BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Penelitian Terdahulu
Dari data yang berhasil dihimpun, penelitian terdahulu yang secara spesifik
mengkaji mengenai fenomena anak jalanan, khususnya komunikasi anak jalanan pada
komunitas. Oleh karenanya kajian pustaka dalam penelitian ini adalah penelitian
terdahulu dengan pendekatan studi kasus dan fenomena sosial.
Pertama, penelitian Engkus Kuswarno yang berjudul “Studi tentang
Konstruksi Sosial dan Manajemen Komunikasi Para Pengemis di Kota Bandung”
pada tahun 2004, penelitian tentang Dunia Simbolik Pengemis Kota Bandung : Studi
tentang Konstruksi Sosial dan Manajemen Komunikasi Para Pengemis di Kota
Bandung. Penelitian ini merupakan Disertasi Doktor Ilmu Komunikasi Program
Pascasarjana pada Universitas Padjajaran, Bandung (Mulyana, 2007:87). Pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi, karena dalam penelitian ini peneliti
berupaya untuk menggambarkan fenomena pengemis dari kacamata para pengemis
itu sendiri. Teori yang digunakan ialah Fenomenologi Sosial Alfred Schutz.
Penelitian ini menghasilkan sebuah alternative solusi, yang sebenarnya merupakan
sebuah pandangan subjektif dari peneliti, yang pada dasarnya mengemukakan
kepeduliannya tentang upaya mengangkat harkat para pengemis yang mustadafin
serta menuntut peran yang lebih nyata dari pemerintah dalam memberikan jaminan
sosial dan keamanan bagi warganya. Nampaknya perlu ditambahkan aspek
10
11
kriminalitas pada katagorisasi pengemis melihat kenyataan dilapangan bahwa
disinyalir ada unsure pemaksaan yang bernuansa kriminal dari pihak eksternal
(oknum preman) kepadaa seseorang untuk menjadi pengemis. Selain itu Penelitian ini
hanya fokus kepada pengemis di bandung yang bersifat homogeny dalam latar
belakang budaya yaitu sunda. Peneliti bisa membandingan dengan pengemis dari latar
belakang budaya lainnya. Penelitian ini mempunyai kesamaan dengan penelitian
peneliti,
yaitu
menggunakan
teori
tentang
interaksionisme
simbolik
dan
fenomenologi sosial, namun dalam objek penelitian sedikit berbeda penelitian ini
mengambil objek pengemis, dan peneliti mengambil objek anak jalanan.
Kedua, selain itu penelitian mengenai pendekatan fenomenologi lainnya
seperti Sri Rine Sugiarti, yang berjudul “ Fenomena Komunikasi Sosial pada tradisi
mudik lebaran komunitas pedagang warung tegal di DKI Jakarta” oleh Sri Rine
Sugiarti Pasca Sarjana Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana 2009.
Studi menggunakan tipe penelitian kualitatif dengan paradigma interpretif melalui
pendekatan fenomenologi, mengenai fenomena komunikasi sosial pada tradisi mudik
lebaran komunitas pedagang warung tegal di DKI Jakarta.
Penelitian ini menemukan bahwa ada 4 (empat) perkara yang menjai motif
mengapa begitu besar hasrat dari komunitas pedagang warteg di Jakarta pada tradisi
mudik lebaran, yaitu :
a. Mencari berkah dengan cara sungkem kepada orangtua, bersilaturahmi dengan
sanak saudara di kampung halaman.
12
b. Mengingat kembali aka nasal usul, yaitu kesabaran untuk tidak pernah melupakan
jati dirinya, asal-usulnya, nenek moyangnya, dan kampung halamannya.
c. Sebagai terapi psikologis atau terapi kejiwaan dari penyakit yang diderita manusia
yang sedang mengalami proses modernisasi, dimana manusia ibarat sekrup-sekrup
tanpa jiwa yang terperangkap oleh rutinitas pekerjaan.
d. Sebagai ajang unjuk diri memamerkan kesuksesan setelah merantau ke Jakarta
sebagai pedagang warteg.
Selain itu juga ditemukan pola komunikasi dalam peristiwa mudik lebaran.
Yaitu peristiwa mudik lebaran melibatkan komunikasi sosial sebagai suatu proses
simbolik. Dalam berinteraksi dengan orang lain persepsi seseorang dikomunikasikan
dengan suatu lambing atau simbol, yang maknanya sudah sama-sama disepakati.
Pada komunitas pedagang warteg, komunikasi antara pedagang warteg dengan
sesama pedagang warteg yang lain dan sanak saudaranya serta warga masyarakat di
kampung halaman menggunkan simbol-simbol verbal dan non verbal. Namun
simbol-simbol non verbal tidak mungkin terakomodasi dalam proses komunikasi
yang menggunkan media, karena simbol-simbol serta perasaan hanya bisa terungkap
ketika terjadi komunikasi interpersonal yang bersifat tatap muka. Komunikasi
interpersonal ini berlangsung pada komunitas pedagang warteg setiap mudik lebaran,
dan tahun ketahun seakan tidak lekang oleh berjalannya waktu, sehingga kemudian
membentuk suatu “pola komunikasi”. Jadi, “pola komunikasi” yang berlangsung
pada tradisi mudik lebaran komunitas pedagang warteg adalah komunikasi
interpersonal yang bersifat tatap muka. Pola komunikasi ini dipengaruhi oleh faktor-
13
faktor dari dalam diri individu itu sendiri (internal) maupun faktor yang berasal dari
luar (eksternal). Dimana faktor-faktor itu mempengaruhi kedua belah pihak dengan
muatan berbeda. Menurut saya, dalam penelitian ini dapat dimasukan teori
dramaturgi, karena pada saat pedagang warteg pamer kekayaan di kampung
merupakan penipuan public yang tujuannya untuk aktualisasi diri dan diakui di
kampungnya. Kenyataan belum tentu seperti itu. Penelitian ini mempunyai kesamaan
dengan penelitian peneliti, yaitu menggunakan teori fenomenologi sosial, penelitian
ini juga tidak menggunakan teori interaksionisme simbolik untuk melihat konsep diri
dan motif. Objek penelitian sedikit berbeda penelitian ini mengambil objek pedagang
warteg, dan peneliti mengambil objek anak jalanan
Ketiga, penelitian Atwar Bajari, penelitian yang berjudul “ Makna Peran dan
Perilaku Komunikasi Pada Anak Terpinggirkan (Studi Pada Anak Jalanan). Tujuan
penelitian ini ialah mencoba mengangkat kompleksitas pemaknaan peran oleh anak
jalanan dan perilaku komunikasi yang berlangsung selama mereka melakukan
aktifitas di jalanan. Pembahasan merupakan hasil kajian di dua wilayah (Kota
Cirebon dan Kabupaten Cirebon) sebagai wilayah yang termasuk dalam populasi
anak jalanan yang tinggi di Jawa Barat. Teori menggunakan Interaksionisme
Simbolik, Konsep Diri, The Looking Glass Self, Kostruksi realitas.
Hasil penelitian ini ialah, anak jalanan memaknai peran diri dalam keluarga
dan masyarakat sebagai individu yang mandiri (tanggung jawab pada diri dan
keluarga), otonom (berusaha melepaskan ketergantungan), dan individu yang
berusaha memiliki relasi sosial dalam konteks di jalanan. Konstruksi makna peran
14
diri itu sendiri dibangun secara kreatif dan dinamis di dalam interaksi sosial anak
dengan orang-orang dalam lingkungan jalanan. Hasil interaksi sosial anak-anak
dengan orang-orang dalam lingkungannya membentuk konstruksi makna secara
subjektif dan objektif tentang orang dewasa, aturan dan prinsip-prinsip yang
berkembang dalam konteks anak jalanan ( Atwar Bajari, 2011; 83).
Penelitian ini dapat diperkaya dengan adanya teori fenomenologi sosial, yang
akan membantu memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang yang
berada dalam situasi tertentu. Penelitian ini mempunyai kesamaan dengan penelitian
peneliti, yaitu menggunakan teori tentang interaksionisme simbolik begitu juga
dengan objek penelitian yaitu anak jalanan. Namun, penelitian ini melihat konsep diri
anak jalanan menggunakan teori pengembangan diri (konsep diri) George Herbert
Mead, dan teori the looking glass self Charles H Cooley. Berbeda dengan penelitian
ini yang melihat konsep diri anak jalanan dengan teori interaksionisme simbolik.
Keempat, penelitian Sri Hastuti Susmiati tahun 2010. Penelitian yang
berjudul “ Fenomena Permasalahan Anak di DIY” bertujuan untuk mengetahui
fenomena yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian ditentukan
berdasarkan purposive dengan pertimbangan daerah-daerah yang angka permasalahan
sosial anak tinggi. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, telaah
dokumen dan Focus Group Discution (FGD). Adapun sasaran atau subjek penelitian
adalah sumber-sumber yang dapat memberikan informasi tentang aspek yang akan
diteliti, antara lain dinas sosial terkait, kecamatan dan kelurahan yang menjadi lokasi
penelitian. Teknik analisis data menggunakan teknik Deskriptif Kuantitatif.
15
Ditemukan fenomena anak dalam bentuk penelantaran anak, pencabulan,
penjualan, gizi buruk, kekerasan fisik, penculikan, pernikahan dini, perkosaan,
pencurian, dan keterlibatan anak dalam narkoba. Adapun analisis kritik pada
penelitian ini ialah perlu adanya kategorisasi umur anak yang diteliti apabila
menggunakan kuantitatif. Penelitian ini mempunyai mengangkat permasalahan anak
di DIY secara umum, berbeda dengan penelitian peneliti yang hanya mengangkat
komunikasi sosial yang dilakukan oleh anak jalanan di kota Tangerang.
Kelima, penelitian Eni Maryani penelitian yang berjudul “ Komunikasi Sosial
di Jatinangor. Tujuan penelitian ini ialah mengetahui dinamika sosial masyarakat di
Jatinangor. Studi ini juga bertujuan untuk mengetahui berbagai bentuk komunikasi
sosial yang ada serta isu atau permasalahan utama yang berkembang dan bagaimana
peran komunikasi terkait isu tersebut. Teori yang digunakan komunikasi antarpribadi,
komunikasi kelompok, komunikasi massa, dan interaktif.
Hasil penelitian ini, komunikasi sosial di jatinangor secara umum dapat
dipetakan melalui proses komunikasi yang mendasari interaksi antara tiga kelompok
besar yang ada di Jatinangor yaitu perguruan tinggi, warga asli dan warga pendatang.
