Perilaku Asam-Asam Organik Meracun Pada

advertisement
TINJAUAN
PUSTAKA
Pengertian, Klasifikasi, dan Penyebaran Tanah Gambut
Pengertian
Tanah gambut
adalah tanah yang berlapisan gambut atau
sepuk yang cukup tebal, yang merupakan hasil pengendapan
bahan organik sedenter (pengendapan setempat), yang terutama
terdiri atas sisa jaringan tumbuhan yang menumbuhi dataran
rawa
(Notohadiprawiro, 1986).
Menurut Paramananthan dan
Eswaran (1981), suatu tanah dianggap sebagai tanah gambut,
jika ketebalan lapisan-lapisan tanah gambut secara kumulatif
lebih besar dari 50 cm dari ketebalan total satu meter.
Tanah gambut (peat soil) dapat dibedakan dari tanah sepuk
(muck soil),
berdasarkan
kat dekomposisi.
kandungan bahan organik dan ting-
Pada tanah
sepuk
dekomposisi bahan orga-
niknya telah berjalan cukup jauh, sehingga bentuk jaringan
aslinya sudah tidak nampak lagi dan sedikit banyak telah
memperoleh kenampakan serba sama (homogen).
Sedangkan pada
tanah gambut bahan organiknya belum mengalami perombakan yang
jauh (Notohadiprawiro, 1986).
Menurut klasifikasi sistem Pusat Penelitian Tanah Bogor
(1983) tanah gambut disebut juga Organosol, merupakan tanah
yang mempunyai horison H (organik) setebal 50 cm atau lebih
atau kumulatif 50 cm di dalam 80 cm dari lapisan atas, atau
kurang bila terdapat lapisan batu atau fragmen batuan yang
berisi bahan organik diantaranya.
Menurut
Soil
tanah organik
Survey Staff (1990) yang dimaksud dengan
(Histosol), yaitu tanah dengan sifat-sifat
sebagai berikut:
1.
Kandungan
C-organik lebih dari 12 persen
mineral
tidak
persen bila
mengandung
liat, atau
bila
bagian
lebih dari
bagian mineral mengandung 60 persen
18
liat,
dan tebalnya mencapai:
a, 10 cm atau kurang bila
terdapat di atas kontak
atau para litik, dengan catatan bahwa tebal
bahan organik
bal
dari
litik
lapisan
tersebut paling sedikit 2 kali lebih te-
lapisan mineral di atas kontak
litik dan
paralitik.
b. tidak diperhatikan ketebalannya bila lapisan bahan organik tersebut terdapat di atas bahan-bahan fragmental
(kerikil, kerakal, batu-batuan
rongga diantaranya terisi bahan
2. Mempunyai lapisan
permukaan
dengan bahan
lepas) di mana ronggaorganik,
organik
tinggi di mana
(batas atas) dari lapisan tersebut terdapat pa-
da kedalaman kurang dari 40 cm dan
a. mempunyai salah satu ketebalan berikut:
I).- 60 cm atau
lebih bila kandungan serat
ganik kasar) meliputi
bila
3/4
(bahan or-
volume atau lebih atau
kerapatan jenis dalam keadaan lembab kurang
dari 0.1 g/cc.
2). 40
cm atau lebih jika
a. lapisan bahan organik
dari
6 bulan
drainase
.
tersebut jenuh air lebih
atau telah diadakan
perbaikan
b. bahan organik terdiri dari bahan organik halus
(saprik) atau bahan organik sedang (hemik) atau
bahan fibrik (kasar) kurang dari 2/3 volume dan
kerapatan
jenis dalam
keadaan lembab 0.1 g/cc
atau lebih dan
b. mempunyai kandungan bahan organik
tinggi, yang
1). tidak terdapat lapisan tanah mineral
atau lebih, baik
di permukaan
setebal 40 cm
ataupun yang batas
atasnya terletak pada kedalaman kurang dari 40 cm.
2). tidak mempunyai lapisan tanah mineral, yang
nya secara kumulatif 40 cm dan terletak pada
tebalkeda-
laman kurang dari 80 cm.
Adapun ketentuan kandungan bahan
organiknya disajikan dalam
Gambar 1.
Pengertian taraf dekomposisi
bahan
tanah gambut yang
lebih jelas dikemukakan oleh Boelter (1969,
Adhi, 1988).
dalam Widjaja-
Yang dimaksudkan dengan fibrik adalah bahan
organik tanah yang sangat sedikit terdekomposisi, yang mengandung serat sebanyak 2/3 volume.
Bobot isi dari fibrik
adalah lebih kecil dari 0.075 g/cm3 dan kandungan air tinggi
jika tanah dalam keadaan jenuh air.
Saprik adalah bahan
organik yang terdekomposisi paling lanjut, yang mengandung
serat kurang dari 1/3 volume.
Bobot isi dari saprik adalah
lebih besar dari 0.195 g/cm3.
Sedangkan hemik adalah bahan
organik yang mempunyai tingkat dekomposisi antara fibrik dan
saprik, dangan bobot isi 0.075-0.195 g/cm3.
-
Bahan tanah organik
.35
h
dP
-
Y
.
0
-
-15
2
%
03
Bahan tanah mineral
t;r
-
I
t
C
10
20
1
30
n
1
40
50
5
3M
Kadar Liat (%)
Gambar 1.
Syarat kadar bahan organik atau C-organik
untuk bahan organik tanah (Soil Survey Staff,
1975).
Klasifikasi
Menurut klasifikasi sistem Pusat Penelitian Tanah Bogor
(1982), tanah gambut yang disebut juga tanah organosol ini
dipilahkan lagi menjadi
macam
tanah.
Organosol
kategori yang lebih rendah yaitu
Terdapat tiga macam tanah organosol yaitu: (a)
Fibrik, ialah tanah organosol yang didominasi oleh
bahan fibrik sedalam 50 cm atau berlapis sampai
80
cm dari
permukaan, (b) Organosol Hemik, ialah tanah organosol yang
didominasi oleh bahan hemik sedalam
sampai
80
50
cm atau berlapis
cm dari permukaan, dan (c) Organosol Saprik, ialah
tanah organosol selain
Organosol Fibrik maupun Hemik, yang
umumnya didominasi oleh bahan saprik.
Menurut sistem FAO/Unesco
tanah Histosol.
(1974) tanah gambut disebut
Jenis tanah Histosol dipilahkan lagi menjadi
3 macam yaitu: (a) Gelic Histosol, (b) Distrik Histosol, dan
(c) Eutrik Histosol. Gelic Histosol ialah tanah Histosol yang
mempunyai sifat permafrost sampai kedalaman 200 cm dari
permukaan.
nyai
Distrik Histosol ialah tanah Histosol yang mempu-
pH (H20) kurang dari 5.5, sekurang-kurangnya pada bebe-
rapa bagian lapisan tanah antara 20 dan 50 em dari permukaan.
Eutrik Histosol ialah tanah Histosol lain yang tidak termasuk
Gelic dan Distrik Histosol dan umumnya mempunyai pH (H20) lebih dari pH Distrik
Histosol (>5.5) dan KB > 50%.
Tanah gambut menurut
sistem Soil Taxonomy/USDA (1990)
termasuk dalam ordo Histosol.
Berdasarkan sistem ini ordo
Histosol dipilahkan lagi menjadi 4 Subordo yaitu: (1) Subordo
Folist, (2) Subordo Fibrist, (3) Subordo Hemist, dan (4) Subordo Saprist.
1. Subordo Folist merupakan Histosol yang tidak
air
pernah jenuh
lebih dari beberapa hari yang diikuti oleh hujan de-
ngan curah hujan yang tinggi dan
a. mempunyai kontak litik atau
dari permukaan
paralitik kurang dari 1 m
atau mempunyai/terdapat
batuan
atau
fragmen batuan yang terisi bahan organik lebih dari
setengah.
b. kurang dari 3/4 dari tebal lapisan organik terdiri dari
serat sphagnum.
2. Subordo Fibrist:
a. Histosol yang
didominasi oleh fibrik dalam subsurface
tier atau lapisan organik yang didominasi oleh fibrik
baik
subsurface tier maupun surface tier
mineral
batas
kontinu setebal 40 cm
atau
jika lapisan
lebih mulai pada
kedalaman bagian bawah permukaan atau
b. mempunyai timbunan permukaan yang
dari volumenya terdiri dari
menumpang
3/4
nya atau lebih
serat sphagnum dan yang
di atas kontak litik dan paralitik, bahan
pecahan atau tanah mineral atau di atas batuan beku.
c. tidak mengandung horison sulfurik
yang batasnya
50 cm
dari permukaan dan tidak ada bahan sulfida (cat clay)
dalam 1 m dari permukaan.
3. Subordo
Hemist ialah Histosol yang:
a. didominasi oleh bahan
hemik dalam subsurface tier jika
lapisan mineral kontinyu setebal 40 cm atau lebih mulai
pada kedalaman dari subsurface tier atau
b. mempunyai
horison
sulfurik yang batas
atasnya pada
50 cm dari permukaan atau mempunyai bahan sulfidik pada
kedalaman
1
m dari permukaan.
4. Subordo Saprist ialah Histosol yang sukar dimasukkan dalam
Subordo Folist, Fibrist, dan Hemist.
tingkat perombakan sudah
Umumnya
mempunyai
lanjut (Sapric) dengan nilai C/N
rendah dan dianggap sudah matang.
Sedangkan menurut
Driessen dan Soepraptohardjo (1974),
tanah gambut dipilahkan berdasarkan faktor pembentukkannya
yaitu: (1) gambut ombrogen yang terbentuk terutama karena
pengaruh curah hujan yang airnya tergenang, dan (2) gambut
topogen, yang terbentuk terutama karena pengaruh topografi.
Tanah
gambut di Indonesia menurut
terdiri dari
Darmawijaya (1980)
Tropofolist, Tropofibrist, Tropohemist, dan
Troposaprist, yang dipilahkan atas dasar tingkat dekomposisi
gambut, serta Sulfihemist dan Sulfohemist yang dibedakan atas
dasar pH (H20) atau kandungan piritnya.
Pemilahan tersebut
menunjukkan bahwa status kesuburan yang rendah lebih dominan
pada Tropofolist dan Tropofibrist, sedangkan kernasaman dan
kandungan sulfat yang tinggi lebih dominan pada Sulfihemist
dan Sulfohemist.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
secara alami tanah gambut yang relatif lebih baik adalah
Tropohemist dan Troposaprist.
