3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009

advertisement
Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110 - Indonesia
http://www.bi.go.id
BANK INDONESIA
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan
Biro Kebijakan Moneter
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter
Telepon :
Fax.
:
E-mail :
Website :
+62 61 3818163
+62 21 3818206 (sirkulasi)
+62 21 3452489
[email protected]
http://www.bi.go.id
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
Laporan Kebijakan Moneter
Triwulan IV-2009
Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah
Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Selain dalam
rangka memenuhi ketentuan pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, laporan ini berfungsi untuk dua maksud utama,
yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif yang mendasarkan pada
prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan moneter, dan (ii)
sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat
luas mengenai berbagai pertimbangan permasalahan kebijakan yang melandasi keputusan
kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Dewan Gubernur
Darmin Nasution
Deputi Gubernur Senior
Hartadi A. Sarwono
Deputi Gubernur
Siti Ch. Fadjrijah
Deputi Gubernur
S. Budi Rochadi
Deputi Gubernur
Muliaman D. Hadad
Deputi Gubernur
Ardhayadi Mitroatmodjo
Deputi Gubernur
Budi Mulya
Deputi Gubernur
i
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
ii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
Langkah-langkah Penguatan
Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga
(Inflation Targeting Frameworks)
Mulai Juli 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan penguatan kerangka kerja kebijakan moneter konsisten dengan
Inflation Targeting Framework (ITF), yang mencakup empat elemen dasar: (1) penggunaan suku bunga BI Rate sebagai policy
reference rate, (2) proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, (3) strategi komunikasi yang lebih transparan, dan
(4) penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Strategi Kebijakan Moneter
Prinsip Dasar
Kebijakan moneter dengan ITF menempatkan sasaran inflasi sebagai tujuan utama (overriding objective) dan jangkar
nominal (nominal anchor) kebijakan moneter. Dalam hubungan ini, Bank Indonesia menerapkan strategi antisipatif
(forward looking) dengan mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi jangka
menengah ke depan.
Penerapan ITF tidak berarti bahwa kebijakan moneter tidak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Paradigma dasar
kebijakan moneter untuk menjaga keseimbangan (striking the optimal balance) antara inflasi dan pertumbuhan
ekonomi tetap dipertahankan, baik dalam penetapan sasaran inflasi maupun respon kebijakan moneter, dengan
mengarahkan pada pencapaian inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka menengah-panjang.
Sasaran Inflasi
Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK
untuk tahun 2008, 2009, dan 2010 masing-masing sebesar 5%+1%, 4,5%+1%, dan 4%+1%. Sasaran inflasi dimaksud
sejalan dengan proses penurunan inflasi secara bertahap (gradual disinflation) mengarah pada sasaran inflasi jangka
menengah-panjang yang kompetitif dengan negara lain sekitar 3%.
Instrumen dan Operasi Moneter
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate merupakan suku bunga sinyaling dalam rangka mencapai sasaran inflasi
jangka menengah panjang, yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu.
Dalam rangka implementasi penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter, terhitung sejak tanggal 9 Juni
2008 Bank Indonesia melakukan perubahan sasaran operasional dari suku bunga SBI 1 bulan menjadi suku bunga
Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N).
BI Rate diimplementasikan dalam operasi moneter melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang
untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter yang tercermin pada perkembangan suku bunga Pasar Uang
Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas di pasar, operasi moneter
harian dilakukan dengan menggunakan seperangkat instrumen moneter dan koridor suku bunga (standing facilities).
Proses Perumusan Kebijakan
BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur melalui mekanisme Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan. Dalam hal
terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum RDG
Bulanan melalui RDG mingguan. Perubahan dalam BI Rate pada dasarnya menunjukkan respons kebijakan moneter
Bank Indonesia untuk mengarahkan prakiraan inflasi ke depan agar tetap berada dalam lintasan sasaran inflasi yang
telah ditetapkan.
Transparansi
Kebijakan moneter dari waktu ke waktu dikomunikasikan melalui media komunikasi yang lazim seperti penjelasan
kepada press dan pelaku pasar, website, maupun penerbitan Laporan Kebijakan Moneter (LKM). Transparansi dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan sekaligus pembentukan ekspektasi masyarakat atas prakiraan ekonomi
dan inflasi ke depan serta respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Koordinasi dengan Pemerintah
Untuk koordinasi dalam penetapan sasaran, pemantauan dan pengendalian inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia
telah membentuk Tim yang melibatkan pejabat-pejabat dari berbagai instansi terkait. Dalam pelaksanaan tugasnya,
Tim membahas dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang diperlukan baik dari sisi Pemerintah maupun Bank
Indonesia untuk mengendalikan tekanan inflasi dalam rangka pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkkan.
iii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
iv
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia
Kata Pengantar
Proses pemulihan perekonomian global masih terus berlanjut di triwulan IV-2009 dan dirasakan semakin
kuat dan merata terjadi di berbagai negara. Berbagai kebijakan yang dilakukan oleh Bank Sentral dan otoritas
fiskal selama tahun 2009 telah mampu menahan kejatuhan perekonomian dunia yang lebih dalam. Pemulihan yang
paling tampak adalah di negara-negara emerging markets kawasan Asia, terutama China dan India. Sementara
itu, beberapa negara utama dunia seperti AS, kawasan Eropa, dan Jepang sudah mencatat pertumbuhan ekonomi
positif pada triwulan III-2009. Walaupun demikian, faktor risiko masih membayangi proses pemulihan ekonomi dunia
terkait masih tingginya angka pengangguran di negara maju.
Perbaikan yang terjadi pada perekonomian dunia juga masih tercermin pada perkembangan yang positif
di pasar keuangan global. Di awal tahun, pasar keuangan sempat mengalami intensitas tekanan yang tinggi namun
di akhir tahun tekanan tersebut mulai mereda. Hal tersebut didukung oleh optimisme terkait berlanjutnya proses
pemulihan ekonomi global. Selama triwulan IV-2009, tingkat risiko di negara maju dan emerging markets mulai
membaik dan berada dalam tren yang menurun.
Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi domestik menunjukkan perkembangan yang membaik seiring
dengan pulihnya perekonomian global. Pertumbuhan PDB pada triwulan IV-2009 diperkirakan mencapai 4,4%
(yoy). Kinerja konsumsi diperkirakan akan lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya disebabkan oleh
faktor musiman menjelang akhir tahun dan meningkatnya pendapatan ekspor. Kinerja investasi diprakirakan sedikit
meningkat terutama terkait dengan membaiknya permintaan domestik dan eksternal serta stabilnya iklim usaha pasca
pelaksanaan pemilu Pilpres. Di sisi eksternal, berlanjutnya perbaikan perekonomian global dan perekonomian mitra
dagang yang semakin membaik mendorong kinerja ekspor pada triwulan IV-2009 tumbuh membaik. Sementara itu,
perlambatan kinerja diperkirakan mereda seiring dengan peningkatan permintaan domestik maupun eksternal. Di
sisi penawaran, pengaruh penurunan perekonomian global secara umum berdampak pada sektor tradables seperti
sektor pertanian, sektor pertambangan, dan sektor industri pengolahan. Namun demikian, dampak penurunan
perekonomian global terhadap sektor pertanian dan pertambangan relatif minimal. Asesmen atas perekonomian
daerah oleh Bank Indonesia juga mengkonfirmasi perkembangan ekonomi domestik yang membaik tersebut. Berbagai
daerah di Indonesia, dengan karakteristik kegiatan ekonomi masing-masing, terbukti memberikan sokongan bagi
pertumbuhan ekonomi domestik.
v
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
Di sisi harga, tekanan inflasi masih menunjukkan tren yang menurun mencapai 2,41% (yoy) pada triwulan
IV-2009. Rendahnya tekanan inflasi terutama terkait dengan kembali terkoreksinya harga barang kebutuhan pokok.
Dari sisi non fundamental, terjaganya pasokan domestik, lancarnya distribusi, dan harga komoditas internasional yang
masih relatif rendah mendukung penurunan inflasi volatile food. Dari sisi fundamental, penurunan inflasi mitra
dagang, nilai tukar yang cenderung terapresiasi , dan menurunnya ekspektasi inflasi masyarakat turut mendukung
penurunan tekanan inflasi.
Perkembangan global yang kondusif berpotensi memberi dampak positif bagi kinerja Neraca Pembayaran
Indonesia triwulan IV-2009. Perbaikan tersebut ditopang oleh kinerja neraca transaksi berjalan yang membaik
sejalan dengan terus menguatnya pemulihan ekonomi global. Selain itu, kenaikan harga komoditas ekspor Indonesia
turut mendukung perbaikan transaksi berjalan. Sementara itu, optimisme pemulihan ekonomi global yang disertai
dengan membaiknya persepsi risiko terhadap negara emerging markets diprakirakan dapat menjaga kelangsungan
arus masuk modal asing. Sejalan dengan perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia tersebut, posisi cadangan
devisa Indonesia pada akhir November 2009 tercatat sebesar USD 65,84 miliar atau setara dengan 6,5 bulan impor
dan pembayaran ULN Pemerintah.
Membaiknya kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) didorong oleh perkembangan perekonomian
global dan domestik yang kian optimis. Di sisi pasar modal, meski sempat mengalami penyesuaian selama
triwulan IV-2009, minat investor asing terhadap instrumen portofolio domestik tetap terjaga. Neraca perdagangan
tetap mampu mencatat surplus yang tinggi meski permintaan impor menunjukkan peningkatan. Dengan demikian,
secara keseluruhan NPI triwulan IV-2009 diprakirakan mencatat surplus.
Di sektor perbankan, kondisi perbankan domestik relatif terjaga. Secara mikro, kondisi perbankan nasional
tetap stabil yang tercermin dari masih terjaganya rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) dan rasio
gross maupun net untuk Net Performing Loan (MPL) tetap terkendali di angka cukup rendah. Di sisi lain, respons
suku bunga perbankan masih membaik terbukti dengan menurunnya suku bunga simpanan yang pada akhirnya
akan mendorong turunnya suku bunga kredit lebih lanjut. Diharapkan respon penurunan suku bunga kredit akan
diikuti oleh penyaluran kredit secara optimal oleh perbankan. Sementara itu, likuiditas perbankan masih mencukupi
untuk pembiayaan perekonomian.
Ke depan, prospek perekonomian Indonesia tahun 2009 dan 2010 berpotensi tumbuh lebih baik dari
prakiraan semula. Motor pertumbuhan tersebut adalah kinerja ekspor yang secara bulanan telah berada dalam
tren pertumbuhan yang meningkat sejak Maret 2009 serta pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang masih kuat.
Akselerasi pertumbuhan ekspor didukung oleh barang ekspor Indonesia berbasis komoditas primer yang mengalami
pemulihan cukup cepat sejalan dengan perbaikan permintaan di negara-negara mitra dagang. Di sisi penawaran,
pertumbuhan berbagai sektor diperkirakan mulai berada pada tahapan yang meningkat, terutama di sektor industri
pengolahan. Perbaikan sektor tersebut didukung oleh kenaikan impor bahan baku serta konsumsi listrik yang relatif
tinggi di kalangan bisnis dan industri. Dengan optimisme tersebut, perekonomian Indonesia pada tahun 2009
diprakirakan tumbuh sekitar 4,3% dan meningkat di kisaran 5,0%-5,5% pada tahun 2010.
Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) untuk tahun 2009 diperkirakan mencatat surplus yang semakin
membaik. Neraca perdagangan semakin membaik sejalan dengan menguatnya pemulihan ekonomi global sejak
semester II-2009 secara lebih merata di berbagai kawasan. Kuatnya permintaan dari negara mitra dagang di Asia
membantu perbaikan kinerja ekspor secara bertahap. Di tengah membaiknya nilai ekspor, nilai impor juga menunjukkan
peningkatan sejalan dengan akselerasi daya serap perekonomian. Optimisme terhadap perekonomian domestik juga
tercermin dari tetap positifnya aliran modal asing, baik dalam bentuk portofolio maupun pinjaman korporasi.
vi
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
Di sisi prospek inflasi, tren penurunan inflasi di tahun 2009 diprakirakan masih berlanjut, namun berpotensi
untuk kembali ke pola normalnya pada tahun 2010. Inflasi tahun 2009 menurun cukup signifikan dan diprakirakan
akan mencapai di bawah kisaran target inflasi 4,5+1%. Untuk tahun 2010, inflasi IHK diprakirakan kembali ke pola
normalnya dalam kisaran 5+1% terkait dengan meningkatnya kegiatan ekonomi domestik, meningkatnya inflasi impor
sejalan dengan prakiraan membaiknya perekonomian global dan meningkatnya harga-harga komoditas internasional
terutama harga minyak dunia.
Dengan mempertimbangkan perkembangan-perkembangan tersebut di atas, Rapat Dewan Gubernur
Bank Indonesia pada 3 Desember 2009 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,5%.
Keputusan mempertahankan BI Rate tersebut diambil setelah Rapat Dewan Gubernur menyimpulkan bahwa tingkat
suku bunga BI Rate sebesar 6,5% masih konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi pada tahun 2010 sebesar 5+1%.
Stance kebijakan saat ini juga dipandang masih kondusif bagi proses pemulihan perekonomian dan intermediasi
perbankan.
Jakarta, Desember 2009
Pjs. GUBERNUR BANK INDONESIA
Darmin Nasution
vii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
viii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
Daftar Isi
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
Daftar Isi
1.Tinjauan Umum............................................................................. 1
2.Perkembangan Makroekonomi Terkini....................................... 6
Perkembangan Ekonomi Dunia ....................................................... 6
Pertumbuhan Ekonomi..................................................................... 8
Neraca Pembayaran Indonesia.......................................................... 16
3.Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009........ 18
Nilai Tukar Rupiah............................................................................ 18
Inflasi............................................................................................... 20
Kebijakan Moneter . ........................................................................ 23
4.Perekonomian Indonesia ke Depan............................................. 29
Asumsi dan Skenario yang Digunakan ............................................. 30
Prospek Pertumbuhan Ekonomi........................................................ 31
Prakiraan Inflasi................................................................................ 38
5.Respon Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009............................. 41
Tabel Statistik.................................................................................... 42
ix
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009
x
Daftar Isi
Tinjauan Umum
1. Tinjauan Umum
Perekonomian Indonesia di tahun 2009 menunjukkan daya tahan yang cukup kuat
di tengah krisis ekonomi global. Hal ini tercermin oleh tingkat pertumbuhan ekonomi
Indonesia yang sampai dengan triwulan III-2009 masih mampu tumbuh di atas 4%. Dan untuk
keseluruhan tahun 2009, Bank Indonesia memperkirakan perekonomian Indonesia dapat
tumbuh sebesar 4,3%. Ke depan, untuk tahun 2010 dan 2011, perekonomian Indonesia
diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi sejalan dengan tingkat pemulihan perekonomian
dunia yang lebih baik, semakin kondusifnya pasar keuangan dan perbankan yang dibarengi
dengan terjaganya kondisi fundamental domestik. Perekonomian Indonesia di tahun 2010
diperkirakan akan tumbuh mencapai kisaran 5,0-5,5% dan pada tahun 2011 menjadi
6,0-6,5%.
Di sisi perekonomian global, Bank Indonesia memandang bahwa proses pemulihan
ekonomi global masih terus berlanjut. Pemulihan tersebut bahkan dirasakan semakin kuat
dan merata terjadi di berbagai negara dan sektor ekonomi. Berbagai kebijakan yang ditempuh
oleh otoritas fiskal dan moneter selama tahun 2009 telah mampu menahan kejatuhan
perekonomian dunia yang lebih dalam. Tanda-tanda pemulihan kondisi perekonomian
menguat mulai dirasakan sejak triwulan II-2009. Motor penggerak perekonomian dunia
untuk dapat terus bertumbuh di tengah krisis adalah perekonomian di kawasan Asia,
seperti China, Korea, dan India. Dampak positif membaiknya kinerja ekonomi negara-negara
tersebut dirasakan oleh negara lain di kawasan, termasuk Indonesia, melalui meningkatnya
permintaan barang-barang ekspor. Lebih lanjut, paket stimulus yang diluncurkan pemerintah
di negara maju yang disertai dengan membaiknya sumber pembiayaan dari perbankan dan
tingkat keyakinan konsumen, mendukung perbaikan konsumsi sejak paruh kedua tahun
2009. Meski demikian, proses pemulihan ekonomi global masih dibayangi oleh berbagai
faktor risiko. Beberapa risiko tersebut diantaranya berkaitan dengan masih tingginya tingkat
pengangguran serta realisasi defisit fiskal di Amerika Serikat yang cukup tinggi sehingga
menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku pasar terkait dengan kesinambungan
operasi keuangan AS.
Perbaikan pada perekonomian global juga masih tercermin pada pasar keuangan
global yang menunjukkan perkembangan positif. Meski di awal tahun intensitas
tekanan di pasar keuangan global masih tinggi, di akhir tahun 2009 tekanan tersebut mulai
mereda. Hal ini didukung oleh optimisme terkait terus berlangsungnya pemulihan ekonomi
global dan membaiknya kinerja lembaga keuangan di negara maju. Berbagai perkembangan
tersebut telah menumbuhkan persepsi positif sehingga mendorong kenaikan harga aset di
pasar keuangan global sejak triwulan II-2009. Optimisme terhadap kondisi ekonomi global
tersebut mendorong kinerja pasar keuangan dunia yang semakin baik. Indeks harga di pasar
saham global meningkat, sementara persepsi risiko terhadap aset pasar keuangan, baik di
negara maju maupun emerging markets, juga membaik sebagaimana tercermin pada
credit default swaps (CDS) yang menurun.
Berbagai dinamika perekonomian global selama tahun 2009 telah memberikan
warna pada perkembangan ekonomi Indonesia. Pemulihan yang terjadi di perekonomian
1
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
global, bangkitnya ekonomi China dan India, serta kebijakan makroekonomi yang berhati-hati
di dalam negeri telah memberi dampak positif pada perekonomian Indonesia. Di wilayah
kawasan, Indonesia merupakan negara yang menjadi “flavour of the day” karena daya
tahan perekonomiannya sepanjang tahun 2009 di tengah-tengah krisis global. Tumbuhnya
perekonomian Indonesia tersebut terutama didukung oleh kuatnya permintaan domestik.
Ekspansi ekonomi domestik pada periode tersebut lebih didukung oleh pengeluaran
konsumsi akibat tingginya pengeluaran terkait penyelenggaraan Pemilu, rendahnya inflasi,
serta berbagai stimulus fiskal untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan pengurangan
pajak. Sementara itu, seiring dengan proses pemulihan ekonomi dunia yang terus berlanjut
dan semakin merata, serta harga komoditas global yang meningkat, kinerja ekspor Indonesia
menunjukkan perbaikan. Dengan berbagai perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi
untuk keseluruhan 2009 diprakirakan mencapai 4,3%.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang membaik selama tahun 2009 tersebut juga
terkonfirmasi oleh hasil asesmen perekonomian daerah yang dilakukan Bank
Indonesia. Secara umum, perekonomian daerah selama tahun 2009 masih menunjukkan
kuatnya konsumsi dan ekspor sejalan meningkatnya permintaan produk primer dari China,
India dan Korea Selatan. Peningkatan ekspor dari wilayah Sumatera dan Kali-Sulampua
(Kalimantan-Sulawesi-Maluku-Papua) terutama berasal dari komoditas karet, nikel, batubara
dan CPO. Membaiknya ekonomi daerah tersebut juga tidak terlepas dari masih kuatnya
konsumsi domestik terutama di Jabalnustra, Jakarta dan mulai pulihnya aktivitas ekspor,
khususnya untuk komoditas perkebunan dan pertambangan dari Kali-Sulampua dan
Sumatera, seiring dengan pulihnya ekonomi dunia. Sementara itu, realisasi stimulus fiskal
telah mencapai 36,2% dan realisasi belanja modal APBD di Kali-Sulampua dan Jakarta, atau
meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2008. Hal ini memberi sedikit dampak
pada membaiknya pertumbuhan investasi di daerah, meski masih minimal. Di sisi lain, masih
kuatnya konsumsi domestik dan membaiknya ekspor komoditas primer telah direspons oleh
meningkatnya aktivitas sektor utama di daerah, yaitu pertanian di Jabalnustra dan Sumatera,
pertambangan di Kali-Sulampua serta sektor tersier di Jabalnustra dan Jakarta. Selama tahun
2009, meskipun menghadapi terpaan krisis global, kombinasi ekonomi antara daerah yang
berorientasi domestik di Jabalnustra dan Jakarta serta daerah yang berorientasi ekspor di
Sumatera dan Kali-Sulampua telah mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi nasional
daerah pada level yang lebih baik.
Di sisi harga, perekonomian Indonesia di tahun 2009 ditandai oleh tekanan
inflasi yang rendah. Inflasi November tercatat sebesar -0,03% (mtm), atau menurun
dibandingkan bulan sebelumnya (0,19%). Deflasi pada bulan November terutama terkait
dengan kembali terkoreksinya harga barang kebutuhan pokok. Secara tahunan inflasi
IHK menurun dibandingkan bulan sebelumnya menjadi sebesar 2,41% (yoy). Dari sisi non
fundamental, terjaganya pasokan domestik, lancarnya distribusi, dan harga komoditas
internasional yang masih relatif rendah mendukung penurunan inflasi volatile food. Di
kelompok administered prices, penurunan tekanan inflasi yang cukup tajam terkait dengan
kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga bahan bakar minyak di awal tahun. Dari sisi
fundamental, penurunan tekanan inflasi terkait dengan faktor eksternal, yaitu penurunan
inflasi mitra dagang dan nilai tukar yang cenderung apresiasi, serta menurunnya ekspektasi
2
Tinjauan Umum
inflasi masyarakat. Mencermati perkembangan tersebut, inflasi tahun 2009 berpotensi lebih
rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 2,9% (y-o-y).
Kinerja Neraca pembayaran Indonesia (NPI) selama tahun 2009 membaik sejalan
dengan perkembangan global yang kondusif. Perbaikan tersebut ditopang oleh kinerja
transaksi berjalan yang membaik sejalan dengan terus menguatnya pemulihan ekonomi
global. Selain itu, berlanjutnya kenaikan harga komoditas ekspor Indonesia, terutama
komoditas berbasis sumber daya alam, turut mendukung perbaikan transaksi berjalan.
Surplus transaksi berjalan juga diprakirakan tetap meningkat di tengah meningkatnya impor
nonmigas. Sementara itu, optimisme pemulihan ekonomi global, yang disertai dengan
membaiknya persepsi risiko terhadap negara emerging markets diprakirakan dapat
menjaga kelangsungan arus masuk modal asing. Sejalan dengan perkembangan Neraca
Pembayaran Indonesia tersebut, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir November
2009 tercatat sebesar USD 65,84 miliar atau setara dengan 6,5 bulan impor dan pembayaran
ULN pemerintah.
Membaiknya kinerja Neraca Pembayaran Indonesia berdampak pada kestabilan
nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2009. Secara keseluruhan tahun, rupiah bergerak
dengan kecenderungan menguat. Persepsi positif di kalangan investor global terhadap
ekonomi domestik telah meningkatkan selera risiko (risk appetite) dari investor global
terhadap aset pasar keuangan dalam negeri. Hal ini mendorong aliran masuk modal asing
terus masuk ke pasar keuangan Indonesia. Dengan kondisi tersebut, nilai tukar rupiah
mulai mengalami apresiasi sejak triwulan II-2009 dan mencapai level Rp9.445 per dolar
AS pada akhir November atau menguat 15,3% (p-t-p) dari level Rp10.900 per dolar AS di
akhir tahun 2008.
Di pasar keuangan domestik, berbagai perkembangan perekonomian tersebut
telah memberikan dampak positif. Transmisi kebijakan moneter juga membaik
yang tercermin pada respons suku bunga pasar uang dan perbankan pada BI Rate.
Di pasar obligasi, transmisi kebijakan moneter tercermin pada penurunan yield SUN untuk
seluruh tenornya dengan tenor jangka pendek mencatat penurunan yield yang paling besar.
Meski demikian, untuk tenor jangka panjang, transmisi kebijakan masih cenderung lebih
terhambat. Hal ini mengindikasikan persepsi risiko dari para investor jangka panjang yang
relatif belum optimal terhadap ekspektasi inflasi dan prospek sustainabilitas fiskal. Di pasar
saham, indeks harga menunjukkan peningkatan. Kebijakan moneter Bank Indonesia yang
diimbangi oleh pemulihan ekonomi global, telah meningkatkan minat asing pada aset di
pasar keuangan emerging markets, serta indikator makro-mikro ekonomi domestik yang
cukup kondusif mendorong kinerja IHSG untuk tumbuh lebih baik.
