II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1. Bawang Merah Bawang merah dikenal dengan nama ilmiah Allium ascalonicum L. Bawang Merah berasal dari wilayah yang sama dengan bawang putih yaitu kawasan Asia Tengah yaitu di sekitar India, Pakistan sampai Palestina. Jika dibandingkan dengan jenis bawang lainnya, bawang merah di Indonesia lebih populer dan banyak dibudidayakan. Pada umumnya, bawang merah dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap rasa masakan. Bawang merah mengandung minyak atsiri yang dapat menciptakan aroma yang khas dan memberikan cita rasa pada masakan. Selain itu, minyak asiri ini juga berfungsi sebagai pengawet karena bersifat bakterisida dan fungisida untuk bakteri dan cendawan tertentu (Rahayu dan Berlian, 1994). 2.1.2 Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Suku Inka telah memanfaatkan kentang sekurang-kurangnya sejak 2000 tahun sebelum kedatangan penjajah Spanyol. Pendugaan umur dengan menggunakan C14 terhadap butiran pati yang ditemukan dalam penggalian arkaelogi menunjukkan bahwa kentang telah dimanfaatkan sekurang-kurangnya sejak 8000 tahun yang lalu (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Kentang termasuk jenis tanaman sayuran semusim, berumur pendek, dan berbentuk perdu atau semak. Kentang termasuk tanaman semusim karena hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati. Umur tanaman ini relatif pendek, hanya 90-180 hari (Samadi, 2007). Kentang merupakan salah satu tanaman sumber karbohidrat. Kentang bermanfaaat untuk meningkatkan energi di dalam tubuh manusia. Energi ini kemudian membuat manusia dapat bergerak, berpikir dan melakukan berbagai aktivitas lainnya. Selain itu, karbohidrat juga berperan penting untuk meningkatkan proses metabolisme tubuh. 11 2.1.3 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan memiliki peranan yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan manusia karena dapat menyalurkan barang hasil produksi dari produsen ke konsumen. Perdagangan antarnegara atau yang lebih dikenal dengan perdangan internasional sudah terjadi sejak zaman dulu namun dalam skala yang masih relatif kecil. Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) dari sisi pengeluaran negara. Peningkatan ekspor bersih suatu negara menjadi faktor utama untuk meningkatkan PDB suatu negara (Oktaviani dan Novianti, 2009). Dalam perdagangan internasional terdapat beberapa teori, dimulai dari merkantilisme. Teori merkantilisme adalah suatu teori yang berpendapat bahwa perdagangan internasional akan terjadi apabila terdapat kesempatan memperoleh surplus neraca transaksi berjalan (current account). Oleh karena itu, kegiatan ekspor-impor diletakkan sebagai lokomotif utama yang dipacu melalui peningkatan industri dalam negeri. Teori ini pada akhirnya mengetengahkan pemikiran bahwa kegiatan ekspor harus lebih besar dibandingkan impor (Halwani, 2002). Teori merkantilisme ini mendapat beberapa kritikan diantaranya dari Adam Smith. Smith, datang dengan teori keunggulan mutlak (absolut advantage) yang menerangkan bagaimana perdagangan internasional dapat menguntungkan kedua belah pihak. Teori ini berpendapat setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain from trade) karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage), serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (absolute disadvantage) (Hadi, 2001). 12 David Ricardo menyempurnakan teori keunggulan absolut yang dikemukakan oleh Adam Smith dengan teori keunggulan komparatif (The Law of Comparative Advantage). Teori ini berpendapat bahwa walaupun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat berlangsung, selama rasio harga antarnegara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan. Teori David Ricardo ini didasarkan pada nilai tenaga kerja atau theory of labour value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya. Oleh karena itu, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien (Hady, 2001). Teori Heckscher-Ohlin menyatakan perbedaan opportunity cost suatu produk antara satu negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factor) masing-masing negara. Oleh karena itu, menurut teori ini sebuah negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara tersebut, dan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumberdaya yang relatif terbatas dan mahal di negara tersebut. Pada gambar 2.1, secara teoritis dapat dilihat dimana negara 1 adalah negara pengekspor dan negara 2 adalah negara pengimpor. Negara 1 (eksportir) akan mengekspor suatu komoditi ke negara 2. Saat sebelum terjadi perdagangan, harga di negara 1 terletak pada P1 karena itu terjadi kelebihan penawaran (excess supply) sebesar garis BE. Adanya kelebihan penawaran dengan harga yang tergolong rendah memberikan kesempatan kepada negara 1 untuk menjual kelebihan produksinya ke negara 2. Negara 2 sebagai negara pengimpor (importir) mengalami kekurangan supply (penawaran) karena konsumsi domestiknya melebihi produksinya sehingga terjadi kelebihan permintaan (excess demand) sebesar garis B’E’. Harga yang 13 terbentuk menjadi lebih tinggi yaitu sebesar P3. Hal ini menyebabkan terjadinya perdagangan antarnegara. Kedua negara melakukan perdagangan melalui pasar internasional sehingga terjadi keseimbangan pada e*, dan harga yang terbentuk di pasar internasional berada pada P2. Panel A Px/Py Px/Py Pasar di Negara 1 untuk Komoditas X SX P3 A’’ Panel B Hubungan Perdagangan Internasional dalam Komoditas X Ekspor B E Pasar di Negara 2 untuk Komoditas X SX S A’ e* P2 Panel C Px/Py E’ B’ B* Impor P1 A* A DX 0 X DX D X 0 X Sumber: Salvatore, 1997 Gambar 2.1 Keseimbangan Parsial dalam Perdagangan Internasional keterangan: Px/Py = Harga relatif komoditas X P1 = Harga domestik komoditas X di negara 1, sebagai negara eksportir sebelum terjadi perdagangan internasional P2 = Harga yang terjadi di pasar internasional setelah terjadi perdagangan internasional P3 = Harga domestik komoditas X di negara 2, sebagai negara importir sebelum terjadi perdagangan internasional BE = Besarnya excess supply di negara 1 atau jumlah yang diekspor B’E’ = Besarnya excess demand di negara 2 atau jumlah yang diimpor 2.1.4 Teori Permintaan Menurut (Putong, 2002), permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu, pada tingkat pendapatan tertentu, dan dalam periode tertentu. Jumlah komoditas total yang ingin dibeli oleh semua 14 rumah tangga disebut jumlah yang diminta (quantity demanded) untuk komoditas tersebut (Lipsey, 2005). Banyaknya komoditas yang akan dibeli semua rumah tangga pada periode waktu tertentu dipengaruhi oleh variabel penting berikut ini yaitu: harga komoditas itu sendiri, rata-rata penghasilan rumah tangga, harga komoditas yang berkaitan, selera, distribusi pendapatan diantara rumah tangga, dan besarnya populasi. P P1 a P2 b P3 c D Q = f(P) Q1 Q2 Q3 Sumber: Lipsey, 1995 Gambar 2.2. Kurva Permintaan keterangan: P = harga komoditas Q = jumlah komoditas yang diminta Gambar 1, menunjukkan bagaimana hubungan antara harga dengan jumlah komoditas yang diminta. Suatu hipotesis ekonomi dasar menyatakan bahwa harga suatu komoditas akan berhubungan negatif dengan kuantitas yang akan diminta, dengan faktor lain tetap sama (ceteris paribus). Hal ini berarti, semakin rendah harga suatu komoditas maka jumlah yang akan diminta untuk komoditas tersebut akan semakin besar, dan semakin tinggi harga suatu komoditas maka jumlah yang akan diminta untuk komoditas tersebut akan semakin kecil. Gambar 1, menunjukkan gambaran umum kurva permintaan yaitu jumlah yang diminta pada Q dengan tingkat harga pada P. Titik – titik a, b, dan c merupakan titik-titik kombinasi antara harga komoditas dan jumlah yang diminta. Kemiringan yang semakin menurun pada kurva menunjukkan hubungan berbanding terbalik antara harga dengan jumlah komoditas yang diminta. Rata-rata pendapatan rumah tangga akan berpengaruh terhadap permintaan masyarakat. Kenaikan pendapatan rata-rata rumah tangga akan menggeser kurva 15 permintaan untuk kebanyakan komoditas ke arah kanan. Ini menunjukkan akan lebih banyak komoditas itu yang akan diminta pada setiap tingkat harga yang mungkin. Faktor lain yang mempengaruhi permintaan suatu komoditas adalah harga barang lain yang memiliki keterkaitan dengan komoditas tersebut. Keterkaitan antara dua jenis komoditas dapat bersifat substitusi (pengganti) dan bersifat komplemen (pelengkap). Jika harga