Kajian Efektifitas Pemberian Kunyit, Bawang Putih

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kunyit
Kunyit merupakan tanaman obat yang bersifat tahunan (parenial) yang
tersebar di seluruh daerah tropis. Tanaman kunyit tumbuh subur dan liar disekitar
hutan atau bekas kebun. Diperkirakan kunyit berasal dari Binar, ada juga yang
menyatakan, bahwa kunyit berasal dari India. Pada tahun 77-78 SM, Diosacarides
menyebut tanaman ini sebagai Cyperus yang menyerupai jahe, tetapi pahit, kelat,
sedikit pedas dan tidak beracun (Darwis et al. 1991).
Kunyit merupakan tanaman tahunan yang tumbuh merumpun, dapat
mencapai tinggi hingga satu meter. Kunyit termasuk kedalam kingdom Plantae
(tumbuh-tumbuhan),
divisi
Spermatophyta
(tumbuhan
berbiji),
subdivisi
Angiospermae (berbiji tertutup), kelas Monocotyledonae (biji berkeping satu),
ordo Zingiberales, famili Zingiberceae, genus Curcuma, spesies Curcuma
domestica Val. Tanaman ini berasal dari Asia Tenggara dan Asia Selatan tetapi
sekarang banyak dijumpai di daerah-daerah lain seperti India, Cina, Himalaya dan
Indonesia (Purseglove et al. 1981).
Sifat Kimia, Fisika, Zat Aktif dan Khasiat Kunyit
Rimpang kunyit merupakan bagian terpenting yang banyak dimanfaatkan
dalam pengobatan dimana mengandung beberapa komponen antara lain minyak
folatil, pigmen, zat pahit, resin, protein, selulosa, pentosa, pati dan elemen
mineral. Salah satu komponen kimia dalam kunyit yang berkhasiat sebagai obat
adalah kurkuminoid. Pigmen kurkuminoid merupakan suatu zat yang terdiri dari
campuran
senyawa-senyawa
kurkumin
(yang
paling
dominan),
desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin (Sidik et al. 1995). Mills dan
Bone (2000) mengemukakan bahwa kurkumin yang terkandung dalam
kurkuminoid bekerja sebagai anti inflamasi kronis dan akut. Kurkumin dapat
menghambat pelepasan asam arakidonat dari membran phospolipid sehingga
sekresi enzim 5 lipoksigenase dan siklooksigenase berkurang. Berkurangnya
enzim-enzim ini menyebabkan produksi leukotrien dan prostaglandin yang
merupakan mediator peradangan juga berkurang (Mycek et al. 1997). Berdasarkan
5
hasil penelitian dapat diketahui bahwa kurkumin mempunyai khasiat yang sama
dengan kortison untuk mencegah edema pada proses peradangan (Hadi 1985).
Komposisi kimia kunyit dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia kunyit
Komponen
Kadar Air (%)
Bahan Kering (%)
Abu (%)
Protein Kasar (%)
Lemak Kasar (%)
Serat Kasar (%)
Karbohidrat (%)
Energi Bruto (kal)
Minyak Atsiri
Kurkumin (%)
Fe (mg/100 g)
1
2
13.1
3.5
6.3
5.1
12.6
69.4
-
80.49*
19.51*
6.93*
8.21*
7.5*
18.02
4250.0
5.4**
-
1.3-6
0.5-6
3.30
Sumber : 1 = Purseglove et al. (1981)
2 = * Hasil Analisis Laboratorium Akademi Kimia Analis Bogor (2004)
** Hasil Analisis Laboratorium Balai Besar Pasca Panen, Cimanggu-Bogor (2004)
Hadi (1985) mengemukakan bahwa khasiat kurkumin sebagai anti inflamasi
dapat dihubungkan dengan kortison yang dapat mencegah atau menekan
timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik atau alergan.
Kurkumin merangsang sekresi hormon adrenokortikoid dari korteks adrenal
terutama glukokortikoid yang mempunyai efek utama pada anti inflamasi.
Glukokortikoid
meningkatkan
jumlah
leukosit
polimorfonuklear
karena
mempercepat masuknya sel-sel tersebut dari sumsum tulang ke dalam darah dan
mengurangi kecepatan berpindahnya sel dari sirkulasi (Ganiswara 1995). Secara
mikroskopik dapat menghambat migrasi leukosit ke tempat radang dan aktivitas
fagositosisnya juga menghambat manifestasi inflamasi yang lebih lanjut. Juga
glukokortikoid menghambat reaksi anafilaksis dan respon jaringan terhadap
pengeluaran histamin.
Purseglove et al. (1981) menyatakan bahwa istilah umum pada umbi kunyit
yang digunakan untuk menguraikan bentuk fisiknya sebagai berikut:
6
1
Rimpang jari (fingers) yaitu rimpang cabang atau anak yang dipisahkan dari
induknya sebelum diolah dengan ukuran panjang 2.5–7.5 cm dan diameter
1 cm atau lebih.
2
Rimpang bulat (bulbs) yaitu rimpang induk, bulat panjang dan merupakan
tempat menempelnya rimpang jari. Rimpang ini mempunyai ukuran diameter
yang lebih besar dibandingkan rimpang jari tetapi ukurannya lebih pendek.
3
Rimpang belah (splits) yaitu rimpang induk yang dibelah menjadi dua atau
empat sebelum dilakukan pengolahan untuk mempercepat proses pengeringan.
Substansi murni kurkumin adalah bubuk kristal kuning jingga yang
memiliki titik cair 180–182ºC, tidak larut dalam air, sangat larut dalam ether, larut
dalam alkohol, asam asetat glasial dan juga larut dalam alkali yang memberi
warna coklat kemerah-merahan. Warna kurkumin tidak stabil terhadap sinar
matahari tapi stabil terhadap panas. Kandungan minyak atsiri kunyit tersusun dari
60% turmeron, 25% zingiberene, dan sedikit d-α-phellanaren, d-sabinene,
cineole dan borneol (Natarajan & Lewis 1980). Hasil penelitian Balai Penelitian
Tanaman Rempah, dan Obat seperti yang dilaporkan oleh Rukmana (1994) bahwa
kandungan kurkumin kunyit rata-rata 10.92%. Dinyatakan pula bahwa kandungan
kurkumin rimpang bulat lebih besar dibanding rimpang jari.
Kunyit dapat menambah nafsu makan (Darwis et al. 1991) dan digunakan
sebagai bumbu masakan karena kunyit mengandung kurkumin yang pada kadar
tertentu dapat meningkatkan palatabilitas, tetapi jika diberikan berlebihan dapat
menurunkan palatabilitas makanan (Sambaiah 1982). Berdasarkan hasil
penelitian, kunyit memiliki efek farmakologis melancarkan darah dan vital energi,
antiradang (anti-inflamasi), antibakteri, memperlancar pengeluaran empedu
(kolagogum), dan pelembab (astringent). Rukmana (2004) mengemukakan bahwa
kunyit juga berkhasiat peluruh empedu (kolagoga), penawar racun (antidota),
penguat lambung dan penambah nafsu makan. Di bidang peternakan, kunyit
dimanfaatkan untuk menambah cerah atau warna kuning kemerahan pada kuning
telur. Disamping itu, jika dicampurkan pada ransum ayam, dapat menghilangkan
bau kotoran ayam dan menambah berat badan ayam. Dalam bidang keamanan
pangan, minyak atsiri kunyit memberikan antimikroba, sehingga dapat
7
mengawetkan makanan (Winarto 2003). Beberapa zat aktif kunyit dengan efek
farmakologis disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Efek farmakologis zat aktif yang terkandung dalam rimpang kunyit
Zat aktif
Caffeic acid
Efek farmakologis
Merangsang
semangat,
penyegar,
mengurangi rasa lelah, antiradang,
antikejang dan antioksidan
L-α dan L-β curcumae
Penyegar
Guanicol
Menurunkan kepekaan saraf peraba
dan menekan batuk
Protochatechuic acid
Merangsang daya tahan tubuh
Ukanon A,B,C dan D
Merangsang daya tahan, stamina dan
kekebalan tubuh
Zingiberene
Feromon (zat pengharum obat atau
tanaman)
Sumber : Karyasari diacu dalam Winarto (2003)
Kurkumin merupakan komponen utama dalam pigmen kunyit. Rumus
molekulnya adalah C12H20O6 yang ditemukan oleh Silber dan Ciamician pada
tahun 1897, yang kemudian disebut sebagai diferuloi metana oleh Molibedzka dan
kawan-kawan pada tahun 1990 (Purseglove et al. 1981). Komponen pigmen yang
lain adalah desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin.
Jitoe et al. (1992) mengemukakan bahwa aktivitas antioksidan dari kunyit
lebih kuat daripada jenis rempah-rempah atau tanaman obat dari kelompok jahejahean (Zingiberance). Model struktur kurkuminoid dari kunyit dapat dilihat pada
Gambar 1.
8
Gambar 1 Struktur molekul komponen kurkuminoid (Chattopadhyay et al. 2004)
Pengaruh Kunyit Terhadap Penampilan Ternak
Sumarasinghe et al. (2003) mengemukakan bahwa penambahan kunyit
dalam ransum ayam broiler dapat memperbaiki pertumbuhan dan efisiensi pakan
serta bisa digunakan sebagai alternatif penggunaan antibiotik. Pemberian tepung
kunyit dan tepung daun pepaya sebanyak 1, 1.5 dan 2% dalam ransum ayam
broiler yang diberi cekaman panas belum mampu menurunkan kadar kolesterol,
trigliserida dan LDL dalam darah namun mampu menaikkan kadar HDL dalam
darah. Campuran tepung kunyit dan daun pepaya pada level 1.5% merupakan
penggunaan yang paling efisien untuk meningkatkan kadar HDL darah
(Nofyangtri 2007). Dewi (2007) mengemukakan bahwa pemberian campuran
9
tepung kunyit dan tepung daun pepaya sebanyak 1, 1.5 dan 2% dalam ransum
ayam broiler yang diberi cekaman panas belum mampu memberikan performa
yang lebih baik dibandingkan tanpa pemberian tepung kunyit dan tepung daun
pepaya walaupun memiliki persentase karkas yang sama dan kualitas lemak
abdominal yang lebih rendah dibanding dengan kontrol.
Intania (2006) mengemukakan bahwa jangkrik dengan substitusi 0.4%
tepung kunyit memiliki produksi telur dan pertambahan bobot badan tertinggi
serta konversi pakan terhadap produksi telur yang terendah selama 36 hari masa
bertelur. Substitusi tepung kunyit sebanyak 0.8% secara umum menghasilkan
jangkrik dengan produksi telur terendah dengan mortalitas induk tertinggi.
Hadian (2004) mengemukakan bahwa penambahan tepung kunyit dalam
ransum berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan bobot badan mencit umur
35 hari dengan penambahan tepung kunyit yang terbaik sebanyak 4%. Lebih
lanjut dikatakan bahwa tidak ada interaksi antara penambahan tepung kunyit
dalam ransum dan jenis persilangan terhadap performa mencit.
Penambahan ekstrak kunyit dalam air minum berpengaruh nyata terhadap
konsumsi air minum mencit jantan dan betina pada waktu bunting, semakin
meningkat taraf penggunaannya, meningkat pula konsumsi air minum. Secara
umum dengan penambahan ekstrak kunyit dalam air minum dapat memperbaiki
penampilan produksi dan reproduksi mencit (Suardi 2006).
B. Bawang Putih
Bawang putih (Allium sativum Linn.) adalah herbal semusim berumpun
yang memiliki ketinggian sekitar 60 cm. Bawang putih mengandung minyak atsiri
aliin dan alisin yang berkaitan dengan daya antibakteri. Akhir-akhir ini para
peneliti lebih memfokuskan pada komponen bawang putih yang mengandung
sulfur yang disebut alisin. Komponen ini dibedakan menjadi dua yaitu bagian
yang larut dalam minyak dan bagian yang larut dalam air. Komponen larut dalam
minyak antara lain sulfida, seperti dialil sulfida (DAS), dialil disulfida (DADS),
dialil trisulfida dan alil metil trisulfida, dithiins, dan ajoene. Komponen yang larut
dalam air merupakan turunan sistein, seperti S–alilsistein (SAC), S–alil
merkaptosistein (SAMC) dan S-metilsistein, dan turunan gamma–glutamil
10
sistein. Komponen larut dalam air lebih stabil dibanding komponen larut dalam
minyak (Amagase et al. 2001).
Komposisi Kimia Bawang Putih
Umbi bawang putih bukanlah bahan yang dapat digunakan sebagai sumber
karbohidrat, lemak ataupun protein. Dalam setiap 100 gram umbi bawang putih
yang dapat dimakan (edible prortion) mempunyai kompisisi kimia (Tabel 3).
Bawang putih (Allium sativum L.) memiliki kandungan kimia seperti saponin,
sterol, mineral dan selenium, vitamin C, thiamin, riboflavin, niacin, asam
pantotenat dan vitamin E. Flavonoid dan fenol ditemukan dalam konsentrasi yang
rendah. Bawang putih mengandung komponen allisin yang berfungsi sebagai
antibakteri. Allisin yang berasal dari ekstrak segar bawang putih memiliki
aktivitas antibakteri yang luas cakupannya baik untuk bakteri gram negatif
maupun gram positif. Alisin tidak terbentuk pada tanaman utuh bawang putih,
karena bawang putih utuh mengandung aliin dan enzim alinase. Apabila bawang
putih diiris atau dihancurkan maka aliin akan bereaksi dengan enzim alinase
membentuk alisin (Keusgen 2002). Komposisi kimia bawang putih dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi kimia bawang putih (Allium sativum)
Komponen
Kadar air (%)
Energi (kalori)
Protein (%)
Lemak (%)
Serat (%)
Karbohidrat (%)
Ca (mg/100 g)
Fosfat (mg/100 g)
Fe (mg/100 g)
Na (mg/100 g)
K (mg/100 g)
Allisin(%)
Sumber : Wibowo (2001)
* Wahyuono (1999)
Jumlah
60.9-67.8
122
3.5–7
0.3
0.7
24.0-27.4
26-28
79–109
1.4-1.5
16–28
346-377
70*
11
Seorang peneliti gizi dan pendiri The International Academy of Biological
Medicine, Dr. Paavo Airola, telah berhasil menemukan dan mengisolasi sejumlah
komponen aktif dari bawang putih, yaitu: 1) allisin; zat aktif yang mempunyai
daya bunuh pada bakteri dan daya antiradang, 2) alliin; suatu asam amino sebagai
antibiotik, 3) gurwitchrays (sinar gurwitch); radiasi mitogenetik yang merangsang
pertumbuhan sel tubuh dan mempunyai daya peremajaan (rejuvenating effect)
pada semua fungsi tubuh, 4) antihemolytic factor, faktor anti lesu darah atau anti
kekurangan sel-sel darah merah, 5) antiarthritis factor (faktor antirematik); yang
dibuktikan dalam penelitian-penelitian di Jepang, terutama di Rumah Sakit
Angkatan Darat, 6) sugar regulating factor (faktor pengatur pembakaran gula
secara normal efisien dalam tubuh); bermanfaat untuk menunjang pengobatan
diabetes, 7) allitiamin; suatu sumber ikatan-ikatan biologi yang aktif serta vitamin
B1, 8) selenium; suatu mikro mineral yang merupakan faktor yang bekerja sebagai
B
antioksidan. Selenium juga mencegah terbentuknya gumpalan darah yang dapat
menyumbat pembuluh darah jantung dan otak, 9) germanium; merupakan mineral
anti kanker yang ampuh, yang dapat menghambat dan memusnahkan sel-sel
kanker dalam tubuh, 10) antitoksin; anti racun atau pembersih darah dari racunracun bakteri ataupun populasi logam-logam berat, 11) metilallil trisulfida;
mencegah pengentalan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah jantung dan
otak, 12) diallil disulfida, allilpropil disulfida dan skordinin (Karossi et al. 1993)
Selain komposisi kimia diatas, umbi bawang putih juga mengandung
vitamin seperti thiamin, riboflavin, niasin dan asam askorbat. Sementara itu, βkarotennya yang merupakan bentuk pro vitamin A dalam bahan nabati sangat
kecil sekali jumlahnya, β-karoten justru paling banyak dijumpai pada daun
bawang putih (Wibowo 2001).