Di pasar uang, transmisi suku bunga di pasar uang antar bank (PUAB) semakin menunjukkan
perbaikan. Suku bunga di PUAB overnight (O/N) bergerak di sekitar BI Rate seiring dengan
diubahnya sasaran operasional kebijakan moneter ke PUAB O/N sejak Juli 2008. Penurunan
tersebut juga diikuti oleh suku bunga PUAB untuk tenor di atas O/N. Transmisi BI Rate
ke suku bunga deposito juga telah menunjukkan perbaikan. Sepanjang tahun 2009 suku
bunga deposito 1 bulan menurun sebesar 337bps, atau lebih besar dari penurunan BI Rate
3
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
sebesar 275bps. Dibandingkan dengan periode penurunan BI Rate di tahun 2006, respons
suku bunga deposito terhadap penurunan BI Rate juga menunjukkan perbaikan. Di sisi
suku bunga kredit, respons penurunan BI Rate mengalami perbaikan perlahan dan secara
lebih terbatas. Selama tahun 2009, suku bunga kredit secara agregat (rata-rata suku bunga
KMK, KI, dan KK) menurun sebesar 76 bps. Terbatasnya respon suku bunga kredit tersebut
terkait dengan berbagai faktor, antara lain seperti persepsi risiko perbankan terhadap
kesinambungan sektor riil yang masih tinggi. Terbatasnya respons perbankan tersebut
menyebabkan sumber pembiayaan perbankan tumbuh rendah. Hingga Oktober 2009,
pertambahan kredit (termasuk channeling) baru mencatat pertumbuhan 4,2% (y-t-d), jauh
lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu.
Ke depan, prospek perekonomian domestik di tahun 2009 dan tahun 2010 berpotensi
lebih baik dari perkiraan semula. Hal ini juga diperkirakan akan terus berlanjut di tahun
2011. Faktor-faktor yang mendukung perbaikan tersebut adalah kondisi eksternal yang
lebih kondusif berupa pemulihan ekonomi dunia yang lebih cepat dari perkiraan semula,
serta kondisi domestik yang tetap terjaga dengan dukungan konsumsi rumah tangga yang
tetap kuat. Penguatan ekspor yang terjadi sejak akhir triwulan I-2009 diperkirakan akan
terus berlanjut seiring dengan pemulihan kondisi ekonomi dunia. Selain akibat perbaikan
ekonomi dunia, akselerasi pertumbuhan ekspor juga didukung oleh karakteristik barang
ekspor Indonesia yang berbasis komoditas primer yang mengalami pemulihan yang cukup
cepat sejalan dengan perbaikan permintaan di negara-negara mitra dagang. Di sisi domestik,
meskipun tidak setinggi selama periode Pemilu 2009, pertumbuhan konsumsi rumah tangga
diprakirakan tetap relatif kuat dan menjadi penyumbang utama PDB. Kinerja konsumsi
tersebut didukung oleh terjaganya tingkat keyakinan konsumen, perbaikan pendapatan akibat
kinerja ekspor yang menguat, serta rendahnya laju inflasi. Dengan berbagai perkembangan
tersebut, pertumbuhan ekonomi di tahun 2010 diperkirakan mencapai 5,0-5,5%, sementara
perekonomian Indonesia di tahun 2011 diperkirakan akan tumbuh mencapai 6,0-6,5%
Di sisi Neraca Pembayaran, prospek pemulihan ekonomi global akan berdampak
positif terhadap Neraca Pembayaran Indonesia di tahun 2010. Perbaikan kinerja
NPI didukung baik oleh perbaikan transaksi berjalan maupun neraca transaksi modal dan
finansial. Pemulihan ekonomi dunia yang terus berlanjut yang disertai dengan berlanjutnya
kenaikan harga komoditas dunia akan mendorong penguatan kinerja ekspor. Impor nonmigas
diprakirakan mulai meningkat sejak semester II-2009 sejalan dengan meningkatnya aktivitas
perekonomian domestik. Di sisi transaksi modal dan finansial, perbaikan kinerja ditopang oleh
kondisi domestik dan eksternal yang lebih kondusif dibandingkan prakiraan sebelumnya.
Di sisi inflasi, tren inflasi di tahun 2010 dan tahun 2011 diprakirakan akan kembali ke pola
normalnya. Hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya gerak mesin perekonomian
Indonesia yang tumbuh membaik. Oleh karena itu, selama tahun 2010 dan 2011, laju inflasi
diprakirakan berada pada kisaran 5%±1%. Di sisi eksternal, prakiraan inflasi tersebut juga
disumbang oleh peningkatan inflasi mitra dagang sejalan dengan prakiraan membaiknya
ekonomi global dan meningkatnya harga-harga komoditas internasional. Sementara dari
sisi domestik, tekanan inflasi juga diprakirakan berasal dari peningkatan harga-harga
4
Tinjauan Umum
administered prices. Di sisi inflasi volatile food, gangguan pasokan akibat kemungkinan
terjadinya El Nino diprakirakan hanya akan memberikan tekanan inflasi yang minimum.
Dengan mempertimbangkan perkembangan-perkembangan tersebut di atas dan mengingat
bahwa tingkat suku bunga BI rate sebesar 6,50% masih konsisten dengan pencapaian sasaran
inflasi pada tahun 2010 sebesar 5%±1%, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 3
Desember 2009 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,50%. Stance
kebijakan saat ini juga dipandang masih kondusif bagi proses pemulihan perekonomian
dan intermediasi perbankan.
5
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
2. Perkembangan Makroekonomi Terkini
Berlanjutnya proses pemulihan ekonomi global mendukung kinerja perekonomian
domestik. Selama triwulan IV-2009, pemulihan ekonomi global semakin merata yang
didukung oleh pertumbuhan ekonomi negara-negara maju yang positif dan tetap
solidnya perekonomian di kawasan Asia. Kondisi tersebut memberi dampak positif
pada perkembangan ekonomi di dalam negeri. Selama triwulan IV-2009, konsumsi
diprakirakan akan lebih membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
seiring dengan membaiknya prospek permintaan domestik dan eksternal serta
kestabilan kondisi dalam negeri pasca pelaksanaan Pemilu. Sementara itu, realisasi
investasi juga diperkirakan tumbuh membaik pada triwulan laporan. Merespons
perbaikan permintaan domestik eksternal, perlambatan kinerja pertumbuhan impor
diprakirakan semakin mereda. Di sisi penawaran, melambatnya perekonomian
dunia berpengaruh terhadap kinerja sektor tradables sementara kinerja sektor
nontradables masih membaik. Melambatnya perekonomian dunia berdampak
minimal terhadap sektor pertanian dan perdagangan, namun memberikan dampak
yang cukup signifikan terhadap kinerja sektor indsutri pengolahan seiring dengan
menurunnya permintaan eskpor negara mitra dagang. Sementara itu, sektor
pengangkutan dan 9komunikasi tumbuh tinggi sepanjang tahun 2009, terutama
ditopang oleh subsektor komunikasi.
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
Proses pemulihan perekonomian dunia diperkirakan akan terus berlanjut pada
triwulan IV-2009. Pemulihan ekonomi terutama didorong oleh perkembangan beberapa
negara utama dunia (seperti AS, kawasan Eropa, dan Jepang) yang telah melewati fase resesi
sebagaimana tercermin dari pertumbuhan positif pada triwulan III-2009. Sementara itu,
negara industri Asia baru seperti Singapura dan Hongkong yang terkontraksi cukup dalam
pada semester pertama tahun 2009 telah kembali tumbuh positif pada triwulan III-2009 dan
diperkirakan akan semakin menguat pada triwulan IV-2009. Perekonomian China dan India
yang menjadi penopang utama kebangkitan ekonomi Asia juga tetap tumbuh solid pada
semester kedua tahun 2009 yang terindikasi dari indeks produksi dan sisi konsumsi yang
masih dalam tren yang meningkat. Meski demikian, masih tingginya tingkat pengangguran
menjadi kendala bagi pemulihan konsumsi di negara maju. Sementara itu, prospek pemulihan
ekonomi global yang lebih cepat dari perkiraan dinilai kondusif bagi percepatan perbaikan
ekonomi domestik.
Perekonomian AS pada triwulan III-2009 mengalami pertumbuhan yang positif
sebesar 3,5% (qtq). Membaiknya perekonomian AS pada triwulan III-2009 didorong oleh
program stimulus fiskal Pemerintah yang mampu menahan kejatuhan konsumsi domestik dan
berbagai proyek infrastruktur yang mampu mendorong sektor produksi untuk beraktivitas
kembali. Namun demikian, ekonomi AS masih dibayangi oleh tingginya angka pengangguran
6
Perkembangan Makroekonomi Terkini
yang mencapai 10,2% pada Oktober lalu. Pendapatan rumah tangga (personal income) AS
masih tertekan seiring dengan tingginya tingkat pengangguran dan relatif masih ketatnya
kredit perbankan. Di pasar tenaga kerja, gelombang PHK masih terus berlangsung namun
mulai melambat sebagaimana tercermin dari penurunan rata-rata intial jobless claim
triwulan IV-2009 menjadi sebesar 519 ribu orang dari 560 ribu orang. Konsumsi rumah
tangga mengalami peningkatan di tengah-tengah penurunan pendapatan yang didorong
oleh program cash for clunkers sehingga mampu mendongkrak penjualan eceran serta
memicu menguatnya keyakinan konsumen terhadap prospek ekonomi ke depan. Pada
triwulan IV-2009, ekonomi AS diprakirakan akan tumbuh 2,8% (qtq) atau terkontraksi makin
kecil sebesar -0,3% (yoy) secara tahunan.
Pasar keuangan global terus melanjutkan tren penguatan selama triwulan IV-2009.
Meredanya keketatan likuiditas global tergambar dari menyempitnya spread Libor to
Overnight Index Swap (OIS) yang mendorong aksi dollar carry trade akibat rendahnya suku
bunga dolar AS. Arus dana tersebut mengalir masuk ke aset-aset dengan imbal hasil yang
lebih tinggi seiring dengan tanda-tanda perbaikan ekonomi yang semakin sering muncul.
Sementara itu, ekspektasi policy reversal di negara emerging markets yang lebih cepat
dibandingkan negara maju akan semakin memperlebar spread suku bunga dan mendorong
derasnya arus dana asing masuk ke aset-aset yang lebih berisiko termasuk bursa saham dan
aset emerging markets. Namun demikian, pasar keuangan sempat mengalami gejolak yang
cukup signifikan khususnya pada bulan November. Gejolak tersebut disebabkan perilaku
risk aversion pelaku pasar yang meningkat dipicu oleh respons beberapa otoritas keuangan
dan bank sentral yang berusaha untuk membatasi inflow asing serta meredam penguatan
mata uang domestik yang terlalu cepat. Pada akhir November, pasar keuangan kembali
mengalami tekanan yang dipicu oleh laporan kerugian Dubai World akibat anjloknya harga
underlying assets yaitu harga properti dan jeratan krisis utang. Akibatnya risk appetite
investor memburuk sehingga mendorong bursa saham di dunia melemah dan indikator
risiko di negara emerging markets melonjak cukup tajam. Namun demikian, rambatan
krisis Dubai World tidak berlangsung lama, sentimen positif dari kelanjutan stimulus fiskal
oleh pemerintah China, solidnya pertumbuhan ekonomi India pada triwulan III-2009 dan
respons yang cepat dari Pemerintah dan Bank Sentra UAE dalam menjamin dukungannya
kepada bank lokal dan domestik disertai pembukaan fasilitas likuiditas pada sistem keuangan
mampu meredakan gejolak lebih lanjut.
Pertumbuhan ekonomi Asia pada triwulan IV-2009 diprakirakan akan tetap solid
dan menjadi motor utama perekonomian dunia. Sebagian besar ekonomi Asia telah
rebound setelah mengalami kejatuhan cukup dalam pada semester pertama 2009 dan
telah mengalami pertumbuhan positif pada paro semester tahun 2009. Beberapa negara
yang mengandalkan kinerja ekspor kini beralih pada permintaan domestik seperti terindikasi
dari indikator aktivitas industri domestik China yang melesat ditopang oleh paket stimulus
Pemerintah. Perekonomian China akan tetap menjadi sumber permintaan ekspor produk
negara-negara di Asia sehingga memberikan dampak pada perekonomian di kawasan.
Tekanan inflasi masih rendah meski cenderung menunjukkan sedikit peningkatan.
Berdasarkan data realisasi inflasi yang dikompositkan, inflasi dunia sudah mulai meningkat
7
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
meskipun masih berada di level yang rendah. Tekanan inflasi pada September lalu meningkat
ke level 1,1% (yoy) dibandingkan dengan Juli 2009 yang berada di level 0,5%. Fase deflasi
sudah mulai terlewati di beberapa negara dan tekanan inflasi mulai meningkat seiring dengan
aktivitas ekonomi yang mulai pulih.
PERTUMBUHAN EKONOMI
Permintaan Agregat
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2009 diprakirakan sebesar 4,4% (yoy),
membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perbaikan pertumbuhan ekonomi
tersebut dikonfirmasi oleh perkembangan indikator penuntun PDB yang mengindikasikan
pertumbuhan ekonomi (Grafik 2.1). Membaiknya pertumbuhan ekonomi pada triwulan
IV-2009 terutama ditopang oleh semakin membaiknya kinerja ekspor
yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan konsumsi rumah tangga
���������
���������������
�����
�����
�����
�����
����
����
����
dan perbaikan pertumbuhan investasi. Dengan perkembangan tersebut,
�����
�����
���������������������
���������������������������������������������������������
����������������������������������������������������������������������
�����������������������������
�����������������������������������������������������������������������������
�������������������������������������������������������������������������
����
����
����
mencapai 4,3% (yoy, Tabel 2.1), menurun dibandingkan dengan tahun
sebelumnya terutama terkait dampak memburuknya kondisi ekonomi
����
global.
����
Dilihat dari distribusinya, pangsa utama PDB tahun 2009 masih
bersumber dari konsumsi swasta dan ekspor. Pangsa konsumsi
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ���
����
maka untuk keseluruhan tahun 2009 perekonomian masih tumbuh
����
����
����
����
swasta terhadap PDB pada tahun 2009 cenderung stabil dibandingkan
����
dengan tahun 2008, sedangkan pangsa ekspor cenderung menurun.
Penurunan pangsa ekspor terhadap PDB sehubungan dengan
Grafik 2.1
memburuknya pertumbuhan ekspor akibat belum pulihnya kondisi
Indikator Penuntun PDB
perekonomian negara mitra dagang di paro pertama tahun 2009.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-2009 diprakirakan
tumbuh membaik sebesar 4,8% (yoy). Dorongan faktor musiman menjelang akhir tahun
dan peningkatan pendapatan ekspor diperkirakan menopang perbaikan pertumbuhan
konsumsi rumah tangga di triwulan IV-2009. Di samping itu, perbaikan konsumsi rumah
Tabel 2.1
Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Permintaan
2007
Indikator
8
2008
2009
I
II
III
IV
I
II
III
5,0
4,9
5,5
5,5
6,3
6,4
5,9
7,3
6,3
5,4 Konsumsi Swasta
5,5
5,0
5,7
5,5
5,3
4,8
5,3
6,0
4,8
4,7
Konsumsi Pemerintah
2,0
3,9
3,6
5,3
14,1
16,4
10,4
19,2
17,0
10,2
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
12,4
9,4
13,7
12,0
12,2
9,1
11,7
3,5
2,6
4,0
4,6
Ekspor Barang dan Jasa
7,9
8,5
13,6
12,4
10,6
1,8
9,5
-19,1
-15,7
-8,2
-5,4
Impor Barang dan Jasa
13,9
9,0
18,0
16,1
11,0
-3,5
10,0
-24,1
-23,9
-18,3
-6,2
PDB
5,8
6,3
6,2
6,4
6,4
5,2
6,1
4,4
4,0
4,2
4,4
Sumber : BPS
IV
2008
Total Konsumsi
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
2007
IV*
4,3
4,8
1,7
Perkembangan Makroekonomi Terkini
tangga diindikasikan oleh kenaikan pertumbuhan konsumsi barang
���
����������
���
���������������
���
���
�����
tahan lama (durable goods) pada bulan Oktober 2009 dan tingginya
�����
angka penjualan eceran pada non-durable goods (kelompok makanan
�����
dan pakaian). Pertumbuhan transaksi kartu kredit dan kartu debit hingga
�����
pertengahan triwulan III-2009 juga menunjukkan peningkatan. Searah
���
����
dengan indikasi tersebut, perkembangan indikator penuntun konsumsi
���
����
��
rumah tangga menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga berada
����
��
dalam siklus ekspansi setidaknya sampai dengan triwulan ke depan
����
��
����������������������������������
����
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � ��
����
����
����
����
����
����
��� �� � �� ��� �� �
����
����
(Grafik 2.2). Kontribusi konsumsi non-makanan diperkirakan meningkat
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kenaikan tersebut terlihat dari
tingginya pertumbuhan penjualan barang tahan lama seperti kendaraan
Grafik 2.2
bermotor ( Grafik 2.3) dan produk elektronika. Peningkatan tersebut
Indikator Penuntun Konsumsi Rumah Tangga
antara lain disebabkan oleh kenaikan penghasilan yang mendorong
masih cukup kuatnya daya beli masyarakat menengah ke atas serta
faktor musiman berupa perayaan hari besar keagamaan.
�������
�������
���
���
��������
Cukup tingginya konsumsi rumah tangga selama tahun 2009
���
��������
���
��
��
���
��
���
��
�
���
Pemerintah. Pada paro pertama tahun 2009, penurunan ekspor
berimbas pada melemahnya daya beli masyarakat di sektor-sektor
berorientasi ekspor dan meningkatnya jumlah PHK. Namun demikian,
terdapat beberapa faktor yang menopang daya beli masyarakat
sepanjang semester I tahun 2009 yang utamanya adalah pengeluaran
Pemilu sehingga menahan penurunan konsumsi rumah tangga. Selain itu,
���
���
��� ���� ����
��� ���
cukup dipengaruhi oleh faktor pengeluaran Pemilu dan kebijakan
���� ����
��� ���
����
���
����
���
����
���
���� ���� ����
��� ��� ���
����
���
����
���
implementasi kebijakan jaring pengaman Pemerintah berupa penyaluran
Bantuan Langsung Tunai (BLT), pembayaran gaji ke-13 serta kenaikan
Grafik 2.3
gaji PNS, dan pengurangan pajak penghasilan juga turut membantu
Pert. Penjualan Mobil-Motor dan PDB Konsumsi Rumah Tangga
tingginya konsumsi rumah tangga. Sementara itu pada paro kedua tahun
2009, perbaikan pendapatan yang bersumber dari ekspor, berkurangnya
laju penambahan PHK dan masih cukup kuatnya konsumsi masyarakat
menengah ke atas menopang perbaikan konsumsi rumah tangga. Perbaikan daya beli pada
paro kedua tahun 2009 terlihat dari pertumbuhan disposable income riil yang cenderung
meningkat sejalan dengan penurunan tingkat inflasi. Beberapa indikator lain seperti nilai
tukar petani dan tingkat upah buruh juga mengindikasikan kenaikan mulai triwulan III-2009.
Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan konsumsi rumah tangga sepanjang tahun
2009 diperkirakan mencapai 5,1%, melambat dibandingkan tahun sebelumnya.
Pertumbuhan investasi (PMTB) pada triwulan IV-2009 diprakirakan tumbuh membaik
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya mencapai 4,6% (yoy). Perbaikan
pertumbuhan investasi tersebut tercemin dari perkembangan indikator penuntun investasi
yang mengindikasikan pertumbuhan investasi pada triwulan IV-2009 bergerak membaik
(Grafik 2.4). Indikasi membaiknya pertumbuhan investasi pada triwulan IV-2009 terutama
terkait dengan membaiknya permintaan domestik dan eksternal serta iklim usaha yang
stabil pasca pelaksanaan Pemilu Pilpres. Meningkatnya pertumbuhan investasi diprakirakan
ditopang oleh membaiknya realisasi investasi bangunan sebagaimana ditunjukkan oleh
9
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
kenaikan konsumsi semen dan pertumbuhan impor barang modal yang
���
����
���
���
mengindikasikan perbaikan. Selain itu, belanja modal pemerintah secara
�������������������� �� � ������
������������������� �� �� �����
triwulanan pada triwulan IV-2009 diproyeksikan sehingga berpotensi
���
mendorong pertumbuhan investasi pada Tw IV-2009. Pertumbuhan
���
investasi untuk keseluruhan tahun 2009 diprakirakan mencapai 3,7%
���
���
(yoy), melemah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan
��
tersebut sejalan dengan respons pengusaha terhadap penurunan
��
permintaan ekspor di paro pertama tahun 2009 serta melemahnya
��
��
��������������������������������������������������������������������������
��
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� �
����
����
����
����
����
����
tendensi bisnis pelaku usaha. Kontribusi utama pertumbuhan investasi
�� ��� �� � �� ��� ��
����
����
pada tahun 2009 masih didominasi oleh investasi non-bangunan yang
menurun dibandingkan dengan tahun 2008 (Grafik 2.5).
Grafik 2.4
Perkembangan indikator dini hingga akhir triwulan III-2009
Indikator Penuntun Investasi
mengkonfirmasi penurunan pertumbuhan investasi pada tahun
2009. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya
pertumbuhan investasi non bangunan yang tercermin dari rendahnya
����������������
���
pertumbuhan impor barang modal dibandingkan dengan tahun 2008
���
(Grafik 2.6). Namun demikian, pertumbuhan konsumsi semen yang
���
rendah pada paro pertama tahun 2009 mulai menunjukkan perbaikan
�
���
pada triwulan III-2009 searah dengan perbaikan pertumbuhan investasi
�
���
di sektor bangunan dan infrastruktur serta keyakinan pelaku usaha
���
akan prospek kondisi perekonomian yang semakin positif. Di samping
���
itu, permintaan semen di daerah diperkirakan akan meningkat untuk
���
rekonstruksi pasca gempa Padang. Di sisi pembiayaan, dukungan
�
�
�
�
�
�
��
��
������������
�
��
���
��������
��
�
����������
��
����
���
��
�
��
����
���
��
pembiayaan investasi masih relatif memadai sebagaimana ditunjukkan
����
oleh pertumbuhan kredit investasi riil yang cukup tinggi. Sementara
Grafik 2.5
itu, berdasarkan hasil survei BPS, tendensi bisnis pengusaha sepanjang
Kontribusi Investasi Bangunan & Nonbangunan
tahun 2009 cenderung menurun dibandingkan tahun sebelumnya
karena berkurangnya order barang input dan order luar negeri yang
disertai penurunan harga jual riil (Grafik 2.7). Penurunan ini sejalan
��
���
�������������������������������������
��
��
��
��
��
dengan hasil survei Bank Indonesia yang mengindikasikan nilai rencana
investasi pada tahun 2009 menurun dibandingkan tahun sebelumnya,
meskipun kegiatan usaha pada semester kedua 2009 diperkirakan
mengalami ekspansi.
��
�
�
�
�
�
��
��
��
��
��
��
��
��
����
��
��
��
����
��
��
Kinerja ekspor pada triwulan IV-2009 diprakirakan tumbuh
�
membaik akibat berlanjutnya perbaikan kondisi perekonomian
���
global. Membaiknya pertumbuhan ekspor pada triwulan IV-2009
���
ditopang oleh peningkatan harga komoditas internasional disertai dengan
membaiknya permintaan ekspor terutama dari pasar tradisionalnya.
Selain itu, membaiknya indeks produksi, indeks kepercayaan konsumen
Grafik 2.6
serta sentimen bisnis negara G3 dan China juga berpotensi untuk
Pertumbuhan Impor Barang Modal
mendorong peningkatan pertumbuhan ekspor. Indikasi perbaikan
juga tercermin dari meningkatnya volume perdagangan global pada
10
Perkembangan Makroekonomi Terkini
indeks Baltic Dry yang mengalami peningkatan hingga awal triwulan
������
IV-2009 (Grafik 2.8). Berdasarkan perkembangan tersebut, ekspor
���
���
���
���
���
pada triwulan IV-2009 diprakirakan tumbuh membaik sebesar -5,4%
(yoy). Data ekspor BPS terkini mencatat nilai ekspor pada Oktober 2009
mencapai US$11,88 miliar atau menurun 10,12% (yoy) dibandingkan
���
��
���
��
��
�
��
��
���
��
�
��
����
���
��
�
����
��
���
����
����
��
��
��
��
�������������
������������������
������������������
���������������������
dengan Oktober tahun 2008. Sejalan dengan hal tersebut, pertumbuhan
ekspor non migas masih ditopang oleh ekspor komoditas primer berupa
produk pertambangan seperti batubara dan produk hasil industri seperti
minyak kelapa sawit.