komoditas substitusi suatu barang meningkat, maka harga barang tersebut menjadi relatif lebih murah. Hal ini kemudian meningkatkan permintaan akan barang tersebut. Namun, jika harga komoditas pelengkap suatu barang meningkat yang mengakibatkan penurunan permintaan, akan berdampak pada penurunan permintaan barang tersebut. Selera berpengaruh besar terhadap keinginan orang untuk membeli. Perubahan selera memang bisa lama sekali. Namun cepat atau lambat, perubahan selera terhadap suatu komoditas akan menggeser kurva permintaan ke arah kanan. Artinya, lebih banyak komoditas yang akan dibeli pada tiap tingkat harga. Perubahan distribusi pendapatan akan menggeser kurva-kurva permintaan untuk komoditas yang dibeli. Jika masyarakat memperoleh tambahan pendapatan maka kurva permintaan akan bergeser ke kanan. Sebaliknya, jika masyarakat mengalami penurunan pendapatan maka kurva permintaannya akan bergeser ke kiri. Distribusi pendapatan yang dimaksud adalah jika suatu pendapatan total yang konstan didistribusikan kembali kepada sejumlah penduduk yang mengakibatkan perubahan permintaan. Kenaikan jumlah penduduk juga memengaruhi permintaan suatu komoditi. Kenaikan jumlah penduduk akan menggeser kurva-kurva permintaan untuk komoditas ke arah kanan, yang menunjukkan bahwa akan lebih banyak komoditas yang dibeli pada setiap tingkat harga. 2.1.5 Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan Perubahan permintaan dapat terjadi karena dua sebab utama. Sebab utama tersebut yaitu perubaan yang disebabkan oleh perubahan harga komoditas itu sendiri dan perubahan yang disebabkan oleh faktor lain selain harga komoditas itu sendiri. Perubahan faktor lain selain harga yang dimaksud dapat berupa perubahan 16 jumlah penduduk, pendapatan, selera, distribusi pendapatan, dan harga komoditas lain yang terkait. Perubahan pada harga barang itu sendiri akan langsung memengaruhi jumlah barang yang diminta. Perubahan yang terjadi akan menyebabkan pergerakan pada kurva permintaan. Perubahan ini hanya terjadi dalam satu kurva. Jumlah barang yang diminta akan mengalami perubahan apabila terjadi perubahan harga barang itu sendiri. Kenaikan harga dari P2 ke P1 akan menyebabkan jumlah barang yang diminta berkurang dari Q2 ke Q1. Keseimbangan permintaan berubah yaitu pergerakan dari titik B ke titik A. P P1 A P2 C B D D1 D0 Q Q1 Q2 Q3 Q4 Sumber: Lipsey, 1995 Gambar 2.3. Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan keterangan: P = harga komoditas Q = jumlah komoditas yang diminta Jika perubahan permintaan disebabkan faktor lain selain harga barang itu sendiri akan menyebabkan pergeseran pada kurva permintaan. Suatu pergeseran kurva permintaan ke kanan dapat disebabkan oleh kenaikan pendapatan, kenaikan jumlah penduduk, kenaikan distribusi pendapatan, perubahan selera menjadi lebih menyukai komoditi, penurunan pada harga komoditi komplementer, dan kenaikan pada komoditi subtitusi. Pergeseran kurva permintaan ke kiri terjadi 17 karena kondisi sebaliknya. Pergeseran kurva permintaan ke kanan ditunjukkan oleh pergeseran kurva permintaan dari D0 ke D1. 2.1.6 Konsep Gravity Model Model gravitasi (gravity model) digunakan untuk menerka perdagangan berdasarkan jarak antarnegara dan interaksi antarnegara. Model ini terbentuk berdasarkan kinerja hukum Gravitasi Newton. Model ini pertama kali diterapkan oleh Jan Tinbergen (1962) dan Poyhonen (1963) untuk menganalisis aliran perdagangan antarnegara Eropa. Selanjutnya Bergstrand (1985) dalam Napitupulu (2007) menerapkan persamaan gravitasi dari keseimbangan model perdagangan dunia. Tidak hanya digunakan untuk menganalisis perdagangan secara agregat, gravity model juga diterapkan terhadap aliran perdagangan suatu komoditas. Napitupulu (2007) menjelaskan bahwa pemikiran mendasar yang menjadi argumen pemakaian gravity model adalah negara yang lebih besar dan kaya akan lebih banyak melakukan perdagangan internasional dibandingkan dengan negara yang kecil dan miskin. Perumusan Teori Gravitasi Newton dalam fisika yaitu: Fij = G X “interaksi antar dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-masing” Jika persamaan tersebut diaplikasikan dalam perdagangan internasional maka, F = Volume aliran perdagangan