Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manajemen Keuangan
2.1.1
Pengertian Manajemen
Manajemen
merupakan
suatu
proses
perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian dari berbagai sumber
daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Yang
dimaksud efektivitas yaitu tercapainya tujuan yang diinginkan perusahaan
melalui serangkaian proses yang dilakukan oleh perusahaan. Sedangkan
efisiensi yaitu pencapaian tujuan secara optimal dengan menggunakan
sumber daya yang paling minimal. Untuk lebih jelasnya akan
dikemukakan pendapat dari
Ismail Solihin (2010:3), mengemukakan
bahwa:
“Manajemen adalah upaya untuk mencapai apa yang ingin
dicapai oleh perusahaan dengan memanfaatkan organisasi
perusahaan mereka. Para manajer menggunakan keahlian
manajerial (managerial skill) yang mereka miliki untuk
mengelola berbagai sumber daya organisasi (organizational
resourses) sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai”.
Jadi, untuk dapat mencapai tujuan perusahaan diperlukan suatu
manajemen yang baik agar aktivitas perusahaan dapat berjalan dengan
baik.
2.1.2
Manajemen Keuangan
Menurut Suad Husnan dan Pudjiastuti (2012:4) menjelaskan
bahwa:
15
“Manajemen
Keuangan
membahas
tentang
investasi,
pembelanjaan, dan pengelolaan aset-aset dengan beberapa
tujuan menyeluruh yang direncanakan. Jadi, fungsi keputusan
dari manajemen keuangan dapat dipisahkan kedalam tiga
bidang
pokok
yaitu
keputusan
investasi,
keputusan
pembelanjaan, dan keputusan manajemen aset”.
Sedangkan menurut Bambang Riyanto (2013:4) manajemen
keuangan adalah keseluruhan aktivitas yang dilakukan perusahaan yang
berhubungan dengan kemampuan untuk mendapatkan dana yang
dibutuhkan dan menggunakan atau mengalokasikan dana yang diperoleh
secara efektif dan efisien.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
Manajemen Keuangan adalah aktivitas-aktivitas yang menyangkut
perencanaan, pencairan dana, pemanfaatan dana, serta pengelolaan dana
perusahaan untuk dapat menjalankan kegiatan operasional perusahaan dan
mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan.
2.1.3
Fungsi-fungsi Manajemen Keuangan
Menurut James C, Van Horne & John M, Wachowicz, Jr.
(2012:3) mengemukakan bahwa fungsi manajemen keuangan terdiri dari
tiga keputusan utama, yaitu:
1. Keputusan Investasi
Keputusan investasi merupakan fungsi manajemen keuangan yang
paling penting dari ketiga keputusan lainnya, karena manajer
keuangan harus mengalokasikan dana perusahaan kedalam bentuk
investasi yang dapat mendatangkan keuntungan di masa yang akan
datang.
16
2. Keputusan Pendanaan
Keputusan pendanaan meliputi kebijakan manajemen dalam pencairan
dana perusahaan. Pada keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk
mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi dari sumber-sumber
dana yang ekonomis bagi perusahaan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan investasi.
3. Keputusan Manajemen Aset
Keputusan manajemen aset adalah fungsi manajemen keuangan yang
menyangkut tentang keputusan alokasi dana atau aset, komposisi
sumber dana yang harus dipertahankan dan penggunaan modal baik
yang berasal dari dalam perusahaan maupun luar perusahaan yang
baik bagi perusahaan.
Perusahaan pasti membutuhkan seorang manajer keuangan untuk
menangani fungsi-fungsi keuangan, sehingga manajemen keuangan
memiliki kesempatan kerja yang sangat luas. Fungsi manajemen keuangan
merupakan salah satu fungsi utama yang sangat penting didalam sebuah
perusahaan.
2.2
Perbankan Syariah
2.2.1
Definisi Perbankan Syariah
Perbankan
syariah
adalah
suatu
sistem
perbankan
yang
dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Menurut UndangUndang Perbankan Syariah No.21 Tahun 2008 (pasal 1 angka 7) yang
dikutip dari Burhanuddin (2010:29) dinyatakan bahwa:
“Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip syariah disebut bank syariah, dan menurut jenisnya
terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah”.
17
Menurut
Undang-Undang
No.10
Tahun
1998
Tentang
Perbankan, Perbakan Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Menurut Sudarsono (2012:29) pengertian bank syariah adalah
sebagai berikut:
“Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha
pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam
lalulintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi
disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah”.
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan Pasal 1 Ayat 13, Prinsip syariah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan
dana dan/ atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan
prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip
penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan
memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal
berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (Ijarah), atau dengan adanya
pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank
oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)”.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa bank
syariah adalah lembaga keuangan yang melaksanakan aktifitasnya dalam
pemberian jasa dan lainnya berdasarkan prinsip syariah islam, seperti
menghindari praktek-praktek yang mengandung unsur bunga (riba).
18
2.2.2
Tujuan Perbankan Syariah
Menurut Sudarsono (2012) tujuan bank syariah dapat dijabarkan
dalam 6 point tujuan utama yakni:
1. Mengarahkan kegiatan ekonomi ummat untuk bermuamalat secara
Islam, khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan, agar
terhindar dari praktek-praktek riba atau jenis-jenis usaha/perdagangan
lain yang mengandung unsur Gharar (tipuan), dimana jenis usaha
tersebut selain dilarang dalam Islam juga telah menimbulkan dampak
negatif terhadap kehidupan ekonomi rakyat.
2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan
meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi
kesenjangan yang sangat besar antara pemilik modal dengan pihak
membutuhkan dana.
3. Untuk meningkatkan kualitas hidup ummat dengan jalan membuka
peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang
diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya
kemandirian usaha.
4. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya
merupakan
program
utama
dari
Negara-negara
yang
sedang
berkembang.
5. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank
syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi di akibatkan
adanya inflasi, menghindari persaingan yang tidak sehat antara
lembaga keuangan.
6. Menyelamatkan ketergantungan ummat Islam terhadap bank nonsyariah.
2.2.3
Fungsi Perbankan Syariah
Menurut Ismail (2011), fungsi perbankan syariah adalah sebagai
berikut:
19
1. Menghimpun Dana Masyarakat
Fungsi bank syariah yang pertama adalah menghimpun dana dari
masyarakat yang kelebihan dana. Bank syariah mengumpulkan atau
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dengan
menggunakan akad al-wadiah dan dalam bentuk investasi dengan
menggunakan akad al-mudharabah.
