efektivitas terapi bermain puzzle dengan mewarnai gambar

advertisement
EFEKTIVITAS TERAPI BERMAIN PUZZLE DENGAN MEWARNAI
GAMBAR TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK USIA PRA
SEKOLAH DI RSUD 45 KUNINGAN
(Effectiveness of Therapy Play with Puzzle and Colored A Picture on the Level of Anxiety
Pre Schools Children in the Orchids Room Unit of RSUD 45 Kuningan)
Oleh :
Nanang Saprudin (Dosen tetap Program Studi S1 Keperawatan STIKes Kuningan)
Neneng Aria Nengsih (Dosen tetap Program Studi S1 Keperawatan STIKes Kuningan)
Fhitria (Mahasiswi Program Studi S1 Keperawatan STIKes Kuningan)
ABSTRAK
Pengantar : Data Survei Kesehatan Nasional tahun 2010 jumlah anak yang menjalani
hospitalisasi usia 0-21 tahun mencapai 14,44% dihitung dari keseluruhan jumlah
penduduk. Hospitalisasi dapat mengakibatkan tingkat kecemasan anak meningkat, untuk
mengurangi kecemasan anak dapat dilakukan terapi bermain yaitu puzzle dan mewarnai
gambar. Dengan melakukan permainan, anak akan terlepas dari ketegangan dan stres
yang dialaminya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi bermain
puzzle dan mewarnai gambar terhadap tingkat kecemasan anak usia pra sekolah di ruang
anggrek RSUD 45 Kuningan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment dengan pendekatan the
reversed-treatment nonequivalent control group design with pretest and posttest. Teknik
pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling dengan pendekatan
nonprobability sampling dan jumlah sampel sebanyak 24 responden. Data yang diperoleh
melalui pengisian lembar observasi, dengan uji statistik menggunakan uji Dependent
Sample T-test dan Independent Sample T-test.
Hasil: Hasil penelitian menunjukan bahwa terapi bermain puzzle dan mewarnai gambar
terdapat pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kecemasan anak yang menjalani
hospitalisasi dengan nilai p=0,000 pada setiap jenis terapi bermain. Dilihat dari selisih
angka kedua terapi bermain, terapi bermain puzzle lebih cepat dalam menurunkan tingkat
kecemasan dari jenis terapi mewarnai gambar. Hasil uji statistik menunjukan nilai
p=0,291 pada kedua kelompok terapi, yang artinya bahwa kedua kelompok terapi
bermain memiliki efektivitas yang sama terhadap penurunan tingkat kecemasan.
Kesimpulan dan Saran: Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kedua terapi
bermain tersebut dapat digunakan untuk menurunkan tingkat kecemasan anak yang
menjalani hospitalisasi. Saran bagi perawat, kedua terapi bermain tersebut dapat
digunakan dalam penerapan prinsip atraumatik care pada anak saat menjalani
hospitalisasi.
Kata Kunci : puzzle, mewarnai gambar, kecemasan
ABSTRACT
Introduction: According to the data of national health survey in 2010 the amount of
children undergo hospitalization children 0-21 years old reached 14,44% calculated of
the total residents. Hospitalization can result the anxiety children increased, to reduce
anxiety children can be done therapy play namely playing puzzle and coloring a picture.
By doing games, children will regardless of tension and stress experienced. This report
aims to review the effectiveness of therapy play with puzzle and colored a picture on the
level of anxiety pre schools children in the orchids room unit of RSUD 45 Kuningan.
Method: Research design uses the reversed-treatment nonequivalent control group
design with pretest and posttest. Research design sampling uses consecutive sampling
with nonprobability sampling technique and the amount of sample is 24 respondents. The
data obtained from observation are then statistic using Dependent Sample T-test and
Independent Sample T-test.
Result: The results of the study showed that puzzles therapy and colored a picture there
are significant influence on the level of anxiety children undergo hospitalization with the
value p=0,000 of each therapy play. Seen from the difference of the both groups therapy
play, puzzles therapy that more rapidly in reduce the anxiety of the therapy colored a
picture. The results of statistical tests showed value p=0,291 in both groups therapy,
which means that the two groups therapy play having one of equal effectiveness of the
decline in anxiety.
Discussion: For nurses, the both therapy play it can be used in application of the
principle of atraumatic care on child when undergoing hospitalization.
Keywords : puzzle, colored a picture, anxiety
PENDAHULUAN
Penyakit dan hospitalisasi sering
kali menjadi krisis pertama yang harus
dihadapi anak, di Amerika Serikat
diperkirakan lebih dari 5 juta anak
mengalami hospitalisasi dan lebih dari
50% dari jumlah tersebut anak mengalami
kecemasan dan stres, diperkirakan juga
lebih dari 1,6 juta anak dan anak usia
antara 2-6 tahun menjalani hospitalisasi
disebabkan karena injury dan berbagai
penyebab lain (Disease Control, National
Hospital Discharge Survey (NHDS) pada
tahun 2004 dalam Apriliawati 2011).