Pengaruh Bawang Putih Terhadap Penampilan Ternak
Nusdianto dan Triakoso (1999) menyatakan bahwa pemberian bawang putih
dalam pakan ayam dapat mempertahankan produktifitas ayam pedaging.
Pemberian bawang putih 5% dalam pakan ayam memberikan pengaruh berat
badan tertinggi. Pemberian bawang putih 5 dan 10% mempunyai konversi pakan
yang sama, dan berbeda nyata dengan tanpa pemberian bawang putih. Pemberian
12
bawang putih dengan tujuan mempertahankan produktivitas ayam pedaging
sebaiknya menggunakan 5% bawang putih.
Suharti (2004) menyatakan pemberian serbuk bawang putih 2.5% dalam
ransum dapat meningkatkan konversi ransum, meningkatkan persentase karkas,
serta
menurunkan
koloni
bakteri
Salmonella
typhimurium
dan
dapat
meningkatkan kadar γ-globulin tetapi tidak mempengaruhi kadar imunoglobulin
darah.
Pemberian bubuk bawang putih dengan dosis 7.5% menurunkan kadar
kolesterol serum ayam kampung sebesar 10.32% juga meningkatnya kadar HDL
ayam kampung yang diberi bubuk bawang putih dengan dosis 5-7.5%, diduga
karena adanya kandungan zat aktif allicin yang dapat menurunkan kadar
kolesterol darah (Sari 2007).
Safithri (2004) mengemukakan bahwa ekstrak air dan ekstrak etanol bawang
putih
dapat
menghambat
pertumbuhan
bakteri
Streptococcus
agalactie,
Staphylococcus aureus, dan Eschericia coli. Ekstrak air bawang putih dengan
konsentrasi 20% mempunyai aktivitas antibakteri yang sama dengan ampicilin
5 μg terhadap bakteri S. agalactie, S. aureus, dan E. coli. Ekstrak etanol bawang
putih pekat mempunyai aktifitas antibakteri lebih lemah dari ampicilin 5 μg
terhadap S. agalactie, S. aureus, dan E. coli. Pemberian ekstrak air bawang putih
pada tikus tidak mempengaruhi bobot badan dan nafsu makan tikus. Tikus yang
diinfeksi bakteri S. agalactie, S. aureus, dan E. coli telah mengalami perubahan
struktur kelenjar, sekresi susu, sistem duktus penyalur susu, tetapi tidak
mengalami peradangan pada ambing tikus. Pemberian ekstrak air bawang putih
20% dapat mempertahankan ambing tikus tetap normal.
Jaya (1997) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa penambahan
1% bawang putih dalam pakan ayam broiler dapat menurunkan sekitar 17.10
mg/dl (8.97%) kadar kolesterol darah dan sekitar 13.02 mg/dl (7.06%) kadar
kolesterol daging. Dijelaskan pula bahwa setiap penurunan 1 mg/dl kadar
kolesterol darah akan menyebabkan juga penurunan kadar kholesterol daging
sekitar 0.432 mg/100 g. Penurunan fraksi LDL dalam darah sekitar 7.476 mg/dl
(12.96%) dan 14.44 mg/100 g fraksi LDL daging (13.35%). Penurunan 1 mg/dl
fraksi LDL darah akan menyebabkan juga penurunan kadar kolesterol daging
13
sekitar 0.563 mg/100 g. Penambahan 1% bawang putih dalam pakan menaikkan
masing-masing 7.106 mg/dl fraksi HDL darah, 0.32 mg/dl lemak darah, 0.049
mg/100 g lemak daging dan menurunkan 0.448 mg/100 g fraksi HDL daging.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa bawang putih dapat digunakan untuk
menghasilkan produk spesifik seperti daging rendah kolesterol dan lemak.
C. Zink (Zn)
Mineral zink dikukuhkan sebagai salah satu zat nutrisi esensial untuk ternak
sejak tahun 1934 (Pond et al. 1995) dan sejak awal tahun 1960-an untuk manusia
(Berdanier 1998). Mineral zink tersebar di dalam jaringan tubuh, tetapi
konsentrasi terbesar berada dalam hati, ginjal, otot, pankreas, mata, kelenjar
prostat, kulit, rambut dan wool (Pond et al. 1995). Pond et al. (1995) mengatakan
bahwa konsentrasi Zn dalam darah dibagi menjadi dua, yaitu dalam sel dan
plasma darah dengan rasio 9:1. Selanjutnya dipaparkan bahwa Zn plasma terikat
lemah dengan albumin (1:3) dan terikat kuat dengan globulin (2:3) serta responsif
terhadap pemberian ransum.
Mineral zink diabsorpsi dengan bantuan proses difusi dalam duodenum dan
jejunum dan jejunum bagian atas. Zat-zat yang membantu absorpsi mineral antara
lain asam-asam amino terutama histidin dan sistein, asam sitrat, asam pikolonik
paa tikus dan air susu manusia, tetapi tidak ada pada air susu sapi. Zat-zat lain
yang mempengaruhi absorpsi mineral zink adalah monosakharida dan komponenkomponen EDTA. Dalam jumlah besar, mineral zink disekresi dalam cairan
saliva, dan cairan pankreas. Konsentrasi mineral zink dalam duodenum dapat
mencapai 3 kali jumlah konsumsi mineral ini dari ransum (Piliang 2007).
Penyerapan mineral zink oleh ternak dan manusia sangat rendah. Menurut
Underwood (1971) kemampuan hewan untuk menyerap Zn tergantung struktur
kimia dan kombinasinya. Zn dalam bentuk oksida (ZnO), karbonat (ZnCO3) dan
sulfat (ZnSO4.H2O) mempunyai ketersediaan yang sama untuk ayam, sedangkan
Zn sulfida (ZnS) tidak dapat diserap. Menurut Pond et al. (1995) absorpsi Zn dari
saluran pencernaan terjadi sepanjang usus halus dan hanya diserap sekitar 5-40%
dari yang dikonsumsi.
14
Defisinesi zink dapat menyebabkan infertilitas dan disfungsi sistem imun
(Tanaka et al. 2001). Menurunnya kadar zink intraseluler dapat meningkatkan
kejadian apoptosis. Apoptosis merupakan kematian sel secara terencana yang
diatur oleh suatu gen. Kejadian meningkatnya apoptosis akibat defisiensi zink
sering dijumpai pada tulang, esofagus, sel limfosit timus, kulit, sel epitel, testis,
sel acinar pankreas, usus, sel epitel retina, perkembangan jaringan pada fetus
(Truong et al. 2000). Disamping itu defisiensi zink dapat menyebabkan kegagalan
fungsi monosit dan menurunnya aktivitas fagositosis oleh sel neutrofil (Helge &
Rink 2000). Tanda defisiensi Zn yang paling jelas terjadi pada semua species
ternak adalah terhambatnya pertumbuhan, anoreksia, penurunan aktivitas alkaline
phospatase dan konsentrasi Zn plasma (Pond et al. 1995). Pada tikus, defisiensi
Zn menyebabkan glucose intolerance, yang membuktikan adanya hubungan
antara Zn dengan insulin. Piliang et al. (2006b) melaporkan bahwa tanda-tanda
yang terjadi akibat adanya defisiensi Zn diantaranya adalah kecepatan
pertumbuhan terhambat baik pada anak-anak maupun ternak, anoreksia,
perkembangan karakteristik seks sekunder terhambat dan pada ayam petelur daya
tetas telur menurun.
Sumiati (2005) melakukan penelitian dengan menggunakan tikus dengan
ransum yang mengandung 28.59 mg Zn/kg ransum dengan rasio molar asam fitat :
Zn = 27) tidak menyebabkan penurunan pertumbuhan pada tikus, tetapi dengan
suplementasi ZnO dengan rasio molar asam fitat : Zn = 20, 15 dan 10 dapat
meningkatkan retensi mineral Zn, kandungan Zn dan aktivitas alkalin fosfatase
dalam serum, meningkatnya berat organ reproduksi (testis dan ovarium),
bertambahnya ukuran organ yang memproduksi kekebalan tubuh (thimus) serta
ukuran pankreas.
Suplementasi Zn dalam Ransum
Hasil penelitian Kim dan Patterson (2004) menunjukkan bahwa ekskresi Zn
dalam manure ayam broiler meningkat secara linier sejalan dengan meningkatnya
taraf Zn ransum. Selanjutnya dikatakan bahwa ayam yang mengkonsumsi ransum
yang disuplementasi 1 500 mg ZnO/kg ransum mengeluarkan Zn 16% lebih
banyak dibandingkan dengan ayam yang diberi ransum dengan penambahan 1 500
15
mg ZnSO4/kg ransum. Hal ini disebabkan ketersediaan biologis (bioavailability)
ZnO lebih rendah dibandingkan dengan ZnSO4. Lebih lanjut dikatakan
suplementasi 1 500 ppm Zn dalam bentuk ZnSO4 menurunkan bobot badan,
konsumsi ransum dan efisiensi penggunaan ransum ayam broiler dibandingkan
dengan suplementasi Zn dalam bentuk ZnO pada dosis yang sama. Suplementasi
ZnO sebanyak 500, 1 000 dan 1 500 mg/kg ransum tidak menekan performa ayam
broiler.
Piliang et al. (1982) melakukan penelitian suplementasi tiga taraf kadar Zn
dalam bentuk ZnCO3 (25, 125 dan 225 ppm) dalam ransum ayam petelur yang
mengandung tiga taraf dedak padi (25, 50 dan 75%). Hasilnya adalah
suplementasi 125 ppm ZnCO3 dalam ransum yang mengandung dedak padi 25%
meningkatkan produksi telur dibandingkan dengan produksi telur yang diberi
ransum 25% dedak padi 25 ppm ZnCO3, yaitu dari 72.91% menjadi 77.67%.
Suplementasi semua taraf ZnCO3 nyata meningkatkan kadar Zn dalam serum
ayam petelur dibandingkan tanpa suplementasi.
Ali et al. (2003) melakukan penelitian dengan melihat pengaruh pemberian
dua level methionin (100 dan 120%) dan tiga level Zn dalam bentuk ZnO (60,
120, 180 mg/kg) dan Zn-methionin (Zn-Met produk komersial, disuplementasi
pada ransum kontrol sebanyak 0.36 g/kg) dengan parameter performans, respon
imun pada ayam broiler. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan peningkatan level
Zn sampai pada 120 mg/kg nyata (P<0.01) meningkatkan berat badan, konversi
pakan, efisiensi ekonomi dan titer antibodi pada Sheep Red Blood Cells (SRBC).
Selain itu, suplementasi Zn pada ransum broiler diatas 120 mg/kg tidak
mempengaruhi parameter yang diukur. Level Zn plasma meningkat sejalan
dengan meningkatnya pemberian level Zn dalam ransum. Suplementasi Znmethionin dalam ransum kontrol juga nyata meningkatkan (P<0.01) berat badan,
konversi ransum dan total protein plasma darah, globulin, kandungan Zn dan titer
antibodi pada SRBC. Pemberian methionin, Zn atau Zn-Met tidak memberi
pengaruh pada karakteristik karkas. Kesimpulannya bahwa pakan broiler yang
disuplementasi dengan mineral organik produk komersial seperti Zn-Met atau
120 mg/kg Zn (inorganik) nyata meningkatkan performa, efisiensi ekonomi dan
respon imun pada ayam broiler.
16
Mabe et al. (2003) melakukan penelitian mengkombinasikan Zn, Mn, dan
Cu baik organik dan inorganik pada ransum ayam petelur untuk melihat pengaruh
kualitas sel telur. Penambahan Zn (32.6 mg/kg), Mn (24.7 mg/kg) dan Cu (4.95
mg/kg) pada ransum berbasis jagung-kacang kedelai dan Zn (30, 60 mg/kg), Mn
(30, 60 mg/kg) dan Cu (5, 10 mg/kg) pada ransum basal. Penambahan kombinasi
Zn, Mn, dan Cu meningkatkan konsentrasi Zn, Mn dan Cu pada kuning telur dan
juga menurunkan berat telur selama beberapa pengamatan dari ayam petelur umur
32, 60 dan 69 minggu. Penambahan Zn, Mn dan Cu tidak memberikan pengaruh
pada kualitas sel telur (persentasi sel telur, indeks sel telur, dan kekakuan sel
telur).
D. Darah
Leukosit (Sel Darah Putih)
Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh. Sistem
pertahanan ini sebagian dibentuk di dalam sumsum tulang (granulosit dan monosit
serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfoid (limfosit dan sel
plasma). Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai
bagian tubuh untuk digunakan. Kebanyakan leukosit secara khusus diangkut
menuju daerah-daerah yang mengalami peradangan (Guyton 1997).
Jumlah total leukosit per mililiter darah adalah refleksi dari keseimbangan
antara persediaan dan kebutuhan berbagai jaringan terhadap leukosit. Aktivitas
yang cukup mempengaruhi jumlah total leukosit dalam keadaan sehat (Schalm &
Carrol 1975). Keadaan normal sebagian leukosit bersirkulasi dalam seluruh aliran
darah kira-kira tiga kali dari jumlah leukosit yang disimpan dalam sumsum tulang
(Guyton 1997). Unggas dewasa jantan dan betina mempunyai jumlah leukosit
antara 15 000-30 000/mm3. Perbandingan antara eritrosit dan leukosit pada
unggas muda 1 : 284 sedangkan pada unggas dewasa 1 : 37.
Schalm dan Carrol (1975) mengemukakan bahwa aktivitas otot dengan
peningkatan denyut jantung dan respirasi, penyakit serta stress dapat
meningkatkan jumlah leukosit. Faktor lain yang mempengaruhi jumlah leukosit
adalah lingkungan, gizi dan pengaruh hormonal (Sturkie 1976 dalam Hodges
1977). Leukosit dibagi menjadi dua kelompok yaitu granulosit yang terdiri dari
17
heterofil, eosinofil, basofil dan agranulosit yang terdiri dari monosit dan limfosit.
Granulosit dan monosit mempertahankan tubuh terhadap organisme penyerang
dengan cara fagositosis, sedangkan fungsi utama limfosit adalah berhubungan
dengan sistem kekebalan tubuh (Guyton 1997).
Leukosit bersama dengan makrofag dan jaringan limfoid merupakan suatu
sistem khusus yang dapat memberantas bermacam-macam infeksi dan bahanbahan yang toksik. Leukosit mempunyai dua fungsi yaitu merusak agen yang
menyerbu melalui proses fagositosis dan membentuk antibodi (kekebalan)
(Guyton 1997). Perbandingan jumlah leukosit normal ayam dapat dilihat pada
Tabel 4 dan 5.
Netrofil dan makrofag terutama menyerang dan menghancurkan bakteri,
virus, dan bahan-bahan merugikan lain yang menyerbu masuk ke dalam tubuh.
Netrofil adalah sel-sel matang yang dapat menyerang dan menghancurkan bakteri
dan virus bahkan dalam darah sirkulasi (Guyton 1997). Neutrofil merupakan
komponen terbanyak dari sel darah putih. Letaknya terbanyak dipinggiran dalam
dari kapiler dan pembuluh kecil, dan hal ini disebut dengan marginasi. Apabila
terjadi perlukaan pada jaringan, neutrofil dimobilisasi dari posisi marginal ke
daerah yang terluka, dan menembus dinding kapiler diantara sel-sel kemudian
dengan gerakan amuboid masuk ke jaringan untuk memfagositasikan partikelpartikel asing (Frandson 1992).
Tabel 4 Perbandingan jumlah leukosit berdasarkan umur ayam
Perbandingan (%)
Umur
Limfosit
Heterofil
Eosinofil
Basofil
Monosit
0 hari
15.9
74.4
2.5
1.1
8.1
3 hari
38.7
52.7
1.6
0.67
6.4
8 hari
48.3
50.0
0.25
0
1.5
10 hari
68.6
26.7
1.7
0.64
2.3
1 minggu
75
24
0
0
0
2 minggu
66
20.6
3.1
1.9
8.1
6 minggu
69
26
0
1
3
Sumber : Hodges (1977)
18
Tabel 5 Perbandingan jumlah leukosit berdasarkan jenis kelamin
Perbandingan (%)
Ayam
Limfosit
Heterofil
Eosinofil
Basofil
Monosit
Betina dewasa
59.1
20.9
1.9
1.7
10.2
Jantan dewasa
64.4
22.8
1.9
1.7
8.9
Betina White Leghorn
64.0
25.8
1.4
2.4
6.4
Jantan White Leghorn
76.1
13.1
2.5
2.4
5.7
Sumber : Sturkie (1976)
Eosinofil bersifat ameboid dan fagositik. Fungsi utamanya adalah untuk
detoksifikasi baik terhadap protein asing yang masuk kedalam tubuh melalui
saluran pencernaan, maupun racun yang dihasilkan oleh bakteria dan parasit.
Dalam keadaan reaksi alergi, jumlah eosinofil akan meningkat (Frandson 1992).
Sel eosinofil mempunyai daya fagositosis yang lebih lemah daripada heterofil.
Jumlah eosinofil meningkat pada penderita infeksi parasit dan eosinofil ini
bermigrasi ke jaringan yang menderita. Eosinofil mempunyai kecenderungan
untuk berkumpul dalam suatu jaringan yang mengalami reaksi alergi dan diduga
mendetoksifikasi beberapa substansi pencetus peradangan yang dilepaskan oleh
sel mast dan basofil, dan barangkali juga memfagositosis dan menghancurkan
kompleks antibodi-alergen, serta mencegah penyebaran proses peradangan
setempat (Guyton 1997).
Basofil dalam sirkulasi darah mirip dengan sel mast besar yang terletak
tepat di sisi luar kebanyakan kapiler dalam tubuh. Sel mast dan basofil
melepaskan heparin kedalam darah, yaitu suatu bahan yang dapat mencegah
pembekuan darah dan dapat mempercepat perpindahan partikel lemak dari darah
sesudah makan makanan berlemak. Sel mast dan basofil sangat berperan pada
beberapa tipe reaksi alergi, sebab tipe antibodi yang menyebabkan reaksi alergi,
yaitu tipe IgE mempunyai kecenderungan khusus untuk melekat pada sel mast
atau basofil (Guyton 1997). Granul basofil mengandung histamin yang
menyebabkan reaksi anafilaksis sebagai respon reaksi antigen-antibodi (Hodges
1977). Basofil diproduksi disumsum tulang dengan persentase 0.5% (Tizard
1982), 5% dan 3.1% (Strurkie 1976).
19
Limfosit mempunyai fungsi utama adalah respon terhadap antigen (bendabenda asing) dengan membentuk antibodi yang bersirkulasi dalam darah atau
dalam pengembangan imunitas (kekebalan) seluler (Frandson 1994). Limfosit
berfungsi sebagai humoral antibodi dan imunitas seluler. Limfosif dalam sirkulasi
mampu memproduksi Imunoglobulin (Ig): IgG, IgM, dan IgA. Guyton (1997)
mengemukakan bahwa masa hidup limfosit selama 100-300 hari bahkan sampai
bertahun-tahun. Menurut Tizard (1982) limfosit memiliki fungsi kompleks dan
fungsi utamanya adalah memproduksi antibodi (limfosit B) atau sebagai sel
efektor khusus dalam menanggapi antigen yang melekat pada makrofag (limfosit
T). Persentase jumlah limfosit dalam darah ayam pada umur 2-21 minggu
berkisar 55-60% (Swenson 1984). Limfosit membentuk antibodi, bergerak motil
dan amuboid, tetapi tidak fagosit. Infeksi dan stress dapat mempengaruhi jumlah
limfosit.
Monosit berfungsi untuk fagositosis, menghancurkan partikel asing dan
jaringan mati serta mengubah bahan asing agar bahan asing tersebut dapat
membangkitkan tanggap kebal (Tizard 1982). Bentuk jenis leukosit dapat dilihat
pada Gambar 2.
Perubahan lingkungan sosial, kondisi yang merugikan, stimulasi berbahaya,
dan keadaan lain yang dapat menimbulkan stress menyebabkan ayam lebih mudah
menderita infeksi (Pierson et al. 1997). Tingkat dan sistem kekebalan terbentuk
ketika ayam merespon untuk melindungi diri terhadap organisme patogen yang
spesifik. Sel-sel leukosit berperan penting dalam sistem kekebalan ayam sebagai
sistem pertahanan tubuh (Murtidjo 1987 dalam Rohimat 2002).
Parasitisme tersebar luas dihampir semua species, menunjukkan bahwa
parasit telah mengembangkan kemampuan untuk dapat menghindar atau
menjadikan tidak efektifnya mekanisme pertahanan internal hospes (Noble &
Noble 1989). Apabila benda asing termasuk parasit masuk kedalam tubuh maka
tubuh telah membentuk mekanisme perlindungan terutama pada permukaan tubuh
untuk menjerat dan menyingkirkan setiap benda asing melalui proses fagositosis
yang dilakukan oleh sel fagositik (Tizard 1982).
20
Gambar 2 Bentuk diferensial leukosit (monosit, heterofil, eosinofil, limfosit dan
basofil) (www.californiaavianlaboratory.com/images/image28.GIF&imgrefurl 1999)
Sistem imun pada umumnya dapat dibagi menjadi dua komponen utama
yaitu imunitas humoral dan imunitas seluler. Imunitas humoral dilakukan oleh
limfosit yang disebut sel B. Sel B diaktivasi oleh benda asing, lalu menjadi sel
plasma yang mensekresi antibodi untuk proses eliminasi. Imunitas seluler (CMI)
dihasilkan oleh aktivitas limfosit yang disebut sel T. Sel T apabila kontak dengan
antigen spesifik akan berdiferensiasi menjadi sel yang berinteraksi langsung
dengan sel atau jaringan asing kemudian merusaknya. Sel T bersifat sitotoksik
atau sel killer (Noble & Noble 1989).
21
Eritrosit (Sel Darah Merah)
Guyton (1997) mengemukakan bahwa fungsi utama dari sel-sel darah merah
atau eritrosit, adalah mengangkut hemoglobin yang membawa oksigen dari paruparu ke jaringan. Pada beberapa hewan tingkat rendah, hemoglobin ini beredar
sebagai protein bebas dalam plasma, tidak terbatas dalam sel darah merah. Selain
mengangkut hemoglobin, sel-sel darah merah juga mempunyai fungsi lain yaitu
mengandung banyak karbonik anhidrase yang mengkatalisis reaksi antara karbon
dioksida dan air, sehingga meningkatkan kecepatan reaksi bolak balik beberapa
ribu kali lipat.
Sel darah merah normal, berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter kirakira 7.8 mikrometer dan dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2.5
mikrometer pada bagian tengah 1 mikrometer atau kurang. Volume rata-rata sel
darah merah adalah 90-95 mikrometer kubik. Bentuk sel darah merah dapat
berubah-ubah ketika sel berjalan melewati kapiler (Guyton 1997). Cakram
bikonkaf tersebut mempunyai permukaan yang relatif
luas untuk pertukaran
oksigen melintasi membran sel (Frandson 1992).
Hemoglobin
Besi di dalam darah berada dalam bentuk hemoglobin yang terdapat dalam
butir-butir darah merah (eritrosit), dalam bentuk transferrin di dalam plasma darah
dan dalam bentuk ferritin. Meskipun tidak cukup banyak, ferritin juga didapati di
dalam butir-butir darah merah dan di dalam butir-butir darah putih (Piliang dan
Djojosoebagio 2006b).
Hemoglobin mempunyai tugas pokok membawa atau mengangkut oksigen
dari paru-paru menuju kesemua jaringan tubuh hewan. Setelah sampai di jaringan
oksigen dibebaskan untuk diberikan kepada sel. Karbon dioksida yang dihasilkan
oleh sel akan berdifusi ke dalam darah dan dibawa kembali ke paru-paru untuk
dibuang pada saat terjadi pernafasan (Frandson 1992).
Piliang dan Djojosoebagio (2006b) menyatakan bahwa cadangan zat besi
tersimpan dalam bentuk ikatan ferritin dan hemosiderin. Kedua macam zat ini
terkumpul di dalam jaringan tubuh tetapi sebagian besar disimpan didalam hati,
limpa dan sumsum tulang. Mekanisme tentang penyerapan atau absorbsi besi oleh
22
usus ketika tubuh memerlukan tambahan besi dari luar dan menurunnya efisiensi
penyerapan besi oleh usus ketika tubuh mempunyai kelebihan besi belum
diketahui dengan pasti. Dalam keadaan normal fisiologis besi dalam tubuh melalui
makanan dan setelah melewati saluran pencernaan besi akan masuk ke dalam
peredaran darah. Banyaknya besi yang diperoleh dari makanan tidak selalu sama
pada setiap individu.
Murray et al. (2003) menyatakan bila sel darah merah mencapai akhir usia
hidupnya, globin akan diuraikan menjadi asam amino (yang akan digunakan
kembali dalam tubuh), besi dilepaskan dari heme dan juga akan digunakan
kembali, dan komponen tetrapirol pada heme diubah menjadi bilirubin, yang
terutama dieksresikan ke dalam usus lewat empedu.
Hematokrit
Nilai hematokrit atau volume sel packed, adalah suatu istilah yang artinya
persentase sel-sel darah merah dari total darah yang penentuannya dilakukan
dengan mengisi tabung hematokrit dengan darah yang diberi zat agar tidak
menggumpal, kemudian dilakukan sentrifuge sampai sel-sel mengumpul di bagian
dasar tabung. Nilai hematokrit biasanya dianggap sama manfaatnya dengan
hitungan sel darah merah total (Frandson 1992). Piliang dan Djojosoebagio
(2006a)
mengemukakan
bahwa
kadar
hematokrit
ditentukan
dengan
mensentrifuge darah yang terdapat di dalam tabung kapiler selama 10-15 menit
kemudian mengukur tinggi butir-butir darah merah dan membandingkannya
dengan ketinggian butir-butir darah merah bersama plasmanya.
Hematokrit adalah fraksi darah yang terdiri dari sel-sel darah merah, yang
ditentukan melalui sentrifugasi darah dalam tabung hematokrit sampai sel-sel ini
benar-benar mampat pada bagian bawah tabung. Adalah tidak mungkin untuk
memampatkan semua sel darah merah; karenanya sekitar 3-4% plasma tetap
terjebak diantara sel, dan hematokrit sebenarnya hanya sekitar 96% dari
hematokrit yang terukur (Guyton 1997). Semakin besar persentase sel dalam
darah artinya semakin besar hematokrit, semakin banyak gesekan yang terjadi
antara berbagai lapisan darah, dan gesekan ini menunjukkan viskositas. Karena itu
viskositas darah meningkat hebat dengan meningkatnya hematokrit. Bila
23
hematokrit meningkat sampai 60 atau 70, yang seringkali terjadi pada polisitemia,
viskositas darah menjadi 10 kali lebih besar daripada air dan alirannya melalui
pembuluh darah menjadi sangat terhambat.
E. Kolesterol
Kolesterol adalah suatu sterol hewani dan menyusun 17% bahan kering otak
(Tillman et al. 1986) serta terdapat dalam semua sel hewani, sehingga tersebar
luas dalam tubuh. Kolesterol merupakan zat alami yang terdapat dalam tubuh
diperlukan dalam proses-proses penting dalam tubuh. Kebutuhan kolesterol dalam
tubuh sebagian besar dipenuhi melalui sintesa kolesterol dalam tubuh dan
dibentuk di dalam hati (Piliang & Djojosoebagio 2006a; Frandson 1992). Mayes
(2003) menyatakan bahwa sedikit lebih dari separuh jumlah kolesterol tubuh
berasal dari sintesis (sekitar 700 mg/hari), dan sisanya berasal dari makanan
sehari-hari. Pada manusia, hati menghasilkan kurang lebih 10% dari total sintesis,
sementara usus sekitar 10% lainnya. Pada hakekatnya semua jaringan yang
mengandung sel-sel berinti mampu mensintesis kolesterol. Fraksi mikrosomal
(retikulum endoplasma) dan sitosol sel terutama bertanggung jawab atas sintesis
kolesterol.
Pada konsumsi makanan yang beraneka ragam, kurang lebih setengah dari
kolesterol berasal dari biosintesis tubuh sendiri yang berlangsung di dalam usus,
kulit terutama dalam hati (kira-kira 50%), selebihnya kolesterol diambil dari
bahan makanan. Sebagian besar kolesterol membentuk lapisan lemak dari
membran plasma. Perubahannya menjadi asam empedu juga menggunakan jumlah
kolesterol yang sangat besar. Selain itu kolesterol juga disekresikan ke dalam
empedu dalam bentuk yang tidak diubah. Sejumlah kecil kolesterol berfungsi pada
biosintesis hormon steroid. Keseluruhannya setiap hari digunakan atau dieliminasi
kurang lebih 1 g kolesterol (Koolman & Röhm 2001). Metabolisme kolesterol
dapat dilihat pada Gambar 3.
24
Gambar 3 Metabolisme kolesterol (Koolman & Röhm 2001).
Piliang dan Djojosoebagio (2006a) mengemukakan bahwa kolesterol
disintesa oleh tubuh, terutama oleh sel-sel hati, usus halus, dan kelenjar adrenal
meskipun seluruh sel-sel mempunyai kemampuan untuk menghasilkan sterol.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa kolesterol digunakan untuk sintesis hormonhormon steroid, garam-garam empedu, dan vitamin D. Zat-zat tersebut ditranspor
diantara jaringan yang terikat pada lipoprotein, terutama chylomicronchylomicron dan lipoprotein-lipoprotein dengan densitas rendah (LDL).
Kebutuhan yang tepat akan kolesterol belum diketahui, tapi para ahli sependapat
bahwa meskipun dalam bentuk sedikit saja kolesterol yang disintesa dalam tubuh,
telah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Kolesterol sangat larut dalam lemak tetapi hanya sedikit larut dalam air, dan
mampu membentuk ester dengan asam lemak. Kolesterol diabsorbsi setiap hari
dari saluran pencernaan, yang disebut kolesterol eksogen, dan jumlah yang lebih
besar dibentuk didalam sel tubuh disebut kolesterol endogen. Seperti digambarkan
dalam formula kolesterol struktur dasarnya adalah inti sterol. Inti sterol
seluruhnya dibentuk dari molekul Asetil-KoA. Sebaliknya inti sterol dapat
dimodifikasi dengan berbagai rantai samping untuk membentuk a) kolesterol;
b) asam kolat, yang merupakan dasar dari asam empedu yang dibentuk didalam
hati; c) beberapa hormon steroid yang penting
yang disekresi oleh korteks
adrenal, ovarium, dan testis (Guyton 1997).
Kolesterol termasuk isoprenoid yang sintesisnya dimulai dengan asetilKoA. Dari komponen C2 dengan suatu rantai reaksi yang panjang dan rumit
terbentuk sterol C27. Biosintesis kolesterol dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu
1) dari tiga molekul asetil-KoA terbentuk mevalonat, suatu senyawa C6.
2) mevalonat diubah menjadi isopentenil difosfat, suatu ”isopren aktif”. 3) enam
25
dari molekul-molekul C5 ini berpolimerisasi membentuk skualen, suatu senyawa
C30. 4) pembentukan kolesterol. (Gambar 4).
1) Pembentukan mevalonat. Perubahan asetil-KoA menjadi asetoasetil-KoA dan
kemudian menjadi 3-hidroksi 3-metilglutaril-KoA (3-HMG-KoA) sesuai
dengan jalur biosintesis benda-benda keton. Akan tetapi, peristiwa ini tidak
berlangsung di dalam mitokondria, melainkan pada retikulum endoplasma. 3HMG-KoA akan direduksi menjadi mevalonat dengan cara melepaskan KoA.
3-HMG-KoA reduktase adalah enzim kunci biosintesis kolesterol. Enzim ini
diatur oleh represi sintesis enzim (efektor: oksisterol) dan interkonversi enzim
(efektor: hormon). Reduktase yang terfosforilasi bersifat tidak aktif. Insulin
dan tiroksin menstimulasi enzim, sedangkan glukagon menghambatnya. Pada
penambahan kolesterol bahan makanan, 3-HMG-KoA juga akan dihambat.
2) Pembentukan isopentenil difosfat. Mevalonat akan didekarboksilasi menjadi
isopentenil difosfat dengan menggunakan ATP. Dengan demikian dihasilkan
komponen yang membentuk isoprenoid.
3) Pembentukan skualen. Dari isopentenil difosfat terbentuk dimetilalil difosfat
melalui isomerisasi. Kedua molekul C5 ini berkondensasi menjadi geranil
difosfat dan melalui adisi satu isopentenil difosfat lainnya menjadi farnesil
difosfat. Farnesil difosfat melalui reaksi kepala-pada-kepala berdimerisasi
menjadi skualen. Farnesil difosfat adalah juga titik tolak untuk poliisoprenoid
lainnya seperti dolikol dan ubikuinon.
4) Pembentukan kolesterol. Skualen, suatu isoprenoid linier, dapat diubah
bentuknya menjadi siklik. Skualen dapat diubah menjadi lanosterol, suatu
sterol C30 dengan menggunakan oksigen. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim
sitokrom P-450. Kemudian pada langkah reaksi selanjutnya, dari lanosterol
akan dilepaskan tiga gugus metil secara oksidatif, sehingga terbentuk produk
akhir yaitu kolesterol.
26
Gambar 4 Biosintesis kolesterol (Koolman & Röhm 2001).
F. Lemak Karkas
Mc Donald et al. (2002) mengemukakan bahwa lemak merupakan substansi
yang dapat ditemukan pada jaringan tanaman atau hewan. Lemak tidak dapat larut
dalam air tetapi larut dalam pelarut organik seperti benzen, eter dan chloroform.
Lemak mengandung karbon, hidrogen dan oksigen dengan rumus C12H22O11.
lemak biasa disebut ester lemak murni dari gliserol yaitu trigliserida (Wahju
1985). Lemak merupakan ikatan organik yang masuk kedalam klasifikasi lipid
bersama-sama dengan ikatan kimia lainnya termasuk lilin, fosfolipid dan sterol.
Lemak digolongkan menjadi lemak sederhana, lemak gabungan dan lemak
derivat. Lemak sederhana adalah ester dari asam-asam lemak dan alkohol dan
termasuk macam-macam lemak (ester asam lemak dan gliserol) dan wax (ester
asam lemak dan alkohol selain gliserol). Lemak gabungan mengandung beberapa
gugus selain alkohol dan asam lemak seperti fosfor, nitrogen atau karbohidrat.
27
Lemak derivat merupakan senyawa yang dihasilkan oleh hidrolisa lemak
sederhana ataupun lemak gabungan (Frandson 1992).
Piliang dan Djojosoebagjo (2006a) mengemukakan bahwa lemak dalam
daging terdapat dalam bentuk trigliserida. Trigliserida merupakan komponen
utama asam lemak dalam makanan yang dibentuk dari fraksi katalisa gliserol
dengan tiga molekul asam lemak. Trigliserida merupakan bentuk lemak yang
paling efisien untuk menyimpan kalori.
Kelebihan energi terjadi jika energi melebihi energi metabolis yang
dibutuhkan, kelebihan energi dapat menyebabkan akumulasi lemak yang
berlebihan sehingga disimpan pada jaringan adiposa dalam bentuk cadangan
lemak. Beberapa trigliserida berbentuk butir-butir lipid kecil pada jaringan yang
digunakan untuk metabolisme energi.
Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992) bahwa daging paha ayam dipasaran
mengandung lemak 4.7% sedangkan daging dada mengandung lemak 1.9%.
Ayam broiler yang baru ditetaskan dengan berat badan 0.041 kg dagingnya
mengandung lemak sebesar 2% sedangkan daging ayam broiler dipasaran dengan
berat badan 1.6 kg mengandung 4.2% lemak (Ensminger 1992). Lemak daging
terdapat dalam bentuk trigliserida dan senyawa kompleks fosfolipid. Keberadaan
lemak didalam daging menyebabkan terjadi perbedaan rasa (flavour) dan aroma
pada daging serta palatabilitas. Lemak di bawah kulit (subcutan) dalam jumlah
tertentu dibutuhkan untuk menghasilkan penampakan ayam potong yang baik.
Tingkat perlemakan yang diinginkan dalam daging unggas sulit ditentukan.
Konsumen juga tidak mempunyai indikator yang jelas untuk ukuran permintaan
lemak yang optimal (Leenstra 1989).
G. Lemak Abdominal
Lemak abdominal merupakan salah satu komponen lemak tubuh yang
terletak pada rongga perut. Kubena et al. (1974) mengemukakan bahwa lemak
abdominal adalah lemak yang berada disekeliling gizzard, organ reproduksi, dan
lemak yang terdapat diantara otot abdominal, usus dan sekitar kloaka. Piliang dan
Djojosoebagjo (2006a) mengemukakan bahwa jaringan adiposa merupakan
jaringan yang berperan sebagai penyimpan lemak. Salah satu tempat penyimpanan
28
lemak yaitu rongga perut (abdominal). Penimbunan pada daerah perut ini
merupakan produk limbah dalam industri ayam broiler.
Unggas menyimpan kelebihan energi dalam jaringan lemak (adiposa) tubuh.
Jaringan adiposa mengandung 80% lemak, 20% air dan sejumlah kecil protein.
Jaringan adiposa kebanyakan terdapat pada rongga tubuh dan dibawah kulit
unggas (subcutan). Deposisi adiposa sebagian besar berada di bagian bawah
rongga tubuh dekat kloaka dan dikenal sebagai lemak abdominal. Proporsi lemak
abdominal sekitar 50% dari berat total lemak dalam rongga tubuh atau sekitar 2%
berat badan (Rose 1997). Menurut Becker et al. (1981) strain ayam broiler
bervariasi mengandung lemak abdominal rata-rata 2.9% berat hidup untuk jantan
dan 3.3% berat hidup untuk betina pada umur 55 hari. Lemak abdominal ini
proporsinya sekitar 28% dari lemak total yang ada dalam tubuh serta berhubungan
nyata dengan lemak tubuh total
H. Organ Dalam Unggas
Hati merupakan organ yang berperan dalam sekresi empedu, metabolisme
lemak, karbohidrat, zat besi, fungsi detoksifikasi serta berperan dalam
metabolisme dan penyerapan vitamin (Ressang 1984). Dari lambung dan usus
halus, sebagian besar pakan yang diserap masuk kedalam vena portal menuju hati,
suatu kelenjar terbesar di dalam tubuh. Hati terdiri dari dua lobus besar yang
mempunyai fungsi utama hati dalam pencernaan dan absorbsi adalah produksi
empedu (Suprijatna et al. 2005). Persentase hati ayam berkisar antara 1.7-2.8%
dari berat hidup (Putnam 1991).
Empedu terletak pada kantung empedu yang terdiri dari dua saluran yang
mentransfer empedu dari hati ke usus halus (North & Bell 1990; Ressang 1984).
Suprijatna et al. (2005) mengatakan bahwa empedu penting dalam proses
penyerapan lemak pakan dan ekskresi limbah produk, seperti kolesterol dan hasil
sampingan degradasi hemoglobin. Warna kehijauan empedu disebabkan karena
produk akhir destruksi sel darah merah, yaitu biliverdin dan bilirubin. Volume
empedu tergantung pada 1) aliran darah, 2) status nutrisi unggas, 3) tipe pakan
yang dikonsumsi, dan 4) sirkulasi empedu enterohepatik. Empedu berfungsi
29
sebagai penetral kondisi asam dari saluran usus dan dapat mengawali pencernaan
lemak dengan membentuk emulsi (Amrullah 2003).
Putnam (1991) menyatakan bahwa persentase bobot limpa pada broiler
berkisar 0.18-0.23% dari berat hidup. Limpa merupakan organ tubuh komplek
dalam banyak fungsi. Fungsi limpa yang utama adalah sebagai penyaring darah
dan menyimpan zat besi untuk dimanfaatkan kembali dalam sintesis hemoglobin
(Dellman & Brown 1992). Selain menyimpan darah, limpa bersama hati dan
sumsum tulang berperan dalam pembinasaan eritrosit-eritrosit tua dan ikut serta
dalam metabolisme sel limfosit yang berhubungan dengan pembentukan antibodi
serta terkait dengan respon imunologi terhadap antigen yang berasal dari darah.
Kelainan-kelainan pada limpa diantaranya hypersplenism (eritrosit, granulosit dan
trombosit rusak), darah merah tidak bisa dikeluarkan dan terjadinya radang limpa
(Ressang 1984). Ukuran limpa bervariasi dari waktu ke waktu tergantung
banyaknya darah didalam tubuh.
Ginjal pada unggas terletak dibelakang paru-paru dan berjumlah dua buah,
ureter menghubungkan ginjal dengan kloaka (North & Bell 1990). Ekskresi air
dan sisa metabolik sebagian besar terjadi melalui ginjal. Sistem ekskresi pada
unggas terdiri dari dua buah ginjal yang bentuknya relatif besar-memanjang,
berlokasi dibelakang paru-paru, dan menempel pada tulang punggung. Ginjal
terdiri dari banyak tubulus kecil atau nephron yang menjadi unit fungsional utama
dari ginjal. Fungsi utama ginjal adalah memproduksi urine, melalui proses
1) filtrasi darah sehingga air dan limbah metabolisme diekskresikan, dan
2) reabsorpsi beberapa nutrien (misalnya glukosa dan elektrolit) yang
kemungkinan digunakan kembali. Ginjal memiliki peran kunci dalam pengaturan
keseimbangan asam-basa dan mempertahankan keseimbangan osmotik cairan
tubuh. Urine pada unggas terutama tersusun atas asam urat yang bercampur
dengan feses pada kloaka dan keluar sebagai kotoran berupa material berwarna
putih seperti pasta (Suprijatna et al. 2005).
Jantung pada unggas terdiri dari empat ruang yaitu dua atrium dan dua
ventrikel. Jantung berdetak dengan kecepatan yang sama yaitu 300 denyut jantung
per menit, semakin kecil ukuran unggas dan semakin tua umurnya maka denyut
jantung akan semakin cepat (North & Bell 1990). Denyut jantung ayam sangat
30
bervariasi dan sering menjadi dua kali lipat sebagai akibat rangsangan (Suprijatna
et al. (2005). Ressang (1984) menyatakan bahwa jantung mempunyai daya besar
dalam menyesuaikan diri pada perubahan di dalam tubuhnya, besar jantung sangat
dipengaruhi oleh jenis, umur, besar dan aktivitas hewan. Nabib (1987)
menyatakan bahwa pembesaran ukuran jantung dapat terjadi karena adanya
akumulasi racun pada otot jantung. Unggas umumnya mempunyai ukuran jantung
yang berbeda-beda dan bervariasi, berat jantung rata-rata adalah 0.44% dari berat
hidup dan 0.5–1.42% (Nickle 1977).
Pankreas terletak diantara lengkungan duodenum pada usus halus yang
bertanggung jawab pada sekresi enzim pencernaan dan sekresi hormon (Mc
Donald et al. 2002). Sturkie (1976, 2000) menyatakan bahwa pankreas adalah
organ berwarna merah yang berada diantara lipatan duodenum yang berfungsi
mensekresikan amilase, lipase, protease, enzim proteolitik, dan sodium bikarbonat
untuk membantu pencernaan karbohidrat, protein dan lemak. Berat pankreas ayam
dewasa berkisar antara 2.5-4.0 gram.
North dan Bell (1990) menyatakan bahwa rempela disebut juga lambung
(gizzard/ventrikulus) yang terletak antara proventrikulus dan usus halus bagian
atas. Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa rempela memiliki dua pasang
otot yang sangat kuat sehingga ayam mampu menggunakan tenaga yang kuat.
Mukosa permukaan gizzard sangat tebal, tetapi secara tetap tererosi. Partikel
makanan yang berukuran besar akan cepat dipecah. Pada rempela juga
mengandung bahan-bahan yang mudah terkikis seperti pasir, karang dan kerikil.
Partikel makanan yang berukuran besar akan segera dipecah menjadi partikelpartikel yang sangat kecil (secara mekanik) sehingga bisa masuk ke saluran
pencernaan. Fungsi rempela adalah untuk menggiling dan menghancurkan
makanan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil dan biasanya dibantu oleh grit
(Nesheim et al. 1979). Berat rempela adalah 1.6-2.3% dari berat hidup (Putnam
1991).
31
Usus terdiri atas usus halus dan usus besar (Denbow 2000). Usus halus
terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum, sedangkan usus besar terdiri atas
sekum dan kolon. Panjang usus pada unggas lebih pendek daripada usus mamalia.
Usus mempunyai 4 lapisan fungsional yaitu mukosa, submukosa, tunika
muskularis dan serosa (Denbow 2000; Strukie 1976). Mukosa terbagi menjadi 3
yaitu lapisan epitel, lamina propria dan muskularis mukosa. Submukosa
merupakan jaringan kolagen longgar dan mengandung pembuluh darah, pembuluh
limfe dan saraf. Tunika muskularis terdiri atas otot polos yang tersebar sebagai
lapisan sirkularis dan longitudinal. Serosa atau tunika adventisia adalah lapisan
terluar terdiri atas jaringan ikat longgar, mengandung pembuluh darah dan saraf.
Bentuk mukosa usus tersusun kedalam tonjolan berbentuk jari yang disebut
villi untuk memperluas daerah permukaan (Denbow 2000; Sturkie 1976). Pada
permukaan epitel villi terdapat mikrovilli yang merupakan penjuluran sitoplasma
yang dapat meningkatkan efisiensi penyerapan nutrisi. Mukosa usus halus
dikarakterisasi dengan adanya kripta lieberkuhn. Pada lapisan epitel juga terdapat
sel goblet penghasil mukus. Pada usus halus proses pencernaan secara kimiawi
berlangsung serta memegang peran yang sangat penting dalam transfer nutrisi dari
lumen usus ke dalam pembuluh darah dan limfe. Proses pencernaan utama terjadi
pada duodenum dimana empedu dari hati dan enzim pankreas dikirim ke
duodenum dan ditambah dengan enzim yang dihasilkan oleh usus bersama-sama
mencerna makanan.
Sedangkan yeyunum dan ileum memiliki peran mengabsorbsi nutrisi seperti
asam amino, vitamin dan monosakarida kedalam sirkulasi darah. Seperti pankreas,
usus menghasilkan amilase. Amilase terdapat dalam jumlah kecil pada usus halus,
dimana 80% aktivitasnya berlangsung di yeyunum. Panjang usus halus berkisar
1.5 meter pada ayam dewasa (North & Bell 1990).
Sekum pada unggas terdapat diantara ileum dan kolon. Pada ayam terdapat
dua buah sekum yang terletak pada batas antara ileum dan kolon (Denbow 2000;
Sturkie 1976). Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa dalam keadaan normal
panjang setiap seka sekitar 15 cm. Pada unggas dewasa yang sehat, seka berisi
pakan lembut yang keluar masuk. Akan tetapi, tidak ada bukti mengenai peran
serta dalam pencernaan. Hanya sedikit air diserap, sedikit karbohidrat dan protein
32
dicerna berkat bantuan beberapa bakteri. Nickle et al. (1977) menyatakan bahwa
villi sekum lebih pendek daripada villi usus halus, mengandung banyak kripta dan
folikel limfoid serta sel-sel limfoid. Kolon dan rektum pada unggas relatif pendek
dan berhubungan langsung dengan kloaka serta mengandung villi yang pendek,
sel goblet dan sedikit kripta.
Download