plagiat merupakan tindakan tidak terpuji plagiat

advertisement
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PEMENTASAN BOCAH BAJANG:
NEGOSIASI TEATER TERHADAP MEDIA MASSA
ATAS MAKNA FENOMENA PONARI
TESIS
Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister Humaniora (M. Hum.)
Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Oleh
Airani Sasanti
NIM: 086322001
PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
TESIS
PEMENTASAN BOCAH BAJANG:
NEGOSIASI TEATER TERHADAP MEDIA MASSA
ATAS MAKNA FENOMENA PONARI
Oleh
Airani Sasanti
NIM: 086322001
Telah disetujui oleh:
Dr. Katrin Bandel
Pembimbing I
.....................................
Tanggal 1 Agustus 2013
Dr. Gregorius Budi Subanar, S.J.
Pembimbing II
.....................................
Tanggal 12 Agustus 2013
ii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
TESIS
PEMENTASAN BOCAH BAJANG:
NEGOSIASI TEATER TERHADAP MEDIA MASSA
ATAS MAKNA FENOMENA PONARI
Oleh
Airani Sasanti
NIM: 086322001
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Tesis
pada tanggal 27 Agustus 2013
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Tim Penguji
Ketua
: Dr. St. Sunardi
...........................
Sekretaris/Moderator : Dr. F.X. Baskara T. Wardaya, S.J.
...........................
Anggota
...........................
: 1. Dr. Gregorius Budi Subanar, S.J.
2. Dr. Katrin Bandel
...........................
3. Dr. St. Sunardi
...........................
Yogyakarta, 30 Agustus 2013
Direktur Program Pascasarjana
Prof. Dr. Augustinus Supratiknya
iii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama
NIM
Program
Institusi
: Airani Sasanti
: 086322001
: Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya
: Universitas Sanata Dharma
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis
Judul
Pembimbing
Tanggal diuji
: Pementasan Bocah Bajang: Negosiasi Teater terhadap Media
Massa atas Makna Fenomena Ponari
: 1. Dr. Katrin Bandel
2. Dr. G. Budi Subanar, S.J.
: 27 Agustus 2013
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Di dalam skripsi/karya tulis/makalah ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan
atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk
rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa
memberikan pengakuan pada penulis aslinya.
Apabila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru
tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, saya bersedia menerima sanksi
sesuai peraturan yang berlaku di Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta, termasuk pencabutan gelar Magister Humaniora (M. Hum.)
yang telah saya peroleh.
Yogyakarta, 29 Agustus 2013
Yang memberikan pernyataan,
Airani Sasanti
iv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama: Airani Sasanti
NIM: 086322001
Program: Program Magister Ilmu Religi dan Budaya
Demi keperluan pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah yang berjudul:
PEMENTASAN BOCAH BAJANG:
NEGOSIASI TEATER TERHADAP MEDIA MASSA
ATAS MAKNA FENOMENA PONARI
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam
bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara
terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lainnya demi kepentingan
akademis tanpa perlu meminta izin dari saya atau memberikan royalti kepada saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Yogyakarta
Pada tanggal: 29 Agustus 2013
Yang menyatakan,
Airani Sasanti
v
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KATA PENGANTAR
Penulisan tesis ini merupakan sebuah proses yang panjang dan tidak mudah, tapi
penulis tetap yakin bahwa apa yang telah dimulai dengan baik akan dapat diselesaikan
secara baik juga. Atas berkat dan penyertaan Yesus yang luar biasa, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini 
Kepada Dr. Katrin Bandel, Dr. G. Budi Subanar, S.J. dan Dr. St. Sunardi selaku
pembimbing dalam penyusunan tesis ini, terimakasih atas gagasan-gagasan kreatif yang
telah membantu penulis mengembangkan ide-ide selama menulis tesis.
Kepada seluruh dosen yang pernah mengajar penulis di Program Magister Ilmu
Religi dan Budaya, terimakasih telah berbagi ilmu, sehingga penulis bisa bertambah
pengetahuan yang bermanfaat dalam kehidupan.
Teater Garasi, Actor Studio dan Bocah Bajang: Yudi Ahmad Tajudin, Lusia Neti
Cahyani, Gunawan Maryanto, M.N. Qomaruddin, Tita Dian Wulansari, Darmanto
Setiawan, Siti Fauziah, Sugeng Utomo, dan teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan
satu demi satu, terimakasih atas bantuan dan dukungan selama proses penulisan tesis.
Terimakasih juga atas kesabaran yang tak pernah habis diberikan karena menulis tesis ini
(ternyata) memakan waktu yang cukup lama.
Bapak Bambang Widisantosa, Ibu Sudarwati, Mas Wisnu Ajisatria, Mbak Ardanti
Sarasati. Terimakasih atas dukungan, cinta, kesabaran, doa yang tak pernah putus, dan
pertanyaan-pertanyaan yang tak henti: “Wis tekan bab pira? Kok ora ngetik? Kapan
bimbingan maneh?” yang terus mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan tesis.
Penulis juga menghaturkan terimakasih kepada teman-teman IRB 2008, Maria Bekti
Lestari, Ibu Siti Nikandaru Chairina (ASDRAFI), Narwastu Kartikasari, keluarga
Marpaung di Kweni dan si kecil Angger Agya Nirwasito, almamater Sastra Indonesia
Universitas Sanata Dharma, Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya, dan seluruh
pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung selama penulisan
tesis ini. Tidak ada yang sanggup menggantikan selain rasa terimakasih yang mendalam.
Penulis
vi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ABSTRAK
Sasanti, Airani. 2013. Pementasan Bocah Bajang: Negosiasi Teater terhadap Media Massa
atas Makna Fenomena Ponari. Tesis. Yogyakarta: Ilmu Religi dan Budaya,
Universitas Sanata Dharma.
Fenomena Ponari merupakan peristiwa pengobatan tradisional yang muncul pada
tahun 2009 dan menjadi berita dalam media massa. Praktik pengobatan ini dilakukan
Ponari, seorang anak berusia sembilan tahun, yang mampu mengundang perhatian banyak
orang dan membuat puluhan ribu orang datang ke lokasi pengobatan. Praktik pengobatan
ini menggunakan sebuah batu sebagai medium penyembuhan. Praktik pengobatan oleh
Ponari menimbulkan berbagai reaksi dari banyak pihak yang setuju dan tidak setuju, dan
reaksi-reaksi itu diberitakan dari berbagai sudut pandang dalam media massa. Melalui
berita-berita, media massa membangun kisah Ponari dengan versi mereka sendiri.
Fenomena Ponari juga menarik perhatian sebuah kelompok teater di Yogyakarta,
yaitu Teater Garasi. Melalui program Actor Studio Teater Garasi, fenomena Ponari
direspon dengan menghadirkan peristiwa pengobatan tersebut dalam bentuk pementasan
teater berjudul Bocah Bajang. Kajian ini bermaksud untuk melihat bagaimana Actor Studio
Teater Garasi menarasikan fenomena Ponari, di mana peristiwa tersebut sudah terlebih
dahulu dikonstruksi oleh media massa, ke dalam pementasan teater Bocah Bajang.
Kemudian menganalisis pementasan Bocah Bajang untuk mengetahui negosiasi seperti apa
yang ditawarkan oleh teater dalam rangka pemaknaan fenomena Ponari.
Kata kunci: negosiasi makna, teater, media massa.
vii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ABSTRACT
Sasanti, Airani. 2013. “Bocah Bajang” Play Performance: Theatre Negotiation towards
Mass Media of The Ponari Phenomenon Meaning. Thesis. Yogyakarta: Religious and
Cultural Studies, University of Sanata Dharma.
Ponari phenomenon is the traditional treatment that emerged in 2009 and became
news in the mass media. This traditional treatment being established by Ponari, a nine years
old boy, who is able to attract the attention of many people and made tens thousands of
people come to the site of the treatment. This traditional treatment using a stone as a
medium of healing. The traditional treatment by Ponari caused various reactions from many
people who agree and disagree, and the reactions reported from different points a views in
the mass media. The mass media created their own version of Ponari’s story through the
variation of news.
Ponari phenomenon also attracted the attention of a theater group in Yogyakarta, the
Garasi Theatre. Through the programme of Actor Studio by Garasi Theater, Ponari
phenomenon responded by presenting events such treatment in the form of theatrical
performance with the title “Bocah Bajang”. This study intends to look at how the Actor
Studio of Teater Garasi narrate Ponari phenomenon, where the event has been first
constructed by the mass media, to the performance of “Bocah Bajang” theater. Then
analyzed the “Bocah Bajang” play performance in order to determine the form of
negotiation which is offered by the theater in presenting the meaning of Ponari
phenomenon.
Keywords: meaningful negotiation, theater, mass media.
viii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................................
PENGESAHAN TIM PENGUJI ...................................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................................
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .........................
KATA PENGANTAR ....................................................................................................
ABSTRAK .......................................................................................................................
ABSTRACT ......................................................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................
1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Latar Belakang......................................................................................................
Rumusan Masalah ................................................................................................
Tujuan Penelitian ..................................................................................................
Manfaat Penelitian ................................................................................................
Tinjauan Pustaka ..................................................................................................
Landasan Teori .....................................................................................................
a. Narasi ..............................................................................................................
b. Decoding .........................................................................................................
c. Retake .............................................................................................................
7. Metode Penelitian .................................................................................................
a. Lokasi Penelitian ............................................................................................
b. Sumber Data dan Pengumpulan Data .............................................................
c. Teknik Pengolahan Data .................................................................................
8. Sistematika Penelitian ..........................................................................................
1
10
10
10
11
15
16
18
22
23
23
23
24
25
BAB II TEATER GARASI DI TENGAH TEATER KONTEMPORER
INDONESIA............................................................................................................... ....
26
1. Sekilas PerjalananTeater Kontemporer Indonesia ................................................
2. Teater Garasi sebagai Teater Kontemporer di Yogyakarta ..................................
3. Kesimpulan ...........................................................................................................
26
38
53
BAB III MEMBACA JEJAK FENOMENA PONARI DALAM MEDIA MASSA
DAN OBSERVASI ACTOR STUDIO TEATER GARASI.........................................
55
1. Dramatisasi Fenomena Ponari dalam Media Massa .............................................
a. “Batu Ajaib” Mengubah Seorang Bocah Biasa menjadi “Dukun Cilik” .......
b. “Dukun Cilik” Ponari Kebanjiran Puluhan Ribuan Pasien ............................
c. Reaksi Publik atas Praktik Pengobatan si “Dukun Cilik” ..............................
d. Ponari, “Dukun Cilik” Terkenal, Tidak Lulus SD..........................................
55
58
61
74
94
ix
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2. Respon Actor Studio atas Dramatisasi Fenomena Ponari di Media Massa ..........
3. Kesimpulan ...........................................................................................................
96
136
BAB IV PEMAKNAAN FENOMENA PONARI DALAM PEMENTASAN
BOCAH BAJANG ...........................................................................................................
138
1. Sinopsis Bocah Bajang .........................................................................................
2. Bocah Bajang: Fenomena Ponari dalam Pementasan Teater ...............................
a. Kostum Tokoh-tokoh dalam Bocah Bajang ...................................................
b. Kata-kata (Monolog/Dialog/Tembang/Narasi) ..............................................
c. Blocking dan Gerakan .....................................................................................
3. Pemaknaan Fenomena Ponari melalui Pementasan Bocah Bajang ......................
4. Kesimpulan ...........................................................................................................
138
144
145
150
192
213
223
BAB V: PENUTUP .........................................................................................................
225
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................
228
LAMPIRAN FOTO
x
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Masyarakat Indonesia telah lama mengenal pengobatan tradisional dan
pengobatan biomedis. Kedua macam pengobatan ini dianggap penting dan dipercaya
hingga sekarang. Pengobatan biomedis adalah pengobatan berdasar ilmu kedokteran
mutakhir (sains). Pengobatan tradisional adalah pengobatan yang dipraktikkan sejak
zaman dahulu, belum menggunakan teknologi canggih seperti ilmu kedokteran
sekarang, dan kebanyakan cara praktiknya diperoleh secara turun-temurun serta
dipertahankan pemakaiannya hingga kini. Pada perkembangannya ilmu pengobatan
tradisional hampir tergeser ilmu pengobatan modern karena pengaruh dari globalisasi
pengetahuan. Ilmu pengobatan modern merupakan hasil warisan kolonialisme
Belanda pada abad 17. Masuknya ilmu kedokteran Barat di Indonesia, terutama di
Jawa, diawali masa VOC, seperti pernyataan antropolog Rosalia Sciortino berikut ini.
Western therapies increasingly penetrated the Archipelago with the Venerigde OostIndische Compagnie (VOC: Dutch East Indies Company), trading between The
Netherlands and the East Indies.... A more systematic practice of Western medicine on
land began with the establishment in 1621 of the fortress Batavia (formerly known as
Jacatra and now as Jakarta) as a Dutch trade centre in the Indies1.
Kutipan di atas menjelaskan pengobatan Barat semakin berkembang di Indonesia
melalui VOC. Praktik pengobatan Barat yang lebih sistematis di Indonesia dimulai
1
Pengobatan modern yang pertama kali muncul di Indonesia adalah di Batavia atau Jakarta dan
dibawa oleh VOC. (Rosalia Sciortino. 1995. Care-Takers of Cure: An Anthropological Study of
Health Centre Nurses in Rural Central Java. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hlm. 56).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2
dengan pendirian benteng Batavia sebagai pusat perdagangan Belanda di Hindia. Para
dokter pada masa itu berupaya memerangi dan meneliti penyebab penyakit tropis dan
mendirikan rumah sakit di Batavia dan beberapa kota lainnya. Para dokter VOC sama
sekali tidak meremehkan obat-obatan yang digunakan oleh bangsa-bangsa Asia.
Mereka justru berusaha untuk mengidentifikasi dan menggunakannya2.
Masyarakat Indonesia masih mempercayai cara-cara pengobatan tradisional
walaupun sudah hadir ilmu pengobatan modern dari warisan kolonialisme. Salah satu
hal yang akan muncul dalam benak kebanyakan orang jika mendengar tentang
pengobatan tradisional adalah pengobatan ini dilakukan di tempat yang dianggap
masih tradisional seperti desa atau kampung. Di samping itu, pengobatan tradisional
dilakukan oleh manusia yang masih tradisional juga semacam dukun, menggunakan
peralatan sederhana, serta erat dengan budaya lokal etnis tertentu.
Pengobatan tradisional di Indonesia tidak lepas dari pandangan bahwa
pengobatan semacam ini sering dilakukan dengan cara magis. Misalnya dengan ritual
penyembuhan seperti tarian atau benda pusaka, atau dengan mentransfer penyakit
menggunakan media perantara berupa suatu benda ke tubuh binatang atau ke benda
tertentu. Di sisi lain, pengobatan tradisional dapat dilakukan tanpa melalui proses
magis, melainkan dengan mengolah bahan-bahan alam dengan cara merebus,
membakar, menumbuk
2
dan sebagainya. Ada pengobatan tradisional
yang
Sumber sejarah kedokteran pada masa VOC tidak banyak menyinggung soal pengobatan,
melainkan lebih sering menceritakan sejarah rumah sakit tempat para dokter VOC merawat para
pasien (Denys Lombard. 2008. Nusa Jawa: Silang Budaya “Batas-batas Pembaratan”. Terj.
Winarsih Partaningrat dkk. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 140).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3
memanfaatkan buah-buahan, dedaunan, tanaman-tanaman tertentu, atau bagian tubuh
hewan tertentu yang bisa dibuktikan khasiatnya untuk menyembuhkan penyakit.
Pengobatan tradisional mengandung unsur-unsur spiritual dan kegaiban serta unsurunsur materi berupa daun-daunan, akar-akar, kulit kayu dan lain-lain yang secara
empirik telah dikenal khasiatnya3.
Pada awal tahun 2009 dunia pengobatan di Indonesia sempat digemparkan
dengan kehadiran seorang bocah berumur 9 (sembilan) tahun bernama Ponari. Bocah
ini konon mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit dengan batu yang
dicelup ke dalam air sebagai medium penyembuhan. Ponari yang berasal dari Dusun
Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur
tersebut mengaku mendapatkan sebuah “batu ajaib” seusai disambar petir.
“Kesaktian” batu Ponari sempat diberitakan berbagai media massa, baik cetak
maupun elektronik. Salah satu contohnya adalah berita dalam Kompas yang
mengungkapkan Ponari mendapatkan “batu ajaib” pada tanggal 12 Desember 2008
seperti kutipan berikut.
Bocah kelahiran Jombang, 6 Juli 1999, putra tunggal pasangan Mukaromah-Kamsen
ini tiba-tiba dikenal memiliki “kekuatan” luar biasa. Ia bisa mengobati beragam
penyakit. Kekuatannya berkaitan dengan sebuah batu yang didapatnya pada 12
Desember 20084.
Dalam berita tersebut diceritakan “batu ajaib” diperoleh seusai petir lewat di atas
Ponari. Melalui “batu ajaib” itu Ponari mampu menyembuhkan berbagai jenis
3
4
Panitia Penyusun Sejarah Kesehatan Indonesia. 1978. Sejarah Kesehatan Nasional Indonesia.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hlm. 11.
Kompas, Kamis 5 Februari 2009. “Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman
Kaliyuga”.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4
penyakit. Sejak saat itu Ponari dikenal sebagai “dukun cilik”. Cara praktik
pengobatannya pun sederhana. “Batu ajaib” itu cukup dicelupkan ke dalam air atau
digosok-gosokkan pada bagian tubuh yang terasa sakit. “Kemampuan” Ponari dalam
mengobati pasien juga diberitakan dalam Kedaulatan Rakyat yang terbit pada 11
Februari 2009. Berita itu memaparkan mengenai pasien pertama dari praktik
pengobatan Ponari dan tampak jelas dalam kutipan berikut.
Konon, Ponari bisa mengobati segala macam jenis penyakit setelah tiga pekan lalu
hampir tersambar petir. Saat dia hujan-hujan, tiba-tiba muncul petir dan sebuah batu
mengenai kepalanya. Batu itu lantas dibawanya pulang. Kemudian mencoba keajaiban
batu itu untuk mengobati tetangganya dan konon langsung sembuh5.
Berita di atas menginformasikan awal mula Ponari menemukan “batu ajaib”. Ponari
pertama kali mengetahui batu tersebut memiliki khasiat ketika dia memakai batu itu
untuk menyembuhkan tetangganya. Ponari mencoba menyembuhkan tetangganya
dengan batu itu dan konon tetangga Ponari langsung sembuh. Sejak pengobatan yang
pertama dilakukan itulah Ponari dikenal sebagai “dukun cilik”.
Bukan hanya media cetak yang gencar memberitakan Ponari, tetapi media
televisi juga ikut ramai memberitakan Ponari dan “batu ajaib”-nya. Program berita
Barometer yang ditayangkan stasiun televisi SCTV mengungkapkan Ponari telah
berubah menjadi dukun cilik sesudah mempunyai “batu sakti” dan banyak orang
datang kepadanya untuk berobat. Dalam tayangan berita tersebut pengobatan
bermodal batu yang dilakukan Ponari dinilai tidak rasional dan berbau klenik. Berikut
kutipan yang menggambarkan situasi Ponari dan pengobatan yang dikerjakannya.
5
Kedaulatan Rakyat, 11 Februari 2009. “‟Dukun Cilik‟ Hebohkan Jombang: 4 Tewas, Tempat
Praktik Ditutup”, hlm. 1.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5
Laporan reporter: Bagaimana halnya dengan keluarga Ponari? Kabarnya dari kotak
amal yang dibuka keluarga Ponari memperoleh sumbangan antara dua puluh hingga
lima puluh juta rupiah per hari. Angka ini dihitung dari jumlah pasien yang mencapai
sepuluh ribu orang per hari dengan minimal sumbangan per orang lima ribu rupiah
saja6.
Keuntungan yang sangat besar diperoleh dari praktik Ponari. Ponari diberitakan
mampu mengumpulkan pendapatan antara dua puluh hingga lima puluh juta rupiah
per hari dengan jumlah pasien 10.000 orang tiap hari. Desa tempat tinggal Ponari juga
diberitakan penuh sesak karena banyaknya calon pasien yang datang ke sana. Untuk
menangani pasien yang sangat banyak jumlahnya, warga kampung membentuk
panitia khusus dan dibantu polisi setempat. Ada pasien yang mengaku mengalami
perubahan menjadi sembuh setelah berobat pada Ponari, tetapi ada juga yang
mengatakan tidak merasakan perubahan apa-apa walaupun sudah berobat.
Pengobatan yang dilakukan Ponari bisa dikatakan irasional sebab tidak dapat
dibuktikan secara ilmiah kaitan antara batu, air yang sudah dicelup batu, dan
kesembuhan si pasien. Namun, di tengah zaman yang telah memiliki kemajuan dalam
pengobatan biomedis ini masih ada juga masyarakat yang mempercayai “kesaktian”
batu Ponari. Para calon pasien menempuh segala cara agar bisa bertemu Ponari,
sehingga memperoleh kesembuhan atas penyakit yang mereka derita.
Kemampuan Ponari dalam menyembuhkan orang sakit tidak hanya menjadi
pembicaraan masyarakat di sekitar tempat tinggal Ponari saja, tetapi juga menjadi
pembicaraan dalam berita-berita di media massa lokal maupun nasional. Selain
6
“Kontroversi Pengobatan Ala Ponari”. Program Barometer, SCTV, disiarkan 26 Februari
2009.http://www.youtube.com/watch?v=yHGEGvASmcc, diunduh: 16 Maret 2012.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
6
memberitakan Ponari, media massa juga memberitakan keluarga Ponari serta pasienpasien Ponari yang sembuh, pasien yang tidak sembuh, atau korban meninggal. Di
samping itu, ada juga berita praktik penyembuhan yang dilakukan Ponari mulai dari
ketika masyarakat sangat antusias untuk berobat hingga berkurangnya antusias
masyarakat untuk berobat. Media massa juga menghadirkan komentar dari ahli
kesehatan dan perwakilan lembaga keagamaan mengenai praktik Ponari.
Pemberitaan tentang Ponari telah membuat Ponari menjadi dukun tiban7. Berita
Ponari bisa menjadi komoditas bagi media massa yang memberitakannya. Hanya
dengan membaca atau melihat berita tentang Ponari di media massa, orang dapat
langsung percaya dengan kehebatan dukun cilik ini atau justru menikmati beritaberita Ponari sebagai suatu bentuk keganjilan atau sebagai sesuatu yang tidak masuk
akal dalam dunia pengobatan di Indonesia. Bisa jadi setelah membaca atau
mendengar berita dari media massa masyarakat akan menganggap batu dan kehebatan
dukun cilik tersebut menjadi sesuatu yang memang benar-benar ada, walaupun hal
tersebut tetap belum bisa diterima dalam logika mereka. Dari sini bisa terlihat media
massa mempunyai kekuatan untuk mengubah sesuatu yang semula dianggap ganjil
oleh masyarakat menjadi suatu hal atau peristiwa yang memang benar-benar nyata
dan ada dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam melihat fenomena pengobatan
7
Dukun tiban datang secara tiba-tiba, tanpa persiapan apa pun dari pihak yang bersangkutan, karena
“tertimpa sesuatu yang suci” (tiban berarti sesuatu yang jatuh dengan sendirinya, seperti sesuatu
“keajaiban yang jatuh dari langit”)... kemampuan dukun tiban bisa hilang secara mendadak
sebagaimana kedatangannya semula (Clifford Geertz. 2013. Agama Jawa:Abangan, Santri, Priyayi
dalam Kebudayaan Jawa. Terj. Aswab Mahasin & Bur Rasuanto. Depok: Komunitas Bambu, hlm.
138).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
7
dukun cilik Ponari, atau dengan kata lain media massa telah merekonstruksi
kebenaran tanpa orang perlu melihat kenyataannya secara langsung.
Fenomena Ponari dan “batu ajaib” bukan hanya direspon media massa saja,
tetapi juga direspon dalam bentuk pementasan teater. Fenomena pengobatan oleh
Ponari direspon oleh program Actor Studio Teater Garasi melalui pementasan teater
berjudul Bocah Bajang. Pementasan ini mengisahkan perjalanan pengobatan yang
dilakukan oleh Ponari mulai dari cerita-cerita seputar awal penemuan “batu ajaib”,
pasien-pasien yang berobat, keluarga Ponari, serta orang-orang yang setuju dan tidak
setuju terhadap praktik pengobatan yang dilakukan oleh Ponari.
Teater Garasi merupakan kelompok teater kontemporer yang ada di
Yogyakarta. Menurut Yudi Ahmad Tajudin, direktur artistik Teater Garasi, kelompok
teater ini selalu berusaha melakukan eksperimen bentukdan juga gagasan yang bisa
jadi bertolak dari ketidakpuasan atas bentuk dan gagasan teater yang sudah ada 8 ,
sehingga banyak eksplorasi yang dikerjakan Teater Garasi untuk memperkaya karyakarya pementasan mereka. Dengan bertolak dari pemikiran tersebut, Teater Garasi
berusaha untuk mencari bentuk teater yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya
dan melakukan pencarian terhadap berbagai macam gaya berteater, sehingga
menemukan cara yang lebih bervariasi dalam berekspresi di atas panggung
pementasan. Teater Garasi memperluas referensi untuk memperkaya pementasan
mereka dengan cara sering mencari inspirasi dari teater tradisional atau bentuk-
8
Yudi Ahmad Tajudin. 2000. “Mencipta (Kembali) Tradisi: Ideologi Teater Garasi”. Ideologi Teater
ModernKita. Yogyakarta: Pustaka Gondhosuli, hlm. 37.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
8
bentuk seni pertunjukan lainnya yang dikolaborasikan dengan bentuk-bentuk artistik
yang berbeda seperti gerak tari, beladiri, akrobat, gerakan-gerakan binatang, jathilan,
dan lain sebagainya. Pementasan Teater Garasi seringkali juga menggunakan simbolsimbol yang dianggap mampu merepresentasikan banyak hal pada peristiwa yang
ingin diangkat dalam pertunjukan.
Teater Garasi adalah kelompok teater yang merespon suatu peristiwa aktual
yang ada dalam masyarakat. Teater Garasi, khususnya melalui program keaktoran
Actor Studio, dipilih dalam penelitian ini karena respon mereka atas peristiwa aktual
dalam masyarakat, yaitu fenomena dukun cilik Ponari, di mana peristiwa Ponari telah
terlebih dahulu dikonstruksi oleh media massa melalui pemberitaan media cetak
maupun elektronik. Dalam tulisan ini penulis mengkhususkan penelitian pada
pementasan Actor Studio Teater Garasi yang berjudul Bocah Bajang. Bocah Bajang
berkisah tentang peristiwa “dukun cilik” Ponari dan “batu ajaib”-nya. Pementasan
tersebut disutradarai oleh Gunawan Maryanto dan dipentaskan pada 22-23 Oktober
2009 di Lembaga Indonesia Perancis (LIP) Yogyakarta. Dalam pementasan Bocah
Bajang penulis melihat Actor Studio Teater Garasi mencoba melakukan negosiasi
atas pemaknaan fenomena dukun cilik Ponari yang terlebih dahulu telah dikonstruksi
oleh media massa. Di samping itu, dalam pementasan ini ada gambaran pengobatan
dengan cara mistis seperti yang dilakukan Ponari masih sangat dipercaya masyarakat
pada masa kini, di mana sudah ada pengobatan modern yang bisa dibuktikan
keilmiahannya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
9
Ada beberapa hal yang dikerjakan dalam tesis ini. Pertama, melihat posisi
Teater Garasi dalam perkembangan teater kontemporer Indonesia secara umum.
Kedua, penulis meneliti media massa, cetak maupun elektronik, yang menyajikan
berita-berita Ponari. Pada pementasan Bocah Bajang terdapat kliping artikel
pemberitaan Ponari yang dipasang sebagai bagian dari setting pementasan, yaitu
sebagai latar belakang panggung pementasan. Kliping koran yang digunakan sebagai
latar belakang panggung dipakai untuk mewakili media secara umum, cetak maupun
elektronik, yang memuat berita-berita Ponari9. Dalam penelitian media massa ini ada
dua hal yang diteliti, yaitu respon media massa atas fenomena Ponari dan tanggapan
Actor Studio Teater Garasi atas pemberitaan media massa mengenai Ponari. Ketiga,
menganalisis respon Actor Studio Teater Garasi dalam menghadirkan fenomena
dukun cilik Ponari pada pementasan Bocah Bajang. Ketiga hal tersebut digunakan
penulis untuk menjawab masalah utama, yaitu bagaimana Actor Studio Teater Garasi
melakukan negosiasi melalui pementasan Bocah Bajang atas makna fenomena Ponari
yang terlebih dahulu telah dikonstruksi media massa.
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan utama yang dipaparkan di atas,
penelitian ini berusaha membahas negosiasi yang dilakukan Actor Studio Teater
9
Alasan pemakaian kliping koran sebagai representasi berita-berita Ponari dalam media cetak dan
elektronik diungkapkan Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang, wawancara: 2 Mei 2012.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
10
Garasi terhadap media massa dalam memaknai fenomena Ponari. Pertanyaanpertanyaan yang dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Bagaimana respon media massa atas fenomena Ponari dan respon Actor Studio
Teater Garasi setelah observasi di Jombang terhadap pemberitaan tentang Ponari?
b. Bagaimanakah Actor Studio Teater Garasi merepresentasikan fenomena Ponari
dalam pementasan Bocah Bajang dan negosiasi seperti apakah yang dilakukan
Actor Studio terhadap media massa dalam rangka memaknai fenomena Ponari?
3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
a. Menganalisis pemberitaan media massa dalam menghadirkan fenomena Ponari
dan menganalisis respon Actor StudioTeater Garasi pasca observasi terhadap
pemberitaan Ponari.
b. Mendeskripsikan representasi fenomena Ponari dalam pementasan Bocah Bajang
dan menganalisis negosiasi yang dilakukan Actor Studio melalui pementasan
Bocah Bajang terhadap media massa dalam memaknai fenomena Ponari.
4.
Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Penelitian
ini
membantu
pegiat
teater
untuk
bersikap
kritis
dalam
merepresentasikan suatu peristiwa dalam masyarakat melalui pementasan teater.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
11
b. Mendorong akademisi dan masyarakat agar berpikir kritis dalam merespon
pemberitaan media massa mengenai peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
c. Memperkaya khasanah literatur tentang praktik negosiasi, khususnya negosiasi
yang dilakukan teater terhadap media massa dalam merespon suatu peristiwa
aktual dalam masyarakat.
5.
Tinjauan Pustaka
Patrice Pavis dalam tulisan “Theatre and the Media: Specificity and
Interference”10 mengungkapkan perbedaan antara teater dan media massa, terutama
media massa berupa radio, televisi, dan video dalam menyampaikan informasi secara
umum. Tulisan Pavis secara khusus berbicara tentang bagaimana teater berdampingan
dan berpengaruh bagi media elektronik. Hal pertama yang disampaikan Pavis adalah
perbedaan secara teknis (perbedaan teknologi yang dipakai) antara teater sebagai
pertunjukan di atas panggung dengan teater dalam media elektronik seperti radio,
televisi, dan video. Hal kedua yang dikatakan Pavis adalah aturan berteater atau
dramaturgi bukan hanya bisa diterapkan untuk teater di panggung pertunjukan, tetapi
juga bisa diadopsi ke dalam pembuatan drama radio, film televisi, dan video klip.
Relasi antara media dan teater dalam lingkup seni pertunjukan dibicarakan
James R. Brandon dalam tulisan “Seni Pertunjukan dan Media Massa Lain” 11 .
10
11
Patrice Pavis. 1992. “Theatre and the Media: Specificity and Interference”. Theatre at the
Crossroads of Culture. London: Routledge.
James R. Brandon. 2003. “Seni Pertunjukan dan Media Massa Lain”. Jejak-Jejak Seni Pertunjukan
di Asia Tenggara. Diterjemahkan dari buku Theatre in Southeast Asia oleh R.M. Soedarsono.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
12
Tulisan ini menceritakan seni pertunjukan yang berperan menjadi media komunikasi
massa di Asia Tenggara. Seni pertunjukan menjangkau penonton luas, sehingga harus
dipandang sebagai bagian dari media massa dan berdampingan dengan media massa
lain seperti percetakan, radio, televisi, dan bioskop. Dalam tulisannya, Brandon
memperkenalkan kelahiran beberapa media massa, yaitu percetakan, bioskop, radio,
dan televisi, kemudian menceritakan ciri-ciri dari setiap media komunikasi, serta
membahas teknologi pada media massa yang mempengaruhi pembentukan interaksi
antara penonton dengan apa yang ditampilkan oleh media massa.
Selain tulisan Patrice Pavis dan James R. Brandon yang membicarakan teater
dan media massa, ada sebuah tulisan dari Barbara Hatley 12 yang secara khusus
membicarakan salah satu pementasan Teater Garasi yang berjudul Waktu Batu dan
lebih banyak menceritakan detail alur pementasan tersebut. Pertunjukan Waktu Batu
dikerjakan menjadi tiga produksi pementasan yang dipertunjukan dalam kurun waktu
tahun yang berbeda. Pertunjukan yang pertama kali digelar diperbaharui lagi dalam
pertunjukan kedua dan ketiga. Pementasan yang pertama adalah Waktu Batu: Kisahkisah yang Bertemu di Ruang Tunggu. Kedua, Waktu Batu: Ritus Seratus Kecemasan
dan Wajah Siapa yang Terbelah. Ketiga, Waktu Batu: Deux Ex Machina dan
Perasaan-perasaanku Padamu. Melalui pementasan Waktu Batu inilah pertanyaan
mengenai apa yang disebut Jawa sesungguhnya direfleksikan oleh Teater Garasi. Ada
12
Bandung: P4ST UPI (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Seni Tradisional Universitas
Pendidikan Indonesia).
Barbara Hatley. 2008. Javanese Performances on an Indonesian Stage: Contesting Culture,
Embracing Change. Singapore: NUS Press.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
13
tiga narasi yang menjadi dasar pementasan ini. Pertama, legenda Murwakala
(kelahiran Kala). Kedua, kisah tentang Watu Gunung yang sekarang menjadi dasar
penanggalan Jawa dan Bali. Ketiga, cerita kedatangan Eropa di Jawa.
Yudi Ahmad Tajudin, sutradara Waktu Batu, mengulas latar belakang penulisan
lakon Waktu Batu dalam buku naskah Waktu Batu. Pada awal penulisan naskah
Waktu Batu, dengan berangkat dari pemahaman atas konsep sukerta dan ruwat, Yudi
menelusuri perihal Jawa dan mitologi-mitologinya. Menurut penafsiran Yudi, sukerta
adalah situasi disorientasi ruang-waktu, dan ruwat adalah sebuah upacara, sebuah
upaya untuk mengembalikan orientasi ruang-waktu seseorang atau sekomunitas
tertentu, sehingga manusia bisa menentukan posisi di dalam kehidupan dan mampu
menentukan arah yang dituju 13 . Mitologi Watugunung dipakai sebagai titik awal
proses penulisan naskah Waktu Batu karena mitologi ini diyakini penduduk Jawa dan
Bali sebagai sumber kelahiran sistem kalender.
Waktu Batu diulas Afrizal Malna dalam tulisan yang berjudul “Teater Garasi:
Arsitektur Teater dalam Pertunjukan Garasi”
14
. Dalam tulisannya Afrizal
mengungkapkan representasi ruang dan teks yang dibangun Teater Garasi dalam
pertunjukan Waktu Batu. Agar bisa menggambarkan teks mitologi yang ingin
dibangun, ada tokoh-tokoh tertentu yang dimainkan oleh dua orang aktor/aktris,
13
14
Yudi Ahmad Tajudin. 2004. “Perihal Ruang Ambang”. Waktu Batu. Magelang: IndonesiaTera,
hlm. 103.
Afrizal Malna. 2010. “Teater Garasi: Arsitektur Teater dalam Pertunjukan Garasi”. Perjalanan
Teater Kedua: Antologi Tubuh dan Kata. Yogyakarta: iCan (Indonesia Contemporary Art
Network), hlm. 250.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
14
seperti tokoh Uma/Durga diperankan oleh dua aktris, tokoh Shinta juga dimainkan
dua orang aktris, begitu pula tokoh Watugunung yang dibawakan oleh dua aktor.
Afrizal mengulas persoalan ruang dalam pertunjukan Waktu Batu seperti
kutipan berikut: “Pertunjukan hampir selalu berlangsung dalam dua atau multiruang
yang saling berhubungan satu sama lainnya”15. Yang dimaksud ruang dalam tulisan
ini adalah penataan setting di atas panggung pertunjukan. Dalam Waktu Batu tidak
ada pemisah antara ruang yang satu dengan yang lainnya. Semua menjadi satu setting
atau bermacam-macam setting dalam satu panggung yang sama. Di bagian belakang
panggung terdapat screen untuk visual elektronik yang berfungsi menciptakan image
lorong, pintu gerbang, atau kamar. Visual elektronik tidak hanya diarahkan pada
screen, tetapi juga ke dinding belakang panggung dan ke dinding kanan penonton.
Dari pemaparan tinjauan pustaka ini ada beberapa pembahasan mengenai relasi
teater dengan media massa. Relasi yang pertama adalah bagaimana dramaturgi teater
berpengaruh dalam pembuatan drama di radio, film televisi, dan video klip. Relasi
yang kedua adalah bagaimana teater secara khusus dan seni pertunjukan secara umum
menjadi bagian dari media massa dan menjadi sarana komunikasi massa. Di samping
relasi antara teater dan media massa, ada pembahasan Teater Garasi secara umum
sebagai kelompok teater. Ada juga tulisan yang khusus membicarakan pementasan
Teater Garasi, yaitu pementasan Waktu Batu yang diulas mulai dari awal pembuatan
15
Afrizal Malna. 2010. “Teater Garasi: Arsitektur Teater dalam Pertunjukan Garasi”. Perjalanan
Teater Kedua: Antologi Tubuh dan Kata. Yogyakarta: iCan (Indonesia Contemporary Art
Network), hlm. 252.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
15
naskahnya hingga pendapat-pendapat mengenai tata panggungnya, sehingga sekilas
memberi gambaran bentuk salah satu pementasan Teater Garasi.
Dengan melihat tinjauan pustaka di atas, tesis ini meneliti pementasan Bocah
Bajang. Pada pementasan Bocah Bajang ada relasi antara teater dengan media massa
dalam merespon suatu peristiwa aktual. Penulis membaca respon media massa atas
fenomena Ponari dan melihat representasi Actor Studio dalam memaknai fenomena
Ponari melalui pementasan Bocah Bajang. Melalui respon media massa serta
representasi Actor Studio inilah penulis mengkaji negosiasi yang dilakukan Actor
Studio Teater Garasi terhadap media massa dalam memaknai fenomena Ponari.
6.
Landasan Teori
Dalam penelitian ini ada beberapa model pendekatan, yaitu analisis narasi,
decoding, dan konsep retake. Pertama, penulis melihat bagaimana media massa
menghadirkan fenomena Ponari dalam bentuk berita-berita. Dengan melakukan
analisis narasi penulis melihat lebih jauh apa yang sebenarnya disampaikan pihak
pembuat berita, tidak hanya melalui berita yang tampak, tetapi juga melihat gagasangagasan yang ada di balik berita-berita tersebut. Kedua, decoding dalam penelitian ini
digunakan untuk melihat bagaimana Actor Studio Teater Garasi merespon
pemberitaan fenomena Ponari dalam media massa. Di sini decoding dipakai secara
khusus untuk menganalisis respon Actor Studio melalui wawancara mengenai
pandangan-pandangan Actor Studio terhadap berita-berita Ponari di media massa.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
16
Ketiga, analisis dengan konsep retake digunakan untuk mengetahui bagaimana
Actor Studio Teater Garasi mendaur ulang peristiwa pengobatan Ponari ke dalam
bentuk pertunjukan Bocah Bajang dengan bantuan hasil observasi di Jombang.
Setelah mendapatkan pembacaan atas fenomena Ponari dari media massa dan
pementasan teater, maka dapat diketahui negosiasi teater terhadap media massa dalam
memaknai fenomena Ponari.
a.
Narasi
Analisis narasi digunakan untuk melihat bagaimana media massa menarasikan
fenomena Ponari dalam berita surat kabar maupun televisi.
Media texts are not simply a cluster of words and images. Their content is structured
and ordered in quite systematic ways. One of the most important organising principles
for structuring texts is narrative. A narrative is integral to the process of storytelling. It
structures content sequentially, so that words and images do not appear arbitrarily but
in an order that makes sense to audiences. This structure allows ideas, themes or
characters to develop or move forward in a coherent fashion.16
Dalam menghadirkan fenomena Ponari media massa menyusun kata-kata dan
gambar yang mampu bercerita tentang “dukun cilik” Ponari, sehingga terbentuk
narasi yang menarik perhatian pembaca/penonton berita. Dengan cara ini media
massa mendorong pembaca/penonton untuk tetap mengikuti alur berita dan mencari
tahu kelanjutan dari “cerita-cerita” Ponari yang disajikan media massa.
Mengikuti fenomena Ponari dalam media massa seperti mengikuti sebuah cerita
panjang yang terdiri atas banyak adegan yang saling terhubung. Dengan adanya
16
Bernadette Casey, etc. 2002. Television Studies: The Key Concepts. London and New York:
Routledge, hlm. 100-101.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
17
narasi maka cerita menjadi logis dan lebih mudah dipahami. Roland Barthes
menekankan adanya kode hermeneutik sebagai aspek penting dari narasi.
Hermeneutik ini mempunyai tiga tahap, yaitu:
1.
Enigma,
atau
teka-teki
yang
mendorong
pembaca/penonton
untuk
mempertanyakan perkembangan narasi. Dalam tahap ini yang terpenting adalah
ketertarikan pembaca/penonton yang digerakkan oleh narasi, sehingga ada
keinginan untuk melihat bagaimana teka-teki itu terpecahkan. Dalam
pemberitaan fenomena Ponari penonton/pembaca dibuat bertanya-tanya siapa
saja orang-orang yang terlibat dalam praktik Ponari, bagaimana reaksi orangorang terhadap praktik pengobatan tersebut, bagaimana kelanjutan praktik
pengobatan
itu,
dan
sebagainya.
Kemudian
pembaca/penonton
berita
digerakkan oleh narasi untuk tetap mengikuti pemberitaan Ponari serta ingin
mengetahui bagaimana pertanyaan-pertanyaan mereka seputar fenomena Ponari
terpecahkan.
2.
Delay, atau penundaan merupakan tahap di mana pembaca/penonton berita
dibuat berspekulasi mengenai jawaban atas teka-teki yang sudah muncul.
Dalam tahap ini pembaca/penonton berita fenomena Ponari menjadi mendugaduga bagaimana penyelesaian dari kasus pengobatan Ponari dalam media
massa.
3.
Resolusi merupakan tahap di mana pembaca/penonton mendapat jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan
yang
muncul
dalam
tahap
enigma.
Di
sini
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
18
pembaca/penonton berita Ponari menjadi tahu bagaimana akhir dari perjalanan
si “dukun cilik” dalam pemberitaan media massa.17
Kode hermeneutik ini menjadikan narasi menarik dan membuat pembaca/penonton
tetap mengikuti kisah Ponari, sehingga penonton/pembaca bisa memperoleh
informasi yang lebih banyak dari pemberitaan Ponari.
b.
Decoding
Untuk melihat sejauh mana respon Actor Studio Teater Garasi atas berita-berita
fenomena Ponari di media massa penulis meminjam konsep decoding dari Stuart
Hall. Di sini penulis melihat respon Actor Studio Teater Garasi melalui wawancara
yang telah dilakukan penulis dengan tim pementasan Bocah Bajang. Dengan
memakai konsep decoding, teks yang berupa fenomena Ponari akan memiliki makna
berbeda bagi setiap pihak, tergantung bagaimana teks tersebut diinterpretasikan.
Peristiwa pengobatan yang dilakukan Ponari hanya bisa bermakna sesuatu dalam
konteks pengalaman dan situasi pihak yang memproduksi pementasan teater. Dalam
model komunikasi televisual Stuart Hall sirkulasi makna melewati tiga momen, yaitu
encoding, wacana bermakna, dan decoding18.
Wacana bermakna berupa berita-berita mengenai fenomena Ponari dalam media
massa. Pada momen decoding penulis menganalisis decoding yang dilakukan Actor
17
18
Tahapan hermeneutik Roland Barthes diringkas dari Bernadette Casey, etc. 2002. Television
Studies: The Key Concepts. London and New York: Routledge, hlm. 102.
Stuart Hall. 1994. “Encoding, Decoding”. The Cultural Studies Reader. New York: Routledge,
hlm. 94.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
19
Studio Teater Garasi terhadap media massa yang memuat berita-berita fenomena
Ponari. Decoding yang dilakukan Actor StudioTeater Garasi terhadap media massa
dianalisis melalui wawancara untuk melihat kerangka pengetahuan yang dimiliki
Actor Studio Teater Garasi dalam membangun dasar pertunjukan Bocah Bajang.
Berikut skema decoding dalam tesis ini19.
Berita-berita tentang fenomena
dukun cilik Ponari
„meaningful discourse‟
(Momen 2)
encoding
Media massa
(Momen 1)
frameworks of knowledge
..........................................
relations of production
.....................................
technical infrastructure
decoding
Teater Garasi
(Momen 3)
frameworks of knowledge
...........................................
relations of production
.....................................
technical infrastructure
Penulis juga melihat posisi Actor Studio Teater Garasi ketika melakukan
decoding atas pemberitaan Ponari. Dalam hal ini, penulis menggunakan analisis
seperti yang dikerjakan Stuart Hall ketika mengkaji posisi penonton televisi yang
berhadapan dengan pesan dari sebuah program televisi. Stuart Hall membagi posisi
decoder (pelaku decoding) menjadi tiga kelompok, yaitu: pertama, posisi hegemonidominan. Kedua, posisi negosiasi, dan ketiga adalah posisi oposisi.
Posisi hegemoni-dominan merupakan posisi di mana decoder bisa menerima
pesan sesuai maksud encoder, seperti yang disampaikan dalam kutipan berikut.
19
Skema encoding dan decoding merupakan model skema dalam tulisan Stuart Hall yang berjudul
Encoding, Decoding pada buku The Cultural Studies Reader, hlm. 94.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
20
When the viewer takes the connoted meaning from, say, a television newcast or current
affairs programme full and straight, and decodes the message in terms of the reference
code in which it has been encoded, we might say that the viewer is operating inside the
dominant code20.
Kutipan tersebut jika diterapkan dalam penelitian ini maka akan mengandaikan Actor
Studio Teater Garasi menerima pesan sesuai dengan yang dimaksud oleh media
massa sebagai pembuat berita Ponari. Pembuat berita memiliki kemampuan
mempengaruhi atau mendominasi pembaca/penonton dengan apa yang mereka tulis
dalam surat kabar atau mereka siarkan dalam berita televisi sehingga bisa membuat
para pembaca/penonton menerima pesan sesuai dengan yang diharapkan pihak
pembuat berita. Di sini pembaca/penonton lebih terlihat pasif dan menerima begitu
saja atas apa yang dimaksudkan dalam pesan oleh media massa.
Posisi kedua adalah posisi negosiasi. Posisi negosiasi merupakan posisi di mana
decoder menerima pesan sesuai dengan maksud encoder, tetapi decoder melakukan
negosiasi. Bisa saja decoder setuju dengan pesan dari encoder, tetapi ada juga bagian
di mana decoder tidak menyetujui pesan itu sepenuhnya, seperti yang kutipan berikut.
Decoding within the negotiated version contains a mixture of adaptive and
oppositional elements: it acknowledges the legitimacy of the hegemonic definitions to
make the grand significations (abstract), while, at a more restricted, situational
(situated) level, it makes its own ground rules – it operates with exceptions to the
rule21.
Dari kutipan di atas bisa diketahui decoding versi negosiasi ini mengakui atau
menyetujui apa yang disampaikan pihak pembuat berita, dengan mengandaikan Actor
20
21
Stuart Hall. 1994. “Encoding, Decoding”. The Cultural Studies Reader. New York: Routledge,
hlm. 101.
Stuart Hall. 1994. “Encoding, Decoding”. The Cultural Studies Reader. New York: Routledge,
hlm. 102.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
21
Studio mengakui atau menyetujui apa yang dikatakan surat kabar atau televisi tentang
Ponari. Namun, di sisi lain Actor Studio akan menegosiasikan apa yang diperoleh dari
media massa dengan cara mencari sendiri pesan lain dari fenomena Ponari. Cara yang
ditempuh dalam posisi negosiasi ini adalah dengan melakukan survei langsung di
Jombang. Apa yang dialami Actor Studio sendiri ketika melakukan observasi di
Jombang tidak sepenuhnya sama seperti yang sudah diberitakan media massa.
Ketiga, posisi oposisi bisa diartikan sebagai decoder membaca pesan encoder,
tapi memaknainya secara berlawanan atau sama sekali tidak serupa dengan yang
dimaksud oleh encoder. Hal ini tampak seperti dalam kutipan berikut.
... a viewer perfectly to understand both the literal and the connotative inflection given
by a discourse but to decode the message in a globally contrary way. He/she
detotalizes the message in the preferred code in order to retotalize the message within
some alternative framework or reference22.
Kutipan di atas menjelaskan pada posisi oposisi ini decoder memahami secara
sempurna pesan yang disampaikan encoder, namun decoder memutuskan untuk
mencari pemahaman alternatif yang lain. Bisa diandaikan jika Actor Studio
mengambil posisi ini, maka Actor Studio akan bertindak mengurangi keseluruhan
pesan dari pembuat berita media massa dan memilih untuk lebih mengandalkan pesan
alternatif yang mereka tentukan sendiri.
Dengan memahami ketiga posisi decoder tersebut, melalui wawancara yang
sudah dilakukan, penulis dapat mengetahui respon/posisi yang diambil Actor Studio
Teater Garasi ketika membaca/menonton berita-berita Ponari.
22
Stuart Hall. 1994. “Encoding, Decoding”. The Cultural Studies Reader. New York: Routledge,
hlm. 103.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
c.
22
Retake
Pertunjukan Bocah Bajang merupakan versi lain di samping pemberitaan media
massa dalam rangka menghadirkan kisah fenomena Ponari. Bocah Bajang sendiri
mengambil bahan pertunjukan dengan melakukan observasi di Jombang setelah kisah
Ponari hampir seluruhnya sudah diceritakan oleh media massa. Temuan observasi di
Jombang memang ada yang berbeda dengan pemberitaan media massa, tetapi juga
ada temuan yang serupa seperti yang ada dalam media massa. Pertunjukan Bocah
Bajang berupaya untuk menghadirkan kisah Ponari, dengan temuan observasi yang
sama maupun yang berbeda dengan yang ada di dalam media massa.
Dengan menggunakan konsep retake dari Umberto Eco, maka dapat dilihat
pertunjukan Bocah Bajang sedang melakukan repetisi atas fenomena Ponari,
meskipun tidak seluruhnya sama dengan yang ada di media massa.
In this case one recycles the characters of a previous successful story in order to
exploit them, by telling what happened to them after the end of their first adventure.23
Actor Studio mendaur ulang cerita Ponari setelah fenomena Ponari selesai diceritakan
oleh media massa. Dalam pertunjukan Bocah Bajang Actor Studio mendaur ulang
dengan cara menghadirkan situasi praktik pengobatan si “dukun cilik” dengan
bantuan hasil observasi di Jombang. Bocah Bajang berupaya mengatakan ulang
tentang fenomena Ponari dalam versi pertunjukan teater dan menggunakan bagianbagian artistik pementasan untuk membangun kembali kisah fenomena Ponari. Dalam
23
Eco, Umberto. 1990. The Limits of Interpretation (Advances in Semiotics). USA: Indiana
University Press, hlm. 85.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
23
tesis ini ada beberapa bagian artistik pementasan yang dianalisis sebagai wujud daur
ulang fenomena Ponari, seperti setting, kostum, dialog, tokoh, dan properti.
7.
Metode Penelitian
Penelitian ini mengkaji pementasan teater Bocah Bajang oleh Actor Studio
Teater Garasi. Dalam penelitian ini penulis menganalisis negosiasi teater terhadap
media massa dalam memaknai fenomena Ponari. Penelitian ini menempatkan beritaberita media massa tentang dukun cilik Ponari dan pementasan Bocah Bajang sebagai
teks budaya. Oleh karena itu, pembacaan terhadap berita-berita media massa dan
pementasan Bocah Bajang beserta semua data mengenai pementasan Bocah Bajang
lebih dimaksudkan untuk menggali makna-makna di balik teks yang diperoleh dari
refleksi terus-menerus terhadap peristiwa budaya.
a. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Yogyakarta sebagai tempat domisili kelompok
Teater Garasi. Kelompok teater ini biasanya melakukan proses latihan teater,
termasuk pelatihan keaktoran program Actor Studio yang menggarap pementasan
Bocah Bajang, sekaligus berkantor di daerah Bugisan, Bantul, Yogyakarta.
b. Sumber Data dan Pengumpulan Data
Untuk menganalisis pemberitaan media massa mengenai fenomena Ponari,
sumber data yang digunakan berupa berita-berita Ponari dalam media massa. Berita-
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
24
berita media cetak diambil dari surat kabar Kompas, Kedaulatan Rakyat, dan Jawa
Pos selama Februari-Mei 2009. Berita-berita media elektronik adalah berita dari
RCTI, SCTV, Metro TV, ANTV, TransTV, TVOne yang tayang selama FebruariMaret 2009. Untuk menganalisis pembacaan Actor Studio Teater Garasi dalam
memaknai fenomena Ponari sumber data yang digunakan berupa studi kepustakaan,
rekaman pementasan Bocah Bajang (menonton langsung pementasan Bocah Bajang
sudah dilakukan pada tanggal 22-23 Oktober 2009 di Lembaga Indonesia
Perancis/LIP Yogyakarta), foto-foto pementasan, hasil wawancara dengan tim
pementasan Bocah Bajang. Wawancara dilakukan dengan tim pementasan Bocah
Bajang yang mencakup penulis naskah/sutradara, para aktor peserta Actor Studio, dan
penata lampu Bocah Bajang. Teknik wawancara dikerjakan dengan dua cara, yaitu
wawancara langsung dengan narasumber yang berlokasi di Yogyakarta dan
wawancara via e-mail bagi narasumber yang berada di luar Yogyakarta.
c. Teknik Pengolahan Data
Dalam penelitian ini penulis menganalisis berita-berita dengan menggunakan
konsep narasi untuk meneliti bagaimana
media massa menghadirkan fenomena
Ponari. Kemudian menggunakan decoding untuk melihat respon Actor Studio Teater
Garasi terhadap pemberitaan Ponari di media massa. Decoding ini dianalisis melalui
wawancara yang telah dilakukan dengan tim Bocah Bajang. Selanjutnya, memakai
konsep retake untuk mengetahui sejauh mana Actor Studio Teater Garasi membangun
pementasan Bocah Bajang sebagai bentuk daur ulang atas pemberitaan fenomena
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
25
Ponari dalam media massa, yang kemudian hasilnya digunakan untuk melihat
negosiasi teater terhadap media massa atas pemaknaan fenomena Ponari.
8.
Sistematika Penulisan
Secara keseluruhan penelitian ini terdiri atas lima bab. Bab pertama berupa
pendahuluan yang berisi deskripsi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian,
dan sistematika penulisan. Bab dua berisi pembahasan mengenai proses
perkembangan teater kontemporer di Indonesia, terutama perkembangan Teater
Garasi sebagai bagian dari teater kontemporer Indonesia. Pada bab tiga dipaparkan
pembahasan mengenai narasi media massa atas fenomena Ponari, serta pembahasan
respon Actor Studio Teater Garasi terhadap pemberitaan Ponari dalam media massa.
Selanjutnya, bab empat membahas bagaimana Actor Studio menghadirkan fenomena
Ponari dalam pementasan Bocah Bajang dan negosiasi yang dilakukan Actor Studio
terhadap media massa dalam rangka memaknai fenomena Ponari. Bab lima berisi
kesimpulan hasil penelitian yang dianggap paling penting dari tesis ini.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
26
BAB II
TEATER GARASI DI TENGAH TEATER KONTEMPORER INDONESIA
Bab II memaparkan informasi mengenai teater kontemporer di Indonesia
berupa sejarah singkat perkembangan teater kontemporer Indonesia pada umumnya
dan mengerucut pada perkembangan Teater Garasi sebagai bagian dari teater
kontemporer Indonesia. Pada bab II data diperoleh dari buku-buku mengenai teater
kontemporer, surat kabar, wawancara, serta sumber-sumber literatur lainnya.
1.
Sekilas Perjalanan Teater Kontemporer Indonesia
Teater kontemporer hadir di Indonesia dengan adanya perkembangan
pertunjukan teater di daerah-daerah di Indonesia dan masuknya berbagai bentuk
teater dari luar Indonesia. Istilah „kontemporer‟ merujuk pada situasi dalam ruang dan
waktu masa kini dan merupakan cara untuk menunjuk perkembangan dan perubahan
teater di daerah-daerah menjadi bentuk teater kekinian yang bercitarasa Indonesia24.
Teater modern Indonesia bersifat kolaboratif, yakni diproduksi penulis yang juga
aktor, sekaligus sutradara, dan naskah asing dimainkan dalam bentuk saduran yang
sangat bebas 25 . Bentuk teater kontemporer di Indonesia terinspirasi modernisasi
teknologi dan diharapkan dapat membangun dialog mengenai berbagai persoalan
24
25
Yudiaryani. 2010.“Identifikasi Teater Indonesia: Inspirasi Teoretis bagi Praktik Teater
Kontemporer”. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Seni Pertunjukan Institut
Seni Indonesia. Yogyakarta: Institut Seni Indonesia, hlm. 5.
Barbara Hatley via Radhar Panca Dahana. 2001. Ideologi Politik dan Teater Modern Indonesia.
Yogyakarta: Yayasan IndonesiaTera, hlm. 13.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
27
Indonesia. Teater kontemporer, atau teater modern, tidak dapat dilepaskan dari
keterlibatan masyarakat urban dalam sejarah maupun proses kreatifnya. Ciri-ciri lain
teater modern yaitu seni drama memakai naskah dialog, untuk membedakan dari seni
drama tradisional yang mempunyai ikatan tradisional dan tidak memakai naskah
dialog karena dialog dilakukan dengan improvisasi26. Teater Indonesia adalah seni
pertunjukan berlandas sastra-lakon atau sastra-drama yang penyajiannya berbentuk
pertunjukan, dipengaruhi gaya teater Barat maupun gaya teater etnis nusantara27.
Teater modern di Indonesia diawali Komedi Stambul di Surabaya pada tahun
1891 pimpinan August Mahieu yang mengusung cerita-cerita Timur Tengah, lakon
realis, dan lakon Barat28. Lakon-lakon Komedi Stambul mempengaruhi The Malay
Opera “Dardanella”, kelompok pelopor kebangkitan teater modern Indonesia, yang
didirikan tahun 1926 di Sidoarjo oleh Willy Klimanoff atau A. Piedro. Dardanella
merombak bentuk pertunjukan dari yang telah dipraktikkan Komedi Stambul 29 .
26
27
28
29
W.S.Rendra. 1967. “Mencari Kedudukan Drama Modern di Indonesia”. Basis Oktober 1967.
Dalam buku Catatan-catatan Rendra Tahun 1960-an, terbit 2005. Bekasi: Burung Merak, hlm. 94.
Saini K.M. 1996. Peristiwa Teater. Bandung: Penerbit ITB, hlm. 51.
Pertunjukannya belum memakai naskah tertulis, sehingga cenderung berimprovisasi. Ada beberapa
ciri Komedi Stambul yang membedakannya dari teater tradisional, yaitu sebelum pementasan
dimulai para aktor memperkenalkan diri dan mempertunjukkan kemampuan mereka sehingga
introduksi memakan waktu lama. Pementasan penuh nyanyian, terdiri atas banyak babak, serta jeda
antarbabak diisi orkes. Aktor bermain improvisasi tanpa naskah tertulis, sutradara bersikap lunak
sehingga kurang disiplin dalam pentas. Pertunjukan Komedi Stambul sering diadakan di lapangan
atau di tepi jalan (Ciri-ciri Komedi Stambul diringkas dari tulisan Boen Sri Oemarjati. 1971.
Bentuk Lakon dalam Sastra Indonesia. Jakarta: PT Gunung Agung, hlm. 29-30). Dari segi akting
kelompok ini hampir mirip dengan kelompok musikal modern Broadway. Emosi diekspresikan
lewat lagu-lagu dan tarian yang merupakan bagian-bagian penting dari teater (Saini Kosim. 1999.
“Teater Indonesia, Sebuah Perjalanan dalam Multikulturalisme”. Jurnal Seni Pertunjukan
Indonesia Th. IX-1998/1999. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, hlm. 181).
Ciri-ciri pementasan Dardanella yaitu mengangkat cerita film Barat dan roman, penghapusan
pengenalan aktor di awal pentas, gerak lebih diutamakan dan nyanyian dipakai bila diperlukan,
terdiri atas beberapa babak. Jeda antarbabak diisi nyanyian singkat. Para aktor menghafalkan dialog
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
28
Komedi Stambul dan Dardanella merupakan teater modern bersifat profesional 30 .
Muncul pula kelompok teater amatir 31 beranggotakan kaum pribumi terpelajar dan
bermain teater berbahasa Belanda, serta kelompok-kelompok teater Cina peranakan
mementaskan kisah kehidupan golongan Cina peranakan dalam bahasa Melayu-Cina.
Ada beberapa teater profesional pada masa pendudukan Jepang, yaitu Bintang
Surabaya dari Malang, Dewi Mada (berkeliling di Jawa Tengah dan Jawa Timur),
Warna Sari (dikelola orang-orang Tionghoa atau Indo-Belanda), Irama Masa
(merupakan pecahan Bintang Surabaya 32 ), kelompok Miss Tjitjih 33 , rombongan
Wargo (pentas dalam bahasa Jawa), dan Miss Ribut di kota Solo (lanjutan dari Miss
Ribut yang dibentuk tahun 1920-an). Kelompok teater amatir juga muncul di samping
30
31
32
33
walaupun belum ada naskah tertulis. Dardanella mengadakan pertunjukan digedung tertentu dan
sutradara bersikap tegas sehingga para aktor disiplin dalam pentas (Diringkas dari tulisan Boen Sri
Oemarjati. 1971. Bentuk Lakon dalam Sastra Indonesia. Jakarta: PT Gunung Agung, hlm. 30-31).
Profesional di sini adalah sifat dari kelompok teater yang hampir tiap malam berpentas untuk
menghidupi para anggotanya (Jakob Sumardjo. Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama
Indonesia, hlm. 121). Sifat profesional Komedi Stambul dan Dardanella tampak dalam pertunjukan
yang lebih berorientasi memenuhi keinginan penonton. Komedi Stambul memenuhi selera publik
dengan pentas menggunakan bahasa Melayu yang dikenal masyararakat kebanyakan, menyajikan
lagu-lagu dan hikayat-hikayat populer, menyuguhkan dekor dan tata rias mewah, menampilkan
para pengisi acara favorit masyarakat untuk mengisi jeda antarbabak dengan menuruti apa yang
diminta oleh penonton (Lihat Oemarjati dalam Bentuk Lakon dalam Sastra Indonesia, hlm. 22-23).
Teater bersifat amatir dimaksudkan untuk menyebut kelompok-kelompok teater yang muncul dari
organisasi-organisasi sosial atau kalangan akademis yang memiliki kesadaran sosial tinggi dan
merancang naskah yang akan dipentaskan. Sasaran penonton biasanya orang-orang lingkungan
terpelajar. Kalangan terpelajar pribumi, terutama murid sekolah dokter Jawa, sering bermain tonil
berbahasa Belanda. Kelompok-kelompok teater ini jarang menggunakan bahasa Melayu karena
penonton mereka adalah murid, guru, atau pejabat Belanda yang mampu berbahasa Belanda. Teater
amatir lebih memikirkan estetika pentas dan memilih cerita-cerita realis serta mendidik.
Bintang Surabaya kebanyakan anggotanya merupakan mantan aktor Dardanella. Pertunjukannya
berbahasa Melayu, pentas di berbagai kota dan akhirnya memutuskan menetap di Jakarta sebab
penduduk Jakarta dominan berbahasa Melayu. Teknik pementasan melanjutkan tradisi Dardanella,
yaitu mengimprovisasi dialog walaupun sudah ada naskah tertulis. Menampilkan cerita melodrama,
ada selingan di antara pertunjukan teater. Penonton dari kalangan penduduk kota dan pelajar.
Rombongan Miss Tjitjih pentas dengan bahasa Sunda. Kelompok ini ada sejak tahun 1920-an.
Awalnya bernama Opera Valencia, kemudian menjadi Miss Tjitjih sebab ada kebiasaan
menonjolkan nama primadona dalam kelompok agar pertunjukan laku dan disenangi masyarakat.
Lakon-lakon yang dipilih bukan hanya cerita-cerita melodramatis, tetapi juga cerita wayang orang.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
29
kelompok-kelompok teater profesional. Sebuah kelompok teater amatir yang terkenal
pada masa pendudukan Jepang adalah kelompok Maya pimpinan Usmar Ismail,
seperti dinyatakan dalam kutipan berikut.
Performance, however, was a main objective of the theatre company, Maya, formed by
Usmar Ismail in 1944 at the close of the Japanese occupation. A literary intellectual
and playwright cut in the same mould as the new literary writers, Usmar was also a
director and theatre professional34.
Maya didirikan tahun 1944. Para anggota Maya adalah pelajar dan kaum intelektual,
sehingga teater dipelajari secara teoretik dari literatur Barat. Bagi Maya teater modern
bukan hanya sarana hiburan, namun sebagai ekspresi budaya dan pemersatu bangsa.
Maya mementaskan naskah dalam negeri dan lakon Barat. Namun, akhirnya Maya
hanya bertahan sebentar sebab Usmar Ismail kembali menggeluti film.
Tahun 1950-an muncul akademi-akademi teater seperti ATNI (Akademi Teater
Nasional Indonesia) dan ASDRAFI (Akademi Seni Drama dan Film Indonesia) yang
berpengaruh bagi dinamika teater saat itu. ATNI dibentuk di Jakarta pada 10
September 1955 oleh Usmar Ismail, Asrul Sani, dan D. Djajakusuma. Tujuannya
menjadikan mahasiswa sebagai pembaru dan pendukung kehidupan teater Indonesia,
serta memberikan pendidikan teater35. Teater Barat mempengaruhi ATNI dalam cara
34
35
James R. Brandon. 1993. The Cambridge Guide to Asian Theatre. United Kingdom: Cambridge
University Press, hlm. 131.
