IKAN SEBAGAI ALAT MONITOR PENCEMARAN Ir. INDRA CHAHAYA S., MSi Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara I. Pencemaran Air Pencemaran adalah perubahan sifat Fisika, Kimia dan Biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air . Peruahan tersebut dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan manusia atau organisme lainya, proses-proses industri, tempat tinggal dan peninggalan-peninggalan, atau dapat merusak sumber bahan mentah. Pencemaran terjadi apabila terdapat gangguan dalam daur materi yaitu apabila laju produksi suatu zat melebihi laju pembuangan atau penggunaan zat tersebut (soemarwoto,1990). Pencemaran merupakan penambahan bermacammacam bahan sebagai aktivitas manusia ke dalam lingkungan yang biasanya memberikan pengaruh berbahaya terhadap lingkungan (tugaswaty, 1987). Terdapat dua jenis sumber pencemaran yaitu (1) Pencemaran yang dapat diketahui secara pasti sumbernya misalnya limbah industri, (2) Pencemaran yang tidak diketahui secara pasti sumbernya yaitu masuk ke perairan bersama air hujan dan limpasan air permukaan. Beban pencemaran pada badan air merupakan jumlah bahan yang dihasilkan dari kedua sumber tersebut (Husin dan Kastamana,1991). Aanggapan bahwa badan perairan merupakan tempat pembuangan limbah baik limbah domestik maupun limbah industri adalah salah karena dapat menyebabkan perubahan dn gangguan terhadap sumber daya air. Organisasi yang tergolong dalam kelompok organisme akuatik adalah yang pertama kali mengalami kehidupann buruk secara langsung dari pengaruh limbah atau pencemaran terhadap badan air (Price, 1979). Apabila suatu limbah yang berupa bahan pencemar masuk ke suatu lokasi maka akan terjadi perubahan padanya. Perubahan dapat terjadi pada organisme yang hidup di lokasi itu serta lingkunya yang berupa faktor Fisika dan Kimianya (ekosistim) (Suin, 1994). Salah satu perubahan yang terjadi karena pembuangan limbah ke badan perairan dapat menyebabkan berkurangnya kadar oksigen terlarut (Lembaga ekologi Unpad, 1978). Oksigen penting untuk pernafasan yang merupakan komponen utama untuk metabolisma ikan dan oprganisme lain (Mason, 1980). Persenyawaan organik di perairan akan dipecah oleh organisme pembusuk. Terjadinya proses ini sangat membutuhkan oksigen terlarut dalam perairan tersebut (Duffus, 1980). Disamping itu adanya senyawa racun yang terkandung di dalam limbah juga mempengruhi proses metabolisma dalam tubuh ikan, merusak jaringan usus dan fungsi ginjal (Duffus, 1980). Senyawa beracun ini juga mempengaruhi darah organtubuh lainya. Disamping itu senyawa beracun dan logam berat dapat menghambat metabolisma serum protein (Tewari, Gill dan Plant, 1987). II. Bahan pencemar dan ekosistim perairan Kwalitas air dipengaruhi oleh faktor alami (yaitu iklim, musim, mineralogi dan vegetasi) dan kegiatan manusia. Bilamana air di alam (disungai sungai, danau-danau dan lain-lain) dikotori oleh kegiatan manusia,sedemikian rupa sehingga tidak ©2003 Digitized by USU digital library 1 memenuhi syarat untuk suatu penggunaan yang khusus maka disebut terkena pencemaran (pollution) (Manan, 1992). Tanpa adanya tindakan kebijaksanaan untuk mencegah dan mengendalikan pencemaran perairan sungai, kemungkinan besar menyebabkan persediaan sumber daya air untuk segala kehidupan tidak dapat dipenuhi. Keadaan demikian akan menyebabkan terganggunya suatu faktor ekosistem kehidupan manusia yaitu faktor kesehatan lingkungan yang mempengaruhi hiduup m,anusia itu sendiri (Anwar dan Husin, 1990). Dalam sebuah daerah aliran sungai, terdapat berbagi penggunaan lahan, seperti