TINJAUAN PUSTAKA Pengertian, Klasifikasi, dan Penyebaran Tanah Gambut Pengertian Tanah gambut adalah tanah yang berlapisan gambut atau sepuk yang cukup tebal, yang merupakan hasil pengendapan bahan organik sedenter (pengendapan setempat), yang terutama terdiri atas sisa jaringan tumbuhan yang menumbuhi dataran rawa (Notohadiprawiro, 1986). Menurut Paramananthan dan Eswaran (1981), suatu tanah dianggap sebagai tanah gambut, jika ketebalan lapisan-lapisan tanah gambut secara kumulatif lebih besar dari 50 cm dari ketebalan total satu meter. Tanah gambut (peat soil) dapat dibedakan dari tanah sepuk (muck soil), berdasarkan kat dekomposisi. kandungan bahan organik dan ting- Pada tanah sepuk dekomposisi bahan orga- niknya telah berjalan cukup jauh, sehingga bentuk jaringan aslinya sudah tidak nampak lagi dan sedikit banyak telah memperoleh kenampakan serba sama (homogen). Sedangkan pada tanah gambut bahan organiknya belum mengalami perombakan yang jauh (Notohadiprawiro, 1986). Menurut klasifikasi sistem Pusat Penelitian Tanah Bogor (1983) tanah gambut disebut juga Organosol, merupakan tanah yang mempunyai horison H (organik) setebal 50 cm atau lebih atau kumulatif 50 cm di dalam 80 cm dari lapisan atas, atau kurang bila terdapat lapisan batu atau fragmen batuan yang berisi bahan organik diantaranya. Menurut Soil tanah organik Survey Staff (1990) yang dimaksud dengan (Histosol), yaitu tanah dengan sifat-sifat sebagai berikut: 1. Kandungan C-organik lebih dari 12 persen mineral tidak persen bila mengandung liat, atau bila bagian lebih dari bagian mineral mengandung 60 persen 18 liat, dan tebalnya mencapai: a, 10 cm atau kurang bila terdapat di atas kontak atau para litik, dengan catatan bahwa tebal bahan organik bal dari litik lapisan tersebut paling sedikit 2 kali lebih te- lapisan mineral di atas kontak litik dan paralitik. b. tidak diperhatikan ketebalannya bila lapisan bahan organik tersebut terdapat di atas bahan-bahan fragmental (kerikil, kerakal, batu-batuan rongga diantaranya terisi bahan 2. Mempunyai lapisan permukaan dengan bahan lepas) di mana ronggaorganik, organik tinggi di mana (batas atas) dari lapisan tersebut terdapat pa- da kedalaman kurang dari 40 cm dan a. mempunyai salah satu ketebalan berikut: I).- 60 cm atau lebih bila kandungan serat ganik kasar) meliputi bila 3/4 (bahan or- volume atau lebih atau kerapatan jenis dalam keadaan lembab kurang dari 0.1 g/cc. 2). 40 cm atau lebih jika a. lapisan bahan organik dari 6 bulan drainase . tersebut jenuh air lebih atau telah diadakan perbaikan b. bahan organik terdiri dari bahan organik halus (saprik) atau bahan organik sedang (hemik) atau bahan fibrik (kasar) kurang dari 2/3 volume dan kerapatan jenis dalam keadaan lembab 0.1 g/cc atau lebih dan b. mempunyai kandungan bahan organik tinggi, yang 1). tidak terdapat lapisan tanah mineral atau lebih, baik di permukaan setebal 40 cm ataupun yang batas atasnya terletak pada kedalaman kurang dari 40 cm. 2). tidak mempunyai lapisan tanah mineral, yang nya secara kumulatif 40 cm dan terletak pada tebalkeda- laman kurang dari 80 cm. Adapun ketentuan kandungan bahan organiknya disajikan dalam Gambar 1. Pengertian taraf dekomposisi bahan tanah gambut yang lebih jelas dikemukakan oleh Boelter (1969, Adhi, 1988). dalam Widjaja- Yang dimaksudkan dengan fibrik adalah bahan organik tanah yang sangat sedikit terdekomposisi, yang mengandung serat sebanyak 2/3 volume. Bobot isi dari fibrik adalah lebih kecil dari 0.075 g/cm3 dan kandungan air tinggi jika tanah dalam keadaan jenuh air. Saprik adalah bahan organik yang terdekomposisi paling lanjut, yang mengandung serat kurang dari 1/3 volume. Bobot isi dari saprik adalah lebih besar dari 0.195 g/cm3. Sedangkan hemik adalah bahan organik yang mempunyai tingkat dekomposisi antara fibrik dan saprik, dangan bobot isi 0.075-0.195 g/cm3. - Bahan tanah organik .35 h dP - Y . 0 - -15 2 % 03 Bahan tanah mineral t;r - I t C 10 20 1 30 n 1 40 50 5 3M Kadar Liat (%) Gambar 1. Syarat kadar bahan organik atau C-organik untuk bahan organik tanah (Soil Survey Staff, 1975). Klasifikasi Menurut klasifikasi sistem Pusat Penelitian Tanah Bogor (1982), tanah gambut yang disebut juga tanah organosol ini dipilahkan lagi menjadi macam tanah. Organosol kategori yang lebih rendah yaitu Terdapat tiga macam tanah organosol yaitu: (a) Fibrik, ialah tanah organosol yang didominasi oleh bahan fibrik sedalam 50 cm atau berlapis sampai 80 cm dari permukaan, (b) Organosol Hemik, ialah tanah organosol yang didominasi oleh bahan hemik sedalam sampai 80 50 cm atau berlapis cm dari permukaan, dan (c) Organosol Saprik, ialah tanah organosol selain Organosol Fibrik maupun Hemik, yang umumnya didominasi oleh bahan saprik. Menurut sistem FAO/Unesco tanah Histosol. (1974) tanah gambut disebut Jenis tanah Histosol dipilahkan lagi menjadi 3 macam yaitu: (a) Gelic Histosol, (b) Distrik Histosol, dan (c) Eutrik Histosol. Gelic Histosol ialah tanah Histosol yang mempunyai sifat permafrost sampai kedalaman 200 cm dari permukaan. nyai Distrik Histosol ialah tanah Histosol yang mempu- pH (H20) kurang dari 5.5, sekurang-kurangnya pada bebe- rapa bagian lapisan tanah antara 20 dan 50 em dari permukaan. Eutrik Histosol ialah tanah Histosol lain yang tidak termasuk Gelic dan Distrik Histosol dan umumnya mempunyai pH (H20) lebih dari pH Distrik Histosol (>5.5) dan KB > 50%. Tanah gambut menurut sistem Soil Taxonomy/USDA (1990) termasuk dalam ordo Histosol. Berdasarkan sistem ini ordo Histosol dipilahkan lagi menjadi 4 Subordo yaitu: (1) Subordo Folist, (2) Subordo Fibrist, (3) Subordo Hemist, dan (4) Subordo Saprist. 1. Subordo Folist merupakan Histosol yang tidak air pernah jenuh lebih dari beberapa hari yang diikuti oleh hujan de- ngan curah hujan yang tinggi dan a. mempunyai kontak litik atau dari permukaan paralitik kurang dari 1 m atau mempunyai/terdapat batuan atau fragmen batuan yang terisi bahan organik lebih dari setengah. b. kurang dari 3/4 dari tebal lapisan organik terdiri dari serat sphagnum. 2. Subordo Fibrist: a. Histosol yang didominasi oleh fibrik dalam subsurface tier atau lapisan organik yang didominasi oleh fibrik baik subsurface tier maupun surface tier mineral batas kontinu setebal 40 cm atau jika lapisan lebih mulai pada kedalaman bagian bawah permukaan atau b. mempunyai timbunan permukaan yang dari volumenya terdiri dari menumpang 3/4 nya atau lebih serat sphagnum dan yang di atas kontak litik dan paralitik, bahan pecahan atau tanah mineral atau di atas batuan beku. c. tidak mengandung horison sulfurik yang batasnya 50 cm dari permukaan dan tidak ada bahan sulfida (cat clay) dalam 1 m dari permukaan. 3. Subordo Hemist ialah Histosol yang: a. didominasi oleh bahan hemik dalam subsurface tier jika lapisan mineral kontinyu setebal 40 cm atau lebih mulai pada kedalaman dari subsurface tier atau b. mempunyai horison sulfurik yang batas atasnya pada 50 cm dari permukaan atau mempunyai bahan sulfidik pada kedalaman 1 m dari permukaan. 4. Subordo Saprist ialah Histosol yang sukar dimasukkan dalam Subordo Folist, Fibrist, dan Hemist. tingkat perombakan sudah Umumnya mempunyai lanjut (Sapric) dengan nilai C/N rendah dan dianggap sudah matang. Sedangkan menurut Driessen dan Soepraptohardjo (1974), tanah gambut dipilahkan berdasarkan faktor pembentukkannya yaitu: (1) gambut ombrogen yang terbentuk terutama karena pengaruh curah hujan yang airnya tergenang, dan (2) gambut topogen, yang terbentuk terutama karena pengaruh topografi. Tanah gambut di Indonesia menurut terdiri dari Darmawijaya (1980) Tropofolist, Tropofibrist, Tropohemist, dan Troposaprist, yang dipilahkan atas dasar tingkat dekomposisi gambut, serta Sulfihemist dan Sulfohemist yang dibedakan atas dasar pH (H20) atau kandungan piritnya. Pemilahan tersebut menunjukkan bahwa status kesuburan yang rendah lebih dominan pada Tropofolist dan Tropofibrist, sedangkan kernasaman dan kandungan sulfat yang tinggi lebih dominan pada Sulfihemist dan Sulfohemist. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara alami tanah gambut yang relatif lebih baik adalah Tropohemist dan Troposaprist. Khusus untuk tanah gambut di Sumatera Selatan sebagian besar termasuk Typic Tropohemist, Terric Tropohemist dan Sulfihemist tetapi di Riau adalah Typic Tropofibrist lebih umum dijumpai (Hardjowigeno dan Rachim, 1987). Lebih lanjut pengertian dari jenis tanah di atas dijelaskan menurut Soil Taxonomy/USDA (1990). Typic Tropofibrist adalah tanah organik dengan tingkat dekomposisi fibrik dan tidak mengandung bahan sulfidik pada kedalaman kurang dari satu meter serta mempunyai perbedaan kurang dari 5 OC antara temperatur tanah rata-rata musim panas dan musim dingin pada kedalaman 30 cm. Tanah ini berbahan organik kontinu melebihi 130 cm. Typic Tropohemist adalah tanah organik dengan tingkat dekomposisi sedang (hemik) dan tidak mengandung bahan sulfidik pada kedalaman kurang dari satu meter perbedaan kurang dari 5 OC serta mempunyai antara temperatur tanah rata-rata musim panas dan musim dingin pada kedalaman 30 cm. berbahan organik kontinu melebihi 130 cm. Tanah ini Terric Tropohemist adalah Tropohemist yang mengandung lapisan bahan mineral setebal 30 cm atau lebih, yang batas atasnya di dalam penampang kontrol tanah di bawah tier permukaan. Terric Sulfihemist adalah tanah organik dengan tingkat dekomposisi sedang (hemik) dan mempunyai bahan sulfidik pada kedalaman kurang dari satu meter. Tanah ini mempunyai lapi- san mineral setebal 30 cm atau lebih, yang batas atasnya di dalam penampang kontrol di bawah tier permukaan. Penyebaran Di Indonesia, tanah gambut terdapat di pantai Timur Sumatera, pantai Selatan dan Barat Kalimantan, pantai Selatan Irian, dan sedikit Sulawesi, Maluku, dan Jawa yang dapat dilihat pada Gambar 2 (Polak, 1975). Tanah gambut dapat dipilahkan menjadi gambut yang ter- bentuk dalam suasana di luar pengaruh luapan air pasang laut, yang disebut sebagai gambut pedalaman dan yang dipengaruhi luapan pasang air laut, yang disebut sebagai gambut pantai. Penyebaran kedua kelompok gambut di Sumatera dan Kalimantan adalah berturut-turut 7,612 dan 6,198 juta hektar gambut pedalaman dan 1,263 dan 0,325 juta hektar gambut pantai (Pusat Penelitian Tanah, 1981). Menurut Driessen gambut di Indonesia diperkirakan dan Soepraptohardjo (1974), tanah yang menempati termasuk luasan kedalam ordo Histosol, sebesar 27 juta hektar. Notohadiprawiro (1986) memperkirakan bahwa luas tanah gambut pada lahan pasang surut di Indonesia lebih kurang 7 juta hektar. Luas hamparan gambut pantai dan dekat pantai menurut Euroconsult (1984) ialah 8,8 juta hektar. Sedangkan menurut Soekardi dan Hidayat (1994) luas total tanah gambut adalah 18,264 juta hektar. Angka-angka taksiran luasan tanah gambut adalah berbedabeda. Hal ini disebabkan karena kriteria penciri gambut yang dipakai oleh berbagai pihak juga berbeda-beda. Adapun krite- ria yang dipakai Driessen dan Soepraptohardjo adalah ketebalan lapisan gambut lebih dari 50 cm dan kadar bahan organik > 55 %. Sedangkan Euroconsult menggunakan kriteria ketebalan gambut 2m atau lebih. Ciri Kimia Tanah Gambut Kedalaman gambut dan tanah mineral yang ada di bawahnya sangat menentukan komposisi kimia tanah-tanah gambut. Ting- kat kesuburan lapisan atas dari gambut dalam adalah lebih miskin unsur hara esensial daripada lapisan atas dari gambut dangkal. Tanah gambut yang berkembang di atas pasir kuarsa adalah miskin hara esensial dibandingkan dengan tanah gambut yang berkembang di atas lempung (Widjaja-Adhi, 1988). (loam) dan liat (clay) Didasarkan pada status.hara, Fleischer (dalaa Driessen dan Soepraptohardjo, 1974) memilah gambut menjadi tiga golongan yaitu: (I) gambut eutropik yang subur, (2) gambut mesotropik dengan kesuburan sedang, dan (3) gambut oligotropik sebagai gambut miskin. Penggolongan tersebut didasarkan pada kandungan Nitrogen (N), Kalium (K), Fosfor (P), Kalsium (Ca), dan kadar abunya, seperti yang disajikan pada Tabel 1 yang kemudian dimodifikasi oleh IPB (1976) berdasarkan pH, N total, P tersedia, dan K tersedia seperti tertera pada Tabel 2. Tabel 1. Kriteria kimia dari gambut eutropik, rnesotropik dan oligotropik menurut Fleischer (dalam Driessen dan Soepraptohardjo, 1974). Berat,keringbahan ( % ) 5'2' N K2° CaO Abu -- Eutropik 2.5 0.25 0.10 4.00 10 Mesotropik 2.0 0.20 0.20 1.00 5 Oligotropik 0.8 0.05 0.03 0.25 2 Tabel 2. Kriteria penilaian tingkat kesuburan tanah gambut (Team IPB, 1976). Kriteria penilaian Sifat tanah Rendah N-total Sedang Tinggi (%) P-tersedia (ppm) Tanah gambut di Indonesia sangat beraneka ragam tingkat kesuburannya, yaitu dari miskin sampai sangat kaya. Gambut pantai yang umumnya merupakan gambut topogen sebagian besar tergolong kedalam eutropik atau mesotropik, karena memperoleh tambahan unsur lain dari luar yaitu yang dibawa oleh air pasang. Sedangkan gambut pedalaman yang pada umumnya meru- pakan gambut ombrogen termasuk kedalam oligotropik (Polak, 1975). Kemasaman Tanah gambut di Sumatera Selatan dari beberapa lokasi pengamatan mempunyai pH (H20) yang bervariasi dari rendah (2.8) sampai tinggi (6.6) a am pi ran 1). Sebagian besar dari daerah ini mempunyai tingkat kemasaman rendah sampai sedang. Kemasaman pada tanah gambut berhubungan dengan konsentrasi ion H+ dan asam-asam organik. Demikian juga yang dikemukakan oleh Notohadiprawiro (1986), bahwa tanah gambut yang berasal dari Delta Pulau Petak mempunyai pH (H20) yang bervariasi antara 2.0-6.5 dengan sebaran 4% agak masam (5.5-6.5), 36% masam (4.5-5.5), 30% sangat masam (3.5-4.5), 24 % luar biasa masam (2.5-3.5) dan 6% di bawah 2.5. Atas dasar pendapat Lukas (dalarm Follet et al., 1981) bahwa pH ideal untuk tanahtanah Histosol dan mungkin juga untuk Oxisol dan Ultisol adalah 5.0-5.5, maka sebaran di atas menunjukkan bahwa paling banyak hanya 40% dari tanah gambut mempunyai pH yang tidak atau kurang bermasalah. Menurut Widjaya-Adhi (1988) bahwa kemasaman tanah gambut makin tinggi dengan sernakin tebal lapisan gambutnya. Pada ketebalan lapisan gambut antara 0.5-1.0, 1.0-2.0, 2.0-3.0, dan di atas 3 m mempunyai pH (H20) tanah lapisan atas (0- 30 cm) masing-masing antara 3.63-4.93, 3.45-4.15, 3.37-4.17, dan 3.36-3.92. Kapasitas Tukar Kation dan Kejenuhan Basa Tanah-tanah gambut di Sumatera Selatan mempunyai nilai kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi antara 32.8-166.2 me per 100 g tanah berat kering mutlak. Sedangkan kejenuhan basa (KB) antara rendah sampai tinggi yaitu 3.8-100% (Lampiran 1). Nilai KTK ini berhubungan dengan daya sangga tanah terhadap perubahan pH, di mana semakin tinggi KTK semakin banyak pula bahan penetral yang dibutuhkan untuk meningkatkan pH hingga nilai tertentu. Kapasitas tukar kation sangat ditentukan oleh fraksi lignin yang relatif stabil dan oleh bahan-bahan humik. Bahan-bahan humik tersebut meliputi asam-asam hidro- pilik dan asam humat serta asam fulfat, dan merupakan bahan yang penting karena bahan-bahan humik tersebut membentuk kompleks yang stabil dengan ion-ion logam, yang disajikan pada Tabel 3. Nilai kejenuhan basa (KB) menunjukkan keadaan penyediaan basa-basa bagi tanaman, di mana tingkat kritik KB sebesar 30 persen (Halim dan Soepardi, 1987). bervariasi antara 3.8-100% Dengan nilai KB yang (Lampiran I), maka tanah ini sebagian besar memerlukan upaya untuk meningkatkan nilai KBnya, baik dengan penambahan basa-basa ataupun dengan menurunkan nilai KTK-nya. Tabel 3. Kandungan beberapa komponen organik tanah gambut dalam di Indonesia dan karakteristik kapasitas tukar kationnya (Driessen, 1978). Komponen organik KTK (me/100g) 2.0 100 0.2 - 10.0 70 Lignin 64.0 - 74.0 240 Bahan-bahan humik 10.0 - 20.0 400 Hemiselulosa 1.0 Selulosa - < 5.0 Lain-lain Bahan organik (gambut) 100 190-270 Status Hara Kandungan hara tanah gambut dari beberapa lokasi di Sumatera Selatan disajikan pada Lampiran 1. Kandungan N tanah gambut tersebut terrnasuk tinggi, yaitu antara 0.5-4.17 sen. Kandungan C-organik antara kriteria tinggi. 17.47-90.50, per- yang termasuk Sedangkan nisbah C/N tanah antara 19-57. Kandungan N-total yang tinggi tidak berarti bahwa ketersediaan unsur N rut Tisdale untuk pertumbuhan tanaman juga tinggi. dan Nelson (1975), bahwa ketersediaan N Menudalam tanah, selain ditentukan oleh jumlah N-total tanah, juga berhubungan erat dengan kandungan bahan organik tanah terutama tingkat dekomposisinya (C/N). organik) dan Kandungan bahan organik (C- nisbah C/N tinggi maka ketersediaan N tanah rendah. Hal ini disebabkan sebagian N-tersedia digunakan oleh mikroorganisme dalam perombakan bahan organik tersebut. Kandungan P dan K tanah gambut daerah Sumatera Selatan masing-masing antara 0-414 ppm P dan 0.06-2.194 tanah, yang termasuk rendah sampai tinggi. me K/100 g Namun sebagian besar termasuk ke dalam kriteria rendah. Penilaian terhadap status hara pada tanah gambut berdasarkan hara tersedia ini adalah kurang tepat. Hal ini disebabkan ekstraktan yang digunakan hanya sesuai untuk tanah mineral, sedangkan untuk tanah gambut metode pengekstrakan ini belum teruji. Sebaik- nya untuk menilai potensi kesuburannya digunakan hara total. Kandungan unsur mikro pada tanah gambut umumnya terdapat dalam jumlah yang sangat rendah, terutama Cu (Driessen dan Soepraptohardjo, 1974; Ismunadji dan Soepardi, 1984). Unsur mikro pada tanah gambut terutama Cu dikhelat cukup kuat oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Keterse- diaannya bagi tanaman tergantung pada tingkat kestabilan atau ke-larutan senyawa khelat tersebut. Menurut Stevenson (1982) kestabilan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama sifat dan konsentrasi ion tersebut, reaksi tanah, berat molekul dan bahan organik tanah tersebut. Menurut Foth dan Ellis (1988), lebih dari 99 % Cu dalam larutan tanah terdapat dalam bentuk kompleks dengan bahan organik. Hal ini merupakan faktor penting untuk dapat menerangkan terjadinya kekahatan Cu dalam tanah gambut (Kanapathy, 1972). Komposisi Kimia Bentuk-bentuk gambut merupakan suatu hasil akumulasi sisa-sisa tanaman, yang mengandung banyak asam-asam yang dapat dibebaskan selama proses dekomposisi. Asam-asam ini terdiri dari asam-asam alifatik sederhana sampai asam-asam heterosiklik dan asam-asam aromatik. Untuk lebih jelasnya asam-asam organik yang terdapat dalam tanah disajikan pada Tabel 4 . Penjelasan asam-asam organik, terutama yang terma- suk asam-asam alifatik volatil dan asam-asam fenol, akan diberikan lebih rinci pada uraian di bawah ini. Senyawa Fitotoksik pada Tanah Tergenang Dekomposisi bahan organik dalam tanah menghasilkan sejumlah molekul-molekul sederhana dari bermacam-macam senyawa kompleks. Banyak senyawa-senyawa ini dipandang sebagai faktor pengembalian hara-hara tidak larut menjadi larut dan tersedia bagi tanaman dan mikroorganisme. Ada beberapa kemungkinan cara penghancuran bahan organik . dalam tanah. Dekompisisi bahan organik seperti yang terjadi dalam sisa-sisa tanaman dapat berlangsung di bawah kondisi aerobik dan anaerobik, yang kemudian akan masuk ke dalam proses metabolisme. hilang secara cepat. Di bawah kondisi aerobik senyawa ini Jika kekurangan oksigen dan suplai bahan organik yang mudah terdekomposisi cukup tersedia, maka asam-asam lemak volatil dan asam-asam organik lainnya akan terakumulasi. Diantara senyawa-senyawa yang terbentuk di bawah kondisi anaerobik adalah metana, etilen, asam-asam asetat, asam laktat, asam butirat, asam format dan asam Tabel 4. Daftar sebagian asam-asam organik yang ada di dalam .tanah (Tan, 1986). 'Asam organik Formula Asam asetat CH3COOH Asam propionat CH3CH2COOH Asam butirat CH3CH2CH2COOH Asam oksalat HOOCCOOH Asam suksinat HOOCCH2CH2COOH Asam aspartat HOOCCH2CH(NH2)COOH Asam tartarat HOOCCH(OH)CH(OH)COOH Asam fumarat HO0CCH:CHCOOH Asam benzoat (C6H5)COOH Asam sitrat HOOC(CH2COOH)2COOH Asam kumarat 'gH803 Asam ferulat C10H1004 Asam hidroksibenzoat C7H603 Asam piruvat CH3COCOOH Asam siringat C9H1005 Asam vanilat 'gH8O4 Asam sinamat 'gH802 organik lainnya, yaitu senyawa fenolat. Senyawa fenolat ini meliputi asam siringaldehida, vanilin, asam p-hidroksibenzaldehida, asam ferulat, asam siringat, asam vanilat, asam phidroksibenzoat dan bermacam-macam asam amino serta produk hancuran intermediat lainnya. Sebagian besar dari senyawa- senyawa ini telah ditunjukkan menjadi fitotoksik dalam percobaan laboratorium (Chapman, 1965 dalaa. patrick, 1971; Guenzi dan McCalla, 1966; dan Wang et al., 1967). pembentukan Disimpulkan bahwa senyawa fitotoksik sebagai hasil dekomposisi terutama berhubungan dengan penghancuran bahan organik yang mudah terdekomposisi di bawah kondisi anaerobik. Para pene- liti tersebut merasa yakin bahwa kejadian dari bahan-bahan fitotoksik ini di bawah kondisi tanah dengan aerasi yang baik akan relatif jarang. Penelitian pada tanah gambut terutama mengenai asam-asam organik masih dalam organiknya saja. taraf penetapan kandungan asam-asam Sedangkan penelitian tentang kinetika dan pengaruh asam-asam organik pada tanah gambut terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman belum banyak dilakukan. Penelitian di Jepang menunjukkan bahwa kandungan asam p-kumarat dalam bentuk bebas atau tidak terikat oleh bahanbahan lainnya dan matrik tanah di dalam tanah garabut yang diambil pada kedalaman kurang dari 10 cm dari Shinshinotsu, Hokkaido adalah 73 pg/g (Katase, 1981a). tanah berat kering mutlak (BKM) Pada tanah yang sama ditetapkan juga besar- nya kandungan asam p-hidroksibenzoat, asam vanilat dan asam ferulat berturut-turut adalah 11, 85, dan 53 pg/g tanah BKM (Katase, 1981b). Hasil penetapan yang lainnya dari 23 contoh tanah gambut yang berasal dari Hokkaido terhadap kandungan asam cis-4-hidroksinamat adalah 2-30 pg/g tanah BKM dengan nilai rata-rata 18 pg/g tanah BKM (Katase, 1983). Katase dan Kondo (1984) juga menetapkan kandungan beberapa asam organik dari 24 contoh tanah gambut yang berasal dari Asam-asam organik yang ditetapkan yaitu asam 4- Hokkaido. hidroksibenzoat, asam 3-metoksibenzoat, dan asam 3-metoksisinamat yang besarnya didasarkan berat berturut-turut adalah 6-68 pg/g pg/g tanah), 28-80 pg/g tanah kering mutlak tanah tanah (nilai rata rata 37 (nilai rata-rata 54 pg/g tanah), dan 8-30 pg/g tanah (nilai rata-rata 19 pg/g tanah). Tadano et al. (1992) menetapkan kadar asam-asam fenolat dari 5 contoh tanah gambut yang diambil dari Bacho, 5 contoh tanah gambut dari Daeng, haila and; haila and; 5 contoh tanah gambut dari Muar, Malaysia; 2 contoh tanah gambut dari Ayer, Malaysia dan 1 contoh tanah gambut dari Pontian, ~alaysia. Hasil penetapan kandungan asam-asam fenolat pada tanah-kanah gambut tersebut disajikan pada Tabel 5. Kandungan rata-rata dari masing-masing asam fenolat berkisar antara 0.4 pg/g untuk asam ferulat sampai 9.2 pg/g untuk asam p-hidroksibenzoat. Kadar masing-masing asam fen01 dalam pM/1 tanah yang dihitung berdasarkan bobot isi tanah yang diperkirakan 0.28 + 0.11 Kadar tertinggi asam p- hidroksibenzoat (148 pM/1 tanah), yang diikuti oleh vanilin (36 pM/1 tanah), asam vanilat (32 pM/1 tanah), asam siringat (23 1 tanah), asam p-kumarat ferulat (2 pM/1 tanah). antara 5 - 188 pM/1 tanah. (13 pM/1 tanah), dan asam Kadar total asam fenolat berkisar Tabel 5. Kandungan asam-asam fenolat dalam tanah gambut yang diekstrak dengan acetonitril : air (3:l v/v) (Tadano et al., 1992). Kandungan (pg/g tanah) Jenis asam fenolat Asam p-hidroksibenzoat Asam vanilat Vanilin Asam siringat Asam p-kumarat Asam ferulat p-Hidroksibenzaldehid Total Pembentukan Asam-asam Lemak Volatil Pembentukan asam-asam lemak volatil atau asam-asam karboksilat hasil dari dekomposisi bahan organik dalam tanah telah menarik perhatian para peneliti sejak lama. (1935 dalam Tsutsuki, 1984) melakukan Acharya inkubasi campuran jerami padi dan tanah yang diikuti dengan pengamatan proses dekomposisi jeraminya di bawah kondisi anaerobik. Tahap pertama dekomposisi adalah pembentukan asam-asam organik yang cepat, diikuti oleh pembentukan metana. Hasil dekomposisi yang terdeteksi 'adalah asam asetat, asam butirat, metana. ~akajima COz, dan (1960 dalam Tsutsuki, 1984) mendeteksi asam-asam organik dalam tanah sawah dengan urutan asam asetat > asam butirat > asam fumarat > asam