BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dislipidemia dapat diartikan sebagai perubahan kadar profil lipid darah yaitu meningkatnya kadar kolesterol total, trigliserida dan LDL atau menurunnya HDL (Nurwahyu, 2012). Kadar kolesterol serta trigliserida yang tinggi dan berlangsung lama dapat menyebabkan penebalan pembuluh darah dengan risiko penyempitan pembuluh darah (Kenchaiah et al, 2002). Penyakit yang diakibatkan dislipidemia merupakan masalah yang serius pada negara-negara maju bahkan saat ini juga muncul sebagai penyebab kematian dini dan ketidakmampuan fisik di negara-negara berkembang. Kolesterol merupakan salah satu penyebab penyakit jantung koroner (PJK). Penyakit jantung dewasa ini merupakan penyebab paling utama keadaan sakit dan kematian bangsa-bangsa industri maju (Ariantari dkk., 2010). Di Amerika Serikat, penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian, yaitu kira-kira 37% sebab kematian. Sekitar 88% dari angka tersebut, disebabkan karena penyakit jantung koroner (Ariantari dkk., 2010). Sedangkan di dunia, berdasarkan data World Health Organisation (WHO), diketahui bahwa sekitar 17 juta kematian di dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler pada tahun 2008 (30% kematian di dunia) dimana sekitar 7,3 juta dari kematian tersebut disebabkan oleh penyakit jantung koroner (WHO, 2013). Di Indonesia, faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner di negeri ini akibat dislipidemia antara 7%-17% dengan rata-rata kadar kolesterol antara 1 2 203-213 mg/dl (Darmojo, 2003). Terjadinya lesi lemak pada aorta meningkat mulai usia 6-10 tahun, sedangkan aortic fibrous plague terjadi mulai usia 20 tahun (Wirahadikusumah, 1985). Di Indonesia, angka kejadian dislipidemia pada penelitian MONICA (Multinational Monitoring of Trends Determinants in Cardiovascular Diseases) I sebesar 13,4 persen untuk wanita dan 11,4 persen untuk pria. Pada MONICA II (1994) didapatkan meningkat menjadi 16,2 persen untuk wanita dan 14 persen pria (Bahri, 2004). Angka kejadian penyakit kardiovaskular di Indonesia juga cenderung meningkat terlihat dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRT) 1992 angka kejadian penyakit kardiovaskular hanya sebesar 16 persen, mengalami peningkatan menjadi 18,9 persen pada SKRT 1995. Hasil Sensus Kesehatan Masyarakat 2001 menunjukkan angka penyakit kardiovaskular meningkat menjadi 26,4 persen (Rosalina, 2011). Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas di negara-negara maju. Sebanyak 40% dari kasus kematian disebabkan oleh penyakit degeneratif ini. Penyabab yang paling memungkinkan untuk menerangkan munculnya epidemik disebabkan peningkatan lemak tubuh oleh dislipidemia maupun hiperlipidemia (Jafar, 2011). Dislipidemia dapat dicegah antara lain dengan memperbaiki nutrisi, mempertahankan pola makan sehat dengan mengurangi makanan yang mengandung kolesterol serta memperbanyak sayur dan buah. Dislipidemia dapat diobati dengan meminum obat, baik sintetik maupun alami atau tradisional, yang masih terus diteliti efektivitas, efek samping dan toksisitasnya. Angkak 3 merupakan salah satu bahan alami yang banyak digunakan untuk mencegah dan mengobati hiperkolesterolemia secara tradisional (Suwanto, 1985). Angkak sudah lama diketahui bermanfaat bagi kesehatan masyarakat tiongkok sejak jaman dulu kala, namun kurang populer penggunaanya oleh masyarakat Indonesia. Kandungan gizi yang terkandung di dalam angkak sangat tinggi. Menurut hasil analisis Departemen Kesehatan RI, angkak mengandung protein 7,3%, besi 4,2% dan vitamin B 10,34% (Nababan, 2013). Di dalam angkak juga mengandung senyawa yang dapat menurunkan kadar kolesterol yang menjadi penyebab hiperlipidemia. Berdasarkan penelitian oleh Ernawati dkk., pada tahun 2006, pemberian 0,01 gram angkak selama 21 hari menurunkan kadar kolesterol total sebesar 23,45% pada 42 ekor tikus galur Sprague Dawley yang telah dibuat hiperlipidemia. Sedangkan penggunaan kayu manis di dalam masyarakat Indonesia sudah luas terutama sebagai rempah-rempah di banyak masakan Indonesia. Kayu manis telah beberapa kali diteliti dapat menurunkan kadar glukosa darah, total kolestrol, dan kadar trigliserida, serta disisi lain dapat meningkatkan kadar HDL (Khan et al, 2003). B. Perumusan Masalah 1. Apakah ekstrak LIPI 2013 dapat menurunkan kadar kolesterol total darah tikus yang dibuat hiperkoleterolemia? 