PENGKELATAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN KHITOSAN DARI KULIT KERANG INTISARI Studi pengkelatan minyak nilam dengan menggunakan khitosan dari kulit kerang telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh proses peningkatan minyak nilam rakyat dengan menggunakan material khitosan yang diperoleh dari limbah kulit kerang sebagai agen pengkelat. Kitosan merupakan biopolimer alam yang bersifat polielektrolit kationik yang berpotensi tinggi untuk penyerapan logam dan mudah terbiodegredasi serta tidak beracun (Muzzarelli,1997). Penelitianpenelitian penyerapan ion logam pada air maupun limbah cair telah banyak dilakukan. Evans et al (2002), Agusnar (2003), Alfian (2003) dan Siregar (2009) melaporkan khitosan memiliki efektifitas yang baik sebagai penyerap ion logam sehingga dapat diaplikasikan sebagai bahan pengkelat untuk menurunkan kandungan Fe pada minyak nilam rakyat. Khitosan yang diperoleh dari cangkang kulit kerang memiliki derajat asetalisasi 70,15% dengan yield perolehan rata-rata sebesar 4,69%. Khitosan yang diperoleh kemudian dilakukan pengontakkan dengan minyak nilam rakyat yang mengandung kadar Fe sebesar 54,86 ppm. Variasi yang dilakukan adalah perbandingan antara berat khitosan dengan volume minyak nilam dengan perbandingan (b/v) 1:10, 1:20 dan 1:30 dengan kondisi operasi pengadukan dan tanpa pengadukan dengan waktu pengontakan selama 90 menit. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa khitosan mampu menurunkan kandungan Fe pada minyak nilam rakyat dengan ratarata penurunan sebesar 22,65%. Pada kondisi perbandingan khitosan dan minyak nilam (b/v) 1:20, tanpa pengadukan memberikan penurunan kadar Fe tertinggi sebesar 35,88%. Kata Kunci: Khitosan, Minyak Nilam, Kadar Fe, Kulit Kerang. PENINGKATAN MUTU MINYAK KELAPA SAWIT SECARA KIMIAWI UNTUK MENGHAMBAT AKTIVITAS ENZIM LIPASE INTISARI Kegiatan ekonomi utama kelapa sawit memegang peranan penting bagi suplai kelapa sawit di Indonesia dan dunia. Indonesia adalah produsen kelapa sawit terbesar di dunia sejak 2007. Kelapa sawit adalah sumber minyak nabati terbesar yang dibutuhkan oleh banyak industri di dunia. Disamping itu, permintaan kelapa sawit dunia terus mengalami pertumbuhan sebesar 5% per tahun. Selain peningkatan area penanaman, hal lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan produksi kelapa sawit adalah dengan meningkatkan produktivitas CPO (Crude Palm Oil) dari perkebunan. Daging kelapa sawit mengandung enzim lipase yang dapat menyebabkan kerusakan pada mutu minyak ketika struktur seluler terganggu. Lipase merupakan enzim yang mampu menghidrolisa ikatan ester terutama lemak netral seperti trigliserida. Pada trigliserida, lipase menghidrolisa ikatan asam lemak dengan gliserol pada posisi 1 atau posisi 2. Mutu dari CPO dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebas, kadar air, dan kadar kotoran. Asam lemak bebas terjadi karena hidrolisasi dari minyak oleh adanya enzim lipase dan air dalam minyak tersebut. Selain proses hidrolisa, proses oksidasi juga dapat terjadi karena kenaikan bilangan asam. Rumusan yang diajukan adalah menghambat aktivitas enzim lipase secara fisika dan kimia untuk mengurangi terbentuknya asam lemak bebas guna meningkatkan kualitas/ mutu minyak kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk menghambat aktivitas enzim lipase secara fisika dan