5 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Fenomena Dunia Pendidikan Formal

advertisement
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1 Fenomena Dunia Pendidikan Formal Dewasa Ini
Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah)
dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik pada mata pelajaran
tertentu termasuk mata pelajaran kimia. Hal ini tampak dari rata-rata hasil belajar
peserta didik yang senantiasa masih sangat memprihatinkan dimana setiap
pengumuman kelulusan siswa, masih banyak siswa yang gagal dalam menempuh
pendidikan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang
masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dasar peserta didik itu
sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu. Pembelajaran yang dilakukan
masih didominasi oleh guru dan kurang memberikan akses bagi anak didik untuk
berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikir yang kreatif.
Menurut Trianto (2007), rendahnya hasil belajar peserta didik berdasarkan hasil
analisis penelitian disebabkan proses pembelajaran yang didominasi oleh
pembelajaran tradisional yaitu pembelajaran yang cenderung bersifat teachercentered sehingga siswa menjadi pasif. Meskipun demikian guru lebih suka
menerapkan model pembelajaran tersebut sebab tidak memerlukan alat dan bahan
praktek, cukup dengan menjelaskan konsep-konsep yang ada pada buku ajar.
Dalam hal ini siswa tidak diajarkan strategi belajar yang dapat memahami
bagaimana belajar, berpikir dan memotivasi diri sendiri. Masalah ini banyak
dijumpai dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, oleh karena itu perlu
menerapkan suatu strategi belajar yang dapat membantu siswa untuk memahami
materi ajar dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari yang dikenal dengan
pembelajaran kontektual.
Berlakunya kurikulum 2004 yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi yang direvisi
menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 menuntut perubahan
paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis pendidikan
formal. Perubahan ini harus diikuti pula oleh guru sebagai penanggung jawab
5
terselenggaranya pembelajaran di sekolah. Salah satu perubahan paradigma
pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada
guru (teacher centered) beralih berpusat pada murid (student centered);
metodologi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori;
dan pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi
kontekstual. Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu
pendidikan, baik dari segi proses maupun dari segi hasil pendidikan.
Suatu inovasi yang menarik mengiringi perubahan paradigma tersebut adalah
ditemukan dan diterapkannya model-model pembelajaran inovatif dan konstruktif
yaitu model pembelajaran yang mengembangkan dan menggali pengetahuan
peserta didik secara kongkret dan mandiri (Trianto, 2007).
II.2 Konsep Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan
bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi).
Kegiatan atau tingkah laku belajar terdiri dari kegiatan psikis dan fisis yang saling
bekerja sama secara terpadu dan komprehensif integral.
Dalam menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam belajar tersebut individu
menggunakan kemampuan pada tiga ranah yaitu:
1. Ranah kognitif yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan,
penalaran, atau pikiran yang terdiri dari kategori pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analysis, sintesis, dan evaluasi.
2. Ranah afektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi dan
reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori
penerimaan,
partisipasi,
penilaian/penentuan
sikap,
organisasi,
dan
pembentukan pola hidup.
3. Ranah psikomotorik yaitu kemampuan yang mengutamakan keterampilan
jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa,
gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.
6
Orang dapat mengamati tingkah laku seseorang apakah telah belajar atau belum
dengan membandingkan perilaku orang tersebut sebelum dan sesudah proses
pembelajaran.
Pandangan tentang konsep
belajar banyak dikaji oleh para pakar psikologi
berkaitan dengan tumbuh kembang anak. Dalam Sagala (2007),
para ahli di
bidang psikologi menyatakan pendapatnya tentang konsep belajar
sebagai
berikut:
1. Arthur T. Jersild menyatakan bahwa belajar adalah “modification of behavior
through experience and training” yaitu perubahan atau membawa akibat
perubahan tingkah laku dalam pendidikan karena pengalaman dan latihan
atau karena mengalami latihan. Dalam hal ini belajar adalah pengalaman
yang diperoleh dari usaha sadar dan sengaja yang dilakukan peserta didik
secara terus menerus.
2.
Menurut Morgan, belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
3. Dimyati dan Mudjiono mengemukakan siswa adalah penentu terjadinya atau
tidak terjadinya proses belajar. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan
pendidikan amat bergantung pada proses belajar dan mengajar yang dialami
siswa dan pendidik ketika para siswa itu di sekolah maupun di lingkungan
keluarganya sendiri.
4.
Hilgard dan Marquis berpendapat bahwa belajar merupakan proses mencari
ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajaran dan
sebagainya sehingga terjadi perubahan dalam diri.
5. James l. Mursell mengemukakan belajar adalah upaya yang dilakukan dengan
mengalami sendiri, menjelajahi, menelusuri, dan memperoleh sendiri.
6. Menurut Gage, belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisme
berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman.
7. Henry E. Garret berpendapat bahwa belajar merupakan proses yang
berlangsung dalam jangka waktu yang lama melalui latihan maupun
pengalaman yang mambawa kepada perubahan diri dan perubahan cara
menanggapi suatu perangsang tertentu.
7
8.
Laster D. Crow mengemukakan belajar adalah upaya untuk memperoleh
kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap.
9. Belajar menurut B. F. Skinner adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian
tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Belajar juga dipahami
sebagai suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka responnya menjadi
lebih baik. Sebaliknya bila ia tidak belajar, maka responnya menurun. Untuk
membangkitkan semangat peserta didik dalam belajar, Skinner menciptakan
kondisi belajar melalui pemberian penguatan-penguatan (reinforcement) yang
dapat berupa pujian atau hadiah kepada peserta didik sehingga peserta didik
terpacu untuk maju.
10. Menurut Robert M. Gagne, belajar adalah perubahan yang terjadi dalam
kemampuan manusia setelah belajar terus menerus bukan hanya disebabkan
oleh proses pertumbuhan saja. Ada 8 tipe belajar yang disesuaikan dengan
tingkat kemampuan dan perkembangan nalar peserta didik dalam belajar
yaitu: (1) Belajar tanda-tanda atau isyarat (Signal Learning), yaitu isyarat
atau signal
untuk menimbulkan perasaan tertentu sebagai hasil belajar;
(2) Belajar hubungan stimulus-respons ( Stimulus-Response Learning),
dimana respons bersifat spesifik, tidak umum dan kabur; (3) Belajar
menguasai rantai atau rangkaian hal (Chaining Learning), mengandung
asosiasi
yang
kebanyakan
berkaitan
dengan
keterampilan
motorik;
(4) Belajar hubungan verbal atau asosiasi verbal (Verbal Association),
hubungan ini terbentuk bila unsur-unsur itu terdapat dalam urutan tertentu di
mana yang satu segera mengikuti yang satu lagi; (5) Belajar membedakan
atau diskriminasi (discrimination learning),
suatu tipe belajar yang
menghasilkan kemampuan membeda-bedakan berbagai gejala; (6) Belajar
konsep-konsep (Concepts Learning), yaitu corak belajar yang dilakukan
dengan menentukan ciri-ciri yang khas yang ada dan memberikan sifat
tertentu pula pada berbagai obyek; (7) Belajar aturan atau hukum-hukum
(Rule Learning), tipe belajar ini terjadi dengan cara mengumpulkan sejumlah
sifat kejadian yang kemudian tersusun dalam macam-macam aturan; dan
(8) Belajar memecahkan masalah (Problem Solving), tipe belajar yang paling
kompleks karena di dalamnya terkait tipe-tipe belajar yang lain terutama
8
penggunaan aturan-aturan yang ada dan disertai proses analisis dan
penyimpulan.
11. Jerome S. Bruner menyebutkan belajar adalah cara-cara bagaimana orang
memilih, mempertahankan , dan mentransformasikan informasi secara efektif.
12. Benjamin bloom, belajar adalah perubahan kualitas kemampuan kognitif,
afektif dan psikomotorik untuk meningkatkan taraf hidupnya sebagai pribadi,
sebagai masyarakat, maupun sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Bertolak dari pandangan beberapa ahli ini tentang belajar,
definisi maupun
konsep belajar selalu menunjukkan kepada suatu proses perubahan perilaku atau
pribadi seseorang berdasarkan praktek/latihan atau pengalaman tertentu .
