BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dislipidemia

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dislipidemia dapat diartikan sebagai perubahan kadar profil lipid darah
yaitu meningkatnya kadar kolesterol total, trigliserida dan LDL atau menurunnya
HDL (Nurwahyu, 2012). Kadar kolesterol serta trigliserida yang tinggi dan
berlangsung lama dapat menyebabkan penebalan pembuluh darah dengan risiko
penyempitan pembuluh darah (Kenchaiah et al, 2002). Penyakit yang diakibatkan
dislipidemia merupakan masalah yang serius pada negara-negara maju bahkan
saat ini juga muncul sebagai penyebab kematian dini dan ketidakmampuan fisik di
negara-negara berkembang.
Kolesterol merupakan salah satu penyebab penyakit jantung koroner
(PJK). Penyakit jantung dewasa ini merupakan penyebab paling utama keadaan
sakit dan kematian bangsa-bangsa industri maju (Ariantari dkk., 2010). Di
Amerika Serikat, penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian, yaitu
kira-kira 37% sebab kematian. Sekitar 88% dari angka tersebut, disebabkan
karena penyakit jantung koroner (Ariantari dkk., 2010). Sedangkan di dunia,
berdasarkan data World Health Organisation (WHO), diketahui bahwa sekitar 17
juta kematian di dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler pada tahun 2008
(30% kematian di dunia) dimana sekitar 7,3 juta dari kematian tersebut
disebabkan oleh penyakit jantung koroner (WHO, 2013).
Di Indonesia, faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner di negeri
ini akibat dislipidemia antara 7%-17% dengan rata-rata kadar kolesterol antara
1
2
203-213 mg/dl (Darmojo, 2003). Terjadinya lesi lemak pada aorta meningkat
mulai usia 6-10 tahun, sedangkan aortic fibrous plague terjadi mulai usia 20 tahun
(Wirahadikusumah, 1985). Di Indonesia, angka kejadian dislipidemia pada
penelitian MONICA (Multinational Monitoring of Trends Determinants in
Cardiovascular Diseases) I sebesar 13,4 persen untuk wanita dan 11,4 persen
untuk pria. Pada MONICA II (1994) didapatkan meningkat menjadi 16,2 persen
untuk wanita dan 14 persen pria (Bahri, 2004). Angka kejadian penyakit
kardiovaskular di Indonesia juga cenderung meningkat terlihat dari hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRT) 1992 angka kejadian penyakit
kardiovaskular hanya sebesar 16 persen, mengalami peningkatan menjadi 18,9
persen pada SKRT 1995. Hasil Sensus Kesehatan Masyarakat 2001 menunjukkan
angka penyakit kardiovaskular meningkat menjadi 26,4 persen (Rosalina, 2011).
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama mortalitas dan
morbiditas di negara-negara maju. Sebanyak 40% dari kasus kematian disebabkan
oleh penyakit degeneratif ini. Penyabab yang paling memungkinkan untuk
menerangkan munculnya epidemik disebabkan peningkatan lemak tubuh oleh
dislipidemia maupun hiperlipidemia (Jafar, 2011).
Dislipidemia dapat dicegah antara lain dengan memperbaiki nutrisi,
mempertahankan pola makan sehat dengan mengurangi makanan yang
mengandung kolesterol serta memperbanyak sayur dan buah. Dislipidemia dapat
diobati dengan meminum obat, baik sintetik maupun alami atau tradisional, yang
masih terus diteliti efektivitas, efek samping dan toksisitasnya. Angkak
3
merupakan salah satu bahan alami yang banyak digunakan untuk mencegah dan
mengobati hiperkolesterolemia secara tradisional (Suwanto, 1985).
Angkak sudah lama diketahui bermanfaat bagi kesehatan masyarakat
tiongkok sejak jaman dulu kala, namun kurang populer penggunaanya oleh
masyarakat Indonesia. Kandungan gizi yang terkandung di dalam angkak sangat
tinggi. Menurut hasil analisis Departemen Kesehatan RI, angkak mengandung
protein 7,3%, besi 4,2% dan vitamin B 10,34% (Nababan, 2013).
Di dalam angkak juga mengandung senyawa yang dapat menurunkan
kadar kolesterol yang menjadi penyebab hiperlipidemia. Berdasarkan penelitian
oleh Ernawati dkk., pada tahun 2006, pemberian 0,01 gram angkak selama 21 hari
menurunkan kadar kolesterol total sebesar 23,45% pada 42 ekor tikus galur
Sprague Dawley yang telah dibuat hiperlipidemia.
Sedangkan penggunaan kayu manis di dalam masyarakat Indonesia sudah
luas terutama sebagai rempah-rempah di banyak masakan Indonesia. Kayu manis
telah beberapa kali diteliti dapat menurunkan kadar glukosa darah, total kolestrol,
dan kadar trigliserida, serta disisi lain dapat meningkatkan kadar HDL (Khan et
al, 2003).
B. Perumusan Masalah
1. Apakah ekstrak LIPI 2013 dapat menurunkan kadar kolesterol total darah
tikus yang dibuat hiperkoleterolemia?
4
2. Berapa persen penurunan kadar kolesterol total yang dapat dilakukan tiap
masing masing dosis ekstrak LIPI 2013 terhadap tikus yang dibuat
hiperkolesterolemia?