Khusus untuk tanah gambut di
Sumatera Selatan sebagian besar termasuk Typic Tropohemist,
Terric Tropohemist dan Sulfihemist tetapi di Riau adalah
Typic Tropofibrist lebih umum dijumpai (Hardjowigeno dan
Rachim, 1987).
Lebih lanjut pengertian dari jenis tanah di
atas dijelaskan menurut Soil Taxonomy/USDA (1990).
Typic Tropofibrist adalah tanah organik dengan tingkat
dekomposisi fibrik dan tidak mengandung bahan sulfidik pada
kedalaman kurang dari satu meter serta mempunyai perbedaan
kurang dari 5
OC
antara temperatur tanah rata-rata musim
panas dan musim dingin pada kedalaman 30 cm.
Tanah ini
berbahan organik kontinu melebihi 130 cm.
Typic Tropohemist adalah tanah organik dengan tingkat
dekomposisi sedang (hemik) dan tidak mengandung bahan sulfidik pada kedalaman kurang dari satu meter
perbedaan kurang dari 5
OC
serta mempunyai
antara temperatur tanah rata-rata
musim panas dan musim dingin pada kedalaman 30 cm.
berbahan organik kontinu melebihi 130 cm.
Tanah ini
Terric Tropohemist adalah Tropohemist yang mengandung
lapisan bahan mineral setebal 30 cm atau lebih, yang batas
atasnya di dalam penampang kontrol tanah di bawah tier permukaan.
Terric Sulfihemist adalah tanah organik dengan tingkat
dekomposisi sedang (hemik) dan mempunyai bahan sulfidik pada
kedalaman kurang dari satu meter.
Tanah ini mempunyai lapi-
san mineral setebal 30 cm atau lebih, yang batas atasnya di
dalam penampang kontrol di bawah tier permukaan.
Penyebaran
Di Indonesia, tanah gambut terdapat di
pantai Timur
Sumatera, pantai Selatan dan Barat Kalimantan, pantai Selatan
Irian, dan sedikit Sulawesi, Maluku, dan Jawa yang dapat
dilihat pada Gambar 2 (Polak, 1975).
Tanah gambut
dapat dipilahkan menjadi gambut yang ter-
bentuk dalam suasana di luar pengaruh luapan air pasang laut,
yang disebut sebagai gambut pedalaman dan yang dipengaruhi
luapan pasang air laut, yang disebut sebagai gambut pantai.
Penyebaran kedua kelompok gambut di Sumatera dan Kalimantan
adalah berturut-turut 7,612 dan 6,198 juta hektar gambut
pedalaman dan 1,263 dan 0,325 juta hektar gambut pantai
(Pusat Penelitian Tanah, 1981).
Menurut
Driessen
gambut di Indonesia
diperkirakan
dan Soepraptohardjo (1974), tanah
yang
menempati
termasuk
luasan
kedalam ordo Histosol,
sebesar
27
juta hektar.
Notohadiprawiro (1986) memperkirakan bahwa luas tanah gambut
pada
lahan pasang
surut di
Indonesia lebih kurang 7 juta
hektar.
Luas hamparan gambut pantai dan dekat pantai menurut
Euroconsult (1984) ialah 8,8 juta hektar. Sedangkan menurut
Soekardi dan Hidayat (1994) luas total tanah gambut
adalah
18,264 juta hektar.
Angka-angka taksiran luasan tanah gambut adalah berbedabeda.
Hal ini disebabkan karena kriteria penciri gambut yang
dipakai oleh berbagai pihak juga berbeda-beda.
Adapun krite-
ria yang dipakai Driessen dan Soepraptohardjo adalah ketebalan lapisan gambut lebih dari 50 cm dan kadar bahan organik >
55 %.
Sedangkan Euroconsult menggunakan kriteria ketebalan
gambut 2m atau lebih.
Ciri Kimia Tanah Gambut
Kedalaman gambut dan tanah mineral yang ada di bawahnya
sangat menentukan komposisi kimia tanah-tanah gambut.
Ting-
kat kesuburan lapisan atas dari gambut dalam adalah lebih
miskin unsur hara esensial daripada lapisan atas dari gambut
dangkal.
Tanah gambut yang berkembang di atas pasir kuarsa
adalah miskin hara esensial dibandingkan dengan tanah gambut
yang berkembang di atas lempung
(Widjaja-Adhi, 1988).
(loam) dan liat
(clay)
Didasarkan pada status.hara, Fleischer
(dalaa Driessen dan Soepraptohardjo, 1974) memilah gambut
menjadi tiga golongan yaitu: (I) gambut eutropik yang subur,
(2) gambut mesotropik dengan kesuburan sedang, dan (3) gambut
oligotropik sebagai gambut miskin.
Penggolongan tersebut
didasarkan pada kandungan Nitrogen (N), Kalium (K), Fosfor
(P), Kalsium (Ca), dan kadar abunya, seperti yang disajikan
pada Tabel 1 yang kemudian dimodifikasi oleh IPB (1976) berdasarkan pH, N total, P tersedia, dan K tersedia seperti
tertera pada Tabel 2.
Tabel
1.
Kriteria kimia dari gambut eutropik, rnesotropik dan oligotropik menurut Fleischer
(dalam Driessen dan Soepraptohardjo, 1974).
Berat,keringbahan ( % )
5'2'
N
K2°
CaO
Abu
--
Eutropik
2.5
0.25
0.10
4.00
10
Mesotropik
2.0
0.20
0.20
1.00
5
Oligotropik
0.8
0.05
0.03
0.25
2
Tabel
2.
Kriteria penilaian tingkat kesuburan tanah
gambut (Team IPB, 1976).
Kriteria penilaian
Sifat tanah
Rendah
N-total
Sedang
Tinggi
(%)
P-tersedia (ppm)
Tanah gambut di Indonesia sangat beraneka ragam tingkat
kesuburannya, yaitu dari miskin sampai sangat kaya.
Gambut
pantai yang umumnya merupakan gambut topogen sebagian besar
tergolong kedalam eutropik atau mesotropik, karena memperoleh
tambahan unsur lain dari luar yaitu yang dibawa oleh air
pasang.
Sedangkan gambut pedalaman yang pada umumnya meru-
pakan gambut ombrogen termasuk kedalam oligotropik (Polak,
1975).
Kemasaman
Tanah gambut di Sumatera
Selatan dari beberapa lokasi
pengamatan mempunyai pH (H20) yang bervariasi dari rendah
(2.8) sampai tinggi (6.6)
a am pi ran 1).
Sebagian besar dari
daerah ini mempunyai tingkat kemasaman rendah sampai sedang.
Kemasaman pada tanah gambut berhubungan dengan konsentrasi
ion H+ dan asam-asam organik.
Demikian juga yang dikemukakan
oleh Notohadiprawiro (1986), bahwa tanah gambut yang berasal
dari
Delta Pulau Petak mempunyai
pH (H20) yang bervariasi
antara 2.0-6.5 dengan sebaran 4% agak masam (5.5-6.5),
36%
masam (4.5-5.5), 30% sangat masam (3.5-4.5), 24 % luar biasa
masam (2.5-3.5) dan 6% di bawah 2.5.
Atas dasar pendapat
Lukas (dalarm Follet et al., 1981) bahwa pH ideal untuk tanahtanah Histosol dan mungkin juga untuk Oxisol dan Ultisol
adalah 5.0-5.5, maka sebaran di atas menunjukkan bahwa paling
banyak hanya 40% dari tanah gambut mempunyai pH yang tidak
atau kurang bermasalah.
Menurut Widjaya-Adhi (1988) bahwa kemasaman tanah gambut
makin tinggi dengan sernakin tebal lapisan gambutnya.
Pada
ketebalan lapisan gambut antara 0.5-1.0, 1.0-2.0, 2.0-3.0,
dan di atas
3 m
mempunyai
pH (H20) tanah lapisan atas (0-
30 cm) masing-masing antara 3.63-4.93, 3.45-4.15,
3.37-4.17,
dan 3.36-3.92.
Kapasitas Tukar Kation dan Kejenuhan Basa
Tanah-tanah gambut di Sumatera
Selatan mempunyai nilai
kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi antara 32.8-166.2 me
per 100 g tanah berat kering mutlak. Sedangkan kejenuhan basa
(KB) antara rendah sampai tinggi yaitu 3.8-100% (Lampiran 1).
Nilai KTK ini berhubungan dengan daya sangga tanah terhadap
perubahan pH, di mana semakin tinggi KTK semakin banyak pula
bahan penetral yang dibutuhkan untuk meningkatkan pH hingga
nilai tertentu.
Kapasitas tukar kation sangat ditentukan
oleh fraksi lignin yang relatif stabil dan oleh bahan-bahan
humik.
Bahan-bahan humik tersebut meliputi asam-asam hidro-
pilik dan asam humat serta asam fulfat, dan merupakan bahan
yang penting karena bahan-bahan humik tersebut membentuk
kompleks yang stabil dengan ion-ion logam, yang disajikan
pada Tabel 3.
Nilai kejenuhan basa (KB) menunjukkan keadaan penyediaan
basa-basa bagi tanaman, di mana tingkat kritik KB sebesar 30
persen (Halim dan Soepardi, 1987).
bervariasi antara 3.8-100%
Dengan nilai KB yang
(Lampiran I),
maka
tanah ini
sebagian besar memerlukan upaya untuk meningkatkan nilai KBnya, baik dengan penambahan basa-basa ataupun dengan menurunkan nilai KTK-nya.
Tabel 3.
Kandungan beberapa komponen organik
tanah
gambut dalam di Indonesia dan karakteristik
kapasitas tukar kationnya (Driessen, 1978).
Komponen
organik
KTK
(me/100g)
2.0
100
0.2
-
10.0
70
Lignin
64.0
-
74.0
240
Bahan-bahan humik
10.0
-
20.0
400
Hemiselulosa
1.0
Selulosa
-
< 5.0
Lain-lain
Bahan organik (gambut)
100
190-270
Status Hara
Kandungan
hara tanah
gambut
dari
beberapa lokasi di
Sumatera Selatan disajikan pada Lampiran 1. Kandungan N tanah
gambut tersebut terrnasuk tinggi, yaitu antara 0.5-4.17
sen.
Kandungan C-organik antara
kriteria tinggi.
17.47-90.50,
per-
yang termasuk
Sedangkan nisbah C/N tanah antara 19-57.
Kandungan N-total yang tinggi tidak berarti bahwa ketersediaan unsur N
rut
Tisdale
untuk pertumbuhan tanaman juga tinggi.
dan Nelson (1975), bahwa ketersediaan
N
Menudalam
tanah, selain ditentukan oleh jumlah N-total tanah, juga berhubungan erat dengan kandungan bahan organik tanah terutama
tingkat dekomposisinya (C/N).
organik)
dan
Kandungan bahan organik (C-
nisbah C/N tinggi maka
ketersediaan
N
tanah
rendah.
