BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Penyebab Obesitas Obesitas adalah peningkatan lemak tubuh yang berlebihan.Obesitas disebabkan adanya keseimbangan energi positif, sebagai akibat ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Obesitas merupakan penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktivitas fisik,gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional yaitu perilaku makan dan pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi (Nugraha, 2009). Menurut Solihin Pujiadi “obesitas merupakan keadaan patologik dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh.” Definisi obesitas dikaitkan dengan adanya ketidakseimbangan antar porsi badan, dimana berat badan melebihi ukuran persentase tertentu (Hartadi, C, dkk, 1988). Dari sudut ilmu gizi, definisi obesitas yang baik adalah bila tercakup pengertian terjadinya penimbunan trigliserida yang berlebihan dan terdapat di seluruh tubuh (Rahmat, 1981). Menurut Ruslan Djamil, “obesitas adalah kelebihan lemak badan”. Selain itu obesitas dapat disebabkan karena ketidakseimbangan energi, yaitu pemasukan energi yang lebih besar dari yang dibutuhkan tubuh. Universitas Sumatera Utara Dari beberapa pengertian obesitas di atas dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa obesitas merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh adanya penimbunan lemak yang berlebihan dalam jaringan lemak di bawah kulit dan dalam organ tubuh. 2.1.1 Faktor genetik Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar.Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas.Bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14% (Mustofa, 2010). 2.1.2 Faktor lingkungan a. Aktivitas Fisik Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan energi, sehingga apabila aktivitas fisik rendah maka kemungkinan terjadinya obesitas akan meningkat. Misalnya pada anak seperti berkurangnya lapangan tempat bermain serta tersedianya hiburan dalam bentuk game elektonik atau playstation dan tontonan televise (Nugraha, 2009). Kurangnya aktivitas fisik inilah yang menjadi penyebab obesitas karena kurangnya pembakaran lemak dan sedikitnya energi yang dipergunakan (Mustofa, 2010). b. Gaya hidup Kecenderungan anak-anak sekarang suka makan “fast food” yang berkalori tinggi seperti hamburger, pizza, ayam goring dengan kentang goring, es krim, aneka macam mie dan lain-lain (Soetjiningsih, 1995). Universitas Sumatera Utara c. Sosial ekonomi Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Syarif, 2003). d. Nutrisi Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu.Kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak (Syarif, 2003). Terjadinya obesitas merupakan dampak dari terjadinya kelebihan asupan energy (energy intake) dibandingkan dengan yang diperlukan (energyexpenditure) oleh tubuh sehingga kelebihan asupan energi disimpan dalam bentuk lemak (Nugraha, 2009). Makanan merupakan sumber dari asupan energi. Di dalam makanan yang akan diubah menjadi energii adalah karbohidrat, protein dan lemak. Apabila asupan karbohidrat, protein dan lemak berlebih, maka karbohidrat akan disimpan sebagai glikogen dalam jumlah terbatas dan sisanya lemak, protein akan dibentuk sebagai protein tubuh dan sisanya lemak, sedangkan lemak akan disimpan sebagai lemak. Tubuh memiliki kemampuan menyimpan lemak tidak terbatas (Nugraha, 2009). Faktor-faktor yang berpengaruh dari asupan makanan yang menyebabkan obesitas adalah kuantitas, porsi sekali makan, kepadatan energi dari makanan yang dimakan, kebiasaan makan (Nugraha, 2009). Regulasi dan metabolism di dalam tubuh terdiri dari dua faktor yaitu controller (otak) dan controlled system/nutrient partitioning yaitu organ lain di luar otak yang berperan dalam menggunakan dan menyimpan energi seperti saluran cerna, liver, otot, ginjal dan jaringan adiposa (Nugraha, 2009) Otak akan menerima sinyal (input) dari lingkungan ataupun dari dalam tubuh sendiri dalam bentuk menghambat atau mengaktivasi motor sistem dan memodulasi system saraf dan hormonal untuk mencari atau menjauhi makanan. Hasil (output) dari sinyal Universitas Sumatera Utara yang diterima oleh otak akan mempengaruhi pemilihan jenis makanan, porsi makan, lama makan, absorpsi serta metabolism zat gizi di dalam