bab v penutup

advertisement
BAB V
PENUTUP
Bab V terdiri atas dua bagian yakni kesimpulan dan saran. Penulis
menyimpulkan perkembangan teknologi komunikasi –dalam penelitian ini adalah
media sosial—memberikan kesempatan bagi PR untuk menjalankan peran
manajerial, yakni dalam penyusunan kebijakan strategis organisasi. Bidang
komunikasi korporat PT PLN Persero berperan dalam menyusun point-point
kebijakan, mengkomunikasikan kebijakan dan menjadi koordinator antar bidangbidang lain dalam organisasi yang terlibat dalam penyusunan kebijakan ini.
Namun peran manajerial berupa evaluasi kebijakan masih belum dilakukan. Dari
hasil analisis, penulis menyimpulkan bahwa peran manajerial PR juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain yakni pemahaman jajaran manajemen atas terhadap peran
dan fungsi PR, pengakuan formal organisasi terhadap peran PR, jumlah personel
yang ada dalam departemen PR, dan masih adanya tumpang tindih dengan bagian
lain di organisasi ketika PR menjalankan peran manajerial.
Ada pun untuk saran, penulis membagi dalam dua sub-bagian yakni saran
dalam level praktis dan saran untuk kepentingan dalam level akademis. Saran
dalam level praktis ditujukan bidang komunikasi korporat PT PLN Persero yang
berisi masukan agar dapat menjalankan peran manajerial PR secara lebih
maksimal. Sedangkan saran dalam level akademis berisikan usulan-usulan untuk
penelitian-penelitian selanjutnya dengan objek kajian media sosial dan PR.
1. Kesimpulan
Bidang komunikasi korporat PT PLN Persero melakukan peran manajerial
PR dalam kegiatan penyusunan kebijakan terkait etika penggunaan media sosial.
Aktivitas peran manajerial tersebut mencakup manajemen isu, memberikan
masukan kepada
manajemen,
keterlibatan dalam penyelesaian masalah,
negosiator, administratif, peran teknis komunikas, dan pemantauan dan evaluasi.
Poin-poin peran manajerial PR tersebut kemudian dikelompokkan pada tahaptahap penyusunan kebijakan yakni persiapan, pembentukan tim penyusun
121
kebijakan, riset dan proses pembuatan kebijakan, dan mengkomunikasikan dan
mengukur pelaksanaan kebijakan.
Peran
manajerial
yang
dilakukan
adalah
sebagai
pembuat
kebijakan/strategi, manajemen isu, teknisi komunikasi, dan terlibat dalam
penyelesaian masalah. Yang paling dominan adalah teknisi komunikasi.
Sementara untuk pemantauan dan evaluasi, memberikan saran pada manajemen
senior, negosiator, dan administrator tidak terlalu mencolok. Sementara untuk
pemantauan dan evaluasi sama sekali tidak dilakukan.
Dari hasil analisis, bidang komunikasi korporat PT PLN Persero
melaksanakan peran manajerial PR di level mikro dan meso. Sementara faktorfaktor yang mempengaruhi pelaksanaan peran manajerial PR bidang komunikasi
korporat PT PLN Persero adalah cara pandang perusahaan terhadap peran dan
fungsi PR, pengakuan formal dari perusahaan, jumlah personel bidang
komunikasi
korporat,
serta
tumpang
tindih
kewenangan
dengan
bidang/departemen lain dalam perusahaan.
Peran-peran manajerial tersebut kemudian dikelompokkan lagi dalam tahaptahap penyusunan kebijakan terkait media sosial (DeSanto, 2012). Dalam tahap
persiapan kebijakan, bidang komunkasi korporat melakukan aktivitas manajemen
isu,
memberikan masukan kepada
manajemen dan keterlibatan dalam
penyelesaian masalah. Di tahapan memprakarsai tim penyusun kebijakan,
aktivitasnya adalah memberikan masukan kepada manajemen dan keterlibatan
dalam penyelesaian masalah Dalam tahap melakukan riset dan proses pembuatan
kebijakan, kegiatan yang dilakukan adalah negosiator dan administratif.
Sedangkan di tahap terakhir mengkomunikasikan dan mengukur pelaksanaan
kebijakan, komunikasi korporat berperan sebagai teknisi komunikasi, pemantauan
dan evaluasi, dan manajemen isu.
Menggunakan konsep Excellence PR oleh Grunig, maka bidang komunikasi
korporat PT PLN Persero belum melakukan peran manajerial PR sepenuhnya.
Dalam penyusunan kebijakan ini, bidang komunikasi korporat PT PLN Persero
tidak melakukan komunikasi dua arah –sebagaimana disyaratkan oleh Excellence
PR-- dengan stakeholder utama dari kebijakan ini yakni pegawai. Pola
122
komunikasi yang berlangsung cenderung satu arah dan bersifat sosialisasi. Dari
wawancara penulis, bidang komunikasi korporat PT PLN Persero menilai bahwa
kebijakan ini hanya bersifat Surat Edaran Direksi, sehingga proses komunikasi
yang dilakukan pun sekadar menyampaikan saja kepada pegawai.
Peran manajerial PR juga ditentukan oleh posisi bidang komunikasi
korporat dalam organisasi PLN. Posisi bidang komunikasi korporat dalam
organsiasi PT PLN Persero masih memerlukan diskusi lebih lajut, karena
komunikasi korporat merupakan subordinat dari fungsi perusahaan yang bertugas
melakukan fungsi komunikasi, protokoler, dan CSR perusahaan (fungsi-fungsi PR
dari perusahaan).
Tetapi yang harus diperhatikan adalah data dan fakta yang diperoleh penulis
selama penelitian adalah hal yang bersifat formal. Ada kemungkinan praktek
Excellence PR dilakukan secara informal, misalnya dalam memberikan masukan
kepada manajemen dalam setiap keputusan organisasi (di luar keputusan
organisasi dalam hal komunikasi) atau komunikasi dua arah kepada pegawai
terkait kebijakan terkait etika penggunaan media sosial.
Konsep Excellence PR untuk menjelaskan peran manajerial tidak lah kaku.
Departemen PR dalam sebuah organisasi masih bisa disebut menjalankan peran
manajerial meski tak semua aspek dipenuhi. Penjelasan mengenai praktek
Exellence PR bisa dilihat dalam tiga level yakni level makro, level meso, dan level
mikro. Dalam penyusunan kebijakan terkait etika penggunaan media sosial,
bidang komunikasi korporat PT PLN Persero berada di tingkat mikro dan meso.
Level mikro terjadi saat mengkomunikasikan kebijakan kepada target publik
yakni pegawai. Hanya saja karena kebijakan ini dipandang bukan sebagai
prioritas, maka komunikasi yang dilakukan cenderung searah.
Sementara dalam level meso ditunjukkan dengan peran bidang komunikasi
korporat sebagai koordinator penyusun aturan ini. Peraturan ini melibatkan fungsi
lain dalam organisasi yakni departemen SDM dan IT. Dalam penyusunan
kebijakan, komunikasi antar fungsi dalam organisasi tersebut tidak hanya
dilakukan secara formal melalui rapat tetapi juga informal yakni melalui surat
elektronik (dalam kondisi di luar rapat).
123
Dari penelitian penulis juga menyimpulkan faktor-faktor yang membuat
mengapa peran manajerial PR yang dilakukan bidang komunikasi korporat PT
PLN Persero tidak berjalan dengan maksimal, yakni pemahaman organisasi
terhadap nilai-nilai dan usaha PR untuk bisa menjadi bagian dari manajemen
organisasi, pengakuan formal dari organisasi terhadap peran manajerial PR, masih
adanya tumpang tindih terhadap fungsi manajerial lain dalam peran dan fungsi PR
dan ukuran departemen PR di sebuah organisasi.
Dari hasil analisis, bidang komunikasi korporat PT PLN Persero masih
belum mendapatkan pengakuan secara formal dari organisasi untuk dapat
menjalankan peran manajerial. Pemahaman organisasi mengenai peran bidang
komunikasi korporat masih sebatas pada fungsi penyusunan dan penyebaran
pesan saja. Selain itu jumlah personel di bidang komunikasi korporat memang
terhitung sedikit, sehingga konsentrasi mereka tercurah pada menjalankan tugastugas berkaitan dengan penyusunan dan penyebaran pesan. Dalam penyusunan
kebijakan terkait etika penggunaan media sosial, bidang komunikasi korporat
masih belum melakukan kegiatan evaluasi kebijakan karena jika hal tersebut
dilakukan maka justru akan tumpang tindih dengan bagian lain.
2. Saran
2.1. Saran bagi bidang Komunikasi Korporat PT PLN Persero
Media sosial telah memberikan kesempatan bagi PR untuk melakukan peran
manajerial. Dalam peran manajerial, PR ikut terlibat dalam pengambilan
keputusan manajemen. Termasuk salah satunya adalah terlibat dalam penyusunan
peraturan terkait kebijakan komunikasi perusahaan.
Bidang komunikasi korporat PT PLN Persero telah melakukan peran
manajerial dalam penyusunan kebijakan terkait etika penggunaan media sosial.
Namun kekurangan yang belum dilakukan adalah pada tahap evaluasi. Hal ini
terjadi akibat masih adanya tumpang tindih dengan bagian lain dalam organisasi
tentang kewenangan peraturan ini, apakah menjadi milik komunikasi korporat atau
milik departemen Sumber Daya Manusia.
124
Kekurangan
lain
adalah
dalam
hal
komunikasi.
Idealnya
dalam
mengkomunikasikan kebijakan terkait media sosial, bidang komunikasi korporat
tidak hanya sekadar menyebarkan informasi saja, tetapi juga mengukur umpan
balik dari pegawai. Selain itu informasi sebaiknya tidak disampaikan dalam satu
bentuk saja (hanya lampiran soft file surat edaran direksi) tetapi dalam benuk
ringkasan yang menarik atau presentasi power point. Pesan mengenai kebijakan
tersebut juga sebaiknya disampaikan secara berkala.
