Fenomena Lesbian dalam Kajian Jender ( Realita Lesbian di

advertisement
BAB II
LESBIAN DALAM KAJIAN JENDER
2.1
Pengantar
Dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini sudah banyak kita temui sebuah komunitas
wanita yang menyebut diri mereka seorang Lesbian (perilaku homoseksual pada perempuan).
Lesbian adalah sebuah hubungan emosional yang melibatkan rasa, cinta dan kasih sayang dua
manusia yang memiliki jenis kelamin sama yakni perempuan.11 Dalam bab ini, penulis akan
memaparkan lebih mendalam mengenai lesbian yang dikaji dalam kajian jender. Adapun
pembahasan yang akan di paparkan secara berturut – turut ialah (1) definisi dan sejarah
lesbian, (2) lesbian secara umum, (3) memahami studi jender, (4) pendekatan feminis dalam
studi jender, (5) Queer Theory, serta (6) lesbian dalam kristen.
2.2
Definisi dan sejarah lesbian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lesbian adalah wanita yang mencintai
atau merasakan rangsangan seksual sesama jenisnya; wanita homoseks”.12 Lesbian adalah
istilah perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan atau
disebut juga perempuan yang mencintai perempuan baik secara fisik, seksual, emosional atau
secara spiritual. Lesbian juga adalah seorang perempuan yang memiliki ikatan emosionalerotis dan seksual terutama dengan perempuan atau yang melihat dirinya terutama sebagai
bagian dari sebuah komunitas yang mengidentifikasikan diri lesbian yang memiliki ikatan
11
12
Kartini Kartono. Psikologi Abnormalitas dan Abnormalitas Seksual (Bandung: Mandar Maju. 2009), 250
KBBI Edisi kedua, 1995
11
emosional-erotis dan seksual dengan perempuan, dan yang mengidentifikasikan dirinya
seorang lesbian.13
Kehidupan kaum lesbian sebenarnya sudah ada sejak jaman kuno. Kota yang terkenal
menjadi kehidupan kedua penganut pola hidup ini adalah kota Sodom dan Gomora. Akhirnya
kedua kota tersebut mendapat laknat berupa penghancuran dari Tuhan. Namun, budaya
tersebut tidak serta merta hilang seiring dengan musnahnya kota Sodom dan Gomora.14
Meski sebagian masyarakat masih belum bisa menerima orientasi seksual yang demikian,
namun eksistensi kaum lesbi masih saja ada hingga saat ini.
Seorang penyair wanita dari Yunani kuno bernama Sappho diketahui telah menulis
puisi cinta untuk perempuan maupun laki-laki. Hal inilah yang kemudian dibuat contoh
sebagai awalnya biseksualitas. Dua istilah yang mengacu pada homoseksualitas perempuan
berasal dari Sappho. Istilah tersebut adalah Sapphic dan Lesbian. Dimana, istilah sapphic
mengacu pada nama Sappho, dan Lesbian, merujuk pada nama pulau tempat Sappho
dilahirkan.15 Dia adalah tokoh yang memperjuangkan hak-hak wanita, sehingga banyak
pengikut-pengikutnya. Akan tetapi, dia kemudian jatuh cinta kepada beberapa pengikutnya
dan menulis puisi-puisi yang bernadakan cinta. Menurut Sappho, maka kecantikan wanita itu
tidak mungkin dipisahkan dari aspek seksualnya. Oleh karena itu, kepuasan seksual juga
mungkin diperolehnya dari sesama wanita. Konon siapa saja yang lahir di pulau itu nama
belakangnya akan diikuti kata lesbian, namun tidak semua orang yang memakai nama
tersebut adalah lesbian.16 Mereka meneruskan kebiasaan tersebut untuk menghormati leluhur
sebelumnya dan agar kebiasaan itu tidak hilang oleh waktu karena semakin zaman terus
berkembang orang-orang pun lebih mengenal istilah lesbian sebagai lesbian.
13
Triana Adhiati. Gerakan Feminis Lesbian Studi Kasus politik Amerika 1990-an (Yogyakarta: Kreasi
Wacana.2007), 26
14
Agustina. Semua Tentang Lesbian (Ardhanary Institute, Jakarta Selatan.2005) 18
Kartono, Psikologi Abnormalitas, 249
16
Kartono, Psikologi Abnormalitas, 249
15
12
2.3
Lesbian secara umum
Seorang lesbian tidak selalu memiliki ciri khas yang membedakannya dengan orang
yang tidak lesbian, namun ciri yang sering muncul seperti memposisikan diri sebagai seorang
pria, penampilannya sangat maskulin, memiliki hobi yang maskulin, posesif, menunjukkan
ketertarikannya pada perempuan, memiliki ciri khusus yang menjadi kesepakatan kaumnya.