Dalam upaya mencapai tujuan belajar diperlukan suatu proses yang sering disebut
dengan pembelajaran. Menurut Corey (dalam (Sagala, 2007)), pembelajaran
adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk
memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi
khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu. Sedangkan menurut
Dimyati dan Mudjiono, pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram
dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar lebih aktif, yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar. Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, dimana
mengajar dilakukan oleh guru sebagai seorang pendidik dan belajar dilakukan
oleh seorang murid/peserta didik. Pembelajaran sebagai proses belajar, dibangun
oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan
kemampuan
berpikir
siswa,
serta
dapat
meningkatkan
kemampuan
mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang
baik terhadap materi pelajaran.
Peranan guru dalam pembelajaran bukan semata-mata sebagai pemberi informasi
melainkan juga mengarahkan dan memberi fasilitas belajar agar proses belajar
9
lebih memadai.
Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi
pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu pelajaran agar dapat mengembangkan
kemampuan berpikir siswa dan memahami berbagai model pembelajaran untuk
dapat merangsang kemampuan siswa dalam belajar dengan perencanaan
pengajaran yang matang oleh guru.
Belajar dan pembelajaran diarahkan untuk membangun kemampuan berpikir dan
kemampuan menguasai materi pelajaran, dimana pengetahuan itu sumbernya dari
luar diri, tetapi dikonstruksi di dalam individu siswa. Pembelajaran mempunyai
dua karakteristik yaitu pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses
mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar,
mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. kedua,
dalam pembelajaran dibangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus
menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan
berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu
siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri (Sagala,
2007).
II.3 Pendekatan dalam Pembelajaran
Keberhasilan suatu proses pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor
diantaranya
penggunaan
pendekatan
belajar
yang
tepat
dalam
proses
pembelajaran. Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh
oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pendekatan belajar dan
strategi atau kiat-kiat melaksanakan pendekatan serta metode belajar dalam proses
pembelajaran termasuk faktor yang menentukan tingkat keberhasilan belajar.
Pendekatan ini bertitiktolak pada aspek psikologis dilihat dari pertumbuhan dan
perkembangan anak, kemampuan intelektual anak dan kemampuan lainnya yang
mendukung kamampuan belajar. Pendekatan ini dilakukan untuk memilih strategi
yang dipandang tepat untuk memudahkan siswa memahami pelajaran dan juga
belajar yang menyenangkan. Ada beberapa pendekatan dapat digunakan guru
10
dalam proses pembelajaran yang penggunaannya disesuaikan dengan materi ajar
yang akan disampaikan agar pembelajaran berhasil maksimal.
II.3.1 Pendekatan Konsep dan Pendekatan Proses
Pendekatan konsep adalah suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung
menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati
bagaimana konsep itu diperoleh. Konsep merupakan buah pemikiran seseorang
atau kelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk
pengetahuan meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta,
peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak, kegunaan
konsep untuk menjelaskan dan meramalkan. Pendekatan proses adalah suatu
pendekatan pengajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut
menghayati proses penemuan atau penyusunan suatu konsep sebagai suatu
keterampilan proses.
II.3.2 Pendekatan Deduktif dan Induktif
Pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaan umum
ke keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bemula dengan
menyajikan aturan, prinsip umum dikuti dengan contoh-contoh khusus. Dalam
berpikir deduktif ini orang bertolak dari suatu teori, prinsip, ataupun kesimpulan
yang dianggapnya benar dan sudah bersifat umum untuk menjelaskan fenomenafenomena khusus. Sedangkan pendekatan induktif adalah suatu proses penalaran
yang berlangsung dari khusus menuju ke yang umum, dari sifat-sifat atau ciri-ciri
tertentu dari berbagai fenomena kemudian menarik kesimpulan bahwa ciri-ciri
atau sifat-sifat itu terdapat pada semua jenis fenomena.
II.3.3 Pendekatan Ekspositori dan Heuristik
Pendekatan ekspositori menunjukkan bahwa guru berperan lebih aktif, lebih
banyak melakukan aktivitas dibandingkan siswanya, karena guru telah mengelola
11
dan mempersiapkan bahan ajar secara tuntas, sedangkan siswanya berperan lebih
pasif tanpa banyak melakukan pengelolaan bahan, karena siswa cukup menerima
bahan ajar yang disampaikan oleh guru. Pendekatan heuristik adalah pendekatan
pengajaran yang menyajikan sejumlah data, dan siswa diminta untuk membuat
kesimpulan dari data tersebut, implementasinya dalam pengajaran menggunakan
metode penemuan (discovery atau inquiry).