�����������������
��
Seiring dengan meningkatnya permintaan domestik maupun
eksternal, pertumbuhan impor pada triwulan IV-2009 diprakirakan
Grafik 2.7
membaik. Hal tersebut ditunjukkan oleh perkembangan indikator
Sentimen Bisnis – BPS
penuntun impor yang memperkirakan pertumbuhan impor membaik,
meskipun masih berada dalam siklus kontraksi sampai dengan satu
triwulan ke depan (Grafik 2.9). Membaiknya pertumbuhan impor
diperkirakan sejalan dengan membaiknya konsumsi rumah tangga serta
dorongan permintaan bahan baku dan barang modal untuk kegiatan
����
����
����
����
����
���
���
����
���
���
produksi terutama di sektor industri. Di samping itu, indikasi berlanjutnya
perbaikan pertumbuhan impor dikonfirmasi oleh peningkatan
pertumbuhan bea masuk impor. Dengan perkembangan tersebut,
perlambatan impor pada triwulan IV-2009 diprakirakan semakin
mereda mencapai -6,2% (yoy). Sementara itu, distribusi pertumbuhan
impor terutama disumbang oleh pertumbuhan impor bahan baku/
penolong yang tumbuh membaik. Dilihat dari golongan komoditas
HS 2 dijit, pertumbuhan nilai impor sepanjang Januari-Oktober 2009
���
masih didominasi oleh impor kelompok bahan baku dan barang modal
yang mendukung kapasitas produksi, seperti komoditas mesin/pesawat
Grafik 2.8
mekanik serta mesin dan peralatan listrik.
Indeks Baltic Dry
Operasi Keuangan Pemerintah
���
��������������
����
���
���� �
����������������������� ������
����������������������� �����
���� �
Kinerja operasi keuangan Pemerintah selama tahun 2009
���� �
diprakirakan akan mencatat penerimaan dan belanja yang lebih
���
���� �
rendah dari target APBNP 2009. Selama Januari-Oktober, total
���
���� �
���
���� �
���������
���
��
��
��
��
��
�������
����
dari pencapaian tahun 2008 sebesar 87,4%. Demikian pula halnya
���������
����
realisasi belanja negara yang baru mencapai 68% dari APBNP, atau
����
�������������������������������������������������������������������������������������
������������������������������������������������������������������
����
���������������������������������������������������������������������������
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� �
����
����
����
����
����
penerimaan negara baru mencapai 73,2% dari APBNP, atau lebih rendah
����
����
Grafik 2.9
Indikator Penuntun Impor
���� ����
����
lebih rendah dari penyerapan tahun lalu sebesar 74,2%. Perlambatan
ekonomi global dan perkembangan harga minyak yang terjadi selama
tahun 2009 menjadi faktor utama rendahnya penerimaan dan belanja
negara tersebut. Dengan kondisi demikian, untuk keseluruhan tahun,
defisit operasi keuangan Pemerintah diperkirakan akan lebih rendah dari
targetnya (2,4% dari PDB).
11
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
Penurunan penerimaan negara masih berlanjut pada triwulan IV-2009 akibat
dampak dari perlambatan ekonomi global dan perkembangan harga minyak. Dari
sektor perpajakan, perlambatan ekonomi domestik dan global berpengaruh signifikan
pada menurunnya PPN dan pajak internasional. Sektor perpajakan lainnya yang mengalami
penurunan signifikan adalah PPh Migas seiring dengan jauh lebih rendahnya harga minyak
selama tahun 2009 dibandingkan tahun 2008. Di tengah kondisi perekonomian yang kurang
kondusif tersebut, penerimaan dari PPh Non Migas dan Cukai masih mampu mencatat
kenaikan akibat kebijakan perpajakan. Selain itu, penerimaan PPN diprakirakan akan mulai
mencatat pertumbuhan yang positif walau masih terbatas seiring dengan perkembangan
ekonomi yang mulai membaik dan aktivitas perdagangan yang meningkat di triwulan IV2009. Namun dengan menurunnya penerimaan sebagian besar sektor perpajakan, realisasi
penerimaan perpajakan selama Januari-Oktober 2009 hanya mampu mencapai 75,1% dari
APBNP, atau lebih rendah dari pencapaian tahun lalu sebesar 88,5% untuk periode yang
sama. Dari sektor nonpajak, perkembangan harga minyak yang lebih rendah dari tahun
2008 turut memberi dampak penurunan yang signifikan pada Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP), terutama pada penerimaan sumber daya alam (SDA) migas. Dengan kondisi
tersebut, pencapaian PNBP sampai dengan bulan Oktober baru mencapai 67,5% dari APBNP,
atau lebih rendah dari realisasi tahun 2008 yang mencapai 85,6%.
Penyerapan belanja negara menurun dibandingkan dengan tahun lalu namun dengan
kualitas yang membaik. Sampai dengan Oktober 2009, realisasi belanja Pemerintah pusat
per jenis belanja lebih tinggi dari tahun lalu, kecuali subsidi seiring dengan perkembangan
harga minyak yang lebih rendah. Selain itu, realisasi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) yang
mampu memberikan stimulasi secara langsung bagi kegiatan ekonomi juga terlihat lebih
baik dari tahun 2008. Selama Januari-Oktober, realisasi belanja pegawai, barang dan modal
yang berdampak langsung ke sektor riil mencatat realisasi yang lebih baik dari tahun lalu.
Namun, beban subsidi energi yang turun drastis berdampak pada lebih rendahnya realisasi
belanja pemerintah pusat dibandingkan dengan tahun lalu. Belanja pemerintah pusat tercatat
baru mencapai 63,2% dari APBNP, atau lebih rendah dari penyerapan tahun 2008 sebesar
71,7%. Sementara itu, realisasi paket stimulus fiskal yang berupa penghematan pembayaran
pajak (tax saving) serta subsidi pajak-bea masuk ditanggung Pemerintah (DTP) dan subsidi
non pajak kepada dunia usaha masih rendah. Sampai dengan Oktober, stimulus fiskal yang
terpakai baru mencapai 44,9% dari alokasi anggaran sebesar Rp73,3 triliun.
Di sisi pembiayaan, pasar obligasi yang membaik di 2009 mempermudah pencapaian
target pembiayaan defisit. Pergerakan yield SUN yang membaik berdampak pada yield
rata-rata yang diterima Pemerintah dalam setiap lelang terus bergerak menurun selama tahun
2009. Selain menurunkan biaya pembiayaan, kondisi tersebut juga membuat Pemerintah
telah memenuhi target penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) di pertengahan November.
Membaiknya pasar obligasi juga berdampak pada tidak digunakannya sebagian besar
dana standby loan. Selama 2009, Pemerintah hanya menggunakan dana standby loan dari
penerbitan Samurai Bond senilai 35 miliar yen di bulan Agustus.
12
Perkembangan Makroekonomi Terkini
Penawaran Agregat
Beberapa sektor perekonomian diprakirakan akan menunjukkan perbaikan pada
triwulan IV-2009 (Tabel 2.2). Sektor-sektor utama seperti sektor perdagangan dan pertanian
diprakirakan tumbuh membaik pada triwulan IV-2009. Kinerja sektor utama lainnya yaitu
sektor industri pengolahan tumbuh relatif stabil. Sektor bangunan serta sektor listrik, gas
dan air bersih juga menunjukkan perbaikan. Sementara itu, kinerja sektor pengangkutan
dan komunikasi mengalami perlambatan pada triwulan IV-2009 namun masih berada dalam
tingkat pertumbuhan yang tinggi. Jika dilihat dari strukturnya, pangsa utama perekonomian
masih berasal dari sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran,
serta sektor pertanian. Sementara itu, penyumbang utama pertumbuhan berasal dari sektor
pengangkutan dan komunikasi, sektor pertanian, serta sektor keuangan, persewaan dan
jasa.
% Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Tabel 2.2
Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Penawaran
Sektor
2007
2007
IV
2008
I
II
III
2008
IV
2009
I
II
III
IV*
Pertanian
3.1
3.5
6.3
4.8
3.4
4.7
4.8
5.3
2.5
2.7
4,3
Pertambangan & Penggalian
-2.1
2.0
-1.7
-0.5
2.1
2.1
0.5
2.4
3,3
6,5
3,8
Industri Pengolahan
3.8
4.7
4.3
4.2
4.3
1.8
3.7
1.5
1.5
1.3
1,2
Listrik, Gas & Air Bersih
11.8
10.4
12.3
11.8
10.4
9.3
10.9
11.4
15.4
14,6
15,1
Bangunan
9.9
8.6
8.0
8.1
7.6
5.7
7.3
6.3
6.4
8,8
8,9
Perdagangan, Hotel & Restoran
9.1
8.5
6.9
8.1
8.4
5.6
7.2
0.5
-0.3
-0.6
1,2
Pengangkutan & Komunikasi
17.4
14.4
18.3
17.3
15.5
15.8
16.7
17.1
17.5
18,2
15,9
Keuangan, Persewaan & Jasa
8.6
8.0
8.3
8.7
8.6
7.4
8.2
6.3
5.3
4,9
4,8
Jasa-jasa
7.2
6.6
5.9
6.7
7.2
6.0
6.4
6.8
7.4
5,8
5,0
PDB
6.3
6.3
6.2
6.4
6.4
5.2
6.1
4.4
4.0
4.2
4,4
Sumber : BPS
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
Kinerja sektor industri pengolahan tumbuh relatif stabil pada triwulan IV-2009.
Jika dilihat dari strukturnya, distribusi terbesar sektor industri pengolahan masih berasal
dari subsektor alat angkutan, mesin dan peralatannya, subsektor makanan, minuman,
dan tembakau, serta subsektor kimia dan barang dari karet. Sementara itu, penyumbang
utama pertumbuhan sektor industri pengolahan berasal dari subsektor makanan, minuman
dan tembakau, subsektor kimia dan barang dari karet, serta subsektor kertas dan barang
cetakan.
Relatif stabilnya pertumbuhan sektor industri pengolahan tercermin dari
perkembangan beberapa indikator dini. Indikator penjualan mobil dari awal tahun
2009 relatif stabil namun berada di bawah rata-rata pertumbuhan tahun sebelumnya.
Hal yang sama juga ditunjukkan oleh perkembangan impor bahan baku industri dan hasil
Survei Produksi – Bank Indonesia sampai dengan akhir triwulan III-2009. Sementara itu, di
sisi pembiayaan, kredit perbankan yang disalurkan kepada sektor industri menunjukkan
tren yang melambat dari awal tahun sampai dengan akhir triwulan III-2009. Program 100
hari pada sektor industri diperkirakan berdampak relatif terbatas karena program yang
13
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
berdampak langsung hanya berupa revitalisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta revitalisasi
pabrik gula dan pupuk.
Setelah sebelumnya mengalami perlambatan, sektor perdagangan, hotel dan
restoran diperkirakan tumbuh membaik pada triwulan IV-2009. Sektor perdagangan
diperkirakan mulai menunjukkan pertumbuhan yang positif pada triwulan IV-2009.
Membaiknya kinerja sektor perdagangan terutama disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya mulai membaiknya permintaan serta daya beli masyarakat yang relatif stabil.
Perkiraan mulai membaiknya pertumbuhan sektor perdagangan juga dikonfirmasi oleh
indikator penuntun sektor perdagangan, hotel dan restoran yang sudah memasuki fase
ekspansi hingga satu triwulan ke depan. Di samping itu, indeks penjualan eceran BI sampai
dengan awal triwulan IV-2009 juga menunjukkan adanya peningkatan. Jika dilihat lebih
rinci, hampir seluruh kelompok komoditas baik durable goods maupun non-durable
goods mengalami peningkatan. Indikator subsektor perdagangan besar yaitu impor non
migas dan indikator subsektor hotel yaitu rata-rata tingkat hunian hotel di Bali hingga akhir
triwulan III-2009 juga menunjukkan perbaikan. Di sisi pembiayaan, kredit perbankan yang
telah disalurkan pada sektor perdagangan menunjukkan tren penurun dari awal tahun
2009 sampai dengan akhir triwulan III-2009 dan berada di bawah rata-rata pertumbuhan
tahun 2008.
Sektor pertanian pada triwulan IV-2009 diprakirakan akan tumbuh membaik
sebesar 4,3% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Hal tersebut terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan subsektor perkebunan
terkait dengan melemahnya permintaan negara mitra dagang sampai dengan triwulan
III-2009. Berdasarkan strukturnya, pangsa terbesar sektor pertanian berasal dari subsektor
tanaman bahan makanan. Perkembangan subsektor tanaman bahan pangan berdasarkan
Angka Ramalan (ARAM) III BPS, produksi padi dan luas panen akan menurun pada subround
kedua (Mei-Agustus) sampai dengan subround ketiga (September-Desember) seiring dengan
berlalunya musim panen. Namun demikian, jika data subround tersebut ditransformasikan
kedalam data triwulanan, pertumbuhan luas panen masih menunjukkan peningkatan
sementara produksi padi relatif stabil. Sementara itu, kinerja subsektor tanaman perkebunan
menunjukkan perbaikan seiring dengan mulai membaiknya permintaan. Dari sisi pembiayaan,
penyaluran kredit perbankan ke sektor pertanian menunjukkan perbaikan sampai dengan
paro pertama tahun 2009. Namun demikian, pada paro kedua sampai dengan akhir triwulan
III-2009 menunjukkan adanya perlambatan.
Kinerja sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan IV-2009 diprakirakan
tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar
3,8% (yoy). Melambatnya perekonomian dunia berdampak minimal terhadap sektor
pertambangan yang tercermin dari masih membaiknya pertumbuhan sektor pertambahan
pada tahun 2009 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sampai dengan triwulan III-2009,
ekspor komoditas pertambanan seperti batubara, tembaga, nikel serta bijih, kerak dan abu
logam menunjukkan tren perbaikan seiring dengan membaiknya permintaan dan harga
komoditas. Namun demikian, kredit yang disalurkan ke sektor pertambangan menunjukkan
tren penurunan sejak awal tahun 2009 dan tumbuh di bawah rata-rata tahun 2008.
14
Perkembangan Makroekonomi Terkini
Sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan IV-2009 diprakirakan akan
tumbuh melambat. Kinerja subsektor komunikasi tercermin dari masih meningkatnya
jumlah pelanggan seluler sampai dengan triwulan III-2009. Beberapa operator seluler utama
mengalami peningkatan jumlah pelanggan yang cukup tinggi. Sementara itu, membaiknya
kinerja subsektor pengangkutan terindikasi dari meningkatnya pertumbuhan jumlah
penumpang angkutan udara dan kereta api serta angkutan barang pada lima pelabuhan
utama (Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Balikpapan, dan Makassar) sampai dengan
akhir triwulan III-2009. Dari sisi pembiayaan, kredit yang disalurkan ke sektor pengangkutan
dan komunikasi tumbuh dalam tren yang melambat dari awal tahun 2009 sampai dengan
akhir triwulan III-2009 dan berada di bawah rata-rata pertumbuhan tahun 2008.
Sektor bangunan pada triwulan IV-2009 diprakirakan akan tumbuh relatif stabil
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 8,9% (yoy). Perkembangan
beberapa indikator dini seperti produksi semen dan impor semen mengalami peningkatan.
Hasil survei properti komersial sampai dengan triwulan III-2009 juga menunjukkan
perkembangan yang membaik. Hal tersebut terlihat dari membaiknya pertumbuhan
properti komersial yaitu perkantoran, ritel, serta apartemen seiring dengan telah selesainya
pembangunan beberapa proyek bangunan di Jakarta dan sekitarnya. Sementara itu, kredit
yang disalurkan perbankan ke sektor bangunan menunjukkan pertumbuhan yang melambat
sampai dengan akhir triwulan III-2009 dan berada di bawah rata-rata pertumbuhan kredit
tahun 2008.
Perekonomian Daerah
Pertumbuhan ekonomi daerah sampai dengan triwulan IV-2009 diperkirakan semakin
membaik. Membaiknya perekonomian disumbang oleh kenaikan pertumbuhan wilayah
Jabalnustra yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya dan masih tingginya
level pertumbuhan Kali-Sulampua. Mengingat Jabalnustra memiliki pangsa terbesar dalam
perekonomian nasional, yaitu sebesar 45,2%, maka membaiknya ekonomi Jabalnustra
mengindikasikan pertumbuhan ekonomi mulai kembali pada kondisi normal.
Secara umum, perekonomian daerah selama tahun 2009 masih menunjukkan kuatnya
konsumsi dan ekspor sejalan dengan meningkatnya permintaan produk primer dari China,
India, dan Korea Selatan. Peningkatan ekspor dari wilayah Sumatera dan Kali-Sulampua
(Kalimantan-Sulawesi-Maluku-Papua) terutama berasal dari komoditas karet, nikel, batubara
dan CPO. Membaiknya ekonomi daerah tersebut juga tidak terlepas dari masih kondusifnya
konsumsi domestik di wilayah Jabalnustra, Jakarta, serta mulai pulihnya aktivitas ekspor. Hal
itu mengingat konsumsi (rumah tangga dan Pemerintah) di Jabalnustra memiliki porsi 52%
terhadap konsumsi nasional. Masih kuatnya konsumsi di wilayah Jabalnustra disebabkan
oleh faktor masih kuatnya daya beli dan optimisme keyakinan konsumen di Jabalnustra
(Grafik 2.10). Investasi diindikasikan terjadi peningkatan sebagaimana ditunjukkan oleh
meningkatnya belanja modal Pemerintah Daerah (Jakarta, Kali-Sulampua, dan Sumatera) dan
konsumsi semen (Grafik 2.11). Sementara itu, kinerja ekspor menunjukkan pertumbuhan
yang relatif stabil.
15
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
Potensi rendahnya laju inflasi IHK nasional 2009 yang diprakirakan
������
���
berada di bawah angka 3,0% dikonfirmasi oleh perkembangan inflasi
���
daerah yang cenderung melambat hampir di seluruh wilayah. Deflasi
���
yang terjadi secara nasional pada November 2009 terutama bersumber
���
dari penurunan harga-harga yang terjadi di wilayah Sumatera, Jakarta,
��
dan sebagian wilayah Jabalnustra yang dipengaruhi oleh berlanjutnya
��
koreksi harga pasca kenaikan harga pada berbagai bahan pokok. Secara
��
tahunan, laju inflasi yang lebih tinggi dibanding inflasi nasional pada
��
��������
��
�
�
�
�
�������
�
�
�
�
�����������
� �� �� ��
����
�
�
�
�
�
�
�
�
�� ���
����
Grafik 2.10
�����������������
bulan laporan hanya terjadi seluruh zona di wilayah Kali-Sulampua,
�������������
�
zona Sumatera Bagian Selatan, dan zona Jawa Bagian Timur. Selain
itu terdapat kenaikan jumlah kota di Jabalnustra dan di Kali-Sulampua
Indeks Keyakinan Konsumen
dengan tingkat inflasi di atas nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa
meskipun secara umum inflasi masih menunjukkan pola penurunan
dengan membaiknya pengaruh dari sisi fundamental, namun beberapa
��
�����
��������
�����������
�������
�������������
daerah masih menghadapi kendala yang dipengaruhi oleh faktor
��
shocks sehingga menyebabkan volatilitas inflasi antar kota yang relatif
��
membesar.
��
Prospek pertumbuhan ekonomi daerah diprakirakan akan semakin
��
membaik sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional pada
�
triwulan III-2009 yang mencapai 4,2%. Pertumbuhan ekonomi yang
����
meningkat bersumber dari terus menguatnya konsumsi dan kinerja
����
����
ekspor. Daya beli masyarakat diperkirakan akan semakin menguat,
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�� �� �� �
�
�
�
����
�
�
�
�
�
��
����
sementara pendapatan petani (NTP) diperkirakan akan membaik seiring
Grafik 2.11
terus membaiknya harga komoditas internasional dan usulan kenaikan
Pertumbuhan Konsumsi Semen
HPP gabah sebesar 15%. Di sisi sektoral, selain rencana investasi yang
diperkirakan akan terjadi pada sektor industri dan pertambangan, sektor
pertanian diperkirakan akan terjadi peningkatan produksi pada beberapa
komoditas utama seperti kelapa sawit dan karet.
������
�����
�����
��������
��������
�����������
���� ���������
�������
NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI)
Perkembangan perekonomian global dan domestik yang kian optimis
����
berdampak positif terhadap kinerja NPI. Pengaruh eksternal di pasar
����
barang tercermin dari peningkatan kinerja ekspor, sementara permintaan
����
ekonomi domestik yang meningkat memacu kenaikan impor. Neraca
����
perdagangan tetap mampu mencatat surplus tinggi meskipun
permintaan impor meningkat. Surplus tersebut ditopang oleh kinerja
����
�
�
�
�
�
�
����
�
�
�
��
��
ekspor yang diprakirakan meningkat sejalan dengan prakiraan pemulihan
Grafik 2.12
ekonomi global yang lebih cepat dan merata serta tren harga komoditas
Perkembangan Inflasi Wilayah
internasional yang diperkirakan tetap positif. Di sisi aliran modal asing,
optimisme akan perekonomian domestik serta kebijakan moneter
global yang masih cukup akomodatif mendorong konsistensi aliran
modal portofolio ke Indonesia. Di sisi pasar modal, meski sempat mengalami penyesuaian
16
Perkembangan Makroekonomi Terkini
selama triwulan IV-2009, minat investor asing terhadap instrumen portofolio domestik tetap
terjaga. Dengan berbagai perkembangan tersebut, NPI triwulan IV-2009 diprakirakan
mencatat surplus.
Transaksi Berjalan
Kinerja neraca transaksi berjalan triwulan IV-2009 diprakirakan mencatat surplus
yang lebih rendah dibandingkan triwulan III-2009. Prakiraan surplus yang lebih rendah
dari triwulan sebelumnya disebabkan oleh semakin meningkatnya biaya jasa transportasi
(services) terkait dengan kenaikan harga minyak. Di sisi lain, neraca perdagangan barang
masih mencatat surplus yang tinggi ditopang oleh membaiknya kinerja ekspor. Sementara
itu, daya serap ekonomi domestik yang meningkat telah mendorong peningkatan aktivitas
impor pelaku domestik. Surplus tersebut mampu menutupi defisit di sisi transaksi jasa,
pendapatan, dan transfer berjalan.
Kinerja ekspor mendapat dukungan yang positif dari perkembangan harga
komoditas. Selain karena permintaan eksternal yang membaik, tren kenaikan harga
komoditas ekspor juga menjadi pendorong kinerja ekspor pada triwulan IV-2009. Meski
secara tahunan lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun pergerakan
harga komoditas ekspor selama tahun 2009 terus mengalami peningkatan hingga mencapai
puncaknya pada triwulan IV-2009. Di sisi lain, aktivitas ekonomi domestik yang membaik,
kenaikan harga komoditas serta level nilai tukar yang cukup akomodatif berdampak pada
peningkatan nilai impor pada triwulan IV-2009 meski pertumbuhannya masih berada pada
level negatif.
Neraca Modal dan Finansial
Transaksi modal dan finansial pada triwulan IV-2009 diprakirakan akan tetap mencatat surplus,
meski sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi fundamental domestik
yang terjaga serta menariknya imbal hasil investasi di instrumen rupiah mendorong arus dana
asing tetap masuk ke perekonomian domestik. Meski sempat mengalami penyesuaian yang
menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah, namun investasi portofolio selama OktoberNovember 2009 memperlihatkan minat investor asing terhadap aset komersial domestik
(SBI, SUN, dan saham) masih tetap positif. Di sisi arus modal investasi langsung, prakiraan
meningkatnya harga minyak pada triwulan IV-2009 memicu kegiatan eksplorasi perusahaan
migas sehingga penarikan dana (cash call) dari perusahaan afiliasinya di luar negeri meningkat.
Selama triwulan IV-2009, prakiraan arus masuk investasi langsung dalam bentuk equity dan
reinvested earnings di sektor migas dan nonmigas diprakirakan meningkat.
Cadangan Devisa
Dengan perkembangan pada transaksi berjalan serta neraca modal dan finansial tersebut
di atas, posisi cadangan devisa sampai dengan akhir November 2009 mencapai
USD 65,84 miliar atau setara dengan 6,5 bulan impor dan pembayaran Utang Luar Negeri
Pemerintah.
17
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
3. Perkembangan dan Kebijakan
Moneter Triwulan IV-2009
Perkembangan ekonomi global pada triwulan IV-2009 semakin menunjukkan
penguatan. Proses pemulihan ekonomi global yang berlangsung lebih cepat
dari perkiraan semula meningkatkan optimisme para investor untuk melakukan
re-investasi di emerging markets. Selain itu, kondisi fundamental perekonomian
domestik yang cukup solid turut memberikan dukungan bagi perkembangan nilai
tukar selama triwulan IV-2009. Nilai tukar Rupiah pada triwulan IV-2009 bergerak
menguat. Rata-rata nilai tukar Rupiah triwulan IV-2009 (s/d akhir November 2009)
menguat 5,39% menjadi Rp9.463 dari Rp9.973 pada triwulan sebelumnya. Apresiasi
yang cukup tajam tersebut menyebabkan tingkat volatilitas sedikit meningkat dari
0,69% pada triwulan III-2009 menjadi 0,74%. Di sisi harga, tekanan inflasi pada
triwulan IV-2009 terus menunjukkan penurunan. Inflasi IHK pada triwulan IV-2009
diperkirakan hanya mencapai sekitar 3% (yoy) atau lebih rendah dari kisaran target
inflasi yang ditetapkan Pemerintah. Rendahnya tekanan inflasi terutama terkait
dengan rendahnya inflasi volatile food dan administered price serta membaiknya
ekspektasi inflasi. Di samping itu, tekanan eksternal relatif menurun terkait dengan
apresiasi rupiah maupun rendahnya imported inflation
Sementara itu, kebijakan moneter yang cenderung longgar selama tahun 2009
ditransmisikan cukup baik melalui jalur suku bunga khususnya di suku bunga jangka
pendek dan simpanan. Namun demikian, penurunan yang cepat di suku bunga
kebijakan dan deposito tersebut direspon secara lebih lambat dan dengan besaran
yang lebih rendah di suku bunga kredit. Di jalur likuiditas, penurunan suku bunga
direspon masih cukup baik oleh perkembangan likuditas perekonomian khususnya
M1. Di kredit, penurunan suku bunga kebijakan kurang direspon oleh kredit yang
masih tumbuh lambat hingga Oktober 2009. Lambatnya aktifitas perekonomian
masyarakat dan masih tingginya suku bunga kredit berdampak pada rendahnya
permintaan kredit masyarakat. Di jalur harga aset, stance kebijakan yang cenderung
longgar juga direspons secara baik di pasar saham maupun obligasi Pemerintah.
Namun demikian, respon suku bunga kebijakan tersebut di pasar keuangan cenderung
terbatas terkait dengan lebih besanya pengaruh berbagai faktor eksternal.
NILAI TUKAR RUPIAH
Kondisi perekonomian global yang terus membaik dan perkembangan fundamental
perekonomian domestik yang solid diprakirakan masih akan mendorong penguatan rupiah
hingga akhir triwulan IV-2009. Sinergi pemulihan ekonomi di berbagai kawasan serta
dukungan fundamental perekonomian domestik berdampak pada membaiknya risk apetite
investor terhadap perekonomian Indonesia. Mengapresiasi kinerja perekonomian domestik
yang cukup baik, lembaga rating Standard & Poors meningkatkan credit outlook Indonesia
dari “stable” menjadi “positive”. Kombinasi dari membaiknya kondisi eksternal, kinerja
18
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009
perekonomian domestik dan membaiknya risk apetite investor global
������
mendorong masuknya aliran dana asing ke perekonomian domestik.
�����
�����������
�����
��������������������
�����������������
�����
Sampai dengan akhir November 2009, rupiah secara rata-rata terapresiasi
������
sebesar 5,39% ke level Rp9.463/USD dari Rp9.973/USD pada triwulan
�����
�����
�����
sebelumnya (Grafik 3.1). Pada akhir November, rupiah ditutup pada
������
������
�����
level Rp9.455/USD atau menguat sebesar 2,01% dari level penutupan
�����
�����
����
triwulan III-2009 yaitu Rp9.645/USD. Apresiasi yang cukup tajam
�����
����
tersebut menyebabkan peningkatan volatilitas dari 0,69% menjadi
����
����
0,74% (Grafik 3.2).
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
����
Kondusifnya kondisi eksternal terus mendorong berlangsungnya
Grafik 3.1
apresiasi nilai tukar hingga akhir triwulan IV-2009. Perbaikan indikator
Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah
perekonomian terus berlanjut dan semakin merata di berbagai kawasan
baik Amerika, Eropa maupun Asia. Kondisi itu semakin memperkuat
indikasi bahwa perekonomian global mulai memasuki fase stabilisasi.
Pemulihan perekonomian AS mulai terlihat dari perbaikan yang terjadi
�
������
�����
�����������
�����������������
��
���������������������
di beberapa sektor seperti industri, pasar tenaga kerja dan perumahan.
�����
�
Di Eropa, sektor industri yang mencatat pertumbuhan positif menjadi
�����
�
leading sector dalam mendorong pemulihan ekonomi di kawasan
�
�����
�
tersebut. Sementara itu di kawasan Asia, selain China, negara-negara
�
seperti Jepang dan Singapura telah mulai menunjukkan kinerja positif.
�
�����
�
Meningkatnya optimisme terhadap prospek perekonomian global
�����
�����
����
����
����
����
����
�
tersebut berdampak pada membaiknya ekspektasi terhadap kegiatan
�
����
dunia usaha terutama ekspektasi terhadap peningkatan pendapatan
����
����
����
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
����
����
����
����
korporasi (earning emitten). Meningkatnya ekspektasi terhadap dunia
usaha dan membaiknya risk appetite investor terhadap aset – aset
Grafik 3.2
emerging market mendorong investor global kembali masuk ke pasar
Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
saham. Meskipun sempat mengalami guncangan akibat krisis utang luar
negeri Dubai, bursa saham global tetap bergerak menguat.
Selain faktor eksternal, kondisi perekonomian domestik yang kondusif
turut mendukung penguatan rupiah. Perekonomian domestik yang
�
����
���
����
����������������������������������������
����
������
�������������
���
������������������
pembayaran Indonesia yang mencatat surplus current account pada
���
triwulan III-2009 meningkatkan keyakinan investor kepada ketahanan
���
���
���
��� ��
��� ��
��� ��
��� ��
��� ��
��� ��
�����������������
Grafik 3.3
Indikator Persepsi Risiko
��� ��
perekonomian domestik terhadap tekanan dari sektor eksternal. Posisi
���
cadangan devisa sampai dengan November 2009 mencapai USD65,84
���
miliar atau setara dengan 6,5 bulan impor dan pembayaran Utang Luar
���
Negeri Pemerintah. Level cadangan devisa tersebut diharapkan akan
���
���
��� ��
����
���
���
mencatat pertumbuhan sebesar 4,2% (yoy) serta kinerja neraca
���
meningkatkan sentimen positif terhadap kemampuan pembiayaan
���
eksternal Indonesia.
Persepsi risiko terus terjaga. Selama triwulan IV–2009, mayoritas
indikator risiko Indonesia mengalami sedikit peningkatan yang dipicu
oleh sentimen negatif terkait rumor pembatasan kepemilikan asing di
19
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
instrumen SBI dan mencuatnya krisis utang luar negeri Dubai. Sejalan
�
��
dengan pergerakan CDS di kawasan Asia, CDS Indonesia mengalami
��������
��������
��������
���������
sedikit peningkatan dari 183 bps pada triwulan III-2009 menjadi 229
��
bps (Nov-09). Yield spread Global Bond RI dengan US T-Note juga
mengalami sedikit peningkatan dari 251 bps pada triwulan III-2009
��
menjadi 295 bps (Nov-09). Sementara itu, EMBIG spead turun dari 345
bps pada triwulan III-2009 menjadi 336 bps (Nov-09) (Grafik 3.3). Di
�
sisi lain, indikator premi swap selama triwulan IV-2009 secara umum
terlihat relatif stabil yang mengindikasikan persepsi risiko dan likuiditas
�
���
���
����
���
���
������������������������
���
���
���
���
���
���
����
���
���
���
���
terjaga (Grafik 3.4).
Grafik 3.4
Imbal hasil investasi rupiah masih relatif lebih menarik dibandingkan
Premi Swap Berbagai Tenor
negara kawasan Asia. Selisih suku bunga dalam dan luar negeri (UIP)
sedikit menurun dari 6,45% pada akhir triwulan III-2009 ke 6,47%
(Nov’09). Meski menurun, level tersebut masih ‘favourable’ dalam skala
regional. Selisih suku bunga setelah memperhitungkan premi risiko (risk
���
adjusted interest rate differential – CIP) juga masih ‘favourable’ meski
�
sedikit menurun dari 3,94% pada triwulan III-2009 menjadi 3,52% (Nov-
���
���
����
���
���
����
����
���
����
����
09) akibat sedikit meningkatnya indikator risiko dikarenakan krisis ULN di
Dubai (Grafik 3.5). Selain itu, spread antara yield SUN domestik Indonesia
dan US Treasury masih yang tertinggi di kawasan Asia (Grafik 3.6).
Membaiknya kepercayaan investor global, tingginya imbal hasil investasi
����
rupiah serta terjaganya persepsi risiko mendorong aliran dana asing
����
����
����
���������
���������
��������
�����
masuk ke perekonomian domestik. Sampai dengan November 2009
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��������� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ���
����
aliran masuk dana asing yang masuk ke SBI dan SUN masing-masing
tercatat sebesar USD680,56 juta dan USD1,04 miliar. Hal tersebut
����
Grafik 3.5
menyebabkan posisi asing pada SBI dan SUN menjadi USD5,29 miliar dan
CIP Beberapa Negara Kawasan
USD10,95 miliar. Sementara itu, di pasar saham, pelaku asing mencatat
net jual sebesar USD55,18 juta (Grafik 3.7). Dengan perkembangan
tersebut, keseimbangan supply demand di pasar valas relatif terjaga
(Grafik 3.8).
�
��
�����������������������������������������
�����������������
��
���������
��������
��������
��������
INFLASI
���������
IHK November 2009 tercatat deflasi dan kembali dibawah pola
��
�
����
historisnya. Inflasi November tercatat sebesar -0,03% (mtm). Deflasi
����
pada bulan November tersebut terutama terkait dengan kembali
� ����
����
�
����
��
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��������� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ���
����
����
terkoreksinya harga bahan makanan (volatile food). Secara tahunan
inflasi IHK menurun menjadi sebesar 2,41% (yoy) dari 2,83% pada
triwulan III-2009 (Grafik 3.9). Dengan perkembangan tersebut, inflasi
IHK tahun kalender mencapai 2,45%.
Grafik 3.6
Yield Spread Kawasan Regional Asia
20
Menutup tahun 2009, inflasi dalam satu bulan ke depan juga
diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan pola historisnya. Hal
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009
tersebut terutama disebabkan oleh deflasi pada Desember 2008 terkait
�������
����������
����
�
�
����
�
�
����
�
�
�����
�
�����
��
���
�����
��
���
��
��
�
��
���
��
�������������
�
����
��
���
��
�
��
����
���
��
�
����
��
���
��
penurunan harga BBM. Dengan perkiraan tersebut, inflasi IHK 2009
diperkirakan berada dibawah sasaran inflasi sebesar 4,5±1%.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, secara tahunan
penurunan inflasi pada bulan November terutama terjadi di sisi faktor
fundamental sebagaimana tercermin pada inflasi inti. Inflasi inti November
2009 tercatat 4,29% (yoy) atau menurun dibandingkan dengan triwulan
�����
sebelumnya (4,86%, yoy). Hal tersebut mengindikasikan bahwa tekanan
�����
dari sisi permintaan masih lemah meski terindikasi mulai meningkat
ditengah relatif stabilnya ekspektasi inflasi. Sementara itu, tekanan dari
����
Grafik 3.7
faktor eksternal diperkirakan minimal sejalan dengan apresiasi nilai tukar
Aliran Modal Asing
dalam 8 bulan terakhir. Di sisi faktor non-fundamental, inflasi volatile
food dan administered prices tercatat stabil, yaitu masing-masing sekitar
4,71% (yoy) dan -5,99% (yoy).
�����
��������
Berdasarkan kelompoknya, penurunan inflasi IHK 2009 terutama
�������
����
didorong oleh penurunan kelompok transportasi, kelompok bahan
�����
����
makanan, dan kelompok perumahan. Penurunan inflasi kelompok
�����
����
transportasi terutama terkait dengan penurunan harga BBM subsidi
�����
sebesar 10% dan penurunan tarif angkutan dalam kota. Sementara
�����
itu, kelompok barang lain yang menurun cukup tajam adalah kelompok
�
������
����������������������������
������
����������������������������
������
��
����
�� ���
�����
��������������������������������
�
��
���
�� �
����
����
��
�
��
��� ��
�
����
��
���
����
��
� ��
���
��
�����
bahan makanan terkait dengan terjaganya pasokan serta kelompok
perumahan terutama terkait dengan lancarnya program konversi minyak
tanah ke LPG setelah tahun 2008 mengalami kendala.
����
Secara tahunan, penurunan inflasi inti masih terus berlanjut. Pada
Grafik 3.8
November 2009 inflasi inti tercatat hanya sebesar 4,29% (yoy). Dengan
Permintaan dan Penawaran Valas
rendahnya inflasi inti pada bulan November tersebut dan perkiraan
rendahnya inflasi inti satu bulan kedepan, inflasi inti pada akhir tahun
2009 diperkirakan menurun dari 4,86% di tahun 2008. Penurunan
laju inflasi inti terkait dengan penurunan tekanan faktor eksternal,
��
��
sejalan dengan penurunan inflasi mitra dagang dan relatif stabilnya nilai
������
tukar yang cenderung apresiatif sejak triwulan II-2009 (Grafik 3.11).
���
����������������
�������������
������������������
Sementara itu, tekanan Output Gap relatif minimal, sejalan dengan
melambatnya pertumbuhan permintaan. Di samping itu, ekspektasi
��
inflasi cenderung menurun, sejalan tidak adanya shocks dan relatif
menurunnya permintaan dan tekanan eksternal (Grafik 3.12).
�
��
��
Secara umum tekanan sisi permintaan masih lemah meskipun dalam
� � � � � � � � � ���� �� � � � � � � � � � ���� �� � � � � � � � � � ����
����
����
Grafik 3.9
Perkembangan Inflasi
perkembangan terakhir mulai menunjukkan tren yang meningkat.
Indikator meningkatnya permintaan tercermin dari indeks penjualan
riil per Oktober yang meningkat menjadi 27,2% (yoy) dibandingkan
dengan tahun 2008 sebesar -5% (yoy). Peningkatan tertinggi dicatat
oleh penjualan makanan dan tembakau, pakaian dan perlengkapannya,
21
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
suku cadang kendaraan serta kontruksi. Namun, tekanan terhadap
harga terindikasi belum cukup kuat. Hal tersebut tercermin pada inflasi
������
����
�������������
���������
���������
��������������������������������������
����
����
������������
�������
�����������������������
����������
non food kuotasi yang masih relatif rendah. Di sisi lain, indikator sisi
penawaran yang tercermin dari indeks produksi sektor pengolahan
����
terlihat menunjukkan tren meningkat (Grafik 3.13). Kondisi sejalan
���
ditunjukkan oleh kapasitas produksi terpakai di sektor industri
���
pengolahan yang pada Agustus 2009 tercatat sebesar 80,09% atau
���
meningkat dibandingkan tahun 2008 sebesar 78,2% (Grafik 3.14).
����
����
Peningkatan kapasitas produksi tersebut sejalan dengan meningkatnya
� � � � � � � � � �� ���� � � � � � � � � � �� ���� � � � � � � � � � �� ��
����
����
����
aktivitas produksi yang dilakukan untuk mencukupi permintaan pasar
baik dalam maupun luar negeri serta untuk pemenuhan kebutuhan
Grafik 3.10
inventori perusahaan.
Inflasi per Kelompok
Dengan deflasi pada kelompok volatile food pada bulan November yaitu
sebesar -0,85% (mtm) atau 4,71% (yoy), serta perkiraan inflasi volatile
food pada Desember yang sedikit meningkat terkait pola seasonal akhir
������
������
��
�
��
��������������������������
�
��
����������������������������
���
�
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ��
����
����
����
����
tahun, maka sampai dengan akhir tahun 2009, inflasi volatile food
diperkirakan menurun signifikan dari 16,48% di tahun 2008 menjadi
sekitar 5% (yoy). Penurunan inflasi volatile food terutama disebabkan
�
oleh berbagai kebijakan yg dilakukan Pemerintah, kelancaran distribusi,
�
disamping harga pangan global yang masih dalam level moderat.
�
Beberapa komoditas utama (beras, daging dan telur ayam ras, daging
�
sapi dan minyak goreng) mencatat inflasi yang cukup rendah di tahun
��
2009.
��
����
Inflasi administered price pada akhir tahun 2009 diperkirakan akan
menurun signifikan dibandingkn dengan 2008. Secara tahunan,
Grafik 3.11
penurunan inflasi administered price pada tahun 2009 lebih disebabkan
Nilai Tukar dan Inflasi Negara Mitra Dagang
oleh dampak first round dan second round dari kebijakan Pemerintah
menurunkan harga BBM bersubsidi (Premium dan Solar) per Januari 2009.
Selain memberikan dampak langsung (1st round effect) terhadap inflasi
�
IHK pada bulan Januari dan Februari 2009 sebesar -0,5%, penurunan
������
��������������
��������������
�
���
���
���
harga yang cukup signifikan tersebut pada gilirannya memberikan
���
���
���
���
dalam kota pada bulan Januari s.d Maret 2009 sebesar -0,44%. Sampai
���
� ��� ���
dampak lanjutan (2nd round effect) berupa penurunan tarif angkutan
���
���
dengan akhir tahun 2009, komoditas bensin memberikan sumbangan
���
���
���
�
���
������
��� ���
��� ���
���
���
���
���
�
�
���� ����
����
����
���
��� ���� ����
deflasi terbesar akibat penurunan harga BBM baik subsidi maupun non
subsidi.
Sementara itu, beberapa penerapan kebijakan administered prices non
�
�
�
�
�
�
�
����
�
� �� �� ��
�
�
�
�
�
� �
����
���������������������������
�
�
strategis lain berdampak minimal pada inflasi. Kenaikan tarif tol sekitar
15% pada 11 ruas tol pada September 2009, kenaikan harga LPG 12
Grafik 3.12
kg pada Oktober 2009 sebesar 1,7% serta kenaikan tarif air minum
Ekspektasi Inflasi – Consensus Forecast
PAM di beberapa daerah berdampak minimal terhadap inflasi. Di sisi
lain, seiring dengan pemberlakuan kenaikan cukui rokok sebesar 7%,
22
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009
berbagai jenis rokok mengalami kenaikan harga dengan sumbangan
��������
inflasi sekitar 0,05% di bulan yang bersangkutan. Disisi lain, lancarnya
������������������������������������������
program konversi minyak tanah ke LPG menyebabkan komoditas bahan
���
bakar rumah tangga memberikan sumbangan deflasi.
���
KEBIJAKAN MONETER
���
Suku Bunga
Selama tahun 2009, penurunan BI Rate sebesar 275bps ditransmisikan
��
� � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � �
����
����
����
����
����
ke suku bunga jangka pendek dengan baik seiring dengan terjaganya
kecukupan likuiditas di pasar uang. Kondisi tersebut tercermin dari
Grafik 3.13
suku bunga PUAB O/N yang bergerak mengikuti BI Rate di setiap
Indeks Produksi Sektor Industri Pengolahan (SP)
bulannya selama tahun 2009. Rata-rata harian suku bunga PUAB O/N
menurun sebesar 308bps, dari level 9,38% pada akhir 2008 menjadi
6,29% pada November 2009. Hal tersebut semakin mencerminkan
peningkatan kredibilitas BI Rate yang juga sejalan dengan best practice
���
���
kisaran pergerakan sasaran operasional di berbagai negara ITF. Perbaikan
��������������������������������������������
transmisi suku bunga secara umum menjadi lebih baik seiring dengan
��
komitmen Bank Indonesia untuk terus menjaga kecukupan likuiditas
�����
��
di pasar uang. Komitmen tersebut diupayakan dengan berbagai cara,
baik dengan memperkaya pilihan instrumen bagi perbankan dalam
melakukan manajemen likuiditas (Reverse Repo SUN, FTE tenor 14, 28
��
dan 91 hari) dan menambah tenor window repo bertenor 3 bulan dari
��
� � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � �
����
����
����
����
����
sebelumnya yang hanya 14 hari dan 1 bulan saja 1. Selain itu, sejak Juni
2009 pelaksanaan operasi moneter FTK lebih dikurangi sehingga posisi
FASBI meningkat yang kemudian berdampak pada cenderung lebih
Grafik 3.14
Kapasitas Produksi Terpakai Industri Pengolahan (SP)
rendahnya suku bunga PUAB O/N di bawah BI Rate. Upaya ini diantaranya
bertujuan agar penurunan BI Rate dapat lebih ditransmisikan ke suku
bunga dengan jangka waktu lebih panjang secara lebih cepat.
Transmisi moneter di suku bunga jangka pendek diikuti oleh suku bunga dengan jangka
waktu yang lebih panjang. Seiring dengan perbaikan likuiditas di PUAB O/N, kondisi likuiditas
di PUAB dengan jangka waktu yang lebih panjang juga terus membaik di seluruh tenornya
selama 2009. Secara keseluruhan, rata-rata suku bunga PUAB untuk tenor di atas O/N
menurun sebesar 378bps. Penurunan terbesar terjadi pada PUAB dengan jangka waktu di
atas 30 hari yaitu 442bps. Selain itu, sejak Oktober 2009 perbankan melakukan transaksi
PUAB dengan jangka waktu yang lebih panjang dari bulan-bulan sebelumnya, yaitu jangka
waktu 60, 90 hingga 365 hari. Kondisi tersebut juga mengindikasi bahwa persepsi risiko
likuiditas jangka panjang yang membaik dan counterparty risk perbankan yang menurun
khususnya terhadap bank asing dan beberapa BPD. Namun demikian, khusus untuk PUAB
tenor 27-30 hari mengalami peningkatan sejak September 2009 terkait dengan tipisnya
volume transaksi di tenor tersebut. Dengan perkembangan tersebut maka struktur suku bunga
PUAB berbagai tenor sejak September 2009 tidak membentuk garis lurus yang mencerminkan
1
Sejak 7 September 2009
23
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
persepsi likuiditas antar waktu yang masih belum simetris. Khusus di November 2009, terjadi
peningkatan rata-rata suku bunga PUAB tenor > 30 hari seiring dengan indikasi sempitnya
credit line yang dimiliki oleh beberapa bank skala kecil.
Transmisi BI Rate ke suku bunga deposito lebih baik. Selama tahun 2009 (sampai dengan
Oktober 2009), suku bunga deposito 1 bulan telah turun mencapai 337bps. Sementara itu,
suku bunga deposito berbagai tenor tercatat juga menurun dengan besaran yang bervariasi
kecuali untuk jangka waktu 24 bulan yang masih resisten. Di periode pemberhentian
penurunan BI Rate (September hingga November 2009), penurunan suku bunga deposito
diindikasikan juga masih berlangsung, meskipun dengan besaran yang lebih rendah.
Di sisi lain, transmisi BI Rate ke suku bunga kredit masih belum optimal, khususnya pada suku
bunga kredit konsumsi (KK). Selama tahun 2009, suku bunga kredit secara agregat (rata-rata
suku bunga KMK, KI, dan KK) hanya menurun sebesar 76bps sangat kecil bila dibandingkan
dengan penurunan BI Rate sebesar 275bps dan penurunan suku bunga deposito 1 bulan
sebesar 337bps. Berdasarkan jenis penggunaannya, penurunan suku bunga kredit terutama
terjadi pada suku bunga kredit investasi (128bps) dan modal kerja (113bps). Sementara itu
suku bunga kredit konsumsi justru mengalami peningkatan sebesar 13bps selaras dengan
karakteristik kredit jenis ini yang permintaannya relatif tidak terlalu elastis dengan perubahan
suku bunga. Berdasarkan kelompok bank, penurunan suku bunga terbesar juga terjadi pada
kelompok bank asing dan campuran yaitu sebesar 165bps. Dari sisi level, rata-rata suku bunga
KMK dan KI tertinggi masih ditawarkan oleh Bank Umum Swasta Nasional sementara ratarata suku bunga KK tertinggi masih ditawarkan oleh Bank Asing dan Campuran.
Dana, Kredit, dan Uang Beredar
Selama tahun 2009, DPK meningkat dan tumbuh stabil dari tahun sebelumnya. Posisi DPK
sampai dengan Oktober 2009 meningkat sebesar Rp110,2 triliun dari akhir tahun sebelumnya
menjadi Rp1,863 triliun. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan DPK sampai dengan
Oktober 2009 diindikasi melambat menjadi 11,3% (yoy) dari akhir tahun sebelumnya
Tabel 3.1
Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Suku Bunga (%)
24
Triwulan IV-2008
Okt
Nov
Triwulan I-2009
Triwulan II-2009
Triwulan III-2009
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agt
Trw IV
Sept
Okt
BI Rate
9,50
9,50
9,25
8,75
8,25
7,75
7,50
7,25
7,00
6,75
6,50
6,50
6,50
Penjaminan Deposito
10,00
10,00
10,00
9,50
9,00
8,25
7,75
7,75
7,50
7,25
7,00
7,00
7,00
Dep 1 bulan (Weighted Average)
10,14
10,40
10,75
10,52
9,88
9,42
9,04
8,77
8,52
8,31
7,94
7,43
7,38
Base Lending Rate
13,65
14,07
14,16
14,18
13,98
13,94
13,78
13,64
13,40
13,20
13,00
12,96
13,01
Kredit Modal Kerja (KMK)
14,67
15,13
15,22
15,23
15,08
14,99
14,82
14,68
14,52
14,45
14,30
14,17
14,09
Kredit Investasi (KI)
13,88
14,28
14,40
14,37
14,23
14,05
14,05
13,94
13,78
13,58
13,48
13,20
13,20
Kredit Konsumsi (KK)
16,05
16,24
16,40
16,46
16,53
16,46
16,48
16,57
16,63
16,66
16,62
16,67
16,53
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009
pada level 16,1% (yoy) (Grafik 3.15). Meningkatnya posisi DPK terutama bersumber dari
peningkatan deposito rupiah yang sebagian besar merupakan deposito milik perorangan.
Sementara itu, posisi tabungan khususnya perorangan berada dalam tren yang meningkat
sejak triwulan III-2009 seiring dengan menurunnya suku bunga deposito. Di sisi lain, posisi
deposito valas menurun terkait dengan penguatan nilai tukar Rupiah. Sampai dengan akhir
2009, DPK diperkirakan akan kembali naik, khususnya DPK Rupiah sejalan dengan akan
semakin ekspansifnya aliran likuiditas dari Pemerintah Pusat ke Daerah dan penyaluran kredit
perbankan yang diharapkan akan meningkat. Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh indikasi
meningkatnya jumlah dana yang disetor bank untuk pemenuhan GWM.
Perkembangan kredit belum sesuai dengan yang diharapkan. Selama tahun 2009 (Januari
– Oktober), pertambahan kredit (termasuk channeling) baru mencapai Rp56,8 triliun
(5,0% ytd) menjadi Rp1.410,4 triliun, jauh lebih rendah dari pertambahan kredit (termasuk
channeling) di periode yang sama di tahun 2008 yang mencapai Rp297,8 triliun (28,5%,
ytd). Semakin menurunnya pertumbuhan kredit ini sejalan dengan lambatnya pertambahan
kredit baik dalam rupiah maupun valas. Lambatnya pertambahan
����������
��
���������
��
kredit sejalan dengan rendahnya permintaan masyarakat sebagaimana
�����������
������������
��
tercermin dari masih stabilnya hubungan antara kredit dengan GDP.
���
Selain itu, lambatnya pertambahan kredit ini juga sejalan dengan suku
�
bunga kredit yang masih tinggi saat ini.
�������
��
��
��
���
��
��
��
��
��
�
�
�
���
��� ��� ��� ��� ���
��� ��� ���
��� ��� ��� ���
����
��� ��� ��� ��� ��� ���
��� ��� ���
�
Dilihat per jenis kreditnya, faktor utama yang mendorong masih
���
lambatnya pertumbuhan kredit adalah koreksi yang cukup dalam
�
pada Kredit Modal Kerja. Jenis kredit yang lain masih mencatatkan
���
pertambahan yang cukup besar terutama kredit konsumsi. Kontraksi
�
pada Kredit Modal Kerja khususnya terjadi pada sektor industri yang
merupakan salah satu sektor penyerap kredit terbesar dan sektor jasa
����
Grafik 3.15
dunia usaha. Di akhir 2009, pertambahan kredit diperkirakan meningkat
Pertumbuhan Dana, Kredit dan BI Rate
cukup besar sesuai pola musimannya.
Sampai dengan Oktober 2009, likuiditas perekonomian masih tumbuh
rendah, khususnya M1. Rata-rata pertumbuhan tahunan likuiditas
�
perekonomian M1 di 2009 menurun menjadi 6,7% dari 17,1% di 2008.
��
Sementara itu, rata-rata pertumbuhan tahunan likuiditas perekonomian
��
M2 dan M2 Rupiah tercatat meningkat masing-masing menjadi 16,7%
��
dan 16,3%, dari 16,1% dan 15,1% di tahun sebelumnya (Grafik 3.16).
��
Pertumbuhan M1 yang walaupun melambat dari tahun sebelumnya,
��
ditopang oleh pergerakan giro sebagai indikasi dini dari aktivitas
�
ekonomi masyarakat. Sementara pertumbuhan M2 dan M2 Rupiah yang
��
��
�����
�
akseleratif seiring dengan meningkatnya jumlah uang kuasi masyarakat
�
� � � � � �� � � � � � ��
����
����
� � � � � ��
����
� � � � � ��
����
� � � � �
����
terkait dengan suku bunga deposito yang relatif masih tinggi hingga
triwulan III-2009. Berbagai kondisi di atas kembali mencerminkan
Grafik 3.16
belum kuatnya indikasi peningkatan aktifitas perekonomian masyarakat
Pertumbuhan Nominal M1 dan M2
sebagaimana tampak pada pertumbuhan M1 yang masih berada pada
level yang lebih rendah dari historis.
25
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
Pasar Keuangan
Kebijakan moneter longgar selama tahun 2009 tertransmisi ke pasar saham. Hal itu tercermin
dari pesatnya kenaikan harga saham yang telah tumbuh sebesar 78,2% selama tahun 2009.
Kuatnya pengaruh faktor eksternal terhadap pergerakan IHSG menunjukkan pemulihan
ekonomi dan pasar keuangan global yang sedang berlangsung berkontribusi positif terhadap
pergerakan harga saham domestik. Selain faktor eksternal, kondisi fundamental makro
ekonomi domestik yang cukup kuat menjadi salah satu faktor yang menopang penguatan
IHSG selama tahun 2009.
Membaiknya perekonomian dan pasar keuangan global berpengaruh terhadap kembalinya
arus modal asing ke pasar saham. Meningkatnya global market confidence disertai
dengan membaiknya likuiditas global mendorong investasi di pasar keuangan global
kembali meningkat. Aliran modal asing kembali masuk ke negara emerging market dan
mendorong kenaikan indeks harga saham. Di Indonesia, masuknya aliran modal asing
ke pasar saham memberikan sentimen positif terhadap kenaikan IHSG. Sejalan dengan
masuknya aliran modal asing, antusiasme investor domestik untuk bertransaksi di pasar
saham juga meningkat.
����������
��
����������������������������������
����������
�
��
Di sisi domestik, kondusifnya perkembangan indikator makro ekonomi
��
dan mikro perusahaan juga turut berperan menopang penguatan IHSG.
��
Perkembangan beberapa indikator ekonomi, seperti penguatan nilai
��
tukar, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, inflasi yang masih
��
terkendali serta stabilitas politik memberikan sentimen positif terhadap
��
pergerakan IHSG. Sementara di sisi mikro, kemampuan emiten untuk
�
membukukan laba bersih berperan dalam meningkatkan kepercayaan
�
�
�
�
�
�
�
�
�
��
�
���
��
�
��
���
����
��
�
� ��
����
�
���
pelaku pasar. Dibandingkan dengan pasar saham di kawasan regional
Asia, kinerja pasar saham Indonesia merupakan pasar saham dengan
����
kinerja yang terbaik.
Grafik 3.17
Meningkatnya aliran modal asing ke pasar saham membantu volume
IHSG dan Nilai Perdagangan
perdagangan saham tetap stabil. Volume perdagangan saham
selama tahun 2009 mencapai Rp4,06 triliun per hari, relatif stabil jika
dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp4,41 triliun per hari.
����������
��
��
�����
Ditengah aliran modal masuk, pelaku asing mencatat net beli sebesar
�����
Rp10,07 triliun selama 2009 atau turun dibanding tahun sebelumnya
��
�������������������
�
�����
��������������������
�
�����
��
�
�
��
���
����
��
�
��
���
��
�
����
��
���
����
��
terkait dengan aksi profit taking yang terjadi pada awal triwulan IV2009. Kenaikan yang cukup tajam sejak awal tahun menyebabkan IHSG
�����
secara teknikal berada dalam kondisi overbought sehingga mendorong
���
terjadinya koreksi dan aksi profit taking.
�
Di pasar SUN, transmisi kebijakan moneter tercermin dalam bentuk
�
�
yang mencapai Rp18,65 triliun. Rendahnya net beli asing di tahun ini
penurunan yield SUN secara merata untuk seluruh tenornya. Hal
Grafik 3.18
itu terkonfirmasi oleh hasil pengujian yang menunjukkan pengaruh
IHSG dan Net Beli Asing
perubahan BI Rate terhadap pergerakan yield SUN lebih tinggi
dibandingkan pengaruhnya terhadap pergerakan IHSG. Penurunan
26
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009
BI Rate sebesar 275bps selama 2009 diikuti oleh penurunan yield secara rata-rata sebesar
230bps. SUN dengan tenor jangka pendek tercatat lebih responsif dalam merespon
penurunan BI Rate, yang tercermin dari penurunannya yang cukup signifikan. Penurunan yield
SUN untuk tenor jangka pendek, menengah dan panjang masing-masing sebesar 359bps,
221bps, dan 119bps. Bahkan jika dibandingkan dengan periode krisis (Oktober 2008), yield
SUN jangka pendek, menengah dan panjang masing-masing telah turun sebesar 1198bps,
965bps dan 914bps.
Selain faktor penurunan BI Rate, pergerakan yield pasar SUN juga dipengaruhi oleh
perkembangan di pasar keuangan global. Dominannya faktor eksternal tercermin dari
relatif selarasnya pergerakan yield SUN dengan perkembangan pasar keuangan global.
Yield SUN menurun sejalan dengan menurunnya CDS Indonesia. Dari sisi eksternal,
pulihnya kinerja SUN didorong oleh tingginya minat investor asing di pasar SUN. Sejalan
dengan pemangkasan Fed Fund Rate ke level 0%-0,25% dan meningkatnya likuiditas
global, investor mulai mengalihkan investasinya pada high yielding asset termasuk SUN.
Tingginya penanaman modal asing pada instrumen SUN juga didorong
oleh membaiknya risiko surat utang Indonesia. Sementara dari sisi
�����������
��
�
��
�������������������
�
domestik, indikator makro ekonomi yang kondusif serta risiko fiskal
yang terjaga relatif tidak memberi tekanan terhadap kinerja pasar
��������������������������������������
SUN.
��
�
Kembali pulihnya kepercayaan investor asing berdampak signifikan
pada likuiditas pasar SUN. Investor asing mencatatkan peningkatan
�
��
�
posisi kepemilikan SUN sebesar Rp15,7 triliun atau naik dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang mencapai Rp9,6 triliun. Namun
�
�
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ �� � � � � � � ������� � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � ��� ��
����
����
����
����
����
demikian volume perdagangan SUN secara rata-rata justru mengalami
penurunan. Volume total perdagangan SUN pada tahun 2009 tercatat
Grafik 3.19
sebesar Rp3,44 triliun perhari atau turun dari posisi tahun 2008 sebesar
Volume Perdagangan & Yield SBN (seluruh tenor)
Rp4,49 triliun perhari (Grafik 3.19). Sementara frekuensi rata-rata
harian perdagangan SUN naik dari 266,3 kali perhari pada tahun 2008
menjadi 281,6 kali perhari pada tahun 2009 (Grafik 3.20).
���
�������
Di pasar Reksadana, transmisi kebijakan moneter terindikasi berjalan
yang ditopang oleh stabilitas makro. Berlanjutnya pelonggaran
�������������
kebijakan moneter di 2009 dan penurunan suku bunga simpanan bank
���
yang diikuti oleh membaiknya kinerja underlying asset pada triwulan
���
III-2009 mendorong peningkatan NAB reksadana. Membaiknya kinerja
reksadana juga didukung oleh kondusifnya stabilitas makro ekonomi,
���
�
yang direspon oleh pengelola reksadana dengan menerbitkan produkproduk reksadana baru sehingga turut menggairahkan aktivitas
� � � � �
� � � � �� �� �� � � � �
����
� � � � � �� �� �� � � � �
����
� � � � � �� ��
����
Grafik 3.20
Rata-rata Harian Frekuensi Perdagangan SBN
perdagangan reksadana. Beberapa produk tersebut diantaranya
reksadana syariah dan reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif
(KIK). Beberapa kebijakan lain yang mampu menumbuhkan NAB
reksadana diantaranya adalah pengenaan PPH final sebesar 0% yang
27
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
masih akan diterapkan untuk bunga dan diskonto atas obligasi yang
����������
���
diperoleh pada 2009-2010. Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana
�������������������
���
�����
���� ����
���
����
��
����
��
triliun (Grafik 3.21). Jenis reksadana yang berkontribusi terhadap
����
����
peningkatan NAB ini diantaranya reksadana saham, pendapatan
����
���
tetap dan campuran. NAB ketiga jenis reksadana tersebut pada awal
���
Agustus masing-masing mencapai Rp 35,69 triliun, Rp. 14,16 triliun
�
���
���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����
��� ��� ���
��� ���
����
���������������������������������������
Grafik 3.21
Perkembangan NAB Reksadana
28
28
28
meningkat hingga mencapai Rp 101.68 triliun di awal Agustus
2009, dibandingkan pada awal tahun yang hanya sebesar Rp 75,82
����
��
��
���� ���� ���� ����
����� �����
��� ���
dan Rp 12,5 triliun.
Perekonomian Indonesia ke Depan
4. Perekonomian Indonesia ke Depan
Perekonomian Indonesia diprakirakan telah kembali berada dalam fase pertumbuhan
ekonomi yang meningkat. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan telah mencapai titik
terendahnya pada triwulan II-2009 yaitu 4,0%, dan setelah itu mengalami akselerasi
pada triwulan-triwulan selanjutnya. Faktor penting yang mendukung perbaikan
tersebut adalah (i) tingkat pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan dunia
yang diprakirakan telah mencapai titik terendah pada triwulan I-2009 dan tingkat
akselerasi perbaikan yang diperkirakan lebih cepat; (ii) tetap kuatnya konsumsi
rumah tangga pasca-periode Pemilu yang terutama didukung oleh rendahnya inflasi
dan terjaganya tingkat keyakinan rumah tangga terhadap kinerja perekonomian
domestik
Dengan keyakinan berlanjutnya tren akselerasi pertumbuhan ekonomi tersebut ke
akhir tahun 2011, pertumbuhan ekonomi tahun 2009 diprakirakan sekitar 4,3% dan
meningkat di kisaran 5,0-5,5% pada tahun 2010 dan 6,0-6,5% di tahun 2011. Motor
pertumbuhan adalah ekspor yang yang secara bulanan telah berada dalam tren
pertumbuhan yang meningkat sejak Maret 2009. Akselerasi pertumbuhan ekspor
didukung oleh barang ekspor Indonesia yang berbasis komoditas primer, yang
mengalami pemulihan cukup cepat sejalan dengan perbaikan permintaan di negaranegara mitra dagang. Di sisi domestik, meskipun tidak setinggi selama periode Pemilu
2009, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada paruh kedua tahun 2009 dan
tahun 2010-2011 diprakirakan tetap kuat dan menjadi penyumbang utama produk
domestik bruto (PDB). Relatif tingginya konsumsi rumah tangga selain didukung
oleh terjaganya tingkat keyakinan konsumen dan kenaikan pendapatan karena
perbaikan ekspor (income effect), juga didorong oleh faktor terkendalinya inflasi.
Sejalan dengan membaiknya perekonomian domestik, likuiditas perekonomian juga
diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi.
Di sisi penawaran, perbaikan yang cukup penting diprakirakan akan mulai terjadi di
sektor industri. Sektor ini mulai terpuruk sejak kuartal IV-2008 akibat krisis ekonomi
global yang dirasakan menguat pada saat memasuki awal semester II-2008. Indikasi
penting yang mendukung tren perbaikan sektor industri manufaktur adalah kenaikan
impor bahan baku serta konsumsi listrik yang relatif tinggi di kalangan bisnis dan
industri. Selain karena dampak perbaikan permintaan baik domestik maupun
eksternal terhadap sektor-sektor tradable, akselerasi pertumbuhan sektoral secara
keseluruhan terjadi melalui proses backward and forward linkage sektor tradable
tersebut dengan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian.
29
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
ASUMSI DAN SKENARIO YANG DIGUNAKAN
Kondisi Perekonomian Internasional
Ekonomi dunia yang terkontraksi sangat dalam pada semester I-2009 diprakirakan mengalami
pemulihan yang lebih cepat sehingga dapat tumbuh positif pada semester II-2009. Titik
terendah pertumbuhan ekonomi global diprakirakan sudah terjadi pada triwulan I-2009
untuk selanjutnya mengalami perbaikan. Kondisi ekonomi global yang membaik didukung
oleh proses pemulihan perekonomian global yang semakin menguat dan merata di berbagai
negara. Dengan perkembangan ini pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2009 diperkirakan
sebesar -1,1%.
Pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2010 diperkirakan sudah positif mencapai 3,3%.
Dukungan stimulus fiskal, suku bunga yang rendah, disertai langkah kebijakan pemerintah
dalam mendukung permintaan domestik, serta keberhasilan dalam meredakan risiko sistemik
mampu meningkatkan keyakinan terhadap prospek ekonomi ke depan. Ekonomi negaranegara maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang semakin membaik. Pertumbuhan
ekonomi yang positif di ketiga negara tersebut sudah dimulai sejak paruh kedua tahun 2009
dan diprakirakan akan berlanjut ke tahun 2010. Pada triwulan pertama tahun 2010, laju
pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan memasuki teritori positif secara tahunan
(year on year).
Kelompok negara berkembang akan tumbuh semakin solid. Negara-negara berkembang
(emerging market) di Asia secara umum akan kembali pada tren pertumbuhan ekonominya
seiring kondisi eksternal yang pulih dan permintaan domestik yang membaik. Dampak
stimulus fiskal Pemerintah akan mengakibatkan permintaan domestik meningkat sehingga
berdampak pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Hal ini tercermin dari indeks
produksi dan keyakinan konsumen yang menguat. Motor utama pertumbuhan ekonomi
Asia yaitu China dan India diperkirakan tumbuh sekitar 9,0% (yoy) dan 6,4% (yoy) pada
tahun 2010.
Skenario Kebijakan Fiskal
Hasil rapat Panja DPR pada Agustus 2009 memutuskan defisit APBNP 2009 sebesar Rp129,8
triliun (2,4% dari PDB), lebih rendah dari yang diusulkan Pemerintah dalam dokumen stimulus
(2,5% dari PDB). Perubahan antara lain mencakup asumsi pertumbuhan ekonomi, nilai tukar
dan inflasi yang lebih rendah, harga minyak mentah yang lebih tinggi serta penyerapan Belanja
Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal dan Belanja Lainnya yang lebih rendah dari dokumen
stimulus. Prospek kesinambungan fiskal masih terjaga didukung oleh masih turunnya prospek
rasio utang Pemerintah dari sekitar 33% dari PDB pada tahun 2008 menjadi sekitar 32%
dari PDB pada tahun 2009 dan kondisi makroekonomi yang masih kondusif (pertumbuhan
ekonomi lebih tinggi dari suku bunga riil).
Kebijakan fiskal tahun 2010 diarahkan untuk mendukung pemulihan perekonomian nasional
dan pemeliharaan kesejahteraan rakyat. Sidang Paripurna DPR pada September 2009
mengesahkan UU APBN 2010 sebesar Rp98 triliun atau 1,6% dari PDB. Secara umum, pokok-
30
Perekonomian Indonesia ke Depan
pokok kebijakan fiskal tahun 2010 antara lain mencakup: (a) Pemerintah akan melanjutkan
beberapa insentif fiskal yang telah diberikan di tahun 2009 untuk mendorong revitalisasi
industri dan pemulihan dunia usaha. Jumlah insentif perpajakan yang akan diberikan di tahun
2010 diperkirakan menurun dibandingkan dengan tahun 2009. (b) perbaikan kesejahteraan
aparatur negara melalui kenaikan gaji pokok PNS dan pensiun sebesar 5% dan pemberian
gaji ke-13; (c) meneruskan program kesejahteraan rakyat (antara lain Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Bantuan Operasional Sekolah, Jaminan Kesehatan
Masyarakat, Raskin, Program Keluarga Harapan); (d) melanjutkan pembangunan infrastruktur;
(e) meneruskan reformasi birokrasi; (f) meningkatkan anggaran TNI; dan (g) menjaga rasio
anggaran pendidikan 20% dari APBN.
PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI
Perekonomian Indonesia diprakirakan berada dalam fase ekspansi setelah melewati
titik terendahnya pada triwulan II-2009. Pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh
membaiknya ekspor dan stabilnya konsumsi rumah tangga. Faktor utama yang memengaruhi
perbaikan ekspor adalah akselerasi pemulihan ekonomi dan volume perdagangan dunia.
Volume perdagangan dunia diprakirakan telah mencapai titik terendah pada triwulan
I-2009 yang pada gilirannya berdampak positif terhadap tren pemulihan ekspor Indonesia
sejak Maret 2009. Di sisi domestik, konsumsi rumah tangga relatif stabil, meskipun tidak
setinggi angka triwulan I-2009 selama periode Pemilu. Stabilnya konsumsi rumah tangga
didorong oleh income effect perbaikan ekspor, rendahnya inflasi, dan terjaganya tingkat
keyakinan konsumen rumah tangga terhadap kinerja perekonomian domestik. Di sisi
penawaran, pemulihan pertumbuhan diprakirakan terjadi di semua sektor, terutama sektor
industri pengolahan. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi tahun 2009 diperkirakan
sebesar 4,26%, tahun 2010 diperkirakan akan berada di kisaran 5,0-5,5%, dan tahun 2011
diperkirakan berada di kisaran 5,5-6,0%.
Prospek Permintaan Agregat
YOY, Tahun Dasar 2000
Tabel 4.1
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
Kom pone n
2008
I
II
III
IV
Total Konsumsi
5,5
5,5
6,3
6,4
Konsumsi Rumah Tangga
5,7
5,5
5,3
4,8
Total Investasi
13,7
12,0
12,2
2008
2009
2009*
2010*
2011*
4,3
5,8
5,1 - 5,3
6,3 - 6,5
4,8
5,1
5,1 - 5,3
5,4 - 5,6
4,6
3,7
8,5 - 8,7
10,0 - 10,2
I
II
III
IV*
5,9
7,3
6,3
5,4
5,3
6,0
4,8
4,8
9,1
11,7
3,5
2,6
4,0
6,3
5,3
5,0
Permintaan Domestik
7,5
7,1
7,9
7,1
7,4
4,4
5,2
6,0 - 6,2
7,3 - 7,5
Ekspor Barang dan Jasa
13,6
12,4
10,6
1,8
9,5
(-18,7) (-15,5) (-8,2)
(-5,4)
(-12,0)
8,1 - 9,0
9,6 - 10,5
Impor Barang dan Jasa
18,0
16,1
11,0
(-3,5)
10,0
(-26,0) (-23,9) (-18,3)
(-6,2)
(-18,9)
10,8 - 11,1
14,4 - 14,7
PDB
6,2
6,4
6,4
5,2
6,1
4,4
4,3
5,0 - 5,5
6,0 - 6,5
4,4
4,0
4,2
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
31
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
Pada tahun 2009, konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh sebesar 5,1%, relatif tinggi
di tengah terpaan krisis global. Selama semester I-2009 konsumsi rumah tangga menunjukkan
kinerja yang cukup stabil. Proses penyelenggaraan Pemilu legislatif dan presiden serta
wakil presiden telah memberi dampak multiplier yang tinggi terhadap konsumsi rumah
tangga. Selanjutnya, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada paruh kedua tahun 2009
diprakirakan tetap stabil dan menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi.
Konsumsi rumah tangga pada tahun 2010 diperkirakan tumbuh relatif stabil di kisaran
5,1-5,3%. Konsumsi rumah tangga yang stabil didukung oleh terjaganya tingkat keyakinan
konsumen, kenaikan income effect perbaikan ekspor sejak triwulan II-2009, dan rendahnya
inflasi. Stabilnya konsumsi rumah tangga tercermin dari berbagai indikator. Pertumbuhan
penjualan mobil dan impor barang konsumsi telah menunjukkan perbaikan. Demikian juga,
konsumsi listrik rumah tangga tercatat mengalami akselerasi. Sementara itu, penjualan
eceran telah menunjukkan kecenderungan membaik setelah mengalami penurunan pada
akhir tahun 2008.
Konsumsi yang relatif tinggi didukung oleh suku bunga yang relatif rendah. Suku bunga
yang rendah secara historis berkorelasi kuat dengan konsumsi yang meningkat. Masyarakat
memandang bahwa penurunan suku bunga menyebabkan opportunity cost menyimpan
uang di bank akan semakin kecil. Dengan demikian, pilihan yang lebih baik adalah melakukan
konsumsi yang lebih tinggi agar tidak tergerus oleh kenaikan harga. Hal tersebut tercermin
pada pergerakan likuiditas masyarakat yang mulai meningkat seiring dengan tendensi untuk
melakukan konsumsi yang lebih tinggi.
Seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi, investasi diprakirakan tumbuh
melambat sebesar 3,7% pada tahun 2009. Melemahnya perekonomian global sejak semester
kedua tahun 2008 telah menurunkan kinerja ekspor yang selanjutnya mengakibatkan dampak
rambatan berupa prospek perekonomian yang melambat. Hal tersebut menyebabkan daya
beli masyarakat melemah sehingga investor melakukan penundaan investasi baru, terutama
investasi nonbangunan. Penundaan investasi tercermin pada kontraksi yang terjadi baik pada
impor bahan baku maupun impor barang-barang modal.
Optimisme perbaikan ekonomi diprakirakan dapat mendorong investasi untuk tumbuh di
kisaran 8,5-8,7% pada tahun 2010. Akselerasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan
pemulihan ekspor mulai diikuti oleh peningkatan aktivitas di sisi produksi meskipun belum
signifikan mendorong akselerasi ekspansi usaha. Perbaikan tersebut diperkirakan akan
berlanjut ke tahun 2010 sejalan dengan perbaikan perekonomian global mulai triwulan
kedua 2009. Indikasi tersebut terlihat dari beberapa indikator seperti impor bahan baku
dan konsumsi listrik industri. Belum signifikannya akselerasi ekspansi usaha tercermin dari
indikator impor barang-barang modal.
Investasi nonbangunan diprakirakan akan mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi pada
tahun 2010. Salah satu faktor pendorongnya adalah biaya kredit yang semakin murah.
Tren penurunan suku bunga BI Rate selama semester pertama tahun 2009 diprakirakan
dapat diikuti oleh penurunan suku bunga kredit pada semester kedua tahun 2009. Bunga
kredit yang lebih murah secara historis diikuti oleh pertumbuhan investasi nonbangunan
32
Perekonomian Indonesia ke Depan
yang meningkat karena kucuran kredit investasi yang diprakirakan akan semakin tinggi. Hal
tersebut terkonfirmasi dengan telah terlihatnya tanda-tanda peningkatan kapasitas produksi
terpakai sektor industri pada triwulan III-2009. Selain itu, outlook yang positif terhadap
perekonomian Indonesia akan turut mendorong investor asing untuk menanamkan modal
di Indonesia dalam bentuk investasi langsung. Outlook yang positif terlihat dari perbaikan
credit rating Indonesia. Peningkatan rating tersebut diperkirakan berdampak positif terhadap
aliran modal masuk dan ongkos dalam pembiayaan.
Sementara itu, investasi bangunan tahun 2010 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari tahun
2009, seiring dengan berjalannya stimulus pemerintah untuk proyek-proyek infrastruktur
dan maraknya pembangunan properti. Berjalannya pembangunan proyek infrastruktur
tercermin pada tren pertumbuhan investasi bangunan yang meningkat sejak triwulan I-2009.
Pada semester kedua, investasi bangunan diprakirakan dapat tumbuh semakin meningkat
dibanding dengan semester pertama tahun 2009. Indikasi peningkatan tercermin pada
pertumbuhan konsumsi semen dan peningkatan harga saham untuk perusahaan-perusahaan
yang bergerak di bidang infrastruktur.
Kontraksi perekonomian global menyebabkan penurunan signifikan ekspor barang dan
jasa pada tahun 2009 yang diprakirakan sebesar -12%. Melemahnya perekonomian global
mendorong penurunan aktivitas perdagangan dunia yang dimulai pada semester kedua
tahun 2008. Selanjutnya, turunnya volume perdagangan dunia akan menurunkan permintaan
terhadap barang-barang ekspor Indonesia.
Pemulihan ekonomi global akan mendorong kinerja ekspor untuk kembali terakselerasi
pada tahun 2010, dengan angka pertumbuhan berada dalam kisaran 8,1-9,0%. Kinerja
ekspor diprakirakan telah melewati titik terendahnya yang terjadi pada triwulan I-2009
sebagaimana dikonfirmasi oleh arah pertumbuhan ekonomi dunia dan pergerakan Baltic
Dry Index. Perbaikan perekonomian dunia yang lebih cepat memulihkan kinerja ekspor ke
depan sebagaimana tercermin pada kegiatan ekspor yang telah menunjukkan pertumbuhan
yang meningkat secara bulanan. Selain faktor permintaan, akselerasi pertumbuhan ekspor
juga didukung oleh karakteristik barang ekspor Indonesia yang berbasis komoditas primer
yang mengalami pemulihan yang cukup cepat terhadap perbaikan permintaan di negaranegara mitra dagang.
Melemahnya permintaan domestik dan anjloknya kinerja ekspor diprakirakan menyebabkan
impor terkontraksi sebesar 18,9% pada tahun 2009. Dalam kondisi ekspor yang menurun,
konsumsi yang melambat, dan penundaan investasi, kebutuhan barang-barang impor akan
menurun tajam. Penurunan barang-barang impor terjadi baik dalam bentuk impor barang
konsumsi, bahan baku, maupun barang modal. Hal tersebut seperti yang terlihat pada
semester I-2009, di mana impor mengalami kontraksi -25%. Namun demikian, perbaikan
yang terjadi pada semester II-2009 diprakirakan akan dapat meningkatkan kembali kebutuhan
terhadap barang-barang impor.
Membaiknya permintaan domestik dan ekspor meningkatkan kebutuhan barang-barang
impor sehingga impor berpotensi tumbuh mencapai kisaran 10,8,0-11,1% pada tahun 2010.
33
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
Indikasi perbaikan impor mulai terlihat dari arah pertumbuhan bulanan
������
������
��
��
beli masyarakat yang meningkat, serta kegiatan investasi yang membaik
�� � �
��
�
�� � �
� ��
��� ��
��� ��
���
����������
��
��
��
��
����
��
��
��
��
����
��� � �
��� � �
��� � �
���
��
��
����
ekspor pada pertengahan 2010, pada saat pertumbuhan investasi terus
mengalami akselerasi menuju pola normalnya.
Pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan pada tahun 2011 akan
��� ��
���������������������������
���
diprakirakan dapat mendorong peningkatan kegiatan impor barang
dan jasa. Pertumbuhan impor diprakirakan akan kembali melewati
�
� ���
���
impor sejak triwulan II-2009. Perbaikan yang terjadi di sisi ekspor, daya
��
���
�����
dimotori terutama oleh kegiatan ekspor dan investasi. Pemulihan kondisi
ekonomi baik global dan domestik yang semakin mantap memungkinkan
kedua aktivitas tersebut tumbuh semakin cepat.
Grafik 4.1
Impor riil dan harga berlaku
Volume perdagangan dunia pada tahun 2011 diperkirakan tumbuh lebih
tinggi lagi dari tahun 2010. Hal itu akan mendorong optimisme akan
kinerja ekspor yang kian membaik. Peran ekspor pada pertumbuhan
��
�������
ekonomi kian besar dan penting. Pada tahun 2011, ekspor diperkirakan
tumbuh pada kisaran 9,6-10,5%.
��
��
Di sisi lain, prospek ekonomi ke depan yang cerah dan didukung oleh
��
kondisi dunia usaha yang lebih kondusif serta infrastrukur yang lebih
baik akan menarik kegiatan investasi. Seiring dengan optimisme tersebut,
�
���
kinerja investasi tahun 2011 diperkirakan akan tumbuh pada kisaran
���
10,0-10,2%.
���
��
��
��
��
��
��
�������
��
�������
��
��
��
Konsumsi rumah tangga pada tahun 2011 diperkirakan tetap tumbuh
tinggi, sejalan dengan perbaikan kondisi ekonomi. Peningkatan konsumsi
Grafik 4.2
rumah tangga didukung oleh meningkatnya pendapatan masyarakat
Ekspor dan Impor Riil
sebagai hasil dari peluang kegiatan ekonomi yang lebih besar. Konsumsi
rumah tangga pada tahun 2011 diperkirakan tumbuh di kisaran 5,45,6%.
Geliat dunia usaha yang meningkat menimbulkan dorongan berinvestasi yang semakin
kuat. Pada saat pertumbuhan investasi terus mengalami akselerasi menuju pola normalnya,
pertumbuhan impor akan melaju kian cepat dari pertumbuhan ekspor. Berdasarkan hal
tersebut, pertumbuhan impor di tahun 2011 diperkirakan akan berada di kisaran 14,4-14,7%
melaju lebih cepat dari pertumbuhan ekspornya.
Prospek Penawaran Agregat
Meski dibayang-bayangi pengangguran yang tinggi, proses perbaikan kondisi ekonomi
global masih terus berlanjut. Kondisi tersebut membawa optimisme kegiatan ekonomi
domestik. Perkembangan tersebut akan membawa perekonomian Indonesia kembali pada
fase pertumbuhan ekonomi yang meningkat.
Pertumbuhan sektor pertanian tahun 2009 diprakirakan sebesar 3,6% (yoy). Realisasi
produksi sektor pertanian pada triwulan III-2009 menjadi salah satu penyebab terkoreksi
34
Perekonomian Indonesia ke Depan
YOY, Tahun Dasar 2000
Tabel 4.2
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
Kom pone n
Pertanian
2008
I
II
III
IV
2008
2009
I
II
III
IV*
2009*
2010*
2011*
6,3
4,8
3,4
4,7
4,8
5,3
2,5
2,7
4,2
3,6
3,1 - 3,4
3,8 - 4,0
(-1,7)
(-0,5)
2,1
2,1
0,5
2,4
3,3
6,5
3,8
4,0
2,2 - 2,5 2,4 - 2,5
Industri Pengolahan
4,3
4,2
4,3
1,8
3,7
1,5
1,5
1,3
1,2
1,4
2,8 - 3,4
4,0 - 4,4
Bangunan
8,0
8,1
7,6
5,7
7,3
6,3
6,4
8,8
8,9
7,6
8,0 - 8,3
8,8 - 8,9
Perdagangan, Hotel & Restoran
6,9
8,1
8,4
5,6
7,2
0,5
(-0,3)
(-0,6)
1,2
0,2
4,0 - 4,5
5,9 - 6,2
Pengangkutan & Komunikasi
18,3
17,3
15,5
15,8
16,7
17,1
17,5
18,2
15,9
17,1
14,3 - 15,1
14,7 - 15,3
PDB
6,2
6,4
6,4
5,2
6,1
4,4
4,0
4,2
4,4
4,3
5,0 - 5,5
6,0 - 6,5
Pertambangan & Penggalian
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
ke atas perkiraan sektor pertanian untuk keseluruhan tahun 2009. Dampak El Nino di
tahun 2009 diperkirakan relatif kecil sehingga tidak berpengaruh secara signifikan pada
produksi sektor pertanian. Namun, fenomena El Nino diperkirakan meningkat di awal
tahun 2010. Peningkatan intensitas El Nino dapat menyebabkan mundurnya musim tanam
tahun 2010.
Mundurnya musim tanam tahun 2010, sebagai dampak menguatnya intensitas El Nino,
diperkirakan berdampak pada melambatnya pertumbuhan sektor pertanian tahun 2010.
Sektor pertanian di tahun 2010 diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan dengan
tahun 2009 menjadi berkisar pada 3,1-3,4% (yoy). Perlambatan ini diperkirakan terjadi di
subsektor tanaman bahan makanan, terutama padi. Meskipun mengalami perlambatan,
ketahanan pangan diperkirakan dapat terjaga. Kelebihan produksi pangan di tahun 2009
akan dimanfaatkan untuk menutupi kebutuhan pangan di tahun 2010.
Untuk mendukung perkembangan sektor pertanian, terutama dalam rangka menjaga
ketahanan pangan dan swasembada pangan, pemerintah akan mengeluarkan peraturan
pemerintah (PP) tentang reforma agrarian. Peraturan Pemerintah tersebut direncanakan akan
diterbitkan tahun 2010. Dengan reforma agrarian pemerintah ingin meningkatkan lahan
garapan petani menjadi minimum 2 ha per keluarga. Besarnya lahan yang tersedia untuk
dibagikan 7,13 juta hektar yang ditujukan untuk perluasan areal tanaman pangan.
Pada tahun 2009, sektor pertambangan diperkirakan tumbuh sebesar 4,0% (yoy) dan di tahun
2010 pertumbuhan sektor ini diperkirakan berada di kisaran 2,2-2,5% (yoy). Pertumbuhan
yang positif di sektor pertambangan tersebut terutama didukung oleh kegiatan eksplorasi
untuk menemukan cadangan-cadangan mineral yang baru, terutama nikel, emas, bauksit dan
batu bara. Selain itu, dalam rangka meningkatkan produksi minyak dan gas bumi nasional
serta dalam rangka meningkatkan eksplorasi serta eksploitasi, Pemerintah dan kontraktor
telah melakukan penandatanganan 14 kontrak kerja sama baru untuk wilayah kerja migas
dan gas metana batu bara (coal bed methane/CBM) pada November 2009.
Ke depan, peran batubara akan semakin meningkat terutama terkait dengan sumber energi
pembangkit listrik. Sejumlah investor asing dari India dan China mulai melirik sektor tambang
Indonesia. Alasan utama kedua negara, dibalik keagresifannya dalam kegiatan tambang di
35
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
Indonesia, adalah mengamankan pasokan bahan bakar (security energy). Pemerintah juga
mengembangkan coal bed methane (CBM) dalam rangka pengembangan energi terbarukan
yang ramah lingkungan. Proyek ini pun diminati banyak investor tercermin dari banyaknya
perusahaan/konsorsium yang ikut serta dalam lelang penawaran langsung proyek CBM.
Tiga Wilayah Kerja CBM yang ditawarkan pemerintah yaitu CBM Barito, CBM Rengat dan
CBM Sanga Sanga.
Sektor industri pengolahan di tahun 2009 masih belum menunjukkan perkembangan seperti
yang diharapkan. Hal tersebut terlihat dari realisasi pertumbuhan sektor ini hingga triwulan
III-2009 yang cenderung melambat. Pertumbuhan industri yang melambat ini erat kaitannya
dengan investasi, terutama investasi non-bangunan yang juga belum membaik. Kalau dirunut
lebih jauh pokok masalah utama bertumpu pada masih lemahnya permintaan. Kondisi ini juga
yang menyebabkan penyerapan insentif fiskal pemerintah dalam upaya membantu sektor
industri menghadapi krisis tidak efektif. Banyak pengusaha tidak memanfaatkan fasilitas ini
karena menghadapi permintaan yang masih lemah.
Pada tahun 2010, kinerja sektor industri diperkirakan membaik seiring dengan membaiknya
perekonoman domestik dan global. Sektor industri tahun 2010 diperkirakan tumbuh
pada kisaran 2,8-3,4%. Untuk meningkatkan kinerja sektor industri di tahun mendatang,
pemerintah berencana untuk memberikan insentif bagi industri pemasok bahan baku industri
pengolahan dalam negeri. Dengan adanya paket insentif tersebut diharapkan investor asing
tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia, terutama dalam mengembangkan
industri hilir nasional. Selain itu pemerintah yang baru berencana untuk merevitalisasi
beberapa sektor industri antara lain industri semen, pupuk, gula, dan CPO. Rencana
revitalisasi ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan permitaan atas produk
industri-industri tersebut.
Ke depan, sektor industri akan menghadapi tantangan dari diberlakukannya Asean-China
Free Trade Agreement (AC-FTA) awal 2010. Produk-produk dari negara-negara Asean dan
China akan menjadi pesaing kuat di pasar domestik terutama industri besi-baja, petrokimia,
benang dan kain, hortikultura, makanan dan minuman, alas kaki, elektronik, kabel, serat
sintetis, serta mainan. Untuk mengurangi dampak negatif AC-FTA, penerapan standar
nasional industri (SNI) akan diberlakukan dengan cakupan komoditas yang lebih luas. Selain
itu pasokan listrik, kenaikan harga gas dan tariff dasar listrik (TDL) industri menjadikan
tantangan industri kian kompleks.
Pertumbuhan sektor bangunan tahunan 2009 diperkirakan sebesar 7,6%. Daya beli
masyarakat yang mulai meningkat, seiring dengan meningkatnya optimisme perbaikan kondisi
ekonomi ke depan, serta menurunnya suku bunga kredit diperkirakan akan mendorong
bisnis properti. Kondisi ini diantisipasi oleh produsen semen dengan meningkatkan kapasitas
produksinya. Sektor properti merupakan konsumen utama produksi semen berkontribusi
hingga 70% dalam menyerap pasokan semen, sementara infrastruktur berkontribusi sekitar
10%. Peningkatan properti terutama berasal dari residensial untuk rumah kelas menengah,
dan perkantoran (terutama di CBD Jakarta).
Pada tahun 2010, sektor bangunan diperkirakan tumbuh lebih tinggi, yaitu di kisaran 8,08,3%. Dukungan kuat dari pemerintah di bidang infrastruktur mendorong kinerja sektor
36
Perekonomian Indonesia ke Depan
bangunan tumbuh lebih baik lagi. Terkait pengembangan infrastruktur, pemerintah telah
menyatakan komitmennya untuk mendukung pembangunan infrastruktur dalam rangka
mempercepat pembangunan ekonomi. Proyek pembangunan infrastruktur masuk dalam
prioritas program Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2 periode 2010-2014.
Untuk itu pemerintah berencana akan mengeluarkan paket stimulus ekonomi untuk
pengembangan infrastruktur nasional. Program percepatan pembangunan infrastruktur
kelistrikan, yaitu proyek 10.000 MW tahap II akan dimulai tahun 2010.
Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR) merupakan sektor yang paling terpuruk pada
tahun 2009. Pertumbuhan sektor ini diperkirakan hanya mencapai 0,2% (yoy), jauh lebih
rendah dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2008 yang mencapai 7,2%. Pelemahan
kinerja sektor PHR terutama terjadi pada subsektor Perdagangan Besar dan Eceran.
Memburuknya kinerja subsektor Perdagangan Besar dan Eceran sangat erat kaitannya dengan
memburuknya impor dan sektor industri manufaktur.
Seiring dengan semakin menguatnya pemulihan kondisi ekonomi global dan domestik di
tahun 2010, perbaikan kinerja sektor PHR juga semakin nyata. Sektor PHR diperkirakan akan
tumbuh sebesar 4,0-4,5% pada tahun 2010. Perbaikan kinerja PHR ini didukung terutama
oleh perbaikan daya beli masyarakat yang tercermin dari konsumsi rumah tangga yang
meningkat, dan geliat di sektor industri dan meningkatnya impor.
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi merupakan sektor ekonomi yang mampu tumbuh
relatif tinggi beberapa tahun terakhir, termasuk di saat krisis ekonomi global melanda.
Pertumbuhan sektor Pengangkutan dan Komunikasi pada tahun 2009 diperkirakan sebesar
17,5%. Subsektor Komunikasi memberikan sumbangan yang cukup signifikan pada kinerja
sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Investasi dalam rangka pengembangan teknologi
komunikasi, terutama bertujuan untuk meningkatkan layanan komunikasi, terus menerus
dilakukan.
Dalam program 100 hari, pemerintahan baru mencanangkan program Universal Service
Obligation (USO). Program USO mencakup di dalamnya program 25.000 Desa Berdering
dan program Desa Pintar, antara lain dengan pengadaan 100 desa 100 komputer. Dengan
demikian semakin luas masyarakat Indonesia mengakses komputer. Akses internet ditawarkan
melalu jaringan telepon. Presiden telah mentargetkan paling lambat Desember 2009 seluruh
desa di tanah air bisa mengakses jaringan telekomunikasi.
Proyek besar lain yang akan digarap pemerintah terkait dengan pengembangan sarana
telekomunikasi yaitu proyek Palapa Ring. Palapa Ring merupakan mega proyek membangun
backbone serat optic internasional yang terdiri dari 7 cincin (ring) yang mencakup 33 provinsi
dan 460 kabupaten. Proyek Palapa ring dimulai 30 November 2009 dan akan difokuskan
pada kawasan Timur Indonesia dengan tujuan memperkuat infrastruktur komunikasi di
wilayah Timur Indonesia.
Ke depan, pengembangan telekomunikasi yang akan tumbuh dengan pesat adalah
pengembangan internet. Pasar internet masih besar. Pengguna internet diperkirakan
baru sekitar 2,5 juta, relatif kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia.
Pengembangan Broadband Wireless Access (BWA) mendukung layanan internet tersebut.
37
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
Sebanyak 8 WiMAX licenses telah diberikan di beberapa zona sejak Juli 2009 dan diperkirakan
akan mulai berjalan awal tahun 2010.
Seiring dengan kian membaiknya prospek ekonomi ke depan, subsektor pengangkutan
diperkirakan juga meningkat aktivitasnya. Peningkatan aktivitas terkait dengan meningkatnya
kegiatan ekspor impor barang. Dalam rangka mengantisipasi meningkatnya kegiatan
perdagangan (ekspor dan impor), sebagai dampak membaiknya kondisi ekonomi, pemerintah
akan menerapkan layanan pelabuhan 24 jam untuk 13 pelabuhan kelas 1 di Indonesia.
Sebagai tahap awal program ini akan diterapkan di 4 pelabuhan utama yaitu Tanjung Priok
(Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Belawan (Medan), dan Pelabuhan Makassar. Pelayanan 24
jam tersebut akan memperlancar arus keluar masuk barang dan mengurangi waktu tunggu
kapal yang bersandar atau melakukan bongkar-muat barang di pelabuhan. Peningkatan
pelayanan ini sangat mendukung kegiatan ekspor dan impor.
Untuk pengangkutan udara, Departemen melakukan penataan kembali angkutan udara
perintis dan menyempurnakan sistem kontrak dari 1 tahun menjadi 3 tahun. Selain itu
Departemen Perhubungan juga akan meningkatkan subsidi layanan penerbangan perintis
tahun 2010 menjadi sekitar Rp249,95, atau meningkat 29,7% dibandingkan dengan tahun
2009 yang akan melayani 118 rute di 15 provinsi.
Dengan berbagai perkembangan tersebut, sektor pengangkutan dan komunikasi tahun
2010 diperkirakan akan tumbuh relatif tinggi sebesar 14,3-15,1%.
Perkiraan kinerja sektoral tahun 2011 secara umum akan kian membaik sejalan dengan
pulihnya kondisi ekonomi baik eksternal maupun internal. Perekonomian negara mitra
dagang akan mendongkrak kinerja sektor-sektor berorientasi ekspor. Dukungan yang
kuat dari pemerintah akan pengembangan industri-industri hilir akan meningkatkan nilai
tambah sektor industri. Membaiknya konsumsi domestik akan mendorong berkembangnya
sektor perdagangan. Demikian pula untuk sektor pengangkutan dan telekomunikasi akan
tetap tumbuh relatif tinggi seiring dengan kegiatan ekonomi masyarakat yang meningkat.
Kegiatan angkutan, baik barang maupun penumpang, akan kian marak didukung oleh
infrastruktur angkutan yang lebih baik antara lain pelayanan 24 jam di 13 pelabuhan kelas
1 di tanah air. Komitmen pemerintah untuk mencapai swasembada pangan akan menjaga
kinerja sektor pertanian.
PRAKIRAAN INFLASI
Tren penurunan inflasi di tahun 2009 diprakirakan masih berlanjut. Inflasi tahun 2009
menurun cukup signifikan dan diperkirakan akan mencapai di bawah kisaran target inflasi
4,5±1%. Rendahnya tekanan inflasi pada tahun 2009 terutama dipicu oleh rendahnya inflasi
administered price sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk menurunkan bahan bakar
minyak (BBM) pada awal tahun. Selain itu, menurunnya inflasi juga berasal dari cenderung
menurunnya inflasi inti seiring dengan kecenderungan penurunan inflasi mitra dagang dan
membaiknya ekspektasi inflasi. Dari sisi volatile food, tekanan inflasi diprakirakan minimal
karena dukungan kecukupan pasokan, kelancaran distribusi, serta harga komoditas pangan
internasional yang masih relatif rendah. Inflasi IHK sampai dengan November 2009 (year to
38
Perekonomian Indonesia ke Depan
date, ytd) tercatat hanya sebesar 2,45%, jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi
ytd November pada 2008 dan 2007 yang masing-masing sebesar 11,10% dan 5,43%.
Dengan realisasi inflasi ytd yang masih sangat rendah tersebut, tekanan inflasi ke depan
diprakirakan berasal dari peningkatan permintaan terkait Hari Raya Natal dan perbaikan
ekonomi domestik.
Untuk tahun 2010, inflasi IHK diprakirakan kembali ke pola normalnya dalam kisaran
5±1%. Dari sisi eksternal, inflasi terutama disumbang oleh peningkatan inflasi mitra dagang
sejalan dengan prakiraan membaiknya ekonomi global dan meningkatnya harga-harga
komoditas internasional terutama harga minyak dunia. Dari sisi domestik, inflasi selain
berasal dari administered price diprakirakan juga berasal dari peningkatan permintaan
sejalan dengan prakiraan membaiknya perekonomian domestik. Dari sisi inflasi volatile food,
El Nino diprakirakan hanya akan memberikan tekanan inflasi yang minimum yang berasal
dari peningkatan harga akibat berkurangnya produksi domestik dan meningkatnya harga
pangan internasional.
Dari sisi domestik, peningkatan inflasi pada tahun 2010 sejalan dengan membaiknya
pertumbuhan ekonomi tahun 2010 yang diperkirakan lebih tinggi dari perkiraan semula. Hal
tersebut diindikasikan oleh total kapasitas utilisasi yang terlihat sedikit meningkat. Sementara
itu, ekspektasi inflasi tahun 2010 masih cenderung menurun meskipun sedikit menunjukkan
peningkatan akhir triwulan. Membaiknya ekspektasi inflasi ini ditengarai terkait dengan
rendahnya realisasi inflasi di tahun 2009, stabilitas nilai tukar, dan tidak adanya kebijakan
strategis dari pemerintah.
Dari sisi non fundamental, kenaikan tekanan inflasi diprakirakan bersumber dari kenaikan
beberapa administered prices yang bersifat non-strategis. Kenaikan inflasi administered
diperkirakan terkait dengan rencana kebijakan pemerintah baru untuk menyesuaikan
harga-harga barang/jasa non-strategis (diluar BBM subsidi, TDL, dan elpiji). Sementara
itu, inflasi volatile food diprakirakan akan meningkat dibandingkan dengan tahun 2009,
namun diperkirakan masih berada di bawah rata-rata historisnya. Ancaman El Nino yang
dikhawatirkan akan memberikan dampak pada meningkatnya harga komoditas pangan
internasional diperkirakan berdampak minimal terhadap harga bahan pangan domestik.
Perkiraan tersebut dikonfirmasi oleh spread beberapa harga bahan makanan domestik dengan
harga komoditas internasional yang terbilang masih cukup besar. Hal itu menunjukkan
bahwa harga beberapa komoditas domestik tidak terlalu elastis terhadap perubahan harga
internasional. Relatif rendahnya inflasi volatile food juga didukung oleh terjaganya pasokan
serta distribusi bahan makanan, terutama bahan makanan pokok.
Untuk tahun 2011, tingkat inflasi diprakirakan masih berada di kisaran 5,0% ± 1%.
Dibandingkan tahun 2010, inflasi inti diprakirakan sedikit meningkat sejalan dengan terus
meningkatnya permintaan agregat sejalan dengan semakin tingginya perkiraan pertumbuhan
ekonomi domestik dan global, sedangkan inflasi volatile food diprakirakan sedikit menurun.
Turunnya inflasi volatile food terutama karena pada tahun 2011 diprakirakan tidak ada
gangguan iklim (seperti El Nino) yang dapat memengaruhi produksi dan harga bahan
makanan. Produksi dan distribusi bahan makanan diasumsikan akan berjalan lancar. Selain
itu sejumlah program Pemerintah terkait dengan pembangunan infrastruktur diharapkan
39
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
mampu mengurangi kendala distribusi di lapangan. Inflasi administered juga diprakirakan
sedikit menurun setelah pada tahun 2010 diprakirakan terjadi beberapa penyesuaian harga
barang/jasa administered pasca terbentuknya pemerintah baru. Selain itu, pada tahun 2011
juga diasumsikan tidak terjadi kenaikan harga barang/jasa yang bersifat strategis (strategic
administered) seperti BBM subsidi, TDL, tarif angkutan dll.
FAKTOR RISIKO
Pada tahun 2009, pertumbuhan PDB Indonesia diprakirakan sebesar 4,3%. Sementara untuk
tahun 2010, pertumbuhan PDB Indonesia diperkirakan berada di kisaran
�
�
5,0-5,5%, meningkat dibandingkan dengan tahun 2009. Meskipun
�
�
mengalami perbaikan, pertumbuhan PDB tetap mengandung beberapa
�
�
�
�
yang dapat mengancam akselerasi pertumbuhan WTV terutama adalah
�
�
jika tingkat pengangguran tetap tinggi dan pembiayaan di negara maju
�
�
belum mengalami perbaikan yang signifikan. Di sisi lain, apabila nilai
�
�
��
���
����
��
�
��
���
����
��
�
��
���
����
��
�
��
���
����
��
�
�
��
���
����
downside risks terutama jika akselerasi perbaikan volume perdagangan
dunia pada tahun 2010 tidak secepat yang diperkirakan. Faktor-faktor
tukar rupiah secara fundamental sedikit mengalami pelemahan, tingkat
competitiveness barang-barang ekspor diprakirakan dapat meningkat
yang selanjutnya dapat mendorong PDB Indonesia tumbuh lebih tinggi.
Grafik 4.3
Prakiraan PDB ke depan beserta imbangan risikonya pada tahun 2009
Fan Chart PDB
dan 2010 tergambar pada fan chart PDB (Grafik 4.3).
Berbagai faktor risiko membayangi prospek inflasi tahun 2010. Risiko
terutama terkait dengan rencana Pemerintah untuk menaikkan harga
�����
��
��
Kenaikan TDL terkait dengan masih besarnya harga jual listrik dengan
��
��
biaya produksinya serta masih relatif besarnya subsidi yang diberikan
��
��
Pemerintah, sedangkan kenaikan elpiji dipicu oleh masih besarnya
��
��
perbedaan antara harga jual LPG dengan harga keekonomiannya.
�
�
Selain itu, faktor risiko juga timbul dari dampak faktor El Nino yang
�
�
dapat menjadi lebih buruk dari yang diprakirakan semula. Kedua faktor
�
�
tersebut berpotensi membawa inflasi IHK lebih tinggi dari proyeksi.
�
�
Selain faktor risiko yang dapat membawa proyeksi inflasi lebih tinggi
�
�
dari yang diprakirakan, juga terdapat faktor yang dapat menurunkan
��� ��
����
�
�� ���
����
��
�
�� ���
����
��
�
�� ���
����
Grafik 4.4
Fan Chart Inflasi
40
TDL dan elpiji 12 kg yang direncanakan dilakukan secara bertahap.
�����
��
�
�� ���
����
��
tekanan inflasi yang berasal dari membaiknya ekspektasi inflasi. Prakiraan
inflasi ke depan beserta imbangan risikonya tercermin pada fan chart
inflasi (Grafik 4.4)
Respons Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009
5. Respons Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 3 Desember 2009 memutuskan
untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,50%. Keputusan tersebut diambil setelah
mengevaluasi kinerja perekonomian tahun 2009 dan membahas prospek ekonomi ke depan.
Bank Indonesia memandang bahwa pelonggaran kebijakan moneter yang dilakukan selama
tahun 2009 melalui penurunan suku bunga BI Rate sebesar 300 bps menjadi 6,50% telah
cukup kondusif bagi proses pemulihan perekonomian dan intermediasi perbankan. Tingkat
BI Rate sebesar 6,50% tersebut juga dipandang masih konsisten dengan pencapaian sasaran
inflasi pasa tahun 2010 sebesar 5%+1%. Perkembangan ekonomi global pada triwulan
IV-2009 menunjukkan perbaikan yang makin menguat. Kondisi tersebut memberi dampak
positif pada perkembangan ekonomi domestik.
Inflasi pada November 2009 mencatat deflasi sebesar 0,03% (mtm) atau secara tahunan
tercatat sebesar 2,41% (yoy). Mencermati perkembangan tersebut, inflasi tahun 2009
berpotensi lebih rendah dari sasaran inflasi Bank Indonesia 4,5%+1%,. Inflasi pada tahun
2010 dan 2011 diprakirakan akan kembali ke pola normalnya sejalan dengan semakin
meningkatnya aktivitas perekonomian.
Kondisi perbankan hingga saat ini masih relatif terjaga. Likuiditas perbankan secara agregat
masih akan mencukupi untuk kegiatan perbankan dalam pembiayaan perekonomian. Namun,
penyaluran kredit diperkirakan masih tumbuh terbatas pada tahun 2009 yaitu sekitar 7%.
Di sisi mikro, industri perbankan dalam kondisi stabil seperti tercermin dari masih tingginya
tingkat kecukupan modal CAR dan terjaganya NPL gross di bawah 5%.
Bank Indonesia akan senantiasa mengarahkan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi yang
rendah sesuai dengan sasaran inflasi 5+1% dengan tetap memperhatikan upaya percepatan
pemulihan ekonomi. Berbagai upaya akan dilakukan untuk meningkatkan efektivitas transmisi
kebijakan moneter, termasuk melalui peningkatan efisiensi perbankan. Bank Indonesia juga
akan selalu berkoordinasi dengan Pemerintah dalam mencermati perkembangan ekonomi
global, regional, dan domestik, serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan.
41
Tabel
Statistik
Laporan Kebijakan
Moneter - Triwulan IV-2009
Tabel 1
Suku Bunga Pasar Uang. Deposito Berjangka. dan Kredit
(Persen per Tahun)
Periode
Suku Bunga
Pasar Uang
Antarbank*
2004
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2005
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2006
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2007
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2008
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2009
Trw. I
Trw. II
Trw. III
* Posisi Juli 2009
42
Tingkat
Diskonto
SBI*
Suku Bunga Deposito Berjangka
1
bulan
3
bulan
6
bulan
12
bulan
Suku Bunga Kredit**
24
bulan
4.24
7.34
6.23
6.31
6.36
7.68
9.31
4.13
7.39
6.31
6.61
6.89
7.27
8.94
3.76
7.43
6.43
6.71
7.12
7.07
8.12
5.95
7.44
6.50
6.93
7.35
8.04
9.42
6.95
8.25
6.98
7.19
7.11
7.11
8.05
6.92
10.00
9.16
8.51
8.01
8.65
8.82
9.44
12.75
11.98
11.75
10.17
10.95
12.39
10.28
12.73
11.61
12.19
12.10
12.02
12.64
10.23
12.50
11.34
11.70
12.09
12.28
12.61
8.90
11.25
10.47
11.05
11.52
12.36
12.47
5.97
9.75
8.96
9.71
10.70
11.63
11.84
7.52
9.00
8.13
8.52
9.29
10.17
11.73
5.58
8.75
7.46
7.87
8.40
9.54
11.73
6.83
8.25
7.13
7.44
7.80
8.91
11.24
4.33
8.00
7.19
7.42
7.65
8.24
10.83
8.01
7.96
6.88
7.26
7.57
7.79
10.06
8.43
8.73
7.19
7.49
7.79
7.78
9.91
9.37
9.71
9.26
9.45
9.14
9.34
9.83
9.40
10.83
10.75
11.16
10.34
10.43
8.62
8.04
8.21
9.42
10.65
10.45
11.31
8.33
6.96
6.95
8.52
9.25
9.75
11.37
9.03
6.30
6.48
7.94
8.73
9.11
11.24
9.14
Modal
Kerja
Investasi
14.10
13.80
13.41
14.64
14.33
14.05
13.31
13.36
14.51
16.23
13.78
13.65
14.47
15.66
16.35
16.15
15.82
15.07
15.90
15.94
15.66
15.10
14.49
13.88
13.31
13.00
14.53
13.99
13.45
13.01
12.88
12.99
13.93
15.22
12.59
12.51
13.32
14.40
14.99
14.52
14.30
14.05
13.78
13.48
Tabel Statistik
Tabel 2
Perkembangan Transaksi di Pasar Uang
(Miliar Rupiah)
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 2)
Periode
Transaksi
antarbank1)
Penerbitan
Pelunasan
Posisi
2004
Trw. II
87.082
283.275
304.891
Trw. III
165.064
252.542
339.339
118.776
31.979
Trw. IV
204.336
293.933
252.929
103.825
2005
Trw. I
216.381
369.495
415.784
57.536
Trw. II
237.571
362.770
315.996
101.058
Trw. III
250.610
230.026
289.657
41.427
Trw. IV
264.348
183.663
150.534
74.632
2006
Trw. I
310.175
415.638
356.471
133.799
Trw. II
280.836
517.853
483.967
167.685
Trw. III
286.958
599.495
586.715
180.464
Trw. IV
329.312
665.673
636.381
209.756
2007
Trw. I
495.786
774.866
740.951
243.671
Trw. II
362.339
846.655
832.325
258.002
Trw. III
413.527
895.562
887.411
266.152
Trw.IV
313.544
777.247
795.475
247.926
2008
Trw. I
368.429
858.289
906.767
212.463
Trw. II
246.462
489.529
543.655
165.145
Trw. III
326.315
389.138
437.313
116.969
Trw. IV
326.310
404.071
340.913
180.128
2009
Trw. I
265.674
450.275
397.703
232.699
Trw. II
261.958
324.805
324.776
232.731
Trw. III
239.689
420.327
427.198
220.676
1)Transaksi pagi hari
2)Hanya mencakup transaksi antar Bank Indonesia dengan perbankan. Sejak Maret 1994 termasuk SBPU Repo.
43
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
Tabel 3
Posisi Kredit Perbankan dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Kelompok Bank dan Sektor Ekonomi1)
(Miliar Rupiah)
2006
III
1 Bank Pemerintah
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
2 Bank Umum Swasta Nasional
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
3 Bank Pemerintah Daerah
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
4 Bank Asing & Campuran
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
5 Bank Perkreditan Rakyat
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
6 Sub jumlah (1 s.d. 4)
- Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
IV
2007
I
II
2008
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
264.735 282.784 282.633 301.186 314.427 348.973 350.232 394.065 432.850 461.877 466.605 495.440 504.649
23.012 25.816 24.222 26.805 28.433 30.281 30.711 32.381 35.153 37.409 38.367 42.041 41.313
3.485
4.771
7.414
9.006
6.556 10.647 13.371 14.922 14.778 13.807 13.363 11.923 14.205
64.265 71.165 71.600 69.959 69.450 72.810 72.706 81.038 88.181 96.838 98.660 99.825 92.634
61.031 61.431 63.561 68.172 75.722 85.601 79.209 92.719 98.865 102.017 103.408 113.130 118.580
39.269 43.481 39.477 44.868 47.465 55.587 55.271 64.182 77.295 87.505 83.540 88.540 91.532
73.673 76.120 76.359 82.376 86.801 94.047 98.964 108.823 118.578 124.301 129.267 139.981 146.385
313.651 334.943 335.998 367.168 394.451 432.595 451.967 500.718 534.599 552.617 530.642 529.687 549.349
10.316 11.430 11.312 12.053 12.467 15.533 15.571 18.298 18.169 19.150 18.722 19.353 19.112
3.775
6.460
5.409
7.321
7.076 10.678
9.621 10.137 10.850 11.137
8.979
9.697 10.861
58.125 61.525 59.826 63.319 68.670 73.840 77.952 84.610 90.896 97.042 93.414 84.488 86.575
78.679 85.628 86.783 95.549 100.883 108.726 111.756 123.057 125.908 130.687 120.114 121.956 124.949
74.729 78.963 80.252 90.497 98.503 110.144 115.400 131.115 143.486 148.332 144.072 145.936 151.281
88.027 90.937 92.416 98.429 106.852 113.674 121.667 133.501 145.290 146.269 145.341 148.257 156.571
55.009 55.959 58.851 65.123 70.937 71.921 75.065 85.339 93.991 96.440 100.817 110.968 119.552
1.922
2.030
2.090
2.130
2.248
2.274
2.379
2.710
3.067
3.182
3.143
3.289
3.749
54
58
58
58
55
43
53
182
187
270
312
388
615
476
457
487
520
543
631
710
770
787
814
829
943
1.082
8.312
8.239
8.386
8.762
9.295
9.617 10.191 11.504 12.042 12.055 12.638 14.006 14.898
7.531
6.915
6.776
7.747
9.850
8.879
8.615 10.831 13.456 13.356 13.153 15.716 18.790
36.714 38.260 41.054 45.906 48.946 50.477 53.117 59.342 64.452 66.763 70.742 76.626 80.418
107.692 113.450 117.232 121.509 127.445 141.622 151.908 161.998 178.061 189.245 184.654 168.614 168.509
4.727
5.727
5.395
5.460
5.933
7.817
7.449
6.425
6.505
6.419
7.020
6.669
5.535
2.369
2.607
2.287
2.540
2.629
3.972
4.591
3.910
4.478
5.327
6.081
4.712
6.235
49.682 49.285 50.219 51.029 51.259 56.527 60.265 65.896 68.739 74.458 71.358 61.420 58.833
6.663
7.098
7.691
9.035 10.379 11.726 11.383 13.022 14.256 13.246 15.113 13.598 13.364
24.726 28.279 30.709 31.540 34.679 37.831 43.878 46.763 56.523 60.766 57.418 53.919 55.326
19.525 20.454 20.931 21.905 22.566 23.749 24.342 25.982 27.560 29.029 27.664 28.296 29.216
107.692 113.450 117.232 121.509 20.334 20.469 21.592 23.856 25.706 25.413 25.333 26.382 27.434
4.727
5.727
5.395
5.460
1.294
1.339
1.498
1.672
1.769
1.733
1.774
1.915
1.934
2.369
2.607
2.287
2.540
0
0
0
0
0
0
0
0
0
49.682 49.285 50.219 51.029
324
333
367
391
436
426
433
456
486
6.663
7.098
7.691
9.035
7.831
7.664
7.973
8.866
9.516
9.307
8.998
9.368
9.746
24.726 28.279 30.709 31.540
2.084
2.093
2.185
2.433
2.684
2.672
2.705
2.861
2.935
19.525 20.454 20.931 21.905
8.801
9.040
9.569 10.494 11.301 11.275 11.423 11.782 12.333
741.087 787.136 794.714 854.986 913.158 1.004.178 1.038.912 1.148.891 1.249.970 1.313.873 1.308.051 1.331.091 1.369.493
39.977 45.003 43.019 46.448 49.654 57.203 57.562 61.413 64.623 67.828 69.026 73.267 71.643
9.683 13.896 15.168 18.925 16.310 25.336 27.634 29.151 30.293 30.541 28.735 26.720 31.916
172.548 182.432 182.132 184.827 190.242 204.141 212.000 232.705 249.039 269.578 264.694 247.132 239.610
154.685 162.396 166.421 181.518 192.985 214.804 211.719 235.898 249.762 259.953 260.271 272.058 281.537
146.255 157.638 157.214 174.652 188.838 210.561 221.123 249.700 286.740 306.141 300.888 306.972 319.864
217.939 225.771 230.760 248.616 275.129 292.133 308.874 340.024 369.513 379.832 384.437 404.942 424.923
1) Tidak termasuk pemerintah pusat. bukan penduduk. nilai lawan valas. RDI dan kredit kelolaan
44
2009
Tabel Statistik
Tabel 4
Uang Beredar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
(Miliar Rupiah)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Uang Beredar
M2
M1
Akhir
Periode
Jumlah 1)
Jumlah2)
Uang
Kartal
Uang
Giral
Uang
Kuasi
Aktiva
Luar
Negeri
Bersih
Tagihan
Tagihan
Pada
Tagihan
Pada
Lembaga Perusahaan
Bersih
Pemerintah Pemerintah Swasta dan
BUMN
Pusat3)
Perorangan
Lainnya
Bersih
2004
Trw. I
935.247 219.086 86.881 132.205 716.161 275.819 443.440 22.803 454.663 -261.518
Trw. II
975.166 233.726 97.574 136.152 741.440 280.070 468.907 27.806 522.161 -323.778
Trw. III
986.806 240.911 99.505 141.406 745.895 258.684 476.451 25.261 551.562 -325.152
Trw. IV
1.033.528 253.818 109.265 144.553 779.710 263.647 498.019 26.919 588.885 -343.940
2005
Trw. I
1.020.693 250.492 98.584 151.908 770.201 268.482 456.274 28.257 612.463 -344.783
Trw. II
1.073.746 267.635 106.125 161.510 806.111 256.058 468.004 28.237 659.129 -337.682
Trw. III
1.150.451 273.954 114.998 158.956 876.497 280.369 488.483 29.805 708.018 -356.224
Trw. IV
1.203.215 281.905 124.316 157.589 921.310 313.082 498.901 28.059 710.783 -347.610
2006
Trw. I
1.195.067 277.293 112.625 164.668 917.774 347.970 470.048 25.557 705.321 -353.829
Trw. II
1.253.757 313.153 123.761 189.392 940.604 345.457 481.654 29.746 729.609 -332.709
Trw. III
1.291.396 333.905 129.969 203.936 957.491 401.065 481.641 31.858 758.261 -381.429
Trw. IV
1.382.074 361.073 151.009 210.064 1.021.001 413.265 506.488 38.946 798.125 -374.750
2007
Trw. I
1.375.947 341.833 129.618 212.215 1.034.114 457.382 447.655 35.032 810.996 -375.118
Trw. II
1.451.974 381.376 146.715 234.661 1.070.598 496.522 430.956 44.185 865.144 -384.833
Trw. III
1.512.756 411.281 160.327 250.954 1.101.475 519.360 439.649 45.496 916.657 -408.406
Trw. IV
1.643.203 460.842 183.419 277.423 1.182.361 524.703 497.478 56.152 984.844 -419.974
2008
Trw. I
1.586.795 419.746 164.995 254.751 1.167.049 549.049 375.976 49.644 1.025.856 -413.730
Trw. II
1.699.480 466.708 189.453 277.255 1.232.772 562.636 359.645 57.304 1.131.796 -411.901
Trw. III
1.768.250 491.729 223.166 268.563 1.276.521 525.702 348.387 64.488 1.222.193 -392.520
Trw. IV
1.883.851 466.379 209.378 257.001 1.417.472 602.347 379.217 66.571 1.282.257 -446.541
2009
Trw. I
1.909.681 458.581 186.538 272.043 1.451.100 703.621 348.466 67.164 1.350.570 -492.977
Trw.II
1.967.776 493.384 203.838 289.546 1.474.392 655.130 375.946 71.044 1.380.575 -453.876
Trw.III
1.995.275 507.096 214.037 293.059 1.488.178 694.431 377.160 55.879 1.410.934 -487.250
1) M1 ditambah uang kuasi
2) Uang Kartal ditambah uang giral
3) Termasuk rekening khusus pemerintah
45
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
Tabel 5
Uang Primer dan Faktor-faktor yang mempengaruhi
(Miliar Rupiah)
2006 2007
III
I. Uang Primer
IV
I
II
III
IV
2008
I
II
III
IV
257.843 297.080 272.239 289.727 310.265 379.582 325.044 349.649 392.136
0
0
264.391 226.672 244.634 273.744
- Uang kartal di masyarakat
129.969 151.009 129.618 146.715 160.327 183.419 164.995 189.453 223.166
209.378 186.538 203.838 210.810
- Kas bank umum
23.600
0
0
0
0
40.134
40.796
62.935
c. Saldo Giro Positif Bank
104.061 118.417 116.558 115.524 120.740 158.452 125.705 124.811 121.302
79.648
77.404
77.744
79.920
d.Giro Sektor Swasta
650
642
616
633
183
315
304
345
399
34.889
0
55.013
91
33.945
0
47.077
213
37.366
0
344.688 304.718 322.994 354.297
153.569 178.572 155.498 173.888 189.221 220.785 198.940 224.342 270.243
28.894
0
III*
b. Uang yang diedarkan
27.173
0
II
25.880
0
I
a. Statutory Reserve Shortfall
27.563
0
2009
496
591
II. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Uang Primer
a. Net International Reserve 1)
255.182 274.694 305.744 330.295 337.523 356.883 351.874 351.561 355.967
b. Net Domestic Assets
2.661
22.386
-33.505
-40.569
-27.258
22.699 -26.830
-1.912
36.169
338.692 354.727 356.930 376.681
5.996 -50.009
-22.383
- Tagihan Bersih pada Pemerintah
219.538 265.919 200.460 187.081 184.961 249.069 128.907 117.614 123.797
172.012 105.571 136.202 144.747
- Bantuan Likuiditas
18.226
18.196
18.186
18.136
18.136
8.847
8.838
8.800
8.800
8.711
8.715
8.715
8.715
- Kredit Likuiditas
11.035
10.832
10.598
10.366
10.206
9.994
9.751
9.353
9.227
9.009
8.783
8.622
8.458
- Tagihan Lainnya
5.494
5.352
5.366
5.389
5.357
3.074
3.089
3.295
3.155
3.815
2.545
2.473
2.415
- Operasi Pasar Terbuka
-189.131 -242.001 -247.525 -264.280 -254.096 -281.164 -219.099 -191.525 -152.563 -233.866 -257.701 -267.412 -242.991
- SBI (net) 2)
-180.382 -208.763 -239.977 -257.998 -265.034 -247.688 -212.463 -165.145 -116.967 -179.879 -232.700 -232.731 -220.676
- FASBI
-16.829
-41.568
-19.298
-21.615
-4.750
-48.933
-5.737
-4.989
-1.403
-4.223 -15.288
-28.277
-22.824
- Lain-Lain 3)
8.080
8.330
11.750
15.333
15.688
15.457
14.356
14.172
15.929
19.569
15.599
22.580
22.675
- Net Other Items
-62.501
-35.912
-20.590
2.739
8.178
32.879
41.684
50.551
43.752
46.316
82.078
77.465
56.274
1)sebelum Juni 1997 menggunakan NFA. setelah Juni 1997 menggunakan NIR dengan kurs tetap Rp. 7.000.- per US $
sejak Juni 1998 s.d. Maret 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 10.000.- per US $
sejak April 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 7.500.- per US $
sejak 21 November 1999 menggunakan kurs Rp. 7.000.- per US $
sejak 25 Mei 2000 untuk perhitungan NIR menggunakan konsep IRFCL(Int’l Reserve and Foreign Currency Liquidity) 2)sejak Maret 2000 termasuk SBI Syariah
3)termasuk di dalamnya adalah SUN dan FTO (Fine Tune Operation)
46
-33.935
Tabel Statistik
Tabel 6
Neraca Pembayaran Indonesia 1)
(Juta $)
2006
IV
I. Transaksi Berjalan
A.Barang bersih (Neraca Perdagangan)
1. Ekspor f.o.b
2. Impor f.o.b
B. Jasa-jasa (bersih)
C.Pendapatan (bersih)
D.Transfer Berjalan
II. Transaksi Modal dan Finansial
A.Transaksi Modal
B. Transaksi Finansial
1. Investasi Langsung
a. Ke Luar Negeri (bersih)
b. Di Indonesia/FDI (bersih)
2. Investasi Portfolio
a. Aset (bersih)
b. Kewajiban (bersih)
3. Investasi Lainnya
a. Aset (bersih)
b. Kewajiban (bersih) 2)
III.Jumlah (I + II)
IV.Selisih Perhitungan
V.Neraca Keseluruhan (III + IV)
VI.Lalu Lintas Moneter 3)
a. Perubahan Cadangan Devisa
b. IMF:
Penarikan
Pembayaran
Memorandum:
Posisi Cadangan Devisa 4)
Transaksi Berjalan (% PDB) Rasio Pembayaran Utang (%) 5)
a.l. Sektor Terkait Pemerintah dan Otoritas Moneter 6)
22.157
Total
10.859
2007
I
II
III
2.640
2.271
2.151
IV
3.430
Total
10.493
2008*
I
II
2.742
-1.013
III
-966
2009**
IV
-637
Total
125
I
II
2.722
2.907
III
1.739
7.386 29.660
7.712
8.107
7.487
9.448 32.754
7.536
5.443
5.771
4.166
22.916
6.908
8.410
7.796
27.178 103.528 26.626 29.202 30.009
32.177 118.014 34.412 37.345 38.081 29.768 139.606 24.204 28.175 31.735
-19.792 -73.868 -18.914 -21.095 -22.521 -22.729 -85.260 -26.876 -31.902 -32.309 -25.603 -116.690 -17.297 -19.765 -23.939
-2.829
-9.874
-3.163
-2.991
-2.764
-2.922 -11.841
-3.072
-3.387
-3.313
-3.227 -12.999
-2.620
-2.983
-3.162
-3.539 -13.790
-3.163
-4.023
-3.811
-4.527 -15.525
-3.093
-4.425
-4.756
-2.881 -15.155
-2.688
-3.720
-4.071
1.139
4.863
1.254
1.178
1.240
1.432
5.104
1.371
1.356
1.331
1.305
5.364
1.122
1.200
1.176
1.303
3.025
1.836
2.029
-935
660
3.591
-529
2.105
2.370
-5.822
-1.876
1.886
-2.230
2.966
132
350
43
127
255
122
546
17
62
187
29
294
19
29
34
1.170
2.675
1.793
1.902
-1.190
539
3.045
-546
2.043
2.184
-5.850
-2.170
1.867
-2.259
2.962
1.232
2.211
-246
1.426
764
309
2.253
630
197
1.871
720
3.419
843
228
-70
-204
-2.703
-1.282
392
-1.427
-2.358
-4.675
-1.730
-1.436
-1.517
-1.217
-5.900
-1.251
-1.047
-505
1.435
4.914
1.037
1.034
2.191
2.667
6.928
2.360
1.633
3.388
1.937
9.318
2.094
1.275
435
1.312
4.174
2.491
3.810
465
-1.200
5.566
1.984
4.188
-74
-4.377
1.721
1.859
1.959
3.403
-762
-1.933
-497
-1.897
-1.257
-764
-4.415
-823
60
-65
-467
-1.294
133
362
84
2.074
6.107
2.988
5.707
1.722
-437
9.981
2.807
4.128
-9
-3.910
3.015
1.726
1.597
3.319
-1.382
-3.791
-452
-3.334
-2.419
1.430
-4.775
-3.160
-2.342
387
-2.194
-7.309
-835
-4.455
-371
-1.707
-1.588
-105
-2.283
-2.360
262
-4.486
-2.672
-1.974
-1.610
-4.498 -10.755
-307
-2.571
-4.733
325
-2.204
-348
-1.051
-59
1.168
-289
-489
-367
1.998
2.304
3.446
-528
-1.874
4.362
3.459 13.885
4.476
4.300
1.217
4.091 14.805
2.213
1.092
1.404
-6.459
-1.750
4.608
677
4.735
-751
625
-97
-663
-37
-571
-1.368
-1180
233
-1493
2246
-194
-653
375
-1189
2.708 14.510
4.379
3.637
1.179
3.520 12.715
1.032
1.324
-89
-4.212
-1.945
3.955
1.052
3.546
-2.708 -14.510
-4.379
-3.637
-1.179
-3.520 -12.715
-1.032
-1.324
89
4.212
1.945
-3.955
-1.052
-3.546
292
-6.902
-4.379
-3.637
-1.179
-3.520 -12.715
-1.032
-1.324
89
4.212
1.945
-3.955
-1.052
-3.546
-3.001
-7.608
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-3.001
-7.608
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
42.586 42.586 47.221 50.924 52.875
56.920 56.920 58.987 59.453 57.108 51.639
51.639 54.840 57.576 62.287
2.9
2.6
2.1
1.9
3.0
2.4
2.3
-0.8
-0.7
-0.5
0.0
2.4
2.2
1.2
33.2
24.8
19.8
21.4
15.2
21.2
19.4
16.2
17.8
15.2
24.2
18.1
23.3
24.3
21.9
18.6
14.2
5.6
9.4
5.1
9.0
7.3
4.4
7.7
4.7
9.2
6.4
6.0
10.0
5.4
*) Angka sementara
**) Angka sangat sementara
1) Format baru sejak publikasi Januari 2004
2) Tidak termasuk pinjaman IMF
3) Negatif berarti surplus dan positif berarti defisit. Sejak kuartal pertama 2004. perubahan cadangan devisa untuk data realisasi hanya mencakup data transaksi.
