BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Laju deforestasi hutan di Indonesia khususnya di hutan hujan tropis
semakin meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut menjadi tantangan
khususnya bagi ahli kehutanan untuk bisa membangun hutan kembali.
Data laju deforestasi dari Departemen Kehutanan menunjukkan telah
terjadi penurunan mencapai 0,4 juta hektar per tahun pada 2009-2011.
Namun, lewat penelitian, Hansen menemukan jumlahnya lebih besar
daripada itu, sekitar 0,84 hektar per tahun pada 2012.
Upaya yang dilakukan dalam membangun kembali hutan yang
telah rusak adalah dengan melakukan penanaman jenis-jenis endemik
hutan hujan tropis seperti dari Familia Dipterocarpaceae. Dipterocarpaceae
merupakan salah satu jenis tanaman yang dominan tumbuh di hutan-hutan
Indonesia. Dipterocarpaceae termasuk tanaman eksotik yang mempunyai
nilai perdagangan yang cukup tinggi, sehingga jenis tanaman ini menjadi
salah satu jenis yang diprioritaskan dalam kegiatan rehabilitasi terutama
dalam usaha rehabilitasi pada hutan alam hujan tropis, lahan hutan dan
hutan tanaman.
Shorea selanica yang termasuk dalam family Dipterocarpaceae
memiliki masa depan yang cukup baik untuk dikembangkan karena
kayunya mempunyai nilai ekonomis, berguna untuk konstruksi bahan
bangunan, vinir, kayu lapis dan papan partikel (Anonim, 1976). Selain itu
1
Shorea
selanica
memiliki
kecepatan
pertumbuhan
yang
dapat
direkomendasikan untuk kegiatan penanaman secara komersial (Yasman,
2003).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam budidaya jenis merati ini
adalah sifat-sifat tumbuhnya yang khas famili Dipterocarpaceae terutama
pada tingkat semai apabila perbanyakan bibitnya dilakukan dipersemaian.
Bibit yang sejak awal tidak diperhatikan pertumbuhannya akan mengalami
kegagalan tumbuh pada saat di lapangan. Dengan munculnya kegagalan
tersebut maka diharuskan adanya pemberian tindakan silvikultur pada bibit
tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian Leppe dan Smits (1988) menyatakan
bahwa dalam usaha penanaman bibit Dipterocarpaceae sering terjadi
kegagalan dalam fase pertumbuhan berikutnya, pada mulanya biji yang
telah berkecambah dan daunnya nampak sehat berwarna hijau tetapi
selanjutnya daun berubah menjadi kuning. Salah satu faktor yang
menyebabkan hal tersebut karena kurangnya kandungan unsur hara pada
media tumbuh yang digunakan saat bibit berada di persemaian.
Masano (1990) menyebutkan bahwa untuk memperoleh bibit
berkualitas baik disamping menggunakan benih yang bermutu, perlu juga
diperhatikan dan diusahakan yaitu penggunaan media tumbuh yang sesuai.
Media tumbuh berfungsi sebagai tempat berpijaknya akar sehingga
tanaman mampu berdiri dengan tegak, sumber penyedia unsur hara,
sebagai gudang air dan gudang udara bagi tanaman. Media yang tepat
2
mampu mendukung optimalisasi pertumbuhan tanaman. Tidak semua
media tumbuh dapat menyediakan unsur hara yang cukup bagi tanaman,
maka dari itu perlu dilakukan pemupukan.
Pemupukan dilakukan untuk meningkatkan produktifitas tanaman
dengan cara menambahkan unsur hara yang diperlukan tanaman. Beberapa
unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman adalah unsur N, P, dan K.
Penambahan unsur hara N salah satunya dapat menyehatkan pertumbuhan
daun dan mengurangi terjadinya klorosis pada tanaman. Penambahan
unsur hara P salah satunya dapat mempercepat pertumbuhan akar semai,
sedangkan penambahan unsur hara K salah satunya adalah untuk
mempercepat perkerasan batang tanaman. Oleh karena itu unsur hara N, P
dan K diharapkan dapat memacu pertumbuhan tanaman agar menjadi
optimal.
Pemupukan yang dilakukan harus sesuai aturan dan dosis yang
tepat agar pertumbuhan tanaman menjadi optimal. Selain menambah unsur
hara, pemupukan berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia atau
biologi tanah sehingga menjadi lebih baik. Pupuk NPK termasuk salah
satu jenis pupuk yang lengkap, karena mengandung unsur hara N, P dan K
yang merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman
(Herdiana dkk., 2007).
Pemupukan
dengan
dosis
yang
tepat
dapat
mendukung
pertumbuhan tanaman yang optimal sehingga tercipta bibit-bibit yang
berkualitas. Mengacu pada hal tersebut, maka penelitian mengenai
3
pengaruh dosis pupuk NPK terhadap pertumbuhan semai Shorea selanica
perlu dilakukan.
1.2.
Permasalahan
Keberhasilan
kegiatan
persemaian
sangat
mempengaruhi
keberhasilan penanaman di lapangan. Semai yang berkualitas dapat
dipengaruhi oleh unsur hara yang tersedia di dalam media tumbuhnya.
Tidak semua media tumbuh dapat menyediakan unsur hara yang optimal
bagi tanaman. Pemberian dosis pupuk yang tepat akan membuat
pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik, sehingga ketika ditanam di
lapangan tanaman mampu bertahan dari adanya persaingan terutama di
hutan alam.
1.3.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis pupuk NPK yang
terbaik untuk pertumbuhan semai Shorea selanica 3 bulan setelah
dilakukan pemupukan.
1.4.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta
rekomendasi untuk persemaian mengenai dosis pupuk yang tepat bagi
semai Shorea selanica agar pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman
menjadi optimal.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.
Karakteristik Jenis
1.1.1. Klasifikasi Jenis
Meranti (Shorea selanica) memiliki klasifikasi menurut Benson
(1957) sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub Divisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotylodeneae
Ordo
: Guttiferales
Famili
: Dipterocarpaceae
Genus
: Shorea
Spesies
: Shorea selanica
1.1.2. Penyebaran dan Tempat Tumbuh
Pohon meranti merah (S. selanica) di Indonesia tersebar di daerah
Maluku Tenggara (Rudjiman dan Adriyanti, 2002). Pohon ini persebaran
utamanya yaitu di daerah Buru, Kepulauan Sula, Mongole, Senona, Pulau
Ogi dan Ambon.
Tanaman ini hidup berkelompok dan dominan di hutan-hutan
dataran rendah dengan ketinggian di atas 150 meter di atas permukaan air
laut.Meranti merah (S. selanica) tumbuh selalu hijau pada lahan dengan
5
drainase baik dan memiliki tanah subur, walaupun kadang-kadang tumbuh
di atas batu kapur (Newman dkk., 1999).
1.1.3. Deskripsi Botani
Pohon meranti merah (S. selanica) merupakan pohon besar
berbanir dengan tajuk yang besar (Newman dkk., 1999). Pohon ini juga
merupakan raksasa rimba dan mempunyai batang yang biasanya sangat
lurus (Heyne, 1987).
Ciri-ciri diagnostik utama pohon ini adalah daun berbulu di bawah
pertulangan sekunder 19 – 22 pasang, pepagan dalam coklat kemerahmerahan (Newman dkk., 1999), dan daunnya lonjong/bundar telur,
menjangat, 9 – 18 cm x 3 – 7 cm. Ujung daun lancip pendek atau panjang,
pangkal daun membundar, ramping atau agak berbentuk jantung,
pertulangan sekunder daun 19 – 23 pasang pada setiap sisinya, dan
pertulangan tersier terlihat jelas, bentuk tangga dan tegak lurus terhadap
tulang sekunder daun 19 – 23 pasang pada setiap sisinya, dan pertulangan
tersier terlihat jelas, bentuk tangga dan tegak terhadap tulang sekunder
daun (Newman dkk., 1999). Diameter batang bisa mencapai 100 cm
dengan tinggi batang bebas cabang mencapai 40 m kulit kayu berwarna
coklat kemerahan dengan kayu teras berwarna coklat merah terang
(Newman dkk., 1999, Rudjiman dan Adriyanti, 2002).