II.3.4 Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual sering disebut dengan pendekatan CTL (Contextual
Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru dalam
mengaitkan suatu materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pendekatan ini
dibangun oleh beberapa keterampilan(skill).
Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama agar pembelajaran
menjadi efektif yaitu konstruktivisme (Constructivism), menemukan (Inquiry),
bertanya (Questioning), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan
(Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment).
Konstruktivisme (Constructivism), pendekatan ini pada dasarnya menekankan
pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif
dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student
centered daripada teacher centered, dengan sebagian besar waktu proses belajar
mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa.
Esensi dari
pendekatan konstrutivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain dan apabila
dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Menemukan (Inquiry), merupakan inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan
12
bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi dari hasil menemukan
sendiri. Pendekatan ini identik dengan metode ilmiah yang dilakukan melalui
langkah-langkah observasi (Observation), bertanya (Questioning), mengajukan
dugaan (Hypothesis), mengumpulkan data (Data gathering) dan penyimpulan
(Conclusion).
Bertanya (Questioning), merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual.
Bertanya dalam kegiatan pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk
mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa,
kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran
yaitu untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang telah diketahui, dan
mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.
Masyarakat belajar (Learning Community), suatu kondisi yang tercipta ketika
proses pembelajaran berlangsung berupa komunikasi dua arah yang melibatkan
semua anggota belajar yaitu guru dan siswa. Informasi bukan hanya dari guru tapi
dapat berasal dari sesama siswa dengan melakukan diskusi atau tukar pendapat.
Model pembelajaran ini dapat dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok
belajar, yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum
tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai
gagasan segera memberi usul, dan seterusnya sehingga semua menjadi aktif dalam
pembelajaran.
Pemodelan (Modeling), pemodelan ini sangat diperlukan pada pembelajaran
keterampilan atau pengetahuan tertentu yang memerlukan adanya model yang
bisa ditiru. Dengan memberikan contoh (model) siswa akan mudah melakukan
apa yang diharapkan, karena ada contoh yang ditirunya. Misalnya, jika guru
menginginkan siswanya bisa mengukur volume suatu cairan dengan benar
menggunakan gelas ukur, maka sebaiknya guru atau siswa yang sudah pernah
dilatih untuk mendemonstrsikannya terlebih dahulu sehingga siswa yang lain
mengetahui caranya dan dapat melakukannya seperti yang dilakukan oleh model
tadi.
13
Refleksi (Reflection), adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa yang lalu.
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang
baru diterimanya. Dengan refleksi diharapkan pengetahuan yang baru diterimanya
akan mengendap di benak siswa dan menjadi milik siswa. Refleksi juga dapat
digunakan untuk evaluasi proses pembelajaran baik terhadap guru maupun
terhadap siswa.
Penilaian
sebenarnya
(Authentic
Assesment),
penilaian
adalah
proses
pengumpulan data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.
Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan
bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Penilaian autentik
menilai pengetahuan dan keterampilan
(performance) yang diperoleh siswa.
Penilai tidak hanya dilakukan oleh guru yang mengajar, tetapi bisa juga teman
lain atau orang lain. Pelaksanaannya dilakukan selama dan sesudah proses
pembelajaran , berkesinambungan, terintegrasi dan dapat digunakan sebagai feed
back. Penilaian ini dapat berupa: (1) proyek/kegiatan dan laporannya; (2) PR
(pekerjaan rumah); (3) kuis; (4) karya siswa; (5) presentasi atau penampilan
siswa; (6) demonstrasi; (7) laporan; (8) jurnal; (9) hasil tes tulis; dan (10) karya
tulis (Muslich, 2007; Sagala, 2007; Trianto, 2007).
II.4 Motivasi Menciptakan Suasana Belajar yang Menyenangkan
Dalam proses pembelajaran, guru seyogyanya selalu memberikan sugesti positif
agar proses pengajaran dan pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan
tercipta suasana belajar yang menyenangkan yang tentunya akan sangat
membantu siswa dalam proses pembelajarannya. Beberapa teknik yang digunakan
untuk memberikan sugesti positif adalah mendudukkan siswa secara nyaman,
memasang musik latar di dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu,
menggunakan poster-poster untuk memberikan kesan besar sambil menonjolkan
informasi, menggunakan teknologi dalam bentuk animasi-animasi yang menarik
14
sehingga tidak membosankan dan menyediakan guru-guru yang terlatih dalam
seni pengajaran sugestif (DePorter, 2007; Sagala, 2007).
II.5 Media Pembelajaran
Dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran, guru diharapkan dapat menciptakan
suasana belajar yang menarik dan menyenangkan yaitu salah satunya dengan
menggunakan media dalam proses pembelajarannya. Media pembelajaran sering
disebut dengan media komunikasi meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk
menyampaikan isi materi pelajaran, yang terdiri dari buku, tape recorder, kaset,
video, gambar, kamera, grafik, televisi, dan komputer (Arsyad, 2002). Menurut
Yamin (2008), jenis-jenis media pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru
dalam kelas antara
lain : handout, concept map, papan tulis, chart, bulletin
board, flip chart, intraktive optical disk, film strip, liquid crystal display (LCD)
projection panel, slide sound, film 8 mm, overhead projector (OHP) & overhwad
transparancy (OHT), vidio tape, dan computer assisted instruction (CAI).
Pemilihan media ini dalam pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan
lingkungan sekolah.
Media pembelajaran merupakan komponen sumber belajar atau wahana fisik yang
mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang
siswa
untuk
belajar.
Manfaat
penggunaan
media
pembelajaran
menyampaikan materi ajar kepada siswa yang dikemukakan
dalam
oleh Hamalik
(dalam (Arsyad, 2002)), bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses
belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru,
membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa
pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.
Lebih lanjut Levie dan Lentz (dalam (Arsyad, 2002)), mengemukakan empat
fungsi media pembelajaran, khususnya media visual yaitu (a) Fungsi atensi,
media visual menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi
kepada isi pelajaran dengan makna visual yang menampilkan atau menyertai teks
15
materi pelajaran, sehingga kemungkinan untuk memperoleh dan mengingat isi
pelajaran semakin besar. (b) Fungsi afektif, fungsi afektif media visual dapat
terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar atau membaca teks yang
bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa.
(c) Fungsi kognitif, fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan
penelitian
yang
mengungkapkan
bahwa
lambang
visual
atau
gambar
memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau
pesan yang terkandung dalam gambar. (d) Fungsi kompensatoris, terlihat dari
hasil penelitian bahwa media visual memberikan konteks untuk memahami teks
membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi
dalam teks dan mengingatnya kembali.
Kemp dan Dayton (dalam (Yamin, 2008)), mengidentifikasi tidak kurang dari
delapan manfaat media dalam kegiatan pembelajaran yaitu : (1) penyampaian
materi pelajaran dapat diseragamkan, (2) proses pembelajaran menjadi lebih
menarik, (3) proses belajar siswa menjadi lebih interaktif, (4) jumlah waktu
belajar mengajar dapat dikurangi, (5) kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan,
(6) proses belajar dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, (7) sikap positif siswa
terhadap bahan pelajaran maupun terhadap proses belajar itu sendiri dapat
ditingkatkan, dan (8) peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif dan
produktif.
II.6 Metode Pembelajaran
Perkembangan mental peserta didik di sekolah, antara lain meliputi kemampuan
untuk
bekerja
secara
abstraksi
menuju
konseptual.
Implikasinya
pada
pembelajaran, harus memberikan pengalaman yang bervariasi dengan metode
yang efektif dan bervariasi. Pembelajaran harus memperhatikan minat dan
kemampuan peserta didik. Penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan
afektivitas dan efisiensi pembelajaran.
Pembelajaran perlu dilakukan dengan
sedikit ceramah dan metode-metode yang berpusat pada guru dan lebih
menekankan pada interaksi peserta didik.
