BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Struktur Modal Struktur modal adalah

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur Modal
Struktur modal adalah “kombinasi dari hutang dan ekuitas yang
memaksimumkan harga saham perusahaan” (Brigham dan Houston, 2010: 45).
Dimana kunci dalam pendanaan perusahan adalah hutang dan ekuitas. Untuk
mempercepat pertumbuhan perusahaan pembiayaan tidak hanya terbatas pada
penggunaan laba ditahan dari perusahaan.
Perusahaan juga menggunakan
pendanaan yang berasal dari hutang dan ekuitas untuk meningkatkan kemampuan
perusahaan dalam capital expenditures, pengembangan proyek, dan ekspansi
operasional perusahaan.
2.1.1. Pengertian Struktur Modal
Dalam pasar modal sempurna, dikatakan bahwa struktur modal tidak
berpengaruh dalam penilaian perusahaan.
Dalam keadaan seperti ini nilai
perusahaan hanya bergantung kepada penghasilan bersih yang didapat di masa
yang akan datang. Kenyataannya tidak ada bentuk pasar seperti ini sehingga
sebenarnya struktur modal dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Adapun alasan
mengapa struktur modal berpengaruh terhadap nilai perusahaan adalah (Van
Horne dan Wachowicz 2007: 242)
1.
Argumentasi Arbitrase
Dalam argumentasi arbitrase dinyatakan bahwa suatu perusahaan yang
mengombinasikan pendanaan eksternalnya antara hutang dan ekuitas dapat
memiliki nilai perusahaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan
8
Universitas Sumatera Utara
sejenis yang tidak melakukan kombinasi atas pendanaannya. Tingkat bunga
hutang yang lebih rendah menyebabkan nilai pasar dari perusahaan yang
menggunakan hutang menjadi lebih tinggi. Dengan nilai perusahaan yang
tinggi, pemegang saham dimungkinkan untuk mendapatkan keuntungan dari
adanya perbedaan nilai tersebut. Keuntungan tersebut dapat diperoleh dengan
menjual saham yang memiliki nilai lebih tinggi dan membeli saham dengan
nilai yang lebih rendah.
2.
Pajak
Keberadaan pajak dapat mempengaruhi keputusan dari struktur modal
perusahaan. Penggunaan hutang dalam pendanaan perusahaan menimbulkan
biaya bunga yang pada akhirnya dapat memberikan keuntungan pajak bagi
perusahaan.
3.
Biaya Kebangkrutan
Dengan adanya unsur hutang pada struktur modal perusahaan, maka akan
memiliki ekspektasi biaya kebangkrutan. Biaya ini timbul akibat adanya
kemungkinan di masa yang akan datang perusahaan tidak dapat membayar
kembali hutang yang telah dilakukan.
4.
Biaya Agensi
Biaya ini adalah biaya yang berhubungan dengan manajemen pengawasan
untuk memastikan bahwa pihak manajemen berperilaku dalam cara yang
konsisten dengan kesepakatan kontraktual perusahaan dengan para kreditur
serta pemegang saham.
9
Universitas Sumatera Utara
5.
Biaya Transaksi
Biaya ini timbul pada saat perusahaan membutuhkan pendanaan yang berasal
dari luar perusahaan. Pada saat perusahaan dihadapkan dengan situasi seperti
ini, perusahaan berfikir apakah biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapat
pembiayaan yang berasal dari luar akan lebih besar dari keuntungan yang
akan dihasilkan nantinya.
2.1.2. Sumber-sumber Pendanaan Perusahaan
Dalam menentukan sumber-sumber pendanaan, perusahaan dapat memilih
pendanaan yang berasal dari dalam perusahaan atau dari luar perusahaan.
Pendanaan yang berasal dari dalam perusahaan laba ditahan sedangkan pendanaan
yang berasal dari luar perusahaan berupa hutang dan saham.
1.