kimia untuk mengurangi terbentuknya asam lemak bebas sehingga dapat meningkatkan kualitas/ mutu minyak kelapa sawit. Pengujian pada penelitian ini menggunakan sampel yang diambil dalam masa 4 (empat) bulan yaitu : bulan Januari, Februari, Maret dan April. Hasil pengujian diperoleh nilai rata-rata untuk kadar asam lemak bebas 3,988%, kadar air 0,689% dan kadar kotoran 0,037%. Kata Kunci: Kelapa sawit, CPO, enzim lipase, asam lemak bebas. PENGAMBILAN OLEORESIN DAN MENTEGA PALA DARI AMPAS PENYULINGAN MINYAK PALA INTISARI Tanaman pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan salah satu tanaman yang banyak dihasilkan di Propinsi Aceh, terutama di Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Barat Daya. Tanaman ini mengandung minyak atsiri yang dapat dihasilkan dari penyulingan biji dan fuli. Dari hasil penyulingan ini diperoleh ampas yang selama ini hanya di buang atau dijadikan pupuk organik. Ampas penyulingan ini diyakini masih mengandung sejumlah oleoresin. Oleoresin dapat dimanfaatkan dalam industri makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa potensi dan kompetensi inti dimiliki pemerintah, petani pala dan industri rumahtangga guna memberikan alternatif produk pilihan yang bernilai tambah tinggi, layak dan mempunyai daya saing tinggi. Mengkaji prospek pengembangan komoditas unggulan daerah berbasis produk buah pala yang bernilai tambah tinggi dan menguntungkan melalui upaya diversifikasi serta memaksimalkan hasil produksi olahan pala pasca panen. Bahan yang digunakan adalah ampas penyulingan yang diperoleh dari industri penyulingan pala rakyat yang berlokasi di Desa Batu Itam, Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan yang telah melalui proses dikeringangikan sampai kadar air mencapai ± 10%. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Pada penelitian pendahuluan terdapat 3 (tiga) faktor perlakuan yang diteliti yaitu jenis pelarut (P) yang terdiri dari P1= etanol, P2= etil asetat; lama ekstraksi (W) yang terdiri atas W1= 3,5 jam dan W2= 4,5 jam; dan nisbah bahan dengan pelarut (N) yang terdiri dari N1=1:3 dan N2= 1:5. Kondisi ekstraksi pada penelitian pendahuluan yang menghasilkan rendemen oleoresin tertinggi yaitu P2W2N2 (pelarut etil asetat, waktu 4,5 jam dan nisbah 1:5) digunakan sebagai kondisi konstan pada penelitian lanjutan. Penelitian lanjutan terdiri dari 2 (dua) faktor perlakuan yaitu pengaruh ukuran partikel (U) yang terdiri dari U1= 4 mesh, U2= 20 mesh, U3= 36 mesh, dan suhu ekstraksi (S) yang terdiri dari S1= 40 0C, S2= 50 0C dan S3= 60 0C. Analisa hasil penelitian lanjutan meliputi penentuan rendemen, bobot jenis, indeks bias dan kadar abu. Rendemen oleoresin yang dihasilkan yaitu antara 39,01% - 46,76%. Rendemen tertinggi (46,76%) diperoleh pada perlakuan U1S2 (ukuran partikel 4 mesh dengan suhu 500C. Rendemen terendah 39,01% dan 39,11% diperoleh pada perlakuan U3S1 dan U3S2, yaitu ukuran partikel ampas 36 mesh dengan suhu 40 0C dan 50 0C . Bobot jenis dan indeks bias yang dihasilkan masih dalam kisaran yang ditetapkan oleh Essential Oil Assosiation of the USA (EOA). Rata-rata bobot jenis yang dihasilkan yaitu antara 0,974 sampai 0,980. Rata-rata indeks bias yang dihasilkan antara 1,4896 – 1,4938. Syarat EOA untuk bobot jenis yaitu 0,9555 – 1,0050 dan indeks bias 1,4690 1,5000. Kadar abu oleoresin yang diperoleh yaitu antara 0,070% 0,079%. Oleh karena itu perlakuan yang terbaik untuk menentukan ukuran partikel dan suhu ekstraksi yang tepat untuk menghasilkan rendemen dan mutu oleoresin yang terbaik dengan kriteria oleoresin pala yang dihasilkan yatu rendemen sebesar 46,76%, bobot jenis 0,980, indeks bias 1,4938 dan kadar abu 0,079%. Kata Kunci: Pala, ampas, oleoresin, rendemen. PENGEMBANGAN PROSES DAN PERALATAN PRODUKSI UNTUK MEMPERBAIKI MUTU GULA MERAH DARI TEBU INTISARI Penelitian pengembangan proses dan peralatan produksi untuk memperbaiki mutu gula merah dari tebu telah dilaksanakan di Baristand Industri Banda Aceh, ujicoba teknologi proses dan perlatan dilakukan pada sentra produksi gula merah tebu di Kabupaten Bener Meriah. Penelitian ini bertujuan untuk peningkatan kemampuan IKM gula merah tebu dalam penerapan teknologi proses dan peralatan produksi. Hasil pengamatan lapangan diperoleh bahwa usaha produksi gula merah tebu masih menggunakan teknologi dan peralatan produksi sederhana. Untuk pengembangan produksi yang lebih baik tim Litbang Baristamd Industri Banda Aceh telah mendesain peralatan produksi semi mekanis. Hasil ujicoba diperoleh bahwa produk yang diproduksi dengan peralatan semi mekanis (A) dan produk cara tradisional (B) , dilakukan uji mutu terhadap beberapa parameter sesuai SNI 1-6237-2000. Hasil uji bau secara organoleptik masing- masing produk A dan B memberikan bau khas gula merah, uji rasa memberikan rasa khas gula merah, sedangkan parameter warna: produk A diperoleh warna coklat kemerahan dan produk B diperoleh warna coklat. Hasil uji kadar air masing- masing produk A dan B diperoleh 7,26% dan 7,02%. Sedangkan hasil uji unsurunsur logam untuk produk A dan B masing- masing adalah: Timbal (Pb) < 0,01 dan < 0,01 ppm; Tembaga (Cu) 0,65 dan 0,92 ppm; Seng (Zn) 1,63 dan 2,70 ppm. Dari data hasil uji produk ternyata mutu produk A yang diproduksi dengan alat semi mekanis lebih baik dibandingkan dengan produk gula merah yang diproduksi dengan cara tradisional. Kata Kunci: Gula merah ,tebu, Mutu, pengembangan proses PEMANFAATAN KELOPAK BUNGA ROSELLA SEBAGAI MINUMAN ANTI OKSIDAN INTISARI Rosela adalah salah satu tanaman obat yang banyak manfaatnya dari daun, kelopak, bunga hingga buahnya. Teh Rosella atau teh merah dikenal dengan banyak sebutan seperti teh rosella , Hibicus tea, teh Mekah, teh Yaman, Karkade (Arab), Kazeru (Jepang), Merambos Padang, Asam Renjang (Muaraenin) dan Hibicussabdariffa (Latin). Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan mengetahui sejauh mana daya simpan dan kandungan vitamin C yang terdapat dalam minuman kelopak Bunga rosella. Penelitian ini mengunakan rancangan acak lengkap dengan perlakuan penambahan konsentrasi gula dan lama penyimpanan terhadap minuman sirup rosela. Adapun perlakuan yang dicobakan terdiri 2 faktor yaitu penambahan konsentrasi gula (A) 3 level yaitu 30, 40 dan 50 %, sedangkan lama penyimpanan (B) terdiri dari 3 level yaitu 10, 20 dan 30 hari, dengan 2 kali ulangan sehingga diperoleh 18 kali percobaan. Pengamatan dilakukan terhadap kadar gula, total mikroba, kadar vitamin C dan total padatan terlarut. Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap minuman kelopak bunga rosella dapat dinyatakan bahwa pada pengamatan kadar gula, total padatan terlarut, semakin besar penambahan gula semakin meningkat akan kadar gula dan total padatan terlarut yang diperoleh, akan tetapi semakin lama penyimpanan terjadi penurunan kadar gula dan total padatan terlarut. Kadar gula hasil penelitian ini berkisar antara 25 sampai 42 % , untuk total mikroba semakin besar penambahan gula semakin sedikit pertumbuhan total mikroba yaitu rata-rata 20 – 70 koloni/ml dan untuk kadar Vitamin C dihitung sebagai asam askorbat rata 0,12 sampai 0,32 mg. untuk total mikroba masih memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia No 01-3719-1995 untuk minuman sari buah. Kata Kunci: Rosella, teh, vitamin C, anti oksidan, SNI 01-3719-1995 PENGEMBANGAN PERALATAN PENGOLAHAN IKAN KAYU (KEUMAMAH) CHIP DENGAN BUMBU KHAS ACEH SKALA IKM Penelitian ini bertujuan selain untuk mengembangkan kesempurnaan proses pengolahan slice ikan juga pengembangan peralatan pengeringan dan pengirisnya. Selain itu juga memasyarakatkan peralatan tersebut melalui uji cobanya, baik skala laboratorium maupun di lapangan. Hasil evaluasi prosesing dan peralatan telah menghasilkan perbaikan-perbaikan teknik, baik tahap-tahap proses maupun peralatannya. Ketepatgunaan prosesnya ditingkatkan dengan cara merendam ikan segar didalam larutan garam dapur sebelum diiris tipis dengan alat pengiris ikan. Sedangkan perbaikan alat lebih ditekankan pada penyesuaian kondisi alat terhadap sifat alamiah daging ikan. Hal ini seperti pengirisan ikan pari dilakukan dengan menggunakan alat pengiris ikan yang didesain khusus berbentuk rotari. Begitu pula ikan tongkol diiris tipis dengan menggunakan mesin pengiris ikan, yang disempurnakan dengan melengkapi motor penggerak listrik 1 HP sehingga kapasitas kerjanya dapat ditingkatkan menjadi sebesar 100 kg /jam slice ikan tongkol. Hasil uji coba laboratorium menunjukkan bahwa mutu slice ikan tongkol yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Dari hasil analisa tekno ekonomis menunjukkan bahwa dengan menggunakan peralatan dan prosesing yang telah didesain, maka pengusahaannya dalam bentuk industri kecil pengolahan slice ikan pengrajin telah layak dilakukan dengan kapasitas sebesar 300 ikan segar per hari bila dibandingkan oleh pengrajin yang kapasitas pengolahannya + 50 kg/hari. Hasil uji coba dilapangan di Kuala Tari Kecamatan Kembang Tanjung Kabupaten Pidie menunjukkan pula bahwa peralatan pengering dan pengiris ikan tersebut sangat didambakan oleh pimpinan dan masyarakat setempat. Hal ini karena peralatan tersebut cukup tepat guna untuk menghasilkan produk slice ikan tongkol yang bermutu baik serta layak digunakan dalam bentuk industri kecil untuk meningkatkan pendapatan para nelayan/pengusaha kecil ikan ke tingkat yang lebih menggairahkan, bernilai ekonomis, dan memungkinkan ditingkatkan nilai tambahnya tidak kurang sekitar 400 persen dengan mendayagunakan peralatan tersebut. Akan tetapi, dengan adanya keterbatasan permodalan dan pola pikir serta sikap yang relevan dari para nelayan/pengusaha kecil ikan tersebut dalam pengadaan peralatan serta pengelolaan pengusahaannya, maka masih dibutuhkan tindak lanjut secara professional. Kata Kunci: ikan kayu, keumamah, slice, bumbu khas Aceh, UKM PEMANFAATAN BAHAN TAMBANG BERBASIS MAGNESIT SEBAGAI BAHAN PUPUK KISERIT UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT INTISARI Penelitian mengenai pemanfaatan bahan tambang berbasis magnesit sebagai bahan pupuk kiserit untuk meningkatkan produktifitas kelapa sawit telah dilakukan pada Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh pada tahun anggaran 2013. Penelitian ini dikembangkan karena Prov. Aceh merupakan salah satu penghasil sumber bahan baku pupuk alam seperti bahan baku pupuk kiserit, pupuk dolomite dan pupuk alam lainnya. Pupuk kiserit sering digunakan untuk tanaman-tanaman jenis keras seperti kelapa sawit dimana kelapa sawit merupakan salah satu tanaman industri yang sedang digalakkan pengembangannya di Indonesia. Selain itu jumlah lahan kebun kelapa sawit terus bertambah setiap tahunnya dan ini memungkinkan penggunaan pupuk bertambah. Selain pupuk buatan, pupuk alam juga digunakaan untuk meningkatkan produktifitas buah kelapa sawit, salah satu pupuk alam adalah pupuk kiserit dengan kandungan minimal MgO 25,5% dan S 21%. Penelitian ini telah dilakukan perancangan pembuatan peralatan granular pupuk kiserit dengan dimensi 800 x 1500 x 1800 mm, piring granular Ø1500x300 mm, penggerak motor listrik 2 HP, putaran parabola 30 rpm menggunakan bahan kontruksi dari besi stainless steel. Peralatan ini dilakukan uji coba di laboratorium proses Baristand Industri Banda Aceh. Uji coba lapangan di lakukan dengan memvariasikan dua variable yaitu variable tetap: berat bahan tambang magnesit. Variabel berubah: berat bahan tambang sulfur dan putaran parabola 30 rpm. Produk yang dihasilkan dari penelitian ini adalah pupuk kiserit berbentuk butiran yang seragam dan kualitas mutu sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Peningkatan produksi kelapa sawit dapat diukur dengan penggunaan pupuk yang telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan. Dengan adanya perancangan peralatan ini diharapkan kepada pihak terkait khususnya pemerintah Aceh untuk dapat dikembangkan pada industri-industri pembuatan pupuk kiserit yang tersebar di daerah Propinsi Aceh. Kata kunci : pupuk kiserit, magnesit, sulfur. PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PROSES HALUA BLUEK (DODOL ACEH) DI KABUPATEN PIDIE INTISARI Rusaknya suatu produk pangan umumnya terjadi akibat adanya aktifitas mikroorganisme karena penerapan sanitasi yang buruk atau inkonsisten dan formulasi bahan baku yang digunakan. Halua bluek atau dodol Aceh produksi koperasi Pulo Ie Permai di Kabupaten Pidie harus berhenti produksi karena permasalahan masa simpan dan kerusakan produk selama proses distribusi. Direct interview menunjukkan kompleksnya permasalahan yang terjadi dimana inkonsisten bahan baku dan minimnya penerapan hygienis sebagai sumber masalah, sedangkan penelitian pendahuluan menghasilkan formulasi bahan baku terbaik. Minimnya penerapan hygienis diselesaikan dengan pelaksanaan sosialisasi dan pembinaan hygienis oleh Dinas terkait setempat, sedangkan permasalahan masa simpan ditengahi oleh kombinasi perlakuan jenis dan konsentrasi pengawet. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa hampir seluruh perlakuan telah sesuai dengan standard SNI, dimana kandungan air produk meningkat selama penyimpanan hingga 8 minggu sedangkan kadar protein dan karbohidratnya menurun selama penyimpanan akibat aktifitas mikroba. Hal ini didukung juga dengan hasil pengamatan organoleptik, dimana sejak pengamatan minggu ke VI, nilai mutu produk mulai menurun, kecuali untuk produk T1P2, yaitu perlakuan pengawet asam sorbet dengan konsentrasu 1000 ppm. Kata Kunci: Dodol, halua bluek, higienis, sanitasi.