16
Pengalaman belajar di sekolah harus fleksibel dan tidak kaku, serta perlu
menekankan pada kreativitas, rasa ingin tahu, bimbingan dan pengarahan ke arah
kedewasaan. Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
membelajarkan peserta didik sesuai dengan materi yang diajarkan agar
pembelajaran berhasil diantaranya; metode demonstrasi, inquiry, penemuan,
eksperimen, pemecahan masalah, karya wisata, metode perolehan konsep, metode
penugasan, ceramah, tanya jawab dan metode diskusi (Mulyasa, 2008).
II.7 Peta Konsep
Suatu cara belajar untuk meningkatkan pemahaman dalam pembelajaran dan
menyelesaikan suatu masalah atau soal–soal khususnya kimia, akan diperkenalkan
cara baru yang dapat menuntun dalam belajar dan menyelesaikan soal secara
sitematik. Cara ini menggunakan teknik mapping/pemetaan. Peta konsep ini pada
dasarnya adalah peta fikiran yaitu teknik pemanfaatan keseluruhan otak dengan
menggunakan citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk kesan.
Bila kesan yang diberikan berupa jalinan konsep atau hukum-hukum yang
menerangkan suatu proses maka dikatakan peta konsep. Cara ini sangat
menenangkan, menyenangkan dan kreatif (DePorter, 2007).
Menurut Martin (dalam (Trianto, 2007)), yang dimaksud dengan peta konsep
adalah ilustrasi grafis konkret yang mengidentifikasikan bagaimana sebuah
konsep tunggal dihubungkan ke konsep-konsep lain pada kategori yang sama.
Sedangkan menurut Ametembun (2006) dan Yamin (2003), teknik maping/
pemetaan dimaksudkan untuk menjalin relasi-relasi bermakna diantara konsepkonsep dalam bentuk proposisi-proposisi yaitu dua atau lebih label konsep yang
dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit semantik. Pemetaan konsep-konsep
merupakan
suatu
proses
kreatif
dan
dapat
membantu
peserta
didik
mengembangkan kreativitasnya. Teknik ini pada dasarnya mirip dengan metode
deduksi. Dengan cara ini kaitan konsep satu dengan yang lainnya akan tampak
jelas dan sistematik sehingga siapapun yang membacanya akan tertuntun dengan
baik. Hal ini dapat digunakan untuk menuntun menyelesaikan soal-soal kimia.
17
II.7.1 Macam-macam Peta Konsep
Menurut Nur (dalam (Trianto, 2007)), peta konsep ada 4 macam yaitu pohon
jaringan (network tree), rantai kejadian (events chain), peta konsep siklus ( cycle
concept map), dan peta konsep laba-laba (Spider concept map).
Pohon jaringan (network tree) mengandung ide-ide pokok yang dibuat dalam
persegi panjang, sedangkan beberapa kata yang lain dituliskan pada garis-garis
penghubung.
Garis pada peta konsep menunjukkan hubungan antara ide-ide
tersebut. Kata-kata yang dituliskan pada garis
memberikan hubungan antara
konsep-konsep. Pohon jaringan cocok digunakan untuk memvisualisasikan halhal berikut: (a) menunjukkan sebab akibat, (b) suatu hirarki, (c) prosedur yang
bercabang, dan (d) istilah-istilah yang berkaitan yang dapat digunakan untuk
menjelaskan hubungan-hubungan. Bechman (2005), menegaskan bahwa peta
pohon jaringan model hirarki dikatakan sebagai bagan konsep top down yang
mana konsep di atasnya memiliki hubungan yang erat dengan anak konsep yang
berada di bawahnya.
Bentuk peta konsep berupa rantai kejadian (events chain) dapat digunakan untuk
memberikan suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu prosedur atau
tahap-tahap
dalam
suatu
proses
sehingga
sering
digunakan
untuk
memvisualisasikan hal-hal sebagai berikut: (a) memberikan tahap-tahap suatu
proses, (b) langkah-langkah dalam suatu prosedur linier, dan (c) suatu urutan
kejadian secara sistematik. Dalam peta konsep siklus (cycle concept map),
rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil final. Kejadian terakhir pada
rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian awal. Peta konsep siklus ( cycle
concept map) ini cocok digunakan untuk menunjukkan hubungan bagaimana
suatu rangkaian kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil
yang berulang-ulang. Peta konsep laba-laba (Spider concept map) oleh Bachman
(2005) dikatakan sebagai bagan konsep riak gelombang, dapat digunakan untuk
curah pendapat ide-ide yang berangkat dari suatu ide sentral, sehingga dapat
memperoleh sejumlah besar ide yang bercampur aduk. Jenis peta konsep yang
18
dikembangkan oleh seseorang akan tidak sama dengan peta konsep yang
dikembangkan oleh orang lain, sebab dalam pikiran seseorang akan banyak
konsep dan konsep-konsep itu yang akan dituangkan secara individu
(Bachman, 2005; Trianto, 2007).
