PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PEMENTASAN BOCAH BAJANG: NEGOSIASI TEATER TERHADAP MEDIA MASSA ATAS MAKNA FENOMENA PONARI TESIS Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister Humaniora (M. Hum.) Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Oleh Airani Sasanti NIM: 086322001 PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI TESIS PEMENTASAN BOCAH BAJANG: NEGOSIASI TEATER TERHADAP MEDIA MASSA ATAS MAKNA FENOMENA PONARI Oleh Airani Sasanti NIM: 086322001 Telah disetujui oleh: Dr. Katrin Bandel Pembimbing I ..................................... Tanggal 1 Agustus 2013 Dr. Gregorius Budi Subanar, S.J. Pembimbing II ..................................... Tanggal 12 Agustus 2013 ii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI TESIS PEMENTASAN BOCAH BAJANG: NEGOSIASI TEATER TERHADAP MEDIA MASSA ATAS MAKNA FENOMENA PONARI Oleh Airani Sasanti NIM: 086322001 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Tesis pada tanggal 27 Agustus 2013 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Tim Penguji Ketua : Dr. St. Sunardi ........................... Sekretaris/Moderator : Dr. F.X. Baskara T. Wardaya, S.J. ........................... Anggota ........................... : 1. Dr. Gregorius Budi Subanar, S.J. 2. Dr. Katrin Bandel ........................... 3. Dr. St. Sunardi ........................... Yogyakarta, 30 Agustus 2013 Direktur Program Pascasarjana Prof. Dr. Augustinus Supratiknya iii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PERNYATAAN KEASLIAN Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama NIM Program Institusi : Airani Sasanti : 086322001 : Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya : Universitas Sanata Dharma Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis Judul Pembimbing Tanggal diuji : Pementasan Bocah Bajang: Negosiasi Teater terhadap Media Massa atas Makna Fenomena Ponari : 1. Dr. Katrin Bandel 2. Dr. G. Budi Subanar, S.J. : 27 Agustus 2013 Adalah benar-benar hasil karya saya. Di dalam skripsi/karya tulis/makalah ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya. Apabila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku di Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, termasuk pencabutan gelar Magister Humaniora (M. Hum.) yang telah saya peroleh. Yogyakarta, 29 Agustus 2013 Yang memberikan pernyataan, Airani Sasanti iv PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama: Airani Sasanti NIM: 086322001 Program: Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Demi keperluan pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah yang berjudul: PEMENTASAN BOCAH BAJANG: NEGOSIASI TEATER TERHADAP MEDIA MASSA ATAS MAKNA FENOMENA PONARI Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lainnya demi kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya atau memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di: Yogyakarta Pada tanggal: 29 Agustus 2013 Yang menyatakan, Airani Sasanti v PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KATA PENGANTAR Penulisan tesis ini merupakan sebuah proses yang panjang dan tidak mudah, tapi penulis tetap yakin bahwa apa yang telah dimulai dengan baik akan dapat diselesaikan secara baik juga. Atas berkat dan penyertaan Yesus yang luar biasa, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini Kepada Dr. Katrin Bandel, Dr. G. Budi Subanar, S.J. dan Dr. St. Sunardi selaku pembimbing dalam penyusunan tesis ini, terimakasih atas gagasan-gagasan kreatif yang telah membantu penulis mengembangkan ide-ide selama menulis tesis. Kepada seluruh dosen yang pernah mengajar penulis di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya, terimakasih telah berbagi ilmu, sehingga penulis bisa bertambah pengetahuan yang bermanfaat dalam kehidupan. Teater Garasi, Actor Studio dan Bocah Bajang: Yudi Ahmad Tajudin, Lusia Neti Cahyani, Gunawan Maryanto, M.N. Qomaruddin, Tita Dian Wulansari, Darmanto Setiawan, Siti Fauziah, Sugeng Utomo, dan teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu demi satu, terimakasih atas bantuan dan dukungan selama proses penulisan tesis. Terimakasih juga atas kesabaran yang tak pernah habis diberikan karena menulis tesis ini (ternyata) memakan waktu yang cukup lama. Bapak Bambang Widisantosa, Ibu Sudarwati, Mas Wisnu Ajisatria, Mbak Ardanti Sarasati. Terimakasih atas dukungan, cinta, kesabaran, doa yang tak pernah putus, dan pertanyaan-pertanyaan yang tak henti: “Wis tekan bab pira? Kok ora ngetik? Kapan bimbingan maneh?” yang terus mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan tesis. Penulis juga menghaturkan terimakasih kepada teman-teman IRB 2008, Maria Bekti Lestari, Ibu Siti Nikandaru Chairina (ASDRAFI), Narwastu Kartikasari, keluarga Marpaung di Kweni dan si kecil Angger Agya Nirwasito, almamater Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya, dan seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung selama penulisan tesis ini. Tidak ada yang sanggup menggantikan selain rasa terimakasih yang mendalam. Penulis vi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ABSTRAK Sasanti, Airani. 2013. Pementasan Bocah Bajang: Negosiasi Teater terhadap Media Massa atas Makna Fenomena Ponari. Tesis. Yogyakarta: Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma. Fenomena Ponari merupakan peristiwa pengobatan tradisional yang muncul pada tahun 2009 dan menjadi berita dalam media massa. Praktik pengobatan ini dilakukan Ponari, seorang anak berusia sembilan tahun, yang mampu mengundang perhatian banyak orang dan membuat puluhan ribu orang datang ke lokasi pengobatan. Praktik pengobatan ini menggunakan sebuah batu sebagai medium penyembuhan. Praktik pengobatan oleh Ponari menimbulkan berbagai reaksi dari banyak pihak yang setuju dan tidak setuju, dan reaksi-reaksi itu diberitakan dari berbagai sudut pandang dalam media massa. Melalui berita-berita, media massa membangun kisah Ponari dengan versi mereka sendiri. Fenomena Ponari juga menarik perhatian sebuah kelompok teater di Yogyakarta, yaitu Teater Garasi. Melalui program Actor Studio Teater Garasi, fenomena Ponari direspon dengan menghadirkan peristiwa pengobatan tersebut dalam bentuk pementasan teater berjudul Bocah Bajang. Kajian ini bermaksud untuk melihat bagaimana Actor Studio Teater Garasi menarasikan fenomena Ponari, di mana peristiwa tersebut sudah terlebih dahulu dikonstruksi oleh media massa, ke dalam pementasan teater Bocah Bajang. Kemudian menganalisis pementasan Bocah Bajang untuk mengetahui negosiasi seperti apa yang ditawarkan oleh teater dalam rangka pemaknaan fenomena Ponari. Kata kunci: negosiasi makna, teater, media massa. vii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ABSTRACT Sasanti, Airani. 2013. “Bocah Bajang” Play Performance: Theatre Negotiation towards Mass Media of The Ponari Phenomenon Meaning. Thesis. Yogyakarta: Religious and Cultural Studies, University of Sanata Dharma. Ponari phenomenon is the traditional treatment that emerged in 2009 and became news in the mass media. This traditional treatment being established by Ponari, a nine years old boy, who is able to attract the attention of many people and made tens thousands of people come to the site of the treatment. This traditional treatment using a stone as a medium of healing. The traditional treatment by Ponari caused various reactions from many people who agree and disagree, and the reactions reported from different points a views in the mass media. The mass media created their own version of Ponari’s story through the variation of news. Ponari phenomenon also attracted the attention of a theater group in Yogyakarta, the Garasi Theatre. Through the programme of Actor Studio by Garasi Theater, Ponari phenomenon responded by presenting events such treatment in the form of theatrical performance with the title “Bocah Bajang”. This study intends to look at how the Actor Studio of Teater Garasi narrate Ponari phenomenon, where the event has been first constructed by the mass media, to the performance of “Bocah Bajang” theater. Then analyzed the “Bocah Bajang” play performance in order to determine the form of negotiation which is offered by the theater in presenting the meaning of Ponari phenomenon. Keywords: meaningful negotiation, theater, mass media. viii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................................. PENGESAHAN TIM PENGUJI ................................................................................... PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................................ PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ......................... KATA PENGANTAR .................................................................................................... ABSTRAK ....................................................................................................................... ABSTRACT ...................................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................................... i ii iii iv v vi vii viii ix BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 1. 2. 3. 4. 5. 6. Latar Belakang...................................................................................................... Rumusan Masalah ................................................................................................ Tujuan Penelitian .................................................................................................. Manfaat Penelitian ................................................................................................ Tinjauan Pustaka .................................................................................................. Landasan Teori ..................................................................................................... a. Narasi .............................................................................................................. b. Decoding ......................................................................................................... c. Retake ............................................................................................................. 7. Metode Penelitian ................................................................................................. a. Lokasi Penelitian ............................................................................................ b. Sumber Data dan Pengumpulan Data ............................................................. c. Teknik Pengolahan Data ................................................................................. 8. Sistematika Penelitian .......................................................................................... 1 10 10 10 11 15 16 18 22 23 23 23 24 25 BAB II TEATER GARASI DI TENGAH TEATER KONTEMPORER INDONESIA............................................................................................................... .... 26 1. Sekilas PerjalananTeater Kontemporer Indonesia ................................................ 2. Teater Garasi sebagai Teater Kontemporer di Yogyakarta .................................. 3. Kesimpulan ........................................................................................................... 26 38 53 BAB III MEMBACA JEJAK FENOMENA PONARI DALAM MEDIA MASSA DAN OBSERVASI ACTOR STUDIO TEATER GARASI......................................... 55 1. Dramatisasi Fenomena Ponari dalam Media Massa ............................................. a. “Batu Ajaib” Mengubah Seorang Bocah Biasa menjadi “Dukun Cilik” ....... b. “Dukun Cilik” Ponari Kebanjiran Puluhan Ribuan Pasien ............................ c. Reaksi Publik atas Praktik Pengobatan si “Dukun Cilik” .............................. d. Ponari, “Dukun Cilik” Terkenal, Tidak Lulus SD.......................................... 55 58 61 74 94 ix PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2. Respon Actor Studio atas Dramatisasi Fenomena Ponari di Media Massa .......... 3. Kesimpulan ........................................................................................................... 96 136 BAB IV PEMAKNAAN FENOMENA PONARI DALAM PEMENTASAN BOCAH BAJANG ........................................................................................................... 138 1. Sinopsis Bocah Bajang ......................................................................................... 2. Bocah Bajang: Fenomena Ponari dalam Pementasan Teater ............................... a. Kostum Tokoh-tokoh dalam Bocah Bajang ................................................... b. Kata-kata (Monolog/Dialog/Tembang/Narasi) .............................................. c. Blocking dan Gerakan ..................................................................................... 3. Pemaknaan Fenomena Ponari melalui Pementasan Bocah Bajang ...................... 4. Kesimpulan ........................................................................................................... 138 144 145 150 192 213 223 BAB V: PENUTUP ......................................................................................................... 225 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 228 LAMPIRAN FOTO x PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia telah lama mengenal pengobatan tradisional dan pengobatan biomedis. Kedua macam pengobatan ini dianggap penting dan dipercaya hingga sekarang. Pengobatan biomedis adalah pengobatan berdasar ilmu kedokteran mutakhir (sains). Pengobatan tradisional adalah pengobatan yang dipraktikkan sejak zaman dahulu, belum menggunakan teknologi canggih seperti ilmu kedokteran sekarang, dan kebanyakan cara praktiknya diperoleh secara turun-temurun serta dipertahankan pemakaiannya hingga kini. Pada perkembangannya ilmu pengobatan tradisional hampir tergeser ilmu pengobatan modern karena pengaruh dari globalisasi pengetahuan. Ilmu pengobatan modern merupakan hasil warisan kolonialisme Belanda pada abad 17. Masuknya ilmu kedokteran Barat di Indonesia, terutama di Jawa, diawali masa VOC, seperti pernyataan antropolog Rosalia Sciortino berikut ini. Western therapies increasingly penetrated the Archipelago with the Venerigde OostIndische Compagnie (VOC: Dutch East Indies Company), trading between The Netherlands and the East Indies.... A more systematic practice of Western medicine on land began with the establishment in 1621 of the fortress Batavia (formerly known as Jacatra and now as Jakarta) as a Dutch trade centre in the Indies1. Kutipan di atas menjelaskan pengobatan Barat semakin berkembang di Indonesia melalui VOC. Praktik pengobatan Barat yang lebih sistematis di Indonesia dimulai 1 Pengobatan modern yang pertama kali muncul di Indonesia adalah di Batavia atau Jakarta dan dibawa oleh VOC. (Rosalia Sciortino. 1995. Care-Takers of Cure: An Anthropological Study of Health Centre Nurses in Rural Central Java. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hlm. 56). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2 dengan pendirian benteng Batavia sebagai pusat perdagangan Belanda di Hindia. Para dokter pada masa itu berupaya memerangi dan meneliti penyebab penyakit tropis dan mendirikan rumah sakit di Batavia dan beberapa kota lainnya. Para dokter VOC sama sekali tidak meremehkan obat-obatan yang digunakan oleh bangsa-bangsa Asia. Mereka justru berusaha untuk mengidentifikasi dan menggunakannya2. Masyarakat Indonesia masih mempercayai cara-cara pengobatan tradisional walaupun sudah hadir ilmu pengobatan modern dari warisan kolonialisme. Salah satu hal yang akan muncul dalam benak kebanyakan orang jika mendengar tentang pengobatan tradisional adalah pengobatan ini dilakukan di tempat yang dianggap masih tradisional seperti desa atau kampung. Di samping itu, pengobatan tradisional dilakukan oleh manusia yang masih tradisional juga semacam dukun, menggunakan peralatan sederhana, serta erat dengan budaya lokal etnis tertentu. Pengobatan tradisional di Indonesia tidak lepas dari pandangan bahwa pengobatan semacam ini sering dilakukan dengan cara magis. Misalnya dengan ritual penyembuhan seperti tarian atau benda pusaka, atau dengan mentransfer penyakit menggunakan media perantara berupa suatu benda ke tubuh binatang atau ke benda tertentu. Di sisi lain, pengobatan tradisional dapat dilakukan tanpa melalui proses magis, melainkan dengan mengolah bahan-bahan alam dengan cara merebus, membakar, menumbuk 2 dan sebagainya. Ada pengobatan tradisional yang Sumber sejarah kedokteran pada masa VOC tidak banyak menyinggung soal pengobatan, melainkan lebih sering menceritakan sejarah rumah sakit tempat para dokter VOC merawat para pasien (Denys Lombard. 2008. Nusa Jawa: Silang Budaya “Batas-batas Pembaratan”. Terj. Winarsih Partaningrat dkk. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 140). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3 memanfaatkan buah-buahan, dedaunan, tanaman-tanaman tertentu, atau bagian tubuh hewan tertentu yang bisa dibuktikan khasiatnya untuk menyembuhkan penyakit. Pengobatan tradisional mengandung unsur-unsur spiritual dan kegaiban serta unsurunsur materi berupa daun-daunan, akar-akar, kulit kayu dan lain-lain yang secara empirik telah dikenal khasiatnya3. Pada awal tahun 2009 dunia pengobatan di Indonesia sempat digemparkan dengan kehadiran seorang bocah berumur 9 (sembilan) tahun bernama Ponari. Bocah ini konon mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit dengan batu yang dicelup ke dalam air sebagai medium penyembuhan. Ponari yang berasal dari Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur tersebut mengaku mendapatkan sebuah “batu ajaib” seusai disambar petir. “Kesaktian” batu Ponari sempat diberitakan berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik. Salah satu contohnya adalah berita dalam Kompas yang mengungkapkan Ponari mendapatkan “batu ajaib” pada tanggal 12 Desember 2008 seperti kutipan berikut. Bocah kelahiran Jombang, 6 Juli 1999, putra tunggal pasangan Mukaromah-Kamsen ini tiba-tiba dikenal memiliki “kekuatan” luar biasa. Ia bisa mengobati beragam penyakit. Kekuatannya berkaitan dengan sebuah batu yang didapatnya pada 12 Desember 20084. Dalam berita tersebut diceritakan “batu ajaib” diperoleh seusai petir lewat di atas Ponari. Melalui “batu ajaib” itu Ponari mampu menyembuhkan berbagai jenis 3 4 Panitia Penyusun Sejarah Kesehatan Indonesia. 1978. Sejarah Kesehatan Nasional Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hlm. 11. Kompas, Kamis 5 Februari 2009. “Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga”. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4 penyakit. Sejak saat itu Ponari dikenal sebagai “dukun cilik”. Cara praktik pengobatannya pun sederhana. “Batu ajaib” itu cukup dicelupkan ke dalam air atau digosok-gosokkan pada bagian tubuh yang terasa sakit. “Kemampuan” Ponari dalam mengobati pasien juga diberitakan dalam Kedaulatan Rakyat yang terbit pada 11 Februari 2009. Berita itu memaparkan mengenai pasien pertama dari praktik pengobatan Ponari dan tampak jelas dalam kutipan berikut. Konon, Ponari bisa mengobati segala macam jenis penyakit setelah tiga pekan lalu hampir tersambar petir. Saat dia hujan-hujan, tiba-tiba muncul petir dan sebuah batu mengenai kepalanya. Batu itu lantas dibawanya pulang. Kemudian mencoba keajaiban batu itu untuk mengobati tetangganya dan konon langsung sembuh5. Berita di atas menginformasikan awal mula Ponari menemukan “batu ajaib”. Ponari pertama kali mengetahui batu tersebut memiliki khasiat ketika dia memakai batu itu untuk menyembuhkan tetangganya. Ponari mencoba menyembuhkan tetangganya dengan batu itu dan konon tetangga Ponari langsung sembuh. Sejak pengobatan yang pertama dilakukan itulah Ponari dikenal sebagai “dukun cilik”. Bukan hanya media cetak yang gencar memberitakan Ponari, tetapi media televisi juga ikut ramai memberitakan Ponari dan “batu ajaib”-nya. Program berita Barometer yang ditayangkan stasiun televisi SCTV mengungkapkan Ponari telah berubah menjadi dukun cilik sesudah mempunyai “batu sakti” dan banyak orang datang kepadanya untuk berobat. Dalam tayangan berita tersebut pengobatan bermodal batu yang dilakukan Ponari dinilai tidak rasional dan berbau klenik. Berikut kutipan yang menggambarkan situasi Ponari dan pengobatan yang dikerjakannya. 5 Kedaulatan Rakyat, 11 Februari 2009. “‟Dukun Cilik‟ Hebohkan Jombang: 4 Tewas, Tempat Praktik Ditutup”, hlm. 1. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5 Laporan reporter: Bagaimana halnya dengan keluarga Ponari? Kabarnya dari kotak amal yang dibuka keluarga Ponari memperoleh sumbangan antara dua puluh hingga lima puluh juta rupiah per hari. Angka ini dihitung dari jumlah pasien yang mencapai sepuluh ribu orang per hari dengan minimal sumbangan per orang lima ribu rupiah saja6. Keuntungan yang sangat besar diperoleh dari praktik Ponari. Ponari diberitakan mampu mengumpulkan pendapatan antara dua puluh hingga lima puluh juta rupiah per hari dengan jumlah pasien 10.000 orang tiap hari. Desa tempat tinggal Ponari juga diberitakan penuh sesak karena banyaknya calon pasien yang datang ke sana. Untuk menangani pasien yang sangat banyak jumlahnya, warga kampung membentuk panitia khusus dan dibantu polisi setempat. Ada pasien yang mengaku mengalami perubahan menjadi sembuh setelah berobat pada Ponari, tetapi ada juga yang mengatakan tidak merasakan perubahan apa-apa walaupun sudah berobat. Pengobatan yang dilakukan Ponari bisa dikatakan irasional sebab tidak dapat dibuktikan secara ilmiah kaitan antara batu, air yang sudah dicelup batu, dan kesembuhan si pasien. Namun, di tengah zaman yang telah memiliki kemajuan dalam pengobatan biomedis ini masih ada juga masyarakat yang mempercayai “kesaktian” batu Ponari. Para calon pasien menempuh segala cara agar bisa bertemu Ponari, sehingga memperoleh kesembuhan atas penyakit yang mereka derita. Kemampuan Ponari dalam menyembuhkan orang sakit tidak hanya menjadi pembicaraan masyarakat di sekitar tempat tinggal Ponari saja, tetapi juga menjadi pembicaraan dalam berita-berita di media massa lokal maupun nasional. Selain 6 “Kontroversi Pengobatan Ala Ponari”. Program Barometer, SCTV, disiarkan 26 Februari 2009.http://www.youtube.com/watch?v=yHGEGvASmcc, diunduh: 16 Maret 2012. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6 memberitakan Ponari, media massa juga memberitakan keluarga Ponari serta pasienpasien Ponari yang sembuh, pasien yang tidak sembuh, atau korban meninggal. Di samping itu, ada juga berita praktik penyembuhan yang dilakukan Ponari mulai dari ketika masyarakat sangat antusias untuk berobat hingga berkurangnya antusias masyarakat untuk berobat. Media massa juga menghadirkan komentar dari ahli kesehatan dan perwakilan lembaga keagamaan mengenai praktik Ponari. Pemberitaan tentang Ponari telah membuat Ponari menjadi dukun tiban7. Berita Ponari bisa menjadi komoditas bagi media massa yang memberitakannya. Hanya dengan membaca atau melihat berita tentang Ponari di media massa, orang dapat langsung percaya dengan kehebatan dukun cilik ini atau justru menikmati beritaberita Ponari sebagai suatu bentuk keganjilan atau sebagai sesuatu yang tidak masuk akal dalam dunia pengobatan di Indonesia. Bisa jadi setelah membaca atau mendengar berita dari media massa masyarakat akan menganggap batu dan kehebatan dukun cilik tersebut menjadi sesuatu yang memang benar-benar ada, walaupun hal tersebut tetap belum bisa diterima dalam logika mereka. Dari sini bisa terlihat media massa mempunyai kekuatan untuk mengubah sesuatu yang semula dianggap ganjil oleh masyarakat menjadi suatu hal atau peristiwa yang memang benar-benar nyata dan ada dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam melihat fenomena pengobatan 7 Dukun tiban datang secara tiba-tiba, tanpa persiapan apa pun dari pihak yang bersangkutan, karena “tertimpa sesuatu yang suci” (tiban berarti sesuatu yang jatuh dengan sendirinya, seperti sesuatu “keajaiban yang jatuh dari langit”)... kemampuan dukun tiban bisa hilang secara mendadak sebagaimana kedatangannya semula (Clifford Geertz. 2013. Agama Jawa:Abangan, Santri, Priyayi dalam Kebudayaan Jawa. Terj. Aswab Mahasin & Bur Rasuanto. Depok: Komunitas Bambu, hlm. 138). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 7 dukun cilik Ponari, atau dengan kata lain media massa telah merekonstruksi kebenaran tanpa orang perlu melihat kenyataannya secara langsung. Fenomena Ponari dan “batu ajaib” bukan hanya direspon media massa saja, tetapi juga direspon dalam bentuk pementasan teater. Fenomena pengobatan oleh Ponari direspon oleh program Actor Studio Teater Garasi melalui pementasan teater berjudul Bocah Bajang. Pementasan ini mengisahkan perjalanan pengobatan yang dilakukan oleh Ponari mulai dari cerita-cerita seputar awal penemuan “batu ajaib”, pasien-pasien yang berobat, keluarga Ponari, serta orang-orang yang setuju dan tidak setuju terhadap praktik pengobatan yang dilakukan oleh Ponari. Teater Garasi merupakan kelompok teater kontemporer yang ada di Yogyakarta. Menurut Yudi Ahmad Tajudin, direktur artistik Teater Garasi, kelompok teater ini selalu berusaha melakukan eksperimen bentukdan juga gagasan yang bisa jadi bertolak dari ketidakpuasan atas bentuk dan gagasan teater yang sudah ada 8 , sehingga banyak eksplorasi yang dikerjakan Teater Garasi untuk memperkaya karyakarya pementasan mereka. Dengan bertolak dari pemikiran tersebut, Teater Garasi berusaha untuk mencari bentuk teater yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya dan melakukan pencarian terhadap berbagai macam gaya berteater, sehingga menemukan cara yang lebih bervariasi dalam berekspresi di atas panggung pementasan. Teater Garasi memperluas referensi untuk memperkaya pementasan mereka dengan cara sering mencari inspirasi dari teater tradisional atau bentuk- 8 Yudi Ahmad Tajudin. 2000. “Mencipta (Kembali) Tradisi: Ideologi Teater Garasi”. Ideologi Teater ModernKita. Yogyakarta: Pustaka Gondhosuli, hlm. 37. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 8 bentuk seni pertunjukan lainnya yang dikolaborasikan dengan bentuk-bentuk artistik yang berbeda seperti gerak tari, beladiri, akrobat, gerakan-gerakan binatang, jathilan, dan lain sebagainya. Pementasan Teater Garasi seringkali juga menggunakan simbolsimbol yang dianggap mampu merepresentasikan banyak hal pada peristiwa yang ingin diangkat dalam pertunjukan. Teater Garasi adalah kelompok teater yang merespon suatu peristiwa aktual yang ada dalam masyarakat. Teater Garasi, khususnya melalui program keaktoran Actor Studio, dipilih dalam penelitian ini karena respon mereka atas peristiwa aktual dalam masyarakat, yaitu fenomena dukun cilik Ponari, di mana peristiwa Ponari telah terlebih dahulu dikonstruksi oleh media massa melalui pemberitaan media cetak maupun elektronik. Dalam tulisan ini penulis mengkhususkan penelitian pada pementasan Actor Studio Teater Garasi yang berjudul Bocah Bajang. Bocah Bajang berkisah tentang peristiwa “dukun cilik” Ponari dan “batu ajaib”-nya. Pementasan tersebut disutradarai oleh Gunawan Maryanto dan dipentaskan pada 22-23 Oktober 2009 di Lembaga Indonesia Perancis (LIP) Yogyakarta. Dalam pementasan Bocah Bajang penulis melihat Actor Studio Teater Garasi mencoba melakukan negosiasi atas pemaknaan fenomena dukun cilik Ponari yang terlebih dahulu telah dikonstruksi oleh media massa. Di samping itu, dalam pementasan ini ada gambaran pengobatan dengan cara mistis seperti yang dilakukan Ponari masih sangat dipercaya masyarakat pada masa kini, di mana sudah ada pengobatan modern yang bisa dibuktikan keilmiahannya. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9 Ada beberapa hal yang dikerjakan dalam tesis ini. Pertama, melihat posisi Teater Garasi dalam perkembangan teater kontemporer Indonesia secara umum. Kedua, penulis meneliti media massa, cetak maupun elektronik, yang menyajikan berita-berita Ponari. Pada pementasan Bocah Bajang terdapat kliping artikel pemberitaan Ponari yang dipasang sebagai bagian dari setting pementasan, yaitu sebagai latar belakang panggung pementasan. Kliping koran yang digunakan sebagai latar belakang panggung dipakai untuk mewakili media secara umum, cetak maupun elektronik, yang memuat berita-berita Ponari9. Dalam penelitian media massa ini ada dua hal yang diteliti, yaitu respon media massa atas fenomena Ponari dan tanggapan Actor Studio Teater Garasi atas pemberitaan media massa mengenai Ponari. Ketiga, menganalisis respon Actor Studio Teater Garasi dalam menghadirkan fenomena dukun cilik Ponari pada pementasan Bocah Bajang. Ketiga hal tersebut digunakan penulis untuk menjawab masalah utama, yaitu bagaimana Actor Studio Teater Garasi melakukan negosiasi melalui pementasan Bocah Bajang atas makna fenomena Ponari yang terlebih dahulu telah dikonstruksi media massa. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan permasalahan utama yang dipaparkan di atas, penelitian ini berusaha membahas negosiasi yang dilakukan Actor Studio Teater 9 Alasan pemakaian kliping koran sebagai representasi berita-berita Ponari dalam media cetak dan elektronik diungkapkan Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang, wawancara: 2 Mei 2012. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10 Garasi terhadap media massa dalam memaknai fenomena Ponari. Pertanyaanpertanyaan yang dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Bagaimana respon media massa atas fenomena Ponari dan respon Actor Studio Teater Garasi setelah observasi di Jombang terhadap pemberitaan tentang Ponari? b. Bagaimanakah Actor Studio Teater Garasi merepresentasikan fenomena Ponari dalam pementasan Bocah Bajang dan negosiasi seperti apakah yang dilakukan Actor Studio terhadap media massa dalam rangka memaknai fenomena Ponari? 3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: a. Menganalisis pemberitaan media massa dalam menghadirkan fenomena Ponari dan menganalisis respon Actor StudioTeater Garasi pasca observasi terhadap pemberitaan Ponari. b. Mendeskripsikan representasi fenomena Ponari dalam pementasan Bocah Bajang dan menganalisis negosiasi yang dilakukan Actor Studio melalui pementasan Bocah Bajang terhadap media massa dalam memaknai fenomena Ponari. 4. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah: a. Penelitian ini membantu pegiat teater untuk bersikap kritis dalam merepresentasikan suatu peristiwa dalam masyarakat melalui pementasan teater. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11 b. Mendorong akademisi dan masyarakat agar berpikir kritis dalam merespon pemberitaan media massa mengenai peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. c. Memperkaya khasanah literatur tentang praktik negosiasi, khususnya negosiasi yang dilakukan teater terhadap media massa dalam merespon suatu peristiwa aktual dalam masyarakat. 5. Tinjauan Pustaka Patrice Pavis dalam tulisan “Theatre and the Media: Specificity and Interference”10 mengungkapkan perbedaan antara teater dan media massa, terutama media massa berupa radio, televisi, dan video dalam menyampaikan informasi secara umum. Tulisan Pavis secara khusus berbicara tentang bagaimana teater berdampingan dan berpengaruh bagi media elektronik. Hal pertama yang disampaikan Pavis adalah perbedaan secara teknis (perbedaan teknologi yang dipakai) antara teater sebagai pertunjukan di atas panggung dengan teater dalam media elektronik seperti radio, televisi, dan video. Hal kedua yang dikatakan Pavis adalah aturan berteater atau dramaturgi bukan hanya bisa diterapkan untuk teater di panggung pertunjukan, tetapi juga bisa diadopsi ke dalam pembuatan drama radio, film televisi, dan video klip. Relasi antara media dan teater dalam lingkup seni pertunjukan dibicarakan James R. Brandon dalam tulisan “Seni Pertunjukan dan Media Massa Lain” 11 . 10 11 Patrice Pavis. 1992. “Theatre and the Media: Specificity and Interference”. Theatre at the Crossroads of Culture. London: Routledge. James R. Brandon. 2003. “Seni Pertunjukan dan Media Massa Lain”. Jejak-Jejak Seni Pertunjukan di Asia Tenggara. Diterjemahkan dari buku Theatre in Southeast Asia oleh R.M. Soedarsono. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12 Tulisan ini menceritakan seni pertunjukan yang berperan menjadi media komunikasi massa di Asia Tenggara. Seni pertunjukan menjangkau penonton luas, sehingga harus dipandang sebagai bagian dari media massa dan berdampingan dengan media massa lain seperti percetakan, radio, televisi, dan bioskop. Dalam tulisannya, Brandon memperkenalkan kelahiran beberapa media massa, yaitu percetakan, bioskop, radio, dan televisi, kemudian menceritakan ciri-ciri dari setiap media komunikasi, serta membahas teknologi pada media massa yang mempengaruhi pembentukan interaksi antara penonton dengan apa yang ditampilkan oleh media massa. Selain tulisan Patrice Pavis dan James R. Brandon yang membicarakan teater dan media massa, ada sebuah tulisan dari Barbara Hatley 12 yang secara khusus membicarakan salah satu pementasan Teater Garasi yang berjudul Waktu Batu dan lebih banyak menceritakan detail alur pementasan tersebut. Pertunjukan Waktu Batu dikerjakan menjadi tiga produksi pementasan yang dipertunjukan dalam kurun waktu tahun yang berbeda. Pertunjukan yang pertama kali digelar diperbaharui lagi dalam pertunjukan kedua dan ketiga. Pementasan yang pertama adalah Waktu Batu: Kisahkisah yang Bertemu di Ruang Tunggu. Kedua, Waktu Batu: Ritus Seratus Kecemasan dan Wajah Siapa yang Terbelah. Ketiga, Waktu Batu: Deux Ex Machina dan Perasaan-perasaanku Padamu. Melalui pementasan Waktu Batu inilah pertanyaan mengenai apa yang disebut Jawa sesungguhnya direfleksikan oleh Teater Garasi. Ada 12 Bandung: P4ST UPI (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Seni Tradisional Universitas Pendidikan Indonesia). Barbara Hatley. 2008. Javanese Performances on an Indonesian Stage: Contesting Culture, Embracing Change. Singapore: NUS Press. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13 tiga narasi yang menjadi dasar pementasan ini. Pertama, legenda Murwakala (kelahiran Kala). Kedua, kisah tentang Watu Gunung yang sekarang menjadi dasar penanggalan Jawa dan Bali. Ketiga, cerita kedatangan Eropa di Jawa. Yudi Ahmad Tajudin, sutradara Waktu Batu, mengulas latar belakang penulisan lakon Waktu Batu dalam buku naskah Waktu Batu. Pada awal penulisan naskah Waktu Batu, dengan berangkat dari pemahaman atas konsep sukerta dan ruwat, Yudi menelusuri perihal Jawa dan mitologi-mitologinya. Menurut penafsiran Yudi, sukerta adalah situasi disorientasi ruang-waktu, dan ruwat adalah sebuah upacara, sebuah upaya untuk mengembalikan orientasi ruang-waktu seseorang atau sekomunitas tertentu, sehingga manusia bisa menentukan posisi di dalam kehidupan dan mampu menentukan arah yang dituju 13 . Mitologi Watugunung dipakai sebagai titik awal proses penulisan naskah Waktu Batu karena mitologi ini diyakini penduduk Jawa dan Bali sebagai sumber kelahiran sistem kalender. Waktu Batu diulas Afrizal Malna dalam tulisan yang berjudul “Teater Garasi: Arsitektur Teater dalam Pertunjukan Garasi” 14 . Dalam tulisannya Afrizal mengungkapkan representasi ruang dan teks yang dibangun Teater Garasi dalam pertunjukan Waktu Batu. Agar bisa menggambarkan teks mitologi yang ingin dibangun, ada tokoh-tokoh tertentu yang dimainkan oleh dua orang aktor/aktris, 13 14 Yudi Ahmad Tajudin. 2004. “Perihal Ruang Ambang”. Waktu Batu. Magelang: IndonesiaTera, hlm. 103. Afrizal Malna. 2010. “Teater Garasi: Arsitektur Teater dalam Pertunjukan Garasi”. Perjalanan Teater Kedua: Antologi Tubuh dan Kata. Yogyakarta: iCan (Indonesia Contemporary Art Network), hlm. 250. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14 seperti tokoh Uma/Durga diperankan oleh dua aktris, tokoh Shinta juga dimainkan dua orang aktris, begitu pula tokoh Watugunung yang dibawakan oleh dua aktor. Afrizal mengulas persoalan ruang dalam pertunjukan Waktu Batu seperti kutipan berikut: “Pertunjukan hampir selalu berlangsung dalam dua atau multiruang yang saling berhubungan satu sama lainnya”15. Yang dimaksud ruang dalam tulisan ini adalah penataan setting di atas panggung pertunjukan. Dalam Waktu Batu tidak ada pemisah antara ruang yang satu dengan yang lainnya. Semua menjadi satu setting atau bermacam-macam setting dalam satu panggung yang sama. Di bagian belakang panggung terdapat screen untuk visual elektronik yang berfungsi menciptakan image lorong, pintu gerbang, atau kamar. Visual elektronik tidak hanya diarahkan pada screen, tetapi juga ke dinding belakang panggung dan ke dinding kanan penonton. Dari pemaparan tinjauan pustaka ini ada beberapa pembahasan mengenai relasi teater dengan media massa. Relasi yang pertama adalah bagaimana dramaturgi teater berpengaruh dalam pembuatan drama di radio, film televisi, dan video klip. Relasi yang kedua adalah bagaimana teater secara khusus dan seni pertunjukan secara umum menjadi bagian dari media massa dan menjadi sarana komunikasi massa. Di samping relasi antara teater dan media massa, ada pembahasan Teater Garasi secara umum sebagai kelompok teater. Ada juga tulisan yang khusus membicarakan pementasan Teater Garasi, yaitu pementasan Waktu Batu yang diulas mulai dari awal pembuatan 15 Afrizal Malna. 2010. “Teater Garasi: Arsitektur Teater dalam Pertunjukan Garasi”. Perjalanan Teater Kedua: Antologi Tubuh dan Kata. Yogyakarta: iCan (Indonesia Contemporary Art Network), hlm. 252. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15 naskahnya hingga pendapat-pendapat mengenai tata panggungnya, sehingga sekilas memberi gambaran bentuk salah satu pementasan Teater Garasi. Dengan melihat tinjauan pustaka di atas, tesis ini meneliti pementasan Bocah Bajang. Pada pementasan Bocah Bajang ada relasi antara teater dengan media massa dalam merespon suatu peristiwa aktual. Penulis membaca respon media massa atas fenomena Ponari dan melihat representasi Actor Studio dalam memaknai fenomena Ponari melalui pementasan Bocah Bajang. Melalui respon media massa serta representasi Actor Studio inilah penulis mengkaji negosiasi yang dilakukan Actor Studio Teater Garasi terhadap media massa dalam memaknai fenomena Ponari. 6. Landasan Teori Dalam penelitian ini ada beberapa model pendekatan, yaitu analisis narasi, decoding, dan konsep retake. Pertama, penulis melihat bagaimana media massa menghadirkan fenomena Ponari dalam bentuk berita-berita. Dengan melakukan analisis narasi penulis melihat lebih jauh apa yang sebenarnya disampaikan pihak pembuat berita, tidak hanya melalui berita yang tampak, tetapi juga melihat gagasangagasan yang ada di balik berita-berita tersebut. Kedua, decoding dalam penelitian ini digunakan untuk melihat bagaimana Actor Studio Teater Garasi merespon pemberitaan fenomena Ponari dalam media massa. Di sini decoding dipakai secara khusus untuk menganalisis respon Actor Studio melalui wawancara mengenai pandangan-pandangan Actor Studio terhadap berita-berita Ponari di media massa. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16 Ketiga, analisis dengan konsep retake digunakan untuk mengetahui bagaimana Actor Studio Teater Garasi mendaur ulang peristiwa pengobatan Ponari ke dalam bentuk pertunjukan Bocah Bajang dengan bantuan hasil observasi di Jombang. Setelah mendapatkan pembacaan atas fenomena Ponari dari media massa dan pementasan teater, maka dapat diketahui negosiasi teater terhadap media massa dalam memaknai fenomena Ponari. a. Narasi Analisis narasi digunakan untuk melihat bagaimana media massa menarasikan fenomena Ponari dalam berita surat kabar maupun televisi. Media texts are not simply a cluster of words and images. Their content is structured and ordered in quite systematic ways. One of the most important organising principles for structuring texts is narrative. A narrative is integral to the process of storytelling. It structures content sequentially, so that words and images do not appear arbitrarily but in an order that makes sense to audiences. This structure allows ideas, themes or characters to develop or move forward in a coherent fashion.16 Dalam menghadirkan fenomena Ponari media massa menyusun kata-kata dan gambar yang mampu bercerita tentang “dukun cilik” Ponari, sehingga terbentuk narasi yang menarik perhatian pembaca/penonton berita. Dengan cara ini media massa mendorong pembaca/penonton untuk tetap mengikuti alur berita dan mencari tahu kelanjutan dari “cerita-cerita” Ponari yang disajikan media massa. Mengikuti fenomena Ponari dalam media massa seperti mengikuti sebuah cerita panjang yang terdiri atas banyak adegan yang saling terhubung. Dengan adanya 16 Bernadette Casey, etc. 2002. Television Studies: The Key Concepts. London and New York: Routledge, hlm. 100-101. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17 narasi maka cerita menjadi logis dan lebih mudah dipahami. Roland Barthes menekankan adanya kode hermeneutik sebagai aspek penting dari narasi. Hermeneutik ini mempunyai tiga tahap, yaitu: 1. Enigma, atau teka-teki yang mendorong pembaca/penonton untuk mempertanyakan perkembangan narasi. Dalam tahap ini yang terpenting adalah ketertarikan pembaca/penonton yang digerakkan oleh narasi, sehingga ada keinginan untuk melihat bagaimana teka-teki itu terpecahkan. Dalam pemberitaan fenomena Ponari penonton/pembaca dibuat bertanya-tanya siapa saja orang-orang yang terlibat dalam praktik Ponari, bagaimana reaksi orangorang terhadap praktik pengobatan tersebut, bagaimana kelanjutan praktik pengobatan itu, dan sebagainya. Kemudian pembaca/penonton berita digerakkan oleh narasi untuk tetap mengikuti pemberitaan Ponari serta ingin mengetahui bagaimana pertanyaan-pertanyaan mereka seputar fenomena Ponari terpecahkan. 2. Delay, atau penundaan merupakan tahap di mana pembaca/penonton berita dibuat berspekulasi mengenai jawaban atas teka-teki yang sudah muncul. Dalam tahap ini pembaca/penonton berita fenomena Ponari menjadi mendugaduga bagaimana penyelesaian dari kasus pengobatan Ponari dalam media massa. 3. Resolusi merupakan tahap di mana pembaca/penonton mendapat jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam tahap enigma. Di sini PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18 pembaca/penonton berita Ponari menjadi tahu bagaimana akhir dari perjalanan si “dukun cilik” dalam pemberitaan media massa.17 Kode hermeneutik ini menjadikan narasi menarik dan membuat pembaca/penonton tetap mengikuti kisah Ponari, sehingga penonton/pembaca bisa memperoleh informasi yang lebih banyak dari pemberitaan Ponari. b. Decoding Untuk melihat sejauh mana respon Actor Studio Teater Garasi atas berita-berita fenomena Ponari di media massa penulis meminjam konsep decoding dari Stuart Hall. Di sini penulis melihat respon Actor Studio Teater Garasi melalui wawancara yang telah dilakukan penulis dengan tim pementasan Bocah Bajang. Dengan memakai konsep decoding, teks yang berupa fenomena Ponari akan memiliki makna berbeda bagi setiap pihak, tergantung bagaimana teks tersebut diinterpretasikan. Peristiwa pengobatan yang dilakukan Ponari hanya bisa bermakna sesuatu dalam konteks pengalaman dan situasi pihak yang memproduksi pementasan teater. Dalam model komunikasi televisual Stuart Hall sirkulasi makna melewati tiga momen, yaitu encoding, wacana bermakna, dan decoding18. Wacana bermakna berupa berita-berita mengenai fenomena Ponari dalam media massa. Pada momen decoding penulis menganalisis decoding yang dilakukan Actor 17 18 Tahapan hermeneutik Roland Barthes diringkas dari Bernadette Casey, etc. 2002. Television Studies: The Key Concepts. London and New York: Routledge, hlm. 102. Stuart Hall. 1994. “Encoding, Decoding”. The Cultural Studies Reader. New York: Routledge, hlm. 94. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19 Studio Teater Garasi terhadap media massa yang memuat berita-berita fenomena Ponari. Decoding yang dilakukan Actor StudioTeater Garasi terhadap media massa dianalisis melalui wawancara untuk melihat kerangka pengetahuan yang dimiliki Actor Studio Teater Garasi dalam membangun dasar pertunjukan Bocah Bajang. Berikut skema decoding dalam tesis ini19. Berita-berita tentang fenomena dukun cilik Ponari „meaningful discourse‟ (Momen 2) encoding Media massa (Momen 1) frameworks of knowledge .......................................... relations of production ..................................... technical infrastructure decoding Teater Garasi (Momen 3) frameworks of knowledge ........................................... relations of production ..................................... technical infrastructure Penulis juga melihat posisi Actor Studio Teater Garasi ketika melakukan decoding atas pemberitaan Ponari. Dalam hal ini, penulis menggunakan analisis seperti yang dikerjakan Stuart Hall ketika mengkaji posisi penonton televisi yang berhadapan dengan pesan dari sebuah program televisi. Stuart Hall membagi posisi decoder (pelaku decoding) menjadi tiga kelompok, yaitu: pertama, posisi hegemonidominan. Kedua, posisi negosiasi, dan ketiga adalah posisi oposisi. Posisi hegemoni-dominan merupakan posisi di mana decoder bisa menerima pesan sesuai maksud encoder, seperti yang disampaikan dalam kutipan berikut. 19 Skema encoding dan decoding merupakan model skema dalam tulisan Stuart Hall yang berjudul Encoding, Decoding pada buku The Cultural Studies Reader, hlm. 94. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20 When the viewer takes the connoted meaning from, say, a television newcast or current affairs programme full and straight, and decodes the message in terms of the reference code in which it has been encoded, we might say that the viewer is operating inside the dominant code20. Kutipan tersebut jika diterapkan dalam penelitian ini maka akan mengandaikan Actor Studio Teater Garasi menerima pesan sesuai dengan yang dimaksud oleh media massa sebagai pembuat berita Ponari. Pembuat berita memiliki kemampuan mempengaruhi atau mendominasi pembaca/penonton dengan apa yang mereka tulis dalam surat kabar atau mereka siarkan dalam berita televisi sehingga bisa membuat para pembaca/penonton menerima pesan sesuai dengan yang diharapkan pihak pembuat berita. Di sini pembaca/penonton lebih terlihat pasif dan menerima begitu saja atas apa yang dimaksudkan dalam pesan oleh media massa. Posisi kedua adalah posisi negosiasi. Posisi negosiasi merupakan posisi di mana decoder menerima pesan sesuai dengan maksud encoder, tetapi decoder melakukan negosiasi. Bisa saja decoder setuju dengan pesan dari encoder, tetapi ada juga bagian di mana decoder tidak menyetujui pesan itu sepenuhnya, seperti yang kutipan berikut. Decoding within the negotiated version contains a mixture of adaptive and oppositional elements: it acknowledges the legitimacy of the hegemonic definitions to make the grand significations (abstract), while, at a more restricted, situational (situated) level, it makes its own ground rules – it operates with exceptions to the rule21. Dari kutipan di atas bisa diketahui decoding versi negosiasi ini mengakui atau menyetujui apa yang disampaikan pihak pembuat berita, dengan mengandaikan Actor 20 21 Stuart Hall. 1994. “Encoding, Decoding”. The Cultural Studies Reader. New York: Routledge, hlm. 101. Stuart Hall. 1994. “Encoding, Decoding”. The Cultural Studies Reader. New York: Routledge, hlm. 102. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21 Studio mengakui atau menyetujui apa yang dikatakan surat kabar atau televisi tentang Ponari. Namun, di sisi lain Actor Studio akan menegosiasikan apa yang diperoleh dari media massa dengan cara mencari sendiri pesan lain dari fenomena Ponari. Cara yang ditempuh dalam posisi negosiasi ini adalah dengan melakukan survei langsung di Jombang. Apa yang dialami Actor Studio sendiri ketika melakukan observasi di Jombang tidak sepenuhnya sama seperti yang sudah diberitakan media massa. Ketiga, posisi oposisi bisa diartikan sebagai decoder membaca pesan encoder, tapi memaknainya secara berlawanan atau sama sekali tidak serupa dengan yang dimaksud oleh encoder. Hal ini tampak seperti dalam kutipan berikut. ... a viewer perfectly to understand both the literal and the connotative inflection given by a discourse but to decode the message in a globally contrary way. He/she detotalizes the message in the preferred code in order to retotalize the message within some alternative framework or reference22. Kutipan di atas menjelaskan pada posisi oposisi ini decoder memahami secara sempurna pesan yang disampaikan encoder, namun decoder memutuskan untuk mencari pemahaman alternatif yang lain. Bisa diandaikan jika Actor Studio mengambil posisi ini, maka Actor Studio akan bertindak mengurangi keseluruhan pesan dari pembuat berita media massa dan memilih untuk lebih mengandalkan pesan alternatif yang mereka tentukan sendiri. Dengan memahami ketiga posisi decoder tersebut, melalui wawancara yang sudah dilakukan, penulis dapat mengetahui respon/posisi yang diambil Actor Studio Teater Garasi ketika membaca/menonton berita-berita Ponari. 22 Stuart Hall. 1994. “Encoding, Decoding”. The Cultural Studies Reader. New York: Routledge, hlm. 103. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI c. 22 Retake Pertunjukan Bocah Bajang merupakan versi lain di samping pemberitaan media massa dalam rangka menghadirkan kisah fenomena Ponari. Bocah Bajang sendiri mengambil bahan pertunjukan dengan melakukan observasi di Jombang setelah kisah Ponari hampir seluruhnya sudah diceritakan oleh media massa. Temuan observasi di Jombang memang ada yang berbeda dengan pemberitaan media massa, tetapi juga ada temuan yang serupa seperti yang ada dalam media massa. Pertunjukan Bocah Bajang berupaya untuk menghadirkan kisah Ponari, dengan temuan observasi yang sama maupun yang berbeda dengan yang ada di dalam media massa. Dengan menggunakan konsep retake dari Umberto Eco, maka dapat dilihat pertunjukan Bocah Bajang sedang melakukan repetisi atas fenomena Ponari, meskipun tidak seluruhnya sama dengan yang ada di media massa. In this case one recycles the characters of a previous successful story in order to exploit them, by telling what happened to them after the end of their first adventure.23 Actor Studio mendaur ulang cerita Ponari setelah fenomena Ponari selesai diceritakan oleh media massa. Dalam pertunjukan Bocah Bajang Actor Studio mendaur ulang dengan cara menghadirkan situasi praktik pengobatan si “dukun cilik” dengan bantuan hasil observasi di Jombang. Bocah Bajang berupaya mengatakan ulang tentang fenomena Ponari dalam versi pertunjukan teater dan menggunakan bagianbagian artistik pementasan untuk membangun kembali kisah fenomena Ponari. Dalam 23 Eco, Umberto. 1990. The Limits of Interpretation (Advances in Semiotics). USA: Indiana University Press, hlm. 85. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23 tesis ini ada beberapa bagian artistik pementasan yang dianalisis sebagai wujud daur ulang fenomena Ponari, seperti setting, kostum, dialog, tokoh, dan properti. 7. Metode Penelitian Penelitian ini mengkaji pementasan teater Bocah Bajang oleh Actor Studio Teater Garasi. Dalam penelitian ini penulis menganalisis negosiasi teater terhadap media massa dalam memaknai fenomena Ponari. Penelitian ini menempatkan beritaberita media massa tentang dukun cilik Ponari dan pementasan Bocah Bajang sebagai teks budaya. Oleh karena itu, pembacaan terhadap berita-berita media massa dan pementasan Bocah Bajang beserta semua data mengenai pementasan Bocah Bajang lebih dimaksudkan untuk menggali makna-makna di balik teks yang diperoleh dari refleksi terus-menerus terhadap peristiwa budaya. a. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Yogyakarta sebagai tempat domisili kelompok Teater Garasi. Kelompok teater ini biasanya melakukan proses latihan teater, termasuk pelatihan keaktoran program Actor Studio yang menggarap pementasan Bocah Bajang, sekaligus berkantor di daerah Bugisan, Bantul, Yogyakarta. b. Sumber Data dan Pengumpulan Data Untuk menganalisis pemberitaan media massa mengenai fenomena Ponari, sumber data yang digunakan berupa berita-berita Ponari dalam media massa. Berita- PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24 berita media cetak diambil dari surat kabar Kompas, Kedaulatan Rakyat, dan Jawa Pos selama Februari-Mei 2009. Berita-berita media elektronik adalah berita dari RCTI, SCTV, Metro TV, ANTV, TransTV, TVOne yang tayang selama FebruariMaret 2009. Untuk menganalisis pembacaan Actor Studio Teater Garasi dalam memaknai fenomena Ponari sumber data yang digunakan berupa studi kepustakaan, rekaman pementasan Bocah Bajang (menonton langsung pementasan Bocah Bajang sudah dilakukan pada tanggal 22-23 Oktober 2009 di Lembaga Indonesia Perancis/LIP Yogyakarta), foto-foto pementasan, hasil wawancara dengan tim pementasan Bocah Bajang. Wawancara dilakukan dengan tim pementasan Bocah Bajang yang mencakup penulis naskah/sutradara, para aktor peserta Actor Studio, dan penata lampu Bocah Bajang. Teknik wawancara dikerjakan dengan dua cara, yaitu wawancara langsung dengan narasumber yang berlokasi di Yogyakarta dan wawancara via e-mail bagi narasumber yang berada di luar Yogyakarta. c. Teknik Pengolahan Data Dalam penelitian ini penulis menganalisis berita-berita dengan menggunakan konsep narasi untuk meneliti bagaimana media massa menghadirkan fenomena Ponari. Kemudian menggunakan decoding untuk melihat respon Actor Studio Teater Garasi terhadap pemberitaan Ponari di media massa. Decoding ini dianalisis melalui wawancara yang telah dilakukan dengan tim Bocah Bajang. Selanjutnya, memakai konsep retake untuk mengetahui sejauh mana Actor Studio Teater Garasi membangun pementasan Bocah Bajang sebagai bentuk daur ulang atas pemberitaan fenomena PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25 Ponari dalam media massa, yang kemudian hasilnya digunakan untuk melihat negosiasi teater terhadap media massa atas pemaknaan fenomena Ponari. 8. Sistematika Penulisan Secara keseluruhan penelitian ini terdiri atas lima bab. Bab pertama berupa pendahuluan yang berisi deskripsi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab dua berisi pembahasan mengenai proses perkembangan teater kontemporer di Indonesia, terutama perkembangan Teater Garasi sebagai bagian dari teater kontemporer Indonesia. Pada bab tiga dipaparkan pembahasan mengenai narasi media massa atas fenomena Ponari, serta pembahasan respon Actor Studio Teater Garasi terhadap pemberitaan Ponari dalam media massa. Selanjutnya, bab empat membahas bagaimana Actor Studio menghadirkan fenomena Ponari dalam pementasan Bocah Bajang dan negosiasi yang dilakukan Actor Studio terhadap media massa dalam rangka memaknai fenomena Ponari. Bab lima berisi kesimpulan hasil penelitian yang dianggap paling penting dari tesis ini. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26 BAB II TEATER GARASI DI TENGAH TEATER KONTEMPORER INDONESIA Bab II memaparkan informasi mengenai teater kontemporer di Indonesia berupa sejarah singkat perkembangan teater kontemporer Indonesia pada umumnya dan mengerucut pada perkembangan Teater Garasi sebagai bagian dari teater kontemporer Indonesia. Pada bab II data diperoleh dari buku-buku mengenai teater kontemporer, surat kabar, wawancara, serta sumber-sumber literatur lainnya. 1. Sekilas Perjalanan Teater Kontemporer Indonesia Teater kontemporer hadir di Indonesia dengan adanya perkembangan pertunjukan teater di daerah-daerah di Indonesia dan masuknya berbagai bentuk teater dari luar Indonesia. Istilah „kontemporer‟ merujuk pada situasi dalam ruang dan waktu masa kini dan merupakan cara untuk menunjuk perkembangan dan perubahan teater di daerah-daerah menjadi bentuk teater kekinian yang bercitarasa Indonesia24. Teater modern Indonesia bersifat kolaboratif, yakni diproduksi penulis yang juga aktor, sekaligus sutradara, dan naskah asing dimainkan dalam bentuk saduran yang sangat bebas 25 . Bentuk teater kontemporer di Indonesia terinspirasi modernisasi teknologi dan diharapkan dapat membangun dialog mengenai berbagai persoalan 24 25 Yudiaryani. 2010.“Identifikasi Teater Indonesia: Inspirasi Teoretis bagi Praktik Teater Kontemporer”. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia. Yogyakarta: Institut Seni Indonesia, hlm. 5. Barbara Hatley via Radhar Panca Dahana. 2001. Ideologi Politik dan Teater Modern Indonesia. Yogyakarta: Yayasan IndonesiaTera, hlm. 13. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27 Indonesia. Teater kontemporer, atau teater modern, tidak dapat dilepaskan dari keterlibatan masyarakat urban dalam sejarah maupun proses kreatifnya. Ciri-ciri lain teater modern yaitu seni drama memakai naskah dialog, untuk membedakan dari seni drama tradisional yang mempunyai ikatan tradisional dan tidak memakai naskah dialog karena dialog dilakukan dengan improvisasi26. Teater Indonesia adalah seni pertunjukan berlandas sastra-lakon atau sastra-drama yang penyajiannya berbentuk pertunjukan, dipengaruhi gaya teater Barat maupun gaya teater etnis nusantara27. Teater modern di Indonesia diawali Komedi Stambul di Surabaya pada tahun 1891 pimpinan August Mahieu yang mengusung cerita-cerita Timur Tengah, lakon realis, dan lakon Barat28. Lakon-lakon Komedi Stambul mempengaruhi The Malay Opera “Dardanella”, kelompok pelopor kebangkitan teater modern Indonesia, yang didirikan tahun 1926 di Sidoarjo oleh Willy Klimanoff atau A. Piedro. Dardanella merombak bentuk pertunjukan dari yang telah dipraktikkan Komedi Stambul 29 . 26 27 28 29 W.S.Rendra. 1967. “Mencari Kedudukan Drama Modern di Indonesia”. Basis Oktober 1967. Dalam buku Catatan-catatan Rendra Tahun 1960-an, terbit 2005. Bekasi: Burung Merak, hlm. 94. Saini K.M. 1996. Peristiwa Teater. Bandung: Penerbit ITB, hlm. 51. Pertunjukannya belum memakai naskah tertulis, sehingga cenderung berimprovisasi. Ada beberapa ciri Komedi Stambul yang membedakannya dari teater tradisional, yaitu sebelum pementasan dimulai para aktor memperkenalkan diri dan mempertunjukkan kemampuan mereka sehingga introduksi memakan waktu lama. Pementasan penuh nyanyian, terdiri atas banyak babak, serta jeda antarbabak diisi orkes. Aktor bermain improvisasi tanpa naskah tertulis, sutradara bersikap lunak sehingga kurang disiplin dalam pentas. Pertunjukan Komedi Stambul sering diadakan di lapangan atau di tepi jalan (Ciri-ciri Komedi Stambul diringkas dari tulisan Boen Sri Oemarjati. 1971. Bentuk Lakon dalam Sastra Indonesia. Jakarta: PT Gunung Agung, hlm. 29-30). Dari segi akting kelompok ini hampir mirip dengan kelompok musikal modern Broadway. Emosi diekspresikan lewat lagu-lagu dan tarian yang merupakan bagian-bagian penting dari teater (Saini Kosim. 1999. “Teater Indonesia, Sebuah Perjalanan dalam Multikulturalisme”. Jurnal Seni Pertunjukan Indonesia Th. IX-1998/1999. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, hlm. 181). Ciri-ciri pementasan Dardanella yaitu mengangkat cerita film Barat dan roman, penghapusan pengenalan aktor di awal pentas, gerak lebih diutamakan dan nyanyian dipakai bila diperlukan, terdiri atas beberapa babak. Jeda antarbabak diisi nyanyian singkat. Para aktor menghafalkan dialog PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28 Komedi Stambul dan Dardanella merupakan teater modern bersifat profesional 30 . Muncul pula kelompok teater amatir 31 beranggotakan kaum pribumi terpelajar dan bermain teater berbahasa Belanda, serta kelompok-kelompok teater Cina peranakan mementaskan kisah kehidupan golongan Cina peranakan dalam bahasa Melayu-Cina. Ada beberapa teater profesional pada masa pendudukan Jepang, yaitu Bintang Surabaya dari Malang, Dewi Mada (berkeliling di Jawa Tengah dan Jawa Timur), Warna Sari (dikelola orang-orang Tionghoa atau Indo-Belanda), Irama Masa (merupakan pecahan Bintang Surabaya 32 ), kelompok Miss Tjitjih 33 , rombongan Wargo (pentas dalam bahasa Jawa), dan Miss Ribut di kota Solo (lanjutan dari Miss Ribut yang dibentuk tahun 1920-an). Kelompok teater amatir juga muncul di samping 30 31 32 33 walaupun belum ada naskah tertulis. Dardanella mengadakan pertunjukan digedung tertentu dan sutradara bersikap tegas sehingga para aktor disiplin dalam pentas (Diringkas dari tulisan Boen Sri Oemarjati. 1971. Bentuk Lakon dalam Sastra Indonesia. Jakarta: PT Gunung Agung, hlm. 30-31). Profesional di sini adalah sifat dari kelompok teater yang hampir tiap malam berpentas untuk menghidupi para anggotanya (Jakob Sumardjo. Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama Indonesia, hlm. 121). Sifat profesional Komedi Stambul dan Dardanella tampak dalam pertunjukan yang lebih berorientasi memenuhi keinginan penonton. Komedi Stambul memenuhi selera publik dengan pentas menggunakan bahasa Melayu yang dikenal masyararakat kebanyakan, menyajikan lagu-lagu dan hikayat-hikayat populer, menyuguhkan dekor dan tata rias mewah, menampilkan para pengisi acara favorit masyarakat untuk mengisi jeda antarbabak dengan menuruti apa yang diminta oleh penonton (Lihat Oemarjati dalam Bentuk Lakon dalam Sastra Indonesia, hlm. 22-23). Teater bersifat amatir dimaksudkan untuk menyebut kelompok-kelompok teater yang muncul dari organisasi-organisasi sosial atau kalangan akademis yang memiliki kesadaran sosial tinggi dan merancang naskah yang akan dipentaskan. Sasaran penonton biasanya orang-orang lingkungan terpelajar. Kalangan terpelajar pribumi, terutama murid sekolah dokter Jawa, sering bermain tonil berbahasa Belanda. Kelompok-kelompok teater ini jarang menggunakan bahasa Melayu karena penonton mereka adalah murid, guru, atau pejabat Belanda yang mampu berbahasa Belanda. Teater amatir lebih memikirkan estetika pentas dan memilih cerita-cerita realis serta mendidik. Bintang Surabaya kebanyakan anggotanya merupakan mantan aktor Dardanella. Pertunjukannya berbahasa Melayu, pentas di berbagai kota dan akhirnya memutuskan menetap di Jakarta sebab penduduk Jakarta dominan berbahasa Melayu. Teknik pementasan melanjutkan tradisi Dardanella, yaitu mengimprovisasi dialog walaupun sudah ada naskah tertulis. Menampilkan cerita melodrama, ada selingan di antara pertunjukan teater. Penonton dari kalangan penduduk kota dan pelajar. Rombongan Miss Tjitjih pentas dengan bahasa Sunda. Kelompok ini ada sejak tahun 1920-an. Awalnya bernama Opera Valencia, kemudian menjadi Miss Tjitjih sebab ada kebiasaan menonjolkan nama primadona dalam kelompok agar pertunjukan laku dan disenangi masyarakat. Lakon-lakon yang dipilih bukan hanya cerita-cerita melodramatis, tetapi juga cerita wayang orang. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29 kelompok-kelompok teater profesional. Sebuah kelompok teater amatir yang terkenal pada masa pendudukan Jepang adalah kelompok Maya pimpinan Usmar Ismail, seperti dinyatakan dalam kutipan berikut. Performance, however, was a main objective of the theatre company, Maya, formed by Usmar Ismail in 1944 at the close of the Japanese occupation. A literary intellectual and playwright cut in the same mould as the new literary writers, Usmar was also a director and theatre professional34. Maya didirikan tahun 1944. Para anggota Maya adalah pelajar dan kaum intelektual, sehingga teater dipelajari secara teoretik dari literatur Barat. Bagi Maya teater modern bukan hanya sarana hiburan, namun sebagai ekspresi budaya dan pemersatu bangsa. Maya mementaskan naskah dalam negeri dan lakon Barat. Namun, akhirnya Maya hanya bertahan sebentar sebab Usmar Ismail kembali menggeluti film. Tahun 1950-an muncul akademi-akademi teater seperti ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia) dan ASDRAFI (Akademi Seni Drama dan Film Indonesia) yang berpengaruh bagi dinamika teater saat itu. ATNI dibentuk di Jakarta pada 10 September 1955 oleh Usmar Ismail, Asrul Sani, dan D. Djajakusuma. Tujuannya menjadikan mahasiswa sebagai pembaru dan pendukung kehidupan teater Indonesia, serta memberikan pendidikan teater35. Teater Barat mempengaruhi ATNI dalam cara 34 35 James R. Brandon. 1993. The Cambridge Guide to Asian Theatre. United Kingdom: Cambridge University Press, hlm. 131. ATNI mengajarkan keaktoran, penyutradaraan, tata artistik, penulisan lakon dan skenario. ATNI pertama kali menggelar pentas pada 1957 dengan lakon Sel, karya William Saroyan yang disadur Sitor Situmorang. Hingga tahun 1963, ATNI telah mementaskan naskah yang sebagian besar adalah naskah terjemahan milik Anton Chekov, Jean Paul Sartre, Lorca, Gogol, Moliere. Bersama dengan munculnya ATNI dan pementasan-pementasannya yang berhasil, maka kehidupan teater Indonesia menjadi semarak setelah tahun 1957. Hal ini disebabkan sukses ATNI selalu dibicarakan majalah dan surat kabar yang tersebar luas di Indonesia, sehingga jumlah kelompok teater dan pementasan semakin meningkat. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI mengajarkan teater. Buku-buku seni peran karya Richard Boleslavski 30 36 dan Constantin Stanislavski37 menjadi pegangan bagi pengajaran teater ATNI. ASDRAFI didirikan tahun 1955 di Yogyakarta oleh Sri Murtono. ASDRAFI lahir sebagai respon atas keterbatasan ruang seniman teater dan minimnya apresiasi masyarakat terhadap teater. ASDRAFI dirintis dari gagasan Kongres Kebudayaan I di Magelang pada 1948 yang diwujudkan Institut Kebudayaan Indonesia (IKI) Yogyakarta pada 1949 dan diketuai Prof. Ir. S. Purbodiningrat, wakilnya Sri Murtono38. 36 37 38 Richard Boleslavski lahir di Polandia tahun 1889. Dia menulis sebuah buku keaktoran berjudul The First Six Lessons yang mengajarkan teknik-teknik baru dalam teater. Buku ini berisi tentang bagaimana aktor mewujudkan peran yang harus diciptakannya. Ada enam pokok ajaran Boleslavski, yaitu: 1) Konsentrasi atau pemusatan pikiran. 2) Ingatan emosi. 3) Laku dramatis, yaitu tindakan ekspresif untuk membangun suasana di atas pentas. 4) Pembangunan watak tokoh. 5) Observasi atau pengamatan orang-orang atau lingkungan sekitarnya, mengamati cara orangorang mengerjakan suatu kegiatan. 6) Irama, yaitu kecepatan permainan aktor dalam menanggapi perubahan-perubahan atau apa yang sedang terjadi di atas panggung. (Lihat R.M.A. Harymawan. 1988. Dramaturgi. Bandung: CV Rosda, hlm. 27-41). Constantin Stanislavski (1863-1938) adalah pelopor teater realisme di Rusia. Aliran ini selanjutnya berkembang menjadi arus utama dunia akting di Barat. Trilogi karyanya tentang akting adalah An Actor Prepares, Creating A Role, dan Building A Character. Prinsip-prinsip pelatihan aktor dengan metode Stanislavski, yaitu: 1) Aktor memiliki fisik prima, fleksibel, dan vokal terlatih agar mampu memainkan peran. 2) Mampu mengobservasi kehidupan. 3) Menguasai kekuatan psikis untuk menghadirkan imajinasi. 4) Mengetahui dan memahami naskah lakon. 5) Konsentrasi pada imaji, suasana, dan panggung. 6) Bersedia bekerja serius mendalami pelatihan demi kesempurnaan diri dan penampilan perannya. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut tampak Stanislavski menitikberatkan pada masalah tubuh dan pikiran aktor untuk mewadahi psikologis aktor dan karakter naskah. (Sumber ringkasan: Yudiaryani. 2002. Panggung Teater Dunia. Yogyakarta: Pustaka Gondhosuli, hlm. 243-244). Dasar metode Stanislavski adalah menggunakan kehidupan yang wajar sebagai contoh seni pentas, seperti yang diungkapkan Stanislavski: “Kita mengembangkan perwatakan lahiriah dengan sumber dari diri kita sendiri, selain dari orang lain, dari kehidupan nyata atau imajiner, seturut intuisi dan amatan kita atas diri sendiri dan orang lain. Kita memperolehnya dari pengalaman hidup kita, dari foto-foto, lukisan, sketsa, buku, cerita, novel, atau suatu peristiwa sederhana –sama saja.” (Constantin Stanislavski. 2008. Membangun Tokoh. Terj. B. Verry Handayani, dkk. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, hlm. 7). Lihat tulisan Nur Iswantara. 2004. Sri Murtono: Teater Tak Pernah Usai, Sebuah Biografi. Semarang: Intra Pustaka Utama, hlm. 4. IKI Yogyakarta menunjuk Sri Murtono sebagai direktur Sekolah Seni Drama dan Film (SSDRAF) Yogyakarta yang berdiri tahun 1951. Tahun 1952 SSDRAF mementaskan Sumpah Gadjah Mada di Alun-alun Utara Yogyakarta, Jakarta dan Malang. Kesuksesan SSDRAF IKI Yogyakarta dalam pergelaran di beberapa kota tersebut makin memantapkan Sri Murtono untuk meningkatkan lembaganya menjadi akademi, sehingga mulai 5 Mei 1955 dibentuklah Yayasan Akademi Seni Drama dan Film Yogyakarta untuk mengadakan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31 Dasawarsa 1960-an banyak kelompok yang didukung kegiatan keagamaan, seperti STK (Seni Teater Kristen) pimpinan Teguh Karya, HSBI (Himpunan Seni Budaya Islam), dan Teater Muslim39. Selain itu, muncul grup-grup yang berafiliasi 39 pendidikan bidang drama dan film dengan sebutan Akademi Seni Drama dan Film Indonesia (ASDRAFI) Yogyakarta dengan direkturnya juga Sri Murtono. ASDRAFI pentas drama kolosal dengan pemain kurang lebih 500 orang, Genderang Baratayudha. Pada 1970-an ASDRAFI mementaskan Djajaprana karya Sri Murtono sebagai usaha revitalisasi ASDRAFI yang saat itu telah memudar prestasinya jika dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada 2006 jumlah murid di ASDRAFI berkurang dan vakum selama lima tahun karena gempa di Yogyakarta dan adanya persaingan dengan agensi keaktoran. ASDRAFI menjadi tempat pusat olah seni atau tempat kursus pelatihan keterampilan seni pertunjukan. Beberapa program kegiatan di ASDRAFI adalah latihan akting drama dan film, script writer, pantomim, tata rias karakter dan tata rias fantasi, serta tata kostum. Tahun 2006 ASDRAFI memiliki enam murid. Jumlah murid menjadi turun karena imbas seni instan. ASDRAFI masih berkarya melalui pertunjukan dalam berbagai event, yaitu performance art mengisi pameran dan hari bumi. ASDRAFI sering membantu menggarap make up untuk acara HUT kota Yogyakarta atau bekerjasama dengan Universitas Atma Jaya mengadakan pentas teater Ariadne. Mei 2012 ASDRAFI mengadakan reuni untuk semua angkatan murid ASDRAFI. Program lain ASDRAFI adalah sarasehan untuk umum dan dilaksanakan tiap bulan pada minggu ketiga serta latihan rutin pantomim (Siti Nikandaru Chairina, staf pengajar ASDRAFI. Wawancara: 4 April 2012). Teater Muslim didirikan 25 September 1961 di Yogyakarta oleh Mohammad Diponegoro, GBPH Prabuningrat, H.A. Basuni, A.R. Baswedan, dan Pedro Sudjono. Sejak awal Teater Muslim sudah mempersiapkan pementasan-pementasan yang bernafaskan Islam. Pada 1961, di bawah pimpinan Mohammad Diponegoro dan Arifin C. Noer, mementaskan Hari Masih Panjang karya Ali Audah dengan sutradara Pedro Sudjono dan mementaskan Labbaika Ya Rabbi Labbaika karya Mohammad Diponegoro dan disutradarai oleh A. Bastari Asnin. Tahun 1963 dalam acara festival kesenian Islam seluruh Jawa Tengah, Teater Muslim mementaskan Telah Pergi Ia, Telah Kembali Ia karya dan sutradara Arifin C. Noer. Tahun 1970-an Teater Muslim mengalami penurunan kegiatan karena hanya dikelola oleh Mohammad Diponegoro. Teater Muslim bangkit kembali setelah Pedro Sudjono kembali masuk menjadi pimpinan. Di bawah pimpinan Pedro Sudjono Teater Muslim aktif mengisi acara Mimbar Agama di TVRI. Sampai tahun 1980-an Teater Muslim selalu pentas di TVRI stasiun Yogyakarta dan Surabaya. Hingga tahun 1990-an Teater Muslim tetap berdakwah lewat seni teater. Teater Muslim mengisi Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) pada 1994 dengan mementaskan Tak Mungkin Melaju karya dan sutradara Pedro Sudjono (Perjalan Teater Muslim diringkas dari tulisan Nur Iswantara. 2007. Menciptakan Tradisi Teater Indonesia. Tangerang: CS Book, hlm. 171-172). Teater Muslim yang mengembuskan nafas keislaman dalam setiap pertunjukannya telah menyiapkan anggota-anggotanya supaya siap menjadi pendakwah. Pedro Sudjono mensyaratkan bagi siapa saja yang mau bergabung dengan kelompok Teater Muslim harus beragama Islam, berdomisili di Yogyakarta, mampu bermain dengan gaya realis dan hasil karya sendiri, serta siap diajak bermain ke mana saja. Dengan demikian Teater Muslim merupakan kelompok kesenian yang memanfaatkan teater untuk berdakwah (Persyaratan masuk ke dalam Teater Muslim merupakan hasil wawancara Nur Iswantara dengan Pedro Sudjono pada 15 Februari 1996 dan pada saat itu Teater Muslim masih aktif berteater/Nur Iswantara. 1997. Seni Teater Bernafaskan Keislaman. Studi Kasus Teater Muslim Yogyakarta Pimpinan H. Pedro Sudjono. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia, hlm. 76). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 32 dengan partai politik seperti Lembaga Drama Nasional (LDN), Lembaga Seni Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi), Lembaga Kebudayaan dan Seniman Islam Yogyakarta (LEKSI), dan Badan Musyawarah Kebudayaan Islam (BKMI). Pengidentifikasian kelompok teater yang berafiliasi atau tidak berafiliasi dapat dilihat dari naskah yang dipentaskan40. Menjelang 1965 banyak pementasan dan produksi naskah untuk kepentingan politik Lekra. Kehadiran teater absurd menciptakan suasana berbeda bagi teater Indonesia pada 1960-an. W.S. Rendra membawakan sebuah pertunjukan teater absurd, yaitu teater mini kata41 setelah pulang dari Amerika pada 1967. Bersama Bengkel Teater, Rendra mementaskan Bip-Bop42. Kata “bip-bop” sendiri tidak memiliki arti khusus 40 41 42 Tim Peneliti Kalangan Anak Zaman. 2000. Kepingan Riwayat Teater Kontemporer di Yogyakarta: Laporan Penelitian Existing Documentation dalam Perkembangan Teater Kontemporer di Yogyakarta 1950-1990. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 34. “Mini kata” adalah ungkapan yang dipakai Goenawan Moehamad untuk menyebut karakter pementasan Bip-Bop. Menurut Goenawan Bip-Bop merupakan upaya penyadaran akan keterbatasan dunia verbal –sebuah kehendak puisi untuk menghindarkan diri dari kecerewetan kata-kata dan sedapat mungkin langsung dapat menggambarkan situasi (Goenawan Moehamad. 1980. Seks, Sastra, Kita. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, hlm. 105). Sementara Dami N. Toda menyebut teater Rendra sebagai puisi, suatu teater yang mengandalkan sifat dasar puisi. Dalam pementasan ini katakata yang digunakan lebih menyerupai puisi, bukan dialog seperti drama pada umumnya. (Dami N. Toda. 1984. Hamba-hamba Kebudayaan. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, hlm 39). Arifin C. Noer mengungkapkan pementasan Bip-Bop merupakan teater primitif karena Arifin melihat gerak-gerak yang dilakukan dalam Bip-Bop lebih pada gerak-gerak yang berdasarkan naluri, non-verbal, dan penuh improvisasi, secara spontan diekspresikan di atas panggung. Dalam pementasan ini ada unsur-unsur tari, seni musik, dan sebagainya yang ditampilkan secara sederhana (Arifin C. Noer. 1968. “Pertunjukan Bengkel Teater Yogya”. Angkatan Bersenjata, Minggu ke-II Mei 1968. Dalam buku Menonton Bengkel Teater Rendra, terbit tahun 2000. Yogyakarta: Kepel Press, hlm 17). Persoalan improvisasi Rendra disampaikan Goenawan Moehamad yang mengatakan dengan memahami kesenian Ionesco sebenarnya penonton dapat membuka diri pada improvisasi-improvisasi Rendra. Mini kata adalah suatu usaha untuk berekspresi secara langsung tanpa terikat pada alat-alat verbal. Seperti Ionesco, kesenian Rendra adalah kesenian ekspresi yang bebas, jujur, spontan atau paling tidak suatu usaha ke arah itu. Oleh karenanya, bukan kebetulan jika bentuknya adalah improvisasi (Goenawan Moehamad. 2000. “Tentang Bip-Bop: Mengapa Teater Mini Kata”. Rendra dan Teater Modern Indonesia: Kajian Memahami Rendra melalui Tulisan Kritikus Seni. Yogyakarta: Kepel Press, hlm. 50-51). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33 bagi Rendra43. Teater mini kata juga muncul dalam pementasan Menunggu Godot, terjemahan dari naskah Samuel Beckett, yang dipentaskan tahun 1969 oleh Bengkel Teater44. Proses pementasan Menunggu Godot berpengaruh besar bagi perkembangan aktor Bengkel Teater, termasuk Putu Wijaya. Awal 1960-an gaya lakon-lakon Putu Wijaya bersifat konvensional. Sejak gabung dengan Bengkel dan memerankan Pozzo dalam Godot Putu mulai menggunakan idiom-idiom teater absurd dan piawai berimprovisasi. Keahlian ini dibawa Putu ke dalam Teater Mandiri, kelompok teater bentukan Putu selepas dari Bengkel Teater. Karya Putu berjudul Aduh45, pemenang sayembara penulisan lakon DKJ, menjadi semacam tolok ukur bagi para dramawan 43 44 45 Rendra menyukai bunyi “bip-bop” yang menyerupai bunyi mesin dan secara spontan muncul ketika mengiimprovisasikan lakon itu. Gerakan-gerakan dan kata-kata dalam pentas Bip-Bop tidak dipersiapkan dengan naskah, tetapi muncul pada saat latihan. Teater hendak dikembalikan pada unsur-unsurnya yang khas, yakni panggung dan lingkaran tempat bermain, peran-peran, gerak, cahaya yang menerangi permainan, benda-benda pengisi ruang, suara, dan bahasa. Teater menjadi tontonan, bukan cerita atau pesan (Subagio Sastrowardoyo. 1968. “Unsur-unsur Tidak Sadar di Balik Teater Rendra”. Budaja Djaja, Oktober 1968. Dalam buku Menonton Bengkel Teater Rendra, terbit 2000. Yogyakarta: Kepel Press, hlm. 41).Bip-Bop dilakukan dengan gerak-gerak pantomim, tari, suara, dan seminim mungkin kata-kata, tidak ada alur. Seluruhnya terjadi dari nuansa-nuansa suasana, kejadian yang menyaran kepada suatu gambaran samar yang dapat diberi makna oleh penontonnya (Jakob Sumardjo. 1992. Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hlm. 185). Walaupun lakon Menunggu Godot ini secara struktural sangat rapi, sebenarnya bahasa verbal yang digunakan justru untuk menghadirkan pentas yang cenderung mini kata dan hampir non-verbal, sebab bahasa verbal digunakan untuk menunjukkan gerakan-gerakan pantomimik hampir semua tokoh-tokohnya. Dialognya sendiri praktis tidak panjang dan terutama topiknya melompat-lompat, tidak mempunyai cerita dan tanpa plot. Di dalam Menunggu Godot tidak ada tokoh yang bertindak merampungkan masalah. Yang ada performance, yakni gerak-gerik para tokoh (Bakdi Soemanto. 2000. “Si Burung Merak”. Seribu Tahun Nusantara. Jakarta: Kompas, hlm. 576). Menonton Aduh, yang pertama-tama tertangkap pada penonton adalah main-main. Mengagetkan penonton dengan imajinasi-imajinasi pikiran yang tak terduga. Di balik pola main-main ini mengendap tragik kehidupan yang memberikan refleksi pada sikap hidup masyarakat kita. Sejumlah kalimat yang kedengarannya cukup bersimpati pada si sakit, tapi sesungguhnya hanyalah sekadar basa-basi. Kalimat-kalimat otomatis, seperti alat-alat elektronik yang mengeluarkan suara, tanpa dia sendiri menyadari maknanya. Hanya bertanya, memberi sekadar petunjuk atau nasihat, tetapi tidak seorang pun yang turun tangan langsung, mencari bemo atau dokar dan mengantarkan si sakit untuk memperoleh perawatan semestinya (Bakdi Soemanto, dkk. 1978. Memahami Drama Putu Wijaya: Aduh. Jakarta: Proyek Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hlm. 59-60). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34 dengan lakon-lakon bergaya absurd. Masuk tahun 1970 tampak gejala teater yang menyajikan cerita non-linear seperti Bip-Bop.Dengan berangkat dari Bip-Bop Rendra, teater modern Indonesia memasuki era teater-puisi. Usaha-usaha pembaharuan teater modern mendapat peluang besar pada dasawarsa 1970-an dengan didirikan TIM (Taman Ismail Marzuki) di Jakarta. TIM menyediakan gedung-gedung berfasilitas lengkap untuk pertunjukan. Berdirinya TIM diawali inisiatif Gubernur Jakarta, Ali Sadikin, yang mengumpulkan seniman dan budayawan pada 9 Mei 1968. Hasil pertemuan berupa pembentukan badan formatur yang bertugas membentuk Badan Pembina Kebudayaan, yang menjadi Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Tanggal 19 Juni 1968, DKJ yangdiketuai Trisno Sumardjo, diresmikan Gubernur Jakarta. Pada 10 November 1968 TIM resmi dibuka. Tahun 1968-1988, teater modern Indonesia berpusat di TIM. Hingga 1970 kelompok-kelompok senior yang pentas di TIM yaitu Teater Populer 46 , Bengkel Teater, Teater Kecil47, Studiklub Teater Bandung48. Tahun 1974 muncul grup-grup 46 47 48 Teater Populer didirikan tahun 1968 oleh Teguh Karya. Semula bernama Teater Populer Hotel Indonesia karena Teguh Karya bekerja di Departemen Seni Budaya Hotel Indonesia. Teater Populer tidak hanya mengandalkan pementasan yang bagus, tetapi juga menjaga manajemen pertunjukan. Beberapa nama yang tergabung dalam Teater Populer adalah Slamet Rahardjo, N. Riantiarno, Franky Rorimpandey, Boyke Roring, Tuti Indra Malaon, Henky Solaiman, Sylvia Nainggolan, Rahayu Effendi, Mieke Widjaja, Dicky Zulkarnaen (N.Riantiarno/penyunting. 1993. Teguh Karya dan Teater Populer 1968-1993. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hlm. 55, 57, 58). Teater Kecil didirikan tahun 1968 di Jakarta. Pementasannya kebanyakan bertema sosial dan dibawakan dengan unsur-unsur lenong, stambul, boneka (marionet), wayang kulit, wayang golek, dan melodi pesisir (http://id.wikipedia.org/wiki/Arifin_C._Noer, diunduh: 20 Agustus 2013). Studiklub Teater Bandung (STB) didirikan di Bandung tahun 1958 atas inisiatif Jim Lim, Suyatna Anirun, Sutardjo A. Wiramihardja, Adrian Kahar, Tin Srikartini, Thio Tjong Gie, Soeharmono Tjitrosuwarno. STB didirikan untuk melakukan studi teater modern yang masih belum populer di masa itu. STB menyelenggarakan acting course yang merupakan studi praktis keaktoran dan teater. Acting course pertama dilaksanakan pada 1962 (Silvester Petara Hurit. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35 teater baru, yaitu Teater Mandiri pimpinan Putu Wijaya, Teater Saja pimpinan Ikranagara (semula di Teater Kecil). Tahun 1975 hadir Teater Lembaga pimpinan Wahyu Sihombing. Tahun 1978 lahir Teater Koma49 pimpinan N. Riantiarno (semula diTeater Populer). TIM menjadi wadah pengembangan kerja teater dan memberikan pengaruh besar bagi teater modern Indonesia. Kelompok-kelompok teater tidak hanya berkembang di Jakarta, tetapi juga di kota-kota lain, salah satunya di Yogyakarta. Wadah kesenian masih dibutuhkan kelompok-kelompok teater Yogyakarta seperti wadah kesenian di Jakarta. Kelompokkelompok teater di Yogyakarta tetap mengembangkan teater kontemporer. Selain Bengkel Teater 50 , ada ASDRAFI, Teater Muslim, dan Teater Stemka 51 yang tetap 49 50 51 http://www.kelola.or.id/database/theatre/list/&dd_id=22&p=1&alph=p_t, diunduh: 20 Agustus 2013). Kekhasan lakon-lakon Riantiarno tampak dari tema-tema yang menjadi ide dasar cerita. Tema-tema yang digarap sering berangkat dari masalah-masalah sosial yang sedang menjangkiti masyarakat. Drama-dramanya sering berkisar pada masalah penindasan penguasa terhadap rakyat kecil, korupsi, kemiskinan ekonomi, kemiskinan moral, seperti tampak dalam lakon Opera Ikan Asin, Rumah Sakit Jiwa, Opera Kecoa, Semar Gugat, Sampek Eng Tay, Konglomerat Burisrawa, Republik Bagong (Sumpeno. 2006. Kritik Sosial terhadap Berbagai Bentuk Penyimpangan Sosial Politik di Indonesia dalam Lakon-lakon Nano Riantiarno: Tinjauan Semiotika dan Strukturalisme Genetik. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia, hlm. 1-2). Tahun 1970-an Rendra kembali ke teater konvensional dengan drama-drama yang bercerita (Nur Sahid. 2005. Konvensi-konvensi dalam Karya Teater dan Drama-drama Karya Rendra. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia, hlm. 12). Hal ini tampak dalam Mastodon dan Burung Kondor (1973) (sempat dibatalkan karena tidak mendapat izin dari pihak kepolisian. Pementasan ini dianggap mengganggu sebab dilaksanakan pada tengah malam, berdurasi empat jam, dan dilakukan saat bulan puasa. Namun, akhirnya lakon ini diizinkan untuk dipentaskan), Kisah Perjuangan Suku Naga (1975), Sekda (1977) (diundur pementasannya karena mengangkat permasalahan sosial politik. Kemudian diperbolehkan pentas setelah Bengkel Teater meminta klarifikasi dari pihak keamanan soal pelarangan itu), Panembahan Reso (1988). Teater Stemka didirkan di Yogyakarta pada 1969 oleh David Hari Nugroho, A. Baroto, Agus Sardjono. Awalnya Teater Stemka (atau Sthemka) memproduksi drama-drama pendek untuk panggung dan TVRI Yogyakarta. Tahun1970-an Teater Stemka dipimpin Landung Simatupang dan mementaskan drama-drama panjang (Wesman, Antok. “Pembacaan Prosa Bahasa Jawa di Bentara Budaya Yogyakarta”. Rabu, 29 Mei 2013. http://rrijogja.co.id/headline-news/3134-pembacaanprosa-bahasa-jawa-di-bentara-budaya-yogyakarta, diunduh: 17 Agustus 2013). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36 berproses teater, hanya saja sambutan publik masih kurang. Sri Murtono pada 1972 berusaha membangkitkan ASDRAFI karena pada 1970-an ASDRAFI menjadi satusatunya institusi pendidikan formal teaterkarena ATNI telah bubar 52 . Setelah ASDRAFI berdiri, hadir pula sebuah lembaga pendidikan seni gabungan dari Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI), Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), Akademi Seni Musik Indonesia (ASMI), Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI), yaitu Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dan tahun 1985 Jurusan Teater dibuka53. Tahun 1975 lahir teater di lingkungan Universitas Gadjah Mada, yaitu Teater Gadjah Mada54. Perintisnya adalah Suharyoso S.K., Suprapto Budi Santoso, Yuwono, dan Landung Simatupang. Tahun 1978-1980 ada berbagai aktivitas kelompok teater, yaitu pementasan drama, diskusi, dan penyelenggaraan festival teater untuk SMU seDIY diadakan di tempat umum dan di kampus-kampus. Tahun 1981-1982 beberapa 52 53 54 Tim Peneliti Kalangan Anak Zaman. 2000. Kepingan Riwayat Teater Kontemporer di Yogyakarta: Laporan Penelitian Existing Documentation dalam Perkembangan Teater Kontemporer di Yogyakarta 1950-1990. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 42. Jurusan Teater Program Studi S-1 Seni Teater sebelumnya bernama Jurusan Teater Program Studi S-1 Dramaturgi, berada di bawah Fakultas Kesenian ISI. Awal mula keberadaan Jurusan Teater masih diampu sekitar lima dosen tetap, yaitu Drs. Suharjoso, S.K., Dra. Trisno Susilowati, Drs. Chairul Anwar, Drs. Sri Murtiningsih, Dra. Yudiaryani. Tahun 1985-1993 berlaku kurikulum Program Studi S-1 Dramaturgi. Tahun 1994-2003 berlaku kurikulum Program Studi S-1 Seni Teater dengan minat utama pemeranan, penyutradaraan, penataan artistik. Sejak 2004 berubah meliputi penyutradaraan, penataan artistik, penulisan naskah dan dramaturgi (Nur Iswantara. 2007. Eksistensi Teater Akademik: Tinjauan Kritis Sistem Pendidikan Program Studi S-1 Seni Teater Jurusan Teater Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia, hlm. 21-22). Gagasan pembentukan Teater Gadjah Mada datang dari Drs. Soeroso M.A. (rektor UGM saat itu) untuk merayakan Dies Natalis UGM dengan pementasan Prabu dan Putri karya Rustandi Kartakusuma di Gedung "Batik PPBI" Jalan Yudonegaran, pada tahun 1973. Penyutradaraan dipegang Mochtar Probottingi. Pendukung produksi pementasan yaitu Syafri Sairin, Imran T. Abdullah, Rafan Yusuf, Syamsul Arifin, Roestamadji Broto, Tamdaru Tjokrowerdojo, Sigit Dwianto, Sayuti Abdullah, Sayekti, Agustin Nurhayati, Suharyoso S.K. Landung Simatupang (Herry Mardianto. “Dinamika Perkembangan Teater Indonesia di Yogyakarta”, hlm. 5-6. www.balaibahasa.org/file/2Dinamika_Perkembangan_Teater.pdf, diunduh: 17 Agustus 2013). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37 kelompok yang melakukan pementasan adalah ASDRAFI, Teater Shima 55 , Teater Alam pimpinan Azwar A.N.56, Teater Dinasti57, dan Teater Muslim. Tahun 1983 lahir Teater Gandrik dari festival pertunjukan rakyat yang diselenggarakan Departemen Penerangan DIY dan memperkuat teater Yogyakarta58. Teater Gandrik memainkan naskah mereka sendiri, kebanyakan ditulis Heru Kesawamurti59. 55 56 57 58 59 Puntung C.M. Pujadi, penulis sekaligus sutradara Teater Shima, dalam mencipta naskah sering menulis tidak langsung jadi utuh (sempurna) sebagai naskah, tetapi melalui adegan-adegan yang dipakai sebagai bahan latihan pemeranan. Adegan yang dibuat tidak berurutan itu kemudian setelah lengkap baru disusun menjadi naskah utuh yang siap pentas (Herry Mardianto. “Dinamika Perkembangan Teater Indonesia di Yogyakarta”, hlm. 9. www.balaibahasa.org/file/2Dinamika_Perkembangan_Teater.pdf, diunduh: 17 Agustus 2013). Azwar A.N. semula bergabung dengan Bengkel Teater. Tahun 1972 Azwar memutuskan keluar dari Bengkel Teater dan mendirikan Teater Alam yang menghasilkan beberapa karya, yaitu Di Atas Langit Ada Langit, Si Bakhil,dan Ketika Bumi Tak Beredar. Bersama Teater Alam Azwar juga sempat ke Malaysia mewakili Indonesia dalam acara Kuala Lumpur Art Festival (http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/azwar.html, diunduh: 1 Agustus 2013). Teater Dinasti didirikan tahun 1977 oleh Fajar Suharno, Gajah Abiyoso, dan Tertib Suratmo. Teater Dinasti banyak mementaskan lakon karya mereka sendiri dan mempopulerkan penggunaan gamelan dalam pementasan (Tim Peneliti Kalangan Anak Zaman. 2000. Kepingan Riwayat Teater Kontemporer di Yogyakarta: Laporan Penelitian Existing Documentation dalam Perkembangan Teater Kontemporer di Yogyakarta 1950-1990. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 123-124). Teater Gandrik didirikan Jujuk Prabowo, Heru Kesawa Murti, Susilo Nugroho, Saptaria Handayaningsih. Beberapa seniman seperti Butet Kertaradjasa, Djaduk Ferianto, Whani Darmawan, Rulyani Isfihana gabung dalam teater ini (http://id.wikipedia.org/wiki/Teater_Gandrik, diunduh: 17 Agustus 2013). Lakon-lakon Teater Gandrik merupakan “manifestasi teateral dan modern dari pola kritik varian rakyat kecil”, terutama rakyat kecil Jawa, dengan menggunakan guyon parikena, menyindir secara halus yang tidak menimbulkan kemarahan yang berkuasa, bahkan seperti mengejek diri sendiri walaupun sesungguhnya yang dibidik adalah orang lain (yang tengah berkuasa). Model kritik guyon parikena dan semangat mengolah bentuk-bentuk teater tradisional ke dalam bentuk pementasan teater modern menjadi hal penting sebagai orientasi estetis lakon-lakon Teater Gandrik. Itu sebabnya oleh banyak kritikus Teater Gandrik disebut sebagai kelompok yang mengembangkan estetika sampakan. Di mana panggung menjadi medan permainan para aktor secara luwes, cair dan cenderung “memain-mainkan karakter” dalam lakon-lakonnya, sehingga tak ada batasan jelas antara “aktor sebagai pemain” dengan “watak yang dimainkannya”. Inilah pola permainan gaya sampakan, yang oleh para personil Teater Gandrik disebut sebagai pengembangan dari pola permainan yang mereka temukan pada banyak teater tradisional di Indonesia (http://teatergandrik.blogspot.com/p/tentang-gandrik.html, diunduh: 17 Agustus 2013). Tim Peneliti Kalangan Anak Zaman. 2000. Kepingan Riwayat Teater Kontemporer di Yogyakarta: Laporan Penelitian Existing Documentation dalam Perkembangan Teater Kontemporer di Yogyakarta 1950-1990. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 124. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2. 38 Teater Garasi sebagai Teater Kontemporer di Yogyakarta Teater kontemporer terus berkembang di Yogyakarta. Sebuah kelompok teater kontemporer yang muncul pada awal 1990-an adalah Teater Garasi. Teater Garasi didirikan pada 4 Desember 1993 oleh Yudi Ahmad Tajudin, Kusworo Bayu Aji, dan Puthut Yulianto di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM). Nama Garasi diambil dari tempat pertama yang digunakan untuk berkumpul para anggota, yaitu garasi Fisipol UGM. Garasi tidak mengandung arti tertentu, hanya melambangkan tempat dan situasi saat Teater Garasi lahir60. Kegiatan Teater Garasi, atau Sanggar Garasi (sebutan pada awal berdiri) berupa apresiasi seni dan politik (diskusi dan pertunjukan). Kegiatan tersebut menjadi wadah bertemunya para mahasiswa yang semula cenderung jalan sendiri-sendiri mengikuti kelompok kegiatan mereka (misal mahasiswa pecinta alam, jurnalistik, kegiatan keagamaan)61. Kegiatan awal Sanggar Garasi adalah Apresiasi Seni dan Politik I (Desember 1993), peringatan Hari Bumi (April 1994), Apresiasi Seni dan Politik II (Oktober 1994)62. Sebagai wujud pengalaman dalam membuat proses pertunjukan, tahun 1995 Teater Garasi pertama kalinya memproduksi pementasan teater berjudul Wah, naskah Putu Wijaya. Pertunjukan dilakukan di Purna Budaya dan disutradarai Yudi Ahmad Tajudin63. Tiap tahun sekitar 50 orang bergabung dengan Teater Garasi setiap kali 60 61 62 63 “Dari Garasi Fisipol UGM Mencuat Teater Kampus Handal”. Yogya Post. Jumat, 21-28 Januari 2000. (Dokumentasi Teater Garasi). Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 4 September 2013. “Dari Garasi Fisipol UGM Mencuat Teater Kampus Handal”. Yogya Post, Jumat, 21-28 Januari 2000 (Dokumentasi Teater Garasi). “Teater Garasi Pentaskan Wah”. Kedaulatan Rakyat, 1995 (Dokumentasi Teater Garasi). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39 penerimaan anggota baru dibuka. Mulanya model latihan Teater Garasi berupa workshop, kemudian membuat pertunjukan. Tahun 1996 Teater Garasi mementaskan Panji Koming Gulung Koming untuk mengakomodasi anggota-anggota baru Teater Garasi dan Atau Siapa Saja (adaptasi dari Caligula karya Albert Camus) sebagai pementasan pertama di luar kota (Yogyakarta, Solo, Surabaya, Malang, Bandung)64. Berangkat dari dua pertunjukan pada tahun 1996, Teater Garasi semakin mengembangkan proses berteater. Tahun 1997 Teater Garasi pentas Kapai-kapai (karya Arifin C. Noer) dan Carousel (mengisi FKY). Konsep pemanggungan Carousel berupa repertoar yang tidak berangkat dari naskah, melainkan aktualisasi pengalaman aktor dalam kerangka tematis, kemudian narasi-narasi tersebut diolah dalam idiom-idiom pertunjukan 65 . Pentas ini berangkat dari diskusi bersama, eksplorasi, eksperimen bentuk, hingga siap sebagai repertoar 66. Teater Garasi juga menggelar rangkaian pertunjukan bertajuk “Empat Penggal Kisah Cinta” dengan mementaskan empat naskah terjemahan seperti Pagi Bening (karya Serafin dan Joaqin Quintero), Sahabat Terbaik (karya James Saunders), Pernikahan Perak (karya John Bowen), Tempat Istirahat (karya David Campton). Menurut Butet Kartaredjasa, dalam pementasan keempat naskah realis terjemahan ini para aktor mampu melahirkan eksplorasi gestur serta permainan dialog spontan yang terkesan unik67. 64 65 66 67 Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 4 September 2013. Aprinus Salam.“Dari Teater Total Sanggar Garasi: Carousel adalah Biografi Massa”. Kedaulatan Rakyat, Juli 1997 (Dokumentasi Teater Garasi). Genthong H.S.A. “Mengutuk Hantu Kekerasan, Pentas Teater Garasi UGM”. Minggu Pagi No. 17 Th. Ke-50 Juli Minggu ke-4 Juli 1997 (Dokumentasi Teater Garasi). “Empat Penggal Kisah Cinta Sanggar Garasi: Memungut yang Kecil dan Tercecer”. Solo Pos, Jumat, 19 Desember 1997 (Dokumentasi Teater Garasi). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40 Tahun 1998 naskah Pernikahan Perak, Tempat Istirahat, dan Pagi Bening dipentaskan kembali. Rangkaian pementasan bertajuk “Tiga Kisah Cinta” ini disutradarai Yudi Ahmad Tajudin dan dipentaskan di Lembaga Indonesia Perancis (LIP) Yogyakarta sebelum dipentaskan di Teater Utan Kayu dan auditorium The Japan Foundation68. Pada tahun yang sama, Teater Garasi mementaskan End Game, karya Samuel Beckett, dan disutradarai Landung Simatupang. End Game menghadirkan imaji-imaji simbolik yang muram, tidak lepas dari pendekatan pementasan “puisi-teater”, yakni pendekatan yang menghargai penonton untuk bermain dengan imaji, berfantasi dengan simbol yang dihadirkan pemain lewat gerak yang didukung bunyi, tata cahaya yang muram serta properti69. End Game masih dipentaskan Teater Garasi hingga tahun 1999 dan dibawakan beberapa kali di berbagai kota (Yogyakarta, Surabaya, Bandung, Jakarta). Dalam pertunjukan ini untaian kalimat dalam dialog cenderung puitis, walau tetap dalam bentuk drama membuat emosi penonton hanyut dalam imajinasinya, dan penyajian lewat simbol yang begitu banyak menjadikan pertunjukan ini sebuah presentasi tentang keberadaan manusia 70 . Mementaskan sebuah lakon berarti menafsir pula naskah tersebut. Teater Garasi memutuskan untuk berpihak pada tafsirnya. Introduksi efek suara perang telah membangun imaji penonton pada suatu kurun masa perang, 68 69 70 “Teater Garasi dan Tiga Kisah Cinta: Kisah Pendek Tak Membosankan”. Bernas, Kamis, 17 September 1998 (Dokumentasi Teater Garasi). “Pentas End Game Teater Garasi: Digarap Lewat Pendekatan „Puisi-Teater‟”. Kedaulatan Rakyat, Selasa, 15 Desember 1998 (Dokumentasi Teater Garasi). “Pentas Ulang End Game Teater Garasi: Hidup itu Hanya Sebuah Permainan”. Bernas, Senin, 19 April 1999 (Dokumentasi Teater Garasi). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41 bisa pada Perang Dunia II, masa Beckett hidup. Kostum dan rias pemainnya yang asing mengesankan profil orang Eropa. Ini bisa jadi mengikuti instruksi Beckett dalam naskah ketatnya 71 . Setting dalam End Game berupa sebuah kamar dalam rumah tua. Dinding ruang berwarna pucat: dua jendela kaca, sebuah lukisan dipasang terbalik. Kursi kayu beroda kecil teronggok di tengah ruangan. Di depannya berdiri dua tong usang berselimut seprai tipis. Di ruang hampir tanpa spirit itulah Hamm tertidur dan juga hidup. Lelaki tua lusuh itu dilayani Clov, pria lain yang mengabdi pada Hamm sejak kecil. Clov adalah indra bagi Hamm, yang lumpuh dan buta. Clov hidup dan bergerak berdasarkan tiupan peluit Hamm yang meminta ini dan itu. Lalu ada Nagg dan Nell, orangtua Hamm yang “disimpan” dalam dua tong. Keduanya kurus dan tak berdaya72. End Game menjadi representasi kondisi manusia yang saling bergantung antara yang satu dengan yang lain, tidak berdaya, dan terasing. Pertengahan tahun 1999 Teater Garasi menggarap lakon Sri, adaptasi naskah Yerma karya Frederico Garcia Lorca, dan disutradarai Gunawan Maryanto. Sri berkisah tentang sepasang suami istri, Bondan dan Sri. Pernikahan mereka telah berusia lima tahun dan belum dikaruniai anak, sehingga hal ini membuat Bondan menyibukkan diri. Di sisi lain, Sri tidak menyukai sikap suaminya, tetapi Sri merasa sebagai wanita Jawa yang harus taat pada suami, sehingga beban itu disimpannya sendiri. Sebelum menikahi Bondan, Sri pernah menjalin hubungan dengan Damar. Setelah menikah, Damar muncul lagi dalam kehidupan Sri dan membuat Bondan 71 72 “Akhir yang Tak Berakhir Juga”. Tabloid berita mingguan Adil No. 28 Th. Ke-67, 14-20 April 1999 (Dokumentasi Teater Garasi). “Hidup yang Muram Bersama Beckett”. Tempo, 19 April 1999 (Dokumentasi Teater Garasi). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42 semakin mengekang Sri agar Sri tidak bertemu Damar. Karena beban yang dirasa berat, akhirnya Sri membunuh suaminya. Sri menawarkan kembali perbincangan tentang identitas perempuan di tengah dunia yang terlalu berbau “lelaki”, Sri adalah perempuan yang mencoba bergulat serta merumuskan keperempuannya dengan sikap dan caranya sendiri 73 . Sri menggambarkan seorang wanita Jawa yang dituntut taat dalam kultur patriaki, tetapi akhirnya harus berani menentukan sikap dan bertindak agar bebas dari kungkungan lingkungan. Untuk mementaskan Sri Teater Garasi melakukan observasi ke daerah Wonosari, Gunungkidul. Naskah diadaptasi dengan menampilkan tokoh-tokoh yang tinggal di pedesaan, kental dengan nuansa kultur Jawa yang didukung dengan tampilan tembang-tembang dolanan, kostum kain lurik, pemanggungan dengan model sampakan yang menjadikan lakon ini lebih komunikatif 74 . Di atas panggung ada tembang dandanggula dan asmaradana, racikan musik rebana, kendang, saron, serta gambang yang mengiringi joget dengan koreografi yang terinspirasi dari dolalak. Ada asap dupa yang menggiring imaji ritual masyarakat Jawa pedesaan. Motif batik gaya pesisiran menghias tiga bentangan kain yang menjadi latar panggung75. Teater Garasi berproses teater sejak 1993 di Fisipol UGM. Pada Agustus 1999 Teater Garasi lepas dari UGM dan pindah ke daerah Bugisan. Teater Garasi 73 74 75 “Pementasan Sri di Teater Arena TBS: Representasi dari Kegelisahan Seorang Gunawan „Cindhil‟”. Solo Pos, Kamis, 3 Juni 1999 (Dokumentasi Teater Garasi). “Dari Pentas Sri Teater Garasi: Cakrawala Baru bagi Perempuan”. Wawasan, Sabtu, 3 Juli 1999 (Dokumentasi Teater Garasi). Butet Kartaredjasa.“Perlawanan Lorca dalam Baju Jawa”. Tempo, 11 Juli 1999 (Dokumentasi Teater Garasi). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43 memutuskan lepas dari UGM karena beberapa anggota mereka sudah lulus kuliah, tidak ada lagi respon dari mahasiswa-mahasiswa lain di Fisipol untuk melanjutkan kegiatan apresiasi seni, dan adanya keinginan untuk tetap melanjutkan kerja teater bagi beberapa anggota Teater Garasi 76 . Keinginan lepas dari kampus ini untuk memperluas kompetensi teknik dan visi estetik dari semua anggota dan untuk Garasi sebagai satu kelompok teater. Disadari bahwa teater menuntut suatu keterlibatan total dan rasa percaya diri yang kuat dalam mengekspresikan gagasan-gagasan serta kegelisahan kreatif. Terlebih lagi teater modern di Indonesia selalu berada dalam posisi yang dilematis. Teater masih harus berjuang untuk masuk dan menciptakan historisnya sendiri, sehingga Teater Garasi melepaskan diri dari kampus77. Selepas dari UGM, Teater Garasi mengalami masa transisi yang cukup berat pada tahun 1999-2001. Banyak yang tetap bertahan melanjutkan berteater, tetapi juga tidak sedikit yang memilih keluar dari Teater Garasi 78. Untuk pendanaan diperoleh dari hasil penjualan tiket dan dari produser (tahun 1998 Teater Garasi mendapat produser untuk pertama kali, yaitu LIP pada pementasan End Game)79. Pada masa transisi Teater Garasi memilih format laboratorium dengan melakukan eksperimen pertunjukan, studi, penelitian, pembelajaran berbagai hal yang melandasi pementasan-pementasan Teater Garasi. Format laboratorium dirasa sesuai untuk 76 77 78 79 Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 4 September 2013. Alasan yang dikemukakan Yudi Ahmad Tajudin dalam “Dari Garasi Fisipol UGM Mencuat Teater Kampus Handal”. Yogya Post, Jumat, 21-28 Januari 2000 (Dokumentasi Teater Garasi). Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 4 September 2013. “Dari Garasi Fisipol UGM Mencuat Teater Kampus Handal”. Yogya Post, Jumat, 21-28 Januari 2000 (Dokumentasi Teater Garasi). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44 menjadikan penciptaan teater tetap terbuka pada ruang dialog kepada masyarakat. Dengan meminjam gagasan Jerzy Grotowski tentang the laboratory theatre, Teater Garasi mengadopsi perihal definisi proyek atau produksi teater yang tak melulu mengacu pada pementasan. Di dalamnya terdapat serangkaian penelitian dan kerja ilmiah yang pada intinya mengembangkan potensi masing-masing anggota80. Sejak awal Teater Garasi berdiri, tiap naskah bisa membuka kemungkinankemungkinan dalam penafsirannya. Ada penafsiran lebih luas yang bisa diperoleh dari sebuah naskah. Berawal dari penafsiran inilah bentuk pertunjukan bisa disusun. Kadang bentuk pertunjukan bisa ditemukan dalam teks, atau dicari sendiri oleh Teater Garasi melalui diskusi dan latihan panggung. Model latihan Teater Garasi pun mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Berangkat dari pembacaan literatur yang berkaitan dengan teater dan pengalaman berteater sebelum para anggota masuk dalam Teater Garasi, hingga pengembangan olahan latihan teater. Pada dasarnya halhal yang diolah dalam latihan teater sejak awal Teater Garasi berdiri selalu sama, seperti latihan olah vokal, olah tubuh, intelektualitas, emosi, dan sebagainya. Yang mengalami perkembangan adalah bentuk-bentuk latihannya. Perkembangan ini terjadi karena semakin banyak buku teater yang dibaca dan bertemu dengan pelaku-pelaku teater yang memberikan masukan dalam mengolah teater81. Ada beberapa tahap dalam proses penciptaan pertunjukan di Teater Garasi, yaitu observasi, improvisasi, kodifikasi, dan komposisi. Observasi dilakukan untuk 80 81 Dewi Ria Utari. “Teater Garasi: Bermula dari Kampus dan Metode Grotowski”. Koran Tempo, 8 April 2004 (Dokumentasi Teater Garasi). Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 4 September 2013. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45 mendapat bahan/referensi agar aktor mudah melakukan improvisasi. Observasi ini bisa berupa pengamatan atas lingkungan sekitar (orang atau suasana yang ada di dekat aktor dan mudah dijangkau, seperti merasakan tidur dan tinggal di dalam tong untuk pertunjukan End Game), atau melakukan pengamatan langsung di tempat lain (misal di kota lain). Dalam improvisasi aktor mencari bentuk-bentuk akting secara spontan pada saat latihan berdasarkan bahan yang didapat dari observasi. Setelah menemukan berbagai bentuk, kemudian bentuk-bentuk itu dipilih atau dibakukan menjadi semacam kerangka pertunjukan, proses ini disebut kodifikasi. Bentuk-bentuk yang sudah dipilih kemudian dikomposisikan dalam pertunjukan82. Pada akhir tahun 1999 Teater Garasi mementaskan Sementara Menunggu Godot, terjemahan Verry Handayani, anggota Teater Garasi, dari karya Samuel Beckett, (While) Waiting For Godot (atau En attendant Godot). Lakon yang biasanya dimainkan oleh laki-laki pada kali ini dimainkan oleh para perempuan, sehingga pada pertunjukan ini kemampuan keaktoran para pemain benar-benar diuji83. Tahun 2000 Teater Garasi mementaskan Sketsa-sketsa Negeri Terbakar, adaptasi dari karya Jean Genet yang berjudul Les Paravents. Pertunjukan ini digelar di PPPG Kesenian Yogyakarta dan disutradarai Yudi Ahmad Tajudin. Naskah Les Paravents sendiri dinilai terlalu vulgar di Perancis. Sementara menurut Yudi naskah ini menarik karena adanya berbagai aspek kegilaan, seperti penggunaan kata-kata kasar, bahkan kotor dan gamblang, tapi kadang puitis, yang banyak kemiripan dengan 82 83 Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013. “Pentas Tutup Tahun Teater Garasi. Perempuan-perempuan itu Menunggu Godot”. Jateng Pos, Desember 1999 (Dokumentasi Teater Garasi). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46 keadaan di tanah air84. Sketsa-sketsa Negeri Terbakar dipentaskan selama dua jam dan melibatkan sekitar 22 aktor/aktris dengan casting berganti-ganti. Pertunjukan ini mengungkap kisah perjalanan Said, ibu, dan Leila (istri Said) yang mempertemukan mereka dengan para kapitalis, tentara kolonial, pelacur, dan orang-orang kampung. Kisah tragis dalam pementasan ini disampaikan dengan perpaduan keindahan dan kelucuan lewat bahasa, setting ornamen panggung, dan ikon-ikon pada kostum pelakon dan adegan-adegan yang kadang terasa nakal, konyol, bahkan vulgar 85 . Dilihat dari pola dialognya Les Paravents diadaptasi Teater Garasi ke dalam budaya Indonesia, tepatnya Aceh, dan dipadu dengan budaya kolonial Belanda, meski kostum-kostum yang dikenakan tetap bercorak Perancis86. Repertoar Hujan, ditulis dan disutradarai Gunawan Maryanto, dipentaskan tahun 2001 dan merupakan puisi yang belum selesai ditulis, tetapi kemudian dicoba dibahasakan dalam olah tubuh pada teater. Repertoar Hujan, kata Gunawan Maryanto, karena awalnya berupa puisi maka tidak akan memiliki dialog. Pertunjukan ini berisi fragmen-fragmen yang dilakonkan tiga aktor dengan melakukan olah tubuh, tetapi bukan pantomim atau tari 87 . Repertoar Hujan lebih terlihat sebagai visualisasi puisi, dalam hal ini puisi divisualkan lewat gerakangerakan olah tubuh para aktor. 84 85 86 87 “Jean-Pascal Elbaz: Teater Garasi Paling Menarik Buat Saya”. Pelita, 30 Mei 2000 (Dokumentasi Teater Garasi). F.G. Pandhuagie. “Sketsa-sketsa Negeri Terbakar”. Gong Edisi 11 (Juni 2000), hlm. 12 (Dokumentasi Teater Garasi). “Sebuah Parodi Kehidupan”. Bernas, Rabu, 17 Mei 2000 (Dokumentasi Teater Garasi). “Garasi dan Repertoar Hujan: Suguhan Puisi yang Belum Jadi”. Radar Yogya. Rabu, 14 Maret 2001. (Dokumentasi Teater Garasi). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47 Pertunjukan bertajuk “Percakapan di Ruang Kosong” yang menampilkan dua repertoar, Komedi dan Tentang Seorang Lelaki yang Demikian Mencintai Hujan (pengembangan dari Repertoar Hujan), digelar Teater Garasi pada September 2001 di Yogyakarta, Teater Utan Kayu Jakarta, dan Teater Dalam Gang Tuti Indra Malaon Jakarta. Komedi diadaptasi dari karya Samuel Beckett dan dipentaskan dalam durasi 30 menit dengan sutradara Retno Ratih Damayanti. Dalam pementasan ini eksplorasi ruang dilakukan melalui cara para pemain dapat secara maksimal bermain dengan hanya menggunakan kepala dan kata sebagai media berekspresi dengan tubuh –leher ke bawah- terbungkus guci/tong. Ketiga tong itu mewakili tiga pribadi yang terlibat dalam masalah cinta segitiga, satu pria menjalin cinta dengan dua perempuan. Di dalam tongnya masing-masing, tiga kepala itu mengoceh tentang perasaan dan pengalaman mereka 88 . Teks dan reaksi pemain sangat cepat dan disoroti lighting, sehingga membuat karakter dari wajah-wajah tanpa emosi itu menjadi begitu terasa dengan perpindahan lampu dari satu wajah ke wajah lainnya89. Tentang Lelaki yang Demikian Mencintai Hujan berdurasi 45 menit. Lewat repertoar ini Gunawan Maryanto mencoba mengolah kembali kenangan masa lalunya dengan mempertaruhkan keseluruhan tubuh aktor sebagai medium sekaligus juga pesan dari komunikasi visual yang coba dibangun dalam pertunjukannya di mana kata sama sekali tidak hadir di sini, selain lewat beberapa lagu dolanan yang sekaligus 88 89 Dewi Ria Utari. “Percakapan Absurd Tong dan Hujan”. Koran Tempo, Senin, 24 September 2001. (Dokumentasi Teater Garasi). F.G. Pandhuagie. “Percakapan di Ruang Kosong”. Majalah Gong Edisi 24 Juli 2001. (Dokumentasi Teater Garasi). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48 menjadi teks, selebihnya hanya ada gerakan berkelahi, memukul, menendang, melompat, mencakar yang begitu enerjik dan kompak dari tiga aktor90. Tahun 2002-2004 Teater Garasi menggarap Waktu Batu. Dalam pementasan Waktu Batu yang pertama kali digelar tahun 2002, muncul respon penonton yang belum memahami kisah pementasan ini. Lakon Waktu Batu: Kisah-kisah yang Bertemu di Ruang Tunggu sempat direspon sebagai teater modern yang abstrak, ceritanya meloncat-loncat 91 . Pementasan Waktu Batu ini menggunakan cerita mitologi Jawa tentang Watugunung yang berkaitan dengan sistem kalender Jawa, Sudamala yang menjadi peluntur bencana, serta Murwakala dalam tradisi ruwatan penolak bala. Pementasan ini menampilkan gerak-gerak akrobatik, pesan-pesan visual, dan pengucapan teks secara puitis. Selain itu, kisah ini ditampilkan dalam semangat perlawanan terhadap cara tutur linier. Teater Garasi menyuguhkan fragmen-fragmen adegan yang simbolis dan sarat metafor92. Tahun 2003 Waktu Batu kembali dipentaskan dengan judul Waktu Batu: Ritus Seratus Kecemasan dan Wajah Siapa yang Terbelah. Pementasan ini memaparkan mitologi Watugunung, Murwakala, Sudamala, dan disisipi sejarah Kerajaan Majapahit periode akhir. Mitologi Watugunung 93 masih menjadi tema Waktu Batu 90 91 92 93 F.G. Pandhuagie. “Percakapan di Ruang Kosong”. Majalah Gong Edisi 24 Juli 2001. (Dokumentasi Teater Garasi). Komentar penonton yang ditulis dalam “Pentas Teater Garasi Lakon Waktu Batu: Membaca Isyarat Mitos, Teks, dan Batu”. Kedaulatan Rakyat. Kamis, 4 Juli 2002. (Dokumentasi Teater Garasi). Dewi Ria Utari. “Teater Garasi: Waktu Batu, Sebuah Laboratorium Lakon”. Koran Tempo, 7 April 2004 (Dokumentasi Teater Garasi). Mitologi Watugunung merupakan dasar konsepsi waktu dari masyarakat tradisional, berakar sejak zaman Majapahit. Pewarisan konsepsi waktu seperti ini dalam beberapa hal masih bisa dilihat pada sebagian masyarakat Jawa dan Bali, bahkan hingga masa kini. Di Bali sampai kini terkenal sistem PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49 yang pentas tahun 2004, dengan judul Waktu Batu: Deus Ex Machina dan Perasaanperasaanku Padamu. Gagasan tentang proyek teater Waktu Batu muncul sejak 2001, kemudian Teater Garasi mengadakan riset yang mengutamakan keaktoran dan penulisan. Hasil kerja proyek ini bukan hanya pementasan, tapi juga diskusi, lokakarya, dan penerbitan teks. Seluruh kegiatan melibatkan riset meliputi literatur dan penelitian ke situs purbakala di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur 94. Tahun 2005 Teater Garasi sebagai peserta In-Transit Festival mengusung Waktu Batu: Deus Ex Machina dan Perasaan-perasaanku Padamu ke Berlin. Pada tahun yang sama Repertoar Hujan dipentaskan di Tokyo. Tahun 2006 Waktu Batu: Deus Ex Machina dan Perasaan-perasaanku Padamu pentas di Tokyo. Selain pementasan-pementasan yang telah disebut di atas, Teater Garasi mempunyai program berkaitan dengan pelatihan keaktoran. Tahun 2006 Teater Garasi membuat program Actor Studio, yaitu program keaktoran yang terbuka bagi aktor pemula atau umum dan sebagai sarana belajar teater95. Program ini bertujuan meningkatkan kapasitas artistik dan sensibilitas sosial politik aktor-aktor teater. Disiplin pengetahuan dan teknik keaktoran yang ditawarkan bisa menjadi modal bagi peserta Actor Studio untuk mengolah keaktoran mereka ketika mereka kembali ke kelompok atau komunitas masing-masing. Dalam waktu enam bulan peserta 94 95 penanggalan, taruhlah untuk keperluan pranata mangsa (patokan pertanian) serta pawukon (patokan upacara). Hal serupa terjadi di Jawa. Yang disebut wuku atau pawukon adalah dasar-dasar penghitungan, termasuk untuk membaca kecenderungan nasib dan keberuntungan manusia. (“Teater Garasi: „Gue‟ Banget”. Kompas. Minggu, 3 Oktober 2004. Dokumentasi Teater Garasi). Dewi Ria Utari. “Teater Garasi: Waktu Batu, Sebuah Laboratorium Lakon”. Koran Tempo, 7 April 2004 (Dokumentasi Teater Garasi). www.teatergarasi.org, diunduh: 6 Mei 2009. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50 mendalami keaktoran melalui serangkaian latihan dasar, workshop, dan kelas teori bersama fasilitator yang kompeten di bidangnya 96. Ada beberapa pementasan sebagai hasil belajar dari program Actor Studio, yaitu Domba-domba Revolusi karya B. Sularto dan Malam Jahanam karya Motinggo Busje, keduanya dipentaskan tahun 2007 di LIP Yogyakarta. Tuk, karya Bambang Widoyo Sp., dipentaskan tahun 2008 di Amphitheatre Taman Budaya Yogyakarta. Bocah Bajang, dipentaskan tahun 2009 di LIP. Kunang-kunang dipentaskan tahun 2013 di Studio Teater Garasi97. Solo Project menjadi program Teater Garasi di tahun 2007. Solo Project adalah sejumlah pertunjukan dan proyek teater yang digagas, diinisiasi dan diwujudkan oleh aktor-aktor (bukan sutradara) Teater Garasi. Gagasan proyek ini muncul pada tahun 2005 dengan alasan perlunya aktor membangun kemandirian, melepas ketergantungan yang terlalu besar pada kelompok dan sutradara, dan mengambil pengetahuan dari pengalaman untuk membangun pertunjukan si aktor98. Solo Project menampilkan delapan pementasan yang terdiri atas Monolog Sungai yang bertema persoalan aborsi dan cerita-cerita di balik sebuah keputusan untuk melakukan aborsi, pertunjukan ini dibawakan Erythrina Baskoro. Bunga Lantana, adaptasi dari novel Simfoni Pastoral karya Andre Gide, yang dipentaskan Verry Handayani. Ophelia dan Rahasia Kolam Kematian oleh Citra Pratiwi, dan pentas ini merupakan monolog yang menghadirkan lima tokoh berbeda, yaitu Narator, Gertrude, Claudius, Hamlet, dan 96 97 98 http://gudeg.net/id/news/2007/06/3274/Minim-Aktor-Muda-Teater-Garasi-Buka-Program-ActorStudio-2007.html, diunduh: 18 April 2013. Wawancara dengan Gunawan Maryanto pada 12 Juli 2013. Katalog Seri Solo 9 Aktor. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51 Ophelia. Kisah Kebon Binatang dimainkan Theodorus Christanto dan Kusen Alipah Hadi. Laki-laki itu Mengaku sebagai Jamal, dibawakan Jamaluddin Latif, mengambil tema ruang identitas bisa berganti dengan mudah karena penampilan, yaitu ruang ganti di pertokoan99. Hati yang Meracau dipentaskan Bahrul Ulum. Shakuntala yang mengambil pijakan teks dari tokoh Shakuntala dalam novel Saman dan Larung karya Ayu Utami, dipentaskan Naomi Srikandi. Kisah Erendira dan Angin Petakanya dibawakan Sri Qadariatin. Di samping delapan pementasan, ada satu aktris, Hindra Setya Rini, yang mengelola workshop story telling untuk murid SMA. Je.ja.l.an, karya dan disutradarai Yudi Ahmad Tajudin, dipentaskan pada tahun 2008. Je.ja.l.an merupakan gabungan seni pertunjukan teater tari dan teater imaji yang bercerita mengenai kontradiksi dan kontestasi yang bertemu di jalan, seperti antara modern dan tradisional, kosmopolitan melawan kampungan, yang elit dengan yang sulit, yang berkuasa dengan yang terpinggirkan. Pertemuan dua hal berlawanan tak selamanya membawa pertentangan, tetapi bisa bersanding atau melebur. Jalan merupakan bagian yang tak bisa dipisahkan dari pergerakan modernitas. Jalan menjadi representasi kenyataan sosial, politik, ekonomi, budaya. Teater Garasi berupaya menangkap gejala ini dan memotret sikap warga di jalan dalam menyikapi modernitas serta globalisasi: berupa penerimaan, penolakan, penyesuaian100. 99 100 “Monolog „Lelaki itu Mengaku sebagai Jamal‟”. Kedaulatan Rakyat, 3 Mei 2007 (Dokumentasi Teater Garasi). “Pertentangan dan Persaingan Sepanjang Jalan”. Gatra, 22-28 Mei 2008 No. 28 Th. XIV (Dokumentasi Teater Garasi). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52 Dua pementasan ulang yang digelar tahun 2008 adalah Ophelia dan Shakuntala, keduanya pernah dibawakan dalam Solo Project. Proses teater berlanjut dengan monolog dari Verry Handayani, yang berjudul Sum, Cerita dari Rantau, sebuah kisah yang diperoleh dari riset tentang seorang tenaga kerja wanita asal Indramayu. Monolog ini menceritakan Sum, tenaga kerja wanita yang bekerja di Saudi, tetapi bernasib malang. Awal tahun 2009 Sum, Cerita dari Rantau dipentaskan lagi. Verry lebih senang mementaskan naskah sambil berinteraksi dengan penonton. Sesekali Verry bertanya atau sekadar mengomentari sikap penonton. Interaksi dengan penonton membuat penonton mudah memahami persoalan dalam monolog ini101. Proses teater berikutnya adalah Bocah Bajang, sebuah presentasi dari program Actor Studio yang dipentaskan di LIP Yogyakarta pada 22-23 Oktober 2009. Bocah Bajang merupakan respon atas fenomena Ponari di Jombang, sekaligus menampilkan proses penciptaan pertunjukan dalam perkenalan para aktor di awal pementasan. Berawal dari informasi yang diperoleh dari pemberitaan tentang Ponari di media massa, program Actor Studio menggali lebih dalam fenomena Ponari, tidak hanya dengan mengamati pemberitaan mengenai Ponari di media massa, tetapi juga mengadakan observasi (sebagai bagian dari proses penciptaan) ke Jombang, daerah tempat tinggal Ponari. Dengan berbekal hasil observasi di Jombang, Actor Studio merepresentasikan fenomena Ponari dalam pertunjukan Bocah Bajang. 101 Herpin Dewanto. “Kisah Pahlawan Devisa”. Kompas, Kamis, 15 Oktober 2009. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53 Fenomena Ponari mendapat porsi yang cukup besar dalam pemberitaan media massa selama Februari hingga Mei 2009 karena pengobatan ini melibatkan seorang bocah berumur sembilan tahun sebagai pelaku pengobatan, menggunakan “batu ajaib” sebagai medium pengobatannya, dan membuat puluhan ribu orang memburu kesembuhan instan dari “batu ajaib” Ponari. Sementara Bocah Bajang merupakan pementasan yang menghadirkan hasil observasi Actor Studio di Jombang. Para peserta Actor Studio mengamati semua yang dilakukan orang-orang di rumah Ponari dan di lingkungan tempat tinggal Ponari, sehingga bisa menampilkan tokoh-tokoh dengan karakter yang mirip dengan orang-orang yang ada di lokasi praktik Ponari. Dialog yang digunakan juga hampir sama dengan yang diucapkan orang-orang yang ditemui di Jombang. Setting berupa penggambaran situasi rumah Ponari dan lingkungan sekitarnya. Beberapa barang seperti ember berisi air, botol-botol air minum, dan batu dipakai untuk merepresentasikan fenomena Ponari di Jombang. Semua yang ditemukan di Jombang selama observasi dihadirkan kembali dalam Bocah Bajang, sehingga pementasan ini bisa mengembalikan ingatan para penonton sekaligus memberikan gambaran tentang fenomena Ponari. 3. Kesimpulan Teater kontemporer Indonesia merujuk pada perkembangan proses berteater, baik perkembangan dari segi artistik pemanggungan oleh modernisasi teknologi, perkembangan jumlah naskah dan cerita yang diangkat dalam naskah, pertambahan jumlah kelompok teater dan karakter kelompok teater, perkembangan model PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54 pelatihan teater, serta tujuan dari proses pertunjukan teater itu sendiri. Sebagai sebuah kelompok teater kontemporer di Yogyakarta, Teater Garasi berusaha membuka wadah berkesenian yang diwujudkan dalam kerja-kerja teater, seperti melakukan eksperimen pertunjukan, studi, serangkaian penelitian dan kerja ilmiah, serta pembelajaran berbagai hal yang melandasi pementasan-pementasan Teater Garasi. Dalam berkesenian, khususnya dalam pertunjukan-pertunjukan, Teater Garasi menawarkan beragam cara untuk berteater melalui metode penciptaan pertunjukan hingga penghadiran bentuk visual di atas panggung (dengan penekanan olah tubuh dalam variasi gerakan, olah teks, instalasi, dan media digital). Bentuk visual ini digarap untuk menghadirkan peristiwa dramatik dalam panggung. Persoalan aktual maupun peristiwa sosial yang bisa dilihat dari sudut pandang baru yang disertai riset mendalam juga menjadi hal yang mendasari penciptaan pertunjukan bagi Teater Garasi. Dalam perkembangan teater kontemporer Indonesia, Teater Garasi menegaskan keberadaan mereka dengan menampilkan ciri tersendiri sebagai kelompok teater yang tidak hanya melakukan eksperimen dalam pertunjukan, tetapi juga membuka jalan untuk beragam kerja teater lainnya. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55 BAB III MEMBACA JEJAK FENOMENA PONARI DALAM MEDIA MASSA DAN OBSERVASI ACTOR STUDIO TEATER GARASI Dalam bab III dibahas bagaimana media massa menarasikan fenomena Ponari dalam pemberitaan dan menganalisis respon Actor Studio atas narasi fenomena Ponari yang dihadirkan media massa. Kisah dramatis fenomena Ponari dalam media massa dianalisis dengan konsep narasi dan analisis decoding dipakai untuk melihat tanggapan Actor Studio, melalui hasil wawancara dengan Actor Studio, atas narasi fenomena Ponari di media massa. Dalam bab III data diperoleh dari surat-surat kabar, rekaman-rekaman berita dari internet, wawancara, serta sumber literatur lainnya. 1. Dramatisasi Fenomena Ponari dalam Media Massa Kisah Ponari dan “batu ajaib”-nya sempat menarik perhatian masyarakat Indonesia, terutama ketika “batu ajaib” itu mampu membuat puluhan ribu orang datang berduyun-duyun untuk berobat pada Ponari. Ponari sendiri awalnya hanya seorang anak kecil yang masih duduk di bangku kelas III SD dan tidak mempunyai kemampuan mengobati. Suatu hari Ponari menemukan “batu ajaib” dan menggunakan batu itu untuk mengobati orang, sehingga Ponari mulai dikenal orangorang di sekitarnya sebagai bocah yang bisa mengobati. Kemampuan mengobati yang dimiliki Ponari mulai menarik perhatian lebih banyak orang setelah pemberitaan media massa menjadikan Ponari sebagai “dukun cilik” yang lebih dikenal masyarakat PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56 luas pada tahun 2009. Ada narasi dramatis yang disuguhkan media massa mengenai Ponari dan “batu ajaib”-nya. Narasi tersebut kebanyakan mengangkat soal awal mula Ponari menemukan batu dan perjalanan pengobatan yang dikerjakan Ponari selama menjadi “dukun cilik”, kedatangan puluhan ribu orang, banyaknya reaksi dari berbagai pihak mengenai praktik Ponari, hingga perubahan hidup Ponari dari seorang bocah biasa menjadi “dukun cilik” yang terkenal. Perjalanan panjang pengobatan Ponari yang ditulis dalam bab ini berdasarkan narasi yang dihadirkan media massa, cetak maupun elektronik. Media cetak yang digunakan sebagai sumber adalah Kompas, Kedaulatan Rakyat, dan Jawa Pos. Media elektronik yang dipakai yaitu berita-berita dari SCTV, Metro TV, RCTI, ANTV, TV One, dan Trans TV. Ponari ramai dibicarakan dalam media massa pada bulan Februari-Maret 2009 dan mulai surut pada Mei 2009. Berita-berita media massa membuat Ponari menjadi perhatian masyarakat, terutama masyarakat yang memerlukan pengobatan dan membuat mereka datang pada Ponari, serta menarik perhatian pihak-pihak tertentu untuk menunjukkan sikap setuju atau tidak setuju pada praktik Ponari. Media massa menampilkan beragam gambaran tentang “dukun cilik” Ponari. Karena sifat dan pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksikan berbagai realitas yang akan dipublikasikan kepada masyarakat. Pembuatan berita di media massa pada dasarnya adalah penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita atau PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57 wacana yang bermakna102. Media massa memiliki ideologi, pengetahuan, dan acuanacuan tertentu sehingga berita yang disampaikan memberikan makna yang berbeda antara media massa yang satu dengan media massa lainnya. Institusi media menyelenggarakan produksi, reproduksi, dan distribusi pengetahuan dalam pengertian serangkaian simbol yang mengandung acuan bermakna tentang pengalaman dalam kehidupan sosial103. Segala macam pemberitaan tentang Ponari yang dilakukan media massa menimbulkan berbagai pemaknaan yang berbeda-beda. Setiap media massa memiliki cara masing-masing untuk menarasikan Ponari dan praktik pengobatannya. Media di sini dipandang sebagai instrumen ideologi, melalui cara yang mana satu kelompok menyebarkan pengaruh dan dominasinya kepada kelompok lain. Media di sini tidak dipandang sebagai wilayah yang netral di mana berbagai kepentingan dan pemaknaan dari berbagai kelompok ditampung. Media justru bisa menjadi subjek, di mana ia mengkonstruksi realitas atas penafsiran dan definisinya sendiri untuk disebarkan kepada khalayak104. Dalam pemberitaan media massa ada alur serangkaian peristiwa yang dihadirkan media dan membuat orang tertarik untuk mengikuti pemberitaan tentang Ponari. Dengan menggunakan konsep hermeneutik (dengan tahap enigma, delay, dan resolusi) dari Roland Barthes sebagai aspek penting dalam bernarasi, maka pada pemberitaan Ponari dapat diketahui ada banyak pelaku, jalan cerita, dan peristiwa 102 103 104 Ibnu Hamad. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik. Jakarta: Granit, hlm. 11. Denis McQuail. 1987. Teori Komunikasi Massa. Terj. Agus Dharma & Aminuddin Ram. Jakarta: Penerbit Erlangga, hlm. 51. Eriyanto. 2011. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS, hlm. 58. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58 yang membuat orang penasaran dan mencari tahu bagaimana peristiwa-peristiwa terjadi, mulai dari awal hingga akhir perjalanan si “dukun cilik”. Narasi yang ditampilkan media massa merupakan cara media massa bercerita tentang Ponari. Narasi menjadikan pembaca/penonton berita terus membaca/menonton berita dengan menghadirkan jalan cerita yang masuk akal bagi konsumen berita. Berikut analisis narasi fenomena Ponari dalam pemberitaan media massa. a. “Batu Ajaib” Mengubah Seorang Bocah Biasa menjadi “Dukun Cilik” Dalam narasi yang dihadirkan media massa seluruh peristiwa dan cerita yang muncul dalam pemberitaan media massa berpusat pada keberadaan “dukun cilik” Ponari. Ponari yang awalnya hanyalah seorang bocah biasa, berubah menjadi orang yang mampu menggerakkan puluhan ribu orang datang kepadanya dengan tujuan: mendapat kesembuhan dari “batu ajaib” kepunyaan Ponari. Kehidupan Ponari mulai berubah setelah dia menemukan “batu ajaib”. Penemuan “batu ajaib” menjadi awal seluruh perjalanan Ponari, sebagai bocah biasa hingga menjadi “dukun cilik” yang terkenal. Pada awal berita-berita Ponari ada teka-teki (enigma) yang muncul mengenai siapa Ponari, bagaimana Ponari menemukan “batu ajaib”, dan bagaimana Ponari, yang semula seorang bocah biasa, kemudian berubah menjadi “dukun cilik”. Pada bagian ini media massa menceritakan bagaimana Ponari menemukan “batu ajaib” dan mulai menjadi “dukun cilik”. Dengan menampilkan bagian awal dari perjalanan Ponari, maka narasi yang dibangun media massa menjadi menarik perhatian pembaca/penonton untuk tetap mengikuti berita fenomena Ponari. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59 Ponari, bocah kelahiran Jombang, 6 Juli 1999 105 , anak pasangan KamsenMukaromah, konon bisa mengobati segala macam penyakit dengan medium sebuah batu. Batu berwarna cokelat yang digunakan untuk mengobati itu ditemukan Ponari pada 17 Februari 2009106. Saat Ponari hujan-hujan, tiba-tiba muncul petir dan sebuah batu mengenai kepalanya. Batu itu kemudian dibawa pulang oleh Ponari107. Setelah memperoleh batu itu, Ponari menggunakannya sebagai jimat yang bermanfaat bagi banyak orang sesuai petunjuk dari kakek buyutnya108. 105 106 107 108 Kompas, Kamis 5 Februari 2009. “Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga”. “Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku Permanen” (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009). Berbeda dengan yang disampaikan dalam “‟Dukun Cilik‟ Hebohkan Jombang: 4 Tewas, Tempat Praktik Ditutup” (Kedaulatan Rakyat, Rabu, 11 Februari 2009), yaitu tiga minggu sebelum berita dimuat, kira-kira minggu kedua/ketiga Januari dan berita “Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga” (Kompas, Kamis, 5 Februari 2009) yang menuliskan penemuan batu pada tanggal 12 Desember 2008. Awal Januari disebutkan sebagai waktu penemuan batu dalam berita “Ribuan Warga Berobat ke Dukun Cilik” (Kabar Petang, TV One, diunggah pada 10 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=vQ-FG2ufOQ0&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012). Batu Ponari dapat dilihat pada foto 10 (lihat lampiran). Kisah penemuan batu tersebut berdasarkan kisah yang dipaparkan dalam “4 Tewas, Tempat Praktik Ditutup: ‟Dukun Cilik‟ Hebohkan Jombang” (Kedaulatan Rakyat, Rabu, 11 Februari 2009). Kisah awal mula penemuan batu itu serupa dengan yang diinformasikan dalam “Heboh Ponari Dukun Cilik dari Jombang” (Sigi 30 Menit, SCTV, disiarkan 18 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=M_AUuG7M2Gk, diunduh: 16 Maret 2012), “Ponari, Dukun Cilik dengan Ribuan Pasien” (Topik Siang, ANTV, diunggah 8 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=_n5RITiLyfo, diunduh: 16 Maret 2012), dan “Ribuan Warga Berobat ke Dukun Cilik” (Kabar Petang, TV One, diunggah pada 10 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=vQ-FG2ufOQ0&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012). Dalam berita “Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga” (Kompas, Kamis, 5 Februari 2009) diceritakan batu tersebut didapatkan Ponari bertepatan dengan lewatnya petir di atas kepala Ponari. Ada pula berita yang mengungkapkan batu berwarna cokelat itu ditemukan Ponari saat disambar petir ketika bermain di bawah hujan lebat (“Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku Permanen”, Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009). Berita “Dukun Ndeso Jadi Tamu Wong Katrok” (Jawa Pos, Kamis, 5 Maret 2009) menyebutkan batu didapat saat Ponari bermain yoyo, dan batu ada di depannya, kemudian dijadikan mainan. Batu itu digunakan sebagai medium pengobatan setelah Ponari mendapat petunjuk dari kakek buyutnya. Hal ini disebutkan dalam berita “Heboh Ponari Dukun Cilik dari Jombang” (Sigi 30 Menit, SCTV, disiarkan 18 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=M_AUuG7M2Gk, diunduh: 16 Maret 2012). Dalam berita ini ayah Ponari memberikan keterangan bahwa kakek buyut Ponari menyuruh Ponari menyimpan batu itu dan menggunakannya untuk menolong orang sakit, tapi tidak disebutkan melalui cara apa kakek buyut itu memberi petunjuk pada Ponari. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60 “Pasien” pertama Ponari adalah tetangganya dan konon langsung sembuh109. Praktik pengobatan yang dikerjakan Ponari pun cukup mudah, yaitu batu cukup dicelupkan dalam air atau digosok-gosokkan pada bagian tubuh yang terasa sakit110 atau batu dimasukkan ke dalam segelas air putih, kemudian airnya diminumkan ke orang yang sakit 111 . Ponari pertama kali praktik mengobati orang banyak pada tanggal 19 Januari 2009 112 dan di tanggal itulah awal Ponari tidak pernah masuk sekolah lagi. Dengan menjadi “dukun cilik”, Ponari yang semula bersekolah akhirnya harus meninggalkan bangku sekolah agar bisa mengobati puluhan ribu pasiennya. Pasien Ponari datang dari berbagai daerah dan bisa mengantri hingga berhari-hari demi mendapat kesembuhan dari “batu ajaib”. Dengan kedatangan puluhan ribu pasien inilah praktik pengobatan yang dikerjakan Ponari semakin menarik perhatian lebih banyak orang dan menimbulkan reaksi yang beragam dari berbagai pihak. 109 110 111 112 “4 Tewas, Tempat Praktik Ditutup: ‟Dukun Cilik‟ Hebohkan Jombang” (Kedaulatan Rakyat, Rabu, 11 Februari 2009). Dalam “Ponari, Dukun Cilik dengan Ribuan Pasien” (Topik Siang, ANTV, diunggah 8 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=_n5RITiLyfo, diunduh: 16 Maret 2012) disebutkan orang yang disembuhkan pertama kali adalah anak tetangga Ponari. Sedangkan berita “Heboh Ponari Dukun Cilik dari Jombang” (Sigi 30 Menit, SCTV, disiarkan 18 Februari 2009.http://www.youtube.com/watch?v=M_AUuG7M2Gk, diunduh: 16 Maret 2012) dan “Dukun Cilik” (Liputan 6, SCTV, disiarkan 5 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=8pNEgfsRP1k&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012) menyebutkan orang yang disembuhkan Ponari pertama kali adalah adik temannya yang sakit panas. “Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga” (Kompas, Kamis, 5 Februari 2009). “Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku Permanen” (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009). Pengobatan pasien dengan cara mencelupkan batu ke dalam gelas air minum serupa dengan yang disebut dalam “Ponari, Dukun Cilik dengan Ribuan Pasien” (Topik Siang, ANTV, diunggah 8 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=_n5RITiLyfo, diunduh: 16 Maret 2012) dan “Ribuan Warga Berobat ke Dukun Cilik” (Kabar Petang, TV One, diunggah: 10 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=vQ-FG2ufOQ0&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012). “Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku Permanen” (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009). Cara praktik Ponari dapat dilihat dalam foto 11 (lihat lampiran). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI b. 61 “Dukun Cilik” Ponari Kebanjiran Puluhan Ribu Pasien Enigma/teka-teki masih muncul ketika para pasien mendatangi praktik Ponari. Di sini pembaca/penonton berita dibuat bertanya-tanya apakah Ponari memang mampu menyembuhkan dan mengapa banyak orang datang berobat pada Ponari. Dengan menampilkan cerita kedatangan puluhan ribu pasien di lokasi praktik Ponari beserta kesaksian para pasien yang berobat, pembaca/penonton berita dibuat semakin penasaran tentang kemampuan si “dukun cilik”. Praktik pengobatan yang dikerjakan Ponari pada mulanya hanya diketahui oleh orang-orang di sekitar lingkungan Ponari. Namun, lama-kelamaan praktik pengobatan ini mampu mengundang puluhan ribu orang ke lokasi praktik Ponari di Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Setiap hari hampir 50.000 nomor antrian dikeluarkan pihak panitia. Dalam sehari Ponari hanya bisa mengobati 10.000 orang mulai pukul 07.00 hingga pukul 16.00113. Praktik Ponari buka setiap hari kecuali hari Jumat dan praktik ini melibatkan hampir 300 orang warga Desa Balongsari. Sejak kemampuan Ponari terdengar ke berbagai daerah, Desa Balongsari dipenuhi banyak pengunjung. Jalan-jalan menjadi macet, gang-gang kampung berubah menjadi lahan parkir. Rumah-rumah penduduk dipenuhi para calon pasien114. 113 114 “4 Tewas, Tempat Praktik Ditutup: ‟Dukun Cilik‟ Hebohkan Jombang” (Kedaulatan Rakyat, Rabu, 11 Februari 2009). Para pasien Ponari dapat dilihat dalam foto 9 dan foto 16 (lihat lampiran). “Kontroversi Pengobatan Ala Ponari”. Barometer, SCTV, disiarkan 26 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=yHGEGvASmcc, diunduh: 16 Maret 2012. Situasi desa Ponari dapat dilihat dalam foto 5 dan foto 7 (lihat lampiran). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62 Puluhan ribu pasien yang datang pada Ponari sering menjadi sorotan utama dalam pemberitaan media massa. Puluhan ribu pasien dari berbagai daerah dalam hitungan beberapa minggu telah memadati tempat praktik Ponari. Para pasien ingin Ponari menyembuhkan penyakit mereka, mulai dari penyakit ringan hingga penyakit berat, dan penyakit yang baru sebentar diderita hingga penyakit yang sudah diderita bertahun-tahun. Selama berobat pada Ponari, para pasien wajib mengantri dan menunggu giliran. Setelah berobat pada Ponari, banyak pasien yang mengaku sembuh, tetapi ada juga yang mengaku tidak mengalami kesembuhan. Pasien Ponari kebanyakan berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Berita berjudul “Banyak Sembuh, Tidak Sedikit Kecewa” 115 memberikan gambaran ada pasien yang mengaku sembuh dan pasien yang mengaku tidak ada perubahan setelah berobat pada Ponari. Dalam berita ini disebutkan seorang pasien bernama Haji Nawawi mengaku sembuh setelah tiga tahun menderita sakit linu tulang. Haji Nawawi sudah berobat ke dokter, tetapi tidak mengalami perubahan. Akhirnya Haji Nawawi memutuskan berobat pada Ponari dan penyakitnya langsung hilang. Berbeda dengan pengakuan Khomsatun, warga Jombang, yang mengalami ngilu persendian. Meskipun mengaku percaya Ponari memiliki kelebihan, Khomsatun tetap tidak sembuh setelah meminum air Ponari 116 . Berita ini menampilkan hasil 115 116 Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009. Dalam berita “Banyak Sembuh, Tidak Sedikit Kecewa” (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009) disebutkan juga beberapa pasien lain yang sembuh dan tidak sembuh. Pasien yang mengaku sembuh yaitu Sumardi (58) yang sakit stroke dan Musali (60) yang mengalami lumpuh total. Pasien tidak sembuh adalah Ismail Marzuki (55) yang menderita batuk menahun dan asam urat, serta dua orang yang mengalami gangguan jiwa, Luluk Jamilah (30) dan Sutomo (28). Ada pula beberapa pasien yang mengaku sembuh dan sempat diteliti dokter. Para pasien itu adalah Achmad Fatoni PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63 berobat pada Ponari melalui kesaksian dari dua pasien yang mengalami hasil berbeda. Pasien pertama mengalami kesembuhan, sedangkan pasien yang kedua tidak sembuh sama sekali. Dalam berita ini pasien tidak menanyakan bagaimana air Ponari bisa menyembuhkan mereka. Para pasien hanya berbekal rasa percaya saja bahwa air celupan batu itu bisa menyembuhkan mereka. Sama halnya dengan yang dialami Haji Nawawi, asal Jombang. Nawawi mengaku sembuh dari penyakit linu tulang yang sudah tiga tahun dideritanya. Selama tiga tahun itu, Nawawi sudah keluar masuk ruang dokter dan rumah sakit. Termasuk menjalani rontgen lima kali. Oleh dokter, Nawawi didiagnosis menderita penyakit pengeroposan tulang (osteoporosis). Namun, dari berbagai obat yang ditelannya, tetap saja tidak membuat Nawawi sembuh. Setelah mengonsumsi air yang dicelupi batu Ponari, dia mengaku penyakitnya langsung hilang. “Saya bisa main tenis sampai dua set. Sakit itu tidak pernah saya rasakan lagi,” ungkapnya. Nawawi bahkan membantah jika kesembuhannya hanya sugesti. Sebab selama berobat ke dokter dan rumah sakit, dia juga terus memiliki sugesti akan sembuh. Tetapi pada kenyataannya, dia tetap saja merasakan sakit. Begitu pula dengan Khomsatun, 52, warga Jombang, yang menderita ngilu persendian. “Saya percaya jika Ponari memiliki kelebihan. Tetapi setelah meminum air itu, penyakit saya tetap tidak sembuh,” ungkap Khomsatun117. Berita ini menyebutkan awalnya Haji Nawawi merupakan pasien yang mengandalkan sugesti ketika berobat di rumah sakit. Sugesti yang dipegang oleh Haji Nawawi ini merupakan pengaruh yang muncul dari dalam dirinya sendiri bahwa dia akan sembuh. Dengan mengandalkan sugesti ini tampaknya Haji Nawawi kurang percaya 117 yang mengaku sembuh dari sakit batu ginjal dan Siti Mariyam, pasien yang menderita gangguan jiwa (“Tim Dokter Teliti Pasien yang Mengaku Sembuh”, Jawa Pos, Minggu, 1 Maret 2009), Pasien lain yang mengaku mendapat kesembuhan dan lebih dari satu kali datang pada Ponari adalah Suwaji. Suwaji mengaku sudah lima kali datang pada Ponari dan keluarganya sembuh. Kemudian Suwaji datang lagi yang keenam kalinya meminta air pada Ponari untuk juragan Suwaji (“Fenomena Tabib Cilik: Mitos Kesaktian dan Kesembuhan Instan”, Kompas, Sabtu, 14 Februari 2009). Program Barometer SCTV juga menampilkan pernyataan seorang pasien bernama Yayuk yang mengaku sakit kanker. Yayuk sudah empat kali datang pada Ponari dan hampir sembuh dari kanker yang dideritanya (“Kontroversi Pengobatan Ala Ponari”. Barometer. Disiarkan 26 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=yHGEGvASmcc, diunduh: 16 Maret 2012). “Banyak Sembuh, Tidak Sedikit Kecewa”. Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64 pada pengobatan biomedis yang diterimanya dari rumah sakit. Setelah tidak kunjung sembuh selama berobat di rumah sakit, Haji Nawawi mulai tidak yakin pada sugesti yang ia miliki semula. Keyakinan untuk dapat sembuh cukup mempengaruhi Haji Nawawi selama berobat di rumah sakit walaupun pada akhirnya Haji Nawawi tidak memperoleh kesembuhan dari pengobatan rumah sakit. Dan setelah berobat pada Ponari Haji Nawawi langsung sembuh dan sempat membantah bahwa kesembuhannya itu hanya sugesti. Dari pernyataannya, Haji Nawawi meyakini Ponari memang punya kemampuan untuk mengobati orang sakit. Melalui pernyataan Haji Nawawi tersebut, berita ini ingin memberikan gambaran adanya benturan antara pengobatan biomedis dengan pengobatan tradisional. Pengobatan biomedis yang selama ini sangat dipercaya masyarakat dan sudah menggunakan peralatan modern ternyata tidak menjamin pasien bisa sembuh, sementara pengobatan tradisional seperti yang dikerjakan Ponari malah mendapat kepercayaan dari masyarakat karena pasien merasa langsung sembuh ketika berobat pada Ponari. Haji Nawawi maupun Khomsatun merupakan contoh pasien yang mencoba “khasiat” air celupan batu Ponari. Dengan menampilkan pernyataan dari Haji Nawawi dan Khomsatun, berita ini tampak ingin mengatakan bahwa dari praktik pengobatan oleh Ponari tidak semua pasien bisa mengalami kesembuhan. Tetap ada pasien yang tidak sembuh walaupun batu Ponari dikabarkan “sakti” dan mampu menyembuhkan berbagai penyakit. Dalam pernyataan Khomsatun, berita ini menunjukkan semula Khomsatun percaya saja bahwa Ponari memang punya kelebihan untuk menyembuhkan. Tidak PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 65 ada pasien yang sebelum berobat pada Ponari menanyakan apakah memang air celupan batu itu dapat mengobati mereka. Para pasien tampak langsung percaya pada “keajaiban” batu Ponari dan ikut mengantri berobat. Khomsatun juga ikut mengantri, mencoba minum air dari Ponari, tetapi pada akhirnya tetap tidak sembuh. Dalam berita ini tidak ditampilkan apakah Khomsatun mempertanyakan mengapa air dari Ponari tidak bisa menyembuhkannya meskipun ada pasien lain yang bisa sembuh. Dengan menampilkan pernyataan dari pasien yang sembuh dan pasien yang tidak sembuh, media massa memberikan gambaran bagaimana batu Ponari dikabarkan memiliki kemampuan mengobati, tetapi pada praktiknya tidak bisa mengobati semua orang yang telah meminum air celupan batu. Dalam berita-berita media massa juga bisa dilihat apakah setelah meminum air celupan batu Ponari para pasien pada akhirnya memikirkan ulang mengenai “kemampuan” batu Ponari, benarbenar bisa menyembuhkan atau tidak bisa. Banyak pasien Ponari yang datang dengan berbekal rasa percaya karena pengaruh cerita orang banyak tentang kemampuan Ponari dalam mengobati. Dalam berita “Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga”118 salah satu pasien Ponari, Sriyati, mengalami gangguan pada saraf mata kirinya selama bertahun-tahun. Sriyati datang pada Ponari karena mendapatkan cerita dari banyak orang bahwa Ponari bisa menyembuhkan penyakit apa saja. “Sudah bertahun-tahun saraf mata sebelah kiri saya tak berfungsi baik sehingga penglihatan pun terganggu,” tuturnya. 118 Kompas, Kamis, 5 Februari 2009. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66 Sejumlah metode pengobatan medis telah dicobanya, tetapi hasilnya nihil. “Makanya saya ke sini. Sebab menurut sejumlah orang Ponari bisa menyembuhkan penyakit apa saja,” tambah Sriyati119. Melalui pernyataan Sriyati berita ini memberikan gambaran Ponari telah menjadi harapan terakhir untuk mendapat kesembuhan. Dalam kasus pasien Sriyati berita ini menunjukkan setelah mencoba berbagai pengobatan medis dan tidak sembuh juga, akhirnya Ponari menjadi pilihan pengobatan bagi Sriyati. Pengobatan oleh Ponari terlihat menjadi pengobatan yang sangat penting bagi Sriyati sebab untuk bisa datang pada Ponari Sriyati harus mengikuti petunjuk sejumlah orang yang diyakini telah mencoba berobat pada Ponari. Dengan datang berobat pada Ponari, Sriyati tampaknya telah kecewa pada pengobatan medis yang ada karena tidak mampu menyembuhkan Sriyati dari penyakitnya. Sriyati secara tidak langsung telah meyakini Ponari mampu menyembuhkan penyakit apa saja, termasuk penyakit Sriyati, walaupun Sriyati baru pertama kali mencoba datang langsung untuk mendapat pengobatan dari Ponari. Hartini, seorang pasien yang sudah mencoba berobat pada Ponari, dalam tayangan Sigi 30 Menit mengungkapkan dia kurang percaya pada pengobatan Ponari. Hartini (pasien Ponari): Nggak ada perubahan. Saya tuh ya, maaf ya, perasaan saya tuh ngambang, nggak sreg, masa batu bisa menyembuhkan. (Tampilan visual: Hartini diwawancara dan mengungkapkan ketidakpercayaannya pada batu Ponari, kemudian dilanjutkan tampilan seorang pasien yang menggunakan air Ponari untuk membersihkan muka)120. 119 120 “Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga”. Kompas, Kamis, 5 Februari 2009. “Heboh Ponari Dukun Cilik dari Jombang”. Program Sigi 30 Menit, SCTV, disiarkan 18 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=M_AUuG7M2Gk, diunduh: 16 Maret 2012. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67 Melalui kasus pasien Hartini media massa mencoba menampilkan dalam praktik pengobatan Ponari ada juga pasien yang kurang percaya pada kemampuan batu Ponari. Sekilas dalam pernyataan Hartini sebelum mencoba berobat pada Ponari bisa saja Hartini kurang percaya pada cerita-cerita tentang “kesaktian” batu Ponari, sehingga setelah berobat Hartini merasa tidak percaya batu Ponari bisa menyembuhkan. Dalam pemberitaan media massa, penulis tidak menemukan pasien yang mempertanyakan kemampuan batu Ponari sebelum si calon pasien berobat pada Ponari. Pernyataan Hartini muncul setelah dia berobat pada Ponari. Meskipun dari pernyataan tersebut kemungkinan Hartini sudah tidak percaya pada awalnya, tetapi Hartini tidak mengungkapkannya sejak awal dan tetap saja ikut berobat pada Ponari. Hartini yang mungkin saja kurang percaya pada kemampuan batu Ponari akhirnya memutuskan berobat pada Ponari sebagai usaha memperoleh kesembuhan. Dalam pernyataan Sriyati tampak Sriyati juga percaya begitu saja dengan cerita orang banyak mengenai kemampuan batu Ponari. Di sini tampak bahwa cerita-cerita dari orang banyak cukup mempengaruhi Sriyati, sehingga menggerakkan Sriyati untuk datang berobat pada Ponari. Sriyati juga tidak mencari tahu apakah batu itu pernah gagal mengobati orang sakit. Pernyataan pasien yang mengaku kurang percaya pada batu Ponari hanya muncul dalam berita televisi dan pengakuan ketidakpercayaan itu hanya dinyatakan oleh seorang pasien, yaitu Hartini. Di dalam berita surat kabar tidak ada pernyataan dari pasien yang sudah berobat tetapi merasa tidak percaya pada batu Ponari. Kebanyakan yang ditampilkan dalam surat kabar adalah pernyataan dari pasien yang sembuh dan pasien yang tidak sembuh. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68 Media massa menampilkan pernyataan pasien yang mengungkapkan telah menderita suatu penyakit selama bertahun-tahun. Dalam pernyataan-pernyataan mereka hanya sedikit pasien yang mengatakan percaya pada kemampuan Ponari seperti pada kasus Sriyati, sedangkan pasien-pasien lainnya terkesan datang pada Ponari belum tentu karena meyakini kemampuan Ponari, melainkan karena ingin mencari pengobatan murah, memperoleh cara berobat yang mudah, dan mencari kesembuhan instan, terutama bagi pasien-pasien yang telah menderita sakit selama bertahun-tahun. Salah satu pasien bernama Muliana berusaha menemui Ponari setelah empat tahun mengalami penyakit asam urat. Pengusaha salon di Jombang yang sejak empat tahun lalu terkena asam urat itu menuturkan, ia telah tiga kali datang tapi selalu gagal menemui Ponari. Muliana berharap kesembuhan dari Ponari karena sudah bosan berobat ke dokter. “Sekali ke dokter spesialis habis Rp 100.000,00. Itu seperti duit terbuang karena saya tidak kunjung sembuh,” ujarnya121. Dengan menampilkan pernyataan Muliana, media massa menyampaikan kritik terhadap pengobatan biomedis yang dianggap berbiaya mahal dan belum tentu memberikan kesembuhan. Di sini media massa menyorot bahwa pasien dirugikan karena kesembuhan tidak mereka dapatkan, sementara biaya yang tinggi dianggap tidak sepadan dengan hasil pengobatan yang ingin dicapai. Selain itu, melalui pernyataan Muliana media massa menunjukkan pengobatan biomedis yang menggunakan peralatan modern tidak menjamin pasien bisa langsung mendapatkan kesembuhan. Dengan datang pada Ponari, Muliana menemukan jalan keluar bagi 121 “Fenomena Tabib Cilik: Mitos Kesaktian dan Kesembuhan Instan”. Kompas, Sabtu, 14 Februari 2009. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69 segala permasalahannya, yaitu biaya berobat murah, akses pengobatan yang mudah, dan memperoleh kesembuhan instan. Dalam berita “Fenomena Tabib Cilik: Mitos Kesaktian dan Kesembuhan Instan” Muliana disebutkan sebagai pasien yang mengalami permasalahan biaya, akses berobat, dan menginginkan kesembuhan instan. Namun, dalam berita itu tidak disebutkan apakah akhirnya Muliana bertemu dengan Ponari. Muliana menjadi gambaran pasien yang percaya Ponari memiliki kemampuan mengobati dan bisa memberi kesembuhan instan pada pasiennya. Selain permasalahan biaya pengobatan biomedis yang cukup mahal dan kesembuhan yang belum tentu diperoleh dari pengobatan biomedis, permasalahan cara mengakses pelayanan pengobatan medis juga disorot oleh media massa. Dalam permasalahan akses pelayanan pengobatan medis ini para pasien mengaku kesulitan dalam memanfaatkan fasilitas Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat)122. Purwanto (35), pegawai Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, yang ikut mengantre bersama kerabatnya, Sutar (48), mengatakan tidak tahu cara mengakses Jamkesmas. Calon pasien lain, Istiqomah (45), pedagang ikan laut di Pasar Batu, Kota Batu, mengaku enggan mengurus Jamkesmas karena terlalu berbelit. “Kalau sama Ponari, langsung datang, (bayar) seikhlasnya dan insya Allah sembuh. Saya ke dokter berkalikali dan sudah habis banyak uang, tetapi belum sembuh,” kata Istiqomah123. 122 123 Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) merupakan program dari pemerintah pusat yang diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT ASKES. Cara mendapatkan Jamkesmas adalah dengan meminta Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari RT dan RW setempat, kemudian membawa SKTM ke kelurahan dan kecamatan untuk dilegalisir. Surat yang telah dilegalisir dibawa ke Puskesmas dan pihak Puskesmas melakukan survei ke rumah pemohon Jamkesmas. Setelah itu, Puskesmas akan membuat surat rekomendasi kepada Dinas Kesehatan daerah masing-masing, kemudian Dinas Kesehatan akan menerbitkan kartu Jamkesmas. Cara mendapatkan kartu Jamkesmas diringkas dari http://diskesklungkung.net/?page_id=627 dan http://simpurbarong.wordpress.com/2011/11/15/cara-mengurus-jamkesmas/. Fenomena Tabib Cilik: Mitos Kesaktian dan Kesembuhan Instan. Kompas, Sabtu, 14 Februari 2009. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70 Dua pasien di atas, Purwanto dan Istiqomah, mengaku kesulitan mengakses pelayanan kesehatan biomedis karena ketidaktahuan cara dan keengganan mengurus Jamkesmas. Di dalam berita ini hanya diceritakan dari sudut pandang pasien yang merasa kesulitan mengakses Jamkesmas. Tidak disertakan informasi lebih lanjut mengenai sejauh mana Jamkesmas telah disosialisasikan kepada masyarakat supaya masyarakat mengenal program Jamkesmas dan mudah mengakses Jamkesmas. Selain itu, penulis berita juga tidak menggali lebih lanjut apakah ketidaktahuan cara dan keengganan mengurus Jamkesmas disebabkan karena pasien hanya mengurus Jamkesmas ketika mereka tiba-tiba sakit (Jamkesmas tidak diurus jauh hari untuk berjaga-jaga jika suatu saat si pemilik Jamkesmas jatuh sakit) atau karena Jamkesmas belum tersosialisasikan dengan baik di dalam masyarakat, atau karena adanya kerumitan prosedur untuk mendapatkan Jamkesmas. Media massa juga mengangkat persoalan calon pasien yang gagal bertemu Ponari. Ano Setiawan dan Suwaji merupakan dua orang calon pasien yang gagal menemui Ponari. Ano dan Suwaji mengaku sudah berhari-hari ada di lokasi praktik, tetapi belum juga mendapat air celupan batu Ponari. Hal itu diyakini Ano Setiawan (34) yang datang bersama istrinya dari Madiun untuk mencari kesembuhan bagi anak mereka. Lulusan SMA yang menjadi buruh dengan penghasilan Rp 25.000 per hari itu sudah di lokasi tersebut sejak Minggu, tetapi Ponari belum bisa ditemui. “Ya, saya ambil air dan tanahnya saja. Pokoknya saya yakin,” kata Ano sambil memotong daun pisang untuk membungkus tanah. Suwaji (49) dari Bojonegoro juga memutuskan membawa air dari sumur tetangga Ponari. “Saya sudah ke sini enam kali. Lima kali sebelumnya saya dapat air dari Ponari dan keluarga saya sembuh. Sekarang saya dimintai tolong juragan saya,” ujarnya124. 124 “Fenomena Tabib Cilik: Mitos Kesaktian dan Kesembuhan Instan”, Kompas, Sabtu, 14 Februari 2009. Selain tanah dan air dari sumur tetangga Ponari, ada beberapa benda lain yang diyakini masyarakat bisa mengobati sama seperti batu Ponari. Benda-benda itu adalah air got, gedek bambu, PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71 Dalam kutipan di atas tampak bahwa calon pasien yang tidak berhasil bertemu Ponari tetap saja berusaha mendapatkan sesuatu yang dianggap berkaitan dengan Ponari sebagai medium pengobatan. Ano dan Suwaji merupakan pasien yang sudah lama ikut mengantri di lokasi pengobatan dan tidak mendapatkan air celupan batu Ponari akhirnya memutuskan untuk mengambil tanah dan air dari sumur tetangga Ponari sebagai pengganti air celupan “batu ajaib”. Berita ini ingin menunjukkan bahwa pasien tampak meyakini benda apapun yang berhubungan dengan Ponari bisa menyembuhkan mereka dan benda-benda itu dianggap mempunyai khasiat setara dengan kemampuan “batu ajaib” milik Ponari. Berita ini menampilkan adanya pergeseran pandangan pasien, yaitu semula yang diyakini bisa menyembuhkan adalah batu milik Ponari. Kemudian masyarakat mempercayai bahwa kekuatan untuk mengobati itu ada di dalam diri Ponari, sehingga ketika masyarakat tidak berhasil mendapatkan air yang sudah dicelup batu Ponari mereka akan beralih pada bendabenda yang ada di sekitar lokasi praktik pengobatan Ponari dan meyakini bendabenda itu memiliki kekuatan untuk mengobati sama seperti batu milik Ponari. Di dalam berita ini tidak ada informasi lebih lanjut mengenai pengalaman Suwaji yang sudah pernah mendapat air celupan batu Ponari sebanyak lima kali. Berita ini tidak menyebutkan apakah Suwaji pernah mempertanyakan tentang kesembuhan sebanyak lima kali yang diperoleh keluarganya, apakah kesembuhan itu atau apa saja dari sekeliling rumah Ponari (“Messianisme: Membaca “Batu Geledek” Ponari”, Kompas, Minggu, 22 Februari 2009), air mandi Ponari (“Ngawur, Air Mandi Ponari Jadi Rebutan”, Jawa Pos, Kamis, 12 Februari 2009), dan air hujan dari talang rumah Ponari (“Ribuan Warga Datangi Lagi Praktik Ponari, Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72 memang karena khasiat air celupan batu Ponari atau ada faktor lain yang membuat keluarganya bisa sembuh. Jika pasien bisa sembuh dalam satu kali pengobatan dengan air Ponari, maka pasien akan lebih mudah percaya bahwa memang air celupan batu Ponari itulah yang memberi kesembuhan. Kasus pasien Suwaji ini juga menunjukkan bahwa berobat pada Ponari dapat dikatakan cukup praktis sebab Suwaji tidak perlu membawa pasien yang sakit ke lokasi praktik Ponari. Suwaji cukup datang pada Ponari dan memintakan air untuk juragannya. Selama praktik pengobatan dibuka, kebanyakan pasien yang ditampilkan di media massa adalah pasien yang bersikap pasif, dalam arti para pasien yang tidak pernah mempertanyakan apakah air celupan batu itu benar-benar berkhasiat atau tidak, serta mengenai pasien yang tidak mencari tahu apakah ada dampak lain dari air celupan batu Ponari. Media massa juga tidak mencari informasi apakah para pasien yang sembuh memang benar-benar sembuh karena air dari Ponari atau ada faktor lain yang menyembuhkan pasien. Para pasien digambarkan hanya mencari kesembuhan dengan mengantri dan setelah mendapat air celupan batu para pasien ini kembali ke daerahnya masing-masing. Dan ketika kebetulan mereka sembuh setelah minum air celupan batu ini, para pasien percaya begitu saja jika air celupan batu itu berkhasiat untuk mengobati. Setelah meminum air celupan batu dan sembuh satu kali, ada pasien yang kembali pada Ponari dan meminta air lagi untuk mengobati keluarganya (seperti pada kasus pasien Suwaji) atau untuk mengobati penyakit lainnya125. 125 Pasien bernama Satumi mengaku penyakit mag dan darah tingginya sembuh setelah berobat pada Ponari, sehingga Satumi datang lagi agar Ponari mengobati penyakit lainnya (“Messianisme: PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73 Dalam pemberitaan tentang pasien-pasien Ponari, media massa cenderung menampilkan para pasien dari kalangan menengah ke bawah yang bermasalah dengan biaya pelayanan medis yang mahal dan kesulitan mengakses pelayanan kesehatan. Tidak ada pernyataan dari orang kalangan menengah ke atas yang memberi kesaksian tentang pengalaman berobat pada Ponari. Hal ini sempat disebutkan sedikit pada berita “Fenomena Tabib Cilik: Mitos Kesaktian dan Kesembuhan Instan”126. Latar belakang pasien dan calon pasien Ponari tidak hanya kalangan masyarakat yang kurang mampu atau kesulitan menjangkau pelayanan kesehatan yang berkualitas. Dalam kutipan di atas penulis berita sempat menyinggung sedikit tentang siapa saja yang datang berobat pada Ponari, bukan hanya kalangan masyarakat yang kurang mampu atau kesulitan mengakses pelayanan kesehatan. Namun, pernyataan dari penulis berita ini hanya muncul sekali dan tidak ada keterangan tambahan lainnya. Penulis berita tidak memberikan contoh pasien dari kalangan mampu atau contoh pasien yang mudah mengakses pelayanan kesehatan, tetapi tetap berobat pada Ponari. Di sini tampaknya penulis berita hanya sebatas memberi sedikit informasi bahwa yang datang berobat pada Ponari berasal dari berbagai kalangan masyarakat. Dan pernyataan tersebut hanya muncul dalam berita ini. Tidak ada media massa lain yang menyebut siapa saja yang datang berobat pada Ponari. Yang disebut dalam media 126 Membaca “Batu Geledek” Ponari”, Kompas, Minggu, 22 Februari 2009). Musali dan Sumardi juga datang pada Ponari lebih dari satu kali. Musali mengaku sudah lima tahun lumpuh total, setelah meminum air dari Ponari dia bisa berjalan kembali dan sekarang Musali mengantri sendiri untuk mendapatkan pengobatan kedua. Seorang pasien lainnya, Sumardi, menderita stroke. Setelah mendapat air dari Ponari Sumardi mengatakan bahwa dia kuat berjalan kembali, bahkan Sumardi datang lagi pada Ponari dengan membawa sanak keluarga yang menderita sakit (“Banyak Sembuh, Tidak Sedikit Kecewa”, Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009). Kompas, Sabtu, 14 Februari 2009. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74 massa lainnya kebanyakan adalah pasien dari kalangan menengah ke bawah dengan permasalahan biaya dan akses mendapat pelayanan medis. Pernyataan dalam kutipan di atas menjadi sangat bertolak belakang dengan apa yang sudah ditampilkan dalam media massa selama ini, yaitu cenderung memberitakan masyarakat dari kalangan menengah ke bawah yang berobat pada Ponari, sehingga pengobatan oleh Ponari terkesan hanya untuk masyarakat kalangan menengah ke bawah dan pasien yang kesulitan mengakses pelayanan kesehatan biomedis. Dengan adanya pernyataan tersebut media massa menjadi kurang imbang dalam memberikan informasi pada masyarakat, terutama tentang siapa saja yang berobat pada Ponari. Kondisi pasienpasien Ponari lebih banyak diberitakan dalam Kompas dan Jawa Pos, serta Sigi 30 Menit (SCTV), Liputan 6 (SCTV), Barometer (SCTV), Topik Siang (ANTV). c. Reaksi Publik atas Praktik Pengobatan Si “Dukun Cilik” Setelah ada banyak pertanyaan mengenai Ponari dan praktik pengobatannya, pasien-pasien Ponari dan persoalan kesembuhan dari “batu ajaib”, pembaca/penonton berita dibuat menjadi penasaran tentang akhir dari perjalanan si “dukun cilik”. Namun, untuk menuju akhir cerita itu penonton/pembaca dibuat semakin bertanyatanya dan menduga-duga akhir cerita Ponari. Ketika sudah banyak teka-teki yang datang, tetapi solusi belum juga muncul, maka pembaca/penonton berita berada dalam situasi delay. Dalam situasi delay ini media massa menghadirkan cerita kematian pasien Ponari serta banyaknya pihak yang turut campur dan berusaha memberikan jalan keluar bagi praktik pengobatan tersebut. Namun, cerita Ponari PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75 tidak berakhir begitu saja. Meskipun sudah ada korban meninggal dan banyak pihak yang menginginkan praktik dihentikan, di sisi lain praktik Ponari tetap berlangsung. Dalam tahap delay ini solusi cerita Ponari ditunda dengan adanya kehadiran cerita tentang Ponari yang diperlakukan istimewa oleh pihak sekolah, adanya prosedur baru dalam praktik Ponari, pro dan kontra antara pihak-pihak yang ingin praktik dihentikan atau praktik tetap dilanjutkan. Di dalam tahap delay ini akhir cerita Ponari tidak mudah ditebak, bahkan menimbulkan berbagai dugaan tentang bagaimana kisah si “dukun cilik” ini berakhir. Dari puluhan ribuan pasien Ponari, ada pasien yang mengaku sembuh, ada juga yang mengungkapkan tidak sembuh walaupun sudah minum air dari Ponari. Ada pasien yang sangat meyakini kemampuan Ponari, tetapi ada juga yang meragukan kemampuan Ponari. Selama praktik berlangsung, ada empat orang yang meninggal akibat terinjak-injak, yaitu Marwi (penjual kacang yang sedang menggelar dagangannya, warga Desa Ngronggot, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang), Nurul (warga Jombang), Rumiyati (warga Purwoasri, Kediri), dan Mukhtasor (warga Kanigoro, Blitar) 127 . Dalam Jawa Pos terdapat perbedaan tanggal kejadian antara yang disebutkan dalam artikel berita dengan yang disebutkan dalam tabel kronologi 127 “4 Tewas, Tempat Praktik Ditutup: ‟Dukun Cilik‟ Hebohkan Jombang” (Kedaulatan Rakyat, Rabu, 11 Februari 2009). Pemberitaan tentang korban meninggal ini mempunyai perbedaan di dalam media massa lainnya. Dalam berita “Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga” (Kompas, Kamis, 5 Februari 2009) hanya menyebut jumlah korban meninggal dua orang, yaitu Rumiyadi (58), warga asal Desa Sumberejo, Kecamatan Purwoasri, Kediri, dan Nurul Miftadi (44), asal Dusun Kedung Timongo, Desa Megaluh. Menurut polisi dua orang tersebut meninggal karena penyakit mereka sendiri. Namun, kemudian penulis berita mengungkapkan menurut fakta kedua orang ini meninggal karena ikut berdesak-desakan di dusun Ponari. Setelah ada dua orang meninggal, praktik pengobatan sempat ditutup pada tanggal 1-2 Februari. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76 pengobatan Ponari. Berita dan tabel kronologi tersebut terbit pada tanggal yang sama, yaitu 11 Februari 2009. Dalam artikel berita “Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku Permanen” 128 dituliskan korban meninggal bernama Rumiadi (asal Kediri) dan Nurul Miftadi (asal Jombang) meninggal pada 2 Februari. Dua korban lainnya bernama Muchtasor (warga Blitar) dan Marwi (warga Jombang) meninggal sesudah dua korban sebelumnya, yaitu pada 9 Februari. Pada tabel kronologi disebutkan korban Rumiadi meninggal saat antri pada 31 Januari dan Nurul Miftadi meninggal pada 1 Februari. Keempat korban tersebut meninggal saat antri menunggu pengobatan129. Penyebab kematian keempat korban yang meninggal tersebut berbeda dengan yang disebutkan dalam tayangan Silet 130 . Dalam tayangan ini ditampilkan wawancara dengan Nila Retno (Lurah Balongsari) yang menyatakan bahwa korban (tanpa menyebut nama korban yang mana yang dimaksud) meninggal bukan di lokasi. Nila menyebutkan korban adalah orang yang sedang berjualan dan jaraknya jauh dari lokasi, kemudian kelelahan dan meninggal. Pernyataan Nila didukung oleh pernyataan AKP Sutikno (Kapolsek Balongsari) yang mengatakan korban adalah warga Blitar, meninggal bukan karena antrian, melainkan karena kelelahan131. Jarak tempat korban meninggal cukup jauh dari lokasi, yaitu 300 meter. 128 129 130 131 Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009. Artikel dan tabel kronologi merupakan satu rangkaian berita dalam Jawa Pos edisi ini. Dalam “Kapolres Baru Stop Ponari. Keluarga Ingin Hidup Tenang” (Jawa Pos, Kamis, 26 Februari 2009) disebutkan ada lima korban meninggal. Pada tanggal 21 Februari seorang bocah berusia 3,5 tahun meninggal di rumah sakit setelah minum air dari Ponari. “Dukun Cilik Ponari”. Silet, RCTI, diunggah: 24 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=2sWdE-Xi_V4, diunduh: 16 Maret 2012. Berbeda dengan yang disebutkan dalam “Ribuan Warga Berobat ke Dukun Cilik” (Kabar Petang, TV One, diunggah pada 10 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=vQ- PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77 Karena lelah melayani ribuan pasien, Ponari jatuh sakit pada 10 Februari 132. Ponari dibawa ke klinik Bhayangkara Jombang. Setelah dirawat sekitar satu setengah jam, Ponari diperbolehkan pulang 133 . Selama masih sakit, Ponari tidak melakukan praktik pengobatan. Tanggal 14 Februari 2009 praktik kembali dibuka dengan maksud mengurangi jumlah warga yang masih mengantri, tetapi justru pengunjung bertambah banyak134. Setelah praktik dibuka lagi, muncul peraturan baru dari panitia, yaitu pengunjung dibatasi hingga lima ribu orang dalam satu hari. Harga kupon antrian pun naik, dari Rp 2.000,00 menjadi Rp 5.000,00. Di tangan calo kupon bisa berharga Rp 20.000,00 dan kupon antrian tersebut dijual di balai Desa Balongsari135. Tindakan tegas pun dilakukan Kapolres Jombang, AKBP Tomsi Tohir, untuk mengatasi calon pasien yang terus berdatangan, dan pada 25 Februari 136 praktik Ponari dinyatakan ditutup. Namun, pada 15 Maret 137 praktik Ponari dibuka lagi karena banyak orang datang pada Ponari. Praktik kali ini khusus dibuka pukul 07.00- 132 133 134 135 136 137 FG2ufOQ0&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012). Dalam berita ini dikatakan oleh reporter bahwa keempat korban meninggal saat mengantri. Ponari jatuh sakit pada 10 Februari disebutkan dalam “Pengobatan oleh Ponari. Aktivitas Pengobatan Dihentikan” (Kompas, Rabu, 11 Februari 2009). Berbeda dengan yang diinformasikan dalam “Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku Permanen” (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009) yang menuliskan Ponari sakit pada 9 Februari. Praktik pengobatan ditutup pada saat Ponari sakit. Informasi yang sedikit berbeda disebutkan dalam “Heboh Ponari Dukun Cilik dari Jombang” (Sigi 30 Menit, SCTV. http://www.youtube.com/watch?v=TYa-eo4d4w&feature=relmfu, diunduh: 16 Maret 2012) dan “Kontroversi Pengobatan Ala Ponari” (Barometer, SCTV, disiarkan 26 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=yHGEGvASmcc, diunduh: 16 Maret 2012) yang menyebutkan bahwa praktik Ponari ditutup pada 11 Februari. “Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku Permanen” (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009). “Ribuan Warga Datangi Lagi Praktik Ponari”.Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009. “MUI Desak Tutup Praktik Ponari” (Jawa Pos, Kamis, 19 Februari 2009). “Kapolres Baru Stop Ponari” (Jawa Pos, Kamis, 26 Februari 2009) dan “Pengunjung Merosot, Ponari Ogah-ogahan” (Jawa Pos, Senin, 16 Maret 2009). “Pengunjung Merosot, Ponari Ogah-ogahan” (Jawa Pos, Senin, 16 Maret 2009). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78 11.00, kemudian lanjut pukul 14.00-16.00. Jadwal praktik selanjutnya menyesuaikan jadwal sekolah Ponari, yaitu Senin-Kamis buka pukul 14.00-16.00, Sabtu pukul 14.00-16.00, Minggu pukul 07.00-12.00, lanjut pukul 14.00-16.00. Hari Jumat Ponari tidak buka praktik138. Selama membuka praktik, Ponari tidak masuk sekolah sejak 19 Januari 139 . Tanggal 19 Februari Ponari masuk sekolah pertama kalinya sejak menjadi “dukun cilik”140. Perlakuan yang dia terima sangat istimewa. Ponari yang biasanya berangkat sekolah naik sepeda atau berjalan kaki, kali ini dijemput di rumahnya dengan mobil Isuzu Panther hitam oleh pihak sekolah. Bahkan untuk berjalan ke mobil Ponari digendong Miharso, kepala sekolah SDN Balongsari I. Ponari dikawal panitia pengobatan dan polisi. Perlakuan khusus diberikan agar Ponari tidak takut pergi ke sekolah. Mukaromah ikut menemani anaknya ke sekolah. Polisi berjaga-jaga di depan gerbang sekolah dan di depan kelas Ponari141. Ketenaran Ponari tidak hanya membuat 138 139 140 141 “Tabungan Ponari Rp 2 Miliar” (Jawa Pos, Senin, 11 Mei 2009). “Ngawur, Air Mandi Ponari Jadi Rebutan” (Jawa Pos, Kamis, 12 Februari 2009). Situasi kelas ketika Ponari tidak masuk sekolah dapat dilihat dalam foto 15 (lihat lampiran). “Ponari Sekolah”. Program Metro Siang, Metro TV, disiarkan 19 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=tTaFfHoNBfQ&feature=endscreen&NR=1, diunduh: 16 Maret 2012. Meskipun sudah masuk sekolah, para pasien tetap menyerbu rumah Ponari (“Dukun Ponari”. Metro TV, diunggah oleh Metro pada 20 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=_FGQgup12ro, diunduh: 16 Maret 2012). “Ponari Masuk Sekolah, Kasek Menggendong” (Jawa Pos, Sabtu, 21 Februari 2009). Selama membuka praktik pengobatan Ponari tidak pernah masuk sekolah. Kepala sekolahnya, Miharso, sempat kesulitan memantau kegiatan belajar Ponari karena banyaknya pasien di lokasi pengobatan (“Ponari Masih Didatangi Calon Pasien”. Kompas, Senin, 16 Februari 2009). Sekolah Ponari dalam foto 8 (lihat lampiran). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 79 orang tertarik berobat padanya. Ponari sempat menjadi bintang tamu talk show Bukan Empat Mata142 dan menarik perhatian orang untuk membuat buku tentang Ponari143. Semenjak menjalankan praktik pengobatan Ponari mengalami perubahan sikap. Ketika masuk sekolah pertama kali setelah lama membolos, Ponari lebih senang bermain telepon genggam ketika berada di dalam kelas 144 . Ponari yang semula pendiam menjadi anak yang tidak peka pada etika145. Ponari cenderung tidak peduli, manja, dan seenaknya sendiri. Bahkan ketika Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, mengantarkan dan menghibur Ponari serta teman-temannya di SDN Balongsari I, Ponari terlihat tidak menggubris kehadiran Seto146. Setelah Ponari jatuh sakit, berbagai pihak mulai tampak memberikan tanggapan mereka mengenai praktik pengobatan Ponari147. Tanggal 25 Februari Sekjen Komisi Nasional Perlindungan Anak, Aris Merdeka Sirait, mengungkapkan praktik harus 142 143 144 145 146 147 “Temui Tukul, Ponari dan Keluarga ke Jakarta” (Jawa Pos, Rabu, 4 Maret 2009) dan “Dukun Ndeso Jadi Tamu Wong Katrok” (Jawa Pos, Kamis, 5 Maret 2009). Ponari saat talkshow Bukan Empat Mata dapat dilihat dalam foto 18 (lihat lampiran). Buku tentang Ponari yang diterbitkan oleh Bintang Usaha Jaya Surabaya beredar di Tuban. Seorang pedagang bernama Mukhlis menjual buku Ponari seharga Rp 5.000,00-Rp 7.000,00 per eksemplar. Buku setebal 63 halaman yang terdiri dari 12 bab ini laris dibeli orang (“Buku Ponari Laku Keras”, Tempo. Diunggah: Rabu, 18 Februari 2009, 07:08 WIB. http://www.tempo.co/read/news/2009/02/18/058160629/Buku-Ponari-Laku-Keras, diunduh: 24 Juni 2012). Dalam tayangan Liputan 6 reporter yang turun langsung ke lokasi praktik juga menjumpai seorang pedagang buku Ponari. Buku tersebut dijual dengan harga Rp 5.000,00 (“Fenomena Ponari”. Liputan 6, SCTV, disiarkan 20 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=x5w6JIkp5n8&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012). Buku Ponari foto 6 (lihat lampiran). “Ponari Masuk Sekolah, Kasek Menggendong” (Jawa Pos, Sabtu, 21 Februari 2009). Ponari bermain telepon genggam ada dalam foto 12 dan foto 13 (lihat lampiran). “Komnas Anak: Praktik Ponari Harus Dihentikan” (Kompas, Kamis, 26 Februari 2009). “Semau Gue, Jiwa Ponari Terganggu” (Jawa Pos, Sabtu, 28 Februari 2009). Ponari masuk sekolah kembali diantar Seto Mulyadi dapat dilihat dalam foto 14 (lihat lampiran). Seorang psikolog yang buka praktik di Jombang, Hari Catur Wijayanti, memberikan tanggapan sebelum Ponari jatuh sakit. Komentar tersebut lebih tentang penyebab kedatangan orang-orang ke tempat praktik Ponari. Orang-orang tersebut datang karena keingintahuan saja (“Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga”. Kompas, Kamis, 5 Februari 2009). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80 dihentikan karena telah terjadi eksploitasi terhadap Ponari148. Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, juga mengatakan Ponari telah dieksploitasi selama praktik tersebut149. Komisi Nasional Perlindungan Anak muncul setelah mengetahui Ponari telah menjadi korban eksploitasi dalam praktik pengobatan. Media massa kembali mengingatkan masyarakat bahwa Ponari mempunyai hak-hak sebagai anak yang seharusnya dipenuhi oleh lingkungan sekitar Ponari. Hal tersebut disampaikan media massa dengan menampilkan tanggapan dari Aris Merdeka Sirait, Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak, dalam berita “Komnas Anak: Praktik Ponari Harus Dihentikan”150. “Komnas Perlindungan Anak menyatakan, praktik pengobatan Ponari harus distop. Ponari sebagai anak telah terlanggar hak-haknya,” katanya. Aris menambahkan, praktik eksploitasi terlihat jelas antara lain pada sikap Ponari yang acuh saat melakukan pengobatan. “Ponari lebih sering asyik bermain dengan telepon genggam di tangan kirinya, sementara batu bertuah yang digenggam tangan kanannya digerakkan oleh panitia yang bertugas mencelupkannya ke dalam air yang dibawa pasien”, ujar Aris memberi contoh. Berita ini hendak menyuarakan hak-hak Ponari sebagai anak, seperti hak untuk bermain, belajar, dan beristirahat. Di sini media mencoba mengingatkan masyarakat agar mendukung hak-hak Ponari. Berita ini mengungkapkan bahwa praktik Ponari harus dihentikan dan memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Praktik Ponari memang sudah disepakati untuk dihentikan oleh pihak keluarga. Namun, dalam berita ini tampak belum ada ketegasan tindakan dari pihak kepolisian untuk membantu penutupan praktik ini. Berita ini juga menunjukkan adanya paksaan terhadap Ponari 148 149 150 “Komnas Anak: Praktik Ponari Harus Dihentikan” (Kompas, Kamis, 26 Februari 2009). “Kumpulkan Rp 1 M, Dukun Cilik Ponari Jadi Rebutan” (Jawa Pos, Selasa, 17 Februari 2009). Kompas, Kamis, 26 Februari 2009. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 81 dalam melakukan pengobatan. Hal ini ditunjukkan dalam pernyataan Aris Merdeka Sirait yang mengatakan bahwa tangan Ponari sengaja digerakkan oleh panitia untuk mencelupkan batu padahal Ponari sendiri terlihat enggan mengobati orang. Bukan hanya hak-hak Ponari yang disuarakan oleh media massa. Berita Jawa Pos menampilkan respon yang cukup bertolak belakang dari Seto Mulyadi, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak. Di tengah keprihatinan Seto terhadap Ponari yang sudah dieksploitasi oleh keluarganya sendiri, Seto justru mengusulkan pembangunan tandon air untuk menampung air celupan batu Ponari. Selain itu, Seto juga berpendapat Ponari perlu membatasi jam praktiknya. Pencipta karakter Si Komo itu mengusulkan semacam tandon air, yang dilengkapi instalasi untuk mengalirkan air ke beberapa tempat di area lokasi praktik. Instalasi itu dihubungkan dengan pipa paralon dan dikucurkan dengan kran. Setiap hari tandon itu diisi air. Kemudian, Ponari mencelupkan batu miliknya ke dalam air tandon. Dengan demikian, pengunjung dapat leluasa mengambil air dari tandon melalui kran-kran yang ada. Selain mengusulkan dibangunnya instalasi “air sakti” model PDAM itu, Kak Seto usul agar waktu pengobatan dibatasi. Yakni, Ponari hanya mengobati pada pukul 15.00 hingga pukul 17.00. Dia pun bisa sekolah dan bermain pada siangnya151. Penulis berita ini mengungkapkan solusi dari Seto ini justru memelihara sikap tidak rasional warga yang datang pada Ponari. Apa yang diusulkan oleh Seto akan membuat semakin banyak orang yang datang berobat pada Ponari dan memelihara keyakinan mereka bahwa memang batu milik Ponari mampu memberi kesembuhan, 151 Jawa Pos, Selasa, 17 Februari 2009. “Kumpulkan Rp 1 M, Dukun Cilik Ponari Jadi Rebutan”. Berita “Semau Gue, Jiwa Ponari Terganggu” (Jawa Pos, Sabtu, 26 Februari 2009) menunjukkan bahwa Ponari mengalami kelelahan akibat mengobati banyak pasien. Dalam berita ini Seto Mulyadi mengunjungi Ponari untuk mengetahui perkembangan psikologis Ponari dan berharap Ponari mendapatkan kembali hak-haknya sebagai anak. Hak-hak Ponari juga disampaikan oleh tayangan Silet melalui wawancara dengan Seto Mulyadi yang mengungkapkan praktik Ponari seharusnya dihentikan agar Ponari bisa kembali bersekolah (“Dukun Cilik Ponari”. Program Silet, RCTI, diunggah: 24 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=2sWdE-Xi_V4, diunduh: 16 Maret 2012). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82 meskipun ketika usul ini diberikan Seto pengobatan Ponari belum bisa dibuktikan kebenarannya. Apa yang diusulkan Seto mungkin akan meringankan kerja Ponari dalam mengobati orang, tetapi usul seperti ini juga akan membuat orang semakin menganggap wajar pengobatan Ponari dan tetap mendatangi Ponari jika mereka sakit. Usulan Seto sebenarnya bisa jadi bertolak belakang apa yang sebenarnya sudah dipertimbangkan oleh keluarga Ponari selama ini, yaitu keinginan menutup praktik pengobatan. Jika tandon-tandon air tadi memang akan dibangun, maka praktik pengobatan tidak akan berhenti. Apalagi ditambah usulan soal jam praktik yang bisa saja tetap membuat Ponari kelelahan sebab walaupun jam praktik dibatasi para pasien pasti tidak akan berhenti datang dan mengantri. Apa yang telah diusulkan oleh Seto ternyata juga disetujui oleh Suyanto, Bupati Jombang. Tanpa berpikir panjang Suyanto langsung saja menerima usul Seto. Padahal pada beberapa berita sebelumnya, Suyanto sebagai Bupati Jombang telah bersedia mendukung penutupan praktik Ponari secara permanen. Informasi mengenai usulan tandon air dari Seto hanya muncul pada berita ini. Kelanjutan dari usulan soal tandon air ini tidak diulas lebih dalam lagi pada berita-berita Ponari lainnya. Senada dengan yang sudah disampaikan Komisi Nasional Perlindungan Anak, Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur juga mengungkapkan bahwa Ponari harus mendapatkan hak-haknya sebagai anak. Berita “Ribuan Warga Datangi Lagi Praktik Ponari” 152 menyebutkan Ponari seharusnya mendapatkan haknya untuk sekolah, bermain, dan beristirahat. Tanggapan dari Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur 152 Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83 hanya disebutkan dalam berita ini. Hak-hak Ponari sebagai anak lebih banyak dibicarakan dalam surat kabar Jawa Pos, Kompas dan tayangan Silet. Selain Komisi Nasional Perlindungan Anak, ada tanggapan dari Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang prihatin atas peristiwa pengobatan Ponari 153 . Dalam Kedaulatan Rakyat tanggapan atas pengobatan Ponari juga disampaikan melalui komentar dari ketua PP Muhammadiyah, Dr. Haedar Nashir, yang menyebutkan bahwa praktik pengobatan Ponari merupakan komodifikasi praktik pengobatan di luar logika kesehatan. Fenomena Ponari yang kemudian juga diikuti kisah serupa tidaklah sekadar soal pengobatan dalam dimensi lain. Tetapi Ponari dan juga yang lain merupakan fenomena komodifikasi praktik-praktik pengobatan di luar logika kesehatan154. Berita ini merepresentasikan fenomena Ponari sebagai persoalan penting yang menjadi tantangan Muhammadiyah dalam membangun visi dan karakter bangsa, sesuai dengan tema sidang Tanwir Muhammadiyah yang diselenggarakan pada Maret 2009. Berita ini mengungkapkan Muhammadiyah menemukan banyak persoalan yang muncul di dalam bangsa Indonesia, termasuk peristiwa pengobatan oleh Ponari. Peristiwa pengobatan yang dikerjakan Ponari dilihat Muhammadiyah sebagai komodifikasi praktik pengobatan di luar logika kesehatan. Namun, dalam berita ini tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai anggapan ini. Menurut penulis, praktik pengobatan oleh Ponari memang telah menjadi tempat banyak pihak mencari keuntungan. Berita ini tampaknya hanya menunjukkan bahwa fenomena Ponari 153 154 “Ngawur, Air Mandi Ponari Jadi Rebutan” (Jawa Pos, Kamis, 12 Februari 2009). Kedaulatan Rakyat, Selasa, 3 Maret 2009. “Tanwir Tak Agendakan Soal Capres. Fenomena Ponari: Tantangan Dakwah Muhammadiyah”. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84 mendapat tanggapan keprihatinan dari Muhammadiyah karena praktik pengobatan ini merupakan praktik yang dikerjakan dengan cara di luar logika kesehatan. Selain itu, praktik pengobatan ini sudah menjadi komodifikasi atau tempat banyak pihak mencari keuntungan dengan menonjolkan mitos kesaktian dan kesembuhan instan untuk menarik perhatian banyak orang. Bisa jadi pengobatan ini disebut sebagai pengobatan di luar logika kesehatan karena pada masa sekarang pengobatan biomedis sudah berkembang atau karena pengobatan ini bermedium batu dan tidak bisa dijelaskan bagaimana batu tersebut bisa mengobati pasien. Berita ini tidak memberi informasi lanjut apakah pengobatan Ponari melanggar ajaran agama, terutama yang berkaitan dengan memposisikan seseorang sebagai penyelamat atau pemberi solusi atas semua masalah, termasuk masalah kesehatan. Tanggapan media massa dilihat dari sudut pandang organisasi keagamaan ditampilkan Jawa Pos melalui komentar pengurus wilayah NU dan Muhammadiyah. Wakil Katib Syuriah PW NU Jawa Timur, KH Abdurrahman Nafis menilai, peristiwa di Jombang itu membuktikan bahwa masyarakat masih lemah moral dan ekonomi. Masyarakat diminta tidak lantas percaya sampai menimbulkan syirik. “Mungkin saja Ponari itu diberi kelebihan. Tapi jangan sampai hal ini menimbulkan kesyirikan. Misalkan benar, dia hanya sebagai perantara dan kesembuhan hanya dari Allah semata,” ujar Nafis. Hal yang sama juga dikatakan Ketua PW Muhammadiyah Jawa Timur, H. Syafiq A. Mughni. Masyarakat harus kritis dan jangan mudah percaya dengan kabar atau isu. “Saya tidak tahu apakah bisa dibuktikan kemujarabannya. Sebab, sering itu hanya disampaikan dari mulut ke mulut sehingga selalu ada bias dari kenyataan yang sebenarnya,” tuturnya155. 155 Jawa Pos, Kamis, 12 Februari 2009. “Ngawur, Air Mandi Ponari Jadi Rebutan”. Ketidaktegasan Pemkab Jombang juga dikritik oleh media massa melalui respon kekecewaan Pengurus Cabang NU Jombang yang menilai Pemkab Jombang tidak memberikan penanganan memadai terhadap praktik Ponari (“Dipaksa Praktik, Ponari Terancam Drop Out Sekolah”. Jawa Pos, Rabu, 18 Februari 2009). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85 Kekhawatiran pihak NU dan Muhammadiyah ini menunjukkan masih adanya perhatian kelompok-kelompok berbasis agama atas apa yang terjadi pada masyarakat setelah pengobatan Ponari muncul. Kelompok-kelompok berbasis agama ini mengkhawatirkan jika masyarakat terlalu menaruh harapan dan kepercayaan mereka pada sesuatu yang berada di luar kehendak Tuhan. Bisa jadi kemampuan Ponari memang datang dari Tuhan, namun akan menjadi suatu kekeliruan jika kemudian orang-orang yang datang berobat jadi lebih mempercayai Ponari ketimbang Tuhan yang mereka yakini. Pengobatan yang dilakukan Ponari ini juga dinilai belum bisa dibuktikan kebenarannya dan apakah memang kemampuan Ponari itu datangnya dari Tuhan atau hanya isu saja. Pihak Muhammadiyah juga meminta masyarakat untuk memikirkan kembali jika ternyata ada pihak-pihak yang hanya mencari keuntungan dari peristiwa Ponari ini dan membuat masyarakat menjadi benar-benar meyakini Ponari meskipun belum bisa dibuktikan kebenaran praktik pengobatan ini. MUI (Majelis Ulama Indonesia) mendesak agar praktik Ponari ditutup 156 . Penutupan praktik ini dibahas dalam rapat Muspida yang dihadiri keluarga Ponari, guru-guru Ponari, aparat Desa Balongsari, Kapolres Jombang AKBP M. Khosim, dan Bupati Jombang, Suyanto157. Persoalan eksploitasi anak, menjauhnya masyarakat dari ajaran agama, dan kerugian berupa adanya korban jiwa akibat praktik Ponari diangkat Jawa Pos dalam berita “MUI Desak Tutup Praktik Ponari”158. Dalam berita ini MUI 156 157 158 “MUI Desak Tutup Praktik Ponari” (Jawa Pos, Kamis, 19 Februari 2009). “Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku Permanen” (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009). Jawa Pos, Kamis, 19 Februari 2009. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86 (Majelis Ulama Indonesia), yang diwakili Ketua Umum MUI Jatim, Abdusshomad Buchori, merekomendasikan agar pemerintah segera menghentikan praktik Ponari. Ada beberapa pertimbangan mendasar yang membuat MUI Jatim mengeluarkan rekomendasi tersebut. Pertama, praktik sarat kontroversi itu terbukti membawa banyak permasalahan pelik. Salah satunya, praktik tersebut telah memakan korban jiwa. Tidak hanya itu, “pengobatan” tersebut juga telah menimbulkan aksi kriminal dari para “pasien”. Contohnya, saat ayah Ponari dianiaya gara-gara berusaha menghentikan praktik itu. Pertimbangan kedua, MUI menilai praktik pengobatan itu dianggap telah mengeksploitasi anak. Belum lagi, praktik tersebut sedikit banyak telah mengubah pola pikir masyarakat. Sampai-sampai mereka melakukan hal-hal di luar norma. “Bisa dilihat, ada yang sampai minum air comberan di sekitar rumah Ponari,” tegasnya. Meskipun berita ini menyebutkan soal kekhawatiran MUI tentang masyarakat yang akan menjauhi ajaran agama setelah percaya pada pengobatan Ponari, tidak ada tindakan tegas yang akan diambil MUI. Padahal ada pasien Ponari yang mempercayai bahwa Ponari memang dikirim Tuhan untuk menyembuhkan para pasien159. Di sini MUI hanya mengandalkan peran pemerintah untuk menghentikan praktik Ponari. Dalam berita televisi hanya ada satu komentar dari ahli agama yang penulis temukan. Tayangan Silet menampilkan komentar dari Ustad Yusuf Mansyur untuk memberikan pandangan dari sisi agama agar masyarakat berhati-hati dalam menanggapi pengobatan Ponari. Ust. Yusuf Mansyur (Ulama): Karunia Allah, bisa aja. Karunia Allah bisa aja, bisa pucuk jambu juga, batang yang udah mati bisa jadi obat. Bisa itu. Saya bilang perlakuan, perlakuan kita ini akan membuat itu beda. Maaf ya, tulisan asmaul husna, tulisan ayat Kursi, itu bisa syirik bisa nggak. Kalau itu ditaruh di rumah kita, di ruang tamu untuk menunjukkan bahwa yang punya rumah ini Muslim, dan supaya ada keberkahan ditaruh di hiasan-hiasan yang memang ya firman Allah, itu belum syirik. Tapi kalau sudah ditempel ayat Kursi supaya maling kagak masuk, supaya maling 159 Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009 berjudul “Banyak Sembuh, Tidak Sedikit Kecewa” menginformasikan adanya seorang pasien Ponari, bernama Sumardi, yang memang meyakini bahwa kekuatan Ponari datang dari Tuhan. Setelah mengalami perubahan kondisi kesehatan menjadi lebih baik, Sumardi mengajak sanak keluarga yang sakit untuk berobat pada Ponari juga. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87 kalau masuk nggak bisa keluar. Nah, jatuhnya malah syirik, bendanya kan ayat Kursi, apalagi bendanya batu, gitu. Saya bilang jalan-jalan yang bisa menutup orang menjadi musyrik memang harus ditutup. Saya bilang ke masyarakat hati-hati. Jadi jangan sampai suatu hal yang mestinya benar akhirnya terjebak jadi syirik160. Dari penjelasan Ustad Yusuf Mansyur tampak media massa mencoba memberikan gambaran apapun bisa menjadi media penyembuhan, tergantung bagaimana orang memperlakukan benda-benda di sekitarnya. Jika tidak berlebihan dalam memperlakukan, maka hal tersebut tidak bisa dikatakan sebagai syirik. Namun, jika benda-benda tersebut sudah diutamakan, dipandang mampu memberi keselamatan, maka bisa jadi syirik. Dalam wawancara Silet, Ustad Yusuf sempat memberi contoh lain seperti tulisan ayat Kursi. Jika ayat Kursi ditaruh di rumah dan dipakai untuk menunjukkan bahwa si pemilik rumah adalah orang Muslim, maka hal itu bukanlah syirik. Namun, ketika ayat Kursi itu digunakan sebagai penangkal maling agar maling tidak masuk ke rumah, maka hal itu bisa dikatakan syirik. Ustad Yusuf Mansyur tidak memberikan komentar khusus mengenai peristiwa pengobatan oleh Ponari, apakah pengobatan tersebut termasuk syirik atau bukan. Namun, dengan menampilkan Ustad Yusuf beserta penjelasan mengenai benda-benda yang bisa menjadi perantara kesembuhan ini, media massa ingin memperingatkan masyarakat dalam memperlakukan benda-benda di sekitar mereka dan berhati-hati dalam memilih media pengobatan untuk mendapat kesembuhan. Tanggapan dari organisasi keagamaan lebih banyak dihadirkan dalam media cetak. Sementara berita televisi hanya menampilkan tanggapan dari satu ahli agama. 160 “Dukun Cilik Ponari”. Program Silet, RCTI, diunggah: 24 http://www.youtube.com/watch?v=2sWdE-Xi_V4, diunduh: 16 Maret 2012. Februari 2009. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88 Dalam berita-berita yang penulis temukan organisasi keagamaan dan ahli agama cenderung sebatas memberikan peringatan kepada masyarakat saja. Di sisi lain, tidak ditemukan berita mengenai tindakan organisasi keagamaan terhadap praktik Ponari yang ditampilkan dalam media massa. Tanggapan dari pihak pelayanan kesehatan juga muncul selama praktik Ponari berlangsung. Berita “Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku Permanen” menampilkan respon Departemen Kesehatan atas pengobatan oleh Ponari. Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, dr. Budihardja, mengatakan bahwa pengobatan alternatif dengan berbagai model penyembuhan tidak dilarang selama tidak merugikan masyarakat. “Entah itu penyembuhan dengan memakai ramuan atau pakai cara lain. Selama tidak merugikan masyarakat tidak masalah,” terangnya kemarin. Yang penting, kata dia, pengobatan alternatif itu terdaftar di Depkes dan melalui SK Menkes. Dia mengatakan, sejatinya Depkes tidak mempermasalahkan adanya pengobatan alternatif jika tidak menimbulkan dampak negatif. “Karena masyarakat percaya, kami tidak bisa melarang. Selama tidak ada yang dirugikan, ya nggak apaapa. “Persoalannya, kalau ada yang meninggal bagaimana. Ini yang tidak boleh,” ujarnya161. Dalam berita tersebut Depkes hanya sebatas memberikan komentar tentang prosedur pendaftaran pengobatan jika memang pengobatan oleh Ponari akan dibuka dalam jangka waktu yang lama. Depkes tidak memberikan tindakan lanjut seperti melakukan pengujian terhadap air celupan batu Ponari untuk memeriksa apakah air tersebut memang berkhasiat atau tidak. Depkes juga tidak melakukan pemeriksaan ke lokasi praktik dan memeriksa korban meninggal (karena ada seorang korban meninggal, bocah berumur 3,5 tahun, yang meninggal setelah minum air dari 161 “Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku Permanen”. Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 89 Ponari162). Berita ini tampaknya ingin mengungkapkan bahwa apa yang dikerjakan Depkes sekilas hanya berkisar pada manjur atau tidaknya air celupan batu tersebut. Jika manjur dan memang dipercaya banyak orang, maka pengobatan Ponari bisa didaftarkan pada Depkes. Persoalan adanya korban meninggal tidak menjadi perhatian utama Depkes, sehingga bagi Depkes sepertinya praktik Ponari dilihat sebagai praktik pengobatan yang tidak merugikan masyarakat. Selain Depkes, tim dokter dari Sentra Pengkajian Pengembangan Pengobatan Tradisional (SP3T) RSU dr. Soetomo Surabaya juga berkomentar mengenai praktik Ponari. Pada paragraf awal berita “Tim Dokter Teliti Pasien yang Mengaku Sembuh”, penulis berita menyebutkan praktik Ponari bukanlah keinginan Ponari sendiri. Tim dokter dari Sentra Pengkajian Pengembangan Pengobatan Tradisional (SP3T) RSU dr. Soetomo Surabaya terjun ke Jombang untuk meneliti kandungan air celupan batu bocah lugu yang dipaksa menjadi dukun itu163. Dengan mengungkapkan Ponari dipaksa menjadi dukun, maka ada kesadaran media cetak untuk mengatakan kepada masyarakat bahwa Ponari hanyalah seorang bocah yang mungkin sebenarnya tidak ingin menjadi dukun cilik. Hal tersebut juga menggambarkan ada pihak-pihak tertentu yang ingin Ponari menjadi dukun dan menciptakan kisah bahwa Ponari menemukan “batu ajaib” dan mampu mengobati orang. Di samping itu, media cetak juga ingin menyadarkan masyarakat bahwa Ponari 162 163 “Kapolres Baru Stop Ponari. Keluarga Ingin Hidup Tenang”. Jawa Pos, Kamis, 26 Februari 2009. “Tim Dokter Teliti Pasien yang Mengaku Sembuh”. Jawa Pos, Minggu, 1 Maret 2009. Seorang bocah berumur 3,5 tahun yang menjadi korban meninggal hanya disebutkan dalam berita ini dan tidak disebutkan dalam berita-berita lainnya. Selain itu, tidak ada berita lebih lanjut mengenai bocah yang meninggal ini. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 90 adalah korban pemaksaan dan seharusnya Ponari tetap menjadi anak kelas III SD yang berkegiatan seperti anak-anak sebayanya yang bisa bermain dan bersekolah. Berita “Tim Dokter Teliti Pasien yang Mengaku Sembuh” juga menampilkan pengakuan dari para pasien yang mengaku sembuh setelah berobat pada Ponari. Ada dua pasien yang didatangi oleh tim dokter dari SP3T, yaitu Achmad Fatoni yang mengidap sakit batu ginjal dan Siti Mariyam yang menderita gangguan jiwa. Untuk memastikan bahwa Fatoni benar-benar sembuh, tim dokter meneliti dan memintai keterangan yang bersangkutan. Termasuk meneliti foto radiologi di mana batu ginjal itu pernah bersarang di tubuh Fatoni. Saat diwawancarai para dokter, Fatoni menunjukkan bekas batu ginjal yang menurut dia keluar setelah meminum air dari Ponari. Tim langsung memeriksa kebenaran pengakuan Fatoni juga melakukan pemeriksaan ulang terhadap kesehatan Fatoni. Dokter Widayat, ketua tim dokter dari SP3T RSU dr. Soetomo Surabaya ketika dikonfirmasi hasil dari penelitian tim terhadap pada pasien Ponari mengatakan, hingga kini pihaknya belum bisa menyimpulkan apakah air Ponari yang menjadi penyembuh keluhan para pasien tersebut. “Sementara kami belum bisa mengambil kesimpulan karena ini masih penelitian awal,” terang dr. Widayat kemarin petang. Dia mengungkapkan, pihaknya memiliki keraguan atas pengakuan semua pasien yang mereka datangi. “Untuk kasus Fatoni, sebelumnya penderita telah diberikan suntikan puskopan yang berfungsi untuk melonggarkan saluran ureter. Karena itu, jika batunya keluar, ya karena faktor itu,” ujarnya164. SP3T merupakan satu-satunya pihak yang memeriksa ulang pasien Ponari. Namun, dalam berita ini tidak disebutkan dengan cara apa Fatoni diperiksa ulang oleh SP3T, mengingat Fatoni sudah tidak lagi mengidap batu ginjal. Berita ini juga menampilkan ada benturan antara kepercayaan pasien pada kemampuan Ponari dengan pemeriksaan tim kesehatan biomedis. Fatoni meyakini bahwa dirinya sembuh berkat air Ponari. Sementara tim dokter SP3T melakukan pemeriksaan biomedis 164 “Tim Dokter Teliti Pasien yang Mengaku Sembuh”. Jawa Pos, Minggu, 1 Maret 2009. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 91 terhadap Fatoni dengan tetap mendasarkan pemeriksaan pada analisis biomedis untuk menjaga masyarakat agar tetap berpegang pada pengobatan biomedis. Selain Fatoni, ada pasien lain bernama Siti Mariyam yang didatangi oleh SP3T. Berita ini tidak menyebutkan dengan cara apa Siti Mariyam diperiksa ulang setelah dia sembuh karena air dari Ponari. Tim dokter juga tidak memberikan argumen biomedis mengenai gangguan kejiwaan secara umum maupun alasan biomedis mengenai bagaimana air celupan batu bisa menyembuhkan gangguan kejiwaan. Tidak seperti pada kasus pasien Fatoni di mana tim dokter bisa menjelaskan ada tindakan biomedis seperti pemberian suntikan puskopan untuk mengobati penyakit batu ginjal Fatoni. Berita penelitian tim dokter ini hanya muncul sekali, sehingga tidak bisa diketahui bagaimana hasil lanjutan dari pemeriksaan ulang pada dua pasien tersebut. Pasca pembukaan praktik pada tanggal 15 Maret, IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yang diwakili dr. Puji Umbaran, menyatakan kekecewaan atas dibukanya kembali praktik Ponari. IDI Jombang kecewa karena praktik pengobatan dibuka kembali. Dengan menampilkan pernyataan dari IDI Jombang, berita ini tampak mengkritik ketidaktegasan kesepakatan untuk menutup praktik Ponari. Dan pembukaan kembali praktik kali ini merupakan keinginan dari keluarga Ponari sendiri, sehingga IDI Jombang dan Muspida ingin menyadarkan masyarakat bahwa praktik Ponari memiliki dampak buruk (dalam berita ini tidak disebutkan secara detail dampak buruk apa yang dimaksud oleh si penulis berita). Yang bisa dilakukan IDI, lanjut dokter Puji (ketua IDI Jombang), adalah menyadarkan masyarakat secara persuasif. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 92 Misalnya melibatkan para kiai dan tokoh masyarakat desa setempat. “Kami ingin membuka mata masyarakat, siapa yang sebenarnya berkompeten memberikan pengobatan,” ungkap dr. Puji kepada Radar Mojokerto kemarin. Jika cara itu sudah tidak mempan, dokter-dokter siap menguji kemampuan Ponari. Tujuannya untuk membuktikan siapa yang benar-benar berkompeten menyembuhkan. Apakah ilmu dan pengalaman dokter, ataukah batu temuan bocah kelas III SD itu165. Dari kutipan di atas tampak berita ini ingin kembali mengingatkan masyarakat bahwa pihak pelayanan kesehatan biomedis, dalam hal ini dokter, masih bisa menjadi harapan masyarakat dalam berobat. Dengan adanya pembuktian siapa yang lebih kompeten, tampaknya para dokter ingin masyarakat kembali percaya pada mereka dan berhenti berobat pada Ponari yang pengobatannya tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Pihak IDI baru terlihat bereaksi setelah praktik Ponari berjalan cukup lama. Di sini pihak IDI juga belum pernah meneliti pasien Ponari yang mengaku sembuh atau meneliti air celupan batu Ponari untuk memeriksa apakah air tersebut berkhasiat. Dalam berita disebutkan ini pihak IDI berencana memilih sejumlah pasien dengan penyakit tertentu, kemudian pihak Ponari dan pihak IDI mengobati para pasien tersebut untuk membuktikan siapa sebenarnya yang mampu mengobati para pasien. Dengan menunjukkan tindakan yang akan ditempuh IDI tersebut, berita ini cenderung menekankan bahwa pengobatan biomedislah yang seharusnya dipakai oleh masyarakat dan ada keinginan untuk menyadarkan masyarakat bahwa praktik Ponari belum tentu terbukti nyata kemanjurannya walaupun ada pasien yang mengaku sembuh setelah minum air dari Ponari. Berita mengenai rencana pembuktian siapa yang berkompeten ini hanya berhenti sampai di sini saja, tidak ada berita lain yang 165 “Pengunjung Merosot, Ponari Ogah-ogahan”. Jawa Pos, Senin, 16 Maret 2009. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 93 menampilkan respon pihak Ponari atas usul IDI tersebut, sehingga tidak bisa diketahui bagaimana kelanjutan dari tindakan IDI Jombang ini. Berita mengenai tanggapan tentang pengobatan Ponari dari pihak pelayanan kesehatan biomedis seperti dokter atau instansi kesehatan lainnya hanya penulis temukan dalam surat kabar Jawa Pos. Dalam media massa lainnya kebanyakan berupa kritik terhadap pelayanan kesehatan biomedis yang disampaikan oleh pasien. Pada berita-berita televisi penulis tidak menemukan tanggapan media massa melalui instansi pelayanan kesehatan biomedis. Ponari tetap menjalankan praktik pengobatan meski banyak pihak yang menginginkan praktik Ponari ditutup. Saat praktik dibuka lagi pada 15 Maret, Ponari mengobati orang sambil tiduran, sementara seorang panitia memegangi tangannya untuk mencelupkan batu ke dalam air 166 . Pada awal praktiknya dulu, Ponari mengobati pasien sambil digendong oleh seorang panitia. Jika pada bulan Januari Ponari bisa mengobati sepuluh ribu pasien dalam satu hari, pada pertengahan Februari jumlah pasien Ponari berkurang drastis. Ponari hanya mengobati sekitar 1200 orang pada pagi hari dan 400 orang pada sore hari167. Pada bulan Mei praktik Ponari masih berlangsung dan mengalami penurunan jumlah pengunjung, yaitu sekitar seribu orang saja. Prosedur antrian pun mempunyai penataan yang lebih rapi, 166 167 Ponari mengobati orang sambil tiduran dapat dilihat dalam foto 19 (lihat lampiran). “Ribuan Warga Datangi Lagi Praktik Ponari” (Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 94 misal sekali masuk ada sekitar lima ember milik lima orang yang dilayani. Jam praktik menyesuaikan jadwal sekolah Ponari168. d. Ponari, “Dukun Cilik” Terkenal, Tidak Lulus SD Setelah sekian banyak teka-teki muncul dan berbagai cerita hadir dalam tahap delay, maka yang dinantikan pembaca/penonton berita adalah tahap resolusi. Dalam tahap resolusi akhir perjalanan praktik “dukun cilik” dihadirkan dalam berita. Pada tahap resolusi setelah sekian panjang perjalanan praktik pengobatan Ponari, mulai dari Ponari yang hanya seorang bocah biasa, kemudian menemukan “batu ajaib” dan menjadi “dukun cilik” terkenal, didatangi banyak pasien dan terpaksa meninggalkan bangku sekolah, diperlakukan istimewa oleh banyak pihak, akhirnya Ponari harus menerima dirinya tidak bisa lulus SD. Dalam perjalanan panjang praktik pengobatannya, Ponari sempat menjadi “dukun cilik” yang terbilang sukses dan mampu meraup rupiah yang sangat banyak jumlahnya. Penghasilan Ponari terkumpul cukup banyak meski jumlah pasien menurun. Pasca Ponari sakit dan praktik dibuka kembali pada Februari lalu, penghasilannya mencapai tiga ratus juta rupiah169. Menurut Kepala Desa Balongsari, Nila Retno Cahyani, penghasilan Ponari mencapai lima ratus juta dan digunakan untuk pembangunan masjid serta pavingisasi (perbaikan jalan di kampung Ponari)170. 168 169 170 “Tabungan Ponari Rp 2 Miliar” (Jawa Pos, Senin, 11 Mei 2009). “Banyak Sembuh, Tidak Sedikit Kecewa” (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009). “Dukun Cilik”. Liputan 6, SCTV, disiarkan 5 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=8pNEgfsRP1k&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 95 Pada pertengahan Februari nyaris mencapai satu miliar rupiah 171 . Pada bulan Mei sekitar dua miliar rupiah172. Kehidupan Ponari berubah drastis setelah memperoleh penghasilan yang tinggi dari praktik pengobatan. Ponari kini lebih sering bermain Playstation, selalu membawa HP Nokia N95, mengikuti les privat mengaji, membangun sebuah rumah baru, dan membeli lahan seluas 400 meter persegi173. Meskipun pengunjung sudah tidak sebanyak dulu, Ponari masih membuka praktik pengobatan. Pada awal praktik pengunjung yang datang mencapai sepuluh ribu orang174, pasca penutupan pada bulan Februari pengunjung yang datang sekitar 1200 orang175, dan pada bulan Mei sekitar seribu orang saja176. Pada hari raya Idul Fitri, 21 September 2009 yang lalu, rumah Ponari masih didatangi orang yang mencari kesembuhan. Umumnya para pasien tersebut datang dari luar kota177. Beritaberita tentang Ponari dan batunya hanya muncul selama bulan Februari hingga September 2009.Setelah tahun 2009 Ponari jarang diberitakan media massa lagi. Pada tahun 2012 penulis kembali menemukan berita-berita tentang Ponari yang dimuat di internet. Berita-berita tersebut berkisah tentang Ponari yang tidak lulus SD 171 172 173 174 175 176 177 “Kumpulkan Rp 1 M, Dukun Cilik Ponari Jadi Rebutan” (Jawa Pos, Selasa, 17 Februari 2009). Penghasilan Ponari ini juga diduga menjadi pemicu permasalahan perebutan Ponari antara Kamesin, ayah Ponari, dengan Mbok Ndawuk, pemilik rumah yang dipakai untuk praktik pengobatan Ponari. “Tabungan Ponari Rp 2 Miliar” (Jawa Pos, Senin, 11 Mei 2009). “Tabungan Ponari Rp 2 Miliar” (Jawa Pos, Senin, 11 Mei 2009). “4 Tewas, Tempat Praktik Ditutup: ‟Dukun Cilik‟ Hebohkan Jombang” (Kedaulatan Rakyat, Rabu, 11 Februari 2009). “Ribuan Warga Datangi Lagi Praktik Ponari” (Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009). “Tabungan Ponari Rp 2 Miliar” (Jawa Pos, Senin, 11 Mei 2009). “Fenomena Ponari”. Liputan 6, SCTV, diunggah 22 September 2009. http://www.youtube.com/watch?v=o5Vbf-kcKG8&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012. Dalam tayangan ini ditampilkan beberapa pasien yang datang ke rumah Ponari, tetapi tidak mencapai jumlah ribuan orang seperti jumlah pengunjung pada bulan Februari hingga Mei. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 96 dan masih didatangi orang yang memburu “keajaiban” dari batu Ponari. Berita “Sering Dimintai Tuah Jelang UN, Ponari Malah Tak Lulus”178 menceritakan Ponari masih didatangi banyak orang setiap tahun pasca praktik pengobatannya tahun 2009 lalu. Dalam berita tersebut bukan orang sakit yang datang pada Ponari, melainkan orang-orang yang akan mengikuti ujian nasional. Orang-orang datang membawa pensil 2B dan penghapus yang akan digunakan ujian, kemudian mencelupkannya ke dalam air Ponari. Selain itu, berita “‟Si Dukun Cilik‟ Ponari Tidak Lulus SD” 179 memaparkan Ponari tidak mengikuti ujian nasional karena enggan ke sekolah, sehingga Ponari terpaksa mengulang dari kelas VI SD. Dalam berita-berita yang muncul pada tahun 2012 penulis tidak menemukan lagi informasi mengenai pengobatan dengan air yang dicelup batu. Di sini terlihat Ponari yang semula “sukses” menjadi “dukun cilik” dan bisa memiliki banyak hal, pada akhirnya harus kehilangan kesempatan melanjutkan sekolah. 2. Respon Actor Studio atas Dramatisasi Fenomena Ponari di Media Massa Fenomena Ponari bukan hanya diberitakan media massa, tetapi juga mendapat respon dalam bentuk pementasan oleh program Actor Studio Teater Garasi. Dalam lakon berjudul Bocah Bajang, Actor Studio mencoba menghadirkan pembacaan atas 178 179 Ramadhian Fadillah. “Sering Dimintai Tuah Jelang UN, Ponari Malah Tak Lulus”, diunggah: 9 Juli 2012. http://www.merdeka.com/peristiwa/sering-dimintai-tuah-jelang-un-ponari-malah-taklulus.html, diunduh: 12 Februari 2013. “”Si Dukun Cilik” Ponari Tidak Lulus SD”, diunggah: 10 Juli 2012. http://regional.kompas.com/read/2012/07/10/06310534/Si.Dukun.Cilik.Ponari.Tidak.Lulus.SD, diunduh: 12 Februari 2013. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 97 fenomena Ponari. Dalam proses penciptaan karya pementasan Bocah Bajang ini Actor Studio melakukan pencarian bahan melalui dua cara, yaitu: pertama, melihat pemberitaan media massa mengenai fenomena Ponari. Kedua, melakukan observasi ke Jombang, terutama ke desa tempat tinggal Ponari, pada 9-11 Juli 2009 180 . Observasi di Jombang bertujuan mendapat pengalaman langsung di lokasi praktik pengobatan, memperoleh keterangan lebih detail, termasuk percakapan dan suasana desa Ponari untuk kemudian diolah menjadi pertunjukan. Fenomena Ponari dipilih untuk dipentaskan karena waktu peristiwanya berdekatan dengan workshop Actor Studio, sehingga mempermudah pencarian bahan. Ada beberapa alasan lain tentang pemilihan mementaskan fenomena Ponari, yaitu peristiwa pengobatan Ponari sendiri mendapat perhatian yang cukup besar dari media massa sehingga gencar diberitakan selama beberapa bulan (dibanding kasus-kasus pengobatan lainnya)181, akses menuju peristiwa Ponari terbilang mudah dan waktu praktiknya berlangsung cukup lama, sehingga data yang bisa diambil cukup banyak 182 . Peristiwa semacam fenomena Ponari masih terus terjadi dalam masyarakat, sementara masa kini sudah memasuki masa yang lebih modern. Orangorang yang hidup di zaman modern seperti sekarang akan melihat fenomena Ponari sebagai hal mistis, tidak logis. Namun, ada juga yang percaya pada fenomena Ponari, 180 181 182 Keterangan waktu observasi di Jombang pada bulan Juli berdasar dokumen tentang jadwal proses pementasan Bocah Bajang yang dikirim Gunawan Maryanto kepada penulis via email, tetapi dalam wawancara Gunawan sempat mengungkapkan observasi dilakukan sekitar bulan Mei. Dalam penelitian ini penulis menggunakan waktu observasi pada 9-11 Juli 2009 sesuai dengan dokumen yang dikirim Gunawan. Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013. Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 98 sehingga tampak ada orang yang berpijak pada yang tradisional dan ada yang berpijak pada modernitas183. Terutama jika dilihat dari sudut pandang perkembangan pengobatan di Indonesia. Ada yang masih menggunakan pengobatan tradisional, termasuk pengobatan oleh Ponari, dan ada yang memilih pengobatan biomedis. Selama observasi para peserta menyebar dan berpura-pura menjadi calon pasien, berkunjung ke sekolah dan bertemu teman-teman Ponari, dan ke rumah sakit daerah. Di Jombang mereka menumpang di rumah penduduk dan ada yang sempat menginap di halaman rumah Ponari juga. Para peserta berusaha merasakan menjadi pasien Ponari dengan berjalan jauh menuju lokasi praktik Ponari, ikut mengantri, mendapat air seperti pasien-pasien lainnya. Percakapan-percakapan yang didapatkan di Jombang semua dicatat dan direkam. Hampir semua dialog dalam pertunjukan Bocah Bajang menggunakan percakapan-percakapan yang diperoleh dari observasi. Para peserta observasi membuat catatan hasil observasi di Jombang, kemudian catatan-catatan itu dikumpulkan dan dipilih untuk menemukan hasil observasi mana yang ditampilkan dalam pertunjukan. Ada beberapa adegan yang dibuatkan dialog oleh Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Ada juga adegan yang memakai ucapan-ucapan hasil dari observasi setiap orang dan hasil improvisasi para aktor. Untuk mengetahui posisi Actor Studio dalam menanggapi pemberitaan fenomena Ponari, penulis melakukan wawancara langsung dan via email dengan beberapa orang dari tim pementasan Bocah Bajang. Narasumber yang dimintai informasi melalui wawancara secara langsung adalah Gunawan Maryanto (sutradara 183 Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 99 Bocah Bajang), Mohammad Nur Qomaruddin (aktor), Tita Dian Wulansari (aktris), dan Sugeng Utomo (penata lampu). Hasil wawancara dengan keempat orang narasumber yang diwawancarai secara langsung menjadi data utama dalam analisis pembacaan terhadap pemberitaan media massa. Narasumber yang diwawancara via email Facebook adalah Darmanto Setiawan (aktor) dan Siti Fauziah (aktris) dan hasil wawancara dengan kedua narasumber ini menjadi informasi tambahan karena wawancara yang dilakukan bukan wawancara langsung yang mendalam. Wawancara ini mencakup bagaimana orang-orang yang terlibat dalam proses pertunjukan Bocah Bajang menanggapi berita Ponari di media massa dan mengamati apa yang terjadi di lokasi pengobatan ketika mereka observasi ke Jombang. Untuk mengetahui sejauh mana tanggapan Actor Studio atas fenomena Ponari, penulis menggunakan konsep decoding dari Stuart Hall. Dengan decoding teks yang berupa fenomena Ponari memiliki makna berbeda bagi tiap pihak, tergantung bagaimana teks diinterpretasikan. Pembacaan respon Actor Studio dilakukan dengan melihat tanggapan Actor Studio atas pemberitaan Ponari dalam media massa sebelum berangkat ke Jombang dan ketika observasi di Jombang. Dalam wawancara dengan Actor Studio, ada pendapat yang dikemukakan ketika melihat media massa sebelum Actor Studio melakukan pengamatan di Jombang. Ada juga temuan-temuan serupa dengan yang diungkapkan media massa atau temuan di Jombang yang berbeda dengan pemberitaan media massa. Semua narasumber mengungkapkan mereka pertama kali mengetahui peristiwa Ponari dari media massa, bukan karena mengikuti program Actor Studio atau proses Bocah Bajang. Sebelum PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 100 melakukan pengamatan di Jombang, setiap narasumber memiliki pengetahuan tersendiri mengenai fenomena Ponari yang didapat dari media massa. Hasil wawancara secara langsung didapat dari empat narasumber, yaitu Gunawan Maryanto, Tita Dian Wulansari, Sugeng Utomo, dan M. Nur Qomaruddin. Dalam wawancara langsung ini diperoleh informasi mendalam mengenai tanggapan atas pemberitaan media massa. Berikut pemaparan tanggapan narasumber atas pemberitaan Ponari dalam media massa. Gunawan Maryanto (selanjutnya disebut Gunawan), sutradara Bocah Bajang, mengungkapkan garis besar yang ia dapat dari narasi tentang Ponari dalam media massa. Gunawan menangkap ada kehebohan atas peristiwa Ponari yang ditampilkan media massa. Media massa telah membuat pengobatan Ponari menjadi suatu peristiwa yang menghebohkan dengan adanya berita-berita yang menampilkan banyaknya orang yang datang ke lokasi praktik Ponari. Di samping melihat persoalan banyaknya orang yang datang ke lokasi praktik, Gunawan mengamati ada pendapatpendapat dari pasien yang datang berobat dan melihat respon berbagai pihak atas pengobatan itu. Ada pihak yang mendukung dan tidak mendukung praktik pengobatan ini. Selain itu, Gunawan melihat media massa juga menjadi pihak yang tidak hanya menyampaikan bagaimana orang banyak datang ke lokasi pengobatan, tetapi juga berusaha melihat ada media massa yang mengangkat persoalan kesehatan dan pendidikan dalam memberitakan Ponari. A (Airani): Kemudian yang didapat dari, kan melihat media massa itu apa, yang didapat dari berita tentang fenomena itu sendiri? PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 101 G (Gunawan): Kalau yang didapat dari media ya apa ya, kehebohannya. Yang pertama kan itu heboh banget. Tiba-tiba datang ke sana karena dari media juga mencoba introspektif ya, soal kesehatan juga, soal bagaimana kemudian, soal pendidikan juga, itu juga kita lihat ketika melakukan pemetaan atas berita-berita yang ada di media. Kita juga baca komentar-komentar orang ya atas fenomena itu. Ada yang percaya, ada yang tidak, ada yang mendukung, ada yang kemudian minta ditutup dan lain sebagainya. Kita coba lihat itu juga. Tetapi sebenarnya yang kemudian yang diolah itu adalah yang benar-benar teman-teman dapatkan di sana. Kurang lebih begitu184. Gunawan mengamati banyak hal yang ada di media massa, tetapi kemudian tidak langsung percaya begitu saja dan mengambil jarak untuk membaca ulang apa yang terjadi selama peristiwa pengobatan Ponari dengan cara melakukan pengamatan langsung di Jombang. Ada temuan hal-hal baru yang berbeda dengan apa yang disampaikan media massa selama Actor Studio melakukan pengamatan di Jombang. Secara garis besar, apa yang ditemukan Actor Studio serupa dengan apa yang disampaikan dalam media massa. Namun, ada juga temuan-temuan yang dijumpai di Jombang yang berbeda atau tidak disampaikan oleh media massa. Hal-hal yang dialami langsung oleh Actor Studio selama di Jombang inilah yang kemudian dijadikan sebagai dasar narasi yang dibangun untuk Bocah Bajang. Pemberitaan dalam media massa menampilkan situasi praktik Ponari yang lebih beragam dibanding yang ditemukan selama observasi di Jombang. Ketika observasi, Actor Studio sempat mengunjungi sekolah Ponari. Pihak sekolah Ponari tampak biasa saat menanggapi fenomena Ponari. Sewaktu observasi Ponari sudah bersekolah 184 Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 102 kembali. Guru yang dimintai keterangan pun lebih bersikap informatif. Ponari merupakan siswa yang biasa saja di sekolahnya185. Persoalan peran media terhadap fenomena Ponari juga disampaikan Gunawan. Media massa mempunyai peran mengendalikan popularitas Ponari sekaligus menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan Ponari. Ketika belum ada media massa yang memberitakan Ponari, pengobatan ini mungkin hanya diketahui lingkungan sekitar Ponari. Namun, ketika media massa mulai memberitakan praktik Ponari, banyak orang menjadi ingin tahu mengenai pengobatan ini, bahkan sebagian besar menaruh harapan untuk mendapat kesembuhan dari praktik Ponari. Ketika pemberitaan media mulai surut, maka keingintahuan dan kepercayaan masyarakat pun ikut surut. G: Ho‟oh. Mungkin kepercayaannya udah mulai surut. Tapi orang bilang juga ini kayak di awal-awal juga kayak gini kok. Ada orang, nah, ketika media mulai, baru banyak orang datang. Tapi ketika media surut, juga orang-orang juga surut186. Dari apa yang disampaikan Gunawan mengenai kendali media atas naik-surutnya pemberitaan dan kepercayaan masyarakat, tampak bahwa “kemampuan” Ponari dalam mengobati perlu dipertanyakan kembali, apakah Ponari memang benar bisa mengobati karena dia memiliki kekuatan dari batunya atau karena perlakuan media massa yang membuat Ponari dikenal luas oleh masyarakat sebagai “dukun cilik”. 185 186 Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013. Selama pemberitaan, media massa menampilkan Ponari diperlakukan istimewa oleh pihak sekolah (“Ponari Masuk Sekolah, Kasek Menggendong”. Jawa Pos, Sabtu, 21 Februari 2009). Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 103 Gunawan mengungkapkan efek yang diperoleh dari pemberitaan media massa bagi Ponari dan lingkungan Ponari. Yang paling mencolok terlihat langsung saat Actor Studio observasi di Jombang adalah kampung tempat tinggal Ponari menjadi terkenal dan didatangi banyak orang dari berbagai daerah. Selain itu, ada keuntungan finansial yang diperoleh masyarakat sekitar dari praktik pengobatan Ponari. Hal tersebut tampak dari penambahan fasilitas yang ada di kampung Ponari, seperti pembangunan masjid dan perbaikan jalan. Di sini warga melihat Ponari sebagai “penyelamat” karena telah memberikan keuntungan bagi warga setempat. G: Nah, efek yang menarik dari itu kan kemudian kampung itu, pertama, jadi terkenal, kedua, mereka kemudian punya banyak duit ya, kemudian membangun infrastruktur kampungnya. Mereka bangun masjid, bangun macam-macam, memperbaiki jalan, dan lain sebagainya. A: Dari yang Ponarinya itu? G: Dari Ponari. Sehingga kemudian Ponari oleh warga setempat ya dianggap benarbenar ya penyelamat dari kampung itu. A: Karena segi finansialnya? G: Segi finansial. A: Bukan karena kesaktiannya? G: Bukan187. Keuntungan finansial yang didapat banyak orang membuat Ponari semakin dipertahankan warga sekitar. Hal ini menunjukkan bukan “kekuatan” Ponari yang membuat Ponari diperlakukan istimewa oleh warga sekitar. Keuntungan finansial 187 Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010. Tanggapan warga yang tidak berkaitan langsung dengan Ponari cenderung tidak peduli. Namun, semakin dekat warga dengan lokasi praktik, maka semakin mendukung karena mereka mendapat keuntungan (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 104 yang diperoleh masyarakat juga sempat disebutkan media massa di samping adanya kisah mengenai wahyu yang diterima Ponari untuk mengobati orang dan membuat Ponari dipertahankan masyarakat188. Dengan menampilkan cerita tentang pewahyuan ini, media massa secara tidak langsung bisa saja membuat masyarakat menjadi lebih tertarik dengan pengobatan Ponari dan membuat praktik Ponari tetap berlangsung. Gunawan mengungkapkan keuntungan finansial hanya didapatkan warga di sekitar lokasi praktik Ponari dan tidak sampai pada desa-desa tetangga. Dengan adanya keuntungan ini, maka semakin banyak orang yang memberikan cerita seputar “kesaktian” Ponari pada orang-orang yang ada di luar desa supaya lebih banyak orang datang berobat pada Ponari dan semakin banyak juga keuntungan yang didapatkan warga di sekitar lokasi pengobatan. 188 Keuntungan yang diperoleh desa Ponari juga disebutkan dalam “Heboh Ponari Dukun Cilik dari Jombang” (Sigi 30 Menit, SCTV. http://www.youtube.com/watch?v=TYa-eo4d4w&feature=relmfu, diunduh: 16 Maret 2012), yaitu keuntungan bagi warga sekitar sejak pengobatan ini dibuka. Keuntungan berupa pemasukan lebih dari setengah miliar rupiah dari retribusi yang ditarik dari para pasien. Pendapatan itu dipakai untuk operasional panitia, memperbaiki jalan kampung dan gorong-gorong, serta membangun rumah ibadah.Warga juga ikut mendapat pekerjaan baru, yaitu menjadi panitia pengobatan, menyewakan rumah, membuka warung makan, dan menyewakan lahan parkir.Dalam Liputan 6 SCTV disebutkan pendapatan dari pembukaan lahan parkir motor dan mobil bisa mencapai delapan puluh juta rupiah dalam satu hari (http://www.youtube.com/watch?v=x5w6JIkp5n8&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012).Keluarga Ponari juga mendapat keuntungan karena dapat meningkatkan perekonomian mereka. Selama ini orangtua Ponari hanya mengandalkan penghasilan dari upah buruh tani dan mencari bekicot (Topik Siang, ANTV, diunggah 8 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=_n5RITiLyfo, diunduh: 16 Maret 2012). Kemampuan Ponari yang dianggap sebagai wahyu ditampilkan dalam pernyataan ayah Ponari dalam berita Sigi 30 Menit. Dalam berita ini ayah Ponari menyatakan setelah Ponari mendapat batu itu, kakek buyutnya muncul dalam mimpi dan meminta agar batu itu diperlakukan sebagai jimat yang bermanfaat bagi banyak orang (Sigi 30 Menit, SCTV, disiarkan 18 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=M_AUuG7M2Gk, diunduh: 16 Maret 2012). Ponari pun tidak bisa berpindah lokasi praktik karena diyakini bahwa jika Ponari berpindah lokasi praktik, maka Ponari tidak akan bisa mengobati lagi. Lokasi yang dipakai praktik oleh Ponari diyakini sebagai tempat Ponari mendapatkan wahyu (Kompas, Kamis 5 Februari 2009. “Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga”). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 105 G: (...) Dan yang menebalkan kepercayaan itu sebenarnya cuma tetangga-tetangga sekampungnya itu sendiri yang mungkin mereka merasakan efek yang langsung dari keberadaan Ponari. Dari merekalah kita dapat cerita yang menguatkan kesaksian Ponari itu. Tapi kalau dari kampung-kampung yang lain ga. Karena mungkin mereka juga ga kecipratan apa-apa, cuma kelewatan orang aja, gitu kan sebal juga kan mereka189. Dari pernyataan Gunawan, dapat dilihat yang menghebohkan peristiwa Ponari bukan hanya pemberitaan media massa, tetapi juga cerita-cerita dari warga di sekitar lokasi pengobatan, dan kemungkinan cerita-cerita dari banyak orang itulah yang didapatkan oleh para wartawan media massa. Dan penghebohan ini lebih dilatarbelakangi permasalahan mencari keuntungan finansial, bukan karena orang-orang di sekitar lokasi pengobatan percaya pada “kekuatan” Ponari 190. Demi mendapat keuntungan finansial ini orang-orang di sekitar lokasi pengobatan membuat berbagai macam cerita untuk menarik perhatian banyak orang dari luar kampung Ponari 191. Menurut Gunawan semakin dekat warga dengan lokasi praktik, maka semakin banyak cerita yang mereka buat untuk mempertahankan Ponari. Selama pemberitaan di media massa, ada berita-berita yang menampilkan tanggapan atas praktik pengobatan Ponari dari pihak pelayanan kesehatan biomedis. Selain tanggapan, ada juga berita mengenai air Ponari yang sedang diteliti apakah 189 190 191 Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010. Berita “Pengunjung Merosot, Ponari Ogah-ogahan” menyebut ada penurunan jumlah pengunjung yang datang ke pengobatan Ponari. Hal tersebut diduga karena ada kepercayaan khasiat batu Ponari sudah luntur (Jawa Pos, Senin, 16 Maret 2009). Hal ini menunjukkan adanya usaha media massa untuk mengatakan kepada pembaca bahwa batu Ponari memang dipercaya bisa mengobati. Dalam wawancara Gunawan menyebutkan beberapa contoh cerita dari banyak orang. Misal mengenai lokasi ketika Ponari tersambar petir. Ada orang yang mengatakan Ponari tersambar petir di halaman rumah, di sawah, atau di atas bukit. Kemudian ada juga cerita seputar pasien. Tim Bocah Bajang mencoba mencari pasien yang menurut cerita orang-orang pasien itu sembuh berkat air Ponari, tetapi pada akhirnya tidak ada pasien sembuh yang ditemukan. Ada juga pasien yang menurut cerita telah sembuh karena air Ponari dan orang tersebut berhasil ditemukan oleh tim Bocah Bajang, tetapi ternyata orang itu tidak pernah berobat pada Ponari. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 106 memang benar memiliki khasiat untuk mengobati. Namun, ada hal yang tidak penulis temukan dari media massa, yaitu tanggapan dari rumah sakit setempat mengenai kehadiran praktik Ponari. Kebanyakan tanggapan yang ditampilkan dalam media massa berupa tanggapan pihak-pihak yang berasal dari luar desa Ponari. Respon dari rumah sakit setempat penulis temukan dalam pernyataan Gunawan ketika mengamati rumah sakit di sekitar lingkungan Ponari. A: Ga ada Dinas Kesehatan ke sana? Untuk periksa apa-apa, itu bener atau ga? G: Kalau itunya, konon, konon udah diperiksa. Tapi itu juga ada banyak versi kan. Dari, misalnya, Airlangga juga periksa, ada yang bilang emang batu itu ada kandungan tertentu apa, gitu kan ada juga. Tapi kita ga ke sana untuk membuktikan batu itu sakti atau ga sih. Kita ga coba kemudian ke Dinas Kesehatan gitu kan. Tapi yang menarik kita sempat juga, ya main sih, ke Dinas Kesehatan main, ke rumah sakit daerah juga main, gitu kan. Yang menarik misalnya dulu, sebelum ada Ponari, pelayanan rumah sakit di sana itu sangat buruk. Dikenal buruk gitu. Dikenal buruk, dapat penilaian buruk. Tapi ketika ada Ponari tiba-tiba saja kemudian rumah sakit itu mendapat penghargaan pelayanan terbaik gitu kan di sana. Tapi kita cuma didatangilah gitu. Kita datangi, kemudian rumah sakitnya didatangi. A: Mungkin ada persaingan antara Ponari dan Dinas Kesehatan juga ya? G: Mungkin, mungkin (tertawa). Ya tiba-tiba ada spanduk gede dengan tulisan: Rumah sakit dengan pelayanan terbaik192. Penelitian mengenai batu Ponari tidak penulis temukan dalam media massa yang penulis pakai dalam penelitian ini. Penulis hanya menemukan komentar dari pihak Dinas Kesehatan mengenai praktik Ponari 193 . Sementara respon dari rumah sakit daerah terlihat cukup mencolok setelah praktik Ponari muncul. Dari apa yang dipaparkan Gunawan, tampaknya rumah sakit selain tidak ingin kehilangan pasien192 193 Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010. Tanggapan dari Depkes hanya sebatas mengomentari jika praktik Ponari tidak merugikan masyarakat dan memang dibutuhkan oleh masyarakat, maka pengobatan tersebut harus didaftarkan pada Depkes (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009. “Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku Permanen”). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 107 pasiennya (dengan memasang spanduk “rumah sakit dengan pelayanan terbaik”), rumah sakit juga ingin masyarakat kembali mempercayai rumah sakit tersebut. Sebelum ada praktik Ponari, rumah sakit daerah Jombang dikenal buruk. Namun, setelah muncul praktik Ponari rumah sakit daerah mendapat berbagai tekanan dan tiba-tiba memperoleh penghargaan dari pemerintah atas pelayanan terbaik 194 . Ungkapan Gunawan mengenai respon rumah sakit daerah ini tidak ditemukan dalam pemberitaan media massa yang penulis teliti. Sejauh penelitian penulis, kebanyakan media massa menyorot tanggapan pihak pelayanan biomedis yang mengomentari air Ponari, khasiat air, “kemampuan” Ponari, dan reaksi pasien yang berobat pada Ponari. Ada juga berita yang menyampaikan kritik atas buruknya pelayanan kesehatan dan hal tersebut dilihat sebagai penyebab munculnya fenomena Ponari195. Namun, tidak ditemukan media massa yang menyebutkan persoalan bagaimana fenomena Ponari ini kemudian mempengaruhi peningkatan pelayanan kesehatan biomedis di Jombang. Gunawan mengungkapkan pementasan Bocah Bajang merupakan hasil pengamatan Actor Studio selama berada di Jombang. Pementasan tersebut dibangun dari hasil observasi dan wawancara Actor Studio ketika bertemu Ponari dan orangorang di sekitar Ponari, serta pengalaman menjadi pendatang di desa Ponari selama praktik pengobatan masih berlangsung. G: Itu lebih kita tahu aja yang dibicarakan, tapi kita ga mempercayai media begitu aja. Yang kami percaya ketika kami datang ke sana terus kemudian seperti apa 194 195 Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013. “Tabib Cilik: Pengobatan Ponari, Potret Buruk Pelayanan Kesehatan” (Kompas, Selasa, 17 Februari 2009). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 108 ruangannya, orang-orangnya seperti apa, bahkan omongannya pun kadang kami saring juga, cerita-ceritanya gitu ga begitu saja ditelan mentah-mentah196. Apa yang ditampilkan di media massa dengan yang dibawa dalam pertunjukan Bocah Bajang memiliki kemiripan. Namun, ada bagian-bagian dalam pementasan yang tidak pernah dimuat dalam media massa, dan sebaliknya ada bagian-bagian dari media massa yang tidak ditampilkan dalam pementasan karena tidak ditemukan selama observasi di Jombang. Apa yang ditampilkan dalam media massa tidak diterima begitu saja oleh Actor Studio. Kemudian Actor Studio datang ke Jombang untuk merasakan pengalaman langsung ketika berada di lokasi praktik Ponari. Dari pernyataan Gunawan, bisa diketahui bahwa hasil yang didapat dari observasi langsung di Jombang pun masih diolah untuk bisa dipentaskan. Media massa menjadi referensi bagi Actor Studio dalam membuat pementasan Bocah Bajang. Pengalaman membaca dan merespon media massa diungkapkan Tita Dian Wulansari (selanjutnya disebut Tita), pemeran Ibu Ponari dan pasien. Dalam wawancara ini Tita secara tidak langsung telah mengungkapkan bahwa media massa memiliki peran yang cukup penting dalam menyebarluaskan berita praktik Ponari. Actor Studio datang ke Jombang pada bulan Juli, sekitar empat bulan setelah Ponari heboh di media massa. Saat datang ke Jombang, situasi desa Ponari telah berbeda jauh dengan saat Ponari masih diburu ribuan pasien. Pada bulan Mei situasi praktik pengobatan Ponari sudah mulai sepi, bahkan pemberitaan tentang Ponari di media massa juga mulai surut. 196 Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 109 A (Airani): Dari yang ditangkap di media itu banyak sekali nggak bedanya ketika di media ngomong gini, waktu datang ke Jombang kok kayak gini kenyataannya? T (Tita): Perbedaan itu terjadi kayak misalnya pasien yang sudah tidak banyak itu, tidak seperti yang dikatakan media karena kami datang ke sana sudah, fenomena Ponari sudah mulai turun. Media sudah tidak memberitakan itu secara besar-besar lagi. Jadi, banyak sekali perbedaan memang, eee... pasiennya sudah tidak banyak, dan terus kesembuhan orang yang tidak kami temui, siapa, siapa, sumber-sumber yang mengatakan apa, yang sembuh adalah si ini, si ini, itu tidak bisa kami temukan. Dan, dan banyak versi, banyak versi siapa sebenarnya yang sembuh. Itu ada perbedaan seperti itu. Dan, apa ya, berita itu sebenarnya bukan media, tapi dari bu lurahnya, itu sendiri seperti menakut-nakutiku waktu itu. Aku takut waktu datang ke kampungnya karena menurut Bu Lurah, panitia yang bekerja di sana, yang mengurusi, apa, mengurusi praktik Ponari itu, ini, mereka menjadi lebih sensitif terhadap kehadiran orang lain semenjak media datang. Lha terus, terus membuat, membuatku jadi lebih takut, ya merasa tidak aman untuk datang ke sana. Ternyata tidak ada. Semuanya aman terkendali. Tetapi memang mereka kurang suka. Aku merasa ada, ada, apa ya, terutama dari warga. Jadi, ketika aku membicarakan, menanyakan kok sudah nggak ada media di sini, mereka, mereka jadi, ngapain media di sini. Mereka ada rasa sensitif ketika kutanyakan. A: Pandangannya sudah negatif? T: Sempet, sempet, menurut Bu Lurah sempet terjadi, apa, penghancuran kamera oleh panitia gitu. Tapi aku juga nggak tahu apakah itu benar. Menurut Bu Lurah, dia bercerita pada kami waktu kami datang ke sana. A: Berarti nggak mau diekspose? T: Iya, mungkin bisa seperti itu. Karena ternyata itu jadi mengancam, katakanlah, seperti mengancam kehadiran, keberlangsungan praktik Ponari karena pemerintah akhirnya melakukan tindakan menutup praktik itu. Kalau mereka ditutup gitu aja, kan berarti kan penghasilan mereka tidak ada lagi. Maka, solusinya ada, ada beberapa hari yang tidak buka praktik197. Ada perbedaan yang cukup mencolok antara apa yang diberitakan media dengan sikap masyarakat desa Ponari sendiri menurut observasi Actor Studio. Meskipun media massa secara tidak langsung telah membantu praktik pengobatan Ponari sekaligus menambah penghasilan warga sekitar Ponari, masyarakat di sekitar 197 Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 110 Ponari pada akhirnya sempat menolak kehadiran media massa di desa mereka. Hal ini tidak diketahui alasannya dengan pasti, dalam wawancara Tita menduga apa yang menjadi penyebab masyarakat menolak kehadiran media massa adalah karena masyarakat tidak mau praktik ditutup. Jika media massa meliput praktik Ponari, maka akan semakin banyak orang datang ke lokasi dan kedatangan banyak orang tersebut oleh pemerintah bisa dianggap sebagai gangguan, sehingga pemerintah menutup praktik tersebut. Masyarakat menjadi kehilangan penghasilan jika praktik ditutup, maka kemudian warga menolak kehadiran media massa. Dalam pemberitaan media massa kebanyakan disebutkan pihak keluarga Ponari lebih terkesan pasif, tidak banyak melakukan dukungan terhadap Ponari. Dukungan keluarga yang diperlihatkan media massa hanya sekadar permintaan penutupan praktik pengobatan. Namun, dalam wawancara dengan Tita penulis menemukan ada bentuk dukungan lain yang diberikan oleh pihak keluarga, terutama ibu Ponari, yang memberikan berbagai macam cerita kepada calon pasien Ponari agar orang-orang terus datang pada Ponari. A: Ibu itu merangkum cerita-cerita orang-orang itu dan menceritakan lagi ke orangorang yang berobat? T: Ho‟oh. Jadi, si ibu tetap berusaha gimana caranya Ponari tetap ada, kehidupannya tetap berlangsung di masyarakat, di keluarganya sendiri tetap ada. Makanya dia, dia terus merangkum cerita seperti meramu, meramu racikan-racikan, kalau mantra kan pakai gitu-gitulah. Itu seperti itulah, cerita-cerita itu seperti itu. Ibunya yang berperan besar untuk menghidupkan Ponarinya. A: Mempertahankan supaya, ada motif ekonominya juga ya di situ? PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 111 T: Ya, sepertinya begitu198. Salah satu pihak yang cukup berperan dalam praktik pengobatan Ponari adalah ibu Ponari sendiri. Dalam pengamatannya, Tita menemukan bahwa ibu Ponari membangun cerita-cerita sendiri untuk menarik perhatian para calon pasien 199 . Namun, tampaknya tujuan bercerita pada pasien itu bukan hanya untuk mendatangkan pasien bagi anaknya, ibu Ponari cenderung mempertahankan Ponari agar perekonomian keluarga semakin meningkat. Dengan semakin banyak orang datang pada Ponari, berarti akan semakin meningkat juga pemasukan keuangan bagi keluarga Ponari. Hal ini tampak berbeda dengan pemberitaan media massa yang tidak terlalu banyak bercerita tentang ibu Ponari. Dalam media massa ibu Ponari lebih terkesan pasif dan tidak terlibat terlalu jauh dalam praktik pengobatan Ponari. Persoalan perekonomian masyarakat desa Ponari pun menjadi latar belakang yang cukup kuat bagi orang-orang tersebut dalam mempertahankan praktik pengobatan Ponari. Ada media massa yang menyebutkan keuntungan yang dicapai warga desa Ponari, tetapi tidak secara terang-terangan menyebutkan bahwa persoalan perekonomian itulah yang membuat mereka melanggengkan praktik Ponari. Dan alasan perekonomian ini membuat warga menolak penutupan praktik Ponari. Dalam wawancara ini Tita menyebutkan bahwa meskipun pihak pemerintah menginginkan 198 199 Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011. Salah satu cerita yang dibangun ibu Ponari adalah si ibu ini mengaku telah tiga kali bermimpi didatangi Nyi Roro Kidul. Selain ibu Ponari, kakek Ponari pun bercerita bahwa Ponari adalah keturunan Sunan Giri. Ketika telah menjadi dukun cilik, nama Ponari diubah menjadi Mohammad Ponari. Pengubahan nama ini dilakukan untuk “mengamankan” suapaya tidak dianggap syirik. Penggantian nama ini pun, menurut pengakuan tetangga Ponari, merupakan perintah yang datang dari mimpi. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 112 praktik Ponari ditutup, tetapi bagi masyarakat praktik pengobatan Ponari ini bisa membuka lapangan pekerjaan baru bagi mereka. T: Ada satu orang pegawai negeri yang menemani kami untuk bertemu Bu Lurah. Pegawai negeri itu, aku lupa dari mana, dia bercerita bahwa sebenarnya pemerintah sendiri sudah menginginkan itu ditutup. Tapi ada hal lain ya yang memutuskan tidak jadi, yang masyarakatnya. Masyarakat tidak mau ditutup. A: Tapi sudah ada imbauan? T: Karena masyarakat tidak maulah kehilangan mata pencarian yang cukup gede. Mungkin mereka bisa dapat berapa ratus ribu. Dulu pas ramai-ramai bisa dapat berapa juta kali. A: Ada yang ngasih kesaksian nggak, dulu kerjanya ini, setelah ada Ponari dia jadi kesejahteraan meningkat. Ada kesaksian gitu nggak? T: Ada, ada, si ibu. Dia siapa ya? Tapi ada yang mengatakan itu. Dia, dia, dari bertani, terus bisa punya motor, jadi ojek. Si ibunya itu tadinya nggak ngapa-ngapain. Tapi terus dia bisa jual makanan. Dia jual mi rebus, gitu-gitu kan. A: Buka warung itu ya? T: Iya, dia buka warung. Dan dia juga bisa menghiasi tubuhnya dengan emas-emas itu, banyak sekali200. Dalam media massa disebutkan juga persoalan penutupan praktik Ponari. Penutupan ini disepakati keluarga Ponari dan pihak pemerintah dengan alasan Ponari sakit, Ponari ingin kembali bersekolah, dan adanya gangguan di desa Ponari akibat banyaknya orang dari luar desa yang datang berobat 201 . Namun, pada akhirnya 200 201 Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011. Alasan penutupan praktik dikemukakan dalam “Pengobatan oleh Ponari: Aktivitas Pengobatan Dihentikan” (Kompas, Rabu, 11 Februari 2009), “4 Tewas, Tempat Praktik Ditutup: „Dukun Cilik‟ Hebohkan Jombang” (Kedaulatan Rakyat, Rabu, 11 Februari 2009), dan “Praktik Dukun Cilik Tutup: Bupati Tak Jamin Permanen” (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009). Salah satu warga Dusun Kedungsari, bernama Andik, merasa terganggu dengan adanya praktik Ponari di dusun itu karena desa menjadi ramai dengan kedatangan ribuan pasien Ponari (“Ribuan Warga Datangi Lagi Praktik Ponari”. Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009). Dari pengakuan Andik, tampaknya tidak semua warga merasakan keuntungan dari praktik pengobatan Ponari, dan hanya warga yang mendapat keuntungan saja yang menginginkan agar praktik Ponari tetap berlangsung. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 113 pemerintah terlihat kurang tegas dalam menangani praktik Ponari, sehingga praktik yang semula telah ditutup justru dibuka kembali. Ada juga berita yang menyebutkan bahwa ada keterlibatan pihak pemerintah/otoritas dalam pembukaan kembali praktik Ponari202. Sejauh pengamatan penulis dalam melihat media massa, tidak ditemukan berita yang menyebutkan adanya dukungan pemerintah dalam menangani permasalahan perekonomian masyarakat. Yang penulis maksud adalah pemerintah kurang melihat kebutuhan warganya dalam meningkatkan perekonomian mereka. Ketika praktik Ponari dibuka, masyarakat mendapat peluang besar untuk menciptakan berbagai lapangan pekerjaan baru. Di sisi lain, pemerintah yang menginginkan praktik tersebut ditutup juga tidak mempertimbangkan persoalan perekonomian warganya, sehingga kebanyakan warga menginginkan praktik pengobatan tetap berjalan dan tidak mendukung penutupan praktik seperti yang diinginkan pemerintah. Dari wawancara dengan Tita dapat diketahui Ponari telah membuka jalan bagi sebagian besar masyarakat desa Ponari untuk meningkatkan penghasilan. Dengan mengungkapkan pemerintah ingin menutup praktik Ponari, dalam wawancara ini Tita menunjukkan belum ada ketegasan pihak pemerintah untuk benar-benar menutup praktik Ponari, bahkan praktik ini masih terus berlangsung pada 202 Andik, salah seorang warga Kedungsari, menyebutkan ada pihak yang memiliki otoritas dan meminta agar pengobatan dibuka kembali. Namun, Andik tidak menyebutkan siapa pihak tersebut (“Ribuan Warga Datangi Lagi Praktik Ponari”. Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009). Dalam berita “Polisi Sweeping Pasien” disebutkan Ketua DPRD, Abdul Halim Iskandar, semula menentang penutupan praktik Ponari, tetapi kemudian menyetujui penutupan praktik Ponari (Jawa Pos, Jumat, 27 Februari 2009). Berita “MUI Desak Tutup Praktik Ponari” mengungkapkan adanya dugaan keterlibatan perangkat desa yang turut mengeksploitasi Ponari. Kupon pengobatan yang semestinya tidak dijual lagi ternyata tetap dijual di Balai Desa Balongsari (Jawa Pos, Kamis, 19 Februari 2009). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 114 bulan Juli ketika Actor Studio datang ke Jombang. Pada kenyataan di lapangan yang ditemukan Tita banyak warga yang mengalami perubahan dalam perekonomian, baik dalam mendapat pekerjaan yang lebih banyak menghasilkan uang sekaligus dalam perubahan gaya hidup warga setempat. Jadi, memang ada hal-hal yang tidak diungkapkan dalam media massa, terutama mengenai praktik Ponari yang telah membuka banyak lapangan pekerjaan baru bagi warga setempat dan bagaimana perubahan gaya hidup masyarakat desa Ponari. Dari semua narasumber dalam penelitian ini ada seorang narasumber yang tidak ikut observasi ke Jombang, yaitu Sugeng Utomo (selanjutnya disebut Sugeng). Dalam pementasan Bocah Bajang Sugeng bertugas mendesain tata lampu pertunjukan. Sumber referensi yang digunakan Sugeng untuk mendesain tata lampu dalam Bocah Bajang adalah hasil observasi Actor Studio dan berita-berita media massa. Dari pembacaan Sugeng ada beberapa hal tentang Ponari yang diperoleh dari observasi dan bertolak belakang dengan apa yang diberitakan media massa. Namun, apa yang disebut sebagai hal-hal yang bertolak belakang oleh Sugeng kurang dijelaskan ketika wawancara, sehingga menjadi kurang detail apa yang diketahui Sugeng mengenai observasi dengan apa saja yang Sugeng dapat dari media massa. Sugeng hanya mengungkapkan garis besar yang dia ketahui tentang isu Ponari. S (Sugeng): Aku tetep maca, cuma kalau aku langsung ke sana, nggak. Jadi aku mung sebatas membaca catatan-catatan masing-masing aktor sing mrono dan, dan apa wae sing ditemoni. Yang kadang-kadang, bukan kadang-kadang, beberapa ki jungkir balik dengan yang diberitakan di media. (Aku tetap membaca, cuma kalau aku langsung ke sana (Jombang), nggak. Jadi aku cuma sebatas membaca catatan-catatan masing-masing aktor yang ke Jombang dan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 115 apa saja yang ditemukan. Yang kadang-kadang beberapa berkebalikan dengan yang diberitakan di media). A (Airani): Penangkepane apa, Mas? (Penangkapannya apa, Mas?) S: Maksudnya? A: Dari data yang dibaca, dari surveinya mereka, terus sebelum masuk ke panggung kan berarti ana interpretasi dhewe saka Mas Sugeng. (Dari data yang dibaca, dari surveinya mereka, terus sebelum masuk ke panggung kan berarti ada interpretasi sendiri dari Mas Sugeng). S: Atas data itu ya? Atau isu itu? Nek isu, interpretasi apa ya, nek isu kuwi ya, ya kuwi mung nganu sih, bahasane apa ya... Kayak obor blarak ngono kae lho, semacam ya iku hanya akan, akan besar untuk sesaat saja. Lagi-lagi itu soal memang sugesti, isu yang, isine tak pikir sugesti soal batu yang bisa menyembuhkan, sugestif banget203. (Atas data itu ya? Atau isu itu? Kalau isu, interpretasi apa ya, kalau isu itu ya, itu hanya semacam obor blarak, semacam hanya akan besar sesaat saja. Lagi-lagi itu soal memang sugesti, isu yang, isinya aku pikir sugesti soal batu yang bisa menyembuhkan, sugestif banget). Menurut Sugeng, peristiwa pengobatan Ponari hanya menjadi peristiwa yang besar untuk sesaat saja. Di sini terlihat bahwa Sugeng menangkap adanya peran media dalam pemberitaan pengobatan Ponari. Media massa cukup berpengaruh untuk membuat Ponari menjadi terkenal atau surut popularitasnya. Selain itu, peristiwa Ponari yang diperkirakan Sugeng hanya akan besar sesaat ini merupakan satu dari sekian banyak peristiwa pengobatan serupa yang sudah sering muncul di Indonesia. Dan Sugeng juga melihat ada pengaruh yang muncul dari pengobatan bermedium batu ini. Terlepas dari benar tidaknya “khasiat” batu Ponari, Sugeng secara tidak langsung mengungkapkan batu Ponari telah memberi harapan pada banyak orang 203 Sugeng Utomo, penata lampu Bocah Bajang. Wawancara: 26 April 2012. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 116 untuk bisa sembuh dari penyakit mereka. Dan kesembuhan yang didapat banyak pasien hanya merupakan sugesti saja, belum tentu pasien sembuh karena batu Ponari. Selama mengikuti proses Bocah Bajang, Sugeng merasa kurang mendapat informasi yang cukup tentang Ponari. Pada akhirnya Sugeng memutuskan untuk mempercayai hasil observasi di Jombang. Hal ini bisa disebabkan karena observasi diperoleh langsung di Jombang dan merupakan pengalaman yang dirasakan dan dialami secara langsung oleh Actor Studio. Sugeng juga mengatakan bahwa hasil observasi berbeda dengan apa yang disampaikan dalam media massa, tetapi Sugeng tidak menyebutkan secara detail soal perbedaan itu. Sugeng melihat perbedaan itu ada karena hasil observasi merupakan apa yang dilihat dan dialami langsung oleh para aktor, sedangkan media massa dilihat sebagai pihak yang bisa menciptakan narasi apa saja untuk kepentingan media massa itu sendiri. S: Ho‟oh, satu data, data yang muncul di media soal apa, isu, isu Ponari itu. Tapi kalau aku sih ngrasanya kemarin ininya kurang sih, apa itu, apa ya, ngrewes, ngrewes, ngurusi soal isu Ponari itu sendiri dibandingkan, ya ke pertunjukane kuwi. Iki wis isu Ponari sing wis dadi pertunjukan. Iki ora akeh, ora akeh, justru malah mungkin kurangnya di situ. Ora ngurusi isu Ponari itu sendiri. Jan-jane Ponari iki apa ta, itu aku krasa karena selama itu saat kuwi data sing aku oleh ya mung saka TV dan koran, dan survei yang kemudian aku omongke kuwi mau. Akeh sing walikan. Janjane soal kemalasan Ponari, alasane ngapa. Antara media dengan temen-temen survei kan beda. Njuk akhire, pada akhirnya, iki aku le percaya karo surveine bocah-bocah. Aku tetep, media tetep punya kepentinganlah, kepentingan pencitraan atau kepentingan penjualan berita itu, atau alasan lain. Aku ora percaya kuwi. Dan nek kanca-kanca karena netral, aku butuh data netral sik, sing lagi tak olah dinggo pertunjukan204. (Iya, satu data yang muncul di media soal isu Ponari itu. Tapi kalau aku sih merasa kemarin ini kurang ngurusi soal Ponari itu sendiri dibandingkan dengan pertunjukannya. Ini isu Ponari yang sudah jadi pertunjukan. Ini tidak banyak, malah mungkin kurangnya di situ. Tidak mengurusi isu Ponari itu sendiri. Sebenarnya Ponari itu apa, aku merasa karena saat itu data yang aku dapat hanya dari televisi 204 Sugeng Utomo, penata lampu Bocah Bajang. Wawancara: 26 April 2012. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 117 dan koran, dan survei yang aku bicarakan tadi. Banyak yang berkebalikan. Sebenarnya soal kemalasan Ponari, alasannya kenapa. Antara media dan survei kan beda. Kemudian akhirnya aku percaya pada surveinya teman-teman. Aku tetap melihat media punya kepentingan, kepentingan pencitraan atau kepentingan penjualan berita atau alasan lain. Aku nggak percaya itu. Dan kalau teman-teman netral, aku butuh netral, kemudian aku olah untuk pertunjukan). Sugeng menentukan cara membaca media massa dan hasil observasi di Jombang dan memutuskan untuk mempercayai hasil observasi. Media massa hanya menjadi referensi bagi Sugeng dan tidak langsung dipercaya begitu saja oleh Sugeng. Seluruh pemberitaan tentang Ponari bisa saja merupakan cara media massa untuk menarik perhatian banyak orang melalui narasi-narasi seputar praktik pengobatan Ponari. Di samping itu, menurut Sugeng, media massa mempunyai kepentingan pencitraan atau menjual berita. Berita-berita yang dihadirkan media massa sekilas tampak memberitakan peristiwa sosial dalam masyarakat, tetapi jika lebih dicermati lagi media massa cenderung berbicara tentang “kesaktian” Ponari dan bagaimana perubahan kehidupan Ponari setelah menjadi “dukun cilik”. Memang ada berita-berita yang menampilkan pembelaan terhadap Ponari, tetapi berita-berita itu hanya berhenti pada siapa saja pihak yang membela dan kurang menunjukkan tindakan-tindakan yang diambil pihak-pihak yang membela Ponari. Dengan menjual berita, media massa mampu mengendalikan popularitas Ponari. Jika media massa ingin ada lebih banyak orang mengkonsumsi berita tentang Ponari, maka kebanyakan berita yang dihadirkan cenderung tentang “kesaktian” Ponari. Karena ada kepentingan pencitraan dan penjualan berita, maka Sugeng memilih untuk mempercayai hasil observasi. Melalui hasil observasi, Sugeng melihat ada PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 118 kenyataan di lapangan yang tidak disampaikan media massa. Seperti yang disebutkan Sugeng soal kemalasan Ponari (dalam kutipan di atas), dengan merujuk hasil observasi tentang Ponari yang dipaksa mengobati, sehingga Ponari menjadi malas mengobati orang205. Dalam media massa Ponari terlihat malas karena ada anggapan Ponari kelelahan karena sudah mengobati banyak orang 206 . Dalam kutipan di atas Sugeng menyebutkan hasil observasi adalah suatu hal yang netral (kurang jelas netral dalam hal apa), mungkin karena temuan tersebut didapat langsung dari Jombang dan sesuai fakta di lapangan. Menurut penulis, temuan observasi kurang bisa dikatakan netral karena dalam observasi ini Actor Studio juga memiliki kepentingannya sendiri, yaitu untuk mendapatkan pengalaman langsung di lokasi praktik pengobatan Ponari dan memperoleh keterangan lebih detail. Apalagi jika melihat langsung pada pertunjukan Bocah Bajang, ada temuan-temuan di Jombang yang tidak disampaikan media massa, tetapi dihadirkan dalam pertunjukan. Misalnya soal Bu Lurah yang mengaku mengundang media massa, atau soal warga desa yang menciptakan berbagai cerita untuk menarik perhatian agar lebih banyak orang datang ke desa mereka, atau soal warga desa yang mempertahankan Ponari karena alasan finansial, bukan karena mempercayai “kesaktian” Ponari. Contoh-contoh tersebut menjadi gambaran bahwa Actor Studio pun mempunyai kepentingan menghadirkan temuan observasi yang 205 206 Ada hasil observasi mengenai Ponari yang ada masa-masanya memang dia tidak mau mengobati. Dan lebih seperti dipaksa untuk mengobati, atau digendong karena sebenarnya Ponari tidak mau pindah dari tempat tidurnya, kemudian dipaksa digendong. Bahkan Ponari tidak mau mencelupkan batu. Tangannya digerakkan oleh kakeknya, dipaksa untuk mencelupkan batu (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010). “Pengunjung Merosot, Ponari Ogah-ogahan”. Jawa Pos, Senin, 16 Maret 2009. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 119 belum diketahui orang banyak, terutama para konsumen berita media massa yang tidak datang ke lokasi praktik Ponari. Pembacaan atas media massa dilakukan Mohammad Nur Qomaruddin (selanjutnya disebut Qomar) yang berperan sebagai Pak Kardi dan pasien. Dalam wawancara ini Qomar mengungkapkan bahwa media mempunyai peran besar dalam peristiwa pengobatan Ponari. Hampir sama seperti yang diungkapkan narasumber lainnya, di sini Qomar melihat media massa telah mampu membuat seseorang (Ponari) menjadi besar, bukan hanya karena praktik pengobatannya, tetapi juga disertai narasi-narasi seputar kehidupan sehari-hari Ponari. A (Airani): Terus yang menarik dari Ponarinya sendiri, waktu itu lho, sebelum.... Q (Qomar): Sebelum mulai prosesnya? Ya, bagaimana, apa sih, aku lebih bukan pada pengobatannya, tapi lebih pada, karena aku juga mahasiswa begitu, gitu melihat fenomena itu jadi kayak yang aku menjadi pikiran langsung. Wah, ini media tuh bisa menyorot, sehingga membuat seseorang tuh jadi besar banget dan yang aku lihatnya sih biasa, tapi apa ya, tapi, eee... aneh. Karena ada yang sampai berhimpithimpitan gitu kan waktu di, di TV itu. Kelihatan mereka berdesak-desakan207. Dalam penuturannya, Qomar melihat fenomena Ponari dari sudut pandang akademis (sebagai seorang mahasiswa) yang melihat adanya kemampuan media mengangkat sebuah peristiwa dan mengendalikan posisi seseorang (Ponari). Qomar tidak langsung percaya dengan yang diungkapkan media massa, di sini Qomar justru melihat adanya kemampuan media massa memperlakukan seseorang (Ponari) sesuai keinginan media massa. Media massa menjadikan Ponari sebagai “tokoh utama” dalam kisah pengobatannya dan membuat bocah ini terkesan menjadi magnet bagi puluhan ribu 207 Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 120 orang pasien. Di sini media massa membuat Ponari menjadi “dukun cilik” yang terkenal melalui pemberitaan media massa. Sementara Qomar lebih melihat Ponari bisa menjadi terkenal bukan karena Ponari sendiri dan praktik pengobatannya, tetapi karena ada campur tangan media massa dalam mempopulerkan Ponari. Qomar juga bercerita mengenai apa yang dia saksikan di televisi. Media massa mampu mengundang perhatian banyak orang, menghadirkan narasi tentang pengobatan Ponari yang cukup dramatis, dan membuat orang banyak tertarik datang pada Ponari. Di sisi lain, media massa mampu membuat orang percaya pada apa yang ditampilkan di media massa. Dengan menampilkan visual orang yang sedang berdesak-desakan media mampu membuat orang banyak menjadi percaya bahwa Ponari memang memberi harapan pada banyak orang untuk mengobati dengan “batu ajaib”-nya. Jarak awal yang diambil Qomar adalah dengan tidak langsung mempercayai apa yang dilihatnya di media massa. Qomar melihat banyak rekayasa bisa diciptakan media massa agar berita mendapat perhatian orang banyak. Hal itulah yang dipikirkan Qomar saat melihat fenomena Ponari dalam media massa. Media massa mempunyai kekuasaan untuk menentukan apa yang akan mereka tampilkan di depan masyarakat dan membuat masyarakat menerima begitu saja apa yang ditampilkan media massa. Q: Ya, begitu dibahas lebih lanjut, memang pertanyaan awalku aku masih inget banget. Aku tuh punya kecurigaan, begitulah, pokoknya maksudnya apakah ini, ini semua tentang apa yang kuasa media. Aku nggak, karena aku bukan, bukan wartawan, bukan pelaku media yang, media massa, gitu ya nggak tahu kebenarannya. Memang ada nggak sih permainan-permainan yang kayak di TVTV, di film-film gitu ya, yang rekayasa media, yang memang mereka sengaja membuat itu jadi besar, kayak gitu-gitu. Itu nggak tahu, meskipun banyak dibicarakan, banyak temen-temen yang media itu juga, wah, ini bisa-bisanya aja, gitu, kayak misalnya kayak show Termehek-mehek, gitu-gitu kan banyak muncul PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 121 akhir-akhir ini gitu. Apa emang, kalau Termehek-mehek emang ya, emang, emang kayak gitulah. Yang ini tuh aku punya kecurigaan itu. Makanya aku, nah, waktu itu kayak di, eee... kan teksnya dua tuh, Bocah Bajang, eee... Bocah Bajang dan, dan fenomena Ponari gitu. Kalau di fenomena Ponari aku punya kecurigaan itu. Janganjangan ini cuma, cuma permainan media, tidak ada, nggak ada yang lain gitu. Selain itu, gitu, cuma ya waktu itu masih, masih, masih panjang perdebatannya. Cuma aku waktu itu masih yang ganjil. A: Yang ditangkap dari media sendiri apa, Mas, tentang Ponarinya? Q: Ya kayak.... A: Sebelum muncul pembicaraan itu. Q: Www... apa, ini perkembangan sejajar sama kasus-kasus yang lain gitu. Kasus korupsi atau kasus apa misalnya, Nazarudin ya misalnya. Sekarang terakhir-terakhir Nazarudin, ya Nazarudin. Kemudian waktu itu kecenderungan kayak gitu kan sudah, sudah besar gitu di media, terutama di televisi yang paling deket.208. Peristiwa Ponari ini ditanggapi Qomar sebagai suatu narasi yang diciptakan oleh media massa serta dapat diatur kapan berita tentang Ponari harus muncul dan kapan berita-berita tersebut harus surut dan berganti dengan berita lainnya. Peristiwa Ponari dilihat Qomar sebagai peristiwa biasa, sama seperti peristiwa-peristiwa lain yang pernah dihadirkan oleh media massa. Jika dilihat dari sudut pandang media massa, mungkin saja berita Ponari memiliki porsi yang sama seperti berita-berita lainnya. Namun, jika dilihat dari penonton/pembaca berita, maka peristiwa Ponari ini mampu menarik perhatian banyak orang, terutama bagi orang-orang yang sudah lama menginginkan kesembuhan. Hal ini menunjukkan bahwa media massa pun mempunyai target siapa konsumen beritanya, berita apa yang dihadirkan dan siapa yang membaca/menonton berita tersebut. 208 Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 122 Ada sebuah temuan yang diperoleh dalam observasi, tetapi tidak dihadirkan dalam media massa, yaitu pengakuan Bu Lurah mengenai keramaian praktik Ponari dan komentarnya tentang air Ponari. Q: Tapi ada cerita yang Bu Lurah itu yang di awal fenomena Ponari itu dia yang mengundang wartawa buat ke situ untuk, kan dia mempunyai relasi wartawan gitu. (...) dia punya relasi wartawan-wartawan gitu kan. Terus sengaja, emang sengaja diundang gitu. Q: Nah, kata Bu Lurah itu setelah dicelup itu baunya bisa kayak bau busuk, baunya persis sisik ular gitu. Tapi ya setelah beberapa hari di sini dibuka juga masih kayak bau air biasa gitu209. Sejak awal tidak pernah ada berita yang mengungkapkan bagaimana awalnya media massa mengetahui ada peristiwa pengobatan Ponari. Tiba-tiba media massa sudah ramai memberitakan fenomena Ponari dengan versi mereka sendiri-sendiri. Dalam observasi ini Bu Lurah mengaku dialah yang telah mengundang wartawan dan membuat praktik Ponari menjadi ramai didatangi banyak orang. Bu Lurah juga berkomentar soal air Ponari yang dianggapnya tidak sehat sebab berbau, sehingga tidak layak minum. Pengakuan Bu Lurah ini tidak muncul dalam media massa. Media massa hanya menampilkan komentar Bu Lurah mengenai perbaikan jalan dan pembangunan masjid setelah ada pemasukan dari praktik Ponari210, serta Bu Lurah sempat menunjukkan surat yang memuat alasan penutupan praktik Ponari211. 209 210 211 Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011. “Heboh Ponari Dukun Cilik dari Jombang”.Sigi 30 Menit, SCTV. http://www.youtube.com/watch?v=TYa--eo4d4w&feature=relmfu, diunduh: 16 Maret 2012.“Dukun Cilik”. Program Liputan 6, SCTV, disiarkan 5 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=8pNEgfsRP1k&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012. “Dukun Cilik Ponari”. Program Silet, RCTI, diunggah: 24 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=2sWdE-Xi_V4, diunduh: 16 Maret 2012. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 123 Ketika banyak orang datang pada Ponari dan percaya pada khasiat batu Ponari, apa yang ditemukan Qomar di Jombang ternyata cukup bertolak belakang dengan apa yang dihadirkan di dalam media massa. Media massa secara umum menampilkan pengobatan Ponari seakan-akan dipercaya banyak orang dari berbagai daerah dan masyarakat sekitar lokasi pengobatan. Namun, ketika ditelusuri di Jombang, justru masyarakat sekitar Ponari tidak percaya dengan cerita bahwa Ponari bisa menyembuhkan. Warga desa Ponari mempertahankan Ponari dengan berbagai macam cerita lebih karena agar masyarakat terjamin perekonomiannya. Setelah Ponari menjadi dukun cilik, banyak warga yang mengalamai perkembangan dalam hal mencari nafkah. Di sisi lain, sebagai bentuk ketidakpercayaan warga sekitar atas khasiat batu Ponari, para warga tetap memilih berobat pada dokter. Kebanyakan yang datang pada Ponari adalah orang-orang dari luar desa Ponari dan tidak mengetahui situasi di desa Ponari. Ketika media massa memberitakan Ponari banyak orang menjadi percaya begitu saja dan langsung datang berobat. Q: Nah, kalau warga sekitar tuh menurutku ya nggak, nggak percaya gitu. Tapi karena itu memberi nilai ekonomi buat mereka ya jadi mereka tetap ngomongin itu. Tapi mereka tetep kalau sakit ya ke dokter gitu. Ya, warga sekitarnya itu justru nggak. Yang datang kan justru kebanyakan dari luar, luar kampung situ. A: Yang penduduk sekitar situ malah lebih.... Q: Nggak, nggak percaya. Aku sempet ngobrol sama, ya kayak remaja, apa sih, kayak orang jamaah masjidnya di situ, gitu. Itu mereka, ehmmm... ya nggak percayalah mereka gitu. Karena mereka, apa, NU-nya kuat gitu, Islamnya kuat. A: Sempet itu nggak sih, ada protes dari orang-orang masjidnya itu apa.... Q: Nggak ada. Begitu, ya karena, gimana ya, itu mereka mau protes juga itu hidup khalayak banyak gitu. Khalayak ramai dan di peristiwa ini Ponari malah justru ikut PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 124 menyumbang buat pembangunan masjid, pembangunan jalan, mengaspal jalan, gitu. Terus membangun TK212. Temuan lain yang diperoleh Qomar selama berada di Jombang adalah orangorang di sekitar Ponari, termasuk jamaah masjid, tidak percaya dengan praktik pengobatan Ponari. Orang-orang di sana masih memegang kuat ajaran agama, sehingga kemungkinan menghindari pengobatan Ponari. Namun, di sisi lain orangorang yang tidak percaya pada pengobatan Ponari ini juga turut serta menikmati hasil dari pengobatan Ponari. Beberapa fasilitas di desa mereka dapatkan dari hasil praktik Ponari. Dan warga sekitar, terutama jamaah masjid, tidak memprotes atau melarang keberadaan praktik Ponari. Tidak ada komentar dari segi agama yang disampaikan jamaah masjid atas praktik Ponari. Hal tersebut cukup berlawanan dengan yang ditampilkan di media massa, di mana banyak perwakilan lembaga keagamaan yang mempertanyakan ulang mengenai praktik Ponari. Kebanyakan perwakilan lembaga keagamaan yang dihadirkan media massa merupakan perwakilan dari lembaga yang jauh dari lokasi praktik Ponari dan tidak diketahui apakah mereka pernah datang langsung ke lokasi praktik Ponari. Sementara tanggapan dari jamaah masjid di desa Ponari tidak ada yang ditampilkan dalam pemberitaan. Persoalan perekonomian tampaknya memang telah membuat warga di desa Ponari tetap mempertahankan keberadaan si dukun cilik karena Ponari telah menghidupi desa tersebut. Selain wawancara langsung, penulis juga melakukan wawancara via Facebook dengan dua narasumber lain, yaitu Siti Fauziah (Ozi) dan Darmanto Setiawan 212 Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 125 (Antok). Wawancara melalui Facebook ini merupakan informasi tambahan untuk mengetahui apa yang ditangkap para narasumber dari pemberitaan tentang Ponari. Dan wawancara ini bukanlah wawancara mendalam karena jawaban-jawaban yang diberikan narasumber hanya jawaban pendek dan sekilas saja. Berikut pemaparan analisis pandangan Ozi dan Antok mengenai berita-berita Ponari. Siti Fauziah, atau sering disapa Ozi, yang berperan sebagai Bu Lurah dan pasien, dalam wawancara via Facebook mengungkapkan garis besar yang ia tangkap dari narasi fenomena Ponari. Dalam pernyataannya, Ozi mengatakan pemberitaan Ponari menunjukkan masyarakat masih banyak yang percaya dengan hal-hal di luar logika. Pengobatan yang dikerjakan Ponari bisa saja dianggap berada di luar logika jika melihat pada masa sekarang ilmu pengobatan sudah cukup maju, terutama pengobatan biomedis, dan belum ada bukti secara ilmiah air Ponari bisa menjadi obat. Pendapat Ozi merupakan tanggapannya setelah melihat banyaknya orang yang datang pada Ponari dan menekankan pada betapa besarnya kepercayaan orang banyak pada pengobatan yang dianggap Ozi berada di luar logika pengobatan biomedis. Airani (A): Menurut mb ozi, apa yang menarik dari isu Ponari? (setelah tahu berita tentang Ponari). Ozi (O): Hari gini kok masi ada yang percaya sama “cerita” yang begituan, bahwa dengan celupan batu dari tangan anak kecil akan menyembuhkan segala macam penyakit. A: Apa yang mb ozi tangkap dari pemberitaan tentang Ponari di media massa (cetak maupun elektronik)? PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 126 O: Yang saya tangkap dari pemberitaan Ponari adalah mental masyarakat kita yang masih percaya hal-hal di luar logika213. Apa yang diungkapkan Ozi merupakan gambaran mengenai sebagian kecil pemberitaan tentang pengobatan Ponari dalam media massa. Dalam media massa ada berita-berita yang menarasikan peristiwa Ponari sebagai gambaran bahwa masih ada masyarakat yang percaya dengan hal-hal yang ada di luar logika kesehatan biomedis dan lebih memilih untuk datang berobat pada Ponari 214 . Pasien-pasien yang ada dalam media massa banyak yang percaya dengan kemampuan Ponari dan yakin Ponari bisa mengobati. Namun, ada juga berita yang mengungkapkan ada pasien yang tidak percaya dengan kemampuan Ponari 215 . Melalui tanggapannya, Ozi tampak melihat secara keseluruhan berita tentang Ponari kebanyakan merupakan berita mengenai orang-orang yang percaya pada kemampuan Ponari. Padahal ada juga media massa yang mengambil jarak dalam memberitakan Ponari dan menunjukkan adanya pemikiran ulang mengenai peristiwa pengobatan tersebut216. Dari pernyataan 213 214 215 216 Siti Fauziah, aktris Bocah Bajang. Wawancara via Facebook: 20 November 2011 dan 22 November 2011. Berita “Banyak Sembuh, Tidak Sedikit Kecewa” (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009) menyebutkan pasien bernama Haji Nawawi sembuh dari sakit linu tulang, Sumardi sembuh dari sakit stroke, dan Musali sembuh dari lumpuh total. Pasien bernama Yayuk juga menyatakan sembuh dari kanker (“Kontroversi Pengobatan Ala Ponari”. Program Barometer, SCTV, disiarkan 26 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=yHGEGvASmcc,diunduh: 16 Maret 2012). Pasien bernama Suwaji bahkan sampai datang pada Ponari sampai enam kali. Lima kali Suwaji mendapat air dari Ponari dan mengaku mendapat kesembuhan, kemudian dia mengantri lagi untuk keenam kalinya (“Fenomena Tabib Cilik: Mitos Kesaktian dan Kesembuhan Instan. Kompas, Sabtu, 14 Februari 2009). Seorang pasien bernama Hartini mengungkapkan tidak percaya pada kemampuan Ponari (“Heboh Ponari Dukun Cilik dari Jombang”. Program Sigi 30 Menit, SCTV, disiarkan 18 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=M_AUuG7M2Gk, diunduh: 16 Maret 2012). Ada media massa yang menyebutkan bahwa Ponari telah dipaksa menjadi dukun (“Tim Dokter Teliti Pasien yang Mengaku Sembuh”. Jawa Pos, Minggu, 1 Maret 2009) untuk mengatakan kepada masyarakat bahwa Ponari mengobati orang bukan karena kehendak Ponari sendiri. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 127 di atas, Ozi tampak cenderung tidak percaya dengan praktik Ponari karena pengobatan yang dikerjakan Ponari berada di luar logika pengobatan biomedis. Media massa juga menampilkan narasi mengenai Ponari sebagai dukun tiban yang mampu mengundang perhatian banyak orang dengan “batu ajaib”-nya. Dalam wawancara ini Ozi juga memberikan gambaran yang diketahuinya tentang Ponari. A: Pengetahuan (dari media massa) apa tentang Ponari yang mb ozi dapet sebelum melakukan survei ke Jombang? O: Si anak kecil yang berkekuatan ajaib dan “dipercaya” orang mampu membawa keberuntungan bagi orang lain setelah disambar petir bersamaan dengan munculnya batu ajaib di tangannya217. Ponari digambarkan Ozi sebagai anak kecil dengan kekuatan ajaib dan dipercaya mampu membawa keberuntungan bagi orang lain setelah disambar petir bersamaan dengan munculnya batu ajaib. Hampir semua media massa mengungkapkan hal yang sama seperti yang dikatakan Ozi, bahwa Ponari merupakan dukun cilik yang mempunyai kemampuan mengobati orang. Dalam jawabannya tersebut, Ozi membaca adanya narasi yang dibangun media massa, yaitu media massa menampilkan Ponari sebagai bocah yang memang memiliki kekuatan dan batu ajaib untuk mengobati. Namun, ada juga media massa yang memberikan gambaran bahwa 217 Beberapa media cetak juga menampilkan judul yang bisa menjadi kritik atau menjadi refleksi bagi pembacanya, seperti judul berita “Fenomena Tabib Cilik: Mitos Kesaktian dan Kesembuhan Instan” (Kompas, Sabtu, 14 Februari 2009), “Tabib Cilik: Potret Buruk Pelayanan Kesehatan” (Kompas, Selasa, 17 Februari 2009), “Komnas Anak: Praktik Ponari Harus Dihentikan” (Kompas, Kamis, 26 Februari 2009), “Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga” (Kompas, Kamis, 5 Februari 2009), “Messianisme: Membaca „Batu Geledek‟ Ponari” (Kompas, Minggu, 22 Februari 2009). Siti Fauziah, aktris Bocah Bajang. Wawancara via Facebook: 20 November 2011 dan 22 November 2011. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 128 kekuatan yang dimiliki Ponari tidak dapat dibuktikan kebenarannya 218 . Dalam wawancara ini Ozi memberikan jawaban-jawaban yang sangat singkat untuk setiap pertanyaan, sehingga penulis tidak bisa menggali lebih jauh pandangan-pandangan Ozi mengenai peristiwa Ponari dalam media massa beserta hasil observasi Actor Studio di Jombang. Jawaban-jawaban yang singkat dari Ozi pun tidak bisa menjadi acuan sepenuhnya bagi penulis untuk menggali apa yang didapatkan Actor Studio dari media massa secara lebih luas. Dari sepuluh pertanyaan yang dikirim penulis, Ozi hanya menjawab lima pertanyaan saja. Penulis mewawancarai Ozi melalui Facebook karena narasumber tidak bisa ditemui secara langsung. Persoalan Ponari juga ditanggapi oleh Darmanto Setiawan, biasa dipanggil Antok, yang berperan sebagai mahasiswa dan pasien. Wawancara dengan Antok penulis lakukan via Facebook karena pada saat itu Antok sedang berada di luar kota. Pertanyaan yang penulis beri untuk Ozi juga penulis ajukan untuk Antok. Dari dua puluh empat pertanyaan yang penulis kirim, hanya enam belas pertanyaan yang dijawab. Sebagian berkaitan dengan media massa dan sebagian lagi berkaitan dengan pementasan Bocah Bajang. Bagi Antok, peristiwa Ponari menjadi ssebuah peristiwa yang bisa mengundang perhatian orang banyak. Hal ini diungkapkan Antok dalam jawabannya yang mengatakan bahwa Ponari menjadi perhatian orang banyak dan membuat orang-orang datang ke lokasi praktik karena mereka percaya pada Ponari. 218 Air celupan batu Ponari sempat diberitakan tengah diteliti oleh SP3T (Sentra Pengkajian Pengembangan Pengobatan Tradisional) RSU dr. Soetomo Surabaya. Berita ini menunjukkan bahwa air Ponari yang sudah dipercaya orang banyak masih perlu diteliti apakah memang memiliki khasiat untuk mengobati (“Tim Dokter Teliti Pasien yang Mengaku Sembuh”. Jawa Pos, Minggu, 1 Maret 2009). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 129 Tidak dijelaskan lebih lanjut seperti apa kepercayaan orang-orang yang datang pada Ponari menurut pendapat Antok. Airani: Menurut mas Antok, apa yang menarik dari isu Ponari? Antok: Kerumunan banyak orang dengan berbagai karakter terkonsentrasi pada suatu tempat (untuk sebuah kepercayaan)219. Dalam berbagai media massa memang sempat diberitakan bahwa banyak orang datang pada Ponari karena mereka percaya Ponari dapat mengobati mereka. Selain itu, ada juga berita yang mengatakan bahwa dalam peristiwa Ponari ini ada konsep pewahyuan, yaitu Ponari seakan-akan memang menjadi orang yang mendapat kemampuan mengobati dan kekuatan Ponari bisa hilang jika Ponari berpindah lokasi praktik pengobatan220. Selain persoalan perhatian orang banyak yang terpusat pada peristiwa Ponari, Antok juga melihat peran media massa dalam peristiwa Ponari. Media massa menjadi pihak yang membuat peristiwa ini “besar”, dalam arti media massa cukup memegang kendali atas popularitas Ponari, baik dalam praktik pengobatannya, “kesaktian” Ponari221, dalam memberitakan keseharian Ponari, dan menjadi pihak yang membuat Ponari dikenal orang banyak sebagai “dukun cilik”. Airani: Apa yang anda tangkap dari pemberitaan tentang Ponari di media massa (cetak maupun elektronik)? 219 220 221 Darmanto Setiawan, aktor Bocah Bajang. Wawancara via Facebook: 21 September 2011, 23 September 2011, 25 September 2011, 1 Oktober 2011, 4 Oktober 2011. “Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga”. Kompas, Kamis, 5 Februari 2009. Berita ini juga menyebutkan bahwa Ponari menjadi penyelamat bagi banyak orang yang mengalami kesulitan, terutama bagi para pencari kesembuhan. Ada media massa yang memberikan cerita soal Ponari yang mendapatkan wahyu untuk mengobati, dan ada juga yang memberikan cerita bahwa khasiat batu Ponari sudah luntur (“Pengunjung Merosot, Ponari Ogah-ogahan”. Jawa Pos, Senin, 16 Maret 2009). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 130 Antok: Pembesaran atas isu222. Dalam jawabannya, Antok hanya mengatakan pemberitaan media massa merupakan pembesaran atas isu Ponari. Namun, hal ini kurang dijelaskan Antok seperti apa media massa membesarkan isu Ponari. Tidak disebutkan dengan lebih mendalam mengenai berita-berita yang dianggap telah membesarkan isu Ponari. Dengan jawaban di atas, Antok tidak menerima berita Ponari begitu saja. Pemberitaan yang dilakukan media massa dilihat Antok sebagai kendali media massa atas peristiwa. Pengetahuan tentang Ponari yang diperoleh Antok dari media massa pun berupa informasi yang umum, yaitu mengenai bagaimana Ponari mendapatkan “batu ajaib”. Hampir semua media massa pernah menyebutkan proses penemuan batu oleh Ponari. Di dalam jawabannya, Antok hanya menyebutkan tentang adanya sejarah keberadaan batu Ponari, tetapi kurang bercerita banyak mengenai penemuan batu itu sesuai dengan informasi yang diperoleh Antok dari media massa. Airani: Pengetahuan (dari media massa) apa tentang Ponari yang mas Antok dapet sebelum melakukan survei ke Jombang? Antok: Sejarah (mendapatkan) keberadaan batu Ponari223. Dalam wawancara dengan Antok, penulis tidak mendapati jawaban yang menjelaskan apa yang diperoleh Antok dari media massa secara lebih rinci. Semua jawaban yang diberikan Antok berupa jawaban-jawaban singkat. 222 223 Darmanto Setiawan, aktor Bocah Bajang. Wawancara via Facebook: 21 September 2011, 23 September 2011, 25 September 2011, 1 Oktober 2011, 4 Oktober 2011. Darmanto Setiawan, aktor Bocah Bajang. Wawancara via Facebook: 21 September 2011, 23 September 2011, 25 September 2011, 1 Oktober 2011, 4 Oktober 2011. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 131 Melalui wawancara via Facebook tampak Ozi dan Antok secara sekilas melihat ada cerita yang dibangun media massa dan peran media massa dalam mengendalikan seberapa jauh sebuah peristiwa diberitakan. Ozi lebih banyak memaparkan begitu saja apa yang dia tangkap dari media massa melalui jawaban-jawaban yang singkat. Antok memberikan jawaban singkat seperti apa yang dia dapatkan dari media massa tanpa memberikan keterangan lebih mendalam lagi. Jawaban-jawaban singkat dari kedua narasumber ini kurang memberi kesempatan pada penulis untuk mengetahui sejauh mana kedua narasumber ini merespon pemberitaan media massa. Setelah melihat wawancara dengan narasumber mengenai pemberitaan Ponari oleh media massa, maka dapat diketahui ada beberapa hal yang ditangkap para narasumber yang hampir mirip antara satu narasumber dengan narasumber yang lain. Beberapa hal yang menjadi sorotan para narasumber adalah peristiwa pengobatan Ponari bukan mengenai penemuan cara pengobatan baru, tetapi lebih terlihat sebagai suatu peristiwa sosial berkaitan dengan pengobatan yang direspon orang banyak sehingga menimbulkan kehebohan selama beberapa bulan. Selain itu, ada cerita-cerita seputar Ponari yang dibangun warga sekitar lingkungan Ponari yang melanggengkan praktik pengobatan Ponari. Para peserta observasi tidak mengejar persoalan “kesaktian” batu Ponari, tetapi lebih melihat pada bagaimana Ponari mampu membuat banyak orang datang dan percaya padanya. Ada banyak hal yang ditemukan Actor Studio selama di Jombang mirip dengan yang disampaikan media massa. Namun, ada juga temuan-temuan yang berbeda dengan pemberitaan media massa. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 132 Dengan menggunakan konsep Stuart Hall, maka penulis bisa melihat posisi Actor Studio sebagai decoder ketika melakukan decoding atas pemberitaan tentang Ponari. Dari pembacaan atas wawancara dengan narasumber, penulis tidak menemukan pernyataan narasumber yang menerima begitu saja apa yang diberitakan oleh media massa. Para narasumber memberikan pernyataan-pernyataan yang menunjukkan para narasumber menerima pesan dari media, tetapi narasumber melakukan negosiasi. Hal ini terjadi karena bisa saja decoder setuju dengan pesan dari pembuat berita media massa, tetapi ada juga bagian di mana decoder tidak menyetujui pesan itu sepenuhnya. Dalam situasi negosiasi ini Actor Studio bisa saja menyetujui apa yang disampaikan media massa. Tetapi di sisi lain, decoder mencari sendiri pesan lain dari peristiwa pengobatan Ponari. Dari analisis wawancara para narasumber mengenai pandangan mereka atas pemberitaan media massa dan sedikit membandingkan dengan apa yang mereka dapat dari observasi di Jombang, maka dapat dilihat ada jarak yang diambil para narasumber untuk membaca fenomena Ponari. Dalam wawancara Ozi melihat di media massa banyak pasien yang percaya begitu saja dengan pengobatan Ponari meskipun sebenarnya ada pengobatan biomedis yang bisa dipilih pasien yang sakit. Namun, karena kebutuhan untuk sembuh dengan cepat dan permasalahan ekonomi, maka masyarakat memilih datang pada Ponari. Di sini Ozi melihat masyarakat yang datang pada Ponari merupakan orang-orang yang percaya pada hal-hal di luar logika. Hal ini disampaikan Ozi bisa saja karena Ozi melihat pada masa sekarang ilmu PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 133 pengobatan biomedis sudah berkembang dan bisa dibuktikan secara ilmiah, sedangkan pengobatan Ponari tidak ada pembuktian secara ilmiah. Pemberitaan peristiwa pengobatan Ponari pun tidak diterima begitu saja oleh Antok. Antok melihat adanya kendali media massa yang cukup kuat dalam menghadirkan peristiwa Ponari dalam berita. Tidak ada media massa yang memberitakan peristiswa Ponari apa adanya. Antok membaca adanya kehebohan yang ditimbulkan media massa, sehingga mengundang perhatian banyak orang untuk mencari tahu dan mempercayai kisah Ponari. Pengaruh media massa terhadap masyarakat juga sempat diungkapkan Gunawan, Sugeng, dan Qomar. Sebelum peristiwa pengobatan diberitakan media massa, bisa jadi praktik pengobatan ini hanya diketahui oleh orang-orang yang tinggal di sekitar lokasi Ponari. Namun, setelah ada pemberitaan dari media massa, maka lebih banyak orang yang mengetahui keberadaan praktik pengobatan ini. Menurut informasi yang diperoleh selama observasi Ponari mendapatkan batunya pada Desember 2008. Namun, Ponari dan batunya menjadi heboh ketika mulai diberitakan media massa pada Februari 2009224. Pemberitaan Ponari mulai surut pada Mei 2009, sehingga ketika Actor Studio melakukan observasi di Jombang pada Juli 2009, kondisi desa Ponari sudah mulai sepi pengunjung. Banyak-sedikit pengunjung yang datang pada Ponari tampak dipengaruhi oleh pemberitaan media massa. Sugeng melihat kehebohan yang ditimbulkan oleh media massa ini sifatnya hanya sementara saja karena pasti akan ada peristiwa lain yang akan menggantikan peristiwa pengobatan Ponari. Apa yang 224 Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 134 dilihat Sugeng pada media massa dianggap Sugeng sebagai kepentingan media massa, sehingga menurut Sugeng ada banyak perbedaan antara pemberitaan media massa dan hasil observasi. Di sini Sugeng menetapkan posisinya sebagai decoder yang cenderung mempercayai hasil observasi di Jombang. Tita, Gunawan, dan Qomar tidak langsung percaya Ponari menjadi terkenal memang karena kemampuannya, seperti yang diberitakan dalam media massa. Ada permasalahan perekonomian yang dilihat ketiga narasumber ini sebagai alasan yang membuat Ponari tetap dipertahankan menjadi dukun cilik oleh lingkungan sekitar dan latar belakang perekonomian ini tidak disampaikan secara jelas di media massa. Permasalahan perekonomian yang membuat orang-orang di sekitar Ponari menjadikan Ponari sebagai sumber penghasilan mereka. Banyak warga sekitar yang justru tidak percaya bahwa Ponari mempunyai “kesaktian”. Namun, situasi kedatangan banyak orang ke desa Ponari dimanfaatkan warga setempat untuk mendapat pekerjaan baru. Semula kebanyakan warga bekerja sebagai petani. Namun, setelah ada praktik Ponari, warga mulai membuka lahan parkir, menyewakan ember, menjual air, menyewakan tempat penginapan, hingga membuat berbagai versi kisah Ponari untuk menarik orang datang ke desa Ponari. Ada hal yang berkaitan dengan respon pihak pelayanan kesehatan setempat dan respon jamaah masjid setempat yang tidak diungkapkan dalam media massa. Temuan ini merupakan cara lain Actor Studio membaca apa yang tidak disampaikan media massa. Kebanyakan yang ditemukan dalam media massa adalah tanggapan dari pihak-pihak yang lokasinya berada jauh dari tempat praktik Ponari. Di sini Gunawan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 135 melihat ada tanggapan rumah sakit setempat yang tidak dimunculkan dalam media massa dan sebenarnya tanggapan rumah sakit ini merupakan gambaran bahwa kehadiran praktik Ponari menjadi tantangan bagi keberadaan rumah sakit setempat. Qomar juga menemukan tidak adanya tanggapan atau penolakan dari jamaah masjid setempat atas kehadiran praktik pengobatan Ponari. Hal ini diduga Qomar terjadi karena jamaah masjid setempat pun mendapat keuntungan dari praktik Ponari, yaitu dengan adanya bantuan pembangunan masjid. Sementara di dalam media massa tidak disebutkan bagaimana tanggapan dari masjid setempat. Media massa cenderung memberitakan tanggapan yang bersifat umum dari pihak personal atau perwakilan lembaga keagamaan. Tanggapan dari pihak lembaga keagamaan yang ditampilkan media massa seringkali berbicara tentang kekhawatiran akan muncul syirik, atau sekadar pernyataan keprihatinan karena banyaknya orang yang mempercayai hal-hal di luar logika kesehatan biomedis dan percaya akan kekuatan yang bukan dari Tuhan. Dalam pemberitaan media massa ada beberapa berita yang menceritakan tentang keluarga Ponari, terutama ketika ayah Ponari berseteru dengan seorang tetangga karena memperebutkan Ponari 225 dan ketika keluarga sepakat menutup praktik Ponari. Seberapa jauh keterlibatan keluarga, terutama ayah dan ibu Ponari, selama praktik dibuka tidak disebutkan dalam pemberitaan media massa. Pemberitaan di media massa mengesankan bahwa kedua orangtua Ponari bersikap pasif selama 225 Insiden ayah Ponari dipukuli tetangganya diberitakan dalam “Ribuan Warga Datangi Lagi Praktik Ponari” (Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009), “Kumpulkan Rp 1 M, Dukun Cilik Ponari Jadi Rebutan” (Jawa Pos, Selasa, 17 Februari 2009), dan Liputan 6 (http://www.youtube.com/watch?v=8pNEgfsRP1k&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 136 Ponari melakukan pengobatan. Ketika observasi Tita menemukan ada hal yang kurang disebut dalam media massa, bahwa ibu Ponari pun berperan menciptakan cerita-cerita agar orang-orang tetap datang berobat pada anaknya. Ibu Ponari mengaku bermimpi didatangi Nyi Roro Kidul. Selain itu, ibu Ponari juga mengungkapkan bahwa anaknya adalah keturunan Sunan Giri. Apa yang diberitakan media massa menjadi referensi bagi Actor Studio sebelum mereka melakukan observasi ke Jombang. Dengan mengambil jarak untuk membaca media massa, para anggota observasi tidak mempercayai begitu saja apa yang telah diberitakan media massa. Actor Studio memilih untuk melakukan negosiasi dalam membaca pemberitaan tentang Ponari dalam media massa. Cara pandang lain atas peristiwa pengobatan Ponari didapatkan sebelum melakukan observasi dan dilengkapi dengan temuan-temuan saat melakukan observasi ke Jombang. Banyak temuan yang di Jombang yang berbeda dengan apa yang dilihat dalam media massa. Perbedaanperbedaan dan semua yang dialami langsung di Jombang inilah yang kemudian membuat Actor Studio melakukan pembacaan ulang atas peristiwa Ponari dan membentuk narasi baru tentang peristiwa pengobatan Ponari berdasarkan pengalaman langsung di Jombang. 3. Kesimpulan Dari sejumlah media massa yang telah dianalisis di atas, ada beberapa hal yang disampaikan media massa. Pertama, tentang “kesaktian” batu Ponari dan bagaimana batu itu mampu membuat puluhan ribu orang mendatangi Ponari, serta reaksi para PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 137 pasien terhadap pengobatan itu sendiri. Kedua, banyaknya penilaian atau tanggapan dari berbagai pihak yang membela atau menolak keberadaan praktik Ponari, tetapi pemberitaan media massa cenderung sebatas mengungkapkan tanggapan, bukan menginformasikan tindakan untuk mengatasi permasalahan seputar praktik pengobatan Ponari. Kedua hal tersebut disajikan media massa dengan kemasan narasi cerita yang menarik, sehingga pemberitaan fenomena Ponari menjadi lebih menggali keingintahuan pembaca/penonton untuk tetap mengikuti pemberitaan. Berita-berita media massa menjadi perhatian Actor Studio untuk mendapatkan pengetahuan awal mengenai praktik pengobatan Ponari sebelum Actor Studio melakukan observasi di Jombang. Yang dilihat Actor Studio dari pemberitaan media massa adalah media massa memiliki kemampuan mengendalikan posisi Ponari, membuat Ponari terkenal atau menyurutkan popularitas Ponari. Di samping itu, ada kecenderungan perbedaan antara yang diketahui dari media massa dengan yang ditemukan dalam observasi di Jombang, sehingga Actor Studio kemudian mengambil jarak atas pemberitaan media massa. Banyak informasi yang didapat Actor Studio dari media massa, tetapi kemudian tidak begitu saja diterima. Actor Studio memilih untuk menegosiasikan apa yang mereka dapat dari media massa. Hal ini ditegaskan dengan pengadaan observasi langsung ke Jombang, yang bukan saja untuk mendapat pengalaman langsung di kampung Ponari, tetapi sekaligus untuk memeriksa ulang apa yang diberitakan media massa. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 138 BAB IV PEMAKNAAN FENOMENA PONARI DALAM PEMENTASAN BOCAH BAJANG Dalam bab IV penulis menghadirkan sinopsis Bocah Bajang untuk mengetahui garis besar cerita dari pementasan Bocah Bajang dan membahas bagaimana hasil observasi di Jombang dipakai untuk memfiksionalisasikan kisah Ponari ke dalam pementasan Bocah Bajang. Dengan menggunakan konsep retake penulis melihat sejauh mana Actor Studio Teater Garasi menghadirkan fenomena Ponari di dalam teks pementasan Bocah Bajang dengan berangkat dari teks observasi di Jombang. Dalam penulisan bab IV data diperoleh dari wawancara, rekaman pementasan, fotofoto pementasan, serta sumber-sumber literatur lainnya. 1. Sinopsis Bocah Bajang Bocah Bajang mengangkat fenomena “dukun cilik” Ponari dengan berangkat dari pengalaman observasi Actor Studio Teater Garasi di Jombang. Pengalaman langsung dalam mengamati para pasien, kehidupan sehari-hari Ponari dan keluarganya, dan situasi desa Ponari dihadirkan dalam pertunjukan Bocah Bajang. Untuk mengingatkan para penonton atas peristiwa pengobatan Ponari, pada hari pementasan para penonton yang membeli tiket pertunjukan diberi sebotol air mineral PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 139 isi 300 ml, merk Aqua226, merk air mineral yang sama seperti yang dijual di lokasi praktik Ponari. Pemberian air mineral kemasan botol bertujuan untuk menghadirkan suasana seperti yang ditemukan Actor Studio ketika berada di Jombang, orang-orang mengantri di kampung Ponari dengan membawa air untuk dicelup batu. Selain pembagian air mineral, di depan pintu masuk ruang pementasan terdapat sebuah papan yang ditempeli artikel-artikel berita Ponari. Hal tersebut dikerjakan untuk kembali mengingatkan penonton pada peristiwa Ponari karena ketika pertunjukan dilakukan peristiwa Ponari sudah berlalu227. Pemilihan judul Bocah Bajang sendiri digunakan untuk menggambarkan Ponari sebagai “bocah sakti”228. Pementasan Bocah Bajang ini merupakan proses penciptaan bersama. Teks dikonstruksi aktor dari hasil observasi229, kemudian sedikit ditambah oleh sutradara pada bagian dialog Bocah Bajang dan ibunya, serta sisipan dagelan dalam adegan Pak Kardi dan pendatang230. Di sini sutradara lebih banyak menyusun struktur pertunjukan, merangkai adegan-adegan. Sejak para penonton memasuki gedung pertunjukan seluruh panggung sudah diterangi lampu kuning dan para aktor 226 227 228 229 230 Gambar botol Aqua pementasan Bocah Bajang terdapat dalam foto 3 dan foto 4. Tiket dan katalog Bocah Bajang bisa dilihat pada foto 1 dan foto 2 (lihat lampiran). Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010. Bocah bajang kalau di Jawa seperti bocah ajaib. Secara bentuk ada banyak yang mengimajinasikannya. Deskripsinya adalah anak kecil yang tidak bisa besar, tapi dia sakti. Figur pewayangannya seperti wayang bayi, tidak bisa besar. Bocah bajang ada dalam suluk bocah bajang. Ketertarikan awal justru pada suluk bocah bajang, bukan pada Ponari. Tetapi kemudian bocah bajang itu dikaitkan dengan kekinian, yang dekat dengan peristiwa Ponari (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010). Di Wonosobo juga ada bocah bajang yang artinya adalah bocah yang rambutnya tidak disisiri dan tidak pernah dicukur sejak lahir. Dia punya kelebihan tertentu dan orang-orang sangat mengagungkannya. Apa yang dia minta harus dituruti (Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011). Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 2 Mei 2012. Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 140 sudah berada pada blocking masing-masing. Penataan pemain di atas panggung sejak penonton memasuki gedung merupakan strategi untuk mengatakan pertunjukan telah dimulai. Di panggung bagian belakang terdapat dinding permanen yang ditempeli artikel-artikel berita Ponari. Tempelan berita-berita ini menjadi cara mengingatkan penonton pada peristiwa Ponari dan mewakili media massa secara umum, serta merupakan tanda bahwa peristiwa Ponari telah dikonstruksi terlebih dulu oleh media massa (media massa telah menarasikan Ponari versi mereka dalam berita-berita)231. Di depan dinding permanen penuh artikel berdiri dinding bambu yang dipasangi foto Ponari. Bangku panjang warna hijau diletakkan di depan dinding bambu. Di panggung bagian depan ada beberapa batu sebesar kepalan tangan yang ditata rapi 232. Dalam pertunjukan Bocah Bajang, ada dua bagian yang dihadirkan Actor Studio. Bagian pertama berupa penegasan kepada para penonton bahwa pertunjukan Bocah Bajang merupakan hasil observasi Actor Studio. Hal tersebut ditampilkan dalam perkenalan para aktor pada awal pertunjukan dan tanggapan atas fenomena Ponari yang dihadirkan dalam monolog masing-masing aktor pada akhir pertunjukan. Bagian kedua berupa kisah Ponari yang ditampilkan Actor Studio dengan merepresentasikan Ponari melalui tokoh Bocah Bajang. 231 232 Kliping yang ada di belakang (background panggung) merupakan simbol bagaimana kemudian media ikut mempengaruhi image atas Ponari (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010). Bayangan setting awalnya itu memang kayak omah, omah kampung ya, omah di desa yang kami lihat di sana itu. Cuma ini kan wis ana estetisasi ya, sudah ada estetisasi ketika saya membayangkan misalnya, kemudian bocah bajang sudah ada di dalam, di dalam kandang ayam, gitu (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 4 September 2013). Foto 21 (lihat lampiran). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 141 Pada bagian perkenalan para aktor memperkenalkan diri dan secara singkat bercerita tentang kesan yang mereka tangkap selama observasi, baik kesan mengenai Ponari sendiri maupun kesan yang diperoleh setelah melihat situasi desa Ponari. Kemudian pada bagian akhir pertunjukan para aktor memberikan pandanganpandangan tentang fenomena Ponari itu sendiri, dengan mengungkapkan bagaimana kisah Ponari sebagai “dukun cilik” dibangun oleh masyarakat desa setempat, bagaimana kisah “batu ajaib” tetap hidup, dan bagaimana masyarakat luas mempercayai “khasiat” batu Ponari. Pada bagian di antara perkenalan dan bagian akhir pertunjukan merupakan kisah perjalanan si Bocah Bajang dan “batu ajaib”-nya, serta perlakuan orang-orang terhadap Bocah Bajang dan batunya. Ponari sendiri dalam pertunjukan ini digambarkan sebagai bocah bajang233. Pada bagian ini nama Ponari tidak disebutkan, melainkan digunakan sebutan Bocah Bajang untuk menunjukkan bahwa bagian di antara perkenalan dan bagian akhir pertunjukan merupakan kisah yang dibangun Actor Studio berdasarkan pengalaman observasi di Jombang. Setting yang ditampilkan pada Bocah Bajang antara lain latar rumah Bocah Bajang, suasana di dalam rumah si Bocah Bajang, dan suasana desa tempat tinggal si Bocah Bajang. Adegan yang ditampilkan setelah perkenalan para aktor adalah adegan para calon pasien yang sedang menunggu di pelataran rumah si Bocah Bajang. Adegan tersebut menggambarkan situasi para calon pasien yang harus menginap di pelataran 233 Bocah yang diperlakukan tidak seperti bocah pada usianya. Sebutan bocah bajang ini menunjuk pada Ponari yang masih berusia bocah, berusia sembilan tahun, tetapi disikapi orang-orang di sekitarnya sebagai “dukun cilik” yang harus bekerja mengobati puluhan ribu pasien. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 142 rumah untuk bisa berobat langsung pada Bocah Bajang. Para pasien yang sedang menunggu tampak lelah dan mengantuk, membawa ember masing-masing untuk diisi air celupan batu si Bocah Bajang, dan ada juga beberapa calon pasien yang mengobrol sembari menunjukkan kegigihan mereka menanti praktik Bocah Bajang dibuka. Kepanikan para calon pasien pun diperlihatkan dalam adegan ini ketika praktik pengobatan dibuka dan orang-orang berlarian sambil membawa ember mereka. Mereka berebut air celupan batu si Bocah Bajang. Berikutnya ada adegan monolog Bu Lurah ditampilkan masih pada bagian awal pertunjukan. Pada adegan ini Bu Lurah mengungkapkan ketidakpercayaannya pada “khasiat” batu si Bocah Bajang. Bahkan Bu Lurah terkesan lepas tangan dalam peristiwa pengobatan yang dikerjakan si Bocah Bajang. Adegan Bu Lurah muncul dua kali, pertama, pada awal pertunjukan dan kedua, ketika menjelang akhir pertunjukan, saat sebelum para aktor muncul kembali dan mengungkapkan pandangan mereka sebagai peserta observasi. Dalam dua kali kemunculannya, Bu Lurah lebih banyak mengungkapkan rasa tidak percaya pada Bocah Bajang dan memberikan pandangan-pandangannya sendiri atas praktik Bocah Bajang. Pergantian adegan dilakukan dengan cepat dan beralih pada penggambaran situasi Bocah Bajang dan ibunya di dalam rumah mereka. Bocah Bajang di sini digambarkan sebagai seorang anak kecil yang masih senang bermain dan enggan mengobati para calon pasien yang sudah mengantri. Si ibu sendiri terlihat memaksa Bocah Bajang agar mau mengobati orang-orang. Dalam adegan ini terlihat betapa PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 143 dekat hubungan si Bocah Bajang dengan ibunya. Bocah Bajang sendiri tidak mau lepas dari ibunya dan akhirnya menuruti ibunya untuk mengobati para calon pasien. Di samping adegan para calon pasien yang sangat meyakini “kemampuan” Bocah Bajang, adegan Bu Lurah, dan adegan si Bocah Bajang sendiri, dalam pertunjukan ini dihadirkan adegan orang-orang desa si Bocah Bajang yang “menciptakan” cerita-cerita seputar “batu ajaib” si Bocah Bajang. Ada orang yang menceritakan awal mula penemuan “batu ajaib”, ada yang bercerita tentang pasien pertama si Bocah Bajang, dan ada yang mengaku sebagai kerabat si Bocah Bajang. Cerita-cerita yang diciptakan orang-orang desa pun semakin berkembang. Ada orang yang mengaku mempunyai “batu ajaib” seperti yang dimiliki si Bocah Bajang. Dengan banyaknya cerita yang dibuat orang-orang, maka akan semakin banyak orang tertarik datang pada si Bocah Bajang. Si Bocah Bajang menjadi tetap kebanjiran calon pasien dan keluarganya semakin diuntungkan. Kegembiraan si Bocah Bajang dan ibunya ketika semakin diuntungkan dengan banyaknya cerita dari orang-orang ini digambarkan dalam adegan Bocah Bajang menari-nari bersama ibunya. Dalam tarian tersebut mereka tampak gembira. Praktik pengobatan si Bocah Bajang pada awalnya didatangi puluhan ribu pasien. Namun, pada akhirnya jumlah pasien yang datang menjadi surut dan sepi pengunjung. Pada narasi yang dibacakan menjelang akhir pertunjukan menyebutkan surutnya pasien yang datang disebabkan karena keajaiban (kemampuan si Bocah Bajang) telah memudar. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya pencarian keuntungan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 144 yang dilakukan banyak orang (termasuk ibu si Bocah Bajang dan masyarakat sekitar desa Bocah Bajang) ketika si Bocah Bajang membuka praktik pengobatan. Pada akhir pertunjukan setiap aktor bermonolog menceritakan apa yang mereka tangkap dari fenomena Ponari. Ada kesan tentang mitos yang dicampur dengan halhal yang berkaitan dengan kepercayaan untuk tetap membangun kisah Ponari, ada kisah tentang “batu ajaib” yang terus dibangun, termasuk dalam fenomena Ponari, dan mampu membuat banyak orang percaya. Ada ketidakpastian tentang khasiat “batu ajaib”, khasiat yang tidak pernah bisa dibuktikan secara nyata, tetapi tetap dipercaya banyak orang. Dan ada kesan yang disampaikan bahwa praktik pengobatan Ponari telah menguntungkan banyak pihak, termasuk keluarga Ponari sendiri dan orang-orang desa Ponari. Dari hasil pengobatan itu banyak fasilitas desa yang dibangun dan membuat desa Ponari berubah drastis. 2. Bocah Bajang: Fenomena Ponari dalam Pementasan Teater Bocah Bajang dipentaskan Actor Studio Teater Garasi pada 22-23 Oktober 2009 di Lembaga Indonesia Perancis (LIP) Yogyakarta. Pementasan berdurasi kurang-lebih empat puluh lima menit ini mengangkat fenomena Ponari. Pementasan Bocah Bajang dilaksanakan bulan Oktober, sementara peristiwa praktik Ponari sendiri sudah berlalu beberapa bulan sebelum pementasan ini. Praktik pengobatan Ponari sering diberitakan di media massa pada Februari-Mei 2009. Dengan memakai konsep retake dari Umberto Eco, dapat dilihat bagaimana sebuah teks merupakan gema dari teks yang sudah ada sebelumnya. Di sini PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 145 pertunjukan Bocah Bajang merupakan teks yang dibentuk dengan berangkat dari teks yang sudah ada sebelumnya, yaitu pemberitaan media massa tentang Ponari. Dengan bantuan hasil observasi, Actor Studio memakai tanda-tanda yang ditampilkan dalam pertunjukan, seperti penghadiran tokoh-tokoh dan kostum yang dipakai, bahasa verbal para tokoh, dan gerakan maupun blocking, untuk memberikan semacam olahan daur ulang dari fenomena Ponari, baik dengan informasi yang sama dengan yang ada dalam media massa maupun yang berbeda dari pemberitaan media massa. Dalam upaya menghadirkan fenomena Ponari dalam pertunjukan, Actor Studio memakai sejumlah tanda yang dianggap mampu merepresentasikan fenomena Ponari, sehingga dapat diketahui makna fenomena Ponari dalam pertunjukan Bocah Bajang. Tandatanda tersebut hadir dalam kostum, kata-kata, blocking dan gerak. Dengan kehadiran tanda-tanda tersebut, maka dapat dilihat negosiasi yang dilakukan teater terhadap pemberitaan media massa dalam memaknai fenomena Ponari. Berikut analisis retake untuk mengetahui sejauh mana fenomena Ponari dihadirkan dalam Bocah Bajang. a. Kostum Tokoh-tokoh dalam Bocah Bajang Dalam Bocah Bajang ada beberapa tokoh yang ditampilkan sebagai bentuk hasil dari daur ulang orang-orang yang muncul dalam pemberitaan fenomena Ponari. Tokoh-tokoh dalam Bocah Bajang antara lain tokoh yang disebut Bocah Bajang sebagai bentuk penghadiran Ponari, tokoh Ibu Bocah Bajang sebagai representasi ibu Ponari, tokoh berbaju dinas cokelat yang merepresentasikan Bu Lurah, tokoh Pak Kardi untuk menggambarkan penduduk desa Ponari, tokoh pendatang untuk PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 146 menggambarkan adanya orang dari luar desa yang datang mencari tahu tentang praktik pengobatan, para pasien yang menunggu menggambarkan para pasien Ponari234. Dalam pertunjukan ini pergantian tokoh lebih banyak ditampilkan dengan cara penggantian kostum yang dipakai para aktor. Sebelum memasuki adegan-adegan dalam Bocah Bajang, ada perkenalan yang dilakukan para aktor. Dalam perkenalan ini ada lima orang aktor yang tampil, sedangkan Bocah Bajang sendiri secara keseluruhan dimainkan oleh enam orang aktor. Aktor yang keenam muncul pada adegan setelah perkenalan. Kelima orang yang muncul di awal ini merupakan lima orang yang pada adegan berikut akan berperan sebagai calon pasien Ponari. Jadi, perkenalan ini menjadi persiapan para aktor untuk menuju adegan selanjutnya. 234 Awalnya ada tokoh Solihin sebagai narator. Seperti orang yang keluar-masuk gitu ya. Ini bayanganku sih memang kayak, kayak, kayak orang gila si Solihin ini. Ada tokoh Semar ini juga, ini malah kepakainya di, ga seluruhnya ya, tapi beberapa itu malah di, di, apa, presentasi di sini. Mencoba mengkaitkan antara bocah bajang dengan Ponari itu, sehingga kemudian tokoh Semar masuk. Kalau dalam pewayangan itu kan, eee.... keluarnya tokoh Semar ini kan lewat lakon bocah bajang, gitu kan. Baru kemudian Semar keluar. Ini, ini, ini masih, waktu itu masih awal banget ini, mencoba menjajarkan gitu. Kenapa kemudian kayak bocah bajang nggiring anginnya kan di awal banget, kalau di pertunjukannya kan di terakhir, terakhir sekali. Kemudian ada tokoh Musafir, tokoh yang kemudian saya tajamkan ya, di sana ada, ada musafirnya, ada orang yang memang dia ke mana-mana, tetirah gitu kan, termasuk ke tempat Ponari gitu. Memang bahasanya sudah bahasa puisi ya di sini, tapi memang kami bertemu dengan, dengan orang-orang model kayak gini. Sebenarnya dia tuh nggak mencari kesembuhan, dia memang ke mana-mana memang selalu mendatangi tempat-tempat seperti itu kan. Namun, tokoh-tokoh itu kemudian tidak jadi dimunculkan dalam pentas. Pertimbangannya lebih kemudian kayak, tadi kan muncul pertanyaan kok ada Semar, ujug-ujug ada Semar di sini. Dia butuh, butuh, butuh sejarah yang lebih panjang atau alasan yang lebih kuat untuk menghadirkan Semar. Jadi, memang di dalam proses sendiri diskusi, diskusi semacam ini berlangsung. Ada pertanyaan-pertanyaan kan, kok ana Semare, Solihin siapa, gitu kan. Makanya kemudian itu yang, yang, yang berangkat dari evaluasi, evaluasi itu yang kemudian berarti ini nggak usah dikasih nama misalnya, kalau dikasih malah kemudian lebih, dia jadi tanda tanya, kemudian ada karakter yang jelas gitu kan. Maka kemudian para penunggunya itu lebih semuanya nggak, nggak bernama dan nggak... sehingga masih aku bagi-bagi ya cukup jelas gitu (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 4 September 2013). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 147 Dalam Bocah Bajang, pergantian kostum menjadi tanda adanya pergantian tokoh yang diperankan para aktor. Ada beberapa aktor yang memerankan lebih dari satu tokoh. Representasi Bu Lurah dilakukan dengan menampilkan aktris yang mengenakan seragam dinas pegawai berwarna cokelat. Dalam pementasan Bocah Bajang satu orang aktor bisa memerankan lebih dari satu tokoh. Aktris yang memerankan Bu Lurah (diperankan Ozi) sudah muncul pada adegan awal ketika para pasien menunggu Ponari. Strategi untuk membedakan para tokoh yang diperankan oleh satu aktor adalah dengan menambah/mengurangi bagian dari kostum mereka. Pada waktu menjadi pasien, Ozi sudah mengenakan celana panjang dan atasan cokelat, tetapi berkalung jarik. Kemudian pada adegan Bu Lurah, kostum yang dipakai hanya atasan dan celana cokelat seragam dinas, dan tambahan kacamata (serta sepatu pada hari kedua) untuk menampilkan tokoh Bu Lurah. Jadi, dalam pementasan ini kostum menjadi tanda untuk menunjukkan siapa yang ditemui dalam observasi dan sedang direpresentasikan dalam Bocah Bajang. Pergantian tokoh yang ditandai dengan adanya pergantian kostum para aktor ditampilkan juga dalam adegan Bocah Bajang (diperankan Bahar) dan ibu Bocah Bajang (diperankan Tita). Tita semula berperan sebagai pasien pada adegan awal. Dia mengenakan rok dan atasan berwarna hijau, kemudian ditambah dengan baju hangat berwarna cokelat. Ketika berubah menjadi Ibu si Bocah Bajang, Tita hanya mengenakan rok dan atasan berwarna hijau. Sementara si Bocah Bajang sendiri mengenakan kaos dan celana pendek seperti keseharian Ponari dalam observasi di Jombang. Di sini si Bocah Bajang bersifat seperti anak-anak pada umumnya. Suka PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 148 bermain, sedikit bermalas-malasan, ngeyel, dan sangat dekat dengan ibunya. Ibu Bocah Bajang digambarkan sebagai perempuan yang sedikit galak dan banyak berbicara. Tokoh calon pasien ditunjukkan dengan adanya pergantian kostum dan pemakaian properti masing-masing aktor. Dalam adegan para pasien yang telah mendapat air si Bocah Bajang, para pasien kembali digambarkan dengan kostum yang mereka pakai. Ozi yang semula menjadi Bu Lurah dengan celana dan atasan cokelat, kali ini kembali menambahkan jarik sebagai tanda ada tokoh pasien yang hendak ditunjukkan dalam adegan ini. Sementara pasien-pasien lain, yaitu tiga orang pria, mengenakan kaos dan celana panjang. Ada juga properti yang membuat orangorang ini dikenali sebagai pasien, yaitu mereka membawa ember masing-masing235. Ada sebuah adegan di mana seorang aktris memainkan beberapa tokoh. Tita melakukan pergantian tokoh untuk menampilkan monolog kumpulan cerita yang diperoleh dari para pasien dan warga sekitar236. Pergantian tokoh ini dilakukan oleh Tita yang semula berperan sebagai Ibu si Bocah Bajang, kemudian berubah menjadi empat tokoh lainnya yang membawakan empat cerita yang berbeda-beda. Cara 235 236 Ya, itu juga yang kita lihat di sana, ada ember, ada air putih, ada batu, ada.... Itu yang coba kita diangkat, dibawa juga sebagai suatu simbol pas peristiwa itu (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010). Tita berangkat dari catatannya setelah observasi di Jombang. Dia menuliskan ketertarikannya pada kampung Ponari karena di kampung itu ada beragam cerita. Ada berbagai versi cerita yang didapat, termasuk bertemu dengan orang-orang yang mengaku saudara Ponari (Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011). Ketika benar-benar masuk kampung Ponari, orang berebutan untuk cerita. Mereka juga ingin lebih banyak orang datang. Jadi, mereka kemudian seperti mencipta fiksi, cerita antara satu orang dan orang lain bisa berbeda-beda. Ada yang bilang Ponari tersambar petir di halaman rumah, ada yang bilang di sawah, ada yang bilang di atas bukit (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 149 menarasikan kumpulan cerita ini adalah dengan mengubah warna suara aktris. Perubahan tokoh Ibu menjadi empat tokoh lain menunjukkan ada cerita-cerita dari orang-orang, kemudian cerita-cerita itu dikumpulkan si Ibu untuk menciptakan ceritanya sendiri agar orang tetap datang berobat pada anaknya. Usai melakukan monolog empat cerita, Tita berubah lagi menjadi Ibu si Bocah Bajang. Perubahan tokoh di sini terlihat dari munculnya iringan musik yang terdengar mistis dan ada gerakan yang dilakukan. Sebelum berganti tokoh, semula gerakan yang dilakukan adalah gerakan-gerakan untuk mengilustrasikan cerita keempat tokoh. Setelah berganti tokoh gerakan berubah menjadi seperti ritual mencelup batu ke dalam air. Tokoh Pendatang dan tokoh Pak Kardi sebagai bentuk penghadiran ulang dari para pengunjung dan penduduk setempat di desa Ponari ditampilkan dalam sebuah adegan Pak Kardi bercerita pada Pendatang. Adegan Pak Kardi dan Pendatang diperankan oleh Qomar dan Antok. Dalam adegan ini ada pergantian tokoh yang dilakukan oleh dua aktor tersebut. Qomar yang semula memerankan pasien pada adegan awal, kemudian memerankan Pak Kardi. Antok yang tadi memerankan pasien, kemudian beralih menjadi Pendatang. Di sini perubahan tokoh ditunjukkan dengan pergantian kostum. Qomar sewaktu menjadi pasien memakai kaos, celana panjang, dan jaket orange. Kemudian ketika menjadi Pak Kardi Qomar memakai kaos yang berbeda dari kaos pasien, celana panjang, dan penutup kepala. Sementara Antok sewaktu menjadi pasien mengenakan jaket hitam, baju kotak-kotak, pelipisnya ditempeli koyo, dan memakai penutup kepala. Saat menjadi Pendatang Antok memakai kaos, celana panjang, dan membawa tas selempang. Pendatang tampak PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 150 lugu, banyak bertanya, tapi kurang percaya dengan cerita Pak Kardi, dan ekspresi wajahnya tampak heran. Sementara Pak Kardi agak sombong, banyak bicara seperti tahu banyak hal, ekspresi wajahnya meyakinkan, dan kedua tangannya tidak bisa berhenti bergerak menunjuk ke sana kemari sebagai bentuk ekspresi semangatnya dalam bercerita. Pada akhir pertunjukan semua aktor kembali menjadi diri mereka masingmasing. Epilog lebih ditampilkan dengan gerakan-gerakan dan monolog para aktor mengenai apa yang mereka tangkap selama observasi di Jombang. Dalam epilog pementasan hanya Bahar yang tetap memerankan si Bocah Bajang dan tidak bermonolog. Bocah Bajang muncul sebagai penutup pementasan dengan memakai blangkon, membawa payung237, dan menjunjung ember di bahunya238. b. Kata-kata (Monolog/Dialog/Tembang/Narasi) Analisis monolog/dialog diperlukan dalam pementasan teater untuk mengetahui sejauh mana dialog-dialog yang diperoleh dari observasi dihadirkan dalam pementasan Bocah Bajang. Pertunjukan sudah dimulai sejak adegan para calon pasien tampak menunggu, kemudian di tengah adegan menunggu ini dimunculkan perkenalan dari para aktor. Pertunjukan Bocah Bajang menghadirkan perkenalan dari 237 238 Potret Ponari memakai payung ada banyak. Sewaktu panas Ponari payungan, terlihat bagus, sehingga dipilih agar penampilan Ponari terlihat berbeda dari adegan-adegan lainnya (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013). Tambahan pada kostum Ponari lebih pada sebagai pilihan variasi kostum agar terlihat berbeda dalam adegan-adegan. Foto 30 (lihat lampiran). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 151 para aktor dan sedikit kisah mengenai observasi mereka di Jombang239. Perkenalan ini merupakan cara untuk menegaskan bahwa pertunjukan Bocah Bajang merupakan hasil dari pembelajaran para pemain selama berada di Jombang, yang kemudian membuat suatu proyek pertunjukan 240 . Selama dua hari pementasan seluruh dialog/monolog di dalam pementasan secara umum sama, hanya ada sedikit perbedaan kata atau susunan kalimat antara pementasan hari pertama dan pementasan hari kedua, tetapi tidak mengurangi inti cerita yang disampaikan. Naskah yang dipakai penulis dalam analisis ini merupakan gabungan antara naskah hari pertama dan hari kedua. Dalam perkenalan para aktor secara keseluruhan menggunakan bahasa Indonesia yang mudah dimengerti para penonton. Bahasa yang dituturkan merupakan kata-kata dalam bahasa sehari-hari, sehingga menciptakan suasana akrab antara para aktor dan penonton. Perkenalan dari para aktor ini membentuk jarak antara ketika para aktor menjadi pelaku observasi dengan ketika para aktor sudah masuk ke dalam peran masing-masing. Ketika memperkenalkan diri, para aktor tampak masih memakai karakter sehari-hari mereka dan memposisikan diri sebagai pelaku observasi di Jombang. Berikut perkenalan pada awal pertunjukan Bocah Bajang. 239 240 Situasi perkenalan digambarkan dengan para pemain yang sudah berada di atas panggung seperti yang terlihat dalam foto 21 (lihat lampiran). Bagian prolog dan epilog bukan fiksi, sementara bagian tengah di mana Ponari direpresentasikan sebagai Bocah Bajang, sudah merupakan fiksionalisasi dari Actor Studio (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 4 September 2013). Ketika tim Bocah Bajang tiba di desa Ponari, beberapa peserta observasi berpura-pura menjadi calon pasien dan tidak menyebut nama asli mereka (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013). Selama berada di Jombang, kepada Bu Lurah tim Bocah Bajang mengaku sebagai mahasiswa yang sedang meneliti Ponari (Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 152 Budhi/peserta observasi: Selamat malam. Perkenalkan nama saya Budhi Harto. Saya asli dari Malang. Dan saya baru di Yogya mulai bulan Mei kemarin karena mengikuti pelatihan keaktoran di Teater Garasi. Dan bulan Juli kemarin saya bersama teman-teman Actor Studio 2009 melakukan observasi di desanya Ponari, di Jombang, selama tiga hari. Dan selama saya di sana saya melihat Ponari bersama keluarganya sekarang sudah bisa membangun rumah yang besar. Antok/peserta observasi: Selamat malam. Saya Antok. Saya lahir dan besar di Yogya. Saya tinggal di Kricak. Ponari atau Mohammad Ari Rahmatullah, juga sering dipanggil Mas Ari, dia tidak hanya bisa membangun rumah yang besar dan megah, tapi dia telah berhasil membangun kampungnya. Oh, iya, ada satu penduduk kampung bernama Pak Kardi. Dan menurut saya dia itu orangnya sangat nyebahi. Qomar/peserta observasi: Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Nama saya Qomar. Sekarang sedang menyelesaikan kuliah semester akhir. Di Jombang itu kalau siang itu panas dan kalau malam itu dingin. Dan menurut saya Ponari itu menyebalkan. Tita/peserta observasi: Hai! Saya Tita. Umur saya 25 tahun, sarjana psikologi. Menurut saya yang menarik dari Ponari justru kampungnya karena kampung itu sangat fiksi. Ozi/peserta observasi: Nama saya Ozi. Ini pentas saya yang ketiga. Kali ini kita mau ngomongin soal Ponari yang katanya dia bisa nyembuhin banyak orang dengan batunya. Awalnya saya nggak percaya. Tapi setelah saya ke sana, saya semakin yakin dengan ketidakpercayaan saya. Pada perkenalan ini para aktor memberikan informasi umum mengenai nama, tempat tinggal, dan aktivitas mereka. Kemudian pada tahap selanjutnya mereka memberikan sedikit informasi mengenai hasil observasi mereka selama di Jombang. Hasil pengamatan ini bermacam-macam, lebih pada apa yang dilihat langsung di sana. Pertama, pengamatan tentang rumah Ponari dan perkembangan kampung karena adanya praktik Ponari. Hal tersebut ingin mengungkapkan adanya penghasilan besar dari praktik Ponari, sehingga Ponari dan keluarganya bisa membangun rumah yang PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 153 besar241. Kedua, siapa saja yang mereka temui di Jombang. Ada yang bertemu Pak Kardi dan Ponari, dan kedua orang ini dilihat sebagai orang yang menyebalkan242. Ketiga, kondisi kampung Ponari yang “sangat fiksi” karena banyaknya cerita yang muncul setelah ada praktik pengobatan Ponari243. Keempat, tanggapan setelah datang langsung ke Jombang menimbulkan rasa tidak percaya atas apa yang dikerjakan Ponari, Ponari tidak dipercaya bisa menyembuhkan orang sakit. Tanggapan tersebut berkaitan dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki aktor mengenai fiksi batu yang sudah sering muncul dalam masyarakat dan cenderung tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Di samping itu, ada pengetahuan tentang pengobatan biomedis yang berdasarkan penelitian ilmiah sehingga cenderung bisa dibuktikan prosedur pengobatannya dibanding pengobatan yang dilakukan Ponari. Dalam pengobatan Ponari, tidak ditemukan penelitian ilmiah yang bisa membuktikan “khasiat” batu Ponari, sehingga pengobatan yang dilakukan Ponari dilihat sebagai pengobatan yang berbenturan dengan logika kesehatan biomedis. Dalam perkenalan ini penonton juga diberi gambaran bahwa para aktor datang ke Jombang dan mengalami langsung 241 242 243 Ponari melakukan praktik di sebuah rumah gubuk. Sementara di depan rumah gubuk itu sedang dibangun sebuah rumah mewah, katanya itu rumah Ponari. Rumah gubuk yang dipakai merupakan rumah saudara Ponari, dan jika rumah mewah itu sudah jadi Ponari akan pindah ke sana (Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011). Pak Kardi adalah warga yang mengaku sebagai pakde Ponari dan bergaya seakan-akan dia dekat dengan keluarga Ponari. Pak Kardi juga mengaku dialah yang mengatur mekanisme praktik pengobatan serta bercerita hal-hal mistis seperti hendak menyaingi cerita Ponari. Ponari sendiri kadang terlihat malas mengobati meskipun pasien sudah menunggu lebih dari sehari (Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011). Kampung Ponari dipenuhi bermacam fiksi atau cerita-cerita yang dibangun oleh keluarga Ponari maupun warga sekitar, seperti cerita ibu Ponari yang bermimpi didatangi Ratu Kidul, cerita soal penemuan batu dengan beragam versi, cerita mistis seperti yang diceritakan Pak Kardi. Ceritacerita tersebut dicampuradukkan, sehingga pendatang tidak bisa mengetahui apakah cerita-cerita itu benar atau hanya ciptaan warga desa saja. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 154 pertemuan dengan Ponari dan masyarakat kampung Ponari, serta ikut berobat pada Ponari. Setelah berkenalan, para aktor kembali duduk di kursi mereka, menunggu si Bocah Bajang. Pementasan Bocah Bajang menggunakan lebih dari satu cara untuk menyampaikan narasi. Selain dialog, ada narasi berupa monolog dari aktor dan narator, serta tembang. Narasi yang dibacakan narator pada awal pementasan disampaikan seperti puisi dan dibacakan sebagai pengiring adegan gerakan-gerakan calon pasien. Narasi ini merupakan gambaran para pasien yang menunggu berobat pada Bocah Bajang. Narasi yang dibaca narator ini mengisahkan orang-orang yang datang pada Bocah Bajang adalah orang-orang yang sedang sakit. Orang-orang yang berkerumun di lokasi praktik digambarkan seperti orang-orang yang sedang berada dalam suatu perayaan. Perayaan identik dengan sesuatu yang bersifat gembira/menyenangkan. Hal tersebut bertolak belakang dengan apa yang sedang dialami para calon pasien Bocah Bajang. Mereka tidak sedang dalam kondisi gembira, tetapi justru sedang mengalami sakit. Kata “merayakan” seakan menunjuk pada suatu kondisi banyak orang yang sedang sakit bersama-sama dan memiliki keyakinan akan adanya kesembuhan melalui pengobatan Ponari dan seolah-olah akan ada banyak orang yang bisa disembuhkan (kalimat 1). Orang-orang datang dan menunggu sangat lama, mereka sudah tidak memperhatikan waktu lagi sebab hanya memikirkan kesembuhan yang akan diperoleh (kalimat 2). Orang-orang percaya batu Bocah Bajang dapat menyembuhkan dan batu Ponari seolah-olah telah menghadirkan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 155 Tuhan yang memberi kesembuhan pada para pasien, orang-orang juga menunggu “keajaiban” dari batu si Bocah Bajang (kalimat 3, 4, 5). Narator: (1) Malam ini kami tengah merayakan sakit kami. (2) Berduyun-duyun datang kemari dan menunggu waktu yang tak bergerak ke depan atau ke belakang. (3) Kami merasa Tuhan hadir di sini. (4) Dalam sebuah batu. (5) Dan kami tengah menunggunya. (Narasi ini tidak dibaca dalam pementasan hari 2, sehingga adegan hanya diiringi musik instrumen saja). Narasi dari narator ini bertujuan untuk menegaskan situasi di kampung si Bocah Bajang yang dipenuhi para pasien yang berobat dan percaya bahwa batu Bocah Bajang dapat menyembuhkan. Narasi ini juga membantu menafsirkan situasi yang sedang direpresentasikan dalam adegan tersebut, yaitu para pasien yang sedang menunggu. Dalam pementasan hari pertama narasi ini dibacakan, tetapi pada hari kedua narasi ini tidak dibaca karena adanya kesalahan teknis 244 , sehingga adegan pada hari kedua hanya diiringi musik instrumen. Cara lain menyampaikan narasi fenomena Ponari adalah dengan menghadirkan dialog antar aktor. Dialog antara Ozi dan Qomar di bawah ini merupakan representasi dari situasi percakapan para calon pasien yang sedang menunggu Ponari. Dalam dialog ini kata-kata yang dipakai berupa bahasa Indonesia dan bahasa Jawa yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan berbagai bahasa ini (Indonesia yang bercampur Jawa) memperlihatkan latar belakang para calon pasien yang kebanyakan datang dari daerah sekitar lokasi pengobatan. Dialog yang 244 Ada beberapa versi naskah dalam pementasan Bocah Bajang dan naskah antara hari pertama dan hari kedua sedikit berbeda. Naskah hari pertama tampaknya lebih lengkap daripada yang dipakai pada hari kedua dan naskah yang digunakan pada hari kedua bukan naskah yang dipakai pada hari pertama (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 156 dipaparkan merupakan hasil dari observasi para aktor di Jombang yang dicatat dan disusun menjadi dialog dalam Bocah Bajang. Dialog ini memperlihatkan ada calon pasien yang rela menunggu Bocah Bajang selama dua hari dan calon pasien ini terlihat sangat percaya bahwa Bocah Bajang dapat menyembuhkan. Selain itu, calon pasien ini mengaitkan aktivitasnya menunggu Bocah Bajang merupakan bagian dari ibadah. Dalam dialognya, si calon pasien tampaknya merasa bahwa Bocah Bajang adalah jalan yang diberikan Tuhan kepada si calon pasien untuk mendapat kesembuhan. Dialog ini ditampilkan untuk memberikan gambaran di lokasi praktik di Jombang ada banyak calon pasien yang sangat berharap pada Ponari dan memang mau menunggu Ponari, serta percaya bahwa Ponari adalah cara Tuhan untuk mengobati para calon pasien. Ozi/calon pasien: Kalau saya sih yakin ya, Mas. Insyaallah, ini mesti sembuh. Daripada mesti pulang, kan tanggung saya sudah dua hari ngantri, masa pulang tangan hampa gitu. Ya kalau menunggu ini kan ibadah ya, Mas, ya. Yang mesti kita yakini dan dilakoni dengan ikhlas. Segala sesuatunya itu kan butuh perjuangan, termasuk menunggu bocah bajang itu biar mau buka praktiknya. Lha kalau saya pulang berarti saya kan menyerah sama cobaan yang sudah diberikan Gusti Allah sama saya ya, Mas, ya. Qomar/calon pasien: Iya. Ozi/calon pasien: Ya putusan bocah bajang buat menunda sementara praktiknya itu ya, ya itu merupakan ujian yang mesti kita jalani nanti, Mas, itu. Qomar/calon pasien: Inggih, Bu. Dialog di atas memperlihatkan calon pasien Bocah Bajang yang sudah pasrah pada kondisinya, termasuk ketika dia harus menunggu untuk mendapatkan pengobatan. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 157 Pementasan ini menggambarkan bahwa Ponari memang telah menjadi harapan bagi banyak orang dan mereka percaya bahwa Ponari mampu mengobati. Banyak pasien datang dari tempat-tempat jauh dan bersedia menunggu Ponari mengobati mereka. Situasi para pasien yang menunggu digambarkan lewat aktivitas lain seperti pasien yang menerima telepon. Pria berkemeja putih menerima telepon dari anaknya. Sewaktu menerima telepon suara pria ini terlalu keras, sehingga pasien lainnya merasa terganggu. Orang-orang terbangun dan membenahi posisi mereka sebagai respon atas suara telepon yang cukup mengganggu. Ketika berobat ada pasien tidak hanya datang sendiri, datang membawa keluarga mereka. Adegan menerima telepon ini menggambarkan adanya para calon pasien yang datang bersama keluarga/kerabat. Seperti monolog di bawah ini, Budhi sebagai calon pasien sedang menerima telepon dari anaknya dan ada pernyataan istrinya tengah menunggu di rumah penduduk kampung Ponari. Semenjak ada praktik Ponari, banyak warga setempat yang menyewakan rumah mereka sebagai tempat menginap bagi para calon pasien. Budhi/calon pasien: Halo! Eh, ada apa, Nak? Ya? Apa? Oh, nggak, nggak. Papa sekarang nggak bawa apaapa. Iya, papa langsung ke tempat bocahnya nih. Apa? Mama? Mama lagi di rumahnya penduduk sana. Iya. Kamu mau ngomong sama mama? Ya udah, langsung telepon sama mama aja. Iya. Pria berkemeja putih menerima telepon dengan suara yang keras, nada bicara yang tinggi, dan cara bicaranya agak terburu-buru. Dalam pementasan Bocah Bajang ada hasil observasi yang tidak ditemukan dalam media massa, yaitu pernyataan Bu Lurah yang menunjukkan sikap cenderung tidak ingin dilibatkan dalam peristiwa Ponari. Representasi pengakuan Bu Lurah PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 158 dihadirkan dengan menampilkan tokoh perempuan dengan baju dinas berwarna cokelat beserta dialog yang diperoleh dari observasi. Dalam monolognya perempuan ini sedang memberikan keterangan kepada orang-orang mengenai kampung si Bocah Bajang. Monolog yang dihadirkan dalam pertunjukan ini merupakan hasil transkrip rekaman yang didapatkan aktor ketika berada di Jombang. Ozi/Bu Lurah: Ya, terus terang. Jujur. Sebenarnya, Mas, sejak kejadian itu, semenjak empat orang meninggal itu, ini saya secara pribadi sudah nggak pernah ke sana. Dan memang ini ada beberapa alasan dan ini saya nggak mau cerita ya, nanti biar masnya tahu sendiri. Toh nanti juga turun lapangan ya? Ya. Terus nanti, Mas, kalau ke sana itu ketemu sama yang namanya panitia. Kalau dulu pas zaman ramai-ramainya nggak berani nunjuk atau menyebut diri mereka panitia. Karena kan sempet lokasinya itu ditutup sementara sama polisi. Dan pada saat itu kalau lokasinya buka, itu nggak main-main, berhadapannya sama hukum. Ancaman lima tahun penjara. Makanya pada saat itu mereka nggak berani nunjukin mereka panitia. Sampai sempet kan ganti nama berkalikali itu, Mas. Dari mulai panitia, tim relawan, terus sekarang kayaknya panitia lagi namanya. Terus ini lagi ya, Mas, masalahnya masyarakat sana itu rata-rata orang awam. Jadinya kalau ada orang asing atau ada orang lain masuk nggak didului panitia atau kepala dusun yang punya wilayah sana, itu nanti kejadiannya kayak kemarin, Mas. Ada media datang terus dilempari sandal. Makanya nanti kalau masnya mau lebih aman, itu ke sana ngomong sama panitia atau kepala dusunnya dulu. Kan sempet itu lokasi pengobatannya mau dipindah karena nggak memungkinkan tempatnya dan yang datang juga tambah banyak, puluhan ribu. Tapi ya dasar SDM-nya rendah. Mereka tetep ngeyel nggak mau dipindah. Akhirnya sempat jatuh empat korban itu. Terus memang, Mas, katanya sekarang di sana itu katanya itu sudah ada jam praktiknya, Mas. Dari jam dua siang sampai jam empat sore. Dalam monolog di atas tampak banyak warga yang berpartisipasi dalam praktik Bocah Bajang. Hal tersebut terlihat dari pembentukan panitia pengobatan yang dilakukan warga. Dari pembentukan panitia ini Actor Studio secara tidak langsung mengungkapkan adanya keuntungan yang diperoleh warga desa. Jika tidak ada keuntungan yang diperoleh, mungkin saja warga desa tidak mau repot membentuk panitia dan ikut terlibat menangani praktik Ponari. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 159 Bu Lurah juga berpendapat warga desa merupakan orang-orang ber-SDM rendah. Hal ini diungkapkan Bu Lurah karena perilaku warga desa yang dianggap kurang rasional. Perilaku kurang rasional ini dilihat Bu Lurah dari penolakan warga sekitar untuk memindah lokasi praktik. Menurut Bu Lurah, lokasi praktik yang sekarang tidak cukup untuk menampung puluhan ribu orang yang datang berobat245. Dalam kutipan berikut Bu Lurah berpendapat soal air si Bocah Bajang, kesembuhan pasien, dan relasi antara warga kampung atas dan kampung bawah yang secara tidak langsung sebenarnya telah mengkritik Bu Lurah sendiri sebagai bagian dari pemerintah daerah yang seharusnya bisa mengatur warganya agar tidak terpecah menjadi kelompok-kelompok kampung seperti kampung atas dan kampung bawah. Terus ini lagi, Mas, nanti kalau udah dapet air celupan batu dari sana itu nanti disisakan dulu satu botol, jangan dibuka. Nanti kalau sudah satu minggu itu baru dibuka. Dicium, coba baunya kayak apa. Ini saya nggak mau cerita ya, biar masnya tahu sendiri. Atau kalau nggak itu lab-kan, bandingkan sama air biasa jelas itu ada bedanya. Cuma ini sekali lagi saya nggak mau cerita, biar masnya tahu sendiri. Atau kalau nanti ada pasien sing katanya ngaku sembuh, itu nanti dilihat lagi, Mas, beberapa hari setelahnya itu nanti dilihat lagi. Itu beneran sembuh atau malah tambah parah, ndak tahu ya. Itu nanti dilihat sendiri aja. Terus memang dulu dusun kampung bawah sama kampung atas itu guyub rukun jadi satu karena memang pas ramai-ramainya pasien, jadi cari rezekinya juga bareng-bareng. Yang satu ngurusi parkir, yang satu ngurusi air. Pokoknya guyublah, rukun jadi satu. Cuma sekarang kan kondisinya sudah sepi, jadinya rebutan pasien. Jadi nanti masnya ke sana itu jangan heran, kok tiba-tiba ditarik sana ditarik sini, itu jangan heran. Karena memang sudah sedemikian rupa keadaannya. Gitu aja, saya nggak mau banyak cerita ya, ndak dikira provokasi nanti. Gitu ya? Ya. Dalam monolog di atas, Bu Lurah meminta pendatang memeriksa air dari Bocah Bajang. Bu Lurah mengatakan jika air tersebut tampaknya bukan air bersih. 245 Dalam media massa disebutkan penolakan pemindahan lokasi praktik lebih karena adanya keyakinan jika Ponari pindah lokasi, maka kemampuannya untuk mengobati juga akan hilang. Banyak orang meyakini di lokasi praktik itulah Ponari mendapat wahyu untuk mengobati (“Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga”. Kompas, Kamis, 5 Februari 2009). Soal pewahyuan ini tidak penulis temukan dalam wawancara dengan tim Bocah Bajang. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 160 Namun, apa yang dikatakan Bu Lurah tidak memiliki dasar yang kuat, dalam arti Bu Lurah hanya mengemukakan pendapat pribadinya saja dan tidak didasari dengan pembuktian ilmiah mengenai air Bocah Bajang. Bu Lurah juga mengatakan soal pasien yang sudah meminum air dari Bocah Bajang, tetapi hal ini diungkapkan juga menurut pendapat pribadi Bu Lurah. Tidak ditemukan kesaksian pasien yang bisa mendukung pendapat Bu Lurah. Dari sekian banyak pendapat yang dikemukakan Bu Lurah, tampak Bu Lurah tidak mau terlalu bertanggung jawab atas apa yang terjadi di desa Bocah Bajang. Bu Lurah terkesan kurang peduli dengan desa si Bocah Bajang. Pada awal monolognya, Bu Lurah mengatakan dirinya tidak pernah lagi datang ke desa si Bocah Bajang semenjak ada korban meninggal. Adegan ini mengkritik ada hal yang disampaikan Bu Lurah yang bertolak belakang dengan tugas Bu Lurah sebagai pemerintah daerah yang seharusnya ikut menjaga keamanan warga desanya supaya tidak jatuh korban lagi. Sama halnya dengan ketika Bu Lurah bercerita tentang kampung yang terbagi menjadi kampung atas dan kampung bawah. Hampir seluruh dialog dalam pementasan merupakan transkrip langsung dari hasil observasi Actor Studio, kalimat dan inti cerita yang disampaikan dalam pementasan ini tidak jauh dari dialog-dialog yang ditemukan di Jombang. Termasuk ucapan-ucapan Bu Lurah mengenai kampung Ponari dan praktik pengobatan itu sendiri. Monolog Bu Lurah memperlihatkan tanggapan-tanggapan Bu Lurah terhadap kehadiran praktik pengobatan. Di dalam monolog Bu Lurah ada beberapa hal yang mirip dengan yang ada di media massa, misal persoalan penutupan lokasi praktik oleh PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 161 polisi 246 , penolakan kedatangan media massa di lokasi praktik 247 , dan persoalan rencana pemindahan lokasi praktik248. Tetapi ada juga hal-hal yang tidak ditemukan penulis dalam media massa249, misal anggapan soal SDM penduduk desa Ponari yang masih dianggap rendah oleh Bu Lurah, persoalan air celupan batu yang didiamkan selama seminggu akan berubah kualitasnya, dan persoalan antardusun yang tidak akur250. Melalui monolog Bu Lurah ini ada informasi yang tidak disampaikan media massa, tetapi ditemukan ketika observasi di Jombang dan kemudian diangkat ke dalam pementasan untuk menghadirkan tanggapan Bu Lurah mengenai keberadaan praktik pengobatan si Bocah Bajang.Dalam monolog Bu Lurah menampakkan dirinya sebagai orang yang meminta pendatang memeriksa sendiri lokasi praktik Bocah Bajang, tetapi juga ingin memberitahu banyak hal yang menurut Bu Lurah sudah dia 246 247 248 249 250 “Kapolres Baru Stop Ponari. Keluarga Ingin Hidup Tenang” (Jawa Pos, Kamis, 26 Februari 2009). Seorang wartawan TransTV, Romi, diusir dan dilempar sandal oleh warga (“Dipaksa Praktik, Ponari Terancam Drop Out Sekolah”. Jawa Pos, Rabu, 18 Februari 2009). Keluarga Ponari sempat keberatan jika lokasi praktik dipindah karena diyakini di tempat praktik yang selama ini dipakai Ponari ada wahyu yang diturunkan kepada Ponari. Jika pindah, maka “kekuatan” Ponari akan hilang (“Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga”. Kompas, Kamis, 5 Februari 2009). Pewahyuan ini menjadi satu-satunya alasan yang ditemukan penulis dalam media massa sebagai alasan penolakan pemindahan lokasi praktik. Persoalan pemindahan lokasi praktik memang ditemukan dalam media massa, tetapi mengenai alasan kualitas SDM masyarakat desa Ponari merupakan alasan menurut sudut pandang Bu Lurah sendiri (dari hasil observasi). Dalam media massa Bu Lurah lebih bercerita tentang fasilitas yang diperoleh setelah ada praktik Ponari seperti pembangunan masjid dan pavingisasi atau pembangunan jalan, serta menurut pengakuannya, Bu Lurah tidak ikut campur masalah keuangan dari praktik Ponari (“Dukun Cilik”. Liputan 6 SCTV, disiarkan 5 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=8pNEgfsRP1k&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012, “Heboh Ponari Dukun Cilik dari Jombang”. Sigi 30 Menit SCTV. http://www.youtube.com/watch?v=TYa--eo4d4w&feature=relmfu, diunduh: 16 Maret 2012). Persoalan dusun yang tidak akur ini merupakan representasi dari hasil observasi mengenai permasalahan antara dukuh atas dan dukuh bawah. Dukuh bawah merupakan desa Ponari dan warganya merasa tidak diperhatikan pemerintah. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 162 ketahui dari lokasi praktik251. Nada bicara Bu Lurah meyakinkan meskipun apa yang dia bicarakan sifatnya menakut-nakuti orang yang hendak pergi ke lokasi pengobatan. Di samping monolog Bu Lurah, dialog antara si Bocah Bajang dan ibunya juga dihadirkan dalam pementasan sebagai representasi relasi Ponari dan ibunya. Dialog ini merupakan gambaran keseharian si Bocah Bajang sebagai anak kecil yang masih suka bermain dan tampak enggan melakukan pengobatan. Ada sedikit informasi mengenai keluarga si Bocah Bajang yang muncul dalam adegan ini, yaitu tentang ayahnya yang bekerja sebagai pencari kodok dan si Bocah Bajang yang menjadi tulang punggung keluarga setelah dia menemukan “batu ajaib”. Sementara Ibu Bocah Bajang sendiri merupakan orang yang menginginkan anaknya tetap mengobati calon pasien. Ada sedikit perbedaan antara Ibu si Bocah Bajang yang dihadirkan dalam adegan ini dengan ibu Ponari yang ada di media massa. Dalam adegan ini Ibu si Bocah Bajang cenderung ceriwis, galak, dan banyak bicara, sementara yang ditampilkan dalam media massa ibu Ponari tampak tidak galak dan berbicara 251 Dalam wawancara dengan beberapa narasumber ada informasi Bu Lurah tampak ingin menakutnakuti tim observasi dengan berbagai cerita yang menyeramkan. Tetapi setelah sampai di desa Ponari apa yang ditemukan tim observasi berbeda dengan apa yang diungkapkan Bu Lurah. Misal Bu Lurah meminta tim observasi untuk berhati-hati dengan penduduk desa Ponari karena pendidikan penduduk desa itu rendah. Tetapi ketika sampai di desa Ponari, tim observasi malah ditawari menginap di rumah tetua dan rumah Ponari. Atau soal air dari Ponari yang katanya jika didiamkan seminggu akan muncul ulat-ulat. (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010). Menurut Bu Lurah air yang sudah dicelup batu itu baunya busuk, baunya persis sisik ular. Tim observasi membeli beberapa botol air dari lokasi praktik, kemudian dibawa pulang ke Yogya. Beberapa hari kemudian botol itu dibuka dan tidak ada bau apa-apa, seperti air biasa pada umumnya (Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 163 seperlunya252. Dalam media massa Ponari yang ditampilkan adalah anak yang tampak pemalu, tidak banyak bicara, masih suka bermain253. Dialog berikut ini merupakan gambaran si Bocah Bajang disuruh mandi oleh ibunya karena praktik pengobatan harus segera dibuka. Ibu Bocah Bajang tampak sudah mengatur waktu praktik pengobatan anaknya. Meskipun Bocah Bajang masih ingin bermain, dia tetap harus mengobati para pasien. Tita/Ibu Bocah Bajang: Mandi! Bahar/Bocah Bajang: Emoh! Tita/Ibu Bocah Bajang: Ayo ta, Gus! Ini udah siang. Mandi dulu. Mainnya tuh nanti lagi bisa ta? Bahar/Bocah Bajang: Mengko dhisik, lagi asyik kok! Si Bocah Bajang tidak mau menuruti perintah ibunya, kemudian dia berbalik membelakangi ibunya. Sikap Bocah Bajang membuat ibunya jengkel dan memaksa membuka kaos si Bocah Bajang. Bocah Bajang berusaha menghindari ibunya dan fokus pada telepon genggamnya. Telepon genggam yang ditampilkan di dalam adegan ini menjadi gambaran adanya perubahan kehidupan si Bocah Bajang. Setelah menjadi “dukun cilik” si Bocah Bajang mendapat cukup banyak pemasukan, sehingga 252 253 “Dukun Cilik Ponari”. Program Silet, RCTI, diunggah: 24 http://www.youtube.com/watch?v=2sWdE-Xi_V4, diunduh: 16 Maret 2012. Dukun Cilik Ponari”. Program Silet, RCTI, diunggah: 24 http://www.youtube.com/watch?v=2sWdE-Xi_V4, diunduh: 16 Maret 2012. Februari 2009. Februari 2009. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 164 bisa membeli apa saja, termasuk telepon genggam254. Ketika mengobati orang pun Bocah Bajang tetap tidak bisa lepas dari telepon genggamnya. Tita/Ibu Bocah Bajang: Woalah, bocah iki! Tamu-tamu itu sudah tumplek di teras rumah! Nggak sabar pingin ketemu den baguse ini lho! Ayo, sini! Ibu bukain dulu bajunya! Bahar/Bocah Bajang: Mengko dhisik! Tita/Ibu Bajang: Ya Allah, Gus! Katanya mau naik kereta kelinci! Ya mengko harus mandi pokoke! Kene, ibu pinjem mainannya! Sepanjang adegan Bocah Bajang dengan ibunya terlihat bagaimana Bocah Bajang memang enggan mengobati orang, sementara ibunya menginginkan Bocah Bajang tetap mengobati orang karena sudah banyak orang yang telanjur datang ke lokasi pengobatan. Dalam adegan ini gerak dan gestur yang dilakukan para aktor adalah Ibu si Bocah Bajang berusaha merebut mainan anaknya sambil marah-marah. Bocah Bajang sendiri tidak jera ketika telepon genggamnya diambil ibunya. Bocah Bajang kembali mengambil mainan yang lain, dan si ibu sekali lagi meminta paksa mainan si Bocah Bajang. Namun, lagi-lagi Bocah Bajang mengambil mainan lainnya. Bahar/Bocah Bajang: Mengko dhisik, lagi dolanan! 254 Dalam observasi Tita, Ponari terlihat sedang tidak mengobati dan bermain game. Gambaran Ponari bermain telepon genggam banyak ditampilkan juga dalam media massa. Ponari memiliki HP Nokia N95 dan Playstation 2/PS 2 (“Tabungan Ponari Rp 2 Miliar”. Jawa Pos, Senin 11 Mei 2009). Ponari juga tidak bisa lepas dari telepon genggam ketika mengobati orang (Foto dalam berita “Pengunjung Merosot, Ponari Ogah-ogahan”. Jawa Pos, Senin, 16 Maret 2009. Foto dalam lampiran). Ponari juga tampak asyik bermain telepon genggam saat reporter mendatangi rumahnya (“Fenomena Ponari”. Liputan 6, SCTV, disiarkan 20 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=x5w6JIkp5n8&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 165 Tita/Ibu Bocah Bajang: Huuuhhhhhh... Gus! Masa nggak mau mandi? Ibu mesti marah-marah, ya ora ta? Kowe anak turun Sunan Ampel. Ora pareng nakal. Sing apik ngono lho! Masyaallah, bocah iki! Kene! Hehehehe... Di luar itu sudah banyak orang, Gus. Nanti kalau mereka ngamuk semua piye? Rumah ini bisa dibakar. Terus kita mau tinggal di mana coba? Ya wis, kono melu bapakmu nggolek kodok! Kemarahan Ibu memuncak, kemudian Ibu hanya duduk di bangku saja. Bocah Bajang akhirnya menyerah dan mendatangi ibunya, berjongkok di sebelah ibunya lalu Bocah Bajang minta dimandikan. Ibu si Bocah Bajang berusaha membujuk anaknya dengan bercerita bahwa Bocah Bajang adalah keturunan Sunan Ampel dan menjadi orang terpilih yang mampu menolong orang lain. Di sini tampak ada mitos yang diciptakan Ibu si Bocah Bajang, yaitu Bocah Bajang sebagai keturunan Sunan Ampel. Mitos inilah yang diceritakan Ibu Bocah Bajang pada orang-orang untuk menarik mereka agar tertarik datang pada Bocah Bajang dan sebagai usaha si ibu untuk tetap menghidupkan kisah Bocah Bajang di antara para pasien. Kemudian Ibu si Bocah Bajang bersiap menggendong Bocah Bajang di punggung. Selama adegan ini Ibu Bocah Bajang marah-marah dengan nada suara yang tinggi sebagai ekspresi kemarahannya. Bahar/Bocah Bajang: Iya, iya. Pakpung, pakpung! Tita/Ibu Bocah Bajang: Kowe ki beruntung, le. Di kampung ini dipercaya sebagai rahmatullah. Orang-orang itu ya mau memberikan apapun buat kamu. Rela melakukan apa saja biar bisa menyentuh tanganmu ini lho! Ora usah mecucu! Ayo kene! Nah, begitu. Cah bagus manut sama ibu, ora pareng nakal ya. Kalau nakal ibu bawa ke laut selatan biar jadi abdi dalemnya kanjeng ratu sampai kiamat. Mau kamu? Bahar/Bocah Bajang: Emoh! Pingine karo ibu! PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 166 Bocah Bajang cenderung dekat dengan ibunya. Selama mengobati orang, ibu inilah yang sering mendampingi Bocah Bajang. Di samping itu, dalam dialog di atas ada keyakinan si ibu bahwa Bocah Bajang adalah orang terpilih yang memiliki kemampuan mengobati orang. Selain itu, ada mitos yang diceritakan Ibu si Bocah Bajang, yaitu Bocah Bajang merupakan keturunan Sunan Ampel. Mitos yang diceritakan Ibu si Bocah Bajang ini merupakan temuan observasi mengenai cara si ibu untuk menarik perhatian pengunjung yang datang berobat pada anaknya 255 . Adegan antara Bocah Bajang dan ibunya ini juga menggambarkan situasi di mana si Bocah Bajang kadang-kadang malas mengobati para calon pasien dan lebih memilih untuk bermain. Selain melalui monolog dan dialog, pertunjukan Bocah Bajang juga menggunakan tembang untuk menghidupkan adegan. Ada juga tembang yang penulis coba kaitkan dengan fenomena Ponari. Tembang pertama kali hadir dalam pertunjukan ini ketika adegan para pasien yang telah mendapat air celupan batu si Bocah Bajang. Para pasien berjalan berbaris sambil membawa ember dari panggung belakang sebelah kiri. Orang yang paling depan melagukan sebuah tembang yang diambil dari suluk256. Tembang ini tidak diartikan secara khusus karena tembang ini dipakai sebagai pengiring adegan yang membantu membangun suasana, tampak 255 256 Ibu Ponari mengaku bermimpi didatangi Nyi Roro Kidul sampai tiga kali. Kemudian cerita tentang Ponari keturunan dari Sunan Giri didapat dari kakeknya (Gunawan Maryanto, sutradara BocahBajang. Wawancara: 25 Juni 2010). Ibu Ponari bercerita dia keturunan Sunan Ampel dan didatangi Sunan Ampel yang mengatakan bahwa Ponari punya keistimewaan (Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011). Pemilihan menghadirkan tembang secara live, dinyanyikan secara langsung oleh aktor, adalah untuk membuat suasana lebih hidup (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 167 sebagai suasana yang khidmat. Tembang ini dinyanyikan dengan tempo yang pelan dan dibarengi dengan orang-orang yang berjalan lambat. Orang-orang yang sedang berjalan berbaris ini bisa menjadi gambaran atas pasien yang sudah mendapat air dari Ponari. Tidak ada tambahan musik dalam adegan ini. Yang terdengar hanya tembang yang dialunkan pasien. Jika diamati sekilas, menurut penulis, tembang yang dialunkan bercerita tentang Ponari yang seolah-olah menjadi kesayangan banyak orang. Pada kalimat (1) diungkapkan orang-orang yang tidak bisa menggambarkan betapa mereka sangat menyayangi Ponari. Sira di sini seakan-akan menunjuk pada Ponari. Kemudian pada kalimat-kalimat berikutnya, kalimat (2) hingga kalimat (7), diungkapkan rasa sayang orang-orang itu melebihi apapun. Ozi (tembang)/pasien: (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Tresnaku marang Sira ora bisa digambarna Adheme ngungkuli banyu Angete ngungkuli geni Langit kuwi wis dhuwur Langit kuwi wis dhuwur Nanging tresnaningsun Luwih dhuwur tinimbang langit pitu (cintaku kepadaMu tak mampu kugambarkan segarnya melebihi air hangatnya melebihi api betapa tingginya langit tetapi cintaku lebih tinggi dari langit ketujuh) Ponari menjadi kesayangan banyak orang, baik para pasien maupun orangorang yang ada di desa Ponari. Bagi para pasien, baik yang sembuh maupun belum sembuh, Ponari menjadi harapan bagi mereka. Kebanyakan orang yang datang PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 168 hendak berobat percaya bahwa Ponari mampu memberi kesembuhan. Bagi orangorang di lingkungan Ponari melihat Ponari sebagai “pembawa keberuntungan” bagi mereka, terutama dalam memberi keuntungan finansial dan peningkatan fasilitas. Orang-orang di desa Ponari banyak yang mendapat berbagai pekerjaan baru ketika praktik Ponari muncul. Orang-orang itu memanfaatkan situasi dengan banyaknya calon pasien yang datang ke desa mereka. Ada yang membuka warung makan, sewa ojek, sewa penginapan, sewa ember, menjual air, mengantar calon pasien, dan sebagainya. Dari segi fasilitas, orang-orang desa Ponari mendapat keuntungan seperti perbaikan jalan dan pembangunan masjid. Pada intinya praktik Ponari ini sebenarnya banyak memberi keuntungan untuk berbagai pihak. Cerita-cerita penduduk desa setempat yang diperoleh selama observasi dihadirkan dalam pertunjukan melalui monolog Tita dengan empat tokoh berbeda. Dalam adegan ini ada empat cerita yang ditampilkan dan tidak ada iringan musik. Cerita pertama adalah soal penemuan batu dan pasien pertama si Bocah Bajang. Cerita pertama dibawakan dengan suara seorang perempuan muda yang berkisah dengan tenang. Cerita kedua masih soal penemuan batu dan pasien Bocah Bajang yang diceritakan dengan karakter suara seorang nenek. Cerita ketiga dibawakan dengan suara perempuan muda yang agak centil, berkisah soal kesaksian pasien yang mengaku sembuh karena air celupan batu dan datang lagi pada si Bocah Bajang dengan membawa calon pasien lain. Kemudian cerita keempat ditampilkan dengan suara berat menyerupai laki-laki untuk menggambarkan seorang pria yang mengaku saudara Bocah Bajang dan menawarkan bantuan pada orang yang hendak berobat. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 169 Keempat cerita ini mewakili orang muda dan orang tua dan berkisar antara soal penemuan batu, kesaksian pasien yang mengaku sembuh, serta warga yang mengaku sebagai kerabat Ponari. Selama praktik berlangsung muncul beragam versi cerita mengenai penemuan batu Ponari, ada juga banyak pasien yang mengaku sembuh karena air dari Ponari, dan banyak warga sekitar yang mengaku sebagai saudara Ponari untuk menarik perhatian pendatang257. Di samping itu, banyaknya orang yang berada di sekitar lokasi pengobatan, termasuk di dalam rumah yang dipakai praktik Ponari, membuat para aktor cukup kesulitan mengenali orang yang benar-benar keluarga Ponari atau sekadar mengaku sebagai keluarga Ponari. Monolog empat tokoh berikut merupakan hasil observasi yang didapat secara langsung oleh Tita dan dimasukkan dalam pertunjukan dengan tidak mengubah isi dari apa yang didapatkan dalam observasi. Tita/Cerita dari seorang perempuan muda: Menurut cerita, anak itu tersambar petir, kemudian pingsan. Ketika sadar, dia menemukan sebuah batu di dekat kepalanya. Lalu batu itu dibawa pulang dan disimpan di lemari. Pasien pertamanya orang gila. Orang gila itu diberi minum air yang sudah dicelupi batu oleh anaknya. Ajaibnya, orang gila itu sembuh. Cerita dari seorang perempuan muda dibawakan sambil bermain air. Mimik wajahnya terlihat serius dan meyakinkan orang bahwa ceritanya seolah-olah betulbetul terjadi. Sambil bermain air, perempuan ini memukul ember sehingga menimbulkan bunyi yang terkesan seperti bunyi batu yang dilempar untuk 257 Cerita tentang penemuan batu, pasien pertama Ponari, pengakuan pasien yang sembuh, dan orangorang yang mengaku sebagai saudara Ponari juga diungkapkan dalam media massa. Ada temuantemuan Actor Studio yang serupa dengan pemberitaan media massa, tetapi ada juga perbedaannya. Soal siapa pasien pertama Ponari cukup sulit ditemukan Actor Studio ketika di Jombang. Ketika media massa memberitakan beberapa nama sebagai pasien Ponari, ternyata nama-nama itu tidak ditemukan dalam observasi di Jombang. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 170 menggambarkan Bocah Bajang mendapat batu setelah tersambar petir. Kemudian si perempuan melanjutkan cerita tentang orang gila yang menjadi pasien pertama si Bocah Bajang. Dengan ekspresi wajah yang yakin, perempuan itu menunjuk suatu arah seakan-akan dia menunjuk orang gila yang sembuh setelah minum air dari Bocah Bajang. Cerita kedua didapat dari seorang nenek. Si nenek menundukkan kepala ketika menggambarkan kepala Bocah Bajang kena batu. Kemudian agak mengepalkan tangan untuk memperlihatkan ukuran batu yang mengenai kepala Bocah Bajang. Di akhir cerita si nenek menawarkan air kepada pengunjung yang sedang mendengarkan ceritanya. Tita/Cerita dari seorang nenek: Ceritanya begini, dulu bocahe main di sawah deket rumah saya. Tiba-tiba ada yang melempar kepalanya, padahal nggak ada siapa-siapa di situ. Terus dia nemu batu, segede gini. Batunya ajaib. Ada saudara bocahe lumpuh, sama bocahe dikasih minum air bekas rendaman batu. Saudaranya langsung sembuh bisa jalan. Lha ini, mbaknya mau airnya? Pada cerita ketiga ditampilkan seorang perempuan yang mengaku sembuh. Perempuan ini bercerita dengan ekspresi wajah senang. Tangannya melakukan gerakan memperagakan minum air dari Bocah Bajang. Tita/Cerita dari seorang pasien yang mengaku sembuh: Saya ke sini nganterin tetangga saya. Kalau dulu saya ke sini karena saya sakit asma. Sekali minum air celupan batu langsung sembuh. Ajaib ya? Seorang pria yang mengaku pakde si Bocah Bajang menjadi cerita keempat. Gaya bicara dan ekspresi wajah pria ini serius untuk meyakinkan orang bahwa dia adalah pakde Bocah Bajang. Pria ini seakan-akan tahu tentang semua keperluan dan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 171 prosedur untuk berobat pada Bocah Bajang. Sambil mengatakan segala kebutuhan berobat, di sini tokoh memperagakan dengan beranjak berdiri dan menunjukkan ember yang dibawanya. Sewaktu mengatakan ember, dia mengangkat embernya. Kemudian saat menyebut air, dia menuang air dari ember tersebut. Dengan peragaan tersebut ada penegasan dalam berobat pada Ponari orang memerlukan ember dan air, serta kartu berobat. Tita/Cerita dari seorang pria yang mengaku saudara Bocah Bajang: Saya ini masih pakdenya. Pokoknya kalau sama saya semua urusan beres. Butuh apa? Ember? Air? Oh, kartu berobat. Kalau nggak ada kartu berobat, nggak bisa berobat lho. Dulu ponakan saya itu main di bukit belakang, terus tersambar petir. Kepalanya sampai berasap. Tiba-tiba dia menemukan batu. Sambil bercerita tentang si Bocah Bajang yang bermain di belakang bukit, pria ini keluar dari ember besar dan duduk kembali, lalu meletakkan ember kecil di dekat kakinya. Tangannya terangkat tinggi dan jari-jarinya bergerak untuk memperagakan asap yang keluar dari kepala Bocah Bajang. Kemudian memukul dasar ember kecil sehingga terdengar bunyi seperti batu untuk menunjukkan Bocah Bajang tiba-tiba menemukan batu. Cerita penduduk desa juga ditampilkan dalam adegan Pak Kardi dengan Pendatang. Cerita penduduk yang dapat mempengaruhi para pengunjung dihadirkan melalui dialog antara Pak Kardi dengan Pendatang yang baru saja tiba di desa si Bocah Bajang. Dialog Pak Kardi dan pendatang ini diciptakan berdasarkan hasil observasi yang diperoleh Qomar yang bertemu langsung dengan orang bernama Pak Kardi di Jombang. Dalam dialog ini Pak Kardi bercerita banyak tentang berbagai hal, tetapi hanya sedikit menyinggung tentang Ponari. Selama praktik pengobatan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 172 berlangsung, banyak cerita serupa dengan kisah batu Ponari yang muncul dari berbagai orang, salah satunya yang diperoleh dalam observasi adalah cerita dari Pak Kardi. Selama pertunjukan ini, dialog Pak Kardi dan Pendatang merupakan adegan paling panjang. Sisipan dialog dagelan dalam adegan ini merupakan tambahan dari Gunawan Maryanto, sutradara, ditambah dengan improvisasi Qomar dan Antok sewaktu latihan. Sementara kesaksian Pak Kardi mengenai cerita batu dan berbagai kisah menyeramkan diperoleh Qomar dari Pak Kardi sendiri. Adegan Pak Kardi dan pendatang ini merupakan semacam sindiran atas banyaknya orang yang menciptakan cerita versi mereka sendiri ketika Actor Studio berada di Jombang. Adegan ini sebenarnya juga mematahkan pandangan yang didapat orang jika melihat media massa. Dalam media massa lebih banyak ditampilkan soal “kemampuan” Ponari dalam mengobati orang yang seolah-olah menjadi faktor penyebab kedatangan puluhan ribu orang untuk berobat. Namun, di sisi lain, temuan Actor Studio hendak mengatakan bahwa kedatangan puluhan ribu orang itu lebih karena digerakkan oleh cerita-cerita fiksi buatan warga desa sendiri. Qomar/Pak Kardi/penduduk setempat: Percaya atau nggak ini, masnya? Saya itu sudah pernah ke mana-mana. Jadi wong Palembang pernah, jadi wong Medan juga pernah. Antok/pendatang: Masyaallah, Pak! Pengalaman hidup njenengan itu bener-bener hebat. Jadi wong Palembang pernah, jadi wong edan pernah. Qomar/Pak Kardi: Wong Medan, Mas! Super to? Antok/pendatang: Super! PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 173 Qomar/Pak Kardi: Saya ini ndak maksud nyombong lho ini. Yang namanya di semua wilayah itu, Mas, itu semuanya sama. Termasuk itu, wilayah-wilayah yang sudah pernah saya kunjungi itu, itu juga sama. Tapi memang yang namanya kampung sini ini yang paling menarik buat saya! Antok/pendatang: Menarik? Qomar/Pak Kardi: Iya! Antok/pendatang: Serapan tai thok ngene menarik? Pendatang mendengarkan cerita Pak Kardi dengan serius dan agak heran dengan ketertarikan Pak Kardi kepada desa si Bocah Bajang. Pak Kardi berbicara banyak hal, berputar-putar ceritanya, mulai dari soal kebahagiaan hidup, cerita-cerita mistis, hingga cerita soal batu temuannya yang katanya mirip dengan batu Bocah Bajang. Qomar/Pak Kardi: Lha ini! Orang kalau nggak ngerti kuncinya hidup itu kayak gini. Hidup itu ada kuncinya. Kuncinya hidup itu satu, baba. Antok/pendatang: Baba? Qomar/Pak Kardi: Hooh! Jarno ae, Mas! Biarin aja! Kalau nggak gitu, kita bisa stres ta? Lihat tai kemambang, ngelihat orang rebutan duit sana-sini sampai nggak inget sama yang namanya sedulur. Antok/pendatang: Kok bisa ya? Qomar/Pak Kardi: Lha iya! Sedulur aja nggak kenal lho, Mas. Antok/pendatang: Aku heran lho, Pak. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 174 Cerita-cerita yang diungkapkan Pak Kardi pada waktu observasi bermacammacam dan berputar-putar, ada cerita yang diulang-ulang juga. Kemudian ceritacerita Pak Kardi dari hasil observasi ini disaring dan diolah dramatikanya, termasuk menyisipkan dialog dagelan, tanpa mengurangi inti cerita yang didapat ketika observasi258. Qomar sendiri melihat Pak Kardi sebagai preman di desa Ponari. Badan Pak Kardi bertato, berkumis tebal, memakai topi, dan naik sepeda. Dan sewaktu berada di lokasi praktik, Pak Kardi terlihat sok akrab dengan keluarga Ponari. Pak Kardi mengaku sebagai pakde Ponari. Selama praktik pengobatan, Pak Kardi mengaku dia berperan besar dalam mengatur mekanisme orang-orang yang ada di lokasi praktik, seperti menjaga parkir dan distribusi antrian259. Dalam adegan ini dari bermacam-macam cerita Pak Kardi salah satunya yang dihadirkan adalah dialog tentang kehidupan dan kebahagiaan. Qomar/Pak Kardi: Heran ta? Ini, Mas, yang namanya duit itu sampai laut. Duit itu, itu ta, Mas, itu sama saja kayak tai. Plung! Ilang! Cepet keli, Mas. Cepet ilang. Iya ta? Nah, ini, Mas, hidup. Ibaratnya itu lha gini. Ibaratnya ini apa, Mas? Dalam dialog soal perumpamaan ini ember yang sudah ada di panggung menjadi representasi tanaman. Pak Kardi mengambil sebuah ember untuk bercerita tentang perumpamaannya 260 . Cerita-cerita tentang perumpamaan dan cerita mistik dari Pak Kardi merupakan gambaran dari model bercerita Pak Kardi yang ingin membahas banyak hal. 258 259 260 Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013. Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011. Foto 29 (lihat lampiran). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 175 Antok/pendatang: Itu tanaman. Qomar/Pak Kardi: Nah, ini tanaman ta? Pupuknya? Antok/pendatang: Pupuknya.... Qomar/Pak Kardi: Pupuknya tanaman mes, Mas. Lha iya ta? Ini kalau kita, masnya ini, saya, manusia ta? Pupuknya apa? Antok/pendatang: Pupuknya mes. Qomar/Pak Kardi: Lho? Pupuknya bahagia. Nek di-mes modar, Mas! Antok/pendatang: Gitu ya? Qomar/Pak Kardi: Iya! Gini, Mas, tadi itu ta, hidup kuncinya apa? Antok/pendatang: Bahagia. Qomar/Pak Kardi: Baba! Antok/pendatang: Bahagia, Pak! Qomar/Pak Kardi: Bahagia itu pupuknya! Dikandani kok ngeyel ta! Gini ya, yang namanya hidup itu harus bisa bahagia. Kalau nggak, kita bisa kena penyakit strup. Antok/pendatang: Stroke. Qomar/Pak Kardi: Lha iya! Hidup itu kuncinya baba. Kalau bahagia itu pupuknya. Sekarang kalau Tuhan itu ada di mana, Mas? PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 176 Antok/pendatang: Tuhan? Qomar/Pak Kardi: Iya. Ehmmm.... Nggak tahu! Nggak tahu sampeyan! Mesti nggak tahu ta? Saya kasih tahu jawabannya. Yang namanya Tuhan itu adanya di mulut. Lho, ndak percaya lagi ta? Gini lho, Mas, misalnya masnya lagi sakit, sedang dalam kesusahan, yang ngomong “ya Tuhan” itu bagian tubuh sebelah mana? Hayoo! Antok/pendatang: Hahaha! Qomar/Pak Kardi: Mulut ta? Iya ta? Antok/pendatang: Iya. Setelah bercerita banyak soal perumpamaan dan lelucon, Pak Kardi memulai cerita-cerita mistis yang menarik perhatian si pendatang. Ceritanya diawali dengan mengatakan bahwa kampung si Bocah Bajang terkenal angker. Ada sebuah SD di kampung itu dan di depan SD itu ada siluman macan putih. Cerita soal macan putih ini didapat langsung oleh Qomar sewaktu bertemu Pak Kardi261. Qomar/Pak Kardi: Nah, ini, Mas. Yang namanya setan itu juga nggak jauh-jauh, Mas. Nggak di kuburan, nggak di bawah pohon. Ya di mulut itu! Nah, ngomong-ngomong soal setan... Ngelak? Ngombe, Mas! Ngomong-ngomong soal setan ya, Mas, yang namanya kampung sini itu, Mas, itu terkenal angker. Antok/pendatang: Angker? Pak Kardi bercerita dengan wajah serius untuk menegaskan kemisteriusan ceritanya. Sementara Pendatang mendengarkan sambil minum, kemudian terlihat terkejut. 261 Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011. Dalam wawancara Qomar juga menyebut ada cerita dari Pak Kardi soal kaitan Ponari dengan sebuah gunung tapi tidak ditampilkan dalam dialog ini. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 177 Qomar/Pak Kardi: Iya! Banyak penunggunya. Sampeyan ingat kita kan tadi lewat depan SD, di depan SD itu kan ada batu gede itu ta, Mas? Antok/pendatang: Oh, iya! Qomar/Pak Kardi: Itu di situ, Mas, ada yang nunggu lho! Ada itu, Mas! Macan ndhodhok warnanya putih. Beneran ini, Mas! Yang serem lagi ya, Mas, di sebelah kirinya itu ada pohon gede. Di situ ada, Mas, nyandar cewek di situ!262 Pak Kardi memperagakan bentuk macan jongkok dengan cara duduk di atas ember kecil. Pendatang tampak panik dan ketakutan mendengar cerita Pak Kardi. Kemudian hendak pergi meninggalkan Pak Kardi, tetapi ditahan Pak Kardi. Pak Kardi tetap saja melanjutkan bercerita dan asyik memperagakan cerita-ceritanya. Antok/pendatang: Anu, Pak.... Qomar/Pak Kardi: Kenapa? Antok/pendatang: Saya tadi kencing di situ. Qomar/Pak Kardi: Waaaa... Ini! Situ kalau nggak tahu nggak usah ngawur, Mas. Tapi nggak apa-apa, masnya ini sama saya. Jadi semuanya itu, tenang, beres, Mas. Tapi besok lagi tak kandani ya, Mas, ya, kalau misalnya ngapa-ngapain di kampung sini tuh paling nggak kulanuwun dulu, Mas. Doa dulu, iya ta? Antok/pendatang: Iya, iya. Pak Kardi tidak banyak berbicara tentang Ponari. Dia justru lebih senang bercerita mengenai dirinya dan kisah mistis yang dimilikinya. Kebanyakan orang yang ditemui di lokasi praktik membenarkan cerita-cerita seputar Ponari, tetapi 262 Foto 27 (lihat lampiran). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 178 terlihat tidak percaya sepenuhnya pada cerita tentang Ponari. Bahkan banyak orang yang memunculkan cerita-cerita serupa dengan kisah Ponari, termasuk Pak Kardi yang bercerita tentang batu yang ditemukannya 263 . Dalam adegan ini Pendatang tampak menurut saja dengan apa yang diceritakan Pak Kardi, meskipun kadangkadang Pendatang tampak ragu dengan cerita Pak Kardi. Qomar/Pak Kardi: Omong-omong soal kampung ini lagi, kampung ini banyak peristiwa fenomenal. Bocah itu fenomenal ta? Antok/pendatang: Iya, hooh! Qomar/Pak Kardi: Nih, Mas, ya, ada yang lebih fenomenal! Iya! Antok/pendatang: Apa? Qomar/Pak Kardi: Saya ini pernah nemu sebuah batu. Antok/pendatang: Oh, gitu. Qomar/Pak Kardi: Iya! Batunya ini ya, Mas, ini yang fenomenal, Mas! Merupakan jelmaan dari seekor burung! Lho, nggak percaya lagi ta! Nggak percaya lagi! Kalau masnya nggak percaya, saya berani sumpah, Mas. Saya nggak sumpah sama masnya. Saya berani sumpah sama bumi. Saya itu nggak pernah bohong! Yang namanya Pak Kardi tuh nggak pernah bohong! Ini ya, Mas, ya, saya kasih tahu lagi, yang namanya batu itu.... Nah, batunya segitu itu lho, Mas! Seginilah! Ini batu saya dapetnya malam-malam waktu nyari burung! Dalam dialog di atas, Pak Kardi menyentuhkan jarinya ke tanah, kemudian menjilat jari tersebut untuk membuktikan sumpahnya pada bumi. Setelah itu Pak 263 Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 179 Kardi menunjuk kumpulan batu yang ada di panggung bagian depan, lalu mengambil sebuah batu sebagai contoh seperti batu yang ditemukannya. Cerita soal burung yang berubah jadi batu juga diungkapkan Pak Kardi sewaktu di Jombang. Cerita soal burung yang sudah disembelih bisa berubah menjadi batu dan batu tersebut bisa dipakai untuk menyembuhkan orang sakit merupakan cara mengemas fiksi batu yang bisa menarik perhatian orang dari luar desa Ponari. Ceritacerita fiksi seperti inilah yang muncul dari warga desa selama ada praktik Ponari. Pola cerita hampir selalu sama seperti kisah Ponari, yaitu ada batu yang bisa menyembuhkan. Antok/pendatang: Burung? Qomar/Pak Kardi: Iya! Burungnya saya tangkep di atas pohon, tak bawa pulang. Sampai di rumah burungnya saya sembelih, lalu saya olesi yang namanya beras merah di lehernya. Tibatiba, Mas, sampeyan tahu apa yang terjadi? Antok/pendatang: Apa, Pak? Qomar/Pak Kardi: Burungnya itu, Mas, itu berubah jadi batu! Antok/pendatang: Woh, ajaib! Pak Kardi menggunakan ember dan batu untuk peragaan saat dia menangkap dan menyembelih burung. Pendatang tampak takjub dengan cerita Pak Kardi. Cerita fiksi yang satu akan ditambah dengan cerita fiksi yang lain supaya cerita tersebut lama-kelamaan bisa meyakinkan orang yang mendengarkan, seperti cerita Pak Kardi yang semula hanya bercerita menemukan batu, kemudian ditambah dengan cerita PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 180 batu itu diperoleh dari jelmaan burung yang disembelih, dan ditambah lagi dengan cerita batu yang didapat dari jelmaan burung itu berkhasiat untuk mengobati orang. Fiksi akan selalu ditambah dengan fiksi lain sehingga akhirnya orang sulit membedakan apakah hal-hal itu benar ada atau sulit membedakan mana hal yang nyata dan mana yang hanya rekaan saja. Qomar/Pak Kardi: Ajaib ta? Fenomenal ta? Antok/pendatang: Fenomenal! Qomar/Pak Kardi: Ini, Mas, memang batunya itu fenomenal! Yang lebih fenomenal yang namanya batu ini bisa menyembuhkan yang namanya penyakit. Ajaib, Mas! Antok/pendatang: Ajaib! Qomar/Pak Kardi: Lho iya, kalau masnya nggak percaya ya.... Nah, itu, bapaknya itu, yang naik sepeda itu lho, kelihatan ta pakai kaos merah, kaos PDI itu lho, kelihatan ta? Pak Kardi menunjuk suatu arah, sehingga mengesankan ada orang sedang naik sepeda di kejauhan. Pendatang ikut mengalihkan pandangannya ke arah yang ditunjuk Pak Kardi. Dari dialog soal orang bersepeda dan gestur Pak Kardi dan Pendatang tampak setting tempat dialog ini adalah di pinggir jalan. Kemudian Pak Kardi mengungkapkan batunya juga mampu menyembuhkan orang sakit. Antok/pendatang: Iya. Qomar/Pak Kardi: Itu, Mas, ini maaf lho, bukan maksud saya menyinggung lho, ini maaf lho ya. Antok/pendatang: Pak, saya itu nggak pernah tersinggung. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 181 Qomar/Pak Kardi: Lha iya, tapi saya minta maaf aja, maaf. Bapaknya dulu itu mukanya rusak. Antok/pendatang: Saya tetap nggak tersinggung. Qomar/Pak Kardi: Nah, bapaknya itu kena kusta! Hooh! Antok/pendatang: Oh, kena kusta. Qomar/Pak Kardi: Hooh, sekarang sembuh ta? Itu saya kasih ramuan yang saya tumbuk dengan batu itu! Antok/pendatang: Batunya masih ada, Pak? Pendatang tampak mulai tertarik dengan batu Pak Kardi dan ingin melihat batu itu. Pak Kardi menanggapi dengan senang dan mengajak Pendatang untuk melihat batu itu. Qomar/Pak Kardi: Masih! Antok/pendatang: Mbok saya lihat! Qomar/Pak Kardi: Nah, ini kalau misalnya masnya mau lihat, dekat dari rumah ini, kita lihat batunya. Pak Kardi berjalan diikuti Pendatang. Mereka berjalan meninggalkan panggung. Lampu di sekitar tepi panggung mulai meredup sebagai tanda persiapan ganti adegan. Antok/pendatang: Siapa tahu saya tertarik. Qomar/Pak Kardi: PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 182 Nah, ini ajaibnya lagi, Mas, tetangga saya itu perutnya sakit. Tak tempeli batu itu langsung sembuh, Mas. Beneran ini! Saya itu nggak bohong, Mas! Setiap malam Jumat kliwon, Mas.... Adegan Pak Kardi dan Pendatang merupakan representasi temuan di Jombang bahwa mitos-mitos akan semakin berkembang ketika para pendatang tertarik dengan kisah yang disodorkan warga setempat mengenai “kesaktian” batu. Mulai dari cerita soal burung yang berubah menjadi batu, kemudian batu itu bisa dipakai untuk menyembuhkan, dan pada akhirnya membuat orang ingin melihat langsung batu tersebut264. Pada awalnya hanya ada mitos batu Ponari, kemudian orang tertarik untuk datang dan melihatnya secara langsung. Karena banyak orang datang, maka warga desa Ponari memanfaatkan situasi tersebut dan menciptakan mitos-mitos baru dengan menggunakan batu, serupa dengan peristiwa Ponari, untuk menarik perhatian lebih banyak orang. Narasi yang dibaca oleh narator menjadi salah satu pilihan cara untuk merepresentasikan apa yang ditemukan Actor Studio ketika berada di Jombang. Cerita-cerita yang dikumpulkan oleh ibu Ponari dihadirkan kembali menjadi satu dalam mantra yang dibacakan narator dan digunakan untuk mengiringi adegan Ibu Bocah Bajang. Adegan Ibu si Bocah Bajang ini merupakan representasi dari temuan observasi ketika Mukaromah (nama ibu Ponari yang disebutkan dalam media massa) 264 Ketika di Jombang ada temuan cerita soal batu dukun Dewi yang konon batu itu jodoh batunya Ponari (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010). Beberapa cerita serupa dengan kisah Ponari juga ada dalam media massa. Misal batu kepunyaan dukun Dewi (“Dipaksa Praktik, Ponari Terancam Drop Out Sekolah”. Jawa Pos, Rabu, 18 Februari 2009), atau “batu berbicara” temuan Nurrohmah (“Ponari Masuk Sekolah, Kasek Menggendong”. Jawa Pos, Sabtu, 21 Februari 2009). Ada juga pengobatan dengan air yang sudah didoakan seperti yang tampak dalam foto 17 (lihat lampiran). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 183 mengumpulkan cerita tentang Ponari dari orang-orang, kemudian dia merangkum cerita-cerita tersebut dan menceritakan kembali pada orang-orang yang datang berobat265. Cerita-cerita yang dia kumpulkan kemudian dia ceritakan berulang-ulang. Begitu seterusnya, cerita-cerita itu seperti diramu berkali-kali dan diceritakan kembali berkali-kali juga. Pada akhirnya tampak cerita-cerita tersebut menjadi seperti mantra yang harus disebutkan ketika ada orang yang datang berobat pada Ponari. Dalam adegan Ibu Bocah Bajang ini cerita-cerita tersebut direpresentasikan ke dalam bentuk mantra yang diucapkan berulang-ulang oleh narator untuk mengiringi adegan Ibu Bocah Bajang. Mantra yang dipakai dalam adegan ini merupakan campuran antara ajaran Islam dengan cerita harimau putih. Sekilas mantra ini tampak ingin mengatakan bahwa Ibu si Bocah Bajang menjadi orang pilihan yang memang diberi kekhususan untuk menjaga Bocah Bajang selama anaknya menjadi “dukun cilik”266. Narator: Jibril menyusup ke tubuh Fatimah Fatimah menyusup ke dalam tubuhku Dipercaya oleh Allah ta‟ala Menunggang harimau putih Bukan sembarang harimau putih Melainkan harimau putih utusan Allah Laillahhaillalah Muhammadurasullulah267 265 266 267 Ibu ingin Ponari tetap ada, kehidupannya tetap berlangsung dalam masyarakat. Makanya si ibu terus merangkum cerita seperti meramu. Ibu Ponari yang berperan besar untuk menghidupkan Ponari (Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011). Ponari juga disebut ibunya sebagai orang yang dipilih untuk mempunyai kemampuan menyembuhkan orang. Dalam adegan Ibu menyuruh Ponari mandi, ada dialog yang menyebutkan bahwa Ponari adalah rahmatullah (orang yang memang dipilih menjadi rahmat bagi banyak orang). Keistimewaan Ponari sebagai rahmat ini pun juga ditunjukkan dalam adegan perkenalan di awal pertunjukan. Dalam monolog perkenalan Antok, disebutkan Ponari berganti nama menjadi Muhammad Ari Rahmatullah. Penggantian nama ini menunjukkan penguatan atas diri Ponari yang dipilih sebagai anak yang membawa rahmat untuk mengobati orang. Ada beberapa mantra, kemudian digabung, semacam doa-doa atau mantra-mantra penyembuhan (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013). Mantra ini merupakan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 184 Situasi peristiwa Ponari yang mulai surut direpresentasikan dalam narasi yang dibaca narator untuk mengiringi adegan Bocah Bajang, ibunya, dan Pak Kardi. Narator: Ponari sudah sepi. Hampir-hampir tak kedengaran lagi. Orang-orang sudah sepi. Apakah nalar yang menang kali ini? Tampaknya tidak. Sebagaimana yang sudahsudah. Keajaiban memudar bukan karena nalar. Tapi karena pasar. Bagi orang Jawa keajaiban adalah anugerah Tuhan. Bukan untuk diperjualbelikan. Jika demikian keajaiban dipercaya, tak akan bertahan lama. Ia akan segera berpindah ke tanah lain yang jauh dari pasar. Ke benda lain. Ke orang lain lagi. Ke sanalah orang-orang itu akan kembali menemukan dirinya. Mereka akan bergerak dengan cepat ke luar dari nalar keseharian. Melepaskan seketika seluruh kenyataan yang menekannya. Ponari hanya sebuah reuni dari sebuah kepercayaan yang diam-diam masih melekat selama berabad-abad. Dalam narasi ini disebutkan adanya kepercayaan dalam masyarakat Jawa bahwa kemampuan untuk mengobati merupakan anugerah yang seharusnya dilakukan secara cuma-cuma, tidak untuk dijual atau dipakai untuk mencari keuntungan. Ketika kemampuan mengobati itu sudah dipakai untuk mendapat keuntungan, maka kemampuan itu akan hilang. Kemampuan mengobati akan bertahan pada seseorang sesuai dengan bagaimana orang itu memperlakukan kemampuan yang dimilikinya. Jika kemampuan mengobati itu diberikan cuma-cuma pada orang yang membutuhkan, mungkin saja kemampuan itu akan tetap ada. Jika kemampuan itu mulai dimanfaatkan untuk kepentingan diri sendiri, khususnya untuk mencari keuntungan saja, maka kemampuan itu akan hilang. gambaran cerita-cerita warga tentang Ponari yang dikumpulkan si ibu, dibangun untuk membuat Ponari tetap hidup. Cerita-cerita yang didapat si ibu kemudian dirangkum dan diceritakan kepada orang-orang yang berobat. Si ibu berusaha agar Ponari tetap ada. Ibu berperan besar untuk menghidupkan Ponari (Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2013). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 185 Narasi di atas juga menegaskan adanya kepentingan orang-orang untuk meningkatkan perekonomian mereka dengan memanfaatkan praktik Ponari. Dalam narasi ini tampak juga adanya keyakinan bahwa kemampuan seseorang bisa bermanfaat dan akan tetap ada jika kemampuan itu tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Kemampuan itu seharusnya dipakai untuk menolong orang tanpa meminta balasan apapun. Dan pengobatan yang dilakukan oleh Ponari sampai saat ini, di mana ilmu pengobatan telah berkembang, pengobatan tradisional seperti yang dilakukan Ponari masih tetap saja muncul dan menarik perhatian banyak orang. Tidak hanya menarik orang untuk datang dan melihat, tetapi juga menarik orang untuk mempercayai dan ingin mendapatkan kesembuhan langsung dari Ponari. Monolog Bu Lurah muncul dua kali dalam pertunjukan Bocah Bajang. Pertama, pada awal pertunjukan dan kedua, menjelang akhir pementasan. Pada kemunculannya yang kedua, Bu Lurah seperti sedang berbicara pada para pendatang dan dari gaya bicaranya Bu Lurah tampak merasa pendapat-pendapatnya selama ini benar dan ingin memperlihatkan dirinya ikut terlibat dalam memajukan desa si Bocah Bajang. Bu Lurah mengaku sebagai orang yang mengundang media massa untuk datang di desa Bocah Bajang. Di sini Bu Lurah merasa dirinya yang telah membuat desa Bocah Bajang ramai didatangi banyak orang dan kedatangan banyak orang ini telah memberi pemasukan yang besar bagi desa Ponari. Selain itu, Bu Lurah juga bercerita soal penemuan batu Bocah Bajang dengan versinya sendiri. Menurut Bu Lurah batu itu diperoleh bukan seperti yang selama ini dibicarakan banyak orang, tidak seperti yang diceritakan tokoh perempuan muda, nenek, atau orang yang PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 186 mengaku pakde si Bocah Bajang. Namun, batu itu didapat dari “orang pintar”. Dan Bu Lurah ingin mengangkat cerita penemuan batu menurut versinya, mirip dengan yang dilakukan Pak Kardi yang menciptakan cerita penemuan batu versi Pak Kardi. Ozi/Bu Lurah: Ya, gimana? Sudah lihat sendiri kenyataannya kayak gimana? Sudah dilihat sendiri ya kenyataannya seperti apa? Ya gitu, Mas, Mbak. Ini kalau ngomongin soal kenyataannya, sekarang coba dilihat, di sana itu nggak mungkin seramai itu kalau nggak saya yang bikin. Saya yang mengundang media ke sana, makanya bisa seramai itu. Ini saya mau ngomong soal kenyataan. Jujur. Tentang batu itu, bahwa sebenarnya batu itu, itu bukan didapat dari kesambar petir seperti yang diomongin banyak orang, itu ndak. Tapi sebenarnya batu itu didapat dari “orang pintar”. Saya dapat cerita ini jelas dari sumber yang terpercaya. Dari oknum polisi. Cuma saya nggak mau menyebarluaskan atau menceritakan ke banyak orang karena bisa jadi fitnah nanti. Cuma ini perlu diketahui aja bahwa memang sebenarnya batu itu bukan didapat dari kesambar petir seperti yang diomongin banyak orang itu, ndak! Tapi dari “orang pintar”. Terus ini soal air celupan itu. Sudah dapat air celupan batunya dari sana ya? Ya? Sudah? Itu nanti, Mas, airnya didiamkan dulu selama satu minggu, jangan dibuka. Nanti kalau sudah satu minggu itu baru dibuka. Dicium, coba baunya kayak apa. Baunya itu kayak bisa ular. Amis268. Air dari Bocah Bajang, menurut Bu Lurah, jika didiamkan selama seminggu akan berubah menjadi berbau. Hal ini dikatakan Bu Lurah tanpa ada pembuktian yang pasti soal air itu sendiri. Bu Lurah tampak hanya mengungkapkan pendapat pribadinya saja dan menunjukkan sikapnya yang cenderung antipati pada praktik pengobatan si Bocah Bajang. Monolog lain dihadirkan pada epilog Bocah Bajang setelah adegan Bu Lurah. Para aktor tampil di panggung dengan karakter masing-masing, terlepas dari tokoh yang telah mereka perankan tadi. Ada lima monolog yang muncul dalam epilog ini. 268 Bagian yang digarisbawahi menunjukkan perbedaan pementasan di hari pertama dan kedua. Bagian yang digarisbawahi muncul pada pementasan hari kedua. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 187 Qomar: Kami datang ketika pesta telah selesai. Kami dari sana. Kami masih bisa membaca jejak-jejak orang Jawa. Bagaimana mereka dengan sewenang-wenang mengkaitkan satu hal dengan hal yang lain. Jalan panengen dan jalan pangiwa masih terus dibangun dan dilewati. Ratu Kidul dan Sunan Ampel bersatu membesarkan Ponari. Melalui monolog di atas, persoalan tentang Jawa diungkapkan. Melalui jalan pangiwa dan jalan panengen ada dua hal berbeda yang dikaitkan, yaitu Ratu Kidul dengan Sunan Ampel. Dalam masyarakat Jawa ada konsep pangiwa yang berkaitan dengan keturunan Nabi Adam turun pada tokoh wayang, kemudian pada raja-raja Jawa. Konsep panengen berkaitan dengan keturunan Nabi Adam turun pada para nabi (termasuk ulama/tokoh keagamaan)269. Ratu Kidul dikenal sebagai penguasa pantai selatan dan hal ini diketahui sebagai mitos yang sudah lama ada dalam masyarakat. Sementara Sunan Ampel dikenal sebagai tokoh agama penyebar ajaran Islam dan pendiri masjid agung Demak. Ratu Kidul dan Sunan Ampel jelas tampak tidak berkaitan. Namun, selama praktik pengobatan Ponari berlangsung, ada cerita-cerita yang dibangun dengan mencampurkan antara mitos (Ratu Kidul) dengan tokoh agama (Sunan Ampel). Orang sudah tidak lagi peduli apakah dua hal tersebut berkaitan, selama masih ada mitos atau tokoh yang bisa digunakan untuk melanggengkan keberadaan Ponari, maka cerita-cerita seperti itu akan terus dibangun. Dari monolog di atas Qomar juga menangkap ada kepercayaan yang masih dipegang oleh banyak orang. Dalam hal ini adalah kepercayaan akan ada “penyelamat”bagi orang-orang yang membutuhkan keselamatan (dalam kasus Ponari 269 Ahmad, Nur Fauzan. “Dekonstruksi terhadap Figur Keturunan Darah Biru”. http://staff.undip.ac.id/sastra/fauzan/2009/07/22/dekonstruksi-terhadap-figur-keturunan-darahbiru/, diunduh: 14 Agustus 2013. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 188 yang dimaksud adalah Ponari yang mampu memberi kesembuhan). Banyak hal dikaitkan, seperti batu yang ditemukan secara tiba-tiba bisa dipakai untuk mengobati orang sakit, adanya kepercayaan Ponari adalah keturunan Sunan Ampel yang memiliki kemampuan khusus untuk menyelamatkan orang-orang, dan ada kepercayaan. Berbagai mitos muncul untuk melanggengkan praktik pengobatan, termasuk adanya mitos soal Ratu Kidul yang mendatangi Ibu Ponari lewat mimpi dan Ponari merupakan keturunan Sunan Ampel. Mitos-mitos inilah yang diceritakan kepada orang-orang yang berobat, sehingga menebalkan kepercayaan banyak orang terhadap “kemampuan” Ponari. Setelah bermonolog Qomar berdiri di sebelah ember. Ozi muncul dan berdiri di sebelah ember kecil, lalu bermonolog. Monolog Ozi merupakan penegasan bahwa praktik pengobatan Ponari merupakan jawaban bagi banyak orang yang memburu kesembuhan. Cerita “batu ajaib” seperti pada kasus Ponari sudah sering muncul dalam masyarakat. Tidak ada cerita semacam ini yang bisa dibuktikan kebenarannya. Namun, kisah “batu yang bisa mengobati” tetap saja menarik perhatian banyak orang, terutama bagi mereka para pemburu kesembuhan. Ozi: Menurut saya batu yang lahir dari petir adalah fiksi yang lemah. Sudah diulang sepanjang berabad-abad. Tetapi mengapa tetap saja mendatangkan banyak orang. Empat puluh ribu orang berdesakan setiap harinya. Mereka tak bisa dihentikan atau dibubarkan. Fiksi itu begitu menyentuh perasaan mereka. Seperti jawaban yang tak tersedia di kenyataannya. Dan fiksi inipun akan tetap ada selama kenyataan tak mampu memenuhi harapan mereka. Dalam monolog ini ada pandangan praktik Ponari merupakan peristiwa yang sudah sering muncul sejak lama. Dan orang-orang yang mencari jawaban kebanyakan akan memburu peristiwa ini. Banyak orang berharap mendapat apa yang mereka butuhkan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 189 dari praktik pengobatan ini, seperti kesembuhan dan bebas dari himpitan masalah perekonomian. Maka orang akan mempertahankan praktik Ponari karena mereka merasa menemukan jalan keluar dengan mengikuti praktik ini. Antok dalam monolognya mengungkapkan bahwa peristiwa pengobatan seperti yang dikerjakan Ponari serupa dengan peristiwa-peristiwa dadakan lainnya yang sudah sering muncul dalam masyarakat. Hanya saja banyak orang menanggapinya dengan cara yang tidak biasa. Terutama pada peristiwa pengobatan oleh Ponari, di mana orang-orang yang sudah lama menderita sakit ingin segera sembuh. Maka puluhan ribu orang datang pada Ponari dan menjadikan batu itu sebagai satu-satunya harapan untuk sembuh. Banyak orang yang melihat pengobatan oleh Ponari sebagai sesuatu yang baru dan bisa menjadi pilihan untuk mendapat yang mereka butuhkan. Antok: Sebenarnya ini fenomena biasa di tengah masyarakat kita. Banyak hal yang tiban berlangsung di sekitar kita. Pasar tiban, sumur tiban, masjid tiban, klenteng tiban, wali tiban, sampai rezeki tiban. Di mana-mana yang tiban, yang mendadak tak dinyana, memang selalu menarik perhatian. Setelah selesai dengan monolognya, Antok berjalan ke belakang dekat dinding dan bersimpuh di situ sambil melakukan gerakan-gerakan kecil. Orang diajak berpikir ulang mengenai batu Ponari dalam monolog Tita. Batu Ponari menimbulkan pendapat-pendapat dari pihak yang setuju dan tidak setuju atas praktik Ponari. Banyak orang datang berobat meskipun mereka tidak tahu betul apakah batu Ponari memang membawa kesembuhan atau hanya sekadar menimbulkan harapan untuk sembuh dan membuat orang datang demi mencoba khasiat batu Ponari. Pada akhirnya orang harus memikirkan ulang tentang cerita fiksi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 190 seputar “khasiat” batu Ponari. Bagi yang sudah mencoba berobat pada Ponari, entah sembuh atau tidak, apakah memang kesembuhan itu datang dari batu Ponari atau ada faktor lain yang membuat orang yakin bahwa dirinya sembuh karena batu Ponari dan jika sudah percaya bahwa batu Ponari “berkhasiat” kenapa batu itu bisa gagal menyembuhkan. Tita: Apakah batu itu betul ajaib? Saya tidak tahu. Mungkin Ponari juga tidak tahu apakah batu itu betul ajaib atau tidak. Semakin dilecehkan batu itu, semakin besar kepercayaan komunitas Ponari bahwa batu itu memang berkhasiat. Dalam dunia mereka semakin sulit mendapat berkah, diejek, dilecehkan, antri berhari-hari, maka semakin besar khasiat yang didapat. Jadi, biarkan batu itu yang berbicara, apa dan siapa sesungguhnya ia. Dalam monolog di atas, “khasiat” batu Ponari tidak dipermasalahkan terlalu panjang. Yang menjadi perhatian adalah kepercayaan orang-orang atas “khasiat” batu Ponari, sehingga cerita soal “khasiat” itu semakin membesarkan harapan orang yang berobat. Monolog para aktor diselingi dengan tembang yang dinyanyikan. Tembang ini dinyanyikan dengan tempo lambat dan diambil dari suluk, kemudian dinyanyikan berulang-ulang. Tembang ini merupakan penegasan representasi Ponari sebagai bocah bajang atau “bocah sakti” yang dipercaya “kesaktiannya” oleh banyak orang, terutama orang yang mengharapkan kesembuhan. Penggambaran Ponari sebagai bocah bajang ini mengacu pada pengetahuan mengenai “bocah sakti” yang dikenal dalam kultur masyarakat Jawa270. 270 Bocah bajang kalau di Jawa seperti bocah ajaib. Secara bentuk ada banyak yang mengimajinasikannya. Deskripsinya adalah anak kecil yang tidak bisa besar, tapi dia sakti. Figur pewayangannya seperti wayang bayi, tidak bisa besar. Bocah bajang ada dalam suluk bocah bajang. Ketertarikan awal justru pada suluk bocah bajang, bukan pada Ponari. Tetapi kemudian bocah bajang itu dikaitkan dengan kekinian, yang dekat dengan peristiwa Ponari (Gunawan Maryanto, PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 191 Tembang: Bocah bajang nggiring angin Anawu banyu segara Ngon-ingone kebo dhungkul Sasisih sapi gumarang (bocah bajang menggiring angin menguras samudera diiringi kerbau jantan tanpa tanduk bersisihan dengan sapi betina yang sakti) Tembang tetap dinyanyikan dan mengiringi monolog Budhi. Dalam monolog Budhi ada gambaran desa Ponari adalah desa yang cukup tertinggal 271 . Segala macam fasilitas sulit didapatkan. Maka ketika ada praktik Ponari, warga desa Ponari mendapatkan berbagai fasilitas secara kilat. Pembangunan diadakan di sana-sini, termasuk pembangunan rumah ibadah, gapura-gapura, tempat pendidikan direnovasi, didirikan jembatan-jembatan, dan jalan-jalan dibuat lebih nyaman. Di sini tampak praktik Ponari tidak hanya menjadi perbincangan pro-kontra soal khasiat batu atau kesembuhan yang diharapkan banyak orang, tetapi juga memberi kesempatan pada warga desa Ponari untuk mendapat kehidupan yang lebih baik lagi. Tidak hanya fasilitas desa yang dibangun, warga desa pun mendadak memperoleh banyak 271 sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010). Di Wonosobo juga ada bocah bajang yang artinya adalah bocah yang rambutnya tidak disisiri dan tidak pernah dicukur sejak lahir. Dia punya kelebihan tertentu dan orang-orang sangat mengagungkannya. Apa yang dia minta harus dituruti (Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011). Di desa Ponari tidak ada tempat pelayanan kesehatan biomedis. Tempat pelayanan medis terdekat adalah di kecamatan. Sekolah Ponari pun jaraknya cukup jauh dari rumahnya. Di depan rumahrumah penduduk terdapat selokan yang biasa dipakai warga untuk buang air (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013). Perjalanan menuju rumah Ponari juga sangat jauh. Dari Jombang kota naik angkot, kemudian turun di pinggir jalan dan dilanjutkan berjalan kaki/naik ojek (Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011). Dari Jombang kota naik angkot, terus turun di gang yang ke arah jalannya Ponari. Setelah itu jalan sekitar 2 km. Daerahnya panas, kering, gersang (Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 192 pekerjaan baru yang meningkatkan penghasilan mereka ketika puluhan ribu orang mendatangi desa Ponari. Budhi: Saya tidak tahu dari mana orang-orang itu datang. Puluhan ribu orang datang mendatangi kampung ini. Padahal kampung ini adalah kampung yang tertinggal. Jaraknya jauh, akses transportasi yang masih sukar, apalagi tingkat pendapatan maupun tingkat pendidikan dari warga yang masih rendah. Tapi setelah kejadian dan peristiwa itu terjadi, kampung ini berubah hanya dalam waktu tiga bulan setengah. Di depan sudah dibangun gapura-gapura kampung, masjid serta taman kanak-kanak juga direnovasi, jembatan-jembatan di kampung juga dibangun, bahkan jalan-jalan di kampung ini semua telah dikonblok. Monolog Budhi menjadi monolog penutup dalam pementasan Bocah Bajang, kemudian dilanjutkan dengan kedatangan si Bocah Bajang yang melakukan adegan penutup melalui gerakan-gerakan. c. Blocking dan Gerakan Blocking dan gerakan menjadi salah satu cara mendaur ulang fenomena Ponari dengan bantuan hasil observasi di Jombang. Blocking di sini lebih pada bagaimana posisi pemain di atas panggung, termasuk perpindahan posisi pemain. Ketika blocking dipadukan dengan gerakan, maka hal tersebut menjadi gambaran bagaimana karakter tubuh, kebiasaan-kebiasaan, gerakan-gerakan tubuh dan gestur orang-orang yang ditemui selama observasi. Dalam pertunjukan ini gerakan yang dilakukan para aktor juga menjadi variasi di samping bahasa verbal (agar pertunjukan tidak didominasi bahasa verbal saja, tetapi ada juga adegan-adegan yang hanya menampilkan gerakan). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 193 Pada awal pertunjukan di atas panggung tampak duduk empat orang, tiga lakilaki dan seorang perempuan. Tiga laki-laki duduk di atas kursi, sementara si perempuan duduk di atas bangku panjang hijau yang ada di depan dinding bambu. Keempat orang ini mengenakan baju hangat, wajah mereka tampak lelah, mengantuk, sedang sakit, dan bosan, seperti sudah terlalu lama duduk di kursi mereka masingmasing. Pria yang paling kiri (kiri dari tempat penonton) mengenakan jaket hitam dan di pelipisnya menempel koyo (diperankan Antok). Laki-laki di sebelahnya memakai kemeja putih lengan panjang dan kepalanya tertutup topi (diperankan Budhi). Lakilaki yang berikutnya memakai jaket berwarna orange (diperankan Qomar). Perempuan yang duduk di bangku panjang menutup badannya dengan baju hangat (diperankan Tita) 272 . Sambil menunggu Ponari, pria berjaket orange berjalan menengok sebentar ke belakang dinding bambu. Pergerakan pria ini sebagai tanda dia sedang mencoba memastikan apakah si “dukun cilik” sudah muncul untuk mengobati, kemudian dia duduk lagi di kursinya273. Beberapa saat setelah keempat orang tadi duduk cukup lama, dari luar panggung datang seorang calon pasien perempuan (diperankan Ozi). Dia mengenakan celana panjang dan atasan berwarna cokelat, berkalung jarik untuk menahan udara dingin. Perempuan ini datang sambil 272 273 Pakaian/kostum yang dikenakan para aktor dapat dilihat pada foto 20 dan foto 21 (lihat lampiran). Untuk kostum-kostum ini merujuk pada hasil observasi, seperti memakai jaket, sarung, blangkon. Pada saat menjadi pasien para aktor memakai kostum yang menyerupai pasien di lokasi pengobatan. Ketika memasuki karakter-karakter tertentu mereka memakai kostum yang spesifik (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 2 Mei 2012). Adegan ini muncul di hari kedua. Pada hari pertama pria berjaket orange hanya duduk. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 194 membawa terpal dan ember. Dia menengok sebentar ke belakang dinding bambu274 sebagai respon yang menunjukkan perempuan ini juga menunggu Ponari muncul. Setelah menengok ke belakang dinding bambu, dia menggelar terpalnya di panggung bagian depan dan tidur di sana. Adegan pembuka pertunjukan Bocah Bajang adalah adegan para calon pasien yang sedang menunggu praktik Bocah Bajang dibuka. Adegan menunggu ini digambarkan dengan orang-orang yang duduk di kursi mereka masing-masing dan setiap orang membawa ember sendiri-sendiri untuk menampung air celupan batu saat berobat275. Orang-orang ini sedang menunggu di halaman rumah si Bocah Bajang. Di tengah adegan menunggu, di saat orang-orang sudah tidur dan lelah, pria berjaket orange jatuh dari kursinya. Dia jatuh ke samping kursi, kemudian bangkit dan duduk lagi. Sambil memegangi lutut kanannya, wajah pria ini memperlihatkan ekspresi kesakitan. Dia berusaha menahan sakit di lututnya dan melihat keadaan lututnya. Pada saat adegan ini berlangsung, lampu yang menerangi para calon pasien lainnya meredup dan lampu kuning semu biru menyala fokus menyala pada pria berjaket orange. Perpindahan nyala lampu ini menandai adanya pergantian adegan, 274 275 Respon ini dilakukan pada pementasan hari kedua. Pada hari pertama si perempuan datang dan langsung menggelar terpal di panggung bagian depan. Kalau untuk prosesnya ada ember, Aqua, bayar sukarela di tempat Ponari (Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang.Wawancara: 18 September 2011). Di sana (lokasi pengobatan) masyarakat menyediakan ember, botol Aqua yang diisi air, dan kartu berobat. Kalau tidak punya kartu berobat tidak bisa berobat. Pinjam ember dihargai Rp 5.000,00. Bayar Aqua botol besar juga Rp 5.000,00, untuk airnya saja, kemudian botol dikembalikan (Tita Dian Wulansari, aktris BocahBajang. Wawancara: 25 Agustus 2011). Yang dijual sebenarnya Aqua, Tetangga-tetangga Ponari menjual Aqua yang masih disegel. Orang-orang menyewa ember, air Aqua-nya dipindah ke ember, kemudian embernya diantrikan untuk dicelup batu (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 195 dari adegan semua calon pasien menunggu berubah menjadi adegan pria berjaket orange. Pemilihan warna lampu ini lebih sebagai penunjang suasana276. Pada adegan yang bersifat realis lampu dominan menyala warna kuning. Pada adegan-adegan yang bersifat non-realis lampu kuning akan berbaur dengan warna lain 277 . Pergantian adegan ini ditandai dengan iringan musik berupa instrumen dengan tempo agak cepat. Setelah duduk di kursinya, pria berjaket orange tiba-tiba tertidur dan melakukan gerakan-gerakan sambil diiringi musik instrumen 278 . Gerakan-gerakan ini lebih merupakan ekspresi dari emosi orang yang sedang mengantri berobat. Gerakangerakan tersebut diperoleh melalui latihan eksplorasi olah tubuh yang dilakukan sesuai dengan tempo musik instrumen yang menjadi pengiring adegan. Sementara pria berjaket orange melakukan gerakan-gerakan, para calon pasien lainnya tetap pada posisi mereka, pada situasi realis yaitu duduk sambil menunggu si dukun cilik. Secara keseluruhan adegan ini tetap merupakan adegan orang-orang menunggu. Hanya saja beberapa orang menunggu sambil tetap duduk, sementara yang seorang lagi melakukan gerakan-gerakan sebagai penggambaran perasaan dari orang yang sedang menunggu. 276 277 278 Lampu digunakan untuk membangun suasana pemanggungan (Sugeng Utomo, penata lampu Bocah Bajang. Wawancara: 26 April 2012). Untuk membedakan adegan realis dan surealis digunakan arah datangnya cahaya dan ada pencahayaan khusus pada blocking yang hendak ditampilkan. Pencahayaannya lebih fokus dibanding di blocking-blocking lainnya. Kemudian tune warnanya lebih tajam, lebih tebal (Sugeng Utomo, penata lampu Bocah Bajang. Wawancara: 26 April 2012). Gerakan-gerakan ini adalah kondisi pasien yang tertidur, terjaga, dan tertidur lagi. Karena terlalu lama menunggu, si pasien jadi seperti bermimpi. Lalu dia bangun dalam mimpinya dan ke manamana (Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011). Gerakan-gerakan itu bukan sekadar mimpi, tetapi lebih pada penggambaran perasaan-perasaan orang yang sedang menunggu di lokasi pengobatan (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013). Adegan gerakan-gerakan ini terdapat dalam foto 22 (lihat lampiran). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 196 Usai melakukan gerakan-gerakan, pria tadi duduk kembali dan seperti terbangun dari tidurnya. Mimik wajahnya terlihat lelah dan menahan sakit di lututnya. Beberapa saat kemudian bunyi iringan musik mulai pelan sebagai tanda perpindahan suasana surealis menjadi realis. Lampu yang semula hanya fokus pada pria ini kemudian berubah menerangi pria ini dan perempuan yang tidur di terpal. Perempuan yang tidur di terpal bangun dan mengajak si pria bercakap-cakap. Adegan ini merupakan gambaran dari situasi komunikasi antar calon pasien yang sama-sama sedang menunggu Ponari. Dalam kondisi menunggu, biasanya orang suka mengajak orang di sekitarnya bercakap-cakap. Hal tersebut dilakukan bukan hanya untuk mengatasi rasa bosan, tetapi juga sebagai cara untuk menceritakan apa yang sedang mereka alami/rasakan. Di sini si perempuan bercerita dia sudah beberapa hari menunggu Bocah Bajang. Hal tersebut merupakan representasi dari kesaksian para pasien Ponari yang ada di Jombang. Ada pasien-pasien yang berharap pada Ponari sehingga mereka mau berada di lokasi pengobatan sampai berhari-hari279. Kepanikan para calon pasien juga digambarkan dengan menghadirkan tokoh calon pasien lain (diperankan Bahar) yang muncul tiba-tiba dan meminta para calon pasien bersiap dengan ember masing-masing untuk mendapatkan air celupan batu.Strategi pertunjukan yang dipakai di sini adalah dengan menghadirkan calon pasien yang datang dari luar panggung dan berlari melintasi panggung menuju 279 Benar-benar ada orang yang mengharapkan airnya Ponari. Seorang bapak yang sudah mendapat air Ponari kemudian berkata dengan sangat tulus, memegang, memeluk embernya, sambil mengucapkan “Alhamdulillah”. Ada satu ibu yang mungkin sudah berkali-kali ke sana dan menurutnya lumayan ada perubahan setelah berobat (Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 197 belakang dinding bambu. Dengan munculnya calon pasien dari luar panggung ini, maka situasi yang semula tenang dan para calon pasien yang tadinya terlihat lelah dan mengantuk, kemudian menjadi panik dan bergegas mencari air dari si Bocah Bajang. Kedatangan sekaligus monolog calon pasien yang baru datang ini menjadi tanda menjelang pergantian adegan. Bahar/calon pasien: Persiapan! Persiapan! Mereka semua berlari lewat belakang dinding bambu mengikuti calon pasien yang baru datang tadi, kemudian berlari lagi ke panggung bagian depan. Di sana mereka bergerombol, mengangkat ember mereka masing-masing, ribut berebut air dari Bocah Bajang280. Mereka berusaha saling mendahului. Adegan ini merupakan cara untuk menggambarkan kejadian di lokasi pengobatan bahwa orang-orang memang berebut, saling berdesak-desakan untuk bisa mendapat air dari Ponari. Adegan berlari melintasi panggung diulang kembali. Si calon pasien yang datang belakangan tadi berlari lagi lewat belakang dinding bambu diikuti orang-orang. Mereka semua berlari sambil mengangkat ember masing-masing. Adegan berebut air ini dilakukan sampai dua kali untuk menggambarkan realita di desa Ponari tentang banyaknya orang yang sudah mengantri dan menginginkan air dari Ponari, serta kondisi di lokasi praktik yang memang penuh dengan kerumunan orang. Pada perebutan air yang kedua kali, setelah orang-orang melewati belakang dinding bambu, mereka berlari lagi menuju panggung bagian depan. Pada saat 280 Orang-orang berebut air dari Ponari dapat dilihat pada foto 23 (lihat lampiran). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 198 mereka sampai di panggung bagian depan, ada tembang yang mulai mengiringi adegan. Sementara ada satu orang pasien perempuan yang memisahkan diri dan berlari ke arah bangku panjang berwarna hijau yang ada di depan dinding bambu. Munculnya iringan tembang menandai adanya pergantian adegan dari adegan kerumunan berebut air menjadi penggambaran kondisi seorang pasien yang sedang menunggu. Di samping itu, dengan masuknya iringan tembang tampak ada pergantian suasana dari yang semula realis menjadi non-realis. Adegan orang-orang berebut air tadi merupakan peristiwa realis di atas panggung. Sementara ketika si perempuan memisahkan diri dari kerumunan dan tembang mulai diperdengarkan, maka adegan berpindah menjadi non-realis. Perpindahan suasana ini juga ditandai dengan adanya perubahan pencahayaan lampu. Semula lampu menerangi seluruh panggung. Ketika si perempuan memisahkan diri, kerumunan tadi kemudian bergeser ke depan dinding bambu. Orang-orang berdiri diam di depan dinding bambu sambil tetap mengangkat ember mereka. Pada bagian kerumunan orang-orang lampu perlahan mati, sedangkan pada blocking si perempuan yang sudah berada di datas bangku panjang lampu kuning berbaur dengan sedikit warna putih menyala terang dan fokus di sana. Sambil membawa ember dan diiringi tembang, perempuan ini melakukan beberapa gerakan. Tembang: Gandaning kang kembang gadhung Lawan kembang-kembang menur Kang estu arum Mina lan oyot-oyotan Kadi kusuma mangambar-ambar Wor kukusing dupa kumelun Kadi kusuma memba bathara PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 199 (semerbak bunga gadung dan bunga-bunga menur yang benar-benar harum ikan dan akar-akaran seperti bunga yang semerbak berpadu dengan asap dupa seperti bunga jelmaan para dewa) Selama adegan ini si perempuan tidak berdialog/monolog, melainkan hanya melakukan gerakan-gerakan dengan diiringi tembang. Ada gerakan seperti mengambil air dengan ember, menari dengan ember, meminum air dari ember, kelelahan, dan gerakan-gerakan lainnya. Gerakan-gerakan ini dihadirkan untuk menggambarkan perasaan/emosi pasien saat menunggu Ponari281. Ekspresi wajah si perempuan ini tampak kaku, sesekali tampak lelah. Tembang yang dipakai untuk mengiringi gerakan-gerakan dalam adegan pasien menunggu ini diambil dari suluk. Tembang ini dihadirkan sudah dalam bentuk rekaman. Pemakaian tembang dalam pementasan ini cenderung sebagai pendukung suasana yang hendak dibangun dalam adegan 282 . Tembang yang dipilih pun tidak mengarah pada tema tertentu, sehingga pemilihan tembang cenderung berdasarkan kecocokan nuansa tembang dengan suasana adegan yang ditampilkan. 281 282 Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013. Tita sendiri mengungkapkan gerakan-gerakan tersebut merupakan olahan dari perasaan pasien seperti lelah, marah, jengkel, dan benar-benar ada yang mengharapkan air dari Ponari. Perasaan-perasaan itulah yang dihadirkan dalam gerakan tubuh (Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011). Adegan ini dapat dilihat pada foto 24 (lihat lampiran). Dalam pementasan Bocah Bajang ada beberapa tembang yang berasal dari suluk dan dipakai sebagai bagian dari musik pementasan. Pemilihan suluk-suluk yang digunakan dalam tembang tidak terikat pada kesesuaian tema pertunjukan, sehingga tembang tidak diartikan pemaknaan kalimat-kalimatnya terkait pementasan Bocah Bajang. Tembang-tembang ini dipakai lebih pada fungsinya sebagai pendukung suasana adegan, membangun suasana dan mengiringi koreografi/gerakan-gerakan tubuh aktor. Bagian musik diminta untuk menggarap musik dengan berangkat dari suluk-suluk. Bahan suluk ini didapat dari merekam dalang yang kemudian diolah sebagai bahan musik (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 200 Adegan calon pasien menunggu dengan dialog-dialog merupakan gambaran realitas yang terjadi di dalam situasi para calon pasien yang sedang menunggu Ponari di Jombang. Sedangkan adegan pasien menunggu yang diekspresikan lewat gerakangerakan merupakan cara lain untuk menunjukkan emosi yang dirasakan para calon pasien yang sedang menunggu Ponari. Ada bermacam-macam emosi/perasaan yang muncul saat calon pasien sedang menunggu Ponari. Emosi inilah yang dihadirkan melalui gerakan-gerakan tubuh. Adegan tersebut berbeda cara dalam penghadirannya dengan adegan sebelumnya yang memakai percakapan antara Qomar dan Ozi, atau Budhi yang menerima telepon dan calon pasien lain yang datang tiba-tiba. Namun, pada dasarnya seluruh rangkaian adegan tersebut hendak menggambarkan situasi dan perasaan pasien yang menunggu Ponari. Teknik keluar-masuk panggung juga menjadi strategi pergantian adegan dalam pertunjukan Bocah Bajang. Misal ketika monolog Bu Lurah berlangsung ada tambahan tokoh Bocah Bajang yang hadir begitu saja 283. Namun, kedua tokoh ini tidak berada dalam satu ruang yang sama. Kehadiran tokoh Bocah Bajang ditandai dengan lampu warna merah yang sangat tipis yang menyala menerangi panggung bagian tengah ke belakang. Bu Lurah sendiri telah bergeser ke panggung depan, sebagai persiapan pergantian adegan karena setelah monolognya selesai, kemudian dilanjutkan dengan adegan tokoh Bocah Bajang. Perbedaan ruang kedua tokoh ini 283 Penghadiran tokoh memang sengaja dibuat crossing (Gunawan Maryanto,sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 201 ditandai dengan tidak adanya respon komunikatif antara Bocah Bajang dengan Bu Lurah di panggung. Bocah Bajang yang datang dari arah belakang panggung kemudian bergerak menuju panggung bagian depan, menuju pada batu-batu. Pada panggung bagian depan ada beberapa batu sebesar kepalan tangan yang sudah ditata rapi 284. Batu-batu itu sudah diletakkan di panggung bagian depan sejak awal sebagai tanda atas adanya mitos “batu ajaib” Ponari dan sebagai pendukung narasi fenomena Ponari dalam pertunjukan. Karena pertunjukan ini mengangkat peristiwa pengobatan Ponari, maka ada beberapa properti berkaitan peristiwa tersebut yang ditampilkan di atas panggung, seperti ember pada adegan awal, batu, dan botol-botol berisi air. Bocah Bajang kemudian berjongkok di dekat batu-batu itu, mengamati batubatu itu sebentar, kemudian mengambil sebuah batu. Batu yang diambil Ponari menjadi representasi telepon genggam yang sering dipakai untuk bermain oleh Bocah Bajang. Dinding bambu dan bangku panjang menjadi setting dalam rumah Bocah Bajang. Bocah Bajang kemudian memainkan telepon genggam (yang direpresentasikan dengan batu) sambil berjalan ke bangku panjang, kemudian berjongkok di depan bangku sambil membelakangi Bu Lurah dan penonton. Bocah Bajang tetap asyik bermain sendiri sampai monolog Bu Lurah selesai dan Bu Lurah meninggalkan panggung. Dalam pertunjukan Bocah Bajang antara adegan Bu Lurah dengan Bocah Bajang-Ibu Bocah Bajang sengaja dibuat tersambung. Tidak ada pergantian adegan 284 Foto 20 (lihat lampiran). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 202 dengan cara pemain pergi meninggalkan panggung, penggung kosong sejenak, kemudian diganti pemain lainnya. Di dalam pertunjukan ini setiap adegan langsung disambung dengan adegan lainnya, bahkan ketika pemain adegan yang sebelumnya masih berakting, pemain adegan berikutnya sudah muncul. Ketika Bu Lurah selesai bermonolog dan meninggalkan panggung, Ibu Bocah Bajang sudah muncul dan duduk di bangku panjang menghadap Bocah Bajang, sementara si bocah masih berjongkok di depan bangku sambil memainkan telepon genggamnya. Lampu berubah sebagai tanda pergantian adegan. Semula lampu menerangi seluruh panggung ketika adegan Bu Lurah. Sewaktu berganti adegan lampu di sekeliling panggung meredup dan mati, pencahayaan hanya fokus pada area dinding bambu dan bangku panjang hijau yang menjadi area blocking Ibu Bocah Bajang dan Bocah Bajang, serta pada kumpulan batu yang ada di panggung bagian depan. Di sini area dinding bambu dan bangku panjang merupakan area rumah Bocah Bajang. Sedangkan kumpulan batu yang diberi fokus cahaya merupakan tanda adanya kisah “batu ajaib” yang hendak diangkat dalam pertunjukan ini. Pada adegan berikutnya, setelah Bocah Bajang dan ibunya meninggalkan panggung, lampu yang semula menerangi dinding bambu, bangku, dan batu mulai meredup dan pelan-pelan mati. Kemudian langsung disambung dengan lampu putih yang tidak terlalu tebal warnanya menerangi panggung bagian belakang kiri (kiri arah penonton). Pergantian lampu ini membentuk ruang tersendiri bagi adegan berikutnya. Lampu perlahan menerangi jalur yang akan dilewati para tokoh. Tidak ada setting tempat yang jelas untuk adegan selanjutnya. Hanya ada sebuah ember besar yang PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 203 sudah diletakkan di panggung bagian depan sebelah kiri (kiri arah penonton) sebagai persiapan properti untuk adegan berikut. Beberapa orang masuk ke panggung dengan membawa ember (disunggi, dipanggul, dibawa dengan kedua tangan). Tampak ember-ember itu berat karena telah terisi air, sehingga bisa menjadi tanda bahwa orang-orang ini telah mendapat air dari Bocah Bajang. Para pasien berjalan melintasi panggung, dari kiri ke kanan sambil berjalan pelan diiringi tembang 285 . Adegan ini merupakan representasi dari para pasien yang merasa bersyukur telah mendapat air dari Bocah Bajang. Banyak orang yang merasa senang ketika mereka berhasil mendapatkan air dari si Bocah Bajang. Hal tersebut menunjukkan Bocah Bajang memang menjadi harapan bagi banyak orang untuk mendapat kesembuhan meskipun pengobatan Bocah Bajang bertolak belakang dengan logika pengobatan biomedis. Perasaan para pasien ini diekspresikan dengan adanya tembang yang menggambarkan rasa sayang orang-orang itu pada si Bocah Bajang. Barisan pasien berjalan diiringi tembang. Ibu Bocah Bajang berada di posisi paling belakang. Para aktor, mulai dari Ozi, Qomar, Budhi, dan Antok, mereka semua memakai kostum pasien. Sementara Tita yang berada di posisi paling belakang dari barisan memakai rok dan atasan hijau yang menjadi tanda bahwa itu adalah baju yang dikenakan tokoh Ibu Bocah Bajang. Ibu Bocah Bajang juga membawa sebuah ember besar yang di dalamnya sudah ada ember kecil yang berisi air. Dia mengikuti sebentar barisan itu, kemudian berbelok ke arah panggung bagian depan. Orang-orang dalam 285 Foto 25 (lihat lampiran). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 204 barisan tetap berjalan sambil diiringi tembang dan mereka juga sempat mengganti posisi ember mereka. Yang semula dipanggul menjadi dibawa dengan dua tangan, yang semula dibawa dengan dua tangan menjadi disunggi, yang semula disunggi kemudian dibawa dengan dua tangan. Orang-orang berjalan perlahan meninggalkan panggung, keluar melalui sisi panggung sebelah kanan, tembang masih dinyanyikan. Ibu Bocah Bajang tetap tinggal di panggung, kemudian meletakkan ember yang dibawanya dan mengeluarkan ember kecil dari dalam ember besar itu. Pelan-pelan dia menuang air dari ember kecil ke dalam ember besar. Lampu di seluruh panggung mulai padam. Yang menyala hanya lampu pada blocking Ibu Bocah Bajang. Lampu kuning menyala, awalnya remang-remang, lama-kelamaan menyala terang fokus pada Ibu Bocah Bajang. Area yang diterangi lampu ini menjadi ruang untuk adegan Ibu Bocah Bajang. Setelah menuang air, Ibu Bocah Bajang masuk ke dalam ember besar dan duduk di tepi ember sambil memangku ember kecil. Kemudian dia memainkan sebentar air di dalam ember yang dipangkunya. Tembang yang dinyanyikan masih mengiringi seluruh adegan tadi. Apa yang dilakukan Ibu Bocah Bajang, mulai dari menuang air ke dalam ember, duduk di ember, dan memainkan air merupakan gambaran Ibu Bocah Bajang mempersiapkan air yang akan dipakai untuk mengobati calon pasien. Apa yang dilakukan Ibu ini bisa juga menjadi tanda bahwa si ibu ini ingin melanggengkan praktik Bocah Bajang, sehingga mempersiapkan air ini menjadi semacam rutinitas yang dilakukan si ibu untuk menjaga agar para pasien tetap datang. Adegan tersebut hendak mengatakan bahwa ada hal yang tidak diketahui banyak orang karena sekilas yang tampaknya mengendalikan Ponari adalah pemberitaan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 205 media massa. Namun, melalui adegan ini menjadi terlihat bahwa Ibu Ponari pun mempunyai peran penting dalam mengendalikan popularitas Ponari sebagai “dukun cilik”. Sambil tetap duduk di tepi ember besar, Ibu Bocah Bajang mengangkat ember kecil tinggi-tinggi dan dihadapkan ke wajahnya. Kemudian tangannya masuk ke dalam ember kecil dan keluar lagi sambil seolah-olah menggenggam sesuatu seukuran batu Bocah Bajang. Fokus tatapan mata Ibu Bocah Bajang ada pada tangan yang menggenggam, kemudian dia meletakkan ember kecil di lantai. Dengan satu tangan seperti menggenggam dan satu tangan lagi ikut menopang tangan yang menggenggam. Iringan musik masih bernuansa mistis. Iringan musik yang mistis bertambah dengan alunan gamelan sebagai pembuka tembang. Ibu Bocah Bajang perlahan menggerakkan tangan dan badannya sebagai tanda masuk ke dalam adegan menari. Lampu putih dan kuning menyala menerangi seluruh panggung, sekaligus menerangi dinding bambu dan bangku panjang yang menandakan setting suasana di dalam rumah Bocah Bajang. Bocah Bajang yang memakai kaos dan celana pendek muncul dari panggung bagian belakang kanan dengan gaya menari. Bocah Bajang kemudian menari bersama ibunya286. Gerakangerakan tarian yang mereka lakukan sama dan saling berhadapan. Gerakan-gerakan dalam adegan menari ini mengadaptasi dari kesenian ndolalak 287 . Tarian dipakai 286 287 Foto 26 (lihat lampiran). Dolalak adalah kesenian khas dari Kabupaten Purworejo. Asal kata Dolalak adalah dari not Do dan La karena tarian ini diiringi hanya dengan alat musik dua nada.Seiring perkembangan zaman dan teknologi, tarian Dolalak sekarang sudah diringi dengan keyboard. Lagu-lagu yang dimainkan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 206 dalam adegan ini untuk membangun suasana riang gembira antara Bocah Bajang dan ibunya. Adegan menari ini muncul setelah ada berbagai cerita dari pasien dan warga yang menggambarkan situasi di mana praktik Bocah Bajang dapat tetap berlangsung dengan adanya cerita-cerita dari banyak orang. Jika praktik terus berlanjut, maka akan semakin banyak pendapatan yang bisa diperoleh keluarga Bocah Bajang. Adegan menari ini menggambarkan cerita-cerita seputar Bocah Bajang yang semakin lama semakin banyak dan tidak diketahui batasnya, nyata atau fiksi. Cerita-cerita inilah yang menopang Bocah Bajang dan ibunya, sehingga keluarga Bocah Bajang dapat melanggengkan praktik pengobatan dan meningkatkan perekonomian mereka. Jika cerita-cerita dari warga dan pasien berhenti, maka praktik Bocah Bajang juga ikut berhenti. Namun, di kampung Bocah Bajang kisah-kisah “batu ajaib” selalu dibangun dan menarik perhatian orang-orang. Tarian ini diiringi tembang dolanan yang menambah suasana riang. Bocah Bajang dan ibunya seperti menari di atas ceritacerita yang diciptakan warga desa dan keluarga Bocah Bajang sendiri. Dari ceritacerita inilah Bocah Bajang bisa tetap bertahan untuk melakukan praktik pengobatan. bervariasi.Penari Dolalak pada mulanya adalah para lelaki, berseragam hitam dan bercelana pendek. Seragam ini menirukan seragam tentara Belanda pada zaman dahulu. Seiring waktu muncul generasi-generasi penari putri dengan disertai modifikasi-modifikasi seragam. Penaripenari Dolalak bisa mengalami trance, yaitu suatu kondisi mereka tidak sadar karena sudah begitu larut dalam tarian dan musik (http://id.wikipedia.org/wiki/Dolalak). Dolalak termasuk tarian rakyat jenis slawatan yang pementasannya dilakukan secara berpasang-pasangan. Kesenian ini tidak mengandung cerita, jadi hanya merupakan tarian saja. Jumlah pendukung pementasan ndolalak adalah sekitar 34 orang (28 penari dan 6 pemain instrumen dan vokal). Para penari ndolalak mengenakan kostum yang terdiri dari peci, baju, celana, tanpa rias muka. Gerakan tarian mengambil dari pencak silat dan tarian ini dipentaskan sekitar 4 jam (Suharyoso S.K. 2000. “Teater Tradisional di Sleman, Yogyakarta: Jenis dan Persebarannya”. Ketika Orang Jawa Nyeni. Yogyakarta: Galang Press, hlm. 80). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 207 Tembang: Aden saya minta aden semua yang boleh Aden saya minta aden semua yang boleh Bolehkah si tuan yang manis kepada saya Saya cari manis kembang melati (ti saya cari) Manis kembang melati Melati juga yang manis kepada saya Kembang mawar mekar gandane angambar Kembang mawar mekar gandane angambar Samya sabar lan nggayuh kawruh kang anyar Saya cari manis kembang melati (ti saya cari) Manis kembang melati Melati juga yang manis kepada saya Kembang menur mekar anjrah kadya sawur Kembang menur mekar anjrah kadya sawur Kudu jujur nek kowe kepingin luhur (raden saya minta semua saja yang boleh raden saya minta semua saja yang boleh boleh tidak, Tuan yang baik hati saya cari manisnya bunga melati, ti saya cari manisnya bunga melati bunga melati yang baik kepada saya bunga mawar mekar wanginya menyebar bunga mawar mekar wanginya menyebar bersabarlah dan ambillah ilmu yang baru saya cari manisnya bunga melati, ti saya cari manisnya bunga melati bunga melati yang baik kepada saya bunga menur mekar terbuka seperti bunga tabur bunga menur mekar terbuka seperti bunga tabur harus jujur jika kau ingin menjadi luhur) Lagu dolanan yang dipakai memiliki tempo cepat dan gembira. Di dalam pementasan Bocah Bajang tembang dan lagu yang dihadirkan untuk mengiringi adegan lebih berfungsi sebagai pembangun suasana dan mengiringi koreografi tarian atau adegan. Tarian yang dipakai juga lebih berfungsi sebagai gambaran ekspresi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 208 gembira Bocah Bajang dan ibunya yang sedang merasakan hasil dari praktik pengobatan. Ekspresi gembira juga tampak pada wajah mereka. Saat adegan Bocah Bajang-Ibu menari hampir selesai, masuk dua orang tokoh laki-laki, Pak Kardi dan Pendatang, dari panggung bagian belakang kiri. Kedatangan dua orang ini menjadi tanda pergantian adegan. Beberapa saat kemudian Bocah Bajang dan ibunya keluar dari panggung dan iringan tembang berhenti. Setting tetap berupa dinding bambu, bangku panjang, kumpulan batu, dan dua buah ember yang dipakai pada adegan sebelumnya. Setting tempat berubah menjadi pinggir jalan. Perubahan setting tempat ini ditunjukkan dengan kedatangan Pak Kardi dan Pendatang yang ketika muncul terkesan sudah berjalan dari jauh dan sudah banyak cerita yang diungkapkan sebelum mereka masuk panggung. Biasanya orang yang belum kenal akan memulai percakapan dengan perkenalan. Tetapi pada awal dialog ini Pak Kardi tampak sebelumnya sudah bercerita tentang bermacam-macam hal pada Pendatang, terutama soal pengalaman pribadi Pak Kardi dan cerita-cerita tentang “keajaiban” versi Pak Kardi288. Pada adegan selanjutnya, di panggung lampu putih remang-remang menerangi area dinding bambu, bangku panjang hijau, dan ember besar yang ada di panggung bagian depan. Musik berupa instrumen mulai terdengar dan menimbulkan suasana mistis. Ibu Bocah Bajang dengan kostum rok dan atasan hijau muncul dari panggung bagian kiri sambil membawa ember kecil dan batu, bersamaan dengan keluarnya Pak Kardi dan Pendatang. Kemudian Ibu Bocah Bajang berjalan menuju ember besar, 288 Foto 27 (lihat lampiran). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 209 meletakkan ember kecil di sebelahnya, dan menggigit batu kemudian duduk di atas ember besar 289 . Lampu menyala terang, fokus pada blocking Ibu Bocah Bajang. Sambil menggigit batu, Ibu menunduk dan mengambil air dengan tangannya. Adegan ini diiringi musik bernuansa mistis dan ada narasi yang diucapkan berulang-ulang seperti mantra sehingga suasana semakin bertambah mistis. Melalui gerakan-gerakan Ibu Bocah Bajang memindahkan air yang sudah dicelup batu ke dalam ember-ember, kemudian seperti mengambil air yang tumpah. Adegan ini berkaitan dengan adegan Ibu Bocah Bajang sebelum masuk ke dalam penceritaan empat tokoh (dua wanita muda, seorang nenek, dan seorang pria yang mengaku saudara Bocah Bajang). Pada adegan tersebut Ibu menuang air untuk menggambarkan dia sedang mempersiapkan air untuk pengobatan. Satu lagi adegan yang terkait, yaitu ketika si Ibu menari bersama Bocah Bajang. Tarian tersebut merupakan gambaran suasana riang karena praktik pengobatan bisa bertahan dengan banyaknya cerita-cerita dari warga yang menarik perhatian calon pasien. Pada adegan Ibu yang memindah air ke dalam ember-ember ini terlihat semakin jelas bahwa si Ibu mempertahankan anaknya dengan cara mengumpulkan cerita-cerita dari warga sekitar dan dari pasien yang sudah berobat, kemudian diceritakan lagi kepada orang-orang yang akan berobat. Situasi ini semakin dipertegas dengan menampilkan Ibu Bocah Bajang setelah selesai memindah air lalu memangku ember berisi air seperti memangku seorang anak. Air celupan batu dalam ember pada adegan ini diperlakukan seperti anaknya sendiri. Tindakan memangku ember ini menjadi 289 Foto 28 (lihat lampiran). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 210 menunjukkan Ibu Bocah Bajang sangat menyayangi cerita-cerita yang dia kumpulkan dan air yang siap dibagikan kepada para pasien karena hal-hal itulah yang mempertahankan si Bocah Bajang. Ibu ingin praktik anaknya dapat tetap bertahan. Ibu Bocah Bajang masih memangku ember, mantra-mantra masih pelan-pelan menghilang. Bocah Bajang datang sambil bermain telepon genggam dan digendong di bahu Pak Kardi290. Lampu menyala pada blocking Bocah Bajang dan Pak Kardi. Mereka berdua muncul dari panggung bagian belakang kanan. Pak Kardi dan Bocah Bajang perlahan maju ke arah Ibu Ponari yang masih menimang ember kecil. Si bocah tampak asyik bermain telepon genggam di punggung Pak Kardi, sementara Pak Kardi berjalan merangkak dan memakan segala sesuatu yang ada di depannya. Bocah Bajang yang bermain telepon genggam ini menjadi representasi atas hasil praktik yang telah dinikmati si Bocah Bajang. Dengan adanya praktik, maka pemasukan bertambah banyak bagi keluarga Bocah Bajang. Gerakan yang dilakukan Pak Kardi bisa merepresesantasikanmiskinnya masyarakat desa Ponari, sehingga ketika ada praktik pengobatan, maka orang-orang memanfaatkannya untuk meningkatkan penghasilan mereka. Orang-orang mencari peluang apa saja, lewat penyewaan barang-barang, menjual air, membuka penginapan, penyewaan kendaraan, dan lainlain, untuk mendapat keuntungan. Hal ini digambarkan dengan Pak Kardi yang memakan apa saja yang ada di depannya selagi ada yang bisa dimakan. Ada narasi yang mengiringi sejak Bocah Bajang dan Pak Kardi muncul. Bocah Bajang memakai kostum kaos dan celana pendek, ditambah blangkon dan rompi kuning supaya Bocah 290 Foto 29 (lihat lampiran). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 211 Bajang terlihat beda dari adegan-adegan sebelumnya. Narasi yang mengiringi merupakan gambaran peristiwa Bocah Bajang yang mulai surut. Setelah merangkak sampai ke tengah panggung Pak Kardi bangkit berdiri. Bocah Bajang duduk bahunya sambil bermain telepon genggam. Ibu Bocah Bajang ikut berdiri dan keluar dari ember, kemudian mengikuti Pak Kardi. Pak Kardi menggendong Bocah Bajang di bahunya sebagai representasi Ponari di lokasi praktik yang sering digendong panitia ketika sedang mengobati. Ibu Ponari mengikuti Pak Kardi sambil tetap menimang ember kecil, seakan tidak mau lepas dari apa yang telah mempertahankan praktik pengobatan Bocah Bajang. Bocah Bajang tampak senang bermain telepon genggam. Ketiga tokoh ini pergi meninggalkan panggung secara perlahan dan tetap diiringi narasi. Gerakan-gerakan eksplorasi dilakukan para aktor pada epilog Bocah Bajang ketika para aktor telah kembali menjadi peserta observasi.Dalam adegan epilog Qomar yang mengenakan kaos dan celana panjang muncul dari panggung bagian belakang kanan, kemudian melihat sebentar pada botol-botol berisi air yang digantung pada latar belakang panggung291. Botol-botol air mineral ini merupakan gambaran di lokasi praktik di Jombang banyak orang menjual air mineral botol, serta banyak pasien menggunakan botol air mineral untuk menampung air celupan batu. Musik mengiringi adegan ini. Qomar berjalan dan berdiri di sebelah ember kecil, kemudian melakukan gerakan-gerakan seperti melempar dan menangkap sesuatu. 291 Pada hari kedua Qomar muncul di panggung kemudian memberi respon dengan memegang botolbotol air mineral. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 212 Gerakan tersebut diulang beberapa kali. Gerakan-gerakan yang dilakukan Qomar lebih sebagai ekspresi emosi dari apa yang dia rasakan. Adegan Qomar ini merupakan strategi untuk berpindah dari serangkaian peristiwa di Jombang yang telah direpresentasikan lewat adegan-adegan sebelumnya menuju pada adegan epilog. Pada adegan-adegan sebelumnya ada bagian-bagian yang ditampilkan realis dan ada yang non-realis serta lebih terlihat sebagai serangkaian peristiwa. Pada epilog ini Qomar menjadi dirinya sendiri, sebagai pelaku observasi. Hal ini berlaku juga bagi aktor lainnya, mereka menjadi pelaku observasi dalam adegan penutup ini. Setelah melakukan beberapa gerakan Qomar bermonolog sambil berjalan menuju ember besar yang ada di panggung bagian depan. Usai Qomar bermonolog, giliran Ozi, Antok, Tita, dan Budhi masuk panggung sambil membawa ember kecil, kemudian bermonolog. Monolognya dimulai di tengah panggung, kemudian bergeser ke panggung bagian depan kanan292. Setelah masing-masing aktor bermonolog, Ozi menyanyikan tembang. Sambil tetap diiringi tembang, Budhi bermonolog sebagai penutup pementasan. Ozi menyiramkan air ke tubuhnya, sedangkan Tita melakukan gerakan-gerakan kecil sambil berdiri di dalam ember dan segera ikut menyiramkan air ke tubuh. Ozi, Antok, dan Qomar mulai menutup kepala mereka dengan ember. Orang-orang berjalan mengelilingi panggung dengan kepala tertutup. Tita ikut menutup kepala dengan ember. Setelah monolog selesai, Budhi ikut mengguyur badan dan menutupkan ember ke kepalanya. Tembang masih dinyanyikan para aktor. Adegan mengguyur air dan menutup kepala dengan ember ini menjadi penegasan atas 292 Blocking para aktor dalam epilog ini dapat dilihat pada foto 31 (lihat lampiran). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 213 penggambaran tetap praktik pengobatan Ponari akan tetap berlangsung. Meskipun banyak yang setuju dan tidak setuju, tetapi praktik pengobatan semacam itu akan tetap ada dalam masyarakat. Para aktor masih menembang dengan kepala tertutup ember. Orang-orang diam di tempat sambil menembang. Bocah Bajang muncul dan berjalan ke tengah panggung, meletakkan ember dan payung, lalu mengambil batu dari dalam ember. Bocah Bajang menggigit batunya dan menyiramkan air pada tubuhnya, dan ikut menutupkan ember ke kepalanya. Apa yang dilakukan si Bocah Bajang juga menjadi bagian yang menegaskan peristiwa pengobatan itu akan tetap ada muncul dalam masyarakat. Mungkin peristiwa Ponari hanya berlangsung sebentar, hanya beberapa bulan. Tetapi praktik-praktik pengobatan semacam ini sudah muncul sejak lama dan masih ada sampai sekarang. Peristiwa semacam ini tetap terjadi sebab banyak orang merasa menemukan solusi dari peristiwa itu. Setelah Bocah Bajang mengguyur air, semua diam di posisi masing-masing. Tembang masih dinyanyikan, lampu perlahan padam. Ketika lampu padam orang-orang berhenti menembang. 3. Pemaknaan Fenomena Ponari melalui Pementasan Bocah Bajang Pementasan Bocah Bajang mencoba menghadirkan serangkaian peristiwa dalam praktik Ponari yang ditemukan selama observasi di Jombang. Orang-orang yang ditemui dalam observasi dihadirkan dalam pertunjukan ini, yaitu para pasien, Bu Lurah, Bocah Bajang, Ibu Bocah Bajang, warga desa seperti Pak Kardi, dan pendatang. Beberapa tempat yang didatangi juga ditampilkan, seperti bagian dalam PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 214 rumah Bocah Bajang dan halaman rumah Bocah Bajang yang dipakai oleh para pasien yang menunggu. Dialog yang dihadirkan pun sebagian besar merupakan transkrip langsung dari rekaman atau catatan hasil observasi di Jombang. Adegan para calon pasien menunggu menjadi representasi kondisi pasien-pasien Bocah Bajang yang sedang mengantri untuk mendapatkan kesempatan berobat. Ada beberapa barang yang dipakai untuk menggambarkan praktik pengobatan ini, yaitu ember, seperti pasien-pasien yang memang membawa ember untuk menampung air yang nantinya akan dicelupi batu. Kemudian ada air yang menjadi medium pengobatan dan batu yang dipakai untuk mengangkat isu “batu ajaib”. Botol air mineral juga ada dalam pertunjukan ini sebagai tanda di lokasi pengobatan banyak orang membawa botol, menjual botol, dan membeli botol untuk wadah air celupan batu. Ada penggambaran perasaan para calon pasien ketika sedang menunggu, yaitu dengan menampilkannya melalui gerakan-gerakan sebagai ekspresi emosi mereka. Ada narasi yang sempat dibacakan juga sebagai penegasan penggambaran situasi para calon pasien yang menunggu. Ada adegan yang menampilkan Bu Lurah karena sewaktu observasi tim Bocah Bajang juga bertemu Bu Lurah. Di dalam pertunjukan ini Bu Lurah menyampaikan pandangan-pandangan, pendapat-pendapat pribadinya soal praktik Ponari, termasuk mengomentari penduduk desa Ponari dan air Ponari, dan hal-hal tersebut tidak ditemukan dalam media massa. Beberapa hal yang diungkapkan Bu Lurah dalam pertunjukan ini dan tidak dimuat dalam media massa adalah pengakuan bahwa dirinya yang telah mengundang media massa ke desa Ponari sehingga pengobatan itu PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 215 diketahui banyak orang, komentar soal air Ponari yang akan berbau setelah disimpan selama seminggu. Adanya pandangan yang meremehkan SDM orang-orang di desa Ponari, menurut Bu Lurah mereka ngeyel ketika ada anjuran memindah lokasi praktik. Soal penolakan pemindahan ini oleh Bu Lurah dikaitkan sebagai penyebab meninggalnya empat orang pasien. Bu Lurah juga melihat orang-orang desa Ponari kurang bisa menerima kehadiran orang luar, sehingga orang yang mau berobat harus didampingi orang dari desa itu. Ada perkara soal dusun yang tidak rukun lagi dan terpisah menjadi dusun kampung atas dan dusun kampung bawah, dan hal tersebut menyebabkan orang-orang dari kedua dusun tersebut berebut calon pasien Ponari. Soal batu Ponari Bu Lurah juga punya ceritanya sendiri. Menurut Bu Lurah batu itu bukan diperoleh dari tersambar petir seperti yang diceritakan orang-orang, tetapi dari “orang pintar”, dan Bu Lurah menguatkan pendapatnya itu dengan mengatakan sumber ceritanya didapat dari oknum polisi. Ada banyak versi soal penemuan batu Ponari, siapa pasien pertama Ponari, dan banyak orang di desa yang mengaku sebagai kerabat Ponari. Hal-hal tersebut direpresentasikan dalam adegan di mana Tita memerankan empat tokoh, yang terdiri atas warga yang bercerita soal penemua batu dan pasien pertama Ponari, kemudian ada pasien yang mengaku sembuh dan datang lagi membawa calon pasien lainnya, serta ada warga yang mengaku sebagai pakdenya Ponari. Situasi orang-orang desa Ponari yang mempunyai cerita mereka masing-masing dihadirkan dalam pementasan ini melalui dialog Pak Kardi dan Pendatang. Dalam dialog ini Pak Kardi berusaha menciptakan kisah batunya sendiri dengan mengatakan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 216 pada Pendatang bahwa Pak Kardi punya “batu ajaib” dan batu itu bisa menyembuhkan orang sakit. Proses mendapatkan batu itu pun dikemas dalam cerita mistis yang menarik perhatian Pendatang. Pak Kardi menangkap burung dan menyembelihnya, kemudian tiba-tiba burung itu berubah menjadi batu. Cerita-cerita seperti yang diciptakan Pak Kardi ini juga dimiliki orang-orang desa Ponari. Selama berada di Jombang tim Bocah Bajang menemukan banyak orang berusaha mengangkat cerita versi mereka sendiri 293 , dan kebanyakan memakai model yang sama dengan peristiwa Ponari, yaitu menemukan batu yang bisa mengobati. Kedekatan hubungan antara Ponari dan ibunya dihadirkan dalam adegan Bocah Bajang yang tampak manja ketika diminta mandi oleh ibunya. Dari hasil observasi selama praktik pengobatan dan ketika Ponari sedang tidak mengobati memang si ibu inilah yang terlihat sering mendampingi Ponari. Dari adegan Bocah Bajang dan ibunya ini juga tampak si ibu tetap menginginkan Bocah Bajang melakukan praktik pengobatan. Bocah Bajang dipaksa mandi dan harus segera mengobati dengan alasan sudah banyak orang yang menunggu. Dalam dialognya Ibu Bocah Bajang membuat ceritanya sendiri dengan mengatakan Bocah Bajang adalah keturunan Sunan Ampel. Dialog ini merupakan representasi cerita-cerita dari Ibu Ponari ketika observasi. Si ibu sempat bercerita dia bermimpi didatangi Ratu Kidul, kemudian Ponari adalah keturunan Sunan Ampel, keturunan Sunan Giri. Kisah-kisah yang dibangun Ibu Ponari ini diceritakannya 293 Suasana mistis dirasakan di desa Ponari karena memang orang-orang membangun situasi itu, dengan cerita-cerita yang bermacam-macam (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 217 kepada para pasien yang datang berobat agar orang bertambah percaya bahwa Ponari memang memiliki kemampuan untuk mengobati. Dalam dialog tersebut memang tidak disebut semua cerita yang diungkapkan Ibu Bocah Bajang, tetapi paling tidak dengan menyebut Bocah Bajang adalah keturunan Sunan Ampel akan cukup mewakili cerita-cerita dari Ibu Ponari. Apa yang dilakukan Ibu Ponari untuk mempertahankan praktik anaknya ini tidak penulis temukan dalam media massa. Dalam media massa Ibu Ponari lebih banyak bercerita tentang keseharian Ponari dan sesekali terlihat mendampingi Ponari. Cerita-cerita yang diciptakan warga desa Ponari juga membuat Ibu Ponari mempertahankan praktik pengobatan yang dilakukan anaknya. Adegan Ibu mempersiapkan air, kemudian Ibu memindahkan air ke dalam ember-ember, dan menari bersama Bocah Bajang merupakan representasi dari Ibu yang mengumpulkan cerita dari banyak orang dan menceritakannya kembali pada pasien yang datang. Jadi, selama praktik Ponari berlangsung banyak cerita yang beredar dan dimanfaatkan banyak pihak. Awalnya Ponari muncul dengan batunya, kemudian peristiwa itu dimanfaatkan orang-orang dengan membuat cerita versi mereka (misal soal penemuan batu, pasien pertama Ponari, khasiat air Ponari, cerita soal pasien yang sembuh, dan lain-lain), kemudian cerita dari orang-orang inilah yang sebenarnya membuat praktik Ponari tetap bertahan karena menarik perhatian orang banyak, apalagi ketika praktik ini diberitakan di media massa. Dengan adanya pemberitaan media massa, semakin bertambah banyak orang yang datang ke desa Ponari, kemudian situasi ini dimanfaatkan warga desa itu sendiri untuk meningkatkan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 218 perekonomian mereka (dengan berjualan, menyewakan segala keperluan berobat, membuka lahan parkir, dan sebagainya). Situasi ini sebenarnya juga dipakai oleh Ibu Ponari dengan mengumpulkan cerita dari orang-orang dan menceritakannya kembali pada pasien yang datang. Peristiwa pengobatan Ponari yang dihadirkan dalam pertunjukan ini merupakan gambaran ketika peristiwa ini sedang ramai-ramainya didatangi banyak orang, banyaknya cerita yang muncul seputar kisah Ponari, adanya keuntungan yang diperoleh keluarga Ponari dan orang-orang desa Ponari, hingga peristiwa ini surut, tidak seramai dulu. Perubahan hidup Ponari dan keluarganya ditampilkan dalam adegan Ibu menyuruh Ponari mandi. Di dalam adegan ini Ponari sudah bermain telepon genggam, sebagai gambaran meningkatnya pendapatan keluarga Ponari dan mereka bisa membeli segala macam barang. Perubahan gaya hidup Ponari juga digambarkan dalam adegan Bocah Bajang digendong Pak Kardi. Bocah Bajang digendong sambil bermain telepon genggam. Bermain telepon genggam menjadi kebiasaan Ponari setelah praktiknya menghasilkan banyak rupiah, bahkan ada pengobatan yang dilakukan Ponari sambil bermain telepon genggam. Adegan Pak Kardi yang berjalan merangkak sambil memakan apapun yang ada di depannya merupakan gambaran penduduk desa pun ikut menikmati hasil dari praktik Ponari. Ketika praktik Ponari muncul, banyak orang juga memanfaatkan kesempatan ini untuk membuka berbagai usaha. Awalnya kebanyakan penduduk desa Ponari bekerja sebagai petani, tetapi ketika praktik dibuka, banyak warga yang beralih pekerjaan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 219 (seperti membuka warung makan, menyewakan tempat menginap, menyewakan ember, tikar, lahan parkir, ojek, menjual air, dan lain-lain). Surutnya praktik Ponari dipaparkan dalam narasi yang dibaca narator setelah adegan mantra-mantra Ibu Bocah Bajang. Narasi ini merupakan penegasan bahwa praktik Ponari tidak seramai dulu. Dalam narasi ini digambarkan kemampuan Bocah Bajang memudar setelah “keajaiban” batu dimanfaatkan banyak orang untuk mendapatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri. Narasi ini juga kembali mengingatkan praktik seperti yang dilakukan Ponari masih tetap muncul dalam masyarakat. Dalam pertunjukan ini tidak diungkapkan apakah media massa juga ikut menentukan popularitas Ponari, sehingga ketika media massa sudah tidak memberitakan lagi maka semakin sedikit juga orang yang datang pada Ponari. Pada epilog pertunjukan setiap aktor menyampaikan apa yang mereka tangkap dari serangkaian peristiwa Ponari. Dalam monolog-monolog mereka ada persoalan kepercayaan yang terus-menerus dibangun dan mempertahankan Ponari, ada juga penegasan soal peristiwa semacam praktik Ponari ini akan terus muncul dalam masyarakat karena dari peristiwa semacam ini banyak orang yang merasa menemukan apa yang mereka cari. Peristiwa-peristiwa yang datang tiba-tiba seperti praktik Ponari seringkali menarik perhatian banyak orang. Namun, harus dipikirkan ulang bagaimana orang semestinya menyikapi peristiwa seperti pengobatan Ponari ini. Dan dalam epilog ini juga disampaikan gambaran perubahan desa Ponari, dari yang semula berupa kampung tertinggal, setelah pengobatan Ponari muncul desa ini PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 220 memiliki banyak kemajuan, tidak hanya kemajuan dalam hal perekonomian, tetapi juga ada perkembangan berupa fasilitas umum untuk desa. Ada beberapa hal yang ditemukan dalam observasi tetapi tidak ditampilkan dalam pertunjukan Bocah Bajang. Misal persoalan sekolah Ponari, tanggapan orangorang masjid setempat, tanggapan pelayanan biomedis setempat, dan persoalan dalam keluarga Ponari. Sewaktu observasi, pihak sekolah Ponari menanggapi biasa, guru yang ditemui juga lebih bersifat informatif saja 294 . Pada saat observasi, Ponari di sekolah tidak seheboh pemberitaan media massa. Ada media massa yang menceritakan Ponari membolos sekolah, kemudian ketika dia mau masuk sekolah kembali ada pihak sekolah yang menjemput ke rumahnya agar Ponari tidak takut ke sekolah, bahkan kepala sekolah sempat menggendong Ponari masuk ke dalam mobil295. Selama praktik pengobatan Ponari sempat home schooling. Tetapi pada saat observasi Ponari sudah kembali bersekolah296. Tanggapan dari pihak warga masjid setempat juga tidak terlalu tampak ketika observasi. Orang-orang hanya sekilas menertawakan saja ketika ada orang luar/calon pasien datang ke tempat Ponari. Mereka tidak melarang dan tidak menolak secara keras297. Orang-orang masjid setempat juga tidak percaya pada praktik Ponari karena NU-nya kuat, Islamnya kuat298. Dalam media massa ditampilkan banyak tanggapan dari berbagai pihak, pribadi maupun lembaga keagamaan, yang berkomentar soal 294 295 296 297 298 Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013. “Ponari Masuk Sekolah, Kasek Menggendong” (Jawa Pos, Sabtu, 21 Februari 2009). Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011. Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013. Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 221 praktik Ponari. Tetapi kebanyakan pihak yang diminta berkomentar adalah pihakpihak yang lokasinya jauh dari tempat praktik Ponari dan tampaknya belum pernah melihat langsung ke lokasi pengobatan. Kebanyakan dari mereka melarang dan menyayangkan, tetapi tidak menunjukkan tindakan tegas untuk membantu mengatasi praktik pengobatan tersebut. Tanggapan dari pelayanan biomedis yang ditemukan pada waktu observasi berupa penemuan rumah sakit daerah Jombang yang mengklaim sebagai rumah sakit dengan pelayanan terbaik. Padahal sebelumnya rumah sakit tersebut dikenal masyarakat sebagai rumah sakit dengan pelayanan yang buruk 299 . Setelah muncul praktik Ponari, rumah sakit mendapat berbagai tekanan. Namun, rumah sakit tersebut kemudian justru mendapat penghargaan dari pemerintah atas pelayanan terbaik 300 . Tanggapan secara detail dari pihak rumah sakit setempat atas praktik Ponari tidak penulis temukan dalam wawancara dengan narasumber. Berbagai respon pihak pelayanan kesehatan biomedis penulis temukan dalam media massa. Kebanyakan yang dimuat dalam media massa merupakan pihak-pihak pelayanan biomedis berupa Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan peneliti dari Sentra Pengembangan Pengkajian Pengobatan Tradisional (SP3T). Sementara tanggapan dari pihak pelayanan biomedis setempat tidak penulis temukan dalam media massa. Tanggapan dari pihak pelayanan biomedis yang ada di media massa cenderung merupakan peringatan pada masyarakat untuk tidak terlalu mempercayai “kemampuan”Ponari dan penelitian terhadap air 299 300 Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010. Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 222 Ponari. Apa yang dikerjakan Actor Studio dalam pertunjukan Bocah Bajang lebih pada penggambaran bagaimana peristiwa pengobatan terjadi di desa Ponari, bukan mengejar persoalan benar-tidaknya “khasiat” batu dan air dari Ponari. Persoalan dalam keluarga Ponari juga sempat ditemukan dalam observasi, misal bapak Ponari yang baru pulang dari kantor polisi karena dipukuli oleh tetangganya, perselingkuhan ibu Ponari, dan tabungan (penghasilan selama praktik) yang dibagi dua 301 . Berita seputar keluarga Ponari lebih banyak diceritakan di media massa, seperti persoalan bapak Ponari dengan tetangganya dan masalah hasil praktik Ponari yang menjadi rebutan banyak orang. Pandangan Actor Studio Teater Garasi mengenai media massa yang mengendalikan popularitas praktik Ponari tidak dihadirkan dalam pertunjukan ini. Dalam wawancara dengan Actor Studio Teater Garasi penulis menemukan adanya temuan observasi mengenai respon warga desa terhadap media massa di desa Ponari. Warga desa menolak kehadiran media massa dan kurang diketahui alasannya. Selama observasi pun Actor Studio tampak tidak terlalu jauh menggali soal bagaimana media massa memberitakan praktik saat media massa datang ke desa Ponari dan bagaimana masyarakat desa merespon kehadiran media massa di desa mereka saat praktik pengobatan masih ramai didatangi pasien302. 301 302 Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010. Sewaktu masih ramai dikunjungi pasien, desa Ponari diliput berbagai media massa. Bahkan ada satu program acara televisi yang khusus meliput kegiatan si dukun cilik (“Kami Kangen Ponari”. Program Cerita Anak, Trans TV. http://www.youtube.com/watch?v=pMA57zZAyXg, diunduh: 20 Juni 2012). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 223 Persoalan sekolah Ponari, tanggapan warga masjid setempat soal praktik Ponari, tanggapan pihak pelayanan biomedis setempat, persoalan keluarga Ponari, dan keberadaan media massa di desa Ponari tidak diangkat dalam pertunjukan Bocah Bajang karena yang ingin dihadirkan Actor Studio Teater Garasi dalam pertunjukan ini adalah peristiwa bagaimana orang-orang datang pada Ponari dan alasan-alasan mereka datang ke lokasi pengobatan, serta pertunjukan ini ingin menggambarkan bagaimana para calon pasien menunggu Ponari, bagaimana hubungan/kedekatan Ponari dengan ibunya, seperti apa reaksi warga sekitar Ponari ketika praktik ini muncul dan cerita-cerita apa yang mereka ciptakan untuk mempertahankan Ponari yang telah menghidupi mereka, bagaimana perubahan hidup Ponari setelah dia melakukan pengobatan, serta melihat apa saja yang orang-orang dapatkan dari praktik Ponari, terutama ketika praktik tersebut mendatangkan banyak keuntungan bagi orang-orang desa Ponari. Pertunjukan ini secara garis besar menampilkan mulai dari praktik pengobatan didatangi banyak orang hingga praktik ini sepi pasien. 4. Kesimpulan Pertunjukan Bocah Bajang yang menampilkan fenomena Ponari menjadi cara Actor Studio untuk bernegosiasi dalam rangka memaknai fenomena tersebut. Di dalam pementasan Bocah Bajang Actor Studio menawarkan cara pandang yang berbeda untuk melihat kembali fenomena Ponari. Dengan berbekal pengetahuan dari berita-berita media massa dan observasi langsung di Jombang, bagi Actor Studio fenomena Ponari bukanlah sekadar praktik pengobatan yang dilakukan seorang bocah PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 224 dan “batu ajaib”-nya yang kemudian menghebohkan orang banyak. Melalui pementasan Bocah Bajang Actor Studio berusaha memaknai dan melihat fenomena Ponari sebagai sebuah peristiwa sosial di mana dalam peristiwa tersebut yang menjadi penggerak adalah seorang bocah yang dianggap masyarakat sekitarnya memiliki “kemampuan” mengobati dan di dalam peristiwa tersebut ada banyak kepentingan yang muncul di sana, bagaimana sebuah peristiwa pengobatan dibangun dan dibesarkan oleh kisah-kisah yang diciptakan berbagai pihak untuk kepentingan mereka masing-masing. Dengan kisah-kisah ciptaan banyak pihak inilah lantas nama “dukun cilik” Ponari semakin bertambah besar. Bocah Bajang merupakan cara Actor Studio mendaur ulang fenomena Ponari, yang terlebih dahulu sudah hadir dalam pemberitaan media massa, kemudian dihadirkan dalam bentuk pertunjukan teater. Actor Studio mencoba menggali sendiri makna fenomena Ponari dengan acuan observasi di Jombang, dan kemudian meghadirkan pemaknaan tersebut melalui segi-segi artistik dalam pementasan Bocah Bajang. Melalui pertunjukan Bocah Bajang, Actor Studio mencoba mengajak masyarakat untuk kritis dalam menanggapi peristiwa sosial seperti fenomena Ponari. Peristiwa pengobatan seperti yang dilakukan Ponari bisa saja tetap muncul dalam masyarakat, sehingga orang-orang harus lebih jeli dalam merespon peristiwa semacam itu. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 225 BAB V PENUTUP Penelitian ini mengkaji negosiasi yang dilakukan Actor Studio Teater Garasi terhadap media massa dalam rangka memaknai fenomena Ponari. Ada tiga hal yang digali dalam penelitian ini untuk menemukan pemaknaan seperti apa yang ditawarkan Actor Studio Teater Garasi dalam melihat kembali fenomena Ponari. Pertama, melihat posisi Teater Garasi dalam perkembangan teater kontemporer Indonesia. Kedua, melihat respon media massa terhadap fenomena Ponari dan respon Actor Studio Teater Garasi atas pemberitaan media massa tentang Ponari. Dan ketiga, melihat bagaimana Actor Studio Teater Garasi merepresentasikan fenomena Ponari dalam pementasan Bocah Bajang dan negosiasi seperti apakah yang dilakukan Actor Studio terhadap media massa dalam rangka memaknai fenomena Ponari. Dalam perjalanannya, Teater Garasi sebagai kelompok teater berupaya untuk terus menggali cara-cara yang dapat mengembangkan kerja teater mereka, termasuk melihat peristiwa sosial dan mengolahnya dalam bentuk pertunjukan teater. Teater Garasi menciptakan karya pementasan sebagai bentuk respon atas persoalan sosial yang muncul dalam masyarakat. Pertunjukan Bocah Bajang sendiri merupakan respon Actor Studio Teater Garasi untuk menanggapi fenomena Ponari, sebuah peristiwa pengobatan tradisional yang masih muncul sampai pada saat ini. Pertunjukan Bocah Bajang menjadi pertunjukan yang menampilkan suatu peristiwa sosial di mana peristiwa itu telah terlebih dulu dikonstruksi media massa. Melalui PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 226 pertunjukan ini Actor Studio Teater Garasi menawarkan untuk melihat kembali peristiwa Ponari dan memaknainya melalui pementasan teater. Media massa mempunyai caranya sendiri untuk menghadirkan fenomena Ponari dalam pemberitaan mereka. Ada pesan-pesan tertentu yang disampaikan dalam berita-berita menurut kepentingan media massa. Pemberitaan media massa menjadi sumber referensi bagi Actor Studio Teater Garasi untuk mendapatkan gambaran mengenai fenomena Ponari. Actor Studio Teater Garasi melihat media massa menjadi pihak yang mampu mengendalikan popularitas Ponari melalui berbagai pemberitaan. Pemberitaan media massa inilah yang menjadi magnet bagi orang-orang untuk datang ke lokasi pengobatan. Selain melihat berita-berita media massa, Actor Studio Teater Garasi melakukan observasi ke Jombang untuk mendapatkan pengalaman langsung atas peristiwa pengobatan Ponari dan hasil observasi ini yang kemudian dihadirkan dalam pementasan. Pementasan Bocah Bajang memaknai fenomena Ponari sebagai serangkaian peristiwa orang-orang yang datang dan berobat ke sana, serta bagaimana warga desa Ponari menanggapi praktik pengobatan itu sendiri, dan melihat seperti apa perubahan yang dihasilkan praktik pengobatan Ponari bagi keluarga dan masyarakat desanya. Dalam fenomena Ponari ada fiksi yang terus-menerus dibangun dan menggerakkan banyak orang untuk datang pada Ponari. Fenomena semacam fenomena Ponari muncul dalam masyarakat dan ada banyak pihak yang memakai berbagai cara untuk memaknainya. Melalui pertunjukan Bocah Bajang, Actor Studio PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 227 mengajak masyarakat untuk kritis menanggapi peristiwa sosial seperti fenomena Ponari. Penulis berharap dengan adanya penelitian ini maka pegiat teater mampu bersikap kritis dalam merepresentasikan suatu peristiwa dalam masyarakat melalui pementasan teater, masyarakat bisa berpikir lebih kritis dalam merespon pemberitaan media massa mengenai peristiwa yang terjadi dalam masyarakat, dan penelitian ini diharapkan bisa memperkaya khasanah literatur tentang praktik negosiasi, khususnya negosiasi yang dilakukan teater terhadap media massa dalam merespon suatu peristiwa aktual dalam masyarakat. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 228 DAFTAR PUSTAKA Brandon, James R. 1993. The Cambridge Guide to Asian Theatre. United Kingdom: Cambridge University Press. Brandon, James R. 2003. Jejak-Jejak Seni Pertunjukan di Asia Tenggara. Terj. R.M. Soedarsono. Bandung: P4ST UPI (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Seni Tradisional Universitas Pendidikan Indonesia). Casey, Bernadette, etc. 2002. Television Studies: The Key Concepts. London and New York: Routledge. Dahana, Radhar Panca. 2001. Ideologi Politik dan Teater Modern Indonesia. Yogyakarta: Yayasan IndonesiaTera. Eco, Umberto. 1990. The Limits of Interpretation (Advances in Semiotics). USA: Indiana University Press. Eriyanto. 2011. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS. Geertz, Clifford. 2013. Agama Jawa:Abangan, Santri, Priyayi dalam Kebudayaan Jawa. Terj. Aswab Mahasin & Bur Rasuanto. Depok: Komunitas Bambu. Hall, Stuart. 1994. “Encoding, Decoding”. The Cultural Studies Reader. New York: Routledge. Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik. Jakarta: Granit. Harymawan, R.M.A. 1988. Dramaturgi. Bandung: CV Rosda. Hatley, Barbara. 2008. Javanese Performances on an Indonesian Stage: Contesting Culture, Embracing Change. Singapore: NUS Press. Iswantara, Nur. 1997. Seni Teater Bernafaskan Keislaman: Studi Kasus Teater Muslim Yogyakarta Pimpinan H. Pedro Sudjono. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia. Iswantara, Nur. 2004. Sri Murtono: Teater Tak Pernah Usai, Sebuah Biografi. Semarang: Intra Pustaka Utama. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 229 Iswantara, Nur. 2007. Eksistensi Teater Akademik: Tinjauan Kritis Sistem Pendidikan Program Studi S-1 Seni Teater Jurusan Teater Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia. Iswantara, Nur. 2007. Menciptakan Tradisi Teater Indonesia. Tangerang: CS Book. K., Suharyoso S. 2000. “Teater Tradisional di Sleman, Yogyakarta: Jenis dan Persebarannya”. Ketika Orang Jawa Nyeni. Yogyakarta: Galang Press. Katalog Seri Solo 9 Aktor. Kosim, Saini. 1999. “Teater Indonesia, Sebuah Perjalanan dalam Multikulturalisme”. Jurnal Seni Pertunjukan Indonesia Th. IX-1998/1999. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Lombard, Denys. 2008. Nusa Jawa: Silang Budaya “Batas-batas Pembaratan”. Terj. Winarsih Partaningrat, dkk. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. M., Saini K. 1996. Peristiwa Teater. Bandung: Penerbit ITB. Malna, Afrizal. 2010. “Teater Garasi: Arsitektur Teater dalam Pertunjukan Garasi”. Perjalanan Teater Kedua: Antologi Tubuh dan Kata. Yogyakarta: iCan (Indonesia Contemporary Art Network). McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa. Terj. Agus Dharma & Aminuddin Ram. Jakarta: Penerbit Erlangga. Moehamad, Goenawan. 1980. Seks, Sastra, Kita. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan. Moehamad, Goenawan. 2000. “Tentang Bip-Bop: Mengapa Teater Mini Kata”. Rendra dan Teater Modern Indonesia: Kajian Memahami Rendra melalui Tulisan Kritikus Seni. Yogyakarta: Kepel Press. Noer, Arifin C. 1968. “Pertunjukan Bengkel Teater Yogya”. Angkatan Bersenjata, Minggu ke-II Mei 1968. Dalam buku Menonton Bengkel Teater Rendra, terbit 2000. Yogyakarta: Kepel Press. Oemarjati, Boen Sri. 1971. Bentuk Lakon dalam Sastra Indonesia. Jakarta: PT Gunung Agung. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 230 Panitia Penyusun Sejarah Kesehatan Indonesia. 1978. Sejarah Kesehatan Nasional Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pavis, Patrice. 1992. “Theatre and the Media: Specificity and Interference”. Theatre at the Crossroads of Culture. London: Routledge. Rendra, W.S. 1967. “Mencari Kedudukan Drama Modern di Indonesia”. Basis Oktober 1967. Dalam buku Catatan-catatan Rendra Tahun 1960-an, terbit 2005. Bekasi: Penerbit Burung Merak. Riantiarno, N (penyunting). 1993. Teguh Karya dan Teater Populer 1968-1993. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Sahid, Nur. 2005. Konvensi-konvensi dalam Karya Teater dan Drama-drama Karya Rendra. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia. Sastrowardoyo, Subagio. 1968. “Unsur-unsur Tidak Sadar di Balik Teater Rendra”. Budaja Djaja, Oktober 1968. Dalam buku Menonton Bengkel Teater Rendra, terbit 2000. Yogyakarta: Kepel Press. Sciortino, Rosalia. 1995. Care-Takers of Cure: An Anthropological Study of Health Centre Nurses in Rural Central Java. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soemanto, Bakdi, dkk. 1978. Memahami Drama Putu Wijaya: Aduh. Jakarta: Proyek Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Soemanto, Bakdi. 2000. “Si Burung Merak”. Seribu Tahun Nusantara. Jakarta: Kompas. Stanislavski, Constantin. 2008. Membangun Tokoh. Terj. B. Verry Handayani, dkk. Dari buku Building A Character. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Sumardjo, Jakob. 1992. Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Sumpeno. 2006. Kritik Sosial terhadap Berbagai Bentuk Penyimpangan Sosial Politik di Indonesia dalam Lakon-lakon Nano Riantiarno: Tinjauan Semiotika dan Strukturalisme Genetik. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 231 Tajudin, Yudi Ahmad. 2000. “Mencipta (Kembali) Tradisi: Ideologi Teater Garasi”. Ideologi Teater ModernKita. Yogyakarta: Pustaka Gondhosuli. Tajudin, Yudi Ahmad. 2004. “Perihal Ruang Ambang”. Waktu Batu. Magelang: IndonesiaTera. Tim Peneliti Kalangan Anak Zaman. 2000. Kepingan Riwayat Teater Kontemporer di Yogyakarta: Laporan Penelitian Existing Documentation dalam Perkembangan Teater Kontemporer di Yogyakarta 1950-1990. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Toda, Dami N. 1984. Hamba-hamba Kebudayaan. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan. Yudiaryani. 2002. Panggung Teater Dunia. Yogyakarta: Pustaka Gondhosuli. Yudiaryani. 2010. “Identifikasi Teater Indonesia: Inspirasi Teoretis bagi Praktik Teater Kontemporer”. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia. Yogyakarta: Institut Seni Indonesia. Surat Kabar/Majalah: A., Genthong H.S. “Mengutuk Hantu Kekerasan, Pentas Teater Garasi UGM”. Minggu Pagi No. 17 Th. Ke-50 Juli Minggu ke-4 Juli 1997 (Dokumentasi Teater Garasi). Dewanto, Herpin. “Kisah Pahlawan Devisa”. Kompas, Kamis, 15 Oktober 2009. (Dokumentasi Teater Garasi). Kartaredjasa, Butet.“Perlawanan Lorca dalam Baju Jawa”. Tempo, 11 Juli 1999 (Dokumentasi Teater Garasi). Khoiri, Ilham dan Ingki Rinaldi. Kompas, Minggu, 22 Februari 2009. “Messianisme: Membaca “Batu Geledek” Ponari”. Pandhuagie, F.G. “Sketsa-sketsa Negeri Terbakar”. Gong Edisi 11 (Juni 2000), hlm. 12 (Dokumentasi Teater Garasi). Pandhuagie, F.G. “Percakapan di Ruang Kosong”. Gong, 24 Juli 2001. (Dokumentasi Teater Garasi). Salam, Aprinus. Kedaulatan Rakyat, Juli 1997. “Dari Teater Total Sanggar Garasi: Carousel adalah Biografi Massa”. (Dokumentasi Teater Garasi). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 232 Utari, Dewi Ria. “Percakapan Absurd Tong dan Hujan”. Koran Tempo, Senin, 24 September 2001. (Dokumentasi Teater Garasi). Utari, Dewi Ria. Koran Tempo, 7 April 2004. “Teater Garasi: Waktu Batu, Sebuah Laboratorium Lakon”. (Dokumentasi Teater Garasi). Utari, Dewi Ria. Koran Tempo, 8 April 2004. “Teater Garasi: Bermula dari Kampus dan Metode Grotowski”. (Dokumentasi Teater Garasi). Adil No. 28 Th. Ke-67, 14-20 April 1999. “Akhir yang Tak Berakhir Juga”. (Dokumentasi Teater Garasi). Bernas, Kamis, 17 September 1998. “Teater Garasi dan Tiga Kisah Cinta: Kisah Pendek Tak Membosankan”. (Dokumentasi Teater Garasi). Bernas, Senin, 19 April 1999. “Pentas Ulang End Game Teater Garasi: Hidup itu Hanya Sebuah Permainan”. (Dokumentasi Teater Garasi). Bernas, Rabu, 17 Mei 2000. “Sebuah Parodi Kehidupan”. (Dokumentasi Teater Garasi). Gatra, 22-28 Mei 2008 No. 28 Th. XIV. “Pertentangan dan Persaingan Sepanjang Jalan”. (Dokumentasi Teater Garasi). Jateng Pos, Desember 1999. “Pentas Tutup Tahun Teater Garasi. Perempuanperempuan itu Menunggu Godot”. (Dokumentasi Teater Garasi). Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009. “Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku Permanen”. Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009. “Banyak Sembuh, Tidak Sedikit Kecewa”. Jawa Pos, Kamis, 12 Februari 2009. “Ngawur, Air Mandi Ponari Jadi Rebutan”. Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009. “Ribuan Warga Datangi Lagi Praktik Ponari”. Jawa Pos, Selasa, 17 Februari 2009. “Kumpulkan Rp 1 M, Dukun Cilik Ponari Jadi Rebutan”. Jawa Pos, Rabu, 18 Februari 2009. “Dipaksa Praktik, Ponari Terancam Drop Out Sekolah”. Jawa Pos, Kamis, 19 Februari 2009. “MUI Desak Tutup Praktik Ponari”. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 233 Jawa Pos, Sabtu, 21 Februari 2009. “Ponari Masuk Sekolah, Kasek Menggendong”. Jawa Pos, Kamis, 26 Februari 2009. “Kapolres Baru Stop Ponari. Keluarga Ingin Hidup Tenang”. Jawa Pos, Jumat, 27 Februari 2009. “Polisi Sweeping Pasien”. Jawa Pos, Sabtu, 28 Februari 2009. “Semau Gue, Jiwa Ponari Terganggu”. Jawa Pos, Minggu, 1 Maret 2009. “Tim Dokter Teliti Pasien yang Mengaku Sembuh”. Jawa Pos, Rabu, 4 Maret 2009. “Temui Tukul, Ponari dan Keluarga ke Jakarta”. Jawa Pos, Kamis, 5 Maret 2009. “Dukun Ndeso Jadi Tamu Wong Katrok”. Jawa Pos, Senin, 16 Maret 2009. “Pengunjung Merosot, Ponari Ogah-ogahan”. Jawa Pos, Senin, 11 Mei 2009. “Tabungan Ponari Rp 2 Miliar”. Kedaulatan Rakyat, 1995. “Teater Garasi Pentaskan Wah”. (Dokumentasi Teater Garasi). Kedaulatan Rakyat, Selasa, 15 Desember 1998. “Pentas End Game Teater Garasi: Digarap Lewat Pendekatan „Puisi-Teater‟”. (Dokumentasi Teater Garasi). Kedaulatan Rakyat. Kamis, 4 Juli 2002. “Pentas Teater Garasi Lakon Waktu Batu: Membaca Isyarat Mitos, Teks, dan Batu”. (Dokumentasi Teater Garasi). Kedaulatan Rakyat, 3 Mei 2007. “Monolog „Lelaki itu Mengaku sebagai Jamal‟”. (Dokumentasi Teater Garasi). Kedaulatan Rakyat, Rabu, 11 Februari 2009. “‟Dukun Cilik‟ Hebohkan Jombang: 4 Tewas, Tempat Praktik Ditutup”. Kedaulatan Rakyat, Selasa, 3 Maret 2009. “Tanwir Tak Agendakan Soal Capres. Fenomena Ponari: Tantangan Dakwah Muhammadiyah”. Kompas, Minggu, 3 Oktober 2004. “Teater Garasi: “Gue” Banget”. (Dokumentasi Teater Garasi). Kompas, Kamis 5 Februari 2009. “Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga”. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 234 Kompas, Rabu, 11 Februari 2009. “Pengobatan oleh Ponari. Aktivitas Pengobatan Dihentikan”. Kompas, Sabtu, 14 Februari 2009. “Fenomena Tabib Cilik: Mitos Kesaktian dan Kesembuhan Instan”. Kompas, Senin, 16 Februari 2009. “Ponari Masih Didatangi Calon Pasien”. Kompas, Selasa, 17 Februari 2009. “Tabib Cilik: Pengobatan Ponari, Potret Buruk Pelayanan Kesehatan”. Kompas, Kamis, 26 Februari 2009. “Komnas Anak: Praktik Ponari Harus Dihentikan”. Pelita, 30 Mei 2000. “Jean-Pascal Elbaz: Teater Garasi Paling Menarik Buat Saya”. (Dokumentasi Teater Garasi). Radar Yogya, Rabu, 14 Maret 2001. “Garasi dan Repertoar Hujan: Suguhan Puisi yang Belum Jadi”. (Dokumentasi Teater Garasi). Solo Pos, Jumat, 19 Desember 1997. “Empat Penggal Kisah Cinta Sanggar Garasi: Memungut yang Kecil dan Tercecer”. (Dokumentasi Teater Garasi). Solo Pos, Kamis, 3 Juni 1999. “Pementasan Sri di Teater Arena TBS: Representasi dari Kegelisahan Seorang Gunawan „Cindhil‟”. (Dokumentasi Teater Garasi). Tempo, 19 April 1999. “Hidup yang Muram Bersama Beckett”. (Dokumentasi Teater Garasi). Wawasan, Sabtu, 3 Juli 1999. “Dari Pentas Sri Teater Garasi: Cakrawala Baru bagi Perempuan”. (Dokumentasi Teater Garasi). Yogya Post. Jumat, 21-28 Januari 2000. “Dari Garasi Fisipol UGM Mencuat Teater Kampus Handal”. (Dokumentasi Teater Garasi). Artikel/Berita dari Internet: Ahmad, Nur Fauzan. “Dekonstruksi terhadap Figur Keturunan Darah Biru”. http://staff.undip.ac.id/sastra/fauzan/2009/07/22/dekonstruksi-terhadap-figurketurunan-darah-biru/, diunduh: 14 Agustus 2013. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 235 Fadillah, Ramadhian. “Sering Dimintai Tuah Jelang UN, Ponari Malah Tak Lulus”. http://www.merdeka.com/peristiwa/sering-dimintai-tuah-jelang-un-ponarimalah-tak-lulus.html, diunduh: 12 Februari 2013. Hurit, Silvester Petara. http://www.kelola.or.id/database/theatre/list/&dd_id=22&p=1&alph=p_t, diunduh: 20 Agustus 2013. Mardianto, Herry. “Dinamika Perkembangan Teater Indonesia di Yogyakarta”. www.balaibahasa.org/file/2Dinamika_Perkembangan_Teater.pdf, diunduh: 17 Agustus 2013. Wesman, Antok. “Pembacaan Prosa Bahasa Jawa di Bentara Budaya Yogyakarta”. Rabu, 29 Mei 2013. http://rrijogja.co.id/headline-news/3134-pembacaan-prosabahasa-jawa-di-bentara-budaya-yogyakarta, diunduh: 17 Agustus 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Dolalak, diunduh: 14 Juli 2013. http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/azwar.html, diunduh: 1 Agustus 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Teater_Gandrik, diunduh: 17 Agustus 2013. http://teatergandrik.blogspot.com/p/tentang-gandrik.html, diunduh: 17 Agustus 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Arifin_C._Noer, diunduh: 20 Agustus 2013. http://diskesklungkung.net/?page_id=627 http://simpurbarong.wordpress.com/2011/11/15/cara-mengurus-jamkesmas/ www.teatergarasi.org(Actor Studio), diunduh: 6 Mei 2009. “Minim Aktor Muda, Teater Garasi Buka Program Actor Studio 2007”. Jumat, 29 Juni 2007, 13:45 WIB. http://gudeg.net/id/news/2007/06/3274/Minim-AktorMuda-Teater-Garasi-Buka-Program-Actor-Studio-2007.html, diunduh: 18 April 2013. “Buku Ponari Laku Keras”. Tempo. Diunggah: Rabu, 18 Februari 2009, 07:08 WIB. http://www.tempo.co/read/news/2009/02/18/058160629/Buku-Ponari-LakuKeras, diunduh: 24 Juni 2012. “‟Si Dukun Cilik‟ Ponari Tidak Lulus SD”, diunggah: 10 Juli 2012. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 236 http://regional.kompas.com/read/2012/07/10/06310534/Si.Dukun.Cilik.Ponari. Tidak.Lulus.SD, diunduh: 12 Februari 2013. “Heboh Ponari Dukun Cilik dari Jombang”. Program Sigi 30 Menit, SCTV, disiarkan 18 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=M_AUuG7M2Gk, diunduh: 16 Maret 2012. “Dukun Cilik”. Program Liputan 6, SCTV, disiarkan 5 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=8pNEgfsRP1k&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012. “Fenomena Ponari”. Program Liputan 6, SCTV, diunggah 22 September 2009. http://www.youtube.com/watch?v=o5Vbf-kcKG8&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012. “Heboh Ponari Dukun Cilik dari Jombang”. Program Sigi 30 Menit, SCTV. http://www.youtube.com/watch?v=TYa--eo4d4w&feature=relmfu, diunduh: 16 Maret 2012. “Fenomena Ponari”. Program Liputan 6, SCTV, disiarkan 20 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=x5w6JIkp5n8&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012. “Kontroversi Pengobatan Ala Ponari”. Program Barometer, SCTV, disiarkan 26 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=yHGEGvASmcc, diunduh: 16 Maret 2012. “Dukun Ponari”. Metro TV, diunggah oleh Metro pada 20 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=_FGQgup12ro, diunduh: 16 Maret 2012. “Ponari Sekolah”. Program Metro Siang, Metro TV, disiarkan 19 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=tTaFfHoNBfQ&feature=endscreen&NR=1, diunduh: 16 Maret 2012. “Ribuan Warga Berobat ke Dukun Cilik”. Program Kabar Petang, TV One, diunggah pada 10 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=vQ-FG2ufOQ0&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012. “Ponari, Dukun Cilik dengan Ribuan Pasien”. Program Topik Siang, ANTV, diunggah 8 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=_n5RITiLyfo, diunduh: 16 Maret 2012. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 237 “Dukun Cilik Ponari”. Program Silet, RCTI, diunggah: 24 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=2sWdE-Xi_V4, diunduh: 16 Maret 2012. “Kami Kangen Ponari”. Program Cerita Anak, Trans TV, diunggah: 31 Januari 2011. http://www.youtube.com/watch?v=pMA57zZAyXg, diunduh: 20 Juni 2012. Narasumber Wawancara: Darmanto Setiawan, aktor Bocah Bajang. Wawancara via Facebook: 21, 23, 25 September 2011, 1 Oktober 2011, 4 Oktober 2011. Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010, 2 Mei 2012, 12 Juli 2013, 4 September 2013. Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011. Siti Fauziah, aktris Bocah Bajang. Wawancara via Facebook: 20, 22 November 2011. Siti Nikandaru Chairina, staff pengajar ASDRAFI. Wawancara: 4 April 2012. Sugeng Utomo, penata lampu Bocah Bajang. Wawancara: 26 April 2012. Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011. Foto-foto: Foto 1-Foto 4: Tiket, katalog, botol air mineral (Dokumentasi: Wisnu Ajisatria). Foto 5. Spanduk di desa Ponari. http://4.bp.blogspot.com/_9Lp_Trjvg_4/Sb7_jw6Ad1I/AAAAAAAAAuU/wqG WLuT41LM/s1600-h/P1000928.jpg. Diunduh: 18 Juli 2013. Foto 6. Buku Ponari http://4.bp.blogspot.com/_9Lp_Trjvg_4/Sb8Chtm0Y2I/AAAAAAAAAu0/gjM 3GgQu5NI/s1600-h/P1000930.jpg. Diunduh: 18 Juli 2013. Foto 7. Imbauan Polres Jombang http://arqu3fiq.blogspot.com/2009_02_01_archive.html. Diunduh: 18 Juli 2013. Foto 8. Sekolah Ponari PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 238 http://4.bp.blogspot.com/_9Lp_Trjvg_4/Sb8BwY6ZSNI/AAAAAAAAAus/m Wenc1DAZZY/s1600-h/P1000936.jpg. Diunduh: 18 Juli 2013. Foto 9. Pasien-pasien Ponari. http://life.viva.co.id/news/read/33670-minat_pasien_ponari_mulai_berkurang. Diunduh: 18 Juli 2013. Foto 10. Ponari dan “Batu Ajaib”. http://absoluterevo.wordpress.com/2012/07/09/kabar-ponari-dukun-cilikponari-tak-lulus-sd/. Diunduh: 18 Juli 2013. Foto 11. Ponari Mencelupkan “Batu Ajaib”. http://absoluterevo.wordpress.com/2012/07/09/kabar-ponari-dukun-cilikponari-tak-lulus-sd/. Diunduh: 18 Juli 2013. Foto 12. Ponari Bermain HP di Kelas. http://ceritamu.com/cerita/dukun-cilik-ponari-gak-lulus-sekolah/galeri. Diunduh: 18 Juli 2013. Foto 13. Ponari dan Teman-temannya. http://www.kaltimpost.co.id/berita/arsip/15494. Diunduh: 18 Juli 2013. Foto 14. Ponari Kembali Bersekolah. http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1235737243/ponari. FOTO ANTARA/Andika Wahyu/ed/ama/09. Diunduh: 18 Juli 2013. Foto 15. Jawa Pos, Kamis, 12 Februari 2009. Foto berita “Tanpa Penghuni”. Foto 16. Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009. Foto berita “Tak Kapok”. Foto 17. Jawa Pos, Rabu, 18 Februari 2009. Foto berita “Saingi Ponari”. Foto 18. Jawa Pos, Kamis, 5 Maret 2009. Foto berita “Bintang Talkshow”. Foto 19. Jawa Pos, Senin, 16 Maret 2009. Foto berita “Seenaknya”. Foto 20-Foto 31: Pementasan Bocah Bajang (Dokumentasi Benny Prasetyo/Teater Garasi). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Foto 1. Tiket Bocah Bajang (Dok. foto: Wisnu Ajisatria) Foto 2. Katalog Bocah Bajang (Dok. foto: Wisnu Ajistria) 239 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Foto 3. Botol air mineral Bocah Bajang (Dok. foto: Wisnu Ajisatria) Foto 4. Botol Bocah Bajang (Dok. foto: Wisnu Ajisatria) 240 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 241 Foto 5. Spanduk di desa Ponari Sumber: http://4.bp.blogspot.com/_9Lp_Trjvg_4/Sb7_jw6Ad1I/AAAAAAAAAuU/wqGWLuT41LM/s1600h/P1000928.jpg. Diunduh: 18 Juli 2013. Foto 6. Buku Ponari Sumber: http://4.bp.blogspot.com/_9Lp_Trjvg_4/Sb8Chtm0Y2I/AAAAAAAAAu0/gjM3GgQu5NI/s1600h/P1000930.jpg. Diunduh:18 Juli 2013. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 242 Foto 7. Imbauan Polres Jombang Sumber: http://arqu3fiq.blogspot.com/2009_02_01_archive.html. Diunduh: 18 Juli 2013. Foto 8. Sekolah Ponari Sumber: http://4.bp.blogspot.com/_9Lp_Trjvg_4/Sb8BwY6ZSNI/AAAAAAAAAus/mWenc1DAZZY/s1600h/P1000936.jpg. Diunduh: 18 Juli 2013. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 243 Foto 9. Pasien-pasien Ponari http://life.viva.co.id/news/read/33670-minat_pasien_ponari_mulai_berkurang. Diunduh: 18 Juli 2013. Foto 10. Ponari dan “batu ajaib” http://absoluterevo.wordpress.com/2012/07/09/kabar-ponari-dukun-cilik-ponari-tak-lulus-sd/. Diunduh: 18 Juli 2013. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 244 Foto 11. Ponari mencelupkan “batu ajaib” http://absoluterevo.wordpress.com/2012/07/09/kabar-ponari-dukun-cilik-ponari-tak-lulus-sd/. Diunduh: 18 Juli 2013. Foto 12. Ponari bermain HP di kelas http://ceritamu.com/cerita/dukun-cilik-ponari-gak-lulus-sekolah/galeri. Diunduh: 18 Juli 2013. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Foto 13. Ponari dan teman-temannya http://www.kaltimpost.co.id/berita/arsip/15494. Diunduh: 18 Juli 2013. Foto 14. Ponari kembali bersekolah http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1235737243/ponari FOTO ANTARA/Andika Wahyu/ed/ama/09. Diunduh: 18 Juli 2013. 245 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Foto 15. Jawa Pos, Kamis, 12 Februari 2009. Foto berita “Tanpa Penghuni”. 246 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Foto 16. Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009. Foto berita “Tak Kapok”. 247 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Foto 17. Jawa Pos, Rabu, 18 Februari 2009. Foto berita “Saingi Ponari”. 248 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Foto 18. Jawa Pos, Kamis, 5 Maret 2009. Foto berita “Bintang Talkshow”. 249 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Foto 19. Jawa Pos, Senin, 16 Maret 2009. Foto berita “Seenaknya”. 250 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Foto 20. Para calon pasien menunggu (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi) Foto 21. Aktor memperkenalkan diri (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi) 251 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 252 Foto 22. Penggambaran emosi melalui gerakan tubuh (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi) Foto 23. Para pasien berebut air (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 253 Foto 24. Penggambaran emosi melalui gerakan tubuh (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi) Foto 25. Para pasien membawa air (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Foto 26. Bocah Bajang dan ibunya menari (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi) Foto 27. Pendatang dan Pak Kardi (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi) 254 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Foto 28. Ibu Bocah Bajang (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi) Foto 29. Bocah Bajang digendong (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi) 255 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Foto 30. Bocah Bajang (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi) Foto 31. Adegan penutup Bocah Bajang (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi) 256