3. Apakah ada perbedaan antara efek penurunan kadar koleterol total dari
ekstrak LIPI 2013 dibandingkan simvastatin?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
a. Untuk mengetahui efek ekstrak LIPI 2013 sebagai penurun kadar
kolesterol total dibandingkan obat simvastatin.
b. Untuk mendapatkan dosis yang efektif ekstrak LIPI 2013 sebagai
penurun kadar kolesterol total darah.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a.
Sebagai informasi ilmiah mengenai khasiat ekstrak LIPI 2013 sebagai
penurun kadar kolesterol total darah.
b.
Menambah inventaris tumbuhan obat Indonesia yang berkhasiat
sebagai penurun kadar kolesterol total yang didukung penelitian
ilmiah.
c.
Menurunkan angka kejadian hiperkolesterolemia di masyarakat
Indonesia.
5
E. Tinjauan Pustaka
1. Angkak
Penggunaan Angkak (gambar 1) di luar negeri sudah sejak jaman dahulu
dan memiliki sebutan berbeda-beda di tiap negara. Angkak dalam bahasa Inggris
disebut dengan Red Yeast Rice. Masyarakat Jepang mengenal angkak dengan angkhak, beni, koji atau red koji, sedangkan di Cina angkak dikenal dengan zhi tai
yang berarti angkak dalam bentuk tepung kering, xue zhikang yang berarti angkak
telah diekstrak dengan alkohol (Bakosova et al., 2001; Chen & John, 1993).
Gambar 1. Sediaan uji Angkak
Angkak adalah sumber protein dan mineral seperti selenium yang dapat
meningkatkan daya tahan tubuh, serta sumber vitamin B yang dapat menyehatkan
sel – sel syaraf dan sistem pencernaan. Angkak juga memiliki kandungan serat
yang tinggi sehingga dapat mencegah konstipasi (Fitriani, 2006).
Angkak juga mengandung beberapa mineral utama seperti fosfor, kalsium,
magnesium, dan besi. Angkak juga mengandung protein, asam lemak tidak jenuh,
6
beta-sterol, camsterol, stigma-sterol, isoflavones, saponin, Zn, Fe, lovastin, dan
mevinolin-HMG-CoA (Erdogrul dan Azirak, 2004).
a. Monascus Spp
Monascus spp dibagi menjadi empat spesies yaitu: M pilosus, M
purpureus, M ruber dan M froridanus. Beberapa spesies kapang telah digunakan
untuk memproduksi angkak, diantaranya adalah M purpureus, M pilosus, dan M
anka. Salah satu spesies Monascus yaitu M purpureus yang membentuk koloni
yang menyebar dan berwarna merah atau ungu (Sabater-Vilar et al, 1999).
Monascus adalah kapang yang menggunakan berbagai komponen
makanan dari yang sederhana sampai yang kompleks. Kapang ini juga
memproduksi enzim-enzim seperti α-amilase, ß-amilase, glukoamilase, lipase,
protease, glukosidase dan ribonuklease. Oleh karena itu kapang ini mampu
tumbuh pada bahan yang mengandung pati, protein atau lipid (Yongsmith, 1999).
Suhu pertumbuhan untuk Monascus berada dalam kisaran 25ºC – 32º C
sehingga kapang ini termasuk dalam golongan kapang mesofilik. Sedangkan pH
yang sesuai untuk pertumbuhannya adalah sekitar 6,5 (Hesseltine, 1965).
Monascus bersifat aerobik, yaitu membutuhkan oksigen dalam pertumbuhannya
karena kapang tersebut tumbuh baik pada permukaan beras.
Monascus dikelompokkan dalam kapang yang bersepta yaitu septa yang
membagi hifa dalam ruangan-ruangan, dimana setiap ruangan mempunyai inti
satu atau lebih. Monascus termasuk dalam kelas Ascomycetes sehingga sistem
reproduksinya menggunakan askospora (spora seksual) dimana spora bersel satu
7
terbentuk di dalam kantung yang disebut askus. Biasanya terdapat 8 askospora di
dalam setiap askus (Erdogrul dan Azirak, 2004)
Klasifikasi dari Monascus purpureus, adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Amastigomycotina
Sub divisi
: Ascomycotina
Kelas
: Ascomycetes
Ordo
: Eurotiales
Famili
: Trichocomaceae
Genus
: Monascus
Spesies
: Monascus purpureus (Alexopoulos et al, 1996).
Kapang M purpureus dengan kandungan lovastatinnya adalah salah satu
dari keanekaragaman mikroba Indonesia yang memiliki potensi biomedis yang
dapat dikembangkan. Lovastatin adalah bahan bioaktif yang dikenal baik berperan
dalam penurunan kolesterol, pengobatan diabetes, jantung koroner, rapuh tulang,
penghambatan tumor dan penyakit degeneratif (Erdogrul dan Azirak, 2004).
b. Manfaat Angkak
Larutan angkak mengandung protein dan berbagai asam amino, asam
lemak tidak jenuh (12%) dan sterol yang dapat mengurangi sintesis kolesterol
dalam hati. Asam lemak tidak jenuh sangat esensial sebagai obat antitrombotik
dan hipolepidemik. Selain itu asam linolenat mampu menurunkan lipoprotein
densitas rendah (LDL) bagi penderita hiperkolesterolemia yang berisiko jantung
koroner serta mengobati sindrom prahaid dan eksemenia atopik (Rahmat 2000).
8
Ekstrak angkak dapat menunjang kemampuan tubuh dalam mengatur kadar
kolesterol darah (Anggraeni et al, 2009). Ekstrak angkak mampu menurunkan
secara nyata total kolesterol secara bermakna dengan dosis optimal 108 mg/kg
BB/hari (Anggraeni et al, 2009)
Kapang M purpureus merupakan bahan alam yang terbukti efektif untuk
mereduksi kadar kolesterol dalam darah. Kapang ini menghasilkan senyawa
monakolin yang efeknya sama dengan lovastatin yaitu menghambat HMG KoA
reduktase di samping mengandung asam lemak tak jenuh. Produk Monascus ini
telah lama digunakan sebagai makanan sehat dan makanan tambahan untuk
penderita hiperkolesterolemia yang penggunaannya telah di setujui oleh Food
Drug Administration ( FDA) sejak 1998 (Rindiastuti, 2008).
Monakolin adalah suatu inhibitor hydroxymethylglutaryl-CoA reductase
(HMG KoA Reduktase) yang mempunyai efek terhadap profil lipid. Monakolin
juga dikenal sebagai mevalonin atau lovastatin. Senyawa monacolin tersebut
mampu menghambat kerja enzim HMG KoA Reduktase, yaitu enzim yang sangat
diperlukan untuk sintesis kolesterol. Inhibitor HMG KoA Reduktase dapat
menurunkan simpanan kolesterol intrasel serta menghambat sintesis very low
density lipoprotein (VLDL) di hati (Ajdari et al, 2011).
Angkak mengandung sembilan macam monakolin yang berbeda, yang
kesemuanya mempunyai kemampuan untuk menghambat HMG KoA Reduktase
(Ajdari et al, 2011).
Very Low Density Lipoprotein adalah prekursor LDL, penghambatan
sintesis VLDL secara otomatis akan menurunkan jumlah LDL. Kadar kolesterol
9
tinggi sangat tidak dikehendaki sebab dapat meningkatkan risiko terjadinya
penyakit kardiovaskuler, seperti aterosklerosis, penyakit jantung, stroke, dan
hipertensi. Dengan terhambatnya kerja enzim HMG KoA Reduktase oleh senyawa
yang ada pada angkak, laju sintesis kolesterol di dalam tubuh dihambat, sehingga
secara nyata dapat menurunkan kadar kolesterol tubuh. Keyakinan tersebutlah
yang mendorong penggunaan angkak sebagai penurun kolesterol dan sekaligus
obat bagi penyakit jantung (Ajdari et al, 2011).
Penelitian pemberian angkak menggunakan 83 orang penderita kolesterol
tinggi telah dilakukan di UCLA School of Medicine. Dibandingkan penderita yang
diberi plasebo (tanpa angkak), pemberian angkak selama 12 minggu secara nyata
dapat menurunkan kadar kolesterol LDL (kolesterol jahat) dan trigliserida
(senyawa lemak yang juga dapat berakumulasi di pembuluh darah dan
menyebabkan kerusakan). Di lain pihak, pemberian angkak tidak berpengaruh
terhadap kadar kolesterol HDL (Heber et al, 2001).
Suatu penelitian yang dipresentasikan pada kongres tahunan American
Heart Association ke-39 pada tahun 1999 menunjukkan bahwa pemberian angkak
pada penderita hiperkolesterolemia selama delapan minggu dapat menurunkan
kadar kolesterol total sebesar 16-22,7 persen, LDL sebesar 21–31 persen dan
trigliserida sebesar 24–34 persen. Sementara kolesterol HDL meningkat sebesar
14–20 persen ( Liu et al, 2006).
Isoflavon merupakan salah satu zat penting dalam angkak yang juga
mempunyai efek penurun lipid. Beberapa studi yang membandingkan efek isolat
isoflavon dalam protein dengan protein yang telah dihilangkan isoflavonnya
10
membuktikan bahwa protein dengan isolat isoflavon di dalamnya mampu
meningkatkan kadar kolesterol HDL dan menurunkan kadar kolesterol LDL.
Namun, beberapa studi menyatakan bahwa isoflavon tidak mempunyai efek
terhadap kadar kolesterol plasma tetapi dapat meningkatkan fungsi kardiovaskuler
dengan memelihara elastisitas arteri (Mindy et al., 2003).
2. Kayu Manis
Kayu Manis (Cinnamomum burmanii) (gambar 2) merupakan jenis
tanaman berumur panjang yang ada di Indonesia yang sering digunakan oleh
masyarakat terutama bagian kulitnya. Sebelum masehi, kulit kayu manis dikenal
sebagai sumber pewangi untuk membalsam mumi raja-raja Mesir serta peningkat
cita rasa masakan dan minuman. C burmanii yang bersinonim dengan
Cinnamomum chinese, Cinnamomum dulce, dan Cinnamomum kiamis ini berasal
dari Indonesia. Tanaman akan tumbuh baik pada ketinggian 600 – 1500 m. Kayu
manis merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak dijumpai di Sumatera
Barat, Jambi, Sumatera Utara, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur
dan Maluku (Rismunandar dan Paimin, 2001).