M = Ukuran ekonomi untuk kedua negara D = Jarak ekonomi kedua negara G = konstanta Dengan menggunakan persamaan logaritma, persamaan diatas kemudian diubah kedalam bentuk linear dan menjadi bentuk umum dari Gravity Model untuk analisis ekonometrika, dimana konstanta G menjadi bagian dari dan GDP 0, menggambarkan ukuran ekonomi untuk kedua negara. Log (Aliran Perdagangan Bilateral) = 0 + 1 log (GDP negara 1) + negara 2) + 3 log (Jarak) + Secara umum persamaan gravity model adalah sebagai berikut: Log Xij = 0+ 1 log Yj + 2 log Pj + 3 log Dij + ij 2 log (GDP 18 keterangan: Xij = Volume komoditas yang diperdagangkan dari negara i ke negara j Yj = GDP negara j Pj = Jumlah populasi negara j Dij = Jarak antarnegara i dengan negara j Pada penerapannya dalam perdagangan antarnegara, bentuk model ini disusun oleh tiga jenis variabel utama, yang terdapat pada setiap gravity model untuk aliran perdagangan bilateral yaitu: 1. Variabel yang mewakili total total permintaan potensial negara pengimpor 2. Variabel yang mewakili total penawaran potensial negara pengekspor 3. Variabel yang mewakili pendukung atau penghambat aliran perdagangan Selanjutnya akan dijelaskan lebih lanjut mengenai pengaruh variabelvariabel yang terdapat pada model gravitasi atau gravity model, diantaranya: 2.1.6.1 Gross Domestik Product (GDP) Gross Domestik Product adalah jumlah barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu negara selama periode ekonomi tertentu. GDP dapat juga digunakan untuk mengukur pendapatan setiap orang dalam perekonomian dan pengeluaran total terhadap output barang dan jasa perekonomian. Dalam model gravitasi, semakin besar GDP yang dihasilkan suatu negara mengindikasikan semakin besar pula kemampuan negara tersebut untuk melakukan perdagangan. Sehingga, GDP baik yang dimiliki negara pengekspor maupun pengimpor akan memengaruhi voleme perdagangan antar kedua negara. 2.1.6.2 Populasi Jumlah penduduk atau populasi suatu negara akan memengaruhi besarnya kebutuhan negara tersebut terhadap komoditas perdagangan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan peningkatan permintaan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk disuatu negara, ceteris paribus. Peningkatan jumlah penduduk akan memengaruhi dari dua sisi yaitu sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan peningkatan jumlah penduduk menunjukkan kebutuhan yang semakin meningkat terhadap komoditas perdagangan. Peningkatan kebutuhan ini tercermin dari peningkatan permintaan pada negara 19 tujuan ekspor yang menyebabkan terjadinya pergeseran kurva permintaan kearah kanan dan terjadinya ekses demand di pasar internasional. Hal tersebut kemudian berdampak pada peningkatan harga komoditi tersebut dan akan mendorong negara pengekspor untuk melakukan perdagangan atau ekspor. Sementara itu, dari sisi penawaran peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan kebutuhan akan komoditas tersebut di pasar domestik. Hal ini akan menyebabkan pengurangan jumlah ekspor komoditas yang berakibat terjadinya excess demand (jika permintaan awal tetap) di pasar internasional. Setelah itu, akan terjadi peningkatan harga, ceteris paribus. Namun, dampak lain yang dapat ditimbulkan akibat kenaikan jumlah penduduk dari sisi penawaran yaitu peningkatan faktor produksi karena penambahan sumberdaya tenaga kerja. 2.1.6.3 Nilai Tukar Menurut Mankiw (2003), nilai tukar adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Kebijakan perdagangan internasional suatu negara akan dipengaruhi oleh peningkatan maupun penurunan nilai tukar. Nilai tukar dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal merupakan harga relatif mata uang dua negara sedangkan nilai tukar riil merupakan harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan tingkat harga di kedua negara. Jika nilai tukar riil tinggi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan barang-barang domestik relatif lebih mahal. Begitupun sebaliknya, jika nilai tukar riil rendah, maka barang-barang luar negeri relatif lebih mahal dan barang-barang domestik relatif lebih murah. Nilai tukar riil = Nilai Tukar Nominal X Rasio Tingkat Harga Adapun hubungan antara nilai tukar riil dengan ekspor neto dapat