BAB I Pendahuluan

advertisement
BAB I
Pendahuluan
1.1.
Latar Belakang
Institusional ownership atau kepemilikan instistusional merupakan
kepemilikan saham perusahaan oleh institusi diluar perusahaan. Model
kepemilikan institusional ini telah ada sejak tahun 1980 di Amerika Serikat
dengan kepemilikan saham sebesar 35% (Clay, Darin G., 2002). Angka ini terus
meningkat hingga mencapai 50% di tahun-tahun berikutnya (Gillan dan Starks,
2000).
Institutional investor mengurangi informasi yang asimetri, mereka mampu
menekan perusahaan untuk mengungkapkan informasi secara detail dan tepat
waktu (Ajinky et al, 1984). Hampir seluruh investor institusional memiliki sikap
proaktif dalam memonitoring kinerja perusahaan. Tidak jarang mereka
menggunakan jasa komite audit untuk melakukan pengawasan dan melaporkan
semua informasi terkait dengan nilai saham yang mereka miliki (Ashbaugh et al.,
2004).
Dalam teori agensi dijelaskan adanya pemisahan kekuasaan antara
pemegang saham (prinsipal) dengan manajer (agen), di mana agen memiliki
tanggungjawab untuk menjalankan visi dan misi dari prinsipal. Pemegang saham
(prinsipal) mendelegasikan wewenang kepada manajer (agen) untuk mengambil
keputusan strategik (Anthony dan Govindarajan, 2005) untuk meningkatkan
profitabilitas perusahaan demi keuntungan bersama.
1
2
Namun
pada
praktiknya,
pemisahaan
kekuasaan
ini
seringkali
menimbulkan konflik agensi antara pemegang saham dengan manajer. Pada
banyak kasus, manajer cenderung menyalahgunakan wewenang yang mereka
miliki untuk memperkaya diri tanpa memperhitungkan keuntungan perusahaan
dan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam kasus ini, pemegang
saham institusional memiliki keterbatasan dalam menjangkau manajer kecuali
mereka memiliki dominasi kepemilikan saham perusahaan (Munzig dan
Grosvenor, 2003). Dengan demikian pemegang saham mengalami kerugian atas
kecurangan manajer.
Untuk mengatasi konflik keagenan ini diperlukan tata kelola perusahaan
(corporate
governance)
yang
tepat.
Corporate
governance
merupakan
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
manajer, kreditur, pemerintah, karyawan, pemegang kepentingan internal dan
eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak serta kewajiban mereka (FCGI,
2003). Good Corporate Governance ini mengandung visi dan misi perusahaan
yang telah disempurnakan untuk mencapai tata kelola yang baik sesuai dengan
anggaran dasar perusahaan.
Corporate governance ini juga merupakan mekanisme yang digunakan
untuk meningkatkan pemantauan terhadap tindakan manajemen, membatasi
perilaku oportunistik manajer, dan mengurangi risiko informasi yang ditanggung
oleh pemegang saham. Beberapa penelitian sebelumnya membuktikan bahwa
perusahaan dengan kualitas corporate governance yang lebih baik memiliki
biaya ekuitas yang lebih rendah (Derwall dan Verwijmeren, 2007 ; Byun et al.,
2008). Dan konsep corporate governance ini melebur dalam sistem-sistem
3
perusahaan seperti kebijakan pengambilan risiko dan manajemen risiko
perusahaan.
Kaitannya dengan risiko, investor institusional menyukai proyek-proyek
dengan risiko yang tinggi karena adanya expected return yang akan didapat
apabila berhasil mengerjakannya (Pathan, 2009). Investor berani mengambil
risiko yang tinggi karena mereka telah mendiversifikasikan modalnya di banyak
perusahaan, sehingga apabila terjadi kegagalan di salah satu proyek pada
perusahaan tertentu, tidak akan bepengaruh secara signifikan untuk mereka
(Hutchinson, Marion et al, 2015). Sebaliknya, perusahaan akan mengalami
kerugian yang sangat besar, bahkan berpotensi menyebabkan kebangkrutan.
Maka dari itu pengawasan terhadap risiko perusahaan sangat
dibutuhkan untuk menghindari pengambilan risiko yang berlebihan. Penting bagi
perusahaan untuk memperhatikan kebijakan manajemen risiko. Kebijakan
manajemen risiko perusahaan termasuk juga usaha dalam memaksimalkan
retur. Perusahaan mungkin memiliki komite terpisah (komite manajemen risiko)
yang menangani pengelolaan exposure risiko tertentu dan strategi pengelolaan
risiko untuk masa yang akan datang (Walker, 2009). Kebijakan ini apat diambil
secara langsung oleh direksi sebagai pelaku bisnis.
Menilai suatu perusahaan profitable atau tidak, dapat dilihat dari kinerja.
Kinerja dapat diukur melalui retur aset perusahaan (ROA) (Hutchinson, Marion et
al, 2015). Kinerja akan menentukan daya saing perusahaan dan kemampuan
perusahaan dalam mendapatkan profitabilitas. Maka para calon investor harus
cermat dalam membaca perusahaan.
4
Pemegang saham yang terdiversifikasi ini pada umumnya hanya memiliki
sedikit kewenangan untuk melakukan pemantauan terhadap manajemen
(Ashbaugh et al, 2004). Namun seiring peningkatan saham yang dimiliki, mereka
memiliki insentif untuk melakukan pemantauan tersebut dan menjadi bagian dari
corporate governance. Ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh antara proporsi
kepemilikan saham institusional dengan corporate governance. Jensen (1993),
Shleifer dan Vishny (1997) berpendapat bahwa investor institusional yang
berperan juga sebagai fidusiari, memiliki insentif yang lebih besar untuk
memantau manajemen dan kebijakan perusahaan. Pemantauan yang efektif
akan mengurangi perilaku oportunistik manajemen sehingga dapat mengurangi
biaya agensi dan biaya ekuitas. Penemuan ini didukung oleh penelitian Collins
dan Huang (2010) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berdampak
negatif terhadap biaya ekuitas perusahaan.
Di Indonesia telah banyak institusi keuangan yang menjadi investor
institusional bahkan menguasai sebagian besar saham perusahaan seperti yang
terjadi pada beberapa perusahaan besar seperti PT Wilmar Cahaya Indonesia
Tbk (87,02%), PT Champion Pacific Indonesia Tbk (79,42%), dan PT Gunawan
Dianjaya Steel (43,66%). Institusi keuangan ini terdiri atas perusahaan
perbankan, perusahaan asuransi, perusahaan dana pensiun, perusahaan
investasi, dan perusahaan pendanaan (Hutchinson, Marion et.al, 2015).
Investor institusional ini memiliki beberapa perbedaan dengan investor
pada umumnya, mereka lebih responsif dalam menanggapi masalah yang
dihadapi perusahaan investee-nya dengan melakukan beberapa hal sebagai
berikut :
5

Melakukan penjualan saham dan obligasi mereka ketika biaya monitoring
menjadi terlalu mahal atau membutuhkan waktu yang lama. Hal ini
dilakukan untuk meresponi kinerja perusahaan yang kurang baik
daripada melakukan tindakan korektif (Coffee, 1991 ; Manconi et al.,
2012). Ini menunjukkan bahwa mereka tidak akan mempertahankan
investasinya pada perusahaan yang buruk dan tidak memberikan
keuntungan.

Berinvestasi dalam jumlah besar pada saham yang berbeda dalam
rangka diversiikasi risiko dan menjaga likuiditas. Hal ini dilakukan untuk
menyelamatkan investasi mereka dari risiko kegagalan bisnis.
Investor
institusional
dengan
tingkat
kepemilikan
yang
besar
mendapatkan insentif untuk memperoleh informasi yang detail tentang praktik
manajemen risiko perusahaan dan berhak untuk mengambil keputusan keluar
atau mempertahankan saham mereka (Ho, Harper, 2011). Semakin besar tingkat
kepemilikan saham, maka akan semakin berpengaruh secara langsung maupun
tidak
langsung
terhadap
perusahaan
melalui
tingkat
penjualan
saham
perusahaan (Gillan dan Starks, 2003). Dampak dari penjualan saham secara
besar-besaran oleh investor dapat menurunkan harga saham perusahaan
tersebut pada capital market yang dikenal dengan istilah bad news bagi
perusahaan investee (Baysinger et al., 1991). Hal ini dapat mempengaruhi
pemegang saham lainnya bahkan calon pemegang saham untuk tidak memilih
perusahaan tersebut untuk berinvestasi.
Penelitian
ini
akan
membahas
bagaimana
pengaruh
investor
institusional di Indonesia pada perusahaan-perusahaan manufaktur. Peneliti
6
menggunakan data sekunder berupa laporan tahuan dan laporan keuangan
perusahaan dalam kurun waktu 4 (empat) tahun. Laporan ini memuat informasiinformasi yang lengkap dan merupakan alat pengambilan keputusan manajerial
yang cukup valid. Dan pengukuran kinerja keuangan meliputi hasil perhitungan
rasio-rasio keuangan berbasis pada laporan keuangan perusahaan yang
dipublikasikan oleh akuntan publik (Horne, 2005). Rasio ini bermanfaat untuk
mengevaluasi likuiditas perusahaan. Semakin tinggi likuiditas perusahaan,
menandakan bahwa perusahaan mampu membayarkan dividen kepada para
pemegang sahamnya. Namun apabila perusahaan menjadi terlalu likuid,
menandakan bahwa perusahaan tidak memanaatkan aktiva produktif dengan
baik sehingga terjadi pembengkakan biaya perawatan dan penyimpanan.
Sampel yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang tercatat
pada Bursa Efek Indonesia dalam tahun normal (2011-2014). Penulis ingin
membuktikan relevansi hasil dari penelitian sebelumnya oleh Marion Hutchinson
et al (2015) tentang dampak investor institusi terhadap risiko, kebijakan
manajamen risiko, dan kinerja keuangan perusahaan di tahun normal pada
perusahaan manufaktur di Indonesia. Dugaan sementara dari penelitian ini
adalah semakin tingginya tingkat kepemilikan saham oleh institusi keuangan
akan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan risiko spesifik perusahaan,
kebijakan manajemen risiko, dan peningkatan kinerja perusahaan.
7
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka permasalah
dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah
tingkat
kepemilikan
institusional
(institutional
ownership)
berpengaruh positif terhadap risiko perusahaan?
2. Apakah
tingkat
kepemilikan
institusional
(institutional
ownership)
berpengaruh positif terhadap corporate governance?
3. Apakah
tingkat
kepemilikan
institusional
(institutional
ownership)
berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan?
1.3.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.
Menemukan bukti empiris pengaruh institutional ownership terhadap
risiko perusahaan.
2.
Menemukan bukti empiris pengaruh institutional ownership terhadap
corporate governance.
3.
Menemukan bukti empiris pengaruh institutional ownership terhadap
kinerja keuangan perusahaan.
8
1.4.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut :
1.
Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pelengkap referensi bagi
perusahaan dalam mempertimbangan pengaruh risiko perusahaan, kebijakan
manajemen risiko dan faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan.
2.
Investor
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pedoman bagi investor
untuk
memanfaatkan
kepemilikan
saham
dalam
pemilihan
risiko
dan
meningkatkan kinerja perusahaan, serta mengambil kebijakan manajemen risiko
dengan benar dan tepat.
3.
Akademisi
Penelitian
mengembangkan
ini
diharapkan
penelitian
dapat
selanjutnya
dijadikan
mengenai
referensi
pengaruh
institusional terhadap perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia.
untuk
investor
Download