hutan, perkebunan, pertanian lahan kering dan persawahan, pemukiman, perikanan, industri dan sebagainya. Beban bahan pencemar yang menyebabkan penurunan kwaliotas air pada sebagian sungai, berasal terutama dari limbah domestik, limbah industri, kegiatan pertanbangan dan limbah dari penggunaan lahan pertanian (Manan,1992). Bahan pencemaran yang masuk ke dalam air dapat dikelompokkan atas limbah organik, logam berat dan minyak.Masing –masing kelompok ini sangat berpengaruh terhadap organisme perairan. Logam berat merupakan bahan pencemar yang paling banyak ditemukan diperairan akibat limbah Industri dan limbah perkotaan (Suin,1994). Batang Arau merupakan salah satu sungai terbesar di Kotamadya Padang yang kwalitas airnya cenderung terus menurun akibat meningkatnya pencemaran. Sumber pencemaran di sungai ini terutama berasal dari limbah industri (terutama pabrik karet) dan limbah perkotaan. Limbah pabrik karet dapat mempengaruhi nilai DO, BOD, COD, padatan tersuspensi, N-NH3 dan pH badan air (Zulkifli dan Anwar, 1994). Aliran batang Arau yang paling tercemar pada daerah muara karena kwalitas airnya sudah tidak memenuhi syarat sebagai air golongan B, C dan D serta nilai BOD dan COD yang cukup tinggi (proyek pengendalian banjir, 1993). Daerah mendekati Muara juga telah terjadi penumpukan terhadap logam berat terutama Cu dan Pb (Abu dan Arifin, 1992). Secara alamiah, unsur logam berat terdapat dalam perairan, namun dalam jumlah yang sangat rendah. Kadar ini akan meningkat bila limbah yang banyak mengandung unsur logam berat masuk ke dalam lingkungan perairan sehingga akan terjadi racun bagi organisme perairan (Hutagalung dan Razak,1982). Masuknya logam berat ke dalam tubuh organisme perairan dengan tiga cara yaitu melalui makanan, insang dan diffusi melalui permukaan kulit (Poels, 1983). Untuk ikan insang merupakan jalan masuk yang penting. Permukaan insang lebih dari 90% seluruh luas badan. Sehingga dengan masuknya logam berat ke dalam insang dapat menyebabkan keracunan, karena bereaksinya kation logam tersebut dengan fraksi tertentu dari lendir insang. Kondisi ini menyebabkan proses metabolisme dari insang menjadi terganggu. Lendir yang berfungsi sebagai pelindung doproduksi lebih banyak sehingga terjadi penumpukan lendir. Hal ini akan memperlambat ekspersi pada insang dan pada akhirnya menyebabkan kematian (Sudarmadi, 1993). Logam berat hampir selalu ada dalam setiap pencemaran oleh limbah industri karena selalu diperlukan dalam setiap proses industri (Forstner dan Wittmann, 1983). Manifestasi dari keracunan logam berat adalah diare denan fesis biru kehijauan dan kelainan fungsi ginjal. Bila kadarnya tinggi dalam tubuh dapat merusak jantung, hati dan ginjal. Absorbsi logam berat masuk ke dalam darah dapat menimbulkan hemolisis yang akut, karena banyak sel darah yang rusak. Akibat yang serius dari keracunan logam berat dapat menimbulkan kematian (Tewari et al, 1987). ©2003 Digitized by USU digital library 2 Pendedahan logam berat kadmium pada ikan pleuronectes flesus berakibat berkurangnya nilai hematokrit, kadar hemoglobin dan jumlah sel darah merah sehingga menyebabkan anemia. Anemia sering ditandai dengan meningkatnya volume plasma oleh karena sistim keseimbangan dalam tubuh ikan terganggu. Lebih jelasnya penyebab anemia tersebut adalah menurunya kecepatan produksi sel darah mrah atau rusaknya sel darah merah lebih cepat (Larsson et al, 1976). Perlakuan logam berat terhadap ikan air tawar juga menyebabkan penurunan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin serta nilai