dirumuskan sebagai berikut (Mankiw, 2003): NX = NX ( ) dimana : NX = Ekspor neto = Kurs Riil 20 Gambar dibawah menunjukkan hubungan antara kurs riil dengan ekspor neto: semakin rendah kurs, semakin murah harga barang domestik relatif terhadap barang-barang luar negeri, hal ini akan menyebabkan ekspor domestik semakin besar. Kurs Riil (€) e1 e2 NX (e) Ekspor Neto (NX) NX1 NX2 Sumber: Mankiw, 2003. Gambar 2.4 Hubungan Kurs Riil dengan Ekspor Neto keterangan: e = kurs riil NX = Ekspor bersih (net ekspor) 2.1.6.4 Jarak Antara Pengekspor dengan Pengimpor Jarak merupakan faktor geografi yang menjadi variabel utama gravity model untuk aliran perdagangan. Jarak, dalam kaitannya dengan perdagangan akan memberikan pengaruh dalam masalah biaya angkut (transportasi) komoditas yang diperdagangkan antarnegara. Hal ini kemudian berdampak pada biaya transaksi dari perdagangan suatu komoditas. Jarak yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarak ekonomi. Jarak ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jarak geografis antar ibukota negara yaitu antar ibukota negara Indonesia dengan negara asal impor yang dikalikan dengan total GDP negara asal impor yang telah dibagi dengan GDP masing-masing negara asal. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Jarak Ekonomi = Jarak Geografis X 21 Penggunaan jarak ekonomi ini disebabkan jarak geografis antar ibukota negara Indonesia dengan negara asal impor tidak berubah atau konstan. Oleh karena itu, kondisi tersebut tidak dapat digunakan dalam melihat faktor jarak terhadap aliran ekspor jika hanya menggunakan jarak geografis saja, akan tetapi dapat dilihat dari share GDP-nya yang menunjukkan kecenderungan perdagangan diantara kedua negara. Analisis untuk menjelaskan biaya transportasi dalam memengaruhi perdagangan dapat dilakukan dengan metode analisis keseimbangan parsial. Metode analisis keseimbangan parsial menganalisis biaya dengan satuan absolut (nominal uang), dengan asumsi kurs mata uang dua negara yang melakukan perdagangan selalu konstan, demikian juga indikator ekonomi lainnya kecuali tingkat konsumsi yang ditolerir dapat berubah. Pada Gambar 2.5 sumbu vertikal mengukur harga komoditas Z dalam satuan dolar yang berlaku dikedua negara. Setiap pergerakan ke sebelah kiri dari pusat sumbu mengukur peningkatan kuantitas komoditi Z untuk negara 1. Sebelum adanya perdagangan internasional, Negara 1 akan berproduksi sebanyak 50Z dan dengan harga sebesar $5. Sedangkan Negara 2 akan memproduksi komoditas Z sebanyak 50 unit dengan harga sebesar $11. Pz ($) Sz Negara 2 13 Sz 11 Negara 1 9 Ekspor 7 . 5 Impor . D 3 D Z Z 100 70 50 30 0 30 50 70 100 Sumber : Salvatore, 1997 Gambar 2.5 Analisis Keseimbagan Parsial Atas Biaya Transportasi 22 Setelah perdagangan internasional berlangsung diantara kedua negara tersebut maka akan menyebabkan ekspor dan impor diantara negara yang bersangkutan. Negara 1 akan mengekspor komoditi Z ke negara 2 ketika harga mulai mengalami kenaikan di negara 1. Kenaikan harga ini mendorong Negara 1 untuk memproduksi komoditi Z dan kemudian kelebihan produksinya akan diekspor ke Negara 2. Di Negara 2 harga dari komoditas Z mulai menurun. Tanpa adanya biaya transportasi maka harga yang berlaku di kedua negara adalah sama yaitu $8 dengan jumlah komoditas Z yang diperdagangkan antarnegara sebanyak 60 unit. Lain halnya ketika terjadi perdagangan internasional dengan adanya biaya transportasi, misalkan $1 per unit, maka harga di Negara 2 akan melampaui harga di Negara 1 sebesar $1. Pada Gambar 2.5, hal tersebut terjadi apabila harga sebesar $7 di Negara 1 dan harga $9 di Negara 2. Pada harga $7 maka Negara 1 akan meningkatkan produksi domestik pada komoditi Z hingga 70 unit, diantaranya konsumsi domestik 30 unit dan 40 unit sisanya diekspor ke Negara 2. Sedangkan pada saat harga $9 di Negara 2, produksi komoditi Z turun menjadi 30 unit dan tingkat konsumsi domestiknya naik menjadi 70 unit, sisa 40 unit kekurangan diimpor dari negara 1. Oleh karena itu, dengan adanya biaya transportasi maka akan menyebabkan penurunan dalam produksi dan berdampak pada penurunan volume perdagangan. 