Pendanaan internal perusahaan (laba ditahan)
Pendanaan internal perusahaan ialah pendanaan perusahaan dengan
menggunakan laba ditahan. Pengertian laba ditahan merupakan akumulasi
laba bersih perusahaan yang tidak didistribusikan kepada pemegang saham
sebagai deviden.
Dalam suatu perusahaan nilai minimum laba ditahan
sudah ditentukan. Jadi, nilai minimum dari jumlah laba ditahan tidak boleh
didistribusikan sebagai deviden oleh perusahaan, maka selanjutnya laba
ditahan tersebut digunakan untuk melakukan ekspansi atau memperbaiki
kegiatan operasional perusahaan.
10
Universitas Sumatera Utara
2.
Pendanaan eksternal perusahaan
Pendanaan eksternal perusahaan terdiri dari dua jenis sumber pendanaannya,
antar lain:
a.
Hutang
Hutang adalah sejumlah uang yang dipinjamkan secara langsung kepada
perusahaan
yang
tidak
berhubungan
dengan
kegiatan
operasional
perusahaan. Hutang dikategorikan menjadi dua jenis bedasarkan jangka
waktunya, yaitu hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang. Sumber
pendanaan yang berasal dari hutang ini harus dilunasi oleh perusahaan pada
saat jatuh tempo.
b.
Saham
Saham merupakan “bukti kepemilikan suatu perusahaan (Hanafi 2008: 427).
Para pemilik saham berhak mendapatkan deviden sebagai imbal hasil dari
investasinya di suatu perusahaan.
Ada dua jenis saham berdasarkan
prioritas pembagian deviden dan hak suaranya, yaitu saham biasa dan saham
preferen.
Pada pandangan dari para pemegang saham untuk pendanaan eksternal
perusahaan, hutang lebih disukai daripada penerbitan ekuitas. Ada dua alasan
yang bisa menjelaskan pernyataan tersebut:
1. Bunga yang dibebankan pada hutang sifatnya tetap, dan
2. Bunga yang dibebankan pada perusahaan akan mengurangi pajak yang harus
dibayar perusahaan.
11
Universitas Sumatera Utara
2.2. Teori Struktur Modal
Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur
modal terhadap nilai perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan deviden
dipegang konstan.
Dengan kata lain, kalau perubahan struktur modal tidak
merubah nilai perusahaan, berarti tidak ada struktur modal yang terbaik. Semua
struktur modal baik. Tetapi kalau dengan merubah struktur modal ternyata nilai
perusahaan berubah, maka akan diperoleh struktur modal yang terbaik. Struktur
modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan atau harga saham dalah
struktur modal yang terbaik.
Meskipun sudah banyak teori tentang struktur modal, tetapi belum ada
penjelasan yang memuaskan. Berbagai teori struktur modal akan menjelaskan
bagaimana faktor-faktor determinan memperngaruhi tingkat leverage suatu
perusahaan. Faktor-faktor determinan struktur modal yang telah diidentifikasi
oleh para ahli meliputi besarnya fixed tangible assets yang dapat dijadikan
jaminan (collateral), non-debt tax shield yaitu besarnya biaya yang mendatangkan
keuntungan pajak bagi perusahaan selain biaya bunga, besarnya peluang investasi
atau tingkat pertumbuhan perusahaan, besarnya ukuran (size) perusahaan, tingkat
profitabilitas, volatilitas dari pendapatan, besarnya pengeluaran biaya advertensi,
dan keunikan dari produk yang dihasilkan perusahaan (Harris dan Raviv, 1991).
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang struktur modal seperti berikut:
1.
Teori Modigliani-Miller
Teori struktur modal modern yang pertama ini menentang pandangan
tradisional struktur modal. Modigliani-Miller berpendapat bahwa struktur modal
12
Universitas Sumatera Utara
tidak mempengaruhi nilai perusahaan (Hanafi 2008: 299). Argumen pertama dari
Modigliani-Miller ini tanpa pajak yang kemudian disusul dengan argumen dengan
pajak. Sehingga sampai pada kesimpulan bahwa nilai perusahaan dengan hutang
lebih tinggi dibandingkan nilai perusahaan tanpa hutang. Ini dikarenakan adanya
penghematan pajak dari penggunaan hutang.