2. Penyalur Dana Kepada Masyarakat
Fungsi bank syariah yang kedua adalah menyalurkan dana kepada
masyarakat yang membutuhkan. Masyarakat dapat memperoleh
pembiayaan dari bank syariah dengan syarat dapat memenuhi semua
syarat dan ketentuan yang berlaku. Bank syariah menyalurkan dana
kepada masyarakat dengan menggunakan bermacam-macam akad,
antara lain akad jual beli dan akad kemitraan atau kerja sama usaha.
3. Memberikan Pelayanan Jasa Bank
Fungsi bank syariah yang ketiga adalah memberikan pelayanan jasa
perbankan kepada nasabahnya. Pelayanan bank syariah ini diberikan
dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menjalankan
aktivitasnya. Berbagai jenis produk pelayanan jasa yang dapat
diberikan oleh bank syariah antara lain jasa pengiriman uang (transfer),
pemindahbukuan, penagihan surat berharga, dll. Aktivitas pelayanan
jasa merupakan aktivitas yang diharapkan oleh bank syariah untuk
dapat meningkatkan pendapatan bank yang berasal dari fee atas
pelayanan jasa bank.
2.2.4
Pengaturan Hukum Bank Syariah
Hukum perbankan merupakan sekumpulan peraturan hukum yang
mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek
dilihat dari segi esensi, eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang
kehidupan lain.
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan suatu
perwujudan dari kebutuhan masyarakat yang menghendaki suatu sistem
20
perbankan yang mampu menyediakan jasa keuangan yang sehat, juga
memenuhi prinsip-prinsip syariah.
Untuk menjalankan hukum syariah (dalam konteks perbankan),
keberadaan undang-undang dasar sangat penting terutama berfungsi
sebagai landasan konstitusi yang bersifat mengikat. Sebelum dikeluarkan
undang-undang yang mengatur tentang kegiatan perbankan syariah,
sebenarnya penerapan syariah Islam dalam tata hukum positif di Indonesia
telah mempunyai landasan yang kuat.
Peraturan perundang-undangan tentang perbankan syariah yaitu Undangundang Nomor 21 Tahun 2008 yang dikutip dari Burhanuddin (2010:39)
adalah sebagai berikut:
Pemberlakuan undang-undang ini dimaksudkan khusus untuk
menjadi payung hukum yang mengatur kegiatan usaha perbankan syariah.
Undang-undang ini memuat masalah kepatuhan syariah (syariah
compliance) yang kewenangannya berada pada Dewan Syariah NasionalMajelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) melalui Dewan Pengawas Syariah
(DPS) yang ditempatkan pada masing-masing bank syariah dan unit usaha
syariah (UUS). Untuk menindaklanjuti implementasi fatwa yang
dikeluarkan MUI ke dalam Peraturan Bank Indonesia, di dalam internal
Bank Indonesia dibentuk komite perbankan syariah yang keanggotaannya
terdiri atas perwakilan dari bank Indonesia, departemen agama, dan unsur
masyarakat yang komposisinya berimbang.
2.2.5
Landasan Syariah
Dalam hukum bisnis syariah, untuk menentukan halal haramnya
suatu transaksi harus mengacu pada ketentuan hukum syariat yang
bersumber pada Al-Quran dan Al-Hadits. Menurut ketentuan syariat,
sistem bunga bank (interest) adalah sama dengan riba yang haram
hukumnya.
Beberapa ayat Al-Quran menjelaskan mengenai sisten riba (bunga)
yang artinya adalah sebagai berikut:
21
1. QS. Ar-rum [30] : 39
“Suatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia
bertambah, maka tidak akan bertambah dalam pandangan Allah. Dan
sesuatu yang kamu berikan berupa zakat yang dimaksudkan untuk
memperoleh keridhoan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah
orang-orang yang melipatgandakan pahalanya”.
2. QS. Al-Baqarah [2] : 275
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan karena tekanan penyakit gila.
Hal itu karena mereka berkeyakinan bahwa jual beli sama dengan riba.
Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli, tetapi mengharamkan
riba. Siapapun yang mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu ia
berhenti melakukan riba, maka apa yang telah diperolehnya dahulu
menjadi miliknya dan urusannya diserahkan kepada Allah. Orang yang
mengulangi oerbuatan riba akan menjadi penghuni neraka. Mereka
kekal didalamnya.
3. QS. Ali’Imran [3] : 130
“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu
beruntung”.
4. QS. An-Nisa [4] : 161
“Dan karena mereka memakan riba, padahal mereka telah dilarang
darinya dan karena mereka memakan harta orang dengan cara tidak
sah. Kami sediakan untuk orang-orang kafir di abtara mereka azab
yang pedih”.
5. QS. Al-Baqarah [2] : 278
“Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba yang belum dipungut jika kamu orang beriman”.
Serupa dengan kutipan arti dari kelima ayat Al-Quran di atas, AlHadits pun menyatakan pendapat yang sama terkait diharamkannya
22
riba (bunga) seperti HR.Muslim berikut: “Jabir berkata bahwa
Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba, pemberinya,
penulisnya, dan saksi-saksinya. Kemudian beliau bersabda, bahwa
mereka semua adalah sama”.
Dengan melihat dari beberapa pengertian ayat Al-Quran dan AlHadits diatas, sudah terlihat jelas bahwa prinsip utama perasional bank
yang berdasarkan prinsip syariah adalah hukum Islam. Kegiatan
operasional bank harus memperhatikan perintah dan larangan dalam AlQuran dan Sunnah Rasul Muhammad SAW. Larangan urtama berkaitan
dengan kegiatan bank yang dapat diklasifikasikan sebagai riba. Perbedaan
utama antara kegiatan bank berdasarkan prinsip syariah dengan bank
konvensional pada dasarnya terletak pada sistem pemberian imbalan dari
jasa atau dana. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank
berdasarkan prinsip syariah tidak menggunakan sistem bunga dalam
menentukan imbalan atas dana yang digunakan atau dititipkan oleh suatu
pihak. Penentuan imbalan terhadap dana yang dipinjamkan maupun dana
yang disimpan di bank berdasarkan pada prinsip bagi hasil sesuai dengan
hukum Islam.
2.2.6
Kegiatan Bank Umum Syariah
Berdasarkan Booklet Perbankan Indoneisa (2012) kegiatan usaha
bank umum syariah terdiri atas:
1. Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan,
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad
wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa Deposito, Tabungan,
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad
mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah
23
3. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah,
akad musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah.
4. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad mudharabah, akad salam,
akad istishna’, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah.
5. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
6. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak
bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
7. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau
akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
8. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah.
9. Membeli, menjual, atau meminjam atas risiko sendiri surat berharga
pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan
prinsip syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah,
mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah berdasarkan prinsip
syariah.
10. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan
oleh pemerintah dan/atau BI.
11. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan
prinsip syariah.
12. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
akad yang berdasarkan prinsip syariah.
13. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
berdasarkan prinsip syariah.
24
14. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah berdasarkan prinsip syariah.
15. Melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah.
16. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan
prinsip syariah.
17. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan
dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
18. Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah.
19. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau
lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah.
20. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi
akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan
syarat harus menarik kembali penyertaannya.
21. Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan
prinsip syariah.
22. Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal.
23. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan
prinsip syariah dengan menggunakan sarana elektronik.
24. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga
jangka pendek berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui pasar uang.
25. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga
jangka panjang berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui pasar modal.
26. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank umum
syariah lainnya dengan berdasarkan prinsip syariah.
25
2.2.7
Sumber Dana Bank Syariah
Menurut Firdaus (2001) potensi sumber dana bank syariah sangat
menjanjikan, antara lain:
1. Giro Wadiah (Current Account)
Menurut terminologi syariah, giro dapat diklasifikasikan kedalam
konsep titipan. Kewajiban untuk menjaga titipan sangat ditekankan
oleh ajaran Islam. Dalam tradisi fiqh Islam, prinsip titipan atau
simpanan dikenal dengan prinsip al-wadiah. Al-wadiah dapat diartikan
sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu
maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja
sipenitip menghendaki.
2. Tabungan (Saving Deposit) / Al-wadiah dan Mudharabah
Bank syariah menetapkan 2 (dua) jenis akad dalam hal tabungan, yaitu
tabungan al-wadiah dan tabungan mudharabah (simpanan bagi hasil
atas usaha bank). Tabungan yang menerapkan akad wadiah mengikuti
prinsip wadiah yad adh-dhamanah (tangan penanggung) yang
bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi
pada harta / uang yang dititipkan tersebut. Dengan demikian tabungan
ini tidak mendapatkan keuntungan karena hanya merupakan titipan dan
dapat diambil sewaktu-waktu dengan menggunakan buku tabungan
(pass book), slip pengambilan atau media lain seperti ATM
(Automated Teller Machine).
Sedangkan tabungan yang menerapkan akad mudharabah mengikuti
prinsip-prinsip mudharabah, antara lain sebagai berikut:
1. Keuntungan yang didapat dari dana tersebut harus dibagi antara
shahib al-maal (penyandang dana) yaitu nasabah dan mudharib
(pengusaha). Pembagian keuntungan tersebut berdasarkan nisbah
(rasio/perbandingan) yang telah disepakati bersama.
2. Adanya tenggang waktu antara dana yang disimpan dan pembagian
keuntungan.
26
3. Deposito Mudharabah (Time Deposi / Deposito Berjangka)
Merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga (perorangan atau
badan hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka
waktu tertentu sesuai dengan jatuh temponya, dengan mendapatkan
imbalan bagi hasil.
4. Modal Bank Syariah
2.2.8
Pendapatan Bank Syariah
Bank syariah akan memperoleh pendapatan dari pembiayaan
investasi al-mudharabah dan al-musyarakah berupa bagi hasil usaha. Dari
pembiayaan pengadaan barang al-mudharabah, al bai bitsaman ajil dan
al-ijarah, memperoleh pendapatan berupa mark up dan sewa sedangkan
dari penggunaan fasilitas/jasa lainnya bank memperoleh fee. Selanjutnya
semua jenis perolehan pendapatan tersebut dihimpun dalam rekening
pendapatan bank yang kemudian akan diberikan / dibagi-bagikan dalam
bentuk imbalan atau bagi hasil.
2.3
Kebangkrutan
2.3.1
Definisi Kebangkrutan
Masalah keuangan dalam suatu perusahaan selalu memunculkan
terjadinya risiko kebangkrutan. Suatu perusahaan dinyatakan bangkrut
apabila perusahaan gagal dalam menjalankan operasi perusahaan untuk
menghasilkan laba.
Menurut Gitman (2012:738) kebangkrutan adalah,
“Bankruptcy is business failure that occurs when the
stated value of a firm’s liabilities exceeds the fair market
value of its assets.”
Menurut Toto (2011:332) dalam Karina (2014,19), kebangkrutan
(bankcruptcy) merupakan kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi
27
untuk melunasi kewajibannya”. Kondisi ini biasanya tidak muncul begitu
saja di perusahaan, ada indikasi awal dari perusahaan tersebut yang
biasanya dapat dikenali lebih dini kalau laporan keuangan dianalisis secara
lebih cermat dengan suatu cara tertentu. Rasio keuangan dapat digunakan
sebagai indikasi adanya kebangkrutan di perusahaan. Kebangkrutan
sebagai suatu kegagalan yang terjadi pada sebuah perusahaan.”
Kegagalan didefinisikan dalam beberapa pengertian menurut
Martin (2007:15) dalam Karina (2014:19) yaitu:
1. Kegagalan ekonomi (Economic Distressed)
Kegagalan dalam ekonomi artinya bahwa perusahaan kehilangan uang
atau pendapatan perusahaan tidak mampu menutupi biayanya sendiri,
ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai
sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban.
Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut
jauh dibawah arus kas yang diharapkan.
2. Kegagalan Keuangan (Financial Distressed)
Pengertian financial distressed mempunyai makna kesulitan dana baik
dalam arti dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal
kerja. Sebagai asset liability management sangat berperan dalam
pengaturan untuk menjaga agar tidak terkena financial distressed.
Kebangkrutan akan cepat terjadi pada perusahaan yang berada di
Negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan
ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan
yang mungkin sebelumnya sudah sakit dan bangkrut.
28
2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebangkrutan
Menurut Jauch and Glueck dalam Karina (2014:22) faktorfaktor penyebab kebangkrutan secara garis besar dibagi menjadi tiga,
yaitu:
1. Faktor Umum
a. Sektor ekonomi, pada gejala inflasi dan deflasi.
b. Sektor sosial, pada perubahan gaya hidup masyarakat yang
mempengaruhi permintaan terhadap produk dan jasa.
c. Sektor teknologi, pada biaya yang ditanggung perusahaan
membengkak terutama untuk pemeliharaan dan implementasi.
d. Sektor pemerintah, pada pengenaan tarif ekspor dan impor barang
yang berubah, kebijakan undang-undang baru bagi perbankan atau
tenaga kerja dan lain-lain.
2. Faktor Eksternal Perusahaan
a. Sektor Pelanggan
Perusahaan harus bisa mengidentifikasi sifat konsumen dengan
menciptakan peluang untuk menemukan konsumen baru dan
menghindar menurunnya hasil penjualan.
b. Sektor Pemasok
Perusahaan dan pemasok harus tetap bekerja sama dengan baik
karena kekuatan pemasok untuk menaikkan harga dan mengurangi
keuntungan pembelinya tergantung pada seberapa jauh pemasok ini
berhubungan dengan pedagamg bebas.
c. Sektor Pesaing
Perusahaan sebaiknya tidak melupakan pesaing, karena kalau
produk pesaing lebih diterima oleh masyarakat maka perusahaan
tidak akan kehilangan konsumen dan mengurangi pendapatan yang
diterima.
29
3. Faktor Internal Perusahaan
a. Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada debitur atau
pelanggan. Hal ini pada akhirnya tidak dibayar oleh para pelanggan
pada waktunya.
b. Manajemen yang tidak efisien. Ketidakefisienan manajemen
tercermin pada ketidakmampuan manajemen menghadapi situasi
yang terjadi.
c. Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan-kecurangan. Hal ini
banyak dilakukan oleh karyawan, kadang oleh manajer puncak dan
hal ini sangat merugikan, terlebih apabila kecurangan itu
berhubungan dengan keuangan perusahaan.
2.4
Risiko Sistemik
2.4.1
Definisi Risiko Sistemik
Risiko sistemik adalah risiko rusaknya atau disfungsi sistem
keuangan, dimana sistem keuangan itu adalah sekumpulan pasar, institusi,
peraturan dan teknik dimana surat berharga diperdagangkan, tingkat suku
bunga ditentukan, jasa keuangan dihasilkan dan ditawarkan keseluruh
dunia.
International Monetary Fund (IMF), Financial Board Stability
(FBS) dan Bank for International Settlements (BIS) dalam Caruana
(2010 : 2) risiko sistemik dapat didefinisikan sebagai risiko gangguan
terhadap jasa keuangan yang disebabkan oleh penurunan dari semua atau
bagian dari sistem keuangan yang memiliki potensi konsekuensi negatif
yang serius bagi ekonomi riil.
Risiko sistemik dapat didefinisikan sebagai risiko gangguan
terhadap jasa keuangan yang disebabkan oleh penurunan dari semua atau
bagian dari sistem keuangan yang memiliki konsekuensi negatif yang
serius bagi ekonomi riil.
30
Definisi risiko sistemik sangat beragam, tidak ada kesepakatan
antara peneliti satu dengan yang lainnya. Tabel berikut menunjukkan
definisi risiko sistemik dari berbagai sumber (dalam Bustaman, 2013):
Tabel 2.1 Definisi Risiko Sistemik
Sumber
Definisi Risiko Sistemik
Acharya
“Krisis keuangan adalah sistemik bila banyak bank
(2009,p.224)
gagal secara bersamaan, atau apabila satu bank gagal
menyebabkan kontagion gagalnya bank lain. Sehingga
risiko sistemik di modelkan sebagai korelasi return
dari asset yang dimiliki bank yang secara endogen
dipilih”
Bank of England “Risiko sistemik mempunyai dua sumber utama.
(2009 p.3)
Pertama terdapat tendensi bagi lembaga keuangan,
begitu juga dengan perusahaan dan rumah tangga,
dimana mereka terekspose berlebihan dengan risiko
kredit pada saat upswing credit dan menjadi risk
averse secara berlebihan pada saat downswing.
Terdapat beberapa penyebab dasar, termasuk persepsi
bahwa beberapa lembaga keuangan too important to
fail dan herding di market. Kedua individual bank
gagal akibat efek penjalaran dalam jaringan lembaga
keuangan”
Borio (2003)
“Pandangan
umum
terhadap
risiko
sistemik....
Kecenderungan untuk melihat meluasnya kesulitan
keuangan akibat munculnya kegagalan dari satu
institusi...., melakukan penanganan risiko sebagai
endogen dalam bentuk mekanisme amplification akan
31
tetapi dengan memperhatikan guncangan awal, yang
dilihat sebagai exogen. Hal ini berjalan bersamaan
dengan cara pandang adanya ketidakstabilan (dalam
artian lebih luas)... Risiko sistemik terutama karena
adanya ekposur yang sama terhadap risiko faktor
makro ekonomi yang dihadapi perusahaan... Yang
membawa dampak signifikan dalam jangka waktu yang
lama.. dan mengakibatkan adanya krisis keuangan
diseluruh dunia”
“Risiko sistemik dapat direalisasikan sebagai runtutan
Billio,
Getmansky, Lo dari kegagalan lembaga keuangan terjadi dalam waktu
dan
Pellizon yang singkat dan memicu penarikan likuiditas serta
(2010, p.1)
penyebaran kehilangan kepercayaan pada sistem
keuangan secara keseluruhan”
Brunneirmeir,
“...situasi dimana terdapat adanya faktor yang
Crocket,
memadai secara eksternal, yang mengakibatkan secara
Goodhart,
sosial biaya keseluruhan dari kegagalan pasar
Persaud
dan melebihi biaya private dan biaya ekstra regulasi”
Shin (2009, p
xvii)
Daniel
Hoose
p.196)
dan “Risiko dimana beberapa pembayaran intermediasi
(2010, tidak
dapat
dipenuhi
sesuai
dengan
kondisi
perjanjiannya, disebabkan oleh adanya kegagalan dari
beberapa institusi untuk menyelesaikan kewajibannya”
Furfine
p113)
(2003, “Tipe pertama dari risiko sistemik adalah risiko
dimana beberapa goncangan keuangan menyebabkan
seperangkat pasar atau institusi secara simultan gagal
berfungsi secara efisien. Tipe kedua, risiko kegagalan
dari satu atau sebagian kecil institusi ditransmisikan
32
ke yang lainnya karena adanya hubungan keuangan
antar institusi tersebut”
Group
of
(2001)
10 “Risiko yang mengakibatkan hilangnya nilai ekonomi
atau
hilangnya
kepercayaan
dan
peningkatan
ketidakpastian dalam sistem keuangan yang dapat
menimbulkan efek negatif bagi perekonomian”
Lucas (National “Melibatkan ...transisi dari sistem stabil keseimbangan
Reseach
ke inferior tapi stabil keseimbangan” melibatkan
Council, 2006, p runtutan kejadian kontagion, yang dapat melibatkan
2, p9)
adanya kebijakan yang salah (misstep) dan lingkaran
umpan balik antara sektor keuangan dan sektor rill”
Staum
p2)
(2010, “.. melibatkan risiko yang timbul akibat struktur dari
sistem keuangan dan interaksi antara lembaga
keuangan. Risiko sistemik tidak sama dengan risiko
sistematik, dimana risiko tersebut timbul karena
adanya faktor yang mempengaruhi ekonomi secara
keseluruhan. Risiko sistemik termasuk didalamnya
risiko sistematik dan juga risiko yang muncul karena
fenomena kontagion, transmisi dan kerugian atau
distress dari satu institusi ke institusi lainnya”
2.4.2 Dampak Risiko Sistemik
Risiko sistemik pada sistem perbankan disebabkan oleh adanya
korelasi yang tinggi dari kegagalan bank-bank pada suatu Negara,
sejumlah negara atau secara global. Risiko sistemik juga bisa terjadi pada
bagian-bagian yang lain dari sektor keuangan dan bisa berdampak secara
domestik maupun transnasional.
33
International Monetary Fund (IMF), Financial Board Stability
(FBS) dan Bank for International Settlements (BIS) untuk G20 dalam
Caruana (2010,2). Efek dari risiko sistemik adalah sebagai berikut:
1. Mendistorsi pasukan kredit dan modal untuk ekonomi riil. (Adrian dan
Brunermeir (2009,1))
2. Mempunyai konsekuensi potensi yang merugikan ketersediaan kredit
kepada ekonomi riil. (Adrian dan Brunermeir (2011,1))
3. Mengurangi intermediasi pasokan modal tersebut untuk ekonomi riil.
(Acharya (2009) dalam Eijffinger (2009,4))
4. Mengarah ke penurunan ketersediaan kredit, yang memiliki potensi
untuk mempengaruhi ekonomi riil. (Acharya (2011b,1))
Dari ke 4 efek dari risiko sistemik diatas, penurunan kredit dapat dijadikan
proxy risiko sistemik sesuai dengan Alfiana et al (2015a).
Risiko sistemik terjadi apabila risiko persentasi penurunan
ketersediaan kredit pada suatu bank dengan persentasi penurunan
ketersediaan kredit pada industri perbankan mempunyai nilai positif,
artinya persentasi penurunan ketersediaan kredit pada suatu bank memiliki
hubungan yang searah dengan persentasi penurunan ketersediaan kredit
pada industri perbankan. Artinya, industri perbankan dan sebuah bank
tertentu sama sama mengalami penurunan. Apabila sebuah bank tertentu
mengalami penurunan atau kenaikan dan industri perbankan mengalami
sebaliknya, maka dapat dinyatakan tidak terjadi risiko sistemik atau terjadi
kenaikan ketersediaan kredit pada suatu bank dimana terjadi pula kenaikan
ketersediaan kredit pada industri perbankan, maka dinyatakan tidak terjadi
risiko sistemik.
34
2.5
Risiko Endogen
Risiko endogen adalah risiko yang berada didalam sektor keuangan
itu sendiri seperti dari perbankan seperti risiko kredit, risiko pasar dan
risiko operasional.
Risiko endogen adalah risiko yang berasal dari dalam sistem
keuangan. Risiko endogen disisi lain adalah risiko yang tergantung dari
tindakan tindakan komponen dalam sistem keuangan. Menurut Hauben,
Kakes dan Schinasi (2004,19), Schinasi (2005,6), Bank Indonesia
(2007,9) mengemukakan bahwa risiko endogen merupakan sumber
ketidakstabilan keuangan.
Faktor endogen mempengaruhi kinerja sistem keuangan melalui
lembaga, pasar, atau infrastruktur keuangan. Menurut Hauben, Kakes
dan Schinasi (2004 : 18-19) dan menurut Schinasi (2005 : 6)
mengemukakan bahwa risiko endogen dalam sistem keuangan terdiri dari
3 komponen yaitu institutions, markets dan infrastructure. Risiko endogen
institusi keuangan diantaranya risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar,
risiko ketersediaan modal. Risiko endogen pasar keuangan diantaranya
contagion. Risiko endogen infrastruktur keuangan diantaranya Bank Run.
2.5.1
Risiko Kredit
Risiko kredit didefinisikan sebagai potensi dari bank peminjam
atau pihak counter yang akan gagal memenuhi kewajibannya sesuai
dengan syarat yang disepakati. Menurut Bouteille dan Pushner (2013)
dalam The Handbook of Credit Risk Management: Originating, Assessing,
and Managing Credit Exposures mendefinisikan risiko kredit, yaitu
kemungkinan
hilangnya
uang
dikarenakan
ketidakmampuan,
ketidakinginan, atau tidak waktunya dari pihak lain atau pihak ketiga
untuk membayar kewajiban keuangannya. Tujuan dari manajemen risiko
kredit adalah untuk memaksimalkan tingkat pengembalian kepada bank
dengan menjaga risiko pemberian kredit supaya berada di parameter yang
35
dapat diterima. Bank perlu mengelola risiko kredit dari seluruh portofolio
serta risiko dari individu atau kredit atau transaksi.
Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas fungsional
bank seperti perkreditan (pembiayaan), aktivitas treasuri (membeli obligasi
korporat), aktivitas terkait invetasi, pembiayaan perdagangan (trade
finance), baik yang tercatat dalam banking book maupun dalam trading
book.
Risiko kredit dipandang sebagai risiko terbesar dalam sistem
perbankan Indonesia dan dapat menjadi penyebab utama bagi kegagalan
bank. Risiko kredit timbul dari adanya kemungkinan bahwa kredit yang
diberikan oleh bank atau obligasi yang dibeli tidak dapat dibayarkan
kembali. Risiko kredit juga timbul dari tidak dipenuhinya berbagai bentuk
kewajiban pihak lain kepada bank, seperti kegagalan memenuhi kewajiban
pembayaran dalam kontrak derivatif.