Hal ini disebabkan sebagian N-tersedia digunakan
oleh mikroorganisme dalam perombakan bahan organik tersebut.
Kandungan P dan K tanah
gambut
daerah Sumatera Selatan
masing-masing antara 0-414 ppm P dan 0.06-2.194
tanah, yang termasuk rendah sampai tinggi.
me K/100 g
Namun sebagian
besar termasuk ke dalam kriteria rendah. Penilaian terhadap
status hara pada tanah gambut berdasarkan hara tersedia ini
adalah kurang tepat.
Hal ini disebabkan ekstraktan yang
digunakan hanya sesuai untuk tanah mineral, sedangkan untuk
tanah gambut metode pengekstrakan ini belum teruji.
Sebaik-
nya untuk menilai potensi kesuburannya digunakan hara total.
Kandungan unsur mikro pada tanah gambut umumnya terdapat
dalam jumlah yang sangat rendah, terutama Cu (Driessen dan
Soepraptohardjo, 1974; Ismunadji dan Soepardi, 1984).
Unsur
mikro pada tanah gambut terutama Cu dikhelat cukup kuat oleh
bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman.
Keterse-
diaannya bagi tanaman tergantung pada tingkat kestabilan atau
ke-larutan senyawa khelat tersebut.
Menurut Stevenson (1982)
kestabilan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama
sifat dan konsentrasi ion tersebut, reaksi tanah, berat molekul dan bahan organik tanah tersebut. Menurut Foth dan Ellis
(1988), lebih dari 99 % Cu dalam larutan tanah terdapat dalam
bentuk kompleks dengan bahan organik.
Hal
ini merupakan
faktor penting untuk dapat menerangkan terjadinya kekahatan
Cu dalam tanah gambut (Kanapathy, 1972).
Komposisi Kimia
Bentuk-bentuk gambut merupakan
suatu hasil akumulasi
sisa-sisa tanaman, yang mengandung banyak asam-asam yang
dapat dibebaskan selama proses dekomposisi.
Asam-asam ini
terdiri dari asam-asam alifatik sederhana sampai asam-asam
heterosiklik dan asam-asam aromatik.
Untuk lebih jelasnya
asam-asam organik yang terdapat dalam tanah disajikan pada
Tabel 4
.
Penjelasan asam-asam organik, terutama yang terma-
suk asam-asam alifatik volatil dan asam-asam fenol, akan
diberikan lebih rinci pada uraian di bawah ini.
Senyawa Fitotoksik pada Tanah Tergenang
Dekomposisi bahan
organik dalam
tanah
menghasilkan
sejumlah molekul-molekul sederhana dari bermacam-macam senyawa kompleks.
Banyak senyawa-senyawa ini dipandang sebagai
faktor pengembalian hara-hara tidak larut menjadi larut dan
tersedia bagi tanaman dan mikroorganisme.
Ada beberapa kemungkinan cara penghancuran bahan organik
.
dalam tanah.
Dekompisisi bahan organik seperti yang terjadi
dalam sisa-sisa tanaman dapat berlangsung di bawah kondisi
aerobik dan anaerobik, yang kemudian akan masuk ke dalam
proses metabolisme.
hilang secara cepat.
Di bawah kondisi aerobik senyawa ini
Jika kekurangan oksigen dan suplai
bahan organik yang mudah terdekomposisi cukup tersedia, maka
asam-asam lemak volatil dan asam-asam organik lainnya akan
terakumulasi.
Diantara senyawa-senyawa yang terbentuk di
bawah kondisi anaerobik adalah metana, etilen, asam-asam
asetat, asam laktat, asam butirat, asam format dan asam
Tabel 4.
Daftar sebagian asam-asam organik yang ada di
dalam .tanah (Tan, 1986).
'Asam organik
Formula
Asam asetat
CH3COOH
Asam propionat
CH3CH2COOH
Asam butirat
CH3CH2CH2COOH
Asam oksalat
HOOCCOOH
Asam suksinat
HOOCCH2CH2COOH
Asam aspartat
HOOCCH2CH(NH2)COOH
Asam tartarat
HOOCCH(OH)CH(OH)COOH
Asam fumarat
HO0CCH:CHCOOH
Asam benzoat
(C6H5)COOH
Asam sitrat
HOOC(CH2COOH)2COOH
Asam kumarat
'gH803
Asam ferulat
C10H1004
Asam hidroksibenzoat
C7H603
Asam piruvat
CH3COCOOH
Asam siringat
C9H1005
Asam vanilat
'gH8O4
Asam sinamat
'gH802
organik lainnya, yaitu senyawa fenolat.
Senyawa fenolat ini
meliputi asam siringaldehida, vanilin, asam p-hidroksibenzaldehida, asam ferulat, asam siringat, asam vanilat, asam phidroksibenzoat dan bermacam-macam asam amino serta produk
hancuran intermediat lainnya.
Sebagian besar dari senyawa-
senyawa ini telah ditunjukkan menjadi fitotoksik dalam percobaan laboratorium (Chapman, 1965 dalaa. patrick, 1971; Guenzi
dan McCalla, 1966; dan Wang et al., 1967).
pembentukan
Disimpulkan bahwa
senyawa fitotoksik sebagai hasil
dekomposisi
terutama berhubungan dengan penghancuran bahan organik yang
mudah terdekomposisi di bawah kondisi anaerobik.
Para pene-
liti tersebut merasa yakin bahwa kejadian dari bahan-bahan
fitotoksik ini di bawah kondisi tanah dengan aerasi yang baik
akan relatif jarang.
Penelitian pada tanah gambut terutama mengenai asam-asam
organik masih
dalam
organiknya saja.
taraf
penetapan kandungan asam-asam
Sedangkan penelitian tentang kinetika dan
pengaruh asam-asam organik pada tanah gambut terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman belum banyak dilakukan.
Penelitian
di Jepang menunjukkan bahwa kandungan asam
p-kumarat dalam bentuk bebas atau tidak terikat oleh bahanbahan lainnya dan matrik tanah di dalam tanah garabut yang
diambil pada kedalaman kurang dari 10 cm dari Shinshinotsu,
Hokkaido adalah 73 pg/g
(Katase, 1981a).
tanah berat kering mutlak
(BKM)
Pada tanah yang sama ditetapkan juga besar-
nya kandungan asam p-hidroksibenzoat, asam vanilat dan asam
ferulat berturut-turut adalah 11, 85, dan 53 pg/g tanah BKM
(Katase, 1981b).
Hasil penetapan yang lainnya dari
23
contoh tanah gambut
yang
berasal
dari
Hokkaido
terhadap
kandungan asam cis-4-hidroksinamat adalah 2-30 pg/g tanah BKM
dengan nilai rata-rata
18 pg/g
tanah BKM
(Katase, 1983).
Katase dan Kondo (1984) juga menetapkan kandungan beberapa
asam organik dari 24 contoh tanah gambut yang berasal dari
Asam-asam organik yang ditetapkan yaitu asam 4-
Hokkaido.
hidroksibenzoat, asam 3-metoksibenzoat, dan asam 3-metoksisinamat yang besarnya
didasarkan berat
berturut-turut adalah 6-68 pg/g
pg/g
tanah),
28-80
pg/g
tanah
kering
mutlak
tanah
tanah (nilai rata rata 37
(nilai rata-rata
54
pg/g
tanah), dan 8-30 pg/g tanah (nilai rata-rata 19 pg/g tanah).
Tadano et al. (1992) menetapkan kadar asam-asam fenolat
dari 5 contoh tanah gambut yang diambil dari Bacho,
5 contoh tanah gambut dari Daeng,
haila and;
haila and; 5 contoh tanah
gambut dari Muar, Malaysia; 2 contoh tanah gambut dari Ayer,
Malaysia dan 1 contoh tanah gambut dari Pontian, ~alaysia.
Hasil penetapan kandungan asam-asam fenolat pada tanah-kanah
gambut tersebut disajikan pada Tabel 5.
Kandungan rata-rata dari masing-masing asam fenolat
berkisar antara 0.4 pg/g untuk asam ferulat sampai 9.2 pg/g
untuk asam p-hidroksibenzoat.
Kadar masing-masing asam fen01
dalam pM/1 tanah yang dihitung berdasarkan bobot isi tanah
yang diperkirakan 0.28
+
0.11
Kadar tertinggi asam p-
hidroksibenzoat (148 pM/1 tanah), yang diikuti oleh vanilin
(36 pM/1 tanah), asam vanilat (32 pM/1 tanah), asam siringat
(23 1
tanah), asam p-kumarat
ferulat (2 pM/1 tanah).
antara 5
-
188 pM/1 tanah.
(13 pM/1
tanah), dan asam
Kadar total asam fenolat berkisar
Tabel 5.
Kandungan asam-asam fenolat dalam tanah gambut
yang diekstrak dengan acetonitril : air (3:l
v/v) (Tadano et al., 1992).
Kandungan
(pg/g tanah)
Jenis asam fenolat
Asam p-hidroksibenzoat
Asam vanilat
Vanilin
Asam siringat
Asam p-kumarat
Asam ferulat
p-Hidroksibenzaldehid
Total
Pembentukan Asam-asam Lemak Volatil
Pembentukan asam-asam
lemak
volatil atau asam-asam
karboksilat hasil dari dekomposisi bahan organik dalam tanah
telah menarik perhatian para peneliti sejak lama.
(1935 dalam Tsutsuki, 1984) melakukan
Acharya
inkubasi campuran
jerami padi dan tanah yang diikuti dengan pengamatan proses
dekomposisi jeraminya di bawah kondisi anaerobik.
Tahap
pertama dekomposisi adalah pembentukan asam-asam organik yang
cepat, diikuti
oleh pembentukan metana.
Hasil dekomposisi
yang terdeteksi 'adalah asam asetat, asam butirat,
metana.
~akajima
COz,
dan
(1960 dalam Tsutsuki, 1984) mendeteksi
asam-asam organik dalam tanah sawah dengan urutan asam asetat
> asam butirat > asam fumarat > asam propionat > asam valerat
> asam suksinat dan asam laktat.
Pembentukan produk-produk
gas dan asam lemak volatil dalam tanah tergenang hampir
seluruhnya karena bakteri anaerob fakultatif dan obligat.
Asam-asam
lemak volatil tersebut dapat terbentuk melalui
dekomposisi karbohidrat dan protein dalam tanah tergenang.