4 2. Berapa persen penurunan kadar kolesterol total yang dapat dilakukan tiap masing masing dosis ekstrak LIPI 2013 terhadap tikus yang dibuat hiperkolesterolemia? 3. Apakah ada perbedaan antara efek penurunan kadar koleterol total dari ekstrak LIPI 2013 dibandingkan simvastatin? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: a. Untuk mengetahui efek ekstrak LIPI 2013 sebagai penurun kadar kolesterol total dibandingkan obat simvastatin. b. Untuk mendapatkan dosis yang efektif ekstrak LIPI 2013 sebagai penurun kadar kolesterol total darah. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Sebagai informasi ilmiah mengenai khasiat ekstrak LIPI 2013 sebagai penurun kadar kolesterol total darah. b. Menambah inventaris tumbuhan obat Indonesia yang berkhasiat sebagai penurun kadar kolesterol total yang didukung penelitian ilmiah. c. Menurunkan angka kejadian hiperkolesterolemia di masyarakat Indonesia. 5 E. Tinjauan Pustaka 1. Angkak Penggunaan Angkak (gambar 1) di luar negeri sudah sejak jaman dahulu dan memiliki sebutan berbeda-beda di tiap negara. Angkak dalam bahasa Inggris disebut dengan Red Yeast Rice. Masyarakat Jepang mengenal angkak dengan angkhak, beni, koji atau red koji, sedangkan di Cina angkak dikenal dengan zhi tai yang berarti angkak dalam bentuk tepung kering, xue zhikang yang berarti angkak telah diekstrak dengan alkohol (Bakosova et al., 2001; Chen & John, 1993). Gambar 1. Sediaan uji Angkak Angkak adalah sumber protein dan mineral seperti selenium yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh, serta sumber vitamin B yang dapat menyehatkan sel – sel syaraf dan sistem pencernaan. Angkak juga memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga dapat mencegah konstipasi (Fitriani, 2006). Angkak juga mengandung beberapa mineral utama seperti fosfor, kalsium, magnesium, dan besi. Angkak juga mengandung protein, asam lemak tidak jenuh, 6 beta-sterol, camsterol, stigma-sterol, isoflavones, saponin, Zn, Fe, lovastin, dan mevinolin-HMG-CoA (Erdogrul dan Azirak, 2004). a. Monascus Spp Monascus spp dibagi menjadi empat spesies yaitu: M pilosus, M purpureus, M ruber dan M froridanus. Beberapa spesies kapang telah digunakan untuk memproduksi angkak, diantaranya adalah M purpureus, M pilosus, dan M anka. Salah satu spesies Monascus yaitu M purpureus yang membentuk koloni yang menyebar dan berwarna merah atau ungu (Sabater-Vilar et al, 1999). Monascus adalah kapang yang menggunakan berbagai komponen makanan dari yang sederhana sampai yang kompleks. Kapang ini juga memproduksi enzim-enzim seperti α-amilase, ß-amilase, glukoamilase, lipase, protease, glukosidase dan ribonuklease. Oleh karena itu kapang ini mampu tumbuh pada bahan yang mengandung pati, protein atau lipid (Yongsmith, 1999). Suhu pertumbuhan untuk Monascus berada dalam kisaran 25ºC – 32º C sehingga kapang ini termasuk dalam golongan kapang mesofilik. Sedangkan pH yang sesuai untuk pertumbuhannya adalah sekitar 6,5 (Hesseltine, 1965). Monascus bersifat aerobik, yaitu membutuhkan oksigen dalam pertumbuhannya karena kapang tersebut tumbuh baik pada permukaan beras. Monascus dikelompokkan dalam kapang yang bersepta yaitu septa yang membagi hifa dalam ruangan-ruangan, dimana setiap ruangan mempunyai inti satu atau lebih. Monascus termasuk dalam kelas Ascomycetes sehingga sistem reproduksinya menggunakan askospora (spora seksual) dimana spora bersel satu 7 terbentuk di dalam kantung yang disebut askus. Biasanya terdapat 8 askospora di dalam setiap askus (Erdogrul dan Azirak, 2004) Klasifikasi dari Monascus purpureus, adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Amastigomycotina Sub divisi : Ascomycotina Kelas : Ascomycetes Ordo : Eurotiales Famili : Trichocomaceae Genus : Monascus Spesies : Monascus purpureus (Alexopoulos et al, 1996). Kapang M purpureus dengan kandungan lovastatinnya adalah salah satu dari keanekaragaman mikroba Indonesia yang memiliki potensi biomedis yang dapat dikembangkan. Lovastatin adalah bahan bioaktif yang dikenal baik berperan dalam penurunan kolesterol, pengobatan diabetes, jantung koroner, rapuh tulang, penghambatan tumor dan penyakit degeneratif (Erdogrul dan Azirak, 2004). b. Manfaat Angkak Larutan angkak mengandung protein dan berbagai asam amino, asam lemak tidak jenuh (12%) dan sterol yang dapat mengurangi sintesis kolesterol dalam hati. Asam lemak tidak jenuh sangat esensial sebagai obat antitrombotik dan hipolepidemik. Selain itu asam linolenat mampu menurunkan lipoprotein densitas rendah (LDL) bagi penderita hiperkolesterolemia yang berisiko jantung koroner serta mengobati sindrom prahaid dan eksemenia atopik (Rahmat 2000). 