BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asfiksia merupakan kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa depresi pernafasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Disamping itu, Asfiksia merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas, dan paling sering terjadi pada periode segera setelah lahir dan menimbulkan sebuah kebutuhan resusitasi dan intervensi segera untuk meminimalkan mortalitas dan morbiditas.(Maryunani A,dkk, 2010). Menurut laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 Angka Kematian Bayi (AKB) didunia 54 per 1000 kelahiran hidup dan tahun 2006 menjadi 49 per 1000 kelahiran hidup. (Wijaya, 2010). Setiap tahunnya sekitar 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemungkinan meninggal.(Gulardi,2009). Berdasarkan hasil survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Neonatus (neonatal mortality rate, NMR) pada tahun 2012 sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup menurun dari 20 per 1000 kelahiran hidup di tahun 2007 dan 23 per 1000 kelahiran hidup berdasarkan hasil SDKI 2002. Perhatian terhadap upaya penurunan neonatal mortality rate (usia dibawah 28 hari) menjadi penting karena kematian neonatal memberi kontribusi terhadap 56% kematian bayi. (Profil Kesehatan Indonesia, 2013). Angka Kematian bayi di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan Negara berkembang lainnya. Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate, IMR) adalah jumlah kematian bayi (usia dibawah 1 tahun) pada satu jangka waktu (umumnya 1 tahun) dibagi jumlah seluruh kelahiran hidup.. Angka ini merupakan salah satu indikator derajat kesehatan bangsa. Tingginya angka Kematian bayi ini dapat menjadi petunjuk bahwa pelayanan maternal dan neonatal kurang baik, untuk itu dibutuhkan upaya untuk menurunkan angka kematian bayi tersebut (Saragih, 2011) Berdasarkan Laporan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2012), Angka Kematian Bayi (AKB) hanya 7,6/1.000 Kelahiran Hidup (KH). Rendahnya angka ini mungkin disebabkan karena kasus-kasus yang terlaporkan adalah kasus kematian yang terjadi disarana pelayanan kesehatan, sedangkan kasus-kasus kematian yang terjadi dimasyarakat belum seluruhnya terlaporkan.berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa penyebab kematian terbanyak pada kelompok bayi 0-6 hari didominasi oleh gangguan/kelainan pernafasan (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis (12%). Masalah utama penyebab kematian pada bayi dan balita adalah pada masa neonatus (bayi baru lahir umur 0- 28 hari). Menurut hasil Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa 78,5% dari kematian neonatal terjadi pada umur 0 - 6 hari. Komplikasi yang menjadi penyebab kematian terbanyak adalah asfiksia, bayi berat lahir rendah dan infeksi. (Depkes, RI, 2013). Tingginya kasus kematian bayi asfiksia salah satunya bisa diakibatkan karena kurangnya pengetahuan dan ketrampilan bidan dalam penanganan asfiksia pada bayi baru lahir. Untuk mengurangi angka kematian tersebut dibutuhkan pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal dan pelayanan kesehatan neonatal oleh bidan yang berkompeten terutama memiliki pengetahuan dan ketrampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir. (Depkes RI, 2011). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan menjelaskan bahwa bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang mempunyai posisi penting dan strategis terutama dalam penurunan AKI dan AKB. Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersamasama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang membutuhkannya. Peningkatan kualitas pelayanan kebidanan hanya dapat dicapai melalui pelayanan tenaga yang professional dan berkompeten. Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada masyarakat haruslah memiliki kompetensi, kurangnya pengetahuan dan ketrampilan bidan dapat menyebabkan hal-hal yang seringkali menjadi penyebab kematian bayi,seperti bidan tidak memiliki kemampuan dan ketrampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir, terlambat merujuk, terlambat mengambil keputusan, sehingga penanganan terlambat dilakukan. Maka kompetensi yang dimiliki seorang bidan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kualitas pelayanan kebidanan yang diberikan. (Hidayat, 2010). Menurut Boulter, Dalziel, dan Hill (2003) dalam Sutrisno (2012), mengemukakan kompetensi adalah suatu karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkannya memberikan kinerja unggul dalam pekerjaan, peran, atau situasi tertentu. Ketrampilan adalah hal-hal yang orang bisa dengan baik. Pengetahuan adalah apa yang diketahui seseorang tentang suatu topik. Peran sosial adalah citra yang ditunjukkan oleh seseorang dimuka publik. Peran sosial mewakili apa yang orang itu anggap penting. Peran sosial mencerminkan nilai-nilai orang itu. Mulyasa (2003) dalam Sutrisno (2012) mengemukakan kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi adalah suatu kemampuan yang dilandasi oleh ketrampilan dan pengetahuan yang didukung oleh sikap kerja serta penerapannya dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan ditempat kerja yang mengacu pada persyaratan kerja yang ditetapkan. Berdasarkan penelitian Djaja,S,dkk, tentang Keberhasilan Pelatihan Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir Untuk Bidan Di Desa Di Kabupaten Cirebon tahun 2005, bahwa pelatihan manajemen Asfiksia bayi baru lahir untuk bidan dapat menurunkan Angka Kematian Neonatal 12,6 per 1000 kelahiran hidup menjadi 8,6 per 1000 kelahiran hidup, Program tersebut juga memberi efek positif lain bagi bidan di desa yaitu terjadi peningkatan kualitas pelayanan pertolongan persalinan serta perawatan bayi baru lahir oleh bidan di desa. Berdasarkan penelitian Yanti.I (2012), untuk mencegah dan menurunkan kematian bayi baru lahir karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan ketrampilan manajemen asfiksia bayi baru lahir sesuai standar atau mutu pelayanan kesehatan. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara pelatihan manajemen dengan keterampilan bidan, pendidikan, masa kerja dan analisis multivariat menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara pelatihan manajemen asfiksia dengan keterampilan bidan dengan kesimpulan pelatihan manajemen asfiksia akan mempengaruhi ketrampilan bidan dalam memberikan penanganan pada bayi baru lahir yang mengalami asfiksia. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketrampilan bidan dalam memberikan penanganan asfiksia pada bayi baru lahir adalah pendidikan dan masa kerja bidan. Berdasarkan penelitian Sudiro,dkk (2012) tentang analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan desa dalam penanganan asfiksia neonatorum di Kabupaten Magelang, bahwa dalam penanganan asfiksia neonatorum diperlukan peranan bidan untuk untuk membantu menurunkan Angka Kematian Bayi. Dari hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap, Motivasi berhubungan dengan kinerja bidan desa. Analisis multivariat menunjukkan adanya hubungan bersama-sama antara pengetahuan dan motivasi dengan kinerja bidan desa dalam penanganan asfiksia neonatorum. Berdasarkan studi pendahuluan penulis di Dinas Kesehatan Aceh tentang Jumlah Kematian Bayi di Provinsi Aceh 2011-2013, ada 826 bayi (0-1 tahun) meninggal pada tahun 2011. Jumlah itu meningkat menjadi 982 bayi pada tahun 2012 dan bertambah menjadi 1.241 bayi pada tahun 2013. 30% diantara bayi-bayi tersebut meninggal akibat Asfiksia, 25% Berat badan lahir rendah (BBLR) dan 10% akibat kelainan kongenital. Sedangkan pada tahun 2013 ; peneliti memperoleh data dari bidang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Dinas Kesehatan Kota Langsa jumlah kematian neonatus yang disebabkan oleh asfiksia berjumlah 7 kasus, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 12 kasus, kelainan kongenital 1 kasus dan lain-lain 1 kasus dengan jumlah kelahiran 3.128, pada tahun 2014 terjadi peningkatan dimana; jumlah kelahiran 3.344 bayi, kematian neonatus 33 kasus, dengan penyebab asfiksia 14 kasus, BBLR 13 kasus, meningitis 1 kasus, dehidrasi 1 kasus dan kelainan kongenital 2 kasus. Sementara data dari Dinas Kesehatan Kota Langsa di Tahun 2014; dari 68 bidan desa yang ada di Kota Langsa hanya 20 bidan (29,41%) diantaranya yang telah mengikuti pelatihan Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir. Hasil wawancara peneliti terhadap delapan bidan desa di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Langsa, peneliti menanyakan kepada bidan desa beberapa hal tentang pengetahuan dan sikap bidan tentang penatalaksanaan manajemen asfiksia bayi baru lahir, diperoleh hasil 50% bidan masih belum menjawab dengan benar, begitu juga halnya tentang skill / aplikasi ketrampilan penatalaksanaan manajemen asfiksia bayi baru lahir masih kurang hal ini disebabkan oleh karena masih banyaknya bidan yang belum memperoleh kesempatan untuk mengikuti pelatihan manajemen asfiksia bayi baru lahir tersebut. Tingginya kasus kematian bayi akibat asfiksia salah satunya bisa diakibatkan karena kurangnya pengetahuan, sikap dan ketrampilan bidan dalam penanganan asfiksia pada bayi baru lahir. Untuk mengurangi angka kematian tersebut dibutuhkan pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal dan pelayanan kesehatan neonatal oleh bidan yang berkompeten terutama memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir. (Depkes, RI, 2011) Berdasarkan hal-hal tersebut diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan kompetensi bidan dengan penatalaksanaan manajemen asfiksia bayi baru lahir diwilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Langsa. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan penelitian bagaimana hubungan kompetensi bidan dengan penatalaksanaan manajemen asfiksia bayi baru lahir di Kota Langsa. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan kompetensi bidan dengan penatalaksanaan manajemen asfiksia bayi baru lahir di Kota Langsa Tahun 2015. 1.4. Hipotesis Ada hubungan kompetensi bidan dengan penatalaksanaan manajemen asfiksia bayi baru lahir di Kota Langsa. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Langsa : menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam meningkatkan kompetensi bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan khususnya dalam penatalaksanaan manajemen asfiksia bayi baru lahir diwilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Langsa. 2. Bagi bidan : menjadi alat evaluasi pribadi untuk memperbaiki dan menyemangati diri untuk meningkatkan kompetensi dalam memberikan pelayanan kebidanan khususnya tentang penatalaksanaan manajemen asfiksia bayi baru lahir. 3. Bagi peneliti : menambah pengalaman dan mengembangkan wawasan penulis dalam rangka melaksanakan suatu penelitian serta sebagai bahan informasi dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya.