BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Moneter Kebijakan moneter adalah semua upaya atau tindakan Bank Sentral dalam mempengaruhi perkembangan variabel moneter (uang beredar, suku bunga, kredit dan nilai tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu (Litteboy and Taylor, 2006: 198) dan Miskhin (2004: 457). Sebagai bagian dari kebijakan ekonomi makro, maka tujuan kebijakan moneter adalah untuk mencapai sasaran-sasaran kebijakan makroekonomi antara lain: pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja, stabilitas harga dan keseimbangan neraca pembayaran. Kebijakan moneter juga dapat diartikan sebagai kebijakan dari otoritas moneter (bank sentral) dalam bentuk pengendalian agregat moneter (seperti uang beredar, uang primer, atau kredit perbankan) untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan dicerminkan oleh stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja yang tersedia. Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh Universitas Sumatera Utara dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang. Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil. 2.1.1 1. Tujuan Kebijakan Moneter Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dalam perekonomian. 2. Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan likuiditas perekonomian dan stabilitas tingkat harga. 3. Distribusi likuiditas yang optimal dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan pada berbagai sektor ekonomi. Universitas Sumatera Utara 4. Membantu pemerintah melaksanakan kewajibannya yang tidak dapat terealisasi melalui sumber penerimaan yang normal. 5. Menjaga kestabilan Ekonomi Artinya pertumbuhan arus barang dan jasa seimbang dengan pertumbuhan arus barang dan jasa yang tersedia. 6. Menjaga kestabilan Harga Harga suatu barang merupakan hasil interaksi antara jumlah uang yang beredar dengan jumlah uang yang tersedia di pasar. 7. Meningkatkan kesempatan kerja Pada saat perekonomian stabil pengusaha akan mengadakan investasi untuk menambah jumlah barang dan jasa sehingga adanya investasi akan membuka lapangan kerja baru sehingga memperluas kesempatan kerja masyarakat. 8. Memperbaiki neraca Perdagangan Kerja Masyarakat Dengan jalan meningkatkan ekspor dan mengurangi impor dari luar negeri yang masuk ke dalam negeri atau sebaliknya. 2.1.2 Jenis-jenis Kebijakan Moneter 1. Kebijakan moneter ketat (tight money policy) untuk mengurangi atau membatasi jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. 2. Kebijakan moneter longgar (easy money policy) untuk menambah jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi Universitas Sumatera Utara pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai stablisasi ekonomi yang dapat diukur dengan : a. Kesempatan Kerja Semakin besar gairah untuk berusaha, maka akan mengakibatkan peningkatan produksi. Peningkatan produksi ini akan diikuti dengan kebutuhan tenaga kerja. Hal ini berarti akan terjadinya peningkatan kesempatan kerja dan kesehjateraan karyawan. b. Kestabilan harga Apabila kestablian harga tercapai maka akan menimbulkan kepercyaan di masyarakat. Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli sekarang akan sama dengan harga yang akan masa depan. c. Neraca Pembayaran Internasional Neraca pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi ekonomi di suatu Negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka pemerintah sering melakukan kebijakan-kebijakan moneter. Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar agar terhindar dari inflasi. Dalam undang-undang tersebut diungkapkan bahwa sasaran laju inflasi Universitas Sumatera Utara merupakan sasaran akhir kebijakan moneter indonesia. Pola kebijakan ini dikenal juga dengan nama Inflation Targeting Framework. 2.2 Inflation Targeting Inflasi adalah fenomena ekonomi yang tak pernah basi dalam sejarah panjang ekonomi. Inflasi menjadi pembahasan yang krusial karena mempunyai dampak yang amat luas dalam perekonomian makro. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan memburuknya distribusi pendapatan, menambah angka kemiskinan, mengurangi tabungan domestik, menyebabkan defisit neraca perdagangan, menggelembungkan besaran utang luar negri serta menimbulkan ketidakstabilan politik. Mengingat begitu krusialnya inflasi ini, bank sentral dalam tugasnya menjaga stabilitas ekonomi menetapkannya sebagai tujuan utama dalam pelaksanaan kebijakan moneternya. Dalam melaksanakan tugasnya, bank indonesia telah menyusun berbagai kerangka kebijakan moneter yang akan menjadi pedoman dalam langkah usaha stabilitas ini. Kebijakan ini tentunya selalu disesuaikan dengan perkembangan dinamika ekonomi nasional dari tahun ke tahun. Perkembangan ekonomi nasional dan global beberapa tahun terakhir ini telah memfokuskan perhatian BI kepada masalah pengendalian inflasi. Hal ini juga didukung oleh perkembangan teori ekonomi dalam literatur dan temuan empiris di beberapa negara bahwa kebijakan moneter dalam jangka menengah, jangka panjang, hanya berpengaruh pada inflasi, bukan pada pertumbuhan ekonomi (Perry Warjiyo dan Solikin, 2004). Universitas Sumatera Utara Rancangan rencana strategis dalam pengendalian inflasi yang telah dirancang oleh bank indonesia ini lebih populer disebut dengan Inflation Targetting Framework (ITF). Sebagai implementasi dari kerangka kerja ITF tersebut, sejak tahun 2000 bank sentral telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi yang akan dicapai melalui kebijakan moneternya. Kebijakan ini dituangkan dalam kerangka kebijakan yang dilakukan dengan menggunakan uang primer sebagai sasaran antaranya. Kebijakan semacam ini populer disebut kerangka kebijakan dengan pendekatan kuantitas (quantity based approach). Namun sejak tahun 2004, BI mengubah pendekatan yang digunakannya menjadi kerangka kebijakan dengan pendekatan harga. Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan tingkat harga barang secara umum (Mankiw, 2000). Sedangkan untuk mengukur tingkat inflasi suatu negara, bisa digunakan tiga indikator yaitu: 1. Perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Indeks Biaya Hidup (IBH). 2. Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). 3. Perubahan deflator GDP/GDY. Masing-masing indikator punya kelebihan dan kekurangan, namun yang utama adalah bagaimana kita menggunakan jenis indikator sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pengukuran. Di indonesia, indikator yang sering digunakan untuk mengukur inflasi ini adalah IHK. Laju inflasi yang tinggi tidak hanya menurunkan daya beli masyarakat tetapi juga dapat mengganggu kestabilan ekonomi makro lainnya, seperti mengganggu keseimbangan neraca pembayaran dan memperlemah nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Penyebab terjadinya inflasi dapat dilihat Universitas Sumatera Utara dari beberapa sisi, sisi permintaan, sisi penawaran, atau campuran antara keduanya. Secara umum, penyebab terjadinya inflasi dapat diidentifikasikan menjadi 2 yakni: 1. Inflasi tarikan permintaan (Demand Pull Inflation), merupakan inflasi yang terjadi akibat peningkatan jumlah agregate demand (permintaan agregat) barang atau jasa, yang ditandai dengan pergeseran kurva AD ke kanan. Kenaikan jumlah permintaan agregat ini akan mengakibatkan kenaikan tingkat harga. 2. Inflasi desakan biaya (Cost Push Inflation) atau karena inflasi negara lain yang tersalur melalui jaringan perdagangan (imported inflation). Cost-push inflation merupakan inflasi yang terjadi akibat kenaikan biaya sehingga terjadi penurunan nilai agregate supply (penawaran agregat). Proses dinamika harga ini dapat berlangsung secara natural melalui mekanisme pasar, maupun karena kebijakan moneter. Kerangka umum yang sering dipergunakan dalam menganalisa interaksi simultan antara permintaan dan penawaran baik pada pasar barang dan pasar uang adalah kerangka IS-LM. Kerangka ini secara gamblang dapat menunjukkan bagaimana kebijakan moneter dan fiskal mampu mempengaruhi tingkat pendapatan atau output (Mankiw, 2000). Bagi bank sentral yang merupakan otoritas moneter, kebijakan yang ia pilih bergantung pada target, kondisi aktual perekonomian, kapasitas kebijakan dan pertimbangan tentang efektivitas kebijakan tersebut. Universitas Sumatera Utara Inflation targeting adalah sebuah kerangka kerja untuk kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada masyarakat tentang angka target inflasi dalam satu periode tertentu. Inflation targeting secara eksplisit menyatakan bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil (Stanley Fischer, 1994), menyatakan bahwa inflation targeting perlu menjadi sasaran utama kebijakan moneter bank indonesia maupun di dunia. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa dalam jangka panjang kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi laju inflasi sedangkan pertumbuhan ekonomi cenderung mengikuti pertumbuhan naturalnya (Guitan, 1994). Inflation targeting adalah kestabilan harga. Stabilitas harga yang masuk akal dan operasional adalah setiap angka inflasi antara 0 dan 3%. Inflation targeting adalah strategi kebijakan moneter yang mencakup lima elemen utama: a. Pengumuman publik jangka menengah untuk target angka inflasi b. Komitmen institusional terhadap stabilitas harga sebagai tujuan utama dari kebijakan moneter, dimana tujuan lainnya adalah subordinasi c. Strategi informasi inklusif dimana banyak variabel, dan tidak hanya agregat moneter atau kurs, digunakan untuk menentukan penetapan instrumen kebijakan Universitas Sumatera Utara d. Meningkatkan strategi transparansi kebijakan moneter melalui komunikasi dengan masyarakat dan pasar tentang rencana, tujuan, dan keputusan dari otoritas moneter e. Peningkatan akuntabilitas Bank Sentral untuk mencapai tujuan obyektif inflasi. Inflation targeting memiliki beberapa keuntungan sebagai strategi jangka menengah untuk kebijakan moneter. Berbeda dengan nilai tukar tetap, inflation targeting memungkinkan kebijakan moneter untuk fokus pada pertimbangan domestik dan untuk merespon guncangan terhadap perekonomian domestik. Sasaran inflasi memiliki keuntungan bahwa hubungan yang stabil antara uang dan inflasi tidak penting untuk kesuksesan, strategi tidak bergantung pada hubungan tersebut, melainkan menggunakan semua informasi yang tersedia untuk menentukan pengaturan terbaik untuk instrumen kebijakan moneter. Inflation targeting juga memiliki keuntungan kunci yang mudah dipahami oleh publik dan dengan demikian sangat transparan. Inflation targeting merupakan kebijakan moneter yang bersifat forward looking dengan memfokuskan secara langsung pada kestabilan harga atau inflasi yang rendah sebagai sasaran tunggal akhir. Umumnya strategi pencapaian tersebut dilakukan melalui transmisi besaranbesaran harga (price targeting), seperti suku bunga dan nilai tukar. Sementara itu, Warjiyo dan Zulverdi (1998) menyatakan bahwa suku bunga yang cocok dijadikan sebagai sasaran operasional kebijakan moneter adalah suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Pemilihan suku bunga PUAB Universitas Sumatera Utara memiliki kaitan yang erat dengan suku bunga deposito, mencermikan kondisi likuiditas di pasar uang, dan sekaligus dapat dipengaruhi oleh instrumen operasi pasar terbuka. Berkaitan dengan tujuan inflation targeting, yaitu untuk mencapai laju inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka panjang, maka pemerintah dan BI menetapkan bahwa sasaran inflasi jangka menengah dan panjang yang ingin dicapai adalah 3%. Untuk mencapai keinginan tersebut, pemerintah dan BI menetapkan sasaran inflasi jangka pendek yang harus dicapai setiap tahun. Dalam penerapan inflation targeting, kerangka kebijakan moneter dijalankan dengan penetapan sasaran tunggal yaitu inflation targeting. Dengan penetapan sasaran tunggal inflasi maka dapat mendorong terfokusnya pengendalian moneter, sehingga dapat meningkatkan efektifitas pelaksanaan kebijakan moneter dalam memerangi inflasi. 2.3 Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Menurut Karl dan Fair (2001:635) suku bunga adalah pembayaaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman. Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004:80) adalah harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur. Adapun fungsi suku bunga menurut Sunariyah (2004:81) adalah: Universitas Sumatera Utara a. Sebagai daya tarik bagi para penabung yang mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan. b. Suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian. Misalnya, pemerintah mendukung pertumbuhan suatu sektor industri tertentu apabila perusahaan-perusahaan dari industri tersebut akan meminjam dana. Maka pemerintah memberi tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan sektor lain. c. Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah uang beredar. Ini berarti, pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian. Menurut Ramirez dan Khan (1999)ada dua jenis faktor yang menentukan nilai suku bunga, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendapatan nasional, jumlah uang beredar, dan inflasi. Sedangkan faktor eksternal merupakan suku bunga luar negeri dan tingkat perubahan nilai valuta asing yang diduga. Menurut prasetiantono (2000) mengenai suku bunga adalah: jika suku bunga tinggi, otomatis orang akan lebih suka menyimpan dananya di bank karena ia dapat mengharapkan pengembalian yang menguntungkan. Dan pada posisi ini, permintaan masyarakat untuk memegang uang tunai menjadi lebih rendah karena mereka sibuk mengalokasikannya ke dalam bentuk portofolio perbankan (deposito dan tabungan). Seiring dengan berkurangnya jumlah uang beredar, gairah belanjapun menurun. Selanjutnya harga barang dan jasa umum akan cenderung Universitas Sumatera Utara stagnan, atau tidak terjadi dorongan inflasi. Sebaliknya jika suku bunga rendah, masyarakat cenderung tidak tertarik lagi untuk menyimpan uangnya di bank. Beberapa aspek yang dapat menjelaskan fenomena tingginya suku bunga di indonesia adalah tingginya suku bunga terkait dengan kinerja sektor perbankan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi ( perantara), kebiasaan masyarakat untuk bergaul dan memanfaatkan berbagai jasa bank secara relatif masih belum cukup tinggi, dan sulit untuk menurunkan suku bunga perbankan bila laju inflasi selalu tinggi (Prasetiantono, 2000 : 99-101). 2.4 Inflasi Menurut Bodie dan Marcus (2001:331) inflasi merupakan suatu nilai dimana tingkat harga barang dan jasa secara umum mengalami kenaikan. Inflasi adalah salah satu peristiwa moneter yang menunjukkan suatu kecenderungan akan naiknya harga-harga barang secara umum, yang berarti terjadinya penurunan nilai uang. Penyebab utama dan satu-satunya yang memungkinkan gejala ini muncul menurut Teori kuantitas mengenai uang pada mazhab klasik adalah terjadinya kelebihan uang yang beredar sebagai akibat penambahan jumlah uang di masyarakat. Menurut Keynes dalam The General Theory Of Employment, Interest and Money, dinyatakan bahwa inflasi disebabkan oleh gap antara kemampuan ekonomi masyarakat terhadap keinginan-keinginannya terhadap barang-barang (Shapiro, 2002). Yang dimaksud dengan gap disini adalah permintaan masyarakat Universitas Sumatera Utara terhadap barang-barang lebih besar daripada jumlah yang tersedia sehingga terjadi kenaikan harga, yang kemudian dikenal dengan istilah inflationary gap. Menurut Winardi (1995 :235) pengertian inflasi adalah suatu kenaikan relatif dalam tingkat harga umum (Sarwoko, 2005). Inflasi dapat timbul bila jumlah uang atau uang deposito dalam peredaran banyak, dibandingkan dengan jumlah barang - barang atau jasa yang ditawarkan atau karena hilangnya kepercayaan terhadap mata uang nasional, terdapat gejala yang meluas untuk menukar dengan barang-barang. 2.5 Produk Domestik Bruto Produk domestik bruto (PDB) dapat diartikan sebagai nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan di dalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu. Di dalam sesuatu perekonomian di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang, barang dan jasa diproduksikan bukan saja oleh perusahaan milik penduduk negara tersebut tetapi oleh penduduk negara lain. Wijaya (1997), menyatakan bahwa PDB adalah niali uang berdasarkan harga pasar dari semua barang- barang dan jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu perekonomian dalam suatu periode waktu tertentu biasanya satu tahun. Secara umum PDB dapat diartikan sebagai nilai akhir barang-barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu negara selama periode tertentu. Menurut samuelson (2002), PDB adalah jumlah output total yang dihasilkan dalam batas wilayah suatu negara dalam satu tahun. PDB mengukur nilai barang dan jasa yang diproduksi di wilayah suatu negara tanpa membedakan Universitas Sumatera Utara kewarganegaraan pada suatu periode waktu tertentu. Dengan demikian warga negara yang bekerja di negara lain, pendapatannya tidak dimasukkan kedalam PDB. Sebagai gambaran, PDB indonesia baik oleh warga negara indonesia (WNI) maaupun warga negara asing (WNA) yang ada di indonesia tetapi tidak diikut sertakan produk WNI di luar negeri (Herlambang, 2001). 2.6 Nilai Tukar Mata Uang Pertukaran suatu mata uang dengan mata uang lainnya disebut transaksi valas, foreign exchange transsaction (Kuncoro, 1996). Harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya disebut kurs atau nilai tukar mata uang / exchange rate (Salvatore, 1997). Kurs valuta asing juga dapat didefenisikan sebagai harga mata uang suatu negara dalam suatu negara dalam unit komoditas (seperti mata uang dapat diartikan sebagai perbandingan nilai mata uang. Kurs menunjukkan harga suatu mata uang, jika dipertukarkan dengan mata uang lain. Sebagai contoh, nilai kurs Rp/USD sebesar 8000, berarti bahwa untuk membeli 1 USD diperlukan Rp.8000 (Yulianti dan Prasetyo, 1998). Penurunan kurs antara rupiah dan USD (misalnya, dari Rp.8000/USD menjadi Rp.9000/USD) berarti Dollar menjadi lebih mahal dalam nilai rupiah. Ini mencerminkan bahwa nilai Dollar naik karena jumlah rupiah yang diperlukan untuk membeli Dollar meningkat. Dengan kata lain, Dollar mengalami apresiasi terhadap rupiah. Dari sisi lain, rupiah menjadi lebih murah dinilai dalam Dollar, artinya rupiah mengalami depresiasi terhadap dollar. Untuk menghindari Universitas Sumatera Utara kebingungan, harus diingat bahwa kurs antara mata uang domestik dan mata uang asing diartikan sebagai jumlah mata uang domestik yang diperlukan untuk membeli mata uang asing. Bila kurs meningkat berarti mata uang domestik mengalami depresiasi dan mata uang asing mengalami apresiasi. Sebaliknya penurunan kurs mencerminkan terjadinya apresiasi mata uang domestik dan depresiasi mata uang asing (Kuncoro,1996). Kebijakan kurs tukar dimana pemerintah suatu negara mengatur nilai tukar mata uangnya, maka diklasifikasikan sebagai kurs tetap (fixed exchange rate). Sedangkan jika besarnya nilai kurs tukar diserahkan kepada mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah, diklasifikasikan sebagai sistem kurs mengambang, floating exchange rate (Yuliati dan Prasetyo,1998). Suatu mata uang dikatakan konvertibel (convertible currency) apabila mata uang tersebut bisa dipertukarkan secara bebas dengan mata uang negara lain. Tidak adanya mata uang yang konvertibel akan menyulitkan perdagangan antar negara, karena masing-masing tidak akan mau menerima mata uang mitra dagangnya. Dalam keadaan seperti ini yang terjadi adalah perdagangan barter, yaitu menukar barang secara langsung, tetapi jika mata uang semua negara konvertibel maka perdagangan multinasional yang terjadi akan lebih efektif (Yuliati dan Prasetyo, 1998). Konvertibilitas penuh dari suatu mata uang yang dihambat, akan memunculkan pasar gelap (black market) dan beroperasi diluar kontrol pemerintah. Pada dasarnya pasar gelap adalah suatu pasar bebas yang Universitas Sumatera Utara berdampingan dengan pasar resmi dan menawarkan konversi penuh dalam mata uang lokal kendati ditambah premi yang cukup substansial diatas tarif resmi (kuncoro, 1996). 2.6.1 Keseimbangan Kurs Mata Uang Kurs mata uang dapat diibaratkan sebagai harga dari mata uang itu. Sama seperti harga produk, harga suatu mata uang juga ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Kurs terbentuk pada saat jumlah dan harga mata uang yang diminta sama dengan jumlah dan harga mata uang yang ditawarkan. Kondisi ini tersebut sebagai kondisi keseimbangan atau ekuilibrium (Yuliati dan Prasetyo, 1998). Kondisi keseimbangan dapat berubah setiap saat, jika faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran berubah. Permintaan terhadap suatu mata uang terbalik dengan harganya. Semakin tinggi nilai USD (misalnya terhadap rupiah), maka keinginan untuk menukarkan rupiah dengan USD akan semakin berkurang, dan begitu pula sebaliknya (Yuliati dan Prasetyo, 1998). Penawaran terhadap USD berbanding lurus dengan USD tersebut. Sebagai contoh ilustrasi, apabila USD terapresiasi rupiah (berarti USD semakin mahal), maka harga produk-produk yang diimpor dari indonesia menjadi lebih murah (di mata konsumen di Amerika Serikat). Konsumen di Amerika Serikat lebih suka membeli produk Indonesia karena lebih murah. Akibatnya penawaran USD akan meningkat (Yuliati dan Prasetyo, 1998). Universitas Sumatera Utara 2.7 Penelitian Terdahulu Umi Julaiha dan Insukindro (2003) dengan judul Analisis Dampak Kebijakan Moneter Terhadap Variabel Makroekonomi di Indonesia (Kasus perekonomian Indonesia Tahun 1983.1-2003.2). hasil penelitian menunjukkan bahwa pengujian empiris dengan menggunakan metode vector autoregression. Permasalahan yang akan diteliti mengenai apakah kebijakan moneter memiliki dampak terhadap perekonomian mengingat tujuan kebijakan moneter adalah untuk menggerakkan perekonomian. Pemahaman tentang analisis kebijakan moneter akan menjadi lebih penting bagi indonesia, terlebih karena terjadinya beberapa perubahan di bidang moneter seperti: 1. Adanya independensi bank sentral yang memunculkan isu single target dalam tujuan akhir kebijakan moneter. 2. Kondisi krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan 1997. 3. Indonesia merupakan small open economy yang kondisi perekonomiannya sangat terimbas oleh perekonomian dunia. Fokus pada penelitian ini adalah untuk melihat peran agregat moneter (M0) dan suku bunga (SBI) dalam studi dampak kebijakan moneter. Penggunaan dua variabel kebijakan ini sekaligus untuk melihat penggunaan variabel kebijakan mana yang lebih efektif digunakan untuk mempengaruhi variabel makroekonomi di indonesia. Menurut penelitian Natsir (2007: 19) yang berjudul peranan jalur suku bunga dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di indonesia menghasilkan bahwa studi ini menganalisis dan membuktikan efektifitas mekanisme transmisi kebijakan moneter di indonesia melalui jalur suku bunga dan jalur nilai tukar serta jalur ekspektasi inflasi. Indikator efektifvitas tersebut diukur dengan beberapa Universitas Sumatera Utara kecepatan atau beberapa tenggang waktu (time lag) dan beberapa kekuatan variabel-variabel merespon perubahan instrumen kebijakan moneter (monetary policy instruments) hingga terwujudnya tujuan akhir kebijakan moneter (final target). Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga , jalur nilai tukar dan jalur ekspektasi inflasi efektif mewujudkan sasaran akhir kebijakan moneter. Dari ketiga jalur tersebut, jalur suku bunga yang paling efektif mewujudkan sasaran akhir kebijakan moneter. 2.8 Kerangka Pemikiran Berdasarkan landasan teoritis dan hasil penelitian terdahulu, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: PDB Indeks Harga Konsumen Jumlah Uang Beredar KURS Suku Bunga SBI Indeks Harga Impor Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Universitas Sumatera Utara 2.9 Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian dari tinjauan pustaka maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : a. Jumlah Uang Beredar dan Kurs berpengaruh positif terhadap PDB, sedangkan Indeks Harga Konsumen berpengaruh negatif terhadap PDB. b. Suku bunga SBI dan Indeks Harga Impor berpengaruh negatif terhadap Indeks Harga Konsumen, sedangkan PDB berpengaruh positif terhadap Indeks Harga Konsumen. Universitas Sumatera Utara