8 Ekstrak angkak dapat menunjang kemampuan tubuh dalam mengatur kadar kolesterol darah (Anggraeni et al, 2009). Ekstrak angkak mampu menurunkan secara nyata total kolesterol secara bermakna dengan dosis optimal 108 mg/kg BB/hari (Anggraeni et al, 2009) Kapang M purpureus merupakan bahan alam yang terbukti efektif untuk mereduksi kadar kolesterol dalam darah. Kapang ini menghasilkan senyawa monakolin yang efeknya sama dengan lovastatin yaitu menghambat HMG KoA reduktase di samping mengandung asam lemak tak jenuh. Produk Monascus ini telah lama digunakan sebagai makanan sehat dan makanan tambahan untuk penderita hiperkolesterolemia yang penggunaannya telah di setujui oleh Food Drug Administration ( FDA) sejak 1998 (Rindiastuti, 2008). Monakolin adalah suatu inhibitor hydroxymethylglutaryl-CoA reductase (HMG KoA Reduktase) yang mempunyai efek terhadap profil lipid. Monakolin juga dikenal sebagai mevalonin atau lovastatin. Senyawa monacolin tersebut mampu menghambat kerja enzim HMG KoA Reduktase, yaitu enzim yang sangat diperlukan untuk sintesis kolesterol. Inhibitor HMG KoA Reduktase dapat menurunkan simpanan kolesterol intrasel serta menghambat sintesis very low density lipoprotein (VLDL) di hati (Ajdari et al, 2011). Angkak mengandung sembilan macam monakolin yang berbeda, yang kesemuanya mempunyai kemampuan untuk menghambat HMG KoA Reduktase (Ajdari et al, 2011). Very Low Density Lipoprotein adalah prekursor LDL, penghambatan sintesis VLDL secara otomatis akan menurunkan jumlah LDL. Kadar kolesterol 9 tinggi sangat tidak dikehendaki sebab dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler, seperti aterosklerosis, penyakit jantung, stroke, dan hipertensi. Dengan terhambatnya kerja enzim HMG KoA Reduktase oleh senyawa yang ada pada angkak, laju sintesis kolesterol di dalam tubuh dihambat, sehingga secara nyata dapat menurunkan kadar kolesterol tubuh. Keyakinan tersebutlah yang mendorong penggunaan angkak sebagai penurun kolesterol dan sekaligus obat bagi penyakit jantung (Ajdari et al, 2011). Penelitian pemberian angkak menggunakan 83 orang penderita kolesterol tinggi telah dilakukan di UCLA School of Medicine. Dibandingkan penderita yang diberi plasebo (tanpa angkak), pemberian angkak selama 12 minggu secara nyata dapat menurunkan kadar kolesterol LDL (kolesterol jahat) dan trigliserida (senyawa lemak yang juga dapat berakumulasi di pembuluh darah dan menyebabkan kerusakan). Di lain pihak, pemberian angkak tidak berpengaruh terhadap kadar kolesterol HDL (Heber et al, 2001). Suatu penelitian yang dipresentasikan pada kongres tahunan American Heart Association ke-39 pada tahun 1999 menunjukkan bahwa pemberian angkak pada penderita hiperkolesterolemia selama delapan minggu dapat menurunkan kadar kolesterol total sebesar 16-22,7 persen, LDL sebesar 21–31 persen dan trigliserida sebesar 24–34 persen. Sementara kolesterol HDL meningkat sebesar 14–20 persen ( Liu et al, 2006). Isoflavon merupakan salah satu zat penting dalam angkak yang juga mempunyai efek penurun lipid. Beberapa studi yang membandingkan efek isolat isoflavon dalam protein dengan protein yang telah dihilangkan isoflavonnya 10 membuktikan bahwa protein dengan isolat isoflavon di dalamnya mampu meningkatkan kadar kolesterol HDL dan menurunkan kadar kolesterol LDL. Namun, beberapa studi menyatakan bahwa isoflavon tidak mempunyai efek terhadap kadar kolesterol plasma tetapi dapat meningkatkan fungsi kardiovaskuler dengan memelihara elastisitas arteri (Mindy et al., 2003). 2. Kayu Manis Kayu Manis (Cinnamomum burmanii) (gambar 2) merupakan jenis tanaman berumur panjang yang ada di Indonesia yang sering digunakan oleh masyarakat terutama bagian kulitnya. Sebelum masehi, kulit kayu manis dikenal sebagai sumber pewangi untuk membalsam mumi raja-raja Mesir serta peningkat cita rasa masakan dan minuman. C burmanii yang bersinonim dengan Cinnamomum chinese, Cinnamomum dulce, dan Cinnamomum kiamis ini berasal dari Indonesia. Tanaman akan tumbuh baik pada ketinggian 600 – 1500 m. Kayu manis merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak dijumpai di Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Utara, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Maluku (Rismunandar dan Paimin, 2001). Sistematika (taksonomi) tanaman kayu manis seperti yang dikutip dalam Materia Medika yang berasal dari Departemen Kesehatan (1997) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida 11 Ordo : Laurales Famili : Lauraceae Genus : Cinnamomum Spesies : Cinnamomum burmanii Gambar 2. Cinnamomum burmannii (Rismunandar & Paimin, 2001) Daun kayu manis saling bersilangan atau dalam rangka rangkaian spiral. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna pucuknya kemerahan, sedangkan daun tuanya berwarna hijau tua. Bunga berkelamin dua atau bunga sempurna dengan warna kuning, ukuran kecil. Buahnya adalah buah buni, berbiji satu, dan berdaging. Bentuknya bulat memanjang, buah muda berwarna hijau tua dan buah tua berwarna ungu tua (Ravindran et al, 2004). Kayu manis dapat tumbuh pada ketinggian 200 mdpl, tempat tumbuh yang baik bagi pertumbuhan tanaman kayu manis pada ketinggian 500-1.500 mdpl. Tanaman ini untuk pertumbuhannya memerlukan kelembaban 70-90 %. Curah hujan yang sesuai dengan pertumbuhan pohon ini 2.000-2.500 mm/tahun dengan 12 penyebarannya hampir merata sepanjang tahun. Tanah yang cocok untuk tanaman ini adalah tanah humus dan tekstur agak berpasir (Ravindran et al, 2004). a. Manfaat Tanaman Kayu Manis Tanaman kayu manis telah lama digunakan secara turun temurun oleh bangsa China dan India sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai macam penyakit. Manfaat farmakologis kayu manis diantaranya adalah : antioksidan, analgesik, antipiretik, antialergenik, antikanker, antimikroba, antiulserogenik, antikonvulsan, anti inflamasi, sedatif, imunomodulator, hipoglikemik, hipokolesterolemia, dan sebagai obat pada penyakit kardiovaskular (Ravindran et al., 2004). Tanaman kayu manis (C burmanii) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai prospek yang baik. Kulit batang, kulit dahan, dan kulit rantingnya selain digunakan untuk bahan rempah dan obat juga dapat dihasilkan minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri kosmetik, farmasi maupun industri makanan (Usman, 2009). Kayu manis (C burmanii) telah beberapa kali diteliti dapat menurunkan kadar glukosa darah, total kolestrol, dan kadar trigliserida, serta disisi lain dapat meningkatkan kadar HDL (Khan et al, 2003). Kayu manis mampu bertindak sebagai agen hipokolesterolemik. Penelitian pada tikus yang diberi diet tinggi kolesterol, cinnamate (0,1/100 g diet) dapat menghambat aktivitas HMG KoA Reduktase hepar dan menurunkan peroksidasi lipid di hepar (Lee et al, 2005). Mekanisme ini setara dengan obat penurun kolesterol golongan statin (Dunn, 2010). Pada penelitian Sheng et al., (2008) ekstrak kayu manis juga dapat mengaktifkan PPARα (Peroxisome Proliferator 13 Activated Receptors α) pada tikus obesitas yang diinduksi diet tinggi kalori, sehingga mampu berkerja seperti obat penurun kolesterol golongan fibrat. Pada penelitian yang dilakukan Fauzan et al.,(2004) ekstrak kayu manis berpotensi sebagai anti hiperkolesterolemia sebab mampu menurunkan kolesterol total serum dari 443,3 mg/dL menjadi 139,1 mg/dL. Senyawa flavonoid di dalam tanaman dapat berfungsi sebagai antioksidan yang berkaitan dengan kemampuannya untuk menangkap radikal bebas dan radikal peroksi sehingga efektif dalam menghambat oksidasi terutama senyawa lipida (Kinsella et al, 1993). Kandungan fitokimia dalam ekstrak kayu manis seperti tannin, flavonoid, dan saponin diduga berperan dalam penurunan kolesterol serum kelinci (Robinson, 1991). 3. Dislipidemia a. Definisi Dislipidemia Hiperlipidemia diartikan sebagai kenaikan kadar kolesterol, trigliserida ataupun keduanya dalam plasma lebih dari tingkat kenormalan menurut umur dan jenis kelamin. Apabila hiperlipidemia dinyatakan sebagai peningkatan salah satu atau beberapa lipoprotein dalam darah maka kelainan tersebut dikenal sebagai hiperlipoproteinemia (Stephen et al, 2008) Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma tubuh. Kenaikan dan penurunan dari kadar berbeda dari komposisi ideal lemak dalam tubuh seperti pada tabel 1. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL. 14 Dislipidemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar LDL kolesterol dalam darah atau trigliserida dalam darah yang dapat disertai penurunan kadar HDL kolesterol (Sunita, 2006). Dislipidemia dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya memiliki peran yang penting dan sangat berkaitan satu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin dibahas sendiri-sendiri. Ketiganya dikenal sebagai triad lipid, yaitu kolesterol total, HDL serta LDL, dan trigliserida. Jumlah dari masing masing triad lipid mempunyai peran penting pada patogenesis penyakit jantung koroner. Seperti trigliserida bila kadar diantara 250-500 mg/dL dianggap berhubungan dengan penyakit jantung koroner apabila disertai adanya penurunan kadar HDL. Tabel I. Komposisi ideal komponen lemak dalam tubuh (Dipiro, 2008) Pemeriksaan laboratorium Kolesterol total Kilomikron VLDL LDL HDL Perbandingan LDL dengan HDL Trigliserida Kisaran ideal (mg/dL darah) 120-200 Negatif (setelah berpuasa 12 jam) 1-30 60-160 35-65 <3,5 10-160 Terjadinya dislipidemia dalam jangka waktu panjang menyebabkan terjadinya aterosklerosis, yang biasanya berdampak sebagai penyakit kardiovaskular seperti: angina pectoris, myocardial infarction, TIA (Transient Ischemic attacks), Stroke, PAD (Peripheral Artery Diseases) (Grundy, et al., 2004). Berdasarkan etiologinya, hiperlipidemia dibedakan menjadi hiperlipidemia primer dan hiperlipidemia sekunder. Hiperlipidemia primer adalah keadaan 15 peningkatan kadar lemak darah yang tidak ada hubungannya dengan penyakit lain (herediter). Hiperlipidemia primer atau Hiperkolesterolemia Familial (FH) ada dua macam yaitu homozygot dan heterozygot. Hiperlipidemia sekunder merupakan gangguan metabolisme lemak yang dijumpai dalam hubungannya dengan penyakit organik atau metabolik tertentu. Sebab-sebab hiperlipidemia sekunder adalah diabetes melitus, hipotiroidism, minum alkohol yang berlebihan, obesitas, penyakit hati, penyakit ginjal, pankreatitis dan penggunaan obat-obat tertentu (beta bloker, diuretik, kontrasepsi oral estrogen dan gestagen) (Mayes dan Botham, 1996). b. Definisi Kolesterol Kolesterol (gambar 3) adalah lemak berwarna kekuningan dan berupa lilin yang disintesis oleh tubuh terutama di dalam hati (Heslet, 1997). Kolesterol termasuk zat gizi yang sukar diserap oleh tubuh. Kolesterol dapat masuk ke dalam tubuh melalui jalur sistem limfatik. Kolesterol saat berada di dalam plasma darah berkaitan dengan asam lemak dan akan ikut bersikulasi dari bentuk ester kolesterol (Lukman, 2011). Kolesterol yang terdapat dalam sel membran dan merupakan prekursor dari semua steroid yang ada dalam tubuh termasuk asam empedu, kortikosteroid, vitamin D, dan hormon seks. Kolesterol beredar dalam darah dalam bentuk partikel kecil yang berbeda-beda yang mengandung lipid dan protein (lipoprotein). Kolesterol memiliki bentuk fisik sebagai berikut: dapat larut dalam pelarut organik, misalnya eter, kloroform, benzen, karbon disulfida, aseton, dan alkohol 16 panas, tetapi tidak larut dalam air, asam atau basa. Pada konsentrasi tinggi, kolesterol mengkristal dalam bentuk kristal tak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, dan memiliki titik lebur 150oC – 151oC. Di udara terbuka atau terkena sinar matahari langsung, kolesterol akan teroksidasi secara lambat menjadi senyawa yang memiliki titik lebur lebih rendah dan akan berubah sifat reaksinya (Poedjiadi, 1994). Gambar 3. Struktur kolesterol (Heslet, 1997) c. Fungsi Kolesterol Sejauh ini manfaat kolesterol non membran yang paling banyak dalam tubuh adalah untuk membentuk asam kolat di dalam hati. Sebanyak 80 persen kolesterol dikonversi menjadi asam kolat. Kolesterol berkonjugasi dengan zat lain membentuk garam empedu, yang membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Sebagian kecil dari kolesterol dipakai oleh kelenjar adrenal untuk membentuk hormon adrenokortikal; ovarium, untuk membentuk progesteron dan estrogen; dan oleh testis untuk membentuk testosteron. Kelenjar-kelenjar ini juga dapat membentuk sterol sendiri dan kemudian membentuk hormon dari sterol tersebut. Sejumlah besar kolesterol diendapkan dalam lapisan korneum kulit. Hal ini bersama dengan lemak lainnya, membuat kulit lebih resisten terhadap absorbsi zat 17 yang larut dalam air dan juga kerja dari berbagai zat kimia, sebab kolesterol dan lemak lain sangat tidak berdaya terhadap zat-zat seperti asam lemak dan berbagai pelarut, yang bila tidak dapat lebih mudah menembus tubuh. Juga, zat lemak ini membantu mencegah evaporasi air dari kulit; tanpa proteksi ini jumlah evaporasi (seperti terjadi pada pasien yang kehilangan kulitnya karena luka bakar) dapat mencapai 5 sampai 10 liter setiap hari sedangkan kehilangan yang biasa hanya 300 sampai 400 mililiter (Guyton dan Hall, 2006). Kolesterol dan fosfolipid bersama-sama membentuk struktur khusus di seluruh sel tubuh, terutama untuk pembentukan membran. Sejumlah besar kolesterol dan fosfolipid terdapat dalam sel membran dan membran organel bagian dalam dari semua sel. Perlu juga diketahui bahwa rasio jumlah kolesterol dan fosfolipid terutama penting untuk menentukan kandungan cairan sel membran. Untuk membentuk membran, harus tersedia zat yang tidak larut dalam air. Umumnya, satu-satunya zat dalam tubuh yang tidak larut dalam air (selain zat anorganik tulang) adalah lipid dan beberapa protein. Jadi, integritas fisik sel di semua tempat dalam tubuh didasarkan terutama pada fosfolipid, kolesterol, dan protein tidak larut tertentu. Muatan polar pada fosfolipid juga mengurangi tegangan antar permukaan antara membran dan cairan sekitarnya (Guyton dan Hall, 2006). Fakta lain yang menunjukkan pentingnya kolesterol dan fosfolipid untuk pembentukan struktur elemen sel adalah kecepatan pergantian yang diukur dalam bulan atau tahun. Misalnya, fungsi kolesterol dan fosfolipid di dalam sel otak 18 terutama berhubungan dengan sifat fisik keduanya yang tidak dapat dirusak (Guyton dan Hall, 2006). d. Metabolisme Kolesterol Kolesterol diabsorbsi setiap hari dari saluran pencernaan, yang disebut kolesterol eksogen. Selain itu ada suatu jumlah yang bahkan lebih besar dibentuk dalam sel tubuh disebut kolesterol endogen. Pada dasarnya semua kolesterol endogen yang beredar dalam lipoprotein plasma dibentuk oleh hati, tetapi semua sel tubuh lain setidaknya membentuk sedikit kolesterol, yang sesuai dengan kenyataan bahwa banyak struktur membran dari seluruh sel sebagian disusun dari zat yang berstruktur dasar inti sterol ini (Guyton dan Hall, 2006). Jalur eksogen, diet dari kolesterol makanan yang kita makan akan dipecah di usus halus dengan bantuan asam empedu, sebagian besar asam lemak dan monogliserid sebab tidak larut dalam air, maka diangkut oleh miselus (dalam bentuk besar disebut emulsi) dan dilepaskan ke dalam sel epitel usus (enterosit). Di dalam sel ini asam lemak dan monogliserid segera dibentuk menjadi trigliserid (lipid) dan berkumpul membentuk kilomikron. Kilomikron mentransport lemak dari usus (melalui saluran limfe usus) ke perifer (otot lurik dan jaringan lemak), sementara ApoCII (Apolipoprotein CII) mengaktifkan LPL (Lipoprotein Lipase). Lipoprotein Lipase akan menghidrolisis triasilgliserol (kilomikron) melalui diasilgliserol menjadi monoasilgliserol dan akhirnya menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Sebagian asam lemak bebas ini kembali ke dalam sirkulasi, melekat pada albumin, tetapi kebanyakan diangkut ke jaringan seperti otot skelet dan jaringan adiposa (Sibernagl dan Lang, 2006; Botham dan Mayes, 2009). 19 Sisa kilomikron (chylomicron remnant) akan diserap oleh hati melalui endositosis yang diperantarai oleh ApoE, melalui dua reseptor dependen-ApoE, yakni reseptor LDL (ApoB100, ApoE) dan LDL Related Protein (LRP). Sementara ester kolesteril dan triasilgliserol akan dihidrolis dan dimetabolisme di dalam hati. Hasil sintesis triasilgliserol dan kolesterol yang baru kemudian dikeluarkan oleh hati dalam bentuk VLDL ke perifer. Kemudian VLDL mengaktifkan LPL melalui ApoCII-nya, yang selanjutnya melepaskan asam lemak bebas. ApoCII pada VLDL akan hilang dan menyisakan ApoE. Proses ini meninggalkan sisa VLDL atau lipoprotein densitas intermediet (intermediet density lipoprotein atau IDL). Setelah dimetabolisme menjadi IDL, VLDL dapat diserap oleh hati melalui reseptor LDL (ApoB100 dan ApoE) dan akan meninggalkan hati sebagai VLDL. Sebagian IDL akan ditransformasi (dengan kehilangan ApoE dan terpejannya ApoB100) pada saat kontak dengan lipase hepatik menjadi LDL (Sibernagl dan Lang, 2006; Mayes