Selain berkaitan dengan peraturan, bidang komunikasi korporat PT PLN
Persero juga dapat memanfaatkan keunggulan media sosial untuk menjalankan
peran manajerial. Misalnya menggunakan media sosial untuk memantau situasi
atau isu yang berkembang di masyarakat. Hasil pemantauan tersebut nantinya bisa
menjadi bahan masukan kepada manajemen untuk pengambilan keputusan.
Pemantauan media sosial memungkinkan bidang komunikasi korporat untuk
memantau isu secara lebih luas dibanding jika hanya memantau berita-berita di
media konvensional.
Media sosial juga dapat dimanfaatkan untuk menjelaskan situasi ketika
terjadi krisis misalnya saat terjadi kerusakan peralatan sehingga mengakibatkan
pemadaman listrik dalam skala yang luas dan waktu yang lama. Tentu dalam
memberikan informasi, bidang komunikasi korporat harus berkoordinasi dengan
bidang-bidang kerja lain dalam PLN. Informasi tersebut sebaiknya diberikan
secara terus menerus dan setiap ada perkembangan terbaru segera di-update.
Jika ditarik lebih jauh lagi, media sosial juga bisa memberikan manfaat bagi
PR itu sendiri, yakni mendapatkan pengakuan lebih dari organisasi tempat mereka
bernaung.
Penggunaan
media
sosial
untuk
pencarian
informasi
dapat
meningkatkan keahlian dan posisi struktural praktisi PR Praktisi PR yang memiliki
kompetensi dalam menggunakan media sosial mendapatkan pengakuan dari segi
struktural, keahlian, dan wibawa (prestise).
Peran PR dalam tataran manajemen organisasi juga mencakup dalam hal
kerjasama atau koordinasi dengan departemen yang berbeda-beda. Kehadiran
media sosial menuntut organisasi atau perusahaan menyediakan informasi secara
cepat dan akurat kepada publik. Faktor ini mungkin akan memberikan tekanan
125
bagi praktisi PR dan tim di mana mereka bekerja. Tekanan juga terjadi pada
hubungan antara praktisi PR dengan divisi atau departemen lain, atau staf di
jajaran senior, secara khusus CEO dan lingkaran di sekitarnya.
Tetapi untuk dapat menjalakan peran manajerial, tentu bidang komunikasi
korporat membutuhkan pengakuan formal dari perusahaan yang dirumuskan
dalam bentuk peraturan. Itu sebabnya bidang komunikasi korporat PT PLN
Persero hendaknya mampu meyakinkan pihak manajemen untuk memberikan
pengakuan formal yang memungkinkan bidang komunikasi korporat untuk
menjalankan peran manajerial.
Untuk mengawali hal tersebut, bidang komunikasi korporat dapat melakukan
dengan secara rutin terlibat dalam setiap proses pengambilan keputusan
perusahaan, dan keputusan tersebut jika memungkinkan tidak hanya sebatas halhal yang berkaitan dengan komunikasi perusahaan. Jadi posisi bidang komunikasi
korporat tidak hanya “cukup tahu saja” mengenai keputusan yang sudah dihasilkan
dan mengkomunikasikannya kepada publik, tetapi juga secara aktif memberikan
masukan kepada jajaran manajemen atas atau pengambil keputusan organisasi.
Selain itu dalam peran manajerial perlu juga dicantumkan dalam dokumen
Pedoman Pelaksanaan Komunikasi Perusahaan yang selanjutnya.
2.2.
Saran bagi Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini memiliki sejumlah keterbatasan. Pertama, penelitian ini fokus
kepada peran manajerial PR dalam hal perumusan kebijakan komunikasi
perusahaan saja. Penulis memberikan saran penelitian selanjutnya dapat
membahas bentuk peran manajerial lain yang dapat dilakukan PR terkait dengan
media sosial, misalnya dalam manajemen krisis atau pemanfaatan media sosial
sebagai alat untuk memantau lingkungan di mana hasilnya dilaporkan kepada
manajemen atas sebagai pertimbangan pengambilan keputusan.
Keterbatasan kedua adalah penelitian ini hanya dilakukan pada satu institusi
sehingga tidak dapat dilakukan generalisasi. Penulis menyarankan agar dilakukan
penelitian sejenis – mengenai peran departemen PR dalam penyusunan kebijakan
penggunaan media sosial—di organisasi atau perusahaan yang berbeda, misalkan
126
di perusahaan milik negara yang tidak bersifat monopolistik seperti PLN atau
perusahaan swasta. Dari penelitian tersebut dapat memperkaya studi tentang peran
manajerial PR di organisasi atau perusahaan yang berbeda.
Secara umum bidang kajian mengenai PR berkaitan dengan media sosial
masih sangat terbuka. Penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya dapat
membahas pemanfaatan media sosial oleh departemen PR sebuah perusahaan,
misalkan dalam aktivitas pembentukan branding, kampanye korporat, komunikasi
krisis, dan memperkuat hubungan dengan publik. Selain itu dapat juga dilakukan
penelitian mengenai pemahaman praktisi PR mengenai media sosial dan
pengaruhnya terhadap praktek PR.
127
Download