Sebaliknya ciri lesbian yang berperan sebagai feminim, biasanya penampilannya kaku,
ketergantungan tinggi terhadap pasangannya, tidak mandiri, sering cemas, jaga jarak dengan
wanita lain yang bukan pasangannya, sentimental, dan bersikap normal pada pria. Tapi ini
juga bukan cirri yang paten, atau tidak selalu muncul. Kalangan lesbian terdapat pembagian
jenis peran juga, yakni:17 Lesbian Butch: adalah tipe wanita yang mengadopsi peran laki-laki
seperti dalam relasi heteroseksual. Butch dibagi dalam 2 tipe, yakni Soft Butch yang dalam
kehidupan sehari-hari istilah Soft Butch sering disebut juga dengan Androgyne. Kemudian
Butch yang berpakaian maskulin seringkali lebih berperan sebagai seorang “laki-laki” baik
dalam suatu hubungan dengan pasangannya, maupun saat berhubungan seks. Stone Butch
sering kali disebut dengan Strong Butch dalam istilah lain untuk lebel lesbian ini. Lesbian
Femme: adalah tipe wanita yang mengambil peran selayaknya wanita dalam peran
heteroseksual. Femme yang berpakaian “feminin” selalu digambarkan mempunyai rambut
panjang dan berpakaian feminin. Femme sering kali digambarkan atau mempunyai stereotype
sebangai pasangan yang pasif dan hanya menunggu atau menerima saja.18
2.4
Memahami studi jender
Bicara mengenai lesbian lebih lanjut adalah berbicara seseorang yang berjenis kelamin
perempuan, maka hal ini terkait dengan konsep jender. Untuk memahami konsep jender,
17
18
Adhiati, Gerakan Feminis Lesbian, 28
Naek L, Tobing. 100 Pertanyaan Mengenai Homoseksualitas (Jakarta: Pustaka Nilai Harapan.1987),
13
sebelumnya harus ada pembedaan antara konsep jender itu sendiri dengan konsep jenis
kelamin. Jenis kelamin merupakan pembagian dua jenis kelamin pada laki-laki dan
perempuan yang ditentukan secara biologis dan memiliki sifat-sifat permanen yang tidak
dapat berubah dan ditukarkan antara keduanya. Sifat tersebut merupakan kodrat yang
diberikan oleh Tuhan kepada setiap laki-laki dan perempuan. Sedangkan jender menurut
Mansour Fakih adalah pemilahan peran, fungsi, kedudukan, tanggung jawab antara laki-laki
dan perempuan yang berfungsi untuk mengklasifikasikan perbedaan peran yang dikonstruksi
secara sosial dan kultural oleh masyarakat, dan bersifat tidak tetap serta bisa dipertukarkan
antar keduanya.19 Jender memiliki kedudukan yang penting dalam kehidupan seseorang dan
dapat menentukan pengalaman hidup yang akan ditempuhnya. Jelasnya, jender akan
menentukan seksualitas, hubungan, dan kemampuan seseorang untuk membuat keputusan
dan bertindak secara otonom. Akhirnya, genderlah yang banyak menentukan seseroang akan
menjadi apa nantinya.
2.4.1
Jender dalam perspektif pustaka dan teori
Sebelum membahas jender, ada baiknya kita mengetahui apa yang dimaksud
dengan seks. Seks dapat diartikan sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan
yang secara biologis memiliki ciri-ciri tersendiri. Secara kodrati, keduanya memiliki
fungsi-fungsi organisme yang berbeda. Perbedaan inilah yang berpengaruh dan
berkaitan dengan faktor sosial, geografis dan kebudayaan suatu masyarakat, sehingga
melahirkan konsep jender. Dalam bahasa Inggris, kata “gender” yaitu pengelompokkan
kata benda atau kata ganti yang menyatakan sifat laki-laki dan perempuan. Kata
“gender” diartikan kelompok laki-laki, perempuan atau perbedaan jenis kelamin.
Namun, di Indonesia kata “jender” termasuk kosa kata dibidang ilmu sosial, maka
jender merupakan istilah. Jender (genus) adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki
19
Mansour Fakih. Analisi Gender & Transformasi Sosial, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), 12-23
14
atau perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun kebudayaan,
tergantung pada waktu (tren) dan tempatnya.
Jender bisa didefinisikan sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki
dan perempuan.20 Definisi lain tentang jender dikemukakan oleh Elaine Showalter.
Menurutnya, ‘jender’ adalah pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi
sosial budaya. Showalter menambahkan bahwa jender adalah suatu konsep kultural
yang dipakai untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik
emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.21
Pemahaman atau studi mengenai jender pada hakekatnya telah berlangsung
dalam kurun waktu yang sedemikian lama, dan juga telah diidentifikasi tahapannya
sesuai dengan konteks serta situasi yang berkaitan. Tahap awal studi kritis mengenai
jender dilakukan oleh Stoller dalam tulisan Oakley dimana salah satu pembuktian yang
dilakukan adalah menganalisa tentang seks yang pada hakikatnya ada dua perbedaan
yaitu “jantan” dan “betina” atau “laki-laki” dan “ perempuan”.22 Selanjutnya Oakley
mengungkapkan bahwa jender lebih bersifat terma psikologis dan kultural dari pada
konotasi biologis. Apabila dalam terma biologis dengan tepat seksualitas dibedakan
menjadi laki-laki dan perempuan yang dalam jender lebih dikenal sebagai “maskulin”
dan “feminim”. Menurut Oakley, dalam jender mengandung unsur maskulinitas dan
femininitas yang ada dalam diri seseorang yang dapat bercampur bahkan dapat
mengalami tumpang tindih yang realitanya dapat diadopsi oleh kebanyakan orang.23
Jadi menurut beberapa pendapat diatas dapat ditarik suatu pengertian bahwa jender
adalah pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat yang didasarkan
pada bentuk-bentuk sosial dan kultural masyarakat (peran, fungsi, kedudukan, tanggung
20
Hilary M. Lips Sex and Gender: An Introduction. (London: My Field Publishing Company.1993), 4
Julia Cleves Mosse. Gender dan Pembangunan. (Yogyakarta: Rifka Annisa Women’s Crisis Center dan
Pustaka Pelajar, 1996)
22
Ann Oakley. Sex, Gender, and Society. (Aldershot: Gower Press, 1992), 158
23
Oakley, Sex,159
21
15
jawab) dan bukan atas dasar perbedaan jenis kelamin. Perbedaan jender sering
menimbulkan ketidakadilan jender (gender inequalities), terutama terhadap kaum
perempuan baik di lingkungan rumah tangga, pekerjaan, masyarakat, kultur, maupun
negara. Ketidakadilan tersebut termanifestasi dalam berbagai macam bentuk antara
lain24 :
1. Marginalisasi
Marginalisasi adalah proses peminggiran / penyingkiran terhadap suatu
kaum yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan pelemahan ekonomi kaum
tertentu. Marginalisasi terjadi karena berbagai hal, seperti kebijakan pemerintah,
keyakinan, agama, tradisi, kebiasaan, bahkan karena asumsi ilmu pengetahuan
sekalipun.