Sistematika (taksonomi) tanaman kayu manis seperti yang dikutip dalam
Materia Medika yang berasal dari Departemen Kesehatan (1997) diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
11
Ordo
: Laurales
Famili
: Lauraceae
Genus
: Cinnamomum
Spesies
: Cinnamomum burmanii
Gambar 2. Cinnamomum burmannii (Rismunandar & Paimin, 2001)
Daun kayu manis saling bersilangan atau dalam rangka rangkaian spiral.
Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna
pucuknya kemerahan, sedangkan daun tuanya berwarna hijau tua. Bunga
berkelamin dua atau bunga sempurna dengan warna kuning, ukuran kecil.
Buahnya adalah buah buni, berbiji satu, dan berdaging. Bentuknya bulat
memanjang, buah muda berwarna hijau tua dan buah tua berwarna ungu tua
(Ravindran et al, 2004).
Kayu manis dapat tumbuh pada ketinggian 200 mdpl, tempat tumbuh yang
baik bagi pertumbuhan tanaman kayu manis pada ketinggian 500-1.500 mdpl.
Tanaman ini untuk pertumbuhannya memerlukan kelembaban 70-90 %. Curah
hujan yang sesuai dengan pertumbuhan pohon ini 2.000-2.500 mm/tahun dengan
12
penyebarannya hampir merata sepanjang tahun. Tanah yang cocok untuk tanaman
ini adalah tanah humus dan tekstur agak berpasir (Ravindran et al, 2004).
a. Manfaat Tanaman Kayu Manis
Tanaman kayu manis telah lama digunakan secara turun temurun oleh
bangsa China dan India sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai macam
penyakit. Manfaat farmakologis kayu manis diantaranya adalah : antioksidan,
analgesik, antipiretik, antialergenik, antikanker, antimikroba, antiulserogenik,
antikonvulsan,
anti
inflamasi,
sedatif,
imunomodulator,
hipoglikemik,
hipokolesterolemia, dan sebagai obat pada penyakit kardiovaskular (Ravindran et
al., 2004).
Tanaman kayu manis (C burmanii) merupakan salah satu tanaman yang
mempunyai prospek yang baik. Kulit batang, kulit dahan, dan kulit rantingnya
selain digunakan untuk bahan rempah dan obat juga dapat dihasilkan minyak
atsiri yang banyak digunakan dalam industri kosmetik, farmasi maupun industri
makanan (Usman, 2009). Kayu manis (C burmanii) telah beberapa kali diteliti
dapat menurunkan kadar glukosa darah, total kolestrol, dan kadar trigliserida,
serta disisi lain dapat meningkatkan kadar HDL (Khan et al, 2003).
Kayu manis mampu bertindak sebagai agen hipokolesterolemik. Penelitian
pada tikus yang diberi diet tinggi kolesterol, cinnamate (0,1/100 g diet) dapat
menghambat aktivitas HMG KoA Reduktase hepar dan menurunkan peroksidasi
lipid di hepar (Lee et al, 2005). Mekanisme ini setara dengan obat penurun
kolesterol golongan statin (Dunn, 2010). Pada penelitian Sheng et al., (2008)
ekstrak kayu manis juga dapat mengaktifkan PPARα (Peroxisome Proliferator
13
Activated Receptors α) pada tikus obesitas yang diinduksi diet tinggi kalori,
sehingga mampu berkerja seperti obat penurun kolesterol golongan fibrat. Pada
penelitian yang dilakukan Fauzan et al.,(2004) ekstrak kayu manis berpotensi
sebagai anti hiperkolesterolemia sebab mampu menurunkan kolesterol total serum
dari 443,3 mg/dL menjadi 139,1 mg/dL. Senyawa flavonoid di dalam tanaman
dapat berfungsi sebagai antioksidan yang berkaitan dengan kemampuannya untuk
menangkap radikal bebas dan radikal peroksi sehingga efektif dalam menghambat
oksidasi terutama senyawa lipida (Kinsella et al, 1993). Kandungan fitokimia
dalam ekstrak kayu manis seperti tannin, flavonoid, dan saponin diduga berperan
dalam penurunan kolesterol serum kelinci (Robinson, 1991).
3. Dislipidemia
a. Definisi Dislipidemia
Hiperlipidemia diartikan sebagai kenaikan kadar kolesterol, trigliserida
ataupun keduanya dalam plasma lebih dari tingkat kenormalan menurut umur dan
jenis kelamin. Apabila hiperlipidemia dinyatakan sebagai peningkatan salah satu
atau beberapa lipoprotein dalam darah maka kelainan tersebut dikenal sebagai
hiperlipoproteinemia (Stephen et al, 2008)
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma tubuh. Kenaikan dan
penurunan dari kadar berbeda dari komposisi ideal lemak dalam tubuh seperti
pada tabel 1. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol
total, kolesterol LDL, dan trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL.