II.7.2 Kegunaan Peta Konsep
Peta konsep ini memiliki kegunaan untuk mempermudah belajar karena pada peta
konsep sudah tergambar bagaimana hubungan konsep satu dengan konsep
lainnya. Dengan menggunakan peta konsep, pembelajaran akan lebih sistematik
dan mudah dipahami alur atau kaitan materi pembelajaran. Peta konsep ini
berguna baik bagi pendidik maupun bagi peserta didik. Peta konsep akan
mempermudah pendidik untuk menyampaikan materi ajar agar penyampaiannya
terstruktur dan mudah diingat oleh peserta didik (DePorter, 2007; Ametembun,
2006; Yamin, 2003).
II.8 Peta Konsep Penyelesaian Soal
Peta konsep penyelesaian soal merupakan peta konsep yang menggambarkan alur
penyelesaian suatu soal. Peta konsep penyelesaian soal menampilkan urutan
penyelesaian soal, prinsip-prinsip serta hukum-hukum yang mendukung
digunakan dalam menyelesaikan soal. Dalam menyusun peta konsep penyelesaian
soal dibutuhkan upaya yang serius, serta analisis yang kritis terhadap soal yang
akan dikerjakan. Analisis soal dilakukan agar diketahui variabel-variabel yang
ada dalam soal baik variabel yang telah diketahui maupun variabel yang akan
ditanyakan. Dari hasil analisis akan dapat diperkirakan bagaimana penyelesaian
soal itu dan hukum-hukum atau persamaan apa yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan soal itu (Selvaratnam, 2008).
Dalam menyusun peta konsep penyelesaian soal, variabel yang ditanyakan
dituliskan di puncak peta konsep yang selanjutnya dihubungkan dengan hukum
atau persamaan yang mendukungnya sehingga tampak hubungan antara variabel
19
yang ditanyakan dengan beberapa variabel lainnya yang diketahui dari analisis
soal. Bila variabel yang dibutuhkan dalam persamaan yang mendukung
penyelesaian soal itu juga belum diketahui, maka harus dilakukan penelusuran
lagi dengan hukum atau persamaan lain yang mendukung sehingga
semua
variabel yang diperlukan dalam menyelesaikan soal itu diketahui. Dengan
demikian akan tersusun peta konsep yang berbentuk hirarki dari atas ke bawah
dengan variabel yang ditanyakan sebagai puncak peta konsep dengan variabel
yang telah diketahui berada di bawahnya yang dihubungkan dengan hukum atau
persamaan yang mendukungnya.
Dalam meyelesaikan soal dengan menggunakan peta konsep penyelesaian soal,
dilakukan mulai dari bawah yaitu dari variabel yang diketahui dengan bantuan
hukum atau persamaan yang mendukung sehingga apa yang ditanyakan dalam
soal sebagai variabel yang belum diketahui dapat ditentukan. Peta konsep
penyelesaian soal ini dapat digunakan untuk menuntun menyelesaikan soal serta
memahami alur penyelesaianya sehingga penyelesaian soal menjadi sistematik.
Belajar dengan menggunakan peta konsep penyelesaian soal akan mengantarkan
peserta didik dalam belajar yang lebih bermakna karena sebelum menyelesaikan
soal peserta didik diajak untuk menganalisa soal secara kritis, kemudian
memikirkan hukum atau persamaan mana yang akan digunakan dalam
menyelesaikan soal itu. Model pembelajaran dengan pembuatan peta konsep
penyelesaian soal dalam menjawab soal akan membuat peserta didik menjadi
kreatif dan lebih memahami materi yang dipelajarinya oleh karena peserta didik
melakukan analisa yang cermat dalam memilih persamaan yang akan
digunakannya.
20
Download