hematokrit (Tewari et al, 1987). Kerusakan ekosistim akibat pencemaran logam berat sering dijumpai khususnya untuk ekosistim perairan. Hal ini terjadi karena adanya logam berat yang bersifat racun bagi organisme dalam perairan. Akibat organisme yang paling sensitif pertama kali mengalami akibat buruk dan juga organisme yang tidak mampu bertahan akan musnah, sehingga keseimbangan rantai makanan dan ekosistem perairan akan mengalami kerusakan (Sudarmadi, 1993). Dalam ekosistem alami perairan, hampir dapat dipastikan bahwa kematian sejenis ikan tidak selalu karena sebab faktor yunggal tetapi karena beberapa faktor. Faktor-faktor yang dimaksud adalah : 1. Penomena sinergis, yaitu kombinasi dari dua zat atau lebih yang bersifat memperkuat daya racun. 2. Penomena antagonis, yaitu kombinasi antara dua zat atau lebih yang saling menetralisir, sehingga zat-zat yang tadinya beracun berhasil dikurangi dinetralisir daya racunya sehingga tidak membahayakan 3. Jenis ikan dan sifat polutan, yang tertarik dengan daya tahan ikan serta adaptasinya terhadap lingkungan, serta sifat polutan itu sendiri (Sudarmadi, 1993). III. Pemantauan dan pencegahan pencemaran badan air Pegolahan sumber air perlu memperhatikan aspek kwalitas pengendalian. Usaha pengendalian pencemaran air memerlukan informasi dan masukan mengenai tingkat pencemaran pada berbagai sumber air. Ada tiga cara untuk mengevaluasi tingkat pencemaran air yaitu (a) cara kriteria standar kwalitas air (b) cara ujihayati (c) cara indeks kwalitas air atau pencemaran (Mark, 1981). Untuk menghindari kerusakan terhadap ekosistim perairan sebagai akibat dari pencemaran, haruslah dilakukan pemantauan atau monitoring, baik monitoring secara kimia, Fisika dan Biologi (Amnan,1994). Pemantauan pencemaran air sebenrnya menyangkut kehidupan di air. Bila air tercemar maka kehiduopan organisme di air terganggu. Analisis pencemaran air secara Fisika dan Kimia berusah menilai apakah kondisi Fisika dan Kimia air cocok dengan kehidupan organisme di badan air atau tidak. Hal ini terkait sehubungan dengan bahwa kehidupan organisme air tergantung pada faktor Fisika dan Kimia air itu. Pengukuran ini ditujukan pada kesesuaian dengan organise air (Suin, 1994). Pemantauan pencemaran di air dapat dilakukan secara biologi analisis dengan hewan air dapat dilakukan dengan ujihayati atau denga bioassay, metabolisme individu, dinamika populasi dan struktur populasi. Uji hayati adalah menguji suatu senyawa beracun dengan menggunakan organisme hidup. Tujuan dari uji hayati adalah untuk menentukan respon organisme terhadap besarnya konsentrasi senyawa beracun (Mark, 1981). Racun yang masuk ke badan air ada yang dalam konsentrasi rendah dapat langsung menyebabkan kematian pada organisme yang terdapat di sana. Tetapi pada konsentrasi yang lebih rendah lagi dapat menyebabkan terganggunya funsi/faal organisme tersebut. Akibat yang disebabkan oleh racun yang tidak menyebabkan kematian secara langsung disebut efek sub lethal (Mason, 1980). ©2003 Digitized by USU digital library 3 Dari efek sub lethal dapat diamati tentang biokimia, fisiologi, tingkah laku atau tingkat siklus hidup dari organisme tersebut. Pengamatan atau monitoring terhadap efek sub lethal sangat penting dan merupakan gejala awal terhadap perubahan faal akibat keracunan sebelum terjadinya kematian, sehingga akibat buruk selanjutnya bahkan kerusakan ekosostem dapat dihindari atau dicegah (Mason, 1980). Pengaruh dari senyawa pencemar dapat diamati dalam tingkat seluler, enzim, proses metabolisma dan regulasi (Sudarmadi, 1993). Penelitian efek sub lethal dari ikan salmo gairdneri R akibat pengaruh air yang tercemar berat di perairan sungai Rhine menunjukkan adanya gangguan terhadap proses biokemis dan fisiologis dalam tubuh ikan (Poels, 1983). IV. Ikan sebagai alat memonitor pencemaran Untuk menaksir efek toksiologis dari beberapa polutan kimia dalam lingkungan dapat diuji dengan menggunakan species ysng mewakili lingkungan yang ada di perairan tersebut. Specis yang diuji harus dipilih atas dasr kesamaan biokemis dan fisiologis dari specis dimana hasil percobaan digunakan (Price, 1979). Kriteria organisme yang cocok unutk digunakan sebagai uji hayati tergantung dari beberapa faktor : 1. Organisme harus sensitif terhadap material beracun dan perubahan linkungan 2. Penyebanya luas dan mudah didapat dalam jumlah yang banyak 3. Mempunyai arti ekonomi, rekreasi dan kepentingan ekologi baik secara daerah maupun nasional 4. Mudah dipelihara dalam laboratorium 5. Mempunyai kondisi yang baik, bebas dari penyakit dan parasit 6. Sesuai untuk kepentingan uji hayati (American Public Health Associaton, 1976 cit. Mason, 1980). Ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air maupun terhadap adanya senyawa pencemar yang terlarut dalam batas konsentrasi tertentu. Reaksi ini dapat ditunjukkan dalam percobaan di laboratorim, di mana terjadi perubahan aktivitas pernafasan yang besarnya perobahan diukur atas dsar irama membuka dan menutupnya rongga “Buccal” dan ofer kulum (Mark, 1981). Pengukuran aktivitas pernafasan merupakan cara yang amat peka untuk menguikur reaksi ikan terhadap kehadiran senyawa pencemar. Hasil penelitian yang pernah dilakukan memperlihatkan adanya peningkatan jumlah gerakan ofer kulum “Fingerlink” (Cirrhina Mrigala) yang terkena deterjen (Lal, Misra, Viswanathan dan Krisna Murty, 1984). Sebagai indikator dari toxicant sub lethal juga dapat dilihat dari frekwensi bentuk ikan. Yang mana digunakan untuk membersihkan pembalikan aliran air pada insang, yang merupakan monitoring pergerakan respiratory (Anderson dan Apolonia, 1978). Selain gerakan ofer kulum dan frekwensi batuk parameter darah merupakan indikator yang sensitif pada kehidupan sebagai peringatan awal dari kwalitas air. Perubahan faal drah ikan yang diakibatkan senyawa pencemar, akan timbul sebelum terjadinya kematian (Larsson et al, 1976). Pemeriksaan darah mempunyai kegunaan dalam menentukan adanya gangguan fisiologis tertentu dari ikan. Parameter faal darah dapat diukur dengan mengamati kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan jumlah sel darah merah (Goenarsoh, 1988). Ikan mas (Cyprinus Carpio L.) dapat digunakan sebagai hewan uji hayati karena sangat peka terhadap perubahan lingkungan (Brinley cit. Sudarmadi, 1993). Di Indonesia ikan yang termasuk famili Cyprinidae ini termasuk ikan yang populer dan paling banyak dipelihara rakyat, serta mempunyai nilai ekonomis. Ikan mas sangat peka terhadap faktor lingkungan pada umur lebih kurang tiga bulan dengan ©2003 Digitized by USU digital library 4 ukuran 8-12 cm. Disamping itu ikan mas di kolam biasa (Stagnant water) kecepatan tumbuh 3 cm setiap bulanya (Arsyad dan Hadirini cit. Sudarmadi, 1993). Berdasrkan hasil penelitian bahea konsentrasi limbah, suhu, DO, pH, salinitas dan alkalinitas berpengaruh nyata terhadap mortalitas ikan mas (Cyprinus carpio L.) (Suwindere, 1983). Hal ini disebabkan jika ditinjau secara kimia bahwa kehidupan dan pertumbuhan organisme perairan dipengaruhi oleh pH, DO, BOD, suhu, salinitas dan alkalinitas (Rasyad, 1990). Penelitian tentang kesanggupan ikan mas untuk mendeteksi insektisida memperlihatkan bahwa ikan mas (Cyprinus carpui L.) dapat mendeteksi adanya insektisida bayrusil dalam air pada konsentrasi 55 ppm. Dimana pada konsentrasi tersebut setelah 10 menit ikan mas telah menghidari akan trjadi perubahan frekwensi gerakan ofer kulum yang mula- mula cepat kemudian melambat dan ahirnya lemas (Suin, 1994). DAFTAR PUSTAKA Abu bakar, Bustanil Arifin. 