Naceur, Sammy. (2003). The Determinants Of The Tunisian Banking Industry Profitability : Panel Evidence. ERF Research Fellow. Departement Of Finance, Universite Libre de Tunis. Italia. Nopirin. (2008). Ekonomi Moneter (buku 1). Edisi 4. Yogyakarta : BPFE. Payamta, Machfoedz. (1999). Evaluasi Kinerja Perusahaan Perbankan Sebelum dan Sesudah menjadi Perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta (BEJ). KELOLA, No.20/VII/1999, pp.55-67. Yogyakarta : YKPN. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 Perihal Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Jakarta, 2004. Riyadi,Slamet. (2006). Pengantar Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Siamat, Dahlan. (2006). Manajemen Lembaga Keuangan: kebijakan moneter dan perbankan(edisi kelima). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Syofyan, Sofriza. (2002). Pengaruh Struktur Pasar Terhadap Kinerja Perbankan di Indonesia, Media Riset Bisnis dan Manajemen. Vol.2. No.3. Desember, pp.194-219. 139 Sudarini. (2005). Penggunaan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Laba Pada Masa yang Akan Datang. Jurnal Akuntansi. Vol.XVI. No.3. Desember. Sri, Mintarti. (2007). Implikasi Proses Take Over Bank Swasta Nasional Go Public Terhadap Tingkat Jesehatan dan Kinerja Bank. Thesis. Universitas Merdeka. Malang. Surat Edaran B.I no.13/30/dpnp tahun 2011 Tentang Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar. Timothy W.& S.Scoot .(2010). Bank manangemen. 7th ed. Ohio : Mason. Umar, Husein. (2004). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Edisi 6. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Undang-undang Republik Indonesia (1992). No.7/UU/1992. Tentang Perbankan. Jakarta. Undang-undang Republik Indonesia (1998). No.10/UU/1998. Tentang Perbankan. Jakarta. Werdaningtyas, Hesti. (2002). Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Bank Take Over Di Indonesia. Thesis. Universitas Dipenogoro. Semarang. Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru & A. Totok Budi Santoso. (2000). Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat. Yigremachew. (2008). Determinant of Private Bank Profitability in Ethiopia Panel Data, Ethiopia. 140 KETENTUAN PENULISAN JURNAL 1. Substansi Artikel. Artikel yang diserahkan merupakan tulisan ilmiah dengan desain kuantitatif maupun kualitatif berupa: studi pustaka, studi empiris, ataupun studi kasus, sebagai hasil pengembangan Ilmu Keuangan, Pasar Modal, Investasid dan Perbankan termasuk Risiko. Artikel yang disumbangkan adalah artikel orisinil yang belum pernah dipublikasikan di media lain dan menggunakan pustaka acuan mutakhir, proposi terbitan 15 tahun terakhir. 2. Gaya penulisan. Artikel ditulis dengan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang baku. Artikel memuat judul, nama penulis beserta keterangan dan alamat kerja yang jelas. Penulisan abstrak dibatasi maksimum sampai 300 kata, untuk artikel Indonesia, abstrak ditulis Inggris dan sebaliknya, disertai kata kunci (ketword). Bagian utama artikel ditulis dengan sistematika: Pendahuluan, Tujuan Penelitiani, Tinjauan Teori, Metodologi, Analisis dan Pembahasan, Kesimpulan, Saran, Daftar Pustaka. Setiap judul baik suib judul tulisan perlu diberikan HURUF TEBAL SEMUA. Penyajian Gambar, tabel, bagan, dan pendukung lain harus disertai dengan nomor urut, judul, dan sumber yang konsisten. 2.1 Contoh Daftar Pustaka Liu Pu, Stanley, Smith D, Syed, Azmat A. (1990). Stock Price Reactions to Wall Street Journal's Securities Recomendation, Journal of Financial and Quantitative Analysis (JFQA), Vol.25, No 3, Published by University of Washington School of Business Administration. Manurung, Adler Haymans, (2011). Metode Riset: Keuangan, Investasi dan Akuntansi Empiris, PT Adler Manurung Press, Jakarta. 3. Seleksi Artikel. Artikel yang masuk ke redaksi akan diseleksi dan direview oleh anggota dewan redaksi dan ada kemungkinan untuk diedit dan/atau dikembalikan untuk diperbaiki dan/atau dilengkapi. Artikel yang tidak dimuat tidak dikembalikan. Artikel yang dimuat merupakan hak redaksi dan dapat ditampilkan dalam media lain untuk akademik. Isi artiker di luar tanggung-jawab redaksi. 4. Penyerahan Artikel. Artikel yang akan dimuat dapat dikirim/diserahkan berupa print-out ketikan dan dalam bentuk file Microsoft Word yang bisa dibuka dengan baik. Artikel dicetak pada kertas A4 atau folio, spasi ganda, huruf dengan Times New Roman 12, dimana jumlah halaman 15- 45 halaman. Adapun alamat Redaksi Jurnal sebagai berikut: Redaksi Jurnal Pasar Modal dan Perbankan Staff Sirkulasi & Administrasi Deasy Sinurat Editorial Office Redaksi Jurnal Pasar Modal dan Perbankan Komplek Mitra Matraman A1/17 JL.Matraman Raya No.148 Jakarta Timur 13130 Telp. (62-21) 70741182, 85918040 Ext.140; Fax. (62-21) 85918041 Email : [email protected] http://www. adlermanurungpress.com/journal/index-journal.php 140