propionat > asam valerat > asam suksinat dan asam laktat. Pembentukan produk-produk gas dan asam lemak volatil dalam tanah tergenang hampir seluruhnya karena bakteri anaerob fakultatif dan obligat. Asam-asam lemak volatil tersebut dapat terbentuk melalui dekomposisi karbohidrat dan protein dalam tanah tergenang. Asam piruvat adalah suatu metabolit terminal dari metabolisme karbohidrat yang merupakan senyawa kunci di dalam proses biokimia. Asam piruvat adalah produk pertama dari proses- proses degradasi, transformasi dan neosintesis Scharpenseel, 1984). tama protein (Neue dan Dalam metabolisme protein, pertama- dihidrolisis menjadi asam-asam amino, yang selanjutnya dibentuk amoniurn, amin, sulfida, senyawa S volatill dan etilen. Asam-asam lemak berantai panjang (terutama asam iso-valerat) adalah produk yang unik dari asam-asam amino. Asam butirat yang dibentuk dari protein mempunyai jumlah yang lebih besar dibanding dari karbohidrat. Adapun skema dekomposisi karbohidrat di dalam tanah tergenang disajikan pada Gambar 3 . Sedangkan dekomposisi protein dalam tanah tergenang disajikan pada Gambar 4. Karbohidrat C02 + CH4 + I \ / 1 H23Asam piruvat ---+ Asam laktat ---+Asam propionat C02 Gambar 3. Asam asetat Asam butirat asam asetat + CH4 Skema dekomposisi karbohidrat di dalam tanah tergenang (Yoshida, 1975). Bsam asetat, yang diakumulasi dalam jumlah paling besar diantara asam-asam organik dalam tanah-tanah tergenang dapat diproduksi oleh bakteri anaerob fakultatif dan obligat melalui banyak tahap-tahap fermentasi karbohidrat. biasanya ditransformasi melalui Asetil Co-A Asam piruvat dan Asetilfosfat 'i' Protein Asam-asam amino *- Senyawa S volatil Gambar 4. Skema dekomposisi protein di tergenang (Watanabe, 1984). dalam tanah menjadi asam asetat. Suatu proses di mana C02 dikonversi menjadi asam asetat juga diketahui dalam beberapa spesies Clostridia (Doelle, 1975 Asam format, dalam Tsutsuki, 1984). diproduksi secara bersama-sama saat Asetil Co-A diproduksi dari asam piruvat dan Coenzim A oleh bakteri anaerob fakultatif yang termasuk ke dalam Enterobacteriaceae. Jumlah yang dibentuk sangat kecil mungkin karena asam format selanjutnya didekomposisi menjadi C02 dan HZ, kemudian C02 digunakan dalam sintesis produk-produk lain seperti asam suksinat dan metana. Asam butirat dan asam ~ r o ~ i o n a t biasanya , diproduksi bersama-sama dengan asam asetat oleh Sacharolitic clostridia dan Propionibacteria. Strain dari ~ropionibacteriuameningkat dalam tanah sawah setelah penggenangan yang lama (Watanabe dan Furusaka, 1980 dalam Tsutsuki, 1984). Pembentukan Asam-asam Fenolat Komponen bahan organik yang asam-asam fenolat adalah lignin. utama dalam pembentukan Pada tanah-tanah gambut di Indonesia mempunyai kandungan lignin yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah-tanah gambut yang terdapat di daerah beriklim sedang (Driessen dan Suhardjo, 1976 dan Driessen, 1978). Pembentukan asam-asam fenolat dari bahan yaitu melalui proses biodegradasi lignin. biodegradasi tersebut, cendawan adalah organik Di dalam proses merupakan golongan yang dari organisme yang aktif dalam proses dekomposisi bahan tersebut. Adapun cendawan yang memegang peranan dalam proses biodegradasi lignin antara lain Basidio-micetes tertentu atau disebut dengan "White-root fungin, dan cendawan dari kelompok Imperfecti yaitu Hendersonula stachybotrysatra, S-chartarum, dan Aspergillus sydowi. Beberapa tingkat permulaan biodegradasi lignin oleh cendawan dipandang sebagai kebalikan dari sintesis lignin. Jadi tahap pertama mungkin melibatkan pembebasan komponen dilignol (guaiacylglycerol-B-coniferil eter dan dehidrodico- niferil eter) dan pembentukan unit-unit phenilpropan primer Unit-unit phenilpropan tersebut kemudian mengalami (C6'C3). oksidasi pada kedudukan rantai samping untuk menghasilkan bermacam-macam asam aromatik dengan berat molekul (BM) rendah dan aldehida termasuk vanilin dan asam vanilat. Umumnya hasil biodegradasi lainnya adalah syringaldehida, asam syringat, p-hidroksibenzaldehida, asam p-hidroksibenzoat, asam protokatekuik dan asam galik. Senyawa-senyawa fenolat ter- bentuk dengan transformasi beberapa cendawan yang terlibat dengan kemampuan aromatik terbatas dalam pemecahan cincin-cincin (Stevenson, 1982). Proses biodegradasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. lignin Sedangkan rumus bangun dari beberapa asam fenolat yang umum dijumpai dalam tanah dapat dilihat pada Gambar 6. Pengaruh Senyawa ~itotoksikterhadap Tanaman Suatu selang yang lebar dari pengaruh berbahaya senyawa fitotoksik hasil dilaporkan dekomposisi (Patrick, 1971). bahan organik telah banyak Pengaruh ini meliputi penundaan atau penghambatan pertunasan biji, pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, perusakan pada sistem perakaran, menghambat jasad mikro bahan lain non-lignin Fen01 aldehida Asam fen01 Digunakan Jasad mikro - - i digunakan jasad mikro dioksidasi menjadi C02 'I Polyfenol 4 Enzim fenol-oksidase v Kuinon Senyawa amino .... .............. : Senyawa amino . i v Asam fulvik Gambar 5. Degradasi senyawa lignin menjadi asam humik (Stevenson, 1982). 0 I COOH COOH ~ s a mhidroksibenzoik COOH &am COOH Asam Galik H3c09 qCO Asam siringik OH Asam gentisik CH II II CH CH COOH COOH I Gambar Asam protokatekuik COOH vanilik CH H"Qo~ \ QoH 6. I IT CH I COOH Rumus bangun beberapa asam-asam fen01 yang umum terdapat dalam tanah (Stevenson, 1982) penyerapan unsur hara esensial, klorosis, layu dan mematikan pertumbuhan tanaman. Salah satu pengaruh yang lebih menarik adalah pengaruh penghambatan yang cepat terhadap respirasi ujung akar semaian. Gambaran lain yang jelas adalah kepekaan yang ekstrim dari akar-akar terhadap ekstrak fitotoksik, di mana akar utama yang muncul sangat sensitif. Pada daerah apikal merestem sering berkembang secara abnormal menjadi tidak berwarna dan kemudian mati. Pengaruh senyawa-senyawa organik hasil dekomposisi bahan organik terhadap metabolisme di dalam sel-sel tanaman, digambarkan di dalam model diagramatik sederhana pada Gambar Pengaruh senyawa-senyawa organik (bahan humik) terhadap 7. proses-proses tersebut diringkaskan sebagai berikut: (1) pengaruhnya terhadap permeabilitas membran dan karier-protein dari ion-ion yang mengakibatkan lebih cepat dan selektif masuknya unsur-unsur esensial terhadap akar, (2) mengaktivasi respirasi dan siklus Krebs dengan suatu konkomitan yang meningkatkan dalam produksi ATP, (3) meningkatkan kandungan klorofil dan fotosintesis yang mengakibatkan peningkatan pembentukan ATP, asam-asam amino, karbohidrat, dan protein, (4) pengaruhnya terhadap sintesis asam nukleat di mana tidak saja jumlah RNA tetapi juga transkripsi dari m-RNA dipenga- ruhi, (5) pengaruh selektif terhadap sintesis protein yang mempengaruhi jumlah relatif dari enzim, ion karier, dan struktur protein yang dihasilkan, dan (6) pengaruhnya ter- hadap enzim, aktivitas sangat tergantung pada menghambat atau enzim dan sumbernya. menstimulasi, Pengaruh net0 Respirasi t----------- Dinding f Fosforilasi-Karbohidrat I Sel I I I t Siklus Krebs ATP I I I I Fotosintesis I I 1 I I 1 I I I I I I I Sintesis I I t 1 I I I I 1 I I I I I I I I I i I 1 I I I I I I I I r-RNA I 1 Sintesis Protein I ; Enzim A Karier Protein 1 A I 1 t I I 1 I I I Bahan-bahan Gambar I1 I I I 1 1 I 1 I I I I I I 7. Struktur Protein , I I I I I I I A I I Humik Diagram skematik sederhana dari pengaruh langsung bahan-bahan humik terhadap metabolisme di dalam sel tanaman (Vaughan, Malcolm, and Ord, 1985). \ 1 dari bahan humik terhadap pertumbuhan tanaman mungkin melibatkan interaksi dari serangkaian penghambat (inhibitor) dan stimulasi biokimia (Vaughan et all 1985). Pengaruh Asam-asam lemak Volatil terhadap Tanaman Padi Dalam kondisi tergenang atau anaerob, bahan fitotoksik asam-asam lemak volatil rantai pendek (seperti asam asetat, butirat, propionat) dan asam fenolat terakumulasi dalam kadar fitotoksik (Harper dan Lynch, 1982). Asam-asam tersebut mengganggu pemanjangan akar dan menghambat pertumbuhan akar dan tanaman bagian atas (Lynch, 1978). Pengaruh meracun dari asam-asam alifatik terhadap per- tumbuhan tanaman padi sebagian besar percobaan dilakukan dalam jangka pendek terhadap tanaman muda. Takajima (1964) melaporkan bahwa di persemaian tanaman padi akan mati dalam 3 minggu jika ditumbuhkan dalam larutan kultur yang mengandung 6 mM asam asetat. Rao dan Mikelsen (1977b) menemukan bahwa semaian padi umur 14 hari akan mati dalam 2-3 hari jika ditumbuhkan dalam larutan dengan konsentrasi 10 mM asam asetat, asam propionat, dan asam butirat. Namun dalam studi lain walaupun ukuran tanaman berkurang besar, tanaman masih bertahan setelah tumbuh selama 20 hari dalam larutan kultur yang mengandung 40 mM asam asetat dan asam butirat (Tanaka dan Navasero, 1967). Bahaya yang ditimbulkan asam alifatik tergantung pada jenis dan konsentrasi asam tersebut. Pengaruh menghambat pada tanaman padi di persemaian secara umum meningkat dengan peningkatan berat molekul. Urutan peningkatan nya yaitu asam . butirat > asam propionat > asam asetat > (Takajima, 1964; Chandrasekaran dan Yoshida, 1973; dan Rao 1977a; Jackson dan John, 1980). dan Mikkelsen, Suatu contoh dari pengaruh asam-asam tersebut terhadap pertumbuhan tanaman padi disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Pengaruh relatif penambahan 1.0 mM larutan asam-asam alifatik yang berbeda terhadap berat tanaman padi yang ditumbuhkan pada tanah (Chandrasekaran dan Yoshida, 1973). Jenis asam Berat tanaman ( % dari kontrol) Asam format Asam asetat Asam propionat Asam butirat Selain itu tingkat meracun asam asetat dan asam butirat terhadap tanaman tergantung pada pH dari medium perakaran, paling besar pada pH rendah (Tabel 7) dan kadang-kadang tidak terjadi dalam tanah yang ditumbuhkan dalam media netral (Rao dan Mikkelsen, 1977a; Jackson dan John, 1980). Kadar minimum yang secara nyata mempengaruhi berat total tanaman adalah rendah. Kadar 1 mM dari asam asetat, asam propionat, asam butirat dalam larutan kultur telah sedikit menekan Rao akar dan atau mengurangi berat total tanaman (Takajima, 1964; Mikkelsen, setelah 1977a,b). Pada 1 mM dan pH 3, panjang 7 hari hanya 40-50 % dari kontrol. Walaupun . Tabel 7. Pengaruh relatif larutan hara yang mengandung 10 mM asam asetat atau asam butirat pada pH yang berbeda-beda terhadap berat seluruh tanaman padi (Tanaka dan Navasero, 1967). Berat tanaman ( % dari kontrol) PH Asam asetat Asam butirat akar diperpanjang untuk beberapa kali pada konsentrasi 5 mM, beberapa ujung akar mati. Pernbentukan akar-akar baru masih berlanjut, sehingga berat akar kurang dipengaruhi daripada panjang akar (Tabel 8). Pada 10 mM perpanjangan akar dan inisiasi sangat dihambat, khususnya pada pH rendah. Pertumbuhan bagian atas tanaman padi jauh lebih sedikit dipengaruhi oleh asam alifatik daripada pertumbuhan akar, khususnya dalam perpanjangan akar (Takajima, 1964; Rao dan Mikkelsen, 1977a,b). Menurut Gotoh dan Onikura (1971) asam butirat akan menghambat perpanjangan dan pembentukan akar padi 1 x 10'~ sampai 2 x 10'~ dari 14 x N. pada kadar dan asam asetat pada kadar lebih Pengaruh penghambatan lebih menonjol pada saat pemindahan bibit, pertunasan, dan keluarnya malai. Tabel 8. Pengaruh asam asetat terhadap pertumbuhan akar atas semaian tanaman padi dan bagian (dinyatakan sebagai % dari kontrol)(Takajima, 1964). Bagian tanaman ~onsentrasiasam asetat (mM) Panjang akar maksimum 81 Berat akar 85 Berat bagian atas 81 Penyerapan hara inorganik oleh tanaman padi dapat dihalangi dengan adanya asam-asam organik, tetapi laporan- laporan dalam literatur tidaklah konsisten. Kadar asam asetat lebih dari 1 mM telah mengurangi kadar dan serapan P dan K (Takajima, 1964; Rao dan Mikkelsen, 197733). Namun Tanaka dan Navasero (1967) menemukan bahwa asam asetat di atas 40 mM tidak mempengaruhi kadar K dalam tanaman padi. Asam propionat dan asam butirat serapan K pada kadar 1 mM. juga telah mempengaruhi Kadar asam asetat lebih dari 10 mM juga menghambat serapan silikat (Si) (Takajima, 1964) dan Mn (Tanaka dan Navasero, 1967). Gejala defisiensi tidak dapat terjadi dalam jangka pendek (Rao dan Mikkelsen, 1977b). Relevansi praktis dari pendek adalah kurang jelas. hasil-hasil percobaan jangka Dalam laporan, kadar fitotoksik akan bemacam-macam selama periode pertumbuhan tanaman. Hal ini memungkinkan paling besar dalam tahap awal penggenangan (Takai dan Kamura, 1966 d a l m Cannel dan Lynch, 1984). Pengaruh Asam-asam Fenolat terhadap Tanaman Padi Takajima (1964) mengemukakan bahwa, bahaya terhadap tanaman padi pada tanah gambut atau tanah-tanah yang diberi bahan organik segar tidak hanya dapat diterangkan oleh asamasam lemak volatil, tetapi beberapa bahan toksik lainnya dapat berpartisipasi dalam menimbulkan bahaya keracunan. Asam-asam organik tinggi daripada aromatik mempunyai toksisitas lebih asam-asam alifatik. Pengaruh asam-asam fenolat menunjukkan penghambatan sebesar 50 % terhadap pertumbuhan akar semaian padi pada kadar 0.6-3.0 IUM (Takajima, 1964). Banyak peneliti menemukan kadar asam fenolat yang lebih rendah yang mengakibatkan bahaya terhadap bermacammacam tanaman dengan selang 0.1 dan 0.01 mM (Takajima, 1964). Kuwatsuka dan Shindo (1973) menetapkan asam-asam fenolat yang terekstrak dengan campuran methanol dan 0.1 NAOH dari jerami padi segar dan jerami padi yang terdekomposisi adalah asam p-kumarat, asam ferulat, asam p-hidroksibenzoat, asam vanilat, dan sejumlah kecil asam salisilat, asam siringat, asam kafeik, asam sinapik, asam galik, dan asam gentisik. Shindo dan Kuwatsuka (1978) menentukan kadar dari asamasam fenolat dalam 9 tanah sawah di Jepang antara 10-26 ppm (rata-rata 21 ppm). Kadar asam-asam fenolat ini tidak dipengaruhi oleh jerami padi yang dibenamkan setelah musim tanam yang sebelumnya. Kelihatannya asam-asam fenolat pada tingkat ini dalam tanah sawah tidak mempengaruhi pertumbuhan akar atau tanaman. Shindo dan Kuwatsuka (1976) menganggap kadar yang rendah dari asam-asam fenolat dalam tanah sawah karena adanya proses pencucian. Banyak asam-asam fenolat merupakan racun bagi tanaman pada kadar lebih besar dari pada 1 mM. kadar yang lebih kecil dari 1 mM, dapat merangsang pertumbuhan Tetapi mungkin pada beberapa asam-asam ini tanaman (Flaig, 1965 d a Z m Hartley dan Whitehead, 1985). Chandramohan et al. (1973) melaporkan bahwa asam sinamat pada konsentrasi lebih besar dari 100 pM menurunkan pertumbuhan padi. asam Sedangkan Shindo et al. p-hidroksibenzoat, asam (1973) menemukan bahwa vanilat dan asam p-kumarat semuanya menghambat pertumbuhan semaian padi pada kadar lebih dari 100 mg/l (640 pM) dalam kultur larutan. Tadano et al, (1992) menyatakan bahwa asam-asam fenolat seperti asam p-hidroksibenzoat, asam ferulat, asam vanilat, asam siringat, dan asam p-kumarat yang terdapat dalam tanah gambut mempunyai suatu efek meracun terhadap pertumbuhan tanaman. Kadar kritis asam p-hidroksibenzoat yang menghambat pertumbuhan tanaman padi dalam kultur air adalah berkisar 0.5 mM. Efek meracun asam fenolat yang meliputi derivat asam- asam benzoat (asam p-hidroksibenzoat, asam vanilat, asam siringat) dan derivat asam sinamat (asam ferulat dan asam pkumarat) pada kadar 0.2 mM adalah berbeda. Efek meracun asam ferulat adalah paling tinggi, yang diikuti oleh p-kumarat > vanilat bahwa = siringat > p-hidroksibenzoat. derivat-derivat asam Dengan kata lain sinamat adalah lebih meracun daripada derivat asam benzoat. Dari pengamatan terhadap akar tanaman padi terlihat bahwa dalam setiap perlakuan asam-asam fenolat, warna akar berubah kecoklatan dan pembentukan akar terhambat. Namun derajat perubahan warna dan penghambatan pembentukan akar yang disebabkan oleh asam-asam adalah berbeda antar jenis asam-asam fenolat. fenolat Penghambatan pemanjangan akar lebih parah daripada pertumbuhan bagian atas tanaman padi. Efek asam p-hidroksibenzoat terhadap serapan hara tanaman padi yang ditumbuhkan dalam kultur air adalah berbeda terhadap unsur-unsur hara yang berbeda (Kt Ca, P, Cut dan Zn). Kadar K dalam tanaman bagian atas dan akar tanaman menurun dengan menurunnya kadar asam p-hidroksibenzoat. Di sisi lain, Ca tidak dipengaruhi oleh kadar asam fenolat. Efek dari takaran asam p-hidroksibenzoat terhadap serapan P dan K adalah sama dan efek terhadap serapan Mg adalah sama dengan Ca. Serapan K dan P sangat tergantung pada proses metabo- lisme, sedangkan serapan Ca dan Mg sebagian besar tergantung pada proses non-metabolik. Jadi disimpulkan bahwa efek penghambatan asam p-hidroksibenzoat terhadap serapan hara disebabkan oleh penghambatan mekanisme serapan metabolik. Kandungan Cu dan Zn dalam tanaman bagian atas menurun secara bertahap dengan meningkatnya kadar asam fenolat. Dalam mekanisme efek penghambatan dari asam fenolat pada serapan Cu dan Zn, tidak hanya penghambatan proses metabolik akan tetapi juga disebabkan adanya pembentukan kompleks antara asam fenolat dengan Cu atau Zn (Tadano et al., 1992). Efek asam p-hidroksibenzoat terhadap kehampaan biji pada tanaman padi dalam kultur air yang diperkaya unsur hara telah diteliti oleh Tadano et al. (1992). Hasil yang diperoleh adalah perlakuan asam p-hidroksibenzoat yang diberikan t e n s menerus sampai panen dengan kadar > 0.1 mM menurunkan berat kering tanaman bagian atas dan biji pada saat panen. Penu- runan yang terjadi, jauh lebih besar pada tanaman bagian atas daripada biji padi. Kandungan Cu dalam tanaman bagian atas pada semua perlakuan jauh lebih besar daripada batas kritisnya. Batas kritis Cu yang telah ditetapkan di lapangan adalah lebih kecil dari 2 ppm (Tanaka et al., 1978). Jumlah daun bendera per tanaman meningkat pada perlakuan 0.1 mM phidroksibenzoat dibanding dengan perlakuan tanpa p-hidroksibenzoat. Namun pada perlakuan p-hidroksibenzoat > 0.10 mM menurun cukup besar (Tabel 9). Tabel Kadar asam p-hidroksibenzoat (a) 9. Pengaruh asam p-hidroksibenzoat terhadap berat kering tanaman (jerami) dan kadar Cu tanaman bagian atas (Tadano et al,, 1992). Berat kering jerami daun bendera (g/tanaman) Berat kering relatif Kadar Cu tanaman bagian jerami daun atas bendera ....... % ...... (P P ~ Perubahan-perubahan dalam jumlah biji matang, biji hampa, dan biji total per tanaman juga terjadi dengan peningkatan kadar asam p-hidroksibenzoat dengan pola yang sama seperti di atas (Tabel 10). Tabel Kadar asam p-hidroksibenzoat (a) 10. Pengaruh asam p-hidroksibenzoat terhadap jumlah biji per tanaman dan persentase gabah hampa (Tadano et al., 1992). Jumlah biji per tanaman Matang Hampa Persentase gabah hampa Total Persentase gabah hampa tidak berbeda antara perlakuan 0.10 mM asam p-hidroksibenzoat dengan tanpa asam p-hidroksi- benzoat, tetapi terjadi penurunan dengan peningkatan kadar phidroksibenzoat > 0.10 mM. kuan 0.25 dan 0.50 Penurunan gabah hampa pada perla- mM p-hidroksibenzoat diduga disebabkan oleh penurunan tingkat bahaya pada jumlah malai per tanaman lebih besar dibandingkan dengan penurunan pada berat kering tanaman. Jadi dapat disimpulkan bahwa asam fenolat seperti asam p-hidroksibenzoat tidak menyebabkan kehampaan secara langsung jika Cu diberikan secukupnya. Pengaruh Tanaman Senyawa Fitotoksik terhadap Proses Fisiologis Bahan-bahan humik di bawah kondisi tertentu dapat mempengaruhi pertumbuhan tanarnan. Pengaruh langsung bahan- bahan humik terhadap pertumbuhan tanaman dapat mengganggu proses-proses metabolisme seperti respirasi atau sintesis asam nukleat atau protein (Vaughan dan Malcolm, 1985). Pengaruh penting yang disebabkan oleh fitotoksik hasil dekomposisi bahan organik adalah perubahan permeabilitas sel tanaman sehingga menyebabkan mengalirnya asam-asam amino dan barangkali juga bahan-bahan lainnya ke luar sel (Tousson dan Patrick, 1963). Dalam tanah gambut, di mana bermacam-macam bahan fitotoksik ditemukan, aktivitas fisiologi akar akan tertekan oleh bahan-bahan tersebut dan kemampuan mengoksidasi akar akan menjadi relatif kecil, dan akhirnya intrusi yang tidak terhindar dari bahan-bahan reduksi tersebut ke dalam akar (Takajima, 1964). Lebih lanjut dikatakan bahwa bahan-bahan fitotoksik tersebut dapat menghambat pemanjangan akar, penyerapan hara, dan oksidasi oleh akar. Kinetika Senyawa ~itotoksikpada Tanah Tergenang Kinetika asam asetat telah dipelajari oleh Tsutsuki dan Ponnamperuma ( d d a m Tsutsuki, 1984) dengan menggunakan 3 jenis tanah yaitu Pila clayloam, Maahas clay, dan Luisiana clay. Ketiga jenis tanah tersebut diperlakukan dengan 3 macam bahan organik dan diinkubasi secara anaerobik pada suhu 20 dan 30 OC. Kinetika asam-asam asetat dalam 3 tanah terge- nang yang diperlakukan dengan jerami padi (0.25 %) pada suhu 20 OC ditunjukkan pada Gambar 8. Pada ~ i l aclayloam, jumlah asam asetat yang terakumulasi pada periode penggenangan 2 minggu adalah paling besar. Lamanya inkubasi (minggu) Gambar 8. Kinetika asam asetat pada 3 tanah tergenang yang diberi jerami padi (0.25 % ) pada 20 OC (Tsutsuki dan Ponnamperuma dalam T S U ~ S U ~ 1984). Kandungan Fe-aktif rendah dan jumlah banyak bahan organik yang mudah terdekomposisi dalam tanah diduga menjadi penyebab akumulasi yang banyak dalam suatu periode inkubasi yang pendek. Pada Maahas clay, akumulasi asam-asam organik adalah rendah pada kedua temperatur, jika bahan organik ditambahkan ke dalam tanah. Akumulasi asam-asam organik pada minggu-minggu terakhir inkubasi, nilai tertinggi pada Lusisiana clay daripada tanah-tanah lainnya. pupuk hi jau ditambahkan ke Jika jerami padi atau tanah pada 20°c, akumulasi ~ , ditunjukkan oleh 2 puncak inkubasi. pada minggu pertama dan keenam ~uisianaclay mempunyai liat berat dan Fe-aktif yang besar. kandungan Puncak kedua menyatakan secara tidak langsung bahwa asam asetat dapat berakumulasi setelah seba- gian besar Fe-aktif dalam tanah telah tereduksi (Tsutsuki dan Ponnamperuma dalam Tsutsuki, 1984). Kinetika asam-asam fenolat diteliti oleh Tsutsuki dan Ponnamperuma (da2aa Tsutsuki, 1984) pada tiga tanah tergenang jerami padi, kompos jerami yang diperlakukan dengan 0.25% padi, pupuk hijau pada dua temperatur (20 dan 35 OC). Kadar terbesar dari asam-asam fenolat berkisar antara 13.6 pmol/kg tanah untuk asam p-hidroksibenzoat dan 74.2 pmol/kg untuk asam ferulat jika jerami padi ditambahkan. Penambahan 0.25% pupuk hijau atau kompos sedikit mempengaruhi trasi asam fenolat dalam tanah. asam fenolat pada penggenangan Setelah 2 asam-asam pada minggu fenolat Luisiana kedua suhu setelah ditunjukkan penggenangan, selalu konsen- Perubahan-perubahan clay lebih 2 dan pada konsentrasi tinggi pada tanah 6 kadar minggu Gambar 9. masing-masing 20 OC. Namun perbedaan karena suhu dalam proses inkubasi adalah kecil. Konsentrasi asam p-hidroksibenzoat minggu inkubasi pada 22 35 OC OC meningkat dan menurun pada 35 degradasi dari asam p-hidroksibenzoat cepat daripada pembentukannya. setelah OC. 6 Pada suhu mungkin lebih Konsentrasi asam-asam fenolat lainnya seperti asam vanilat, asam p-kumarat, asam ferulat, asam sinapat meningkat dengan meningkatnya periode inkubasi 0 2 6 0 2 6 0 2 6 Lama inkubasi (minggu) Gambar 9. Kinetika asam-asam fenolat pada tanah Luisiana clay yang diberi jerami padi (Tsutsuki dan Ponnamperuma dalam Tsutsuki, 1984). pada kedua suhu. Pada Luisiana clay konsentrasi asam fenolat lebih tinggi pada 20 inkubasi. OC daripada 35 OC setelah 2 dan 6 minggu Namun, pada ~ i l aclayloam dan Maahas clay konsen- trasi dari asam-asam fenolat lebih tinggi pada 35 6 minggu inkubasi. OC setelah Lebih tingginya suhu mungkin menyokong pembentukan asam fenolat dari jerami padi. Pengaruh Unsur Mikro dan Natrium terhadap Tanaman Padi Pengaruh unsur konsisten. mikro dan Na pada tanah gambut tidaklah Seng (Zn) mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap jumlah anakan, hasil jerami, biji tetapi tidak menunjukkan pengaruh terhadap tinggi tanaman. besar 10 - Pemberian se- 40 kg/ha mempunyai pengaruh nyata terhadap jum- lah anakan, hasil jerami, dan biji, sedangkan pemberian 5 kg Zn/ha dapat memperpendek umur tanaman. Kematangan yang lebih awal terutama dipengaruhi melalui pembungaan 2 minggu lebih awal. Namun lamanya pengisian biji tidak berubah dengan pemberian Zn sekitar 24-32 hari tergantung varietasnya (Duta et al,, 1987). Ishaque et al. (1982) melaporkan bahwa pemberian Zn sebesar 50-100 ppm secara nyata berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman padi, yang ditunjukkan oleh tinggi tanaman, jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, dan berat 1000 bi ji. Coulter (1960 dalam Andriesse, 1974) mela- porkan bahwa dalam percobaan pot dengan tanaman padi sawah, pemberian tembaga (Cu), Zn, dan mangan (Mn) tidak memberikan tanggapan atau tidak meningkatkan hasil. Mungkin takaran yang diberikan terlalu kecil yaitu 75 kg Cu-sulfat/ha, 25 kg Zn-sulfat/ha, dan 25 kg Mn-sulfat/ha atau kandungan unsur- unsur tersebut dalam tanah gambut sudah cukup. Pertumbuhan padi pada tanah gambut dari Bacho dan Kab. Daeng, Thailand menjadi cukup baik hanya jika kapur dan unsur mikro (Cu, Zn, dan B) ditambahkan ke dalam tanah. Pertumbuh- an tanaman yang hanya diberi kapur saja masih kurang baik. Demikian juga persentase gabah hampa menjadi turun jika kapur dan unsur mikro diberikan. menjadi penyebab Kekurangan Cu dan/atau B diduga pertumbuhan hampa (Hara et al,, 1992). tanaman terhambat dan gabah Penelitian di Malaysia tentang pengaruh unsur mikro terhadap pertumbuhan tanaman padi pada tanah gambut diperoleh hasil bahwa kekurangan hampa yang paling Cu mengakibatkan persentase gabah tinggi (52.8 % ) yaitu 2 kali lebih besar dari perlakuan lengkap (21.4 % ) . Persentase gabah hampa yang tinggi pada perlakuan tanpa unsur mikro, juga disokong oleh kekurangan Cu. Kehampaan paling kecil terjadi pada perlakuan tanpa B, walaupun pertumbuhannya lebih jelek daripada perlakuan lengkap (Tabel 11). tanaman pangan Tabel 11. Perlakuan Secara umum kehampaan biji pada disebabkan oleh ketidak seirnbangan hara yang Pengaruh unsur hara mikro terhadap komponen hasil tanaman padi pada tanah gambut dari Peninsular Malaysia (Ambak et al., 1992). Jumlah batang /pot - Mikro 7.5 - Cu 6.5 - B 10.0 -Mo 17.0 -Fe 16.0 -Mn 11.5 -Zn 17.0 Lengkap 16.0 Jumlah bi ji masak/pot Jumlah Kehampaan bi ji (% hampa/pot Berat 1000 biji (9) mempunyai hubungan erat dengan kekurangan Cu dan B. Penyebab kehampaan atau sterilitas pada kekurangan Cu berkaitan dengan non-viabilitas serbuk sari atau sterilitas kepala putik. Gejala-gejala kekurangan Zn dan Cu sangat jelas di tanah gambut yang tergenang. Kekurangan Cu ditandai dengan nekro- tik pada ujung-ujung daun, tulang-tulang daun berwarna gelap (Bidwell, 1979). Pada kekurangan Cu yang serius, daun muda menjadi layu dengan ujung daun berwarna putih, cabang-cabang tidak dapat berdiri tegak (Salisbury dan Ross, 1978). Keku- rangan tembaga dapat mengakibatkan sterilnya bunga jantan dan menghasilkan 1978). bulir-bulir kosong tanaman padi (Driessen, Gejala kekurangan Zn adalah pemutihan pada dasar daun yang baru muncul dalam tahap yang dini (Mijnlief, 1983 Caldwell et a l , , 1986). dalaua Kekurangan seng juga dapat mempenga- ruhi produksi biji dan tingkat kematangan (Castro, 1977 dalam Caldwell et a l , , 1986). Pengaruh fisiologi dari seng penting sekali dalam sistem-sistem enzim yang dibutuhkan untuk sintesis protein. Sedangkan tembaga berperan sebagai penyalur elektron dalam sistem enzim dan diperlukan untuk fotosintesis (Mijnlief, . Lebih lan jut di jelaskan 1983 d a l a r Caldwell et a Z , , 1986) oleh Follet et al, (1981) bahwa fungsi Cu dalam tanaman sangat erat hubungannya dengan enzim. mengandung Cu sebagai diantaranya adalah asam lakase, Beberapa enzim yang bagian dari sistem enzim tersebut askorbat oksidase, fen01 oksidase, diamin oksidase, sitokrom oksidase, tirosinase dan plastosianin. Asam askorbat oksidase mengkatalisa oksidasi asam askorbat (vitamin C) apabila oksigen tersedia. mengoksidasi berbagai senyawa fenolik. monofenol dan polifenol oksidase. Lakase Tirosinase mencakup Aktivitas tirosinase ini berperan penting dalam perkembangan tunas-tunas umbi kentang. Plastosianin adalah suatu komponen protein dari rantai rantai transfer elektron fotosintetik dan terdapat dalam kloroplas. Disamping itu, Cu juga berperan dalam reduksi nitrit (Salisburry dan Ross, 1978; Bidwell, 1979). Padi mempunyai tinggi. toleransi pada tingkat logam mikro yang Padi adalah subyek keracunan Fe dan Mn di lahan sawah, tetapi kadar yang mengakibatkan keracunan adalah tinggi. Sebagai contoh, padi dapat tumbuh baik pada 3000 pg Mn/g bahan pg Fe/g 1977). tanaman. Keracunan Fe dapat terjadi sekitar 3000 berat kering (Yoshida, 1970 dalam Wallace et ale, Pada percobaan tentang toleransi tanaman padi pada berbagai logam mikro berlebih diperoleh hasil, pada kadar 2200 pg Zn/g, 44 pg Cu/g, 4400 pg Mn/g, dan 32 pg Pb/g berat kering bagian atas tanaman muda tidak mempunyai pengaruh merugikan terhadap hasil vegetatif. Pada kadar 3160 pg Zn/g berat kering menurunkan hasil sekitar 40 %. Pada kadar 51 pg Cu/g berat kering dan 94 pg Pb/g berat kering tidak menurunkan hasil-hasil vegetatif. tinggi. Padi toleran pada tingkat Cr yang ~oleransipadi pada tingkat logam-logam mikro yang tinggi mungkin berhubungan dengan kadar P yang tinggi dalam tanaman (Wallace et al., 1977). - Pada gambut dengan air pantai dengan problem salinitas, pencucian sungai menurunkan kadar elektrolit, terutama kandungan khlorida (Cl) yang dapat mempengaruhi pembentukan biji padi pada kadar 100-150 ppm. Pernyataan ini berlawanan dengan pengamatan terhadap petani di Kalimantan Selatan, di mana kadang-kadang dapat mencapai produksi padi 2 kali lebih pada gambut dangkal dengan pemberian 70 kg garam laut/ha. Kemungkinan ion Natrium menduduki sisi pada kompleks pertukaran dari tanah dan mengakibatkan peningkatan ketersediaan dari kation yang dijerap sebelumnya, atau mempunyai suatu pengaruh antagonistik langsung dalam pengurangan kebutuhan tanaman terhadap ion-ion yang ketersediaannya tidak cukup (Driessen dan Suhardjo, 1976). Pembentukan Kompleks Ikatan Organo-Kation Bahan humik terdiri dari asam-asam fulvat dan asam humat, yang merupakan senyawa amfoter. Walaupun senyawa- senyawa tersebut dapat bermuatan positif dan negatif namun muatan negatif biasanya lebih penting daripada muatan positif. Muatan negatif dalam bahan humik dinyatakan dalam kemasaman total, yang didefinisikan sebagai jumlah kandungan gugus karboksilat dan fenolat. Secara umum, dua gugus fung- sional ini mengendalikan perilaku elektrokimia dari bahan humik. 3.0, Disosiasi proton dari gugus karboksil dimulai pada pH dan molekul humik tersebut menjadi bermuatan negatif. Pada pH < 3.0 molekul humik mempunyai muatan negatif yang sedikit. Muatan ningkat. negatif akan meningkat apabila pH tanah me- Pada pH sama dengan 9 . O f gugus fenolat juga mulai melepaskan proton dan molekul humik mempunyai muatan negatif yang tinggi. Adanya muatan tergantung pH, muatan-muatan dari molekul humik mampu melakukan berbagai macam reaksi kimia, seperti erapan kation, pembentukan kompleks atau pengkhelatan logam, dan interaksi dengan liat (Tan, 1994). Secara praktikal dari setiap aspek kimia logam berat dalam tanah berhubungan dengan pembentukan kompleks dengan asam organik. Kation valensi ganda (seperti cu2+, mempunyai potensi untuk membentuk molekul organik. diikat melalui terutama Sedangkan oleh zn2+, Mn2+) ikatan koordinat dengan kation monovalen ( ~ a +dan )'K pertukaran kation secara sederhana pembentukan garam dengan kompleks COOH dari asam karboksilat (RCOONa dan RCOOK) dan kompleks OH dari asam fenolat (Stevenson, 1982). Menurut Tan (1993) keefektifan asam-asam organik dalam membentuk kompleks dan khelat tergantung pada kimianya. reaktivitas Berdasarkan reaktivitasnya tersebut, asam-asam organik dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: (1) asam organik yang hanya dicirikan oleh gugus fungsional karboksilat (-COOH), yang meliputi asam format, asam asetat, asam butirat, asam propionat, dan asam oksalat. Reaksi utamanya adalah pengaruh kernasaman (H+) atau elektrostatik, dan ( 2) asam-asam organik yang dicirikan oleh adanya gugus fungsional karboksilat (-COOH) dan fenolat (-OH) yang asam humik dan fulvik. meliputi asam- Asam-asam ini dapat membentuk berma- cam-macam reaksi termasuk ikatan kompleks dan khelat. Komposisi gugus-gugus fungsional dari asam-asam humik pada gambut tropika adalah sama dengan gambut dari Jepang, kecuali bahwa kandungan gugus hidroksi alkoholik dari gambut tropika > gambut dari Jepang (Tabel 12). Gugus karboksilat, karbonil, hidroksil fenolik, hidroksil alkoholik dari asam humik pada gambut tropika berturut-turut berkisar dari 2.9 5.1, 1.0 - 5.3, 0.03 Tabel 12. - 1.1, dan 3.1 - 23.5 me/g. Komposisi gugus fungsional (Yonebayashi, 1992). Gugus fungsional pada tanah gambut Thailand Malaysia COOH (me/g) 3.93 3.32 2.96 COOHs (me/g) 1.13 0.51 0.34 C = 0 (me/g) 1.71 2.07 1.77 Phe. OH (me/g) 0.51 0.81 0.62 8.71 4.5 Alc. OH (me/g) Dengan 12.0 - Jepang memperhatikan atau melihat pembentukan kompleks dan hara tanaman, logam-logam dapat dibagi dalam 3 kelompok, yaitu: (1) logam-logam yang esensial bagi tanaman tetapi tidak diikat dalam senyawa yang berkoordinasi, meliputi semua ' a ~ kation monovalen dan bivalen seperti , K+, ca2+, dan ~cj~', (2) logam-logam yang esensial bagi tanaman dengan membentuk ikatan koordinasi dengan ligand organik, yang meliputi cu2+, zn2+, ~ n ~ +co2+, , Fe2+, Fe3+,~13+,dan (3) logam-logam yang tidak dikenal fungsinya bagi tanaman tetapi berakumulasi di dalam lingkungan , meliputi cd2+, pb2+ , cr2+, H ~ , ~Uranium + dan Vanadium (Stevenson, 1982). Tipe reaksi yang terjadi antara asam-asam fenolat dan ion logam sebagian besar antara gugus -COOH dan gugus -OH fenolat, dan sebagian kecil antara gugus -COOH saja (Stevenson, 1982; Schnitzer, 1986; Mortland, 1986; Foth dan Ellis, 1988). Beberapa contoh reaksi yang terjadi antara ion logam dengan senyawa tersebut diilustrasikan pada Gambar 10. Urutan stabilitas kompleks khelat-logam yang terbentuk antara asam fulvat larut air dan ion logam valensi dua berdasarkan nilai konstanta stabilitas (log K) (Schnitzer, 1969), pada pH 3.5 adalah : cu2+ (5.78) > Fe2+ (5.06) > Ni2+ (3.47) > pb2+ (3.09) > co2+ (2.20) > ca2+ (2.09) > zn2+ (1.73) > Mn2+ (1.47) > Mg2+ (1.23). Sedangkan urutan stabilitas pada pH 5.0 adalah: cu2+ (8.69) > pb2+ (6.13) > Fe2+ (5.77) > Ni2+ (4.14) > ( 2.34) > Mn2+ (3.78) Mg2+ ( 2.09) . > co2+ (3.69) > ca2+ (2.92) > zn2+ Sedangkan menurut seri Irving -William adalah: Pb > Cu > Co > Zn > Cd > Fe > Mn > Mg. Interaksi asam humat dengan ion logam meningkat dengan meningkatnya pH dan kadar asam humat dan menurunnya kadar logam (Kerndorff dan Schnitzer, 1980 dalam. Schnitzer, 1986). Gambar 10. Reaksi logam dengan asam fulvat dan asam humat (Mortland, 1986) Urutan adsorpsi adalah sebagai berikut: pH 2.4: Hg > Fe > Pb > Cu=A1 > Ni > Cr=Zn=Cd=Co=Mn pH 3.7: Hg > Fe > A1 > Pb > Cu > Cr > Cd=Zn=Ni=Co=Mn pH 4.7: Hg = Fe = Pb = A l = C r > Cd > Ni=Zn > Co > Mn pH 5.8: Hg = Fe = Pb =Al=Cr=Cu > Cd > Zn > Ni > Co > Mn. Unsur Hg (11) dan Fe (11) selalu diadsorpsi paling kuat oleh asam humat, sedangkan kobalt dan mangan diadsorpsi paling lemah. Ion logam yang berbeda menunjukkan kompetisi terhadap sisi aktif. Afinitas ion logam dengan asam humat tidak berkorelasi dengan berat atom, nomor atom, radius ion terhidrasi dan kristal. Pembentukan kompleks organo-kation pada tanah gambut telah diteliti oleh Salampak (1993), yang melaporkan bahwa pemberian Cu pada Kalimantan Tengah tanah , yang gambut pedalaman Berengbengkel, digenangi menurunkan kadar asam-asam fenolat (asam ferulat, asam kumarat, dan asam hidroksibenzoat) tanah gambut tersebut. Kemampuan Cu dalam menurunkan kandungan ini asam-asam fenolat secara berurutan adalah sebagai berikut: asam hidroksibenzoat > asam kumarat > asam ferulat. Lebih lanjut diperoleh hasil bahwa peningkatan takaran logam mikro Cu dari 60 men jadi 120 kg CuS04. 5H20/ha menurunkan asam ferulat sebesar 7 %, asam kumarat menurun sebesar 34.8 %, dan asam hidroksibenzoat menurun sebesar 34%. Penelitian lain yang dilakukan Rachim (1995) menunjuk- kan bahwa rata-rata erapan maksimum dari 4 jenis tanah gambut dari Air Sugihan dan Air Saleh, Sumatera Selatan untuk ~ 1 ~ ' ~ ~ e ~ +dan , cu2+ masing-masing sebesar 12611, 12319, dan 15537 pg/g, dengan nilai k (konstanta energi ikatan) yang relatif rendah yaitu untuk A1 0.01-0.05 ml/pg, dan untuk Cu 0.1-0.3 ml/pg, ml/pg. untuk .Fe 1.4-5.2 Dari fenomena tersebut, diperoleh erapan kation dengan deret sebagai berikut: Cu > A1 = Fe. yang Selanjutnya erapan kation menghasilkan konstanta k menunjukkan stabilitas berikut: Fe > Cu = Al. ikatan dengan deret sebagai Dengan kata lain, walaupun erapan dengan Fe tergolong rendah, ikatan kation ini jauh lebih stabil bila dibandingkan dengan Cu maupun Al. Didapatkan juga bahwa penggunaan logam Al, Fe, dan Cu ternyata dapat menurunkan jumlah asam-asam dengan air. fenolat total yang terekstrak Dari setiap me All Fe, dan Cu rata-rata menurun- kan total asam-asam fenolat masing-masing sebesar 20, 20, dan 33 ppm. Dengan demikian, reaktivitas terbesar terjadi pada Cu, kemudian menurun pada A1 dan Fe. Penurunan kadar asam- asam fenolat ini disebabkan karena terjadinya koagulasi pada asam fenolat. Penelitian di Jepang yang dilakukan oleh Naganuma dan Okazaki (1992) menunjukkan bahwa erapan Cu dan Zn pada tanah gambut tropika tergantung pada pH larutan. Persentase erapan Cu dan Zn meningkat pada selang pH yang rendah (3 - 5). Namun pada selang pH yang lebih tinggi, bahan-bahan pengkhelat yang terlarut dari tanah gambut membentuk kompleks dengan Cu dan Zn dan berada dalam larutan tanah dalam bentuk kompleks dapat larut. Erapan maksimum Cu dan Zn terjadi pada pH sekitar 5.5. - Pada selang pH 4 7, ion Cu dapat berada dalam dua bentuk yaitu cu2+ dan CUOH+. Bentuk ion Cu yang dominan adalah cu2+, sedangkan CUOH+ berada dalam sedikit. jumlah Ion Zn dapat juga berada dalam bentuk zn2+ dan Z~OH'. Ion Z~OH' lebih dominan dalam selang pH tersebut. Lebih lanjut dinyatakan bahwa erapan isoterm Cu dan Zn pada tanah gambut tropika pada pH 5.5 lebih tinggi daripada erapan Cu dan Zn pada pH 4.5. Hal ini disebabkan muatan titik no1 dari contoh tanah gambut Ayer Baloi dan Bacho masing-masing adalah 3.34 Erapan Cu dan Zn meningkat dengan dan 3.47. meningkatnya kadar keseimbangan erapan isoterm Langmuir. erapan Cu lebih besar yang mengikuti persamaan Pada pH larutan yang sama jumlah daripada Zn. Afinitas relatif Cu dan Zn menunjukkan kemampuan kedua ion tersebut untuk membentuk khelat. Erapan maksimum Cu pada pH 5.5 adalah 1.4 mmol/g dan erapan maksimum Zn adalah 1.1 mmol/g pada tanah gambut Ayer Baloi. yang Sedangkan erapan Cu pada tanah gambut Bacho pada pH sama mmol/g. adalah 0.80 mmol/g dan erapan Zn adalah Persentase erapan dari erapan maksimum rnuatan permukaan adalah > 80 % untuk Cu dan 22 - 0.19 terhadap 80 % untuk Zn (Tabel 13 dan 14). Reaksi keseimbangan dari erapan Cu dan Zn terhadap ' H ( pelepasan proton ) H/Zn adalah 1 dan 2. menempati diperkirakan dengan nisbah H/Cu dan Dengan kata lain bahwa Cu dan Zn 1 atau 2 proton dari sisi permukaan reaktif tanah gambut tropika (Naganuma dan Okazaki, 1992). al. (1970) dan Guy et al. (1975) menyatakan bahwa dari Gamble et Cu yang Tabel Tanah Ayer Baloi Bacho Tabel Tanah 13, Muatan permukaan dan erapan Cu pada tanah gambut tropika (Naganuma dan Okazaki, 1992). pH Muatan permukaan (A) (mmol/g) 4,2 0.891 5.5 1.70 4.2 0.187 5-5 0.875 % Muatan permukaan dan erapan Zn pada tanah gambut tropika (Naganuma dan Okazaki, 1992). pH Muatan permukaan (A) (mmol/g) 4,2 0,891 Bacho 4.2 0.187 gugus B/A x 100 14. Ayer Baloi dikhelat Erapan maksimum (B) (mmolCu/g gugus karboksilat fenolik dari khelat bidentat. asam Erapan maksimum (B) (mmolZn/g) terletak humik, yang B/A x 100 % pada ortho terhadap menghasilkan bentuk Juga dinyatakan bahwa 1 mol Cu diganti 1 mol H+ untuk membentuk suatu kompleks khelat. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa urutan stabi- litas kompleks khelat-logam terutama untuk logam mikro esensial adalah Cu > Zn > Mn. Berdasarkan kenyataan tersebut maka akan dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai kemampuan Cu dan Zn terhadap penurunan asam-asam organik, khususnya yang meracun terhadap tanaman.