Menurut Syahyunan (2013 : 59) teori Modigliani-Miller memiliki beberapa
asumsi untuk membangun teori mereka, yaitu :
1.
Tidak terdapatnya agency cost
2.
Tidak ada pajak
3.
Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan
perusahaan
4.
Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai
prospek perusahaan di masa depan
5.
Tidak ini ada biaya kebangkrutan
6.
Earning Before Interest and taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh
penggunaan hutang
7.
tidak ada biaya transaksi
8.
Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market
value).
Inti dari teori ini adalah tidak ada rasio hutang yang optimal dan rasio
hutang tidak dapat menjelaskan nilai perusahaan. Teori ini dianggap kurang
relevan karena adanya pengurangan pajak penghasilan atas penggunaan hutang,
13
Universitas Sumatera Utara
kondisi pasar dengan asimetri informasi, serta biaya transaksi dalam pasar modal
yang tidak dimasukkan ke dalam teori Modligani-Miller ini.
2.
The Signaling Theory
Teori ini menyatakan penggunaan hutang sebagai sumber pendanaan
perusahaan sering kali dianggap sebagai sinyal positif yang menyatakan bahwa
manajemen perusahaan yakin saham perusahaan “undervalued”.
Bila kinerja
perusahaan buruk, perusahaan yakin saham perusahaan “overvalued” sehingga
jalan terbaik adalah penerbitan saham baru yang artinya sinyal negative bagi
investor.
3.
The Trade-Off Theory
Berbeda dengan teori Modligani-Miller diatas, teori Trade-Off ini
menyatakan bahwa perusahaan menyeimbangkan manfaat dari pendanaan dengan
hutang, suku bunga, dan biaya kebangkrutan. Sebagaimana dikemukakan Myers
(2001) bahwa ”Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu,
dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya
kesulitan keuangan (financial distress)”. Trade-Off Theory memprediksi bahwa
“dalam mencari hubungan antara struktur modal dan nilai perusahaan terdapat
sesuatu tingkat leverage yang optimal” (Manurung dan Darminto, 2008).
Secara prinsip, perusahaan membutuhkan pendanaan ekuitas baru apabila
rasio hutang perusahaan di atas target dan menambah hutang apabila rasio hutang
perusahaan tersebut dibawah target.
Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal
memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan
14
Universitas Sumatera Utara
kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi
efisensi pasar dan symetric information sebagai imbangan dan manfaat
penggunaan hutang. “Tingkat hutang yang optimal tercapai ketika penghematan
pajak (tax shields) mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan
keuangan (cost financial distress)” (Syahyunan, 2013 : 69).
4.
Pecking Order Theory
Pecking Order Theory menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan yang
profitable umumnya meminjam dalam jumlah yang sedikit. Hal tersebut bukan
karena mereka mempunyai target debt ratio yang rendah, tetapi karena mereka
memerlukan pendanaan eksternal yang sedikit.
Perusahaan yang kurang
profitable akan cenderung mempunyai hutang yang lebih besar karena dana
internal tidak cukup dan hutang merupakan sumber pendanaan eksternal yang
lebih disukai.
Dua asumsi kunci tentang perilaku manajer di suatu perusahaan menurut
(Myers dan Majluf: 1984), yaitu:
1. Manajer memiliki informasi yang lebih baik tentang kesempatan investasi yang
dihadapkan oleh perusahaan ketimbang para investor, dan
2. Manajer akan bertindak sesuai dengan kepentingan dari para pemegang saham
yang lama.
Dari asumsi di atas, perusahaan pasti membutuhkan pendanaan yang cukup
untuk melakukan investasi baru yaitu dengan mengeluarkan ekuitas baru. Dalam
penentuan nilai ekuitas tersebut perusahaan dan investor mungkin tidak memiliki
hasil penilaian yang sama. Hal ini dikarenakan penilaian yang dilakukan oleh
15
Universitas Sumatera Utara
perusahan menggunakan informasi yang lebih banyak tentang kesempatan yang
akan didapatkan perusahaan atas investasi tersebut dibandingkan dengan
informasi yang digunakan investor untuk penilaian ekuitas. Keadaan dimana
manajer memiliki informasi yang lebih banyak daripada investor tersebut disebut
dengan terjadinya informasi yang tidak simetris antara manajer dan investor.