Angka
kesakitan
anak
di
Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan
Nasional (Susenas) tahun 2010, di daerah
perkotaan menurut kelompok usia 0-4
tahun sebesar 25,8%, usia 5-12 tahun
sebanyak 14,91%, usia 13-15 tahun
sekitar 9,1%, usia 16-21 tahun sebesar
8,13%. Angka kesakitan anak usia 0-21
tahun apabila dihitung dari keseluruhan
jumlah penduduk adalah 14,44%. Anak
yang dirawat di rumah sakit akan
berpengaruh pada kondisi fisik dan
psikologinya, hal ini disebut dengan
hospitalisasi.
Hospitalisasi
pada
anak
merupakan proses karena suatu alasan
yang berencana atau darurat yang
mengharuskan anak untuk tinggal di
rumah sakit menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangan kembali ke
rumah (Sutomo, 2011). Selama proses
tersebut, anak dapat mengalami berbagai
kejadian berupa pengalaman yang
traumatik dan penuh dengan kecemasan.
Intervensi keperawatan pada anak yang
mengalami kecemasan menurut Supartini
dalam Rini (2013) yaitu dengan,
“meminimalkan stresor, memaksimalkan
manfaat
hospitalisasi,
memberikan
dukungan psikologis pada anggota
keluarga, dan mempersiapkan anak
sebelum dirawat di rumah sakit”.
Perasaan
cemas
merupakan
dampak dari penyakit dan hospitalisasi
yang harus dihadapi anak. Kecemasan
utama dari hospitalisasi antara lain adalah
kecemasan akibat perpisahan, kehilangan
kendali, cedera tubuh dan nyeri. Reaksi
anak terhadap krisis-krisis tersebut
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, lama
hari rawat, dan pengalaman dirawat
sebelumnya (Wong, 2009).
Kecemasan terbesar anak usia
prasekolah adalah kecemasan akan
kerusakan
tubuh.
Hospitalisasi
menimbulkan krisis dalam kehidupan
anak disertai stres berlebihan, maka anakanak perlu bermain untuk mengeluarkan
rasa takut dan cemas yang mereka alami
sebagai alat koping dalam menghadapi
stres (Wong, 2009:803).
Aspek perkembangan anak dapat
ditumbuhkan
secara
optimal
dan
maksimal melalui kegiatan bermain.
Upaya dalam mengurangi kecemasan
anak adalah dengan terapi bermain. Terapi
bermain adalah usaha mengubah tingkah
laku
bermasalah,
dengan
tujuan
melakukan perubahan yang berarti
menghilangkan,
mengurangi,
memodifikasi suatu kondisi atau tingkah
laku tertentu dengan menempatkan anak
dalam situasi bermain (Adriana, 2011).
Permainan yang disukai anak pra
sekolah di antaranya adalah puzzle dan
mewarnai gambar. Puzzel merupakan alat
permainan sederhana yang dimainkan
dengan bongkar pasang yang edukatif dan
dapat merangsang daya imajinasi anak
(Adriana, 2011). Selain itu mewarnai
gambar adalah salah satu permainan yang
memberikan kesempatan anak untuk
bebas berekspresi dan sangat terapeutik
atau sebagai permainan penyembuh
(Suparto dalam Sutomo 2011). Kedua
permainan ini, dari penelitian Sutomo
(2011) dan Kaluas (2015) mendapatkan
hasil yang signifikan dalam menurunkan
kecemasan anak yang mengalami
hospitalisasi.
Berdasarkan penelitian Kaluas
(2015) di RS TK III R.W Mongosidi
Manado
menyatakan
bahwa
ada
perbedaan terapi bermain puzzle dan
bercerita terhadap kecemasan anak usia
pra sekolah (3-5 tahun). Penelitian ini
serupa dengan penelitian Kaluas namun
perbedaannya terletak pada variabel bebas
yang diteliti. Pada penelitian Kaluas yang
diteliti adalah terapi bermain puzzle dan
bercerita, sementara peneliti akan meneliti
terapi bermain puzzle dan mewarnai
gambar pada anak usia pra sekolah (3-6
tahun) yang ada di RSUD 45 Kuningan.
Hasil studi pendahuluan yang
dilakukan peneliti di ruang anak RSUD 45
Kuningan didapatkan data 1 bulan terakhir
pada bulan April 2016 menunjukan data
bahwa jumlah anak yang dirawat dengan
usia 3–6 tahun sebanyak 75 pasien anak
dengan rata-rata lama rawat anak sekitar
2-4 hari. Hasil observasi menemukan anak
sering gelisah, menangis, rewel, dan
selalu ingin ditemani oleh orang tuanya.
BAHAN DAN METODE
Penelitian
ini
merupakan
penelitian quasi eksperiment dengan
pendekatan
the
reversed-treatment
nonequivalent control group design with
pretest and posttest. Teknik pengambilan
sampel
menggunakan
consecutive
sampling
dengan
pendekatan
nonprobability sampling dan jumlah
sampel sebanyak 24 responden.