Di dalam tiap kelompok terdapat pula kelompol – kelompok yang lebih spesifik dan
memiliki perbedaan satu sama lain (Atwar Bajari , 2011:279).
Penelitian ini dapat di buat spesifik dengan satu permasalahan sosial di
Jatinangor, dan bagaimana penyelesaiannya di dalam hubungan komunikasi. Peneliti
bisa mengambil salah satu masalah yang memang banyak terjadi di daerah tersebut.
Sehingga penelitian ini bisa lebih fokus dan menjadi masukan untuk kemajuan
16
Jatinangor. Penelitian ini mempunyai kesamaan dengan penelitian peneliti, yaitu
membahas tentang komunikasi sosial . namun, kajian yang dibahas itu berbeda,
penelitian ini membahas secara global komunikasi sosial di Jatinangor, dan peneliti
hanya membahas komunikasi sosial anak jalanan di kota Tangerang yang tergabung
dalam komunitas anak langit.
17
Adapun matriks penelitian terdahulu ialah seperti dibawah ini :
No
1
2
Nama Peneliti
dan Judul
Penelitian
Engkus
Kuswarno
tahun 2004
( Dunia
Simbolik
Pengemis Kota
Bandung: studi
tentang
konstruksi sosial
dan manajemen
komunikasi para
pengemis di
Kota Bandung.)
Sri Rine Sugiarti
Tahun 2009
( Fenomena
Komunikasi
Sosial Pada
Tradisi Mudik
Lebaran
Komunitas
Warung Tegal di
Tujuan Penelitian
Teori dan Metode
Penelitian
Hasil Penelitian
Kritik
Untuk
mengetahui Teori :
makna
- Fenomenologi
pengalaman
hidup dari sejumlah
- Interaksionisme
pengemis
di
kota
Simbolik
Bandung, tentang suatu
- Etnometodology
konsep atau gejala, Metode :
dimana di dalamnya
- Pendekatan
termasuk
pandangan
Kualitatif
hidup
dari
para
- Fenomenologi
pengemis tersebut yang
dikenal sebagai konsep
diri (self concept).
Pengunaan simbol
komunikasi pengemis
dengan sesame mereka
dengan calon
dermawannya mencakup
; nada suara, isyarat,
isyarat dan gerakan
tubuh, penampilan, dan
ekspresi wajah.
Penelitian ini hanya
fokus kepada pengemis
di bandung yang
bersifat homogeny
dalam latar belakang
budaya yaitu sunda.
Peneliti bisa
membandingan dengan
pengemis dari latar
belakang budaya
lainnya.
a.mengungkapkan motif Teori :
yang menjadi latar
- Fenomenologi
belakang tradisi mudik Metode :
lebaran pada komunitas
- Pendekatan
pedagang warteg di
Kualitatif
DKI Jakarta
- Fenomenologi
b.Mendapatkan
informasi
yang
komprehensif mengenai
a. Motif pedagang warteg
pulang mudik lebaran
yaitu mencari berkah,
mengingat kembali asal
usul, sebagai terapi
psikologis, sebagai ajang
unjuk diri pamer
kesuksesan setelah
merantau ke Jakarta.
Kelemahan penelitian
ini hanya fokus kepada
teori fenomenologi.
Namun, penelitian ini
dapat diperkaya dengan
teori interaksionisme
simbolik dan
dramartugi.
18
3
DKI Jakarta
(Studi
Fenomenologis)
pola
komunikasi
berlangsung
diantara
sesame
pedagang
warteg , sanak keluarga,
serta dengan warga
masyarakat pada saat
mudik lebaran.
Atwar Bajari,
( Makna Peran
dan Perilaku
Komunikasi
Pada Anak
Terpinggirkan
(Studi Pada
Anak Jalanan)
Ingin mencoba
mengangkat
kompleksitas
pemaknaan peran oleh
anak jalanan dan
perilaku komunikasi
yang berlangsung
selama mereka
melakukan aktifitas di
jalanan. Pembahasan
merupakan hasil kajian
di dua wilayah (Kota
Cirebon dan Kabupaten
Cirebon) sebagai
wilayah yang termasuk
dalam populasi anak
jalanan yang tinggi di
Jawa Barat.
b. Faktor-Faktor yang
mempengaruhi pola
komunikasi yaitu faktorfaktor pribadi, sosial,
budaya.
c. Peristiwa mudik
lebaran melibatkan
komunikasi sosial yang
bersifat simbolik.
Hasil penelitian ini ialah,
Teori :
anak jalanan memaknai
- Interaksionisme
peran diri dalam keluarga
Simbolik
dan masyarakat sebagai
- Konsep Diri
individu yang mandiri
- The Looking
(tanggung jawab pada
Glass Self
diri dan keluarga),
- Kostruksi realitas. otonom (berusaha
Metode :
melepaskan
- Penelitian
ketergantungan), dan
Kualitatif
individu yang berusaha
- Interaksi
memiliki relasi sosial
Simbolik
dalam konteks di jalanan.
Konstruksi makna peran
diri itu sendiri dibangun
secara kreatif dan
dinamis di dalam
interaksi sosial anak
dengan orang-orang
dalam lingkungan
Penelitian ini dapat diperkaya
adanya
teori
dengan
fenomenologi sosial, yang akan
membantu memahami arti
peristiwa
dan
kaitannya
terhadap orang-orang yang
berada dalam situasi tertentu.
