Journal Of Economic Management & Business - Vol. 14, 4, Oktober 2013 JOURNAL OF ECONOMIC MANAGEMENT & No. BUSINESS Volume 14, Nomor 4, Oktober 2013 ISSN: 1412 – 968X Hal. 397-408 KESEIMBANGAN INVESTASI JANGKA PANJANG DI INDONESIA IRFAN Dosen pada Fakultas Ekonomi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe Investment is an important component of economic growth. Although the contribution of investment in Indonesia is relatively small, but the investment still has an important role in the determination of aggregate demand. This is due to the relatively unstable tends investment when compared with consumption expenditures so that fluctuations can cause recession dams investment boom in the economy. In addition it is very important for the growth of investment capital stock and labor productivity in order to improve the welfare of society. This research tries to make a model to analyze the long -term investment balance by incorporating a variety of variables which theoretically is presumably a strong influence interest rates, and government spending by using vector error correction model (VECM). This results in an equilibrium form of independent variables with the dependent variable, both in the long term and short term. The analysis shows that the variable interest rates and government spending toward investments have a significant relationship in the long run. Although low value, based on the results of this study suggested that any deregulation policy and the government, the most important is the implementation on the ground. Taking into account various factors, economic and non-economic, investment climate in Indonesia is very potential to be recognized, but also vulnerable. Some of the contributing factors, such as the provision of infrastructure through public private partnership model, look for sources of financing other than borrowing, consistent stabilization policy and foster trust, both from the public and private foreign and domestic investors. Keywords : investment, government spending, interest rates, VECM 397 398 IRFAN Latar Belakang Investasi merupakan komponen dari permintaan agregat kedua terbesar setelah konsumsi, namun relatif susah untuk di perhitungkan karena bersifat volatile atau lebih tidak setabil bila dibandingkan dengan konsumsi swasta. Resesi ataupun boom dalam perekonomian bisa terjadi akibat perilaku investasi. Terlebih lagi, investasi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi serta perbaikan dari produktivitas kerja. Tanpa investasi maka tidak akan ada ekspansi usaha. Turunnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia terutama disebabkan oleh turunnya pengeluaran untuk investasi. Oleh karena itu, perilaku investasi penting untuk di ketahui guna merumuskan kebijakan stabilisasi dalam usaha meminimalkan pengaruh buruk fluktuasi investasi terhadap perekonomian. Beberapa faktor nonekonomi dipercaya sangat berpengaruh terhadap penanaman investasi. Tingginya faktor risiko dan ketidakpastian hukum di Indonesia serta kurangnya infrastruktur pendukung menyebabkan investor enggan untuk berinvestasi di Indonesia. Birokrasi dan administrasi yang terkesan berbelit dan tidak mampu menjamin keamanan investasi menjadi masalah tersendiri. Dari sisi regulasi pemerintah Indonesia telah memiliki undang-undang tentang investasi, namun itu belum cukup untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia mengingat ada sejumlah regulasi harus diperbaiki, seperti UU perpajakan, dan UU perburuhan. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan fiskal pemerintah. Dalam kasus Indonesia, kebijakan fiskal mempunyai kendala (constraint), terutama berasal dari stok utang yang sangat besar maka secara tidak langsung akan berdampak pada kenaikan tingkat suku bunga yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat investasi yang disebut dengan Crowding-Out Effect sehingga mempersempit perkembangan sektor investasi di Indonesia. Namun jika pengeluaran pemerintah dapat membantu peningkatan perekonomian nasional maka investor akan menjadi optimis mengambil keputusan untuk berinvestasi di Indonesia maka ini dapat disebut dengan Crowding-In Effect. Melihat kondisi Indonesia yang sedemikian rupa maka peningkatan modal sangat berperan penting untuk meningkatkan perekonomian, oleh karena itu pemerintah dan swasta berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penghimpunan dana yang diarahkan pada kegiatan ekonomi produktif yaitu dengan menggenjot investasi, baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal luar negeri serta peningkatan volume perdagangan luar negeri melalui ekspor guna menambah cadangan devisa. Kemudian untuk mencapai tujuan tersebut, maka perlu dijabarkan dalam variabel-variabel ekonomi yang meliputi penciptaan kesempatan kerja, peningkatan investasi dan menekan laju inflasi. Ketiga tujuan ekonomi tersebut merupakan sarana dari kebijakan-kebijakan ekonomi yang dilakukan pemerintah. Ketiga sasaran kebijakan ekonomi tersebut kadang satu dengan yang lainnya saling bertentangan (trade-off), dalam arti jika diterapkan suatu kebijakan ekonomi untuk mencapai salah satu sasaran, maka akibat kebijaksanaan tersebut justru menjauhkan dari sasaran yang lainnya. Kebijakan moneter merupakan salah satu kebijaksanaan Bank Sentral yang dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi. Apabila Bank Sentral memandang bahwa tujuan pembangunan ekonomi tidak seperti yang diharapkan, misal adanya pengangguran yang cukup tinggi, inflasi atau defisit dalam neraca pembayaran, maka perlu adanya tindakan stabilisasi untuk menghilangkan dan mengurangi pengangguran, menekan inflasi dan defisit neraca pembayaran. Salah satu alat kebijakan ekonomi adalah easy money policy, yang diharapkan dapat menciptakan kemudahan dalam memperoleh kredit perbankan untuk investasi. Kemudian yang diciptakan ini akan berakibat pada meningkatnya permintaan barang-barang investasi dan juga barang-barang konsumsi. Meningkatnya permintaan ini akan mengakibatkan kecendrungan kenaikan harga-harga umum atau mengakibatkan adanya inflasi. Demikian pula sebaliknya, kebijakan untuk menekan laju inflasi dapat mengakibatkan terlambatnya laju pertumbuhan, dengan menerapkan kebijakan uang ketat (crowding out). Kebijakan uang ketat ini akan ditandai dengan meningkatnya suku bunga perbankan yang cukup tinggi. Tingkat suku bunga Journal Of Economic Management & Business - Vol. 14, No. 4, Oktober 2013 yang cukup tinggi akan mengakibatkan lemahnya laju pertumbuhan ekonomi dan laju penciptaan kesempatan kerja. Keadaan ini disebabkan karena suatu kebijakan ekonomi yang dilaksanakan tidak lepas dari perilaku pelaku-pelaku ekonomi. Setiap pelakupelaku ekonomi akan mempunyai respon yang berlainan terhadap adanya kebijakan ekonomi. Pelaku ekonomi dalam suatu perekonomian dapat dibagi dalam sektor rumah tangga yang tercermin dalam perilaku konsumen (C), sektor bisnis yang tercermin dalam pola perilaku investasi (I), sektor pemerintah yang tercermin dalam campur tangan pemerintah dalam perekonomian melalui pengeluaran pemerintah (G), sektor luar negeri yang tercermin dalam perilaku ekspor (X) dan impor (M). Keempat sektor tersebut lebih dikenal dengan sebutan sektor riil. Dari uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini mencoba untuk menganalisa bagaimana hubungan keseimbangan investasi dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang di Indonesia. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah faktor- faktor meliputi tingkat suku bunga, pengeluaran pemerintah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keseimbangan investasi baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang di Indonesia. Tinjauan Teoritis Hubungan Teoritis antara Pengeluaran Pemerintah, Tingkat suku bunga dan Investasi Menurut perspektif ahli moneter, penawaran uang akan mendongkrak inflasi. Jika kebijakan moneter diterapkan terhadap defisit anggaran, penawaran uang terus meningkat dalam waktu yang lama. Permintaan agregat meningkat sebagai hasil dari pembiayaan pengeluaran pemerintah ini, yang menyebabkan output meningkat di atas tingkat output alamiah. Permintaan tenaga kerja yang meningkat akan menaikkan upah, yang pada gilirannya menyebabkan pergeseran penawaran agregat kearah menurun. Setelah kurun waktu tertentu ekonomi kembali ke tingkat output alami. Akan tetapi, ini terjadi dengan biaya pada tingkat harga lebih tinggi secara permanen. 399 Menurut pandangan ahli moneter, pengeluaran pemerintah bisa menyebabkan inflasi, tetapi hanya sampai tingkat di mana pengeluaran pemerintah tersebut ditalangi. Dalam model ahli moneter (dan neo-klasik), perubahan tingkat inflasi sangat tergantung pada perubahan penawaran uang. Umumnya, pengeluaran pemerintah tidak menyebabkan tekanan yang bersifat inflasi, tetapi mempengaruhi tingkat harga melalui dampaknya pada agregat uang dan ekspektasi publik, yang pada gilirannya memicu pergerakan harga. Hubungan sebab-akibat penawaran uang didasarkan pada teori uang terkenal Milton Friedman, yang menyatakan bahwa inflasi kapan saja dan di mana saja selalu merupakan fenomena moneter. Teori tersebut menjelaskan bahwa pertumbuhan harga secara terus menerus dan menetap selalu didahului atau disertai dengan peningkatan berkelanjutan dalam penawaran uang. Ekspekatasi hubungan sebab-akibat bekerja melalui kendala anggaran antar waktu, yang mengimplikasikan bahwa pemerintah harus mengalami defisit masa sekarang, dan pada masa mendatang akan mengalami surplus anggaran. Satu cara yang mungkin untuk menghasilkan surplus adalah dengan meningkatkan pendapatan dari pencetakan uang (seignorage), sehingga publik mungkin mengharapkan pertumbuhan uang masa mendatang. Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah. Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yaitu Pada tahap awal perkembangan ekonomi, prosentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, dan prasarana transportasi. Dalam aktivitas ekonomi; rumah tangga, perusahaan dan pemerintah akan selalu membeli barang-barang baru atau barang investasi untuk meningkatkan persediaan modalnya atau mengganti barang yang ada yang telah habis masa pakainya. Pembelain barang-barang baru atau barang investasi di AS rata-rata mencapai 15% dari GDP. Dalam teori ekonomi konvensional, jumlah barang-barang modal yang diminta (investasi) sangat tergantung pada tingkat bunga (interest) se- 400 bagai ukuran biaya dari dana yang digunakan untuk membiayai investasi tersebut. Itulah sebabnya jika suku bunga tinggi, maka investasi atau proyek-proyek lebih sedikit dibandingkan dengan pada saat suku bunga rendah (Mankiw. 2006). Penelitian Sebelumnya Bahmani (2006), meneliti tentang apakah terjadi dampak crowding out atau crowd in terhadap investasi swasta di Eropa dengan metode Eror Corection Model dan analisa Cointegration dengan menggunakan data 9 negara eropa (Austria, Finlandia, Francis, Jerman, Itali, Belanda, Spanyol, Yunani dan Inggris dari tahun 1965 - 2000. Penelitiannya menyebutkan bahwa pengalaman di Finlandia, Itali dan Belanda terjadi crwoding in terhadap investasi swasta. Sementara di 6 negara lainnya (Francis, Jerman, Spanyol, Yunani, Inggris, Austria) terjadi crowding out terhadap investasi swasta. Kustepeli (2005), menelitii dan menganalisis tentang efektifitas kebijakan fiskal dalam konteks hipotesis crowding out terhadap investasi swasta dalam pengambilan kebijakan fiscal yang dilakukan oleh Pemerintah Turkey. Penelitian tersebut menggunakan kointegrasi Johansen yang menghasilkan bahwa pendapat Keynes dan pendapat neokalsik tentang akibat dari kebijakan fiskal yang diambil oleh pemerintah turkey berlaku terjadi di turki. Ketika terjadi peningkatan pada pengeluaran pemerintah ditemukan crowding out terhadap investasi swasta. Disimpulkan bahwa defisit angaran menimbulkan crowding out efek terhadap investasi swasta. Ahmed (2010) meneliti tentang masalah pendesakan investasi swasta oleh kebijakan fiskal dalam hal ini pengeluaran pemerintah, dengan mengambil studi kasus di Pakistan. Dengan menggunakan pendekatan kointegrasi dan ECM, hasil dari penelitian tersebut menemukan bahwa pengeluaran non-pembangunan pemerintah seperti pembayaran hutang dan pertahanan militer berpengaruh negative pada investasi swasta dalam jangka panjang, sedangkan pengeluaran untuk infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial akan dapat mendorong investasi swasta untuk masuk. Ahmed (2010) juga diuraikan beberapa peneli- IRFAN tian yang berhubungan dengan masalah pendesakan investasi swasta, seperti Majumdar (2007), dan Kye-sik Lee (1987). Majumdar mengambil studi kasus perekonomian Bangladesh untuk menganalisis fungsi investasi. Variabel yang digunakan untuk menggambarkan fungsi investasi dalam penelitian tersebut adalah hutang publik, GDP, dan suku bunga. Dengan menggunakan pendekatan kointegrasi dan ECM, hasil penelitian yang paling pokok adalah penguatan hipotesis pendesakan investasi keluar (crowding out). Sementara itu, Kye-sik Lee meneliti permasalahan yang serupa untuk kasus Korea Selatan. Hasil dari penelitiannya menemukan bahwa kebijakan