ATNI mengajarkan keaktoran, penyutradaraan, tata artistik, penulisan lakon dan skenario. ATNI
pertama kali menggelar pentas pada 1957 dengan lakon Sel, karya William Saroyan yang disadur
Sitor Situmorang. Hingga tahun 1963, ATNI telah mementaskan naskah yang sebagian besar
adalah naskah terjemahan milik Anton Chekov, Jean Paul Sartre, Lorca, Gogol, Moliere. Bersama
dengan munculnya ATNI dan pementasan-pementasannya yang berhasil, maka kehidupan teater
Indonesia menjadi semarak setelah tahun 1957. Hal ini disebabkan sukses ATNI selalu dibicarakan
majalah dan surat kabar yang tersebar luas di Indonesia, sehingga jumlah kelompok teater dan
pementasan semakin meningkat.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
mengajarkan teater. Buku-buku seni peran karya Richard Boleslavski
30
36
dan
Constantin Stanislavski37 menjadi pegangan bagi pengajaran teater ATNI. ASDRAFI
didirikan tahun 1955 di Yogyakarta oleh Sri Murtono. ASDRAFI lahir sebagai respon
atas keterbatasan ruang seniman teater dan minimnya apresiasi masyarakat terhadap
teater. ASDRAFI dirintis dari gagasan Kongres Kebudayaan I di Magelang pada
1948 yang diwujudkan Institut Kebudayaan Indonesia (IKI) Yogyakarta pada 1949
dan diketuai Prof. Ir. S. Purbodiningrat, wakilnya Sri Murtono38.
36
37
38
Richard Boleslavski lahir di Polandia tahun 1889. Dia menulis sebuah buku keaktoran berjudul The
First Six Lessons yang mengajarkan teknik-teknik baru dalam teater. Buku ini berisi tentang
bagaimana aktor mewujudkan peran yang harus diciptakannya. Ada enam pokok ajaran
Boleslavski, yaitu: 1) Konsentrasi atau pemusatan pikiran. 2) Ingatan emosi. 3) Laku dramatis,
yaitu tindakan ekspresif untuk membangun suasana di atas pentas. 4) Pembangunan watak tokoh.
5) Observasi atau pengamatan orang-orang atau lingkungan sekitarnya, mengamati cara orangorang mengerjakan suatu kegiatan. 6) Irama, yaitu kecepatan permainan aktor dalam menanggapi
perubahan-perubahan atau apa yang sedang terjadi di atas panggung. (Lihat R.M.A. Harymawan.
1988. Dramaturgi. Bandung: CV Rosda, hlm. 27-41).
Constantin Stanislavski (1863-1938) adalah pelopor teater realisme di Rusia. Aliran ini selanjutnya
berkembang menjadi arus utama dunia akting di Barat. Trilogi karyanya tentang akting adalah An
Actor Prepares, Creating A Role, dan Building A Character. Prinsip-prinsip pelatihan aktor dengan
metode Stanislavski, yaitu: 1) Aktor memiliki fisik prima, fleksibel, dan vokal terlatih agar mampu
memainkan peran. 2) Mampu mengobservasi kehidupan. 3) Menguasai kekuatan psikis untuk
menghadirkan imajinasi. 4) Mengetahui dan memahami naskah lakon. 5) Konsentrasi pada imaji,
suasana, dan panggung. 6) Bersedia bekerja serius mendalami pelatihan demi kesempurnaan diri
dan penampilan perannya. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut tampak Stanislavski
menitikberatkan pada masalah tubuh dan pikiran aktor untuk mewadahi psikologis aktor dan
karakter naskah. (Sumber ringkasan: Yudiaryani. 2002. Panggung Teater Dunia. Yogyakarta:
Pustaka Gondhosuli, hlm. 243-244). Dasar metode Stanislavski adalah menggunakan kehidupan
yang wajar sebagai contoh seni pentas, seperti yang diungkapkan Stanislavski: “Kita
mengembangkan perwatakan lahiriah dengan sumber dari diri kita sendiri, selain dari orang lain,
dari kehidupan nyata atau imajiner, seturut intuisi dan amatan kita atas diri sendiri dan orang lain.
Kita memperolehnya dari pengalaman hidup kita, dari foto-foto, lukisan, sketsa, buku, cerita,
novel, atau suatu peristiwa sederhana –sama saja.” (Constantin Stanislavski. 2008. Membangun
Tokoh. Terj. B. Verry Handayani, dkk. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, hlm. 7).
Lihat tulisan Nur Iswantara. 2004. Sri Murtono: Teater Tak Pernah Usai, Sebuah Biografi.
Semarang: Intra Pustaka Utama, hlm. 4. IKI Yogyakarta menunjuk Sri Murtono sebagai direktur
Sekolah Seni Drama dan Film (SSDRAF) Yogyakarta yang berdiri tahun 1951. Tahun 1952
SSDRAF mementaskan Sumpah Gadjah Mada di Alun-alun Utara Yogyakarta, Jakarta dan
Malang. Kesuksesan SSDRAF IKI Yogyakarta dalam pergelaran di beberapa kota tersebut makin
memantapkan Sri Murtono untuk meningkatkan lembaganya menjadi akademi, sehingga mulai 5
Mei 1955 dibentuklah Yayasan Akademi Seni Drama dan Film Yogyakarta untuk mengadakan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
31
Dasawarsa 1960-an banyak kelompok yang didukung kegiatan keagamaan,
seperti STK (Seni Teater Kristen) pimpinan Teguh Karya, HSBI (Himpunan Seni
Budaya Islam), dan Teater Muslim39. Selain itu, muncul grup-grup yang berafiliasi
39
pendidikan bidang drama dan film dengan sebutan Akademi Seni Drama dan Film Indonesia
(ASDRAFI) Yogyakarta dengan direkturnya juga Sri Murtono. ASDRAFI pentas drama kolosal
dengan pemain kurang lebih 500 orang, Genderang Baratayudha. Pada 1970-an ASDRAFI
mementaskan Djajaprana karya Sri Murtono sebagai usaha revitalisasi ASDRAFI yang saat itu
telah memudar prestasinya jika dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada 2006 jumlah murid di
ASDRAFI berkurang dan vakum selama lima tahun karena gempa di Yogyakarta dan adanya
persaingan dengan agensi keaktoran. ASDRAFI menjadi tempat pusat olah seni atau tempat kursus
pelatihan keterampilan seni pertunjukan. Beberapa program kegiatan di ASDRAFI adalah latihan
akting drama dan film, script writer, pantomim, tata rias karakter dan tata rias fantasi, serta tata
kostum. Tahun 2006 ASDRAFI memiliki enam murid. Jumlah murid menjadi turun karena imbas
seni instan. ASDRAFI masih berkarya melalui pertunjukan dalam berbagai event, yaitu
performance art mengisi pameran dan hari bumi. ASDRAFI sering membantu menggarap make up
untuk acara HUT kota Yogyakarta atau bekerjasama dengan Universitas Atma Jaya mengadakan
pentas teater Ariadne. Mei 2012 ASDRAFI mengadakan reuni untuk semua angkatan murid
ASDRAFI. Program lain ASDRAFI adalah sarasehan untuk umum dan dilaksanakan tiap bulan
pada minggu ketiga serta latihan rutin pantomim (Siti Nikandaru Chairina, staf pengajar
ASDRAFI. Wawancara: 4 April 2012).
Teater Muslim didirikan 25 September 1961 di Yogyakarta oleh Mohammad Diponegoro, GBPH
Prabuningrat, H.A. Basuni, A.R. Baswedan, dan Pedro Sudjono. Sejak awal Teater Muslim sudah
mempersiapkan pementasan-pementasan yang bernafaskan Islam. Pada 1961, di bawah pimpinan
Mohammad Diponegoro dan Arifin C. Noer, mementaskan Hari Masih Panjang karya Ali Audah
dengan sutradara Pedro Sudjono dan mementaskan Labbaika Ya Rabbi Labbaika karya
Mohammad Diponegoro dan disutradarai oleh A. Bastari Asnin. Tahun 1963 dalam acara festival
kesenian Islam seluruh Jawa Tengah, Teater Muslim mementaskan Telah Pergi Ia, Telah Kembali
Ia karya dan sutradara Arifin C. Noer. Tahun 1970-an Teater Muslim mengalami penurunan
kegiatan karena hanya dikelola oleh Mohammad Diponegoro. Teater Muslim bangkit kembali
setelah Pedro Sudjono kembali masuk menjadi pimpinan. Di bawah pimpinan Pedro Sudjono
Teater Muslim aktif mengisi acara Mimbar Agama di TVRI. Sampai tahun 1980-an Teater Muslim
selalu pentas di TVRI stasiun Yogyakarta dan Surabaya. Hingga tahun 1990-an Teater Muslim
tetap berdakwah lewat seni teater. Teater Muslim mengisi Festival Kesenian Yogyakarta (FKY)
pada 1994 dengan mementaskan Tak Mungkin Melaju karya dan sutradara Pedro Sudjono (Perjalan
Teater Muslim diringkas dari tulisan Nur Iswantara. 2007. Menciptakan Tradisi Teater Indonesia.
Tangerang: CS Book, hlm. 171-172). Teater Muslim yang mengembuskan nafas keislaman dalam
setiap pertunjukannya telah menyiapkan anggota-anggotanya supaya siap menjadi pendakwah.
Pedro Sudjono mensyaratkan bagi siapa saja yang mau bergabung dengan kelompok Teater
Muslim harus beragama Islam, berdomisili di Yogyakarta, mampu bermain dengan gaya realis dan
hasil karya sendiri, serta siap diajak bermain ke mana saja. Dengan demikian Teater Muslim
merupakan kelompok kesenian yang memanfaatkan teater untuk berdakwah (Persyaratan masuk ke
dalam Teater Muslim merupakan hasil wawancara Nur Iswantara dengan Pedro Sudjono pada 15
Februari 1996 dan pada saat itu Teater Muslim masih aktif berteater/Nur Iswantara. 1997. Seni
Teater Bernafaskan Keislaman. Studi Kasus Teater Muslim Yogyakarta Pimpinan H. Pedro
Sudjono. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia, hlm. 76).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
32
dengan partai politik seperti Lembaga Drama Nasional (LDN), Lembaga Seni
Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi), Lembaga Kebudayaan dan Seniman
Islam Yogyakarta (LEKSI), dan Badan Musyawarah Kebudayaan Islam (BKMI).
Pengidentifikasian kelompok teater yang berafiliasi atau tidak berafiliasi dapat dilihat
dari naskah yang dipentaskan40. Menjelang 1965 banyak pementasan dan produksi
naskah untuk kepentingan politik Lekra.
Kehadiran teater absurd menciptakan suasana berbeda bagi teater Indonesia
pada 1960-an. W.S. Rendra membawakan sebuah pertunjukan teater absurd, yaitu
teater mini kata41 setelah pulang dari Amerika pada 1967. Bersama Bengkel Teater,
Rendra mementaskan Bip-Bop42. Kata “bip-bop” sendiri tidak memiliki arti khusus
40
41
42
Tim Peneliti Kalangan Anak Zaman. 2000. Kepingan Riwayat Teater Kontemporer di Yogyakarta:
Laporan Penelitian Existing Documentation dalam Perkembangan Teater Kontemporer di
Yogyakarta 1950-1990. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 34.
“Mini kata” adalah ungkapan yang dipakai Goenawan Moehamad untuk menyebut karakter
pementasan Bip-Bop. Menurut Goenawan Bip-Bop merupakan upaya penyadaran akan keterbatasan
dunia verbal –sebuah kehendak puisi untuk menghindarkan diri dari kecerewetan kata-kata dan
sedapat mungkin langsung dapat menggambarkan situasi (Goenawan Moehamad. 1980. Seks,
Sastra, Kita. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, hlm. 105). Sementara Dami N. Toda menyebut teater
Rendra sebagai puisi, suatu teater yang mengandalkan sifat dasar puisi. Dalam pementasan ini katakata yang digunakan lebih menyerupai puisi, bukan dialog seperti drama pada umumnya. (Dami N.
Toda. 1984. Hamba-hamba Kebudayaan. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, hlm 39).
Arifin C. Noer mengungkapkan pementasan Bip-Bop merupakan teater primitif karena Arifin
melihat gerak-gerak yang dilakukan dalam Bip-Bop lebih pada gerak-gerak yang berdasarkan
naluri, non-verbal, dan penuh improvisasi, secara spontan diekspresikan di atas panggung. Dalam
pementasan ini ada unsur-unsur tari, seni musik, dan sebagainya yang ditampilkan secara sederhana
(Arifin C. Noer. 1968. “Pertunjukan Bengkel Teater Yogya”. Angkatan Bersenjata, Minggu ke-II
Mei 1968. Dalam buku Menonton Bengkel Teater Rendra, terbit tahun 2000. Yogyakarta: Kepel
Press, hlm 17). Persoalan improvisasi Rendra disampaikan Goenawan Moehamad yang
mengatakan dengan memahami kesenian Ionesco sebenarnya penonton dapat membuka diri pada
improvisasi-improvisasi Rendra. Mini kata adalah suatu usaha untuk berekspresi secara langsung
tanpa terikat pada alat-alat verbal. Seperti Ionesco, kesenian Rendra adalah kesenian ekspresi yang
bebas, jujur, spontan atau paling tidak suatu usaha ke arah itu. Oleh karenanya, bukan kebetulan
jika bentuknya adalah improvisasi (Goenawan Moehamad. 2000. “Tentang Bip-Bop: Mengapa
Teater Mini Kata”. Rendra dan Teater Modern Indonesia: Kajian Memahami Rendra melalui
Tulisan Kritikus Seni. Yogyakarta: Kepel Press, hlm. 50-51).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
33
bagi Rendra43. Teater mini kata juga muncul dalam pementasan Menunggu Godot,
terjemahan dari naskah Samuel Beckett, yang dipentaskan tahun 1969 oleh Bengkel
Teater44. Proses pementasan Menunggu Godot berpengaruh besar bagi perkembangan
aktor Bengkel Teater, termasuk Putu Wijaya. Awal 1960-an gaya lakon-lakon Putu
Wijaya bersifat konvensional. Sejak gabung dengan Bengkel dan memerankan Pozzo
dalam Godot Putu mulai menggunakan idiom-idiom teater absurd dan piawai
berimprovisasi. Keahlian ini dibawa Putu ke dalam Teater Mandiri, kelompok teater
bentukan Putu selepas dari Bengkel Teater. Karya Putu berjudul Aduh45, pemenang
sayembara penulisan lakon DKJ, menjadi semacam tolok ukur bagi para dramawan
43
44
45
Rendra menyukai bunyi “bip-bop” yang menyerupai bunyi mesin dan secara spontan muncul ketika
mengiimprovisasikan lakon itu. Gerakan-gerakan dan kata-kata dalam pentas Bip-Bop tidak
dipersiapkan dengan naskah, tetapi muncul pada saat latihan. Teater hendak dikembalikan pada
unsur-unsurnya yang khas, yakni panggung dan lingkaran tempat bermain, peran-peran, gerak,
cahaya yang menerangi permainan, benda-benda pengisi ruang, suara, dan bahasa. Teater menjadi
tontonan, bukan cerita atau pesan (Subagio Sastrowardoyo. 1968. “Unsur-unsur Tidak Sadar di
Balik Teater Rendra”. Budaja Djaja, Oktober 1968. Dalam buku Menonton Bengkel Teater
Rendra, terbit 2000. Yogyakarta: Kepel Press, hlm. 41).Bip-Bop dilakukan dengan gerak-gerak
pantomim, tari, suara, dan seminim mungkin kata-kata, tidak ada alur. Seluruhnya terjadi dari
nuansa-nuansa suasana, kejadian yang menyaran kepada suatu gambaran samar yang dapat diberi
makna oleh penontonnya (Jakob Sumardjo. 1992. Perkembangan Teater Modern dan Sastra
Drama Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hlm. 185).
Walaupun lakon Menunggu Godot ini secara struktural sangat rapi, sebenarnya bahasa verbal yang
digunakan justru untuk menghadirkan pentas yang cenderung mini kata dan hampir non-verbal,
sebab bahasa verbal digunakan untuk menunjukkan gerakan-gerakan pantomimik hampir semua
tokoh-tokohnya. Dialognya sendiri praktis tidak panjang dan terutama topiknya melompat-lompat,
tidak mempunyai cerita dan tanpa plot. Di dalam Menunggu Godot tidak ada tokoh yang bertindak
merampungkan masalah. Yang ada performance, yakni gerak-gerik para tokoh (Bakdi Soemanto.
2000. “Si Burung Merak”. Seribu Tahun Nusantara. Jakarta: Kompas, hlm. 576).
Menonton Aduh, yang pertama-tama tertangkap pada penonton adalah main-main. Mengagetkan
penonton dengan imajinasi-imajinasi pikiran yang tak terduga. Di balik pola main-main ini
mengendap tragik kehidupan yang memberikan refleksi pada sikap hidup masyarakat kita.
Sejumlah kalimat yang kedengarannya cukup bersimpati pada si sakit, tapi sesungguhnya hanyalah
sekadar basa-basi. Kalimat-kalimat otomatis, seperti alat-alat elektronik yang mengeluarkan suara,
tanpa dia sendiri menyadari maknanya. Hanya bertanya, memberi sekadar petunjuk atau nasihat,
tetapi tidak seorang pun yang turun tangan langsung, mencari bemo atau dokar dan mengantarkan
si sakit untuk memperoleh perawatan semestinya (Bakdi Soemanto, dkk. 1978. Memahami Drama
Putu Wijaya: Aduh. Jakarta: Proyek Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hlm. 59-60).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
34
dengan lakon-lakon bergaya absurd. Masuk tahun 1970 tampak gejala teater yang
menyajikan cerita non-linear seperti Bip-Bop.Dengan berangkat dari Bip-Bop Rendra,
teater modern Indonesia memasuki era teater-puisi.
Usaha-usaha pembaharuan teater modern mendapat peluang besar pada
dasawarsa 1970-an dengan didirikan TIM (Taman Ismail Marzuki) di Jakarta. TIM
menyediakan gedung-gedung berfasilitas lengkap untuk pertunjukan. Berdirinya TIM
diawali inisiatif Gubernur Jakarta, Ali Sadikin, yang mengumpulkan seniman dan
budayawan pada 9 Mei 1968. Hasil pertemuan berupa pembentukan badan formatur
yang bertugas membentuk Badan Pembina Kebudayaan, yang menjadi Dewan
Kesenian Jakarta (DKJ). Tanggal 19 Juni 1968, DKJ yangdiketuai Trisno Sumardjo,
diresmikan Gubernur Jakarta. Pada 10 November 1968 TIM resmi dibuka.
Tahun 1968-1988, teater modern Indonesia berpusat di TIM. Hingga 1970
kelompok-kelompok senior yang pentas di TIM yaitu Teater Populer 46 , Bengkel
Teater, Teater Kecil47, Studiklub Teater Bandung48. Tahun 1974 muncul grup-grup
46
47
48
Teater Populer didirikan tahun 1968 oleh Teguh Karya. Semula bernama Teater Populer Hotel
Indonesia karena Teguh Karya bekerja di Departemen Seni Budaya Hotel Indonesia. Teater
Populer tidak hanya mengandalkan pementasan yang bagus, tetapi juga menjaga manajemen
pertunjukan. Beberapa nama yang tergabung dalam Teater Populer adalah Slamet Rahardjo, N.
Riantiarno, Franky Rorimpandey, Boyke Roring, Tuti Indra Malaon, Henky Solaiman, Sylvia
Nainggolan, Rahayu Effendi, Mieke Widjaja, Dicky Zulkarnaen (N.Riantiarno/penyunting. 1993.
Teguh Karya dan Teater Populer 1968-1993. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hlm. 55, 57, 58).
Teater Kecil didirikan tahun 1968 di Jakarta. Pementasannya kebanyakan bertema sosial dan
dibawakan dengan unsur-unsur lenong, stambul, boneka (marionet), wayang kulit, wayang golek,
dan melodi pesisir (http://id.wikipedia.org/wiki/Arifin_C._Noer, diunduh: 20 Agustus 2013).
Studiklub Teater Bandung (STB) didirikan di Bandung tahun 1958 atas inisiatif Jim Lim, Suyatna
Anirun, Sutardjo A. Wiramihardja, Adrian Kahar, Tin Srikartini, Thio Tjong Gie, Soeharmono
Tjitrosuwarno. STB didirikan untuk melakukan studi teater modern yang masih belum populer di
masa itu. STB menyelenggarakan acting course yang merupakan studi praktis keaktoran dan teater.
Acting
course
pertama
dilaksanakan
pada
1962
(Silvester
Petara
Hurit.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
35
teater baru, yaitu Teater Mandiri pimpinan Putu Wijaya, Teater Saja pimpinan
Ikranagara (semula di Teater Kecil). Tahun 1975 hadir Teater Lembaga pimpinan
Wahyu Sihombing. Tahun 1978 lahir Teater Koma49 pimpinan N. Riantiarno (semula
diTeater Populer). TIM menjadi wadah pengembangan kerja teater dan memberikan
pengaruh besar bagi teater modern Indonesia.
Kelompok-kelompok teater tidak hanya berkembang di Jakarta, tetapi juga di
kota-kota lain, salah satunya di Yogyakarta. Wadah kesenian masih dibutuhkan
kelompok-kelompok teater Yogyakarta seperti wadah kesenian di Jakarta. Kelompokkelompok teater di Yogyakarta tetap mengembangkan teater kontemporer. Selain
Bengkel Teater 50 , ada ASDRAFI, Teater Muslim, dan Teater Stemka 51 yang tetap
49
50
51
http://www.kelola.or.id/database/theatre/list/&dd_id=22&p=1&alph=p_t, diunduh: 20 Agustus
2013).
Kekhasan lakon-lakon Riantiarno tampak dari tema-tema yang menjadi ide dasar cerita. Tema-tema
yang digarap sering berangkat dari masalah-masalah sosial yang sedang menjangkiti masyarakat.
Drama-dramanya sering berkisar pada masalah penindasan penguasa terhadap rakyat kecil, korupsi,
kemiskinan ekonomi, kemiskinan moral, seperti tampak dalam lakon Opera Ikan Asin, Rumah
Sakit Jiwa, Opera Kecoa, Semar Gugat, Sampek Eng Tay, Konglomerat Burisrawa, Republik
Bagong (Sumpeno. 2006. Kritik Sosial terhadap Berbagai Bentuk Penyimpangan Sosial Politik di
Indonesia dalam Lakon-lakon Nano Riantiarno: Tinjauan Semiotika dan Strukturalisme Genetik.
Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia, hlm. 1-2).
Tahun 1970-an Rendra kembali ke teater konvensional dengan drama-drama yang bercerita (Nur
Sahid. 2005. Konvensi-konvensi dalam Karya Teater dan Drama-drama Karya Rendra. Laporan
Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia, hlm. 12). Hal ini tampak dalam
Mastodon dan Burung Kondor (1973) (sempat dibatalkan karena tidak mendapat izin dari pihak
kepolisian. Pementasan ini dianggap mengganggu sebab dilaksanakan pada tengah malam,
berdurasi empat jam, dan dilakukan saat bulan puasa. Namun, akhirnya lakon ini diizinkan untuk
dipentaskan), Kisah Perjuangan Suku Naga (1975), Sekda (1977) (diundur pementasannya karena
mengangkat permasalahan sosial politik. Kemudian diperbolehkan pentas setelah Bengkel Teater
meminta klarifikasi dari pihak keamanan soal pelarangan itu), Panembahan Reso (1988).
Teater Stemka didirkan di Yogyakarta pada 1969 oleh David Hari Nugroho, A. Baroto, Agus
Sardjono. Awalnya Teater Stemka (atau Sthemka) memproduksi drama-drama pendek untuk
panggung dan TVRI Yogyakarta. Tahun1970-an Teater Stemka dipimpin Landung Simatupang dan
mementaskan drama-drama panjang (Wesman, Antok. “Pembacaan Prosa Bahasa Jawa di Bentara
Budaya Yogyakarta”. Rabu, 29 Mei 2013. http://rrijogja.co.id/headline-news/3134-pembacaanprosa-bahasa-jawa-di-bentara-budaya-yogyakarta, diunduh: 17 Agustus 2013).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
36
berproses teater, hanya saja sambutan publik masih kurang. Sri Murtono pada 1972
berusaha membangkitkan ASDRAFI karena pada 1970-an ASDRAFI menjadi satusatunya institusi pendidikan formal teaterkarena ATNI telah bubar 52 . Setelah
ASDRAFI berdiri, hadir pula sebuah lembaga pendidikan seni gabungan dari Sekolah
Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI), Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI),
Akademi Seni Musik Indonesia (ASMI), Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI), yaitu
Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dan tahun 1985 Jurusan Teater dibuka53.
Tahun 1975 lahir teater di lingkungan Universitas Gadjah Mada, yaitu Teater
Gadjah Mada54. Perintisnya adalah Suharyoso S.K., Suprapto Budi Santoso, Yuwono,
dan Landung Simatupang. Tahun 1978-1980 ada berbagai aktivitas kelompok teater,
yaitu pementasan drama, diskusi, dan penyelenggaraan festival teater untuk SMU seDIY diadakan di tempat umum dan di kampus-kampus. Tahun 1981-1982 beberapa
52
53
54
Tim Peneliti Kalangan Anak Zaman. 2000. Kepingan Riwayat Teater Kontemporer di Yogyakarta:
Laporan Penelitian Existing Documentation dalam Perkembangan Teater Kontemporer di
Yogyakarta 1950-1990. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 42.
Jurusan Teater Program Studi S-1 Seni Teater sebelumnya bernama Jurusan Teater Program Studi
S-1 Dramaturgi, berada di bawah Fakultas Kesenian ISI. Awal mula keberadaan Jurusan Teater
masih diampu sekitar lima dosen tetap, yaitu Drs. Suharjoso, S.K., Dra. Trisno Susilowati, Drs.
Chairul Anwar, Drs. Sri Murtiningsih, Dra. Yudiaryani. Tahun 1985-1993 berlaku kurikulum
Program Studi S-1 Dramaturgi. Tahun 1994-2003 berlaku kurikulum Program Studi S-1 Seni
Teater dengan minat utama pemeranan, penyutradaraan, penataan artistik. Sejak 2004 berubah
meliputi penyutradaraan, penataan artistik, penulisan naskah dan dramaturgi (Nur Iswantara. 2007.
Eksistensi Teater Akademik: Tinjauan Kritis Sistem Pendidikan Program Studi S-1 Seni Teater
Jurusan Teater Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Laporan Penelitian.
Yogyakarta: Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia, hlm. 21-22).
Gagasan pembentukan Teater Gadjah Mada datang dari Drs. Soeroso M.A. (rektor UGM saat itu)
untuk merayakan Dies Natalis UGM dengan pementasan Prabu dan Putri karya Rustandi
Kartakusuma di Gedung "Batik PPBI" Jalan Yudonegaran, pada tahun 1973. Penyutradaraan
dipegang Mochtar Probottingi. Pendukung produksi pementasan yaitu Syafri Sairin, Imran T.
Abdullah, Rafan Yusuf, Syamsul Arifin, Roestamadji Broto, Tamdaru Tjokrowerdojo, Sigit
Dwianto, Sayuti Abdullah, Sayekti, Agustin Nurhayati, Suharyoso S.K. Landung Simatupang
(Herry Mardianto. “Dinamika Perkembangan Teater Indonesia di Yogyakarta”, hlm. 5-6.
www.balaibahasa.org/file/2Dinamika_Perkembangan_Teater.pdf, diunduh: 17 Agustus 2013).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
37
kelompok yang melakukan pementasan adalah ASDRAFI, Teater Shima 55 , Teater
Alam pimpinan Azwar A.N.56, Teater Dinasti57, dan Teater Muslim. Tahun 1983 lahir
Teater Gandrik dari festival pertunjukan rakyat yang diselenggarakan Departemen
Penerangan DIY dan memperkuat teater Yogyakarta58. Teater Gandrik memainkan
naskah mereka sendiri, kebanyakan ditulis Heru Kesawamurti59.
55
56
57
58
59
Puntung C.M. Pujadi, penulis sekaligus sutradara Teater Shima, dalam mencipta naskah sering
menulis tidak langsung jadi utuh (sempurna) sebagai naskah, tetapi melalui adegan-adegan yang
dipakai sebagai bahan latihan pemeranan. Adegan yang dibuat tidak berurutan itu kemudian setelah
lengkap baru disusun menjadi naskah utuh yang siap pentas (Herry Mardianto. “Dinamika
Perkembangan
Teater
Indonesia
di
Yogyakarta”,
hlm.
9.
www.balaibahasa.org/file/2Dinamika_Perkembangan_Teater.pdf, diunduh: 17 Agustus 2013).
Azwar A.N. semula bergabung dengan Bengkel Teater. Tahun 1972 Azwar memutuskan keluar
dari Bengkel Teater dan mendirikan Teater Alam yang menghasilkan beberapa karya, yaitu Di Atas
Langit Ada Langit, Si Bakhil,dan Ketika Bumi Tak Beredar. Bersama Teater Alam Azwar juga
sempat ke Malaysia mewakili Indonesia dalam acara Kuala Lumpur Art Festival
(http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/azwar.html, diunduh: 1 Agustus 2013).
Teater Dinasti didirikan tahun 1977 oleh Fajar Suharno, Gajah Abiyoso, dan Tertib Suratmo.
Teater Dinasti banyak mementaskan lakon karya mereka sendiri dan mempopulerkan penggunaan
gamelan dalam pementasan (Tim Peneliti Kalangan Anak Zaman. 2000. Kepingan Riwayat Teater
Kontemporer di Yogyakarta: Laporan Penelitian Existing Documentation dalam Perkembangan
Teater Kontemporer di Yogyakarta 1950-1990. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 123-124).
Teater Gandrik didirikan Jujuk Prabowo, Heru Kesawa Murti, Susilo Nugroho, Saptaria
Handayaningsih. Beberapa seniman seperti Butet Kertaradjasa, Djaduk Ferianto, Whani
Darmawan, Rulyani Isfihana gabung dalam teater ini (http://id.wikipedia.org/wiki/Teater_Gandrik,
diunduh: 17 Agustus 2013). Lakon-lakon Teater Gandrik merupakan “manifestasi teateral dan
modern dari pola kritik varian rakyat kecil”, terutama rakyat kecil Jawa, dengan menggunakan
guyon parikena, menyindir secara halus yang tidak menimbulkan kemarahan yang berkuasa,
bahkan seperti mengejek diri sendiri walaupun sesungguhnya yang dibidik adalah orang lain (yang
tengah berkuasa). Model kritik guyon parikena dan semangat mengolah bentuk-bentuk teater
tradisional ke dalam bentuk pementasan teater modern menjadi hal penting sebagai orientasi estetis
lakon-lakon Teater Gandrik. Itu sebabnya oleh banyak kritikus Teater Gandrik disebut sebagai
kelompok yang mengembangkan estetika sampakan. Di mana panggung menjadi medan permainan
para aktor secara luwes, cair dan cenderung “memain-mainkan karakter” dalam lakon-lakonnya,
sehingga tak ada batasan jelas antara “aktor sebagai pemain” dengan “watak yang dimainkannya”.
Inilah pola permainan gaya sampakan, yang oleh para personil Teater Gandrik disebut sebagai
pengembangan dari pola permainan yang mereka temukan pada banyak teater tradisional di
Indonesia (http://teatergandrik.blogspot.com/p/tentang-gandrik.html, diunduh: 17 Agustus 2013).
Tim Peneliti Kalangan Anak Zaman. 2000. Kepingan Riwayat Teater Kontemporer di Yogyakarta:
Laporan Penelitian Existing Documentation dalam Perkembangan Teater Kontemporer di
Yogyakarta 1950-1990. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 124.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2.
38
Teater Garasi sebagai Teater Kontemporer di Yogyakarta
Teater kontemporer terus berkembang di Yogyakarta. Sebuah kelompok teater
kontemporer yang muncul pada awal 1990-an adalah Teater Garasi. Teater Garasi
didirikan pada 4 Desember 1993 oleh Yudi Ahmad Tajudin, Kusworo Bayu Aji, dan
Puthut Yulianto di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
(Fisipol UGM). Nama Garasi diambil dari tempat pertama yang digunakan untuk
berkumpul para anggota, yaitu garasi Fisipol UGM. Garasi tidak mengandung arti
tertentu, hanya melambangkan tempat dan situasi saat Teater Garasi lahir60. Kegiatan
Teater Garasi, atau Sanggar Garasi (sebutan pada awal berdiri) berupa apresiasi seni
dan politik (diskusi dan pertunjukan). Kegiatan tersebut menjadi wadah bertemunya
para mahasiswa yang semula cenderung jalan sendiri-sendiri mengikuti kelompok
kegiatan mereka (misal mahasiswa pecinta alam, jurnalistik, kegiatan keagamaan)61.
Kegiatan awal Sanggar Garasi adalah Apresiasi Seni dan Politik I (Desember 1993),
peringatan Hari Bumi (April 1994), Apresiasi Seni dan Politik II (Oktober 1994)62.
Sebagai wujud pengalaman dalam membuat proses pertunjukan, tahun 1995
Teater Garasi pertama kalinya memproduksi pementasan teater berjudul Wah, naskah
Putu Wijaya. Pertunjukan dilakukan di Purna Budaya dan disutradarai Yudi Ahmad
Tajudin63. Tiap tahun sekitar 50 orang bergabung dengan Teater Garasi setiap kali
60
61
62
63
“Dari Garasi Fisipol UGM Mencuat Teater Kampus Handal”. Yogya Post. Jumat, 21-28 Januari
2000. (Dokumentasi Teater Garasi).
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 4 September 2013.
“Dari Garasi Fisipol UGM Mencuat Teater Kampus Handal”. Yogya Post, Jumat, 21-28 Januari
2000 (Dokumentasi Teater Garasi).
“Teater Garasi Pentaskan Wah”. Kedaulatan Rakyat, 1995 (Dokumentasi Teater Garasi).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
39
penerimaan anggota baru dibuka. Mulanya model latihan Teater Garasi berupa
workshop, kemudian membuat pertunjukan. Tahun 1996 Teater Garasi mementaskan
Panji Koming Gulung Koming untuk mengakomodasi anggota-anggota baru Teater
Garasi dan Atau Siapa Saja (adaptasi dari Caligula karya Albert Camus) sebagai
pementasan pertama di luar kota (Yogyakarta, Solo, Surabaya, Malang, Bandung)64.
Berangkat dari dua pertunjukan pada tahun 1996, Teater Garasi semakin
mengembangkan proses berteater. Tahun 1997 Teater Garasi pentas Kapai-kapai
(karya Arifin C. Noer) dan Carousel (mengisi FKY). Konsep pemanggungan
Carousel berupa repertoar yang tidak berangkat dari naskah, melainkan aktualisasi
pengalaman aktor dalam kerangka tematis, kemudian narasi-narasi tersebut diolah
dalam idiom-idiom pertunjukan 65 . Pentas ini berangkat dari diskusi bersama,
eksplorasi, eksperimen bentuk, hingga siap sebagai repertoar 66. Teater Garasi juga
menggelar rangkaian pertunjukan bertajuk “Empat Penggal Kisah Cinta” dengan
mementaskan empat naskah terjemahan seperti Pagi Bening (karya Serafin dan
Joaqin Quintero), Sahabat Terbaik (karya James Saunders), Pernikahan Perak (karya
John Bowen), Tempat Istirahat (karya David Campton). Menurut Butet Kartaredjasa,
dalam pementasan keempat naskah realis terjemahan ini para aktor mampu
melahirkan eksplorasi gestur serta permainan dialog spontan yang terkesan unik67.
64
65
66
67
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 4 September 2013.
Aprinus Salam.“Dari Teater Total Sanggar Garasi: Carousel adalah Biografi Massa”. Kedaulatan
Rakyat, Juli 1997 (Dokumentasi Teater Garasi).
Genthong H.S.A. “Mengutuk Hantu Kekerasan, Pentas Teater Garasi UGM”. Minggu Pagi No. 17
Th. Ke-50 Juli Minggu ke-4 Juli 1997 (Dokumentasi Teater Garasi).
“Empat Penggal Kisah Cinta Sanggar Garasi: Memungut yang Kecil dan Tercecer”. Solo Pos,
Jumat, 19 Desember 1997 (Dokumentasi Teater Garasi).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
40
Tahun 1998 naskah Pernikahan Perak, Tempat Istirahat, dan Pagi Bening
dipentaskan kembali. Rangkaian pementasan bertajuk “Tiga Kisah Cinta” ini
disutradarai Yudi Ahmad Tajudin dan dipentaskan di Lembaga Indonesia Perancis
(LIP) Yogyakarta sebelum dipentaskan di Teater Utan Kayu dan auditorium The
Japan Foundation68. Pada tahun yang sama, Teater Garasi mementaskan End Game,
karya Samuel Beckett, dan disutradarai Landung Simatupang. End Game
menghadirkan imaji-imaji simbolik yang muram, tidak lepas dari pendekatan
pementasan “puisi-teater”, yakni pendekatan yang menghargai penonton untuk
bermain dengan imaji, berfantasi dengan simbol yang dihadirkan pemain lewat gerak
yang didukung bunyi, tata cahaya yang muram serta properti69.
End Game masih dipentaskan Teater Garasi hingga tahun 1999 dan dibawakan
beberapa kali di berbagai kota (Yogyakarta, Surabaya, Bandung, Jakarta). Dalam
pertunjukan ini untaian kalimat dalam dialog cenderung puitis, walau tetap dalam
bentuk drama membuat emosi penonton hanyut dalam imajinasinya, dan penyajian
lewat simbol yang begitu banyak menjadikan pertunjukan ini sebuah presentasi
tentang keberadaan manusia 70 . Mementaskan sebuah lakon berarti menafsir pula
naskah tersebut. Teater Garasi memutuskan untuk berpihak pada tafsirnya. Introduksi
efek suara perang telah membangun imaji penonton pada suatu kurun masa perang,
68
69
70
“Teater Garasi dan Tiga Kisah Cinta: Kisah Pendek Tak Membosankan”. Bernas, Kamis, 17
September 1998 (Dokumentasi Teater Garasi).
“Pentas End Game Teater Garasi: Digarap Lewat Pendekatan „Puisi-Teater‟”. Kedaulatan Rakyat,
Selasa, 15 Desember 1998 (Dokumentasi Teater Garasi).
“Pentas Ulang End Game Teater Garasi: Hidup itu Hanya Sebuah Permainan”. Bernas, Senin, 19
April 1999 (Dokumentasi Teater Garasi).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
41
bisa pada Perang Dunia II, masa Beckett hidup. Kostum dan rias pemainnya yang
asing mengesankan profil orang Eropa. Ini bisa jadi mengikuti instruksi Beckett
dalam naskah ketatnya 71 . Setting dalam End Game berupa sebuah kamar dalam
rumah tua. Dinding ruang berwarna pucat: dua jendela kaca, sebuah lukisan dipasang
terbalik. Kursi kayu beroda kecil teronggok di tengah ruangan. Di depannya berdiri
dua tong usang berselimut seprai tipis. Di ruang hampir tanpa spirit itulah Hamm
tertidur dan juga hidup. Lelaki tua lusuh itu dilayani Clov, pria lain yang mengabdi
pada Hamm sejak kecil. Clov adalah indra bagi Hamm, yang lumpuh dan buta. Clov
hidup dan bergerak berdasarkan tiupan peluit Hamm yang meminta ini dan itu. Lalu
ada Nagg dan Nell, orangtua Hamm yang “disimpan” dalam dua tong. Keduanya
kurus dan tak berdaya72. End Game menjadi representasi kondisi manusia yang saling
bergantung antara yang satu dengan yang lain, tidak berdaya, dan terasing.
Pertengahan tahun 1999 Teater Garasi menggarap lakon Sri, adaptasi naskah
Yerma karya Frederico Garcia Lorca, dan disutradarai Gunawan Maryanto. Sri
berkisah tentang sepasang suami istri, Bondan dan Sri. Pernikahan mereka telah
berusia lima tahun dan belum dikaruniai anak, sehingga hal ini membuat Bondan
menyibukkan diri. Di sisi lain, Sri tidak menyukai sikap suaminya, tetapi Sri merasa
sebagai wanita Jawa yang harus taat pada suami, sehingga beban itu disimpannya
sendiri. Sebelum menikahi Bondan, Sri pernah menjalin hubungan dengan Damar.
Setelah menikah, Damar muncul lagi dalam kehidupan Sri dan membuat Bondan
71
72
“Akhir yang Tak Berakhir Juga”. Tabloid berita mingguan Adil No. 28 Th. Ke-67, 14-20 April
1999 (Dokumentasi Teater Garasi).
“Hidup yang Muram Bersama Beckett”. Tempo, 19 April 1999 (Dokumentasi Teater Garasi).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
42
semakin mengekang Sri agar Sri tidak bertemu Damar. Karena beban yang dirasa
berat, akhirnya Sri membunuh suaminya.
Sri menawarkan kembali perbincangan tentang identitas perempuan di tengah
dunia yang terlalu berbau “lelaki”, Sri adalah perempuan yang mencoba bergulat
serta merumuskan keperempuannya dengan sikap dan caranya sendiri
73
. Sri
menggambarkan seorang wanita Jawa yang dituntut taat dalam kultur patriaki, tetapi
akhirnya harus berani menentukan sikap dan bertindak agar bebas dari kungkungan
lingkungan. Untuk mementaskan Sri Teater Garasi melakukan observasi ke daerah
Wonosari, Gunungkidul. Naskah diadaptasi dengan menampilkan tokoh-tokoh yang
tinggal di pedesaan, kental dengan nuansa kultur Jawa yang didukung dengan
tampilan tembang-tembang dolanan, kostum kain lurik, pemanggungan dengan model
sampakan yang menjadikan lakon ini lebih komunikatif 74 . Di atas panggung ada
tembang dandanggula dan asmaradana, racikan musik rebana, kendang, saron, serta
gambang yang mengiringi joget dengan koreografi yang terinspirasi dari dolalak. Ada
asap dupa yang menggiring imaji ritual masyarakat Jawa pedesaan. Motif batik gaya
pesisiran menghias tiga bentangan kain yang menjadi latar panggung75.
Teater Garasi berproses teater sejak 1993 di Fisipol UGM. Pada Agustus 1999
Teater Garasi lepas dari UGM dan pindah ke daerah Bugisan. Teater Garasi
73
74
75
“Pementasan Sri di Teater Arena TBS: Representasi dari Kegelisahan Seorang Gunawan
„Cindhil‟”. Solo Pos, Kamis, 3 Juni 1999 (Dokumentasi Teater Garasi).
“Dari Pentas Sri Teater Garasi: Cakrawala Baru bagi Perempuan”. Wawasan, Sabtu, 3 Juli 1999
(Dokumentasi Teater Garasi).
Butet Kartaredjasa.“Perlawanan Lorca dalam Baju Jawa”. Tempo, 11 Juli 1999 (Dokumentasi
Teater Garasi).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
43
memutuskan lepas dari UGM karena beberapa anggota mereka sudah lulus kuliah,
tidak ada lagi respon dari mahasiswa-mahasiswa lain di Fisipol untuk melanjutkan
kegiatan apresiasi seni, dan adanya keinginan untuk tetap melanjutkan kerja teater
bagi beberapa anggota Teater Garasi 76 . Keinginan lepas dari kampus ini untuk
memperluas kompetensi teknik dan visi estetik dari semua anggota dan untuk Garasi
sebagai satu kelompok teater. Disadari bahwa teater menuntut suatu keterlibatan total
dan rasa percaya diri yang kuat dalam mengekspresikan gagasan-gagasan serta
kegelisahan kreatif. Terlebih lagi teater modern di Indonesia selalu berada dalam
posisi yang dilematis. Teater masih harus berjuang untuk masuk dan menciptakan
historisnya sendiri, sehingga Teater Garasi melepaskan diri dari kampus77.
Selepas dari UGM, Teater Garasi mengalami masa transisi yang cukup berat
pada tahun 1999-2001. Banyak yang tetap bertahan melanjutkan berteater, tetapi juga
tidak sedikit yang memilih keluar dari Teater Garasi 78. Untuk pendanaan diperoleh
dari hasil penjualan tiket dan dari produser (tahun 1998 Teater Garasi mendapat
produser untuk pertama kali, yaitu LIP pada pementasan End Game)79. Pada masa
transisi Teater Garasi memilih format laboratorium dengan melakukan eksperimen
pertunjukan, studi, penelitian, pembelajaran
berbagai
hal
yang
melandasi
pementasan-pementasan Teater Garasi. Format laboratorium dirasa sesuai untuk
76
77
78
79
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 4 September 2013.
Alasan yang dikemukakan Yudi Ahmad Tajudin dalam “Dari Garasi Fisipol UGM Mencuat Teater
Kampus Handal”. Yogya Post, Jumat, 21-28 Januari 2000 (Dokumentasi Teater Garasi).
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 4 September 2013.
“Dari Garasi Fisipol UGM Mencuat Teater Kampus Handal”. Yogya Post, Jumat, 21-28 Januari
2000 (Dokumentasi Teater Garasi).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
44
menjadikan penciptaan teater tetap terbuka pada ruang dialog kepada masyarakat.
Dengan meminjam gagasan Jerzy Grotowski tentang the laboratory theatre, Teater
Garasi mengadopsi perihal definisi proyek atau produksi teater yang tak melulu
mengacu pada pementasan. Di dalamnya terdapat serangkaian penelitian dan kerja
ilmiah yang pada intinya mengembangkan potensi masing-masing anggota80.
Sejak awal Teater Garasi berdiri, tiap naskah bisa membuka kemungkinankemungkinan dalam penafsirannya. Ada penafsiran lebih luas yang bisa diperoleh
dari sebuah naskah. Berawal dari penafsiran inilah bentuk pertunjukan bisa disusun.
Kadang bentuk pertunjukan bisa ditemukan dalam teks, atau dicari sendiri oleh Teater
Garasi melalui diskusi dan latihan panggung. Model latihan Teater Garasi pun
mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Berangkat dari pembacaan literatur
yang berkaitan dengan teater dan pengalaman berteater sebelum para anggota masuk
dalam Teater Garasi, hingga pengembangan olahan latihan teater. Pada dasarnya halhal yang diolah dalam latihan teater sejak awal Teater Garasi berdiri selalu sama,
seperti latihan olah vokal, olah tubuh, intelektualitas, emosi, dan sebagainya. Yang
mengalami perkembangan adalah bentuk-bentuk latihannya. Perkembangan ini terjadi
karena semakin banyak buku teater yang dibaca dan bertemu dengan pelaku-pelaku
teater yang memberikan masukan dalam mengolah teater81.
Ada beberapa tahap dalam proses penciptaan pertunjukan di Teater Garasi,
yaitu observasi, improvisasi, kodifikasi, dan komposisi. Observasi dilakukan untuk
80
81
Dewi Ria Utari. “Teater Garasi: Bermula dari Kampus dan Metode Grotowski”. Koran Tempo, 8
April 2004 (Dokumentasi Teater Garasi).
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 4 September 2013.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
45
mendapat bahan/referensi agar aktor mudah melakukan improvisasi. Observasi ini
bisa berupa pengamatan atas lingkungan sekitar (orang atau suasana yang ada di
dekat aktor dan mudah dijangkau, seperti merasakan tidur dan tinggal di dalam tong
untuk pertunjukan End Game), atau melakukan pengamatan langsung di tempat lain
(misal di kota lain). Dalam improvisasi aktor mencari bentuk-bentuk akting secara
spontan pada saat latihan berdasarkan bahan yang didapat dari observasi. Setelah
menemukan berbagai bentuk, kemudian bentuk-bentuk itu dipilih atau dibakukan
menjadi semacam kerangka pertunjukan, proses ini disebut kodifikasi. Bentuk-bentuk
yang sudah dipilih kemudian dikomposisikan dalam pertunjukan82.
Pada akhir tahun 1999 Teater Garasi mementaskan Sementara Menunggu
Godot, terjemahan Verry Handayani, anggota Teater Garasi, dari karya Samuel
Beckett, (While) Waiting For Godot (atau En attendant Godot). Lakon yang biasanya
dimainkan oleh laki-laki pada kali ini dimainkan oleh para perempuan, sehingga pada
pertunjukan ini kemampuan keaktoran para pemain benar-benar diuji83.
Tahun 2000 Teater Garasi mementaskan Sketsa-sketsa Negeri Terbakar,
adaptasi dari karya Jean Genet yang berjudul Les Paravents. Pertunjukan ini digelar
di PPPG Kesenian Yogyakarta dan disutradarai Yudi Ahmad Tajudin. Naskah Les
Paravents sendiri dinilai terlalu vulgar di Perancis. Sementara menurut Yudi naskah
ini menarik karena adanya berbagai aspek kegilaan, seperti penggunaan kata-kata
kasar, bahkan kotor dan gamblang, tapi kadang puitis, yang banyak kemiripan dengan
82
83
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013.
“Pentas Tutup Tahun Teater Garasi. Perempuan-perempuan itu Menunggu Godot”. Jateng Pos,
Desember 1999 (Dokumentasi Teater Garasi).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
46
keadaan di tanah air84. Sketsa-sketsa Negeri Terbakar dipentaskan selama dua jam
dan melibatkan sekitar 22 aktor/aktris dengan casting berganti-ganti. Pertunjukan ini
mengungkap kisah perjalanan Said, ibu, dan Leila (istri Said) yang mempertemukan
mereka dengan para kapitalis, tentara kolonial, pelacur, dan orang-orang kampung.
Kisah tragis dalam pementasan ini disampaikan dengan perpaduan keindahan dan
kelucuan lewat bahasa, setting ornamen panggung, dan ikon-ikon pada kostum
pelakon dan adegan-adegan yang kadang terasa nakal, konyol, bahkan vulgar 85 .
Dilihat dari pola dialognya Les Paravents diadaptasi Teater Garasi ke dalam budaya
Indonesia, tepatnya Aceh, dan dipadu dengan budaya kolonial Belanda, meski
kostum-kostum yang dikenakan tetap bercorak Perancis86.
Repertoar Hujan, ditulis dan disutradarai Gunawan Maryanto, dipentaskan
tahun 2001 dan merupakan puisi yang belum selesai ditulis, tetapi kemudian dicoba
dibahasakan dalam olah tubuh pada teater. Repertoar Hujan, kata Gunawan
Maryanto, karena awalnya berupa puisi maka tidak akan memiliki dialog.
Pertunjukan ini berisi fragmen-fragmen yang dilakonkan tiga aktor dengan
melakukan olah tubuh, tetapi bukan pantomim atau tari 87 . Repertoar Hujan lebih
terlihat sebagai visualisasi puisi, dalam hal ini puisi divisualkan lewat gerakangerakan olah tubuh para aktor.
84
85
86
87
“Jean-Pascal Elbaz: Teater Garasi Paling Menarik Buat Saya”. Pelita, 30 Mei 2000 (Dokumentasi
Teater Garasi).
F.G. Pandhuagie. “Sketsa-sketsa Negeri Terbakar”. Gong Edisi 11 (Juni 2000), hlm. 12
(Dokumentasi Teater Garasi).
“Sebuah Parodi Kehidupan”. Bernas, Rabu, 17 Mei 2000 (Dokumentasi Teater Garasi).
“Garasi dan Repertoar Hujan: Suguhan Puisi yang Belum Jadi”. Radar Yogya. Rabu, 14 Maret
2001. (Dokumentasi Teater Garasi).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
47
Pertunjukan bertajuk “Percakapan di Ruang Kosong” yang menampilkan dua
repertoar, Komedi dan Tentang Seorang Lelaki yang Demikian Mencintai Hujan
(pengembangan dari Repertoar Hujan), digelar Teater Garasi pada September 2001 di
Yogyakarta, Teater Utan Kayu Jakarta, dan Teater Dalam Gang Tuti Indra Malaon
Jakarta. Komedi diadaptasi dari karya Samuel Beckett dan dipentaskan dalam durasi
30 menit dengan sutradara Retno Ratih Damayanti. Dalam pementasan ini eksplorasi
ruang dilakukan melalui cara para pemain dapat secara maksimal bermain dengan
hanya menggunakan kepala dan kata sebagai media berekspresi dengan tubuh –leher
ke bawah- terbungkus guci/tong. Ketiga tong itu mewakili tiga pribadi yang terlibat
dalam masalah cinta segitiga, satu pria menjalin cinta dengan dua perempuan. Di
dalam tongnya masing-masing, tiga kepala itu mengoceh tentang perasaan dan
pengalaman mereka 88 . Teks dan reaksi pemain sangat cepat dan disoroti lighting,
sehingga membuat karakter dari wajah-wajah tanpa emosi itu menjadi begitu terasa
dengan perpindahan lampu dari satu wajah ke wajah lainnya89.
Tentang Lelaki yang Demikian Mencintai Hujan berdurasi 45 menit. Lewat
repertoar ini Gunawan Maryanto mencoba mengolah kembali kenangan masa lalunya
dengan mempertaruhkan keseluruhan tubuh aktor sebagai medium sekaligus juga
pesan dari komunikasi visual yang coba dibangun dalam pertunjukannya di mana kata
sama sekali tidak hadir di sini, selain lewat beberapa lagu dolanan yang sekaligus
88
89
Dewi Ria Utari. “Percakapan Absurd Tong dan Hujan”. Koran Tempo, Senin, 24 September 2001.
(Dokumentasi Teater Garasi).
F.G. Pandhuagie. “Percakapan di Ruang Kosong”. Majalah Gong Edisi 24 Juli 2001. (Dokumentasi
Teater Garasi).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
48
menjadi teks, selebihnya hanya ada gerakan berkelahi, memukul, menendang,
melompat, mencakar yang begitu enerjik dan kompak dari tiga aktor90.
Tahun 2002-2004 Teater Garasi menggarap Waktu Batu. Dalam pementasan
Waktu Batu yang pertama kali digelar tahun 2002, muncul respon penonton yang
belum memahami kisah pementasan ini. Lakon Waktu Batu: Kisah-kisah yang
Bertemu di Ruang Tunggu sempat direspon sebagai teater modern yang abstrak,
ceritanya meloncat-loncat 91 . Pementasan Waktu Batu ini menggunakan cerita
mitologi Jawa tentang Watugunung yang berkaitan dengan sistem kalender Jawa,
Sudamala yang menjadi peluntur bencana, serta Murwakala dalam tradisi ruwatan
penolak bala. Pementasan ini menampilkan gerak-gerak akrobatik, pesan-pesan
visual, dan pengucapan teks secara puitis. Selain itu, kisah ini ditampilkan dalam
semangat perlawanan terhadap cara tutur linier. Teater Garasi menyuguhkan
fragmen-fragmen adegan yang simbolis dan sarat metafor92.
Tahun 2003 Waktu Batu kembali dipentaskan dengan judul Waktu Batu: Ritus
Seratus Kecemasan dan Wajah Siapa yang Terbelah. Pementasan ini memaparkan
mitologi Watugunung, Murwakala, Sudamala, dan disisipi sejarah Kerajaan
Majapahit periode akhir. Mitologi Watugunung 93 masih menjadi tema Waktu Batu
90
91
92
93
F.G. Pandhuagie. “Percakapan di Ruang Kosong”. Majalah Gong Edisi 24 Juli 2001. (Dokumentasi
Teater Garasi).
Komentar penonton yang ditulis dalam “Pentas Teater Garasi Lakon Waktu Batu: Membaca Isyarat
Mitos, Teks, dan Batu”. Kedaulatan Rakyat. Kamis, 4 Juli 2002. (Dokumentasi Teater Garasi).
Dewi Ria Utari. “Teater Garasi: Waktu Batu, Sebuah Laboratorium Lakon”. Koran Tempo, 7 April
2004 (Dokumentasi Teater Garasi).
Mitologi Watugunung merupakan dasar konsepsi waktu dari masyarakat tradisional, berakar sejak
zaman Majapahit. Pewarisan konsepsi waktu seperti ini dalam beberapa hal masih bisa dilihat pada
sebagian masyarakat Jawa dan Bali, bahkan hingga masa kini. Di Bali sampai kini terkenal sistem
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
49
yang pentas tahun 2004, dengan judul Waktu Batu: Deus Ex Machina dan Perasaanperasaanku Padamu. Gagasan tentang proyek teater Waktu Batu muncul sejak 2001,
kemudian Teater Garasi mengadakan riset yang mengutamakan keaktoran dan
penulisan. Hasil kerja proyek ini bukan hanya pementasan, tapi juga diskusi,
lokakarya, dan penerbitan teks. Seluruh kegiatan melibatkan riset meliputi literatur
dan penelitian ke situs purbakala di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur 94.
Tahun 2005 Teater Garasi sebagai peserta In-Transit Festival mengusung Waktu
Batu: Deus Ex Machina dan Perasaan-perasaanku Padamu ke Berlin. Pada tahun
yang sama Repertoar Hujan dipentaskan di Tokyo. Tahun 2006 Waktu Batu: Deus Ex
Machina dan Perasaan-perasaanku Padamu pentas di Tokyo.
Selain pementasan-pementasan yang telah disebut di atas, Teater Garasi
mempunyai program berkaitan dengan pelatihan keaktoran. Tahun 2006 Teater
Garasi membuat program Actor Studio, yaitu program keaktoran yang terbuka bagi
aktor pemula atau umum dan sebagai sarana belajar teater95. Program ini bertujuan
meningkatkan kapasitas artistik dan sensibilitas sosial politik aktor-aktor teater.
Disiplin pengetahuan dan teknik keaktoran yang ditawarkan bisa menjadi modal bagi
peserta Actor Studio untuk mengolah keaktoran mereka ketika mereka kembali ke
kelompok atau komunitas masing-masing. Dalam waktu enam bulan peserta
94
95
penanggalan, taruhlah untuk keperluan pranata mangsa (patokan pertanian) serta pawukon
(patokan upacara). Hal serupa terjadi di Jawa. Yang disebut wuku atau pawukon adalah dasar-dasar
penghitungan, termasuk untuk membaca kecenderungan nasib dan keberuntungan manusia.
(“Teater Garasi: „Gue‟ Banget”. Kompas. Minggu, 3 Oktober 2004. Dokumentasi Teater Garasi).
Dewi Ria Utari. “Teater Garasi: Waktu Batu, Sebuah Laboratorium Lakon”. Koran Tempo, 7 April
2004 (Dokumentasi Teater Garasi).
www.teatergarasi.org, diunduh: 6 Mei 2009.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
50
mendalami keaktoran melalui serangkaian latihan dasar, workshop, dan kelas teori
bersama fasilitator yang kompeten di bidangnya 96. Ada beberapa pementasan sebagai
hasil belajar dari program Actor Studio, yaitu Domba-domba Revolusi karya B.
Sularto dan Malam Jahanam karya Motinggo Busje, keduanya dipentaskan tahun
2007 di LIP Yogyakarta. Tuk, karya Bambang Widoyo Sp., dipentaskan tahun 2008
di Amphitheatre Taman Budaya Yogyakarta. Bocah Bajang, dipentaskan tahun 2009
di LIP. Kunang-kunang dipentaskan tahun 2013 di Studio Teater Garasi97.
Solo Project menjadi program Teater Garasi di tahun 2007. Solo Project adalah
sejumlah pertunjukan dan proyek teater yang digagas, diinisiasi dan diwujudkan oleh
aktor-aktor (bukan sutradara) Teater Garasi. Gagasan proyek ini muncul pada tahun
2005
dengan
alasan
perlunya
aktor
membangun
kemandirian,
melepas
ketergantungan yang terlalu besar pada kelompok dan sutradara, dan mengambil
pengetahuan dari pengalaman untuk membangun pertunjukan si aktor98. Solo Project
menampilkan delapan pementasan yang terdiri atas Monolog Sungai yang bertema
persoalan aborsi dan cerita-cerita di balik sebuah keputusan untuk melakukan aborsi,
pertunjukan ini dibawakan Erythrina Baskoro. Bunga Lantana, adaptasi dari novel
Simfoni Pastoral karya Andre Gide, yang dipentaskan Verry Handayani. Ophelia dan
Rahasia Kolam Kematian oleh Citra Pratiwi, dan pentas ini merupakan monolog yang
menghadirkan lima tokoh berbeda, yaitu Narator, Gertrude, Claudius, Hamlet, dan
96
97
98
http://gudeg.net/id/news/2007/06/3274/Minim-Aktor-Muda-Teater-Garasi-Buka-Program-ActorStudio-2007.html, diunduh: 18 April 2013.
Wawancara dengan Gunawan Maryanto pada 12 Juli 2013.
Katalog Seri Solo 9 Aktor.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
51
Ophelia. Kisah Kebon Binatang dimainkan Theodorus Christanto dan Kusen Alipah
Hadi. Laki-laki itu Mengaku sebagai Jamal, dibawakan Jamaluddin Latif, mengambil
tema ruang identitas bisa berganti dengan mudah karena penampilan, yaitu ruang
ganti di pertokoan99. Hati yang Meracau dipentaskan Bahrul Ulum. Shakuntala yang
mengambil pijakan teks dari tokoh Shakuntala dalam novel Saman dan Larung karya
Ayu Utami, dipentaskan Naomi Srikandi. Kisah Erendira dan Angin Petakanya
dibawakan Sri Qadariatin. Di samping delapan pementasan, ada satu aktris, Hindra
Setya Rini, yang mengelola workshop story telling untuk murid SMA.
Je.ja.l.an, karya dan disutradarai Yudi Ahmad Tajudin, dipentaskan pada tahun
2008. Je.ja.l.an merupakan gabungan seni pertunjukan teater tari dan teater imaji
yang bercerita mengenai kontradiksi dan kontestasi yang bertemu di jalan, seperti
antara modern dan tradisional, kosmopolitan melawan kampungan, yang elit dengan
yang sulit, yang berkuasa dengan yang terpinggirkan. Pertemuan dua hal berlawanan
tak selamanya membawa pertentangan, tetapi bisa bersanding atau melebur. Jalan
merupakan bagian yang tak bisa dipisahkan dari pergerakan modernitas. Jalan
menjadi representasi kenyataan sosial, politik, ekonomi, budaya. Teater Garasi
berupaya menangkap gejala ini dan memotret sikap warga di jalan dalam menyikapi
modernitas serta globalisasi: berupa penerimaan, penolakan, penyesuaian100.
99
100
“Monolog „Lelaki itu Mengaku sebagai Jamal‟”. Kedaulatan Rakyat, 3 Mei 2007 (Dokumentasi
Teater Garasi).
“Pertentangan dan Persaingan Sepanjang Jalan”. Gatra, 22-28 Mei 2008 No. 28 Th. XIV
(Dokumentasi Teater Garasi).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
52
Dua pementasan ulang yang digelar tahun 2008 adalah Ophelia dan Shakuntala,
keduanya pernah dibawakan dalam Solo Project. Proses teater berlanjut dengan
monolog dari Verry Handayani, yang berjudul Sum, Cerita dari Rantau, sebuah kisah
yang diperoleh dari riset tentang seorang tenaga kerja wanita asal Indramayu.
Monolog ini menceritakan Sum, tenaga kerja wanita yang bekerja di Saudi, tetapi
bernasib malang. Awal tahun 2009 Sum, Cerita dari Rantau dipentaskan lagi. Verry
lebih senang mementaskan naskah sambil berinteraksi dengan penonton. Sesekali
Verry bertanya atau sekadar mengomentari sikap penonton. Interaksi dengan
penonton membuat penonton mudah memahami persoalan dalam monolog ini101.
Proses teater berikutnya adalah Bocah Bajang, sebuah presentasi dari program
Actor Studio yang dipentaskan di LIP Yogyakarta pada 22-23 Oktober 2009. Bocah
Bajang merupakan respon atas fenomena Ponari di Jombang, sekaligus menampilkan
proses penciptaan pertunjukan dalam perkenalan para aktor di awal pementasan.
Berawal dari informasi yang diperoleh dari pemberitaan tentang Ponari di media
massa, program Actor Studio menggali lebih dalam fenomena Ponari, tidak hanya
dengan mengamati pemberitaan mengenai Ponari di media massa, tetapi juga
mengadakan observasi (sebagai bagian dari proses penciptaan) ke Jombang, daerah
tempat tinggal Ponari. Dengan berbekal hasil observasi di Jombang, Actor Studio
merepresentasikan fenomena Ponari dalam pertunjukan Bocah Bajang.
101
Herpin Dewanto. “Kisah Pahlawan Devisa”. Kompas, Kamis, 15 Oktober 2009.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
53
Fenomena Ponari mendapat porsi yang cukup besar dalam pemberitaan media
massa selama Februari hingga Mei 2009 karena pengobatan ini melibatkan seorang
bocah berumur sembilan tahun sebagai pelaku pengobatan, menggunakan “batu
ajaib” sebagai medium pengobatannya, dan membuat puluhan ribu orang memburu
kesembuhan instan dari “batu ajaib” Ponari. Sementara Bocah Bajang merupakan
pementasan yang menghadirkan hasil observasi Actor Studio di Jombang. Para
peserta Actor Studio mengamati semua yang dilakukan orang-orang di rumah Ponari
dan di lingkungan tempat tinggal Ponari, sehingga bisa menampilkan tokoh-tokoh
dengan karakter yang mirip dengan orang-orang yang ada di lokasi praktik Ponari.
Dialog yang digunakan juga hampir sama dengan yang diucapkan orang-orang yang
ditemui di Jombang. Setting berupa penggambaran situasi rumah Ponari dan
lingkungan sekitarnya. Beberapa barang seperti ember berisi air, botol-botol air
minum, dan batu dipakai untuk merepresentasikan fenomena Ponari di Jombang.
Semua yang ditemukan di Jombang selama observasi dihadirkan kembali dalam
Bocah Bajang, sehingga pementasan ini bisa mengembalikan ingatan para penonton
sekaligus memberikan gambaran tentang fenomena Ponari.
3.