Berdasarkan alasan inilah lahir Pecking Order Theory. Perusahaan berpikir
daripada perusahaan mendapatkan kerugian atas diskon dari nilai ekuitas
sebenarnya maka lebih baik perusahaan melakukan pendanaan atas investasinya
dengan pendanaan internal yang bebas dari ketidaksimetrisan informasi. Lalu,
perusahaan akan memilih sumber pendanaan selanjutnya yang berasal dari hutang
karena hutang memilik resiko yang lebih rendah dibandingkan dengan
mengeluarkan saham baru.
Pecking Order Theory lebih superior dibandingkan dengan model Trade-Off
Theory karena model trade-off lebih melakukan pendekatan secara statis atas
keputusan pendanaan, yaitu berdasarkan target dari struktur modal. Sedangkan,
Pecking Order Theory lebih menjelaskan secara dinamis tentang struktur
pendanaan perusahaan pada kondisi apapun.
Menurut Hanafi (2008: 313), secara spesifik perusahaan mempunyai urutanurutan preferensi dalam penggunaan dana. Skenario urutan dalam Pecking Order
Theory adalah berikut ini :
1.
Perusahaan memilih pendanaan internal. Dana internal tersebut diperoleh
dari laba yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan
16
Universitas Sumatera Utara
2.
Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan
kesempatan investasi. Perusahaan berusaha menghindari perubahan dividen
yang tiba-tiba. Dengan kata lain, pembayaran dividen diusahakan konstan
atau, kalau berubah terjadi secara gradual dan tidak berubah dengan
signifikan.
3.
Karena kebijakan dividen konstan, digabung dengan fluktuasi keuntungan
dan kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi, akan menyebabkan
aliran kas yang diterima perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan
pengeluaran investasi pada saat-saat tertentu. Jika kas tersebut lebih besar,
perusahaan akan membayar hutang atau membeli surat berharga. Jika kas
tersebut lebih kecil, perusahaan akan menggunakan kas yang dipunyai atau
menjual surat berharga.
4.
Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan akan memulai dengan
hutang, kemudian saham sebagai pilihan terakhir.
“Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat
hutangnya rendah karena perusahaan tersebut memiliki sumber dana internal yang
melimpah. Dalam teori Pecking Order ini tidak terdapat struktur modal yang
optimal” (Myers: 2001).
Terdapat faktor defisit pendanaan yang mempengaruhi perusahaan untuk
menggunakan pendanaan eksternal. Defisit pendanaan menunjukkan posisi kas
yang telah didapatkan dari kegiatan operasional tidak mencukupi untuk mendanai
kegiatan perusahaan di masa mendatang.
Defisit pendanaan diukur dengan
17
Universitas Sumatera Utara
“pembayaran dividen, pembayaran investasi, perubahan modal kerja dikurangi
dengan kas bersih setelah bunga dan pajak” (Frank dan Goyal, 2003).
2.3. Penelitian Sebelumnya
Sudah terdapat beberapa penulis yang telah meneliti tentang keberadaan
Pecking Order Theory, seperti :
1.
Frank dan Goyal (2003), dengan judul penelitian “Testing the Pecking
Order Theory of Capital Structure”, menguji teori Pecking Order ini pada
perusahaan publik Amerika dalam periode 1971-1998.
Hasil penelitian
mereka menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan menghadapi
ketidakcukupan pendanaan internal untuk mendanai investasi mereka.
Sehingga, mereka membutuhkan pendanaan eksternal, namun jumlah
hutangnya tidak mendominasi jumlah ekuitasnya.
2.