2. Subordinasi
Subordinasi merupakan penempatan kaum tertentu (perempuan) pada
posisi yang tidak penting. Subordinasi berawal dari anggapan yang menyatakan
bahwa perempuan adalah kaum yang irrasional atau emosional sehingga kaum
perempuan tidak cakap dalam memimpin.
3. Stereotipe
Stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap kaum tertentu.
Akan tetapi pada permasalahan jender, stereotipe lebih mengarah pada
pelabelan yang bersifat negatif terhadap perempuan. Hal ini terjadi karena
pemahaman yang seringkali keliru terhadap posisi perempuan.
4. Kekerasan (violence)
Kekerasan (violence) adalah serangan terhadap fisik maupun integritas
mental psikologi seseorang. Kekerasan karena bias jender disebut jender related
24
Achmad Mutali’in. Bias Jender Dalam Pendidikan. (Surakarta: Muhamadiah University Press.2001), 32-40
16
violence. Kekerasan tersebut terjadi karena disebabkan oleh ketidaksetaraan
kekuatan yang ada dalam masyarakat. Bentuk-bentuk kekerasan (violence)
jender (terhadap perempuan) antara lain : pemerkosaan, serangan fisik dalam
rumah tangga, kekerasan dalam pelacuran dan pornografi, pemaksaan dalam
sterilisasi Keluarga Berencana (KB), serta pelecehan seksual.
5. Beban kerja ganda (double burden)
Beban kerja ganda disebabkan oleh anggapan bahwa perempuan lebih
cocok mengurusi dan bertanggung jawab atas pekerjaan domestik (menjaga
kebersihan dan kerapian rumah tangga, memasak, mencuci, bahkan memelihara
anak). Pekerjaan domestik dianggap tidak bernilai dan lebih rendah bila
dibandingkan dengan pekerjaan laki-laki karena tidak produktif. Konsekuensi
tersebut harus diterima oleh perempuan yang bekerja di satu sisi harus mencari
nafkah untuk memenuhi kebutuhannya, di sisi lain harus bisa bertanggung
jawab atas rumah tangganya. Hal inilah yang menyebabkan bahwa bias jender
menjadikan perempuan menanggung beban kerja yang bersifat ganda.25
Demikianlah pendikotomian laki-laki dan perempuan berdasarkan hubungan jender
nyata sekali telah mendatangkan ketidakadilan jender bagi perempuan yang
termanifestasi dalam berbagai wujud dan bentuknya. Karena diskriminasi jender
perempuan diharuskan untuk patuh pada kodratnya yang telah ditentukan oleh
masyarakat untuknya. Karena diskriminasi pula perempuan harus menerima stereotype
yang dilekatkan pada dirinya yaitu bahwa perempuan itu irrasional, lemah, emosional
dan sebagainya sehingga kedudukannya pun selalu subordinat terhadap laki-laki, tidak
dianggap penting bahkan tidak dianggap sejajar dengan laki-laki, sehingga perempuan
diasumsikan harus selalu menggantungkan diri dan hidupnya kepada laki-laki.
25
Fakih, Analisis Gender, 12-23
17
Bertolak dari kondisi demikianlah maka jika dulu Karl Marx memperjuangkan
kesamaan kelas, kini kaum feminis menggemakan perjuangannya, untuk memperoleh
kesetaraan gender. Untuk memperoleh kedudukan dan hak yang sama dengan laki-laki.
2.4.2
Teori pembagian peran dalam perspektif jender
Secara khusus tidak ditemukan suatu teori yang membicarakan peran dalam
jender. Namun untuk menjelaskan pembagian kerja berbasis jender penulis melihat
bahwa teori nature dan nurture dapat mengemukakan peran dalam perspektif jender.
2.4.2.1. Teori nature dan nurture
Teori nature atau kodrat alami yang berdampak pada perangai psikologis antara
laki – laki dan perempuan. Antropolog yang juga dikenal sebagai sosiolog Zimbalist
mengungkapkan bahwa hampir merupakan gejala umum perempuan selalu ditempatkan
pada posisi seorang ibu yang erat kaitannya dengan reproduksi.26 Sehingga, berkaitan
dengan peran tersebut perempuan dibatasi terutama untuk urusan domestik, yakni yang
berkaitan dengan rumah tangga. Sementara untuk laki – laki dengan kodrat biologis
yang dimilikinya dipandang memiliki kekuatan, kekuasaan, bahkan kekerasan. Dengan
kodrat tersebut laki – laki dikonstruksi berperan dalam dunia publik yang kompleks.
Dengan kedudukan lebih tinggi dari pada perempuan serta untuk melindungi
perempuan. Menurut teori nature, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki adalah
kodrat sehingga tidak dapat berubah dan bersifat universal. Perbedaan biologis ini
memberikan indikasi dan implikasi bahwa di antara kedua jenis tersebut memiliki peran
26
Zimbalist dalam Disertasi Dien Sumiyatiningsih, Kepemimpinan Pendidikan dalam Perspektif Jender (Studi
Kasus tentang Kepemimpinan Pendidikan di Kota Salatiga). (Semarang: Progdi Manajemen Pendidikan
Program Pasca Sarjana, UNNES 2010), 11-12.
18
dan tugas yang berbeda. Manusia, baik perempuan maupun laki-laki, memiliki
perbedaan kodrat sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Selanjutnya, teori nurture atau kebudayaan yang merupakan “bantahan” teori
nature. Teori ini tidak setuju bila pemilahan posisi dan peran laki – laki dan perempuan
merupakan kodrat alam. Pemilahan sektor domestik dan publik, sekaligus
pengunggulan terhadap laki – laki sebetulnya merupakan upaya elaborasi terhadap
faktor biologis masing – masing seks dengan lingkungan. Kedudukan peran perempuan
disatu sisi merupakan usaha buatan yang direncanakan, hasil kombinasi antara tekanan
dan paksaan juga dengan rangsangan yang tidak wajar, yang juga dilain sisi upaya
tersebut menyesatkan bagi perempuan khususnya.27 Menurut teori ini perbedaan lakilaki dan perempuan pada hakekatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga
menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Konstruksi sosial budaya selama ini
menempatkan perempuan dan laki-laki dalam kelas yang berbeda. Laki-laki selalu lebih
superior dibandingkan perempuan. Menurut teori nurture, adanya perbedaan perempuan
dan laki-laki pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga
menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan tersebut menyebabkan
perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan konstribusinya dalam hidup
berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena itu, aliran nurture
melahirkan paham sosial konflik yang memperjuangkan kesamaan proporsional dalam
segala aktivitas masyarakat seperti di tingkatan manajer, menteri, militer, DPR, partai
politik, dan bidang lainnya. Oleh karena jender merupakan suatu istilah yang
dikonstruksi secara sosial dan kultural untuk jangka waktu yang lama, yang
disosialisasikan secara turun temurun
maka pengertian yang baku tentang konsep
jender ini pun belum ada sampai saat ini, sebab pembedaan laki-laki dan perempuan
27
Arief Budiman. Pembagian Kerja Secara Seksual. (Jakarta: PT. Gramedia. 1985), 13
19
berlandaskan hubungan jender dimaknai secara berbeda dari satu tempat ke tempat lain,
dari satu budaya ke budaya lain dan dari waktu ke waktu. Sebagai contoh dari
perwujudan konsep jender sebagai sifat yang melekat pada laki-laki maupun
perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan budaya, misalnya jika dikatakan bahwa
seorang laki-laki itu lebih kuat, gagah, keras, disiplin, lebih pintar, lebih cocok untuk
bekerja di luar rumah dan bahwa seorang perempuan itu lemah lembut, keibuan, halus,
cantik, lebih cocok untuk bekerja di dalam rumah (mengurus anak, memasak dan
membersihkan rumah) maka itulah jender dan itu bukanlah kodrat karena itu dibentuk
oleh manusia.
Jender bisa dipertukarkan satu sama lain, jender bisa berubah dan berbeda dari
waktu ke waktu, di suatu daerah dan daerah yang lainnya. Oleh karena itulah,
identifikasi seseorang dengan menggunakan perspektif jender tidaklah bersifat
universal. Seseorang dengan jenis kelamin laki-laki mungkin saja bersifat keibuan dan
lemah lembut sehingga dimungkinkan pula bagi dia untuk mengerjakan pekerjaan
rumah dan pekerjaan-pekerjaan lain yang selama ini dianggap sebagai pekerjaan kaum
perempuan. Demikian juga sebaliknya seseorang dengan jenis kelamin perempuan bisa
saja bertubuh kuat, besar pintar dan bisa mengerjakan perkerjaan-pekerjaan yang
selama ini dianggap maskulin dan dianggap sebagai wilayah kekuasaan kaum laki-laki.
2.5
Pendekatan feminis dalam studi jender
Melihat sudut pandang studi jender yang ada, penulis tertarik untuk mengkaitkan
ketidaksetaraan jender kepada perempuan dilihat dari sudut pandang feminisme yang ada
yang berkaitan dengan lesbian.
Suatu gerakan yang mencoba mengupayakan sebuah pembebasan diri kaum perempuan
dari berbagai ketertimpangan perlakuan dari segala aspek kehidupan disebut gerakan
20
feminisme. Gerakan ini kemudian oleh para akademisi dibagi atau dikelompokkan menjadi 4
golongan, diantaranya ialah feminisme liberal, feminime radikal, feminisme sosialis dan
feminisme teologi. Gerakan Feminisme dimulai dengan adanya kesadaran kolektif
perempuan bahwa mereka adalah kelompok yang terpinggirkan oleh sistem atau budaya
patriakhi.28
Dalam pembahasan ini, penulis mengarahkan atau lebih melihat kepada gerakan
feminisme radikal dimana dalam gerakan radikal ini penulis mendapati adanya keterkaitan
antara lesbian dan jender.
2.5.1 Gerakan feminisme radikal
Feminisme Radikal telah ada sejak tahun 1970-an di mana aliran ini menawarkan
ideologi "perjuangan separatisme perempuan". Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai
reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun
1960an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi.29 Pemahaman
penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang
sekarang ada. Gerakan ini sesuai dengan namanya yang "radikal" dimana feminisme radikal
memfokuskan kepada kehidupan pribadi perempuan, sebuah area dimana kesadaran dapat
terbangun dan secara langsung menjadi titik perhatian. Aliran feminisme ini menganggap
penguasaan fisik perempuan oleh laki-laki merupakan bentuk penindasan terhadap
perempuan. Dimana patriarki adalah sumber ideologi penindasan yang merupakan sistem
hirarki seksual.
Sistem patriarki menurut feminisme radikal adalah kekuasaan atas kaum perempuan
oleh kaum laki-laki, yang didasarkan pada pemilikan dan kontrol laki-laki atas kapasitas
reproduktif perempuan. Dalam melakukan analisisnya terhadap penindasan perempuan, aliran
28
Rosemarie Putnam Tong. Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif kepada Aliran Utama
Pemikiran Feminis. (Yogyakarta: Jalasutra 2004), 71
29
Gadis Arivia.Filsafat Berperspektif Feminis (Jakarta: YJP 2003), 100-101
21
feminisme ini memandang akar permasalahan dari penindasan kaum perempuan oleh lakilaki adalah kaum laki-laki itu sendiri beserta idologi patriarkinya.