Data didapatkan dengan mengisi
lembar observasi mengenai usia, jenis
kelamin, lama hari rawat dan pengalaman
dirawat sebelumnya yang diperoleh dari
hasil pengamatan peneliti langsung, orang
tua pasien atau melalui catatan status
penyakit pasien. Selanjutnya peneliti
melakukan pengukuran tingkat kecemasan
dengan menggunakan alat ukur HRS-A
untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan
responden. Setelah data terkumpul,
dilakukan pengolahan data dan analisis
menggunakan analisis univariat dan
bivariat, dengan uji statistik menggunakan
uji Dependent Sample T-test dan
Independent Sample T-test.
HASIL PENELITIAN
Dari 24 responden yang diteliti,
dapat dilihat distribusi pada Efektivitas
Terapi Bermain Puzzle dengan Mewarnai
Gambar terhadap Tingkat Kecemasan
Anak Usia Pra Sekolah di Ruang Anggrek
RSUD 45 Kuningan tahun 2016 dengan
hasil sebagai berikut :
Distribusi Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin dan Pengalaman di
Rawat Sebelumnya di RSUD 45
Kuningan Juni 2016 (f=24)
Berdasarkan tabel di atas variabel
jenis kelamin, sebagian besar responden
anak berjenis kelamin laki-laki (66,7%)
untuk kelompok intervensi terapi bermain
puzzle. Sedangkan kelompok terapi
bermain mewarnai gambar sebagian
responden anak berjenis kelamin laki-laki
(58,3%).
Berdasarkan variabel pengalaman
dirawat sebelumnya, sebagian besar
responden anak tidak mempunyai
pengalaman dirawat sebelumnya (66,7%)
untuk kelompok intervensi terapi bermain
puzzle. Sedangkan kelompok terapi
bermain mewarnai gambar sebagian besar
responden anak tidak mempunyai
pengalaman dirawat sebelumnya (75,0%).
Distribusi Responden Berdasarkan
Usia dan Lama Hari Rawat di RSUD 45
Kuningan Juni 2016 (f=24).
Berdasarkan tabel diatas dari hasil
penelitian didapatkan bahwa rata-rata usia
pada kelompok bermain puzzle 5,16,
median 5,50 (95% CI:4,51-5,82) dengan
standar deviasi 1,029. Usia terendah 3
tahun dan tertinggi 6 tahun. Dari estimasi
interval disimpulkan bahwa 95% diyakini
rata-rata usia anak di ruang anggrek
RSUD 45 Kuningan tahun 2016 adalah
diantara 4,51 sampai dengan 5,82.
Sedangkan rata-rata usia pada kelompok
bermain mewarnai gambar 4,16, median
3,50 (95% CI:3,31-5,01) dengan standar
deviasi 1,337. Usia terendah 3 tahun dan
tertinggi 6 tahun. Dari estimasi interval
disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata
usia anak di ruang anggrek RSUD 45
Kuningan tahun 2016 adalah diantara
3,31 sampai dengan 5,01.
Berdasarkan lama hari rawat
didapatkan rata-rata lama hari rawat pada
kelompok bermain puzzle1,83, median
Berdasarkan tabel di atas dari
hasil penelitian didapat bahwa rata-rata
tingkat kecemasan sebelum terapi bermain
puzzle 23,75, setelah terapi bermain puzzle
17,58 dengan standar deviasi sebelum
terapi 3,62 dan setelah terapi 3,85.
Terlihat nilai mean perbedaan antara
sebelum terapi dan setelah terapi adalah
6,17. Hasil uji statistik didapatkan nilai
2,00 (95% CI:1,46-2,20) dengan standar
deviasi 0,577. Lama hari rawat terendah 1
hari dan tertinggi 3 hari. Dari estimasi
interval disimpulkan bahwa 95% diyakini
rata-rata lama hari rawat di ruang anggrek
RSUD 45 Kuningan tahun 2016 adalah
diantara 1,46 sampai dengan 2,20.
Sedangkan rata-rata lama hari rawat pada
kelompok mewarnai gambar 1,58, median
1,50 (95% CI:1,15-2,00) dengan standar
deviasi 0,668. Lama hari rawat terendah 1
hari dan tertinggi 3 hari. Dari estimasi
interval disimpulkan bahwa 95% diyakini
rata-rata lama hari rawat di ruang anggrek
RSUD 45 Kuningan tahun 2016 adalah
diantara 1,15 sampai dengan 2,00.
Distribusi Rata-rata Tingkat
Kecemasan Responden Sebelum dan
Setelah Intervensi Terapi Bermain
Puzzle di RSUD 45 Kuningan Juni 2016
(f=12).
p=0,000 maka dapat disimpulkan ada
perbedaaan yang signifikan rata-rata
tingkat kecemasan sebelum dan setelah
dilakukan terapi bermain puzzle.
Distribusi
Rata-rata
Tingkat
Kecemasan Responden Sebelum dan
Setelah Intervensi Terapi Bermain
Mewarnai Gambar di RSUD 45
Kuningan Juni 2016 (f=12).
Berdasarkan tabel di atas dari
hasil penelitian didapat bahwa rata-rata
tingkat kecemasan sebelum terapi bermain
mewarnai gambar 25,08, setelah terapi
bermain mewarnai gambar 19,25 dengan
standar deviasi sebelum terapi 3,37 dan
setelah terapi 3,69. Terlihat nilai mean
perbedaan antara sebelum terapi dan
setelah terapi adalah 5,83. Hasil uji
statistik didapatkan nilai p=0,000 maka
dapat disimpulkan ada perbedaaan yang
signifikan rata-rata tingkat kecemasan
sebelum dan setelah dilakukan terapi
bermain mewarnai gambar.
Berdasarkan tabel di atas dari
hasil penelitian didapat bahwa rata-rata
tingkat kecemasan terapi bermain puzzle
17,58, terapi bermain mewarnai gambar
19,25 dengan standar deviasi terapi
bermain puzzle 3,84 dan terapi mewarnai
gambar 3,69. Terlihat nilai mean
perbedaan antara terapi bermain puzzle
dan terapi mewarnai gambar adalah -1,67.
Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,291
maka dapat disimpulkan tidak terdapat
perbedaaan yang signifikan antara terapi
bermain puzzle dan mewarnai gambar.
Artinya terapi bermain puzzle dan
mewarnai gambar memiliki efektivitas
yang sama terhadap penurunan tingkat
kecemasan.
Distribusi Perbedaan Rerata Tingkat
Kecemasan Setelah Intervensi pada
Kelompok Terapi Bermain Puzzle dan
Mewarnai Gambar di RSUD 45
Kuningan Juni 2016 (f=24).
PEMBAHASAN
Gambaran Karakteristik Responden
Usia
Usia responden dalam penelitian
ini berusia minimal 3 tahun dan maksimal
6 tahun, sebagian besar responden berusia
6 tahun pada kelompok terapi bermain
puzzle dan sebagian besar responden
berusia 3 tahun pada kelompok terapi
mewarnai gambar. Pada saat dilapangan,
anak yang berusia lebih muda cenderung
memiliki tingkat kecemasan yang berat
dibandingkan anak yang berusia lebih tua.
Penelitian ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Warastuti (2015)
yang mengatakan bahwa usia anak
semakin muda juga semakin rentan
terhadap stres. Anak usia 3-4 tahun masih
memiliki egosentrisme yang tinggi
dibandingkan dengan usia 5-6 tahun
dengan sifat memberontak yang mulai
berkurang.
Respon anak terhadap stressor
berupa ketakutan, perpisahan, dan
kehilangan kendali beragam bergantung
pada usia serta tingkat perkembangan
anak. Anak yang berusia lebih muda
dengan pengalaman anak yang masih
terbatas dan kemampuan intelektual anak
yang belum matang, memiliki waktu yang
lebih sulit untuk memahami apa yang
terjadi pada anak tersebut. Kondisi ini
terjadi pada balita dan anak pra sekolah,
yang mempersepsikan keutuhan tubuh
anak terganggu selama gangguan fisik dan
prosedur rumah sakit merupakan tindakan
yang tidak disukai. Meskipun anak
mampu beradaptasi saat anak tumbuh
lebih besar, kekurangan pemahaman
mengenai hospitalisasi dapat membuat
adaptasi anak menjadi sulit (Kyle, 2015).
Jenis Kelamin
Hasil penelitian diketahui bahwa
sebagian besar anak yang menjalani
hospitalisasi berjenis kelamin laki-laki.
Menurut teori Santrock (2003) dalam
Warastuti (2015) yang mengatakan bahwa
anak laki-laki memiliki tingkat resiko
stres lebih tinggi karena pengaturan
hormon stres yang berbeda dengan
perempuan. Anak laki-laki menunjukkan
protesnya terhadap sakit yang dialami
seperti perilaku memberontak, tidak
kooperatif saat dilakukan tindakan dan
menangis. Berbeda dengan perempuan,
anak perempuan cenderung diam dan
menangis.
Tingkat-tingkat
hormon
dipengaruhi oleh banyak hal seperti
penyakit, usia, dan latar belakang genetik.
Anak laki-laki lebih aktif bermain
dibandingkan dengan perempuan sehingga
saat sakit anak laki-laki merasakan
dampak dirawat di rumah sakit dan
menyebabkan kondisi stres pada anak
laki-laki meningkat.