1990. Pengaruh Limbah Terhadap Kwalitas Air Batang Arau dan Batang Kuranji di Kodya Padang. Laporan Penelitian. Unand. Padang Amnan, Marta. 1994. Evaluasi Kandungan Logam Berat Hg dan Pb pada kerang Polymesoda sp Pada Ekosistim Sungai di Kawasan Industri. Tesis. Program Pasca Sarjana. UI. Jakarta. Anderson, P. D. and S.D. Apollonia 1978. aquatic.Animal. Department of Biological Sciencies. Ottawa. Canada. Anwar, M. S. H Saaludian. 1990. Studi Lingkungan Perairan air Sungai di Kecamatan Gambut dan Kertak Hanyur Kalimantan Selatan. Jurnal Lingkungan dan Pembangunan. 10;3 : 183 – 192. Jakarta Duffus, H. J. 1980. Environment Toxicologi. Department of brewing and Biological Science. Hariot-Watt. University Edinbueg. Forstner, U and G.T.W. Wittman. 1983. Metal Pollution in the Aquatic Environment. Second revised Edition. Springerverlag, Heidelberg. New York. Tokyo. Geonarso, D. 1988. Perubahan faal ikan sebagai Indikator kehadiran insektisida dan Detergen dalam air. Disertasi. ITB. Bandung Husin, Y. dan Eman, K. 1991. Metoda teknik Analisisi Kwalitas Air. Penelitian Lingkungan Hidup. Lembaga Penelitian. IPB. Bogor. Hutagalung, H.P dan H. Razak. 1982. Pengamatan Pendahuluan Kadar Pb dan Cd dalam Air dan Biota di Estuari Muara angke. Oseanologi. Indonesia. Larson, A., B.E. Bengston and O. Svaberg. 1976. Effect of Cadmium for Hematologys and Biochemis on Fish. Chambridge University Press. London. New York. Melboum. ©2003 Digitized by USU digital library 5 Manan,S. 1992. Pengelolaan Hutan Lindung yang Mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Pulau Sumatera Rimba Indonesia XXVII ; 3 – 4 Persatuan Peminat dan Ahli kehutanan. Mark, Jr.H.B. 1981. Water Quality Measurement The Modern Analytical Techniques. Departments of Chemistry of Cincinate. Ohio. Mason, C.F. 1980. Biological pf FreshWater Pollution. London. New York. Poels, C.L.M. 1983. Sub lethal Effect of RhineWater of Rainbouw Trout. Testing and research Institute of the Netherlands Water Undertakings. KIWA Ltd. Rijswijk. Netherlands. Price, D.R.H. 1879. Fish as Indicators of Water Quality. John Wiley and Sons. Chicester. Toronto. Soemarwoto, Otto. 1990. Beberapa Masalh Mendesak dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Widyapura No. 1 tahun VII/1990. Pusat penelitian dan Ppengembangan dan Perkotaan dan Lingkungan DKI. Jakarta. Sudarmadi, Sigit. 1993. toksiologi Limbah pabrik kulit terhadap Cyprinus Carpio L. dan Kerusakan insang. Jurnal Lingkungan dan Pembangunan 13;4 : hal. 247 – 260. Jakarta. Suin, M. Nurdin. 1994. Dampak pencemaran pada Ekosistim Pengairan. Proseding penataran pencemaran Lingkungan Dampak dan Penanggulanganya.Pemda Kodya TK. II. Padang. Tewari, H.,T.S. Gill and J. Plant. 1987. Impact of Chronic Lead Poisoning on the Hematological and Biochemistry Profiles on a Fish Barbus Chonchonius (Ham) Bull. Embirom. Contam. Tugaswaty, T. 1987. Metoda Penelitian Kwalitas Air. Penataran Metoda Penelitian Ilmu Lingkungan. Lembaga Penelitian Universitas Indonesia. Jakarta. Zulkifli dan Jazanul. 1994. Alternatif Penanggulangan Limbah Pabrik Karet. Jurnal Lingkungan dan Pembangunan 14; 1 : 60 – 67. ©2003 Digitized by USU digital library 6