Jika melihat perkembangannya aliran feminisme radikal ini mempunyai 2 gelombang
yakni feminisme radikal lebertarian dan kultural. Kedua gelombang feminisme radikal ini
mempunyai pandangannya masing-masing melalui beberapa ahli yang penulis coba paparkan.
a. Pemikiran-pemikiran feminisme radikal libertarian.
Dalam buku Feminist Thought, Alison jaggar dan Paula Rothenberg, berpendapat
bahwa penyebab fundamental dari opresi terhadap perempuan adalah sistem
sex/gender.30 Kemudian, Alice Echols, juga berpendapat bahwa seorang feminis
radikal harus menguatkan “keperempuanan“ esensial perempuan, menurut Echols
lebih baik menjadi perempuan/feminin dari pada menjadi laki-laki/maskulin.
Perbedaan seks/jender mengalir bukan semata-mata dari biologi, melainkan juga
dari sosialisasi atau dari sejarah keseluruhan menjadi perempuan di dalam
masyarakat yang patriakal. 31
Menurut Millet seks adalah politis, terutama karena hubungan laki-laki dan
perempuan merupakan paradigma dari semua hubungan kekuasaan.32 Ideologi
patriakal, membesar-besarkan perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan,
dimana laki-laki selalu mempunyai peran yang dominan dari pada perempuan.33
Selanjutnya, Firestone dalam dalam tulisan Tong, mengklaim bahwa dasar
material ideologi seksual/politik dari submisi perempuan dan dominasi laki-laki
berakar pada peran reproduksi laki-laki dan perempuan. Dibutuhkan lebih dari
revolusi biologis dan sosial, untuk menghasilkan jenis pembebasan manusia yaitu
30
Tong, Feminist Thought, 69
Tong, Feminist Thought, 70-71
32
Tong, Feminist Thought, 73-76
33
Tong, Feminist Thought, 73-76
31
22
reproduksi buatan akan harus menggantikan reproduksi alami.34 Tidak adanya
perubahan fundamental bagi perempuan selama reproduksi alamiah tetap menjadi
keharusan. Reproduksi alamiah adalah akar dari kejahatan, terutama kejahatan
yang muncul dari rasa memiliki, yang menghasilkan rasa kebencian dan
kecemburuan di antara manusia.35
Beberapa pandangan Feminisme radikal libertarian menolak asumsi bahwa ada
hubungan yang pasti antara jenis kelamin seseorang dengan jender seseorang.
Beberapa pandangan dari para feminisme radikal libertarian mengklaim bahwa
jender terpisah dari jenis kelamin dan masyarakat patriakal menggunakan peran
jender yang kaku, untuk memastikan bahwa perempuan tetap pasif. Karena itu,
cara bagi perempuan untuk menghancurkan kekuasaan laki-laki yang tidak layak
atas perempuan adalah dengan pertama-tama menyadari bahwa perempuan tidak
ditakdirkan utnuk menjadi pasif, seperti juga laki-laki tidak ditakdirkan untuk
menjadi aktif.36
Dengan demikian dari beberapa pandangn Feminisme radikal libertarian yakin
bahwa semakin sedikit perempuan terlibat di dalam proses reproduksi, semakin
banyak waktu dan tenaga yang dapat digunakan untuk terlibat di dalam proses
produktif masyarakat.
b. Pemikiran-pemikiran feminisme radikal kultural
Marilyn French mengatribusikan perbedaan laki-laki dan perempuan lebih kepada
biologi dari pada kepada sosialisasi. Dalam tulisan Tong, French mengisyaratkan
bahwa sifat tradisional perempuan lebih baik dari pada sifat tradisional laki-laki.
Stratifikasi laki-laki yang di atas perempuan pada gilirannya mengarahkan kepada
stratifikasi kelas. Menurut French, nilai-nilai feminim harus direintegrasikan ke
34
Tong, Feminist Thought, 73-76
Tong, Feminist Thought, 73-76
36
Tong, Feminist Thought, 79
35
23
dalam masyarakat laki-laki yang telah diciptakan oleh ideologi patriakal. Karena
menurutnya masyarakat yang terbaik adalah masyarakat yang androgin.
Selanjutnya, Mary Daly, merendahkan nilai-nilai maskulin tradisional. Daly
menolak istilah maskulin dan feminin secara keseluruhan, sebagai produk
kebingungan patriarki.37 Daly menyimpulkan bahwa perempuan harus menolak
apa yang tampaknya merupakan aspek “baik” dari feminitas, dan juga menolak
aspek yang sudah jelas-jelas “buruk” karena kesemua itu merupakan “konstruksi
yang dibuat laki-laki”, yang dibentuk untuk kepentingan menjebak perempuan di
dalam penjara patriarki yang dalam.38 Laki-laki ingin menjadi androgin agar dapat
menyerap atau bahkan memakan segala sesuatu tentang perempuan dan menyedot
energi perempuan ke dalam tubuh dan pikiran mereka.39 Oleh karena itu
Perempuan harus menenun pemahaman diri yang baru, tetap terpisah secara
radikal dari laki-laki, dan dengan demikian dapat menyimpan energinya untuk
kepentingan sendiri.
Pandangan Feminis radikal kultural meyakini bahwa sumber utama kekuatan
perempuan ada pada kekuatan mereka untuk menghadirkan kehidupan baru. Bagi
feminis radikal kultural, kunci pembebasan perempuan adalah dengan
menghapuskan semua institusi patriakal. Cara pemikiran feminis radikal dalam
menghadapi laki-laki adalah dengan menghancurkan kekuasaan laki-laki yang
tidak layak atas perempuan, dengan pertama-pertama menyadari bahwa
perrempuan tidak ditakdirkan untuk menjadi pasif, seperti juga laki-laki tidak
ditakdirkan untuk menjadi aktif, dan kemudian mengembangkan kombinasi
37
Tong, Feminist Thought, 79
Tong, Feminist Thought, 79
39
Tong, Feminist Thought, 79
38
24
apapun dari sifat-sifat feminin dan maskulin yang paling baik merefleksikan
kepribadian unik mereka masing-masing.40
Dalam feminisme atau perspektif feminis dikatakan bahwa perempuan adalah the
second sex, ia adalah seks yang kedua (atau tidak utama) dari laki-laki dalam masyarakat
yang patriarkhis. Dalam “seks kedua ini” masih terlalu banyak perdebatan yang belum
terjawab.41 Lesbian diyakini merupakan etika resistensi dan “self creation” (pembentukan diri
sendiri).42 Etika resistensi merupakan konsep perjalanan kebebasan yang datang dari
pengalaman merasakan penindasan. Etika lesbian dapat eksis berkat pergerakan pembebasan
perempuan, mempertanyakan konstruksi perempuan yang telah didefinisikan oleh masyarakat
patriarkis. Apa yang hendak diperjuangkan adalah nilai-nilai pembebasan dimana tidak
terjadi duplikasi dominasi yang dilakukan oleh masyarakat patriarchal. Kelompok-kelompok
minoritas ini, termasuk didalamnya lesbian, pada akhirnya berusaha untuk menyuarakan
haknya, agar mendapat pengakuan atas keberadaan mereka. Kajian feminisme merupakan
jalan keluar bagi mereka yang ingin menyuarakan aspirasinya. Namun, para lesbian dan gay
lebih memilih untuk menyalurkan aspirasinya melalui perspektif jender dengan menggunakan
Queer Theory.43
2.6
Queer Theory
Queer Theory lahir dari kesadaran bahwa komunitas lesbian termasuk kelompok yang
terpinggirkan dari budaya dominan yang dikonstruksi selama berabad-abad. Ide teori Queer
ini merupakan pemberontakan atas kekerasan yang diterima oleh para kelompok lesbian
maupun gay yang ditangkap, dilecehkan, dan disiksa oleh polisi New York pada suatu
malam. Persahabatan antar sesama perempuan dicurigai sebagai lesbian oleh kelompok
40
Arivia, Filsafat, 112.
D. Marthin and P. Lyon. Lesbian / Women. (San Fransisco: Glide Publication. 1972), 61
42
Stevi Jackson dan Jackie Jones. Pengantar Teori-teori Femisnis Kontemporer (Yogyakarta dan Bandung:
Jalasutra. 2009), 194 – 195
43
Jackson dan Jones, Pengantar Teori, 194-195
41
25
dominan heteroseksual.44 Nama Queer diambil dari istilah berstigma negatif yang berarti
aneh/ganjil yang kemudian ditujakan kepada mereka yang lesbi atau gay.
Dalam kamus, “queer” berarti aneh, kacau, abnormal, dan tidak disukai. Dengan
demikian, Teori Queer berkenaan dengan relasi-relasi yang aneh atau yang tidak biasa.
Dalam teori queer, ingin diungkapkan bagaimana bentuk relasi yang paling otentik dan juga
radikal. Bagaimana seorang lesbian dan seorang gay berhubungan sesamanya merupakan
objek dalam teori ini. Sangat menarik mempelajari relasi seperti apa yang terjadi ketika
seorang lesbian berelasi dengan sesamanya, dengan seorang gay, dan seterusnya. Namun
kemudian, teori ini mencoba menyumbang pada teori sosiologi pada umumnya, dengan salah
satunya mengusung konsep pluralisme misalnya. Mungkin maksudnya adalah melalui
pelajaran dari relasi-relasi yang sumbang ini ingin menyumbangkan pengetahuan betapa ada
relasi-relasi yang khas, yang mungkin dapat memperkaya bahkan “teoritisi normal” untuk
memperkaya teori-teori mereka.
Teori queer berakar dari materi bahwa identitas tidak bersifat tetap dan stabil. Identitas
bersifat historis dan dikonstruksi secara sosial. Dalam konteks teori, teori ini dapat
digolongkan sebagai sesuatu yang anti identitas. Ia bisa dimaknai sebagai sesuatu yang tidak
normal atau aneh. Dalam teori ini terdapat tiga makna intelektual dan politik, meskipun sulit
membuat batasan-batasannya. Arlene Stein dan Ken Plummer mencatat ada empat tiang atau
penanda dari teori queer ini, yaitu45:
1.
Melakukan konseptualisasi seksualitas yang mempelajari kekuasaan seksual
dalam berbagai level kehidupan sosial, dan membicarakan bagaimana relasi
power seksual berlangsung.
2.
Problem seksual dan kategori jender dan identitas secara umum.
44
J. RivkiN and M. Ryan. Introduction: Contingencies of Gender.(Dalam literary Theory: An Anthology. USA:
Blackwell Publisher Inc. 1998), 675
45
Judith Butler. Gender Trouble: Feminism and the subversion of identity. (New York:Routledge.1990)
26
3.
Menolak strategi hak-hak sipil. Sebagai contoh, klaim politik berbasis identitas
misalnya mengangkat gerakan hak-hak kaum lesbian.
4.
Keinginan untuk menjadikan seksualitas sebagai analisis untuk setiap bidang
yang diteliti, misalnya festival musik, kultur pop, gerakan sosial, dan lain-lain.
Teori queer mempelajari gay dan lesbian, dimana homoseksual diposisikan sebagai
subjek. Disinilah stand point theory queer. Karena posisinya inilah, maka ada yang menyebut
bahwa ini bukan institusi pengetahuan, tapi semata hanya proses dekonstruksi. Teori ini lahir
sebagai hasil dari pengaruh arkeologi pengetahuan dan genealogi kekuasaan pada akhir 1980an sampai dengan sepanjang 1990-an.46
Teori ini tidak hanya menyangkut sisi jender tetapi juga seks. Queer mengkaji
kombinasi dari berbagai kemungkinan dari tampilan jender serta tentang proses yang
berfokus pada gerakan yang melampaui ide, ekspresi, hubungan, tempat dan keinginan yang
menginovasi berbagai perbedaan cara penjelmaan di dunia sosial. Model queer ini dijadikan
kerangka kerja dalam mempelajari isu-isu jender, seksualitas dan bahkan politik identitas.
Ada beberapa tokoh yang mempopulerkan ide teori queer ini, yang kemudian
berpengaruh dalam dunia akademik, mereka adalah Michael Foucault, Gayle Rubin, dan
Judith Butler. Foucault berpendapat seksualitas seharusnya tidak dipandang sebagai sesuatu
yang memberi secara alamiah, atau suatu wilayah rahasia yang harus diungkap dan
ditemukan oleh ilmu pengetahuan secara bertahap. “seksualitas” adalah nama yang terbentuk
dari secara historis bukan realitas alamiah yang susah dipahami, melainkan jaringan yang di
dalamnya terdapat stimulasi tubuh, identifikasi kenikmatan, perubahan ke diskursus,
pembentukkan pengetahuan tertentu, penguatan kontrol dan resistensi, yang tidak bisa
dipisahkan.47
46
47
Butler. Gender Trouble,
Jackson dan Jones, Pengantar Teori, 243-245
27
Rubin menegaskan bahwa jender ataupun seksualitas tidak berakar pada biologi; bukan
juga kepanjangan dari seks biologis, melainkan adalah hubungan yang tanpa bahasa. Tidak
ada seksualitas yang asli, tidak ada seksualitas yang mendahului proses pemaknaan
(signification). Segala sesuatu, termasuk seksualitas direkonstruksi melalui logosentris.48
Butler49 memiliki persepsi yang berbeda namun dengan tujuan yang sama untuk
melakukan pembelaan bagi kaum sejenis. Bagi Butler, “ gender is a kind of imitation for
witch there is no original; in fact, it is a kind of imitation that produce the very notion of the
original as an effect and consequence of imitation it self”. Karena “saya perempuan” secara
ekspresif, maka secara performatif “saya hanya bertindak dengan norma-norma perempuan”.
Butler juga menegaskan tidak ada identitas jender dibalik ekspresi jender.50 Butler juga
menolak koherensi yang tetap antara identitas gender dan identitas seksual. Jender adalah
sebuah peniruan sehingga tidak ada yang asli. Ketika seorang telah diidentifikasi sebagai
perempuan, maka ia akan meniru-niru performansi perempuan.
Penganut teori ini melihat besarnya implikasi sosial untuk mengadopsi model
homoseksual sebagai rangka berfikir dalam studi mengenai jender, seksualitas dan identitas
politik. Teori homoseksualitas dikenal seiring dengan penelitian mengenai gay dan lesbian,
bahwa jender telah dimengerti oleh sebagian masyarakat untuk menjadi dasar guna mengatur
masyarakat, dan terdapat asumsi bahwa jender dan seksualitas selain kategori baku akan
masuk dalam sanksi masyarakat. Sehingga, banyak penganut teori homoseksual dan aktivis
melihat label homoseks sebagai tantangan terhadap kategori identitas tradisional dan norma
sosial.
48
Jackson dan Jones, Pengantar Teori, 243-245
Judith Butler tidak hanya berpengaruh pada teori performa dari identitas tetapi juga pada area yang dikenal
sebagai queer theory. Diskusi-diskusinya mengenai identitas homoseksual dalam masalah gender merupakan
hal yan gmendorong munculnya queer theory atau teori homoseksual. Teori homoseksual merupakan
tantangan bagi identifikasi gender.
50
Butler, Gender Trouble, 145
49
28
2.7
Lesbian dalam kekristenan
Agama merupakan pegangan hidup setiap individu yang memiliki pengaruh
fungsional terhadap struktur sosial suatu masyarakat. Lesbian dalam hal ini tentu mempunyai
sudut pandang keagamaan dalam kehidupan mereka. Pada umumnya karakteristik lesbian
diperoleh seseorang sebagai bawaan semenjak ia dilahirkan. Lantas seiring dengan
perkembangan fisik, maka ketika mencapai tingkat usia tertentu karakter lesbian mulai
nampak secara jelas.51 Orang itu sendirilah yang lebih memahami dan merasakan perbedaan
dia dengan wanita-wanita pada umumnya. Ketika seseorang mulai memasuki akil baliq,
masa remaja, ditandai dengan munculnya rasa ketertarikan; untuk ukuran yang normal, lakilaki tertarik dengan perempuan dan sebaliknya, namun dalam kasus lesbian, munculnya rasa
tertarik secara seksual dengan sesama perempuan.52 Jika kehidupan secara lesbian dipandang
dosa menurut Firman Tuhan, bukan berarti seorang lesbian dilahirkan sebagai berdosa.
Dalam Alkitab, ditunjukkan bagaimana seharusnya paradigma orang Kristen terhadap
homoseksualitas khususnya pada perempuan. Alkitab secara tegas menunjukkan bahwa
homoseksualitas adalah dosa, tetapi Alkitab tidak menyatakan bahwa para pelakunya –
dalam hal ini biasa disebut lesbian – bebas diperlakukan dalam ketidakadilan seperti yang
terjadi akhir-akhir ini. Tuhan Yesus membeci dosa homoseksualitas, sama seperti Dia
membenci dosa-dosa yang lain, tetapi Dia tetap mengasihi mereka yang terlibat di dalamNya.
Didalam Alkitab juga jelas menyebutkan dalam beberapa ayatnya bahwa
homoseksualitas adalah dosa dan kekejian di mata Allah. Beberapa diantaranya adalah
sebagai berikut ;
1. Dalam Perjanjian Baru, melalui Surat Roma yang ditujukan Rasul Paulus kepada
orang-orang Kristen yang berdiam di Roma (1:7). Mereka terbenam dalam
51
52
Mutali’in, Bias Gender,
Tobing, 100 Pertanyaan, 17
29
kebudayaan Romawi di mana perilaku homoseksual ditemukan di mana-mana dan
diterima oleh masyarakat. Tuhan tidak pernah menciptakan seseorang dengan
keinginan homoseks. Pada Roma 1 ayat 26 tertulis: “sebab isteri-isteri mereka
menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar.” Dan pada ayat 27
dijelaskan adanya suami-suami yang melakukan aktifitas seksual yang tidak wajar
sebagai hubungan seks sejenis, antara laki-laki dengan laki-laki sehingga cukup jelas
bahwa yang dimaksud dengan persetubuhan yang tak wajar di ayat 26 adalah tentang
lesbian. Juga dalam surat Korintus dikatakan bahwa mereka yang melakukan kekejian
sebagai seorang pemburit 53 misalnya, mereka tidak akan mendapat bagian didalam kerajaan
Allah. Tetapi Alkitab tidak menggambarkan homoseksualitas sebagai dosa yang “lebih
besar” dibanding dosa-dosa lainnya. Semua dosa adalah kekejian dan tidak
menyenangkan Tuhan. Homoseksualitas hanyalah salah satu dari sekian banyak hal
yang dicantumkan dalam 1 Korintus 6:9-10 yang menghalangi seseorang dari
Kerajaan Allah. Demikian dengan kitab Yudas yang mengatakan:
“… sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan
cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan
yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan
kepada semua orang. Namun demikian orang-orang yang bermimpi-mimpian
ini juga mencemarkan tubuh mereka dan menghina kekuasaan Allah serta
menghujat semua yang mulia di sorga” (Yudas 1:7-8).
2. Dalam Perjanjian Lama, yakni dalam imamat dikatakan: “Bila seorang laki-laki tidur
dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya
melakukan suatu kekejian …” (Imamat 20:13). Dalam ayat ini lebih mengarah kepada
homoseksual kepada laki-laki (gay), namun jika dikontekstualisasikan dalam hal
homoseksual perempuan maka hal demikan tetap saja sesuatu hal yang keji menurut
Alkitab. Dimana jika seorang perempuan yang tidur dengan seorang perempuan
53
Kata “pemburit” berasal dari teks asli Alkitab bahasa Yunani “arsenokoites” yang artinya adalah “One who
lies with a male as with a female, sodomite, homosexual.” Dalam bahasa Indonesia "Seorang yang tidur
dengan laki-laki seperti dengan perempuan, sodomi, homoseksual."
30
secara seorang perempaun bersetubuh dengan laki-laki, keduanya telah melakukan
suatu kekejian dan keduanya akan dihukum mati.
Alkitab tidak secara mendetail memberitahu bahwa seseorang menjadi homoseks
(lesbian) pada akhirnya karena pilihan mereka sendiri. Namun seseorang mungkin dilahirkan
dengan kecenderungan terhadap homoseksualitas, sama seperti orang dapat dilahirkan dengan
kecenderungan kepada kekerasan dan dosa-dosa lainnya. Ini bukan merupakan pilihan
mereka untuk hidup dalam dosa dengan mengikuti keinginan dosa mereka. Menurut Alkitab,
pengampunan Allah tersedia bagi kaum homoseks, sama seperti bagi orang yang berzinah,
penyembah berhala, pembunuh, pencuri, dll. Allah juga menjanjikan kekuatan untuk menang
terhadap dosa, termasuk homoseksualitas, kepada setiap orang yang percaya kepada Yesus
Kristus untuk keselamatan mereka.
2.8
Kesimpulan
Sudah menjadi kodratnya manusia diciptakan berpasang-pasangan antara laki-laki dan
perempuan dan kemudian menjalin hubungan untuk membangun sebuah keluarga yang
harmonis. Namun ternyata, dalam kehidupan manusia yang sebenar-benarnya muncul suatu
hal yang berbeda serta dianggap tidak wajar dimana ada ketertarikkan hubungan seksual yang
berkebalikkan dengan heteroseksual, yakni homoseksual yang ada pada wanita.
Lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan pilihan orientasi seksualnya
kepada sesama perempuan atau disebut juga perempuan yang mencintai perempuan baik
secara fisik, seksual, emosional atau secara spiritual. Banyak perempuan beranggapan bahwa
mereka menjadi lesbian itu sejak lahir, sedangkan yang lainnya beranggapan bahwa itu
merupakan suatu pilihan dalam kehidupannya. Seorang yang lesbian juga bukanlah sekedar
faktor alamiah, tetapi lebih kepada masalah preferensi seksual berdasarkan pengalaman
perempuan yang tidak terjadi pada suatu titik spesifik dalam hidup seorang perempuan. Itu
31
bisa terjadi setiap saat, ketika beranjak remaja, dewasa, saat menjadi orang tua, ataupun di
masa tua.
Makna jender identik dengan makna sex yang berarti jenis kelamin. Namun jender
dan sex memiliki arti yang berbeda, meskipun masih memiliki keterkaitan yang tidak bisa
dipisahkan. Jender telah dimengerti oleh sebagian masyarakat untuk menjadi dasar guna
mengatur masyarakat, dan terdapat asumsi bahwa jender dan seksualitas selain kategori baku
akan masuk dalam sanksi masyarakat.
Feminisme yang kemudian dikenal dengan paham kesetaraan jender hanyalah upaya
solusi lokal masyarakat Barat untuk keluar dari sebuah krisis ketidakadilan yang menimpa
kaum perempuan Barat. Tentunya, krisis dan solusi ini tidak bersifat universal. Meskipun
demikian, solusi yang ditawarkan Barat pun akhirnya membawa dampak terjadinya
peristiwa-peristiwa masa kini yang bersumber dari pengalaman, pemahaman dan pemaknaan
terhadap kehidupan dalam peradaban perkotaan.
32
Download