Pada penelitian ini risiko kredit pada Perbankan Syariah di
Indonesia menggunakan proksi Non Performing Financing (NPF). NPF
adalah pembiayaan atau kredit yang mengalami kesulitan dalam
memenuhi kewajibannya kepada bank atau dengan kata lain NPF
merupakan tingkat kredit macet. Apabila NPF semakin tinggi maka
profitabilitas akan semakin rendah dan sebaliknya, jika NPF semakin
rendah maka profitabilitas akan semakin tinggi. Perhitungan NPF yang
diinstruksikan Bank Indonesia dirumuskan sebagai berikut:
NPF=
(2.1)
Kredit bermasalah adalah kredit kepada pihak ketiga bukan Bank yang
tergolong kurang lancar, diragukan dan macet.
Total kredit adalah kredit kepada pihak ketiga bukan Bank.
36
2.5.2 Risiko Likuiditas
Risiko Likuiditas adalah risiko yang antara lain disebabkan Bank
tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu. Menurut Bank
Indonesia (2011 : 53) mendefinisikan risiko likuiditas adalah risiko akibat
ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo
dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi
yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan
bank. Tujuan pemantauan risiko likuiditas adalah untuk meminimalkan
kemungkinan
ketidakmampuan
bank
dalam
memperoleh
sumber
pendanaan arus kas. Risiko likuiditas dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Risiko Likuiditas Pasar, yaitu risiko yang timbul karena Bank tidak
mampu melakukan offsetting posisi tertentu dengan harga pasar karena
kondisi likuiditas pasar yang tidak memadai atau terjadi gangguan di
pasar (market disruption)
b. Risiko Likuiditas Pendanaan, yaitu risiko yang timbul karena Bank
tidak mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari
sumber dana lain.
Pada penelitian ini risiko likuiditas pada Perbankan Syariah di
Indonesia menggunakan proksi Financing Deposit Ratio (FDR). FDR
merupakan rasio yang mengukur kemampuan bank untuk memenuhi
kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi. Semakin tinggi rasio
FDR tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan
likuiditas bank yang bersangkutan. FDR dirumuskan sebagai berikut:
FDR=
(2.2)
2.5.3 Risiko Ketersediaan Modal (Capital Adequacy Risk)
Menurut Mehmood and Zhang (2010 : 13), Oima dan Tene
(2014 : 173) dalam Alfiana, et al (2016) mengemukakan bahwa risiko
37
ketersediaan modal adalah “risiko bahwa lembaga keuangan akan
menderita oleh kerugian yang tidak terduga”. Risiko ketersediaan modal
menunjukan
tingkat
modal
yang
memungkinkan
bank
untuk
mempertahankan kerugian yang timbul dari semua risiko saat ini dan
sesuai dengan tingkat solvabilitas yang dapat diterima.
Pada penelitian ini risiko ketersediaan modal pada Perbankan
Syariah di Indonesia menggunakan proksi Capital Adequacy Ratio (CAR).
CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh
aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga,
tagihan pada bank lain) yang ikut dibiayai dari modal sendiri di samping
memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank. Semakin tinggi
CAR
maka
semakin
tinggi
pula
bank
melakukan
penyaluran
pembiayaannya dan sebaliknya, semakin rendah CAR semakin rendah
pula pembiayaan yang disalurkan oleh bank. CAR dihitung dengan
menggunakan rumus:
CAR=
(2.3)
2.5.4 Bank Run
Bank Run adalah salah satu risiko endogen infrastruktur keuangan.
Kaufman (1988 : 561 ) mendefinisikan bank runs merupakan suatu
“peristiwa dimana banyak nasabah secara bersamaan menarik dana secara
besar-besaran dan sesegera mungkin pada suatu bank karena nasabah tidak
percaya bahwa bank mampu membayar dananya dalam jumlah penuh dan
tepat waktu”. Bank run terjadi pada saat ketidakpercayaan investor atau
nasabah dan diwujudkan dengan menarik dana mereka dalam jumlah
besar.
Menurut Bank Indonesia (2009 : 36-46) terdapat beberapa teori
tentang penyebab dan dampak terjadinya bank run, antara lain:
1. Teori penyebab bank run
38
a. Moral hazard dan penurunan aset
Teori ini mengasumsikan bahwa banyak bank yang memperoleh
fasilitas berupa kemudahan mendapatkan pinjaman dengan tingkat
bunga yang aman dari pemerintah, sehingga terjadi persaingan
dalam menyalurkan kredit. Hal ini mengakibatkan kinerja dari
bank seolah-olah sangat sehat dibandingkan dengan kondisi yang
sebenarnya.
b. Disintermediasi dan likuidasi
Teori ini mengasumsikan bahwa pihak bank adalah pihak yang
baik, sehingga penyebab utama terjadinya krisis dan asset deflation
adalah financial panic (bank run) yang tidak diikuti oleh kebijakan
yang tepat. Pihak bank melakukan investasi utamanya untuk jangka
panjang, sehingga membutuhkan pembiayaan dana yang bersifat
jangka panjang. Keadaan ini menyebabkan bank mudah terserang
panik finansial.
2. Teori Tentang Dampak Bank Run
a. No Contagion Effect
Berdasarkan teori no contagion effect, bank run tidak akan
merubah volume deposito dalam pengertian bahwa nasabah yang
tidak percaya kepada suatu bank memindahkan dananya kepada
bank lain, sehingga total simpanan dalam sistem perbankan akan
tetap jumlahnya. Sebaliknya, koalisi antar bank (dimana bank yang
mengalami excess liquidity mangalirkan dananya kepada bank
yang kekurangan likuiditas) akan mengurangi efek bank run lebih
lanjut.
b. Ketidakpercayaan
pada
suatu
bank
juga
akan
membawa
ketidakpercayaan kepada sistem perbankan kepada keseluruhan,
sehingga akan menimbulkan panics. Contagion effect dari bank run
suatu bank terjadi jika nasabah menarik dananya dari bank yang
39
gagal dalam waktu yang sama tanpa adanya proses pemindahan
deposito.
Bank Run dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
(
Bank Run =
)
( )
( )
(2.4)
2.5.5 Contagion
Menurut World Bank dalam Jurnal Hsien dan Yi Lee (2012),
terdapat beberapa tingkatan definisi mengenai contagion, yaitu:
a. Board Defination
Kejutan yang ditransmisikan melewati lintas batas negara, atau
terjadinya hubungan saling mempengaruhi antar beberapa negara.