14
Dislipidemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar LDL kolesterol dalam
darah atau trigliserida dalam darah yang dapat disertai penurunan kadar HDL
kolesterol (Sunita, 2006). Dislipidemia dalam proses terjadinya aterosklerosis
semuanya memiliki peran yang penting dan sangat berkaitan satu dengan yang
lain, sehingga tidak mungkin dibahas sendiri-sendiri. Ketiganya dikenal sebagai
triad lipid, yaitu kolesterol total, HDL serta LDL, dan trigliserida. Jumlah dari
masing masing triad lipid mempunyai peran penting pada patogenesis penyakit
jantung koroner. Seperti trigliserida bila kadar diantara 250-500 mg/dL dianggap
berhubungan dengan penyakit jantung koroner apabila disertai adanya penurunan
kadar HDL.
Tabel I. Komposisi ideal komponen lemak dalam tubuh (Dipiro, 2008)
Pemeriksaan laboratorium
Kolesterol total
Kilomikron
VLDL
LDL
HDL
Perbandingan LDL dengan HDL
Trigliserida
Kisaran ideal (mg/dL darah)
120-200
Negatif (setelah berpuasa 12 jam)
1-30
60-160
35-65
<3,5
10-160
Terjadinya dislipidemia dalam jangka waktu panjang menyebabkan
terjadinya
aterosklerosis,
yang
biasanya
berdampak
sebagai
penyakit
kardiovaskular seperti: angina pectoris, myocardial infarction, TIA (Transient
Ischemic attacks), Stroke, PAD (Peripheral Artery Diseases) (Grundy, et al.,
2004).
Berdasarkan etiologinya, hiperlipidemia dibedakan menjadi hiperlipidemia
primer dan hiperlipidemia sekunder. Hiperlipidemia primer adalah keadaan
15
peningkatan kadar lemak darah yang tidak ada hubungannya dengan penyakit lain
(herediter). Hiperlipidemia primer atau Hiperkolesterolemia Familial (FH) ada
dua macam yaitu homozygot dan heterozygot. Hiperlipidemia sekunder
merupakan gangguan metabolisme lemak yang dijumpai dalam hubungannya
dengan penyakit organik atau metabolik tertentu. Sebab-sebab hiperlipidemia
sekunder adalah diabetes melitus, hipotiroidism, minum alkohol yang berlebihan,
obesitas, penyakit hati, penyakit ginjal, pankreatitis dan penggunaan obat-obat
tertentu (beta bloker, diuretik, kontrasepsi oral estrogen dan gestagen) (Mayes dan
Botham, 1996).
b. Definisi Kolesterol
Kolesterol (gambar 3) adalah lemak berwarna kekuningan dan berupa lilin
yang disintesis oleh tubuh terutama di dalam hati (Heslet, 1997). Kolesterol
termasuk zat gizi yang sukar diserap oleh tubuh. Kolesterol dapat masuk ke dalam
tubuh melalui jalur sistem limfatik. Kolesterol saat berada di dalam plasma darah
berkaitan dengan asam lemak dan akan ikut bersikulasi dari bentuk ester
kolesterol (Lukman, 2011).
Kolesterol yang terdapat dalam sel membran dan merupakan prekursor
dari semua steroid yang ada dalam tubuh termasuk asam empedu, kortikosteroid,
vitamin D, dan hormon seks. Kolesterol beredar dalam darah dalam bentuk
partikel kecil yang berbeda-beda yang mengandung lipid dan protein
(lipoprotein).
Kolesterol memiliki bentuk fisik sebagai berikut: dapat larut dalam pelarut
organik, misalnya eter, kloroform, benzen, karbon disulfida, aseton, dan alkohol
16
panas, tetapi tidak larut dalam air, asam atau basa. Pada konsentrasi tinggi,
kolesterol mengkristal dalam bentuk kristal tak berwarna, tidak berasa, tidak
berbau, dan memiliki titik lebur 150oC – 151oC. Di udara terbuka atau terkena
sinar matahari langsung, kolesterol akan teroksidasi secara lambat menjadi
senyawa yang memiliki titik lebur lebih rendah dan akan berubah sifat reaksinya
(Poedjiadi, 1994).
Gambar 3. Struktur kolesterol (Heslet, 1997)
c. Fungsi Kolesterol
Sejauh ini manfaat kolesterol non membran yang paling banyak dalam
tubuh adalah untuk membentuk asam kolat di dalam hati. Sebanyak 80 persen
kolesterol dikonversi menjadi asam kolat. Kolesterol berkonjugasi dengan zat lain
membentuk garam empedu, yang membantu pencernaan dan absorbsi lemak.
Sebagian kecil dari kolesterol dipakai oleh kelenjar adrenal untuk
membentuk hormon adrenokortikal; ovarium, untuk membentuk progesteron dan
estrogen; dan oleh testis untuk membentuk testosteron. Kelenjar-kelenjar ini juga
dapat membentuk sterol sendiri dan kemudian membentuk hormon dari sterol
tersebut.
Sejumlah besar kolesterol diendapkan dalam lapisan korneum kulit. Hal ini
bersama dengan lemak lainnya, membuat kulit lebih resisten terhadap absorbsi zat
17
yang larut dalam air dan juga kerja dari berbagai zat kimia, sebab kolesterol dan
lemak lain sangat tidak berdaya terhadap zat-zat seperti asam lemak dan berbagai
pelarut, yang bila tidak dapat lebih mudah menembus tubuh. Juga, zat lemak ini
membantu mencegah evaporasi air dari kulit; tanpa proteksi ini jumlah evaporasi
(seperti terjadi pada pasien yang kehilangan kulitnya karena luka bakar) dapat
mencapai 5 sampai 10 liter setiap hari sedangkan kehilangan yang biasa hanya
300 sampai 400 mililiter (Guyton dan Hall, 2006).
Kolesterol dan fosfolipid bersama-sama membentuk struktur khusus di
seluruh sel tubuh, terutama untuk pembentukan membran. Sejumlah besar
kolesterol dan fosfolipid terdapat dalam sel membran dan membran organel
bagian dalam dari semua sel. Perlu juga diketahui bahwa rasio jumlah kolesterol
dan fosfolipid terutama penting untuk menentukan kandungan cairan sel
membran.
Untuk membentuk membran, harus tersedia zat yang tidak larut dalam air.
Umumnya, satu-satunya zat dalam tubuh yang tidak larut dalam air (selain zat
anorganik tulang) adalah lipid dan beberapa protein. Jadi, integritas fisik sel di
semua tempat dalam tubuh didasarkan terutama pada fosfolipid, kolesterol, dan
protein tidak larut tertentu. Muatan polar pada fosfolipid juga mengurangi
tegangan antar permukaan antara membran dan cairan sekitarnya (Guyton dan
Hall, 2006).
Fakta lain yang menunjukkan pentingnya kolesterol dan fosfolipid untuk
pembentukan struktur elemen sel adalah kecepatan pergantian yang diukur dalam
bulan atau tahun. Misalnya, fungsi kolesterol dan fosfolipid di dalam sel otak
18
terutama berhubungan dengan sifat fisik keduanya yang tidak dapat dirusak
(Guyton dan Hall, 2006).
d. Metabolisme Kolesterol
Kolesterol diabsorbsi setiap hari dari saluran pencernaan, yang disebut
kolesterol eksogen. Selain itu ada suatu jumlah yang bahkan lebih besar dibentuk
dalam sel tubuh disebut kolesterol endogen. Pada dasarnya semua kolesterol
endogen yang beredar dalam lipoprotein plasma dibentuk oleh hati, tetapi semua
sel tubuh lain setidaknya membentuk sedikit kolesterol, yang sesuai dengan
kenyataan bahwa banyak struktur membran dari seluruh sel sebagian disusun dari
zat yang berstruktur dasar inti sterol ini (Guyton dan Hall, 2006).
Jalur eksogen, diet dari kolesterol makanan yang kita makan akan dipecah
di usus halus dengan bantuan asam empedu, sebagian besar asam lemak dan
monogliserid sebab tidak larut dalam air, maka diangkut oleh miselus (dalam
bentuk besar disebut emulsi) dan dilepaskan ke dalam sel epitel usus (enterosit).
Di dalam sel ini asam lemak dan monogliserid segera dibentuk menjadi trigliserid
(lipid) dan berkumpul membentuk kilomikron. Kilomikron mentransport lemak
dari usus (melalui saluran limfe usus) ke perifer (otot lurik dan jaringan lemak),
sementara ApoCII (Apolipoprotein CII) mengaktifkan LPL (Lipoprotein Lipase).
Lipoprotein Lipase akan menghidrolisis triasilgliserol (kilomikron) melalui
diasilgliserol menjadi monoasilgliserol dan akhirnya menjadi asam lemak bebas
dan gliserol. Sebagian asam lemak bebas ini kembali ke dalam sirkulasi, melekat
pada albumin, tetapi kebanyakan diangkut ke jaringan seperti otot skelet dan
jaringan adiposa (Sibernagl dan Lang, 2006; Botham dan Mayes, 2009).
19
Sisa kilomikron (chylomicron remnant) akan diserap oleh hati melalui
endositosis yang diperantarai oleh ApoE, melalui dua reseptor dependen-ApoE,
yakni reseptor LDL (ApoB100, ApoE) dan LDL Related Protein (LRP).
Sementara ester kolesteril dan triasilgliserol akan dihidrolis dan dimetabolisme di
dalam hati. Hasil sintesis triasilgliserol dan kolesterol yang baru kemudian
dikeluarkan oleh hati dalam bentuk VLDL ke perifer. Kemudian VLDL
mengaktifkan LPL melalui ApoCII-nya, yang selanjutnya melepaskan asam
lemak bebas. ApoCII pada VLDL akan hilang dan menyisakan ApoE. Proses ini
meninggalkan sisa VLDL atau lipoprotein densitas intermediet (intermediet
density lipoprotein atau IDL). Setelah dimetabolisme menjadi IDL, VLDL dapat
diserap oleh hati melalui reseptor LDL (ApoB100 dan ApoE) dan akan
meninggalkan hati sebagai VLDL. Sebagian IDL akan ditransformasi (dengan
kehilangan ApoE dan terpejannya ApoB100) pada saat kontak dengan lipase
hepatik menjadi LDL (Sibernagl dan Lang, 2006; Mayes dan Botham, 2009).
Kolesterol endogen melalui beberapa tahapan, diawali dengan asetat yang
diproduksi dari nutrien yang diserap dan energi beserta produk metabolisme
lainnya. Selain kolesterol, asam lemak akan menjadi lemak tubuh dalam proses
metabolisme energi. Saat sumber energi berlebihan, mengakibatkan asetat yang
merupakan perantara juga menjadi berlebihan dan lemak tubuh akan bertambah.
