Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Fenomena Dunia Pendidikan Formal Dewasa Ini Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik pada mata pelajaran tertentu termasuk mata pelajaran kimia. Hal ini tampak dari rata-rata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat memprihatinkan dimana setiap pengumuman kelulusan siswa, masih banyak siswa yang gagal dalam menempuh pendidikan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dasar peserta didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu. Pembelajaran yang dilakukan masih didominasi oleh guru dan kurang memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikir yang kreatif. Menurut Trianto (2007), rendahnya hasil belajar peserta didik berdasarkan hasil analisis penelitian disebabkan proses pembelajaran yang didominasi oleh pembelajaran tradisional yaitu pembelajaran yang cenderung bersifat teachercentered sehingga siswa menjadi pasif. Meskipun demikian guru lebih suka menerapkan model pembelajaran tersebut sebab tidak memerlukan alat dan bahan praktek, cukup dengan menjelaskan konsep-konsep yang ada pada buku ajar. Dalam hal ini siswa tidak diajarkan strategi belajar yang dapat memahami bagaimana belajar, berpikir dan memotivasi diri sendiri. Masalah ini banyak dijumpai dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi belajar yang dapat membantu siswa untuk memahami materi ajar dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari yang dikenal dengan pembelajaran kontektual. Berlakunya kurikulum 2004 yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi yang direvisi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis pendidikan formal. Perubahan ini harus diikuti pula oleh guru sebagai penanggung jawab 5 terselenggaranya pembelajaran di sekolah. Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada murid (student centered); metodologi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori; dan pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual. Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun dari segi hasil pendidikan. Suatu inovasi yang menarik mengiringi perubahan paradigma tersebut adalah ditemukan dan diterapkannya model-model pembelajaran inovatif dan konstruktif yaitu model pembelajaran yang mengembangkan dan menggali pengetahuan peserta didik secara kongkret dan mandiri (Trianto, 2007). II.2 Konsep Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Kegiatan atau tingkah laku belajar terdiri dari kegiatan psikis dan fisis yang saling bekerja sama secara terpadu dan komprehensif integral. Dalam menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam belajar tersebut individu menggunakan kemampuan pada tiga ranah yaitu: 1. Ranah kognitif yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, penalaran, atau pikiran yang terdiri dari kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analysis, sintesis, dan evaluasi. 2. Ranah afektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori penerimaan, partisipasi, penilaian/penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup. 3. Ranah psikomotorik yaitu kemampuan yang mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas. 6 Orang dapat mengamati tingkah laku seseorang apakah telah belajar atau belum dengan membandingkan perilaku orang tersebut sebelum dan sesudah proses pembelajaran. Pandangan tentang konsep belajar banyak dikaji oleh para pakar psikologi berkaitan dengan tumbuh kembang anak. Dalam Sagala (2007), para ahli di bidang psikologi menyatakan pendapatnya tentang konsep belajar sebagai berikut: 1. Arthur T. Jersild menyatakan bahwa belajar adalah “modification of behavior through experience and training” yaitu perubahan atau membawa akibat perubahan tingkah laku dalam pendidikan karena pengalaman dan latihan atau karena mengalami latihan. Dalam hal ini belajar adalah pengalaman yang diperoleh dari usaha sadar dan sengaja yang dilakukan peserta didik secara terus menerus. 2. Menurut Morgan, belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. 3. Dimyati dan Mudjiono mengemukakan siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan amat bergantung pada proses belajar dan mengajar yang dialami siswa dan pendidik ketika para siswa itu di sekolah maupun di lingkungan keluarganya sendiri. 4. Hilgard dan Marquis berpendapat bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajaran dan sebagainya sehingga terjadi perubahan dalam diri. 5. James l. Mursell mengemukakan belajar adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri, menjelajahi, menelusuri, dan memperoleh sendiri. 