Contagion dapat terjadi dalam kondisi normal ataupun krisis.
b. Restrictive Defination
Transmisi dari suatu kejutan melewati lintas batas negara atau secara
umum terjadinya korelasi yang signifikan antar negara yang terjadi di
luar beberapa saluran fundamental.
c. Very Restrictive Definition
Menghubungkan contagion dengan suatu fenomena ketika korelasi
antar negara meningkat selama periode krisis dibandingkan dengan
korelasi pada perekonomian normal.
Contagion adalah situasi dimana krisis finansial dipicu oleh krisis
finansial yang terjadi di tempat lain atau dengan kata lain dari satu institusi
menyebar ke institusi lainnya (seperti bank satu menyebar ke bank lain,
atau currency/stock market crash di satu negara menyebar ke negara lain.
Krisis keuangan muncul karena adanya korelasi antar pasar atau negara
sehingga sebagai konsekuensinya terjadi perhatian yang meningkat dalam
40
contagion yang secara luas didefinisikan sebagai transisi dari goncangan
atar pasar atau negara.
Contagion dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Contagion=
2.6
(2.5)
Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
No.
1.
Peneliti
Judul
Variabel Penelitian
Penelitian
Kaminsky
The
dan
Hasil Penelitian
twin
-
M2 multiplier
Penelitian
crises:
the
-
Domestic credit/GDP
menganalisis
Reinhart
cause
of
-
Real interest rate
hubungan
antara
(1999)
banking
and
-
Lending deposit rate ratio
perbankan
dengan
balance
of
-
Excess M1 balances
krisis mata uang.
payments
-
M2/Reserves
Masalah di sektor
problem
-
Bank Deposit
perbankan biasanya
-
Export
mengawali
-
Import
mata uang. Krisis
-
Terms of trade
mata
-
The real exchange rate
memperdalam
-
Reserves
krisis
-
Real interest rate differential
Hasil penelitian ini
-
Output
menunjukkan
-
Stock Return
bahwa
Risiko
-
Defisit/GDP
Kredit
tidak
krisis
uang
perbankan.
berpengaruh
41
ini
signifikan terhadap
Risiko Sistemik dan
Bank
Run
berpengaruh
signifikan terhadap
Risiko Sistemik.
2.
Gonzalez
Determinants
-
dan
of Ex – Ante
NPLLRA, NPLL EQ, CA, dan rasio pinjaman
Hermosillo
Banking
COVR)
(1999)
System
-
Distress : A
Micro
Empirical
Some
Market Risk (LCI, LAGR, indicator utama dari
LNONSEC)
-
Exploration of
bermasalah adalah
LCOMRE, LRESI, LCON, tekanan/kesulitan
–
Macro
Indicator Fragility (NPLA, Rendahnya ekuitas
bank
Credit Risk (LAS, LNYIELD, menandakan
INTSPR)
-
Recent
Liquidity
kemungkinan
Risk
DEPPUB,
Episodes
(DEPLGE, kegagalan
DEPIB,
-
Moral
pendek.
Hazard
(INSL, dalam penelitian ini
adalah
Macroeconomic/Regional
Kredit berpengaruh
PEXP,
Banking
Sector
Risiko
DELEX, signifikan terhadap
SPERYCH, INTRS)
Risiko Sistemik dan
(STLNPI, Risiko
BSLNGDP)
-
Hasil
INTAS)
(POIL,
-
yang
SEC, tinggi dalam jangka
INTDEP)
-
yang
Likuiditas
berpengaruh
Other Bank Variable (NI, signifikan terhadap
ROE, PROFMARG, EXPW, Risiko Sistemik.
EXPP, SIZE)
3.
Edison
Do Indicator
-
Foreign Exchange Reserves
Model cukup baik
(2003)
of
financial
-
Export
dalam
work?
-
Real Exchanges Rates
mengantisipasi
crises
42
An evaluation
-
Index of Equity Prices
beberapa
of
-
Commercial Bank Deposit
tahun
warning
-
Output Index
1998.
system
-
Excess Real M1 Balance
peringatan dini ini
-
M2 Multiplier
membantu
-
M2/Reserves
mengidentifikasi
-
Domestic Credit/GDP Ratio
negara mana yang
-
Real Interest Rate
paling
-
Real
an
early
Interest
krisis
1997
dan
Model
untuk
rentan
Rate terhadap
krisis,
Differential
tetapi relatif buruk
-
Lending to Deposit Ratio
untuk
-
Import
waktu yang tepat
-
Foreign G-7 Growth
krisis.
-
US Interest Rate
penelitian
-
World Oil Price
adalah
Risiko
-
Short Term Debt/Reserves
Kredit
tidak
-
Financial Crisis
berpengaruh
mendeteksi
Hasil
ini
signifikan terhadap
Risiko
Sistemik.
Risiko
Likuiditas
berpengaruh
signifikan terhadap
Risiko Sistemik dan
Bank
Run
berpengaruh
signifikan terhadap
Risiko Sistemik.
4.
Cihak dan How well do
-
GDP Growth
Hasil penelitian ini
Slaeck
aggregate
-
M2 to Reserces
adalah
(2007)
bank
-
Real Interest Rate
Kredit berpengaruh
ratios
43
Risiko
identify
-
Inflation
signifikan terhadap
banking
-
GDP to Capita
Risiko Sistemik.
problem?
-
Fiscal Surplus/GDP
-
Credit to The Private Sector
-
Credit Growth
-
Regulatory Capital to Risk
Weighted Asset
-
Non Perfoming Loan to Total
Gross Loan
5.
Poghosyan
-
ROE (Bank)
-
ROE (Corporate)
-
Debt to Equity
-
Capitalization
Kapitalisasi
-
Asset Quality
kualitas aset dan
-
Managerial Quality
profitabilitas
Analysis
-
Earnings
merupakan
Based on a
-
Liquidity
prediktor yang baik
New Data Set
-
Market Discipline
namun
-
Contagion Dummy
income ratio dan
-
Inflasi
likuiditas
tidak
-
Per Capita GDP (Logs)
memiliki
daya
-
Share of Domestic Credit in prediksi yang baik.
Distress
in
dan Cihak European
(2009)
Banks:
An
dan
cost
to
GDP (Logs)
Hasil penelitian ini
-
Concentration
menunjukkan
-
Market Information
bahwa
-
Wholesale Liabilities
Kredit berpengaruh
Risiko
signifikan terhadap
Risiko
Sistemik.
Risiko
Likuiditas
tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
44
Risik
Sistemik.
Risiko
Ketersediaan
Modal berpengaruh
signifikan terhadap
Risiko Sistemik dan
Contagion
berpengaruh
signifikan terhadap
Risiko Sistemik.
6.
Oet,
SAFE
Bianco,
(The
-
Funding Liquidity
Ketidakseimbangan
Systemic
-
Asset Liquidity
institusi
dibagi
Gramlich
Assesment of
-
Interest Rate
menjadi
empat
Ong (2013)
Financial
-
Market: Equity
kelas
Environment):
-
Credit
return,
risk,
an
-
Solvency
liquidity
dan
-
Capital Market: Credit
struktur.
Hasil
-
Capital Market: Property
penelitian
systemic
-
Capital Market: FX
menunjukkan
banking risk
-
Currency Market Interbank
bahwa
-
Risk Transfer Market: Credit
Kredit berpengaruh
-
Risk Transfer Market: IR signifikan terhadap
early
warning
system
for
efek
yaitu
ini
Risiko
Derivatif
Risiko
Sistemik.
-
Connectivity
Risiko
Likuiditas
-
Concentration
tidak
-
Contagion: Leverage
signifikan terhadap
Risiko
berpengaruh
Sistemik.
Risiko
Ketersediaan
Modal berpengaruh
45
signifikan terhadap
Risiko
Sistemik.
Contagion
berpengaruh
signifikan terhadap
Risiko Sistemik.
7.
Alfiana,
Impact
Ernie,
Sutisna,
dan
(2016)
of
-
Credit Risk
Hasil penelitian ini
Exogenous
-
Liquidity Risk
menunjukkan
and
-
Market Risk
bahwa
Risiko
Dian Endogenous
-
Capital Adequacy Risk
Kredit
tidak
Risks
on
-
Contagion
berpengaruh
Systemic Risk
-
Bank Run
signifikan terhadap
in
-
Inflation
Risiko
Sistemik.
-
Interest Rate
Risiko
Likuiditas
-
Exchange Rate
tidak
Indonesia
Banking
berpengaruh
signifikan terhadap
Risiko
Sistemik.
Risiko
Ketersediaan
Modal
tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
Risiko
Sistemik.
Contagion
berpengaruh
signifikan terhadap
Risiko
Sistemik.
Bank
Run
berpengaruh
signifikan terhadap
46
Risiko Sistemik.
Sumber: Dari Berbagai Literatur
2.7
Kerangka Pemikiran
Sistem keuangan adalah sistem yang memfasilitasi simpan pinjam
dana atau uang (fungsi intermediasi). Dari komponennya, sistem keuangan
terdiri dari sejumlah institusi keuangan, sekumpulan pasar keuangan,
infrastruktur sistem keuangan dan sejumlah prosedur dan peraturan yang
menjamin terlaksananya simpan pinjam secara baik. Sistem keuangan di
indonesia dibedakan menjadi dua yaitu sistem perbankan dan sistem
lembaga keuangan bukan bank.
Saat ini kegiatan perbankan di Indonesia diatur dalam UndangUndang No.10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No.7
Tahun 1992 tentang perbankan. Undang-Undang perbankan tersebut
menjelaskan bahwa dalam perbankan Indonesia terdapat dua sistem (dual
bank system) yaitu sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan
syariah. Dengan diterapkannya dual banking system di Indonesia maka
terdapat dua sistem perbankan yang diterapkan di Indonesia. Penerapan
sistem perbankan ganda diharapakan dapat memberikan alternatif transaksi
keuangan yang lebih lengkap untuk masyarakat.
Risiko endogen adalah risiko yang berada didalam sektor keuangan
itu sendiri seperti dari perbankan seperti risiko kredit, risiko pasar dan
risiko operasional. Faktor endogen mempengaruhi kinerja sistem keuangan
melalui lembaga, pasar, atau infrastruktur keuangan. Menurut Hauben,
Kakes dan Schinasi (2004 : 18-19) dan menurut Schinasi (2005 : 6)
mengemukakan bahwa risiko endogen dalam sistem keuangan terdiri dari
3 komponen yaitu institutions, markets dan infrastructure. Risiko endogen
institusi keuangan diantaranya risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar,
47
risiko ketersediaan modal. Risiko endogen pasar keuangan diantaranya
contagion. Risiko endogen infrastruktur keuangan diantaranya Bank Run.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih
jelas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi Risiko Sistemik pada
perbankan syariah di Indonesia melalui Risiko Kredit, Risiko Likuiditas,
Risiko Ketersediaan Modal, Bank Run, dan Contagion.
48
Sistem Keuangan
Perbankan
Bank Syariah
Perusahaan
Asuransi
BPR
Dana Pensiun
Perusahaan
Pembiayaan
Perbankan
Konvensional
Perbankan
Syariah
Modal Ventura
Penjaminan
Risiko
Eksogen
Risiko
Endogen
Pegadaian
NAB
Reksadana
Macroeconomics
Disturbance
Event
Risk
Institutions
Based
Economic
Environment
Risk
Policy
Imbalances
Market
Based
Infrastructure
Based
Natural
Distater
Political
Events
Capital
Adequacy
Risk
Credit Risk
Liquidity
Risk
Large
Business
Failures
Keterangan:
Kebangkrutan
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
49
Bank
Run
Contagion
Risiko
Sistemik
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah digambarkan diatas, maka
diperoleh paradigma penelitian sebagai berikut:
Risiko Kredit (X1)
Risiko Likuiditas
(X2)
Risiko Sistemik
(Y)
Risiko Ketersediaan
Modal (X3)
Bank Run
Contagion
Gambar 2.2 Paradigma Penelitian
2.8
Hipotesis Penelitian
Hipotesis secara parsial dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1: Credit Risk berpengaruh signifikan terhadap Systemic Risk
H2: Liquidity Risk berpengaruh signifikan terhadap Systemic Risk
H3: Capital Adequacy Risk berpengaruh signifikan terhadap Systemic
Risk
50
H4: Bank Run berpengaruh signifikan terhadap Systemic Risk
H5: Contagion berpengaruh signifikan terhadap Systemic Risk
Hipotesis secara simultan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H6: Credit Risk, Liquidity Risk, Capital Adequacy Risk, Bank Run, dan
Contagion berpengaruh signifikan terhadap Systemic Risk
51
Download