Kecemasan dapat terjadi pada
perempuan 2 kali lebih besar dari lakilaki. Namun secara keseluruhan risiko
angka
kejadian
dapat
bervariasi
tergantung pada kondisi individu dengan
segala komponen yang dimiliki dan sangat
tergantung pula pada intensitas dan
lamanya individu terpapar dengan faktor
stressor. Respon tubuh berupa kecemasan
akibat stimulus atau stressor bersifat
subjektif pada setiap individu sehingga
gejala kecemasan yang tampak dapat
bervariasi (Alimul, 2006).
Lama Hari Rawat
Berkembangnya
gangguan
emosional jangka panjang dapat berkaitan
dengan lama rawat rumah sakit,
hospitalisasi yang lama dan masuk rumah
sakit yang berulang dapat dikaitkan
dengan gangguan emosional dimasa yang
akan datang, walaupun sudah berhari-hari
dirawat anak selalu memperlihatkan
cemas
yang
dirasakannya
seperti
menangis, rewel, dan sebagainya. Akan
tetapi seperti kunjungan keluarga yang
sering dapat mengurangi efek merugikan
dari hospitalisasi (Wong, 2009).
Hasil penelitian diketahui bahwa
responden anak yang memiliki lama rawat
1-3 hari cenderung lebih menunjukkan
respon
perilaku
yang
negatif
dibandingkan responden anak yang
memiliki lama rawat lebih dari 3 hari.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Gunarsa
(2007) bahwa lama anak menjalani
perawatan dapat mempengaruhi tingkat
kecemasan anak. Anak yang dirawat
dalam waktu singkat yaitu 1-3 hari,
pemulihan diarahkan pada hal-hal yang
traumatik dan akan dihadapkan pada
lingkungan yang baru yaitu lingkungan
rumah sakit, sehingga membuat anak
merasa tidak nyaman.
Menurut teori dari Fida & Maya
(2012) mengatakan bahwa anak yang
memiliki lama rawat 1-3 hari dihadapkan
dengan berbagai peraturan dan prosedur
tindakan seperti pemeriksaan fisik, tandatanda vital, serta pemberian injeksi
sehingga dalam proses adaptasi dengan
perubahan rutinitas dan lingkungan rumah
sakit, anak sering menunjukkan respon
perilaku
yang
negatif
seperti
menunjukkan rasa takut dengan perawat,
sering menangis, berteriak meminta
pulang, serta menunjukkan respon marah.
Dibandingkan responden anak yang telah
memiliki lama rawat 4-6 hari, anak
tampak mulai terbiasa dengan lingkungan
rumah sakit dan anak mulai tertarik
dengan lingkungan, memberikan senyum
yang ramah, serta mulai membentuk
hubungan baru dengan perawat dan orang
lain.
Pengalaman Dirawat Sebelumnya
Hasil penelitian diketahui bahwa
sebagian responden anak yang sudah
pernah menjalani perawatan sebelumnya
menunjukkan respon perilaku yang lebih
positif dibandingkan anak yang belum
pernah menjalani perawatan sebelumnya.
Sebagian responden anak yang telah
menjalani
perawatan
sebelumnya
menunjukkan respon perilaku positif
seperti memberikan jawaban yang baik
saat perawat bertanya, tidak menunjukkan
rasa takut terhadap perawat, serta
mengikuti petunjuk yang diberikan
perawat saat proses pemberian tindakan
keperawatan.
Pengalaman dirawat sebelumnya
dan pengenalan terhadap peristiwaperistiwa medis dapat dengan mudah
menggantikan ketakutan terhadap sesuatu
yang tidak diketahui dengan ketakutan
terhadap sesuatu yang telah diketahui.
Sifat dari kondisi anak meningkatkan
kecenderungan
bahwa
anak
akan
mengalami prosedur yang lebih invasif
dan traumatik pada saat anak pertama kali
dihospitalisasi (Wong, 2009).
Hasil penelitian ini sejalan dengan
teori
Youngblut
(2010)
yang
dikemukakan bahwa pengalaman dirawat
sebelumnya dapat mempengaruhi tingkat
kecemasan anak dalam menjalani
perawatan. Anak usia pra sekolah yang
menjalani perawatan di rumah sakit tanpa
adanya
pengalaman dirawat
akan
menyebabkan timbulnya perilaku agresif
dibandingkan dengan anak yang sudah
memiliki
pengalaman
dirawat
sebelumnya.
Hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan
oleh
Subardiah
(2009)
menyatakan bahwa pengalaman anak
dirawat sebelumnya akan mempengaruhi
respon anak terhadap hospitalisasi. Hal ini
dapat memberikan gambaran pada anak
tentang apa yang akan dialaminya
sehingga akan mempengaruhi respon anak
dalam menerima tindakan keperawatan
serta
mempengaruhi
kemampuan
mekanisme
koping
anak
dalam
beradaptasi dengan perubahan rutinitas
dan lingkungan di rumah sakit.
Perbedaan Efektivitas Terapi Bermain
Puzzle dengan Mewarnai Gambar
terhadap Tingkat Kecemasan Anak
Usia Pra Sekolah Sebelum dan Setelah
Dilakukan Tindakan di Ruang Anggrek
RSUD 45 Kuningan
Kecemasan terbesar anak usia pra
sekolah adalah kecemasan akan kerusakan
tubuh, semua prosedur atau tindakan
keperawatan baik yang menimbulkan
nyeri maupun tidak menimbulkan nyeri,
keduanya akan menyebabkan kecemasan
bagi anak usia pra sekolah selama
hospitalisasi (Potter & Parry, 2005).
Hasil penelitian ini membuktikan
bahwa terapi bermain puzzle memiliki
pengaruh
yang
signifikan
untuk
menurunkan tingkat kecemasan anak pra
sekolah dimana didapatkan nilai rata-rata
sebelum terapi bermain puzzle 23,75 dan
setelah terapi bermain puzzle didapatkan
nilai rata-rata 17,58.
Hal
ini
ditunjang
dengan
penelitian yang dilakukan oleh Barokah
(2012) menunjukan adanya pengaruh
positif dan signifikan terapi bermain
puzzle terhadap perilaku kooperatif anak
usia pra sekolah selama hospitalisasi.
Menurut teori Alimul (2012) mengatakan
bahwa permainan yang cocok untuk anak
usia pra sekolah adalah permainan yang
dapat
mengembangkan
kemampuan
menyamakan dan membedakan koordinasi
motorik kasar dan halus dalam
mengontrol emosi (bermain puzzle).
Dilihat dari nilai rata-rata sebelum
terapi mewarnai gambar 25,08 dan setelah
terapi mewarnai gambar didapatkan nilai
rata-rata
19,25
sehingga
dapat
disimpulkan terdapat penurunan yang
signifikan rata-rata tingkat kecemasan
sebelum dan setelah dilakukan terapi
mewarnai gambar, dengan demikian dari
hasil penelitian yang telah dilakukan
mendukung teori sebelumnya yang
menyebutkan bahwa mewarnai gambar
sebagai salah satu permainan yang
memberikan kesempatan anak untuk
bebas berekspresi dan sangat terapeutik
atau sebagai permainan penyembuh dan
juga sebagai terapi permainan kreatif yang
merupakan metoda penyuluhan kesehatan
untuk merubah perilaku anak selama
dirawat dirumah sakit (Suparto dalam
Sutomo, 2011).
Hasil penelitian terhadap tingkat
kecemasan anak usia pra sekolah sebelum
dan setelah dilakukan terapi baik terapi
bermain puzzle dan mewarnai gambar
terlihat perbedaannya. Pada saat setelah
dilakukan terapi bermain puzzle dan
mewarnai gambar semuanya mengalami
penurunan
tingkat
kecemasan.
Berdasarkan hasil nilai p value dari kedua
kelompok intervensi p=0,000 ≤ α (0,05)
artinya bahwa kedua kelompok intervensi
efektif dalam menurunkan tingkat
kecemasan anak.
Sedangkan untuk nilai mean
didapatkan hasil 17,58 untuk kelompok
terapi bermain puzzle, dan 19,25 untuk
kelompok terapi bermain mewarnai
gambar. Apabila dilihat dari selisih angka
penurunan tingkat kecemasan, terbukti
bahwa terapi bermain puzzle lebih cepat
dalam menurunkan tingkat kecemasan.
Selain itu penurunan tingkat kecemasan
dapat terjadi karena terdapat penurunan
produksi CRH (Corticotropin Releasing
Hormone) pada nukleus paraventrikularis
di
kelenjar
hipotalamus
sehingga
menurunnya atau berkurangnya sekresi
hormon kortisol yang merupakan hormon
stres dan kecemasan.
Menurut Kapti (2013) pada
kondisi tubuh rileks, tubuh akan
mengeluarkan hormon endorphin yang
bersifat
menenangkan,
memberikan
pengaruh terhadap rangsang emosi di
sistim
limbic,
sehingga
terjadi
pengontrolan perilaku maladaptif di
hipotalamus yang dapat menimbulkan
perasaan senang. Proses intervensi
bermain puzzle, dapat membuat anak
berusaha untuk berkonsentrasi dan fokus
untuk merangkai potongan puzzle,
meskipun banyak aktivitas lain di
sekelilingnya. Hal ini menunjukan bahwa
melalui intervensi bermain puzzle maka
perhatian anak akan teralih, sehingga
ketegangan anak akan berkurang.
Efektivitas Terapi Bermain Puzzle
dengan Mewarnai Gambar terhadap
Tingkat Kecemasan Anak Usia Pra
Sekolah di Ruang Anggrek RSUD 45
Kuningan
Hasil uji statistik pada kelompok
terapi bermain puzzle dan mewarnai
diperoleh nilai p value sebesar 0,291
artinya pada penelitian ini diketahui
bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara terapi bermain puzzle
dan mewarnai gambar, artinya kedua
kelompok terapi bermain memiliki
efektivitas yang sama terhadap penurunan
tingkat kecemasan anak.
Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Zen (2013)
menunjukan ada pengaruh terapi bermain
puzzle terhadap kecemasan anak usia pra
sekolah selama hopitalisasi dimana ratarata respon kecemasan sebelum diberikan
terapi bermain puzzle 8,25 dan setelah
terapi bermain puzzle nilai rata-rata respon
kecemasan 5,15. Terapi bermain dengan
puzzle
sangat
bermakna
dalam
mengurangi kecemasan pada anak karena
membutuhkan kesabaran dan ketekunan
anak dalam merangkainya, yang akhirnya
akan membuat mental anak terbiasa untuk
bersikap tenang, tekun dan sabar dalam
menghadapi dan menyelesaikan sesuatu.
Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Agustina (2010) menunjukan ada
penurunan tingkat kecemasan setelah
diberikan terapi mewarnai gambar, hal ini
sesuai dengan teori Supartini (2004) yang
menyatakan bahwa terapi bermain dapat
mengurangi rasa tegang pada anak dan
juga sesuai dengan teori Aswi (2008)
yang menyatakan bahwa aktivitas
mewarnai dapat mengalihkan perhatian
dari stres karena terbukti anak yang
diberikan terapi bermain mewarnai
gambar
tingkat
kecemasan
anak
berkurang.
Peneliti
beranggapan
bahwa
penerapan terapi bermain puzzle dan
mewarnai
gambar
efektif
dalam
menurunkan kecemasan anak usia pra
sekolah selama hospitalisasi. Permainan
yang memiliki nilai terapeutik didasari
oleh pandangan bahwa bermain bagi anak
merupakan aktivitas yang sehat dan
diperlukan untuk kelangsungan tumbuh
kembang anak. Pada saat menjalani
hospitalisasi aktivitas bermain yang
terapeutik memungkinkan anak untuk
mengekspresikan perasaan termasuk
kecemasan, ketakutan, dan perasaan
kehilangan kontrol. Dengan demikian
kegiatan bermain harus menjadi bagian
integral dari pelayanan kesehatan anak di
rumah sakit.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Hasil
penelitian
karakteristik
responden di RSUD 45 Kuningan
dengan gambaran sebagai berikut :
a.
Karakteristik
responden
berdasarkan usia pada kedua
kelompok intervensi didapatkan
rata-rata usia pada kelompok
bermain puzzle 5,16 median 5,50
(95% CI:4,51-5,82) dengan
standar
deviasi
1,029.
Sedangkan rata-rata usia pada
kelompok mewarnai gambar
4,16 median 3,50 (95% CI:3,315,01) dengan standar deviasi
1,337.
b.
Karakteristik
responden
berdasarkan jenis kelamin pada
kedua kelompok intervensi
didapatkan
sebagian
besar
responden (66,7%) berjenis
kelamin laki-laki.
c.
Karakteristik
responden
berdasarkan lama hari rawat
pada kedua kelompok intervensi
didapatkan rata-rata lama hari
rawat pada kelompok bermain
puzzle 1,83 median 2,00 (95%
CI:1,46-2,20) dengan standar
deviasi 0,577. Sedangkan ratarata lama hari rawat pada
kelompok mewarnai gambar
1,58 median 1,50 (95% CI:1,152,00) dengan standar deviasi
0,668.
d.
2.
3.
Karakteristik
responden
berdasarkan pengalaman dirawat
sebelumnya
pada
kedua
kelompok intervensi didapatkan
sebagian
besar
responden
(75,0%) tidak pernah dirawat
sebelumnya.
Perbedaan efektivitas terapi bermain
puzzle dengan mewarnai gambar
terhadap tingkat kecemasan anak usia
pra sekolah sebelum dan setelah
dilakukan tindakan. Dilihat dari
selisih angka penurunan tingkat
kecemasan, terbukti bahwa terapi
bermain puzzle lebih cepat dalam
menurunkan tingkat kecemasan.
Berdasarkan hasil nilai p value dari
kedua kelompok intervensi p=0,000
≤ α (0,05) artinya bahwa kedua
kelompok intervensi efektif dalam
menurunkan tingkat kecemasan anak.
Efektivitas terapi bermain puzzle dan
mewarnai gambar terhadap tingkat
kecemasan anak usia pra sekolah.
Berdasarkan penelitian diketahui
bahwa tidak terdapat perbedaan
rerata tingkat kecemasan diantara
kedua kelompok intervensi terapi
bermain puzzle dan mewarnai gambar
dengan nilai p=0,291. Hal ini
membuktikan bahwa diantara kedua
terapi bermain tersebut keduanya
memiliki efektivitas yang sama
terhadap tingkat kecemasan anak.
Saran
1.
2.
3.
Bagi Keilmuan Keperawatan
Terapi bermain puzzle dan
mewarnai gambar dapat bermanfaat
dalam penerapan prinsip-prinsip
atraumatik care yang aman pada
anak. Berdasarkan hasil penelitian,
kedua jenis terapi bermain efektif
dalam
menurunkan
tingkat
kecemasan anak pra sekolah.
Bagi Peneliti
Penelitian selanjutnya dapat
dilakukan
dengan
menambah
variabel penelitian, dapat menguasai
prinsip
atraumatik
care
saat
pelaksanaan terapi bermain dan dapat
mengetahui
karakteristik
anak
dengan lebih baik agar tidak
kesulitan saat melakukan penelitian.
Bagi Pasien
Terapi bermain bagi pasien
dapat dilakukan sebagai metode yang
dapat mengatasi kecemasan sehingga
dapat
menunjang
proses
KEPUSTAKAAN
4.
5.
penyembuhan
selama
pasien
menjalani perawatan.
Bagi Perawat
Perawat dapat memberikan
terapi bermain seperti puzzle atau
mewarnai gambar sebagai acuan
dalam
membantu
mengurangi
kecemasan yang dialami pasien
sehingga dapat meningkatkan mutu
asuhan keperawatan.
Bagi Rumah Sakit Umum Daerah
45 Kuningan
Institusi pelayanan khususnya
kepala bidang pendidikan dan
pelatihan serta kepala bidang
keperawatan dapat memperbanyak
terapi bermain puzzle sebagai salah
satu alternatif tindakan dalam
mengurangi tingkat kecemasan anak
usia pra sekolah karena dilihat dari
hasil penelitian diketahui bahwa
terapi bermain puzzle lebih cepat
dalam
menurunkan
tingkat
kecemasan.
Adriana, Dian. (2011). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Agustina, Erni. (2010). Pengaruh Pemberian Terapi Bermain Mewarnai Gambar terhadap
Penurunan Tingkat KecemasanAnak Pra Sekolah yang Rawat Inap RSUD Pare.
Keperawatan Pamenang. Jurnal Keperawatan. Diakses pada tanggal 06 Maret 2016.
Alimul H, Aziz. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Cetakan ke-5. Jakarta: Salemba
Medika.
. (2012). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba Medika.
Apriliawati, A. (2011). Pengaruh Biblio Terapi terhadap Tingkat Kecemasan AnakUsia Sekolah yang
Menjalani Hospitalisasi di Rumah Sakit Islam Jakarta. Tesis. Depok. Universitas Indonesia.
Diakses pada tanggal 06 Maret 2016.
Aswi. (2008). 50 Cara Ampuh Mengatasi Stress. Jakarta: Hi Fest Publishing.
Fida & Maya. (2012). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jogjakarta: D-Medika.
Kaluas, Inggrith. (2015). Perbedaan Terapi Bermain Puzzle Dan Bercerita Terhadap Kecemasan
Anak Usia Prasekolah (3-5 tahun) Selama Hospitalisasi Di Ruang Anak RS TK III R W
Mongisidi Manado. Vol 3. Jurnal Keperawatan. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Diakses pada tanggal 06 Maret 2016
Kapti E, Rinik. (2013). Pengaruh Bermain dengan Mewarnai terhadap Penurunan Skor Perilaku
Maladaptif Anak Usia Prasekolah (3-5 tahun) yang Mengalami Hospitalisasi di Rumah Sakit
Kabupaten Kediri. Vol 1. Jurnal Ilmu Keperawatan. Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Diakses pada tanggal 10 Juli 2016.
Kyle, Terri. (2015). Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Vol 2. Jakarta : EGC.
Rini, Debi Mustika. (2013). Hubungan Penerapan Atraumatic Care dengan Kecemasan Anak
Prasekolah saat Proses Hospitalisasi di RSU dr. H. Koesnadi Kabupaten Bondowoso. Jurnal
Keperawatan. Universitas Jember. Diakses pada tanggal 07 Maret 2016.
Subardiah. (2009). Pengaruh Permainan Terapeutik terhadap Kecemasan, Kehilangan Kontrol, Dan
Ketakutan Anak Usia Pra Sekolah Selama Di Rawat Di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Depok. Diakses
pada tanggal 08 Juli 2016.
Sugiyono. (2008). Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Sutomo. (2011). Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Gambar Terhadap Tingkat Kecemasan Anak
Usia Pra Sekolah Yang Mengalami Hospitalisasi Di RSUD Kraton Kab. Pekalongan. Jurnal
Keperawatan. Program Studi S1 Keperawatan Fikkes Universitas Muhammadiyah Semarang.
Diakses pada tanggal 06 Maret 2016.
Supartini, Y. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
Warastuti, Widya. (2015). Kecemasan Anak Usia 3-6 Tahun Dengan Hospitalisasi Pre Dan Post
Pemberian Terapi Bermain. Vol 1. Jurnal Keperawatan. Poltekkes Kemenkes Malang.
Diakses pada tanggal 09 Juli 2016.
Wong, Donna L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Youngblut J M. (2010). Alternative Child Care, History Of Hospitalization And Pre School Child
Behavior. Volume 1. Nur Res.
Download