19
4
Sri Hastuti
Susmiati, tahun
2010
(Fenomena
Permasalahan
Anak di Daerah
Istimewa
Yogyakarta)
Ingin mengetahui
Metode :
fenomena permasalahan
- Penelitian
anak yang terjadi di
Kuantitatif
Daerah Istimewa
Yogyakarta.
5
Eni Maryani
(Komunikasi
Sosial di
Jatinangor)
Ingin mengetahui
Teori :
dinamika sosial
- Komunikasi
masyarakat di
antarpribadi
Jatinangor. Studi ini
- Komunikasi
juga bertujuan untuk
kelompok
mengetahui berbagai
- Komunikasi
bentuk komunikasi
massa
sosial yang ada serta isu
jalanan. Hasil interaksi
sosial anak-anak dengan
orang-orang dalam
lingkungannya
membentuk konstruksi
makna secara subjektif
dan objektif tentang
orang dewasa, aturan dan
prinsip-prinsip yang
berkembang dalam
konteks anak jalanan
Ditemukan fenomena
anak dalam bentuk
penelantaran anak,
pencabulan, penjualan,
gizi buruk, kekerasan
fisik, penculikan,
pernikahan dini,
perkosaan, pencurian,
dan keterlibatan anak
dalam narkoba.
Hasil penelitian ini,
komunikasi sosial di
jatinangor secara umum
dapat dipetakan melalui
proses komunikasi yang
mendasari
interaksi
antara tiga kelompok
besar yang ada di
Penelitian ini bisa di buat
spesifik katagorisasi
kategorisasi umur anak yang
diteliti apabila menggunakan
kuantitatif. Sehingga dapat
melihat juga psikologis anak
dari umur anak tsb.
Penelitian ini dapat di buat
spesifik
dengan
satu
permasalahan
sosial
di
Jatinangor, dan bagaimana
penyelesaiannya di dalam
hubungan komunikasi. Peneliti
bisa mengambil salah satu
masalah yang memang banyak
20
atau permasalahan
utama yang
berkembang dan
bagaimana peran
komunikasi terkait isu
tersebut
Metode :
- Penelitian
Kualitatif
- Survey
Jatinangor
yaitu
perguruan tinggi, warga
asli
dan
warga
pendatang. Di dalam tiap
kelompok terdapat pula
kelompol – kelompok
yang lebih spesifik dan
memiliki perbedaan satu
sama lain.
Tabel 2.1 Beberapa Hasil Penelitian Terdahulu
terjadi di daerah tersebut.
Sehingga penelitian ini bisa
lebih fokus dan menjadi
masukan untuk
kemajuan
Jatinangor.
21
2.1.2 Kajian Teoritis
2.1.2.1 Komunikasi Antar Pribadi
Berkomunikasi
antarpribadi,
atau
secara
ringkas
berkomunikasi,
merupakankeharusan bagi manusia. Manusia membutuhkan dan senantiasa berusaha
membuka sertamenjalain komunikasi atau hubungan dengan sesamanya. Selain itu,
ada sejumlah kebutuhandi dalam diri manusia yang hanya dapat dipuaskan lewat
komunikasi dengan sesamanya. Secara umum komunikasi antar pribadi dapat
diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna nataraorang-orang yang saling
berkomunikasi. Komunikasi terjadi secara tatap muka (face to face)antara dua
individu. Memahami komuniaksi dan hubungan antar pribadi dari sudut pandang
individu adalah menempatkan pemahaman mengenai komunikasi di dalam proses
psikologis.Proses psikologis merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam
komunikasi antar pribadi.Hal ini terjadi karena dalam komunikasi antar pribadi
mencoba meninterpresetasikan makna yang menyangkut diri sendiri, diri orang lain
dan hubungan yang terjadi kesemuanya terjadi melalui sutu proses pikir yang
melibatkan penarikan kesimpulan. Komunikasi antar pribadi merupakan proses
komunikasi yang terjadi antar individu ataupun antar perorangan dan bersifat pribadi
baik yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan-kegiatan seperti
percakapan tatap muka (face to face communication), contohnya : percakapan melalui
telepon, suratmenyurat pribadi. Johnson (1981) menunjukkan beberapa peranan yang
disumbangkan oleh komunikasi antarpribadi dalam rangka menciptakan kebahagian
hidup manusia, yaitu antara lain :
22
1.Komuniaksi antarpribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial.
2. Indentitas atau jati-diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang
lain.
3.Dalam rangka memahami realitas di sekeliling kita serta menguji kebenaran kesankesan dan pengertian yang miliki tentang dunia di sekitar, perlu membandingkannya
dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain tentang realitas yang sama.
4.Kesehatan mental sebagian besar juga ditentukan oleh kualitaas komunikasi atau
hubungan dengan orang lain, lebih-lebih orang-orang yang merupakan tokoh-tokoh
signifikan (significant figures) dalam hidup.
Komunikasi antarpribadi untuk mampu memulai, mengembangkan dan
memeilhara komunikasi yang akrab, hangat dan produktif dengan orang lain, perlu
memiliki sejumlah keterampilan dasar komunikasi. Menurut Johnson (1981), beberpa
keterampilan dasar yang dimaksudkan adalah sebagai berikut :
1.Harus
mampu
saling
memahami.