fiskal berpengaruh positif terhadap stabilisasi ekonomi. Selanjutnya, penelitian tersebut juga menunjukan bahwa pembiayaan hutang melalui pajak akan dapat mendorong investasi untuk masuk. Romer (2006), meneliti tentang pengaruh perubahan pajak dan level pajak terhadap variable ekonomi makro yang mendasarkan pada ukuran guncangan fiskal. Hasil temuan dari penelitian ini adalah bahwa kenaikan pajak merupakan kebijakan yang bersifat kontraksi terhadap perekonomian. Pengaruhnya sangat signifikan dan merugikan bagi perekonomian, karena efek perubahannya lebih besar dari pada perubahan tingkat pajak itu sendiri. Efek yang paling besar pengaruh negatifnya adalah pajak yang berhubungan dengan investasi. Kuncoro (2002) Penelitian oleh Haryo Kuncoro mencoba mangamati dampak kebijakan fiskal ekspansif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia melalui responsi aktivitas ekonomi sektor swasta untuk periode 1969-2000. Analisis yang dilakukan berdasarkan pada pendekatan pasar barang dengan menggunakan Almost Ideal Demand System (AIDS). Hasil yang diperoleh adalah bahwa kebijakan ekspansi fiskal yakni pada peningkatan pengeluaran pembangunan tidak menyebabkan terjadinya crowding out di pasar barang domestik. Desakan pengeluaran pembangunan hanya terjadi secara parsial pada komponen pengeluaran investasi swasta. Crowding out tidak terjadi atas pengeluaran konsumsi masyarakat. Secara keseluruhan, kebijakan ekspansi anggaran tersebut tetap akan meningkatkan pengeluaran sektor swasta dimana respon pada pasar barang Journal Of Economic Management & Business - Vol. 14, No. 4, Oktober 2013 bersifat positif dengan begitu ouput nasional tidak mengalami penurunan. Maryatmo (2004), melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengamati dampak dari kebijakan defisit anggaran yang dilakukan oleh pemerintah terhadap variable makro ekonomi secara umum dan khususnya variable moneter dalam jangka panjang dan jangka pendek. Penelitian ini menggunakan spesifikasi model rasional ekspektasi yang memungkinkan pengambil keputusan untuk mencegah efek – efek yang lain. Model tersebut mengkonstruksi 8 persamaan jangka panjang dan delapan persamaan jangka pendek dan 12 persamaan identitas. Pengestimasian menggunakan metode two stage least square hasil penelitian menunjukkan bahwa defisit anggaran mempengaruhi tingkat suku bunga dalam jangka panjang dan jangka pendek. Dan defisit anggaran juga berpengaruh terhadap nilai tukar dan tingkat harga dalam jangka panjang hasil uji causal memperlihatkan bahwa nilai tukar dan tingkat harga mempunyai efek yang berkebalikan dengan defisit anggaran. Lubis (2008) yang meneliti pengaruh Suku Bunga Dalam Negeri (IR) dan Pengaruh Pendapatan Nasional (NI) terhadap Permintaan Investasi di Indonesia, baik yang dilakukan Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanam Modal Asing (PMA). Adapun penelitian ini menggunakan model analisis data dengan metode persamaan Ordinary Least Square (OLS) dengan mempergunakan program eviews 4.1 sebagai pengolah data penelitian. Berdasarkan hasil estimasi, bahwa Suku Bunga Dalam Negeri (IR) berpengaruh negatif dan signifikan secara statistik terhadap permintaan investasi di Indonesia. Adapun Pendapatan Nasional (NI) berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap permintaan investasi di Indonesia. Setyasari (2010) menganalisis determinan investasi swasta di Indonesia dengan memasukkan berbagai variabel yaitu suku bunga, pengeluaran pemerintah, PDB, kurs, dan inflasi dengan teknik error correction model (ECM). Hasil ini merupakan bentuk keseimbangan independen variabeldenga dependen varabel baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 401 apapun kebijakan pemerintah dan deregulasi yang dilakukan pemerintah, yang terpenting adalah implementasi di lapangan. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor ekonomi dan non ekonomi, iklim investasi di Indonesia sangat potensial, namun juga rentan. Beberapa faktor penunjang, seperti penyediaan infrastruktur, mencari sumber pembiayaan selain pinjaman, kebijakan stabilisasi yang konsisten dan menumbuhkan kepercayaan, baik dari masyarakat maupun investor swasta asing dan domestik sangat di butuhkan. Hipotesis Penelitian Dari uraian di atas dan dikaitkan dengan teoriteori serta penelitian terdahulu dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Diduga bahwa Pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dalam jangka panjang terhadap investasi di Indonesia dan diduga bahwa tingkat suku bunga berpengaruh negatif dalam jangka panjang terhadap investasi di Indonesia. METODE PENELITIAN Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang kebijakan ekonomi fiscal, moneter dan investasi di Indonesia. Penelitian ini membahas tentang Keseimbangan Investasi jangka panjang di Indonesia. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari beberapa instansi yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI) serta instansi terkait lainnya dengan penelitian ini. Di samping itu, data lainnya yang mendukung penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber bacaan, seperti jurnal dan buku-buku bacaan. Model Analisis Uji Stasionaritas dilakukan untuk mendeteksi data apakah benar-benar bersifat stasioner karena ternyata data tidak stasioner berarti terdapat ketidakstabilan pada model time series yang memungkinkan untuk dapat menimbulkan gangguan autokorelasi pada model ekonometrik. Adapun Pengujian stasioner tidaknya data yang akan dianalisis, dilakukan dengan mengunakan pengujian unit root. Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut ( Enders, 181) : 402 IRFAN Uji Unit Root Augmented Dickey Fuller (ADF) Pure random walk Random walk with drift Random walk with drift and trend Kesimpulan ADF Test adalah: H0 : δ = 0 (terdapat unit roots, variabel Y tidak stasioner) H0 : δ ≠ 0 (tidak terdapat unit roots, variabel Y stasioner) Penentuan lag optimal Dalam model auto regresi dimana peran waktu sangat berpengaruh maka peranan lag dalam model menjadi sangat penting. Penentuan lag digunakan untuk menentukan banyaknya lag yang digunakan untuk di estimasi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan lag optimal antara lain ( Enders, 69) : AIC (akaike information criterion) -2 + 2 ( k +T ) er pada derajat yang sama, maka dapat dilakukan regresi kointegrasi guna menguji residual apakah stasioner/tidak dan langkah ini dikenal sebagai uji kointegrasi. Analisis model kointegrasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi keseimbangan dalam jangka panjang pada model yang digunakan, yaitu dengan cara menguji stasionaritas error term-nya. Dalam penelitian ini, metode estimasi hubungan jangka panjang dilakukan dengan menggunakan Persamaan ( Enders, 2004: 345): ΔUt = ρUt-1 + Hipotesis untuk pengujian kointegrasi adalah: H0 : ρ = 0, variabel-variabel dalam model terkointegrasi H1 : ρ ≠ 0, variabel-variabel dalam model tidak terkointegrasi Adapun model analisis yaitu menggunakan model Vector Error Correction Model (VECM) : Teknik untuk mengoreksi keseimbangan jangka panjang disebut Vector Error Correction Methode (VECM). Metode ini adalah suatu regresi tunggal menghubungkan diferensi pertama pada variabel terikat (ΔY) dan diferensi pertama untuk semua variabel bebas dalam model. Bentuk umum metode VECM (Nachrowi,2006:370) SIC (schawarrz information criterion) -2 +k Uji kointegrasi Penelitian yang menggunakan data time series akan menghadapi masalah yang tidak dihadapi oleh penelitian yang menggunakan data Cross-section: (1) antar variabel time series dapat mempengaruhi lainnya dengan lag waktu; dan (2) Apabila variabel-variabel adalah nonstasioner, masalah spurious regression (regresi lancung) dapat terjadi. Pengujian keberadaan spurious regression dapat dilakukan dengan dengan pengujian stasionaritas data melalui uji akar-akar unit (unit roots test). Apabila variabel yang diamati stasion- Dimana: = koefisien matriks (p x p); j =1,....,k µ = vektor ( p x 1) yang meliputi seluruh komponen determinan dalam sistem ; = error correction term, yaitu jumlah pemberat pembalik rata -rata pada vector kointegrasi pada data ke t-1. = matriks dari koefisien Error correction. = error term Difinisi Operasional Variabel Adapun definisi variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Journal Of Economic Management & Business - Vol. 14, No. 4, Oktober 2013 1. Investasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pembentukan modal domestik bruto yang digunakan dalam jangka waktu kuartalan dalam satuan miliar rupiah. 2. Suku bunga yang digunakan adalah tingkat suku bunga SBI dengan nominal tertentu yang digunakan dalam jangka waktu kuartalan dengan satuan persentase. 3. Pengeluaran Pemerintah yang digunakan adalah pengeluaran Pemerintah dari PDB yang digunakan untuk pelayanan publik dan pengeluaran rutin dalam jangka waktu kuartalan yang dihitung dalam satuan miliaran rupiah. 403 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji akar Unit (Unit Root Test) Pengujian stasioneritas data yang dilakukan terhadap seluruh variabel dalam model penelitian yang diajukan menggunakan metode Augmented Dickey Fuller Test (ADF-Test), hasil pada tabel IV-4 menunjukkan bahwa semua data sudah berada pada kondisi stasioner di tingkat First difference/ ordo I . Hal ini terlihat pada nilai probabilitas yang bernilai lebih kecil daripada nilai kritis 0,10 (α = 10%) sehingga pengujian dapat di lanjutkan pada tahap berikutnya. Null Hypothesis: D(LI) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. t-Statistic -6.305921 -4.198503 -3.523623 -3.192902 Prob.* 0.0000 t-Statistic -4.014051 -4.226815 -3.536601 -3.200320 Prob.* 0.0168 t-Statistic -3.290694 -4.192337 -3.520787 -3.191277 Prob.* 0.0817 Null Hypothesis: D(LG) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 5 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LSB) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Sumber : Hasil Estimasi, 2011 404 IRFAN Penentuan Lag Optimal VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LI LG LSB Exogenous variables: C Date: 10/10/11 Time: 00:19 Sample: 2000Q1 2010Q4 Included observations: 41 Lag LogL LR FPE AIC 0 27.42845 NA 6.10e-05 -1.191632 1 142.7295 208.1044 3.42e-07 -6.377049 2 158.5452 26.23095 2.47e-07 -6.709523 3 170.5457 18.14700* 2.18e-07* -6.855886* * indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion SC -1.066248 -5.875516* -5.831840 -5.602053 Sumber : Hasil Estimasi, 2010 Dari tabel tersebut dapat terlihat lag yang di gunakan keputusan penentuan kriteria antara SC, HQ dan AIC tidak di permasalahkan. Penentuannya adalah dengan menentukan/melihat posisi kolom/letak tanda bintang. Dalam penentuan lag optimal dengan menggunakan kriteria informasi tersebut, maka pilih/ tentukan kriteria yang mempunyai Final Prediction Error Correction (FPE) atau jumlah dari AIC, SIC dan HQ yang paling kecil diantara berbagai lag yang di ajukan. Adapun dari hasil ini diketahui bahwa penentuan lag optimal pada lag 1 yaitu SC = -5,8755. Pengujian kointegrasi. Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace No. of CE(s) Eigenvalue Statistic None * 0.490989 52.48848 At most 1 0.355830 24.12651 At most 2 0.125977 5.655218 Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values 0.05 Critical Value 42.91525 25.87211 12.51798 Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05 No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value None * 0.490989 28.36197 25.82321 At most 1 0.355830 18.47130 19.38704 At most 2 0.125977 5.655218 12.51798 Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Sumber : Hasil Estimasi, 2010 Prob.** 0.0043 0.0812 0.5053 Prob.** 0.0227 0.0675 0.5053 HQ -1.145974 -6.194419 -6.389920 -6.399309* Journal Of Economic Management & Business - Vol. 14, No. 4, Oktober 2013 Pengujian kointegrasi dapat dilihat dengan cara membandingkan nilai Max- Eigen dan nilai Tracenya-nya jika nilai Max- Eigen. Jika nilai Tracenya-nya lebih besar daripada nilai kritis 1% dan 5% maka data terkointegrasi. Dari hasil uji kointegrasi data linier dan intercept di peroleh bahwa nilai Max- Eigen dan nilai Tracenya-nya masing-masing 28.36197 dan 52.48848 > nilai kritis 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat suatu hubungan kointegrasi pada model VECM yang diajukan. Hasil Estimasi VECM (Vector Error Correction Model). Vector Error Correction Estimates Date: 10/10/11 Time: 00:45 Sample (adjusted): 2000Q4 2010Q4 Included observations: 41 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 DLI(-1) 1.000000 DLG(-1) 0.136867 (0.07193) [ 1.90282] DLSB(-1) -0.155026 (0.03891) [-3.98415] @TREND(00Q1) -0.023960 (0.00201) [-11.9365] C -11.99306 Sumber : Hasil Estimasi, 2010 Perbandingan nilai t-statistik hasil estimasi dengan t-tabel dapat dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan jangka panjang dan jangka pendek. Jika nilai t-statistik lebih besar daripada nilai t-tabelnya, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan jangka panjang atau jangka Variance Decomposition of DLI: Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 S.E. 0.039712 0.050805 0.054555 0.057470 0.059864 