Asam piruvat adalah suatu metabolit terminal dari metabolisme
karbohidrat yang merupakan senyawa kunci di dalam proses
biokimia.
Asam piruvat adalah produk pertama dari proses-
proses degradasi, transformasi dan neosintesis
Scharpenseel, 1984).
tama
protein
(Neue dan
Dalam metabolisme protein, pertama-
dihidrolisis menjadi
asam-asam
amino, yang
selanjutnya dibentuk amoniurn, amin, sulfida, senyawa S volatill dan etilen.
Asam-asam lemak berantai panjang (terutama
asam iso-valerat) adalah produk yang unik dari asam-asam
amino.
Asam butirat yang dibentuk dari protein mempunyai
jumlah yang lebih besar dibanding dari karbohidrat.
Adapun
skema dekomposisi karbohidrat di dalam tanah tergenang disajikan pada Gambar 3
.
Sedangkan dekomposisi protein dalam
tanah tergenang disajikan pada Gambar 4.
Karbohidrat
C02
+
CH4
+
I
\
/
1
H23Asam piruvat ---+
Asam laktat ---+Asam propionat
C02
Gambar 3.
Asam asetat
Asam butirat
asam asetat
+
CH4
Skema dekomposisi karbohidrat di dalam tanah
tergenang (Yoshida, 1975).
Bsam asetat, yang diakumulasi dalam jumlah paling besar
diantara asam-asam organik dalam tanah-tanah tergenang dapat
diproduksi oleh bakteri anaerob fakultatif dan obligat melalui banyak tahap-tahap fermentasi karbohidrat.
biasanya ditransformasi melalui Asetil Co-A
Asam piruvat
dan Asetilfosfat
'i'
Protein
Asam-asam amino
*-
Senyawa S volatil
Gambar
4.
Skema dekomposisi protein di
tergenang (Watanabe, 1984).
dalam
tanah
menjadi asam asetat.
Suatu proses di mana C02 dikonversi
menjadi asam asetat juga diketahui dalam beberapa spesies
Clostridia (Doelle, 1975
Asam format,
dalam Tsutsuki, 1984).
diproduksi secara bersama-sama saat Asetil
Co-A diproduksi dari asam piruvat dan Coenzim A oleh bakteri
anaerob fakultatif yang termasuk ke dalam Enterobacteriaceae.
Jumlah yang dibentuk sangat kecil mungkin karena asam format
selanjutnya didekomposisi menjadi C02 dan HZ, kemudian C02
digunakan
dalam
sintesis
produk-produk
lain
seperti
asam
suksinat dan metana.
Asam butirat
dan asam ~ r o ~ i o n a t biasanya
,
diproduksi
bersama-sama dengan asam asetat oleh
Sacharolitic clostridia
dan Propionibacteria. Strain dari ~ropionibacteriuameningkat
dalam tanah sawah setelah penggenangan yang lama (Watanabe
dan Furusaka, 1980 dalam
Tsutsuki, 1984).
Pembentukan Asam-asam Fenolat
Komponen
bahan organik
yang
asam-asam fenolat adalah lignin.
utama dalam pembentukan
Pada tanah-tanah gambut
di
Indonesia mempunyai kandungan lignin yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah-tanah gambut yang terdapat di daerah
beriklim sedang (Driessen dan Suhardjo, 1976 dan Driessen,
1978).
Pembentukan asam-asam
fenolat dari bahan
yaitu melalui proses biodegradasi lignin.
biodegradasi tersebut,
cendawan adalah
organik
Di dalam proses
merupakan
golongan
yang dari organisme yang aktif dalam proses dekomposisi bahan
tersebut.
Adapun cendawan yang memegang peranan dalam proses
biodegradasi lignin antara lain Basidio-micetes tertentu atau
disebut dengan "White-root fungin, dan cendawan dari kelompok
Imperfecti yaitu Hendersonula stachybotrysatra, S-chartarum,
dan Aspergillus sydowi.
Beberapa
tingkat permulaan
biodegradasi
lignin oleh
cendawan dipandang sebagai kebalikan dari sintesis lignin.
Jadi tahap pertama mungkin melibatkan pembebasan komponen dilignol (guaiacylglycerol-B-coniferil eter
dan dehidrodico-
niferil eter) dan pembentukan unit-unit phenilpropan primer
Unit-unit phenilpropan tersebut kemudian mengalami
(C6'C3).
oksidasi pada kedudukan rantai samping untuk menghasilkan
bermacam-macam asam aromatik dengan berat molekul (BM) rendah
dan aldehida termasuk vanilin dan asam vanilat.
Umumnya
hasil biodegradasi lainnya adalah syringaldehida, asam syringat, p-hidroksibenzaldehida, asam p-hidroksibenzoat, asam
protokatekuik dan asam galik.
Senyawa-senyawa fenolat ter-
bentuk dengan transformasi beberapa cendawan yang terlibat
dengan kemampuan
aromatik
terbatas dalam pemecahan cincin-cincin
(Stevenson, 1982).
Proses biodegradasi
tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
lignin
Sedangkan rumus bangun
dari beberapa asam fenolat yang umum dijumpai dalam tanah
dapat dilihat pada Gambar 6.
Pengaruh Senyawa ~itotoksikterhadap Tanaman
Suatu
selang yang lebar dari pengaruh berbahaya senyawa
fitotoksik hasil
dilaporkan
dekomposisi
(Patrick, 1971).
bahan
organik
telah banyak
Pengaruh ini meliputi penundaan
atau penghambatan pertunasan biji, pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, perusakan pada
sistem perakaran, menghambat
jasad mikro
bahan lain
non-lignin
Fen01 aldehida
Asam fen01
Digunakan
Jasad mikro
-
-
i
digunakan jasad
mikro
dioksidasi
menjadi C02
'I
Polyfenol
4
Enzim
fenol-oksidase
v
Kuinon
Senyawa
amino
....
..............
:
Senyawa
amino
.
i
v
Asam fulvik
Gambar
5.
Degradasi senyawa lignin menjadi asam humik
(Stevenson, 1982).
0
I
COOH
COOH
~ s a mhidroksibenzoik
COOH
&am
COOH
Asam Galik
H3c09
qCO
Asam siringik
OH
Asam gentisik
CH
II
II
CH
CH
COOH
COOH
I
Gambar
Asam protokatekuik
COOH
vanilik
CH
H"Qo~
\
QoH
6.
I
IT
CH
I
COOH
Rumus bangun beberapa asam-asam fen01 yang
umum terdapat dalam tanah (Stevenson, 1982)
penyerapan unsur hara esensial, klorosis, layu dan mematikan
pertumbuhan tanaman.
Salah satu pengaruh yang lebih menarik
adalah pengaruh penghambatan yang cepat terhadap respirasi
ujung akar semaian.
Gambaran lain yang jelas adalah kepekaan
yang ekstrim dari akar-akar terhadap ekstrak fitotoksik, di
mana akar utama yang muncul sangat sensitif.
Pada daerah
apikal merestem sering berkembang secara abnormal menjadi
tidak berwarna dan kemudian mati.
Pengaruh senyawa-senyawa organik hasil dekomposisi bahan
organik terhadap metabolisme di dalam sel-sel tanaman, digambarkan di dalam model diagramatik
sederhana pada Gambar
Pengaruh senyawa-senyawa organik (bahan humik) terhadap
7.
proses-proses tersebut
diringkaskan
sebagai berikut: (1)
pengaruhnya terhadap permeabilitas membran dan karier-protein
dari
ion-ion yang mengakibatkan
lebih
cepat dan selektif
masuknya unsur-unsur esensial terhadap akar, (2) mengaktivasi
respirasi dan siklus Krebs dengan suatu konkomitan yang
meningkatkan dalam produksi ATP, (3) meningkatkan kandungan
klorofil dan
fotosintesis yang mengakibatkan
peningkatan
pembentukan ATP, asam-asam amino, karbohidrat, dan protein,
(4)
pengaruhnya terhadap sintesis asam nukleat di mana tidak
saja jumlah RNA
tetapi
juga transkripsi dari m-RNA dipenga-
ruhi, (5) pengaruh selektif terhadap sintesis protein yang
mempengaruhi
jumlah relatif dari enzim, ion karier, dan
struktur protein
yang dihasilkan, dan (6) pengaruhnya ter-
hadap
enzim,
aktivitas
sangat tergantung pada
menghambat
atau
enzim dan sumbernya.
menstimulasi,
Pengaruh net0
Respirasi
t----------- Dinding
f
Fosforilasi-Karbohidrat
I
Sel
I
I
I
t
Siklus Krebs
ATP
I
I
I
I
Fotosintesis
I
I
1
I
I
1
I
I
I
I
I
I
I Sintesis
I
I
t
1
I
I
I
I
1
I
I
I
I
I
I
I
I
I
i
I
1
I
I
I
I
I
I
I
I
r-RNA
I
1
Sintesis Protein
I
;
Enzim
A
Karier
Protein
1
A
I
1
t
I
I
1
I
I
I
Bahan-bahan
Gambar
I1
I
I
I
1
1
I
1
I
I
I
I
I
I
7.
Struktur
Protein
,
I
I
I
I
I
I
I
A
I
I
Humik
Diagram skematik sederhana dari pengaruh
langsung bahan-bahan humik terhadap metabolisme di dalam sel tanaman (Vaughan,
Malcolm, and Ord, 1985).
\
1
dari bahan humik terhadap pertumbuhan tanaman mungkin melibatkan interaksi dari serangkaian penghambat (inhibitor) dan
stimulasi biokimia (Vaughan et all 1985).
Pengaruh Asam-asam lemak Volatil terhadap Tanaman Padi
Dalam kondisi
tergenang atau anaerob, bahan fitotoksik
asam-asam lemak volatil rantai pendek (seperti asam asetat,
butirat, propionat) dan asam fenolat terakumulasi dalam kadar
fitotoksik (Harper dan Lynch, 1982).
Asam-asam tersebut
mengganggu pemanjangan akar dan menghambat pertumbuhan akar
dan tanaman bagian atas (Lynch, 1978).
Pengaruh meracun
dari asam-asam
alifatik terhadap per-
tumbuhan tanaman padi sebagian besar percobaan dilakukan
dalam
jangka pendek terhadap tanaman muda.
Takajima (1964)
melaporkan bahwa di persemaian tanaman padi akan mati dalam 3
minggu
jika ditumbuhkan dalam larutan kultur yang mengandung
6 mM asam asetat.
Rao dan Mikelsen (1977b) menemukan bahwa
semaian padi umur 14 hari akan mati dalam 2-3 hari jika
ditumbuhkan dalam larutan dengan konsentrasi 10 mM asam
asetat, asam propionat, dan asam butirat.
Namun dalam studi
lain walaupun ukuran tanaman berkurang besar, tanaman masih
bertahan setelah tumbuh selama 20 hari dalam larutan kultur
yang mengandung 40
mM
asam asetat dan asam butirat (Tanaka
dan Navasero, 1967).
Bahaya yang ditimbulkan
asam alifatik tergantung pada
jenis dan konsentrasi asam tersebut.
Pengaruh menghambat
pada tanaman padi di persemaian secara umum meningkat dengan
peningkatan berat molekul.
Urutan peningkatan nya yaitu asam
.
butirat > asam propionat > asam asetat > (Takajima, 1964;
Chandrasekaran dan Yoshida,
1973; dan Rao
1977a; Jackson dan John, 1980).
dan Mikkelsen,
Suatu contoh dari pengaruh
asam-asam tersebut terhadap pertumbuhan tanaman padi disajikan pada Tabel 6.
Tabel
6.
Pengaruh relatif penambahan 1.0 mM larutan
asam-asam alifatik yang berbeda
terhadap
berat tanaman padi yang ditumbuhkan pada
tanah (Chandrasekaran dan Yoshida, 1973).
Jenis asam
Berat tanaman
( % dari kontrol)
Asam format
Asam asetat
Asam propionat
Asam butirat
Selain
itu tingkat meracun asam asetat dan asam butirat
terhadap tanaman tergantung pada pH dari medium perakaran,
paling besar pada pH rendah (Tabel 7) dan kadang-kadang tidak
terjadi dalam tanah yang ditumbuhkan dalam media netral (Rao
dan Mikkelsen, 1977a; Jackson dan John, 1980).
Kadar minimum yang secara nyata mempengaruhi berat total
tanaman adalah rendah.
Kadar 1 mM dari asam asetat, asam
propionat, asam butirat dalam larutan kultur telah sedikit
menekan
Rao
akar
dan
atau mengurangi berat total tanaman (Takajima, 1964;
Mikkelsen,
setelah
1977a,b).
Pada
1 mM dan pH 3, panjang
7 hari hanya 40-50 % dari
kontrol.
Walaupun
.
Tabel 7.
Pengaruh relatif larutan hara yang mengandung
10 mM asam asetat atau asam butirat pada pH
yang
berbeda-beda terhadap berat seluruh
tanaman padi (Tanaka dan Navasero, 1967).
Berat tanaman ( % dari kontrol)
PH
Asam asetat
Asam butirat
akar diperpanjang untuk beberapa kali pada konsentrasi 5 mM,
beberapa ujung akar mati.
Pernbentukan akar-akar baru masih
berlanjut, sehingga berat akar kurang dipengaruhi daripada
panjang akar (Tabel 8).
Pada 10 mM perpanjangan akar dan
inisiasi sangat dihambat, khususnya pada pH rendah.
Pertumbuhan bagian atas tanaman padi jauh lebih sedikit
dipengaruhi oleh asam alifatik daripada pertumbuhan akar,
khususnya dalam
perpanjangan akar (Takajima, 1964; Rao dan
Mikkelsen, 1977a,b).
Menurut Gotoh dan Onikura
(1971)
asam butirat akan
menghambat perpanjangan dan pembentukan akar padi
1 x 10'~ sampai 2 x 10'~
dari 14 x
N.
pada kadar
dan asam asetat pada kadar lebih
Pengaruh penghambatan lebih menonjol pada
saat pemindahan bibit, pertunasan, dan keluarnya malai.
Tabel 8.
Pengaruh asam asetat terhadap pertumbuhan akar
atas
semaian tanaman
padi
dan
bagian
(dinyatakan sebagai % dari kontrol)(Takajima,
1964).
Bagian tanaman
~onsentrasiasam asetat (mM)
Panjang akar maksimum
81
Berat akar
85
Berat bagian atas
81
Penyerapan hara inorganik oleh tanaman padi dapat dihalangi dengan
adanya asam-asam organik, tetapi laporan-
laporan dalam literatur
tidaklah konsisten.
Kadar asam
asetat lebih dari 1 mM telah mengurangi kadar dan serapan P
dan K (Takajima, 1964; Rao dan Mikkelsen, 197733).
Namun
Tanaka dan Navasero (1967) menemukan bahwa asam asetat di
atas 40 mM tidak mempengaruhi kadar K dalam tanaman padi.
Asam propionat dan asam butirat
serapan K pada kadar 1 mM.
juga telah mempengaruhi
Kadar asam asetat lebih dari 10
mM juga menghambat serapan silikat (Si) (Takajima, 1964) dan
Mn (Tanaka dan Navasero, 1967).
Gejala defisiensi tidak
dapat terjadi dalam jangka pendek (Rao dan Mikkelsen, 1977b).
Relevansi
praktis
dari
pendek adalah kurang jelas.
hasil-hasil percobaan jangka
Dalam laporan, kadar fitotoksik
akan bemacam-macam selama periode pertumbuhan tanaman.
Hal
ini memungkinkan paling besar dalam tahap awal penggenangan
(Takai dan Kamura, 1966 d a l m Cannel dan Lynch, 1984).
Pengaruh Asam-asam Fenolat terhadap Tanaman Padi
Takajima (1964) mengemukakan
bahwa, bahaya terhadap
tanaman padi pada tanah gambut atau tanah-tanah yang diberi
bahan organik segar tidak hanya dapat diterangkan oleh asamasam lemak volatil, tetapi beberapa bahan toksik lainnya
dapat berpartisipasi dalam menimbulkan bahaya keracunan.
Asam-asam
organik
tinggi daripada
aromatik mempunyai toksisitas lebih
asam-asam
alifatik.
Pengaruh asam-asam
fenolat menunjukkan penghambatan sebesar 50 % terhadap pertumbuhan akar semaian padi pada kadar 0.6-3.0 IUM (Takajima,
1964).
Banyak peneliti menemukan kadar asam fenolat yang
lebih rendah yang mengakibatkan bahaya terhadap bermacammacam tanaman dengan selang 0.1 dan 0.01 mM (Takajima, 1964).
Kuwatsuka dan Shindo (1973) menetapkan asam-asam fenolat
yang terekstrak dengan campuran methanol dan 0.1
NAOH dari
jerami padi segar dan jerami padi yang terdekomposisi adalah
asam p-kumarat, asam ferulat, asam p-hidroksibenzoat, asam
vanilat, dan sejumlah kecil asam salisilat, asam siringat,
asam kafeik, asam sinapik, asam galik, dan asam gentisik.
Shindo dan Kuwatsuka (1978) menentukan kadar dari asamasam fenolat dalam 9 tanah sawah di Jepang antara 10-26 ppm
(rata-rata 21 ppm).
Kadar
asam-asam
fenolat
ini tidak
dipengaruhi oleh jerami padi yang dibenamkan setelah musim
tanam yang sebelumnya.
Kelihatannya asam-asam fenolat pada
tingkat ini dalam tanah sawah tidak mempengaruhi pertumbuhan
akar atau tanaman.
Shindo dan Kuwatsuka (1976) menganggap
kadar yang rendah dari asam-asam fenolat dalam tanah sawah
karena adanya proses pencucian.
Banyak asam-asam
fenolat merupakan racun bagi tanaman
pada kadar lebih besar dari pada 1 mM.
kadar yang lebih kecil dari 1 mM,
dapat merangsang pertumbuhan
Tetapi mungkin pada
beberapa asam-asam ini
tanaman
(Flaig, 1965 d a Z m
Hartley dan Whitehead, 1985).
Chandramohan et al. (1973) melaporkan bahwa asam sinamat
pada konsentrasi lebih besar dari 100 pM menurunkan pertumbuhan padi.
asam
Sedangkan Shindo et al.
p-hidroksibenzoat, asam
(1973) menemukan bahwa
vanilat
dan asam
p-kumarat
semuanya menghambat pertumbuhan semaian padi pada kadar lebih
dari 100 mg/l (640 pM) dalam kultur larutan.
Tadano et al, (1992) menyatakan bahwa asam-asam fenolat
seperti asam p-hidroksibenzoat, asam ferulat, asam vanilat,
asam siringat, dan asam p-kumarat yang terdapat dalam tanah
gambut mempunyai suatu efek meracun terhadap pertumbuhan
tanaman.
Kadar kritis asam p-hidroksibenzoat yang menghambat
pertumbuhan tanaman padi dalam kultur air adalah berkisar 0.5
mM.
Efek meracun asam fenolat yang meliputi derivat asam-
asam benzoat
(asam p-hidroksibenzoat, asam vanilat, asam
siringat) dan derivat asam sinamat (asam ferulat dan asam pkumarat) pada kadar 0.2 mM adalah berbeda.
Efek meracun asam
ferulat adalah paling tinggi, yang diikuti oleh p-kumarat >
vanilat
bahwa
=
siringat > p-hidroksibenzoat.
derivat-derivat
asam
Dengan kata lain
sinamat adalah
lebih meracun
daripada derivat asam benzoat.
Dari pengamatan terhadap akar
tanaman padi terlihat bahwa dalam setiap perlakuan asam-asam
fenolat, warna akar berubah kecoklatan dan pembentukan akar
terhambat.
Namun
derajat perubahan warna dan penghambatan
pembentukan akar yang disebabkan oleh
asam-asam
adalah berbeda antar jenis asam-asam fenolat.
fenolat
Penghambatan
pemanjangan akar lebih parah daripada pertumbuhan bagian atas
tanaman padi.
Efek asam p-hidroksibenzoat terhadap serapan hara tanaman padi yang ditumbuhkan dalam kultur air adalah berbeda
terhadap unsur-unsur hara yang berbeda (Kt Ca, P, Cut dan
Zn).
Kadar K dalam tanaman bagian atas dan akar tanaman
menurun dengan menurunnya kadar asam p-hidroksibenzoat.
Di
sisi lain, Ca tidak dipengaruhi oleh kadar asam fenolat. Efek
dari takaran asam p-hidroksibenzoat terhadap serapan P dan K
adalah sama dan efek terhadap serapan Mg adalah sama dengan
Ca.
Serapan K dan P sangat tergantung pada proses metabo-
lisme, sedangkan serapan Ca dan Mg sebagian besar tergantung
pada proses non-metabolik.
Jadi disimpulkan bahwa efek
penghambatan asam p-hidroksibenzoat terhadap serapan hara
disebabkan oleh penghambatan mekanisme serapan metabolik.
Kandungan Cu dan Zn dalam tanaman bagian atas menurun secara
bertahap dengan meningkatnya kadar asam fenolat.
Dalam
mekanisme efek penghambatan dari asam fenolat pada serapan Cu
dan Zn, tidak hanya penghambatan proses metabolik akan tetapi
juga disebabkan adanya
pembentukan kompleks antara asam
fenolat dengan Cu atau Zn (Tadano et al., 1992).
Efek asam p-hidroksibenzoat terhadap kehampaan biji pada
tanaman padi dalam kultur air yang diperkaya unsur hara telah
diteliti oleh Tadano et al. (1992).
Hasil yang diperoleh
adalah perlakuan asam p-hidroksibenzoat yang diberikan t e n s
menerus sampai panen dengan kadar > 0.1 mM menurunkan berat
kering tanaman bagian atas dan biji pada saat panen.
Penu-
runan yang terjadi, jauh lebih besar pada tanaman bagian atas
daripada biji padi.
Kandungan Cu dalam tanaman bagian
atas
pada semua perlakuan jauh lebih besar daripada batas kritisnya.
Batas kritis Cu yang telah ditetapkan di lapangan
adalah lebih kecil dari 2 ppm (Tanaka et al.,
1978).
Jumlah
daun bendera per tanaman meningkat pada perlakuan 0.1 mM phidroksibenzoat dibanding dengan perlakuan tanpa p-hidroksibenzoat.
Namun pada perlakuan p-hidroksibenzoat > 0.10 mM
menurun cukup besar (Tabel 9).
Tabel
Kadar asam
p-hidroksibenzoat
(a)
9.
Pengaruh asam p-hidroksibenzoat
terhadap
berat kering tanaman (jerami) dan kadar Cu
tanaman bagian atas (Tadano et al,, 1992).
Berat kering
jerami daun
bendera
(g/tanaman)
Berat kering relatif Kadar Cu
tanaman
bagian
jerami
daun
atas
bendera
.......
%
......
(P
P ~
Perubahan-perubahan
dalam
jumlah
biji matang, biji
hampa, dan biji total per tanaman juga terjadi dengan peningkatan kadar asam p-hidroksibenzoat dengan pola yang sama
seperti di atas (Tabel 10).
Tabel
Kadar asam
p-hidroksibenzoat
(a)
10.
Pengaruh asam p-hidroksibenzoat terhadap
jumlah biji per tanaman dan persentase
gabah hampa (Tadano et al., 1992).
Jumlah biji per tanaman
Matang
Hampa
Persentase gabah
hampa
Total
Persentase gabah hampa tidak berbeda antara perlakuan
0.10 mM asam p-hidroksibenzoat dengan tanpa asam p-hidroksi-
benzoat, tetapi terjadi penurunan dengan peningkatan kadar phidroksibenzoat > 0.10 mM.
kuan 0.25
dan 0.50
Penurunan gabah hampa pada perla-
mM p-hidroksibenzoat diduga disebabkan
oleh penurunan tingkat bahaya pada jumlah malai per tanaman
lebih besar dibandingkan dengan penurunan pada berat kering
tanaman. Jadi dapat disimpulkan bahwa asam fenolat seperti
asam p-hidroksibenzoat tidak menyebabkan kehampaan secara
langsung jika Cu diberikan secukupnya.
Pengaruh
Tanaman
Senyawa
Fitotoksik
terhadap
Proses
Fisiologis
Bahan-bahan humik di bawah kondisi tertentu dapat mempengaruhi pertumbuhan tanarnan.
Pengaruh langsung bahan-
bahan humik terhadap pertumbuhan tanaman dapat
mengganggu
proses-proses metabolisme seperti respirasi atau sintesis
asam nukleat atau protein (Vaughan dan Malcolm, 1985).
Pengaruh penting
yang disebabkan oleh fitotoksik hasil
dekomposisi bahan organik adalah perubahan permeabilitas sel
tanaman sehingga menyebabkan mengalirnya asam-asam amino dan
barangkali juga bahan-bahan lainnya ke luar sel (Tousson dan
Patrick, 1963).
Dalam tanah gambut, di mana bermacam-macam bahan fitotoksik ditemukan, aktivitas fisiologi akar akan tertekan oleh
bahan-bahan tersebut dan kemampuan mengoksidasi akar akan
menjadi
relatif
kecil, dan
akhirnya
intrusi yang
tidak
terhindar dari bahan-bahan reduksi tersebut ke dalam akar
(Takajima, 1964).
Lebih lanjut dikatakan bahwa bahan-bahan
fitotoksik tersebut dapat menghambat pemanjangan akar, penyerapan hara, dan oksidasi oleh akar.
Kinetika Senyawa ~itotoksikpada Tanah Tergenang
Kinetika asam asetat telah dipelajari oleh Tsutsuki dan
Ponnamperuma ( d d a m Tsutsuki, 1984) dengan menggunakan 3
jenis tanah yaitu Pila clayloam, Maahas clay, dan Luisiana
clay.
Ketiga jenis tanah tersebut diperlakukan dengan 3
macam bahan organik dan diinkubasi secara anaerobik pada suhu
20 dan 30 OC.
Kinetika asam-asam asetat dalam 3 tanah terge-
nang yang diperlakukan dengan jerami padi (0.25
%)
pada suhu
20 OC ditunjukkan pada Gambar 8.
Pada ~ i l aclayloam, jumlah
asam asetat yang terakumulasi pada periode penggenangan 2
minggu adalah paling besar.
Lamanya inkubasi (minggu)
Gambar
8.
Kinetika asam asetat pada 3 tanah tergenang
yang diberi jerami padi (0.25 % ) pada 20 OC
(Tsutsuki dan Ponnamperuma dalam T S U ~ S U ~
1984).
Kandungan
Fe-aktif rendah dan jumlah banyak bahan
organik yang mudah terdekomposisi dalam tanah diduga menjadi
penyebab akumulasi yang banyak dalam suatu periode inkubasi
yang pendek.
Pada Maahas clay, akumulasi asam-asam organik
adalah rendah pada kedua temperatur, jika bahan organik
ditambahkan ke dalam tanah.
Akumulasi asam-asam organik pada
minggu-minggu terakhir inkubasi, nilai tertinggi pada Lusisiana clay daripada tanah-tanah lainnya.
pupuk
hi jau ditambahkan ke
Jika jerami padi atau
tanah pada
20°c,
akumulasi
~ ,
ditunjukkan oleh 2 puncak
inkubasi.
pada minggu pertama dan keenam
~uisianaclay mempunyai liat berat dan
Fe-aktif yang besar.
kandungan
Puncak kedua menyatakan secara tidak
langsung bahwa asam asetat dapat berakumulasi
setelah seba-
gian besar Fe-aktif dalam tanah telah tereduksi (Tsutsuki dan
Ponnamperuma dalam Tsutsuki, 1984).
Kinetika
asam-asam
fenolat diteliti oleh Tsutsuki dan
Ponnamperuma (da2aa Tsutsuki, 1984) pada tiga tanah tergenang
jerami padi, kompos jerami
yang diperlakukan dengan 0.25%
padi, pupuk hijau pada dua temperatur (20 dan 35 OC).
Kadar
terbesar dari asam-asam fenolat berkisar antara 13.6 pmol/kg
tanah untuk asam p-hidroksibenzoat
dan 74.2
pmol/kg
untuk asam ferulat jika jerami padi ditambahkan.
Penambahan
0.25% pupuk hijau atau kompos sedikit mempengaruhi
trasi asam fenolat dalam tanah.
asam
fenolat pada
penggenangan
Setelah
2
asam-asam
pada
minggu
fenolat
Luisiana
kedua
suhu
setelah
ditunjukkan
penggenangan,
selalu
konsen-
Perubahan-perubahan
clay
lebih
2 dan
pada
konsentrasi
tinggi pada
tanah
6
kadar
minggu
Gambar
9.
masing-masing
20
OC.
Namun
perbedaan karena suhu dalam proses inkubasi adalah kecil.
Konsentrasi
asam
p-hidroksibenzoat
minggu inkubasi pada 22
35
OC
OC
meningkat
dan menurun pada 35
degradasi dari asam p-hidroksibenzoat
cepat daripada pembentukannya.
setelah
OC.
6
Pada suhu
mungkin lebih
Konsentrasi asam-asam fenolat
lainnya seperti asam vanilat, asam p-kumarat, asam ferulat,
asam
sinapat meningkat dengan meningkatnya periode
inkubasi
0 2
6
0 2
6
0
2
6
Lama inkubasi (minggu)
Gambar
9.
Kinetika asam-asam fenolat
pada
tanah
Luisiana clay yang diberi jerami
padi
(Tsutsuki dan Ponnamperuma dalam Tsutsuki,
1984).
pada kedua suhu.
Pada Luisiana clay konsentrasi asam fenolat
lebih tinggi pada 20
inkubasi.
OC
daripada 35
OC
setelah 2 dan 6 minggu
Namun, pada ~ i l aclayloam dan Maahas clay konsen-
trasi dari asam-asam fenolat lebih tinggi pada 35
6 minggu inkubasi.
OC
setelah
Lebih tingginya suhu mungkin menyokong
pembentukan asam fenolat dari jerami padi.
Pengaruh Unsur Mikro dan Natrium terhadap Tanaman Padi
Pengaruh unsur
konsisten.
mikro
dan Na pada tanah gambut tidaklah
Seng (Zn) mempunyai pengaruh yang lebih besar
terhadap jumlah anakan, hasil
jerami, biji tetapi tidak
menunjukkan pengaruh terhadap tinggi tanaman.
besar 10
-
Pemberian se-
40 kg/ha mempunyai pengaruh nyata terhadap jum-
lah anakan, hasil jerami, dan biji, sedangkan pemberian 5 kg
Zn/ha
dapat memperpendek umur tanaman.
Kematangan yang
lebih awal terutama dipengaruhi melalui pembungaan 2 minggu
lebih awal.
Namun
lamanya pengisian biji
tidak berubah
dengan pemberian Zn sekitar 24-32 hari tergantung varietasnya
(Duta et al,, 1987).
Ishaque et al. (1982) melaporkan bahwa
pemberian Zn sebesar 50-100 ppm secara nyata berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman padi, yang ditunjukkan oleh tinggi
tanaman, jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, dan
berat 1000 bi ji.
Coulter (1960 dalam Andriesse, 1974) mela-
porkan bahwa dalam percobaan pot dengan tanaman padi sawah,
pemberian tembaga (Cu), Zn, dan mangan (Mn) tidak memberikan
tanggapan atau tidak meningkatkan hasil.
Mungkin takaran
yang diberikan terlalu kecil yaitu 75 kg Cu-sulfat/ha, 25 kg
Zn-sulfat/ha, dan 25 kg Mn-sulfat/ha
atau kandungan unsur-
unsur tersebut dalam tanah gambut sudah cukup.