Secara
rinci,
kemampuan
ini
mencakup beberapa subkemampuan, yaitu sikap percaya, pembukaan diri, keinsafan
diri dan penerimaan diri (Johnson, 1981).
2.Harus mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara tepat dan jelas.
3.Harus mampu saling menerima dan saling memberikan dukungan atau saling
menolong.
4.Harus mampu memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah antarpribadi lain
yang mungkin muncul dalam komunikasi dengan orang lain, melalui cara-cara yang
23
konstruktif. Artinya, dengan cara-cara yang semakin mendekatkan dengan lawaan
komunikasi dan menjadikan komunikasi itu semakin tumbuh dan berkembang.
Dalam ruang lingkup sederhana, manusia membutuhkan manusia lainnya,
maka untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan bentuk komunikasi efektif.
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak akan bisa lepas dari manusia lainnya,
komunitas dan lingkungan tempat dia berdiri. Untuk bisa bersinergi dengan tiga hal
diatas maka, diperlukan sebuah proses komunikasi.
2.1.2.2 Teori Looking Glass Self
Teori The Looking Glass Self dikembangkan oleh Cooley, menurut Cooley
individu ada atau eksis berkat proses berlanjut hidup secara biologis dan sosial.
Sebaliknya masyarakat sangat bergantung kepada individu karena individu
menyumbangkan sesuatu kepada kehidupan bersama. Hubungan antar individu
dengan masyarakat menurut Cooley, bukanlah dua realitas yang berdiri secara
terpisah, melainkan dua sisi atau segi dari realitas yang satu dan sama. Realitas
tunggal adalah hidup manusia. Analisis tersebut masuk kedalam konsep Cooley
tentang “ Diri Cerminan Orang Lain”. Tiga unsur Looking Glass Self, Cooley
menjelaskan makna yang dibangun anak jalanan dan lingkungan manakala mereka
berada dalam “dunia interaksi” dan “dunia komunikasi” mereka.
Ketiga konsep tersebut, yakni satu bayangan mengenai bagaimana orang lain
melihat diri anak jalanan, kedua bayangan mengenai pendapat yang dipunyai anak
jalanan mengenai dirinya, dan ketiga peran diri yang bersifat positif dan negatif
24
sehubungan dengan peran-peran yang berlangsung dalam proses sosial mereka
selama berada di jalanan. ( Atwar Bajari , 2011:90 )
Ada tiga langkah dalam proses pembentukan cermin diri :
1) Imajinasi tentang pandangan orang lain terhadap diri seseorang, seperti bagaimana
pakaian atau tingkah lakunya di mata orang lain.
2) Imajinasi terhadap penilaian orang lain tentang apa yang terdapat pada diri masingmasing orang. Misalnya, pakaian yang dipakai.
3) Perasaan seseorang tentang penilaian-penilaian itu, seperti bangga, kecewa,
gembira, atau rendah diri.
2.1.2.2 Teori Interaksi Simbolik
Interaksionisme Simbolik merupakan sebuah cara berpikir mengenai pikiran,
diri sendiri, dan masyarakat. George HerbertMead dala, Littlejohn (2009:121)
dianggap sebagai pengagas interaksionisme simbolik. Meskipun Mead dalam West
and Turner (2007:96), sangat sedikit melakukan publikasi selama karir akademisnya,
namun pemikirannya yang tertuang dalam “ Mind, Self and Society ” diterbitkan
pada tahun 1934 menyatakan tentang dasar dari teori interaksi simbolik. Menurut
Littlejohn (2009:121) dengan interaksi simbolik mengajarkan bahwa manusia
berinteraksi satu sama lain sepanjang waktu, mereka berbagi pengertian untuk istilahistilah dan tindakan-tindakan tertentu dan memahami kejadian tertentu dalam caracara tertentu pula di masyarakat. Sebenarnya, sebuah hasil penting dari interaksi
adalah sebuah gagasan khusus mengenai diri sendiri. Komunikasi sangat penting dari
25
awal karena anak-anak bersosialisasi melalui interaksi dengan orang lain dalam
lingkungan di sekitar mereka.
Johnson (1995:144) dalam arena, Michael P, dan Arrigo, Bruce A (2004:16)
mengatakan bahwa :
Symbolic interactiosm is define as the way in wich we use an, interpert
symbols not merely to communicate with one anothe but to create and
maintain impressions of ourselves, to forge a sense of self and to create and
sustain what we experience as the reality of a particular social situation.
Yaitu bahwa interaksi simbolik di definisikan sebagai cara dimana kita
menggunakan
dan
menginterpretasikan
simbol
yang
tidak
hanya
untuk
berkomunikasi dengan orang lain, namun untuk menciptakan dan menjaga kesan diri
kita, untuk membentuk rasa diri, dan untuk menciptakan dan mempertahankan yang
kita alami sebagai realitas dalam situasi sosial tertentu.
Herbert Blumer (1998:2) juga menjelaskan dalam bukunya bahwa :
Symbolic interactionism rests in the last analysis on three simple premises.
The first premise is that human being act toward things on the basic of the
meanings that the things have for them. The second premise is that the
meaning suh thingsis derived from or arises out of , the social interaction that
one has with one’s fellows. The third premise is that these means are handled
in, and modified through, an interpretive process used by the person in
dealing with the things he encounters.
Yang dalam terjemahan bebasnya adalah bahwa interaksi simbolik
mempunyai analisis akhir dari tiga premis sederhana. Premis pertama bahwa manusia
bertindak untuk mencapai sesuatu didasarkan pada arti bahwa sesuatu terseut
merupakan hak mereka. Premis kedua bahwa makna dari sesuatu tersebut merupakan
hak mereka. Premis kedua bahwa makna dari sesuatu tersebut berasal dari atau timbul
26
dari interaksi sosial yang dimiliki seseorang dengan pengikutnya. Premis ketiga
adalah bahwa makna tersebut dibawa dalam dan dimodifikasi melalui sebuah proses
interpretasi yang digunakan oleh orang dalam berhubungan dengan hal-hal yang
ditemukan.
Teori ini menekankan pada hubungan antara simbol dan interaksi. Ralph Larosa dan
Donald C. Reitzes (1993 : 136) yang dikutip oleh Richard West dan Lynn H. Turner
(2008 : 96) mengatakan bahwa interaksi simbolik adalah “pada intinya, sebuah
kerangka referensi untuk memahami bagaimana manusia, bersama dengan orang
lainnya, menciptakan dunia simbolik, dan bagaimana dunia ini, sebaliknya
membentuk prilaku manusia”
George Herbert Mead (1934) dalam bukunya yang berjudul Mind, Self, and Society
yang dikutip dalam oleh Steven E. Beebe, Susan J. Beebe, dan Mark V. Redmont
dalam Interpersonal Communication Relating to Others (2008:40) bahwa Teori
interaksi simbolik bedasarkan pada asumsi bahwa kita masing-masing membuat
penilaian terhadap dunia berdasarkan pada interaksi kita dengan orang lain. Kita
menginterpretasikan apa dasar sebuah kata atau simbol diartikan, dalam bagian, pada
bagaimana orang lain bereaksi terhadap penggunaan kata atau simbol kita. Meskipun
pengertian kita pada siapa diri kita (konsep diri) dipengaruhi oleh apa yang dikatakan
orang lain siapa kita. Inti untuk mengetahui tentang diri sendiri adalah mengetahui
pentingnya orang lain dalam membentuk pengertian diri kita sendiri. Teori interaksi
simbolik mempunyai pengaruh utama pada teori komunikasi dikarenakan cara yang
27
mudah menyerap pada komunikasi kita dengan orang lain mempengaruhi prilaku,
kepercayaan, nilai-nilai, dan konsep diri.
Gorge Herbert Mead dalam Beebe dan Redmond (2008:40) dikenal dengan
pengembangan teori interaksi simbolik, meskipun Mead tidak menulis secara khusus
tentang teorinya, 1. Dari muridnya, Herbert Blumer, menciptakan bentuk interaksi
simbolik
yang
menggambarkan
proses
interaksi
kita
dengan
orang
lain
mempengaruhi pemikiran kita tentang orang lain, pengalaman hidup kita, dan diri kita
sendiri. Mead percaya bahwa kita tidak dapat mempunyai konsep diri dari identitas
diri kita sendiri tanpa berinteraksi dengan orang lain. dalam West and Turner
(2007:56) dikatakan bahwa Mead dan pengikutnya menggunakan sejumlah konsep
untuk memperluas makna yang timbul melalui interaksi dalam sebuah komunitas.
Sebagai contoh Mead mengatakan bahwa :
Other important concepts within symbolic interactionism are sign other, the
generalized other, and role taking, these concepts are woven together in
symbolic interactionism to provide acomplex picture of interplay of individual
perception and psychology; simbolic communication, and society norms and
beliefs in the sosial construction of society.
Yang dalam terjemahan bebasnya adalah bahwa konsep penting lain dalam
interaksi simbolik adalah significant other (orang yang paling berpengaruh dalam
hidup kita), generalized other (konsep anda mengenai bagaimana orang menerima
anda), and role taking (model peilaku setelah perilaku orang lain).
Ralph Larossa dan Donald C Reitzes (1993) seperti dituliskan kembali oleh
Richard West dan Lynn H. Turner (2008:98) telah mempelajari teori interaksi
simbolik yang berhubungan dengan kajian mengenai keluarga. Mereka mengatakan
28
bahwa tujuan asumsi mendasari interaksi simbolik dan bahwa asumsi – asumsi ini
memperlihatkan tiga tema besa :
1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia
Teoi interaksi simbolik berpegang bahwa individu membentuk makna
melalui proses komunikasi karena tidak bersifat intristik terhadap apapun.
Dibutuhkan konstruksi interpretif diantara orang-orang untuk menciptakan
makna. Bahkan, tujuan dari interaksi, menurut interaksi simbolik adalah
untuk menciptakan makna yang sama. Hal ini penting karena tanpa makna
yang sama berkomunikasi akan menjadi sulit, atau bahkan tidak mungkin.
2. Pentingnya konsep mengenai diri
Tema ini memiliki dua asumsi , menurut Larossa dan Reitzes (1993) :
o Individu- individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi
dengan orang lain.
o Konsep diri memberikan motivasi yang penting untuk perilaku.
3. Hubungan antara individu dengan masyarakat
Tema yang berakhir berkaitan dengan hubungan antara kebebasan
individu dan batasan sosial. Mead dan Blumer mengambil posisi di tengah
untuk pertanyaan ini. Mereka mencoba untuk menjelaskan baik mengenai
keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi-asumsi yang
berkaitan dengan tema ini adalah sebagai berikut :
- Orang dan kelompok dipengaruhi proses budaya dan sosial
29
- Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial
Manford Kuhn dalam Littlejohn (2009:121-122) mengatakan bahwa pelaku
komunikasi tidak hanya berinteraksi dengan orang lain dan dengan objek – objek
sosial; mereka juga berkomunikasi dengandiri mereka sendiri. Para pelaku
komunikasi melakukan percakapan sendiri sebagai bagian dari proses interaksi,
kita berbicara pada diri kita sendiri dan memiliki percakapan dalam pikiran kita
untuk membedakan benda dan manusia. Ketika mengambil keputusan mengenai
bagaimana bertindak terhadap suatu objek sosial, kita menciptakanapa yang
disebut Kuhn sebagai rencana tindakan yang dipandu oleh sikap atau pernyataan
verbal yang menunjukan nila-nilai terhadap tindakan yang diarahkan.
Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide mengenai diri dan hubungannya
dengan masyarakat. karena ide ini dapat diinterpretasikan secara luas. Teori interaksi
simbolik berpegang bahwa individu membentuk makna melalui proses komunikasi
karena makna tidak bersifat interistik terhadap apa pun. Dibutuhkan konstruksi
interpretif di antara orang-orang untuk menciptakan makna. Bahkan, tujuan, dari
interaksi, adalah untuk menciptakan makna yang sama. Hal ini penting karena tanpa
makna yang sama berkomunikasi akan menjadi sangat sulit, atau bahkan tidak
mungkin. Menurut LaRossa dan Reitzes, Interaksi Simbolik mempunyai tiga asumsi
yang diambil dari karya Herbert Blumer (1969).
Asumsi – asumsi ini adalah sebagai berikut :
a. Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan
orang lain pada mereka.
30
b. Makna diciptakan dalam interaksi antarmanusia.
c. Makna di modifikasi melalui proses interpretif. ( Richard West, 2008 : 98-99)
Teori interaksi simbolik menyediakan pandangan yang menonjol mengenai
perilaku komunikasi antarmanusia dalam konteks yang sangat luas dan bervariasi.
Teori ini dikembangkan dengan baik, mulai dari peranan diri dan kemudian
berkembang pada pelajaran mengenai diri dalam masyarakat.
Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan
aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organism yang memiliki dorongan untuk
berkembang yang pada akhirnya menyebabkan dia sadar akan keberadaan dirinya.
Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep
diri individu yang bersangkutan.
Perasaan individu bahwa dia tidak mempunyai kemampuan yang dia miliki,
padahal segala keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang
kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan individu memandang sseluruh
tugas sebagai suatu hal yang sulit untuk diselesaikan.
Sebaliknya pandangan positif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki
mengakibatkan seorang individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang
mudah untuk diselesaikan. Konsep diri terentuk dan dapat berubah karena interaksi
dengan lingkungan.
Menurut Jalalaudin Rakhmat dalam Psikologi Komunikasi, bahwa “konsep
diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian kamu tentang diri
31
kamu.” Jadi, konsep diri meliputi apa yang kamu pikirkan dan apa yang anda rasakan
tentang diri anda. ( Jalaludin Rakhmat dalam Psikologi Komunikasi :100)
Dalam psikologi sosial konsep diri memiliki dua komponen, yaitu : “
Komponen kognitif disebut citra diri (self image) dan komponen efektif disebut harga
diri (self esteem). Keduanya, menurut William D Brooks dan Philip Emmert,
berpengaruh besar pola komunikasi interpersonal.
Menurut Larossa dan Reitzes (1993), ada dua asumsi untuk konsep diri :
-
Individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain.
Asumsi ini menyatakan bahwa kita membangun perasaan akan diri (sense of
self) tidak selamanya melalui kontak dengan orang lain. Orang-orang tidak
lahir dengan konsep diri , mereka belajar tentang diri mereka melalui
interaksi.
-
Konsep diri memberikan motif penting untuk perilaku. Pemikiran bahwa
keyakinan, nilai, perasaan, penilaian-penilaian mengenai dii mempengaruhi
perilaku adalah sebuah prinsip penting. Mead berpendapat bahwa karena
manusia memiliki diri, mereka memiliki mekanisme untuk berinteraksi
dengan dirinya sendiri. Mekanisme ini digunakan untuk menuntun perilaku
dan sikap.
32
Bagan 2.1 Interaksi Sosial
Keluarga
Anda
Teman
Kerabat
2.1.2.3 Teori Kognitif Jean Piaget
Teori perkembangan kognitif piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan
bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadiankejadian disekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objekobjek, seperti mainan, perabot, dan makanan, serta objek-objek social seperti diri,
orang tua dan teman.
Pada pandangan piaget (1952), kemampuan atau perkembangan kognitif
adalah hasil dari hubungan perkembangan otak dan system nervous dan pengalamanpengalaman yang membantu individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
Piaget (1964) berpendapat, karena manusia secara genetik sama dan
mempunyai pengalaman yang hampir sama, mereka dapat diharapkan untuk sungguh-
33
sungguh memperlihatkan keseragaman dalam perkembangan kognitif mereka. Oleh
karena itu, dia mengembangkan empat tahap tingkatan perkembangan kognitif yang
akan terjadi selama masa kanak-kanak sampai remaja, yaitu sensori motor (0-2 tahun)
dan praoperasional (2-7 tahun). Yang akan kita bicarakan untuk masa kanak-kanak
adalah dua tahap ini lebih dahulu, sedangkan dua tahap yang lain, yaitu operasional
konkret (7-11 tahun) dan operasional formal (11-dewasa), akan kita bicarakan pada
masa awal pubertas dan masa remaja.