Kesimpulan
Teater kontemporer Indonesia merujuk pada perkembangan proses berteater,
baik perkembangan dari segi artistik pemanggungan oleh modernisasi teknologi,
perkembangan jumlah naskah dan cerita yang diangkat dalam naskah, pertambahan
jumlah kelompok teater dan karakter kelompok teater, perkembangan model
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
54
pelatihan teater, serta tujuan dari proses pertunjukan teater itu sendiri. Sebagai sebuah
kelompok teater kontemporer di Yogyakarta, Teater Garasi berusaha membuka
wadah berkesenian yang diwujudkan dalam kerja-kerja teater, seperti melakukan
eksperimen pertunjukan, studi, serangkaian penelitian dan kerja ilmiah, serta
pembelajaran berbagai hal yang melandasi pementasan-pementasan Teater Garasi.
Dalam berkesenian, khususnya dalam pertunjukan-pertunjukan, Teater Garasi
menawarkan beragam cara untuk berteater melalui metode penciptaan pertunjukan
hingga penghadiran bentuk visual di atas panggung (dengan penekanan olah tubuh
dalam variasi gerakan, olah teks, instalasi, dan media digital). Bentuk visual ini
digarap untuk menghadirkan peristiwa dramatik dalam panggung. Persoalan aktual
maupun peristiwa sosial yang bisa dilihat dari sudut pandang baru yang disertai riset
mendalam juga menjadi hal yang mendasari penciptaan pertunjukan bagi Teater
Garasi. Dalam perkembangan teater kontemporer Indonesia, Teater Garasi
menegaskan keberadaan mereka dengan menampilkan ciri tersendiri sebagai
kelompok teater yang tidak hanya melakukan eksperimen dalam pertunjukan, tetapi
juga membuka jalan untuk beragam kerja teater lainnya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
55
BAB III
MEMBACA JEJAK FENOMENA PONARI DALAM MEDIA MASSA DAN
OBSERVASI ACTOR STUDIO TEATER GARASI
Dalam bab III dibahas bagaimana media massa menarasikan fenomena Ponari
dalam pemberitaan dan menganalisis respon Actor Studio atas narasi fenomena
Ponari yang dihadirkan media massa. Kisah dramatis fenomena Ponari dalam media
massa dianalisis dengan konsep narasi dan analisis decoding dipakai untuk melihat
tanggapan Actor Studio, melalui hasil wawancara dengan Actor Studio, atas narasi
fenomena Ponari di media massa. Dalam bab III data diperoleh dari surat-surat kabar,
rekaman-rekaman berita dari internet, wawancara, serta sumber literatur lainnya.
1.
Dramatisasi Fenomena Ponari dalam Media Massa
Kisah Ponari dan “batu ajaib”-nya sempat menarik perhatian masyarakat
Indonesia, terutama ketika “batu ajaib” itu mampu membuat puluhan ribu orang
datang berduyun-duyun untuk berobat pada Ponari. Ponari sendiri awalnya hanya
seorang anak kecil yang masih duduk di bangku kelas III SD dan tidak mempunyai
kemampuan mengobati. Suatu hari Ponari menemukan “batu ajaib” dan
menggunakan batu itu untuk mengobati orang, sehingga Ponari mulai dikenal orangorang di sekitarnya sebagai bocah yang bisa mengobati. Kemampuan mengobati yang
dimiliki Ponari mulai menarik perhatian lebih banyak orang setelah pemberitaan
media massa menjadikan Ponari sebagai “dukun cilik” yang lebih dikenal masyarakat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
56
luas pada tahun 2009. Ada narasi dramatis yang disuguhkan media massa mengenai
Ponari dan “batu ajaib”-nya. Narasi tersebut kebanyakan mengangkat soal awal mula
Ponari menemukan batu dan perjalanan pengobatan yang dikerjakan Ponari selama
menjadi “dukun cilik”, kedatangan puluhan ribu orang, banyaknya reaksi dari
berbagai pihak mengenai praktik Ponari, hingga perubahan hidup Ponari dari seorang
bocah biasa menjadi “dukun cilik” yang terkenal.
Perjalanan panjang pengobatan Ponari yang ditulis dalam bab ini berdasarkan
narasi yang dihadirkan media massa, cetak maupun elektronik. Media cetak yang
digunakan sebagai sumber adalah Kompas, Kedaulatan Rakyat, dan Jawa Pos. Media
elektronik yang dipakai yaitu berita-berita dari SCTV, Metro TV, RCTI, ANTV, TV
One, dan Trans TV. Ponari ramai dibicarakan dalam media massa pada bulan
Februari-Maret 2009 dan mulai surut pada Mei 2009. Berita-berita media massa
membuat Ponari menjadi perhatian masyarakat, terutama masyarakat yang
memerlukan pengobatan dan membuat mereka datang pada Ponari, serta menarik
perhatian pihak-pihak tertentu untuk menunjukkan sikap setuju atau tidak setuju pada
praktik Ponari.
Media massa menampilkan beragam gambaran tentang “dukun cilik” Ponari.
Karena sifat dan pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa,
maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksikan berbagai realitas
yang akan dipublikasikan kepada masyarakat. Pembuatan berita di media massa pada
dasarnya adalah penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita atau
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
57
wacana yang bermakna102. Media massa memiliki ideologi, pengetahuan, dan acuanacuan tertentu sehingga berita yang disampaikan memberikan makna yang berbeda
antara media massa yang satu dengan media massa lainnya. Institusi media
menyelenggarakan produksi, reproduksi, dan distribusi pengetahuan dalam pengertian
serangkaian simbol yang mengandung acuan bermakna tentang pengalaman dalam
kehidupan sosial103. Segala macam pemberitaan tentang Ponari yang dilakukan media
massa menimbulkan berbagai pemaknaan yang berbeda-beda.
Setiap media massa memiliki cara masing-masing untuk menarasikan Ponari
dan praktik pengobatannya. Media di sini dipandang sebagai instrumen ideologi,
melalui cara yang mana satu kelompok menyebarkan pengaruh dan dominasinya
kepada kelompok lain. Media di sini tidak dipandang sebagai wilayah yang netral di
mana berbagai kepentingan dan pemaknaan dari berbagai kelompok ditampung.
Media justru bisa menjadi subjek, di mana ia mengkonstruksi realitas atas penafsiran
dan definisinya sendiri untuk disebarkan kepada khalayak104.
Dalam pemberitaan media massa ada alur serangkaian peristiwa yang
dihadirkan media dan membuat orang tertarik untuk mengikuti pemberitaan tentang
Ponari. Dengan menggunakan konsep hermeneutik (dengan tahap enigma, delay, dan
resolusi) dari Roland Barthes sebagai aspek penting dalam bernarasi, maka pada
pemberitaan Ponari dapat diketahui ada banyak pelaku, jalan cerita, dan peristiwa
102
103
104
Ibnu Hamad. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical
Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik. Jakarta: Granit, hlm. 11.
Denis McQuail. 1987. Teori Komunikasi Massa. Terj. Agus Dharma & Aminuddin Ram. Jakarta:
Penerbit Erlangga, hlm. 51.
Eriyanto. 2011. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS, hlm. 58.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
58
yang membuat orang penasaran dan mencari tahu bagaimana peristiwa-peristiwa
terjadi, mulai dari awal hingga akhir perjalanan si “dukun cilik”. Narasi yang
ditampilkan media massa merupakan cara media massa bercerita tentang Ponari.
Narasi menjadikan pembaca/penonton berita terus membaca/menonton berita dengan
menghadirkan jalan cerita yang masuk akal bagi konsumen berita. Berikut analisis
narasi fenomena Ponari dalam pemberitaan media massa.
a.
“Batu Ajaib” Mengubah Seorang Bocah Biasa menjadi “Dukun Cilik”
Dalam narasi yang dihadirkan media massa seluruh peristiwa dan cerita yang
muncul dalam pemberitaan media massa berpusat pada keberadaan “dukun cilik”
Ponari. Ponari yang awalnya hanyalah seorang bocah biasa, berubah menjadi orang
yang mampu menggerakkan puluhan ribu orang datang kepadanya dengan tujuan:
mendapat kesembuhan dari “batu ajaib” kepunyaan Ponari. Kehidupan Ponari mulai
berubah setelah dia menemukan “batu ajaib”. Penemuan “batu ajaib” menjadi awal
seluruh perjalanan Ponari, sebagai bocah biasa hingga menjadi “dukun cilik” yang
terkenal. Pada awal berita-berita Ponari ada teka-teki (enigma) yang muncul
mengenai siapa Ponari, bagaimana Ponari menemukan “batu ajaib”, dan bagaimana
Ponari, yang semula seorang bocah biasa, kemudian berubah menjadi “dukun cilik”.
Pada bagian ini media massa menceritakan bagaimana Ponari menemukan “batu
ajaib” dan mulai menjadi “dukun cilik”. Dengan menampilkan bagian awal dari
perjalanan Ponari, maka narasi yang dibangun media massa menjadi menarik
perhatian pembaca/penonton untuk tetap mengikuti berita fenomena Ponari.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
59
Ponari, bocah kelahiran Jombang, 6 Juli 1999 105 , anak pasangan KamsenMukaromah, konon bisa mengobati segala macam penyakit dengan medium sebuah
batu. Batu berwarna cokelat yang digunakan untuk mengobati itu ditemukan Ponari
pada 17 Februari 2009106. Saat Ponari hujan-hujan, tiba-tiba muncul petir dan sebuah
batu mengenai kepalanya. Batu itu kemudian dibawa pulang oleh Ponari107. Setelah
memperoleh batu itu, Ponari menggunakannya sebagai jimat yang bermanfaat bagi
banyak orang sesuai petunjuk dari kakek buyutnya108.
105
106
107
108
Kompas, Kamis 5 Februari 2009. “Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman
Kaliyuga”.
“Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku Permanen” (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari
2009). Berbeda dengan yang disampaikan dalam “‟Dukun Cilik‟ Hebohkan Jombang: 4 Tewas,
Tempat Praktik Ditutup” (Kedaulatan Rakyat, Rabu, 11 Februari 2009), yaitu tiga minggu sebelum
berita dimuat, kira-kira minggu kedua/ketiga Januari dan berita “Pengobatan Tradisional:
Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga” (Kompas, Kamis, 5 Februari 2009) yang menuliskan
penemuan batu pada tanggal 12 Desember 2008. Awal Januari disebutkan sebagai waktu penemuan
batu dalam berita “Ribuan Warga Berobat ke Dukun Cilik” (Kabar Petang, TV One, diunggah
pada 10 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=vQ-FG2ufOQ0&feature=related,
diunduh: 16 Maret 2012). Batu Ponari dapat dilihat pada foto 10 (lihat lampiran).
Kisah penemuan batu tersebut berdasarkan kisah yang dipaparkan dalam “4 Tewas, Tempat Praktik
Ditutup: ‟Dukun Cilik‟ Hebohkan Jombang” (Kedaulatan Rakyat, Rabu, 11 Februari 2009). Kisah
awal mula penemuan batu itu serupa dengan yang diinformasikan dalam “Heboh Ponari Dukun
Cilik dari Jombang” (Sigi 30 Menit, SCTV, disiarkan 18 Februari 2009.
http://www.youtube.com/watch?v=M_AUuG7M2Gk, diunduh: 16 Maret 2012), “Ponari, Dukun
Cilik dengan Ribuan Pasien” (Topik Siang, ANTV, diunggah 8 Februari 2009.
http://www.youtube.com/watch?v=_n5RITiLyfo, diunduh: 16 Maret 2012), dan “Ribuan Warga
Berobat ke Dukun Cilik” (Kabar Petang, TV One, diunggah pada 10 Februari 2009.
http://www.youtube.com/watch?v=vQ-FG2ufOQ0&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012).
Dalam berita “Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga” (Kompas,
Kamis, 5 Februari 2009) diceritakan batu tersebut didapatkan Ponari bertepatan dengan lewatnya
petir di atas kepala Ponari. Ada pula berita yang mengungkapkan batu berwarna cokelat itu
ditemukan Ponari saat disambar petir ketika bermain di bawah hujan lebat (“Praktik Dukun Cilik
Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku Permanen”, Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009). Berita “Dukun
Ndeso Jadi Tamu Wong Katrok” (Jawa Pos, Kamis, 5 Maret 2009) menyebutkan batu didapat saat
Ponari bermain yoyo, dan batu ada di depannya, kemudian dijadikan mainan.
Batu itu digunakan sebagai medium pengobatan setelah Ponari mendapat petunjuk dari kakek
buyutnya. Hal ini disebutkan dalam berita “Heboh Ponari Dukun Cilik dari Jombang” (Sigi 30
Menit, SCTV, disiarkan 18 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=M_AUuG7M2Gk,
diunduh: 16 Maret 2012). Dalam berita ini ayah Ponari memberikan keterangan bahwa kakek buyut
Ponari menyuruh Ponari menyimpan batu itu dan menggunakannya untuk menolong orang sakit,
tapi tidak disebutkan melalui cara apa kakek buyut itu memberi petunjuk pada Ponari.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
60
“Pasien” pertama Ponari adalah tetangganya dan konon langsung sembuh109.
Praktik pengobatan yang dikerjakan Ponari pun cukup mudah, yaitu batu cukup
dicelupkan dalam air atau digosok-gosokkan pada bagian tubuh yang terasa sakit110
atau batu dimasukkan ke dalam segelas air putih, kemudian airnya diminumkan ke
orang yang sakit 111 . Ponari pertama kali praktik mengobati orang banyak pada
tanggal 19 Januari 2009 112 dan di tanggal itulah awal Ponari tidak pernah masuk
sekolah lagi. Dengan menjadi “dukun cilik”, Ponari yang semula bersekolah akhirnya
harus meninggalkan bangku sekolah agar bisa mengobati puluhan ribu pasiennya.
Pasien Ponari datang dari berbagai daerah dan bisa mengantri hingga berhari-hari
demi mendapat kesembuhan dari “batu ajaib”. Dengan kedatangan puluhan ribu
pasien inilah praktik pengobatan yang dikerjakan Ponari semakin menarik perhatian
lebih banyak orang dan menimbulkan reaksi yang beragam dari berbagai pihak.
109
110
111
112
“4 Tewas, Tempat Praktik Ditutup: ‟Dukun Cilik‟ Hebohkan Jombang” (Kedaulatan Rakyat, Rabu,
11 Februari 2009). Dalam “Ponari, Dukun Cilik dengan Ribuan Pasien” (Topik Siang, ANTV,
diunggah 8 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=_n5RITiLyfo, diunduh: 16 Maret
2012) disebutkan orang yang disembuhkan pertama kali adalah anak tetangga Ponari. Sedangkan
berita “Heboh Ponari Dukun Cilik dari Jombang” (Sigi 30 Menit, SCTV, disiarkan 18 Februari
2009.http://www.youtube.com/watch?v=M_AUuG7M2Gk, diunduh: 16 Maret 2012) dan “Dukun
Cilik”
(Liputan
6,
SCTV,
disiarkan
5
Februari
2009.
http://www.youtube.com/watch?v=8pNEgfsRP1k&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012)
menyebutkan orang yang disembuhkan Ponari pertama kali adalah adik temannya yang sakit panas.
“Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga” (Kompas, Kamis, 5 Februari
2009).
“Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku Permanen” (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari
2009). Pengobatan pasien dengan cara mencelupkan batu ke dalam gelas air minum serupa dengan
yang disebut dalam “Ponari, Dukun Cilik dengan Ribuan Pasien” (Topik Siang, ANTV, diunggah 8
Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=_n5RITiLyfo, diunduh: 16 Maret 2012) dan
“Ribuan Warga Berobat ke Dukun Cilik” (Kabar Petang, TV One, diunggah: 10 Februari 2009.
http://www.youtube.com/watch?v=vQ-FG2ufOQ0&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012).
“Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku Permanen” (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari
2009). Cara praktik Ponari dapat dilihat dalam foto 11 (lihat lampiran).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
b.
61
“Dukun Cilik” Ponari Kebanjiran Puluhan Ribu Pasien
Enigma/teka-teki masih muncul ketika para pasien mendatangi praktik Ponari.
Di sini pembaca/penonton berita dibuat bertanya-tanya apakah Ponari memang
mampu menyembuhkan dan mengapa banyak orang datang berobat pada Ponari.
Dengan menampilkan cerita kedatangan puluhan ribu pasien di lokasi praktik Ponari
beserta kesaksian para pasien yang berobat, pembaca/penonton berita dibuat semakin
penasaran tentang kemampuan si “dukun cilik”.
Praktik pengobatan yang dikerjakan Ponari pada mulanya hanya diketahui oleh
orang-orang di sekitar lingkungan Ponari. Namun, lama-kelamaan praktik pengobatan
ini mampu mengundang puluhan ribu orang ke lokasi praktik Ponari di Dusun
Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, Jawa
Timur. Setiap hari hampir 50.000 nomor antrian dikeluarkan pihak panitia. Dalam
sehari Ponari hanya bisa mengobati 10.000 orang mulai pukul 07.00 hingga pukul
16.00113. Praktik Ponari buka setiap hari kecuali hari Jumat dan praktik ini melibatkan
hampir 300 orang warga Desa Balongsari. Sejak kemampuan Ponari terdengar ke
berbagai daerah, Desa Balongsari dipenuhi banyak pengunjung. Jalan-jalan menjadi
macet, gang-gang kampung berubah menjadi lahan parkir. Rumah-rumah penduduk
dipenuhi para calon pasien114.
113
114
“4 Tewas, Tempat Praktik Ditutup: ‟Dukun Cilik‟ Hebohkan Jombang” (Kedaulatan Rakyat, Rabu,
11 Februari 2009). Para pasien Ponari dapat dilihat dalam foto 9 dan foto 16 (lihat lampiran).
“Kontroversi Pengobatan Ala Ponari”. Barometer, SCTV, disiarkan 26 Februari 2009.
http://www.youtube.com/watch?v=yHGEGvASmcc, diunduh: 16 Maret 2012. Situasi desa Ponari
dapat dilihat dalam foto 5 dan foto 7 (lihat lampiran).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
62
Puluhan ribu pasien yang datang pada Ponari sering menjadi sorotan utama
dalam pemberitaan media massa. Puluhan ribu pasien dari berbagai daerah dalam
hitungan beberapa minggu telah memadati tempat praktik Ponari. Para pasien ingin
Ponari menyembuhkan penyakit mereka, mulai dari penyakit ringan hingga penyakit
berat, dan penyakit yang baru sebentar diderita hingga penyakit yang sudah diderita
bertahun-tahun. Selama berobat pada Ponari, para pasien wajib mengantri dan
menunggu giliran. Setelah berobat pada Ponari, banyak pasien yang mengaku
sembuh, tetapi ada juga yang mengaku tidak mengalami kesembuhan. Pasien Ponari
kebanyakan berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Berita berjudul “Banyak Sembuh, Tidak Sedikit Kecewa” 115 memberikan
gambaran ada pasien yang mengaku sembuh dan pasien yang mengaku tidak ada
perubahan setelah berobat pada Ponari. Dalam berita ini disebutkan seorang pasien
bernama Haji Nawawi mengaku sembuh setelah tiga tahun menderita sakit linu
tulang. Haji Nawawi sudah berobat ke dokter, tetapi tidak mengalami perubahan.
Akhirnya Haji Nawawi memutuskan berobat pada Ponari dan penyakitnya langsung
hilang. Berbeda dengan pengakuan Khomsatun, warga Jombang, yang mengalami
ngilu persendian. Meskipun mengaku percaya Ponari memiliki kelebihan, Khomsatun
tetap tidak sembuh setelah meminum air Ponari 116 . Berita ini menampilkan hasil
115
116
Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009.
Dalam berita “Banyak Sembuh, Tidak Sedikit Kecewa” (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009)
disebutkan juga beberapa pasien lain yang sembuh dan tidak sembuh. Pasien yang mengaku
sembuh yaitu Sumardi (58) yang sakit stroke dan Musali (60) yang mengalami lumpuh total. Pasien
tidak sembuh adalah Ismail Marzuki (55) yang menderita batuk menahun dan asam urat, serta dua
orang yang mengalami gangguan jiwa, Luluk Jamilah (30) dan Sutomo (28). Ada pula beberapa
pasien yang mengaku sembuh dan sempat diteliti dokter. Para pasien itu adalah Achmad Fatoni
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
63
berobat pada Ponari melalui kesaksian dari dua pasien yang mengalami hasil berbeda.
Pasien pertama mengalami kesembuhan, sedangkan pasien yang kedua tidak sembuh
sama sekali. Dalam berita ini pasien tidak menanyakan bagaimana air Ponari bisa
menyembuhkan mereka. Para pasien hanya berbekal rasa percaya saja bahwa air
celupan batu itu bisa menyembuhkan mereka.
Sama halnya dengan yang dialami Haji Nawawi, asal Jombang. Nawawi mengaku
sembuh dari penyakit linu tulang yang sudah tiga tahun dideritanya. Selama tiga tahun
itu, Nawawi sudah keluar masuk ruang dokter dan rumah sakit. Termasuk menjalani
rontgen lima kali. Oleh dokter, Nawawi didiagnosis menderita penyakit pengeroposan
tulang (osteoporosis). Namun, dari berbagai obat yang ditelannya, tetap saja tidak
membuat Nawawi sembuh. Setelah mengonsumsi air yang dicelupi batu Ponari, dia
mengaku penyakitnya langsung hilang. “Saya bisa main tenis sampai dua set. Sakit itu
tidak pernah saya rasakan lagi,” ungkapnya.
Nawawi bahkan membantah jika kesembuhannya hanya sugesti. Sebab selama berobat
ke dokter dan rumah sakit, dia juga terus memiliki sugesti akan sembuh. Tetapi pada
kenyataannya, dia tetap saja merasakan sakit.
Begitu pula dengan Khomsatun, 52, warga Jombang, yang menderita ngilu persendian.
“Saya percaya jika Ponari memiliki kelebihan. Tetapi setelah meminum air itu,
penyakit saya tetap tidak sembuh,” ungkap Khomsatun117.
Berita ini menyebutkan awalnya Haji Nawawi merupakan pasien yang mengandalkan
sugesti ketika berobat di rumah sakit. Sugesti yang dipegang oleh Haji Nawawi ini
merupakan pengaruh yang muncul dari dalam dirinya sendiri bahwa dia akan
sembuh. Dengan mengandalkan sugesti ini tampaknya Haji Nawawi kurang percaya
117
yang mengaku sembuh dari sakit batu ginjal dan Siti Mariyam, pasien yang menderita gangguan
jiwa (“Tim Dokter Teliti Pasien yang Mengaku Sembuh”, Jawa Pos, Minggu, 1 Maret 2009),
Pasien lain yang mengaku mendapat kesembuhan dan lebih dari satu kali datang pada Ponari
adalah Suwaji. Suwaji mengaku sudah lima kali datang pada Ponari dan keluarganya sembuh.
Kemudian Suwaji datang lagi yang keenam kalinya meminta air pada Ponari untuk juragan Suwaji
(“Fenomena Tabib Cilik: Mitos Kesaktian dan Kesembuhan Instan”, Kompas, Sabtu, 14 Februari
2009). Program Barometer SCTV juga menampilkan pernyataan seorang pasien bernama Yayuk
yang mengaku sakit kanker. Yayuk sudah empat kali datang pada Ponari dan hampir sembuh dari
kanker yang dideritanya (“Kontroversi Pengobatan Ala Ponari”. Barometer. Disiarkan 26 Februari
2009. http://www.youtube.com/watch?v=yHGEGvASmcc, diunduh: 16 Maret 2012).
“Banyak Sembuh, Tidak Sedikit Kecewa”. Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
64
pada pengobatan biomedis yang diterimanya dari rumah sakit. Setelah tidak kunjung
sembuh selama berobat di rumah sakit, Haji Nawawi mulai tidak yakin pada sugesti
yang ia miliki semula. Keyakinan untuk dapat sembuh cukup mempengaruhi Haji
Nawawi selama berobat di rumah sakit walaupun pada akhirnya Haji Nawawi tidak
memperoleh kesembuhan dari pengobatan rumah sakit. Dan setelah berobat pada
Ponari
Haji
Nawawi
langsung
sembuh
dan
sempat
membantah
bahwa
kesembuhannya itu hanya sugesti. Dari pernyataannya, Haji Nawawi meyakini Ponari
memang punya kemampuan untuk mengobati orang sakit.
Melalui pernyataan Haji Nawawi tersebut, berita ini ingin memberikan
gambaran adanya benturan antara pengobatan biomedis dengan pengobatan
tradisional. Pengobatan biomedis yang selama ini sangat dipercaya masyarakat dan
sudah menggunakan peralatan modern ternyata tidak menjamin pasien bisa sembuh,
sementara pengobatan tradisional seperti yang dikerjakan Ponari malah mendapat
kepercayaan dari masyarakat karena pasien merasa langsung sembuh ketika berobat
pada Ponari. Haji Nawawi maupun Khomsatun merupakan contoh pasien yang
mencoba “khasiat” air celupan batu Ponari. Dengan menampilkan pernyataan dari
Haji Nawawi dan Khomsatun, berita ini tampak ingin mengatakan bahwa dari praktik
pengobatan oleh Ponari tidak semua pasien bisa mengalami kesembuhan. Tetap ada
pasien yang tidak sembuh walaupun batu Ponari dikabarkan “sakti” dan mampu
menyembuhkan berbagai penyakit.
Dalam pernyataan Khomsatun, berita ini menunjukkan semula Khomsatun
percaya saja bahwa Ponari memang punya kelebihan untuk menyembuhkan. Tidak
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
65
ada pasien yang sebelum berobat pada Ponari menanyakan apakah memang air
celupan batu itu dapat mengobati mereka. Para pasien tampak langsung percaya pada
“keajaiban” batu Ponari dan ikut mengantri berobat. Khomsatun juga ikut mengantri,
mencoba minum air dari Ponari, tetapi pada akhirnya tetap tidak sembuh. Dalam
berita ini tidak ditampilkan apakah Khomsatun mempertanyakan mengapa air dari
Ponari tidak bisa menyembuhkannya meskipun ada pasien lain yang bisa sembuh.
Dengan menampilkan pernyataan dari pasien yang sembuh dan pasien yang
tidak sembuh, media massa memberikan gambaran bagaimana batu Ponari
dikabarkan memiliki kemampuan mengobati, tetapi pada praktiknya tidak bisa
mengobati semua orang yang telah meminum air celupan batu. Dalam berita-berita
media massa juga bisa dilihat apakah setelah meminum air celupan batu Ponari para
pasien pada akhirnya memikirkan ulang mengenai “kemampuan” batu Ponari, benarbenar bisa menyembuhkan atau tidak bisa.
Banyak pasien Ponari yang datang dengan berbekal rasa percaya karena
pengaruh cerita orang banyak tentang kemampuan Ponari dalam mengobati. Dalam
berita “Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga”118 salah
satu pasien Ponari, Sriyati, mengalami gangguan pada saraf mata kirinya selama
bertahun-tahun. Sriyati datang pada Ponari karena mendapatkan cerita dari banyak
orang bahwa Ponari bisa menyembuhkan penyakit apa saja.
“Sudah bertahun-tahun saraf mata sebelah kiri saya tak berfungsi baik sehingga
penglihatan pun terganggu,” tuturnya.
118
Kompas, Kamis, 5 Februari 2009.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
66
Sejumlah metode pengobatan medis telah dicobanya, tetapi hasilnya nihil. “Makanya
saya ke sini. Sebab menurut sejumlah orang Ponari bisa menyembuhkan penyakit apa
saja,” tambah Sriyati119.
Melalui pernyataan Sriyati berita ini memberikan gambaran Ponari telah
menjadi harapan terakhir untuk mendapat kesembuhan. Dalam kasus pasien Sriyati
berita ini menunjukkan setelah mencoba berbagai pengobatan medis dan tidak
sembuh juga, akhirnya Ponari menjadi pilihan pengobatan bagi Sriyati. Pengobatan
oleh Ponari terlihat menjadi pengobatan yang sangat penting bagi Sriyati sebab untuk
bisa datang pada Ponari Sriyati harus mengikuti petunjuk sejumlah orang yang
diyakini telah mencoba berobat pada Ponari. Dengan datang berobat pada Ponari,
Sriyati tampaknya telah kecewa pada pengobatan medis yang ada karena tidak
mampu menyembuhkan Sriyati dari penyakitnya. Sriyati secara tidak langsung telah
meyakini Ponari mampu menyembuhkan penyakit apa saja, termasuk penyakit
Sriyati, walaupun Sriyati baru pertama kali mencoba datang langsung untuk
mendapat pengobatan dari Ponari.
Hartini, seorang pasien yang sudah mencoba berobat pada Ponari, dalam
tayangan Sigi 30 Menit mengungkapkan dia kurang percaya pada pengobatan Ponari.
Hartini (pasien Ponari): Nggak ada perubahan. Saya tuh ya, maaf ya, perasaan saya tuh
ngambang, nggak sreg, masa batu bisa menyembuhkan.
(Tampilan visual: Hartini diwawancara dan mengungkapkan ketidakpercayaannya
pada batu Ponari, kemudian dilanjutkan tampilan seorang pasien yang menggunakan
air Ponari untuk membersihkan muka)120.
119
120
“Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga”. Kompas, Kamis, 5 Februari
2009.
“Heboh Ponari Dukun Cilik dari Jombang”. Program Sigi 30 Menit, SCTV, disiarkan 18 Februari
2009. http://www.youtube.com/watch?v=M_AUuG7M2Gk, diunduh: 16 Maret 2012.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
67
Melalui kasus pasien Hartini media massa mencoba menampilkan dalam praktik
pengobatan Ponari ada juga pasien yang kurang percaya pada kemampuan batu
Ponari. Sekilas dalam pernyataan Hartini sebelum mencoba berobat pada Ponari bisa
saja Hartini kurang percaya pada cerita-cerita tentang “kesaktian” batu Ponari,
sehingga setelah berobat Hartini merasa tidak percaya batu Ponari bisa
menyembuhkan. Dalam pemberitaan media massa, penulis tidak menemukan pasien
yang mempertanyakan kemampuan batu Ponari sebelum si calon pasien berobat pada
Ponari. Pernyataan Hartini muncul setelah dia berobat pada Ponari. Meskipun dari
pernyataan tersebut kemungkinan Hartini sudah tidak percaya pada awalnya, tetapi
Hartini tidak mengungkapkannya sejak awal dan tetap saja ikut berobat pada Ponari.
Hartini yang mungkin saja kurang percaya pada kemampuan batu Ponari akhirnya
memutuskan berobat pada Ponari sebagai usaha memperoleh kesembuhan.
Dalam pernyataan Sriyati tampak Sriyati juga percaya begitu saja dengan cerita
orang banyak mengenai kemampuan batu Ponari. Di sini tampak bahwa cerita-cerita
dari orang banyak cukup mempengaruhi Sriyati, sehingga menggerakkan Sriyati
untuk datang berobat pada Ponari. Sriyati juga tidak mencari tahu apakah batu itu
pernah gagal mengobati orang sakit. Pernyataan pasien yang mengaku kurang
percaya pada batu Ponari hanya muncul dalam berita televisi dan pengakuan
ketidakpercayaan itu hanya dinyatakan oleh seorang pasien, yaitu Hartini. Di dalam
berita surat kabar tidak ada pernyataan dari pasien yang sudah berobat tetapi merasa
tidak percaya pada batu Ponari. Kebanyakan yang ditampilkan dalam surat kabar
adalah pernyataan dari pasien yang sembuh dan pasien yang tidak sembuh.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
68
Media massa menampilkan pernyataan pasien yang mengungkapkan telah
menderita suatu penyakit selama bertahun-tahun. Dalam pernyataan-pernyataan
mereka hanya sedikit pasien yang mengatakan percaya pada kemampuan Ponari
seperti pada kasus Sriyati, sedangkan pasien-pasien lainnya terkesan datang pada
Ponari belum tentu karena meyakini kemampuan Ponari, melainkan karena ingin
mencari pengobatan murah, memperoleh cara berobat yang mudah, dan mencari
kesembuhan instan, terutama bagi pasien-pasien yang telah menderita sakit selama
bertahun-tahun. Salah satu pasien bernama Muliana berusaha menemui Ponari setelah
empat tahun mengalami penyakit asam urat.
Pengusaha salon di Jombang yang sejak empat tahun lalu terkena asam urat itu
menuturkan, ia telah tiga kali datang tapi selalu gagal menemui Ponari. Muliana
berharap kesembuhan dari Ponari karena sudah bosan berobat ke dokter. “Sekali ke
dokter spesialis habis Rp 100.000,00. Itu seperti duit terbuang karena saya tidak
kunjung sembuh,” ujarnya121.
Dengan menampilkan pernyataan Muliana, media massa menyampaikan kritik
terhadap pengobatan biomedis yang dianggap berbiaya mahal dan belum tentu
memberikan kesembuhan. Di sini media massa menyorot bahwa pasien dirugikan
karena kesembuhan tidak mereka dapatkan, sementara biaya yang tinggi dianggap
tidak sepadan dengan hasil pengobatan yang ingin dicapai. Selain itu, melalui
pernyataan Muliana media massa menunjukkan pengobatan biomedis yang
menggunakan peralatan modern tidak menjamin pasien bisa langsung mendapatkan
kesembuhan. Dengan datang pada Ponari, Muliana menemukan jalan keluar bagi
121
“Fenomena Tabib Cilik: Mitos Kesaktian dan Kesembuhan Instan”. Kompas, Sabtu, 14 Februari
2009.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
69
segala permasalahannya, yaitu biaya berobat murah, akses pengobatan yang mudah,
dan memperoleh kesembuhan instan. Dalam berita “Fenomena Tabib Cilik: Mitos
Kesaktian dan Kesembuhan Instan” Muliana disebutkan sebagai pasien yang
mengalami permasalahan biaya, akses berobat, dan menginginkan kesembuhan
instan. Namun, dalam berita itu tidak disebutkan apakah akhirnya Muliana bertemu
dengan Ponari. Muliana menjadi gambaran pasien yang percaya Ponari memiliki
kemampuan mengobati dan bisa memberi kesembuhan instan pada pasiennya.
Selain permasalahan biaya pengobatan biomedis yang cukup mahal dan
kesembuhan yang belum tentu diperoleh dari pengobatan biomedis, permasalahan
cara mengakses pelayanan pengobatan medis juga disorot oleh media massa. Dalam
permasalahan akses pelayanan pengobatan medis ini para pasien mengaku kesulitan
dalam memanfaatkan fasilitas Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat)122.
Purwanto (35), pegawai Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, yang ikut mengantre bersama
kerabatnya, Sutar (48), mengatakan tidak tahu cara mengakses Jamkesmas.
Calon pasien lain, Istiqomah (45), pedagang ikan laut di Pasar Batu, Kota Batu,
mengaku enggan mengurus Jamkesmas karena terlalu berbelit. “Kalau sama Ponari,
langsung datang, (bayar) seikhlasnya dan insya Allah sembuh. Saya ke dokter berkalikali dan sudah habis banyak uang, tetapi belum sembuh,” kata Istiqomah123.
122
123
Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) merupakan program dari pemerintah pusat yang
diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT ASKES. Cara
mendapatkan Jamkesmas adalah dengan meminta Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari
RT dan RW setempat, kemudian membawa SKTM ke kelurahan dan kecamatan untuk dilegalisir.
Surat yang telah dilegalisir dibawa ke Puskesmas dan pihak Puskesmas melakukan survei ke rumah
pemohon Jamkesmas. Setelah itu, Puskesmas akan membuat surat rekomendasi kepada Dinas
Kesehatan daerah masing-masing, kemudian Dinas Kesehatan akan menerbitkan kartu Jamkesmas.
Cara mendapatkan kartu Jamkesmas diringkas dari http://diskesklungkung.net/?page_id=627 dan
http://simpurbarong.wordpress.com/2011/11/15/cara-mengurus-jamkesmas/.
Fenomena Tabib Cilik: Mitos Kesaktian dan Kesembuhan Instan. Kompas, Sabtu, 14 Februari
2009.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
70
Dua pasien di atas, Purwanto dan Istiqomah, mengaku kesulitan mengakses
pelayanan kesehatan biomedis karena ketidaktahuan cara dan keengganan mengurus
Jamkesmas. Di dalam berita ini hanya diceritakan dari sudut pandang pasien yang
merasa kesulitan mengakses Jamkesmas. Tidak disertakan informasi lebih lanjut
mengenai sejauh mana Jamkesmas telah disosialisasikan kepada masyarakat supaya
masyarakat mengenal program Jamkesmas dan mudah mengakses Jamkesmas. Selain
itu, penulis berita juga tidak menggali lebih lanjut apakah ketidaktahuan cara dan
keengganan mengurus Jamkesmas disebabkan karena pasien hanya mengurus
Jamkesmas ketika mereka tiba-tiba sakit (Jamkesmas tidak diurus jauh hari untuk
berjaga-jaga jika suatu saat si pemilik Jamkesmas jatuh sakit) atau karena Jamkesmas
belum tersosialisasikan dengan baik di dalam masyarakat, atau karena adanya
kerumitan prosedur untuk mendapatkan Jamkesmas.
Media massa juga mengangkat persoalan calon pasien yang gagal bertemu
Ponari. Ano Setiawan dan Suwaji merupakan dua orang calon pasien yang gagal
menemui Ponari. Ano dan Suwaji mengaku sudah berhari-hari ada di lokasi praktik,
tetapi belum juga mendapat air celupan batu Ponari.
Hal itu diyakini Ano Setiawan (34) yang datang bersama istrinya dari Madiun untuk
mencari kesembuhan bagi anak mereka. Lulusan SMA yang menjadi buruh dengan
penghasilan Rp 25.000 per hari itu sudah di lokasi tersebut sejak Minggu, tetapi Ponari
belum bisa ditemui. “Ya, saya ambil air dan tanahnya saja. Pokoknya saya yakin,” kata
Ano sambil memotong daun pisang untuk membungkus tanah.
Suwaji (49) dari Bojonegoro juga memutuskan membawa air dari sumur tetangga
Ponari. “Saya sudah ke sini enam kali. Lima kali sebelumnya saya dapat air dari Ponari
dan keluarga saya sembuh. Sekarang saya dimintai tolong juragan saya,” ujarnya124.
124
“Fenomena Tabib Cilik: Mitos Kesaktian dan Kesembuhan Instan”, Kompas, Sabtu, 14 Februari
2009. Selain tanah dan air dari sumur tetangga Ponari, ada beberapa benda lain yang diyakini
masyarakat bisa mengobati sama seperti batu Ponari. Benda-benda itu adalah air got, gedek bambu,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
71
Dalam kutipan di atas tampak bahwa calon pasien yang tidak berhasil bertemu
Ponari tetap saja berusaha mendapatkan sesuatu yang dianggap berkaitan dengan
Ponari sebagai medium pengobatan. Ano dan Suwaji merupakan pasien yang sudah
lama ikut mengantri di lokasi pengobatan dan tidak mendapatkan air celupan batu
Ponari akhirnya memutuskan untuk mengambil tanah dan air dari sumur tetangga
Ponari sebagai pengganti air celupan “batu ajaib”. Berita ini ingin menunjukkan
bahwa pasien tampak meyakini benda apapun yang berhubungan dengan Ponari bisa
menyembuhkan mereka dan benda-benda itu dianggap mempunyai khasiat setara
dengan kemampuan “batu ajaib” milik Ponari. Berita ini menampilkan adanya
pergeseran pandangan pasien, yaitu semula yang diyakini bisa menyembuhkan adalah
batu milik Ponari. Kemudian masyarakat mempercayai bahwa kekuatan untuk
mengobati itu ada di dalam diri Ponari, sehingga ketika masyarakat tidak berhasil
mendapatkan air yang sudah dicelup batu Ponari mereka akan beralih pada bendabenda yang ada di sekitar lokasi praktik pengobatan Ponari dan meyakini bendabenda itu memiliki kekuatan untuk mengobati sama seperti batu milik Ponari.
Di dalam berita ini tidak ada informasi lebih lanjut mengenai pengalaman
Suwaji yang sudah pernah mendapat air celupan batu Ponari sebanyak lima kali.
Berita ini tidak menyebutkan apakah Suwaji pernah mempertanyakan tentang
kesembuhan sebanyak lima kali yang diperoleh keluarganya, apakah kesembuhan itu
atau apa saja dari sekeliling rumah Ponari (“Messianisme: Membaca “Batu Geledek” Ponari”,
Kompas, Minggu, 22 Februari 2009), air mandi Ponari (“Ngawur, Air Mandi Ponari Jadi Rebutan”,
Jawa Pos, Kamis, 12 Februari 2009), dan air hujan dari talang rumah Ponari (“Ribuan Warga
Datangi Lagi Praktik Ponari, Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
72
memang karena khasiat air celupan batu Ponari atau ada faktor lain yang membuat
keluarganya bisa sembuh. Jika pasien bisa sembuh dalam satu kali pengobatan
dengan air Ponari, maka pasien akan lebih mudah percaya bahwa memang air celupan
batu Ponari itulah yang memberi kesembuhan. Kasus pasien Suwaji ini juga
menunjukkan bahwa berobat pada Ponari dapat dikatakan cukup praktis sebab Suwaji
tidak perlu membawa pasien yang sakit ke lokasi praktik Ponari. Suwaji cukup
datang pada Ponari dan memintakan air untuk juragannya.
Selama praktik pengobatan dibuka, kebanyakan pasien yang ditampilkan di
media massa adalah pasien yang bersikap pasif, dalam arti para pasien yang tidak
pernah mempertanyakan apakah air celupan batu itu benar-benar berkhasiat atau
tidak, serta mengenai pasien yang tidak mencari tahu apakah ada dampak lain dari air
celupan batu Ponari. Media massa juga tidak mencari informasi apakah para pasien
yang sembuh memang benar-benar sembuh karena air dari Ponari atau ada faktor lain
yang menyembuhkan pasien. Para pasien digambarkan hanya mencari kesembuhan
dengan mengantri dan setelah mendapat air celupan batu para pasien ini kembali ke
daerahnya masing-masing. Dan ketika kebetulan mereka sembuh setelah minum air
celupan batu ini, para pasien percaya begitu saja jika air celupan batu itu berkhasiat
untuk mengobati. Setelah meminum air celupan batu dan sembuh satu kali, ada
pasien yang kembali pada Ponari dan meminta air lagi untuk mengobati keluarganya
(seperti pada kasus pasien Suwaji) atau untuk mengobati penyakit lainnya125.
125
Pasien bernama Satumi mengaku penyakit mag dan darah tingginya sembuh setelah berobat pada
Ponari, sehingga Satumi datang lagi agar Ponari mengobati penyakit lainnya (“Messianisme:
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
73
Dalam pemberitaan tentang pasien-pasien Ponari, media massa cenderung
menampilkan para pasien dari kalangan menengah ke bawah yang bermasalah dengan
biaya pelayanan medis yang mahal dan kesulitan mengakses pelayanan kesehatan.
Tidak ada pernyataan dari orang kalangan menengah ke atas yang memberi kesaksian
tentang pengalaman berobat pada Ponari. Hal ini sempat disebutkan sedikit pada
berita “Fenomena Tabib Cilik: Mitos Kesaktian dan Kesembuhan Instan”126.
Latar belakang pasien dan calon pasien Ponari tidak hanya kalangan masyarakat yang
kurang mampu atau kesulitan menjangkau pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Dalam kutipan di atas penulis berita sempat menyinggung sedikit tentang siapa saja
yang datang berobat pada Ponari, bukan hanya kalangan masyarakat yang kurang
mampu atau kesulitan mengakses pelayanan kesehatan. Namun, pernyataan dari
penulis berita ini hanya muncul sekali dan tidak ada keterangan tambahan lainnya.
Penulis berita tidak memberikan contoh pasien dari kalangan mampu atau contoh
pasien yang mudah mengakses pelayanan kesehatan, tetapi tetap berobat pada Ponari.
Di sini tampaknya penulis berita hanya sebatas memberi sedikit informasi bahwa
yang datang berobat pada Ponari berasal dari berbagai kalangan masyarakat. Dan
pernyataan tersebut hanya muncul dalam berita ini. Tidak ada media massa lain yang
menyebut siapa saja yang datang berobat pada Ponari. Yang disebut dalam media
126
Membaca “Batu Geledek” Ponari”, Kompas, Minggu, 22 Februari 2009). Musali dan Sumardi juga
datang pada Ponari lebih dari satu kali. Musali mengaku sudah lima tahun lumpuh total, setelah
meminum air dari Ponari dia bisa berjalan kembali dan sekarang Musali mengantri sendiri untuk
mendapatkan pengobatan kedua. Seorang pasien lainnya, Sumardi, menderita stroke. Setelah
mendapat air dari Ponari Sumardi mengatakan bahwa dia kuat berjalan kembali, bahkan Sumardi
datang lagi pada Ponari dengan membawa sanak keluarga yang menderita sakit (“Banyak Sembuh,
Tidak Sedikit Kecewa”, Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009).
Kompas, Sabtu, 14 Februari 2009.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
74
massa lainnya kebanyakan adalah pasien dari kalangan menengah ke bawah dengan
permasalahan biaya dan akses mendapat pelayanan medis. Pernyataan dalam kutipan
di atas menjadi sangat bertolak belakang dengan apa yang sudah ditampilkan dalam
media massa selama ini, yaitu cenderung memberitakan masyarakat dari kalangan
menengah ke bawah yang berobat pada Ponari, sehingga pengobatan oleh Ponari
terkesan hanya untuk masyarakat kalangan menengah ke bawah dan pasien yang
kesulitan mengakses pelayanan kesehatan biomedis. Dengan adanya pernyataan
tersebut media massa menjadi kurang imbang dalam memberikan informasi pada
masyarakat, terutama tentang siapa saja yang berobat pada Ponari. Kondisi pasienpasien Ponari lebih banyak diberitakan dalam Kompas dan Jawa Pos, serta Sigi 30
Menit (SCTV), Liputan 6 (SCTV), Barometer (SCTV), Topik Siang (ANTV).
c.
Reaksi Publik atas Praktik Pengobatan Si “Dukun Cilik”
Setelah ada banyak pertanyaan mengenai Ponari dan praktik pengobatannya,
pasien-pasien Ponari dan persoalan kesembuhan dari “batu ajaib”, pembaca/penonton
berita dibuat menjadi penasaran tentang akhir dari perjalanan si “dukun cilik”.
Namun, untuk menuju akhir cerita itu penonton/pembaca dibuat semakin bertanyatanya dan menduga-duga akhir cerita Ponari. Ketika sudah banyak teka-teki yang
datang, tetapi solusi belum juga muncul, maka pembaca/penonton berita berada
dalam situasi delay. Dalam situasi delay ini media massa menghadirkan cerita
kematian pasien Ponari serta banyaknya pihak yang turut campur dan berusaha
memberikan jalan keluar bagi praktik pengobatan tersebut. Namun, cerita Ponari
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
75
tidak berakhir begitu saja. Meskipun sudah ada korban meninggal dan banyak pihak
yang menginginkan praktik dihentikan, di sisi lain praktik Ponari tetap berlangsung.
Dalam tahap delay ini solusi cerita Ponari ditunda dengan adanya kehadiran cerita
tentang Ponari yang diperlakukan istimewa oleh pihak sekolah, adanya prosedur baru
dalam praktik Ponari, pro dan kontra antara pihak-pihak yang ingin praktik
dihentikan atau praktik tetap dilanjutkan. Di dalam tahap delay ini akhir cerita Ponari
tidak mudah ditebak, bahkan menimbulkan berbagai dugaan tentang bagaimana kisah
si “dukun cilik” ini berakhir.
Dari puluhan ribuan pasien Ponari, ada pasien yang mengaku sembuh, ada juga
yang mengungkapkan tidak sembuh walaupun sudah minum air dari Ponari. Ada
pasien yang sangat meyakini kemampuan Ponari, tetapi ada juga yang meragukan
kemampuan Ponari. Selama praktik berlangsung, ada empat orang yang meninggal
akibat terinjak-injak, yaitu Marwi (penjual kacang yang sedang menggelar
dagangannya, warga Desa Ngronggot, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang), Nurul
(warga Jombang), Rumiyati (warga Purwoasri, Kediri), dan Mukhtasor (warga
Kanigoro, Blitar) 127 . Dalam Jawa Pos terdapat perbedaan tanggal kejadian antara
yang disebutkan dalam artikel berita dengan yang disebutkan dalam tabel kronologi
127
“4 Tewas, Tempat Praktik Ditutup: ‟Dukun Cilik‟ Hebohkan Jombang” (Kedaulatan Rakyat, Rabu,
11 Februari 2009). Pemberitaan tentang korban meninggal ini mempunyai perbedaan di dalam
media massa lainnya. Dalam berita “Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman
Kaliyuga” (Kompas, Kamis, 5 Februari 2009) hanya menyebut jumlah korban meninggal dua
orang, yaitu Rumiyadi (58), warga asal Desa Sumberejo, Kecamatan Purwoasri, Kediri, dan Nurul
Miftadi (44), asal Dusun Kedung Timongo, Desa Megaluh. Menurut polisi dua orang tersebut
meninggal karena penyakit mereka sendiri. Namun, kemudian penulis berita mengungkapkan
menurut fakta kedua orang ini meninggal karena ikut berdesak-desakan di dusun Ponari. Setelah
ada dua orang meninggal, praktik pengobatan sempat ditutup pada tanggal 1-2 Februari.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
76
pengobatan Ponari. Berita dan tabel kronologi tersebut terbit pada tanggal yang sama,
yaitu 11 Februari 2009. Dalam artikel berita “Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak
Jamin Berlaku Permanen” 128 dituliskan korban meninggal bernama Rumiadi (asal
Kediri) dan Nurul Miftadi (asal Jombang) meninggal pada 2 Februari. Dua korban
lainnya bernama Muchtasor (warga Blitar) dan Marwi (warga Jombang) meninggal
sesudah dua korban sebelumnya, yaitu pada 9 Februari. Pada tabel kronologi
disebutkan korban Rumiadi meninggal saat antri pada 31 Januari dan Nurul Miftadi
meninggal pada 1 Februari. Keempat korban tersebut meninggal saat antri menunggu
pengobatan129. Penyebab kematian keempat korban yang meninggal tersebut berbeda
dengan yang disebutkan dalam tayangan Silet 130 . Dalam tayangan ini ditampilkan
wawancara dengan Nila Retno (Lurah Balongsari) yang menyatakan bahwa korban
(tanpa menyebut nama korban yang mana yang dimaksud) meninggal bukan di
lokasi. Nila menyebutkan korban adalah orang yang sedang berjualan dan jaraknya
jauh dari lokasi, kemudian kelelahan dan meninggal. Pernyataan Nila didukung oleh
pernyataan AKP Sutikno (Kapolsek Balongsari) yang mengatakan korban adalah
warga Blitar, meninggal bukan karena antrian, melainkan karena kelelahan131. Jarak
tempat korban meninggal cukup jauh dari lokasi, yaitu 300 meter.
128
129
130
131
Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009. Artikel dan tabel kronologi merupakan satu rangkaian berita
dalam Jawa Pos edisi ini.
Dalam “Kapolres Baru Stop Ponari. Keluarga Ingin Hidup Tenang” (Jawa Pos, Kamis, 26 Februari
2009) disebutkan ada lima korban meninggal. Pada tanggal 21 Februari seorang bocah berusia 3,5
tahun meninggal di rumah sakit setelah minum air dari Ponari.
“Dukun
Cilik
Ponari”.
Silet,
RCTI,
diunggah:
24
Februari
2009.
http://www.youtube.com/watch?v=2sWdE-Xi_V4, diunduh: 16 Maret 2012.
Berbeda dengan yang disebutkan dalam “Ribuan Warga Berobat ke Dukun Cilik” (Kabar Petang,
TV One, diunggah pada 10 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=vQ-
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
77
Karena lelah melayani ribuan pasien, Ponari jatuh sakit pada 10 Februari 132.
Ponari dibawa ke klinik Bhayangkara Jombang. Setelah dirawat sekitar satu setengah
jam, Ponari diperbolehkan pulang 133 . Selama masih sakit, Ponari tidak melakukan
praktik pengobatan. Tanggal 14 Februari 2009 praktik kembali dibuka dengan
maksud mengurangi jumlah warga yang masih mengantri, tetapi justru pengunjung
bertambah banyak134. Setelah praktik dibuka lagi, muncul peraturan baru dari panitia,
yaitu pengunjung dibatasi hingga lima ribu orang dalam satu hari. Harga kupon
antrian pun naik, dari Rp 2.000,00 menjadi Rp 5.000,00. Di tangan calo kupon bisa
berharga Rp 20.000,00 dan kupon antrian tersebut dijual di balai Desa Balongsari135.
Tindakan tegas pun dilakukan Kapolres Jombang, AKBP Tomsi Tohir, untuk
mengatasi calon pasien yang terus berdatangan, dan pada 25 Februari 136 praktik
Ponari dinyatakan ditutup. Namun, pada 15 Maret 137 praktik Ponari dibuka lagi
karena banyak orang datang pada Ponari. Praktik kali ini khusus dibuka pukul 07.00-
132
133
134
135
136
137
FG2ufOQ0&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012). Dalam berita ini dikatakan oleh reporter
bahwa keempat korban meninggal saat mengantri.
Ponari jatuh sakit pada 10 Februari disebutkan dalam “Pengobatan oleh Ponari. Aktivitas
Pengobatan Dihentikan” (Kompas, Rabu, 11 Februari 2009). Berbeda dengan yang diinformasikan
dalam “Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku Permanen” (Jawa Pos, Rabu, 11
Februari 2009) yang menuliskan Ponari sakit pada 9 Februari. Praktik pengobatan ditutup pada saat
Ponari sakit. Informasi yang sedikit berbeda disebutkan dalam “Heboh Ponari Dukun Cilik dari
Jombang”
(Sigi
30
Menit,
SCTV.
http://www.youtube.com/watch?v=TYa-eo4d4w&feature=relmfu, diunduh: 16 Maret 2012) dan “Kontroversi Pengobatan Ala Ponari”
(Barometer,
SCTV,
disiarkan
26
Februari
2009.
http://www.youtube.com/watch?v=yHGEGvASmcc, diunduh: 16 Maret 2012) yang menyebutkan
bahwa praktik Ponari ditutup pada 11 Februari.
“Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku Permanen” (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari
2009).
“Ribuan Warga Datangi Lagi Praktik Ponari”.Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009.
“MUI Desak Tutup Praktik Ponari” (Jawa Pos, Kamis, 19 Februari 2009).
“Kapolres Baru Stop Ponari” (Jawa Pos, Kamis, 26 Februari 2009) dan “Pengunjung Merosot,
Ponari Ogah-ogahan” (Jawa Pos, Senin, 16 Maret 2009).
“Pengunjung Merosot, Ponari Ogah-ogahan” (Jawa Pos, Senin, 16 Maret 2009).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
78
11.00, kemudian lanjut pukul 14.00-16.00. Jadwal praktik selanjutnya menyesuaikan
jadwal sekolah Ponari, yaitu Senin-Kamis buka pukul 14.00-16.00, Sabtu pukul
14.00-16.00, Minggu pukul 07.00-12.00, lanjut pukul 14.00-16.00. Hari Jumat Ponari
tidak buka praktik138.
Selama membuka praktik, Ponari tidak masuk sekolah sejak 19 Januari 139 .
Tanggal 19 Februari Ponari masuk sekolah pertama kalinya sejak menjadi “dukun
cilik”140. Perlakuan yang dia terima sangat istimewa. Ponari yang biasanya berangkat
sekolah naik sepeda atau berjalan kaki, kali ini dijemput di rumahnya dengan mobil
Isuzu Panther hitam oleh pihak sekolah. Bahkan untuk berjalan ke mobil Ponari
digendong Miharso, kepala sekolah SDN Balongsari I. Ponari dikawal panitia
pengobatan dan polisi. Perlakuan khusus diberikan agar Ponari tidak takut pergi ke
sekolah. Mukaromah ikut menemani anaknya ke sekolah. Polisi berjaga-jaga di depan
gerbang sekolah dan di depan kelas Ponari141. Ketenaran Ponari tidak hanya membuat
138
139
140
141
“Tabungan Ponari Rp 2 Miliar” (Jawa Pos, Senin, 11 Mei 2009).
“Ngawur, Air Mandi Ponari Jadi Rebutan” (Jawa Pos, Kamis, 12 Februari 2009). Situasi kelas
ketika Ponari tidak masuk sekolah dapat dilihat dalam foto 15 (lihat lampiran).
“Ponari Sekolah”. Program Metro Siang, Metro TV, disiarkan 19 Februari 2009.
http://www.youtube.com/watch?v=tTaFfHoNBfQ&feature=endscreen&NR=1, diunduh: 16 Maret
2012. Meskipun sudah masuk sekolah, para pasien tetap menyerbu rumah Ponari (“Dukun Ponari”.
Metro
TV,
diunggah
oleh
Metro
pada
20
Februari
2009.
http://www.youtube.com/watch?v=_FGQgup12ro, diunduh: 16 Maret 2012).
“Ponari Masuk Sekolah, Kasek Menggendong” (Jawa Pos, Sabtu, 21 Februari 2009). Selama
membuka praktik pengobatan Ponari tidak pernah masuk sekolah. Kepala sekolahnya, Miharso,
sempat kesulitan memantau kegiatan belajar Ponari karena banyaknya pasien di lokasi pengobatan
(“Ponari Masih Didatangi Calon Pasien”. Kompas, Senin, 16 Februari 2009). Sekolah Ponari dalam
foto 8 (lihat lampiran).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
79
orang tertarik berobat padanya. Ponari sempat menjadi bintang tamu talk show Bukan
Empat Mata142 dan menarik perhatian orang untuk membuat buku tentang Ponari143.
Semenjak menjalankan praktik pengobatan Ponari mengalami perubahan sikap.
Ketika masuk sekolah pertama kali setelah lama membolos, Ponari lebih senang
bermain telepon genggam ketika berada di dalam kelas 144 . Ponari yang semula
pendiam menjadi anak yang tidak peka pada etika145. Ponari cenderung tidak peduli,
manja, dan seenaknya sendiri. Bahkan ketika Ketua Komisi Nasional Perlindungan
Anak, Seto Mulyadi, mengantarkan dan menghibur Ponari serta teman-temannya di
SDN Balongsari I, Ponari terlihat tidak menggubris kehadiran Seto146.
Setelah Ponari jatuh sakit, berbagai pihak mulai tampak memberikan tanggapan
mereka mengenai praktik pengobatan Ponari147. Tanggal 25 Februari Sekjen Komisi
Nasional Perlindungan Anak, Aris Merdeka Sirait, mengungkapkan praktik harus
142
143
144
145
146
147
“Temui Tukul, Ponari dan Keluarga ke Jakarta” (Jawa Pos, Rabu, 4 Maret 2009) dan “Dukun
Ndeso Jadi Tamu Wong Katrok” (Jawa Pos, Kamis, 5 Maret 2009). Ponari saat talkshow Bukan
Empat Mata dapat dilihat dalam foto 18 (lihat lampiran).
Buku tentang Ponari yang diterbitkan oleh Bintang Usaha Jaya Surabaya beredar di Tuban.
Seorang pedagang bernama Mukhlis menjual buku Ponari seharga Rp 5.000,00-Rp 7.000,00 per
eksemplar. Buku setebal 63 halaman yang terdiri dari 12 bab ini laris dibeli orang (“Buku Ponari
Laku
Keras”,
Tempo.
Diunggah:
Rabu,
18
Februari
2009,
07:08
WIB.
http://www.tempo.co/read/news/2009/02/18/058160629/Buku-Ponari-Laku-Keras, diunduh: 24
Juni 2012). Dalam tayangan Liputan 6 reporter yang turun langsung ke lokasi praktik juga
menjumpai seorang pedagang buku Ponari. Buku tersebut dijual dengan harga Rp 5.000,00
(“Fenomena
Ponari”.
Liputan
6,
SCTV,
disiarkan
20
Februari
2009.
http://www.youtube.com/watch?v=x5w6JIkp5n8&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012). Buku
Ponari foto 6 (lihat lampiran).
“Ponari Masuk Sekolah, Kasek Menggendong” (Jawa Pos, Sabtu, 21 Februari 2009). Ponari
bermain telepon genggam ada dalam foto 12 dan foto 13 (lihat lampiran).
“Komnas Anak: Praktik Ponari Harus Dihentikan” (Kompas, Kamis, 26 Februari 2009).
“Semau Gue, Jiwa Ponari Terganggu” (Jawa Pos, Sabtu, 28 Februari 2009). Ponari masuk sekolah
kembali diantar Seto Mulyadi dapat dilihat dalam foto 14 (lihat lampiran).
Seorang psikolog yang buka praktik di Jombang, Hari Catur Wijayanti, memberikan tanggapan
sebelum Ponari jatuh sakit. Komentar tersebut lebih tentang penyebab kedatangan orang-orang ke
tempat praktik Ponari. Orang-orang tersebut datang karena keingintahuan saja (“Pengobatan
Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga”. Kompas, Kamis, 5 Februari 2009).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
80
dihentikan karena telah terjadi eksploitasi terhadap Ponari148. Ketua Komisi Nasional
Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, juga mengatakan Ponari telah dieksploitasi selama
praktik tersebut149. Komisi Nasional Perlindungan Anak muncul setelah mengetahui
Ponari telah menjadi korban eksploitasi dalam praktik pengobatan. Media massa
kembali mengingatkan masyarakat bahwa Ponari mempunyai hak-hak sebagai anak
yang seharusnya dipenuhi oleh lingkungan sekitar Ponari. Hal tersebut disampaikan
media massa dengan menampilkan tanggapan dari Aris Merdeka Sirait, Sekretaris
Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak, dalam berita “Komnas Anak: Praktik
Ponari Harus Dihentikan”150.
“Komnas Perlindungan Anak menyatakan, praktik pengobatan Ponari harus distop.
Ponari sebagai anak telah terlanggar hak-haknya,” katanya.
Aris menambahkan, praktik eksploitasi terlihat jelas antara lain pada sikap Ponari yang
acuh saat melakukan pengobatan. “Ponari lebih sering asyik bermain dengan telepon
genggam di tangan kirinya, sementara batu bertuah yang digenggam tangan kanannya
digerakkan oleh panitia yang bertugas mencelupkannya ke dalam air yang dibawa
pasien”, ujar Aris memberi contoh.
Berita ini hendak menyuarakan hak-hak Ponari sebagai anak, seperti hak untuk
bermain, belajar, dan beristirahat. Di sini media mencoba mengingatkan masyarakat
agar mendukung hak-hak Ponari. Berita ini mengungkapkan bahwa praktik Ponari
harus dihentikan dan memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Praktik Ponari
memang sudah disepakati untuk dihentikan oleh pihak keluarga. Namun, dalam berita
ini tampak belum ada ketegasan tindakan dari pihak kepolisian untuk membantu
penutupan praktik ini. Berita ini juga menunjukkan adanya paksaan terhadap Ponari
148
149
150
“Komnas Anak: Praktik Ponari Harus Dihentikan” (Kompas, Kamis, 26 Februari 2009).
“Kumpulkan Rp 1 M, Dukun Cilik Ponari Jadi Rebutan” (Jawa Pos, Selasa, 17 Februari 2009).
Kompas, Kamis, 26 Februari 2009.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
81
dalam melakukan pengobatan. Hal ini ditunjukkan dalam pernyataan Aris Merdeka
Sirait yang mengatakan bahwa tangan Ponari sengaja digerakkan oleh panitia untuk
mencelupkan batu padahal Ponari sendiri terlihat enggan mengobati orang.
Bukan hanya hak-hak Ponari yang disuarakan oleh media massa. Berita Jawa
Pos menampilkan respon yang cukup bertolak belakang dari Seto Mulyadi, Ketua
Komisi Nasional Perlindungan Anak. Di tengah keprihatinan Seto terhadap Ponari
yang sudah dieksploitasi oleh keluarganya sendiri, Seto justru mengusulkan
pembangunan tandon air untuk menampung air celupan batu Ponari. Selain itu, Seto
juga berpendapat Ponari perlu membatasi jam praktiknya.
Pencipta karakter Si Komo itu mengusulkan semacam tandon air, yang dilengkapi
instalasi untuk mengalirkan air ke beberapa tempat di area lokasi praktik. Instalasi itu
dihubungkan dengan pipa paralon dan dikucurkan dengan kran. Setiap hari tandon itu
diisi air. Kemudian, Ponari mencelupkan batu miliknya ke dalam air tandon. Dengan
demikian, pengunjung dapat leluasa mengambil air dari tandon melalui kran-kran yang
ada.
Selain mengusulkan dibangunnya instalasi “air sakti” model PDAM itu, Kak Seto usul
agar waktu pengobatan dibatasi. Yakni, Ponari hanya mengobati pada pukul 15.00
hingga pukul 17.00. Dia pun bisa sekolah dan bermain pada siangnya151.
Penulis berita ini mengungkapkan solusi dari Seto ini justru memelihara sikap tidak
rasional warga yang datang pada Ponari. Apa yang diusulkan oleh Seto akan
membuat semakin banyak orang yang datang berobat pada Ponari dan memelihara
keyakinan mereka bahwa memang batu milik Ponari mampu memberi kesembuhan,
151
Jawa Pos, Selasa, 17 Februari 2009. “Kumpulkan Rp 1 M, Dukun Cilik Ponari Jadi Rebutan”.
Berita “Semau Gue, Jiwa Ponari Terganggu” (Jawa Pos, Sabtu, 26 Februari 2009) menunjukkan
bahwa Ponari mengalami kelelahan akibat mengobati banyak pasien. Dalam berita ini Seto
Mulyadi mengunjungi Ponari untuk mengetahui perkembangan psikologis Ponari dan berharap
Ponari mendapatkan kembali hak-haknya sebagai anak. Hak-hak Ponari juga disampaikan oleh
tayangan Silet melalui wawancara dengan Seto Mulyadi yang mengungkapkan praktik Ponari
seharusnya dihentikan agar Ponari bisa kembali bersekolah (“Dukun Cilik Ponari”. Program Silet,
RCTI, diunggah: 24 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=2sWdE-Xi_V4, diunduh: 16
Maret 2012).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
82
meskipun ketika usul ini diberikan Seto pengobatan Ponari belum bisa dibuktikan
kebenarannya. Apa yang diusulkan Seto mungkin akan meringankan kerja Ponari
dalam mengobati orang, tetapi usul seperti ini juga akan membuat orang semakin
menganggap wajar pengobatan Ponari dan tetap mendatangi Ponari jika mereka sakit.
Usulan Seto sebenarnya bisa jadi bertolak belakang apa yang sebenarnya sudah
dipertimbangkan oleh keluarga Ponari selama ini, yaitu keinginan menutup praktik
pengobatan. Jika tandon-tandon air tadi memang akan dibangun, maka praktik
pengobatan tidak akan berhenti. Apalagi ditambah usulan soal jam praktik yang bisa
saja tetap membuat Ponari kelelahan sebab walaupun jam praktik dibatasi para pasien
pasti tidak akan berhenti datang dan mengantri. Apa yang telah diusulkan oleh Seto
ternyata juga disetujui oleh Suyanto, Bupati Jombang. Tanpa berpikir panjang
Suyanto langsung saja menerima usul Seto. Padahal pada beberapa berita
sebelumnya, Suyanto sebagai Bupati Jombang telah bersedia mendukung penutupan
praktik Ponari secara permanen. Informasi mengenai usulan tandon air dari Seto
hanya muncul pada berita ini. Kelanjutan dari usulan soal tandon air ini tidak diulas
lebih dalam lagi pada berita-berita Ponari lainnya.
Senada dengan yang sudah disampaikan Komisi Nasional Perlindungan Anak,
Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur juga mengungkapkan bahwa Ponari harus
mendapatkan hak-haknya sebagai anak. Berita “Ribuan Warga Datangi Lagi Praktik
Ponari” 152 menyebutkan Ponari seharusnya mendapatkan haknya untuk sekolah,
bermain, dan beristirahat. Tanggapan dari Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur
152
Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
83
hanya disebutkan dalam berita ini. Hak-hak Ponari sebagai anak lebih banyak
dibicarakan dalam surat kabar Jawa Pos, Kompas dan tayangan Silet.
Selain
Komisi
Nasional
Perlindungan
Anak,
ada
tanggapan
dari
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang prihatin atas peristiwa pengobatan
Ponari 153 . Dalam Kedaulatan Rakyat tanggapan atas pengobatan Ponari juga
disampaikan melalui komentar dari ketua PP Muhammadiyah, Dr. Haedar Nashir,
yang menyebutkan bahwa praktik pengobatan Ponari merupakan komodifikasi
praktik pengobatan di luar logika kesehatan.
Fenomena Ponari yang kemudian juga diikuti kisah serupa tidaklah sekadar soal
pengobatan dalam dimensi lain. Tetapi Ponari dan juga yang lain merupakan fenomena
komodifikasi praktik-praktik pengobatan di luar logika kesehatan154.
Berita ini merepresentasikan fenomena Ponari sebagai persoalan penting yang
menjadi tantangan Muhammadiyah dalam membangun visi dan karakter bangsa,
sesuai dengan tema sidang Tanwir Muhammadiyah yang diselenggarakan pada Maret
2009. Berita ini mengungkapkan Muhammadiyah menemukan banyak persoalan
yang muncul di dalam bangsa Indonesia, termasuk peristiwa pengobatan oleh Ponari.
Peristiwa pengobatan yang dikerjakan Ponari dilihat Muhammadiyah sebagai
komodifikasi praktik pengobatan di luar logika kesehatan. Namun, dalam berita ini
tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai anggapan ini. Menurut penulis, praktik
pengobatan oleh Ponari memang telah menjadi tempat banyak pihak mencari
keuntungan. Berita ini tampaknya hanya menunjukkan bahwa fenomena Ponari
153
154
“Ngawur, Air Mandi Ponari Jadi Rebutan” (Jawa Pos, Kamis, 12 Februari 2009).
Kedaulatan Rakyat, Selasa, 3 Maret 2009. “Tanwir Tak Agendakan Soal Capres. Fenomena Ponari:
Tantangan Dakwah Muhammadiyah”.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
84
mendapat tanggapan keprihatinan dari Muhammadiyah karena praktik pengobatan ini
merupakan praktik yang dikerjakan dengan cara di luar logika kesehatan. Selain itu,
praktik pengobatan ini sudah menjadi komodifikasi atau tempat banyak pihak
mencari keuntungan dengan menonjolkan mitos kesaktian dan kesembuhan instan
untuk menarik perhatian banyak orang. Bisa jadi pengobatan ini disebut sebagai
pengobatan di luar logika kesehatan karena pada masa sekarang pengobatan biomedis
sudah berkembang atau karena pengobatan ini bermedium batu dan tidak bisa
dijelaskan bagaimana batu tersebut bisa mengobati pasien. Berita ini tidak memberi
informasi lanjut apakah pengobatan Ponari melanggar ajaran agama, terutama yang
berkaitan dengan memposisikan seseorang sebagai penyelamat atau pemberi solusi
atas semua masalah, termasuk masalah kesehatan.
Tanggapan media massa dilihat dari sudut pandang organisasi keagamaan
ditampilkan Jawa Pos melalui komentar pengurus wilayah NU dan Muhammadiyah.
Wakil Katib Syuriah PW NU Jawa Timur, KH Abdurrahman Nafis menilai, peristiwa
di Jombang itu membuktikan bahwa masyarakat masih lemah moral dan ekonomi.
Masyarakat diminta tidak lantas percaya sampai menimbulkan syirik. “Mungkin saja
Ponari itu diberi kelebihan. Tapi jangan sampai hal ini menimbulkan kesyirikan.
Misalkan benar, dia hanya sebagai perantara dan kesembuhan hanya dari Allah
semata,” ujar Nafis.
Hal yang sama juga dikatakan Ketua PW Muhammadiyah Jawa Timur, H. Syafiq A.
Mughni. Masyarakat harus kritis dan jangan mudah percaya dengan kabar atau isu.
“Saya tidak tahu apakah bisa dibuktikan kemujarabannya. Sebab, sering itu hanya
disampaikan dari mulut ke mulut sehingga selalu ada bias dari kenyataan yang
sebenarnya,” tuturnya155.
155
Jawa Pos, Kamis, 12 Februari 2009. “Ngawur, Air Mandi Ponari Jadi Rebutan”. Ketidaktegasan
Pemkab Jombang juga dikritik oleh media massa melalui respon kekecewaan Pengurus Cabang NU
Jombang yang menilai Pemkab Jombang tidak memberikan penanganan memadai terhadap praktik
Ponari (“Dipaksa Praktik, Ponari Terancam Drop Out Sekolah”. Jawa Pos, Rabu, 18 Februari
2009).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
85
Kekhawatiran pihak NU dan Muhammadiyah ini menunjukkan masih adanya
perhatian kelompok-kelompok berbasis agama atas apa yang terjadi pada masyarakat
setelah pengobatan Ponari muncul. Kelompok-kelompok berbasis agama ini
mengkhawatirkan jika masyarakat terlalu menaruh harapan dan kepercayaan mereka
pada sesuatu yang berada di luar kehendak Tuhan. Bisa jadi kemampuan Ponari
memang datang dari Tuhan, namun akan menjadi suatu kekeliruan jika kemudian
orang-orang yang datang berobat jadi lebih mempercayai Ponari ketimbang Tuhan
yang mereka yakini. Pengobatan yang dilakukan Ponari ini juga dinilai belum bisa
dibuktikan kebenarannya dan apakah memang kemampuan Ponari itu datangnya dari
Tuhan atau hanya isu saja. Pihak Muhammadiyah juga meminta masyarakat untuk
memikirkan kembali jika ternyata ada pihak-pihak yang hanya mencari keuntungan
dari peristiwa Ponari ini dan membuat masyarakat menjadi benar-benar meyakini
Ponari meskipun belum bisa dibuktikan kebenaran praktik pengobatan ini.
MUI (Majelis Ulama Indonesia) mendesak agar praktik Ponari ditutup 156 .
Penutupan praktik ini dibahas dalam rapat Muspida yang dihadiri keluarga Ponari,
guru-guru Ponari, aparat Desa Balongsari, Kapolres Jombang AKBP M. Khosim, dan
Bupati Jombang, Suyanto157. Persoalan eksploitasi anak, menjauhnya masyarakat dari
ajaran agama, dan kerugian berupa adanya korban jiwa akibat praktik Ponari diangkat
Jawa Pos dalam berita “MUI Desak Tutup Praktik Ponari”158. Dalam berita ini MUI
156
157
158
“MUI Desak Tutup Praktik Ponari” (Jawa Pos, Kamis, 19 Februari 2009).
“Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku Permanen” (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari
2009).
Jawa Pos, Kamis, 19 Februari 2009.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
86
(Majelis Ulama Indonesia), yang diwakili Ketua Umum MUI Jatim, Abdusshomad
Buchori, merekomendasikan agar pemerintah segera menghentikan praktik Ponari.
Ada beberapa pertimbangan mendasar yang membuat MUI Jatim mengeluarkan
rekomendasi tersebut. Pertama, praktik sarat kontroversi itu terbukti membawa banyak
permasalahan pelik. Salah satunya, praktik tersebut telah memakan korban jiwa. Tidak
hanya itu, “pengobatan” tersebut juga telah menimbulkan aksi kriminal dari para
“pasien”. Contohnya, saat ayah Ponari dianiaya gara-gara berusaha menghentikan
praktik itu.
Pertimbangan kedua, MUI menilai praktik pengobatan itu dianggap telah
mengeksploitasi anak. Belum lagi, praktik tersebut sedikit banyak telah mengubah pola
pikir masyarakat. Sampai-sampai mereka melakukan hal-hal di luar norma. “Bisa
dilihat, ada yang sampai minum air comberan di sekitar rumah Ponari,” tegasnya.
Meskipun berita ini menyebutkan soal kekhawatiran MUI tentang masyarakat yang
akan menjauhi ajaran agama setelah percaya pada pengobatan Ponari, tidak ada
tindakan tegas yang akan diambil MUI. Padahal ada pasien Ponari yang mempercayai
bahwa Ponari memang dikirim Tuhan untuk menyembuhkan para pasien159. Di sini
MUI hanya mengandalkan peran pemerintah untuk menghentikan praktik Ponari.
Dalam berita televisi hanya ada satu komentar dari ahli agama yang penulis
temukan. Tayangan Silet menampilkan komentar dari Ustad Yusuf Mansyur untuk
memberikan pandangan dari sisi agama agar masyarakat berhati-hati dalam
menanggapi pengobatan Ponari.
Ust. Yusuf Mansyur (Ulama): Karunia Allah, bisa aja. Karunia Allah bisa aja, bisa
pucuk jambu juga, batang yang udah mati bisa jadi obat. Bisa itu. Saya bilang
perlakuan, perlakuan kita ini akan membuat itu beda. Maaf ya, tulisan asmaul husna,
tulisan ayat Kursi, itu bisa syirik bisa nggak. Kalau itu ditaruh di rumah kita, di ruang
tamu untuk menunjukkan bahwa yang punya rumah ini Muslim, dan supaya ada
keberkahan ditaruh di hiasan-hiasan yang memang ya firman Allah, itu belum syirik.
Tapi kalau sudah ditempel ayat Kursi supaya maling kagak masuk, supaya maling
159
Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009 berjudul “Banyak Sembuh, Tidak Sedikit Kecewa”
menginformasikan adanya seorang pasien Ponari, bernama Sumardi, yang memang meyakini
bahwa kekuatan Ponari datang dari Tuhan. Setelah mengalami perubahan kondisi kesehatan
menjadi lebih baik, Sumardi mengajak sanak keluarga yang sakit untuk berobat pada Ponari juga.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
87
kalau masuk nggak bisa keluar. Nah, jatuhnya malah syirik, bendanya kan ayat Kursi,
apalagi bendanya batu, gitu. Saya bilang jalan-jalan yang bisa menutup orang menjadi
musyrik memang harus ditutup. Saya bilang ke masyarakat hati-hati. Jadi jangan
sampai suatu hal yang mestinya benar akhirnya terjebak jadi syirik160.
Dari penjelasan Ustad Yusuf Mansyur tampak media massa mencoba memberikan
gambaran apapun bisa menjadi media penyembuhan, tergantung bagaimana orang
memperlakukan
benda-benda
di
sekitarnya.
Jika
tidak
berlebihan
dalam
memperlakukan, maka hal tersebut tidak bisa dikatakan sebagai syirik. Namun, jika
benda-benda tersebut sudah diutamakan, dipandang mampu memberi keselamatan,
maka bisa jadi syirik. Dalam wawancara Silet, Ustad Yusuf sempat memberi contoh
lain seperti tulisan ayat Kursi. Jika ayat Kursi ditaruh di rumah dan dipakai untuk
menunjukkan bahwa si pemilik rumah adalah orang Muslim, maka hal itu bukanlah
syirik. Namun, ketika ayat Kursi itu digunakan sebagai penangkal maling agar maling
tidak masuk ke rumah, maka hal itu bisa dikatakan syirik. Ustad Yusuf Mansyur tidak
memberikan komentar khusus mengenai peristiwa pengobatan oleh Ponari, apakah
pengobatan tersebut termasuk syirik atau bukan. Namun, dengan menampilkan Ustad
Yusuf beserta penjelasan mengenai benda-benda yang bisa menjadi perantara
kesembuhan
ini,
media
massa
ingin
memperingatkan
masyarakat
dalam
memperlakukan benda-benda di sekitar mereka dan berhati-hati dalam memilih media
pengobatan untuk mendapat kesembuhan.
Tanggapan dari organisasi keagamaan lebih banyak dihadirkan dalam media
cetak. Sementara berita televisi hanya menampilkan tanggapan dari satu ahli agama.
160
“Dukun Cilik Ponari”. Program Silet, RCTI, diunggah: 24
http://www.youtube.com/watch?v=2sWdE-Xi_V4, diunduh: 16 Maret 2012.
Februari
2009.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
88
Dalam berita-berita yang penulis temukan organisasi keagamaan dan ahli agama
cenderung sebatas memberikan peringatan kepada masyarakat saja. Di sisi lain, tidak
ditemukan berita mengenai tindakan organisasi keagamaan terhadap praktik Ponari
yang ditampilkan dalam media massa.
Tanggapan dari pihak pelayanan kesehatan juga muncul selama praktik Ponari
berlangsung. Berita “Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku
Permanen” menampilkan respon Departemen Kesehatan atas pengobatan oleh Ponari.
Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, dr. Budihardja, mengatakan bahwa pengobatan
alternatif dengan berbagai model penyembuhan tidak dilarang selama tidak merugikan
masyarakat. “Entah itu penyembuhan dengan memakai ramuan atau pakai cara lain.
Selama tidak merugikan masyarakat tidak masalah,” terangnya kemarin.
Yang penting, kata dia, pengobatan alternatif itu terdaftar di Depkes dan melalui SK
Menkes. Dia mengatakan, sejatinya Depkes tidak mempermasalahkan adanya
pengobatan alternatif jika tidak menimbulkan dampak negatif. “Karena masyarakat
percaya, kami tidak bisa melarang. Selama tidak ada yang dirugikan, ya nggak apaapa. “Persoalannya, kalau ada yang meninggal bagaimana. Ini yang tidak boleh,”
ujarnya161.
Dalam berita tersebut Depkes hanya sebatas memberikan komentar tentang
prosedur pendaftaran pengobatan jika memang pengobatan oleh Ponari akan dibuka
dalam jangka waktu yang lama. Depkes tidak memberikan tindakan lanjut seperti
melakukan pengujian terhadap air celupan batu Ponari untuk memeriksa apakah air
tersebut memang berkhasiat atau tidak. Depkes juga tidak melakukan pemeriksaan ke
lokasi praktik dan memeriksa korban meninggal (karena ada seorang korban
meninggal, bocah berumur 3,5 tahun, yang meninggal setelah minum air dari
161
“Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin Berlaku Permanen”. Jawa Pos, Rabu, 11 Februari
2009.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
89
Ponari162). Berita ini tampaknya ingin mengungkapkan bahwa apa yang dikerjakan
Depkes sekilas hanya berkisar pada manjur atau tidaknya air celupan batu tersebut.
Jika manjur dan memang dipercaya banyak orang, maka pengobatan Ponari bisa
didaftarkan pada Depkes. Persoalan adanya korban meninggal tidak menjadi
perhatian utama Depkes, sehingga bagi Depkes sepertinya praktik Ponari dilihat
sebagai praktik pengobatan yang tidak merugikan masyarakat.
Selain Depkes, tim dokter dari Sentra Pengkajian Pengembangan Pengobatan
Tradisional (SP3T) RSU dr. Soetomo Surabaya juga berkomentar mengenai praktik
Ponari. Pada paragraf awal berita “Tim Dokter Teliti Pasien yang Mengaku Sembuh”,
penulis berita menyebutkan praktik Ponari bukanlah keinginan Ponari sendiri.
Tim dokter dari Sentra Pengkajian Pengembangan Pengobatan Tradisional (SP3T)
RSU dr. Soetomo Surabaya terjun ke Jombang untuk meneliti kandungan air celupan
batu bocah lugu yang dipaksa menjadi dukun itu163.
Dengan mengungkapkan Ponari dipaksa menjadi dukun, maka ada kesadaran media
cetak untuk mengatakan kepada masyarakat bahwa Ponari hanyalah seorang bocah
yang mungkin sebenarnya tidak ingin menjadi dukun cilik. Hal tersebut juga
menggambarkan ada pihak-pihak tertentu yang ingin Ponari menjadi dukun dan
menciptakan kisah bahwa Ponari menemukan “batu ajaib” dan mampu mengobati
orang. Di samping itu, media cetak juga ingin menyadarkan masyarakat bahwa Ponari
162
163
“Kapolres Baru Stop Ponari. Keluarga Ingin Hidup Tenang”. Jawa Pos, Kamis, 26 Februari 2009.
“Tim Dokter Teliti Pasien yang Mengaku Sembuh”. Jawa Pos, Minggu, 1 Maret 2009. Seorang
bocah berumur 3,5 tahun yang menjadi korban meninggal hanya disebutkan dalam berita ini dan
tidak disebutkan dalam berita-berita lainnya. Selain itu, tidak ada berita lebih lanjut mengenai
bocah yang meninggal ini.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
90
adalah korban pemaksaan dan seharusnya Ponari tetap menjadi anak kelas III SD
yang berkegiatan seperti anak-anak sebayanya yang bisa bermain dan bersekolah.
Berita “Tim Dokter Teliti Pasien yang Mengaku Sembuh” juga menampilkan
pengakuan dari para pasien yang mengaku sembuh setelah berobat pada Ponari. Ada
dua pasien yang didatangi oleh tim dokter dari SP3T, yaitu Achmad Fatoni yang
mengidap sakit batu ginjal dan Siti Mariyam yang menderita gangguan jiwa.
Untuk memastikan bahwa Fatoni benar-benar sembuh, tim dokter meneliti dan
memintai keterangan yang bersangkutan. Termasuk meneliti foto radiologi di mana
batu ginjal itu pernah bersarang di tubuh Fatoni.
Saat diwawancarai para dokter, Fatoni menunjukkan bekas batu ginjal yang menurut
dia keluar setelah meminum air dari Ponari. Tim langsung memeriksa kebenaran
pengakuan Fatoni juga melakukan pemeriksaan ulang terhadap kesehatan Fatoni.
Dokter Widayat, ketua tim dokter dari SP3T RSU dr. Soetomo Surabaya ketika
dikonfirmasi hasil dari penelitian tim terhadap pada pasien Ponari mengatakan, hingga
kini pihaknya belum bisa menyimpulkan apakah air Ponari yang menjadi penyembuh
keluhan para pasien tersebut. “Sementara kami belum bisa mengambil kesimpulan
karena ini masih penelitian awal,” terang dr. Widayat kemarin petang.
Dia mengungkapkan, pihaknya memiliki keraguan atas pengakuan semua pasien yang
mereka datangi. “Untuk kasus Fatoni, sebelumnya penderita telah diberikan suntikan
puskopan yang berfungsi untuk melonggarkan saluran ureter. Karena itu, jika batunya
keluar, ya karena faktor itu,” ujarnya164.
SP3T merupakan satu-satunya pihak yang memeriksa ulang pasien Ponari.
Namun, dalam berita ini tidak disebutkan dengan cara apa Fatoni diperiksa ulang oleh
SP3T, mengingat Fatoni sudah tidak lagi mengidap batu ginjal. Berita ini juga
menampilkan ada benturan antara kepercayaan pasien pada kemampuan Ponari
dengan pemeriksaan tim kesehatan biomedis. Fatoni meyakini bahwa dirinya sembuh
berkat air Ponari. Sementara tim dokter SP3T melakukan pemeriksaan biomedis
164
“Tim Dokter Teliti Pasien yang Mengaku Sembuh”. Jawa Pos, Minggu, 1 Maret 2009.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
91
terhadap Fatoni dengan tetap mendasarkan pemeriksaan pada analisis biomedis untuk
menjaga masyarakat agar tetap berpegang pada pengobatan biomedis.
Selain Fatoni, ada pasien lain bernama Siti Mariyam yang didatangi oleh SP3T.
Berita ini tidak menyebutkan dengan cara apa Siti Mariyam diperiksa ulang setelah
dia sembuh karena air dari Ponari. Tim dokter juga tidak memberikan argumen
biomedis mengenai gangguan kejiwaan secara umum maupun alasan biomedis
mengenai bagaimana air celupan batu bisa menyembuhkan gangguan kejiwaan. Tidak
seperti pada kasus pasien Fatoni di mana tim dokter bisa menjelaskan ada tindakan
biomedis seperti pemberian suntikan puskopan untuk mengobati penyakit batu ginjal
Fatoni. Berita penelitian tim dokter ini hanya muncul sekali, sehingga tidak bisa
diketahui bagaimana hasil lanjutan dari pemeriksaan ulang pada dua pasien tersebut.
Pasca pembukaan praktik pada tanggal 15 Maret, IDI (Ikatan Dokter Indonesia)
yang diwakili dr. Puji Umbaran, menyatakan kekecewaan atas dibukanya kembali
praktik Ponari. IDI Jombang kecewa karena praktik pengobatan dibuka kembali.
Dengan menampilkan pernyataan dari IDI Jombang, berita ini tampak mengkritik
ketidaktegasan kesepakatan untuk menutup praktik Ponari. Dan pembukaan kembali
praktik kali ini merupakan keinginan dari keluarga Ponari sendiri, sehingga IDI
Jombang dan Muspida ingin menyadarkan masyarakat bahwa praktik Ponari
memiliki dampak buruk (dalam berita ini tidak disebutkan secara detail dampak
buruk apa yang dimaksud oleh si penulis berita).
Yang bisa dilakukan IDI, lanjut dokter Puji (ketua IDI Jombang), adalah menyadarkan
masyarakat secara persuasif.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
92
Misalnya melibatkan para kiai dan tokoh masyarakat desa setempat. “Kami ingin
membuka mata masyarakat, siapa yang sebenarnya berkompeten memberikan
pengobatan,” ungkap dr. Puji kepada Radar Mojokerto kemarin.
Jika cara itu sudah tidak mempan, dokter-dokter siap menguji kemampuan Ponari.
Tujuannya untuk membuktikan siapa yang benar-benar berkompeten menyembuhkan.
Apakah ilmu dan pengalaman dokter, ataukah batu temuan bocah kelas III SD itu165.
Dari kutipan di atas tampak berita ini ingin kembali mengingatkan masyarakat
bahwa pihak pelayanan kesehatan biomedis, dalam hal ini dokter, masih bisa menjadi
harapan masyarakat dalam berobat. Dengan adanya pembuktian siapa yang lebih
kompeten, tampaknya para dokter ingin masyarakat kembali percaya pada mereka
dan berhenti berobat pada Ponari yang pengobatannya tidak bisa dibuktikan secara
ilmiah. Pihak IDI baru terlihat bereaksi setelah praktik Ponari berjalan cukup lama.
Di sini pihak IDI juga belum pernah meneliti pasien Ponari yang mengaku sembuh
atau meneliti air celupan batu Ponari untuk memeriksa apakah air tersebut berkhasiat.
Dalam berita disebutkan ini pihak IDI berencana memilih sejumlah pasien
dengan penyakit tertentu, kemudian pihak Ponari dan pihak IDI mengobati para
pasien tersebut untuk membuktikan siapa sebenarnya yang mampu mengobati para
pasien. Dengan menunjukkan tindakan yang akan ditempuh IDI tersebut, berita ini
cenderung menekankan bahwa pengobatan biomedislah yang seharusnya dipakai oleh
masyarakat dan ada keinginan untuk menyadarkan masyarakat bahwa praktik Ponari
belum tentu terbukti nyata kemanjurannya walaupun ada pasien yang mengaku
sembuh setelah minum air dari Ponari. Berita mengenai rencana pembuktian siapa
yang berkompeten ini hanya berhenti sampai di sini saja, tidak ada berita lain yang
165
“Pengunjung Merosot, Ponari Ogah-ogahan”. Jawa Pos, Senin, 16 Maret 2009.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
93
menampilkan respon pihak Ponari atas usul IDI tersebut, sehingga tidak bisa
diketahui bagaimana kelanjutan dari tindakan IDI Jombang ini.
Berita mengenai tanggapan tentang pengobatan Ponari dari pihak pelayanan
kesehatan biomedis seperti dokter atau instansi kesehatan lainnya hanya penulis
temukan dalam surat kabar Jawa Pos. Dalam media massa lainnya kebanyakan
berupa kritik terhadap pelayanan kesehatan biomedis yang disampaikan oleh pasien.
Pada berita-berita televisi penulis tidak menemukan tanggapan media massa melalui
instansi pelayanan kesehatan biomedis.
Ponari tetap menjalankan praktik pengobatan meski banyak pihak yang
menginginkan praktik Ponari ditutup. Saat praktik dibuka lagi pada 15 Maret, Ponari
mengobati orang sambil tiduran, sementara seorang panitia memegangi tangannya
untuk mencelupkan batu ke dalam air 166 . Pada awal praktiknya dulu, Ponari
mengobati pasien sambil digendong oleh seorang panitia. Jika pada bulan Januari
Ponari bisa mengobati sepuluh ribu pasien dalam satu hari, pada pertengahan
Februari jumlah pasien Ponari berkurang drastis. Ponari hanya mengobati sekitar
1200 orang pada pagi hari dan 400 orang pada sore hari167. Pada bulan Mei praktik
Ponari masih berlangsung dan mengalami penurunan jumlah pengunjung, yaitu
sekitar seribu orang saja. Prosedur antrian pun mempunyai penataan yang lebih rapi,
166
167
Ponari mengobati orang sambil tiduran dapat dilihat dalam foto 19 (lihat lampiran).
“Ribuan Warga Datangi Lagi Praktik Ponari” (Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
94
misal sekali masuk ada sekitar lima ember milik lima orang yang dilayani. Jam
praktik menyesuaikan jadwal sekolah Ponari168.
d.
Ponari, “Dukun Cilik” Terkenal, Tidak Lulus SD
Setelah sekian banyak teka-teki muncul dan berbagai cerita hadir dalam tahap
delay, maka yang dinantikan pembaca/penonton berita adalah tahap resolusi. Dalam
tahap resolusi akhir perjalanan praktik “dukun cilik” dihadirkan dalam berita. Pada
tahap resolusi setelah sekian panjang perjalanan praktik pengobatan Ponari, mulai
dari Ponari yang hanya seorang bocah biasa, kemudian menemukan “batu ajaib” dan
menjadi “dukun cilik” terkenal, didatangi banyak pasien dan terpaksa meninggalkan
bangku sekolah, diperlakukan istimewa oleh banyak pihak, akhirnya Ponari harus
menerima dirinya tidak bisa lulus SD.
Dalam perjalanan panjang praktik pengobatannya, Ponari sempat menjadi
“dukun cilik” yang terbilang sukses dan mampu meraup rupiah yang sangat banyak
jumlahnya. Penghasilan Ponari terkumpul cukup banyak meski jumlah pasien
menurun. Pasca Ponari sakit dan praktik dibuka kembali pada Februari lalu,
penghasilannya mencapai tiga ratus juta rupiah169. Menurut Kepala Desa Balongsari,
Nila Retno Cahyani, penghasilan Ponari mencapai lima ratus juta dan digunakan
untuk pembangunan masjid serta pavingisasi (perbaikan jalan di kampung Ponari)170.
168
169
170
“Tabungan Ponari Rp 2 Miliar” (Jawa Pos, Senin, 11 Mei 2009).
“Banyak Sembuh, Tidak Sedikit Kecewa” (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009).
“Dukun
Cilik”.
Liputan
6,
SCTV,
disiarkan
5
Februari
2009.
http://www.youtube.com/watch?v=8pNEgfsRP1k&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
95
Pada pertengahan Februari nyaris mencapai satu miliar rupiah 171 . Pada bulan Mei
sekitar dua miliar rupiah172. Kehidupan Ponari berubah drastis setelah memperoleh
penghasilan yang tinggi dari praktik pengobatan. Ponari kini lebih sering bermain
Playstation, selalu membawa HP Nokia N95, mengikuti les privat mengaji,
membangun sebuah rumah baru, dan membeli lahan seluas 400 meter persegi173.
Meskipun pengunjung sudah tidak sebanyak dulu, Ponari masih membuka
praktik pengobatan. Pada awal praktik pengunjung yang datang mencapai sepuluh
ribu orang174, pasca penutupan pada bulan Februari pengunjung yang datang sekitar
1200 orang175, dan pada bulan Mei sekitar seribu orang saja176. Pada hari raya Idul
Fitri, 21 September 2009 yang lalu, rumah Ponari masih didatangi orang yang
mencari kesembuhan. Umumnya para pasien tersebut datang dari luar kota177. Beritaberita tentang Ponari dan batunya hanya muncul selama bulan Februari hingga
September 2009.Setelah tahun 2009 Ponari jarang diberitakan media massa lagi.
Pada tahun 2012 penulis kembali menemukan berita-berita tentang Ponari yang
dimuat di internet. Berita-berita tersebut berkisah tentang Ponari yang tidak lulus SD
171
172
173
174
175
176
177
“Kumpulkan Rp 1 M, Dukun Cilik Ponari Jadi Rebutan” (Jawa Pos, Selasa, 17 Februari 2009).
Penghasilan Ponari ini juga diduga menjadi pemicu permasalahan perebutan Ponari antara
Kamesin, ayah Ponari, dengan Mbok Ndawuk, pemilik rumah yang dipakai untuk praktik
pengobatan Ponari.
“Tabungan Ponari Rp 2 Miliar” (Jawa Pos, Senin, 11 Mei 2009).
“Tabungan Ponari Rp 2 Miliar” (Jawa Pos, Senin, 11 Mei 2009).
“4 Tewas, Tempat Praktik Ditutup: ‟Dukun Cilik‟ Hebohkan Jombang” (Kedaulatan Rakyat, Rabu,
11 Februari 2009).
“Ribuan Warga Datangi Lagi Praktik Ponari” (Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009).
“Tabungan Ponari Rp 2 Miliar” (Jawa Pos, Senin, 11 Mei 2009).
“Fenomena
Ponari”.
Liputan
6,
SCTV,
diunggah
22
September
2009.
http://www.youtube.com/watch?v=o5Vbf-kcKG8&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012.
Dalam tayangan ini ditampilkan beberapa pasien yang datang ke rumah Ponari, tetapi tidak
mencapai jumlah ribuan orang seperti jumlah pengunjung pada bulan Februari hingga Mei.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
96
dan masih didatangi orang yang memburu “keajaiban” dari batu Ponari. Berita
“Sering Dimintai Tuah Jelang UN, Ponari Malah Tak Lulus”178 menceritakan Ponari
masih didatangi banyak orang setiap tahun pasca praktik pengobatannya tahun 2009
lalu. Dalam berita tersebut bukan orang sakit yang datang pada Ponari, melainkan
orang-orang yang akan mengikuti ujian nasional. Orang-orang datang membawa
pensil 2B dan penghapus yang akan digunakan ujian, kemudian mencelupkannya ke
dalam air Ponari. Selain itu, berita “‟Si Dukun Cilik‟ Ponari Tidak Lulus SD” 179
memaparkan Ponari tidak mengikuti ujian nasional karena enggan ke sekolah,
sehingga Ponari terpaksa mengulang dari kelas VI SD. Dalam berita-berita yang
muncul pada tahun 2012 penulis tidak menemukan lagi informasi mengenai
pengobatan dengan air yang dicelup batu. Di sini terlihat Ponari yang semula
“sukses” menjadi “dukun cilik” dan bisa memiliki banyak hal, pada akhirnya harus
kehilangan kesempatan melanjutkan sekolah.
2.
Respon Actor Studio atas Dramatisasi Fenomena Ponari di Media Massa
Fenomena Ponari bukan hanya diberitakan media massa, tetapi juga mendapat
respon dalam bentuk pementasan oleh program Actor Studio Teater Garasi. Dalam
lakon berjudul Bocah Bajang, Actor Studio mencoba menghadirkan pembacaan atas
178
179
Ramadhian Fadillah. “Sering Dimintai Tuah Jelang UN, Ponari Malah Tak Lulus”, diunggah: 9 Juli
2012.
http://www.merdeka.com/peristiwa/sering-dimintai-tuah-jelang-un-ponari-malah-taklulus.html, diunduh: 12 Februari 2013.
“”Si
Dukun
Cilik”
Ponari
Tidak
Lulus
SD”,
diunggah:
10
Juli
2012.
http://regional.kompas.com/read/2012/07/10/06310534/Si.Dukun.Cilik.Ponari.Tidak.Lulus.SD,
diunduh: 12 Februari 2013.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
97
fenomena Ponari. Dalam proses penciptaan karya pementasan Bocah Bajang ini
Actor Studio melakukan pencarian bahan melalui dua cara, yaitu: pertama, melihat
pemberitaan media massa mengenai fenomena Ponari. Kedua, melakukan observasi
ke Jombang, terutama ke desa tempat tinggal Ponari, pada 9-11 Juli 2009 180 .
Observasi di Jombang bertujuan mendapat pengalaman langsung di lokasi praktik
pengobatan, memperoleh keterangan lebih detail, termasuk percakapan dan suasana
desa Ponari untuk kemudian diolah menjadi pertunjukan.
Fenomena Ponari dipilih untuk dipentaskan karena waktu peristiwanya
berdekatan dengan workshop Actor Studio, sehingga mempermudah pencarian bahan.
Ada beberapa alasan lain tentang pemilihan mementaskan fenomena Ponari, yaitu
peristiwa pengobatan Ponari sendiri mendapat perhatian yang cukup besar dari media
massa sehingga gencar diberitakan selama beberapa bulan (dibanding kasus-kasus
pengobatan lainnya)181, akses menuju peristiwa Ponari terbilang mudah dan waktu
praktiknya berlangsung cukup lama, sehingga data yang bisa diambil cukup
banyak
182
. Peristiwa semacam fenomena Ponari masih terus terjadi dalam
masyarakat, sementara masa kini sudah memasuki masa yang lebih modern. Orangorang yang hidup di zaman modern seperti sekarang akan melihat fenomena Ponari
sebagai hal mistis, tidak logis. Namun, ada juga yang percaya pada fenomena Ponari,
180
181
182
Keterangan waktu observasi di Jombang pada bulan Juli berdasar dokumen tentang jadwal proses
pementasan Bocah Bajang yang dikirim Gunawan Maryanto kepada penulis via email, tetapi dalam
wawancara Gunawan sempat mengungkapkan observasi dilakukan sekitar bulan Mei. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan waktu observasi pada 9-11 Juli 2009 sesuai dengan dokumen
yang dikirim Gunawan.
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013.
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
98
sehingga tampak ada orang yang berpijak pada yang tradisional dan ada yang
berpijak pada modernitas183. Terutama jika dilihat dari sudut pandang perkembangan
pengobatan di Indonesia. Ada yang masih menggunakan pengobatan tradisional,
termasuk pengobatan oleh Ponari, dan ada yang memilih pengobatan biomedis.
Selama observasi para peserta menyebar dan berpura-pura menjadi calon
pasien, berkunjung ke sekolah dan bertemu teman-teman Ponari, dan ke rumah sakit
daerah. Di Jombang mereka menumpang di rumah penduduk dan ada yang sempat
menginap di halaman rumah Ponari juga. Para peserta berusaha merasakan menjadi
pasien Ponari dengan berjalan jauh menuju lokasi praktik Ponari, ikut mengantri,
mendapat air seperti pasien-pasien lainnya. Percakapan-percakapan yang didapatkan
di Jombang semua dicatat dan direkam. Hampir semua dialog dalam pertunjukan
Bocah Bajang menggunakan percakapan-percakapan yang diperoleh dari observasi.
Para peserta observasi membuat catatan hasil observasi di Jombang, kemudian
catatan-catatan itu dikumpulkan dan dipilih untuk menemukan hasil observasi mana
yang ditampilkan dalam pertunjukan. Ada beberapa adegan yang dibuatkan dialog
oleh Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Ada juga adegan yang memakai
ucapan-ucapan hasil dari observasi setiap orang dan hasil improvisasi para aktor.
Untuk mengetahui posisi Actor Studio dalam menanggapi pemberitaan
fenomena Ponari, penulis melakukan wawancara langsung dan via email dengan
beberapa orang dari tim pementasan Bocah Bajang. Narasumber yang dimintai
informasi melalui wawancara secara langsung adalah Gunawan Maryanto (sutradara
183
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
99
Bocah Bajang), Mohammad Nur Qomaruddin (aktor), Tita Dian Wulansari (aktris),
dan Sugeng Utomo (penata lampu). Hasil wawancara dengan keempat orang
narasumber yang diwawancarai secara langsung menjadi data utama dalam analisis
pembacaan terhadap pemberitaan media massa. Narasumber yang diwawancara via
email Facebook adalah Darmanto Setiawan (aktor) dan Siti Fauziah (aktris) dan hasil
wawancara dengan kedua narasumber ini menjadi informasi tambahan karena
wawancara yang dilakukan bukan wawancara langsung yang mendalam. Wawancara
ini mencakup bagaimana orang-orang yang terlibat dalam proses pertunjukan Bocah
Bajang menanggapi berita Ponari di media massa dan mengamati apa yang terjadi di
lokasi pengobatan ketika mereka observasi ke Jombang. Untuk mengetahui sejauh
mana tanggapan Actor Studio atas fenomena Ponari, penulis menggunakan konsep
decoding dari Stuart Hall. Dengan decoding teks yang berupa fenomena Ponari
memiliki
makna
berbeda
bagi
tiap
pihak,
tergantung
bagaimana
teks
diinterpretasikan. Pembacaan respon Actor Studio dilakukan dengan melihat
tanggapan Actor Studio atas pemberitaan Ponari dalam media massa sebelum
berangkat ke Jombang dan ketika observasi di Jombang.
Dalam wawancara dengan Actor Studio, ada pendapat yang dikemukakan ketika
melihat media massa sebelum Actor Studio melakukan pengamatan di Jombang. Ada
juga temuan-temuan serupa dengan yang diungkapkan media massa atau temuan di
Jombang yang berbeda dengan pemberitaan media massa. Semua narasumber
mengungkapkan mereka pertama kali mengetahui peristiwa Ponari dari media massa,
bukan karena mengikuti program Actor Studio atau proses Bocah Bajang. Sebelum
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
100
melakukan pengamatan di Jombang, setiap narasumber memiliki pengetahuan
tersendiri mengenai fenomena Ponari yang didapat dari media massa. Hasil
wawancara secara langsung didapat dari empat narasumber, yaitu Gunawan
Maryanto, Tita Dian Wulansari, Sugeng Utomo, dan M. Nur Qomaruddin. Dalam
wawancara langsung ini diperoleh informasi mendalam mengenai tanggapan atas
pemberitaan media massa. Berikut pemaparan tanggapan narasumber atas
pemberitaan Ponari dalam media massa.
Gunawan Maryanto (selanjutnya disebut Gunawan), sutradara Bocah Bajang,
mengungkapkan garis besar yang ia dapat dari narasi tentang Ponari dalam media
massa. Gunawan menangkap ada kehebohan atas peristiwa Ponari yang ditampilkan
media massa. Media massa telah membuat pengobatan Ponari menjadi suatu
peristiwa yang menghebohkan dengan adanya berita-berita yang menampilkan
banyaknya orang yang datang ke lokasi praktik Ponari. Di samping melihat persoalan
banyaknya orang yang datang ke lokasi praktik, Gunawan mengamati ada pendapatpendapat dari pasien yang datang berobat dan melihat respon berbagai pihak atas
pengobatan itu. Ada pihak yang mendukung dan tidak mendukung praktik
pengobatan ini. Selain itu, Gunawan melihat media massa juga menjadi pihak yang
tidak hanya menyampaikan bagaimana orang banyak datang ke lokasi pengobatan,
tetapi juga berusaha melihat ada media massa yang mengangkat persoalan kesehatan
dan pendidikan dalam memberitakan Ponari.
A (Airani): Kemudian yang didapat dari, kan melihat media massa itu apa, yang
didapat dari berita tentang fenomena itu sendiri?
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
101
G (Gunawan): Kalau yang didapat dari media ya apa ya, kehebohannya. Yang pertama
kan itu heboh banget. Tiba-tiba datang ke sana karena dari media juga mencoba
introspektif ya, soal kesehatan juga, soal bagaimana kemudian, soal pendidikan
juga, itu juga kita lihat ketika melakukan pemetaan atas berita-berita yang ada di
media. Kita juga baca komentar-komentar orang ya atas fenomena itu. Ada yang
percaya, ada yang tidak, ada yang mendukung, ada yang kemudian minta ditutup
dan lain sebagainya. Kita coba lihat itu juga. Tetapi sebenarnya yang kemudian
yang diolah itu adalah yang benar-benar teman-teman dapatkan di sana. Kurang
lebih begitu184.
Gunawan mengamati banyak hal yang ada di media massa, tetapi kemudian
tidak langsung percaya begitu saja dan mengambil jarak untuk membaca ulang apa
yang terjadi selama peristiwa pengobatan Ponari dengan cara melakukan pengamatan
langsung di Jombang. Ada temuan hal-hal baru yang berbeda dengan apa yang
disampaikan media massa selama Actor Studio melakukan pengamatan di Jombang.
Secara garis besar, apa yang ditemukan Actor Studio serupa dengan apa yang
disampaikan dalam media massa. Namun, ada juga temuan-temuan yang dijumpai di
Jombang yang berbeda atau tidak disampaikan oleh media massa. Hal-hal yang
dialami langsung oleh Actor Studio selama di Jombang inilah yang kemudian
dijadikan sebagai dasar narasi yang dibangun untuk Bocah Bajang.
Pemberitaan dalam media massa menampilkan situasi praktik Ponari yang lebih
beragam dibanding yang ditemukan selama observasi di Jombang. Ketika observasi,
Actor Studio sempat mengunjungi sekolah Ponari. Pihak sekolah Ponari tampak biasa
saat menanggapi fenomena Ponari. Sewaktu observasi Ponari sudah bersekolah
184
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
102
kembali. Guru yang dimintai keterangan pun lebih bersikap informatif. Ponari
merupakan siswa yang biasa saja di sekolahnya185.
Persoalan peran media terhadap fenomena Ponari juga disampaikan Gunawan.
Media massa mempunyai peran mengendalikan popularitas Ponari sekaligus
menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan Ponari. Ketika belum
ada media massa yang memberitakan Ponari, pengobatan ini mungkin hanya
diketahui lingkungan sekitar Ponari. Namun, ketika media massa mulai
memberitakan praktik Ponari, banyak orang menjadi ingin tahu mengenai pengobatan
ini, bahkan sebagian besar menaruh harapan untuk mendapat kesembuhan dari
praktik Ponari. Ketika pemberitaan media mulai surut, maka keingintahuan dan
kepercayaan masyarakat pun ikut surut.
G: Ho‟oh. Mungkin kepercayaannya udah mulai surut. Tapi orang bilang juga ini
kayak di awal-awal juga kayak gini kok. Ada orang, nah, ketika media mulai, baru
banyak orang datang. Tapi ketika media surut, juga orang-orang juga surut186.
Dari apa yang disampaikan Gunawan mengenai kendali media atas naik-surutnya
pemberitaan dan kepercayaan masyarakat, tampak bahwa “kemampuan” Ponari
dalam mengobati perlu dipertanyakan kembali, apakah Ponari memang benar bisa
mengobati karena dia memiliki kekuatan dari batunya atau karena perlakuan media
massa yang membuat Ponari dikenal luas oleh masyarakat sebagai “dukun cilik”.
185
186
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013. Selama pemberitaan,
media massa menampilkan Ponari diperlakukan istimewa oleh pihak sekolah (“Ponari Masuk
Sekolah, Kasek Menggendong”. Jawa Pos, Sabtu, 21 Februari 2009).
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
103
Gunawan mengungkapkan efek yang diperoleh dari pemberitaan media massa
bagi Ponari dan lingkungan Ponari. Yang paling mencolok terlihat langsung saat
Actor Studio observasi di Jombang adalah kampung tempat tinggal Ponari menjadi
terkenal dan didatangi banyak orang dari berbagai daerah. Selain itu, ada keuntungan
finansial yang diperoleh masyarakat sekitar dari praktik pengobatan Ponari. Hal
tersebut tampak dari penambahan fasilitas yang ada di kampung Ponari, seperti
pembangunan masjid dan perbaikan jalan. Di sini warga melihat Ponari sebagai
“penyelamat” karena telah memberikan keuntungan bagi warga setempat.
G: Nah, efek yang menarik dari itu kan kemudian kampung itu, pertama, jadi terkenal,
kedua, mereka kemudian punya banyak duit ya, kemudian membangun
infrastruktur kampungnya. Mereka bangun masjid, bangun macam-macam,
memperbaiki jalan, dan lain sebagainya.
A: Dari yang Ponarinya itu?
G: Dari Ponari. Sehingga kemudian Ponari oleh warga setempat ya dianggap benarbenar ya penyelamat dari kampung itu.
A: Karena segi finansialnya?
G: Segi finansial.
A: Bukan karena kesaktiannya?
G: Bukan187.
Keuntungan finansial yang didapat banyak orang membuat Ponari semakin
dipertahankan warga sekitar. Hal ini menunjukkan bukan “kekuatan” Ponari yang
membuat Ponari diperlakukan istimewa oleh warga sekitar. Keuntungan finansial
187
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010. Tanggapan warga yang
tidak berkaitan langsung dengan Ponari cenderung tidak peduli. Namun, semakin dekat warga
dengan lokasi praktik, maka semakin mendukung karena mereka mendapat keuntungan (Gunawan
Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
104
yang diperoleh masyarakat juga sempat disebutkan media massa di samping adanya
kisah mengenai wahyu yang diterima Ponari untuk mengobati orang dan membuat
Ponari dipertahankan masyarakat188. Dengan menampilkan cerita tentang pewahyuan
ini, media massa secara tidak langsung bisa saja membuat masyarakat menjadi lebih
tertarik dengan pengobatan Ponari dan membuat praktik Ponari tetap berlangsung.
Gunawan mengungkapkan keuntungan finansial hanya didapatkan warga di
sekitar lokasi praktik Ponari dan tidak sampai pada desa-desa tetangga. Dengan
adanya keuntungan ini, maka semakin banyak orang yang memberikan cerita seputar
“kesaktian” Ponari pada orang-orang yang ada di luar desa supaya lebih banyak orang
datang berobat pada Ponari dan semakin banyak juga keuntungan yang didapatkan
warga di sekitar lokasi pengobatan.
188
Keuntungan yang diperoleh desa Ponari juga disebutkan dalam “Heboh Ponari Dukun Cilik dari
Jombang”
(Sigi
30
Menit,
SCTV.
http://www.youtube.com/watch?v=TYa-eo4d4w&feature=relmfu, diunduh: 16 Maret 2012), yaitu keuntungan bagi warga sekitar sejak
pengobatan ini dibuka. Keuntungan berupa pemasukan lebih dari setengah miliar rupiah dari
retribusi yang ditarik dari para pasien. Pendapatan itu dipakai untuk operasional panitia,
memperbaiki jalan kampung dan gorong-gorong, serta membangun rumah ibadah.Warga juga ikut
mendapat pekerjaan baru, yaitu menjadi panitia pengobatan, menyewakan rumah, membuka
warung makan, dan menyewakan lahan parkir.Dalam Liputan 6 SCTV disebutkan pendapatan dari
pembukaan lahan parkir motor dan mobil bisa mencapai delapan puluh juta rupiah dalam satu hari
(http://www.youtube.com/watch?v=x5w6JIkp5n8&feature=related,
diunduh:
16
Maret
2012).Keluarga Ponari juga mendapat keuntungan karena dapat meningkatkan perekonomian
mereka. Selama ini orangtua Ponari hanya mengandalkan penghasilan dari upah buruh tani dan
mencari
bekicot
(Topik
Siang,
ANTV,
diunggah
8
Februari
2009.
http://www.youtube.com/watch?v=_n5RITiLyfo, diunduh: 16 Maret 2012). Kemampuan Ponari
yang dianggap sebagai wahyu ditampilkan dalam pernyataan ayah Ponari dalam berita Sigi 30
Menit. Dalam berita ini ayah Ponari menyatakan setelah Ponari mendapat batu itu, kakek buyutnya
muncul dalam mimpi dan meminta agar batu itu diperlakukan sebagai jimat yang bermanfaat bagi
banyak
orang
(Sigi
30
Menit,
SCTV,
disiarkan
18
Februari
2009.
http://www.youtube.com/watch?v=M_AUuG7M2Gk, diunduh: 16 Maret 2012). Ponari pun tidak
bisa berpindah lokasi praktik karena diyakini bahwa jika Ponari berpindah lokasi praktik, maka
Ponari tidak akan bisa mengobati lagi. Lokasi yang dipakai praktik oleh Ponari diyakini sebagai
tempat Ponari mendapatkan wahyu (Kompas, Kamis 5 Februari 2009. “Pengobatan Tradisional:
Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga”).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
105
G: (...) Dan yang menebalkan kepercayaan itu sebenarnya cuma tetangga-tetangga
sekampungnya itu sendiri yang mungkin mereka merasakan efek yang langsung dari
keberadaan Ponari. Dari merekalah kita dapat cerita yang menguatkan kesaksian
Ponari itu. Tapi kalau dari kampung-kampung yang lain ga. Karena mungkin mereka
juga ga kecipratan apa-apa, cuma kelewatan orang aja, gitu kan sebal juga kan
mereka189.
Dari pernyataan Gunawan, dapat dilihat yang menghebohkan peristiwa Ponari bukan
hanya pemberitaan media massa, tetapi juga cerita-cerita dari warga di sekitar lokasi
pengobatan, dan kemungkinan cerita-cerita dari banyak orang itulah yang didapatkan
oleh para wartawan media massa. Dan penghebohan ini lebih dilatarbelakangi
permasalahan mencari keuntungan finansial, bukan karena orang-orang di sekitar
lokasi pengobatan percaya pada “kekuatan” Ponari 190. Demi mendapat keuntungan
finansial ini orang-orang di sekitar lokasi pengobatan membuat berbagai macam
cerita untuk menarik perhatian banyak orang dari luar kampung Ponari 191. Menurut
Gunawan semakin dekat warga dengan lokasi praktik, maka semakin banyak cerita
yang mereka buat untuk mempertahankan Ponari.
Selama pemberitaan di media massa, ada berita-berita yang menampilkan
tanggapan atas praktik pengobatan Ponari dari pihak pelayanan kesehatan biomedis.
Selain tanggapan, ada juga berita mengenai air Ponari yang sedang diteliti apakah
189
190
191
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010.
Berita “Pengunjung Merosot, Ponari Ogah-ogahan” menyebut ada penurunan jumlah pengunjung
yang datang ke pengobatan Ponari. Hal tersebut diduga karena ada kepercayaan khasiat batu Ponari
sudah luntur (Jawa Pos, Senin, 16 Maret 2009). Hal ini menunjukkan adanya usaha media massa
untuk mengatakan kepada pembaca bahwa batu Ponari memang dipercaya bisa mengobati.
Dalam wawancara Gunawan menyebutkan beberapa contoh cerita dari banyak orang. Misal
mengenai lokasi ketika Ponari tersambar petir. Ada orang yang mengatakan Ponari tersambar petir
di halaman rumah, di sawah, atau di atas bukit. Kemudian ada juga cerita seputar pasien. Tim
Bocah Bajang mencoba mencari pasien yang menurut cerita orang-orang pasien itu sembuh berkat
air Ponari, tetapi pada akhirnya tidak ada pasien sembuh yang ditemukan. Ada juga pasien yang
menurut cerita telah sembuh karena air Ponari dan orang tersebut berhasil ditemukan oleh tim
Bocah Bajang, tetapi ternyata orang itu tidak pernah berobat pada Ponari.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
106
memang benar memiliki khasiat untuk mengobati. Namun, ada hal yang tidak penulis
temukan dari media massa, yaitu tanggapan dari rumah sakit setempat mengenai
kehadiran praktik Ponari. Kebanyakan tanggapan yang ditampilkan dalam media
massa berupa tanggapan pihak-pihak yang berasal dari luar desa Ponari. Respon dari
rumah sakit setempat penulis temukan dalam pernyataan Gunawan ketika mengamati
rumah sakit di sekitar lingkungan Ponari.
A: Ga ada Dinas Kesehatan ke sana? Untuk periksa apa-apa, itu bener atau ga?
G: Kalau itunya, konon, konon udah diperiksa. Tapi itu juga ada banyak versi kan.
Dari, misalnya, Airlangga juga periksa, ada yang bilang emang batu itu ada
kandungan tertentu apa, gitu kan ada juga. Tapi kita ga ke sana untuk membuktikan
batu itu sakti atau ga sih. Kita ga coba kemudian ke Dinas Kesehatan gitu kan. Tapi
yang menarik kita sempat juga, ya main sih, ke Dinas Kesehatan main, ke rumah
sakit daerah juga main, gitu kan. Yang menarik misalnya dulu, sebelum ada Ponari,
pelayanan rumah sakit di sana itu sangat buruk. Dikenal buruk gitu. Dikenal buruk,
dapat penilaian buruk. Tapi ketika ada Ponari tiba-tiba saja kemudian rumah sakit
itu mendapat penghargaan pelayanan terbaik gitu kan di sana. Tapi kita cuma
didatangilah gitu. Kita datangi, kemudian rumah sakitnya didatangi.
A: Mungkin ada persaingan antara Ponari dan Dinas Kesehatan juga ya?
G: Mungkin, mungkin (tertawa). Ya tiba-tiba ada spanduk gede dengan tulisan: Rumah
sakit dengan pelayanan terbaik192.
Penelitian mengenai batu Ponari tidak penulis temukan dalam media massa
yang penulis pakai dalam penelitian ini. Penulis hanya menemukan komentar dari
pihak Dinas Kesehatan mengenai praktik Ponari 193 . Sementara respon dari rumah
sakit daerah terlihat cukup mencolok setelah praktik Ponari muncul. Dari apa yang
dipaparkan Gunawan, tampaknya rumah sakit selain tidak ingin kehilangan pasien192
193
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010.
Tanggapan dari Depkes hanya sebatas mengomentari jika praktik Ponari tidak merugikan
masyarakat dan memang dibutuhkan oleh masyarakat, maka pengobatan tersebut harus didaftarkan
pada Depkes (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009. “Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin
Berlaku Permanen”).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
107
pasiennya (dengan memasang spanduk “rumah sakit dengan pelayanan terbaik”),
rumah sakit juga ingin masyarakat kembali mempercayai rumah sakit tersebut.
Sebelum ada praktik Ponari, rumah sakit daerah Jombang dikenal buruk. Namun,
setelah muncul praktik Ponari rumah sakit daerah mendapat berbagai tekanan dan
tiba-tiba memperoleh penghargaan dari pemerintah atas pelayanan terbaik
194
.
Ungkapan Gunawan mengenai respon rumah sakit daerah ini tidak ditemukan dalam
pemberitaan media massa yang penulis teliti. Sejauh penelitian penulis, kebanyakan
media massa menyorot tanggapan pihak pelayanan biomedis yang mengomentari air
Ponari, khasiat air, “kemampuan” Ponari, dan reaksi pasien yang berobat pada Ponari.
Ada juga berita yang menyampaikan kritik atas buruknya pelayanan kesehatan dan
hal tersebut dilihat sebagai penyebab munculnya fenomena Ponari195. Namun, tidak
ditemukan media massa yang menyebutkan persoalan bagaimana fenomena Ponari ini
kemudian mempengaruhi peningkatan pelayanan kesehatan biomedis di Jombang.
Gunawan mengungkapkan pementasan Bocah Bajang merupakan hasil
pengamatan Actor Studio selama berada di Jombang. Pementasan tersebut dibangun
dari hasil observasi dan wawancara Actor Studio ketika bertemu Ponari dan orangorang di sekitar Ponari, serta pengalaman menjadi pendatang di desa Ponari selama
praktik pengobatan masih berlangsung.
G: Itu lebih kita tahu aja yang dibicarakan, tapi kita ga mempercayai media begitu aja.
Yang kami percaya ketika kami datang ke sana terus kemudian seperti apa
194
195
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013.
“Tabib Cilik: Pengobatan Ponari, Potret Buruk Pelayanan Kesehatan” (Kompas, Selasa, 17
Februari 2009).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
108
ruangannya, orang-orangnya seperti apa, bahkan omongannya pun kadang kami
saring juga, cerita-ceritanya gitu ga begitu saja ditelan mentah-mentah196.
Apa yang ditampilkan di media massa dengan yang dibawa dalam pertunjukan Bocah
Bajang memiliki kemiripan. Namun, ada bagian-bagian dalam pementasan yang tidak
pernah dimuat dalam media massa, dan sebaliknya ada bagian-bagian dari media
massa yang tidak ditampilkan dalam pementasan karena tidak ditemukan selama
observasi di Jombang. Apa yang ditampilkan dalam media massa tidak diterima
begitu saja oleh Actor Studio. Kemudian Actor Studio datang ke Jombang untuk
merasakan pengalaman langsung ketika berada di lokasi praktik Ponari. Dari
pernyataan Gunawan, bisa diketahui bahwa hasil yang didapat dari observasi
langsung di Jombang pun masih diolah untuk bisa dipentaskan. Media massa menjadi
referensi bagi Actor Studio dalam membuat pementasan Bocah Bajang.
Pengalaman membaca dan merespon media massa diungkapkan Tita Dian
Wulansari (selanjutnya disebut Tita), pemeran Ibu Ponari dan pasien. Dalam
wawancara ini Tita secara tidak langsung telah mengungkapkan bahwa media massa
memiliki peran yang cukup penting dalam menyebarluaskan berita praktik Ponari.
Actor Studio datang ke Jombang pada bulan Juli, sekitar empat bulan setelah Ponari
heboh di media massa. Saat datang ke Jombang, situasi desa Ponari telah berbeda
jauh dengan saat Ponari masih diburu ribuan pasien. Pada bulan Mei situasi praktik
pengobatan Ponari sudah mulai sepi, bahkan pemberitaan tentang Ponari di media
massa juga mulai surut.
196
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
109
A (Airani): Dari yang ditangkap di media itu banyak sekali nggak bedanya ketika di
media ngomong gini, waktu datang ke Jombang kok kayak gini kenyataannya?
T (Tita): Perbedaan itu terjadi kayak misalnya pasien yang sudah tidak banyak itu,
tidak seperti yang dikatakan media karena kami datang ke sana sudah, fenomena
Ponari sudah mulai turun. Media sudah tidak memberitakan itu secara besar-besar
lagi. Jadi, banyak sekali perbedaan memang, eee... pasiennya sudah tidak banyak,
dan terus kesembuhan orang yang tidak kami temui, siapa, siapa, sumber-sumber
yang mengatakan apa, yang sembuh adalah si ini, si ini, itu tidak bisa kami
temukan. Dan, dan banyak versi, banyak versi siapa sebenarnya yang sembuh. Itu
ada perbedaan seperti itu. Dan, apa ya, berita itu sebenarnya bukan media, tapi dari
bu lurahnya, itu sendiri seperti menakut-nakutiku waktu itu. Aku takut waktu
datang ke kampungnya karena menurut Bu Lurah, panitia yang bekerja di sana,
yang mengurusi, apa, mengurusi praktik Ponari itu, ini, mereka menjadi lebih
sensitif terhadap kehadiran orang lain semenjak media datang. Lha terus, terus
membuat, membuatku jadi lebih takut, ya merasa tidak aman untuk datang ke sana.
Ternyata tidak ada. Semuanya aman terkendali. Tetapi memang mereka kurang
suka. Aku merasa ada, ada, apa ya, terutama dari warga. Jadi, ketika aku
membicarakan, menanyakan kok sudah nggak ada media di sini, mereka, mereka
jadi, ngapain media di sini. Mereka ada rasa sensitif ketika kutanyakan.
A: Pandangannya sudah negatif?
T: Sempet, sempet, menurut Bu Lurah sempet terjadi, apa, penghancuran kamera oleh
panitia gitu. Tapi aku juga nggak tahu apakah itu benar. Menurut Bu Lurah, dia
bercerita pada kami waktu kami datang ke sana.
A: Berarti nggak mau diekspose?
T: Iya, mungkin bisa seperti itu. Karena ternyata itu jadi mengancam, katakanlah,
seperti mengancam kehadiran, keberlangsungan praktik Ponari karena pemerintah
akhirnya melakukan tindakan menutup praktik itu. Kalau mereka ditutup gitu aja,
kan berarti kan penghasilan mereka tidak ada lagi. Maka, solusinya ada, ada
beberapa hari yang tidak buka praktik197.
Ada perbedaan yang cukup mencolok antara apa yang diberitakan media
dengan sikap masyarakat desa Ponari sendiri menurut observasi Actor Studio.
Meskipun media massa secara tidak langsung telah membantu praktik pengobatan
Ponari sekaligus menambah penghasilan warga sekitar Ponari, masyarakat di sekitar
197
Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
110
Ponari pada akhirnya sempat menolak kehadiran media massa di desa mereka. Hal ini
tidak diketahui alasannya dengan pasti, dalam wawancara Tita menduga apa yang
menjadi penyebab masyarakat menolak kehadiran media massa adalah karena
masyarakat tidak mau praktik ditutup. Jika media massa meliput praktik Ponari, maka
akan semakin banyak orang datang ke lokasi dan kedatangan banyak orang tersebut
oleh pemerintah bisa dianggap sebagai gangguan, sehingga pemerintah menutup
praktik tersebut. Masyarakat menjadi kehilangan penghasilan jika praktik ditutup,
maka kemudian warga menolak kehadiran media massa.
Dalam pemberitaan media massa kebanyakan disebutkan pihak keluarga Ponari
lebih terkesan pasif, tidak banyak melakukan dukungan terhadap Ponari. Dukungan
keluarga yang diperlihatkan media massa hanya sekadar permintaan penutupan
praktik pengobatan. Namun, dalam wawancara dengan Tita penulis menemukan ada
bentuk dukungan lain yang diberikan oleh pihak keluarga, terutama ibu Ponari, yang
memberikan berbagai macam cerita kepada calon pasien Ponari agar orang-orang
terus datang pada Ponari.
A: Ibu itu merangkum cerita-cerita orang-orang itu dan menceritakan lagi ke orangorang yang berobat?
T: Ho‟oh. Jadi, si ibu tetap berusaha gimana caranya Ponari tetap ada, kehidupannya
tetap berlangsung di masyarakat, di keluarganya sendiri tetap ada. Makanya dia, dia
terus merangkum cerita seperti meramu, meramu racikan-racikan, kalau mantra kan
pakai gitu-gitulah. Itu seperti itulah, cerita-cerita itu seperti itu. Ibunya yang
berperan besar untuk menghidupkan Ponarinya.
A: Mempertahankan supaya, ada motif ekonominya juga ya di situ?
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
111
T: Ya, sepertinya begitu198.
Salah satu pihak yang cukup berperan dalam praktik pengobatan Ponari adalah
ibu Ponari sendiri. Dalam pengamatannya, Tita menemukan bahwa ibu Ponari
membangun cerita-cerita sendiri untuk menarik perhatian para calon pasien 199 .
Namun, tampaknya tujuan bercerita pada pasien itu bukan hanya untuk
mendatangkan pasien bagi anaknya, ibu Ponari cenderung mempertahankan Ponari
agar perekonomian keluarga semakin meningkat. Dengan semakin banyak orang
datang pada Ponari, berarti akan semakin meningkat juga pemasukan keuangan bagi
keluarga Ponari. Hal ini tampak berbeda dengan pemberitaan media massa yang tidak
terlalu banyak bercerita tentang ibu Ponari. Dalam media massa ibu Ponari lebih
terkesan pasif dan tidak terlibat terlalu jauh dalam praktik pengobatan Ponari.
Persoalan perekonomian masyarakat desa Ponari pun menjadi latar belakang
yang cukup kuat bagi orang-orang tersebut dalam mempertahankan praktik
pengobatan Ponari. Ada media massa yang menyebutkan keuntungan yang dicapai
warga desa Ponari, tetapi tidak secara terang-terangan menyebutkan bahwa persoalan
perekonomian itulah yang membuat mereka melanggengkan praktik Ponari. Dan
alasan perekonomian ini membuat warga menolak penutupan praktik Ponari. Dalam
wawancara ini Tita menyebutkan bahwa meskipun pihak pemerintah menginginkan
198
199
Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011.
Salah satu cerita yang dibangun ibu Ponari adalah si ibu ini mengaku telah tiga kali bermimpi
didatangi Nyi Roro Kidul. Selain ibu Ponari, kakek Ponari pun bercerita bahwa Ponari adalah
keturunan Sunan Giri. Ketika telah menjadi dukun cilik, nama Ponari diubah menjadi Mohammad
Ponari. Pengubahan nama ini dilakukan untuk “mengamankan” suapaya tidak dianggap syirik.
Penggantian nama ini pun, menurut pengakuan tetangga Ponari, merupakan perintah yang datang
dari mimpi.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
112
praktik Ponari ditutup, tetapi bagi masyarakat praktik pengobatan Ponari ini bisa
membuka lapangan pekerjaan baru bagi mereka.
T: Ada satu orang pegawai negeri yang menemani kami untuk bertemu Bu Lurah.
Pegawai negeri itu, aku lupa dari mana, dia bercerita bahwa sebenarnya pemerintah
sendiri sudah menginginkan itu ditutup. Tapi ada hal lain ya yang memutuskan
tidak jadi, yang masyarakatnya. Masyarakat tidak mau ditutup.
A: Tapi sudah ada imbauan?
T: Karena masyarakat tidak maulah kehilangan mata pencarian yang cukup gede.
Mungkin mereka bisa dapat berapa ratus ribu. Dulu pas ramai-ramai bisa dapat
berapa juta kali.
A: Ada yang ngasih kesaksian nggak, dulu kerjanya ini, setelah ada Ponari dia jadi
kesejahteraan meningkat. Ada kesaksian gitu nggak?
T: Ada, ada, si ibu. Dia siapa ya? Tapi ada yang mengatakan itu. Dia, dia, dari bertani,
terus bisa punya motor, jadi ojek. Si ibunya itu tadinya nggak ngapa-ngapain. Tapi
terus dia bisa jual makanan. Dia jual mi rebus, gitu-gitu kan.
A: Buka warung itu ya?
T: Iya, dia buka warung. Dan dia juga bisa menghiasi tubuhnya dengan emas-emas itu,
banyak sekali200.
Dalam media massa disebutkan juga persoalan penutupan praktik Ponari.
Penutupan ini disepakati keluarga Ponari dan pihak pemerintah dengan alasan Ponari
sakit, Ponari ingin kembali bersekolah, dan adanya gangguan di desa Ponari akibat
banyaknya orang dari luar desa yang datang berobat 201 . Namun, pada akhirnya
200
201
Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011.
Alasan penutupan praktik dikemukakan dalam “Pengobatan oleh Ponari: Aktivitas Pengobatan
Dihentikan” (Kompas, Rabu, 11 Februari 2009), “4 Tewas, Tempat Praktik Ditutup: „Dukun Cilik‟
Hebohkan Jombang” (Kedaulatan Rakyat, Rabu, 11 Februari 2009), dan “Praktik Dukun Cilik
Tutup: Bupati Tak Jamin Permanen” (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009). Salah satu warga Dusun
Kedungsari, bernama Andik, merasa terganggu dengan adanya praktik Ponari di dusun itu karena
desa menjadi ramai dengan kedatangan ribuan pasien Ponari (“Ribuan Warga Datangi Lagi Praktik
Ponari”. Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009). Dari pengakuan Andik, tampaknya tidak semua
warga merasakan keuntungan dari praktik pengobatan Ponari, dan hanya warga yang mendapat
keuntungan saja yang menginginkan agar praktik Ponari tetap berlangsung.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
113
pemerintah terlihat kurang tegas dalam menangani praktik Ponari, sehingga praktik
yang semula telah ditutup justru dibuka kembali. Ada juga berita yang menyebutkan
bahwa ada keterlibatan pihak pemerintah/otoritas dalam pembukaan kembali praktik
Ponari202. Sejauh pengamatan penulis dalam melihat media massa, tidak ditemukan
berita yang menyebutkan adanya dukungan pemerintah dalam menangani
permasalahan perekonomian masyarakat. Yang penulis maksud adalah pemerintah
kurang melihat kebutuhan warganya dalam meningkatkan perekonomian mereka.
Ketika praktik Ponari dibuka, masyarakat mendapat peluang besar untuk menciptakan
berbagai lapangan pekerjaan baru. Di sisi lain, pemerintah yang menginginkan
praktik tersebut ditutup juga tidak mempertimbangkan persoalan perekonomian
warganya, sehingga kebanyakan warga menginginkan praktik pengobatan tetap
berjalan dan tidak mendukung penutupan praktik seperti yang diinginkan pemerintah.
Dari wawancara dengan Tita dapat diketahui Ponari telah membuka jalan bagi
sebagian besar masyarakat desa Ponari untuk meningkatkan penghasilan.
Dengan mengungkapkan pemerintah ingin menutup praktik Ponari, dalam
wawancara ini Tita menunjukkan belum ada ketegasan pihak pemerintah untuk
benar-benar menutup praktik Ponari, bahkan praktik ini masih terus berlangsung pada
202
Andik, salah seorang warga Kedungsari, menyebutkan ada pihak yang memiliki otoritas dan
meminta agar pengobatan dibuka kembali. Namun, Andik tidak menyebutkan siapa pihak tersebut
(“Ribuan Warga Datangi Lagi Praktik Ponari”. Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009). Dalam berita
“Polisi Sweeping Pasien” disebutkan Ketua DPRD, Abdul Halim Iskandar, semula menentang
penutupan praktik Ponari, tetapi kemudian menyetujui penutupan praktik Ponari (Jawa Pos, Jumat,
27 Februari 2009). Berita “MUI Desak Tutup Praktik Ponari” mengungkapkan adanya dugaan
keterlibatan perangkat desa yang turut mengeksploitasi Ponari. Kupon pengobatan yang semestinya
tidak dijual lagi ternyata tetap dijual di Balai Desa Balongsari (Jawa Pos, Kamis, 19 Februari
2009).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
114
bulan Juli ketika Actor Studio datang ke Jombang. Pada kenyataan di lapangan yang
ditemukan Tita banyak warga yang mengalami perubahan dalam perekonomian, baik
dalam mendapat pekerjaan yang lebih banyak menghasilkan uang sekaligus dalam
perubahan gaya hidup warga setempat. Jadi, memang ada hal-hal yang tidak
diungkapkan dalam media massa, terutama mengenai praktik Ponari yang telah
membuka banyak lapangan pekerjaan baru bagi warga setempat dan bagaimana
perubahan gaya hidup masyarakat desa Ponari.
Dari semua narasumber dalam penelitian ini ada seorang narasumber yang tidak
ikut observasi ke Jombang, yaitu Sugeng Utomo (selanjutnya disebut Sugeng). Dalam
pementasan Bocah Bajang Sugeng bertugas mendesain tata lampu pertunjukan.
Sumber referensi yang digunakan Sugeng untuk mendesain tata lampu dalam Bocah
Bajang adalah hasil observasi Actor Studio dan berita-berita media massa. Dari
pembacaan Sugeng ada beberapa hal tentang Ponari yang diperoleh dari observasi
dan bertolak belakang dengan apa yang diberitakan media massa. Namun, apa yang
disebut sebagai hal-hal yang bertolak belakang oleh Sugeng kurang dijelaskan ketika
wawancara, sehingga menjadi kurang detail apa yang diketahui Sugeng mengenai
observasi dengan apa saja yang Sugeng dapat dari media massa. Sugeng hanya
mengungkapkan garis besar yang dia ketahui tentang isu Ponari.
S (Sugeng): Aku tetep maca, cuma kalau aku langsung ke sana, nggak. Jadi aku mung
sebatas membaca catatan-catatan masing-masing aktor sing mrono dan, dan apa
wae sing ditemoni. Yang kadang-kadang, bukan kadang-kadang, beberapa ki
jungkir balik dengan yang diberitakan di media.
(Aku tetap membaca, cuma kalau aku langsung ke sana (Jombang), nggak. Jadi aku
cuma sebatas membaca catatan-catatan masing-masing aktor yang ke Jombang dan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
115
apa saja yang ditemukan. Yang kadang-kadang beberapa berkebalikan dengan yang
diberitakan di media).
A (Airani): Penangkepane apa, Mas?
(Penangkapannya apa, Mas?)
S: Maksudnya?
A: Dari data yang dibaca, dari surveinya mereka, terus sebelum masuk ke panggung
kan berarti ana interpretasi dhewe saka Mas Sugeng.
(Dari data yang dibaca, dari surveinya mereka, terus sebelum masuk ke panggung
kan berarti ada interpretasi sendiri dari Mas Sugeng).
S: Atas data itu ya? Atau isu itu? Nek isu, interpretasi apa ya, nek isu kuwi ya, ya kuwi
mung nganu sih, bahasane apa ya... Kayak obor blarak ngono kae lho, semacam ya
iku hanya akan, akan besar untuk sesaat saja. Lagi-lagi itu soal memang sugesti, isu
yang, isine tak pikir sugesti soal batu yang bisa menyembuhkan, sugestif banget203.
(Atas data itu ya? Atau isu itu? Kalau isu, interpretasi apa ya, kalau isu itu ya, itu
hanya semacam obor blarak, semacam hanya akan besar sesaat saja. Lagi-lagi itu
soal memang sugesti, isu yang, isinya aku pikir sugesti soal batu yang bisa
menyembuhkan, sugestif banget).
Menurut Sugeng, peristiwa pengobatan Ponari hanya menjadi peristiwa yang
besar untuk sesaat saja. Di sini terlihat bahwa Sugeng menangkap adanya peran
media dalam pemberitaan pengobatan Ponari. Media massa cukup berpengaruh untuk
membuat Ponari menjadi terkenal atau surut popularitasnya. Selain itu, peristiwa
Ponari yang diperkirakan Sugeng hanya akan besar sesaat ini merupakan satu dari
sekian banyak peristiwa pengobatan serupa yang sudah sering muncul di Indonesia.
Dan Sugeng juga melihat ada pengaruh yang muncul dari pengobatan bermedium
batu ini. Terlepas dari benar tidaknya “khasiat” batu Ponari, Sugeng secara tidak
langsung mengungkapkan batu Ponari telah memberi harapan pada banyak orang
203
Sugeng Utomo, penata lampu Bocah Bajang. Wawancara: 26 April 2012.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
116
untuk bisa sembuh dari penyakit mereka. Dan kesembuhan yang didapat banyak
pasien hanya merupakan sugesti saja, belum tentu pasien sembuh karena batu Ponari.
Selama mengikuti proses Bocah Bajang, Sugeng merasa kurang mendapat
informasi yang cukup tentang Ponari. Pada akhirnya Sugeng memutuskan untuk
mempercayai hasil observasi di Jombang. Hal ini bisa disebabkan karena observasi
diperoleh langsung di Jombang dan merupakan pengalaman yang dirasakan dan
dialami secara langsung oleh Actor Studio. Sugeng juga mengatakan bahwa hasil
observasi berbeda dengan apa yang disampaikan dalam media massa, tetapi Sugeng
tidak menyebutkan secara detail soal perbedaan itu. Sugeng melihat perbedaan itu ada
karena hasil observasi merupakan apa yang dilihat dan dialami langsung oleh para
aktor, sedangkan media massa dilihat sebagai pihak yang bisa menciptakan narasi apa
saja untuk kepentingan media massa itu sendiri.
S: Ho‟oh, satu data, data yang muncul di media soal apa, isu, isu Ponari itu. Tapi kalau
aku sih ngrasanya kemarin ininya kurang sih, apa itu, apa ya, ngrewes, ngrewes,
ngurusi soal isu Ponari itu sendiri dibandingkan, ya ke pertunjukane kuwi. Iki wis
isu Ponari sing wis dadi pertunjukan. Iki ora akeh, ora akeh, justru malah mungkin
kurangnya di situ. Ora ngurusi isu Ponari itu sendiri. Jan-jane Ponari iki apa ta, itu
aku krasa karena selama itu saat kuwi data sing aku oleh ya mung saka TV dan
koran, dan survei yang kemudian aku omongke kuwi mau. Akeh sing walikan. Janjane soal kemalasan Ponari, alasane ngapa. Antara media dengan temen-temen
survei kan beda. Njuk akhire, pada akhirnya, iki aku le percaya karo surveine
bocah-bocah. Aku tetep, media tetep punya kepentinganlah, kepentingan pencitraan
atau kepentingan penjualan berita itu, atau alasan lain. Aku ora percaya kuwi. Dan
nek kanca-kanca karena netral, aku butuh data netral sik, sing lagi tak olah dinggo
pertunjukan204.
(Iya, satu data yang muncul di media soal isu Ponari itu. Tapi kalau aku sih merasa
kemarin ini kurang ngurusi soal Ponari itu sendiri dibandingkan dengan
pertunjukannya. Ini isu Ponari yang sudah jadi pertunjukan. Ini tidak banyak, malah
mungkin kurangnya di situ. Tidak mengurusi isu Ponari itu sendiri. Sebenarnya
Ponari itu apa, aku merasa karena saat itu data yang aku dapat hanya dari televisi
204
Sugeng Utomo, penata lampu Bocah Bajang. Wawancara: 26 April 2012.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
117
dan koran, dan survei yang aku bicarakan tadi. Banyak yang berkebalikan.
Sebenarnya soal kemalasan Ponari, alasannya kenapa. Antara media dan survei kan
beda. Kemudian akhirnya aku percaya pada surveinya teman-teman. Aku tetap
melihat media punya kepentingan, kepentingan pencitraan atau kepentingan
penjualan berita atau alasan lain. Aku nggak percaya itu. Dan kalau teman-teman
netral, aku butuh netral, kemudian aku olah untuk pertunjukan).
Sugeng menentukan cara membaca media massa dan hasil observasi di Jombang dan
memutuskan untuk mempercayai hasil observasi. Media massa hanya menjadi
referensi bagi Sugeng dan tidak langsung dipercaya begitu saja oleh Sugeng. Seluruh
pemberitaan tentang Ponari bisa saja merupakan cara media massa untuk menarik
perhatian banyak orang melalui narasi-narasi seputar praktik pengobatan Ponari. Di
samping itu, menurut Sugeng, media massa mempunyai kepentingan pencitraan atau
menjual berita. Berita-berita yang dihadirkan media massa sekilas tampak
memberitakan peristiwa sosial dalam masyarakat, tetapi jika lebih dicermati lagi
media massa cenderung berbicara tentang “kesaktian” Ponari dan bagaimana
perubahan kehidupan Ponari setelah menjadi “dukun cilik”. Memang ada berita-berita
yang menampilkan pembelaan terhadap Ponari, tetapi berita-berita itu hanya berhenti
pada siapa saja pihak yang membela dan kurang menunjukkan tindakan-tindakan
yang diambil pihak-pihak yang membela Ponari. Dengan menjual berita, media
massa mampu mengendalikan popularitas Ponari. Jika media massa ingin ada lebih
banyak orang mengkonsumsi berita tentang Ponari, maka kebanyakan berita yang
dihadirkan cenderung tentang “kesaktian” Ponari.
Karena ada kepentingan pencitraan dan penjualan berita, maka Sugeng memilih
untuk mempercayai hasil observasi. Melalui hasil observasi, Sugeng melihat ada
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
118
kenyataan di lapangan yang tidak disampaikan media massa. Seperti yang disebutkan
Sugeng soal kemalasan Ponari (dalam kutipan di atas), dengan merujuk hasil
observasi tentang Ponari yang dipaksa mengobati, sehingga Ponari menjadi malas
mengobati orang205. Dalam media massa Ponari terlihat malas karena ada anggapan
Ponari kelelahan karena sudah mengobati banyak orang 206 . Dalam kutipan di atas
Sugeng menyebutkan hasil observasi adalah suatu hal yang netral (kurang jelas netral
dalam hal apa), mungkin karena temuan tersebut didapat langsung dari Jombang dan
sesuai fakta di lapangan. Menurut penulis, temuan observasi kurang bisa dikatakan
netral karena dalam observasi ini Actor Studio juga memiliki kepentingannya sendiri,
yaitu untuk mendapatkan pengalaman langsung di lokasi praktik pengobatan Ponari
dan memperoleh keterangan lebih detail. Apalagi jika melihat langsung pada
pertunjukan Bocah Bajang, ada temuan-temuan di Jombang yang tidak disampaikan
media massa, tetapi dihadirkan dalam pertunjukan. Misalnya soal Bu Lurah yang
mengaku mengundang media massa, atau soal warga desa yang menciptakan berbagai
cerita untuk menarik perhatian agar lebih banyak orang datang ke desa mereka, atau
soal warga desa yang mempertahankan Ponari karena alasan finansial, bukan karena
mempercayai “kesaktian” Ponari. Contoh-contoh tersebut menjadi gambaran bahwa
Actor Studio pun mempunyai kepentingan menghadirkan temuan observasi yang
205
206
Ada hasil observasi mengenai Ponari yang ada masa-masanya memang dia tidak mau mengobati.
Dan lebih seperti dipaksa untuk mengobati, atau digendong karena sebenarnya Ponari tidak mau
pindah dari tempat tidurnya, kemudian dipaksa digendong. Bahkan Ponari tidak mau mencelupkan
batu. Tangannya digerakkan oleh kakeknya, dipaksa untuk mencelupkan batu (Gunawan Maryanto,
sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010).
“Pengunjung Merosot, Ponari Ogah-ogahan”. Jawa Pos, Senin, 16 Maret 2009.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
119
belum diketahui orang banyak, terutama para konsumen berita media massa yang
tidak datang ke lokasi praktik Ponari.
Pembacaan atas media massa dilakukan Mohammad Nur Qomaruddin
(selanjutnya disebut Qomar) yang berperan sebagai Pak Kardi dan pasien. Dalam
wawancara ini Qomar mengungkapkan bahwa media mempunyai peran besar dalam
peristiwa pengobatan Ponari. Hampir sama seperti yang diungkapkan narasumber
lainnya, di sini Qomar melihat media massa telah mampu membuat seseorang
(Ponari) menjadi besar, bukan hanya karena praktik pengobatannya, tetapi juga
disertai narasi-narasi seputar kehidupan sehari-hari Ponari.
A (Airani): Terus yang menarik dari Ponarinya sendiri, waktu itu lho, sebelum....
Q (Qomar): Sebelum mulai prosesnya? Ya, bagaimana, apa sih, aku lebih bukan pada
pengobatannya, tapi lebih pada, karena aku juga mahasiswa begitu, gitu melihat
fenomena itu jadi kayak yang aku menjadi pikiran langsung. Wah, ini media tuh
bisa menyorot, sehingga membuat seseorang tuh jadi besar banget dan yang aku
lihatnya sih biasa, tapi apa ya, tapi, eee... aneh. Karena ada yang sampai berhimpithimpitan gitu kan waktu di, di TV itu. Kelihatan mereka berdesak-desakan207.
Dalam penuturannya, Qomar melihat fenomena Ponari dari sudut pandang akademis
(sebagai seorang mahasiswa) yang melihat adanya kemampuan media mengangkat
sebuah peristiwa dan mengendalikan posisi seseorang (Ponari). Qomar tidak langsung
percaya dengan yang diungkapkan media massa, di sini Qomar justru melihat adanya
kemampuan media massa memperlakukan seseorang (Ponari) sesuai keinginan media
massa. Media massa menjadikan Ponari sebagai “tokoh utama” dalam kisah
pengobatannya dan membuat bocah ini terkesan menjadi magnet bagi puluhan ribu
207
Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
120
orang pasien. Di sini media massa membuat Ponari menjadi “dukun cilik” yang
terkenal melalui pemberitaan media massa. Sementara Qomar lebih melihat Ponari
bisa menjadi terkenal bukan karena Ponari sendiri dan praktik pengobatannya, tetapi
karena ada campur tangan media massa dalam mempopulerkan Ponari. Qomar juga
bercerita mengenai apa yang dia saksikan di televisi. Media massa mampu
mengundang perhatian banyak orang, menghadirkan narasi tentang pengobatan
Ponari yang cukup dramatis, dan membuat orang banyak tertarik datang pada Ponari.
Di sisi lain, media massa mampu membuat orang percaya pada apa yang ditampilkan
di media massa. Dengan menampilkan visual orang yang sedang berdesak-desakan
media mampu membuat orang banyak menjadi percaya bahwa Ponari memang
memberi harapan pada banyak orang untuk mengobati dengan “batu ajaib”-nya.
Jarak awal yang diambil Qomar adalah dengan tidak langsung mempercayai
apa yang dilihatnya di media massa. Qomar melihat banyak rekayasa bisa diciptakan
media massa agar berita mendapat perhatian orang banyak. Hal itulah yang dipikirkan
Qomar saat melihat fenomena Ponari dalam media massa. Media massa mempunyai
kekuasaan untuk menentukan apa yang akan mereka tampilkan di depan masyarakat
dan membuat masyarakat menerima begitu saja apa yang ditampilkan media massa.
Q: Ya, begitu dibahas lebih lanjut, memang pertanyaan awalku aku masih inget
banget. Aku tuh punya kecurigaan, begitulah, pokoknya maksudnya apakah ini, ini
semua tentang apa yang kuasa media. Aku nggak, karena aku bukan, bukan
wartawan, bukan pelaku media yang, media massa, gitu ya nggak tahu
kebenarannya. Memang ada nggak sih permainan-permainan yang kayak di TVTV, di film-film gitu ya, yang rekayasa media, yang memang mereka sengaja
membuat itu jadi besar, kayak gitu-gitu. Itu nggak tahu, meskipun banyak
dibicarakan, banyak temen-temen yang media itu juga, wah, ini bisa-bisanya aja,
gitu, kayak misalnya kayak show Termehek-mehek, gitu-gitu kan banyak muncul
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
121
akhir-akhir ini gitu. Apa emang, kalau Termehek-mehek emang ya, emang, emang
kayak gitulah. Yang ini tuh aku punya kecurigaan itu. Makanya aku, nah, waktu itu
kayak di, eee... kan teksnya dua tuh, Bocah Bajang, eee... Bocah Bajang dan, dan
fenomena Ponari gitu. Kalau di fenomena Ponari aku punya kecurigaan itu. Janganjangan ini cuma, cuma permainan media, tidak ada, nggak ada yang lain gitu. Selain
itu, gitu, cuma ya waktu itu masih, masih, masih panjang perdebatannya. Cuma aku
waktu itu masih yang ganjil.
A: Yang ditangkap dari media sendiri apa, Mas, tentang Ponarinya?
Q: Ya kayak....
A: Sebelum muncul pembicaraan itu.
Q: Www... apa, ini perkembangan sejajar sama kasus-kasus yang lain gitu. Kasus
korupsi atau kasus apa misalnya, Nazarudin ya misalnya. Sekarang terakhir-terakhir
Nazarudin, ya Nazarudin. Kemudian waktu itu kecenderungan kayak gitu kan
sudah, sudah besar gitu di media, terutama di televisi yang paling deket.208.
Peristiwa Ponari ini ditanggapi Qomar sebagai suatu narasi yang diciptakan oleh
media massa serta dapat diatur kapan berita tentang Ponari harus muncul dan kapan
berita-berita tersebut harus surut dan berganti dengan berita lainnya. Peristiwa Ponari
dilihat Qomar sebagai peristiwa biasa, sama seperti peristiwa-peristiwa lain yang
pernah dihadirkan oleh media massa. Jika dilihat dari sudut pandang media massa,
mungkin saja berita Ponari memiliki porsi yang sama seperti berita-berita lainnya.
Namun, jika dilihat dari penonton/pembaca berita, maka peristiwa Ponari ini mampu
menarik perhatian banyak orang, terutama bagi orang-orang yang sudah lama
menginginkan kesembuhan. Hal ini menunjukkan bahwa media massa pun
mempunyai target siapa konsumen beritanya, berita apa yang dihadirkan dan siapa
yang membaca/menonton berita tersebut.
208
Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
122
Ada sebuah temuan yang diperoleh dalam observasi, tetapi tidak dihadirkan
dalam media massa, yaitu pengakuan Bu Lurah mengenai keramaian praktik Ponari
dan komentarnya tentang air Ponari.
Q: Tapi ada cerita yang Bu Lurah itu yang di awal fenomena Ponari itu dia yang
mengundang wartawa buat ke situ untuk, kan dia mempunyai relasi wartawan gitu.
(...) dia punya relasi wartawan-wartawan gitu kan. Terus sengaja, emang sengaja
diundang gitu.
Q: Nah, kata Bu Lurah itu setelah dicelup itu baunya bisa kayak bau busuk, baunya
persis sisik ular gitu. Tapi ya setelah beberapa hari di sini dibuka juga masih kayak
bau air biasa gitu209.
Sejak awal tidak pernah ada berita yang mengungkapkan bagaimana awalnya media
massa mengetahui ada peristiwa pengobatan Ponari. Tiba-tiba media massa sudah
ramai memberitakan fenomena Ponari dengan versi mereka sendiri-sendiri. Dalam
observasi ini Bu Lurah mengaku dialah yang telah mengundang wartawan dan
membuat praktik Ponari menjadi ramai didatangi banyak orang. Bu Lurah juga
berkomentar soal air Ponari yang dianggapnya tidak sehat sebab berbau, sehingga
tidak layak minum. Pengakuan Bu Lurah ini tidak muncul dalam media massa. Media
massa hanya menampilkan komentar Bu Lurah mengenai perbaikan jalan dan
pembangunan masjid setelah ada pemasukan dari praktik Ponari210, serta Bu Lurah
sempat menunjukkan surat yang memuat alasan penutupan praktik Ponari211.
209
210
211
Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011.
“Heboh
Ponari
Dukun
Cilik
dari
Jombang”.Sigi
30
Menit,
SCTV.
http://www.youtube.com/watch?v=TYa--eo4d4w&feature=relmfu,
diunduh:
16
Maret
2012.“Dukun Cilik”. Program Liputan 6, SCTV, disiarkan 5 Februari 2009.
http://www.youtube.com/watch?v=8pNEgfsRP1k&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012.
“Dukun Cilik Ponari”. Program Silet, RCTI, diunggah: 24 Februari 2009.
http://www.youtube.com/watch?v=2sWdE-Xi_V4, diunduh: 16 Maret 2012.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
123
Ketika banyak orang datang pada Ponari dan percaya pada khasiat batu Ponari,
apa yang ditemukan Qomar di Jombang ternyata cukup bertolak belakang dengan apa
yang dihadirkan di dalam media massa. Media massa secara umum menampilkan
pengobatan Ponari seakan-akan dipercaya banyak orang dari berbagai daerah dan
masyarakat sekitar lokasi pengobatan. Namun, ketika ditelusuri di Jombang, justru
masyarakat sekitar Ponari tidak percaya dengan cerita bahwa Ponari bisa
menyembuhkan. Warga desa Ponari mempertahankan Ponari dengan berbagai macam
cerita lebih karena agar masyarakat terjamin perekonomiannya. Setelah Ponari
menjadi dukun cilik, banyak warga yang mengalamai perkembangan dalam hal
mencari nafkah. Di sisi lain, sebagai bentuk ketidakpercayaan warga sekitar atas
khasiat batu Ponari, para warga tetap memilih berobat pada dokter. Kebanyakan yang
datang pada Ponari adalah orang-orang dari luar desa Ponari dan tidak mengetahui
situasi di desa Ponari. Ketika media massa memberitakan Ponari banyak orang
menjadi percaya begitu saja dan langsung datang berobat.
Q: Nah, kalau warga sekitar tuh menurutku ya nggak, nggak percaya gitu. Tapi karena
itu memberi nilai ekonomi buat mereka ya jadi mereka tetap ngomongin itu. Tapi
mereka tetep kalau sakit ya ke dokter gitu. Ya, warga sekitarnya itu justru nggak.
Yang datang kan justru kebanyakan dari luar, luar kampung situ.
A: Yang penduduk sekitar situ malah lebih....
Q: Nggak, nggak percaya. Aku sempet ngobrol sama, ya kayak remaja, apa sih, kayak
orang jamaah masjidnya di situ, gitu. Itu mereka, ehmmm... ya nggak percayalah
mereka gitu. Karena mereka, apa, NU-nya kuat gitu, Islamnya kuat.
A: Sempet itu nggak sih, ada protes dari orang-orang masjidnya itu apa....
Q: Nggak ada. Begitu, ya karena, gimana ya, itu mereka mau protes juga itu hidup
khalayak banyak gitu. Khalayak ramai dan di peristiwa ini Ponari malah justru ikut
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
124
menyumbang buat pembangunan masjid, pembangunan jalan, mengaspal jalan,
gitu. Terus membangun TK212.
Temuan lain yang diperoleh Qomar selama berada di Jombang adalah orangorang di sekitar Ponari, termasuk jamaah masjid, tidak percaya dengan praktik
pengobatan Ponari. Orang-orang di sana masih memegang kuat ajaran agama,
sehingga kemungkinan menghindari pengobatan Ponari. Namun, di sisi lain orangorang yang tidak percaya pada pengobatan Ponari ini juga turut serta menikmati hasil
dari pengobatan Ponari. Beberapa fasilitas di desa mereka dapatkan dari hasil praktik
Ponari. Dan warga sekitar, terutama jamaah masjid, tidak memprotes atau melarang
keberadaan praktik Ponari. Tidak ada komentar dari segi agama yang disampaikan
jamaah masjid atas praktik Ponari. Hal tersebut cukup berlawanan dengan yang
ditampilkan di media massa, di mana banyak perwakilan lembaga keagamaan yang
mempertanyakan ulang mengenai praktik Ponari. Kebanyakan perwakilan lembaga
keagamaan yang dihadirkan media massa merupakan perwakilan dari lembaga yang
jauh dari lokasi praktik Ponari dan tidak diketahui apakah mereka pernah datang
langsung ke lokasi praktik Ponari. Sementara tanggapan dari jamaah masjid di desa
Ponari tidak ada yang ditampilkan dalam pemberitaan. Persoalan perekonomian
tampaknya memang telah membuat warga di desa Ponari tetap mempertahankan
keberadaan si dukun cilik karena Ponari telah menghidupi desa tersebut.
Selain wawancara langsung, penulis juga melakukan wawancara via Facebook
dengan dua narasumber lain, yaitu Siti Fauziah (Ozi) dan Darmanto Setiawan
212
Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
125
(Antok). Wawancara melalui Facebook ini merupakan informasi tambahan untuk
mengetahui apa yang ditangkap para narasumber dari pemberitaan tentang Ponari.
Dan wawancara ini bukanlah wawancara mendalam karena jawaban-jawaban yang
diberikan narasumber hanya jawaban pendek dan sekilas saja. Berikut pemaparan
analisis pandangan Ozi dan Antok mengenai berita-berita Ponari.
Siti Fauziah, atau sering disapa Ozi, yang berperan sebagai Bu Lurah dan
pasien, dalam wawancara via Facebook mengungkapkan garis besar yang ia tangkap
dari narasi fenomena Ponari. Dalam pernyataannya, Ozi mengatakan pemberitaan
Ponari menunjukkan masyarakat masih banyak yang percaya dengan hal-hal di luar
logika. Pengobatan yang dikerjakan Ponari bisa saja dianggap berada di luar logika
jika melihat pada masa sekarang ilmu pengobatan sudah cukup maju, terutama
pengobatan biomedis, dan belum ada bukti secara ilmiah air Ponari bisa menjadi obat.
Pendapat Ozi merupakan tanggapannya setelah melihat banyaknya orang yang datang
pada Ponari dan menekankan pada betapa besarnya kepercayaan orang banyak pada
pengobatan yang dianggap Ozi berada di luar logika pengobatan biomedis.
Airani (A): Menurut mb ozi, apa yang menarik dari isu Ponari? (setelah tahu berita
tentang Ponari).
Ozi (O): Hari gini kok masi ada yang percaya sama “cerita” yang begituan, bahwa
dengan celupan batu dari tangan anak kecil akan menyembuhkan segala macam
penyakit.
A: Apa yang mb ozi tangkap dari pemberitaan tentang Ponari di media massa (cetak
maupun elektronik)?
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
126
O: Yang saya tangkap dari pemberitaan Ponari adalah mental masyarakat kita yang
masih percaya hal-hal di luar logika213.
Apa yang diungkapkan Ozi merupakan gambaran mengenai sebagian kecil
pemberitaan tentang pengobatan Ponari dalam media massa. Dalam media massa ada
berita-berita yang menarasikan peristiwa Ponari sebagai gambaran bahwa masih ada
masyarakat yang percaya dengan hal-hal yang ada di luar logika kesehatan biomedis
dan lebih memilih untuk datang berobat pada Ponari 214 . Pasien-pasien yang ada
dalam media massa banyak yang percaya dengan kemampuan Ponari dan yakin
Ponari bisa mengobati. Namun, ada juga berita yang mengungkapkan ada pasien yang
tidak percaya dengan kemampuan Ponari 215 . Melalui tanggapannya, Ozi tampak
melihat secara keseluruhan berita tentang Ponari kebanyakan merupakan berita
mengenai orang-orang yang percaya pada kemampuan Ponari. Padahal ada juga
media massa yang mengambil jarak dalam memberitakan Ponari dan menunjukkan
adanya pemikiran ulang mengenai peristiwa pengobatan tersebut216. Dari pernyataan
213
214
215
216
Siti Fauziah, aktris Bocah Bajang. Wawancara via Facebook: 20 November 2011 dan 22
November 2011.
Berita “Banyak Sembuh, Tidak Sedikit Kecewa” (Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009)
menyebutkan pasien bernama Haji Nawawi sembuh dari sakit linu tulang, Sumardi sembuh dari
sakit stroke, dan Musali sembuh dari lumpuh total. Pasien bernama Yayuk juga menyatakan
sembuh dari kanker (“Kontroversi Pengobatan Ala Ponari”. Program Barometer, SCTV, disiarkan
26 Februari 2009. http://www.youtube.com/watch?v=yHGEGvASmcc,diunduh: 16 Maret 2012).
Pasien bernama Suwaji bahkan sampai datang pada Ponari sampai enam kali. Lima kali Suwaji
mendapat air dari Ponari dan mengaku mendapat kesembuhan, kemudian dia mengantri lagi untuk
keenam kalinya (“Fenomena Tabib Cilik: Mitos Kesaktian dan Kesembuhan Instan. Kompas,
Sabtu, 14 Februari 2009).
Seorang pasien bernama Hartini mengungkapkan tidak percaya pada kemampuan Ponari (“Heboh
Ponari Dukun Cilik dari Jombang”. Program Sigi 30 Menit, SCTV, disiarkan 18 Februari 2009.
http://www.youtube.com/watch?v=M_AUuG7M2Gk, diunduh: 16 Maret 2012).
Ada media massa yang menyebutkan bahwa Ponari telah dipaksa menjadi dukun (“Tim Dokter
Teliti Pasien yang Mengaku Sembuh”. Jawa Pos, Minggu, 1 Maret 2009) untuk mengatakan
kepada masyarakat bahwa Ponari mengobati orang bukan karena kehendak Ponari sendiri.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
127
di atas, Ozi tampak cenderung tidak percaya dengan praktik Ponari karena
pengobatan yang dikerjakan Ponari berada di luar logika pengobatan biomedis.
Media massa juga menampilkan narasi mengenai Ponari sebagai dukun tiban
yang mampu mengundang perhatian banyak orang dengan “batu ajaib”-nya. Dalam
wawancara ini Ozi juga memberikan gambaran yang diketahuinya tentang Ponari.
A: Pengetahuan (dari media massa) apa tentang Ponari yang mb ozi dapet sebelum
melakukan survei ke Jombang?
O: Si anak kecil yang berkekuatan ajaib dan “dipercaya” orang mampu membawa
keberuntungan bagi orang lain setelah disambar petir bersamaan dengan munculnya
batu ajaib di tangannya217.
Ponari digambarkan Ozi sebagai anak kecil dengan kekuatan ajaib dan dipercaya
mampu membawa keberuntungan bagi orang lain setelah disambar petir bersamaan
dengan munculnya batu ajaib. Hampir semua media massa mengungkapkan hal yang
sama seperti yang dikatakan Ozi, bahwa Ponari merupakan dukun cilik yang
mempunyai kemampuan mengobati orang. Dalam jawabannya tersebut, Ozi
membaca adanya narasi yang dibangun media massa, yaitu media massa
menampilkan Ponari sebagai bocah yang memang memiliki kekuatan dan batu ajaib
untuk mengobati. Namun, ada juga media massa yang memberikan gambaran bahwa
217
Beberapa media cetak juga menampilkan judul yang bisa menjadi kritik atau menjadi refleksi bagi
pembacanya, seperti judul berita “Fenomena Tabib Cilik: Mitos Kesaktian dan Kesembuhan
Instan” (Kompas, Sabtu, 14 Februari 2009), “Tabib Cilik: Potret Buruk Pelayanan Kesehatan”
(Kompas, Selasa, 17 Februari 2009), “Komnas Anak: Praktik Ponari Harus Dihentikan” (Kompas,
Kamis, 26 Februari 2009), “Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga”
(Kompas, Kamis, 5 Februari 2009), “Messianisme: Membaca „Batu Geledek‟ Ponari” (Kompas,
Minggu, 22 Februari 2009).
Siti Fauziah, aktris Bocah Bajang. Wawancara via Facebook: 20 November 2011 dan 22
November 2011.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
128
kekuatan yang dimiliki Ponari tidak dapat dibuktikan kebenarannya 218 . Dalam
wawancara ini Ozi memberikan jawaban-jawaban yang sangat singkat untuk setiap
pertanyaan, sehingga penulis tidak bisa menggali lebih jauh pandangan-pandangan
Ozi mengenai peristiwa Ponari dalam media massa beserta hasil observasi Actor
Studio di Jombang. Jawaban-jawaban yang singkat dari Ozi pun tidak bisa menjadi
acuan sepenuhnya bagi penulis untuk menggali apa yang didapatkan Actor Studio dari
media massa secara lebih luas. Dari sepuluh pertanyaan yang dikirim penulis, Ozi
hanya menjawab lima pertanyaan saja. Penulis mewawancarai Ozi melalui Facebook
karena narasumber tidak bisa ditemui secara langsung.
Persoalan Ponari juga ditanggapi oleh Darmanto Setiawan, biasa dipanggil
Antok, yang berperan sebagai mahasiswa dan pasien. Wawancara dengan Antok
penulis lakukan via Facebook karena pada saat itu Antok sedang berada di luar kota.
Pertanyaan yang penulis beri untuk Ozi juga penulis ajukan untuk Antok. Dari dua
puluh empat pertanyaan yang penulis kirim, hanya enam belas pertanyaan yang
dijawab. Sebagian berkaitan dengan media massa dan sebagian lagi berkaitan dengan
pementasan Bocah Bajang. Bagi Antok, peristiwa Ponari menjadi ssebuah peristiwa
yang bisa mengundang perhatian orang banyak. Hal ini diungkapkan Antok dalam
jawabannya yang mengatakan bahwa Ponari menjadi perhatian orang banyak dan
membuat orang-orang datang ke lokasi praktik karena mereka percaya pada Ponari.
218
Air celupan batu Ponari sempat diberitakan tengah diteliti oleh SP3T (Sentra Pengkajian
Pengembangan Pengobatan Tradisional) RSU dr. Soetomo Surabaya. Berita ini menunjukkan
bahwa air Ponari yang sudah dipercaya orang banyak masih perlu diteliti apakah memang memiliki
khasiat untuk mengobati (“Tim Dokter Teliti Pasien yang Mengaku Sembuh”. Jawa Pos, Minggu,
1 Maret 2009).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
129
Tidak dijelaskan lebih lanjut seperti apa kepercayaan orang-orang yang datang pada
Ponari menurut pendapat Antok.
Airani: Menurut mas Antok, apa yang menarik dari isu Ponari?
Antok: Kerumunan banyak orang dengan berbagai karakter terkonsentrasi pada suatu
tempat (untuk sebuah kepercayaan)219.
Dalam berbagai media massa memang sempat diberitakan bahwa banyak orang
datang pada Ponari karena mereka percaya Ponari dapat mengobati mereka. Selain
itu, ada juga berita yang mengatakan bahwa dalam peristiwa Ponari ini ada konsep
pewahyuan, yaitu Ponari seakan-akan memang menjadi orang yang mendapat
kemampuan mengobati dan kekuatan Ponari bisa hilang jika Ponari berpindah lokasi
praktik pengobatan220. Selain persoalan perhatian orang banyak yang terpusat pada
peristiwa Ponari, Antok juga melihat peran media massa dalam peristiwa Ponari.
Media massa menjadi pihak yang membuat peristiwa ini “besar”, dalam arti media
massa cukup memegang kendali atas popularitas Ponari, baik dalam praktik
pengobatannya, “kesaktian” Ponari221, dalam memberitakan keseharian Ponari, dan
menjadi pihak yang membuat Ponari dikenal orang banyak sebagai “dukun cilik”.
Airani: Apa yang anda tangkap dari pemberitaan tentang Ponari di media massa (cetak
maupun elektronik)?
219
220
221
Darmanto Setiawan, aktor Bocah Bajang. Wawancara via Facebook: 21 September 2011, 23
September 2011, 25 September 2011, 1 Oktober 2011, 4 Oktober 2011.
“Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga”. Kompas, Kamis, 5 Februari
2009. Berita ini juga menyebutkan bahwa Ponari menjadi penyelamat bagi banyak orang yang
mengalami kesulitan, terutama bagi para pencari kesembuhan.
Ada media massa yang memberikan cerita soal Ponari yang mendapatkan wahyu untuk mengobati,
dan ada juga yang memberikan cerita bahwa khasiat batu Ponari sudah luntur (“Pengunjung
Merosot, Ponari Ogah-ogahan”. Jawa Pos, Senin, 16 Maret 2009).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
130
Antok: Pembesaran atas isu222.
Dalam jawabannya, Antok hanya mengatakan pemberitaan media massa merupakan
pembesaran atas isu Ponari. Namun, hal ini kurang dijelaskan Antok seperti apa
media massa membesarkan isu Ponari. Tidak disebutkan dengan lebih mendalam
mengenai berita-berita yang dianggap telah membesarkan isu Ponari. Dengan
jawaban di atas, Antok tidak menerima berita Ponari begitu saja. Pemberitaan yang
dilakukan media massa dilihat Antok sebagai kendali media massa atas peristiwa.
Pengetahuan tentang Ponari yang diperoleh Antok dari media massa pun berupa
informasi yang umum, yaitu mengenai bagaimana Ponari mendapatkan “batu ajaib”.
Hampir semua media massa pernah menyebutkan proses penemuan batu oleh Ponari.
Di dalam jawabannya, Antok hanya menyebutkan tentang adanya sejarah keberadaan
batu Ponari, tetapi kurang bercerita banyak mengenai penemuan batu itu sesuai
dengan informasi yang diperoleh Antok dari media massa.
Airani: Pengetahuan (dari media massa) apa tentang Ponari yang mas Antok dapet
sebelum melakukan survei ke Jombang?
Antok: Sejarah (mendapatkan) keberadaan batu Ponari223.
Dalam wawancara dengan Antok, penulis tidak mendapati jawaban yang menjelaskan
apa yang diperoleh Antok dari media massa secara lebih rinci. Semua jawaban yang
diberikan Antok berupa jawaban-jawaban singkat.
222
223
Darmanto Setiawan, aktor Bocah Bajang. Wawancara via Facebook: 21 September 2011, 23
September 2011, 25 September 2011, 1 Oktober 2011, 4 Oktober 2011.
Darmanto Setiawan, aktor Bocah Bajang. Wawancara via Facebook: 21 September 2011, 23
September 2011, 25 September 2011, 1 Oktober 2011, 4 Oktober 2011.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
131
Melalui wawancara via Facebook tampak Ozi dan Antok secara sekilas melihat
ada cerita yang dibangun media massa dan peran media massa dalam mengendalikan
seberapa jauh sebuah peristiwa diberitakan. Ozi lebih banyak memaparkan begitu saja
apa yang dia tangkap dari media massa melalui jawaban-jawaban yang singkat.
Antok memberikan jawaban singkat seperti apa yang dia dapatkan dari media massa
tanpa memberikan keterangan lebih mendalam lagi. Jawaban-jawaban singkat dari
kedua narasumber ini kurang memberi kesempatan pada penulis untuk mengetahui
sejauh mana kedua narasumber ini merespon pemberitaan media massa.
Setelah melihat wawancara dengan narasumber mengenai pemberitaan Ponari
oleh media massa, maka dapat diketahui ada beberapa hal yang ditangkap para
narasumber yang hampir mirip antara satu narasumber dengan narasumber yang lain.
Beberapa hal yang menjadi sorotan para narasumber adalah peristiwa pengobatan
Ponari bukan mengenai penemuan cara pengobatan baru, tetapi lebih terlihat sebagai
suatu peristiwa sosial berkaitan dengan pengobatan yang direspon orang banyak
sehingga menimbulkan kehebohan selama beberapa bulan. Selain itu, ada cerita-cerita
seputar Ponari yang dibangun warga sekitar lingkungan Ponari yang melanggengkan
praktik pengobatan Ponari. Para peserta observasi tidak mengejar persoalan
“kesaktian” batu Ponari, tetapi lebih melihat pada bagaimana Ponari mampu
membuat banyak orang datang dan percaya padanya. Ada banyak hal yang ditemukan
Actor Studio selama di Jombang mirip dengan yang disampaikan media massa.
Namun, ada juga temuan-temuan yang berbeda dengan pemberitaan media massa.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
132
Dengan menggunakan konsep Stuart Hall, maka penulis bisa melihat posisi
Actor Studio sebagai decoder ketika melakukan decoding atas pemberitaan tentang
Ponari. Dari pembacaan atas wawancara dengan narasumber, penulis tidak
menemukan pernyataan narasumber yang menerima begitu saja apa yang diberitakan
oleh media massa. Para narasumber memberikan pernyataan-pernyataan yang
menunjukkan para narasumber menerima pesan dari media, tetapi narasumber
melakukan negosiasi. Hal ini terjadi karena bisa saja decoder setuju dengan pesan
dari pembuat berita media massa, tetapi ada juga bagian di mana decoder tidak
menyetujui pesan itu sepenuhnya. Dalam situasi negosiasi ini Actor Studio bisa saja
menyetujui apa yang disampaikan media massa. Tetapi di sisi lain, decoder mencari
sendiri pesan lain dari peristiwa pengobatan Ponari.
Dari analisis wawancara para narasumber mengenai pandangan mereka atas
pemberitaan media massa dan sedikit membandingkan dengan apa yang mereka dapat
dari observasi di Jombang, maka dapat dilihat ada jarak yang diambil para
narasumber untuk membaca fenomena Ponari. Dalam wawancara Ozi melihat di
media massa banyak pasien yang percaya begitu saja dengan pengobatan Ponari
meskipun sebenarnya ada pengobatan biomedis yang bisa dipilih pasien yang sakit.
Namun, karena kebutuhan untuk sembuh dengan cepat dan permasalahan ekonomi,
maka masyarakat memilih datang pada Ponari. Di sini Ozi melihat masyarakat yang
datang pada Ponari merupakan orang-orang yang percaya pada hal-hal di luar logika.
Hal ini disampaikan Ozi bisa saja karena Ozi melihat pada masa sekarang ilmu
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
133
pengobatan biomedis sudah berkembang dan bisa dibuktikan secara ilmiah,
sedangkan pengobatan Ponari tidak ada pembuktian secara ilmiah.
Pemberitaan peristiwa pengobatan Ponari pun tidak diterima begitu saja oleh
Antok. Antok melihat adanya kendali media massa yang cukup kuat dalam
menghadirkan peristiwa Ponari dalam berita. Tidak ada media massa yang
memberitakan peristiswa Ponari apa adanya. Antok membaca adanya kehebohan
yang ditimbulkan media massa, sehingga mengundang perhatian banyak orang untuk
mencari tahu dan mempercayai kisah Ponari. Pengaruh media massa terhadap
masyarakat juga sempat diungkapkan Gunawan, Sugeng, dan Qomar. Sebelum
peristiwa pengobatan diberitakan media massa, bisa jadi praktik pengobatan ini hanya
diketahui oleh orang-orang yang tinggal di sekitar lokasi Ponari. Namun, setelah ada
pemberitaan dari media massa, maka lebih banyak orang yang mengetahui
keberadaan praktik pengobatan ini. Menurut informasi yang diperoleh selama
observasi Ponari mendapatkan batunya pada Desember 2008. Namun, Ponari dan
batunya menjadi heboh ketika mulai diberitakan media massa pada Februari 2009224.
Pemberitaan Ponari mulai surut pada Mei 2009, sehingga ketika Actor Studio
melakukan observasi di Jombang pada Juli 2009, kondisi desa Ponari sudah mulai
sepi pengunjung. Banyak-sedikit pengunjung yang datang pada Ponari tampak
dipengaruhi oleh pemberitaan media massa. Sugeng melihat kehebohan yang
ditimbulkan oleh media massa ini sifatnya hanya sementara saja karena pasti akan
ada peristiwa lain yang akan menggantikan peristiwa pengobatan Ponari. Apa yang
224
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
134
dilihat Sugeng pada media massa dianggap Sugeng sebagai kepentingan media
massa, sehingga menurut Sugeng ada banyak perbedaan antara pemberitaan media
massa dan hasil observasi. Di sini Sugeng menetapkan posisinya sebagai decoder
yang cenderung mempercayai hasil observasi di Jombang.
Tita, Gunawan, dan Qomar tidak langsung percaya Ponari menjadi terkenal
memang karena kemampuannya, seperti yang diberitakan dalam media massa. Ada
permasalahan perekonomian yang dilihat ketiga narasumber ini sebagai alasan yang
membuat Ponari tetap dipertahankan menjadi dukun cilik oleh lingkungan sekitar dan
latar belakang perekonomian ini tidak disampaikan secara jelas di media massa.
Permasalahan perekonomian yang membuat orang-orang di sekitar Ponari
menjadikan Ponari sebagai sumber penghasilan mereka. Banyak warga sekitar yang
justru tidak percaya bahwa Ponari mempunyai “kesaktian”. Namun, situasi
kedatangan banyak orang ke desa Ponari dimanfaatkan warga setempat untuk
mendapat pekerjaan baru. Semula kebanyakan warga bekerja sebagai petani. Namun,
setelah ada praktik Ponari, warga mulai membuka lahan parkir, menyewakan ember,
menjual air, menyewakan tempat penginapan, hingga membuat berbagai versi kisah
Ponari untuk menarik orang datang ke desa Ponari.
Ada hal yang berkaitan dengan respon pihak pelayanan kesehatan setempat dan
respon jamaah masjid setempat yang tidak diungkapkan dalam media massa. Temuan
ini merupakan cara lain Actor Studio membaca apa yang tidak disampaikan media
massa. Kebanyakan yang ditemukan dalam media massa adalah tanggapan dari
pihak-pihak yang lokasinya berada jauh dari tempat praktik Ponari. Di sini Gunawan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
135
melihat ada tanggapan rumah sakit setempat yang tidak dimunculkan dalam media
massa dan sebenarnya tanggapan rumah sakit ini merupakan gambaran bahwa
kehadiran praktik Ponari menjadi tantangan bagi keberadaan rumah sakit setempat.
Qomar juga menemukan tidak adanya tanggapan atau penolakan dari jamaah masjid
setempat atas kehadiran praktik pengobatan Ponari. Hal ini diduga Qomar terjadi
karena jamaah masjid setempat pun mendapat keuntungan dari praktik Ponari, yaitu
dengan adanya bantuan pembangunan masjid. Sementara di dalam media massa tidak
disebutkan bagaimana tanggapan dari masjid setempat. Media massa cenderung
memberitakan tanggapan yang bersifat umum dari pihak personal atau perwakilan
lembaga keagamaan. Tanggapan dari pihak lembaga keagamaan yang ditampilkan
media massa seringkali berbicara tentang kekhawatiran akan muncul syirik, atau
sekadar pernyataan keprihatinan karena banyaknya orang yang mempercayai hal-hal
di luar logika kesehatan biomedis dan percaya akan kekuatan yang bukan dari Tuhan.
Dalam pemberitaan media massa ada beberapa berita yang menceritakan
tentang keluarga Ponari, terutama ketika ayah Ponari berseteru dengan seorang
tetangga karena memperebutkan Ponari 225 dan ketika keluarga sepakat menutup
praktik Ponari. Seberapa jauh keterlibatan keluarga, terutama ayah dan ibu Ponari,
selama praktik dibuka tidak disebutkan dalam pemberitaan media massa. Pemberitaan
di media massa mengesankan bahwa kedua orangtua Ponari bersikap pasif selama
225
Insiden ayah Ponari dipukuli tetangganya diberitakan dalam “Ribuan Warga Datangi Lagi Praktik
Ponari” (Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009), “Kumpulkan Rp 1 M, Dukun Cilik Ponari Jadi
Rebutan”
(Jawa
Pos,
Selasa,
17
Februari
2009),
dan
Liputan
6
(http://www.youtube.com/watch?v=8pNEgfsRP1k&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
136
Ponari melakukan pengobatan. Ketika observasi Tita menemukan ada hal yang
kurang disebut dalam media massa, bahwa ibu Ponari pun berperan menciptakan
cerita-cerita agar orang-orang tetap datang berobat pada anaknya. Ibu Ponari
mengaku bermimpi didatangi Nyi Roro Kidul. Selain itu, ibu Ponari juga
mengungkapkan bahwa anaknya adalah keturunan Sunan Giri.
Apa yang diberitakan media massa menjadi referensi bagi Actor Studio sebelum
mereka melakukan observasi ke Jombang. Dengan mengambil jarak untuk membaca
media massa, para anggota observasi tidak mempercayai begitu saja apa yang telah
diberitakan media massa. Actor Studio memilih untuk melakukan negosiasi dalam
membaca pemberitaan tentang Ponari dalam media massa. Cara pandang lain atas
peristiwa pengobatan Ponari didapatkan sebelum melakukan observasi dan dilengkapi
dengan temuan-temuan saat melakukan observasi ke Jombang. Banyak temuan yang
di Jombang yang berbeda dengan apa yang dilihat dalam media massa. Perbedaanperbedaan dan semua yang dialami langsung di Jombang inilah yang kemudian
membuat Actor Studio melakukan pembacaan ulang atas peristiwa Ponari dan
membentuk narasi baru tentang peristiwa pengobatan Ponari berdasarkan pengalaman
langsung di Jombang.
3.
Kesimpulan
Dari sejumlah media massa yang telah dianalisis di atas, ada beberapa hal yang
disampaikan media massa. Pertama, tentang “kesaktian” batu Ponari dan bagaimana
batu itu mampu membuat puluhan ribu orang mendatangi Ponari, serta reaksi para
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
137
pasien terhadap pengobatan itu sendiri. Kedua, banyaknya penilaian atau tanggapan
dari berbagai pihak yang membela atau menolak keberadaan praktik Ponari, tetapi
pemberitaan media massa cenderung sebatas mengungkapkan tanggapan, bukan
menginformasikan tindakan untuk
mengatasi
permasalahan seputar praktik
pengobatan Ponari. Kedua hal tersebut disajikan media massa dengan kemasan narasi
cerita yang menarik, sehingga pemberitaan fenomena Ponari menjadi lebih menggali
keingintahuan pembaca/penonton untuk tetap mengikuti pemberitaan.
Berita-berita media massa menjadi perhatian Actor Studio untuk mendapatkan
pengetahuan awal mengenai praktik pengobatan Ponari sebelum Actor Studio
melakukan observasi di Jombang. Yang dilihat Actor Studio dari pemberitaan media
massa adalah media massa memiliki kemampuan mengendalikan posisi Ponari,
membuat Ponari terkenal atau menyurutkan popularitas Ponari. Di samping itu, ada
kecenderungan perbedaan antara yang diketahui dari media massa dengan yang
ditemukan dalam observasi di Jombang, sehingga Actor Studio kemudian mengambil
jarak atas pemberitaan media massa.
Banyak informasi yang didapat Actor Studio dari media massa, tetapi kemudian
tidak begitu saja diterima. Actor Studio memilih untuk menegosiasikan apa yang
mereka dapat dari media massa. Hal ini ditegaskan dengan pengadaan observasi
langsung ke Jombang, yang bukan saja untuk mendapat pengalaman langsung di
kampung Ponari, tetapi sekaligus untuk memeriksa ulang apa yang diberitakan media
massa.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
138
BAB IV
PEMAKNAAN FENOMENA PONARI DALAM PEMENTASAN BOCAH
BAJANG
Dalam bab IV penulis menghadirkan sinopsis Bocah Bajang untuk mengetahui
garis besar cerita dari pementasan Bocah Bajang dan membahas bagaimana hasil
observasi di Jombang dipakai untuk memfiksionalisasikan kisah Ponari ke dalam
pementasan Bocah Bajang. Dengan menggunakan konsep retake penulis melihat
sejauh mana Actor Studio Teater Garasi menghadirkan fenomena Ponari di dalam
teks pementasan Bocah Bajang dengan berangkat dari teks observasi di Jombang.
Dalam penulisan bab IV data diperoleh dari wawancara, rekaman pementasan, fotofoto pementasan, serta sumber-sumber literatur lainnya.
1.
Sinopsis Bocah Bajang
Bocah Bajang mengangkat fenomena “dukun cilik” Ponari dengan berangkat
dari pengalaman observasi Actor Studio Teater Garasi di Jombang. Pengalaman
langsung dalam mengamati para pasien, kehidupan sehari-hari Ponari dan
keluarganya, dan situasi desa Ponari dihadirkan dalam pertunjukan Bocah Bajang.
Untuk mengingatkan para penonton atas peristiwa pengobatan Ponari, pada hari
pementasan para penonton yang membeli tiket pertunjukan diberi sebotol air mineral
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
139
isi 300 ml, merk Aqua226, merk air mineral yang sama seperti yang dijual di lokasi
praktik Ponari. Pemberian air mineral kemasan botol bertujuan untuk menghadirkan
suasana seperti yang ditemukan Actor Studio ketika berada di Jombang, orang-orang
mengantri di kampung Ponari dengan membawa air untuk dicelup batu. Selain
pembagian air mineral, di depan pintu masuk ruang pementasan terdapat sebuah
papan yang ditempeli artikel-artikel berita Ponari. Hal tersebut dikerjakan untuk
kembali mengingatkan penonton pada peristiwa Ponari karena ketika pertunjukan
dilakukan peristiwa Ponari sudah berlalu227.
Pemilihan judul Bocah Bajang sendiri digunakan untuk menggambarkan Ponari
sebagai “bocah sakti”228. Pementasan Bocah Bajang ini merupakan proses penciptaan
bersama. Teks dikonstruksi aktor dari hasil observasi229, kemudian sedikit ditambah
oleh sutradara pada bagian dialog Bocah Bajang dan ibunya, serta sisipan dagelan
dalam adegan Pak Kardi dan pendatang230. Di sini sutradara lebih banyak menyusun
struktur pertunjukan, merangkai adegan-adegan. Sejak para penonton memasuki
gedung pertunjukan seluruh panggung sudah diterangi lampu kuning dan para aktor
226
227
228
229
230
Gambar botol Aqua pementasan Bocah Bajang terdapat dalam foto 3 dan foto 4. Tiket dan katalog
Bocah Bajang bisa dilihat pada foto 1 dan foto 2 (lihat lampiran).
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010.
Bocah bajang kalau di Jawa seperti bocah ajaib. Secara bentuk ada banyak yang
mengimajinasikannya. Deskripsinya adalah anak kecil yang tidak bisa besar, tapi dia sakti. Figur
pewayangannya seperti wayang bayi, tidak bisa besar. Bocah bajang ada dalam suluk bocah bajang.
Ketertarikan awal justru pada suluk bocah bajang, bukan pada Ponari. Tetapi kemudian bocah
bajang itu dikaitkan dengan kekinian, yang dekat dengan peristiwa Ponari (Gunawan Maryanto,
sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010). Di Wonosobo juga ada bocah bajang yang
artinya adalah bocah yang rambutnya tidak disisiri dan tidak pernah dicukur sejak lahir. Dia punya
kelebihan tertentu dan orang-orang sangat mengagungkannya. Apa yang dia minta harus dituruti
(Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011).
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 2 Mei 2012.
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
140
sudah berada pada blocking masing-masing. Penataan pemain di atas panggung sejak
penonton memasuki gedung merupakan strategi untuk mengatakan pertunjukan telah
dimulai. Di panggung bagian belakang terdapat dinding permanen yang ditempeli
artikel-artikel berita Ponari. Tempelan berita-berita ini menjadi cara mengingatkan
penonton pada peristiwa Ponari dan mewakili media massa secara umum, serta
merupakan tanda bahwa peristiwa Ponari telah dikonstruksi terlebih dulu oleh media
massa (media massa telah menarasikan Ponari versi mereka dalam berita-berita)231.
Di depan dinding permanen penuh artikel berdiri dinding bambu yang dipasangi foto
Ponari. Bangku panjang warna hijau diletakkan di depan dinding bambu. Di
panggung bagian depan ada beberapa batu sebesar kepalan tangan yang ditata rapi 232.
Dalam pertunjukan Bocah Bajang, ada dua bagian yang dihadirkan Actor
Studio. Bagian pertama berupa penegasan kepada para penonton bahwa pertunjukan
Bocah Bajang merupakan hasil observasi Actor Studio. Hal tersebut ditampilkan
dalam perkenalan para aktor pada awal pertunjukan dan tanggapan atas fenomena
Ponari yang dihadirkan dalam monolog masing-masing aktor pada akhir pertunjukan.
Bagian kedua berupa kisah Ponari yang ditampilkan Actor Studio dengan
merepresentasikan Ponari melalui tokoh Bocah Bajang.
231
232
Kliping yang ada di belakang (background panggung) merupakan simbol bagaimana kemudian
media ikut mempengaruhi image atas Ponari (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang.
Wawancara: 25 Juni 2010). Bayangan setting awalnya itu memang kayak omah, omah kampung
ya, omah di desa yang kami lihat di sana itu. Cuma ini kan wis ana estetisasi ya, sudah ada
estetisasi ketika saya membayangkan misalnya, kemudian bocah bajang sudah ada di dalam, di
dalam kandang ayam, gitu (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 4 September
2013).
Foto 21 (lihat lampiran).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
141
Pada bagian perkenalan para aktor memperkenalkan diri dan secara singkat
bercerita tentang kesan yang mereka tangkap selama observasi, baik kesan mengenai
Ponari sendiri maupun kesan yang diperoleh setelah melihat situasi desa Ponari.
Kemudian pada bagian akhir pertunjukan para aktor memberikan pandanganpandangan tentang fenomena Ponari itu sendiri, dengan mengungkapkan bagaimana
kisah Ponari sebagai “dukun cilik” dibangun oleh masyarakat desa setempat,
bagaimana kisah “batu ajaib” tetap hidup, dan bagaimana masyarakat luas
mempercayai “khasiat” batu Ponari.
Pada bagian di antara perkenalan dan bagian akhir pertunjukan merupakan
kisah perjalanan si Bocah Bajang dan “batu ajaib”-nya, serta perlakuan orang-orang
terhadap Bocah Bajang dan batunya. Ponari sendiri dalam pertunjukan ini
digambarkan sebagai bocah bajang233. Pada bagian ini nama Ponari tidak disebutkan,
melainkan digunakan sebutan Bocah Bajang untuk menunjukkan bahwa bagian di
antara perkenalan dan bagian akhir pertunjukan merupakan kisah yang dibangun
Actor Studio berdasarkan pengalaman observasi di Jombang. Setting yang
ditampilkan pada Bocah Bajang antara lain latar rumah Bocah Bajang, suasana di
dalam rumah si Bocah Bajang, dan suasana desa tempat tinggal si Bocah Bajang.
Adegan yang ditampilkan setelah perkenalan para aktor adalah adegan para
calon pasien yang sedang menunggu di pelataran rumah si Bocah Bajang. Adegan
tersebut menggambarkan situasi para calon pasien yang harus menginap di pelataran
233
Bocah yang diperlakukan tidak seperti bocah pada usianya. Sebutan bocah bajang ini menunjuk
pada Ponari yang masih berusia bocah, berusia sembilan tahun, tetapi disikapi orang-orang di
sekitarnya sebagai “dukun cilik” yang harus bekerja mengobati puluhan ribu pasien.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
142
rumah untuk bisa berobat langsung pada Bocah Bajang. Para pasien yang sedang
menunggu tampak lelah dan mengantuk, membawa ember masing-masing untuk diisi
air celupan batu si Bocah Bajang, dan ada juga beberapa calon pasien yang
mengobrol sembari menunjukkan kegigihan mereka menanti praktik Bocah Bajang
dibuka. Kepanikan para calon pasien pun diperlihatkan dalam adegan ini ketika
praktik pengobatan dibuka dan orang-orang berlarian sambil membawa ember
mereka. Mereka berebut air celupan batu si Bocah Bajang.
Berikutnya ada adegan monolog Bu Lurah ditampilkan masih pada bagian awal
pertunjukan. Pada adegan ini Bu Lurah mengungkapkan ketidakpercayaannya pada
“khasiat” batu si Bocah Bajang. Bahkan Bu Lurah terkesan lepas tangan dalam
peristiwa pengobatan yang dikerjakan si Bocah Bajang. Adegan Bu Lurah muncul
dua kali, pertama, pada awal pertunjukan dan kedua, ketika menjelang akhir
pertunjukan, saat sebelum para aktor muncul kembali dan mengungkapkan
pandangan mereka sebagai peserta observasi. Dalam dua kali kemunculannya, Bu
Lurah lebih banyak mengungkapkan rasa tidak percaya pada Bocah Bajang dan
memberikan pandangan-pandangannya sendiri atas praktik Bocah Bajang.
Pergantian adegan dilakukan dengan cepat dan beralih pada penggambaran
situasi Bocah Bajang dan ibunya di dalam rumah mereka. Bocah Bajang di sini
digambarkan sebagai seorang anak kecil yang masih senang bermain dan enggan
mengobati para calon pasien yang sudah mengantri. Si ibu sendiri terlihat memaksa
Bocah Bajang agar mau mengobati orang-orang. Dalam adegan ini terlihat betapa
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
143
dekat hubungan si Bocah Bajang dengan ibunya. Bocah Bajang sendiri tidak mau
lepas dari ibunya dan akhirnya menuruti ibunya untuk mengobati para calon pasien.
Di samping adegan para calon pasien yang sangat meyakini “kemampuan”
Bocah Bajang, adegan Bu Lurah, dan adegan si Bocah Bajang sendiri, dalam
pertunjukan ini dihadirkan adegan orang-orang desa si Bocah Bajang yang
“menciptakan” cerita-cerita seputar “batu ajaib” si Bocah Bajang. Ada orang yang
menceritakan awal mula penemuan “batu ajaib”, ada yang bercerita tentang pasien
pertama si Bocah Bajang, dan ada yang mengaku sebagai kerabat si Bocah Bajang.
Cerita-cerita yang diciptakan orang-orang desa pun semakin berkembang. Ada orang
yang mengaku mempunyai “batu ajaib” seperti yang dimiliki si Bocah Bajang.
Dengan banyaknya cerita yang dibuat orang-orang, maka akan semakin banyak orang
tertarik datang pada si Bocah Bajang. Si Bocah Bajang menjadi tetap kebanjiran
calon pasien dan keluarganya semakin diuntungkan. Kegembiraan si Bocah Bajang
dan ibunya ketika semakin diuntungkan dengan banyaknya cerita dari orang-orang ini
digambarkan dalam adegan Bocah Bajang menari-nari bersama ibunya. Dalam tarian
tersebut mereka tampak gembira.
Praktik pengobatan si Bocah Bajang pada awalnya didatangi puluhan ribu
pasien. Namun, pada akhirnya jumlah pasien yang datang menjadi surut dan sepi
pengunjung. Pada narasi yang dibacakan menjelang akhir pertunjukan menyebutkan
surutnya pasien yang datang disebabkan karena keajaiban (kemampuan si Bocah
Bajang) telah memudar. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya pencarian keuntungan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
144
yang dilakukan banyak orang (termasuk ibu si Bocah Bajang dan masyarakat sekitar
desa Bocah Bajang) ketika si Bocah Bajang membuka praktik pengobatan.
Pada akhir pertunjukan setiap aktor bermonolog menceritakan apa yang mereka
tangkap dari fenomena Ponari. Ada kesan tentang mitos yang dicampur dengan halhal yang berkaitan dengan kepercayaan untuk tetap membangun kisah Ponari, ada
kisah tentang “batu ajaib” yang terus dibangun, termasuk dalam fenomena Ponari,
dan mampu membuat banyak orang percaya. Ada ketidakpastian tentang khasiat
“batu ajaib”, khasiat yang tidak pernah bisa dibuktikan secara nyata, tetapi tetap
dipercaya banyak orang. Dan ada kesan yang disampaikan bahwa praktik pengobatan
Ponari telah menguntungkan banyak pihak, termasuk keluarga Ponari sendiri dan
orang-orang desa Ponari. Dari hasil pengobatan itu banyak fasilitas desa yang
dibangun dan membuat desa Ponari berubah drastis.
2.
Bocah Bajang: Fenomena Ponari dalam Pementasan Teater
Bocah Bajang dipentaskan Actor Studio Teater Garasi pada 22-23 Oktober
2009 di Lembaga Indonesia Perancis (LIP) Yogyakarta. Pementasan berdurasi
kurang-lebih empat puluh lima menit ini mengangkat fenomena Ponari. Pementasan
Bocah Bajang dilaksanakan bulan Oktober, sementara peristiwa praktik Ponari
sendiri sudah berlalu beberapa bulan sebelum pementasan ini. Praktik pengobatan
Ponari sering diberitakan di media massa pada Februari-Mei 2009.
Dengan memakai konsep retake dari Umberto Eco, dapat dilihat bagaimana
sebuah teks merupakan gema dari teks yang sudah ada sebelumnya. Di sini
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
145
pertunjukan Bocah Bajang merupakan teks yang dibentuk dengan berangkat dari teks
yang sudah ada sebelumnya, yaitu pemberitaan media massa tentang Ponari. Dengan
bantuan hasil observasi, Actor Studio memakai tanda-tanda yang ditampilkan dalam
pertunjukan, seperti penghadiran tokoh-tokoh dan kostum yang dipakai, bahasa
verbal para tokoh, dan gerakan maupun blocking, untuk memberikan semacam olahan
daur ulang dari fenomena Ponari, baik dengan informasi yang sama dengan yang ada
dalam media massa maupun yang berbeda dari pemberitaan media massa. Dalam
upaya menghadirkan fenomena Ponari dalam pertunjukan, Actor Studio memakai
sejumlah tanda yang dianggap mampu merepresentasikan fenomena Ponari, sehingga
dapat diketahui makna fenomena Ponari dalam pertunjukan Bocah Bajang. Tandatanda tersebut hadir dalam kostum, kata-kata, blocking dan gerak. Dengan kehadiran
tanda-tanda tersebut, maka dapat dilihat negosiasi yang dilakukan teater terhadap
pemberitaan media massa dalam memaknai fenomena Ponari. Berikut analisis retake
untuk mengetahui sejauh mana fenomena Ponari dihadirkan dalam Bocah Bajang.
a.
Kostum Tokoh-tokoh dalam Bocah Bajang
Dalam Bocah Bajang ada beberapa tokoh yang ditampilkan sebagai bentuk
hasil dari daur ulang orang-orang yang muncul dalam pemberitaan fenomena Ponari.
Tokoh-tokoh dalam Bocah Bajang antara lain tokoh yang disebut Bocah Bajang
sebagai bentuk penghadiran Ponari, tokoh Ibu Bocah Bajang sebagai representasi ibu
Ponari, tokoh berbaju dinas cokelat yang merepresentasikan Bu Lurah, tokoh Pak
Kardi untuk menggambarkan penduduk desa Ponari, tokoh pendatang untuk
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
146
menggambarkan adanya orang dari luar desa yang datang mencari tahu tentang
praktik pengobatan, para pasien yang menunggu menggambarkan para pasien
Ponari234. Dalam pertunjukan ini pergantian tokoh lebih banyak ditampilkan dengan
cara penggantian kostum yang dipakai para aktor.
Sebelum memasuki adegan-adegan dalam Bocah Bajang, ada perkenalan yang
dilakukan para aktor. Dalam perkenalan ini ada lima orang aktor yang tampil,
sedangkan Bocah Bajang sendiri secara keseluruhan dimainkan oleh enam orang
aktor. Aktor yang keenam muncul pada adegan setelah perkenalan. Kelima orang
yang muncul di awal ini merupakan lima orang yang pada adegan berikut akan
berperan sebagai calon pasien Ponari. Jadi, perkenalan ini menjadi persiapan para
aktor untuk menuju adegan selanjutnya.
234
Awalnya ada tokoh Solihin sebagai narator. Seperti orang yang keluar-masuk gitu ya. Ini
bayanganku sih memang kayak, kayak, kayak orang gila si Solihin ini. Ada tokoh Semar ini juga,
ini malah kepakainya di, ga seluruhnya ya, tapi beberapa itu malah di, di, apa, presentasi di sini.
Mencoba mengkaitkan antara bocah bajang dengan Ponari itu, sehingga kemudian tokoh Semar
masuk. Kalau dalam pewayangan itu kan, eee.... keluarnya tokoh Semar ini kan lewat lakon bocah
bajang, gitu kan. Baru kemudian Semar keluar. Ini, ini, ini masih, waktu itu masih awal banget ini,
mencoba menjajarkan gitu. Kenapa kemudian kayak bocah bajang nggiring anginnya kan di awal
banget, kalau di pertunjukannya kan di terakhir, terakhir sekali. Kemudian ada tokoh Musafir,
tokoh yang kemudian saya tajamkan ya, di sana ada, ada musafirnya, ada orang yang memang dia
ke mana-mana, tetirah gitu kan, termasuk ke tempat Ponari gitu. Memang bahasanya sudah bahasa
puisi ya di sini, tapi memang kami bertemu dengan, dengan orang-orang model kayak gini.
Sebenarnya dia tuh nggak mencari kesembuhan, dia memang ke mana-mana memang selalu
mendatangi tempat-tempat seperti itu kan. Namun, tokoh-tokoh itu kemudian tidak jadi
dimunculkan dalam pentas. Pertimbangannya lebih kemudian kayak, tadi kan muncul pertanyaan
kok ada Semar, ujug-ujug ada Semar di sini. Dia butuh, butuh, butuh sejarah yang lebih panjang
atau alasan yang lebih kuat untuk menghadirkan Semar. Jadi, memang di dalam proses sendiri
diskusi, diskusi semacam ini berlangsung. Ada pertanyaan-pertanyaan kan, kok ana Semare,
Solihin siapa, gitu kan. Makanya kemudian itu yang, yang, yang berangkat dari evaluasi, evaluasi
itu yang kemudian berarti ini nggak usah dikasih nama misalnya, kalau dikasih malah kemudian
lebih, dia jadi tanda tanya, kemudian ada karakter yang jelas gitu kan. Maka kemudian para
penunggunya itu lebih semuanya nggak, nggak bernama dan nggak... sehingga masih aku bagi-bagi
ya cukup jelas gitu (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 4 September 2013).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
147
Dalam Bocah Bajang, pergantian kostum menjadi tanda adanya pergantian
tokoh yang diperankan para aktor. Ada beberapa aktor yang memerankan lebih dari
satu tokoh. Representasi Bu Lurah dilakukan dengan menampilkan aktris yang
mengenakan seragam dinas pegawai berwarna cokelat. Dalam pementasan Bocah
Bajang satu orang aktor bisa memerankan lebih dari satu tokoh. Aktris yang
memerankan Bu Lurah (diperankan Ozi) sudah muncul pada adegan awal ketika para
pasien menunggu Ponari. Strategi untuk membedakan para tokoh yang diperankan
oleh satu aktor adalah dengan menambah/mengurangi bagian dari kostum mereka.
Pada waktu menjadi pasien, Ozi sudah mengenakan celana panjang dan atasan
cokelat, tetapi berkalung jarik. Kemudian pada adegan Bu Lurah, kostum yang
dipakai hanya atasan dan celana cokelat seragam dinas, dan tambahan kacamata
(serta sepatu pada hari kedua) untuk menampilkan tokoh Bu Lurah. Jadi, dalam
pementasan ini kostum menjadi tanda untuk menunjukkan siapa yang ditemui dalam
observasi dan sedang direpresentasikan dalam Bocah Bajang.
Pergantian tokoh yang ditandai dengan adanya pergantian kostum para aktor
ditampilkan juga dalam adegan Bocah Bajang (diperankan Bahar) dan ibu Bocah
Bajang (diperankan Tita). Tita semula berperan sebagai pasien pada adegan awal. Dia
mengenakan rok dan atasan berwarna hijau, kemudian ditambah dengan baju hangat
berwarna cokelat. Ketika berubah menjadi Ibu si Bocah Bajang, Tita hanya
mengenakan rok dan atasan berwarna hijau. Sementara si Bocah Bajang sendiri
mengenakan kaos dan celana pendek seperti keseharian Ponari dalam observasi di
Jombang. Di sini si Bocah Bajang bersifat seperti anak-anak pada umumnya. Suka
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
148
bermain, sedikit bermalas-malasan, ngeyel, dan sangat dekat dengan ibunya. Ibu
Bocah Bajang digambarkan sebagai perempuan yang sedikit galak dan banyak
berbicara.
Tokoh calon pasien ditunjukkan dengan adanya pergantian kostum dan
pemakaian properti masing-masing aktor. Dalam adegan para pasien yang telah
mendapat air si Bocah Bajang, para pasien kembali digambarkan dengan kostum
yang mereka pakai. Ozi yang semula menjadi Bu Lurah dengan celana dan atasan
cokelat, kali ini kembali menambahkan jarik sebagai tanda ada tokoh pasien yang
hendak ditunjukkan dalam adegan ini. Sementara pasien-pasien lain, yaitu tiga orang
pria, mengenakan kaos dan celana panjang. Ada juga properti yang membuat orangorang ini dikenali sebagai pasien, yaitu mereka membawa ember masing-masing235.
Ada sebuah adegan di mana seorang aktris memainkan beberapa tokoh. Tita
melakukan pergantian tokoh untuk menampilkan monolog kumpulan cerita yang
diperoleh dari para pasien dan warga sekitar236. Pergantian tokoh ini dilakukan oleh
Tita yang semula berperan sebagai Ibu si Bocah Bajang, kemudian berubah menjadi
empat tokoh lainnya yang membawakan empat cerita yang berbeda-beda. Cara
235
236
Ya, itu juga yang kita lihat di sana, ada ember, ada air putih, ada batu, ada.... Itu yang coba kita
diangkat, dibawa juga sebagai suatu simbol pas peristiwa itu (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah
Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010).
Tita berangkat dari catatannya setelah observasi di Jombang. Dia menuliskan ketertarikannya pada
kampung Ponari karena di kampung itu ada beragam cerita. Ada berbagai versi cerita yang didapat,
termasuk bertemu dengan orang-orang yang mengaku saudara Ponari (Tita Dian Wulansari, aktris
Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011). Ketika benar-benar masuk kampung Ponari, orang
berebutan untuk cerita. Mereka juga ingin lebih banyak orang datang. Jadi, mereka kemudian
seperti mencipta fiksi, cerita antara satu orang dan orang lain bisa berbeda-beda. Ada yang bilang
Ponari tersambar petir di halaman rumah, ada yang bilang di sawah, ada yang bilang di atas bukit
(Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
149
menarasikan kumpulan cerita ini adalah dengan mengubah warna suara aktris.
Perubahan tokoh Ibu menjadi empat tokoh lain menunjukkan ada cerita-cerita dari
orang-orang, kemudian cerita-cerita itu dikumpulkan si Ibu untuk menciptakan
ceritanya sendiri agar orang tetap datang berobat pada anaknya. Usai melakukan
monolog empat cerita, Tita berubah lagi menjadi Ibu si Bocah Bajang. Perubahan
tokoh di sini terlihat dari munculnya iringan musik yang terdengar mistis dan ada
gerakan yang dilakukan. Sebelum berganti tokoh, semula gerakan yang dilakukan
adalah gerakan-gerakan untuk mengilustrasikan cerita keempat tokoh. Setelah
berganti tokoh gerakan berubah menjadi seperti ritual mencelup batu ke dalam air.
Tokoh Pendatang dan tokoh Pak Kardi sebagai bentuk penghadiran ulang dari
para pengunjung dan penduduk setempat di desa Ponari ditampilkan dalam sebuah
adegan Pak Kardi bercerita pada Pendatang. Adegan Pak Kardi dan Pendatang
diperankan oleh Qomar dan Antok. Dalam adegan ini ada pergantian tokoh yang
dilakukan oleh dua aktor tersebut. Qomar yang semula memerankan pasien pada
adegan awal, kemudian memerankan Pak Kardi. Antok yang tadi memerankan
pasien, kemudian beralih menjadi Pendatang. Di sini perubahan tokoh ditunjukkan
dengan pergantian kostum. Qomar sewaktu menjadi pasien memakai kaos, celana
panjang, dan jaket orange. Kemudian ketika menjadi Pak Kardi Qomar memakai kaos
yang berbeda dari kaos pasien, celana panjang, dan penutup kepala. Sementara Antok
sewaktu menjadi pasien mengenakan jaket hitam, baju kotak-kotak, pelipisnya
ditempeli koyo, dan memakai penutup kepala. Saat menjadi Pendatang Antok
memakai kaos, celana panjang, dan membawa tas selempang. Pendatang tampak
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
150
lugu, banyak bertanya, tapi kurang percaya dengan cerita Pak Kardi, dan ekspresi
wajahnya tampak heran. Sementara Pak Kardi agak sombong, banyak bicara seperti
tahu banyak hal, ekspresi wajahnya meyakinkan, dan kedua tangannya tidak bisa
berhenti bergerak menunjuk ke sana kemari sebagai bentuk ekspresi semangatnya
dalam bercerita.
Pada akhir pertunjukan semua aktor kembali menjadi diri mereka masingmasing. Epilog lebih ditampilkan dengan gerakan-gerakan dan monolog para aktor
mengenai apa yang mereka tangkap selama observasi di Jombang. Dalam epilog
pementasan hanya Bahar yang tetap memerankan si Bocah Bajang dan tidak
bermonolog. Bocah Bajang muncul sebagai penutup pementasan dengan memakai
blangkon, membawa payung237, dan menjunjung ember di bahunya238.
b.
Kata-kata (Monolog/Dialog/Tembang/Narasi)
Analisis monolog/dialog diperlukan dalam pementasan teater untuk mengetahui
sejauh mana dialog-dialog yang diperoleh dari observasi dihadirkan dalam
pementasan Bocah Bajang. Pertunjukan sudah dimulai sejak adegan para calon pasien
tampak menunggu, kemudian di tengah adegan menunggu ini dimunculkan
perkenalan dari para aktor. Pertunjukan Bocah Bajang menghadirkan perkenalan dari
237
238
Potret Ponari memakai payung ada banyak. Sewaktu panas Ponari payungan, terlihat bagus,
sehingga dipilih agar penampilan Ponari terlihat berbeda dari adegan-adegan lainnya (Gunawan
Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013). Tambahan pada kostum Ponari
lebih pada sebagai pilihan variasi kostum agar terlihat berbeda dalam adegan-adegan.
Foto 30 (lihat lampiran).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
151
para aktor dan sedikit kisah mengenai observasi mereka di Jombang239. Perkenalan
ini merupakan cara untuk menegaskan bahwa pertunjukan Bocah Bajang merupakan
hasil dari pembelajaran para pemain selama berada di Jombang, yang kemudian
membuat suatu proyek pertunjukan
240
. Selama dua hari pementasan seluruh
dialog/monolog di dalam pementasan secara umum sama, hanya ada sedikit
perbedaan kata atau susunan kalimat antara pementasan hari pertama dan pementasan
hari kedua, tetapi tidak mengurangi inti cerita yang disampaikan. Naskah yang
dipakai penulis dalam analisis ini merupakan gabungan antara naskah hari pertama
dan hari kedua.
Dalam perkenalan para aktor secara keseluruhan menggunakan bahasa
Indonesia yang mudah dimengerti para penonton. Bahasa yang dituturkan merupakan
kata-kata dalam bahasa sehari-hari, sehingga menciptakan suasana akrab antara para
aktor dan penonton. Perkenalan dari para aktor ini membentuk jarak antara ketika
para aktor menjadi pelaku observasi dengan ketika para aktor sudah masuk ke dalam
peran masing-masing. Ketika memperkenalkan diri, para aktor tampak masih
memakai karakter sehari-hari mereka dan memposisikan diri sebagai pelaku observasi
di Jombang. Berikut perkenalan pada awal pertunjukan Bocah Bajang.
239
240
Situasi perkenalan digambarkan dengan para pemain yang sudah berada di atas panggung seperti
yang terlihat dalam foto 21 (lihat lampiran). Bagian prolog dan epilog bukan fiksi, sementara
bagian tengah di mana Ponari direpresentasikan sebagai Bocah Bajang, sudah merupakan
fiksionalisasi dari Actor Studio (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 4
September 2013).
Ketika tim Bocah Bajang tiba di desa Ponari, beberapa peserta observasi berpura-pura menjadi
calon pasien dan tidak menyebut nama asli mereka (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang.
Wawancara: 12 Juli 2013). Selama berada di Jombang, kepada Bu Lurah tim Bocah Bajang
mengaku sebagai mahasiswa yang sedang meneliti Ponari (Mohammad Nur Qomaruddin, aktor
Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
152
Budhi/peserta observasi:
Selamat malam. Perkenalkan nama saya Budhi Harto. Saya asli dari Malang. Dan saya
baru di Yogya mulai bulan Mei kemarin karena mengikuti pelatihan keaktoran di
Teater Garasi. Dan bulan Juli kemarin saya bersama teman-teman Actor Studio 2009
melakukan observasi di desanya Ponari, di Jombang, selama tiga hari. Dan selama saya
di sana saya melihat Ponari bersama keluarganya sekarang sudah bisa membangun
rumah yang besar.
Antok/peserta observasi:
Selamat malam. Saya Antok. Saya lahir dan besar di Yogya. Saya tinggal di Kricak.
Ponari atau Mohammad Ari Rahmatullah, juga sering dipanggil Mas Ari, dia tidak
hanya bisa membangun rumah yang besar dan megah, tapi dia telah berhasil
membangun kampungnya. Oh, iya, ada satu penduduk kampung bernama Pak Kardi.
Dan menurut saya dia itu orangnya sangat nyebahi.
Qomar/peserta observasi:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Nama saya Qomar. Sekarang sedang
menyelesaikan kuliah semester akhir. Di Jombang itu kalau siang itu panas dan kalau
malam itu dingin. Dan menurut saya Ponari itu menyebalkan.
Tita/peserta observasi:
Hai! Saya Tita. Umur saya 25 tahun, sarjana psikologi. Menurut saya yang menarik
dari Ponari justru kampungnya karena kampung itu sangat fiksi.
Ozi/peserta observasi:
Nama saya Ozi. Ini pentas saya yang ketiga. Kali ini kita mau ngomongin soal Ponari
yang katanya dia bisa nyembuhin banyak orang dengan batunya. Awalnya saya nggak
percaya. Tapi setelah saya ke sana, saya semakin yakin dengan ketidakpercayaan saya.
Pada perkenalan ini para aktor memberikan informasi umum mengenai nama,
tempat tinggal, dan aktivitas mereka. Kemudian pada tahap selanjutnya mereka
memberikan sedikit informasi mengenai hasil observasi mereka selama di Jombang.
Hasil pengamatan ini bermacam-macam, lebih pada apa yang dilihat langsung di
sana. Pertama, pengamatan tentang rumah Ponari dan perkembangan kampung karena
adanya praktik Ponari. Hal tersebut ingin mengungkapkan adanya penghasilan besar
dari praktik Ponari, sehingga Ponari dan keluarganya bisa membangun rumah yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
153
besar241. Kedua, siapa saja yang mereka temui di Jombang. Ada yang bertemu Pak
Kardi dan Ponari, dan kedua orang ini dilihat sebagai orang yang menyebalkan242.
Ketiga, kondisi kampung Ponari yang “sangat fiksi” karena banyaknya cerita yang
muncul setelah ada praktik pengobatan Ponari243. Keempat, tanggapan setelah datang
langsung ke Jombang menimbulkan rasa tidak percaya atas apa yang dikerjakan
Ponari, Ponari tidak dipercaya bisa menyembuhkan orang sakit. Tanggapan tersebut
berkaitan dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki aktor mengenai fiksi batu
yang sudah sering muncul dalam masyarakat dan cenderung tidak bisa dibuktikan
kebenarannya. Di samping itu, ada pengetahuan tentang pengobatan biomedis yang
berdasarkan penelitian ilmiah sehingga cenderung bisa dibuktikan prosedur
pengobatannya dibanding pengobatan yang dilakukan Ponari. Dalam pengobatan
Ponari, tidak ditemukan penelitian ilmiah yang bisa membuktikan “khasiat” batu
Ponari, sehingga pengobatan yang dilakukan Ponari dilihat sebagai pengobatan yang
berbenturan dengan logika kesehatan biomedis. Dalam perkenalan ini penonton juga
diberi gambaran bahwa para aktor datang ke Jombang dan mengalami langsung
241
242
243
Ponari melakukan praktik di sebuah rumah gubuk. Sementara di depan rumah gubuk itu sedang
dibangun sebuah rumah mewah, katanya itu rumah Ponari. Rumah gubuk yang dipakai merupakan
rumah saudara Ponari, dan jika rumah mewah itu sudah jadi Ponari akan pindah ke sana (Tita Dian
Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011).
Pak Kardi adalah warga yang mengaku sebagai pakde Ponari dan bergaya seakan-akan dia dekat
dengan keluarga Ponari. Pak Kardi juga mengaku dialah yang mengatur mekanisme praktik
pengobatan serta bercerita hal-hal mistis seperti hendak menyaingi cerita Ponari. Ponari sendiri
kadang terlihat malas mengobati meskipun pasien sudah menunggu lebih dari sehari (Mohammad
Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011).
Kampung Ponari dipenuhi bermacam fiksi atau cerita-cerita yang dibangun oleh keluarga Ponari
maupun warga sekitar, seperti cerita ibu Ponari yang bermimpi didatangi Ratu Kidul, cerita soal
penemuan batu dengan beragam versi, cerita mistis seperti yang diceritakan Pak Kardi. Ceritacerita tersebut dicampuradukkan, sehingga pendatang tidak bisa mengetahui apakah cerita-cerita itu
benar atau hanya ciptaan warga desa saja.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
154
pertemuan dengan Ponari dan masyarakat kampung Ponari, serta ikut berobat pada
Ponari. Setelah berkenalan, para aktor kembali duduk di kursi mereka, menunggu si
Bocah Bajang.
Pementasan Bocah Bajang menggunakan lebih dari satu cara untuk
menyampaikan narasi. Selain dialog, ada narasi berupa monolog dari aktor dan
narator, serta tembang. Narasi yang dibacakan narator pada awal pementasan
disampaikan seperti puisi dan dibacakan sebagai pengiring adegan gerakan-gerakan
calon pasien. Narasi ini merupakan gambaran para pasien yang menunggu berobat
pada Bocah Bajang. Narasi yang dibaca narator ini mengisahkan orang-orang yang
datang pada Bocah Bajang adalah orang-orang yang sedang sakit. Orang-orang yang
berkerumun di lokasi praktik digambarkan seperti orang-orang yang sedang berada
dalam
suatu
perayaan.
Perayaan
identik
dengan
sesuatu
yang
bersifat
gembira/menyenangkan. Hal tersebut bertolak belakang dengan apa yang sedang
dialami para calon pasien Bocah Bajang. Mereka tidak sedang dalam kondisi
gembira, tetapi justru sedang mengalami sakit. Kata “merayakan” seakan menunjuk
pada suatu kondisi banyak orang yang sedang sakit bersama-sama dan memiliki
keyakinan akan adanya kesembuhan melalui pengobatan Ponari dan seolah-olah akan
ada banyak orang yang bisa disembuhkan (kalimat 1). Orang-orang datang dan
menunggu sangat lama, mereka sudah tidak memperhatikan waktu lagi sebab hanya
memikirkan kesembuhan yang akan diperoleh (kalimat 2). Orang-orang percaya batu
Bocah Bajang dapat menyembuhkan dan batu Ponari seolah-olah telah menghadirkan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
155
Tuhan yang memberi kesembuhan pada para pasien, orang-orang juga menunggu
“keajaiban” dari batu si Bocah Bajang (kalimat 3, 4, 5).
Narator:
(1) Malam ini kami tengah merayakan sakit kami. (2) Berduyun-duyun datang kemari
dan menunggu waktu yang tak bergerak ke depan atau ke belakang. (3) Kami merasa
Tuhan hadir di sini. (4) Dalam sebuah batu. (5) Dan kami tengah menunggunya.
(Narasi ini tidak dibaca dalam pementasan hari 2, sehingga adegan hanya diiringi
musik instrumen saja).
Narasi dari narator ini bertujuan untuk menegaskan situasi di kampung si Bocah
Bajang yang dipenuhi para pasien yang berobat dan percaya bahwa batu Bocah
Bajang dapat menyembuhkan. Narasi ini juga membantu menafsirkan situasi yang
sedang direpresentasikan dalam adegan tersebut, yaitu para pasien yang sedang
menunggu. Dalam pementasan hari pertama narasi ini dibacakan, tetapi pada hari
kedua narasi ini tidak dibaca karena adanya kesalahan teknis 244 , sehingga adegan
pada hari kedua hanya diiringi musik instrumen.
Cara lain menyampaikan narasi fenomena Ponari adalah dengan menghadirkan
dialog antar aktor. Dialog antara Ozi dan Qomar di bawah ini merupakan representasi
dari situasi percakapan para calon pasien yang sedang menunggu Ponari. Dalam
dialog ini kata-kata yang dipakai berupa bahasa Indonesia dan bahasa Jawa yang
sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan berbagai bahasa ini
(Indonesia yang bercampur Jawa) memperlihatkan latar belakang para calon pasien
yang kebanyakan datang dari daerah sekitar lokasi pengobatan. Dialog yang
244
Ada beberapa versi naskah dalam pementasan Bocah Bajang dan naskah antara hari pertama dan
hari kedua sedikit berbeda. Naskah hari pertama tampaknya lebih lengkap daripada yang dipakai
pada hari kedua dan naskah yang digunakan pada hari kedua bukan naskah yang dipakai pada hari
pertama (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
156
dipaparkan merupakan hasil dari observasi para aktor di Jombang yang dicatat dan
disusun menjadi dialog dalam Bocah Bajang. Dialog ini memperlihatkan ada calon
pasien yang rela menunggu Bocah Bajang selama dua hari dan calon pasien ini
terlihat sangat percaya bahwa Bocah Bajang dapat menyembuhkan. Selain itu, calon
pasien ini mengaitkan aktivitasnya menunggu Bocah Bajang merupakan bagian dari
ibadah. Dalam dialognya, si calon pasien tampaknya merasa bahwa Bocah Bajang
adalah jalan yang diberikan Tuhan kepada si calon pasien untuk mendapat
kesembuhan. Dialog ini ditampilkan untuk memberikan gambaran di lokasi praktik di
Jombang ada banyak calon pasien yang sangat berharap pada Ponari dan memang
mau menunggu Ponari, serta percaya bahwa Ponari adalah cara Tuhan untuk
mengobati para calon pasien.
Ozi/calon pasien:
Kalau saya sih yakin ya, Mas. Insyaallah, ini mesti sembuh. Daripada mesti pulang,
kan tanggung saya sudah dua hari ngantri, masa pulang tangan hampa gitu. Ya kalau
menunggu ini kan ibadah ya, Mas, ya. Yang mesti kita yakini dan dilakoni dengan
ikhlas. Segala sesuatunya itu kan butuh perjuangan, termasuk menunggu bocah bajang
itu biar mau buka praktiknya. Lha kalau saya pulang berarti saya kan menyerah sama
cobaan yang sudah diberikan Gusti Allah sama saya ya, Mas, ya.
Qomar/calon pasien:
Iya.
Ozi/calon pasien:
Ya putusan bocah bajang buat menunda sementara praktiknya itu ya, ya itu merupakan
ujian yang mesti kita jalani nanti, Mas, itu.
Qomar/calon pasien:
Inggih, Bu.
Dialog di atas memperlihatkan calon pasien Bocah Bajang yang sudah pasrah pada
kondisinya, termasuk ketika dia harus menunggu untuk mendapatkan pengobatan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
157
Pementasan ini menggambarkan bahwa Ponari memang telah menjadi harapan bagi
banyak orang dan mereka percaya bahwa Ponari mampu mengobati. Banyak pasien
datang dari tempat-tempat jauh dan bersedia menunggu Ponari mengobati mereka.
Situasi para pasien yang menunggu digambarkan lewat aktivitas lain seperti
pasien yang menerima telepon. Pria berkemeja putih menerima telepon dari anaknya.
Sewaktu menerima telepon suara pria ini terlalu keras, sehingga pasien lainnya
merasa terganggu. Orang-orang terbangun dan membenahi posisi mereka sebagai
respon atas suara telepon yang cukup mengganggu. Ketika berobat ada pasien tidak
hanya datang sendiri, datang membawa keluarga mereka. Adegan menerima telepon
ini menggambarkan adanya para calon pasien yang datang bersama keluarga/kerabat.
Seperti monolog di bawah ini, Budhi sebagai calon pasien sedang menerima telepon
dari anaknya dan ada pernyataan istrinya tengah menunggu di rumah penduduk
kampung Ponari. Semenjak ada praktik Ponari, banyak warga setempat yang
menyewakan rumah mereka sebagai tempat menginap bagi para calon pasien.
Budhi/calon pasien:
Halo! Eh, ada apa, Nak? Ya? Apa? Oh, nggak, nggak. Papa sekarang nggak bawa apaapa. Iya, papa langsung ke tempat bocahnya nih. Apa? Mama? Mama lagi di rumahnya
penduduk sana. Iya. Kamu mau ngomong sama mama? Ya udah, langsung telepon
sama mama aja. Iya.
Pria berkemeja putih menerima telepon dengan suara yang keras, nada bicara yang
tinggi, dan cara bicaranya agak terburu-buru.
Dalam pementasan Bocah Bajang ada hasil observasi yang tidak ditemukan
dalam media massa, yaitu pernyataan Bu Lurah yang menunjukkan sikap cenderung
tidak ingin dilibatkan dalam peristiwa Ponari. Representasi pengakuan Bu Lurah
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
158
dihadirkan dengan menampilkan tokoh perempuan dengan baju dinas berwarna
cokelat beserta dialog yang diperoleh dari observasi. Dalam monolognya perempuan
ini sedang memberikan keterangan kepada orang-orang mengenai kampung si Bocah
Bajang. Monolog yang dihadirkan dalam pertunjukan ini merupakan hasil transkrip
rekaman yang didapatkan aktor ketika berada di Jombang.
Ozi/Bu Lurah:
Ya, terus terang. Jujur. Sebenarnya, Mas, sejak kejadian itu, semenjak empat orang
meninggal itu, ini saya secara pribadi sudah nggak pernah ke sana. Dan memang ini
ada beberapa alasan dan ini saya nggak mau cerita ya, nanti biar masnya tahu sendiri.
Toh nanti juga turun lapangan ya? Ya. Terus nanti, Mas, kalau ke sana itu ketemu
sama yang namanya panitia. Kalau dulu pas zaman ramai-ramainya nggak berani
nunjuk atau menyebut diri mereka panitia. Karena kan sempet lokasinya itu ditutup
sementara sama polisi. Dan pada saat itu kalau lokasinya buka, itu nggak main-main,
berhadapannya sama hukum. Ancaman lima tahun penjara. Makanya pada saat itu
mereka nggak berani nunjukin mereka panitia. Sampai sempet kan ganti nama berkalikali itu, Mas. Dari mulai panitia, tim relawan, terus sekarang kayaknya panitia lagi
namanya. Terus ini lagi ya, Mas, masalahnya masyarakat sana itu rata-rata orang
awam. Jadinya kalau ada orang asing atau ada orang lain masuk nggak didului panitia
atau kepala dusun yang punya wilayah sana, itu nanti kejadiannya kayak kemarin, Mas.
Ada media datang terus dilempari sandal. Makanya nanti kalau masnya mau lebih
aman, itu ke sana ngomong sama panitia atau kepala dusunnya dulu. Kan sempet itu
lokasi pengobatannya mau dipindah karena nggak memungkinkan tempatnya dan yang
datang juga tambah banyak, puluhan ribu. Tapi ya dasar SDM-nya rendah. Mereka
tetep ngeyel nggak mau dipindah. Akhirnya sempat jatuh empat korban itu. Terus
memang, Mas, katanya sekarang di sana itu katanya itu sudah ada jam praktiknya,
Mas. Dari jam dua siang sampai jam empat sore.
Dalam monolog di atas tampak banyak warga yang berpartisipasi dalam praktik
Bocah Bajang. Hal tersebut terlihat dari pembentukan panitia pengobatan yang
dilakukan warga. Dari pembentukan panitia ini Actor Studio secara tidak langsung
mengungkapkan adanya keuntungan yang diperoleh warga desa. Jika tidak ada
keuntungan yang diperoleh, mungkin saja warga desa tidak mau repot membentuk
panitia dan ikut terlibat menangani praktik Ponari.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
159
Bu Lurah juga berpendapat warga desa merupakan orang-orang ber-SDM
rendah. Hal ini diungkapkan Bu Lurah karena perilaku warga desa yang dianggap
kurang rasional. Perilaku kurang rasional ini dilihat Bu Lurah dari penolakan warga
sekitar untuk memindah lokasi praktik. Menurut Bu Lurah, lokasi praktik yang
sekarang tidak cukup untuk menampung puluhan ribu orang yang datang berobat245.
Dalam kutipan berikut Bu Lurah berpendapat soal air si Bocah Bajang, kesembuhan
pasien, dan relasi antara warga kampung atas dan kampung bawah yang secara tidak
langsung sebenarnya telah mengkritik Bu Lurah sendiri sebagai bagian dari
pemerintah daerah yang seharusnya bisa mengatur warganya agar tidak terpecah
menjadi kelompok-kelompok kampung seperti kampung atas dan kampung bawah.
Terus ini lagi, Mas, nanti kalau udah dapet air celupan batu dari sana itu nanti
disisakan dulu satu botol, jangan dibuka. Nanti kalau sudah satu minggu itu baru
dibuka. Dicium, coba baunya kayak apa. Ini saya nggak mau cerita ya, biar masnya
tahu sendiri. Atau kalau nggak itu lab-kan, bandingkan sama air biasa jelas itu ada
bedanya. Cuma ini sekali lagi saya nggak mau cerita, biar masnya tahu sendiri. Atau
kalau nanti ada pasien sing katanya ngaku sembuh, itu nanti dilihat lagi, Mas, beberapa
hari setelahnya itu nanti dilihat lagi. Itu beneran sembuh atau malah tambah parah,
ndak tahu ya. Itu nanti dilihat sendiri aja. Terus memang dulu dusun kampung bawah
sama kampung atas itu guyub rukun jadi satu karena memang pas ramai-ramainya
pasien, jadi cari rezekinya juga bareng-bareng. Yang satu ngurusi parkir, yang satu
ngurusi air. Pokoknya guyublah, rukun jadi satu. Cuma sekarang kan kondisinya sudah
sepi, jadinya rebutan pasien. Jadi nanti masnya ke sana itu jangan heran, kok tiba-tiba
ditarik sana ditarik sini, itu jangan heran. Karena memang sudah sedemikian rupa
keadaannya. Gitu aja, saya nggak mau banyak cerita ya, ndak dikira provokasi nanti.
Gitu ya? Ya.
Dalam monolog di atas, Bu Lurah meminta pendatang memeriksa air dari
Bocah Bajang. Bu Lurah mengatakan jika air tersebut tampaknya bukan air bersih.
245
Dalam media massa disebutkan penolakan pemindahan lokasi praktik lebih karena adanya
keyakinan jika Ponari pindah lokasi, maka kemampuannya untuk mengobati juga akan hilang.
Banyak orang meyakini di lokasi praktik itulah Ponari mendapat wahyu untuk mengobati
(“Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman Kaliyuga”. Kompas, Kamis, 5 Februari
2009). Soal pewahyuan ini tidak penulis temukan dalam wawancara dengan tim Bocah Bajang.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
160
Namun, apa yang dikatakan Bu Lurah tidak memiliki dasar yang kuat, dalam arti Bu
Lurah hanya mengemukakan pendapat pribadinya saja dan tidak didasari dengan
pembuktian ilmiah mengenai air Bocah Bajang. Bu Lurah juga mengatakan soal
pasien yang sudah meminum air dari Bocah Bajang, tetapi hal ini diungkapkan juga
menurut pendapat pribadi Bu Lurah. Tidak ditemukan kesaksian pasien yang bisa
mendukung pendapat Bu Lurah. Dari sekian banyak pendapat yang dikemukakan Bu
Lurah, tampak Bu Lurah tidak mau terlalu bertanggung jawab atas apa yang terjadi di
desa Bocah Bajang. Bu Lurah terkesan kurang peduli dengan desa si Bocah Bajang.
Pada awal monolognya, Bu Lurah mengatakan dirinya tidak pernah lagi datang ke
desa si Bocah Bajang semenjak ada korban meninggal. Adegan ini mengkritik ada hal
yang disampaikan Bu Lurah yang bertolak belakang dengan tugas Bu Lurah sebagai
pemerintah daerah yang seharusnya ikut menjaga keamanan warga desanya supaya
tidak jatuh korban lagi. Sama halnya dengan ketika Bu Lurah bercerita tentang
kampung yang terbagi menjadi kampung atas dan kampung bawah.
Hampir seluruh dialog dalam pementasan merupakan transkrip langsung dari
hasil observasi Actor Studio, kalimat dan inti cerita yang disampaikan dalam
pementasan ini tidak jauh dari dialog-dialog yang ditemukan di Jombang. Termasuk
ucapan-ucapan Bu Lurah mengenai kampung Ponari dan praktik pengobatan itu
sendiri. Monolog Bu Lurah memperlihatkan tanggapan-tanggapan Bu Lurah terhadap
kehadiran praktik pengobatan. Di dalam monolog Bu Lurah ada beberapa hal yang
mirip dengan yang ada di media massa, misal persoalan penutupan lokasi praktik oleh
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
161
polisi 246 , penolakan kedatangan media massa di lokasi praktik 247 , dan persoalan
rencana pemindahan lokasi praktik248. Tetapi ada juga hal-hal yang tidak ditemukan
penulis dalam media massa249, misal anggapan soal SDM penduduk desa Ponari yang
masih dianggap rendah oleh Bu Lurah, persoalan air celupan batu yang didiamkan
selama seminggu akan berubah kualitasnya, dan persoalan antardusun yang tidak
akur250. Melalui monolog Bu Lurah ini ada informasi yang tidak disampaikan media
massa, tetapi ditemukan ketika observasi di Jombang dan kemudian diangkat ke
dalam pementasan untuk menghadirkan tanggapan Bu Lurah mengenai keberadaan
praktik pengobatan si Bocah Bajang.Dalam monolog Bu Lurah menampakkan dirinya
sebagai orang yang meminta pendatang memeriksa sendiri lokasi praktik Bocah
Bajang, tetapi juga ingin memberitahu banyak hal yang menurut Bu Lurah sudah dia
246
247
248
249
250
“Kapolres Baru Stop Ponari. Keluarga Ingin Hidup Tenang” (Jawa Pos, Kamis, 26 Februari 2009).
Seorang wartawan TransTV, Romi, diusir dan dilempar sandal oleh warga (“Dipaksa Praktik,
Ponari Terancam Drop Out Sekolah”. Jawa Pos, Rabu, 18 Februari 2009).
Keluarga Ponari sempat keberatan jika lokasi praktik dipindah karena diyakini di tempat praktik
yang selama ini dipakai Ponari ada wahyu yang diturunkan kepada Ponari. Jika pindah, maka
“kekuatan” Ponari akan hilang (“Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada Zaman
Kaliyuga”. Kompas, Kamis, 5 Februari 2009). Pewahyuan ini menjadi satu-satunya alasan yang
ditemukan penulis dalam media massa sebagai alasan penolakan pemindahan lokasi praktik.
Persoalan pemindahan lokasi praktik memang ditemukan dalam media massa, tetapi mengenai
alasan kualitas SDM masyarakat desa Ponari merupakan alasan menurut sudut pandang Bu Lurah
sendiri (dari hasil observasi).
Dalam media massa Bu Lurah lebih bercerita tentang fasilitas yang diperoleh setelah ada praktik
Ponari seperti pembangunan masjid dan pavingisasi atau pembangunan jalan, serta menurut
pengakuannya, Bu Lurah tidak ikut campur masalah keuangan dari praktik Ponari (“Dukun Cilik”.
Liputan
6
SCTV,
disiarkan
5
Februari
2009.
http://www.youtube.com/watch?v=8pNEgfsRP1k&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012,
“Heboh
Ponari
Dukun
Cilik
dari
Jombang”.
Sigi
30
Menit
SCTV.
http://www.youtube.com/watch?v=TYa--eo4d4w&feature=relmfu, diunduh: 16 Maret 2012).
Persoalan dusun yang tidak akur ini merupakan representasi dari hasil observasi mengenai
permasalahan antara dukuh atas dan dukuh bawah. Dukuh bawah merupakan desa Ponari dan
warganya merasa tidak diperhatikan pemerintah.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
162
ketahui dari lokasi praktik251. Nada bicara Bu Lurah meyakinkan meskipun apa yang
dia bicarakan sifatnya menakut-nakuti orang yang hendak pergi ke lokasi pengobatan.
Di samping monolog Bu Lurah, dialog antara si Bocah Bajang dan ibunya juga
dihadirkan dalam pementasan sebagai representasi relasi Ponari dan ibunya. Dialog
ini merupakan gambaran keseharian si Bocah Bajang sebagai anak kecil yang masih
suka bermain dan tampak enggan melakukan pengobatan. Ada sedikit informasi
mengenai keluarga si Bocah Bajang yang muncul dalam adegan ini, yaitu tentang
ayahnya yang bekerja sebagai pencari kodok dan si Bocah Bajang yang menjadi
tulang punggung keluarga setelah dia menemukan “batu ajaib”. Sementara Ibu Bocah
Bajang sendiri merupakan orang yang menginginkan anaknya tetap mengobati calon
pasien. Ada sedikit perbedaan antara Ibu si Bocah Bajang yang dihadirkan dalam
adegan ini dengan ibu Ponari yang ada di media massa. Dalam adegan ini Ibu si
Bocah Bajang cenderung ceriwis, galak, dan banyak bicara, sementara yang
ditampilkan dalam media massa ibu Ponari tampak tidak galak dan berbicara
251
Dalam wawancara dengan beberapa narasumber ada informasi Bu Lurah tampak ingin menakutnakuti tim observasi dengan berbagai cerita yang menyeramkan. Tetapi setelah sampai di desa
Ponari apa yang ditemukan tim observasi berbeda dengan apa yang diungkapkan Bu Lurah. Misal
Bu Lurah meminta tim observasi untuk berhati-hati dengan penduduk desa Ponari karena
pendidikan penduduk desa itu rendah. Tetapi ketika sampai di desa Ponari, tim observasi malah
ditawari menginap di rumah tetua dan rumah Ponari. Atau soal air dari Ponari yang katanya jika
didiamkan seminggu akan muncul ulat-ulat. (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang.
Wawancara: 25 Juni 2010). Menurut Bu Lurah air yang sudah dicelup batu itu baunya busuk,
baunya persis sisik ular. Tim observasi membeli beberapa botol air dari lokasi praktik, kemudian
dibawa pulang ke Yogya. Beberapa hari kemudian botol itu dibuka dan tidak ada bau apa-apa,
seperti air biasa pada umumnya (Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara:
18 September 2011).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
163
seperlunya252. Dalam media massa Ponari yang ditampilkan adalah anak yang tampak
pemalu, tidak banyak bicara, masih suka bermain253.
Dialog berikut ini merupakan gambaran si Bocah Bajang disuruh mandi oleh
ibunya karena praktik pengobatan harus segera dibuka. Ibu Bocah Bajang tampak
sudah mengatur waktu praktik pengobatan anaknya. Meskipun Bocah Bajang masih
ingin bermain, dia tetap harus mengobati para pasien.
Tita/Ibu Bocah Bajang:
Mandi!
Bahar/Bocah Bajang:
Emoh!
Tita/Ibu Bocah Bajang:
Ayo ta, Gus! Ini udah siang. Mandi dulu. Mainnya tuh nanti lagi bisa ta?
Bahar/Bocah Bajang:
Mengko dhisik, lagi asyik kok!
Si Bocah Bajang tidak mau menuruti perintah ibunya, kemudian dia berbalik
membelakangi ibunya. Sikap Bocah Bajang membuat ibunya jengkel dan memaksa
membuka kaos si Bocah Bajang. Bocah Bajang berusaha menghindari ibunya dan
fokus pada telepon genggamnya. Telepon genggam yang ditampilkan di dalam
adegan ini menjadi gambaran adanya perubahan kehidupan si Bocah Bajang. Setelah
menjadi “dukun cilik” si Bocah Bajang mendapat cukup banyak pemasukan, sehingga
252
253
“Dukun Cilik Ponari”. Program Silet, RCTI, diunggah: 24
http://www.youtube.com/watch?v=2sWdE-Xi_V4, diunduh: 16 Maret 2012.
Dukun Cilik Ponari”. Program Silet, RCTI, diunggah: 24
http://www.youtube.com/watch?v=2sWdE-Xi_V4, diunduh: 16 Maret 2012.
Februari
2009.
Februari
2009.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
164
bisa membeli apa saja, termasuk telepon genggam254. Ketika mengobati orang pun
Bocah Bajang tetap tidak bisa lepas dari telepon genggamnya.
Tita/Ibu Bocah Bajang:
Woalah, bocah iki! Tamu-tamu itu sudah tumplek di teras rumah! Nggak sabar pingin
ketemu den baguse ini lho! Ayo, sini! Ibu bukain dulu bajunya!
Bahar/Bocah Bajang:
Mengko dhisik!
Tita/Ibu Bajang:
Ya Allah, Gus! Katanya mau naik kereta kelinci! Ya mengko harus mandi pokoke!
Kene, ibu pinjem mainannya!
Sepanjang adegan Bocah Bajang dengan ibunya terlihat bagaimana Bocah
Bajang memang enggan mengobati orang, sementara ibunya menginginkan Bocah
Bajang tetap mengobati orang karena sudah banyak orang yang telanjur datang ke
lokasi pengobatan. Dalam adegan ini gerak dan gestur yang dilakukan para aktor
adalah Ibu si Bocah Bajang berusaha merebut mainan anaknya sambil marah-marah.
Bocah Bajang sendiri tidak jera ketika telepon genggamnya diambil ibunya. Bocah
Bajang kembali mengambil mainan yang lain, dan si ibu sekali lagi meminta paksa
mainan si Bocah Bajang. Namun, lagi-lagi Bocah Bajang mengambil mainan lainnya.
Bahar/Bocah Bajang:
Mengko dhisik, lagi dolanan!
254
Dalam observasi Tita, Ponari terlihat sedang tidak mengobati dan bermain game. Gambaran Ponari
bermain telepon genggam banyak ditampilkan juga dalam media massa. Ponari memiliki HP Nokia
N95 dan Playstation 2/PS 2 (“Tabungan Ponari Rp 2 Miliar”. Jawa Pos, Senin 11 Mei 2009).
Ponari juga tidak bisa lepas dari telepon genggam ketika mengobati orang (Foto dalam berita
“Pengunjung Merosot, Ponari Ogah-ogahan”. Jawa Pos, Senin, 16 Maret 2009. Foto dalam
lampiran). Ponari juga tampak asyik bermain telepon genggam saat reporter mendatangi rumahnya
(“Fenomena
Ponari”.
Liputan
6,
SCTV,
disiarkan
20
Februari
2009.
http://www.youtube.com/watch?v=x5w6JIkp5n8&feature=related, diunduh: 16 Maret 2012).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
165
Tita/Ibu Bocah Bajang:
Huuuhhhhhh... Gus! Masa nggak mau mandi? Ibu mesti marah-marah, ya ora ta?
Kowe anak turun Sunan Ampel. Ora pareng nakal. Sing apik ngono lho! Masyaallah,
bocah iki! Kene! Hehehehe... Di luar itu sudah banyak orang, Gus. Nanti kalau mereka
ngamuk semua piye? Rumah ini bisa dibakar. Terus kita mau tinggal di mana coba? Ya
wis, kono melu bapakmu nggolek kodok!
Kemarahan Ibu memuncak, kemudian Ibu hanya duduk di bangku saja. Bocah
Bajang akhirnya menyerah dan mendatangi ibunya, berjongkok di sebelah ibunya lalu
Bocah Bajang minta dimandikan. Ibu si Bocah Bajang berusaha membujuk anaknya
dengan bercerita bahwa Bocah Bajang adalah keturunan Sunan Ampel dan menjadi
orang terpilih yang mampu menolong orang lain. Di sini tampak ada mitos yang
diciptakan Ibu si Bocah Bajang, yaitu Bocah Bajang sebagai keturunan Sunan Ampel.
Mitos inilah yang diceritakan Ibu Bocah Bajang pada orang-orang untuk menarik
mereka agar tertarik datang pada Bocah Bajang dan sebagai usaha si ibu untuk tetap
menghidupkan kisah Bocah Bajang di antara para pasien. Kemudian Ibu si Bocah
Bajang bersiap menggendong Bocah Bajang di punggung. Selama adegan ini Ibu
Bocah Bajang marah-marah dengan nada suara yang tinggi sebagai ekspresi
kemarahannya.
Bahar/Bocah Bajang:
Iya, iya. Pakpung, pakpung!
Tita/Ibu Bocah Bajang:
Kowe ki beruntung, le. Di kampung ini dipercaya sebagai rahmatullah. Orang-orang
itu ya mau memberikan apapun buat kamu. Rela melakukan apa saja biar bisa
menyentuh tanganmu ini lho! Ora usah mecucu! Ayo kene! Nah, begitu. Cah bagus
manut sama ibu, ora pareng nakal ya. Kalau nakal ibu bawa ke laut selatan biar jadi
abdi dalemnya kanjeng ratu sampai kiamat. Mau kamu?
Bahar/Bocah Bajang:
Emoh! Pingine karo ibu!
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
166
Bocah Bajang cenderung dekat dengan ibunya. Selama mengobati orang, ibu
inilah yang sering mendampingi Bocah Bajang. Di samping itu, dalam dialog di atas
ada keyakinan si ibu bahwa Bocah Bajang adalah orang terpilih yang memiliki
kemampuan mengobati orang. Selain itu, ada mitos yang diceritakan Ibu si Bocah
Bajang, yaitu Bocah Bajang merupakan keturunan Sunan Ampel. Mitos yang
diceritakan Ibu si Bocah Bajang ini merupakan temuan observasi mengenai cara si
ibu untuk menarik perhatian pengunjung yang datang berobat pada anaknya 255 .
Adegan antara Bocah Bajang dan ibunya ini juga menggambarkan situasi di mana si
Bocah Bajang kadang-kadang malas mengobati para calon pasien dan lebih memilih
untuk bermain.
Selain melalui monolog dan dialog, pertunjukan Bocah Bajang juga
menggunakan tembang untuk menghidupkan adegan. Ada juga tembang yang penulis
coba kaitkan dengan fenomena Ponari. Tembang pertama kali hadir dalam
pertunjukan ini ketika adegan para pasien yang telah mendapat air celupan batu si
Bocah Bajang. Para pasien berjalan berbaris sambil membawa ember dari panggung
belakang sebelah kiri. Orang yang paling depan melagukan sebuah tembang yang
diambil dari suluk256. Tembang ini tidak diartikan secara khusus karena tembang ini
dipakai sebagai pengiring adegan yang membantu membangun suasana, tampak
255
256
Ibu Ponari mengaku bermimpi didatangi Nyi Roro Kidul sampai tiga kali. Kemudian cerita tentang
Ponari keturunan dari Sunan Giri didapat dari kakeknya (Gunawan Maryanto, sutradara
BocahBajang. Wawancara: 25 Juni 2010). Ibu Ponari bercerita dia keturunan Sunan Ampel dan
didatangi Sunan Ampel yang mengatakan bahwa Ponari punya keistimewaan (Mohammad Nur
Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011).
Pemilihan menghadirkan tembang secara live, dinyanyikan secara langsung oleh aktor, adalah
untuk membuat suasana lebih hidup (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12
Juli 2013).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
167
sebagai suasana yang khidmat. Tembang ini dinyanyikan dengan tempo yang pelan
dan dibarengi dengan orang-orang yang berjalan lambat. Orang-orang yang sedang
berjalan berbaris ini bisa menjadi gambaran atas pasien yang sudah mendapat air dari
Ponari. Tidak ada tambahan musik dalam adegan ini. Yang terdengar hanya tembang
yang dialunkan pasien.
Jika diamati sekilas, menurut penulis, tembang yang dialunkan bercerita tentang
Ponari yang seolah-olah menjadi kesayangan banyak orang. Pada kalimat (1)
diungkapkan orang-orang yang tidak bisa menggambarkan betapa mereka sangat
menyayangi Ponari. Sira di sini seakan-akan menunjuk pada Ponari. Kemudian pada
kalimat-kalimat berikutnya, kalimat (2) hingga kalimat (7), diungkapkan rasa sayang
orang-orang itu melebihi apapun.
Ozi (tembang)/pasien:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Tresnaku marang Sira ora bisa digambarna
Adheme ngungkuli banyu
Angete ngungkuli geni
Langit kuwi wis dhuwur
Langit kuwi wis dhuwur
Nanging tresnaningsun
Luwih dhuwur tinimbang langit pitu
(cintaku kepadaMu tak mampu kugambarkan
segarnya melebihi air
hangatnya melebihi api
betapa tingginya langit
tetapi cintaku
lebih tinggi dari langit ketujuh)
Ponari menjadi kesayangan banyak orang, baik para pasien maupun orangorang yang ada di desa Ponari. Bagi para pasien, baik yang sembuh maupun belum
sembuh, Ponari menjadi harapan bagi mereka. Kebanyakan orang yang datang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
168
hendak berobat percaya bahwa Ponari mampu memberi kesembuhan. Bagi orangorang di lingkungan Ponari melihat Ponari sebagai “pembawa keberuntungan” bagi
mereka, terutama dalam memberi keuntungan finansial dan peningkatan fasilitas.
Orang-orang di desa Ponari banyak yang mendapat berbagai pekerjaan baru ketika
praktik Ponari muncul. Orang-orang itu memanfaatkan situasi dengan banyaknya
calon pasien yang datang ke desa mereka. Ada yang membuka warung makan, sewa
ojek, sewa penginapan, sewa ember, menjual air, mengantar calon pasien, dan
sebagainya. Dari segi fasilitas, orang-orang desa Ponari mendapat keuntungan seperti
perbaikan jalan dan pembangunan masjid. Pada intinya praktik Ponari ini sebenarnya
banyak memberi keuntungan untuk berbagai pihak.
Cerita-cerita penduduk desa setempat yang diperoleh selama observasi
dihadirkan dalam pertunjukan melalui monolog Tita dengan empat tokoh berbeda.
Dalam adegan ini ada empat cerita yang ditampilkan dan tidak ada iringan musik.
Cerita pertama adalah soal penemuan batu dan pasien pertama si Bocah Bajang.
Cerita pertama dibawakan dengan suara seorang perempuan muda yang berkisah
dengan tenang. Cerita kedua masih soal penemuan batu dan pasien Bocah Bajang
yang diceritakan dengan karakter suara seorang nenek. Cerita ketiga dibawakan
dengan suara perempuan muda yang agak centil, berkisah soal kesaksian pasien yang
mengaku sembuh karena air celupan batu dan datang lagi pada si Bocah Bajang
dengan membawa calon pasien lain. Kemudian cerita keempat ditampilkan dengan
suara berat menyerupai laki-laki untuk menggambarkan seorang pria yang mengaku
saudara Bocah Bajang dan menawarkan bantuan pada orang yang hendak berobat.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
169
Keempat cerita ini mewakili orang muda dan orang tua dan berkisar antara soal
penemuan batu, kesaksian pasien yang mengaku sembuh, serta warga yang mengaku
sebagai kerabat Ponari. Selama praktik berlangsung muncul beragam versi cerita
mengenai penemuan batu Ponari, ada juga banyak pasien yang mengaku sembuh
karena air dari Ponari, dan banyak warga sekitar yang mengaku sebagai saudara
Ponari untuk menarik perhatian pendatang257. Di samping itu, banyaknya orang yang
berada di sekitar lokasi pengobatan, termasuk di dalam rumah yang dipakai praktik
Ponari, membuat para aktor cukup kesulitan mengenali orang yang benar-benar
keluarga Ponari atau sekadar mengaku sebagai keluarga Ponari. Monolog empat
tokoh berikut merupakan hasil observasi yang didapat secara langsung oleh Tita dan
dimasukkan dalam pertunjukan dengan tidak mengubah isi dari apa yang didapatkan
dalam observasi.
Tita/Cerita dari seorang perempuan muda:
Menurut cerita, anak itu tersambar petir, kemudian pingsan. Ketika sadar, dia
menemukan sebuah batu di dekat kepalanya. Lalu batu itu dibawa pulang dan disimpan
di lemari. Pasien pertamanya orang gila. Orang gila itu diberi minum air yang sudah
dicelupi batu oleh anaknya. Ajaibnya, orang gila itu sembuh.
Cerita dari seorang perempuan muda dibawakan sambil bermain air. Mimik
wajahnya terlihat serius dan meyakinkan orang bahwa ceritanya seolah-olah betulbetul terjadi. Sambil bermain air, perempuan ini memukul ember sehingga
menimbulkan bunyi yang terkesan seperti bunyi batu yang dilempar untuk
257
Cerita tentang penemuan batu, pasien pertama Ponari, pengakuan pasien yang sembuh, dan orangorang yang mengaku sebagai saudara Ponari juga diungkapkan dalam media massa. Ada temuantemuan Actor Studio yang serupa dengan pemberitaan media massa, tetapi ada juga perbedaannya.
Soal siapa pasien pertama Ponari cukup sulit ditemukan Actor Studio ketika di Jombang. Ketika
media massa memberitakan beberapa nama sebagai pasien Ponari, ternyata nama-nama itu tidak
ditemukan dalam observasi di Jombang.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
170
menggambarkan Bocah Bajang mendapat batu setelah tersambar petir. Kemudian si
perempuan melanjutkan cerita tentang orang gila yang menjadi pasien pertama si
Bocah Bajang. Dengan ekspresi wajah yang yakin, perempuan itu menunjuk suatu
arah seakan-akan dia menunjuk orang gila yang sembuh setelah minum air dari
Bocah Bajang.
Cerita kedua didapat dari seorang nenek. Si nenek menundukkan kepala ketika
menggambarkan kepala Bocah Bajang kena batu. Kemudian agak mengepalkan
tangan untuk memperlihatkan ukuran batu yang mengenai kepala Bocah Bajang. Di
akhir cerita si nenek menawarkan air kepada pengunjung yang sedang mendengarkan
ceritanya.
Tita/Cerita dari seorang nenek:
Ceritanya begini, dulu bocahe main di sawah deket rumah saya. Tiba-tiba ada yang
melempar kepalanya, padahal nggak ada siapa-siapa di situ. Terus dia nemu batu,
segede gini. Batunya ajaib. Ada saudara bocahe lumpuh, sama bocahe dikasih minum
air bekas rendaman batu. Saudaranya langsung sembuh bisa jalan. Lha ini, mbaknya
mau airnya?
Pada cerita ketiga ditampilkan seorang perempuan yang mengaku sembuh.
Perempuan ini bercerita dengan ekspresi wajah senang. Tangannya melakukan
gerakan memperagakan minum air dari Bocah Bajang.
Tita/Cerita dari seorang pasien yang mengaku sembuh:
Saya ke sini nganterin tetangga saya. Kalau dulu saya ke sini karena saya sakit asma.
Sekali minum air celupan batu langsung sembuh. Ajaib ya?
Seorang pria yang mengaku pakde si Bocah Bajang menjadi cerita keempat.
Gaya bicara dan ekspresi wajah pria ini serius untuk meyakinkan orang bahwa dia
adalah pakde Bocah Bajang. Pria ini seakan-akan tahu tentang semua keperluan dan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
171
prosedur untuk berobat pada Bocah Bajang. Sambil mengatakan segala kebutuhan
berobat, di sini tokoh memperagakan dengan beranjak berdiri dan menunjukkan
ember yang dibawanya. Sewaktu mengatakan ember, dia mengangkat embernya.
Kemudian saat menyebut air, dia menuang air dari ember tersebut. Dengan peragaan
tersebut ada penegasan dalam berobat pada Ponari orang memerlukan ember dan air,
serta kartu berobat.
Tita/Cerita dari seorang pria yang mengaku saudara Bocah Bajang:
Saya ini masih pakdenya. Pokoknya kalau sama saya semua urusan beres. Butuh apa?
Ember? Air? Oh, kartu berobat. Kalau nggak ada kartu berobat, nggak bisa berobat lho.
Dulu ponakan saya itu main di bukit belakang, terus tersambar petir. Kepalanya sampai
berasap. Tiba-tiba dia menemukan batu.
Sambil bercerita tentang si Bocah Bajang yang bermain di belakang bukit, pria
ini keluar dari ember besar dan duduk kembali, lalu meletakkan ember kecil di dekat
kakinya. Tangannya terangkat tinggi dan jari-jarinya bergerak untuk memperagakan
asap yang keluar dari kepala Bocah Bajang. Kemudian memukul dasar ember kecil
sehingga terdengar bunyi seperti batu untuk menunjukkan Bocah Bajang tiba-tiba
menemukan batu.
Cerita penduduk desa juga ditampilkan dalam adegan Pak Kardi dengan
Pendatang. Cerita penduduk yang dapat mempengaruhi para pengunjung dihadirkan
melalui dialog antara Pak Kardi dengan Pendatang yang baru saja tiba di desa si
Bocah Bajang. Dialog Pak Kardi dan pendatang ini diciptakan berdasarkan hasil
observasi yang diperoleh Qomar yang bertemu langsung dengan orang bernama Pak
Kardi di Jombang. Dalam dialog ini Pak Kardi bercerita banyak tentang berbagai hal,
tetapi hanya sedikit menyinggung tentang Ponari. Selama praktik pengobatan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
172
berlangsung, banyak cerita serupa dengan kisah batu Ponari yang muncul dari
berbagai orang, salah satunya yang diperoleh dalam observasi adalah cerita dari Pak
Kardi. Selama pertunjukan ini, dialog Pak Kardi dan Pendatang merupakan adegan
paling panjang. Sisipan dialog dagelan dalam adegan ini merupakan tambahan dari
Gunawan Maryanto, sutradara, ditambah dengan improvisasi Qomar dan Antok
sewaktu latihan. Sementara kesaksian Pak Kardi mengenai cerita batu dan berbagai
kisah menyeramkan diperoleh Qomar dari Pak Kardi sendiri. Adegan Pak Kardi dan
pendatang ini merupakan semacam sindiran atas banyaknya orang yang menciptakan
cerita versi mereka sendiri ketika Actor Studio berada di Jombang. Adegan ini
sebenarnya juga mematahkan pandangan yang didapat orang jika melihat media
massa. Dalam media massa lebih banyak ditampilkan soal “kemampuan” Ponari
dalam mengobati orang yang seolah-olah menjadi faktor penyebab kedatangan
puluhan ribu orang untuk berobat. Namun, di sisi lain, temuan Actor Studio hendak
mengatakan bahwa kedatangan puluhan ribu orang itu lebih karena digerakkan oleh
cerita-cerita fiksi buatan warga desa sendiri.
Qomar/Pak Kardi/penduduk setempat:
Percaya atau nggak ini, masnya? Saya itu sudah pernah ke mana-mana. Jadi wong
Palembang pernah, jadi wong Medan juga pernah.
Antok/pendatang:
Masyaallah, Pak! Pengalaman hidup njenengan itu bener-bener hebat. Jadi wong
Palembang pernah, jadi wong edan pernah.
Qomar/Pak Kardi:
Wong Medan, Mas! Super to?
Antok/pendatang:
Super!
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
173
Qomar/Pak Kardi:
Saya ini ndak maksud nyombong lho ini. Yang namanya di semua wilayah itu, Mas,
itu semuanya sama. Termasuk itu, wilayah-wilayah yang sudah pernah saya kunjungi
itu, itu juga sama. Tapi memang yang namanya kampung sini ini yang paling menarik
buat saya!
Antok/pendatang:
Menarik?
Qomar/Pak Kardi:
Iya!
Antok/pendatang:
Serapan tai thok ngene menarik?
Pendatang mendengarkan cerita Pak Kardi dengan serius dan agak heran
dengan ketertarikan Pak Kardi kepada desa si Bocah Bajang. Pak Kardi berbicara
banyak hal, berputar-putar ceritanya, mulai dari soal kebahagiaan hidup, cerita-cerita
mistis, hingga cerita soal batu temuannya yang katanya mirip dengan batu Bocah
Bajang.
Qomar/Pak Kardi:
Lha ini! Orang kalau nggak ngerti kuncinya hidup itu kayak gini. Hidup itu ada
kuncinya. Kuncinya hidup itu satu, baba.
Antok/pendatang:
Baba?
Qomar/Pak Kardi:
Hooh! Jarno ae, Mas! Biarin aja! Kalau nggak gitu, kita bisa stres ta? Lihat tai
kemambang, ngelihat orang rebutan duit sana-sini sampai nggak inget sama yang
namanya sedulur.
Antok/pendatang:
Kok bisa ya?
Qomar/Pak Kardi:
Lha iya! Sedulur aja nggak kenal lho, Mas.
Antok/pendatang:
Aku heran lho, Pak.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
174
Cerita-cerita yang diungkapkan Pak Kardi pada waktu observasi bermacammacam dan berputar-putar, ada cerita yang diulang-ulang juga. Kemudian ceritacerita Pak Kardi dari hasil observasi ini disaring dan diolah dramatikanya, termasuk
menyisipkan dialog dagelan, tanpa mengurangi inti cerita yang didapat ketika
observasi258. Qomar sendiri melihat Pak Kardi sebagai preman di desa Ponari. Badan
Pak Kardi bertato, berkumis tebal, memakai topi, dan naik sepeda. Dan sewaktu
berada di lokasi praktik, Pak Kardi terlihat sok akrab dengan keluarga Ponari. Pak
Kardi mengaku sebagai pakde Ponari. Selama praktik pengobatan, Pak Kardi
mengaku dia berperan besar dalam mengatur mekanisme orang-orang yang ada di
lokasi praktik, seperti menjaga parkir dan distribusi antrian259. Dalam adegan ini dari
bermacam-macam cerita Pak Kardi salah satunya yang dihadirkan adalah dialog
tentang kehidupan dan kebahagiaan.
Qomar/Pak Kardi:
Heran ta? Ini, Mas, yang namanya duit itu sampai laut. Duit itu, itu ta, Mas, itu sama
saja kayak tai. Plung! Ilang! Cepet keli, Mas. Cepet ilang. Iya ta? Nah, ini, Mas, hidup.
Ibaratnya itu lha gini. Ibaratnya ini apa, Mas?
Dalam dialog soal perumpamaan ini ember yang sudah ada di panggung
menjadi representasi tanaman. Pak Kardi mengambil sebuah ember untuk bercerita
tentang perumpamaannya 260 . Cerita-cerita tentang perumpamaan dan cerita mistik
dari Pak Kardi merupakan gambaran dari model bercerita Pak Kardi yang ingin
membahas banyak hal.
258
259
260
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013.
Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011.
Foto 29 (lihat lampiran).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
175
Antok/pendatang:
Itu tanaman.
Qomar/Pak Kardi:
Nah, ini tanaman ta? Pupuknya?
Antok/pendatang:
Pupuknya....
Qomar/Pak Kardi:
Pupuknya tanaman mes, Mas. Lha iya ta? Ini kalau kita, masnya ini, saya, manusia ta?
Pupuknya apa?
Antok/pendatang:
Pupuknya mes.
Qomar/Pak Kardi:
Lho? Pupuknya bahagia. Nek di-mes modar, Mas!
Antok/pendatang:
Gitu ya?
Qomar/Pak Kardi:
Iya! Gini, Mas, tadi itu ta, hidup kuncinya apa?
Antok/pendatang:
Bahagia.
Qomar/Pak Kardi:
Baba!
Antok/pendatang:
Bahagia, Pak!
Qomar/Pak Kardi:
Bahagia itu pupuknya! Dikandani kok ngeyel ta! Gini ya, yang namanya hidup itu
harus bisa bahagia. Kalau nggak, kita bisa kena penyakit strup.
Antok/pendatang:
Stroke.
Qomar/Pak Kardi:
Lha iya! Hidup itu kuncinya baba. Kalau bahagia itu pupuknya. Sekarang kalau Tuhan
itu ada di mana, Mas?
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
176
Antok/pendatang:
Tuhan?
Qomar/Pak Kardi:
Iya. Ehmmm.... Nggak tahu! Nggak tahu sampeyan! Mesti nggak tahu ta? Saya kasih
tahu jawabannya. Yang namanya Tuhan itu adanya di mulut. Lho, ndak percaya lagi
ta? Gini lho, Mas, misalnya masnya lagi sakit, sedang dalam kesusahan, yang
ngomong “ya Tuhan” itu bagian tubuh sebelah mana? Hayoo!
Antok/pendatang:
Hahaha!
Qomar/Pak Kardi:
Mulut ta? Iya ta?
Antok/pendatang:
Iya.
Setelah bercerita banyak soal perumpamaan dan lelucon, Pak Kardi memulai
cerita-cerita mistis yang menarik perhatian si pendatang. Ceritanya diawali dengan
mengatakan bahwa kampung si Bocah Bajang terkenal angker. Ada sebuah SD di
kampung itu dan di depan SD itu ada siluman macan putih. Cerita soal macan putih
ini didapat langsung oleh Qomar sewaktu bertemu Pak Kardi261.
Qomar/Pak Kardi:
Nah, ini, Mas. Yang namanya setan itu juga nggak jauh-jauh, Mas. Nggak di kuburan,
nggak di bawah pohon. Ya di mulut itu! Nah, ngomong-ngomong soal setan... Ngelak?
Ngombe, Mas! Ngomong-ngomong soal setan ya, Mas, yang namanya kampung sini
itu, Mas, itu terkenal angker.
Antok/pendatang:
Angker?
Pak Kardi bercerita dengan wajah serius untuk menegaskan kemisteriusan ceritanya.
Sementara Pendatang mendengarkan sambil minum, kemudian terlihat terkejut.
261
Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011. Dalam
wawancara Qomar juga menyebut ada cerita dari Pak Kardi soal kaitan Ponari dengan sebuah
gunung tapi tidak ditampilkan dalam dialog ini.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
177
Qomar/Pak Kardi:
Iya! Banyak penunggunya. Sampeyan ingat kita kan tadi lewat depan SD, di depan SD
itu kan ada batu gede itu ta, Mas?
Antok/pendatang:
Oh, iya!
Qomar/Pak Kardi:
Itu di situ, Mas, ada yang nunggu lho! Ada itu, Mas! Macan ndhodhok warnanya putih.
Beneran ini, Mas! Yang serem lagi ya, Mas, di sebelah kirinya itu ada pohon gede. Di
situ ada, Mas, nyandar cewek di situ!262
Pak Kardi memperagakan bentuk macan jongkok dengan cara duduk di atas
ember kecil. Pendatang tampak panik dan ketakutan mendengar cerita Pak Kardi.
Kemudian hendak pergi meninggalkan Pak Kardi, tetapi ditahan Pak Kardi. Pak
Kardi tetap saja melanjutkan bercerita dan asyik memperagakan cerita-ceritanya.
Antok/pendatang:
Anu, Pak....
Qomar/Pak Kardi:
Kenapa?
Antok/pendatang:
Saya tadi kencing di situ.
Qomar/Pak Kardi:
Waaaa... Ini! Situ kalau nggak tahu nggak usah ngawur, Mas. Tapi nggak apa-apa,
masnya ini sama saya. Jadi semuanya itu, tenang, beres, Mas. Tapi besok lagi tak
kandani ya, Mas, ya, kalau misalnya ngapa-ngapain di kampung sini tuh paling nggak
kulanuwun dulu, Mas. Doa dulu, iya ta?
Antok/pendatang:
Iya, iya.
Pak Kardi tidak banyak berbicara tentang Ponari. Dia justru lebih senang
bercerita mengenai dirinya dan kisah mistis yang dimilikinya. Kebanyakan orang
yang ditemui di lokasi praktik membenarkan cerita-cerita seputar Ponari, tetapi
262
Foto 27 (lihat lampiran).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
178
terlihat tidak percaya sepenuhnya pada cerita tentang Ponari. Bahkan banyak orang
yang memunculkan cerita-cerita serupa dengan kisah Ponari, termasuk Pak Kardi
yang bercerita tentang batu yang ditemukannya 263 . Dalam adegan ini Pendatang
tampak menurut saja dengan apa yang diceritakan Pak Kardi, meskipun kadangkadang Pendatang tampak ragu dengan cerita Pak Kardi.
Qomar/Pak Kardi:
Omong-omong soal kampung ini lagi, kampung ini banyak peristiwa fenomenal.
Bocah itu fenomenal ta?
Antok/pendatang:
Iya, hooh!
Qomar/Pak Kardi:
Nih, Mas, ya, ada yang lebih fenomenal! Iya!
Antok/pendatang:
Apa?
Qomar/Pak Kardi:
Saya ini pernah nemu sebuah batu.
Antok/pendatang:
Oh, gitu.
Qomar/Pak Kardi:
Iya! Batunya ini ya, Mas, ini yang fenomenal, Mas! Merupakan jelmaan dari seekor
burung! Lho, nggak percaya lagi ta! Nggak percaya lagi! Kalau masnya nggak percaya,
saya berani sumpah, Mas. Saya nggak sumpah sama masnya. Saya berani sumpah
sama bumi. Saya itu nggak pernah bohong! Yang namanya Pak Kardi tuh nggak
pernah bohong! Ini ya, Mas, ya, saya kasih tahu lagi, yang namanya batu itu.... Nah,
batunya segitu itu lho, Mas! Seginilah! Ini batu saya dapetnya malam-malam waktu
nyari burung!
Dalam dialog di atas, Pak Kardi menyentuhkan jarinya ke tanah, kemudian
menjilat jari tersebut untuk membuktikan sumpahnya pada bumi. Setelah itu Pak
263
Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
179
Kardi menunjuk kumpulan batu yang ada di panggung bagian depan, lalu mengambil
sebuah batu sebagai contoh seperti batu yang ditemukannya.
Cerita soal burung yang berubah jadi batu juga diungkapkan Pak Kardi sewaktu
di Jombang. Cerita soal burung yang sudah disembelih bisa berubah menjadi batu dan
batu tersebut bisa dipakai untuk menyembuhkan orang sakit merupakan cara
mengemas fiksi batu yang bisa menarik perhatian orang dari luar desa Ponari. Ceritacerita fiksi seperti inilah yang muncul dari warga desa selama ada praktik Ponari.
Pola cerita hampir selalu sama seperti kisah Ponari, yaitu ada batu yang bisa
menyembuhkan.
Antok/pendatang:
Burung?
Qomar/Pak Kardi:
Iya! Burungnya saya tangkep di atas pohon, tak bawa pulang. Sampai di rumah
burungnya saya sembelih, lalu saya olesi yang namanya beras merah di lehernya. Tibatiba, Mas, sampeyan tahu apa yang terjadi?
Antok/pendatang:
Apa, Pak?
Qomar/Pak Kardi:
Burungnya itu, Mas, itu berubah jadi batu!
Antok/pendatang:
Woh, ajaib!
Pak Kardi menggunakan ember dan batu untuk peragaan saat dia menangkap
dan menyembelih burung. Pendatang tampak takjub dengan cerita Pak Kardi. Cerita
fiksi yang satu akan ditambah dengan cerita fiksi yang lain supaya cerita tersebut
lama-kelamaan bisa meyakinkan orang yang mendengarkan, seperti cerita Pak Kardi
yang semula hanya bercerita menemukan batu, kemudian ditambah dengan cerita
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
180
batu itu diperoleh dari jelmaan burung yang disembelih, dan ditambah lagi dengan
cerita batu yang didapat dari jelmaan burung itu berkhasiat untuk mengobati orang.
Fiksi akan selalu ditambah dengan fiksi lain sehingga akhirnya orang sulit
membedakan apakah hal-hal itu benar ada atau sulit membedakan mana hal yang
nyata dan mana yang hanya rekaan saja.
Qomar/Pak Kardi:
Ajaib ta? Fenomenal ta?
Antok/pendatang:
Fenomenal!
Qomar/Pak Kardi:
Ini, Mas, memang batunya itu fenomenal! Yang lebih fenomenal yang namanya batu
ini bisa menyembuhkan yang namanya penyakit. Ajaib, Mas!
Antok/pendatang:
Ajaib!
Qomar/Pak Kardi:
Lho iya, kalau masnya nggak percaya ya.... Nah, itu, bapaknya itu, yang naik sepeda
itu lho, kelihatan ta pakai kaos merah, kaos PDI itu lho, kelihatan ta?
Pak Kardi menunjuk suatu arah, sehingga mengesankan ada orang sedang naik
sepeda di kejauhan. Pendatang ikut mengalihkan pandangannya ke arah yang ditunjuk
Pak Kardi. Dari dialog soal orang bersepeda dan gestur Pak Kardi dan Pendatang
tampak setting tempat dialog ini adalah di pinggir jalan. Kemudian Pak Kardi
mengungkapkan batunya juga mampu menyembuhkan orang sakit.
Antok/pendatang:
Iya.
Qomar/Pak Kardi:
Itu, Mas, ini maaf lho, bukan maksud saya menyinggung lho, ini maaf lho ya.
Antok/pendatang:
Pak, saya itu nggak pernah tersinggung.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
181
Qomar/Pak Kardi:
Lha iya, tapi saya minta maaf aja, maaf. Bapaknya dulu itu mukanya rusak.
Antok/pendatang:
Saya tetap nggak tersinggung.
Qomar/Pak Kardi:
Nah, bapaknya itu kena kusta! Hooh!
Antok/pendatang:
Oh, kena kusta.
Qomar/Pak Kardi:
Hooh, sekarang sembuh ta? Itu saya kasih ramuan yang saya tumbuk dengan batu itu!
Antok/pendatang:
Batunya masih ada, Pak?
Pendatang tampak mulai tertarik dengan batu Pak Kardi dan ingin melihat batu
itu. Pak Kardi menanggapi dengan senang dan mengajak Pendatang untuk melihat
batu itu.
Qomar/Pak Kardi:
Masih!
Antok/pendatang:
Mbok saya lihat!
Qomar/Pak Kardi:
Nah, ini kalau misalnya masnya mau lihat, dekat dari rumah ini, kita lihat batunya.
Pak Kardi berjalan diikuti Pendatang. Mereka berjalan meninggalkan
panggung. Lampu di sekitar tepi panggung mulai meredup sebagai tanda persiapan
ganti adegan.
Antok/pendatang:
Siapa tahu saya tertarik.
Qomar/Pak Kardi:
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
182
Nah, ini ajaibnya lagi, Mas, tetangga saya itu perutnya sakit. Tak tempeli batu itu
langsung sembuh, Mas. Beneran ini! Saya itu nggak bohong, Mas! Setiap malam
Jumat kliwon, Mas....
Adegan Pak Kardi dan Pendatang merupakan representasi temuan di Jombang
bahwa mitos-mitos akan semakin berkembang ketika para pendatang tertarik dengan
kisah yang disodorkan warga setempat mengenai “kesaktian” batu. Mulai dari cerita
soal burung yang berubah menjadi batu, kemudian batu itu bisa dipakai untuk
menyembuhkan, dan pada akhirnya membuat orang ingin melihat langsung batu
tersebut264. Pada awalnya hanya ada mitos batu Ponari, kemudian orang tertarik untuk
datang dan melihatnya secara langsung. Karena banyak orang datang, maka warga
desa Ponari memanfaatkan situasi tersebut dan menciptakan mitos-mitos baru dengan
menggunakan batu, serupa dengan peristiwa Ponari, untuk menarik perhatian lebih
banyak orang.
Narasi yang dibaca oleh narator menjadi salah satu pilihan cara untuk
merepresentasikan apa yang ditemukan Actor Studio ketika berada di Jombang.
Cerita-cerita yang dikumpulkan oleh ibu Ponari dihadirkan kembali menjadi satu
dalam mantra yang dibacakan narator dan digunakan untuk mengiringi adegan Ibu
Bocah Bajang. Adegan Ibu si Bocah Bajang ini merupakan representasi dari temuan
observasi ketika Mukaromah (nama ibu Ponari yang disebutkan dalam media massa)
264
Ketika di Jombang ada temuan cerita soal batu dukun Dewi yang konon batu itu jodoh batunya
Ponari (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010). Beberapa cerita
serupa dengan kisah Ponari juga ada dalam media massa. Misal batu kepunyaan dukun Dewi
(“Dipaksa Praktik, Ponari Terancam Drop Out Sekolah”. Jawa Pos, Rabu, 18 Februari 2009), atau
“batu berbicara” temuan Nurrohmah (“Ponari Masuk Sekolah, Kasek Menggendong”. Jawa Pos,
Sabtu, 21 Februari 2009). Ada juga pengobatan dengan air yang sudah didoakan seperti yang
tampak dalam foto 17 (lihat lampiran).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
183
mengumpulkan cerita tentang Ponari dari orang-orang, kemudian dia merangkum
cerita-cerita tersebut dan menceritakan kembali pada orang-orang yang datang
berobat265. Cerita-cerita yang dia kumpulkan kemudian dia ceritakan berulang-ulang.
Begitu seterusnya, cerita-cerita itu seperti diramu berkali-kali dan diceritakan kembali
berkali-kali juga. Pada akhirnya tampak cerita-cerita tersebut menjadi seperti mantra
yang harus disebutkan ketika ada orang yang datang berobat pada Ponari. Dalam
adegan Ibu Bocah Bajang ini cerita-cerita tersebut direpresentasikan ke dalam bentuk
mantra yang diucapkan berulang-ulang oleh narator untuk mengiringi adegan Ibu
Bocah Bajang. Mantra yang dipakai dalam adegan ini merupakan campuran antara
ajaran Islam dengan cerita harimau putih. Sekilas mantra ini tampak ingin
mengatakan bahwa Ibu si Bocah Bajang menjadi orang pilihan yang memang diberi
kekhususan untuk menjaga Bocah Bajang selama anaknya menjadi “dukun cilik”266.
Narator:
Jibril menyusup ke tubuh Fatimah
Fatimah menyusup ke dalam tubuhku
Dipercaya oleh Allah ta‟ala
Menunggang harimau putih
Bukan sembarang harimau putih
Melainkan harimau putih utusan Allah
Laillahhaillalah Muhammadurasullulah267
265
266
267
Ibu ingin Ponari tetap ada, kehidupannya tetap berlangsung dalam masyarakat. Makanya si ibu
terus merangkum cerita seperti meramu. Ibu Ponari yang berperan besar untuk menghidupkan
Ponari (Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011).
Ponari juga disebut ibunya sebagai orang yang dipilih untuk mempunyai kemampuan
menyembuhkan orang. Dalam adegan Ibu menyuruh Ponari mandi, ada dialog yang menyebutkan
bahwa Ponari adalah rahmatullah (orang yang memang dipilih menjadi rahmat bagi banyak orang).
Keistimewaan Ponari sebagai rahmat ini pun juga ditunjukkan dalam adegan perkenalan di awal
pertunjukan. Dalam monolog perkenalan Antok, disebutkan Ponari berganti nama menjadi
Muhammad Ari Rahmatullah. Penggantian nama ini menunjukkan penguatan atas diri Ponari yang
dipilih sebagai anak yang membawa rahmat untuk mengobati orang.
Ada beberapa mantra, kemudian digabung, semacam doa-doa atau mantra-mantra penyembuhan
(Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013). Mantra ini merupakan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
184
Situasi peristiwa Ponari yang mulai surut direpresentasikan dalam narasi yang
dibaca narator untuk mengiringi adegan Bocah Bajang, ibunya, dan Pak Kardi.
Narator:
Ponari sudah sepi. Hampir-hampir tak kedengaran lagi. Orang-orang sudah sepi.
Apakah nalar yang menang kali ini? Tampaknya tidak. Sebagaimana yang sudahsudah. Keajaiban memudar bukan karena nalar. Tapi karena pasar. Bagi orang Jawa
keajaiban adalah anugerah Tuhan. Bukan untuk diperjualbelikan. Jika demikian
keajaiban dipercaya, tak akan bertahan lama. Ia akan segera berpindah ke tanah lain
yang jauh dari pasar. Ke benda lain. Ke orang lain lagi. Ke sanalah orang-orang itu
akan kembali menemukan dirinya. Mereka akan bergerak dengan cepat ke luar dari
nalar keseharian. Melepaskan seketika seluruh kenyataan yang menekannya. Ponari
hanya sebuah reuni dari sebuah kepercayaan yang diam-diam masih melekat selama
berabad-abad.
Dalam narasi ini disebutkan adanya kepercayaan dalam masyarakat Jawa
bahwa kemampuan untuk mengobati merupakan anugerah yang seharusnya dilakukan
secara cuma-cuma, tidak untuk dijual atau dipakai untuk mencari keuntungan. Ketika
kemampuan mengobati itu sudah dipakai untuk mendapat keuntungan, maka
kemampuan itu akan hilang. Kemampuan mengobati akan bertahan pada seseorang
sesuai dengan bagaimana orang itu memperlakukan kemampuan yang dimilikinya.
Jika
kemampuan
mengobati
itu
diberikan
cuma-cuma
pada
orang
yang
membutuhkan, mungkin saja kemampuan itu akan tetap ada. Jika kemampuan itu
mulai dimanfaatkan untuk kepentingan diri sendiri, khususnya untuk mencari
keuntungan saja, maka kemampuan itu akan hilang.
gambaran cerita-cerita warga tentang Ponari yang dikumpulkan si ibu, dibangun untuk membuat
Ponari tetap hidup. Cerita-cerita yang didapat si ibu kemudian dirangkum dan diceritakan kepada
orang-orang yang berobat. Si ibu berusaha agar Ponari tetap ada. Ibu berperan besar untuk
menghidupkan Ponari (Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2013).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
185
Narasi di atas juga menegaskan adanya kepentingan orang-orang untuk
meningkatkan perekonomian mereka dengan memanfaatkan praktik Ponari. Dalam
narasi ini tampak juga adanya keyakinan bahwa kemampuan seseorang bisa
bermanfaat dan akan tetap ada jika kemampuan itu tidak dimanfaatkan untuk
kepentingan pribadi. Kemampuan itu seharusnya dipakai untuk menolong orang
tanpa meminta balasan apapun. Dan pengobatan yang dilakukan oleh Ponari sampai
saat ini, di mana ilmu pengobatan telah berkembang, pengobatan tradisional seperti
yang dilakukan Ponari masih tetap saja muncul dan menarik perhatian banyak orang.
Tidak hanya menarik orang untuk datang dan melihat, tetapi juga menarik orang
untuk mempercayai dan ingin mendapatkan kesembuhan langsung dari Ponari.
Monolog Bu Lurah muncul dua kali dalam pertunjukan Bocah Bajang.
Pertama, pada awal pertunjukan dan kedua, menjelang akhir pementasan. Pada
kemunculannya yang kedua, Bu Lurah seperti sedang berbicara pada para pendatang
dan dari gaya bicaranya Bu Lurah tampak merasa pendapat-pendapatnya selama ini
benar dan ingin memperlihatkan dirinya ikut terlibat dalam memajukan desa si Bocah
Bajang. Bu Lurah mengaku sebagai orang yang mengundang media massa untuk
datang di desa Bocah Bajang. Di sini Bu Lurah merasa dirinya yang telah membuat
desa Bocah Bajang ramai didatangi banyak orang dan kedatangan banyak orang ini
telah memberi pemasukan yang besar bagi desa Ponari. Selain itu, Bu Lurah juga
bercerita soal penemuan batu Bocah Bajang dengan versinya sendiri. Menurut Bu
Lurah batu itu diperoleh bukan seperti yang selama ini dibicarakan banyak orang,
tidak seperti yang diceritakan tokoh perempuan muda, nenek, atau orang yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
186
mengaku pakde si Bocah Bajang. Namun, batu itu didapat dari “orang pintar”. Dan
Bu Lurah ingin mengangkat cerita penemuan batu menurut versinya, mirip dengan
yang dilakukan Pak Kardi yang menciptakan cerita penemuan batu versi Pak Kardi.
Ozi/Bu Lurah:
Ya, gimana? Sudah lihat sendiri kenyataannya kayak gimana? Sudah dilihat sendiri ya
kenyataannya seperti apa? Ya gitu, Mas, Mbak. Ini kalau ngomongin soal
kenyataannya, sekarang coba dilihat, di sana itu nggak mungkin seramai itu kalau
nggak saya yang bikin. Saya yang mengundang media ke sana, makanya bisa seramai
itu. Ini saya mau ngomong soal kenyataan. Jujur. Tentang batu itu, bahwa sebenarnya
batu itu, itu bukan didapat dari kesambar petir seperti yang diomongin banyak orang,
itu ndak. Tapi sebenarnya batu itu didapat dari “orang pintar”. Saya dapat cerita ini
jelas dari sumber yang terpercaya. Dari oknum polisi. Cuma saya nggak mau
menyebarluaskan atau menceritakan ke banyak orang karena bisa jadi fitnah nanti.
Cuma ini perlu diketahui aja bahwa memang sebenarnya batu itu bukan didapat dari
kesambar petir seperti yang diomongin banyak orang itu, ndak! Tapi dari “orang
pintar”. Terus ini soal air celupan itu. Sudah dapat air celupan batunya dari sana ya?
Ya? Sudah? Itu nanti, Mas, airnya didiamkan dulu selama satu minggu, jangan dibuka.
Nanti kalau sudah satu minggu itu baru dibuka. Dicium, coba baunya kayak apa.
Baunya itu kayak bisa ular. Amis268.
Air dari Bocah Bajang, menurut Bu Lurah, jika didiamkan selama seminggu
akan berubah menjadi berbau. Hal ini dikatakan Bu Lurah tanpa ada pembuktian yang
pasti soal air itu sendiri. Bu Lurah tampak hanya mengungkapkan pendapat
pribadinya saja dan menunjukkan sikapnya yang cenderung antipati pada praktik
pengobatan si Bocah Bajang.
Monolog lain dihadirkan pada epilog Bocah Bajang setelah adegan Bu Lurah.
Para aktor tampil di panggung dengan karakter masing-masing, terlepas dari tokoh
yang telah mereka perankan tadi. Ada lima monolog yang muncul dalam epilog ini.
268
Bagian yang digarisbawahi menunjukkan perbedaan pementasan di hari pertama dan kedua. Bagian
yang digarisbawahi muncul pada pementasan hari kedua.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
187
Qomar:
Kami datang ketika pesta telah selesai. Kami dari sana. Kami masih bisa membaca
jejak-jejak orang Jawa. Bagaimana mereka dengan sewenang-wenang mengkaitkan
satu hal dengan hal yang lain. Jalan panengen dan jalan pangiwa masih terus dibangun
dan dilewati. Ratu Kidul dan Sunan Ampel bersatu membesarkan Ponari.
Melalui monolog di atas, persoalan tentang Jawa diungkapkan. Melalui jalan pangiwa
dan jalan panengen ada dua hal berbeda yang dikaitkan, yaitu Ratu Kidul dengan
Sunan Ampel. Dalam masyarakat Jawa ada konsep pangiwa yang berkaitan dengan
keturunan Nabi Adam turun pada tokoh wayang, kemudian pada raja-raja Jawa.
Konsep panengen berkaitan dengan keturunan Nabi Adam turun pada para nabi
(termasuk ulama/tokoh keagamaan)269. Ratu Kidul dikenal sebagai penguasa pantai
selatan dan hal ini diketahui sebagai mitos yang sudah lama ada dalam masyarakat.
Sementara Sunan Ampel dikenal sebagai tokoh agama penyebar ajaran Islam dan
pendiri masjid agung Demak. Ratu Kidul dan Sunan Ampel jelas tampak tidak
berkaitan. Namun, selama praktik pengobatan Ponari berlangsung, ada cerita-cerita
yang dibangun dengan mencampurkan antara mitos (Ratu Kidul) dengan tokoh
agama (Sunan Ampel). Orang sudah tidak lagi peduli apakah dua hal tersebut
berkaitan, selama masih ada mitos atau tokoh yang bisa digunakan untuk
melanggengkan keberadaan Ponari, maka cerita-cerita seperti itu akan terus dibangun.
Dari monolog di atas Qomar juga menangkap ada kepercayaan yang masih
dipegang oleh banyak orang. Dalam hal ini adalah kepercayaan akan ada
“penyelamat”bagi orang-orang yang membutuhkan keselamatan (dalam kasus Ponari
269
Ahmad, Nur Fauzan. “Dekonstruksi terhadap Figur Keturunan Darah Biru”.
http://staff.undip.ac.id/sastra/fauzan/2009/07/22/dekonstruksi-terhadap-figur-keturunan-darahbiru/, diunduh: 14 Agustus 2013.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
188
yang dimaksud adalah Ponari yang mampu memberi kesembuhan). Banyak hal
dikaitkan, seperti batu yang ditemukan secara tiba-tiba bisa dipakai untuk mengobati
orang sakit, adanya kepercayaan Ponari adalah keturunan Sunan Ampel yang
memiliki kemampuan khusus untuk menyelamatkan orang-orang, dan ada
kepercayaan. Berbagai mitos muncul untuk melanggengkan praktik pengobatan,
termasuk adanya mitos soal Ratu Kidul yang mendatangi Ibu Ponari lewat mimpi dan
Ponari merupakan keturunan Sunan Ampel. Mitos-mitos inilah yang diceritakan
kepada orang-orang yang berobat, sehingga menebalkan kepercayaan banyak orang
terhadap “kemampuan” Ponari. Setelah bermonolog Qomar berdiri di sebelah ember.
Ozi muncul dan berdiri di sebelah ember kecil, lalu bermonolog. Monolog Ozi
merupakan penegasan bahwa praktik pengobatan Ponari merupakan jawaban bagi
banyak orang yang memburu kesembuhan. Cerita “batu ajaib” seperti pada kasus
Ponari sudah sering muncul dalam masyarakat. Tidak ada cerita semacam ini yang
bisa dibuktikan kebenarannya. Namun, kisah “batu yang bisa mengobati” tetap saja
menarik perhatian banyak orang, terutama bagi mereka para pemburu kesembuhan.
Ozi:
Menurut saya batu yang lahir dari petir adalah fiksi yang lemah. Sudah diulang
sepanjang berabad-abad. Tetapi mengapa tetap saja mendatangkan banyak orang.
Empat puluh ribu orang berdesakan setiap harinya. Mereka tak bisa dihentikan atau
dibubarkan. Fiksi itu begitu menyentuh perasaan mereka. Seperti jawaban yang tak
tersedia di kenyataannya. Dan fiksi inipun akan tetap ada selama kenyataan tak mampu
memenuhi harapan mereka.
Dalam monolog ini ada pandangan praktik Ponari merupakan peristiwa yang sudah
sering muncul sejak lama. Dan orang-orang yang mencari jawaban kebanyakan akan
memburu peristiwa ini. Banyak orang berharap mendapat apa yang mereka butuhkan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
189
dari praktik pengobatan ini, seperti kesembuhan dan bebas dari himpitan masalah
perekonomian. Maka orang akan mempertahankan praktik Ponari karena mereka
merasa menemukan jalan keluar dengan mengikuti praktik ini.
Antok dalam monolognya mengungkapkan bahwa peristiwa pengobatan seperti
yang dikerjakan Ponari serupa dengan peristiwa-peristiwa dadakan lainnya yang
sudah sering muncul dalam masyarakat. Hanya saja banyak orang menanggapinya
dengan cara yang tidak biasa. Terutama pada peristiwa pengobatan oleh Ponari, di
mana orang-orang yang sudah lama menderita sakit ingin segera sembuh. Maka
puluhan ribu orang datang pada Ponari dan menjadikan batu itu sebagai satu-satunya
harapan untuk sembuh. Banyak orang yang melihat pengobatan oleh Ponari sebagai
sesuatu yang baru dan bisa menjadi pilihan untuk mendapat yang mereka butuhkan.
Antok:
Sebenarnya ini fenomena biasa di tengah masyarakat kita. Banyak hal yang tiban
berlangsung di sekitar kita. Pasar tiban, sumur tiban, masjid tiban, klenteng tiban, wali
tiban, sampai rezeki tiban. Di mana-mana yang tiban, yang mendadak tak dinyana,
memang selalu menarik perhatian.
Setelah selesai dengan monolognya, Antok berjalan ke belakang dekat dinding dan
bersimpuh di situ sambil melakukan gerakan-gerakan kecil.
Orang diajak berpikir ulang mengenai batu Ponari dalam monolog Tita. Batu
Ponari menimbulkan pendapat-pendapat dari pihak yang setuju dan tidak setuju atas
praktik Ponari. Banyak orang datang berobat meskipun mereka tidak tahu betul
apakah batu Ponari memang membawa kesembuhan atau hanya sekadar
menimbulkan harapan untuk sembuh dan membuat orang datang demi mencoba
khasiat batu Ponari. Pada akhirnya orang harus memikirkan ulang tentang cerita fiksi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
190
seputar “khasiat” batu Ponari. Bagi yang sudah mencoba berobat pada Ponari, entah
sembuh atau tidak, apakah memang kesembuhan itu datang dari batu Ponari atau ada
faktor lain yang membuat orang yakin bahwa dirinya sembuh karena batu Ponari dan
jika sudah percaya bahwa batu Ponari “berkhasiat” kenapa batu itu bisa gagal
menyembuhkan.
Tita:
Apakah batu itu betul ajaib? Saya tidak tahu. Mungkin Ponari juga tidak tahu apakah
batu itu betul ajaib atau tidak. Semakin dilecehkan batu itu, semakin besar kepercayaan
komunitas Ponari bahwa batu itu memang berkhasiat. Dalam dunia mereka semakin
sulit mendapat berkah, diejek, dilecehkan, antri berhari-hari, maka semakin besar
khasiat yang didapat. Jadi, biarkan batu itu yang berbicara, apa dan siapa
sesungguhnya ia.
Dalam monolog di atas, “khasiat” batu Ponari tidak dipermasalahkan terlalu panjang.
Yang menjadi perhatian adalah kepercayaan orang-orang atas “khasiat” batu Ponari,
sehingga cerita soal “khasiat” itu semakin membesarkan harapan orang yang berobat.
Monolog para aktor diselingi dengan tembang yang dinyanyikan. Tembang ini
dinyanyikan dengan tempo lambat dan diambil dari suluk, kemudian dinyanyikan
berulang-ulang. Tembang ini merupakan penegasan representasi Ponari sebagai
bocah bajang atau “bocah sakti” yang dipercaya “kesaktiannya” oleh banyak orang,
terutama orang yang mengharapkan kesembuhan. Penggambaran Ponari sebagai
bocah bajang ini mengacu pada pengetahuan mengenai “bocah sakti” yang dikenal
dalam kultur masyarakat Jawa270.
270
Bocah bajang kalau di Jawa seperti bocah ajaib. Secara bentuk ada banyak yang
mengimajinasikannya. Deskripsinya adalah anak kecil yang tidak bisa besar, tapi dia sakti. Figur
pewayangannya seperti wayang bayi, tidak bisa besar. Bocah bajang ada dalam suluk bocah bajang.
Ketertarikan awal justru pada suluk bocah bajang, bukan pada Ponari. Tetapi kemudian bocah
bajang itu dikaitkan dengan kekinian, yang dekat dengan peristiwa Ponari (Gunawan Maryanto,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
191
Tembang:
Bocah bajang nggiring angin
Anawu banyu segara
Ngon-ingone kebo dhungkul
Sasisih sapi gumarang
(bocah bajang menggiring angin
menguras samudera
diiringi kerbau jantan tanpa tanduk
bersisihan dengan sapi betina yang sakti)
Tembang tetap dinyanyikan dan mengiringi monolog Budhi. Dalam monolog Budhi
ada gambaran desa Ponari adalah desa yang cukup tertinggal 271 . Segala macam
fasilitas sulit didapatkan. Maka ketika ada praktik Ponari, warga desa Ponari
mendapatkan berbagai fasilitas secara kilat. Pembangunan diadakan di sana-sini,
termasuk pembangunan rumah ibadah, gapura-gapura, tempat pendidikan direnovasi,
didirikan jembatan-jembatan, dan jalan-jalan dibuat lebih nyaman. Di sini tampak
praktik Ponari tidak hanya menjadi perbincangan pro-kontra soal khasiat batu atau
kesembuhan yang diharapkan banyak orang, tetapi juga memberi kesempatan pada
warga desa Ponari untuk mendapat kehidupan yang lebih baik lagi. Tidak hanya
fasilitas desa yang dibangun, warga desa pun mendadak memperoleh banyak
271
sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010). Di Wonosobo juga ada bocah bajang yang
artinya adalah bocah yang rambutnya tidak disisiri dan tidak pernah dicukur sejak lahir. Dia punya
kelebihan tertentu dan orang-orang sangat mengagungkannya. Apa yang dia minta harus dituruti
(Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011).
Di desa Ponari tidak ada tempat pelayanan kesehatan biomedis. Tempat pelayanan medis terdekat
adalah di kecamatan. Sekolah Ponari pun jaraknya cukup jauh dari rumahnya. Di depan rumahrumah penduduk terdapat selokan yang biasa dipakai warga untuk buang air (Gunawan Maryanto,
sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013). Perjalanan menuju rumah Ponari juga sangat
jauh. Dari Jombang kota naik angkot, kemudian turun di pinggir jalan dan dilanjutkan berjalan
kaki/naik ojek (Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011). Dari
Jombang kota naik angkot, terus turun di gang yang ke arah jalannya Ponari. Setelah itu jalan
sekitar 2 km. Daerahnya panas, kering, gersang (Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah
Bajang. Wawancara: 18 September 2011).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
192
pekerjaan baru yang meningkatkan penghasilan mereka ketika puluhan ribu orang
mendatangi desa Ponari.
Budhi:
Saya tidak tahu dari mana orang-orang itu datang. Puluhan ribu orang datang
mendatangi kampung ini. Padahal kampung ini adalah kampung yang tertinggal.
Jaraknya jauh, akses transportasi yang masih sukar, apalagi tingkat pendapatan
maupun tingkat pendidikan dari warga yang masih rendah. Tapi setelah kejadian dan
peristiwa itu terjadi, kampung ini berubah hanya dalam waktu tiga bulan setengah. Di
depan sudah dibangun gapura-gapura kampung, masjid serta taman kanak-kanak juga
direnovasi, jembatan-jembatan di kampung juga dibangun, bahkan jalan-jalan di
kampung ini semua telah dikonblok.
Monolog Budhi menjadi monolog penutup dalam pementasan Bocah Bajang,
kemudian dilanjutkan dengan kedatangan si Bocah Bajang yang melakukan adegan
penutup melalui gerakan-gerakan.
c.
Blocking dan Gerakan
Blocking dan gerakan menjadi salah satu cara mendaur ulang fenomena Ponari
dengan bantuan hasil observasi di Jombang. Blocking di sini lebih pada bagaimana
posisi pemain di atas panggung, termasuk perpindahan posisi pemain. Ketika
blocking dipadukan dengan gerakan, maka hal tersebut menjadi gambaran bagaimana
karakter tubuh, kebiasaan-kebiasaan, gerakan-gerakan tubuh dan gestur orang-orang
yang ditemui selama observasi. Dalam pertunjukan ini gerakan yang dilakukan para
aktor juga menjadi variasi di samping bahasa verbal (agar pertunjukan tidak
didominasi bahasa verbal saja, tetapi ada juga adegan-adegan yang hanya
menampilkan gerakan).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
193
Pada awal pertunjukan di atas panggung tampak duduk empat orang, tiga lakilaki dan seorang perempuan. Tiga laki-laki duduk di atas kursi, sementara si
perempuan duduk di atas bangku panjang hijau yang ada di depan dinding bambu.
Keempat orang ini mengenakan baju hangat, wajah mereka tampak lelah, mengantuk,
sedang sakit, dan bosan, seperti sudah terlalu lama duduk di kursi mereka masingmasing. Pria yang paling kiri (kiri dari tempat penonton) mengenakan jaket hitam dan
di pelipisnya menempel koyo (diperankan Antok). Laki-laki di sebelahnya memakai
kemeja putih lengan panjang dan kepalanya tertutup topi (diperankan Budhi). Lakilaki yang berikutnya memakai jaket berwarna orange (diperankan Qomar).
Perempuan yang duduk di bangku panjang menutup badannya dengan baju hangat
(diperankan Tita) 272 . Sambil menunggu Ponari, pria berjaket orange berjalan
menengok sebentar ke belakang dinding bambu. Pergerakan pria ini sebagai tanda dia
sedang mencoba memastikan apakah si “dukun cilik” sudah muncul untuk
mengobati, kemudian dia duduk lagi di kursinya273. Beberapa saat setelah keempat
orang tadi duduk cukup lama, dari luar panggung datang seorang calon pasien
perempuan (diperankan Ozi). Dia mengenakan celana panjang dan atasan berwarna
cokelat, berkalung jarik untuk menahan udara dingin. Perempuan ini datang sambil
272
273
Pakaian/kostum yang dikenakan para aktor dapat dilihat pada foto 20 dan foto 21 (lihat lampiran).
Untuk kostum-kostum ini merujuk pada hasil observasi, seperti memakai jaket, sarung, blangkon.
Pada saat menjadi pasien para aktor memakai kostum yang menyerupai pasien di lokasi
pengobatan. Ketika memasuki karakter-karakter tertentu mereka memakai kostum yang spesifik
(Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 2 Mei 2012).
Adegan ini muncul di hari kedua. Pada hari pertama pria berjaket orange hanya duduk.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
194
membawa terpal dan ember. Dia menengok sebentar ke belakang dinding bambu274
sebagai respon yang menunjukkan perempuan ini juga menunggu Ponari muncul.
Setelah menengok ke belakang dinding bambu, dia menggelar terpalnya di panggung
bagian depan dan tidur di sana.
Adegan pembuka pertunjukan Bocah Bajang adalah adegan para calon pasien
yang sedang menunggu praktik Bocah Bajang dibuka. Adegan menunggu ini
digambarkan dengan orang-orang yang duduk di kursi mereka masing-masing dan
setiap orang membawa ember sendiri-sendiri untuk menampung air celupan batu saat
berobat275. Orang-orang ini sedang menunggu di halaman rumah si Bocah Bajang.
Di tengah adegan menunggu, di saat orang-orang sudah tidur dan lelah, pria
berjaket orange jatuh dari kursinya. Dia jatuh ke samping kursi, kemudian bangkit
dan duduk lagi. Sambil memegangi lutut kanannya, wajah pria ini memperlihatkan
ekspresi kesakitan. Dia berusaha menahan sakit di lututnya dan melihat keadaan
lututnya. Pada saat adegan ini berlangsung, lampu yang menerangi para calon pasien
lainnya meredup dan lampu kuning semu biru menyala fokus menyala pada pria
berjaket orange. Perpindahan nyala lampu ini menandai adanya pergantian adegan,
274
275
Respon ini dilakukan pada pementasan hari kedua. Pada hari pertama si perempuan datang dan
langsung menggelar terpal di panggung bagian depan.
Kalau untuk prosesnya ada ember, Aqua, bayar sukarela di tempat Ponari (Mohammad Nur
Qomaruddin, aktor Bocah Bajang.Wawancara: 18 September 2011). Di sana (lokasi pengobatan)
masyarakat menyediakan ember, botol Aqua yang diisi air, dan kartu berobat. Kalau tidak punya
kartu berobat tidak bisa berobat. Pinjam ember dihargai Rp 5.000,00. Bayar Aqua botol besar juga
Rp 5.000,00, untuk airnya saja, kemudian botol dikembalikan (Tita Dian Wulansari, aktris
BocahBajang. Wawancara: 25 Agustus 2011). Yang dijual sebenarnya Aqua, Tetangga-tetangga
Ponari menjual Aqua yang masih disegel. Orang-orang menyewa ember, air Aqua-nya dipindah ke
ember, kemudian embernya diantrikan untuk dicelup batu (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah
Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
195
dari adegan semua calon pasien menunggu berubah menjadi adegan pria berjaket
orange. Pemilihan warna lampu ini lebih sebagai penunjang suasana276. Pada adegan
yang bersifat realis lampu dominan menyala warna kuning. Pada adegan-adegan yang
bersifat non-realis lampu kuning akan berbaur dengan warna lain 277 . Pergantian
adegan ini ditandai dengan iringan musik berupa instrumen dengan tempo agak cepat.
Setelah duduk di kursinya, pria berjaket orange tiba-tiba tertidur dan melakukan
gerakan-gerakan sambil diiringi musik instrumen 278 . Gerakan-gerakan ini lebih
merupakan ekspresi dari emosi orang yang sedang mengantri berobat. Gerakangerakan tersebut diperoleh melalui latihan eksplorasi olah tubuh yang dilakukan
sesuai dengan tempo musik instrumen yang menjadi pengiring adegan. Sementara
pria berjaket orange melakukan gerakan-gerakan, para calon pasien lainnya tetap
pada posisi mereka, pada situasi realis yaitu duduk sambil menunggu si dukun cilik.
Secara keseluruhan adegan ini tetap merupakan adegan orang-orang menunggu.
Hanya saja beberapa orang menunggu sambil tetap duduk, sementara yang seorang
lagi melakukan gerakan-gerakan sebagai penggambaran perasaan dari orang yang
sedang menunggu.
276
277
278
Lampu digunakan untuk membangun suasana pemanggungan (Sugeng Utomo, penata lampu
Bocah Bajang. Wawancara: 26 April 2012).
Untuk membedakan adegan realis dan surealis digunakan arah datangnya cahaya dan ada
pencahayaan khusus pada blocking yang hendak ditampilkan. Pencahayaannya lebih fokus
dibanding di blocking-blocking lainnya. Kemudian tune warnanya lebih tajam, lebih tebal (Sugeng
Utomo, penata lampu Bocah Bajang. Wawancara: 26 April 2012).
Gerakan-gerakan ini adalah kondisi pasien yang tertidur, terjaga, dan tertidur lagi. Karena terlalu
lama menunggu, si pasien jadi seperti bermimpi. Lalu dia bangun dalam mimpinya dan ke manamana (Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011).
Gerakan-gerakan itu bukan sekadar mimpi, tetapi lebih pada penggambaran perasaan-perasaan
orang yang sedang menunggu di lokasi pengobatan (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang.
Wawancara: 12 Juli 2013). Adegan gerakan-gerakan ini terdapat dalam foto 22 (lihat lampiran).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
196
Usai melakukan gerakan-gerakan, pria tadi duduk kembali dan seperti
terbangun dari tidurnya. Mimik wajahnya terlihat lelah dan menahan sakit di lututnya.
Beberapa saat kemudian bunyi iringan musik mulai pelan sebagai tanda perpindahan
suasana surealis menjadi realis. Lampu yang semula hanya fokus pada pria ini
kemudian berubah menerangi pria ini dan perempuan yang tidur di terpal. Perempuan
yang tidur di terpal bangun dan mengajak si pria bercakap-cakap. Adegan ini
merupakan gambaran dari situasi komunikasi antar calon pasien yang sama-sama
sedang menunggu Ponari. Dalam kondisi menunggu, biasanya orang suka mengajak
orang di sekitarnya bercakap-cakap. Hal tersebut dilakukan bukan hanya untuk
mengatasi rasa bosan, tetapi juga sebagai cara untuk menceritakan apa yang sedang
mereka alami/rasakan. Di sini si perempuan bercerita dia sudah beberapa hari
menunggu Bocah Bajang. Hal tersebut merupakan representasi dari kesaksian para
pasien Ponari yang ada di Jombang. Ada pasien-pasien yang berharap pada Ponari
sehingga mereka mau berada di lokasi pengobatan sampai berhari-hari279.
Kepanikan para calon pasien juga digambarkan dengan menghadirkan tokoh
calon pasien lain (diperankan Bahar) yang muncul tiba-tiba dan meminta para calon
pasien bersiap dengan ember masing-masing untuk mendapatkan air celupan
batu.Strategi pertunjukan yang dipakai di sini adalah dengan menghadirkan calon
pasien yang datang dari luar panggung dan berlari melintasi panggung menuju
279
Benar-benar ada orang yang mengharapkan airnya Ponari. Seorang bapak yang sudah mendapat air
Ponari kemudian berkata dengan sangat tulus, memegang, memeluk embernya, sambil
mengucapkan “Alhamdulillah”. Ada satu ibu yang mungkin sudah berkali-kali ke sana dan
menurutnya lumayan ada perubahan setelah berobat (Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang.
Wawancara: 25 Agustus 2011).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
197
belakang dinding bambu. Dengan munculnya calon pasien dari luar panggung ini,
maka situasi yang semula tenang dan para calon pasien yang tadinya terlihat lelah dan
mengantuk, kemudian menjadi panik dan bergegas mencari air dari si Bocah Bajang.
Kedatangan sekaligus monolog calon pasien yang baru datang ini menjadi tanda
menjelang pergantian adegan.
Bahar/calon pasien:
Persiapan! Persiapan!
Mereka semua berlari lewat belakang dinding bambu mengikuti calon pasien
yang baru datang tadi, kemudian berlari lagi ke panggung bagian depan. Di sana
mereka bergerombol, mengangkat ember mereka masing-masing, ribut berebut air
dari Bocah Bajang280. Mereka berusaha saling mendahului. Adegan ini merupakan
cara untuk menggambarkan kejadian di lokasi pengobatan bahwa orang-orang
memang berebut, saling berdesak-desakan untuk bisa mendapat air dari Ponari.
Adegan berlari melintasi panggung diulang kembali. Si calon pasien yang datang
belakangan tadi berlari lagi lewat belakang dinding bambu diikuti orang-orang.
Mereka semua berlari sambil mengangkat ember masing-masing. Adegan berebut air
ini dilakukan sampai dua kali untuk menggambarkan realita di desa Ponari tentang
banyaknya orang yang sudah mengantri dan menginginkan air dari Ponari, serta
kondisi di lokasi praktik yang memang penuh dengan kerumunan orang.
Pada perebutan air yang kedua kali, setelah orang-orang melewati belakang
dinding bambu, mereka berlari lagi menuju panggung bagian depan. Pada saat
280
Orang-orang berebut air dari Ponari dapat dilihat pada foto 23 (lihat lampiran).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
198
mereka sampai di panggung bagian depan, ada tembang yang mulai mengiringi
adegan. Sementara ada satu orang pasien perempuan yang memisahkan diri dan
berlari ke arah bangku panjang berwarna hijau yang ada di depan dinding bambu.
Munculnya iringan tembang menandai adanya pergantian adegan dari adegan
kerumunan berebut air menjadi penggambaran kondisi seorang pasien yang sedang
menunggu. Di samping itu, dengan masuknya iringan tembang tampak ada pergantian
suasana dari yang semula realis menjadi non-realis. Adegan orang-orang berebut air
tadi merupakan peristiwa realis di atas panggung. Sementara ketika si perempuan
memisahkan diri dari kerumunan dan tembang mulai diperdengarkan, maka adegan
berpindah menjadi non-realis. Perpindahan suasana ini juga ditandai dengan adanya
perubahan pencahayaan lampu. Semula lampu menerangi seluruh panggung. Ketika
si perempuan memisahkan diri, kerumunan tadi kemudian bergeser ke depan dinding
bambu. Orang-orang berdiri diam di depan dinding bambu sambil tetap mengangkat
ember mereka. Pada bagian kerumunan orang-orang lampu perlahan mati, sedangkan
pada blocking si perempuan yang sudah berada di datas bangku panjang lampu
kuning berbaur dengan sedikit warna putih menyala terang dan fokus di sana. Sambil
membawa ember dan diiringi tembang, perempuan ini melakukan beberapa gerakan.
Tembang:
Gandaning kang kembang gadhung
Lawan kembang-kembang menur
Kang estu arum
Mina lan oyot-oyotan
Kadi kusuma mangambar-ambar
Wor kukusing dupa kumelun
Kadi kusuma memba bathara
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
199
(semerbak bunga gadung
dan bunga-bunga menur
yang benar-benar harum
ikan dan akar-akaran
seperti bunga yang semerbak
berpadu dengan asap dupa
seperti bunga jelmaan para dewa)
Selama adegan ini si perempuan tidak berdialog/monolog, melainkan hanya
melakukan gerakan-gerakan dengan diiringi tembang. Ada gerakan seperti
mengambil air dengan ember, menari dengan ember, meminum air dari ember,
kelelahan, dan gerakan-gerakan lainnya. Gerakan-gerakan ini dihadirkan untuk
menggambarkan perasaan/emosi pasien saat menunggu Ponari281. Ekspresi wajah si
perempuan ini tampak kaku, sesekali tampak lelah.
Tembang yang dipakai untuk mengiringi gerakan-gerakan dalam adegan pasien
menunggu ini diambil dari suluk. Tembang ini dihadirkan sudah dalam bentuk
rekaman. Pemakaian tembang dalam pementasan ini cenderung sebagai pendukung
suasana yang hendak dibangun dalam adegan 282 . Tembang yang dipilih pun tidak
mengarah pada tema tertentu, sehingga pemilihan tembang cenderung berdasarkan
kecocokan nuansa tembang dengan suasana adegan yang ditampilkan.
281
282
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013. Tita sendiri
mengungkapkan gerakan-gerakan tersebut merupakan olahan dari perasaan pasien seperti lelah,
marah, jengkel, dan benar-benar ada yang mengharapkan air dari Ponari. Perasaan-perasaan itulah
yang dihadirkan dalam gerakan tubuh (Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25
Agustus 2011). Adegan ini dapat dilihat pada foto 24 (lihat lampiran).
Dalam pementasan Bocah Bajang ada beberapa tembang yang berasal dari suluk dan dipakai
sebagai bagian dari musik pementasan. Pemilihan suluk-suluk yang digunakan dalam tembang
tidak terikat pada kesesuaian tema pertunjukan, sehingga tembang tidak diartikan pemaknaan
kalimat-kalimatnya terkait pementasan Bocah Bajang. Tembang-tembang ini dipakai lebih pada
fungsinya sebagai pendukung suasana adegan, membangun suasana dan mengiringi
koreografi/gerakan-gerakan tubuh aktor. Bagian musik diminta untuk menggarap musik dengan
berangkat dari suluk-suluk. Bahan suluk ini didapat dari merekam dalang yang kemudian diolah
sebagai bahan musik (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
200
Adegan calon pasien menunggu dengan dialog-dialog merupakan gambaran
realitas yang terjadi di dalam situasi para calon pasien yang sedang menunggu Ponari
di Jombang. Sedangkan adegan pasien menunggu yang diekspresikan lewat gerakangerakan merupakan cara lain untuk menunjukkan emosi yang dirasakan para calon
pasien yang sedang menunggu Ponari. Ada bermacam-macam emosi/perasaan yang
muncul saat calon pasien sedang menunggu Ponari. Emosi inilah yang dihadirkan
melalui gerakan-gerakan tubuh. Adegan tersebut berbeda cara dalam penghadirannya
dengan adegan sebelumnya yang memakai percakapan antara Qomar dan Ozi, atau
Budhi yang menerima telepon dan calon pasien lain yang datang tiba-tiba. Namun,
pada dasarnya seluruh rangkaian adegan tersebut hendak menggambarkan situasi dan
perasaan pasien yang menunggu Ponari.
Teknik keluar-masuk panggung juga menjadi strategi pergantian adegan dalam
pertunjukan Bocah Bajang. Misal ketika monolog Bu Lurah berlangsung ada
tambahan tokoh Bocah Bajang yang hadir begitu saja 283. Namun, kedua tokoh ini
tidak berada dalam satu ruang yang sama. Kehadiran tokoh Bocah Bajang ditandai
dengan lampu warna merah yang sangat tipis yang menyala menerangi panggung
bagian tengah ke belakang. Bu Lurah sendiri telah bergeser ke panggung depan,
sebagai persiapan pergantian adegan karena setelah monolognya selesai, kemudian
dilanjutkan dengan adegan tokoh Bocah Bajang. Perbedaan ruang kedua tokoh ini
283
Penghadiran tokoh memang sengaja dibuat crossing (Gunawan Maryanto,sutradara Bocah Bajang.
Wawancara: 12 Juli 2013).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
201
ditandai dengan tidak adanya respon komunikatif antara Bocah Bajang dengan Bu
Lurah di panggung.
Bocah Bajang yang datang dari arah belakang panggung kemudian bergerak
menuju panggung bagian depan, menuju pada batu-batu. Pada panggung bagian
depan ada beberapa batu sebesar kepalan tangan yang sudah ditata rapi 284. Batu-batu
itu sudah diletakkan di panggung bagian depan sejak awal sebagai tanda atas adanya
mitos “batu ajaib” Ponari dan sebagai pendukung narasi fenomena Ponari dalam
pertunjukan. Karena pertunjukan ini mengangkat peristiwa pengobatan Ponari, maka
ada beberapa properti berkaitan peristiwa tersebut yang ditampilkan di atas panggung,
seperti ember pada adegan awal, batu, dan botol-botol berisi air.
Bocah Bajang kemudian berjongkok di dekat batu-batu itu, mengamati batubatu itu sebentar, kemudian mengambil sebuah batu. Batu yang diambil Ponari
menjadi representasi telepon genggam yang sering dipakai untuk bermain oleh Bocah
Bajang. Dinding bambu dan bangku panjang menjadi setting dalam rumah Bocah
Bajang.
Bocah
Bajang
kemudian
memainkan
telepon
genggam
(yang
direpresentasikan dengan batu) sambil berjalan ke bangku panjang, kemudian
berjongkok di depan bangku sambil membelakangi Bu Lurah dan penonton. Bocah
Bajang tetap asyik bermain sendiri sampai monolog Bu Lurah selesai dan Bu Lurah
meninggalkan panggung.
Dalam pertunjukan Bocah Bajang antara adegan Bu Lurah dengan Bocah
Bajang-Ibu Bocah Bajang sengaja dibuat tersambung. Tidak ada pergantian adegan
284
Foto 20 (lihat lampiran).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
202
dengan cara pemain pergi meninggalkan panggung, penggung kosong sejenak,
kemudian diganti pemain lainnya. Di dalam pertunjukan ini setiap adegan langsung
disambung dengan adegan lainnya, bahkan ketika pemain adegan yang sebelumnya
masih berakting, pemain adegan berikutnya sudah muncul. Ketika Bu Lurah selesai
bermonolog dan meninggalkan panggung, Ibu Bocah Bajang sudah muncul dan
duduk di bangku panjang menghadap Bocah Bajang, sementara si bocah masih
berjongkok di depan bangku sambil memainkan telepon genggamnya. Lampu
berubah sebagai tanda pergantian adegan. Semula lampu menerangi seluruh
panggung ketika adegan Bu Lurah. Sewaktu berganti adegan lampu di sekeliling
panggung meredup dan mati, pencahayaan hanya fokus pada area dinding bambu dan
bangku panjang hijau yang menjadi area blocking Ibu Bocah Bajang dan Bocah
Bajang, serta pada kumpulan batu yang ada di panggung bagian depan. Di sini area
dinding bambu dan bangku panjang merupakan area rumah Bocah Bajang.
Sedangkan kumpulan batu yang diberi fokus cahaya merupakan tanda adanya kisah
“batu ajaib” yang hendak diangkat dalam pertunjukan ini.
Pada adegan berikutnya, setelah Bocah Bajang dan ibunya meninggalkan
panggung, lampu yang semula menerangi dinding bambu, bangku, dan batu mulai
meredup dan pelan-pelan mati. Kemudian langsung disambung dengan lampu putih
yang tidak terlalu tebal warnanya menerangi panggung bagian belakang kiri (kiri arah
penonton). Pergantian lampu ini membentuk ruang tersendiri bagi adegan berikutnya.
Lampu perlahan menerangi jalur yang akan dilewati para tokoh. Tidak ada setting
tempat yang jelas untuk adegan selanjutnya. Hanya ada sebuah ember besar yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
203
sudah diletakkan di panggung bagian depan sebelah kiri (kiri arah penonton) sebagai
persiapan properti untuk adegan berikut.
Beberapa orang masuk ke panggung dengan membawa ember (disunggi,
dipanggul, dibawa dengan kedua tangan). Tampak ember-ember itu berat karena telah
terisi air, sehingga bisa menjadi tanda bahwa orang-orang ini telah mendapat air dari
Bocah Bajang. Para pasien berjalan melintasi panggung, dari kiri ke kanan sambil
berjalan pelan diiringi tembang 285 . Adegan ini merupakan representasi dari para
pasien yang merasa bersyukur telah mendapat air dari Bocah Bajang. Banyak orang
yang merasa senang ketika mereka berhasil mendapatkan air dari si Bocah Bajang.
Hal tersebut menunjukkan Bocah Bajang memang menjadi harapan bagi banyak
orang untuk mendapat kesembuhan meskipun pengobatan Bocah Bajang bertolak
belakang dengan logika pengobatan biomedis. Perasaan para pasien ini diekspresikan
dengan adanya tembang yang menggambarkan rasa sayang orang-orang itu pada si
Bocah Bajang.
Barisan pasien berjalan diiringi tembang. Ibu Bocah Bajang berada di posisi
paling belakang. Para aktor, mulai dari Ozi, Qomar, Budhi, dan Antok, mereka semua
memakai kostum pasien. Sementara Tita yang berada di posisi paling belakang dari
barisan memakai rok dan atasan hijau yang menjadi tanda bahwa itu adalah baju yang
dikenakan tokoh Ibu Bocah Bajang. Ibu Bocah Bajang juga membawa sebuah ember
besar yang di dalamnya sudah ada ember kecil yang berisi air. Dia mengikuti sebentar
barisan itu, kemudian berbelok ke arah panggung bagian depan. Orang-orang dalam
285
Foto 25 (lihat lampiran).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
204
barisan tetap berjalan sambil diiringi tembang dan mereka juga sempat mengganti
posisi ember mereka. Yang semula dipanggul menjadi dibawa dengan dua tangan,
yang semula dibawa dengan dua tangan menjadi disunggi, yang semula disunggi
kemudian dibawa dengan dua tangan. Orang-orang berjalan perlahan meninggalkan
panggung, keluar melalui sisi panggung sebelah kanan, tembang masih dinyanyikan.
Ibu Bocah Bajang tetap tinggal di panggung, kemudian meletakkan ember yang
dibawanya dan mengeluarkan ember kecil dari dalam ember besar itu. Pelan-pelan
dia menuang air dari ember kecil ke dalam ember besar. Lampu di seluruh panggung
mulai padam. Yang menyala hanya lampu pada blocking Ibu Bocah Bajang. Lampu
kuning menyala, awalnya remang-remang, lama-kelamaan menyala terang fokus pada
Ibu Bocah Bajang. Area yang diterangi lampu ini menjadi ruang untuk adegan Ibu
Bocah Bajang. Setelah menuang air, Ibu Bocah Bajang masuk ke dalam ember besar
dan duduk di tepi ember sambil memangku ember kecil. Kemudian dia memainkan
sebentar air di dalam ember yang dipangkunya. Tembang yang dinyanyikan masih
mengiringi seluruh adegan tadi. Apa yang dilakukan Ibu Bocah Bajang, mulai dari
menuang air ke dalam ember, duduk di ember, dan memainkan air merupakan
gambaran Ibu Bocah Bajang mempersiapkan air yang akan dipakai untuk mengobati
calon pasien. Apa yang dilakukan Ibu ini bisa juga menjadi tanda bahwa si ibu ini
ingin melanggengkan praktik Bocah Bajang, sehingga mempersiapkan air ini menjadi
semacam rutinitas yang dilakukan si ibu untuk menjaga agar para pasien tetap datang.
Adegan tersebut hendak mengatakan bahwa ada hal yang tidak diketahui banyak
orang karena sekilas yang tampaknya mengendalikan Ponari adalah pemberitaan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
205
media massa. Namun, melalui adegan ini menjadi terlihat bahwa Ibu Ponari pun
mempunyai peran penting dalam mengendalikan popularitas Ponari sebagai “dukun
cilik”.
Sambil tetap duduk di tepi ember besar, Ibu Bocah Bajang mengangkat ember
kecil tinggi-tinggi dan dihadapkan ke wajahnya. Kemudian tangannya masuk ke
dalam ember kecil dan keluar lagi sambil seolah-olah menggenggam sesuatu
seukuran batu Bocah Bajang. Fokus tatapan mata Ibu Bocah Bajang ada pada tangan
yang menggenggam, kemudian dia meletakkan ember kecil di lantai. Dengan satu
tangan seperti menggenggam dan satu tangan lagi ikut menopang tangan yang
menggenggam. Iringan musik masih bernuansa mistis.
Iringan musik yang mistis bertambah dengan alunan gamelan sebagai pembuka
tembang. Ibu Bocah Bajang perlahan menggerakkan tangan dan badannya sebagai
tanda masuk ke dalam adegan menari. Lampu putih dan kuning menyala menerangi
seluruh panggung, sekaligus menerangi dinding bambu dan bangku panjang yang
menandakan setting suasana di dalam rumah Bocah Bajang. Bocah Bajang yang
memakai kaos dan celana pendek muncul dari panggung bagian belakang kanan
dengan gaya menari. Bocah Bajang kemudian menari bersama ibunya286. Gerakangerakan tarian yang mereka lakukan sama dan saling berhadapan. Gerakan-gerakan
dalam adegan menari ini mengadaptasi dari kesenian ndolalak 287 . Tarian dipakai
286
287
Foto 26 (lihat lampiran).
Dolalak adalah kesenian khas dari Kabupaten Purworejo. Asal kata Dolalak adalah dari not Do dan
La karena tarian ini diiringi hanya dengan alat musik dua nada.Seiring perkembangan zaman dan
teknologi, tarian Dolalak sekarang sudah diringi dengan keyboard. Lagu-lagu yang dimainkan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
206
dalam adegan ini untuk membangun suasana riang gembira antara Bocah Bajang dan
ibunya.
Adegan menari ini muncul setelah ada berbagai cerita dari pasien dan warga
yang menggambarkan situasi di mana praktik Bocah Bajang dapat tetap berlangsung
dengan adanya cerita-cerita dari banyak orang. Jika praktik terus berlanjut, maka akan
semakin banyak pendapatan yang bisa diperoleh keluarga Bocah Bajang. Adegan
menari ini menggambarkan cerita-cerita seputar Bocah Bajang yang semakin lama
semakin banyak dan tidak diketahui batasnya, nyata atau fiksi. Cerita-cerita inilah
yang menopang Bocah Bajang dan ibunya, sehingga keluarga Bocah Bajang dapat
melanggengkan praktik pengobatan dan meningkatkan perekonomian mereka. Jika
cerita-cerita dari warga dan pasien berhenti, maka praktik Bocah Bajang juga ikut
berhenti. Namun, di kampung Bocah Bajang kisah-kisah “batu ajaib” selalu dibangun
dan menarik perhatian orang-orang. Tarian ini diiringi tembang dolanan yang
menambah suasana riang. Bocah Bajang dan ibunya seperti menari di atas ceritacerita yang diciptakan warga desa dan keluarga Bocah Bajang sendiri. Dari ceritacerita inilah Bocah Bajang bisa tetap bertahan untuk melakukan praktik pengobatan.
bervariasi.Penari Dolalak pada mulanya adalah para lelaki, berseragam hitam dan bercelana
pendek. Seragam ini menirukan seragam tentara Belanda pada zaman dahulu. Seiring waktu
muncul generasi-generasi penari putri dengan disertai modifikasi-modifikasi seragam. Penaripenari Dolalak bisa mengalami trance, yaitu suatu kondisi mereka tidak sadar karena sudah begitu
larut dalam tarian dan musik (http://id.wikipedia.org/wiki/Dolalak). Dolalak termasuk tarian rakyat
jenis slawatan yang pementasannya dilakukan secara berpasang-pasangan. Kesenian ini tidak
mengandung cerita, jadi hanya merupakan tarian saja. Jumlah pendukung pementasan ndolalak
adalah sekitar 34 orang (28 penari dan 6 pemain instrumen dan vokal). Para penari ndolalak
mengenakan kostum yang terdiri dari peci, baju, celana, tanpa rias muka. Gerakan tarian
mengambil dari pencak silat dan tarian ini dipentaskan sekitar 4 jam (Suharyoso S.K. 2000. “Teater
Tradisional di Sleman, Yogyakarta: Jenis dan Persebarannya”. Ketika Orang Jawa Nyeni.
Yogyakarta: Galang Press, hlm. 80).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
207
Tembang:
Aden saya minta aden semua yang boleh
Aden saya minta aden semua yang boleh
Bolehkah si tuan yang manis kepada saya
Saya cari manis kembang melati
(ti saya cari)
Manis kembang melati
Melati juga yang manis kepada saya
Kembang mawar mekar gandane angambar
Kembang mawar mekar gandane angambar
Samya sabar lan nggayuh kawruh kang anyar
Saya cari manis kembang melati
(ti saya cari)
Manis kembang melati
Melati juga yang manis kepada saya
Kembang menur mekar anjrah kadya sawur
Kembang menur mekar anjrah kadya sawur
Kudu jujur nek kowe kepingin luhur
(raden saya minta semua saja yang boleh
raden saya minta semua saja yang boleh
boleh tidak, Tuan yang baik hati
saya cari manisnya bunga melati, ti saya cari
manisnya bunga melati
bunga melati yang baik kepada saya
bunga mawar mekar wanginya menyebar
bunga mawar mekar wanginya menyebar
bersabarlah dan ambillah ilmu yang baru
saya cari manisnya bunga melati, ti saya cari
manisnya bunga melati
bunga melati yang baik kepada saya
bunga menur mekar terbuka seperti bunga tabur
bunga menur mekar terbuka seperti bunga tabur
harus jujur jika kau ingin menjadi luhur)
Lagu dolanan yang dipakai memiliki tempo cepat dan gembira. Di dalam
pementasan Bocah Bajang tembang dan lagu yang dihadirkan untuk mengiringi
adegan lebih berfungsi sebagai pembangun suasana dan mengiringi koreografi tarian
atau adegan. Tarian yang dipakai juga lebih berfungsi sebagai gambaran ekspresi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
208
gembira Bocah Bajang dan ibunya yang sedang merasakan hasil dari praktik
pengobatan. Ekspresi gembira juga tampak pada wajah mereka.
Saat adegan Bocah Bajang-Ibu menari hampir selesai, masuk dua orang tokoh
laki-laki, Pak Kardi dan Pendatang, dari panggung bagian belakang kiri. Kedatangan
dua orang ini menjadi tanda pergantian adegan. Beberapa saat kemudian Bocah
Bajang dan ibunya keluar dari panggung dan iringan tembang berhenti. Setting tetap
berupa dinding bambu, bangku panjang, kumpulan batu, dan dua buah ember yang
dipakai pada adegan sebelumnya. Setting tempat berubah menjadi pinggir jalan.
Perubahan setting tempat ini ditunjukkan dengan kedatangan Pak Kardi dan
Pendatang yang ketika muncul terkesan sudah berjalan dari jauh dan sudah banyak
cerita yang diungkapkan sebelum mereka masuk panggung. Biasanya orang yang
belum kenal akan memulai percakapan dengan perkenalan. Tetapi pada awal dialog
ini Pak Kardi tampak sebelumnya sudah bercerita tentang bermacam-macam hal pada
Pendatang, terutama soal pengalaman pribadi Pak Kardi dan cerita-cerita tentang
“keajaiban” versi Pak Kardi288.
Pada adegan selanjutnya, di panggung lampu putih remang-remang menerangi
area dinding bambu, bangku panjang hijau, dan ember besar yang ada di panggung
bagian depan. Musik berupa instrumen mulai terdengar dan menimbulkan suasana
mistis. Ibu Bocah Bajang dengan kostum rok dan atasan hijau muncul dari panggung
bagian kiri sambil membawa ember kecil dan batu, bersamaan dengan keluarnya Pak
Kardi dan Pendatang. Kemudian Ibu Bocah Bajang berjalan menuju ember besar,
288
Foto 27 (lihat lampiran).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
209
meletakkan ember kecil di sebelahnya, dan menggigit batu kemudian duduk di atas
ember besar 289 . Lampu menyala terang, fokus pada blocking Ibu Bocah Bajang.
Sambil menggigit batu, Ibu menunduk dan mengambil air dengan tangannya. Adegan
ini diiringi musik bernuansa mistis dan ada narasi yang diucapkan berulang-ulang
seperti mantra sehingga suasana semakin bertambah mistis.
Melalui gerakan-gerakan Ibu Bocah Bajang memindahkan air yang sudah
dicelup batu ke dalam ember-ember, kemudian seperti mengambil air yang tumpah.
Adegan ini berkaitan dengan adegan Ibu Bocah Bajang sebelum masuk ke dalam
penceritaan empat tokoh (dua wanita muda, seorang nenek, dan seorang pria yang
mengaku saudara Bocah Bajang). Pada adegan tersebut Ibu menuang air untuk
menggambarkan dia sedang mempersiapkan air untuk pengobatan. Satu lagi adegan
yang terkait, yaitu ketika si Ibu menari bersama Bocah Bajang. Tarian tersebut
merupakan gambaran suasana riang karena praktik pengobatan bisa bertahan dengan
banyaknya cerita-cerita dari warga yang menarik perhatian calon pasien. Pada adegan
Ibu yang memindah air ke dalam ember-ember ini terlihat semakin jelas bahwa si Ibu
mempertahankan anaknya dengan cara mengumpulkan cerita-cerita dari warga sekitar
dan dari pasien yang sudah berobat, kemudian diceritakan lagi kepada orang-orang
yang akan berobat. Situasi ini semakin dipertegas dengan menampilkan Ibu Bocah
Bajang setelah selesai memindah air lalu memangku ember berisi air seperti
memangku seorang anak. Air celupan batu dalam ember pada adegan ini
diperlakukan seperti anaknya sendiri. Tindakan memangku ember ini menjadi
289
Foto 28 (lihat lampiran).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
210
menunjukkan Ibu Bocah Bajang sangat menyayangi cerita-cerita yang dia kumpulkan
dan air yang siap dibagikan kepada para pasien karena hal-hal itulah yang
mempertahankan si Bocah Bajang. Ibu ingin praktik anaknya dapat tetap bertahan.
Ibu Bocah Bajang masih memangku ember, mantra-mantra masih pelan-pelan
menghilang. Bocah Bajang datang sambil bermain telepon genggam dan digendong
di bahu Pak Kardi290. Lampu menyala pada blocking Bocah Bajang dan Pak Kardi.
Mereka berdua muncul dari panggung bagian belakang kanan. Pak Kardi dan Bocah
Bajang perlahan maju ke arah Ibu Ponari yang masih menimang ember kecil. Si
bocah tampak asyik bermain telepon genggam di punggung Pak Kardi, sementara Pak
Kardi berjalan merangkak dan memakan segala sesuatu yang ada di depannya. Bocah
Bajang yang bermain telepon genggam ini menjadi representasi atas hasil praktik
yang telah dinikmati si Bocah Bajang. Dengan adanya praktik, maka pemasukan
bertambah banyak bagi keluarga Bocah Bajang. Gerakan yang dilakukan Pak Kardi
bisa merepresesantasikanmiskinnya masyarakat desa Ponari, sehingga ketika ada
praktik pengobatan, maka orang-orang memanfaatkannya untuk meningkatkan
penghasilan mereka. Orang-orang mencari peluang apa saja, lewat penyewaan
barang-barang, menjual air, membuka penginapan, penyewaan kendaraan, dan lainlain, untuk mendapat keuntungan. Hal ini digambarkan dengan Pak Kardi yang
memakan apa saja yang ada di depannya selagi ada yang bisa dimakan. Ada narasi
yang mengiringi sejak Bocah Bajang dan Pak Kardi muncul. Bocah Bajang memakai
kostum kaos dan celana pendek, ditambah blangkon dan rompi kuning supaya Bocah
290
Foto 29 (lihat lampiran).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
211
Bajang terlihat beda dari adegan-adegan sebelumnya. Narasi yang mengiringi
merupakan gambaran peristiwa Bocah Bajang yang mulai surut.
Setelah merangkak sampai ke tengah panggung Pak Kardi bangkit berdiri.
Bocah Bajang duduk bahunya sambil bermain telepon genggam. Ibu Bocah Bajang
ikut berdiri dan keluar dari ember, kemudian mengikuti Pak Kardi. Pak Kardi
menggendong Bocah Bajang di bahunya sebagai representasi Ponari di lokasi praktik
yang sering digendong panitia ketika sedang mengobati. Ibu Ponari mengikuti Pak
Kardi sambil tetap menimang ember kecil, seakan tidak mau lepas dari apa yang telah
mempertahankan praktik pengobatan Bocah Bajang. Bocah Bajang tampak senang
bermain telepon genggam. Ketiga tokoh ini pergi meninggalkan panggung secara
perlahan dan tetap diiringi narasi.
Gerakan-gerakan eksplorasi dilakukan para aktor pada epilog Bocah Bajang
ketika para aktor telah kembali menjadi peserta observasi.Dalam adegan epilog
Qomar yang mengenakan kaos dan celana panjang muncul dari panggung bagian
belakang kanan, kemudian melihat sebentar pada botol-botol berisi air yang
digantung pada latar belakang panggung291. Botol-botol air mineral ini merupakan
gambaran di lokasi praktik di Jombang banyak orang menjual air mineral botol, serta
banyak pasien menggunakan botol air mineral untuk menampung air celupan batu.
Musik mengiringi adegan ini. Qomar berjalan dan berdiri di sebelah ember kecil,
kemudian melakukan gerakan-gerakan seperti melempar dan menangkap sesuatu.
291
Pada hari kedua Qomar muncul di panggung kemudian memberi respon dengan memegang botolbotol air mineral.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
212
Gerakan tersebut diulang beberapa kali. Gerakan-gerakan yang dilakukan Qomar
lebih sebagai ekspresi emosi dari apa yang dia rasakan. Adegan Qomar ini merupakan
strategi untuk berpindah dari serangkaian peristiwa di Jombang yang telah
direpresentasikan lewat adegan-adegan sebelumnya menuju pada adegan epilog. Pada
adegan-adegan sebelumnya ada bagian-bagian yang ditampilkan realis dan ada yang
non-realis serta lebih terlihat sebagai serangkaian peristiwa. Pada epilog ini Qomar
menjadi dirinya sendiri, sebagai pelaku observasi. Hal ini berlaku juga bagi aktor
lainnya, mereka menjadi pelaku observasi dalam adegan penutup ini.
Setelah melakukan beberapa gerakan Qomar bermonolog sambil berjalan
menuju ember besar yang ada di panggung bagian depan. Usai Qomar bermonolog,
giliran Ozi, Antok, Tita, dan Budhi masuk panggung sambil membawa ember kecil,
kemudian bermonolog. Monolognya dimulai di tengah panggung, kemudian bergeser
ke panggung bagian depan kanan292. Setelah masing-masing aktor bermonolog, Ozi
menyanyikan tembang. Sambil tetap diiringi tembang, Budhi bermonolog sebagai
penutup pementasan. Ozi menyiramkan air ke tubuhnya, sedangkan Tita melakukan
gerakan-gerakan kecil sambil berdiri di dalam ember dan segera ikut menyiramkan
air ke tubuh. Ozi, Antok, dan Qomar mulai menutup kepala mereka dengan ember.
Orang-orang berjalan mengelilingi panggung dengan kepala tertutup. Tita ikut
menutup kepala dengan ember. Setelah monolog selesai, Budhi ikut mengguyur
badan dan menutupkan ember ke kepalanya. Tembang masih dinyanyikan para aktor.
Adegan mengguyur air dan menutup kepala dengan ember ini menjadi penegasan atas
292
Blocking para aktor dalam epilog ini dapat dilihat pada foto 31 (lihat lampiran).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
213
penggambaran tetap praktik pengobatan Ponari akan tetap berlangsung. Meskipun
banyak yang setuju dan tidak setuju, tetapi praktik pengobatan semacam itu akan
tetap ada dalam masyarakat.
Para aktor masih menembang dengan kepala tertutup ember. Orang-orang diam
di tempat sambil menembang. Bocah Bajang muncul dan berjalan ke tengah
panggung, meletakkan ember dan payung, lalu mengambil batu dari dalam ember.
Bocah Bajang menggigit batunya dan menyiramkan air pada tubuhnya, dan ikut
menutupkan ember ke kepalanya. Apa yang dilakukan si Bocah Bajang juga menjadi
bagian yang menegaskan peristiwa pengobatan itu akan tetap ada muncul dalam
masyarakat. Mungkin peristiwa Ponari hanya berlangsung sebentar, hanya beberapa
bulan. Tetapi praktik-praktik pengobatan semacam ini sudah muncul sejak lama dan
masih ada sampai sekarang. Peristiwa semacam ini tetap terjadi sebab banyak orang
merasa menemukan solusi dari peristiwa itu. Setelah Bocah Bajang mengguyur air,
semua diam di posisi masing-masing. Tembang masih dinyanyikan, lampu perlahan
padam. Ketika lampu padam orang-orang berhenti menembang.
3.
Pemaknaan Fenomena Ponari melalui Pementasan Bocah Bajang
Pementasan Bocah Bajang mencoba menghadirkan serangkaian peristiwa
dalam praktik Ponari yang ditemukan selama observasi di Jombang. Orang-orang
yang ditemui dalam observasi dihadirkan dalam pertunjukan ini, yaitu para pasien,
Bu Lurah, Bocah Bajang, Ibu Bocah Bajang, warga desa seperti Pak Kardi, dan
pendatang. Beberapa tempat yang didatangi juga ditampilkan, seperti bagian dalam
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
214
rumah Bocah Bajang dan halaman rumah Bocah Bajang yang dipakai oleh para
pasien yang menunggu. Dialog yang dihadirkan pun sebagian besar merupakan
transkrip langsung dari rekaman atau catatan hasil observasi di Jombang. Adegan
para calon pasien menunggu menjadi representasi kondisi pasien-pasien Bocah
Bajang yang sedang mengantri untuk mendapatkan kesempatan berobat. Ada
beberapa barang yang dipakai untuk menggambarkan praktik pengobatan ini, yaitu
ember, seperti pasien-pasien yang memang membawa ember untuk menampung air
yang nantinya akan dicelupi batu. Kemudian ada air yang menjadi medium
pengobatan dan batu yang dipakai untuk mengangkat isu “batu ajaib”. Botol air
mineral juga ada dalam pertunjukan ini sebagai tanda di lokasi pengobatan banyak
orang membawa botol, menjual botol, dan membeli botol untuk wadah air celupan
batu. Ada penggambaran perasaan para calon pasien ketika sedang menunggu, yaitu
dengan menampilkannya melalui gerakan-gerakan sebagai ekspresi emosi mereka.
Ada narasi yang sempat dibacakan juga sebagai penegasan penggambaran situasi para
calon pasien yang menunggu.
Ada adegan yang menampilkan Bu Lurah karena sewaktu observasi tim Bocah
Bajang juga bertemu Bu Lurah. Di dalam pertunjukan ini Bu Lurah menyampaikan
pandangan-pandangan, pendapat-pendapat pribadinya soal praktik Ponari, termasuk
mengomentari penduduk desa Ponari dan air Ponari, dan hal-hal tersebut tidak
ditemukan dalam media massa. Beberapa hal yang diungkapkan Bu Lurah dalam
pertunjukan ini dan tidak dimuat dalam media massa adalah pengakuan bahwa
dirinya yang telah mengundang media massa ke desa Ponari sehingga pengobatan itu
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
215
diketahui banyak orang, komentar soal air Ponari yang akan berbau setelah disimpan
selama seminggu. Adanya pandangan yang meremehkan SDM orang-orang di desa
Ponari, menurut Bu Lurah mereka ngeyel ketika ada anjuran memindah lokasi
praktik. Soal penolakan pemindahan ini oleh Bu Lurah dikaitkan sebagai penyebab
meninggalnya empat orang pasien. Bu Lurah juga melihat orang-orang desa Ponari
kurang bisa menerima kehadiran orang luar, sehingga orang yang mau berobat harus
didampingi orang dari desa itu. Ada perkara soal dusun yang tidak rukun lagi dan
terpisah menjadi dusun kampung atas dan dusun kampung bawah, dan hal tersebut
menyebabkan orang-orang dari kedua dusun tersebut berebut calon pasien Ponari.
Soal batu Ponari Bu Lurah juga punya ceritanya sendiri. Menurut Bu Lurah batu itu
bukan diperoleh dari tersambar petir seperti yang diceritakan orang-orang, tetapi dari
“orang pintar”, dan Bu Lurah menguatkan pendapatnya itu dengan mengatakan
sumber ceritanya didapat dari oknum polisi.
Ada banyak versi soal penemuan batu Ponari, siapa pasien pertama Ponari, dan
banyak orang di desa yang mengaku sebagai kerabat Ponari. Hal-hal tersebut
direpresentasikan dalam adegan di mana Tita memerankan empat tokoh, yang terdiri
atas warga yang bercerita soal penemua batu dan pasien pertama Ponari, kemudian
ada pasien yang mengaku sembuh dan datang lagi membawa calon pasien lainnya,
serta ada warga yang mengaku sebagai pakdenya Ponari.
Situasi orang-orang desa Ponari yang mempunyai cerita mereka masing-masing
dihadirkan dalam pementasan ini melalui dialog Pak Kardi dan Pendatang. Dalam
dialog ini Pak Kardi berusaha menciptakan kisah batunya sendiri dengan mengatakan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
216
pada Pendatang bahwa Pak Kardi punya “batu ajaib” dan batu itu bisa
menyembuhkan orang sakit. Proses mendapatkan batu itu pun dikemas dalam cerita
mistis yang menarik perhatian Pendatang. Pak Kardi menangkap burung dan
menyembelihnya, kemudian tiba-tiba burung itu berubah menjadi batu. Cerita-cerita
seperti yang diciptakan Pak Kardi ini juga dimiliki orang-orang desa Ponari. Selama
berada di Jombang tim Bocah Bajang menemukan banyak orang berusaha
mengangkat cerita versi mereka sendiri 293 , dan kebanyakan memakai model yang
sama dengan peristiwa Ponari, yaitu menemukan batu yang bisa mengobati.
Kedekatan hubungan antara Ponari dan ibunya dihadirkan dalam adegan Bocah
Bajang yang tampak manja ketika diminta mandi oleh ibunya. Dari hasil observasi
selama praktik pengobatan dan ketika Ponari sedang tidak mengobati memang si ibu
inilah yang terlihat sering mendampingi Ponari. Dari adegan Bocah Bajang dan
ibunya ini juga tampak si ibu tetap menginginkan Bocah Bajang melakukan praktik
pengobatan. Bocah Bajang dipaksa mandi dan harus segera mengobati dengan alasan
sudah banyak orang yang menunggu.
Dalam dialognya Ibu Bocah Bajang membuat ceritanya sendiri dengan
mengatakan Bocah Bajang adalah keturunan Sunan Ampel. Dialog ini merupakan
representasi cerita-cerita dari Ibu Ponari ketika observasi. Si ibu sempat bercerita dia
bermimpi didatangi Ratu Kidul, kemudian Ponari adalah keturunan Sunan Ampel,
keturunan Sunan Giri. Kisah-kisah yang dibangun Ibu Ponari ini diceritakannya
293
Suasana mistis dirasakan di desa Ponari karena memang orang-orang membangun situasi itu,
dengan cerita-cerita yang bermacam-macam (Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang.
Wawancara: 12 Juli 2013).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
217
kepada para pasien yang datang berobat agar orang bertambah percaya bahwa Ponari
memang memiliki kemampuan untuk mengobati. Dalam dialog tersebut memang
tidak disebut semua cerita yang diungkapkan Ibu Bocah Bajang, tetapi paling tidak
dengan menyebut Bocah Bajang adalah keturunan Sunan Ampel akan cukup
mewakili cerita-cerita dari Ibu Ponari. Apa yang dilakukan Ibu Ponari untuk
mempertahankan praktik anaknya ini tidak penulis temukan dalam media massa.
Dalam media massa Ibu Ponari lebih banyak bercerita tentang keseharian Ponari dan
sesekali terlihat mendampingi Ponari.
Cerita-cerita yang diciptakan warga desa Ponari juga membuat Ibu Ponari
mempertahankan praktik pengobatan yang dilakukan anaknya. Adegan Ibu
mempersiapkan air, kemudian Ibu memindahkan air ke dalam ember-ember, dan
menari bersama Bocah Bajang merupakan representasi dari Ibu yang mengumpulkan
cerita dari banyak orang dan menceritakannya kembali pada pasien yang datang. Jadi,
selama praktik Ponari berlangsung banyak cerita yang beredar dan dimanfaatkan
banyak pihak. Awalnya Ponari muncul dengan batunya, kemudian peristiwa itu
dimanfaatkan orang-orang dengan membuat cerita versi mereka (misal soal
penemuan batu, pasien pertama Ponari, khasiat air Ponari, cerita soal pasien yang
sembuh, dan lain-lain), kemudian cerita dari orang-orang inilah yang sebenarnya
membuat praktik Ponari tetap bertahan karena menarik perhatian orang banyak,
apalagi ketika praktik ini diberitakan di media massa. Dengan adanya pemberitaan
media massa, semakin bertambah banyak orang yang datang ke desa Ponari,
kemudian situasi ini dimanfaatkan warga desa itu sendiri untuk meningkatkan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
218
perekonomian mereka (dengan berjualan, menyewakan segala keperluan berobat,
membuka lahan parkir, dan sebagainya). Situasi ini sebenarnya juga dipakai oleh Ibu
Ponari dengan mengumpulkan cerita dari orang-orang dan menceritakannya kembali
pada pasien yang datang.
Peristiwa pengobatan Ponari yang dihadirkan dalam pertunjukan ini merupakan
gambaran ketika peristiwa ini sedang ramai-ramainya didatangi banyak orang,
banyaknya cerita yang muncul seputar kisah Ponari, adanya keuntungan yang
diperoleh keluarga Ponari dan orang-orang desa Ponari, hingga peristiwa ini surut,
tidak seramai dulu. Perubahan hidup Ponari dan keluarganya ditampilkan dalam
adegan Ibu menyuruh Ponari mandi. Di dalam adegan ini Ponari sudah bermain
telepon genggam, sebagai gambaran meningkatnya pendapatan keluarga Ponari dan
mereka bisa membeli segala macam barang. Perubahan gaya hidup Ponari juga
digambarkan dalam adegan Bocah Bajang digendong Pak Kardi. Bocah Bajang
digendong sambil bermain telepon genggam. Bermain telepon genggam menjadi
kebiasaan Ponari setelah praktiknya menghasilkan banyak rupiah, bahkan ada
pengobatan yang dilakukan Ponari sambil bermain telepon genggam. Adegan Pak
Kardi yang berjalan merangkak sambil memakan apapun yang ada di depannya
merupakan gambaran penduduk desa pun ikut menikmati hasil dari praktik Ponari.
Ketika praktik Ponari muncul, banyak orang juga memanfaatkan kesempatan ini
untuk membuka berbagai usaha. Awalnya kebanyakan penduduk desa Ponari bekerja
sebagai petani, tetapi ketika praktik dibuka, banyak warga yang beralih pekerjaan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
219
(seperti membuka warung makan, menyewakan tempat menginap, menyewakan
ember, tikar, lahan parkir, ojek, menjual air, dan lain-lain).
Surutnya praktik Ponari dipaparkan dalam narasi yang dibaca narator setelah
adegan mantra-mantra Ibu Bocah Bajang. Narasi ini merupakan penegasan bahwa
praktik Ponari tidak seramai dulu. Dalam narasi ini digambarkan kemampuan Bocah
Bajang memudar setelah “keajaiban” batu dimanfaatkan banyak orang untuk
mendapatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri. Narasi ini juga kembali
mengingatkan praktik seperti yang dilakukan Ponari masih tetap muncul dalam
masyarakat. Dalam pertunjukan ini tidak diungkapkan apakah media massa juga ikut
menentukan popularitas Ponari, sehingga ketika media massa sudah tidak
memberitakan lagi maka semakin sedikit juga orang yang datang pada Ponari.
Pada epilog pertunjukan setiap aktor menyampaikan apa yang mereka tangkap
dari serangkaian peristiwa Ponari. Dalam monolog-monolog mereka ada persoalan
kepercayaan yang terus-menerus dibangun dan mempertahankan Ponari, ada juga
penegasan soal peristiwa semacam praktik Ponari ini akan terus muncul dalam
masyarakat karena dari peristiwa semacam ini banyak orang yang merasa
menemukan apa yang mereka cari. Peristiwa-peristiwa yang datang tiba-tiba seperti
praktik Ponari seringkali menarik perhatian banyak orang. Namun, harus dipikirkan
ulang bagaimana orang semestinya menyikapi peristiwa seperti pengobatan Ponari
ini. Dan dalam epilog ini juga disampaikan gambaran perubahan desa Ponari, dari
yang semula berupa kampung tertinggal, setelah pengobatan Ponari muncul desa ini
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
220
memiliki banyak kemajuan, tidak hanya kemajuan dalam hal perekonomian, tetapi
juga ada perkembangan berupa fasilitas umum untuk desa.
Ada beberapa hal yang ditemukan dalam observasi tetapi tidak ditampilkan
dalam pertunjukan Bocah Bajang. Misal persoalan sekolah Ponari, tanggapan orangorang masjid setempat, tanggapan pelayanan biomedis setempat, dan persoalan dalam
keluarga Ponari. Sewaktu observasi, pihak sekolah Ponari menanggapi biasa, guru
yang ditemui juga lebih bersifat informatif saja 294 . Pada saat observasi, Ponari di
sekolah tidak seheboh pemberitaan media massa. Ada media massa yang
menceritakan Ponari membolos sekolah, kemudian ketika dia mau masuk sekolah
kembali ada pihak sekolah yang menjemput ke rumahnya agar Ponari tidak takut ke
sekolah, bahkan kepala sekolah sempat menggendong Ponari masuk ke dalam
mobil295. Selama praktik pengobatan Ponari sempat home schooling. Tetapi pada saat
observasi Ponari sudah kembali bersekolah296.
Tanggapan dari pihak warga masjid setempat juga tidak terlalu tampak ketika
observasi. Orang-orang hanya sekilas menertawakan saja ketika ada orang luar/calon
pasien datang ke tempat Ponari. Mereka tidak melarang dan tidak menolak secara
keras297. Orang-orang masjid setempat juga tidak percaya pada praktik Ponari karena
NU-nya kuat, Islamnya kuat298. Dalam media massa ditampilkan banyak tanggapan
dari berbagai pihak, pribadi maupun lembaga keagamaan, yang berkomentar soal
294
295
296
297
298
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013.
“Ponari Masuk Sekolah, Kasek Menggendong” (Jawa Pos, Sabtu, 21 Februari 2009).
Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011.
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013.
Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
221
praktik Ponari. Tetapi kebanyakan pihak yang diminta berkomentar adalah pihakpihak yang lokasinya jauh dari tempat praktik Ponari dan tampaknya belum pernah
melihat langsung ke lokasi pengobatan. Kebanyakan dari mereka melarang dan
menyayangkan, tetapi tidak menunjukkan tindakan tegas untuk membantu mengatasi
praktik pengobatan tersebut.
Tanggapan dari pelayanan biomedis yang ditemukan pada waktu observasi
berupa penemuan rumah sakit daerah Jombang yang mengklaim sebagai rumah sakit
dengan pelayanan terbaik. Padahal sebelumnya rumah sakit tersebut dikenal
masyarakat sebagai rumah sakit dengan pelayanan yang buruk 299 . Setelah muncul
praktik Ponari, rumah sakit mendapat berbagai tekanan. Namun, rumah sakit tersebut
kemudian justru mendapat penghargaan dari pemerintah atas pelayanan terbaik 300 .
Tanggapan secara detail dari pihak rumah sakit setempat atas praktik Ponari tidak
penulis temukan dalam wawancara dengan narasumber. Berbagai respon pihak
pelayanan kesehatan biomedis penulis temukan dalam media massa. Kebanyakan
yang dimuat dalam media massa merupakan pihak-pihak pelayanan biomedis berupa
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan peneliti dari Sentra Pengembangan Pengkajian
Pengobatan Tradisional (SP3T). Sementara tanggapan dari pihak pelayanan biomedis
setempat tidak penulis temukan dalam media massa. Tanggapan dari pihak pelayanan
biomedis yang ada di media massa cenderung merupakan peringatan pada masyarakat
untuk tidak terlalu mempercayai “kemampuan”Ponari dan penelitian terhadap air
299
300
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010.
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 12 Juli 2013.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
222
Ponari. Apa yang dikerjakan Actor Studio dalam pertunjukan Bocah Bajang lebih
pada penggambaran bagaimana peristiwa pengobatan terjadi di desa Ponari, bukan
mengejar persoalan benar-tidaknya “khasiat” batu dan air dari Ponari.
Persoalan dalam keluarga Ponari juga sempat ditemukan dalam observasi, misal
bapak Ponari yang baru pulang dari kantor polisi karena dipukuli oleh tetangganya,
perselingkuhan ibu Ponari, dan tabungan (penghasilan selama praktik) yang dibagi
dua 301 . Berita seputar keluarga Ponari lebih banyak diceritakan di media massa,
seperti persoalan bapak Ponari dengan tetangganya dan masalah hasil praktik Ponari
yang menjadi rebutan banyak orang.
Pandangan Actor Studio Teater Garasi mengenai media massa yang
mengendalikan popularitas praktik Ponari tidak dihadirkan dalam pertunjukan ini.
Dalam wawancara dengan Actor Studio Teater Garasi penulis menemukan adanya
temuan observasi mengenai respon warga desa terhadap media massa di desa Ponari.
Warga desa menolak kehadiran media massa dan kurang diketahui alasannya. Selama
observasi pun Actor Studio tampak tidak terlalu jauh menggali soal bagaimana media
massa memberitakan praktik saat media massa datang ke desa Ponari dan bagaimana
masyarakat desa merespon kehadiran media massa di desa mereka saat praktik
pengobatan masih ramai didatangi pasien302.
301
302
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010.
Sewaktu masih ramai dikunjungi pasien, desa Ponari diliput berbagai media massa. Bahkan ada
satu program acara televisi yang khusus meliput kegiatan si dukun cilik (“Kami Kangen Ponari”.
Program Cerita Anak, Trans TV. http://www.youtube.com/watch?v=pMA57zZAyXg, diunduh: 20
Juni 2012).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
223
Persoalan sekolah Ponari, tanggapan warga masjid setempat soal praktik
Ponari, tanggapan pihak pelayanan biomedis setempat, persoalan keluarga Ponari,
dan keberadaan media massa di desa Ponari tidak diangkat dalam pertunjukan Bocah
Bajang karena yang ingin dihadirkan Actor Studio Teater Garasi dalam pertunjukan
ini adalah peristiwa bagaimana orang-orang datang pada Ponari dan alasan-alasan
mereka datang ke lokasi pengobatan, serta pertunjukan ini ingin menggambarkan
bagaimana para calon pasien menunggu Ponari, bagaimana hubungan/kedekatan
Ponari dengan ibunya, seperti apa reaksi warga sekitar Ponari ketika praktik ini
muncul dan cerita-cerita apa yang mereka ciptakan untuk mempertahankan Ponari
yang telah menghidupi mereka, bagaimana perubahan hidup Ponari setelah dia
melakukan pengobatan, serta melihat apa saja yang orang-orang dapatkan dari praktik
Ponari, terutama ketika praktik tersebut mendatangkan banyak keuntungan bagi
orang-orang desa Ponari. Pertunjukan ini secara garis besar menampilkan mulai dari
praktik pengobatan didatangi banyak orang hingga praktik ini sepi pasien.
4.
Kesimpulan
Pertunjukan Bocah Bajang yang menampilkan fenomena Ponari menjadi cara
Actor Studio untuk bernegosiasi dalam rangka memaknai fenomena tersebut. Di
dalam pementasan Bocah Bajang Actor Studio menawarkan cara pandang yang
berbeda untuk melihat kembali fenomena Ponari. Dengan berbekal pengetahuan dari
berita-berita media massa dan observasi langsung di Jombang, bagi Actor Studio
fenomena Ponari bukanlah sekadar praktik pengobatan yang dilakukan seorang bocah
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
224
dan “batu ajaib”-nya yang kemudian menghebohkan orang banyak. Melalui
pementasan Bocah Bajang Actor Studio berusaha memaknai dan melihat fenomena
Ponari sebagai sebuah peristiwa sosial di mana dalam peristiwa tersebut yang menjadi
penggerak adalah seorang bocah yang dianggap masyarakat sekitarnya memiliki
“kemampuan” mengobati dan di dalam peristiwa tersebut ada banyak kepentingan
yang muncul di sana, bagaimana sebuah peristiwa pengobatan dibangun dan
dibesarkan oleh kisah-kisah yang diciptakan berbagai pihak untuk kepentingan
mereka masing-masing. Dengan kisah-kisah ciptaan banyak pihak inilah lantas nama
“dukun cilik” Ponari semakin bertambah besar.
Bocah Bajang merupakan cara Actor Studio mendaur ulang fenomena Ponari,
yang terlebih dahulu sudah hadir dalam pemberitaan media massa, kemudian
dihadirkan dalam bentuk pertunjukan teater. Actor Studio mencoba menggali sendiri
makna fenomena Ponari dengan acuan observasi di Jombang, dan kemudian
meghadirkan pemaknaan tersebut melalui segi-segi artistik dalam pementasan Bocah
Bajang. Melalui pertunjukan Bocah Bajang, Actor Studio mencoba mengajak
masyarakat untuk kritis dalam menanggapi peristiwa sosial seperti fenomena Ponari.
Peristiwa pengobatan seperti yang dilakukan Ponari bisa saja tetap muncul dalam
masyarakat, sehingga orang-orang harus lebih jeli dalam merespon peristiwa
semacam itu.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
225
BAB V
PENUTUP
Penelitian ini mengkaji negosiasi yang dilakukan Actor Studio Teater Garasi
terhadap media massa dalam rangka memaknai fenomena Ponari. Ada tiga hal yang
digali dalam penelitian ini untuk menemukan pemaknaan seperti apa yang ditawarkan
Actor Studio Teater Garasi dalam melihat kembali fenomena Ponari. Pertama, melihat
posisi Teater Garasi dalam perkembangan teater kontemporer Indonesia. Kedua,
melihat respon media massa terhadap fenomena Ponari dan respon Actor Studio
Teater Garasi atas pemberitaan media massa tentang Ponari. Dan ketiga, melihat
bagaimana Actor Studio Teater Garasi merepresentasikan fenomena Ponari dalam
pementasan Bocah Bajang dan negosiasi seperti apakah yang dilakukan Actor Studio
terhadap media massa dalam rangka memaknai fenomena Ponari.
Dalam perjalanannya, Teater Garasi sebagai kelompok teater berupaya untuk
terus menggali cara-cara yang dapat mengembangkan kerja teater mereka, termasuk
melihat peristiwa sosial dan mengolahnya dalam bentuk pertunjukan teater. Teater
Garasi menciptakan karya pementasan sebagai bentuk respon atas persoalan sosial
yang muncul dalam masyarakat. Pertunjukan Bocah Bajang sendiri merupakan
respon Actor Studio Teater Garasi untuk menanggapi fenomena Ponari, sebuah
peristiwa pengobatan tradisional yang masih muncul sampai pada saat ini.
Pertunjukan Bocah Bajang menjadi pertunjukan yang menampilkan suatu peristiwa
sosial di mana peristiwa itu telah terlebih dulu dikonstruksi media massa. Melalui
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
226
pertunjukan ini Actor Studio Teater Garasi menawarkan untuk melihat kembali
peristiwa Ponari dan memaknainya melalui pementasan teater.
Media massa mempunyai caranya sendiri untuk menghadirkan fenomena
Ponari dalam pemberitaan mereka. Ada pesan-pesan tertentu yang disampaikan
dalam berita-berita menurut kepentingan media massa. Pemberitaan media massa
menjadi sumber referensi bagi Actor Studio Teater Garasi untuk mendapatkan
gambaran mengenai fenomena Ponari. Actor Studio Teater Garasi melihat media
massa menjadi pihak yang mampu mengendalikan popularitas Ponari melalui
berbagai pemberitaan. Pemberitaan media massa inilah yang menjadi magnet bagi
orang-orang untuk datang ke lokasi pengobatan.
Selain melihat berita-berita media massa, Actor Studio Teater Garasi melakukan
observasi ke Jombang untuk mendapatkan pengalaman langsung atas peristiwa
pengobatan Ponari dan hasil observasi ini yang kemudian dihadirkan dalam
pementasan. Pementasan Bocah Bajang memaknai fenomena Ponari sebagai
serangkaian peristiwa orang-orang yang datang dan berobat ke sana, serta bagaimana
warga desa Ponari menanggapi praktik pengobatan itu sendiri, dan melihat seperti apa
perubahan yang dihasilkan praktik pengobatan Ponari bagi keluarga dan masyarakat
desanya. Dalam fenomena Ponari ada fiksi yang terus-menerus dibangun dan
menggerakkan banyak orang untuk datang pada Ponari. Fenomena semacam
fenomena Ponari muncul dalam masyarakat dan ada banyak pihak yang memakai
berbagai cara untuk memaknainya. Melalui pertunjukan Bocah Bajang, Actor Studio
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
227
mengajak masyarakat untuk kritis menanggapi peristiwa sosial seperti fenomena
Ponari.
Penulis berharap dengan adanya penelitian ini maka pegiat teater mampu
bersikap kritis dalam merepresentasikan suatu peristiwa dalam masyarakat melalui
pementasan teater, masyarakat bisa berpikir lebih kritis dalam merespon pemberitaan
media massa mengenai peristiwa yang terjadi dalam masyarakat, dan penelitian ini
diharapkan bisa memperkaya khasanah literatur tentang praktik negosiasi, khususnya
negosiasi yang dilakukan teater terhadap media massa dalam merespon suatu
peristiwa aktual dalam masyarakat.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
228
DAFTAR PUSTAKA
Brandon, James R. 1993. The Cambridge Guide to Asian Theatre. United Kingdom:
Cambridge University Press.
Brandon, James R. 2003. Jejak-Jejak Seni Pertunjukan di Asia Tenggara. Terj. R.M.
Soedarsono. Bandung: P4ST UPI (Pusat Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan Seni Tradisional Universitas Pendidikan Indonesia).
Casey, Bernadette, etc. 2002. Television Studies: The Key Concepts. London and
New York: Routledge.
Dahana, Radhar Panca. 2001. Ideologi Politik dan Teater Modern Indonesia.
Yogyakarta: Yayasan IndonesiaTera.
Eco, Umberto. 1990. The Limits of Interpretation (Advances in Semiotics). USA:
Indiana University Press.
Eriyanto. 2011. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:
LKiS.
Geertz, Clifford. 2013. Agama Jawa:Abangan, Santri, Priyayi dalam Kebudayaan
Jawa. Terj. Aswab Mahasin & Bur Rasuanto. Depok: Komunitas Bambu.
Hall, Stuart. 1994. “Encoding, Decoding”. The Cultural Studies Reader. New York:
Routledge.
Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi
Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik. Jakarta: Granit.
Harymawan, R.M.A. 1988. Dramaturgi. Bandung: CV Rosda.
Hatley, Barbara. 2008. Javanese Performances on an Indonesian Stage: Contesting
Culture, Embracing Change. Singapore: NUS Press.
Iswantara, Nur. 1997. Seni Teater Bernafaskan Keislaman: Studi Kasus Teater
Muslim Yogyakarta Pimpinan H. Pedro Sudjono. Laporan Penelitian.
Yogyakarta: Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia.
Iswantara, Nur. 2004. Sri Murtono: Teater Tak Pernah Usai, Sebuah Biografi.
Semarang: Intra Pustaka Utama.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
229
Iswantara, Nur. 2007. Eksistensi Teater Akademik: Tinjauan Kritis Sistem Pendidikan
Program Studi S-1 Seni Teater Jurusan Teater Fakultas Seni Pertunjukan
Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Lembaga
Penelitian Institut Seni Indonesia.
Iswantara, Nur. 2007. Menciptakan Tradisi Teater Indonesia. Tangerang: CS Book.
K., Suharyoso S. 2000. “Teater Tradisional di Sleman, Yogyakarta: Jenis dan
Persebarannya”. Ketika Orang Jawa Nyeni. Yogyakarta: Galang Press.
Katalog Seri Solo 9 Aktor.
Kosim, Saini. 1999. “Teater Indonesia, Sebuah Perjalanan dalam Multikulturalisme”.
Jurnal Seni Pertunjukan Indonesia Th. IX-1998/1999. Bandung: Masyarakat
Seni Pertunjukan Indonesia.
Lombard, Denys. 2008. Nusa Jawa: Silang Budaya “Batas-batas Pembaratan”. Terj.
Winarsih Partaningrat, dkk. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
M., Saini K. 1996. Peristiwa Teater. Bandung: Penerbit ITB.
Malna, Afrizal. 2010. “Teater Garasi: Arsitektur Teater dalam Pertunjukan Garasi”.
Perjalanan Teater Kedua: Antologi Tubuh dan Kata. Yogyakarta: iCan
(Indonesia Contemporary Art Network).
McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa. Terj. Agus Dharma & Aminuddin
Ram. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Moehamad, Goenawan. 1980. Seks, Sastra, Kita. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.
Moehamad, Goenawan. 2000. “Tentang Bip-Bop: Mengapa Teater Mini Kata”.
Rendra dan Teater Modern Indonesia: Kajian Memahami Rendra melalui
Tulisan Kritikus Seni. Yogyakarta: Kepel Press.
Noer, Arifin C. 1968. “Pertunjukan Bengkel Teater Yogya”. Angkatan Bersenjata,
Minggu ke-II Mei 1968. Dalam buku Menonton Bengkel Teater Rendra, terbit
2000. Yogyakarta: Kepel Press.
Oemarjati, Boen Sri. 1971. Bentuk Lakon dalam Sastra Indonesia. Jakarta: PT
Gunung Agung.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
230
Panitia Penyusun Sejarah Kesehatan Indonesia. 1978. Sejarah Kesehatan Nasional
Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Pavis, Patrice. 1992. “Theatre and the Media: Specificity and Interference”. Theatre
at the Crossroads of Culture. London: Routledge.
Rendra, W.S. 1967. “Mencari Kedudukan Drama Modern di Indonesia”. Basis
Oktober 1967. Dalam buku Catatan-catatan Rendra Tahun 1960-an, terbit
2005. Bekasi: Penerbit Burung Merak.
Riantiarno, N (penyunting). 1993. Teguh Karya dan Teater Populer 1968-1993.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Sahid, Nur. 2005. Konvensi-konvensi dalam Karya Teater dan Drama-drama Karya
Rendra. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Institut Seni
Indonesia.
Sastrowardoyo, Subagio. 1968. “Unsur-unsur Tidak Sadar di Balik Teater Rendra”.
Budaja Djaja, Oktober 1968. Dalam buku Menonton Bengkel Teater Rendra,
terbit 2000. Yogyakarta: Kepel Press.
Sciortino, Rosalia. 1995. Care-Takers of Cure: An Anthropological Study of Health
Centre Nurses in Rural Central Java. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Soemanto, Bakdi, dkk. 1978. Memahami Drama Putu Wijaya: Aduh. Jakarta: Proyek
Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Soemanto, Bakdi. 2000. “Si Burung Merak”. Seribu Tahun Nusantara. Jakarta:
Kompas.
Stanislavski, Constantin. 2008. Membangun Tokoh. Terj. B. Verry Handayani, dkk.
Dari buku Building A Character. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Sumardjo, Jakob. 1992. Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama Indonesia.
Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Sumpeno. 2006. Kritik Sosial terhadap Berbagai Bentuk Penyimpangan Sosial
Politik di Indonesia dalam Lakon-lakon Nano Riantiarno: Tinjauan Semiotika
dan Strukturalisme Genetik. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Seni
Pertunjukan Institut Seni Indonesia.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
231
Tajudin, Yudi Ahmad. 2000. “Mencipta (Kembali) Tradisi: Ideologi Teater Garasi”.
Ideologi Teater ModernKita. Yogyakarta: Pustaka Gondhosuli.
Tajudin, Yudi Ahmad. 2004. “Perihal Ruang Ambang”. Waktu Batu. Magelang:
IndonesiaTera.
Tim Peneliti Kalangan Anak Zaman. 2000. Kepingan Riwayat Teater Kontemporer di
Yogyakarta: Laporan Penelitian Existing Documentation dalam Perkembangan
Teater Kontemporer di Yogyakarta 1950-1990. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Toda, Dami N. 1984. Hamba-hamba Kebudayaan. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.
Yudiaryani. 2002. Panggung Teater Dunia. Yogyakarta: Pustaka Gondhosuli.
Yudiaryani. 2010. “Identifikasi Teater Indonesia: Inspirasi Teoretis bagi Praktik
Teater Kontemporer”. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas
Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia. Yogyakarta: Institut Seni Indonesia.
Surat Kabar/Majalah:
A., Genthong H.S. “Mengutuk Hantu Kekerasan, Pentas Teater Garasi UGM”.
Minggu Pagi No. 17 Th. Ke-50 Juli Minggu ke-4 Juli 1997 (Dokumentasi
Teater Garasi).
Dewanto, Herpin. “Kisah Pahlawan Devisa”. Kompas, Kamis, 15 Oktober 2009.
(Dokumentasi Teater Garasi).
Kartaredjasa, Butet.“Perlawanan Lorca dalam Baju Jawa”. Tempo, 11 Juli 1999
(Dokumentasi Teater Garasi).
Khoiri, Ilham dan Ingki Rinaldi. Kompas, Minggu, 22 Februari 2009. “Messianisme:
Membaca “Batu Geledek” Ponari”.
Pandhuagie, F.G. “Sketsa-sketsa Negeri Terbakar”. Gong Edisi 11 (Juni 2000), hlm.
12 (Dokumentasi Teater Garasi).
Pandhuagie, F.G. “Percakapan di Ruang Kosong”. Gong, 24 Juli 2001. (Dokumentasi
Teater Garasi).
Salam, Aprinus. Kedaulatan Rakyat, Juli 1997. “Dari Teater Total Sanggar Garasi:
Carousel adalah Biografi Massa”. (Dokumentasi Teater Garasi).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
232
Utari, Dewi Ria. “Percakapan Absurd Tong dan Hujan”. Koran Tempo, Senin, 24
September 2001. (Dokumentasi Teater Garasi).
Utari, Dewi Ria. Koran Tempo, 7 April 2004. “Teater Garasi: Waktu Batu, Sebuah
Laboratorium Lakon”. (Dokumentasi Teater Garasi).
Utari, Dewi Ria. Koran Tempo, 8 April 2004. “Teater Garasi: Bermula dari Kampus
dan Metode Grotowski”. (Dokumentasi Teater Garasi).
Adil No. 28 Th. Ke-67, 14-20 April 1999. “Akhir yang Tak Berakhir Juga”.
(Dokumentasi Teater Garasi).
Bernas, Kamis, 17 September 1998. “Teater Garasi dan Tiga Kisah Cinta: Kisah
Pendek Tak Membosankan”. (Dokumentasi Teater Garasi).
Bernas, Senin, 19 April 1999. “Pentas Ulang End Game Teater Garasi: Hidup itu
Hanya Sebuah Permainan”. (Dokumentasi Teater Garasi).
Bernas, Rabu, 17 Mei 2000. “Sebuah Parodi Kehidupan”. (Dokumentasi Teater
Garasi).
Gatra, 22-28 Mei 2008 No. 28 Th. XIV. “Pertentangan dan Persaingan Sepanjang
Jalan”. (Dokumentasi Teater Garasi).
Jateng Pos, Desember 1999. “Pentas Tutup Tahun Teater Garasi. Perempuanperempuan itu Menunggu Godot”. (Dokumentasi Teater Garasi).
Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009. “Praktik Dukun Cilik Tutup. Bupati Tak Jamin
Berlaku Permanen”.
Jawa Pos, Rabu, 11 Februari 2009. “Banyak Sembuh, Tidak Sedikit Kecewa”.
Jawa Pos, Kamis, 12 Februari 2009. “Ngawur, Air Mandi Ponari Jadi Rebutan”.
Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009. “Ribuan Warga Datangi Lagi Praktik Ponari”.
Jawa Pos, Selasa, 17 Februari 2009. “Kumpulkan Rp 1 M, Dukun Cilik Ponari Jadi
Rebutan”.
Jawa Pos, Rabu, 18 Februari 2009. “Dipaksa Praktik, Ponari Terancam Drop Out
Sekolah”.
Jawa Pos, Kamis, 19 Februari 2009. “MUI Desak Tutup Praktik Ponari”.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
233
Jawa Pos, Sabtu, 21 Februari 2009. “Ponari Masuk Sekolah, Kasek Menggendong”.
Jawa Pos, Kamis, 26 Februari 2009. “Kapolres Baru Stop Ponari. Keluarga Ingin
Hidup Tenang”.
Jawa Pos, Jumat, 27 Februari 2009. “Polisi Sweeping Pasien”.
Jawa Pos, Sabtu, 28 Februari 2009. “Semau Gue, Jiwa Ponari Terganggu”.
Jawa Pos, Minggu, 1 Maret 2009. “Tim Dokter Teliti Pasien yang Mengaku
Sembuh”.
Jawa Pos, Rabu, 4 Maret 2009. “Temui Tukul, Ponari dan Keluarga ke Jakarta”.
Jawa Pos, Kamis, 5 Maret 2009. “Dukun Ndeso Jadi Tamu Wong Katrok”.
Jawa Pos, Senin, 16 Maret 2009. “Pengunjung Merosot, Ponari Ogah-ogahan”.
Jawa Pos, Senin, 11 Mei 2009. “Tabungan Ponari Rp 2 Miliar”.
Kedaulatan Rakyat, 1995. “Teater Garasi Pentaskan Wah”. (Dokumentasi Teater
Garasi).
Kedaulatan Rakyat, Selasa, 15 Desember 1998. “Pentas End Game Teater Garasi:
Digarap Lewat Pendekatan „Puisi-Teater‟”. (Dokumentasi Teater Garasi).
Kedaulatan Rakyat. Kamis, 4 Juli 2002. “Pentas Teater Garasi Lakon Waktu Batu:
Membaca Isyarat Mitos, Teks, dan Batu”. (Dokumentasi Teater Garasi).
Kedaulatan Rakyat, 3 Mei 2007. “Monolog „Lelaki itu Mengaku sebagai Jamal‟”.
(Dokumentasi Teater Garasi).
Kedaulatan Rakyat, Rabu, 11 Februari 2009. “‟Dukun Cilik‟ Hebohkan Jombang: 4
Tewas, Tempat Praktik Ditutup”.
Kedaulatan Rakyat, Selasa, 3 Maret 2009. “Tanwir Tak Agendakan Soal Capres.
Fenomena Ponari: Tantangan Dakwah Muhammadiyah”.
Kompas, Minggu, 3 Oktober 2004. “Teater Garasi: “Gue” Banget”. (Dokumentasi
Teater Garasi).
Kompas, Kamis 5 Februari 2009. “Pengobatan Tradisional: Mendadak Sembuh pada
Zaman Kaliyuga”.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
234
Kompas, Rabu, 11 Februari 2009. “Pengobatan oleh Ponari. Aktivitas Pengobatan
Dihentikan”.
Kompas, Sabtu, 14 Februari 2009. “Fenomena Tabib Cilik: Mitos Kesaktian dan
Kesembuhan Instan”.
Kompas, Senin, 16 Februari 2009. “Ponari Masih Didatangi Calon Pasien”.
Kompas, Selasa, 17 Februari 2009. “Tabib Cilik: Pengobatan Ponari, Potret Buruk
Pelayanan Kesehatan”.
Kompas, Kamis, 26 Februari 2009. “Komnas Anak: Praktik Ponari Harus
Dihentikan”.
Pelita, 30 Mei 2000. “Jean-Pascal Elbaz: Teater Garasi Paling Menarik Buat Saya”.
(Dokumentasi Teater Garasi).
Radar Yogya, Rabu, 14 Maret 2001. “Garasi dan Repertoar Hujan: Suguhan Puisi
yang Belum Jadi”. (Dokumentasi Teater Garasi).
Solo Pos, Jumat, 19 Desember 1997. “Empat Penggal Kisah Cinta Sanggar Garasi:
Memungut yang Kecil dan Tercecer”. (Dokumentasi Teater Garasi).
Solo Pos, Kamis, 3 Juni 1999. “Pementasan Sri di Teater Arena TBS: Representasi
dari Kegelisahan Seorang Gunawan „Cindhil‟”. (Dokumentasi Teater Garasi).
Tempo, 19 April 1999. “Hidup yang Muram Bersama Beckett”. (Dokumentasi Teater
Garasi).
Wawasan, Sabtu, 3 Juli 1999. “Dari Pentas Sri Teater Garasi: Cakrawala Baru bagi
Perempuan”. (Dokumentasi Teater Garasi).
Yogya Post. Jumat, 21-28 Januari 2000. “Dari Garasi Fisipol UGM Mencuat Teater
Kampus Handal”. (Dokumentasi Teater Garasi).
Artikel/Berita dari Internet:
Ahmad, Nur Fauzan. “Dekonstruksi terhadap Figur Keturunan Darah Biru”.
http://staff.undip.ac.id/sastra/fauzan/2009/07/22/dekonstruksi-terhadap-figurketurunan-darah-biru/, diunduh: 14 Agustus 2013.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
235
Fadillah, Ramadhian. “Sering Dimintai Tuah Jelang UN, Ponari Malah Tak Lulus”.
http://www.merdeka.com/peristiwa/sering-dimintai-tuah-jelang-un-ponarimalah-tak-lulus.html, diunduh: 12 Februari 2013.
Hurit, Silvester Petara.
http://www.kelola.or.id/database/theatre/list/&dd_id=22&p=1&alph=p_t,
diunduh: 20 Agustus 2013.
Mardianto, Herry. “Dinamika Perkembangan Teater Indonesia di Yogyakarta”.
www.balaibahasa.org/file/2Dinamika_Perkembangan_Teater.pdf, diunduh: 17
Agustus 2013.
Wesman, Antok. “Pembacaan Prosa Bahasa Jawa di Bentara Budaya Yogyakarta”.
Rabu, 29 Mei 2013. http://rrijogja.co.id/headline-news/3134-pembacaan-prosabahasa-jawa-di-bentara-budaya-yogyakarta, diunduh: 17 Agustus 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Dolalak, diunduh: 14 Juli 2013.
http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/azwar.html, diunduh: 1 Agustus 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Teater_Gandrik, diunduh: 17 Agustus 2013.
http://teatergandrik.blogspot.com/p/tentang-gandrik.html, diunduh: 17 Agustus 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Arifin_C._Noer, diunduh: 20 Agustus 2013.
http://diskesklungkung.net/?page_id=627
http://simpurbarong.wordpress.com/2011/11/15/cara-mengurus-jamkesmas/
www.teatergarasi.org(Actor Studio), diunduh: 6 Mei 2009.
“Minim Aktor Muda, Teater Garasi Buka Program Actor Studio 2007”. Jumat, 29
Juni 2007, 13:45 WIB. http://gudeg.net/id/news/2007/06/3274/Minim-AktorMuda-Teater-Garasi-Buka-Program-Actor-Studio-2007.html, diunduh: 18 April
2013.
“Buku Ponari Laku Keras”. Tempo. Diunggah: Rabu, 18 Februari 2009, 07:08 WIB.
http://www.tempo.co/read/news/2009/02/18/058160629/Buku-Ponari-LakuKeras, diunduh: 24 Juni 2012.
“‟Si Dukun Cilik‟ Ponari Tidak Lulus SD”, diunggah: 10 Juli 2012.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
236
http://regional.kompas.com/read/2012/07/10/06310534/Si.Dukun.Cilik.Ponari.
Tidak.Lulus.SD, diunduh: 12 Februari 2013.
“Heboh Ponari Dukun Cilik dari Jombang”. Program Sigi 30 Menit, SCTV, disiarkan
18 Februari 2009.
http://www.youtube.com/watch?v=M_AUuG7M2Gk, diunduh: 16 Maret 2012.
“Dukun Cilik”. Program Liputan 6, SCTV, disiarkan 5 Februari 2009.
http://www.youtube.com/watch?v=8pNEgfsRP1k&feature=related, diunduh: 16
Maret 2012.
“Fenomena Ponari”. Program Liputan 6, SCTV, diunggah 22 September 2009.
http://www.youtube.com/watch?v=o5Vbf-kcKG8&feature=related, diunduh: 16
Maret 2012.
“Heboh Ponari Dukun Cilik dari Jombang”. Program Sigi 30 Menit, SCTV.
http://www.youtube.com/watch?v=TYa--eo4d4w&feature=relmfu, diunduh: 16
Maret 2012.
“Fenomena Ponari”. Program Liputan 6, SCTV, disiarkan 20 Februari 2009.
http://www.youtube.com/watch?v=x5w6JIkp5n8&feature=related, diunduh: 16
Maret 2012.
“Kontroversi Pengobatan Ala Ponari”. Program Barometer, SCTV, disiarkan 26
Februari 2009.
http://www.youtube.com/watch?v=yHGEGvASmcc, diunduh: 16 Maret 2012.
“Dukun Ponari”. Metro TV, diunggah oleh Metro pada 20 Februari 2009.
http://www.youtube.com/watch?v=_FGQgup12ro, diunduh: 16 Maret 2012.
“Ponari Sekolah”. Program Metro Siang, Metro TV, disiarkan 19 Februari 2009.
http://www.youtube.com/watch?v=tTaFfHoNBfQ&feature=endscreen&NR=1,
diunduh: 16 Maret 2012.
“Ribuan Warga Berobat ke Dukun Cilik”. Program Kabar Petang, TV One, diunggah
pada 10 Februari 2009.
http://www.youtube.com/watch?v=vQ-FG2ufOQ0&feature=related, diunduh:
16 Maret 2012.
“Ponari, Dukun Cilik dengan Ribuan Pasien”. Program Topik Siang, ANTV,
diunggah 8 Februari 2009.
http://www.youtube.com/watch?v=_n5RITiLyfo, diunduh: 16 Maret 2012.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
237
“Dukun Cilik Ponari”. Program Silet, RCTI, diunggah: 24 Februari 2009.
http://www.youtube.com/watch?v=2sWdE-Xi_V4, diunduh: 16 Maret 2012.
“Kami Kangen Ponari”. Program Cerita Anak, Trans TV, diunggah: 31 Januari 2011.
http://www.youtube.com/watch?v=pMA57zZAyXg, diunduh: 20 Juni 2012.
Narasumber Wawancara:
Darmanto Setiawan, aktor Bocah Bajang. Wawancara via Facebook: 21, 23, 25
September 2011, 1 Oktober 2011, 4 Oktober 2011.
Gunawan Maryanto, sutradara Bocah Bajang. Wawancara: 25 Juni 2010, 2 Mei 2012,
12 Juli 2013, 4 September 2013.
Mohammad Nur Qomaruddin, aktor Bocah Bajang. Wawancara: 18 September 2011.
Siti Fauziah, aktris Bocah Bajang. Wawancara via Facebook: 20, 22 November 2011.
Siti Nikandaru Chairina, staff pengajar ASDRAFI. Wawancara: 4 April 2012.
Sugeng Utomo, penata lampu Bocah Bajang. Wawancara: 26 April 2012.
Tita Dian Wulansari, aktris Bocah Bajang. Wawancara: 25 Agustus 2011.
Foto-foto:
Foto 1-Foto 4: Tiket, katalog, botol air mineral (Dokumentasi: Wisnu Ajisatria).
Foto 5. Spanduk di desa Ponari.
http://4.bp.blogspot.com/_9Lp_Trjvg_4/Sb7_jw6Ad1I/AAAAAAAAAuU/wqG
WLuT41LM/s1600-h/P1000928.jpg. Diunduh: 18 Juli 2013.
Foto 6. Buku Ponari
http://4.bp.blogspot.com/_9Lp_Trjvg_4/Sb8Chtm0Y2I/AAAAAAAAAu0/gjM
3GgQu5NI/s1600-h/P1000930.jpg. Diunduh: 18 Juli 2013.
Foto 7. Imbauan Polres Jombang
http://arqu3fiq.blogspot.com/2009_02_01_archive.html. Diunduh: 18 Juli 2013.
Foto 8. Sekolah Ponari
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
238
http://4.bp.blogspot.com/_9Lp_Trjvg_4/Sb8BwY6ZSNI/AAAAAAAAAus/m
Wenc1DAZZY/s1600-h/P1000936.jpg. Diunduh: 18 Juli 2013.
Foto 9. Pasien-pasien Ponari.
http://life.viva.co.id/news/read/33670-minat_pasien_ponari_mulai_berkurang.
Diunduh: 18 Juli 2013.
Foto 10. Ponari dan “Batu Ajaib”.
http://absoluterevo.wordpress.com/2012/07/09/kabar-ponari-dukun-cilikponari-tak-lulus-sd/. Diunduh: 18 Juli 2013.
Foto 11. Ponari Mencelupkan “Batu Ajaib”.
http://absoluterevo.wordpress.com/2012/07/09/kabar-ponari-dukun-cilikponari-tak-lulus-sd/. Diunduh: 18 Juli 2013.
Foto 12. Ponari Bermain HP di Kelas.
http://ceritamu.com/cerita/dukun-cilik-ponari-gak-lulus-sekolah/galeri.
Diunduh: 18 Juli 2013.
Foto 13. Ponari dan Teman-temannya.
http://www.kaltimpost.co.id/berita/arsip/15494. Diunduh: 18 Juli 2013.
Foto 14. Ponari Kembali Bersekolah.
http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1235737243/ponari.
FOTO ANTARA/Andika Wahyu/ed/ama/09. Diunduh: 18 Juli 2013.
Foto 15. Jawa Pos, Kamis, 12 Februari 2009. Foto berita “Tanpa Penghuni”.
Foto 16. Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009. Foto berita “Tak Kapok”.
Foto 17. Jawa Pos, Rabu, 18 Februari 2009. Foto berita “Saingi Ponari”.
Foto 18. Jawa Pos, Kamis, 5 Maret 2009. Foto berita “Bintang Talkshow”.
Foto 19. Jawa Pos, Senin, 16 Maret 2009. Foto berita “Seenaknya”.
Foto 20-Foto 31: Pementasan Bocah Bajang (Dokumentasi Benny Prasetyo/Teater
Garasi).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Foto 1. Tiket Bocah Bajang
(Dok. foto: Wisnu Ajisatria)
Foto 2. Katalog Bocah Bajang
(Dok. foto: Wisnu Ajistria)
239
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Foto 3. Botol air mineral Bocah Bajang
(Dok. foto: Wisnu Ajisatria)
Foto 4. Botol Bocah Bajang
(Dok. foto: Wisnu Ajisatria)
240
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
241
Foto 5. Spanduk di desa Ponari
Sumber:
http://4.bp.blogspot.com/_9Lp_Trjvg_4/Sb7_jw6Ad1I/AAAAAAAAAuU/wqGWLuT41LM/s1600h/P1000928.jpg. Diunduh: 18 Juli 2013.
Foto 6. Buku Ponari
Sumber:
http://4.bp.blogspot.com/_9Lp_Trjvg_4/Sb8Chtm0Y2I/AAAAAAAAAu0/gjM3GgQu5NI/s1600h/P1000930.jpg. Diunduh:18 Juli 2013.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
242
Foto 7. Imbauan Polres Jombang
Sumber: http://arqu3fiq.blogspot.com/2009_02_01_archive.html. Diunduh: 18 Juli 2013.
Foto 8. Sekolah Ponari
Sumber:
http://4.bp.blogspot.com/_9Lp_Trjvg_4/Sb8BwY6ZSNI/AAAAAAAAAus/mWenc1DAZZY/s1600h/P1000936.jpg. Diunduh: 18 Juli 2013.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
243
Foto 9. Pasien-pasien Ponari
http://life.viva.co.id/news/read/33670-minat_pasien_ponari_mulai_berkurang. Diunduh: 18 Juli 2013.
Foto 10. Ponari dan “batu ajaib”
http://absoluterevo.wordpress.com/2012/07/09/kabar-ponari-dukun-cilik-ponari-tak-lulus-sd/.
Diunduh: 18 Juli 2013.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
244
Foto 11. Ponari mencelupkan “batu ajaib”
http://absoluterevo.wordpress.com/2012/07/09/kabar-ponari-dukun-cilik-ponari-tak-lulus-sd/.
Diunduh: 18 Juli 2013.
Foto 12. Ponari bermain HP di kelas
http://ceritamu.com/cerita/dukun-cilik-ponari-gak-lulus-sekolah/galeri. Diunduh: 18 Juli 2013.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Foto 13. Ponari dan teman-temannya
http://www.kaltimpost.co.id/berita/arsip/15494. Diunduh: 18 Juli 2013.
Foto 14. Ponari kembali bersekolah
http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1235737243/ponari
FOTO ANTARA/Andika Wahyu/ed/ama/09. Diunduh: 18 Juli 2013.
245
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Foto 15.
Jawa Pos, Kamis, 12 Februari 2009. Foto berita “Tanpa Penghuni”.
246
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Foto 16.
Jawa Pos, Senin, 16 Februari 2009. Foto berita “Tak Kapok”.
247
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Foto 17.
Jawa Pos, Rabu, 18 Februari 2009. Foto berita “Saingi Ponari”.
248
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Foto 18.
Jawa Pos, Kamis, 5 Maret 2009. Foto berita “Bintang Talkshow”.
249
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Foto 19.
Jawa Pos, Senin, 16 Maret 2009. Foto berita “Seenaknya”.
250
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Foto 20. Para calon pasien menunggu (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi)
Foto 21. Aktor memperkenalkan diri (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi)
251
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
252
Foto 22. Penggambaran emosi melalui gerakan tubuh (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater
Garasi)
Foto 23. Para pasien berebut air (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
253
Foto 24. Penggambaran emosi melalui gerakan tubuh (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater
Garasi)
Foto 25. Para pasien membawa air (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Foto 26. Bocah Bajang dan ibunya menari (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi)
Foto 27. Pendatang dan Pak Kardi (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi)
254
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Foto 28. Ibu Bocah Bajang (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi)
Foto 29. Bocah Bajang digendong (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi)
255
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Foto 30. Bocah Bajang (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi)
Foto 31. Adegan penutup Bocah Bajang (Dok. foto: Benny Prasetyo/Teater Garasi)
256
Download