6. Menurut Gage, belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. 7. Henry E. Garret berpendapat bahwa belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama melalui latihan maupun pengalaman yang mambawa kepada perubahan diri dan perubahan cara menanggapi suatu perangsang tertentu. 7 8. Laster D. Crow mengemukakan belajar adalah upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. 9. Belajar menurut B. F. Skinner adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Belajar juga dipahami sebagai suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya bila ia tidak belajar, maka responnya menurun. Untuk membangkitkan semangat peserta didik dalam belajar, Skinner menciptakan kondisi belajar melalui pemberian penguatan-penguatan (reinforcement) yang dapat berupa pujian atau hadiah kepada peserta didik sehingga peserta didik terpacu untuk maju. 10. Menurut Robert M. Gagne, belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar terus menerus bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Ada 8 tipe belajar yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan perkembangan nalar peserta didik dalam belajar yaitu: (1) Belajar tanda-tanda atau isyarat (Signal Learning), yaitu isyarat atau signal untuk menimbulkan perasaan tertentu sebagai hasil belajar; (2) Belajar hubungan stimulus-respons ( Stimulus-Response Learning), dimana respons bersifat spesifik, tidak umum dan kabur; (3) Belajar menguasai rantai atau rangkaian hal (Chaining Learning), mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan dengan keterampilan motorik; (4) Belajar hubungan verbal atau asosiasi verbal (Verbal Association), hubungan ini terbentuk bila unsur-unsur itu terdapat dalam urutan tertentu di mana yang satu segera mengikuti yang satu lagi; (5) Belajar membedakan atau diskriminasi (discrimination learning), suatu tipe belajar yang menghasilkan kemampuan membeda-bedakan berbagai gejala; (6) Belajar konsep-konsep (Concepts Learning), yaitu corak belajar yang dilakukan dengan menentukan ciri-ciri yang khas yang ada dan memberikan sifat tertentu pula pada berbagai obyek; (7) Belajar aturan atau hukum-hukum (Rule Learning), tipe belajar ini terjadi dengan cara mengumpulkan sejumlah sifat kejadian yang kemudian tersusun dalam macam-macam aturan; dan (8) Belajar memecahkan masalah (Problem Solving), tipe belajar yang paling kompleks karena di dalamnya terkait tipe-tipe belajar yang lain terutama 8 penggunaan aturan-aturan yang ada dan disertai proses analisis dan penyimpulan. 11. Jerome S. Bruner menyebutkan belajar adalah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan , dan mentransformasikan informasi secara efektif. 12. Benjamin bloom, belajar adalah perubahan kualitas kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik untuk meningkatkan taraf hidupnya sebagai pribadi, sebagai masyarakat, maupun sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Bertolak dari pandangan beberapa ahli ini tentang belajar, definisi maupun konsep belajar selalu menunjukkan kepada suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek/latihan atau pengalaman tertentu . Dalam upaya mencapai tujuan belajar diperlukan suatu proses yang sering disebut dengan pembelajaran. Menurut Corey (dalam (Sagala, 2007)), pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono, pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar lebih aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, dimana mengajar dilakukan oleh guru sebagai seorang pendidik dan belajar dilakukan oleh seorang murid/peserta didik. Pembelajaran sebagai proses belajar, dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran. Peranan guru dalam pembelajaran bukan semata-mata sebagai pemberi informasi melainkan juga mengarahkan dan memberi fasilitas belajar agar proses belajar 9 lebih memadai. Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu pelajaran agar dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan memahami berbagai model pembelajaran untuk dapat merangsang kemampuan siswa dalam belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru. Belajar dan pembelajaran diarahkan untuk membangun kemampuan berpikir dan kemampuan menguasai materi pelajaran, dimana pengetahuan itu sumbernya dari luar diri, tetapi dikonstruksi di dalam individu siswa. Pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. kedua, dalam pembelajaran dibangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri (Sagala, 2007). II.3 Pendekatan dalam Pembelajaran Keberhasilan suatu proses pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya penggunaan pendekatan belajar yang tepat dalam proses pembelajaran. Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pendekatan belajar dan strategi atau kiat-kiat melaksanakan pendekatan serta metode belajar dalam proses pembelajaran termasuk faktor yang menentukan tingkat keberhasilan belajar. Pendekatan ini bertitiktolak pada aspek psikologis dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan anak, kemampuan intelektual anak dan kemampuan lainnya yang mendukung kamampuan belajar. Pendekatan ini dilakukan untuk memilih strategi yang dipandang tepat untuk memudahkan siswa memahami pelajaran dan juga belajar yang menyenangkan. Ada beberapa pendekatan dapat digunakan guru 10 dalam proses pembelajaran yang penggunaannya disesuaikan dengan materi ajar yang akan disampaikan agar pembelajaran berhasil maksimal. II.3.1 Pendekatan Konsep dan Pendekatan Proses Pendekatan konsep adalah suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh. Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau kelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak, kegunaan konsep untuk menjelaskan dan meramalkan. Pendekatan proses adalah suatu pendekatan pengajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut menghayati proses penemuan atau penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan proses. II.3.2 Pendekatan Deduktif dan Induktif Pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaan umum ke keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bemula dengan menyajikan aturan, prinsip umum dikuti dengan contoh-contoh khusus. Dalam berpikir deduktif ini orang bertolak dari suatu teori, prinsip, ataupun kesimpulan yang dianggapnya benar dan sudah bersifat umum untuk menjelaskan fenomenafenomena khusus. Sedangkan pendekatan induktif adalah suatu proses penalaran yang berlangsung dari khusus menuju ke yang umum, dari sifat-sifat atau ciri-ciri tertentu dari berbagai fenomena kemudian menarik kesimpulan bahwa ciri-ciri atau sifat-sifat itu terdapat pada semua jenis fenomena. II.3.3 Pendekatan Ekspositori dan Heuristik Pendekatan ekspositori menunjukkan bahwa guru berperan lebih aktif, lebih banyak melakukan aktivitas dibandingkan siswanya, karena guru telah mengelola 11 dan mempersiapkan bahan ajar secara tuntas, sedangkan siswanya berperan lebih pasif tanpa banyak melakukan pengelolaan bahan, karena siswa cukup menerima bahan ajar yang disampaikan oleh guru. Pendekatan heuristik adalah pendekatan pengajaran yang menyajikan sejumlah data, dan siswa diminta untuk membuat kesimpulan dari data tersebut, implementasinya dalam pengajaran menggunakan metode penemuan (discovery atau inquiry). II.3.4 Pendekatan Kontekstual Pendekatan kontekstual sering disebut dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru dalam mengaitkan suatu materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pendekatan ini dibangun oleh beberapa keterampilan(skill). Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama agar pembelajaran menjadi efektif yaitu konstruktivisme (Constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment). Konstruktivisme (Constructivism), pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher centered, dengan sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa. Esensi dari pendekatan konstrutivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Menemukan (Inquiry), merupakan inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan 12 bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi dari hasil menemukan sendiri. Pendekatan ini identik dengan metode ilmiah yang dilakukan melalui langkah-langkah observasi (Observation), bertanya (Questioning), mengajukan dugaan (Hypothesis), mengumpulkan data (Data gathering) dan penyimpulan (Conclusion). Bertanya (Questioning), merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam kegiatan pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yaitu untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang telah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui. Masyarakat belajar (Learning Community), suatu kondisi yang tercipta ketika proses pembelajaran berlangsung berupa komunikasi dua arah yang melibatkan semua anggota belajar yaitu guru dan siswa. Informasi bukan hanya dari guru tapi dapat berasal dari sesama siswa dengan melakukan diskusi atau