II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Hitam Beras hitam merupakan

advertisement
5
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beras Hitam
Beras hitam merupakan varietas lokal yang mengandung pigmen (terutama antosianin)
paling baik, berbeda dengan beras putih atau beras warna lain. Beras hitam memiliki rasa dan
aroma yang baik dengan penampilan yang spesifik dan unik. Bila dimasak, nasi beras hitam
warnanya menjadi pekat dengan rasa dan aroma yang menggugah selera makan (Suardi dan
Ridwan, 2009). Beras hitam dikenal oleh masyarakat dengan nama yang berbeda-beda.
Penduduk di Solo mengenal beras ini dengan nama Beras Wulung, sedangkan di Cibeusi, Jawa
Barat lebih dikenal dengan beras Gadog, di Sleman dikenal dengan beras Cempo Ireng atau
beras Jlitheng, dan di Bantul dikenal sebagai beras Melik (Balai Besar Penelitian Tanaman
Padi, 2010).
Oki et al., (2001) dalam Narwidina (2009) mengatakan bahwa beras hitam (Oryza
sativa L.indica) memiliki perikarp, aleuron dan endosperm yang berwarna merah-biru-ungu
pekat, warna tersebut menunjukkan adanya kandungan antosianin. Beras hitam mempunyai
kandungan serat pangan (dietary fiber) dan hemiselulosa masing-masing sebesar 7,5% dan
5,8%, sedangkan beras putih hanya sebesar 5,4% dan 2,2% Beras hitam berasal dari tanaman
padi hitam. Oryza sativa L. adalah nama ilmiah padi. Menurut Tjitrosoepomo (2005),
kedudukan taksonomi dari Oryza sativa adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Poales (Glumiflorae)
Famili : Poaceae (Graminea)
Marga : Oryza
6
Spesies : Oryza sativa L.indica
Gambar 1. Beras Hitam (Anonim., 2009 )
Kandungan antosianin pada beras hitam daerah Sleman dan Bantul yang berkisar antara
159,31-359,51 mg/100 g dan aktivitas antioksidan pemerangkapan DPPH (2,2-difenil-1pikrilhidrazil) sebesar 68,968-85,287% (Ratnaningsih, 2010). Penelitian juga dilakukan oleh
Park et al., (2008) terhadap kandungan antosianin beras hitam (Heugjijubyeo) yang terdiri dari
sianidin 3-O-glukosida, peonidin 3-O-glukosida, malvidin 3-O-glukosida, pelagonidin 3-Oglukosida dan delfinidin 3-O-glukosida. Antosianin yang dominan adalah sianidin 3-glukosida
(95%) dan peonidin 3-O-glukosida (5%).
Beras hitam di China sekarang berfungsi sebagai obat dan bahan pangan, kadar vitamin,
mikroelemen dan asam amino dari beras hitam semuanya lebih tinggi daripada beras biasa.
Pigmen beras hitam memiliki peran yang paling baik diantara beras dengan warna lainnya.
Pigmen yang terdapat pada beras hitam juga kaya akan flavonoid dan kadarnya lima kali lipat
lebih banyak daripada beras putih serta berperan sangat besar bagi pencegahan pengerasan
pembuluh nadi. Beras hitam mengandung relatif banyak serat makanan (dietary fiber)
(Suryono, 2008).
2.1.1 Kandungan dan Manfaat Beras Hitam
Beras hitam memiliki kandungan protein, vitamin dan mineral lebih tinggi dibanding
dengan beras putih pada umumnya (Ichikawa et al., 2001). Beras hitam mengandung
7
sedikit protein, namun kandungan besinya tinggi yaitu 15,52 ppm, jauh lebih tinggi dibanding
beras dari varietas IR64, Ciherang, Cisadane, Sintanur, Pandanwangi, dan Batang Gadis yang
kandungan besinya berkisar antara 2,9-4,4 ppm. Zat besi dibutuhkan tubuh dalam pembentukan
sel darah merah. Pengkayaan zat besi pada beras untuk mengatasi anemia yang dewasa ini
digalakkan tampaknya perlu mulai berpaling pada beras hitam atau beras merah.
Pada beras hitam, aleuron dan endospermia memproduksi antosianin dengan intensitas
tinggi sehingga warna beras menjadi ungu pekat mendekati hitam. Beras hitam memiliki
khasiat yang lebih baik dibanding beras merah atau beras warna lain. Beras hitam berkhasiat
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, memperbaiki kerusakan sel hati (hepatitis
dan chirosis), mencegah gangguan fungsi ginjal, mencegah kanker/tumor, memperlambat
penuaan, sebagai antioksidan, membersihkan kolesterol dalam darah, dan mencegah anemia.
Beras merah berkhasiat mencegah sembelit, cocok untuk diet, mencegah penyakit saluran
pencernaan, meningkatkan perkembangan otak, menurunkan kolesterol darah, mencegah
kanker dan penyakit degeneratif, menyehatkan jantung, dan mengandung vitamin B1 dan
mineral lebih tinggi dibanding beras putih (Anon., 2009).
2.2 Pigmen Antosianin
Antosianin merupakan senyawa berwarna yang bertanggung jawab untuk sebagian warna
kebanyakan warna merah, biru , dan ungu pada buah, sayur dan tanaman hias. Senyawa ini
termasuk dalam golongan flavonoid. Struktur utamanya ditandai dengan adanya dua cincin
aromatik benzena (C6H6) yang dihubungkan dengan tiga atom karbon yang berbentuk cincin
(Anon., 2013).
8
Gambar 2. Struktur Kimia Antosianin (Anon., 2013)
Pigmen antosianin pada beras berwarna tidak hanya terdapat pada perikarp dan tegmen
(lapisan kulit) beras, tetapi juga pada setiap bagian gabah bahkan pada bagian tanaman lainnya
seperti kelopak daun (Chang dan Bardenas, 1965). Antosianin terdapat pada buah-buahan,
kacang-kacangan, padi-padian, serealia, sayuran, dan beberapa bahan pangan lainnya (Suda et
al. 2003). Menurut Chang dan Bardenas (1965) pigmen antosianin pada beras merah tidak
hanya terdapat pada kulit beras, tetapi dapat meliputi seluruh bagian beras seperti pada padi O.
glaberrima.
Degradasi antosianin dapat terjadi selama proses ekstraksi, pengolahan makanan, dan
penyimpanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas antosianin yaitu adanya modifikasi
pada struktur spesifik antosianin (glikosilasi, asilasi dengan asam alifatik atau aromatik), pH,
temperatur, cahaya, keberadaan ion logam, oksigen, kadar gula, enzim, dan pengaruh sulfur
diokasida (Anon., 2013)
Antosianin di dalam larutan berada dalam lima bentuk kesetimbangan
tergantung pada kondisi pH. Kelima bentuk tersebut yaitu kation flavilium, basa
karbinol, kalkon, basa quinonoidal dan quinonoidal anionik. Pada pH sangat asam (pH
1-2) bentuk dominan antosianin adalah kation flavilium. Pada bentuk ini, antosianin
berada dalam kondisi paling stabil dan paling berwarna. Ketika pH meningkat menjadi
di atas 4 terbentuk senyawa antosianin berwarna kuning , senyawa berwarna biru, atau
senyawa yang tidak berwarna. Temperatur juga dapat menggeser kesetimbangan
antosianin. (Anon., 2013).
9
2.3 Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen reaktif, spesies
nitrogen, dan radikal bebas lainnya sehingga mampu mencegah penyakit-penyakit degeneratif
seperti kardiovaskular, kanker, dan penuaan. Senyawa antioksidan merupakan substansi yang
diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan
oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak. Senyawa ini memiliki struktur
molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu
sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai (Halliwell and Gutteridge, 2000).
Sumber-sumber antioksidan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dikelompokkan
menjadi tiga yaitu :
1.
Antioksidan yang sudah ada di dalam tubuh manusia yang dikenal dengan enzim
antioksidan (SOD, GPx, dan CAT).
2.
Antioksidan sintetis yang banyak digunakan pada produk pangan seperti BHA, BHT, PG,
dan TBHQ.
3.
Antioksidan alami yang diperoleh dari bagian-bagian tanaman seperti kayu, kulit kayu,
akar, daun, buah, bunga, biji, dan serbuk sari, juga dapat diperoleh dari hewan dan
mikroba. Jenis antioksidan yang banyak didapatkan dari bahan alami berupa vitamin C
dan E, beta karoten, pigmen seperti antosianin dan krolofil, flavonoid, dan polifenol
(Ardiansyah, 2007).
2.4 Asam Sitrat
Asam sitrat merupakan senyawa intermediet dari asam organik yang berbentuk kristal atau
serbuk. Pemecahan karbohidrat dengan cara fermentasi dapat menghasilkan berbagai macam
senyawa organik diantaranya adalah asam sitrat. Senyawa karbohidrat akan dipecah menjadi
glukosa oleh enzim amylase, glukoamilase, atau amiloglukosidase, dan melalui jalur EMP
10
(Emben-meyerhof Pathway) glukosa akan diubah menjadi asam piruvat. Asam piruvat melalui
siklus krebs atau siklus TCA (Tricarboxylic Acid) akan diubah menjadi menjadi asam sitrat
(Anon., 2012).
Sifat asam sitrat tidak beracun dapat mengikat logam berat (besi maupun bukan besi) dapat
menimbulkan rasa dan flavor yang menarik. Asam sitrat biasanya diproduksi dalam bentuk
kristal monohidrat. Kristal-kristal asam sitrat tidak berbau, berasa asam dan dengan cepat larut
dalam air (Tjokroadikoesoemo, 1986).
Sutardi dan Murdiati dalam Tranggono, et.al (1990) menjelaskan, penambahan asam
berarti menurunkan pH yang disertai dengan kenaikan konsentrasi ion hidrogen (H+) dan
dilihat bahwa pH rendah lebih besar penghambatannya pada pertumbuhan mikroorganisme.
Asam sitrat mudah larut dalam air, terurai dan melepaskan ion H+. Ion H+ dalam bahan akan
menyebabkan keasaman bahan meningkat. Hasil penelitian Susanti (1998) menyebutkan
bahwa penambahan asam sitrat sebesar 6% b/v pada beras merah sebelum disangrai dapat
menurunkan pH hingga menjadi 3,58. Vargaz dan Lopez (2003) menjelaskan bahwa
kebanyakan antosianin lebih stabil dan sangat berwarna pada pH < 4.
Asam sitrat bersifat sinergis terhadap antioksidan karena mengikat ion logam
bebas sehingga dapat menghambat terjadinya reaksi antara ion logam yang bebas yang
dapat menyebabkan perubahan warna, rasa dan ketengikan (Winarno, 1997).
Perendaman dalam larutan asam sitrat dimaksudkan agar asam sitrat lebih banyak
diserap oleh beras hitam.
2.5 Penyangraian
Penyangraian merupakan penggorengan tanpa minyak (frying without oil).
Retnandari dan Tjokrowinoto (1991) menyatakan, penyangraian adalah suatu proses
pemanasan untuk mendapatkan aroma dan rasa yang dikehendaki sesuai selera
konsumen. Proses penyangraian menyebabkan serangkaian perubahan, baik warna
11
maupun bahan yang terkandung. Warna akan menjadi lebih pekat, dan setidaknya air yang
dikandung jauh lebih rendah.
Selama proses penyangraian terjadi perubahan fisik dan kimia seperti penguapan air,
terbentuknya senyawa volatile, karamelisasi karbohidrat, pengarangan serat kasar, denaturasi
protein, terbentuknya gas CO2 sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang khas
(Tjiptadi dan Nasution, 1978).
Proses penyangraian beras merah dalam pembuatan minuman fungsional teh beras merah dapat
merusak antosianin yang terdapat dalam beras merah diakibatkan oleh sifat antosianin yang
labil terhadap pemanasan (Hidayati et al., 2013) dan transfer panas yang tidak merata selama
penyangraian berlangsung. Menurut Hendry dan Houghton (1996) dalam Hermawan et
al.,(2010), suhu penyimpanan maupun suhu proses pengolahan mempengaruhi degradasi
antosianin. Shi dan Lynn (1992) dalam Isnaini (2010) menyatakan bahwa penyebab
kerusakan pigmen adalah perlakuan panas pada suhu 60oC selama 30-60 menit dimana
proses tersebut mengakibatkan kehilangan warna antosianin.
Adam (1973); Jian He (2004) dalam Yudiono (2011), penggunakan temperatur tinggi,
antosianin akan membentuk khalkone yang cincinnya terbuka (sifatnya labil) dan bila
pemanasan diteruskan serta dengan adanya O2 maka akan membentuk produk berwarna
coklat. Degradasi antosianin dimungkinkan juga terjadi selama proses penyeduhan. Suhu
tinggi menyebabkan hilangnya glikosil pada antosianin dengan hidrolisis ikatan glikosidik.
Aglikon yang dihasilkan kurang stabil dan menyebabkan hilangnya warna pada antosianin
(Hermawan et al., 2010). Selain itu, kerusakan pada gugus aktif pigmen (flavium kation)
menyebabkan pemucatan warna (Jenie, 1997 dalam Isnaini, 2010).
Download