2.1.7 Panel Data Data empiris dalam suatu kasus ekonomi terdiri dari berbagai macam tipe, yaitu data berkala (time series), data tampang lintang (cross section), dan data penel yang merupakan gabungan antara data berkala dan data tampang lintang (Setiawan dan Kusrini, 2010). Juanda (2009) menjelaskan ada beberapa keuntungan menggunakan data panel dalam model regresi dibandingkan hanya dengan time series atau hanya data cross section, yaitu: 1. Data panel akan memberikan informasi yang lebih lengkap, lebih beragam kurang berkorelasi antar variabel, derajat bebas lebih besar dan lebih efisien. 2. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis dibandingkan dengan studi berulang dari cross section. 23 3. Membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih kompleks, misalnya fenomena skala ekonomi dan perubahan teknologi. 4. Dapat meminimumkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu atau perusahaan karena unit data lebih banyak. Menurut Syahrial dalam Yuliastuti (2010), dikenal tiga macam pendekatan dalam analisis model panel data yang terdiri dari: Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterapkan dalam data yang berbentuk pool . Misalkan terdapat persamaan berikut ini: Yit = + j it j+ untuk i = 1,2, ...,N dan t = 1,2,...T it Dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengasumsi komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, maka proses estimasi secara terpisah dapat dilakukan untuk setiap unit cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi cross section sebagai berikut: Yi1 = + j it j+ untuk i = 1,2,.....N i1 yang akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang sama dan begitu pun sebaliknya akan diperoleh persamaan deret waktu (time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun untuk mendapatkan parameter dan yang konstan dan efisien, akan data diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi. 1) Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect) Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terecil biasa adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar daerah maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generelasi secara umum yang sering dilakukan adalah dengan memasukkan variabel boneka (dummy variabel) untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun time series. Pendekatan dengan memasukkan variabel dummy ini dikenal dengan sebutan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variabel atau disebut juga (Covariance Model). Pendekatan tersebut dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut: 24 Yit = i+ j it j+ ∑ t+ eit keterangan: Yit = variabel terikat diwaktu t untuk unit cross section i i = intersep yang berubah-ubah antar cross section unit j it = variabel bebas j di waktu t untuk unit j = parameter untuk variabel ke j i = komponen error diwaktu t untuk unit cross section i eit 2) Pendekatan Efek Acak (Random Effect) Memasukkan variabel dummy dalam efek tetap dapat menimbulkan konsekuensi (trade off) yaitu akan dapat mengurangi derajat kebebasan (degree of freedom) yang akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi hal ini adalah model efek acak (random effect). Dalam model ini, parameter-parameter yang berbeda antar daerah maupun antar waktu dimasukkan kedalam error. Model efek acak ini dijelaskan dengan persamaan berikut: Yit = it = + j it j+ it ui + vt + wit dimana: ui ~ N(0, vt ~ N(0, wit ~ N(0, u 2 ) = komponen cross section error 2 v ) = komponen time series error 2 w ) = komponen error kombinasi Dalam model ini, diasumsikan bahwa error secara individual juga tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Penggunaan model efek acak ini, dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang akan dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien. Keputusan penggunaan model efek tetap ataupun efek acak ditentukan dengan menggunakan spesifikasi yang dikembangkan oleh Hausmann. Spesifikasi ini akan memberikan penilaian dengan menggunakan chi square statistic sehingga keputusan pemilihan model akan dilakukan secara statistik. 