Sehingga orang yang obesitas akan mempunyai kemampuan membentuk
kolesterol 20% lebih banyak dibandingkan orang dengan berat badan normal.
Pembentukan kolesterol melalui jalur asetat diperantarai enzim HMG KoA
20
Reduktase. Kolesterol memiliki sifat membatasi kerja dari enzim HMG KoA
Reduktase ideal (Mangku Sitepoe, 1993).
Pada dasarnya semua kolesterol endogen yang beredar dalam lipoprotein
plasma dibentuk oleh hati, tetapi semua sel tubuh lain setidaknya membentuk
sedikit kolesterol, yang sesuai dengan kenyataan bahwa banyak struktur membran
dari seluruh sel sebagian disusun dari zat yang berstruktur dasar inti sterol ini
(Guyton dan Hall, 2006). Proses sintesis kolesterol terdiri dari lima tahapan
utama (King, 2002) antara lain pada tahap awal adalah mengubah asetil KoA
menjadi 3-hydroxy-3-methylglutaryl-CoA (HMG-KoA). Kemudian mengubah
HMG-KoA menjadi mevalonat. Lalu mevalonat diubah menjadi molekul dasar
isopren, isopentenyl pyrophosphate (IPP), bersamaan dengan hilangnya CO2.
Setelah itu IPP diubah menjadi squalen. Tahap terakhir squalen diubah menjadi
kolesterol.
Gambar 4. Proses pembentukan kolesterol (King, 2002)
21
4. Simvastatin
Gambar 5. Struktur senyawa Simvastatin (Witztum, 1996)
Berikut ini adalah sifat fisika dan kimia dari senyawa simvastatin yang
perlu untuk diketahui:
Rumus molekul
: C25H38O5
Sinonim
:butanoic acid, 2,2-dimethyl-,1,2,3,7,8,8a-hexahydro3,7 dimethyl-8-[2-(tetrahydro-4 hydroxy-6-oxo-2H
-pyran-2 yl)-ethyl]-1-naphthalenylester
Berat Molekul
: 418,57
Pemeriaan
: serbuk kristal berwarna putih sampai abu-abu, tidak
higroskopis.
Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam air dan sangat larut dalam
kloroform, metanol dan etanol
Simvastatin merupakan senyawa yang diisolasi dari jamur Penicillium
citrinum, simvastatin juga dapat diperoleh secara sintesis dari hasil fermentasi
Aspergillus terreus. Simvastatin bekerja dengan cara menghambat HMG KoA
Reduktase secara kompetitif pada proses sintesis kolesterol di hati. Simvastatin
akan menghambat HMG KoA Reduktase mengubah substrat HMG KoA menjadi
22
asam mevalonat (Witztum, 1996). Simvastatin jelas menginduksi suatu
peningkatan reseptor LDL dengan afinitas tinggi. Efek tersebut meningkatkan
kecepatan ekstraksi LDL oleh hati, sehingga mengurangi simpanan LDL plasma
(Katzung, 2003).
Simvastatin merupakan prodrug dalam bentuk lakton yang harus
dihidrolisis terlebih dulu menjadi bentuk aktifnya yaitu asam β-hidroksi di hati,
lebih dari 95% hasil hidrolisisnya akan berikatan dengan protein plasma.
Konsentrasi obat bebas di dalam sirkulasi sistemik sangat rendah yaitu kurang
dari 5%, dan memiliki waktu paruh 2 jam. Sebagian besar obat akan di ekskresi
melalui hati. Waktu paruh plasma obat berkisar diantara 1-3 jam dari penggunaan.
Dosis awal pemberian obat adalah sebesar 5-10 mg/hari, dengan dosis maksimal
40 mg/hari. Pemberian obat dilakukan pada malam hari (Witztum, 1996).
a. Mekanisme Aksi Simvastatin
Langkah awal biosintesis sterol diperantarai HMG KoA Reduktase
(gambar 6). Bentuk aktif penghambat reduktase merupakan analog struktural
HMG KoA yang dibentuk oleh HMG KoA Reduktase dalam sintesis mevalonat.
Analog tersebut menyebabkan hambatan parsial pada enzim sehingga dapat
merusak sintesis isoprenoid semacam ubiquinone dan dolichol, dan prenylasi
protein, namun belum diketahui apakah terbukti mempunyai efek biologi yang
bermakna (Katzung, 2003).
Penghambat HMG KoA reduktase menghambat sintesis kolesterol di hati
dan hal ini akan menurunkan kadar LDL plasma. Menurunnya kadar kolesterol
23
akan menimbulkan perubahan-perubahan yang berkaitan dengan potensial obat ini
(Suyatna dan Handoko,1995).
Namun penghambat reduktase jelas menginduksi suatu peningkatan
reseptor LDL dengan afinitas tinggi. Efek tersebut meningkatkan baik kecepatan
katabolisme fraksional LDL maupun ekstraksi prekursor LDL oleh hati (VLDL
sisa), sehingga mengurangi simpanan LDL plasma. Penurunan yang sedikit dalam
trigliserida plasma dan sedikit peningkatan dalam kadar kolesterol HDL terjadi
pula selama pengobatan (Katzung,2003).
Kolesterol menekan transkripsi tiga jenis gen yang mengatur sintesis
HMG KoA sintase, HMG KoA reduktase dan reseptor LDL. Menurunnya sintesis
kolesterol oleh penghambat HMG KoA Reduktase akan menghilangkan hambatan
ekspresi tiga jenis gen tersebut di atas, sehingga aktivitas sintesis kolesterol
meningkat secara kompensatoir. Hal ini menyebabkan penurunan sintesis
kolesterol oleh penghambat HMG KoA Reduktase tidak besar (Murray, 2003).
Gambar 6. Jalur HMG KoA Reduktase (Botham dan Mayes 2009)
24
b. Toksisitas
Peningkatan aktivitas aminotransferase serum (sampai tiga kali kadar
normal) terjadi pada beberapa pasien yang menerima penghambat reduktase HMG
KoA. Peningkatan tersebut seringkali tidak teratur dan biasanya tidak
dihubungkan dengan kejadian lain mengenai toksisitas hati. Terapi dapat
dilanjutkan pada pasien tersebut apabila tidak menimbulkan gejala dan sebaiknya
kadar aminotransferase harus sering diukur. Pada sekitar 2% pasien, beberapa
diantaranya dengan penyakit hati ataupun riwayat penyalahgunaan alkohol, maka
kadar aminotransferase dapat melebihi tiga kali batas normal.
Pengobatan sebaiknya langsung dihentikan pada pasien pasien dengan
hepatotoksisitas yang mengalami penurunan LDL yang mendadak, malaise, dan
anoreksia serta pada pasien tanpa gejala akan tetapi aktivitas aminotransferase-nya
tetap meningkat sampai lebih dari 3 kali di atas batas normal. Dosis penghambat
reduktase juga harus diturunkan pada pasien-pasien dengan penyakit hati
parenkimal. Secara umum aktivitas aminotransferase sebaiknya diukur dalam
jangka waktu 1-2 bulan dan kemudian setiap 6 bulan selama terapi (Katzung,
2003).
Katabolisme simvastatin berlangsung melalui sitokrom P450. Penghambat
reduktase yang bergantung pada sitokrom P450 cenderung berakumulasi di dalam
plasma dengan adanya obat-obat yang menghambat atau bersaing untuk
mendapatkan sitokrom 3A4. Beberapa penghambat tersebut termasuk antibiotika
golongan macrolide, ketoconazole, verapamil, dan cyclosporine. Sebaliknya, obatobat seperti phenytoin, griseofulvin, barbiturate meningkatkan ekspresi CYP3A4
25
dan dapat menurunkan konsentrasi plasma penghambat reduktase yang
bergantung kepada 3A4 (Katzung, 2003).
c. Efek Samping
Efek samping dari penggunaan simvastatin dalam jangka panjang dan
dalam dosis yang besar akan menghasilkan efek samping seperti abdominal
pain, konstipasi, flatulens, astenia, sakit kepala, miopati dan rabdomiolisis. Pada
kasus tertentu terjadi angioneurotik edema (Katzung, 2003).
F. Landasan Teori
Hiperkolesterolemia terjadi saat kolesterol di dalam tubuh terlalu banyak
untuk dimetabolisme sehingga terdeposit di dalam tubuh. Kadar kolesterol darah
yang meningkat, yang dipengaruhi oleh absrobsi, sintesis, penyimpanan dan
sekresi kolesterol adalah salah satu faktor resiko utama yang mengarah ke
perkembangan penyakit kardiovaskular.
Pemberian kapsul angkak dengan dosis 600 mg terhadap 79 pasien
manusia di Taiwan selama 8 minggu dengan penggunaan dua kali sehari
memeberikan hasil penurunan kadar kolesterol dari 280,6 mg/dl menjadi 219,3
mg/dl atau turun 21,5%. Sedangkan di Indonesia dengan menggunakan hewan
percobaan tikus Sprague Dawley yang diinduksi hiperkolesterolemia dengan dosis
100 mg angkak selama 21 hari menurunkan kolesterol total 23,45%.
Komponen aktif yang terkandung dalam angkak yang bertanggung jawab
untuk menurunkan kadar kolesterol adalah monakolin K yang berperan sebagai
competitive inhibitor yang bersaing dengan HMG KoA dalam sintesis kolesterol.
26
Bila monakolin K berikatan dengan HMG KoA Reduktase maka asam mevalonat
yang merupakan senyawa dalam sintesis kolesterol tidak akan terbentuk, sehingga
pembentukan kolesterol menjadi terhambat.
Pada kayu manis dengan dosis 54 mg/hari efektif menurunkan kadar
kolesterol pada tikus galur Wistar yang terkena diabetes melitus tipe 2. Ekstrak
kayu manis dapat menurunkan rerata kadar kolesterol total 12-26%, trigliserida
23-30% dan kolesterol LDL 7-27% setelah 40 hari perlakuan pada manusia.
G. Hipotesis
Ekstrak LIPI 2013 dapat menurunkan kadar kolesterol total tikus yang
dibuat hiperkolesterolemia dengan efek anti hiperkolesterolemia sebanding
dengan kontrol positif simvastatin.
Download