Pertumbuhan padi
pada
tanah gambut dari Bacho dan Kab.
Daeng, Thailand menjadi cukup baik hanya jika kapur dan unsur
mikro (Cu, Zn, dan B) ditambahkan ke dalam tanah.
Pertumbuh-
an tanaman yang hanya diberi kapur saja masih kurang baik.
Demikian juga persentase gabah hampa menjadi turun jika kapur
dan unsur mikro diberikan.
menjadi
penyebab
Kekurangan Cu dan/atau B diduga
pertumbuhan
hampa (Hara et al,, 1992).
tanaman
terhambat
dan
gabah
Penelitian di Malaysia
tentang pengaruh unsur mikro
terhadap pertumbuhan tanaman padi pada tanah gambut diperoleh
hasil
bahwa
kekurangan
hampa yang paling
Cu
mengakibatkan persentase gabah
tinggi (52.8 % ) yaitu 2 kali lebih besar
dari perlakuan lengkap (21.4 % ) . Persentase gabah hampa yang
tinggi pada perlakuan tanpa unsur mikro, juga disokong oleh
kekurangan Cu.
Kehampaan paling kecil terjadi pada perlakuan
tanpa B, walaupun pertumbuhannya lebih jelek daripada perlakuan lengkap (Tabel 11).
tanaman
pangan
Tabel 11.
Perlakuan
Secara
umum
kehampaan biji pada
disebabkan oleh ketidak seirnbangan hara yang
Pengaruh
unsur hara mikro terhadap komponen
hasil tanaman padi pada tanah gambut dari
Peninsular Malaysia (Ambak et al., 1992).
Jumlah
batang
/pot
- Mikro
7.5
-
Cu
6.5
-
B
10.0
-Mo
17.0
-Fe
16.0
-Mn
11.5
-Zn
17.0
Lengkap
16.0
Jumlah
bi ji
masak/pot
Jumlah
Kehampaan
bi ji
(%
hampa/pot
Berat
1000
biji
(9)
mempunyai hubungan erat dengan kekurangan Cu dan B.
Penyebab
kehampaan atau sterilitas pada kekurangan Cu berkaitan dengan
non-viabilitas serbuk sari atau sterilitas kepala putik.
Gejala-gejala kekurangan Zn dan Cu sangat jelas di tanah
gambut yang tergenang.
Kekurangan Cu ditandai dengan nekro-
tik pada ujung-ujung daun, tulang-tulang daun berwarna gelap
(Bidwell, 1979).
Pada kekurangan Cu yang serius, daun muda
menjadi layu dengan ujung daun berwarna putih, cabang-cabang
tidak dapat berdiri tegak (Salisbury dan Ross, 1978).
Keku-
rangan tembaga dapat mengakibatkan sterilnya bunga jantan dan
menghasilkan
1978).
bulir-bulir
kosong
tanaman
padi
(Driessen,
Gejala kekurangan Zn adalah pemutihan pada dasar daun
yang baru muncul dalam tahap yang dini (Mijnlief, 1983
Caldwell et a l , , 1986).
dalaua
Kekurangan seng juga dapat mempenga-
ruhi produksi biji dan tingkat kematangan (Castro, 1977 dalam
Caldwell et a l , , 1986).
Pengaruh
fisiologi dari
seng penting sekali dalam
sistem-sistem enzim yang dibutuhkan untuk sintesis protein.
Sedangkan tembaga berperan sebagai penyalur elektron dalam
sistem enzim dan diperlukan untuk
fotosintesis (Mijnlief,
.
Lebih lan jut di jelaskan
1983 d a l a r Caldwell et a Z , , 1986)
oleh Follet et al, (1981) bahwa
fungsi Cu dalam tanaman
sangat erat hubungannya dengan enzim.
mengandung Cu sebagai
diantaranya adalah asam
lakase,
Beberapa enzim yang
bagian dari sistem enzim tersebut
askorbat oksidase, fen01 oksidase,
diamin oksidase, sitokrom oksidase,
tirosinase
dan
plastosianin. Asam askorbat oksidase mengkatalisa oksidasi
asam askorbat (vitamin C) apabila oksigen tersedia.
mengoksidasi berbagai senyawa fenolik.
monofenol dan polifenol oksidase.
Lakase
Tirosinase mencakup
Aktivitas tirosinase ini
berperan penting dalam perkembangan tunas-tunas umbi kentang.
Plastosianin adalah suatu komponen protein dari rantai rantai
transfer elektron fotosintetik dan terdapat dalam kloroplas.
Disamping itu, Cu
juga berperan
dalam
reduksi nitrit
(Salisburry dan Ross, 1978; Bidwell, 1979).
Padi mempunyai
tinggi.
toleransi pada tingkat logam mikro yang
Padi adalah subyek keracunan Fe dan Mn di lahan
sawah, tetapi kadar yang mengakibatkan keracunan adalah
tinggi.
Sebagai contoh, padi dapat tumbuh baik pada 3000 pg
Mn/g bahan
pg Fe/g
1977).
tanaman.
Keracunan Fe dapat terjadi sekitar 3000
berat kering (Yoshida, 1970 dalam Wallace
et ale,
Pada percobaan tentang toleransi tanaman padi pada
berbagai logam mikro berlebih diperoleh hasil, pada kadar
2200 pg Zn/g, 44 pg Cu/g, 4400 pg Mn/g, dan 32 pg Pb/g berat
kering bagian atas tanaman muda tidak mempunyai pengaruh
merugikan terhadap hasil vegetatif.
Pada kadar 3160 pg Zn/g
berat kering menurunkan hasil sekitar 40 %.
Pada kadar 51 pg
Cu/g berat kering dan 94 pg Pb/g berat kering tidak menurunkan hasil-hasil vegetatif.
tinggi.
Padi toleran pada tingkat Cr yang
~oleransipadi pada tingkat logam-logam mikro yang
tinggi mungkin berhubungan dengan kadar P yang tinggi dalam
tanaman (Wallace et al., 1977).
-
Pada gambut
dengan
air
pantai dengan problem salinitas, pencucian
sungai menurunkan kadar elektrolit, terutama
kandungan khlorida (Cl) yang dapat mempengaruhi pembentukan
biji padi pada kadar 100-150 ppm.
Pernyataan ini berlawanan
dengan pengamatan terhadap petani di Kalimantan Selatan, di
mana kadang-kadang dapat mencapai produksi padi 2 kali lebih
pada gambut dangkal dengan pemberian 70 kg garam laut/ha.
Kemungkinan ion Natrium menduduki sisi pada kompleks pertukaran dari tanah dan mengakibatkan peningkatan ketersediaan
dari kation yang dijerap sebelumnya, atau mempunyai suatu
pengaruh antagonistik langsung dalam pengurangan kebutuhan
tanaman terhadap ion-ion yang ketersediaannya tidak cukup
(Driessen dan Suhardjo, 1976).
Pembentukan Kompleks Ikatan Organo-Kation
Bahan humik terdiri dari asam-asam fulvat dan asam
humat, yang merupakan senyawa amfoter.
Walaupun senyawa-
senyawa tersebut dapat bermuatan positif dan negatif namun
muatan negatif biasanya lebih penting daripada muatan positif.
Muatan negatif dalam
bahan humik dinyatakan dalam
kemasaman total, yang didefinisikan sebagai jumlah kandungan
gugus karboksilat dan fenolat.
Secara umum, dua gugus fung-
sional ini mengendalikan perilaku elektrokimia dari bahan
humik.
3.0,
Disosiasi proton dari gugus karboksil dimulai pada pH
dan molekul humik tersebut menjadi bermuatan negatif.
Pada pH < 3.0
molekul humik mempunyai muatan negatif yang
sedikit. Muatan
ningkat.
negatif
akan meningkat apabila pH tanah me-
Pada pH sama dengan 9 . O f
gugus fenolat juga mulai
melepaskan proton dan molekul humik mempunyai muatan negatif
yang tinggi.
Adanya muatan tergantung pH, muatan-muatan dari
molekul humik mampu melakukan berbagai macam reaksi kimia,
seperti erapan kation, pembentukan kompleks atau pengkhelatan
logam, dan interaksi dengan liat (Tan, 1994).
Secara praktikal dari setiap aspek kimia logam berat dalam tanah berhubungan dengan pembentukan kompleks dengan asam
organik.
Kation valensi ganda
(seperti cu2+,
mempunyai potensi untuk membentuk
molekul organik.
diikat
melalui
terutama
Sedangkan
oleh
zn2+, Mn2+)
ikatan koordinat dengan
kation monovalen ( ~ a +dan )'K
pertukaran
kation
secara
sederhana
pembentukan garam dengan kompleks COOH dari asam
karboksilat
(RCOONa dan RCOOK) dan kompleks OH dari asam
fenolat (Stevenson, 1982).
Menurut Tan (1993)
keefektifan asam-asam organik dalam
membentuk kompleks dan khelat tergantung pada
kimianya.
reaktivitas
Berdasarkan reaktivitasnya tersebut, asam-asam
organik dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: (1) asam
organik yang hanya dicirikan oleh gugus fungsional karboksilat (-COOH), yang
meliputi asam format, asam asetat, asam
butirat, asam propionat, dan asam oksalat.
Reaksi utamanya
adalah pengaruh kernasaman (H+) atau elektrostatik, dan ( 2)
asam-asam organik yang dicirikan oleh adanya gugus fungsional
karboksilat (-COOH) dan fenolat (-OH) yang
asam humik dan fulvik.
meliputi asam-
Asam-asam ini dapat membentuk berma-
cam-macam reaksi termasuk ikatan kompleks dan khelat.
Komposisi gugus-gugus
fungsional dari asam-asam humik
pada gambut tropika adalah sama dengan gambut dari Jepang,
kecuali bahwa kandungan gugus hidroksi alkoholik dari gambut
tropika > gambut dari Jepang (Tabel 12).
Gugus karboksilat,
karbonil, hidroksil fenolik, hidroksil alkoholik dari asam
humik pada gambut tropika berturut-turut berkisar dari 2.9
5.1, 1.0
-
5.3, 0.03
Tabel 12.
-
1.1, dan 3.1
-
23.5 me/g.
Komposisi gugus fungsional
(Yonebayashi, 1992).
Gugus fungsional
pada tanah gambut
Thailand
Malaysia
COOH (me/g)
3.93
3.32
2.96
COOHs (me/g)
1.13
0.51
0.34
C = 0 (me/g)
1.71
2.07
1.77
Phe. OH (me/g)
0.51
0.81
0.62
8.71
4.5
Alc. OH (me/g)
Dengan
12.0
-
Jepang
memperhatikan atau melihat pembentukan kompleks
dan hara tanaman, logam-logam dapat dibagi dalam 3 kelompok,
yaitu:
(1) logam-logam yang
esensial bagi
tanaman tetapi
tidak diikat dalam senyawa yang berkoordinasi, meliputi semua
'
a
~
kation monovalen dan bivalen seperti ,
K+, ca2+, dan ~cj~',
(2) logam-logam yang esensial bagi tanaman dengan membentuk
ikatan koordinasi dengan ligand organik, yang meliputi cu2+,
zn2+, ~ n ~ +co2+,
,
Fe2+, Fe3+,~13+,dan (3) logam-logam yang
tidak dikenal fungsinya bagi tanaman tetapi berakumulasi di
dalam lingkungan , meliputi cd2+, pb2+ , cr2+, H
~ , ~Uranium
+
dan Vanadium (Stevenson, 1982).
Tipe reaksi yang terjadi antara asam-asam fenolat dan
ion logam sebagian besar antara gugus -COOH dan gugus -OH
fenolat,
dan
sebagian
kecil
antara
gugus
-COOH
saja
(Stevenson, 1982; Schnitzer, 1986; Mortland, 1986; Foth dan
Ellis, 1988).
Beberapa contoh reaksi yang terjadi antara ion
logam dengan senyawa tersebut diilustrasikan pada Gambar
10.
Urutan stabilitas kompleks khelat-logam yang terbentuk
antara asam fulvat larut air dan ion logam valensi dua berdasarkan nilai konstanta stabilitas (log K) (Schnitzer, 1969),
pada pH 3.5 adalah : cu2+ (5.78) > Fe2+ (5.06) > Ni2+ (3.47)
> pb2+ (3.09) > co2+ (2.20) > ca2+ (2.09) > zn2+ (1.73) >
Mn2+ (1.47) > Mg2+ (1.23).
Sedangkan urutan stabilitas pada
pH 5.0 adalah: cu2+ (8.69) > pb2+ (6.13) > Fe2+ (5.77) > Ni2+
(4.14)
>
( 2.34) >
Mn2+
(3.78)
Mg2+ ( 2.09)
.
>
co2+ (3.69) >
ca2+ (2.92) > zn2+
Sedangkan menurut seri Irving -William
adalah: Pb > Cu > Co > Zn > Cd > Fe > Mn > Mg.
Interaksi asam humat dengan ion logam meningkat dengan
meningkatnya pH dan kadar asam humat dan menurunnya kadar
logam (Kerndorff dan Schnitzer, 1980 dalam. Schnitzer, 1986).
Gambar 10.
Reaksi logam dengan asam fulvat dan asam humat
(Mortland, 1986)
Urutan adsorpsi adalah sebagai berikut:
pH 2.4: Hg > Fe > Pb > Cu=A1 > Ni > Cr=Zn=Cd=Co=Mn
pH 3.7: Hg > Fe > A1 > Pb > Cu > Cr > Cd=Zn=Ni=Co=Mn
pH 4.7: Hg = Fe = Pb = A l = C r > Cd > Ni=Zn > Co > Mn
pH 5.8: Hg = Fe = Pb =Al=Cr=Cu > Cd > Zn > Ni > Co > Mn.
Unsur Hg (11) dan Fe (11) selalu diadsorpsi paling kuat oleh
asam humat, sedangkan kobalt dan mangan diadsorpsi paling
lemah.
Ion logam yang berbeda menunjukkan kompetisi terhadap
sisi aktif.
Afinitas
ion logam dengan asam humat tidak
berkorelasi dengan berat atom, nomor atom, radius ion terhidrasi dan kristal.
Pembentukan
kompleks organo-kation pada tanah gambut
telah diteliti oleh Salampak (1993), yang melaporkan bahwa
pemberian
Cu
pada
Kalimantan Tengah
tanah
, yang
gambut
pedalaman
Berengbengkel,
digenangi menurunkan kadar asam-asam
fenolat (asam ferulat, asam kumarat, dan asam hidroksibenzoat) tanah gambut tersebut.
Kemampuan Cu dalam menurunkan
kandungan
ini
asam-asam
fenolat
secara
berurutan
adalah
sebagai berikut: asam hidroksibenzoat > asam kumarat > asam
ferulat.
Lebih
lanjut diperoleh hasil
bahwa
peningkatan
takaran logam mikro Cu dari 60 men jadi 120 kg CuS04. 5H20/ha
menurunkan asam ferulat sebesar 7 %,
asam kumarat menurun
sebesar 34.8 %, dan asam hidroksibenzoat menurun sebesar 34%.
Penelitian
lain yang dilakukan Rachim (1995) menunjuk-
kan bahwa rata-rata erapan maksimum dari 4 jenis tanah gambut
dari Air Sugihan dan Air Saleh, Sumatera Selatan untuk
~ 1 ~ ' ~
~ e ~ +dan
, cu2+ masing-masing sebesar 12611, 12319, dan 15537
pg/g, dengan nilai k (konstanta energi ikatan) yang relatif
rendah yaitu
untuk A1
0.01-0.05
ml/pg, dan untuk Cu 0.1-0.3
ml/pg,
ml/pg.
untuk .Fe 1.4-5.2
Dari fenomena tersebut,
diperoleh erapan kation dengan deret sebagai berikut: Cu > A1
=
Fe.
yang
Selanjutnya erapan kation menghasilkan konstanta k
menunjukkan
stabilitas
berikut: Fe > Cu = Al.
ikatan
dengan
deret
sebagai
Dengan kata lain, walaupun erapan
dengan Fe tergolong rendah,
ikatan kation ini jauh lebih
stabil bila dibandingkan dengan Cu maupun Al.
Didapatkan
juga bahwa penggunaan logam Al, Fe, dan Cu ternyata dapat
menurunkan
jumlah asam-asam
dengan air.
fenolat total yang terekstrak
Dari setiap me All Fe, dan Cu rata-rata menurun-
kan total asam-asam fenolat masing-masing sebesar 20, 20, dan
33 ppm.
Dengan demikian, reaktivitas terbesar terjadi pada
Cu, kemudian menurun pada A1 dan Fe.
Penurunan kadar asam-
asam fenolat ini disebabkan karena terjadinya koagulasi pada
asam fenolat.
Penelitian di Jepang
yang dilakukan oleh Naganuma dan
Okazaki (1992) menunjukkan bahwa erapan Cu dan Zn pada tanah
gambut tropika tergantung pada pH larutan.
Persentase erapan
Cu dan Zn meningkat pada selang pH yang rendah (3
-
5).
Namun pada selang pH yang lebih tinggi, bahan-bahan pengkhelat yang terlarut dari tanah gambut membentuk kompleks dengan
Cu dan Zn dan berada dalam larutan tanah dalam bentuk kompleks dapat larut.
Erapan maksimum Cu dan Zn terjadi pada
pH sekitar 5.5.
-
Pada selang pH 4
7, ion Cu dapat berada
dalam dua bentuk yaitu cu2+ dan CUOH+.
Bentuk ion Cu yang
dominan adalah cu2+, sedangkan CUOH+ berada dalam
sedikit.
jumlah
Ion Zn dapat juga berada dalam bentuk zn2+ dan
Z~OH'.
Ion Z~OH'
lebih dominan dalam selang pH tersebut.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa erapan isoterm Cu dan Zn pada
tanah gambut tropika pada pH 5.5 lebih tinggi daripada erapan
Cu dan Zn pada pH 4.5.
Hal ini disebabkan muatan titik no1
dari contoh tanah gambut Ayer Baloi dan Bacho masing-masing
adalah 3.34
Erapan Cu dan Zn meningkat dengan
dan 3.47.
meningkatnya
kadar
keseimbangan
erapan isoterm Langmuir.
erapan Cu lebih besar
yang
mengikuti
persamaan
Pada pH larutan yang sama jumlah
daripada Zn.
Afinitas relatif Cu dan
Zn menunjukkan kemampuan kedua ion tersebut untuk membentuk
khelat.
Erapan maksimum Cu pada pH 5.5 adalah 1.4 mmol/g dan
erapan maksimum Zn adalah 1.1 mmol/g pada tanah gambut Ayer
Baloi.
yang
Sedangkan erapan Cu pada tanah gambut Bacho pada pH
sama
mmol/g.
adalah
0.80
mmol/g
dan erapan
Zn
adalah
Persentase erapan dari erapan maksimum
rnuatan permukaan adalah > 80 % untuk Cu dan 22
-
0.19
terhadap
80 % untuk
Zn (Tabel 13 dan 14).
Reaksi keseimbangan dari erapan Cu dan Zn terhadap
'
H
(
pelepasan proton )
H/Zn adalah 1 dan 2.
menempati
diperkirakan dengan nisbah H/Cu dan
Dengan kata lain bahwa Cu dan Zn
1 atau 2 proton dari sisi permukaan
reaktif
tanah gambut tropika (Naganuma dan Okazaki, 1992).
al.
(1970) dan Guy et al. (1975) menyatakan bahwa
dari
Gamble et
Cu
yang
Tabel
Tanah
Ayer Baloi
Bacho
Tabel
Tanah
13,
Muatan permukaan dan erapan Cu pada tanah
gambut tropika (Naganuma dan Okazaki, 1992).
pH
Muatan permukaan
(A)
(mmol/g)
4,2
0.891
5.5
1.70
4.2
0.187
5-5
0.875
%
Muatan permukaan dan erapan Zn pada tanah
gambut tropika (Naganuma dan Okazaki, 1992).
pH
Muatan permukaan
(A)
(mmol/g)
4,2
0,891
Bacho
4.2
0.187
gugus
B/A x 100
14.
Ayer Baloi
dikhelat
Erapan maksimum
(B)
(mmolCu/g
gugus
karboksilat
fenolik dari
khelat bidentat.
asam
Erapan maksimum
(B)
(mmolZn/g)
terletak
humik,
yang
B/A x 100
%
pada ortho terhadap
menghasilkan bentuk
Juga dinyatakan bahwa 1 mol Cu diganti 1
mol H+ untuk membentuk suatu kompleks khelat.
Dari
data di atas dapat disimpulkan bahwa urutan stabi-
litas kompleks khelat-logam terutama untuk logam mikro esensial adalah Cu > Zn > Mn.
Berdasarkan kenyataan tersebut
maka akan dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai
kemampuan Cu dan Zn terhadap penurunan asam-asam organik,
khususnya yang meracun terhadap tanaman.
Download