BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan keluhan yang dirasakan seseorang dan bersifat subjektif, sedangkan penyakit berkaitan dengan gangguan yang terjadi pada organ tubuh berdasarkan diagnosis medis dan bersifat objektif (Rosenstock, 1974). Badan Pusat Statistik mencatat bahwa di Indonesia terdapat 66% masyarakat melakukan pengobatan sendiri sebagai tindakan pertama ketika sakit. Angka tersebut relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan tingkat pengobatan sendiri di Amerika Serikat yang mencapai 73% (Kartajaya, 2011). Pengobatan sendiri (swamedikasi) adalah pemilihan dan penggunaan obatobatan tanpa resep oleh seorang individu untuk mengobati penyakit dan gejala penyakit (WHO, 1998). Pengobatan sendiri juga dapat didefinisikan sebagai penggunaan berkelanjutan dari obat yang pernah diresepkan sebelumnya. Pengobatan sendiri biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, batuk, influenza, maag, cacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain. Pengobatan sendiri dipilih masyarakat untuk mengobati gejala penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter sehingga masyarakat perlu mencari informasi obat yang sesuai dengan penyakit yang diderita dan apoteker memiliki peran dalam tindakan pengobatan sendiri tersebut (Depkes RI, 2006). Keberadaan pengobatan sendiri tidak dapat dihindari terjadinya penggunaan obat yang diresepkan oleh pasien atau konsumen tanpa pengawasan dari dokter. Masalah peresepan sendiri sebenarnya telah diatur pada Permenkes NO. 919/MENKES/PER/X/1993, yang di dalamnya ditentukan jenis dan batasan jumlah obat yang dapat diserahkan kepada konsumen tanpa harus menyertakan resep dari dokter (Depkes RI, 1993). Pemerintah juga menetapkan peraturan mengenai golongan obat yang dapat digunakan pada pengobatan sendiri. Pengobatan sendiri harus menggunakan obat yang termasuk golongan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek (Depkes RI, 1997). Laporan Pan American Health Organization (PAHO) mengenai “Drug Classification: Prescription and OTC (Over The Counter) Drugs”, terdapat hasil survei yang dilakukan oleh The World Self Medication Industry (WSMI) di 14 negara. Survei tersebut menunjukkan bahwa pengobatan sendiri meningkat jumlahnya pada populasi penduduk yang tingkat pendidikannya lebih tinggi, adanya pengetahuan tentang obat dan pengobatan sehingga kelompok tersebut tidak terlalu terpengaruh pada iklan dan promosi obat (PAHO, 2004). Menurut Dharmasari (2003), tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin rasional dan berhati-hati dalam memilih obat untuk pengobatan sendiri. Tingkat pendidikan masyarakat memberi pengaruh terhadap pengobatan sendiri. Kejadian dan pola pengobatan sendiri dengan antibiotik pada mahasiswa Main Campus of Ahmadu Bello University, Nigeria menunjukkan bahwa dari 430 responden, hampir 70% mahasiswa melakukan pengobatan sendiri dengan antibiotik. Hal tersebut menjadi menarik ketika mahasiswa yang mewakili kalangan terdidik malah menunjukkan kegiatan pengobatan sendiri yang tinggi untuk obat-obat keras (Awad, 2005). Permasalahan swamedikasi yang sama juga ditemukan di Slovakia (Tesar, 2005). Pengobatan sendiri dengan antibiotik banyak dilakukan mahasiswa kesehatan seperti mahasiswa farmasi dan kedokteran, serta mahasiswa fakultas teknik. Adanya pengetahuan tentang antibiotik, pernah menggunakan antibiotik sebelumnya dan tidak memiliki banyak waktu untuk berkonsultasi dengan dokter menjadi alasan utama mahasiswa melakukan pengobatan sendiri dengan antibiotik (Olayemi, 2010). Tingkat pengetahuan tentang pengobatan sendiri masih terbatas dan kesadaran untuk membaca label pada kemasan obat pun masih rendah sehingga pengobatan sendiri dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) (Supardi dan Notosiswoyo, 2006). Oleh karena itu pada pelaksanaannya, pengobatan sendiri harus memenuhi kriteria penggunaan obat menurut Kompendia Obat Bebas, yaitu a) tepat golongan obat, b) tepat kelas terapi obat c) tepat dosis obat, dan d) tepat lama penggunaan obat (Depkes RI, 2006). Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti ingin menggali informasi mengenai tingkat kesalahan swamedikasi di kalangan mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU). 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Apakah terdapat kesalahan pengobatan sendiri di kalangan mahasiswa Universitas Sumatera Utara? b. Apakah terdapat perbedaan proporsi tingkat kesalahan pengobatan sendiri di kalangan mahasiswa Universitas Sumatera Utara berdasarkan fakultas, jenis kelamin, usia, tingkat akademis dan tempat tinggal? 1.3 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: a. Terdapat kesalahan pengobatan sendiri di kalangan mahasiswa Universitas Sumatera Utara. b. Terdapat perbedaan proporsi tingkat kesalahan pengobatan sendiri di kalangan mahasiswa Universitas Sumatera Utara berdasarkan fakultas, jenis kelamin, usia, tingkat akademis dan tempat tinggal. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui tingkat kesalahan pengobatan sendiri di kalangan mahasiswa Universitas Sumatera Utara. b. Untuk mengetahui perbedaan proporsi tingkat kesalahan pengobatan sendiri di kalangan mahasiswa Universitas Sumatera Utara berdasarkan fakultas, jenis kelamin, usia, tingkat akademis dan tempat tinggal. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: a. Dapat memberikan informasi mengenai tingkat kesalahan dalam upaya pengobatan sendiri di kalangan mahasiswa Universitas Sumatera Utara kepada petugas kesehatan, instansi kesehatan ataupun mahasiswa fakultas kesehatan. b. Dapat memberikan informasi kepada petugas apotek untuk meningkatkan pelayanan informasi obat kepada masyarakat yang melakukan upaya pengobatan sendiri langsung di apotek. 1.6 Kerangka Pikir Penelitian Penelitian ini terdiri dari variabel terikat yaitu kesalahan pengobatan sendiri dan variabel bebas yaitu pengetahuan dan sikap pengobatan sendiri serta faktor sosiodemografi responden seperti fakultas, jenis kelamin, usia, tingkat akademis dan tempat tinggal. Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1. Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter Pengetahuan Sikap Faktor Sosiodemografi Kesalahan Pengobatan Sendiri 1. Tepat Golongan Obat 2. Tepat Kelas Terapi Obat 3. Tepat Dosis Obat 4. Tepat Lama Penggunaan Obat Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian