BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nilai Aktiva Bersih

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah merupakan indikator untuk
menentukan harga beli maupun harga jual dari setiap unit penyertaan
reksadana. Perubahan Nilai Aktiva Bersih ini dapat dijadikan sebagai
indikator kinerja suatu reksadana apakah nilainya positif (meningkat) atau
negatif (menurun). Nilai Aktiva Bersih merupakan jumlah aktiva setelah
dikurangi kewajiban – kewajiban yang ada. Besarnya NAB bisa berfluktuasi
setiap hari, tergantung dari perubahan nilai efek dari portofolio.
NAB (Nilai Aktiva Bersih) Reksadana Syariah merupakan salah satu
tolok ukur dalam memantau hasil dari suatu Reksadana Syariah. NAB per
saham/unit penyertaan adalah harga wajar dari portofolio suatu Reksadana
setelah dikurangi biaya operasional kemudian dibagi jumlah saham/unit
penyertaan yang telah beredar (dimiliki investor) pada saat tersebut.
Pada Reksadana untuk mengetahui seberapa besar tingkat pengambilan
investasi reksadana tersebut, investor dapat melihat dan mengamati data-data
historis yang ditampilkan dari masa lalu hingga saat sekarang. Data historis
yang dapat dengan mudah dicermati adalah Net Asset Value (NAV) atau
Nilai Aktiva Bersih (NAB) perunit penyertaan reksadana.
Nilai Aktiva Bersih (NAB) Menurut Heri Sudarsono (2008:218), “nilai
aktiva
bersih
bersangkutan.
berasal
Aktiva
dari
atau
nilai
portofolio
reksadana
yang
kekayaan danareksa dapat berupa kas,
1
Universitas Sumatera Utara
deposito, SBPU, SBI, surat berharga komersial, saham, obligasi, right,
dan efek lainnya. Sementara kewajiban reksadana dapat berupa fee
manajer investasi yang belum dibayar, fee Bank Kustodian yang belum
dibayar, pajak-pajak yang belum dibayar, fee broker yang belum dibayar
serta efek yang belum dilunasi”.
Menurut Undang - Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 pasal 1 ayat
27 mendefiniskan “Reksadana adalah suatu wadah yang dipergunakan untuk
menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan
dalam portofolio efek oleh manajer investasi”. Dengan kata lain, reksadana
merupakan wadah untuk berinvesatasi secara kolektif untuk ditempatkan
dalam portofolio berdasarkan kebijakan investasi yang ditetapkan oleh fund
manajer atau manajer investasi.
Salah satu indikator mengukur tingkat kemajuan pasar modal satu negara
adalah terletak pada tingkat variasi instrument investasi yang tersedia seperti
saham, obligasi, valuta asing, dan sebagainya. Semakin maju pasar modal,
semakin bervariasi instrument yang diperdagangkan di bursa. Ragam
instrument pasar ini akan menentukan tingkat likuiditas pasar dan akan sangat
menentukan pasar modal tersebut diminati investor atau tidak.
Dengan adanya instrument - instrument tersebut, maka bagi dunia usaha
pasar modal merupakan salah satu bentuk yang menarik melalui
kemungkinan penggalangan dana dan memberikan berbagai pilihan kepada
para pemilik dana dalam berinvestasi. Jumlah dan pilihan ini semakin banyak
mulai dari yang relatif tinggi resikonya sampai pada pilihan yang risikonya
2
Universitas Sumatera Utara
rendah. Salah satu instrument untuk berinvestasi yang akhir - akhir ini
populer adalah Reksadana merupakan wadah untuk menghimpun dana dari
pemodal, yang akan diinvestasikan kembali ke dalam portofolio efek, yang
dikelola manger investasi dan harta bersama milik para pemodal itu akan
disimpan dan diadministrasikan oleh bank kustodian.
Reksadana dapat dikategorikan sebagai sarana investasi tidak langsung,
karena investor memberikan dana investasinya kepada manajer investasi
sebagai pihak yang mengelola investasi berbentuk portofolio dan kemudian
diinvestasikan ke dalam pasar modal dan pasar uang. Manajer investasi
sebagai pihak yang mengelola dana harus mendapatkan izin dari Bapepam.
Sedangkan dalam mengelola masalah administrasinya manajer investasi
dibantu oleh bank kustodian. Di Indonesia, reksadana pertama kali muncul
saat pemerintah mendirikan PT. Danareksa pada tahun 1967. Reksadana yang
pertama kali diterbitkan bernama sertifikat Danareksa.
Reksadana syariah tidak jauh berbeda dengan reksadana konvensional.
Perbedaan yang utama yaitu pada ketiadaan unsur riba dan praktek –
praktek tidak halal menurut syariah di dalam portofolionya. Reksadana
syariah merupakan alternatif investasi yang hanya menempatkan dana pada
debitor yang tidak melanggar batasan syariah, dalam fundamental maupun
operasional perusahaan, sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI). Selain itu keseluruhan proses manajemen portofolionya mulai dari
screening (penyaringan saham), valiation (penilaian), strategi hingga
benchmarking harus sesuai dengan prinsip – prinsip syariah. Hal inilah yang
3
Universitas Sumatera Utara
membuat reksadana syariah berbeda dalam hal produk, jasa dan kegiatan
usaha dengan reksadana konvensional.
Di Indonesia mengoptimalkan investasi tidak hanya melalui Reksadana
Konvensional namun bisa pula melalui Reksadana Syariah, perkembangan
reksa dana syariah sebagai wadah investasi di pasar modal, mempunyai
prospek perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah umat islam
yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia merupakan ladang potensial
yang belum tergali secara optimal oleh reksa dana syariah. Selain alasan
itu, keanekaragaman industri dan banyaknya jumlah perusahaan yang telah
dan potensial go public, adalah alasan kuat untuk optimis bahwa Reksadana
syariah akan berkembang dengan baik.
Reksadana syariah mulai berkembang setelah meredup pada Oktober
2008. Pada tahun 2010, NAB reksadana syariah meningkat sebesar 0,30%
sehinga NAB reksadana syariah sebesar Rp. 5,23 triliun. Angka tertingi tahun
2011 NAB tumbuh sebesar Rp. 5,76 triliun yang merupakan NAB terbaik
selama tahun 2008 sampai tahun 2011. Selama tiga tahun terakhir yaitu pada
tahun 2012 dan tahun 2013 perkembangan jumlah reksadana syariah maupun
total NAB reksadana syariah semakin meningkat, yang digambarkan oleh
terdapatnya 65 reksadana syariah dengan total NAB mencapai Rp. 9,4 triliun.
Dan terakhir pada bulan November 2014 ini tercatat 70 reksadana syariah
dengan total NAB mencapai 10,2 triliun. Hal ini menunjukan bahwa ada
peningkatan dari tahun-tahun pada NAB reksadana syariah di Indonesia.
Berikut tabel perkembangan reksadana syariah dan reksadana konvensional :
4
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1
Perkembangan dan Perbandingan Reksadana Syariah dengan
Reksadana Konvensional
Perbandingan Jumlah Unit Reksadana
Tahun
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Unit
Reksadana
Syariah
4
11
17
23
26
36
46
48
50
58
65
70
Unit
Reksadana
Konvensional
131
182
235
311
380
447
531
564
564
596
696
758
793
Reksadana
Total
Persentase
131
186
246
328
403
473
567
610
612
646
754
823
863
0,00%
2,15%
4,47%
5,18%
5,71%
5,50%
6,35%
7,54%
7,84%
7,74%
7,69%
7,90%
8,11%
Perbandingam Nilai Aktiva Bersih (Rp.Miliar)
Reksadana
Syariah
66,94
592,75
559,10
723,40
2.203,09
1.814,80
4.629,22
5.225,78
5.564,79
8.050,07
9.432,19
10.198,79
Reksadana
Konvensional
46.613,83
69.380,06
103.444,25
28.846,63
50.896,68
89.987,54
72.251,01
108.354,13
143.861,59
162.672,10
204.541,97
183.112,33
223.311,44
Reksadana
Total
Persentase
0,00%
46.613,83
69.447,00
104.037,00
29.405,73
51.620,08
92.190,63
74.065,81
112.983,35
149.087,37
168.236,89
212.592,04
192.544,52
233.510,23
0,10%
0,57%
1,90%
1,40%
2,39%
2,45%
4,10%
3,51%
3,31%
3,79%
4,90%
4,37%
Sumber: Bapepam, Statistik Pasar Modal Syariah 2014
Perkembangan reksadana syariah selama ini tidak serta merta menjadikan
posisi reksadana syariah selalu berada dalam kondisi yang aman. Hal ini
dikarenakan kondisi perekonomian, sosial dan politik negara dapat
berubah-ubah, sekecil apapun kebijakan atau perubahan kondisi ekonomi,
sosial dan politik yang terjadi di suatu negara akan memiliki pengaruh
terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah pada saat ini maupun
masa yang akan datang.
Penelitian ini penulis replikasikan dari Penelitian Layaly Rahmah, dalam
penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan Nilai Tukar Rupiah
Terhadap Nilai Aktiva Bersih Danareksa Syariah Berimbang Periode Januari
2008 – Oktober 2010. Yang membedakan penelitian Layaly Rahmah dengan
penulis adalah Layaly Rahmah menggunakan variabel independen yaitu
SBIS, IHSG dan Nilai Tukar Rupiah dan penelitian ini menggunakan periode
5
Universitas Sumatera Utara
Januari 2008 – Oktober 2010 (3 tahun). sedangkan penulis menambahkan
variabel Independen yaitu Inflasi serta periode yang digunakan selama 20112014 (4 tahun).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk membahas
empat faktor yang diduga mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam
mempengaruhi pertumbuhan Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah,
yaitu Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) dan Nilai Tukar Rupiah.
Situasi ekonomi seperti kondisi ekonomi makro yang mempengaruhi
NAB Reksadana Syariah adalah inflasi. inflasi adalah gejala kenaikan
harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Harga suatu
komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi dari pada harga periode
sebelumnya. Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan
inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara
umum naik. Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan
memunculkan inflasi, jika terjadinya hanya sesaat. Karena itu perhitungan
inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan. Sebab dalam
sebulan akan terlihat apakah kenaikan harga bersifat umum dan terusmenerus. Menurut Ali dan Beik (2012), inflasi berpengaruh secara signifikan
dalam jangka pendek dengan korelasi positif terhadap NAB reksadana
syariah. Hal ini terjadi karena ketika inflasi mengalami peningkatan, maka
bank sentral akan merespon dengan menaikkan suku bunga dan bonus
SBIS untuk mengurangi jumlah uang beredar. Kenaikan bonus inilah yang
6
Universitas Sumatera Utara
kemudian menjadi insentif bagi para investor yang menginginkan return
yang tinggi, untuk berinvestasi pada reksadana syariah, sehingga NAB
reksadana
syariah
mengalami peningkatan. Inflasi berpengaruh secara
negatif apabila dilihat dari dampak inflasi yaitu ketika inflasi mengalami
peningkatan maka akan mengurangi konsumsi dan daya beli masyrakat yang
mengakibatkan berkurangnya minat masyarakat untuk menginvestasikan
dananya pada reksadana syariah.
Umumnya suku bunga SBIS berhubungan negatif dengan Nilai Aktiva
Bersih (NAB) reksadana syariah. Bila pemerintah mengumumkan suku bunga
SBIS akan naik maka investor akan menjual unit penyertaannya dan memilih
untuk berinvestasi melalui SBIS. Menurut Virlandana dan Hermana (2005),
hubungan NAB dengan SBIS menunjukkan korelasi kuat negatif. Jadi
jika SBIS menurun maka NAB meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa
NAB merupakan alternatif investasi yang lebih menarik pada saat tingkat
suku bunga bank syariah menurun. Jika tingkat SBIS menurun akan
mempengaruhi iklim investasi di pasar modal dan pasar uang syariah.
Dengan turunnya SBIS, maka investasi akan berpindah ke instrumeninstrumen yang memberikan tingkat keuntungan/bagi hasil yang lebih
tinggi di pasar modal, misalnya reksadana syariah.
IHSG
menjadi
barometer
kesehatan
pasar
modal
yang dapat
menggambarkan kondisi bursa efek. Umumnya IHSG berhubungan negatif
dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana syariah . Peningkatan IHSG
mencerminkan kinerja perusahaan di pasar modal konvensional yang
7
Universitas Sumatera Utara
meningkat sehingga berpotensi untuk memperoleh pendapatan yang lebih
besar. Pendapatan perusahaan yang meningkat akan menyebabkan kenaikan
return bagi para pemegang saham. oleh karena itu masyarakat akan menarik
dananya dari reksadana syariah dan menginvestasikan dananya melalui
perusahaan yang tercatat di dalam IHSG dengan harapan memperoleh return
yang lebih besar, sehingga NAB reksadana syariah akan menurun. Menurut
Layaly Rahmah (2011), Setelah dilakukan penelitian terhadap Nilai Aktiva
Bersih Danareksa Syariah Berimbang menunjukkan bahwa variabel IHSG
menjadi variabel yang paling dominan dan memiliki pengaruh negatif yang
signifikan terhadap NAB Danareksa Syariah, hal ini dikarenakan banyaknya
para pemodal yang portofolio investasinya juga menghasilkan keuntungan
yang cukup tinggi dengan ditunjukkan oleh meningkatnya IHSG.
Perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sangat berpengaruh
terhadap NAB reksadana syariah. Peningkatan nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS menandakan bahwa semakin murah harga rupiah terhadap mata
uang asing khususnya dollar AS sehingga terjadi aliran modal masuk (capital
inflow) ke Indonesia akibat meningkatnya permintaan akan rupiah. Capital
Inflow kemudian akan meningkatkan NAB reksa dana syariah. Menurut Suta
(2000) dalam Rahmi Hifdzia (2012:8), fluktuasi nilai rupiah terhadap mata
uang asing yang stabil sangat mempengaruhi iklim investasi dalam
negeri, khususnya pasar modal. Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap
dollar
misalnya
akan memberikan
dampak terhadap perkembangan
persaingan produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam hal persaingan
8
Universitas Sumatera Utara
harga. Apabila ini terjadi, secara tidak langsung akan memberikan pengaruh
terhadap
neraca
perdagangan
karena
meningkatnya
nilai
ekspor
dibandingkan nilai impor, sebaliknya akan berpengaruh pula kepada
neraca pembayaran Indonesia.
negara
akan berpengaruh
Memburuknya
terhadap
neraca
cadangan
pembayaran
devisa, berkurangnya
cadangan devisa akan mempengaruhi kepercayaan investor terhadap
perekonomian Indonesia, yang selanjutnya menimbulkan dampak negatif
terhadap perdagangan saham di pasar modal. Keadaan ini, bagi investor
asing akan cenderung melakukan penarikan modal. Dalam
hal
ini
menyebabkan menurunnya NAB Reksadana Syariah karena pengelolaan
dana investasi reksadana
yang sebagian
dialokasikan pada saham
mengakibatkan kemungkinan investor yang menginvestasikan dananya
pada reksadana saham akan melakukan penarikan modal sehingga NAB
reksadana pun mengalami penurunan.
Keempat faktor di atas diduga mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah, Sehingga penulis
tertarik ingin melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui keeratan
faktor-faktor di atas melalui penelitian ini yang berjudul:“PENGARUH
INFLASI, SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS),
INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG), DAN NILAI TUKAR
RUPIAH TERHADAP NILAI AKTIVA BERSIH (NAB) REKSADANA
SYARIAH PERIODE 2011 - 2014”.
9
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah diuraikan,
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah Inflasi,
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) dan Nilai Tukar Rupiah berpengaruh secara parsial maupun simultan
terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh Inflasi secara parsial terhadap Nilai Aktiva
Bersih (NAB) Reksadana Syariah.
2. Untuk mengetahui pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
secara parsial terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah.
3. Untuk mengetahui pengaruh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
secara parsial terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah.
4. Untuk mengetahui pengaruh dan Nilai Tukar Rupiah secara parsial
terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah.
5. Untuk mengetahui pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Nilai Tukar Rupiah
secara simultan terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
A. Bagi Penulis
10
Universitas Sumatera Utara
Dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama masa
perkuliahan, khususnya mengenai Akuntansi syariah dan pasar modal
syariah.
B. Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan bagi penelitian
selanjutnya diprogram studi Akuntansi syariah khususnya. mengenai
pengaruh instrumen investasi dalam reksadana syariah di Indonesia
C. Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi sebagai bahan
pertimbangan dalam menginvestasikan dananya, agar risiko investasi
dapat dikurangi dan memaksimalkan laba yang diharapkan.
11
Universitas Sumatera Utara
Download