Penelitian keberadaan teori Pecking Order ini juga dilakukan oleh Vidal dan
Ugedo (2005) dengan judul penelitian “Financing Preferences of Spanish
Firms: Evidence on the Pecking Order Theory”. Dimana mereka menguji
perusahaan yang ada di Spanyol dan membagi perusahaan ke dalam tiga
kategori berdasarkan ukuran perusahaan, yaitu perusahaan besar, kecil, dan
menengah.
Mereka menyatakan bahwa teori Pecking Order lebih bisa
menjelaskan struktur modalnya dalam perusahaan kecil dibandingkan pada
perusahaan besar.
3.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Jibran et al. (2012) dengan judul
“Pecking at Pecking Order Theory: Evidence from Pakistan’s NonFinancial Sector, mengatakan bahwa hasil penelitian yang mereka lakukan
18
Universitas Sumatera Utara
sesuai yang dikemukakan oleh Frank dan Goyal (2003). Alasan utamanya
adalah tingkat pertumbuhan yang rendah diikuti dengan pasar modal
Pakistan yang kurang berkembang dan kurangnya budaya berinvestasi
dalam kehidupan ekonomi di Pakistan.
4.
Ruslim (2009) yang melakukan penelitian dengan judul “Pengujian
Struktur Modal (Teori Pecking Order): Analisis Empiris terhadap Saham di
LQ-45”, mengemukakan bahwa perusahaan di LQ-45 tidak mengikuti teori
Pecking Order disebabkan hasil pengujian defisit pendanaan internal hanya
siginifikansi pada level 5%, sedangkan perubahan hutang jangka pankang
lebih mampu menjelaskan perubahan struktur modal secara umum.
5.
Mahardika (2014) melakukan penelitian dengan judul “Pengujian Pecking
Order Theory dan Trade Off Theory pada Struktur Modal Perusahaan”,
mengatakan secara keseluruhan perusahaan consumer goods di Indonesia
cenderung mengikuti pandangan teori Pecking Order, hal ini diperkuat
dengan adanya pengaruh negatif profitabilitas terhadap tingkat hutang.
Tetapi perusahaan tidak secara penuh mengikuti hirarki teori Pecking Order.
6.
Yuliati (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Pengujian Pecking
Order Theory: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal
Industri Manufaktur di BEI Periode setelah Krisis Moneter”, mengatakan
berdasarkan hasil penelitiannya teori Pecking Order mendukung dalam
penjelasan perilaku pendanaan industri manufaktur yang terdaftar pada
Bursa Efek Indonesia pada periode sebelum dan setelah krisis.
19
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
Teknik
Analisis
Data
Panel
Regression
Model
No.
Peneliti/Tahun
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
1.
Frank and Goyal/
2003
Testing The
Pecking Order
Theory of Capital
Structure
2.
Vidal and Ugedo/
2005
Financing
Preferences of
Spanish Firms:
Evidence on the
Pecking Order
Panel
Regression
Model
Teori Pecking Order lebih
bisa menjelaskan struktur
modalnya pada perusahaan
kecil dibandingkan pada
perusahaan besar.
3.
Jibran et al./ 2012
Pecking at
Pecking Order
Theory: Evidence
from Pakistan’s
Non-Financial
Sector
OLS Linear
regression
Teori Pecking Order
berlaku lemah. Perusahaan
sektor non-keuangan
menghadapi
ketidakcukupan pendanaan
internal untuk mendanai
investasi mereka.
Sehingga, mereka
membutuhkan pendanaan
eksternal, namun jumlah
hutangnya tidak
mendominasi jumlah
ekuitasnya.
Sebagian besar perusahaan
di Amerika menghadapi
ketidakcukupan pendanaan
internal untuk mendanai
investasi mereka.
Sehingga, mereka
membutuhkan pendanaan
eksternal, namun jumlah
hutangnya tidak
mendominasi jumlah
ekuitasnya.
20
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No.
Peneliti/ Tahun
Judul Penelitian
Teknik
Hasil Penelitian
Analisis
Data
Generalized Perusahaan di LQ-45 tidak
Moment
mengikuti teori Pecking
Method
Order disebabkan hasil
pengujian defisit
pendanaan internal hanya
siginifikansi pada level
5%, sedangkan perubahan
hutang jangka pankang
lebih mampu menjelaskan
perubahan struktur modal
secara umum.
4.
Ruslim/ 2009
Pengujian
Struktur Modal
(Teori Pecking
Order): Analisis
Empiris terhadap
Saham di LQ-45
5.
Mahardika/ 2014
Pengujian
Pecking Order
Theory dan Trade
Off Theory pada
Struktur Modal
Perusahaan
Model
Regresi,
Pooled
Least
Square
6.
Yuliati/ 2011
Pengujian
Pecking Order
Theory: Analisis
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Struktur Modal
Industri
Manufaktur di
BEI Periode
setelah Krisis
Moneter
Analisis
Regresi
Berganda
Secara keseluruhan
perusahaan consumer
goods di Indonesia
cenderung mengikuti
pandangan teori Pecking
Order, hal ini diperkuat
dengan adanya pengaruh
negatif profitabilitas
terhadap tingkat hutang.
Tetapi perusahaan tidak
secara penuh mengikuti
hirarki teori Pecking
Order.
Teori Pecking Order
mendukung dalam
penjelasan perilaku
pendanaan industri
manufaktur yang terdaftar
pada Bursa Efek Indonesia
pada periode sebelum dan
setelah krisis.
21
Universitas Sumatera Utara
2.4. Kerangka Pemikiran
Dalam pembentukan struktur modal terdapat berbagai teori yang
menjelaskan perilaku pembentukan struktur modal tersebut.
Salah satu teori
mengenai pembentukan struktur modal adalah Pecking Order Theory.
Pecking Order Theory menunjukkan bahwa perusahaan mengutamakan
pendanaan internal (laba ditahan) daripada pendanaan eksternal (hutang kemudian
saham) dalam pendanaan perusahaan (Myers:1984).
Menurut Vidal dan Ugedo (2005) untuk membuktikan keberadaan Pecking
Order Theory dalam struktur modal perusahaan dilakukan dengan menguji
perubahan dari tiga sumber pendanaan terbesar secara akuntansi (laba ditahan,
hutang, dan penerbitan ekuitas) lebih baik dengan model Watson dan Wilson
(2002).
Model analisis regresi dimana variabel terikat merupakan tingkat
pertumbuhan aktual dari seluruh perusahaan yaitu perubahan total harta dan
variabel bebasnya terdiri dari perubahan relatif dari setiap sumber pendanaan
perusahaan yaitu, laba ditahan, penerbitan ekuitas dan total hutang.
Dari
permodelan ini akan diketahui perusahaan lebih menggunakan pendanaan yang
bersumber dari internal perusahaan atau eksternal perusahaan. Setelah itu, untuk
mengetahui apakah perusahaan lebih memilih hutang jangka panjang atau
penerbitan ekuitas sebagai sumber pendanaan eksternal dalam membiayai defisit
pendanaannya digunakan model Shyam Sunders dan Myers (1999)
Berdasarkan uraian teoritis dan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan
sebelumnya, kerangka pemikiran penelitian ini digambarkan pada Gambar 2.1
berikut:
22
Universitas Sumatera Utara
Struktur Modal dalam Laporan
Keuangan Perusahaan
Pengujian Pecking Order Theory
Penentuan Sumber Eksternal
Pembiayaan Defisit Pendanaan
Model Watson dan Wilson
Model Shyam-Sunder dan Myers
Gambar 2.1.
Kerangka Pemikiran
2.5. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis penelitian ini ialah :
1.
Pecking Order Theory mampu menjelaskan perilaku struktur modal
perusahaan consumer goods yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
2.
Perusahaan consumer goods lebih banyak menggunakan hutang jangka
panjang dibandingkan dengan penerbitan ekuitas untuk mendanai defisit
pendanaan harta bersih perusahaan.
23
Universitas Sumatera Utara
Download