Dalam teori perkembangan kognitif Piaget, masa remaja adalah tahap transisi
dari penggunaan berpikir konkret secara operasional ke berpikir formal secara
operasional. Remaja mulai menyadari batasan-batasan pikiran mereka. Mereka
berusaha dengan konsep-konsep yang jauh dari pengalaman mereka sendiri. Inhelder
dan Piaget (1978) mengakui bahwa perubahan otak pada pubertas mungkin
diperlukan untuk kemajuan kognitif remaja.
Menurut Jean Piaget, perkembangan manusia melalui empat tahap
perkembangan kognitif dari lahir sampai dewasa. Setiap tahap ditandai dengan
munculnya kemampuan intelektual baru di mana manusia mulai mengerti dunia yang
bertambah kompleks.
Bagan 2.2 Tahapan Kognitif Piaget
Tahap-Tahap
Sensori-motorik
Umur
0-2 tahun
Kemampuan
Menunjuk pada konsep permanensi objek,
yaitu kecakapan psikis untuk mengerti
bahwa suatu objek masih tetap ada.
34
Meskipun pada waktu itu tidak tampak
oleh kita dan tidak bersangkutan dengan
aktivitas pada waktu itu. Tetapi, pada
stadium
ini
permanen
objek
belum
sempurna.
Praoperasional
2-7 tahun
Perkembangan kemampuan menggunakan
simbol-simbol
yang
menggambarkan
objek yang ada di sekitarnya. Berpikir
masih egosentris dan berpusat.
Operasional
7-11 tahun
Mampu berpikir logis. Mampu konkret
memperhatikan lebih dari satu dimensi
sekaligus dan juga dapat menghubungkan
dimensi ini satu sama lain. Kurang
egosentris. Belum bisa berpikir abstrak.
Operasional
11tahun-
Mampu
formal
dewasa
menganalisis masalah secara ilmiah dan
berpikir
abstrak
dan
dapat
kemudian menyelesaikan masalah.
2.2 Kerangka Pemikiran
Pemaknaan realitas dan realitas sosial terbentuk berdasarkan pengalaman dan
komunikasi yang dilakukan setiap harinya dipengaruhi oleh lingkungan. Semakin
banyak pesan yang diterima dan dilakukan secara terus menerus maka dianggap suatu
kebenaran atau suatu realitas yang nyata. Pembentukan pemahaman realitas sosial
dan realitas sosial itu sendiri diambil dari teks-teks kemudian di interpretasikan
berdasarkan pengalaman-pengalaman yang dilakukan kesehariannya maka akan
menimbulkan makna-makna yang tertuang dalam simbol. Sehingga dapat membentuk
35
sebuah keyakinan yang terbungkus dalam ideology yang ada dalam identifikasi diri “
self “ yang menyebabkan seseorang atau masyarakat melakukan tindakan atau
perilaku.
Pemaknaan realitas atau fenomena sosial di jalanan cenderung di anggap
negatif bagi sebagian masyarakat melihat dari teori Looking Glass Self Cooley
bahwa anak jalanan sudah terkonsep dengan image yang buruk, sehingga itu
merugikan bagi anak jalanan tersebut. Kenyataanya mungkin belum tentu, semua
anak jalanan itu bertindak negatif. Tidak sedikit anak jalanan dapat berkarya dijalan,
dan mereka menjadi sukses dengan caranya. Namun tetap saja, anak jalanan wajib di
lindungi oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga komunikasi sosial yang mereka
jalankan mempunyai bentuk yang positif dan berguna bagi sosial.
Mengetahui konsep diri dengan teori Interaksionisme Simbolik. Teori
Interaksi Simbolik menyediakan pandangan yang menonjol tentang perilaku
komunikasi antarmanusia dalam konteks yang sangat luas dan bervariasi. Teori ini
dikembangkan dengan baik, mulai dari peranan diri dan kemudian berkembang pada
pelajaran mengenai diri dalam masyarakat. Jallaludin Rakhmat berpendapat bahwa
“konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian kamu
tentang diri kamu.” Jadi, konsep diri meliputi apa yang kamu pikirkan dan apa yang
anda rasakan tentang diri anda. Dengan adanya beberapa teori ini penulis mengetahui
bagaimana motif dan pola komunikasi anak jalanan di dalam Komunitas Anak Langit
Tangerang.
36
Bagan Kerangka Pemikiran
Komunikasi
dengan
Keluarga
Komunikasi
dengan
Komunitas
Anak Jalanan :
a.
Latar Belakang (Motif)
- Keluarga
- Ekonomi
- Lingkungan
b. Konsep Diri
- Positif
- Negatif
c. Kegiatan Komunitas
Komunikasi
dengan
Kerabat
Komunikasi
dengan
Masyarakat
Teori Looking Glass
Self ( Cooley )
Teori Interaksi
Simbolik (Herbert
Blumer)
Konsep Diri Anak
Jalanan
Download