dan Botham, 2009). Kolesterol endogen melalui beberapa tahapan, diawali dengan asetat yang diproduksi dari nutrien yang diserap dan energi beserta produk metabolisme lainnya. Selain kolesterol, asam lemak akan menjadi lemak tubuh dalam proses metabolisme energi. Saat sumber energi berlebihan, mengakibatkan asetat yang merupakan perantara juga menjadi berlebihan dan lemak tubuh akan bertambah. Sehingga orang yang obesitas akan mempunyai kemampuan membentuk kolesterol 20% lebih banyak dibandingkan orang dengan berat badan normal. Pembentukan kolesterol melalui jalur asetat diperantarai enzim HMG KoA 20 Reduktase. Kolesterol memiliki sifat membatasi kerja dari enzim HMG KoA Reduktase ideal (Mangku Sitepoe, 1993). Pada dasarnya semua kolesterol endogen yang beredar dalam lipoprotein plasma dibentuk oleh hati, tetapi semua sel tubuh lain setidaknya membentuk sedikit kolesterol, yang sesuai dengan kenyataan bahwa banyak struktur membran dari seluruh sel sebagian disusun dari zat yang berstruktur dasar inti sterol ini (Guyton dan Hall, 2006). Proses sintesis kolesterol terdiri dari lima tahapan utama (King, 2002) antara lain pada tahap awal adalah mengubah asetil KoA menjadi 3-hydroxy-3-methylglutaryl-CoA (HMG-KoA). Kemudian mengubah HMG-KoA menjadi mevalonat. Lalu mevalonat diubah menjadi molekul dasar isopren, isopentenyl pyrophosphate (IPP), bersamaan dengan hilangnya CO2. Setelah itu IPP diubah menjadi squalen. Tahap terakhir squalen diubah menjadi kolesterol. Gambar 4. Proses pembentukan kolesterol (King, 2002) 21 4. Simvastatin Gambar 5. Struktur senyawa Simvastatin (Witztum, 1996) Berikut ini adalah sifat fisika dan kimia dari senyawa simvastatin yang perlu untuk diketahui: Rumus molekul : C25H38O5 Sinonim :butanoic acid, 2,2-dimethyl-,1,2,3,7,8,8a-hexahydro3,7 dimethyl-8-[2-(tetrahydro-4 hydroxy-6-oxo-2H -pyran-2 yl)-ethyl]-1-naphthalenylester Berat Molekul : 418,57 Pemeriaan : serbuk kristal berwarna putih sampai abu-abu, tidak higroskopis. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan sangat larut dalam kloroform, metanol dan etanol Simvastatin merupakan senyawa yang diisolasi dari jamur Penicillium citrinum, simvastatin juga dapat diperoleh secara sintesis dari hasil fermentasi Aspergillus terreus. Simvastatin bekerja dengan cara menghambat HMG KoA Reduktase secara kompetitif pada proses sintesis kolesterol di hati. Simvastatin akan menghambat HMG KoA Reduktase mengubah substrat HMG KoA menjadi 22 asam mevalonat (Witztum, 1996). Simvastatin jelas menginduksi suatu peningkatan reseptor LDL dengan afinitas tinggi. Efek tersebut meningkatkan kecepatan ekstraksi LDL oleh hati, sehingga mengurangi simpanan LDL plasma (Katzung, 2003). Simvastatin merupakan prodrug dalam bentuk lakton yang harus dihidrolisis terlebih dulu menjadi bentuk aktifnya yaitu asam β-hidroksi di hati, lebih dari 95% hasil hidrolisisnya akan berikatan dengan protein plasma. Konsentrasi obat bebas di dalam sirkulasi sistemik sangat rendah yaitu kurang dari 5%, dan memiliki waktu paruh 2 jam. Sebagian besar obat akan di ekskresi melalui hati. Waktu paruh plasma obat berkisar diantara 1-3 jam dari penggunaan. Dosis awal pemberian obat adalah sebesar 5-10 mg/hari, dengan dosis maksimal 40 mg/hari. Pemberian obat dilakukan pada malam hari (Witztum, 1996). a. Mekanisme Aksi Simvastatin Langkah awal biosintesis sterol diperantarai HMG KoA Reduktase (gambar 6). Bentuk aktif penghambat reduktase merupakan analog struktural HMG KoA yang dibentuk oleh HMG KoA Reduktase dalam sintesis mevalonat. Analog tersebut menyebabkan hambatan parsial pada enzim sehingga dapat merusak sintesis isoprenoid semacam ubiquinone dan dolichol, dan prenylasi protein, namun belum diketahui apakah terbukti mempunyai efek biologi yang bermakna (Katzung, 2003). Penghambat HMG KoA reduktase menghambat sintesis kolesterol di hati dan hal ini akan menurunkan kadar LDL plasma. Menurunnya kadar kolesterol 23 akan menimbulkan perubahan-perubahan yang berkaitan dengan potensial obat ini (Suyatna dan Handoko,1995). Namun penghambat reduktase jelas menginduksi suatu peningkatan reseptor LDL dengan afinitas tinggi. Efek tersebut meningkatkan baik kecepatan katabolisme fraksional LDL maupun ekstraksi prekursor LDL oleh hati (VLDL sisa), sehingga mengurangi simpanan LDL plasma. Penurunan yang sedikit dalam trigliserida plasma dan sedikit peningkatan dalam kadar kolesterol HDL terjadi pula selama pengobatan (Katzung,2003). Kolesterol menekan transkripsi tiga jenis gen yang mengatur sintesis HMG KoA sintase, HMG KoA reduktase dan reseptor LDL. Menurunnya sintesis kolesterol oleh penghambat HMG KoA Reduktase akan menghilangkan hambatan ekspresi tiga jenis gen tersebut di atas, sehingga aktivitas sintesis kolesterol meningkat secara kompensatoir. Hal ini menyebabkan penurunan sintesis kolesterol oleh penghambat HMG KoA Reduktase tidak besar (Murray, 2003). Gambar 6. Jalur HMG KoA Reduktase (Botham dan Mayes 2009) 24 b. Toksisitas Peningkatan aktivitas aminotransferase serum (sampai tiga kali kadar normal) terjadi pada beberapa pasien yang menerima penghambat reduktase HMG KoA. Peningkatan tersebut seringkali tidak teratur dan biasanya tidak dihubungkan dengan kejadian lain mengenai toksisitas hati. Terapi dapat dilanjutkan pada pasien tersebut apabila tidak menimbulkan gejala dan sebaiknya kadar aminotransferase harus sering diukur. Pada sekitar 2% pasien, beberapa diantaranya dengan penyakit hati ataupun riwayat penyalahgunaan alkohol, maka kadar aminotransferase dapat melebihi tiga kali batas normal. Pengobatan sebaiknya langsung dihentikan pada pasien pasien dengan hepatotoksisitas yang mengalami penurunan LDL yang mendadak, malaise, dan anoreksia serta pada pasien tanpa gejala akan tetapi aktivitas aminotransferase-nya tetap meningkat sampai lebih dari 3 kali di atas batas normal. Dosis penghambat reduktase juga harus diturunkan pada pasien-pasien dengan penyakit hati parenkimal. Secara umum aktivitas aminotransferase sebaiknya diukur dalam jangka waktu 1-2 bulan dan kemudian setiap 6 bulan selama terapi (Katzung, 2003). Katabolisme simvastatin berlangsung melalui sitokrom P450. Penghambat reduktase yang bergantung pada sitokrom P450 cenderung berakumulasi di dalam plasma dengan adanya obat-obat yang menghambat atau bersaing untuk mendapatkan sitokrom 3A4. Beberapa penghambat tersebut termasuk antibiotika golongan macrolide, ketoconazole, verapamil, dan cyclosporine. Sebaliknya, obatobat seperti phenytoin, griseofulvin, barbiturate meningkatkan ekspresi CYP3A4 25 dan dapat menurunkan konsentrasi plasma penghambat reduktase yang bergantung kepada 3A4 (Katzung, 2003). c. Efek Samping Efek samping dari penggunaan simvastatin dalam jangka panjang dan dalam dosis yang besar akan menghasilkan efek samping seperti abdominal pain, konstipasi, flatulens, astenia, sakit kepala, miopati dan rabdomiolisis. Pada kasus tertentu terjadi angioneurotik edema (Katzung, 2003). F. Landasan Teori Hiperkolesterolemia terjadi saat kolesterol di dalam tubuh terlalu banyak untuk dimetabolisme sehingga terdeposit di dalam tubuh. Kadar kolesterol darah yang meningkat, yang dipengaruhi oleh absrobsi, sintesis, penyimpanan dan sekresi kolesterol adalah salah satu faktor resiko utama yang mengarah ke perkembangan penyakit kardiovaskular. Pemberian kapsul angkak dengan dosis 600 mg terhadap 79 pasien manusia di Taiwan selama 8 minggu dengan penggunaan dua kali sehari memeberikan hasil penurunan kadar kolesterol dari 280,6 mg/dl menjadi 219,3 mg/dl atau turun 21,5%. Sedangkan di Indonesia dengan menggunakan hewan percobaan tikus Sprague Dawley yang diinduksi hiperkolesterolemia dengan dosis 100 mg angkak selama 21 hari menurunkan kolesterol total 23,45%. Komponen aktif yang terkandung dalam angkak yang bertanggung jawab untuk menurunkan kadar kolesterol adalah monakolin K yang berperan sebagai competitive inhibitor yang bersaing dengan HMG KoA dalam sintesis kolesterol. 26 Bila monakolin K berikatan dengan HMG KoA Reduktase maka asam mevalonat yang merupakan senyawa dalam sintesis kolesterol tidak akan terbentuk, sehingga pembentukan kolesterol menjadi terhambat. Pada kayu manis dengan dosis 54 mg/hari efektif menurunkan kadar kolesterol pada tikus galur Wistar yang terkena diabetes melitus tipe 2. Ekstrak kayu manis dapat menurunkan rerata kadar kolesterol total 12-26%, trigliserida 23-30% dan kolesterol LDL 7-27% setelah 40 hari perlakuan pada manusia. G. Hipotesis Ekstrak LIPI 2013 dapat menurunkan kadar kolesterol total tikus yang dibuat hiperkolesterolemia dengan efek anti hiperkolesterolemia sebanding dengan kontrol positif simvastatin.