25 2.1.8 Penelitian Terdahulu 2.1.8.1 Penelitian Mengenai Model Gravitasi dan Data Panel Berbagai penelitian terdahulu yang terkait aliran perdagangan dengan menggunakan model gravitasi dan data panel telah banyak dilakukan. Penelitian tersebut dilakukan dengan berbagai jenis data dan jenis komoditas yang berbeda. Soelaksono (2010) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan ekspor komoditas perkebunan Indonesia. Terdapat lima jenis komoditas yang diteliti yaitu karet, kelapa sawit, kopi, teh, dan biji kakao. Dari kelima jenis komoditas yang diteliti tersebut, secara umum menunjukkan pola kecenderungan volume ekspor yang berfluktuatif. Dalam penelitian tersebut, faktor-faktor aliran perdagangan untuk kelima komoditas perkebunan Indonesia diestimasi dengan menggunakan model efek tetap (fixed effect). Dari semua variabel independen yang digunakan, terdapat dua variabel yang memiliki pengaruh untuk seluruh model persamaaan komoditas yaitu jarak dan dummy (adanya krisis global), sehingga secara umum pengaruh besarnya jarak antara pengekspor dengan negara tujuan impor serta adanya krisis global tidak menyebabkan turunnya permintaan ekspor komoditas perkebunan Indonesia karena komoditas tersebut merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi. Selain itu variabel-variabel lainnya yang digunakan dalam model memiliki pengaruh yang beragam pada masing-masing komoditas. Komoditas karet dipengaruhi oleh variabel PDB, jarak, nilai tukar, dan adanya krisis global. Komoditas kelapa sawit dipengaruhi oleh variabel populasi, jarak, dan adanya krisis. Komoditas kopi dipengaruhi oleh variabel harga komoditas, populasi, jarak, dan adanya krisis global. Komoditas teh dipengaruhi oleh variabel Produk Domestik Bruto, jarak, nilai tukar, dan adanya krisis global. Komoditas biji kakao dipengaruhi oleh harga komoditas, jarak dan adanya krisis global. Alam et al. (2009) meneliti tentang aliran impor Bangladesh dengan menggunakan pendekatan model gravitasi. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis impor Bangladesh sebagai salah satu faktor yang paling signifikan dalam neraca perdagangan negara tersebut. Data yang digunakan adalah data panel dari tahun 1985 – 2003, dan data cross section yang digunakan adalah 26 negara-negara mitra dagang terbesar: Cina, Singapura, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Malaysia. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh impor terhadap produksi Bangladesh sangat kecil, hal ini disebabkan kebanyakan impor negara ini adalah impor barang konsumsi dan bukan barang modal. Selain itu, populasi Bangladesh memiliki dampak yang signifikan terhadap impor yang artinya Bangladesh tidak mampu memenuhi peningkatan permintaan domestik akan barang konsumsi. Selain itu, hal ini juga menunjukkan PDB negara-negara mitra dagang yang lebih besar bila dibandingkan dengan Bangladesh. Yuliastuti (2010) melakukan penelitian yang berjudul analisis aliran perdagangan ekspor rumput laut Indonesia periode 1999-2008. Penelitian ini menggunakan data panel, yaitu kombinasi antara data time series selama periode 1999-2008 dan data cross section sepuluh negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia yang kemudian dianalisis dengan menggunakan model gravitasi. Hasil pengolahan regresi data panel menunjukkan bahwa metode yang terbaik dalam estimasi model adalah metode fixed effect. Selain itu, berdasarkan uji t-statistik pada taraf nyata lima persen, diketahui bahwa harga komoditi rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor, populasi penduduk negara importir, GDP riil negara pengimpor berpengaruh signifikan terhadap aliran perdagangan ekspor rumput laut Indonesia. Faktor yang paling mempengaruhi positif adalah populasi penduduk negara tujuan ekspor dan yang negatif adalah jarak ekonomi Indonesia dan negara tujuan ekspor. 