0.062325 0.064758 0.067191 0.069567 0.071881 Sumber : Hasil Estimasi, 2010 405 pendek. Adapun nilai estimasi t-statistik masingmasing variabel pengeluaran pemerintah (DLG) 1,902 dan tingkat suku bunga (DLSB) 3,984 lebih besar dari t-tabel 1,682 maka dapat dikatakan terdapat hubungan jangka panjang atau jangka pendek. Dari hasil Variance Decomposition, hasil estimasi yang dapat diinterpretasikan adalah sebagai berikut : Tabel diatas menjelaskan tentang Variance decomposition dari variabel DLI, yaitu variabel apa saja dan seberapa besar variabel tersebut mempengarui DLI. Pada periode pertama, variabel DLI dipengaruhi oleh variabel itu sendiri (100%). Namun demikian pada periode selanjutnya pengaruh DLI terhadap DLI itu sendiri berkurang hingga 91,06 persen di priode ke-10. Selanjutnya dari tabel analisis dapat diperoleh informasi bahwa DIL dapat dijelaskan oleh variabel DLG sebesar 0,00 persen pada periode pertama, dan terus meningkat hingga 4,85 persen di periode ke-10. Meskipun pada Variance decomposition dijelaskan bahwa DLG dapat menjelaskan DLI namun besarnya tidak terlalu signifikan yaitu rata-rata di bawah 5 persen. Begitu juga halnya dengan DLSB, pada periode pertama DLSB dapat menjelaskan 0,00 persen terhadap DLI dan terus meningkat hingga 4,08 persen pada period ke-10 namun besarnya juga tidak terlalu signifikan yaitu di bawah 5 persen. Kesimpulan Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji keseimbangan investasi jangka panjang di Indonesia selama priode 1990.1–2010.4 dengan DLI 100.0000 97.63705 96.83624 95.50574 94.48162 93.51951 92.74727 92.09080 91.54018 91.06267 DLG 0.000000 2.019702 2.555436 3.297751 3.717305 4.071857 4.322449 4.532062 4.705114 4.857083 DLSB 0.000000 0.343251 0.608319 1.196506 1.801072 2.408633 2.930281 3.377136 3.754705 4.080251 406 IRFAN menggunakan Pendekatan vector error correction model (VECM), dari hasil analisis data yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengeluaran Pemerintah memiliki kontribusi dan berpengaruh positif terhadap investasi di Indonesia. Walaupun nvestasi dapat dijelaskan oleh pengeluaran pemerintah namun tidak terlalu signifikan yaitu dengan rata-rata di bawah 5 persen dan dengan tingkat keyakinan 0,07 Pengeluaran pemerintah berpengaruh dan signifikan secara statistik menunjukan bahwa kebijakan fiskal ekspansif dapat menimbulkan fenomena crowding in pada investasi di Indonesia. 2.Tingkat suku bunga juga memiliki kontribusi dalam menjelaskan investasi dan berpengaruh negatif terhadap investasi di Indonesia. Walaupun investasi dapat dijelaskan oleh tingkat suku bunga namun sama halnya dengan pengeluaran pemerintah, tingkat suku bunga juga hanya mampu menjelaskan dengan rata-rata di bawah 5 persen dan dengan tingkat keyakinan 0,03. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan masih banyak terdapat faktor lain yang lebih mempengaruhi investasi di Indonesia, baik itu faktor tingkat keamanan, birokrasi dan infrastruktur yang belum memadai. Saran 1. Diharapkan kepada pemerintah (Bank Sentral) agar dapat mengambil kebijakan-kebijakan yang lebih baik lagi untuk menghadapi permasalahan perekonomian di Indonesia baik dalam mengendalikan atau menstabilkan suku bunga Bank Indonesia agar tercapainya investasi yang lebih baik. Pemerintah maupun otoritas moneter hendaknya lebih konsisten dalam menentukan langkah yang diambil terutama dalam menentukan sasaran yang ingin dicapai, terutama dalam menaikkan dan menurunkan tingkat suku bunga Bank Indonesia sehingga tidak menimbulkan kesan bahwa otoritas moneter tidak konsisten dalam melaksanakan kebijakan yang diterapkan. 2. Pengeluaran pemerintah harus lebih produktif khususnya untuk pengeluaran pembangunan atau belanja modal. Pengeluaran yang dialokasikan untuk barang-barang publik harus dapat menunjukkan hasil yang nyata agar salah satu faktor penghambat investasi yaitu infrastruktur yang buruk dapat teratasi dan membuat iklim investasi yang lebih kondusif agar dapat mendorong investasi swasta di Indonesia. 3.Diharapkan kepada masyarakat agar dapat mengembangkan wirausaha mandiri agar dapat menyediakan dukungan penting untuk investasi yang lebih besar, menyerap teknologi baru, mengembangkan kemampuan kewirausahaan, meningkatkan skill dan kualitas SDM (sumber daya manusia) dan dapat menjadi sumber utama lapangan kerja sektor formal yang lebih berkualitas. Journal Of Economic Management & Business - Vol. 14, No. 4, Oktober 2013 407 Referensi Abimayu, Anggito. (2000). Ekonomi Makro dan Sektor Riil Indonesia. Yogyakarta. Abdullah. (2004). Dampak utang luar negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Jurnal Ekonomi, Vol 9, Desember 2004 Alfirman, Luky dan Edy Sutriono. 