6
1.1.4. Silvikultur
Meranti merah (S. selanica) tumbuh dalam hutan hujan tropis
dengan tipe curah hujan A, B dan C. jenis ini tumbuh pada jenis tanah
latosol, podsolik merah – kuning pada ketinggian 1.300 m diatas
permukaan air laut (Martawijaya dkk., 1981). Menurut Rudjiman dan
Adriyanti (2002) meranti merah tumbuh menggerombol di pinggir sungai.
Meranti merah hidupnya terbatas pada iklim selalu basah (Newman dkk.,
1999).
1.1.5. Deskripsi Buah dan Bunga
Bunga meranti merah (S.selanica) berbentuk malai yang terbuka
dan bercabang serta tumbuh pada ujung ranting atau pada ketiak daun.
Bunganya kecil dan terdapat tiga buah pada setiap cabang malai. Buahnya
berbentuk telur, agak besar, bersayap lima yang terdiri atas tiga buah sayap
panjang (10 cm) dan dua buah sayap pendek (5cm) (Rudjiman dan
Adriyanti, 2002).
1.1.6. Periode Pembungaan dan Pembuahan
Periode
pembungaan
dan
pembuahan
dari
Family
Dipterocarpaceae tidak teratur. Musim berbuah masal jenis – jenis
Dipterocarpaceae hanya terjadi 3 – 5 tahun sekali (Leppe dan Smiths,
1992). Jenis S. selanica berbunga pada bulan Juli – September dengan
masa berbuah muda pada bulan Oktober – Desember dan masa berbuah
tua pada bulan Desember – Maret (Wahjono dan Tampubolon, 1987).
7
1.1.7. Manfaat
Menurut Martawijaya dkk. (1981) kayu dari jenis S. selanica ini
ringan dengan berat jenis kayu 0,46 dan termasuk dalam kelas awet IV dan
kelas kuat III. Kayu Shorea sp. pada umumnya digunakan untuk vinir,
kayu lapis, bahan bangunan rumah, papan partikel, mebel, industri
perkapalan dan untuk peti pembungkus (Anonim, 1976).
1.2.
Pupuk dan Pemupukan
Rosmarkam dan Yuwono (2002) mendefinisikan pupuk adalah suatu
bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia atau biologi tanah
sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Dalam pengertian yang
khusus, pupuk adalah suatu bahan yang mengandung satu atau lebih hara
tanaman. Menurut Hardjowigeno (1987), dalam pengertian sehari-hari pupuk
adalah suatu bahan yang digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah,
sedangkan pemupukan adalah penambahan bahan tersebut ke tanah agar tanah
menjadi lebih subur.
Tujuan pemupukan adalah untuk memelihara kesuburan tanah dengan
memberikan zat-zat kepada tanah yang langsung atau tidak langsung dapat
menyumbangkan bahan makanan pada tanaman (Sosrosoedirdjo dan Rifai, 1980).
Melalui pemupukan yang dilakukan pada tanah atau tanaman, maka akan
meningkatkan daya produksi tanah dan hasil tanaman (Soegiman, 1982).
Pemberian pupuk di persemaian merupakan suatu perlakuan yang
penting karena selain untuk meningkatkan pertumbuhan semai juga untuk
mengganti pasokan unsur hara yang hilang dalam media. Jumlah unsur hara dalam
8
media yang dapat dimanfaatkan tidak tetap, sehubungan dengan adanya
penggunaan oleh tanaman dan adanya proses pencucian terutama pada media
yang terbatas (pot atau polybag) (Supriadi dan Valli, 1988).
Keuntungan penggunaan pupuk NPK adalah bahwa dalam satu kali
pemupukan sudah mencakup beberapa unsur hara dan tidak ada persoalan dengan
pencampuran pupuk. Berbagai produsen memproduksi pupuk NPK dengan
berbagai nama yang berbeda dan kadar unsur hara yang berbeda-beda pula.
Namun pada umumnya dibuat dalam bentuk butiran yang seragam sehingga
memudahkan penaburan yang merata. Butiran-butiran tersebut umumnya agak
keras dan permukaan licin, sehingga dapat mengurangi sifat menyerap air.Pupuk
NPK dapat diberikan sebelum atau sesudah penanaman, asalkan tidak terlalu jauh
waktunya dengan saat dimulai aktivitas fisiologi tanaman. Hal ini disebabkan
pupuk ini termasuk golongan pupuk yang kecepatan bekerjanya sedang
(Hardjowigeno, 1987).
1.3.
Nitrogen
Nitrogen merupakan salah satu unsur hara utama bagi pertumbuhan
tanaman (Sutejo dan Kartasapoetra, 1987). Keberadaan nitrogen mutlak ada untuk
kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan dibutuhkan dalam
jumlah yang banyak (Winarso, 2005).
Sumber utama nitrogen adalah N bebas (N2) di atmosfer, yang
takarannya mencapai 78% volume dan sumber N lainnya yaitu senyawa-senyawa
N yang tersimpan dalam tubuh/jasad makhluk hidup (Mas’ud, 1993). Nitrogen di
atmosfer dalam bentuk senyawa N2 yang tidak bisa secara langsung dimanfaatkan
9
oleh tanaman tingkat tinggi (Winarso, 2005). Sedangkan N yang ada di dalam
tanah diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO3- (nitrat) dan NH4+
(amonium). Fungsi nitrogen adalah sebagai berikut :
a.
Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman.
b.
Dapat menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman lebar dengan warna
yang lebih hijau, kekurangan nitrogen menyebabkan klorosis (daun muda
berwarna kuning).
c.
Meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman.
d.
Meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan.
e.
Meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah yang
penting bagi pelapukan bahan organik.
(Sutejo dan Kartasapoetra, 1987).
Pemberian
nitrogen
berlebihan
akan
merugikan
karena
dapat
menghambat waktu masak, dapat melemahkan batang dan meningkatkan
kehampaan biji kadang dapat mengurangi ketahanan terhadap penyakit
(Dwijoseputro, 1978).
1.4.
Fosfor
Sumber dan cadangan fosfor (P) adalah kerak bumi yang kandungannya
mencapai 0,21% P, dalam bentuk batuan fosfat, endapan guano dan endapan fosil
tulang (Mas’ud, 1993). Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan
dengan nitrogen dan kalium. Fosfor diserap tanaman dalam bentuk ion ortofosfat
primer (H2PO4-) dan ion ortofosfat sekunder (HPO4=) (Rosmarkam dan Yuwono,
10
2002). Pada umumnya bentuk H2PO4- lebih tersedia bagi tanaman dibandingkan
dalam bentuk HPO4= (Mas’ud, 1993)
Sutejo dan Kartasapoetra (1987) menuliskan fungsi P bagi tanaman
secara umum adalah :
a.
Mempercepat pertumbuhan akar semai.
b.
Mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi
tanaman dewasa.
c.
Mempercepat pembungaan dan pemasakan buah dan biji
d.
Meningkatkan produksi biji-bijian.
e.
Sebagai penyusun lemak dan protein.
Menurut Sosrosoedirjo dan Rifai (1980), P sangat diperlukan untuk
pembentukan bunga dan buah juga berfungsi pada pernafasan, turut serta pada
sintesis zat hijau daun. P mendorong pembentukan akar-akar muda yang berguna
untuk ketahanan terhadap kekeringan.
Kekurangan unsur P umumnya menyebabkan volume jaringan tanaman
lebih kecil dan warna daun menjadi lebih gelap. Selain itu kadang-kadang kadar
nitrat dalam tanaman menjadi lebih tinggi karena proses perubahan nitrat
selanjutnya menjadi terhambat (Rosmarkan dan Yuwono, 2002). Dwidjoseputro
(1978) menyatakan, kekurangan unsur P mengakibatkan pertumbuhan terhambat
dan menjadi hijau tua, kadang-kadang tampak juga pembentukan antosianin
secara berlebihan, pada lembaran dan tangkai daun tampak bagian-bagian yang
mati dan akhirnya daun dapat rontok. Indranada (1986) menambahkan bahwa
kekurangan unsur P menyebabkan laju respirasi dan fotosintesis menurun.
11
1.5.
Kalium
Kalium (K) merupakan unsur hara utama ketia setelah N dan P
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Kalium diserap tanaman dalam bentuk ion K+
(Sutejo dan Kartasapoetra, 1987). Pada jaringan tanaman tingkat tinggi, kalium
menyusun 1,7 – 2,7 % bahan kering pada daun normal (Mas’ud, 1993). Indranada
(1986) menyatakan bahwa K selalu diserap lebih awal dari N dan P yang berarti
akumulasi K pada periode pertumbuhan dan selanjutnya ditranslokasikan ke
bagian-bagian tanaman lainnya. Karena itu gejala defisiensi K terjadi pertama kali
pada daun-daun tua. Kalium mempunyai sifat mudah larut dan hanyut, selain itu
mudah difiksasi dalam tanah (Rosmarkan dan Yuwono, 2002).
Fungsi K bagi tanaman menurut Hardjowigeno (1987) :
a.
Pembentukan pati.
b.
Mengaktifkan enzim.
c.
Pembukaan stomata (mengatur pernapasan dan penguapan).
d.
Proses fisiologi tanaman.
e.
Proses metabolik dalam sel.
f.
Mempengaruhi penyerapan unsur-unsur lain.
g.
Mempertinggi daya tahan terhadap kekeringan, penyakit.
Menurut Soegiman (1982) dengan terdapatnya cukup K maka
banyak berhubungan dengan pertumbuhan tanaman yang pada umumnya kuat dan
lebat. Unsur K dapat menambah ketahanan tanaman terhadap penyakit tertentu
dan meningkatkan sistem perakaran. K cenderung menghalangi efek rebah
tanaman dan melawan efek buruk yang disebabkan oleh terlalu banyak N.
12
Dwidjoseputro (1978) menjelaskan bahwa kekurangan K berakibat pada
terhambatnya fotosintesis dan bertambah giatnya pernapasan, serta gejala-gejala
yang nampak bila terjadi kekurangan K adalah daun menjadi kuning, ada nodanoda jaringan mati di tengah-tengah lembaran atau sepanjang tepi daun,
pertumbuhan terhambat, batang kurang kuat hingga dapat terpatahkan angin.
1.6.
Pertumbuhan
Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai suatu proses vital yang dapat
menyebabkan suatu perubahan yang tetap pada setiap tanaman atau bagiannya
yang dipandang dari sudut ukuran, bentuk, berat dan volumenya. Pertumbuhan
ditandai dengan semakin meningkatnya ukuran diameter, tinggi dan juga semakin
bertambahnya berat. Pertumbuhan tanaman ditentukan oleh faktor dalam dan
faktor lingkungan. Kondisi faktor-faktor dalam dan lingkungan saling berinteraksi
dalam menentukan pertumbuhan tanaman. Faktor lingkungan yang berpengaruh
langsung terhadap pertumbuhan pohon adalah cahaya, temperatur, konsentrasi
CO2, ketersediaan air dan ketersediaan unsur hara (Fandeli, 1987).
Ukuran tanaman sebagai indikator pertumbuhan dapat dilihat secara satu
dimensi (misalnya dengan mengukur tinggi tanaman), dua dimensi (misalnya
dengan mengukur volume akar), atau tiga dimensi (misalnya dengan mengukur
volume akar). Tinggi tanaman merupakan indikator pertumbuhan yang paling
mudah untuk diukur. Tinggi tanaman sebagai indikator pertumbuhan dapat
dianjurkan pada tanaman berbatang tunggal dengan percabangan lateral yang
terbatas dan tumbuh pada kondisi intensitas cahaya yang optimal. Akan tetapi
tinggi tanaman akan menjadi kurang berarti jika tanaman tumbuh pada kondisi
13
intensitas cahaya yang suboptimal, sehingga terjadi etiolasi. Tinggi tanaman juga
kurang dapat dianjurkan untuk tanaman dengan cabang lateral yang berkembang
sangat ekstensif (Lakitan, 1996).
Batang yang sedang aktif tumbuh, zona pembelahan sel (meristem)
terletak relatif jauh dari ujung batang, dibanding posisi meristem pada akar. Pada
tanaman gymnospermae dan dikotil, pembelahan dan pembesaran sel terjadi pada
jaringan yang terletak beberapa sentimeter dari ujung batang. Ada yang
dilaporkan terjadi pada posisi sejauh 10 cm dari ujung batang (Lakitan, 1996)
14
Download