tukar pendapat. Model pembelajaran ini dapat dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok belajar, yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya sehingga semua menjadi aktif dalam pembelajaran. Pemodelan (Modeling), pemodelan ini sangat diperlukan pada pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu yang memerlukan adanya model yang bisa ditiru. Dengan memberikan contoh (model) siswa akan mudah melakukan apa yang diharapkan, karena ada contoh yang ditirunya. Misalnya, jika guru menginginkan siswanya bisa mengukur volume suatu cairan dengan benar menggunakan gelas ukur, maka sebaiknya guru atau siswa yang sudah pernah dilatih untuk mendemonstrsikannya terlebih dahulu sehingga siswa yang lain mengetahui caranya dan dapat melakukannya seperti yang dilakukan oleh model tadi. 13 Refleksi (Reflection), adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterimanya. Dengan refleksi diharapkan pengetahuan yang baru diterimanya akan mengendap di benak siswa dan menjadi milik siswa. Refleksi juga dapat digunakan untuk evaluasi proses pembelajaran baik terhadap guru maupun terhadap siswa. Penilaian sebenarnya (Authentic Assesment), penilaian adalah proses pengumpulan data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan (performance) yang diperoleh siswa. Penilai tidak hanya dilakukan oleh guru yang mengajar, tetapi bisa juga teman lain atau orang lain. Pelaksanaannya dilakukan selama dan sesudah proses pembelajaran , berkesinambungan, terintegrasi dan dapat digunakan sebagai feed back. Penilaian ini dapat berupa: (1) proyek/kegiatan dan laporannya; (2) PR (pekerjaan rumah); (3) kuis; (4) karya siswa; (5) presentasi atau penampilan siswa; (6) demonstrasi; (7) laporan; (8) jurnal; (9) hasil tes tulis; dan (10) karya tulis (Muslich, 2007; Sagala, 2007; Trianto, 2007). II.4 Motivasi Menciptakan Suasana Belajar yang Menyenangkan Dalam proses pembelajaran, guru seyogyanya selalu memberikan sugesti positif agar proses pengajaran dan pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan tercipta suasana belajar yang menyenangkan yang tentunya akan sangat membantu siswa dalam proses pembelajarannya. Beberapa teknik yang digunakan untuk memberikan sugesti positif adalah mendudukkan siswa secara nyaman, memasang musik latar di dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan poster-poster untuk memberikan kesan besar sambil menonjolkan informasi, menggunakan teknologi dalam bentuk animasi-animasi yang menarik 14 sehingga tidak membosankan dan menyediakan guru-guru yang terlatih dalam seni pengajaran sugestif (DePorter, 2007; Sagala, 2007). II.5 Media Pembelajaran Dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran, guru diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang menarik dan menyenangkan yaitu salah satunya dengan menggunakan media dalam proses pembelajarannya. Media pembelajaran sering disebut dengan media komunikasi meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pelajaran, yang terdiri dari buku, tape recorder, kaset, video, gambar, kamera, grafik, televisi, dan komputer (Arsyad, 2002). Menurut Yamin (2008), jenis-jenis media pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru dalam kelas antara lain : handout, concept map, papan tulis, chart, bulletin board, flip chart, intraktive optical disk, film strip, liquid crystal display (LCD) projection panel, slide sound, film 8 mm, overhead projector (OHP) & overhwad transparancy (OHT), vidio tape, dan computer assisted instruction (CAI). Pemilihan media ini dalam pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan lingkungan sekolah. Media pembelajaran merupakan komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Manfaat penggunaan media pembelajaran menyampaikan materi ajar kepada siswa yang dikemukakan dalam oleh Hamalik (dalam (Arsyad, 2002)), bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Lebih lanjut Levie dan Lentz (dalam (Arsyad, 2002)), mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual yaitu (a) Fungsi atensi, media visual menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran dengan makna visual yang menampilkan atau menyertai teks 15 materi pelajaran, sehingga kemungkinan untuk memperoleh dan mengingat isi pelajaran semakin besar. (b) Fungsi afektif, fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar atau membaca teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa. (c) Fungsi kognitif, fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar. (d) Fungsi