2006. “Analisis Hubungan Pengeluaran Pemerintah dan Produk Domestik Bruto dengan Menggunakan Pendekatan Granger Causality dan Vector Autoregression”. Jurnal Keuangan Publik, Vol.4, No.1, April 2006. Agus Syarip Hidayat. 2005. Analisis Kepekaan Sektor Swasta terhadap Kebijakan Fiskal Ekspansif. Jurnal Ekonomi, Vol.7. Desember 2005 Ahmed, Habib dan Stephen M. Miller. 2010. Crowding-Out and Crowding-In Effects of the Components of Government Expenditure. http://www.econ.uconn.edu/working/1999-02.pdf. Asian Development Bank. (2005). Jalan Menuju Pemulihan: Memperbaiki Iklim Investasi di Indonesia. Jakarta : Asian Development Bank Badan Pusat Statistik Propinsi. (2011). Statistik Indonesia. Banda Aceh. Badan Pusat Statistik. (2005). Statistik 60 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta. Bahmani, Oskoe (2006). Do Budget Deficit Crowd in or Crowd out Private Investment : Evidence from Europe. USA. Bank Indonesia. (2011). Laporan Tahunan. Banda Aceh. Bank Indonesia. (2011). Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Banda Aceh. Deni Friawan. (2008). Determinasi Investasi di Indonesia. Jurnal Ekonomi. Volume, 13 no 2 2008 Dornbusch, R dan Fisher, Stanley. (2004). Makro Ekonomi. Edisi IV, Cetakan VI, Alih Bahasa : Julius A. Muliadi. Erlangga. Jakarta. Dumairy. 2009. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga Enders, Walter. (2004) Applied Econometric Time Series. Second Edition Haryo Kuncoro. 2006. Dampak kebijakan fiskal Terhadap Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi: Suatu Simulasi Model Ekonomi Makro146 Indonesia 1970 – 2003. www.uajy.ac.id/jurnal/kinerja/Vol10No.1.../Article-1-V10-N1-06.pdf Hasibuan (2005) Dasar-Dasar Perbankan. Edisi keempat. PT Bumi Aksara. Jakarta. Inggrid (2006). Pembangunan Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal Ekonomi. Yogyakarta. 408 IRFAN _______ (2006) Sektor Keuangan Dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia ; Pendekatan Kausalitas Dalam Multinariate Vector Error Correction Model (VECM). Jurnal Ekonomi, Vol. 3, 2006. Kasmir. (2007). Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Revisi 8. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Kuncoro, Haryo (2002) Analisis Kebijakan Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indoneisa. Thesis (Tidak Dipublikasikan). FE USU. Medan. Kustepeli, Yesim. 2005. Effectiveness of Fiscal Spending: Crowding out and/orcrowding in? www. bayar.edu.tr/~iibf/dergi/pdf/C12S12005/YK.pdf Lestari, Etty (2009) Penentuan Lag Optimal dalam Ekonometrika”. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol.9, No.2, Desember 2009. Lubis, Pardamuan (2008) Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Investasi di Indonesia Thesis (Tidak Dipublikasikan). FE USU. Medan. Mankiw. (2006). Makro ekonomi. Buku edisi ke Empat. Jakarta: PT. Raja Grafika Persada. Maryatmo 2004. Dampak Moneter Kebijakan Defisit Anggaran Pemerintah dan Peranan Asa Nalar Dalam Simulasi Model Makro-Ekonomi Indonesia (1983:1-2002:4) Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2004 Megadhid (2009) BI Rate Turun. Wordpress. Jakarta. M, Sadli. (2006). Iklim Investasi RI Belum Kondusif. Kolom Pakar Pinter – iklim investasi RI belum kondusif.htm. Nanga, Muana. (2005). Makro ekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Raja Grafika Persada. Nopirin. (2000). Ekonomi moneter. Edisi Pertama. BPFE UGM, Yogyakarta. Rahardja, Prathama dan Manurung, Mandala. (2008). Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi & Makroekonomi). Edisi Ketiga. Lembaga Penerbit FE UI. Jakarta. Romer, 2006. Advanced Macroeconomics, New York, The Graw- Hill. Samuelson, (2004). Makro Ekonomi. Edisi kedua. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Soerono. (2006). Paradoks Investasi Indonesia. Pikiran rakyat. Sukirno, Sadono. (2006). Makro Ekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Wira Kusuma, (2005). Leading Indikator Investasi Indonesia dengan Menggunakan Metode OECD. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Maret 2005 : 13-41.