2.1.8.2 Penelitian Mengenai Impor Tresnawan (2006) melakukan penelitian terkait dengan analisis tren dan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor kentang di Indonesia. Data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika Indonesia kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis tren dan analisis regresi data panel. Berdasarkan hasil pengolahan data impor kentang periode 2001-2003 dari lima negara pengimpor terbesar ke Indonesia, diperoleh Indonesia cenderung fluktuatif. Secara umum tren impor kentang di didapatkan model tren eksponensial. Penelitian ini juga menyimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi 27 nilai impor kentang di Indonesia pada taraf satu persen yaitu nilai tukar rupiah, harga impor, Produk Domestik Bruto, dan lag nilai impor bulan sebelumnya. Jumini (2008) melakukan penelitian dengan judul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia. Hasil penelitian dengan menggunakan analisis regresi berganda menunjukkan, dari delapan variabel yang di uji, ada empat variabel yang berpengaruh terhadap permintaan bawang putih impor. Keempat variabel tersebut yaitu harga bawang putih lokal (pada taraf nyata lima persen), konsumsi bawang putih lokal (taraf nyata 10 persen), produksi bawang putih dalam negeri (taraf nyata lima persen) dan harga bawang putih impor (taraf nyata 15 persen). 2.1.9 Relevansi dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya membahas tren dan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kentang di Indonesia dengan menggunakan analisis tren dan analisis regresi data panel. Penelitian ini membahas faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan impor bawang merah dan kentang Indonesia dengan menggunakan model gravitasi. Tahun pengamatan dalam penelitian sebelumnya sejak tahun 2001 hingga 2003. Penelitian ini menggunakan sepuluh tahun pengamatan sejak tahun 2001 hingga 2010. 2.2 Kerangka Pemikiran Peningkatan permintaan impor bawang merah dan kentang Indonesia cenderung mengalami kenaikan sejak tahun 2006 hingga 2010. Peningkatan impor ini akan berdampak pada pengurangan neraca perdagangan Indonesia secara umum. Selain itu, peningkatan impor ini akan memengaruhi produksi dalam negeri karena dampaknya terhadap harga produk domestik. Impor jika tidak dikendalikan akan menyebabkan turunnya harga bawang merah dan kentang lokal produksi petani Indonesia. Hal ini kemudian akan mengurangi minat produksi petani Indonesia yang akan mengalami kerugian akibat turunnya harga. Selain itu, harga bawang merah dan kentang impor juga masih lebih rendah dibandingkan harga produk lokalnya. Akibatnya, konsumsi produk impor akan lebih tinggi dibandingkan produk domestiknya. Kondisi ini pada akhirnya akan mengurangi daya saing petani Indonesia di pasar nasional. 28 Tingginya Permintaan Impor Tingginya Permintaan Impor Bawang Merah Kentang Bawang Merah dandan Kentang Penurunan Neraca Perdagangan Hortikultura Penurunan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Penurunan Kesejahteraan Petani Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aliran Perdagangan Impor Komoditas Sayuran Indonesia: Kecenderungan Volume Impor 1. Harga Komoditas di negara asal 2. GDP riil Indonesia dan negara asal impor 3. Populasi Indonesia dan negara asal impor 4. Nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar 5. Jarak Ekonomi Indonesia dengan negara asal impor Analisis Regresi Data Panel (Gravity Model) Rekomendasi Kebijakan dalam Hal Impor Bawang Merah dan Kentang Indonesia Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran Operasional keterangan: = bagian yang dianalisis = bagian yang tidak dianalisis Analisis Deskriptif 29 2.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Harga komoditas bawang merah dan kentang impor Indonesia di negaranegara asal impor mempunyai pengaruh negatif terhadap aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. 2. GDP riil negara asal impor mempunyai pengaruh positif terhadap aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. 3. GDP riil negara Indonesia mempunyai pengaruh positif terhadap aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. 4. Populasi negara Indonesia mempunyai pengaruh positif terhadap aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. 5. Populasi negara asal impor mempunyai pengaruh positif terhadap aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia 6. Nilai tukar riil mata uang rupiah terhadap dolar Amerika mempunyai pengaruh positif terhadap aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. 7. Jarak ekonomi antara negara Indonesia dengan negara asal impor mempunyai pengaruh negatif terhadap aliran perdangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia.