BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terelakkan dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Hampir setiap saat kita bertindak dan belajar dengan dan melalui komunikasi. Komunikasi merupakan medium penting bagi pembentukan atau pengembangan pribadi untuk kontak sosial. Melalui komunikasi seseorang tumbuh dan belajar, menemukan pribadi diri sendiri dan orang lain, kita bergaul, bersahabat, bermusuhan, mencintai atau mengasihi orang lain, membenci orang lain dan sebagainya. Ada beberapa bentuk komunikasi yang saat ini kita kenal, salah satunya adalah komunikasi antarpribadi. Sebagian besar komunikasi yang kita lakukan berlangsung dalam situasi komunikasi antarpribadi. Situasi komunikasi antarpribadi ini bisa kita temui dalam konteks kehidupan dua orang, keluarga, kelompok maupun organisasi. Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan jalinan hubungan interaktif antara seorang individu dan individu lain di mana lambang-lambang pesan secara efektif digunakan, terutama lambang-lambang bahasa. Penggunaan lambang-lambang bahasa verbal, terutama yang bersifat lisan di dalam kenyataan kerapkali disertai dengan bahasa isyarat terutama gerak atau bahasa tubuh (body language), seperti senyuman tertawa, dan menggeleng atau menganggukan Universitas Sumatera Utara kepala. Komunikasi antara pribadi umumnya dipahami lebih bersifat pribadi (private) dan berlangsung secara tatap muka (face to face). Komunikasi antarpribadi mempunyai berbagai macam manfaat. Melalui komunikasi antarpribadi kita bisa mengenal diri sendiri dan orang lain, mengetahui dunia luar dan dapat menjalin hubungan yang lebih bermakna. Melalui komunikasi antarpribadi kita bisa melepaskan ketegangan, memperoleh hiburan dan menghibur orang lain. Komunikasi antarpribadi juga dapat digunakan untuk mengubah nilai-nilai dan sikap seseorang. Singkatnya komunikasi antarpribadi mempunyai berbagai macam kegunaan. Dalam kaitannya untuk mengenali diri sendiri dan orang lain, komunikasi antarpribadi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang. Terkait dengan pembentukannya, konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi dan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri. Konsep diri individu terbentuk melalui imajinasi individu tentang respon yang diberikan oleh orang lain melalui proses komunikasi. Diri pribadi adalah suatu ukuran kualitas yang memungkinkan seseorang untuk dianggap dan dikenali sebagai individu yang berbeda dengan individu lainnya. Kualitas yang membuat seseorang memiliki kekhasan sendiri sebagai manusia ini, tumbuh dan berkembang melalui interaksi sosial, yaitu berkomunikasi dengan orang lain. Individu tidak dilahirkan dengan membawa kepribadian. Pengalaman dalam kehidupan akan membentuk diri pribadi setiap manusia, tetapi setiap orang juga harus menyadari apa yang sedang terjadi dan apa yang telah terjadi pada diri pribadinya. Kesadaran terhadap diri pribadi ini pada Universitas Sumatera Utara dasarnya adalah suatu proses persepsi yang ditujukan pada dirinya sendiri yang kemudian kita sebut sebagai konsep diri. Konsep diri sangat erat kaitannya dengan diri individu. Kehidupan yang sehat, baik fisik maupun psikologi salah satunya di dukung oleh konsep diri yang baik dan stabil. Konsep diri adalah hal-hal yang berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan serta keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu tentang dirinya. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan individu dalam membina hubungan interpersonal. Meski konsep diri tidak langsung ada, begitu individu di lahirkan, tetapi secara bertahap seiring dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan individu, konsep diri akan terbentuk karena pengaruh ligkungannya. Selain itu konsep diri juga akan dipelajari oleh individu melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain termasuk berbagai stressor yang dilalui individu tersebut. Hal ini akan membentuk persepsi individu terhadap dirinya sendiri dan penilaian persepsinya terhadap pengalaman akan situasi tertentu. Di era yang modern ini sangatlah penting bagi setiap individu untuk memahami maupun mengenal konsep diri, terutama bagi kaum remaja yang belum begitu stabil keadaan psikologisnya. Di tengah kehidupan sosial dan kepungan media yang senantiasa menawarkan berbagai nilai, remaja harus dapat memahami dengan baik konsep dirinya, karena melalui pemahaman terhadap konsep diri, seorang remaja dapat mengenal siapa dirinya yang sebernarnya, seperti apakah dia, dan bagaimana cara dia menjaga diri serta memperbaiki diri menjadi lebih baik lagi. Masa remaja memang masa yang menyenangkan sekaligus masa yang tersulit dalam hidup seseorang. Di masa ini seorang anak mulai mencari jati diri mereka. Universitas Sumatera Utara Umumnya anak terutama dalam fase usia remaja mulai mengalami kesulitan dalam proses menemukan jati diri dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Tidak jarang berbagai masalah dapat timbul, seperti kenakalan remaja, kekerasan, penggunaan obat terlarang dan dan perilaku menyimpang lainnya. Dengan keluarga yang lengkap sekalipun, seringkali juga seorang anak masih terganggu proses pembentukan konsep diri positifnya, terlebih jika anak tersebut berasal dari latar belakang keluarga yang kurang beruntung seperti anakanak broken home, anak-anak dari keluarga yatim dan/atau piatu dan yang berasal dari ekonomi yang tidak mampu. Rasa minder atau kurang percaya diri kerap kali menjadi hambatan utama dalam cara menilai dirinya sendiri, belum lagi jika remaja tersebut tinggal dalam lingkungan sosial yang kurang baik, seperti jalanan misalnya. Akan sangat mudah bagi mereka terpengaruh dengan lingkungannya. Masalah kenakalan remaja dan anak jalanan telah menjadi polemik tersendiri bagi bangsa Indonesia. Pemerintah dan berbagai pihak lembaga sosial independen telah mengupayakan berbagai cara untuk mengatasinya, baik melalui pendirian berbagai sarana dan prasarana bagi mereka, seperti rumah singgah atau panti asuhan, fasilitas pendidikan dan pelatihan juga disiapkan untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang baik, produktif serta kondusif bagi anak dan remaja yang kurang beruntung. Salah satu yayasan sosial independen yang peduli dan concern terhadap masalah anak di Indonesia adalah Yayasan SOS Desa Taruna. SOS Desa Taruna adalah sebuah yayasan sosial independen non-politik yang berkarya bagi anak-anak dengan pola pengasuhan anak jangka panjang berbasis keluarga. konsep SOS Desa Taruna membantu mengasuh dan memberi masa depan yang cerah bagi anak-anak yatim piatu dan kurang beruntung yang Universitas Sumatera Utara berasal dari latar belakang suku, agama dan ras yang berbeda. Yayasan ini memberi kembali kasih sayang melalui rumah tinggal, keluarga, dan kehidupan yang memadai agar kelak mereka memiliki kehidupan yang mandiri. Tahun 1972, SOS didirikan pertama di kota Lembang, Jawa Barat, yang lebih dikenal dengan nama SOS Desa Taruna. Pendiri yayasan tersebut adalah Dr. Agus Prawoto. Hingga saat ini Indonesia memiliki delapan buah SOS Desa Taruna, yaitu di Lembang, Jakarta (Cibubur), Semarang, Bali (Tabanan), Flores (Maumere), Medan, Melaboh dan Banda Aceh. Ketiga desa terakhir dibangun sebagai hasil uluran kasih SOS Kinderdorf International beserta sejumlah organisasi/perusahaan swasta, baik luar negeri maupun dalam negeri, sebagai donatur bagi pembangunannya. Yayasan ini berkarya bagi anak-anak yatim piatu, terlantar atau yang keluarganya tidak mampu mengasuh mereka. Mereka memberikan kesempatan kepada anak-anak ini untuk membangun hubungan yang langgeng dalam sebuah keluarga. Pendekatan melalui sebuah keluarga di SOS Desa taruna ini didasarkan pada empat prinsip yaitu : setiap anak membutuhkan seorang Ibu, tumbuh secara alamiah dengan kakak dan adik, di dalam rumah mereka sendiri, dan di dalam lingkungan desa yang mendukungnya. Setiap desa terdiri dari 12-15 rumah dan tiap-tiap rumah ditinggali oleh seorang Ibu Pengasuh, dengan 8-10 anak dengan rentang usia berjenjang, mulai dari bayi hingga SMA. Situasi dan keadaan di tempat ini diciptakan semirip mungkin dengan keadaan keluarga pada umumnya, berbagai fasilitas dan sarana juga disiapkan guna menunjang bakat dan prestasi setiap anak, namun tetap saja dapat ditemui berbagai masalah komunikasi, interaksi sosial, dan masalah pembentukan konsep Universitas Sumatera Utara diri. Beberapa diantara mereka masih sulit untuk terbuka dalam berkomunikasi dan masih kurang percaya diri. Berdasarkan latar belakang masalah inilah, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti sejauhmana pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap pembentukan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Sejauhmana pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap pembentukan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan?” 3. Pembatasan Masalah Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut 1. Yang dimaksud dengan komunikasi antarpribadi dibatasi pada faktorfaktor komunikasi yang mempengaruhi hubungan antarpribadi seperti sikap percaya, sikap suportif dan sikap terbuka. 2. Yang dimaksud dengan konsep diri dibatasi pada dua dimensi yaitu : - dimensi internal yang terdiri atas tiga bentuk yaitu ; diri identitas, diri pelaku, dan diri penerimaan. - dimensi eksternal yang terdiri atas lima bentuk yaitu ; diri fisik, diri etik moral, diri pribadi, diri keluarga dan diri sosial. Universitas Sumatera Utara 3. Objek penelitian ini adalah terbatas pada remaja di Yayasan SOS Medan, yang berusia 11 s/d 17 tahun (SMP s/d SMA). 4. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2009. 4. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kecakapan komunikasi antarpribadi remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. 2. Untuk mengetahui konsep diri yang dimiliki oleh remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. 3. Untuk mengetahui pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap pembentukan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam Ilmu Komunikasi khususnya yang berkaitan dengan Komunikasi Antarpribadi. 2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU. 3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan/kontribusi yang positif bagi pihak Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Universitas Sumatera Utara 5. Kerangka Teori Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995:39). Kerlinger menyatakan teori merupakan himpunan konstruk (konsep), defenisi, dan proposisi yang menemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menggambarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004:6). Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah : 5.1 Komunikasi Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication berasal dari bahasa Latin : Communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna (Effendy, 2003 : 9). Rumusan komunikasi yang sangat dikenal orang adalah rumusan yang dibuat oleh Harold Laswell. Menurut Laswell (Mulyana, 2002 : 62) komunikasi adalah : “who says what in which chanell to whom with what effect”. Jadi, jika dipilah-pilahkan akan terdapat lima unsur atau komponen di dalam komunikasi, yaitu : Siapa yang mengatakan komunikator (communicator) Apa yang dikatakan pesan (message) Media apa yang digunakan media (channel) Kepada siapa pesan disampaikan komunikan (communicant/receiver) Universitas Sumatera Utara Akibat yang terjadi efek (effect) Jadi, berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. 5.2 Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses sosial dimana orangorang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh DeVito (1976) bahwa, komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung. Menurut Evert M. Rogers (Liliweri, 1991:13) ada beberapa ciri komunikasi antarpribadi, yaitu: 1. Arus pesan dua arah. 2. Konteks komunikasi adalah tatap muka. 3. Tingkat umpan balik yang tinggi. 4. Kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas yang tinggi. 5. Kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban. 6. Efek yang terjadi antara lain perubahan sikap. Asumsi dasar komunikasi antarpribadi adalah bahwa setiap orang yang berkomunikasi akan membuat prediksi pada data psikologis tentang efek atau perilaku komunikasinya, yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksinya. Jika menurut persepsi komunikator reaksi komunikan menyenangkan maka ia akan merasa bahwa komunikasinya telah berhasil. Universitas Sumatera Utara Menurut Jalaluddin Rakhmat (Rakhmat, 2005:129) dalam bukunya Psikologi Komunikasi menjelaskan bahwa, pola-pola komunikasi antarpribadi (interpersonal) mempunyai efek yang berlainan pada hubungan antarpribadi. Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering orang melakukan komunikasi antarpribadi dengan orang lain, makin baik hubungan mereka. Bila diantara komunikator dan komunikan berkembang sikap curiga, maka makin sering mereka berkomunikasi makin jauh jarak yang timbul. Yang menjadi soal bukanlah berapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Ada beberapa faktor yang dapat menumbuhkan hubungan antarpribadi yang baik, yaitu : sikap percaya, sikap suportif dan terbuka. Percaya (trust), menentukan efektivitas komunikasi. Secara ilmiah percaya didefenisikan sebagai mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko (Griffin, 1967:224-234). Menurut Johnson (1981), mempercayai meliputi membuka diri dan rela menunjukkan penerimaan dan dukungan kepada orang lain. Ada tiga faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya atau mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada sikap saling percaya, yaitu ; menerima, empati dan kejujuran. Sikap Suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang bersikap defensif bila ia tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empatis. Sudah jelas dengan sikap defensif, komunikasi interpersonal akan gagal ; karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami pesan orang lain. Perilaku yang menimbulkan iklim suportif adalah ; Universitas Sumatera Utara deskripsi, orientasi masalah, spontanitas, empati, persamaan, dan provisionalisme. Sikap Terbuka (open-mindedness) amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi antarpribadi yang efektif. Karakteristik sikap terbuka adalah sebagai berikut ; - Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika - Membedakan suasana dengan mudah, melihat nuansa. - Mencari informasi dari berbagai sumber - Lebih bersifat provisionalisme dan bersedia mengubah kepercayaannya - Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya. Bersama-sama dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai dan yang paling penting dapat saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal melalui komunikasi yang dilakukan. 5.3 Konsep Diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pegalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungannya. Fitts (1971) membagi konsep diri dalam dua dimensi, yaitu sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara a. Dimensi Internal Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk : 1. Diri Identitas (Identity self) Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, “Siapakah saya?” dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya. 2. Diri Pelaku (Behavioral self) Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”. 3. Diri Penerimaan/Penilai (Judging self) Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri dan identitas pelaku. b. Dimensi Eksternal Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi eksternal terbagi atas lima bentuk yaitu : 1. Diri Fisik (physical self) Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Universitas Sumatera Utara (cantik, jelek, menarik, tidak menarik, tinggi, pendek, gemuk, kurus dan sebagainya). 2. Diri Etik-moral (moral-ethical self) Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungannya dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan agamanya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk. 3. Diri Pribadi (personal self) Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauhmana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat. 4. Diri Keluarga (family self) Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa dekat terhadap dirinya sebagai anggota dari suatu keluarga. 5. Diri Sosial (social self) Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya. Seluruh bagian diri ini, baik internal maupun eksternal, saling berinteraksi dan membentuk suatu kesatuan yang utuh. Universitas Sumatera Utara 5.4 Remaja Secara sederhana remaja didefenisikan sebagai periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau jika seseorang sudah menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah tersinggung perasaannya dan sebagainya. Pada tahun 1974, WHO memberikan defenisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam defenisi tersebut dikemukakan 3 kriteria, yaitu biologik, psikologik dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap defenisi tersebut berbunyi sebagai berikut : 1. individu berkembang dari saat ia pertama kali menunjukkan tandatanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual (biologik). 2. individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa (psikologik). 3. terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (sosial-ekonomi). Pada tahun-tahun berikutnya, defenisi ini makin berkembang ke arah yang lebih kongkret operasional. WHO kemudian menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja (Sarwono, 2004: 9). 5.5 Teori S-O-R S-O-R adalah singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Menurut teori ini, organisme menghasilkan perilaku tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu. Universitas Sumatera Utara Maksudnya adalah keadaan internal organisme berfungsi menghasilkan respon tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula. Prof. Dr. Mar’at (Effendy, 2003 : 253), dalam bukunya “Sikap Manusia, Perubahan, serta Pengukurannya” mengutip pendapat Hovland, Janis, dan Kelly yang mengatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru, ada tiga variabel penting, yaitu a. Perhatian b. Pengertian c. Penerima Dari uraian diatas, maka proses komunikasi S-O-R dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Stimulus Organisme : Perhatian Pengertian Penerima Respon (Effendy, 2003 : 253) Jika substansi teori diatas dihubungkan dengan penelitian mengenai komunikasi antarpribadi dan pembetikan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, maka hubungannya dengan teori S-O-R dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Stimulus (pesan) yang dimaksud adalah komunikasi antarpribadi 2. Organisme (komunikan) yang menjadi sasaran adalah remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Universitas Sumatera Utara 3. Respon (efek) yang dimaksud adalah pembentukan konsep diri remaja di Yayasan Save Our Soul (SOS) Desa Taruna, Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan. 6. Kerangka Konsep Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan pada perumusan hipotesa (Nawawi, 1995 : 40 ). Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995 : 57). Jadi kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Variabel Bebas (X) Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur lain (Nawawi, 2001: 56). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Universitas Sumatera Utara b. Variabel Terikat (Y) Variabel terikat adalah suatu variabel yang merupakan akibat atau yang dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya (Rakhmat, 2004 : 12). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pembentukkan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. c. Variabel Antara (Z) Variabel antara yang berada diantara variabel bebas dan variabel terikat, berfungsi sebagai penguat atau pelemah hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat tersebut. Variabel antara dalam penelitian ini adalah karakteristik responden. 7. Model Teoritis Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut : Variabel Bebas (X) Komunikasi Antarpribadi + Variabel Terikat (Y) Konsep Diri Remaja Variabel Antara (Z) Karakteristik Responden 8. Operasional Variabel Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, maka dibuat operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian penelitian ini, yaitu : Universitas Sumatera Utara Tabel 1 Operasional Variabel Variabel Teoritis Komunikasi Antarpribadi (X) Konsep diri (Y) Karakteristik Responden (Z) Variabel Operasional 1. Sikap Percaya a. Menerima b. Empati c. Kejujuran 2. Sikap Suportif a. Deskripsi b. Orientasi Masalah c. Spontanitas d. Empati e. Persamaan f. Provisionalisme 3. Sikap Tebuka a. Menilai pesan secara objektif b. Membedakan suasana dengan mudah c. Berorientasi pada isi d. Mencari informasi dari berbagai sumber e. Bersifat provisonalisme f. Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya 1. Dimensi Internal a. Diri Identitas (Identity Self) b. Diri Pelaku (Behavioral Self) c. Diri Penilai (Judging self) 2. Dimensi eksternal a. Diri Fisik (Physical Self) b. Diri Etik-Moral (Moral-Ethical Self) c. Diri Pribadi (Personal Self) d. Diri keluarga (Family Self) e. Diri Sosial (Social Self) a. Jenis kelamin b. Usia c. Pendidikan d. Lama waktu tinggal di Yayasan 9. Defenisi Variabel Operasional Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Definisi operasional adalah Universitas Sumatera Utara suatu petunjuk pelaksanaan menganai cara-cara untuk mengukur variabelvariabel. Definisi operasional juga merupakan suatu informasi alamiah yang amat membantu peneliti lain yang akan menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995 : 46). Definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah : a. Variabel Bebas (Komunikasi Antarpribadi) terdiri dari : 1. Percaya : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam membuka diri dan menunjukkan penerimaan dan dukungan kepada orang lain. a. Menerima : adalah kemampuan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam berhubungan dengan orang lain yang menerima orang lain apa adanya, dan memandang orang lain secara realistis. b. Empati : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam memahami perasaan orang lain c. Kejujuran : sikap pengungkapan yang dilakukan secara benar, apa adanya dan tidak pura-pura oleh remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. 2. Sikap Suportif : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan yang tidak defensif dalam berkomunikasi, dapat menerima, jujur dan empatis. a. Deskripsi : penyampaian perasaan dan persepsi yang dilakukan oleh remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan secara terbuka dengan tetap menghargai perasaan orang lain. Universitas Sumatera Utara b. Orientasi Masalah : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam mengkomunikasikan keinginan untuk bekerja sama mencari pemecahan masalah. c. Spontanitas : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam. d. Empati : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam memahami perasaan orang lain e. Persamaan : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam memperlakukan remaja lain secara horizontal dan demokratis. f. Provisionalisme : kesediaan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan untuk meninjau kembali pendapat, untuk mengakui bahwa pendapatnya itu mungkin salah. 3. Sikap Tebuka : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam menerima dan memberi informasi kepada orang lain. a. Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika yaitu : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam menerima pesan secara objektif, dan mengevaluasinya berdasarkan logika bukan berdasarkan perasaannya terhadap sumber pesan (komunikator). b. Membedakan suasana dengan mudah yaitu : kemampuan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan untuk dapat berpikir dan membedakan antara benar dan salah serta mampu berdiri pada posisi netral untuk mengambil keputusan. Universitas Sumatera Utara c. Berorientasi pada isi yaitu : sikap remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam mengkaji dan menerima pesan yang diterimanya berdasarkan isi dari pesan tersebut bukan berdasarkan siapa yang menyampaikan pesan tersebut. d. Mencari informasi dari berbagai sumber yaitu : kesediaan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam mencari informasi dan mengembangkan kerangka berpikirnya dari berbagai sumber baru, bukan hanya dari pihak-pihak yang terdekat saja. e. Bersifat provisional yaitu : kesediaan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam menerima saran dan kritik dari orang lain seta mau mengubah pendapat atau keyakinannya bila terdapat bukti dan fakta yang cukup. f. Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya yaitu : kesediaan remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam menerima pandangan dan mencoba mengerti orang lain dalam menghadapi benturan gagasan/pendapat dengan orang lain. b. Variabel Terikat (Konsep Diri) terdiri dari : 1. Dimensi Internal : penilaian yang dilakukan oleh remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya a. Diri Identitas (Identity Self) : label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya. Universitas Sumatera Utara b. Diri Pelaku (Behavioral Self) : persepsi remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan, tentang tingkah lakunya yang berisikan segala kesadaran mengenai apa yang dilakukan oleh diri sendiri, menyangkut peran dan tanggung jawabnya. c. Diri Penilai (Judging self) : diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri remaja dan identitasnya sebagai pelaku di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. 2. Dimensi eksternal : dimensi dimana remaja Yayasan SOS Desa Taruna Medan menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. a. Diri Fisik (Physical Self) : persepsi remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan, terhadap keadaan diri secara fisik. b. Diri Etik-Moral (Moral-Ethical Self) : persepsi remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan terhadap dirinya dilihat dari pertimbangan nilai moral dan etika. c. Diri Pribadi (Personal Self) : persepsi remaja Yayasan SOS Desa Taruna Medan tentang keadaan pribadinya. Universitas Sumatera Utara d. Diri keluarga (Family Self) : perasaan dan harga diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. e. Diri Sosial (Social Self) : penilaian remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan, terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya. c. Variabel Antara (Karakteristik Responden) Karakteristik responden merupakan ciri khas yang dimiliki oleh setiap individu yang berbeda satu dengan individu lain. a. Usia : Umur responden saat mengisi kuesioner, digolongkan atas remaja awal (11-14 tahun) dan remaja pertengahan (15-18 tahun) b. Jenis Kelamin : Penggolongan sex responden, yakni laki-laki dan perempuan c. Tingkat Pendidikan : Latar belakang pendidikan responden, SMP dan SMA 10. Hipotesis Secara etimologis hipotesis dibentuk dari dua kata, yaitu hypo dan thesis. Hypo berarti kurang dan thesis berarti pendapat. Jadi hipotesis merupakan kesimpulan yang belum sempurna, sehingga disempurnakan dengan membuktikan kebenaran hipotesis yaitu dengan menguji hipotesis dengan data di lapangan (Burhan Bungin, 2001 : 90). Universitas Sumatera Utara Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Ho : tidak terdapat pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap pembentukan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Ha : terdapat pengaruh komunikasi antarpribadi terhadap pembentukan konsep diri remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Medan. Universitas Sumatera Utara