4) Sejak 1988. posisi cadangan devisa berdasarkan aktiva luar negeri menggantikan cadangan devisa resmi. Sejak 2000. posisi cadangan devisa memakai konsep
Internasional Reserve and Foreign Currency Liquidity (IRFCL).
5) Perbandingan antara pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap ekspor barang dan jasa.
6) Terdiri dari Pemerintah. BUMN di luar bank. dan Bank Indonesia.
47
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
Tabel 7
Perkembangan Perubahan Indeks Harga Konsumen Menurut Kelompok dan Sub Kelompok Barang dan Jasa
(Persen)1)
2006 20072008
III
IV I
II
III
IV I
II*
III
IV I
2009
II
III
1.27
6.05 3.71 -1.21
4.00
4.43
5.91 1.28
4.75 0.60 1.44
2.60
8.63 12.16 -6.50
0.69
3.48
2.59 2.11
0.60 0.91 2.76
5.62 -0.25 -2.93 5.12
9.08 -2.04
4.14 0.29 13.94 -4.64 2.39
3.66
1.46 1.37 -2.71
4.65
2.11
5.84 2.01 12.12 2.94 2.25
2.72
1.64 0.35 0.39
3.06
0.73
7.87 1.84
8.04 4.32 2.24
1.96
2.55 -1.02 4.05 11.46
0.26
6.88 -0.19
8.94 -2.51 -0.34
1.00 11.87 -0.30 -1.04
2.17
7.39
2.42 1.68
3.79 6.60 2.59
1.73
1.72 3.81 2.61
4.49
7.90 28.51 1.84
5.93 0.42 0.18
0.50
4.46 2.21 1.39
2.87
1.79
1.38 0.89
7.30 1.68 0.71
-13.98 24.41 -3.70 -8.06 -0.43 25.17
2.85 -0.07 -10.49 8.28 1.66
1.41
3.65 8.63 12.79
7.09
6.71 15.72 1.47 -1.65 -6.81 -0.81
4.36
3.13 1.32 1.50
0.75 -1.47
2.02 1.00
3.57 1.20 1.62
-1.76
4.94
-0.75
-0.26
-2.52
-0.88
-0.54
-5.97
-2.59
3.11
-8.24
0.12
0.61
1.06
6.47
4.63
1.60
1.57
6.34
1.18
8.14
23.17
-1.30
2.37
0.80
2.24 1.89 1.19
1.33
1.85
4.02 1.33
2.62 2.43 2.40
0.96
2.25 1.67 1.00
1.35
2.36
5.50 1.63
2.83 2.35 1.59
0.31
1.95 1.75 0.20
0.46 -0.20
1.47 1.06
2.15 1.50 5.39
0.86
2.59 2.24 2.60
1.85
2.28
1.89 0.73
2.60 3.70 2.42
III. Perumahan
0.78
1.30 1.81 0.75
1.27
0.97
2.79 1.14
3.58 1.00 0.42
A. Biaya tempat tinggal
0.98
1.73 2.12 0.83
1.11
1.58
2.22 1.67
2.16 0.73 1.00
B. Bahan bakar. penerangan dan air
0.34
0.56 1.69 0.15
1.92 -0.45
4.69 -0.12
8.94 1.66 -1.48
C. Perlengkapan rumah tangga
0.67
0.78 1.20 0.52
0.57
1.05
1.45 0.97
1.66 1.10 0.95
D. Penyelenggaraan rumah tangga
0.99
0.99 1.70 1.79
1.61
1.30
2.71 0.86
1.71 1.08 1.00
IV. Sandang
0.57
1.84 0.72 0.39
2.34
4.78
4.30 0.49
0.77 2.58 4.48
A. Sandang laki-laki
0.80
1.81 0.37 0.29
1.29
1.70
0.81 0.27
3.02 0.35 0.38
B. Sandang wanita
0.69
1.41 0.10 0.71
0.94
1.45
0.68 0.46
2.15 0.30 0.44
C. Sandang anak-anak
1.00
1.35 0.50 0.32
1.34
0.86
0.56 0.64
2.13 0.23 0.26
D. Barang pribadi dan sandang lainnya -0.22
2.47 2.09 0.35
5.53 13.60 12.66 0.59 -2.46 7.26 13.49
le
V. Kesehatan
0.70
1.76 1.39 0.71
1.03
1.12
3.00 0.83
1.64 1.10 1.27
A. Jasa kesehatan dan obat-obatan
0.94
3.70 1.92 0.45
0.32
0.44
5.12 0.47
1.07 0.69 1.60
B. Obat-obatan
-0.19
0.18 1.32 0.82
1.08
1.46
1.96 1.31
2.19 1.60 1.14
C. Jasa perawatan jasmani
0.84
0.80 1.16 1.85
0.61
0.73
1.15 1.10
2.36 1.61 1.39
D. Perawatan jasmani dan kosmetik
0.77
0.72 1.46 0.80
1.56
1.52
2.32 0.90
1.76 1.26 1.01
VI. Pendidikan. Rekreasi dan Olah Raga 7.44
0.20 0.36 0.01
7.97
0.43
0.14 0.44
3.77 0.82 0.22
A. Biaya pendidikan
11.41
0.12 0.46 0.03 12.73
0.36
0.09 0.18
6.76 0.70 0.04
B. Kursus dan pelatihan
2.31
0.23 1.04 0.26
0.87
0.48
0.72 0.45
4.95 0.32 0.59
C. Perlengkapan/peralatan pendidikan 3.61
0.27 0.36 0.36
1.58
0.66
0.30 0.72
1.14 1.11 0.37
D. Rekreasi
0.06
0.28 0.13 -0.23
0.01
0.64
0.20 0.92
0.51 1.02 0.48
E. Olah raga 1.19
0.88 0.79 0.36
0.35
2.23
0.47 0.20
0.91 0.49 0.51
VII.Transpor dan Komunikasi
0.08
0.35 0.22 0.46
0.15
0.42
0.37 8.72
0.92 -2.94 -4.66
A. Transpor
0.02
0.33 0.24 0.60
0.00
0.49
0.27 12.98
1.03 -4.46 -6.95
B. Komunikasi dan pengiriman
-0.01 -0.01 0.05 0.01 -0.02
0.00
0.01 -0.12
0.02 0.20 -0.07
C. Sarana dan penunjang transpor
1.26
1.56 0.50 0.24
2.43
1.27
1.40 0.84
1.34 1.64 1.38
D. Jasa Keuangan
0.05
0.01 0.01 0.01
0.00
0.00
4.90 0.01
3.89 0.00 0.00
U M U M
1.16
2.44 1.91 0.17
2.28
2.09
3.41 2.46
2.88 0.54 0.36
1.18
1.03
2.15
0.82
2.12
1.46
5.61
1.06
0.26
0.12
0.29
0.68
0.53
0.47
0.53
0.55
0.75
-0.21
-1.88
0.55
0.29
0.39
-6.30
1.06
2.49
1.24
1.67
-0.37
1.20
1.72
1.39
0.73
0.42
0.77
0.85
0.42
1.38
0.83
0.22
0.06
0.46
0.16
0.55
0.33
2.94
4.86
1.27
0.74
0.74
0.52
0.32
0.54
-0.31
0.34
0.00
1.16
1.70
-0.32
0.87
0.65
-0.15
2.07
Kelompok/Sub Kelompok
I. Bahan Makanan
A. Padi-padian. umbi-umbian dan
hasil-hasilnya
B. Daging dan hasil-hasilnya
C. Ikan segar
D. Ikan diawetkan
E. Telur. susu dan hasil-hasilnya
F. Sayur-sayuran
G. Kacang-kacangan
H. Buah-buahan
I. Bumbu-bumbuan
J. Lemak dan minyak
K. Bahan makanan lainnya
II. Makanan jadi. Minuman. Rokok
dan Tembakau
A. Makanan jadi
B. Minuman yang tidak beralkohol
C. Tembakau dan minuman beralkohol
Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya
Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2002 (2002 = 100).
* Mulai 1 Juli 2008. perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100). data triwulan II-2008 adalah data inflasi mtm (month to month) bulan Juni 2008
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
48
Tabel Statistik
Tabel 8
Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota
(Persen)1)
2006 2007 2008
Kota
1. Lhokseumawe
2. Banda Aceh
3. Padang Sidempuan
4. Sibolga
5. Pematang Siantar
6. M e d a n
7. Padang
8. Pekanbaru
9. Batam
10. Jambi
11. Palembang
12. Bengkulu
13. Bandar Lampung
14. Pangkal Pinang
15. Dumai
16. Tanjung Pinang
17. Jakarta
18. Tasikmalaya
19. Serang
20. Tangerang
21. Cilegon
22. Bogor
23. Sukabumi
24. Bekasi
25. Depok
26. Bandung
27. Cirebon
28. Purwokerto
29. Surakarta
30. Semarang
31. Tegal
32. Yogyakarta
33. Jember
34. Sumenep
35. Kediri
36. Malang
37. Probolinggo
38. Madiun
39. Surabaya
40. Denpasar
41. Mataram
42. Bima
43. Maumere
44. Kupang
45. Pontianak
46. Singkawang
47. Sampit
48. Palangka Raya
49. Banjarmasin
50. Balikpapan
51. Samarinda
III
1.09
2.64
2.74
1.90
1.68
0.85
0.93
1.21
2.30
1.61
0.96
1.23
0.69
2.16
-
-
1.21
2.23
-
-
-
-
-
-
-
1.26
0.63
2.21
0.36
1.48
1.48
2.52
0.70
-
0.80
0.60
-
-
0.81
-0.12
-0.05
-
-
0.86
1.72
-
0.30
-0.52
0.10
-0.06
2.44
IV
4.45
2.81
4.93
1.07
4.01
3.31
5.07
3.36
1.97
6.14
4.27
3.76
2.31
0.93
-
-
2.07
3.53
-
-
-
-
-
-
-
1.87
4.23
2.48
2.41
1.57
3.19
2.42
2.68
-
3.11
1.76
-
-
2.61
1.37
1.93
-
-
3.32
1.29
-
1.74
3.94
3.14
1.05
0.61
I
2.16
4.61
1.92
6.92
2.98
1.63
3.68
3.67
1.40
3.17
0.64
1.36
0.71
2.62
-
-
1.95
3.73
-
-
-
-
-
-
-
1.13
3.24
2.22
1.19
2.37
1.66
1.86
1.26
-
2.50
1.30
-
-
1.09
2.19
3.59
-
-
5.29
2.56
-
0.81
0.62
3.29
0.81
1.72
II
III
-2.16
-1.67
-2.34
-0.29
-0.55
-0.51
-1.96
-1.49
-0.34
-1.22
0.85
-0.88
0.12
-0.98
-
-
0.51
-0.04
-
-
-
-
-
-
-
-0.26
0.15
1.33
-0.34
0.52
1.24
0.18
0.78
-
-0.11
0.13
-
-
0.90
0.29
1.00
-
-
-0.39
1.14
-
0.39
-0.14
-0.66
0.39
0.52
5.34
5.85
3.76
1.15
3.78
1.96
2.06
1.92
2.15
2.57
3.23
3.10
3.40
0.67
-
-
1.85
1.65
-
-
-
-
-
-
-
2.48
2.22
2.21
0.99
1.98
2.84
3.17
2.13
-
1.55
2.12
-
-
2.02
1.36
1.14
-
-
0.90
2.12
-
1.84
2.38
2.60
4.54
4.84
IV
-1.05
1.94
2.51
2.69
1.97
3.23
3.05
3.31
1.56
2.75
3.28
1.37
2.22
0.33
-
-
1.61
2.20
-
-
-
-
-
-
-
1.82
2.06
0.26
1.42
1.72
2.88
2.59
2.91
-
2.76
2.28
-
-
2.12
1.95
2.78
-
-
2.47
2.49
-
4.38
4.95
2.39
1.40
1.85
I
II*
III
4.84
3.49
4.65
4.63
3.07
2.19
4.35
4.15
2.91
2.16
3.11
4.09
3.29
6.53
-
-
3.51
2.57
-
-
-
-
-
-
-
2.81
3.52
3.60
2.74
4.18
2.72
2.85
2.73
-
2.94
4.06
-
-
3.59
3.35
3.23
-
-
3.33
4.21
-
1.60
4.48
4.12
3.75
3.97
4.38
2.75
2.53
2.31
2.88
2.07
4.09
2.46
2.29
4.19
3.41
4.14
2.93
4.20
3.80
2.45
1.94
2.54
2.21
3.04
2.11
1.15
2.80
1.24
2.45
2.76
3.33
2.75
2.13
2.40
1.82
2.51
3.46
1.62
2.11
2.77
1.81
4.05
2.00
1.78
3.21
4.94
2.24
2.31
2.27
2.94
2.87
2.22
2.48
2.88
3.32
2.92
1.36
1.27
3.06
1.37
1.21
2.04
3.17
1.72
1.76
3.20
3.61
4.95
4.26
3.04
3.33
2.54
3.64
4.50
3.21
0.88
2.38
3.42
3.82
3.49
2.28
4.04
3.53
1.74
2.83
2.36
3.16
2.77
2.83
3.10
2.93
3.85
2.27
2.56
3.14
3.23
3.16
6.66
0.46
3.21
2.73
1.72
3.62
2.23
1.84
2.96
IV
2.97
1.39
1.56
2.22
1.33
2.26
2.07
0.55
0.58
-0.19
-0.29
0.34
0.74
0.13
1.22
1.19
-
-
-
0.00
1.57
0.46
1.32
0.03
0.18
-0.07
0.19
1.16
0.13
0.18
0.45
-
-
1.05
-0.35
0.38
0.00
-0.32
0.14
-
-
0.77
-2.44
-
-
0.02
-
-
-
-
-
2009
I
II
III*
-0.56
0.35
-0.03
-0.52
-0.20
-0.84
0.04
0.48
0.64
0.26
-0.06
0.09
0.92
-0.78
-0.74
0.32
-
-
-
0.32
0.63
0.79
1.67
0.01
-0.87
0.11
0.91
0.78
1.06
0.72
1.05
-
-
0.25
0.90
1.28
0.60
1.02
1.06
-
-
2.41
0.39
-
-
0.38
-
-
-
-
-
-0.37
0.14
-1.07
-0.01
0.10
-0.17
-1.34
-0.54
-0.43
-0.72
0.09
-0.74
-1.29
-0.74
-0.77
-0.73
-
-
-
-0.06
0.36
-0.27
0.35
-0.26
-0.20
-0.14
0.04
0.11
0.19
0.06
1.05
-
-
0.14
0.02
0.16
0.07
0.00
-0.41
-
-
-1.12
1.10
-
-
-0.90
-
-
-
-
-
4.37
4.12
2.66
3.45
3.26
3.35
2.79
1.70
1.76
2.37
1.57
4.06
4.85
3.16
3.52
1.29
2.03
1.89
1.72
1.25
1.76
2.43
1.64
2.49
1.17
1.21
1.96
3.15
1.90
2.04
1.38
1.84
1.52
1.97
2.06
3.47
2.44
49
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009
Tabel 8
Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota (lanjutan)
(Persen)1)
Kota
52. Tarakan
53. Manado
54. P a l u
55. Watampone
56. Makassar
57. Parepare
58. Palopo
59. Kendari
60. Gorontalo
61. Mamuju
62. Ambon
63. Ternate
64. Manokwari
65. Sorong
66. Jayapura
NASIONAL
II
2006 2007
III
IV
I
II
III
IV
I
2008
II*
III
IV
2009
I
-
-
-
-
-
-
-
2.48
5.54
0.82
0.53
1.34
2.15
1.29
3.34
-0.43
3.45
3.46
1.04
3.63
3.02
0.17
1.18
-2.08
1.23
1.74
0.60
1.87
1.60
3.84
1.49
2.44
5.01
-0.63
1.78
-0.36
-
-
-
-
-
-
-
6.26
3.62
0.27
2.14
0.84
1.58
0.66
2.28
0.51
3.38
-0.54
4.45
3.39
3.50
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2.76
4.21
0.43
0.40
-0.53
-
-
-
-
-
-
-
3.15
3.50
1.16
1.14
-0.12
2.29
2.97
1.94
2.20
0.15
2.94
2.91
6.49
3.30
0.74
2.99
-0.34
2.34
3.48
-1.24
0.46
3.22
4.51
-0.04
2.59
4.01
0.16
2.33
0.59
-
-
-
-
-
-
-
3.04
5.86
-0.29
-0.35
0.06
-0.47
1.25
1.77
0.51
2.38
1.07
2.92
1.76
5.06
-4.80
2.26
-2.43
0.82
1.72
2.39
2.06
0.44
5.21
4.71
1.17
4.30
-0.92
1.25
-0.27
-
-
-
-
-
-
-
5.78
8.31
0.62
3.52
0.36
-
-
-
-
-
-
-
5.72
7.29
-1.86
0.77
0.52
1.57
2.31
4.93
0.15
0.52
4.45
6.49
5.86
2.88
0.31
-0.06
-0.36
1.16
2.44
1.91
0.17
2.28
2.09
3.41
2.46
2.88
0.54
0.36
-0.15
Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya
Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2002 (2002 = 100).
* Mulai 1 Juli 2008. perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100) dengan jumlah kota menjadi 66 kota. data triwulan II-2008 adalah data inflasi mtm
(month to month) bulan Juni 2008
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
50
II*
3.52
0.74
3.35
2.85
1.85
2.00
2.20
0.85
1.45
1.82
1.32
2.39
0.42
1.55
2.07
Tabel Statistik
Tabel 9
Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar
(Persen) 1)
Akhir
Pertanian
Pertambangan
Industri
Impor
Periode
Total
Ekspor
Nonmigas
Umum
Migas
2004
Trw.I
1.26
9.77
1.18
3.10
3.91
2.90
6.75
2.35
Trw.II
3.20
1.55
2.34
6.67
7.32
2.26
21.16
4.37
Trw.III
-1.29
0.35
0.60
3.41
4.68
0.89
13.39
1.80
Trw.IV
1.84
1.02
0.52
0.34
-1.48
2.42
-9.47
0.18
2005
Trw.I
3.80
3.00
8.04
9.11
10.73
4.61
24.20
8.02
Trw.II
0.00
0.70
1.34
0.69
1.43
0.00
5.13
1.38
Trw.III
2.76
0.70
1.32
6.85
9.15
3.28
20.49
4.08
Trw.IV
4.03
13.19
22.22
0.64
-3.87
2.38
-13.77
9.15
2006
Trw.I
3.87
0.61
1.60
-0.64
-1.34
-4.65
3.29
-1.20
Trw.II
4.97
1.83
2.11
5.13
8.84
6.50
13.64
4.85
Trw.III
5.33
2.40
2.58
0.61
0.00
2.29
-3.60
2.31
Trw.IV
6.74
3.51
1.51
1.82
-5.00
1.49
-16.18
0.56
2007
Trw.I
6.32
3.39
3.47
3.57
2.63
3.68
1.49
3.93
Trw.II
2.97
1.64
3.35
5.75
7.05
2.84
14.63
4.32
Trw.III
7.69
1.61
3.70
3.26
1.80
-0.69
6.38
3.63
Trw.IV
7.59
3.70
5.80
11.05
10.00
2.08
24.40
8.50
2008
Trw.I
7.05
4.08
7.17
6.64
5.88
5.44
6.43
6.45
Trw.II
7.75
10.78
12.60
15.56
14.14
5.16
28.10
12.55
Trw.III
4.32
3.54
1.40
-9.23
-5.31
2.45
-15.09
-1.92
Trw.IV
0.00
4.27
-4.14
-11.86
-13.55
9.58
-47.22
-6.67
2009
Trw.I
-31.27
-15.57
-41.37
-24.52
-25.95
-17.49
-50.53
-32.35
Trw.II
3.31
-0.64
1.12
0.43
-0.65
-5.30
21.28
1.27
Trw.III*
5.19
1.22
1.13
-0.37
-2.86
-4.20
2.63
0.79
Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya.
Perhitungan IHPB menggunakan tahun dasar 2000 (2000 = 100).
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS diolah)
51
Download