kompensatoris, terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali. Kemp dan Dayton (dalam (Yamin, 2008)), mengidentifikasi tidak kurang dari delapan manfaat media dalam kegiatan pembelajaran yaitu : (1) penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan, (2) proses pembelajaran menjadi lebih menarik, (3) proses belajar siswa menjadi lebih interaktif, (4) jumlah waktu belajar mengajar dapat dikurangi, (5) kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan, (6) proses belajar dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, (7) sikap positif siswa terhadap bahan pelajaran maupun terhadap proses belajar itu sendiri dapat ditingkatkan, dan (8) peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif dan produktif. II.6 Metode Pembelajaran Perkembangan mental peserta didik di sekolah, antara lain meliputi kemampuan untuk bekerja secara abstraksi menuju konseptual. Implikasinya pada pembelajaran, harus memberikan pengalaman yang bervariasi dengan metode yang efektif dan bervariasi. Pembelajaran harus memperhatikan minat dan kemampuan peserta didik. Penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan afektivitas dan efisiensi pembelajaran. Pembelajaran perlu dilakukan dengan sedikit ceramah dan metode-metode yang berpusat pada guru dan lebih menekankan pada interaksi peserta didik. 16 Pengalaman belajar di sekolah harus fleksibel dan tidak kaku, serta perlu menekankan pada kreativitas, rasa ingin tahu, bimbingan dan pengarahan ke arah kedewasaan. Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk membelajarkan peserta didik sesuai dengan materi yang diajarkan agar pembelajaran berhasil diantaranya; metode demonstrasi, inquiry, penemuan, eksperimen, pemecahan masalah, karya wisata, metode perolehan konsep, metode penugasan, ceramah, tanya jawab dan metode diskusi (Mulyasa, 2008). II.7 Peta Konsep Suatu cara belajar untuk meningkatkan pemahaman dalam pembelajaran dan menyelesaikan suatu masalah atau soal–soal khususnya kimia, akan diperkenalkan cara baru yang dapat menuntun dalam belajar dan menyelesaikan soal secara sitematik. Cara ini menggunakan teknik mapping/pemetaan. Peta konsep ini pada dasarnya adalah peta fikiran yaitu teknik pemanfaatan keseluruhan otak dengan menggunakan citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk kesan. Bila kesan yang diberikan berupa jalinan konsep atau hukum-hukum yang menerangkan suatu proses maka dikatakan peta konsep. Cara ini sangat menenangkan, menyenangkan dan kreatif (DePorter, 2007). Menurut Martin (dalam (Trianto, 2007)), yang dimaksud dengan peta konsep adalah ilustrasi grafis konkret yang mengidentifikasikan bagaimana sebuah konsep tunggal dihubungkan ke konsep-konsep lain pada kategori yang sama. Sedangkan menurut Ametembun (2006) dan Yamin (2003), teknik maping/ pemetaan dimaksudkan untuk menjalin relasi-relasi bermakna diantara konsepkonsep dalam bentuk proposisi-proposisi yaitu dua atau lebih label konsep yang dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit semantik. Pemetaan konsep-konsep merupakan suatu proses kreatif dan dapat membantu peserta didik mengembangkan kreativitasnya. Teknik ini pada dasarnya mirip dengan metode deduksi. Dengan cara ini kaitan konsep satu dengan yang lainnya akan tampak jelas dan sistematik sehingga siapapun yang membacanya akan tertuntun dengan baik. Hal ini dapat digunakan untuk menuntun menyelesaikan soal-soal kimia. 17 II.7.1 Macam-macam Peta Konsep Menurut Nur (dalam (Trianto, 2007)), peta konsep ada 4 macam yaitu pohon jaringan (network tree), rantai kejadian (events chain), peta konsep siklus ( cycle concept map), dan peta konsep laba-laba (Spider concept map). Pohon jaringan (network tree) mengandung ide-ide pokok yang dibuat dalam persegi panjang, sedangkan beberapa kata yang lain dituliskan pada garis-garis penghubung. Garis pada peta konsep menunjukkan hubungan antara ide-ide tersebut. Kata-kata yang dituliskan pada garis memberikan hubungan antara konsep-konsep. Pohon jaringan cocok digunakan untuk memvisualisasikan halhal berikut: (a) menunjukkan sebab akibat, (b) suatu hirarki, (c) prosedur yang bercabang, dan (d) istilah-istilah yang berkaitan yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan-hubungan. Bechman (2005), menegaskan bahwa peta pohon jaringan model hirarki dikatakan sebagai bagan konsep top down yang mana konsep di atasnya memiliki hubungan yang erat dengan anak konsep yang berada di bawahnya. Bentuk peta konsep berupa rantai kejadian (events chain) dapat digunakan untuk memberikan suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu prosedur atau tahap-tahap dalam suatu proses sehingga sering digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal sebagai berikut: (a) memberikan tahap-tahap suatu proses, (b) langkah-langkah dalam suatu prosedur linier, dan (c) suatu urutan kejadian secara sistematik. Dalam peta konsep siklus (cycle concept map), rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil final. Kejadian terakhir pada rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian awal. Peta konsep siklus ( cycle concept map) ini cocok digunakan untuk menunjukkan hubungan bagaimana suatu rangkaian kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang-ulang. Peta konsep laba-laba (Spider concept map) oleh Bachman (2005) dikatakan sebagai bagan konsep riak gelombang, dapat digunakan untuk curah pendapat ide-ide yang berangkat dari suatu ide sentral, sehingga dapat memperoleh sejumlah besar ide yang bercampur aduk. Jenis peta konsep yang 18 dikembangkan oleh seseorang akan tidak sama dengan peta konsep yang dikembangkan oleh orang lain, sebab dalam pikiran seseorang akan banyak konsep dan konsep-konsep itu yang akan dituangkan secara individu (Bachman, 2005; Trianto, 2007). II.7.2 Kegunaan Peta Konsep Peta konsep ini memiliki kegunaan untuk mempermudah belajar karena pada peta konsep sudah tergambar bagaimana hubungan konsep satu dengan konsep lainnya. Dengan menggunakan peta konsep, pembelajaran akan lebih sistematik dan mudah dipahami alur atau kaitan materi pembelajaran. Peta konsep ini berguna baik bagi pendidik maupun bagi peserta didik. Peta konsep akan mempermudah pendidik untuk menyampaikan materi ajar agar penyampaiannya terstruktur dan mudah diingat oleh peserta didik (DePorter, 2007; Ametembun, 2006; Yamin, 2003). II.8 Peta Konsep Penyelesaian Soal Peta konsep penyelesaian soal merupakan peta konsep yang menggambarkan alur penyelesaian suatu soal. Peta konsep penyelesaian soal menampilkan urutan penyelesaian soal, prinsip-prinsip serta hukum-hukum yang mendukung digunakan dalam menyelesaikan soal. Dalam menyusun peta konsep penyelesaian soal dibutuhkan upaya yang serius, serta analisis yang kritis terhadap soal yang akan dikerjakan. Analisis soal dilakukan agar diketahui variabel-variabel yang ada dalam soal baik variabel yang telah diketahui maupun variabel yang akan ditanyakan. Dari hasil analisis akan dapat diperkirakan bagaimana penyelesaian soal itu dan hukum-hukum atau persamaan apa yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal itu (Selvaratnam, 2008). Dalam menyusun peta konsep penyelesaian soal, variabel yang ditanyakan dituliskan di puncak peta konsep yang selanjutnya dihubungkan dengan hukum atau persamaan yang mendukungnya sehingga tampak hubungan antara variabel 19 yang ditanyakan dengan beberapa variabel lainnya yang diketahui dari analisis soal. Bila variabel yang dibutuhkan dalam persamaan yang mendukung penyelesaian soal itu juga belum diketahui, maka harus dilakukan penelusuran lagi dengan hukum atau persamaan lain yang mendukung sehingga semua variabel yang diperlukan dalam menyelesaikan soal itu diketahui. Dengan demikian akan tersusun peta konsep yang berbentuk hirarki dari atas ke bawah dengan variabel yang ditanyakan sebagai puncak peta konsep dengan variabel yang telah diketahui berada di bawahnya yang dihubungkan dengan hukum atau persamaan yang mendukungnya. Dalam meyelesaikan soal dengan menggunakan peta konsep penyelesaian soal, dilakukan mulai dari bawah yaitu dari variabel yang diketahui dengan bantuan hukum atau persamaan yang mendukung sehingga apa yang ditanyakan dalam soal sebagai variabel yang belum diketahui dapat ditentukan. Peta konsep penyelesaian soal ini dapat digunakan untuk menuntun menyelesaikan soal serta memahami alur penyelesaianya sehingga penyelesaian soal menjadi sistematik. Belajar dengan menggunakan peta konsep penyelesaian soal akan mengantarkan peserta didik dalam belajar yang lebih bermakna karena sebelum menyelesaikan soal peserta didik diajak untuk menganalisa soal secara kritis, kemudian memikirkan hukum atau persamaan mana yang akan digunakan dalam menyelesaikan soal itu. Model pembelajaran dengan pembuatan peta konsep penyelesaian soal dalam menjawab soal akan membuat peserta didik menjadi kreatif dan lebih memahami materi yang dipelajarinya oleh karena peserta didik melakukan analisa yang cermat dalam memilih persamaan yang akan digunakannya. 20