tubuh. Zat gizi tertentu yang secara khusus berpengaruh terhadap otak untuk meningkatkan asupan makanan adalah zat lemak (Nugraha, 2009) Sinyal neural dan humoral yang mempengaruhi otak diantaranya berasal dari saluran cerna. Saluran cerna diketahui mengeluarkan beberapa peptide yang mempengaruhi asupan makanan diantaranya adalah kolesistokinin, gastrin-releasing peptide, oksintomodulin, neuromedin B dan neuropeptida YY3-36 yang akan mengurangi asupan makanan. Terdapat pula hormom-hormon yang mempengaruhi asupan makanan melalui rangsangan ke otak baik meningkatkan ataupun menurunkan yaitu norepinefrin, serotonin, dopaminin dan histamine. Diantaranya histamin, apabila sekresi histamine berkurang, maka asupan makanan akan meningkat (Nugraha, 2009). Peptida lain adalah leptin. Leptin terutama disekresi oleh sel adiposa meskipun juga dapat dihasilkan oleh plasenta dan gaster. Leptin akan bekerja pada reseptor leptin di otak yang akan menghambat produksi peptide neuropeptida Y (NPY) dan peptide agouti-related (AGRP) yang merupakan peptin yang poten untuk merangsang makanan. Gangguan pada produksi leptin atau reseptornya akan mengakibatkan keinginan makan yang berlebihan (Nugraha, 2009). Orang gemuk dapat menjadi resisten terhadap insulin, menyebabkan penambahan insulin dalam sirkulasi.Insulin mengurangi lipolisis dan menambah sintesis dan ambilan lemak (Barness dan Curran, 1999). 2.2 Prevalensi Obesitas Obesitas telah menjadi pandemi global di seluruh dunia dan dinyatakan oleh World HealthOrganization (WHO) sebagai masalah kesehatan kronis terbesar pada orang dewasa (Soegih, 2009).Pada tahun 1998 WHO menyatakan bahwa obesitas merupakan penyebab kematian kedua didunia setelah merokok (Mustofa, Universitas Sumatera Utara 2010). Obesitas kini bukan lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang lazim ditemukan di negara-negara maju tapi telah merambah ke negara-negara berkembang (Arisman, 2010). Di Amerika Serikat lebih dari 50% orang dewasa menderita berat badan lebih dan obesitas (Soegih, 2009). Sedangkan, prevalensi obesitas pada anak di New York sebesar 17,8-19,9% (Melnik et al, 1998 dalam Arisman 2010). Prevalensi obesitas pada anak dan remaja usia 6-18 tahun di Bangkok sebesar 14,3% (Suttapreyasri et al, 1990 dalam Arisman 2010). Prevalensi nasional anak usia sekolah (6-14 tahun) gemuk laki-laki adalah 9,5% sedangkan prevalensi nasional anak usia sekolah (6-14 tahun) gemuk perempuan adalah 6,4%. Sebanyak 16 provinsi mempunyai prevalensi anak usia sekolah gemuk laki-laki di atas prevalensi normal yaitu Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jambi, Papua, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Riau, dan Maluku Utara. Sedangkan prevalensi anak usia sekolah perempuan di atas prevalensi normal sebanyak 17 provinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengngkulu, Lampung, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jaa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Maluku dan Papua (Riskesdas, 2007) Di Indonesia khususnya di Jakarta, prevalensi obesitas pada anak usia 2-5 tahun sebesar 16,1% (Droomers et al, 1995). Penelitian yang dilakukan Soegih dkk (2004) pada 6318 orang pengunjung suatu laboratorium dari berbagai daerah, pekerjaan dan kelompok umur (20 sampai dengan 55 tahun) diperoleh hasil 48,97% pria dan 40,65% wanita mengalami obesitas (Nugraha, 2009). Penelitian epidemiologi yang dilakukan di daerah sub urban di daerah Koja, Jakarta Utara pada tahun 1982, didapatkan prevalensi obesitas sebesar 4,2%, di daerah Kayu Putih, Jakarta Pusat, yaitu pada tahun 1992, prevalensi obesitas mencapai 17,1% dimana pada laki-laki sebesar 10,9% dan pada perempuan sebesar 24,1%. Pada penelitian epidemiologi di daerah Abadijaya, Depok pada tahun 2001 didapatkan Universitas Sumatera Utara 48,6%, pada tahun 2002 didapat 45% dan tahun 2003 didapat 44% orang dengan berat badan lebih dan obes (Sugondo, 2007) Bappenas (2004), mengemukakan bahwa dari 4.747 orang siswa/siswi SLTP Yogyakarta dan 2% di Kabupaten Bantul mengalami obesitas. Hasil penelitian Ariani dan Sembiring (2007) di beberapa sekolah dasar di kota Medan, menunjukkan 17,75% siswa-siswi sekolah dasar mengalami obesitas. 2.3 Diagnosis obesitas pada anak Untuk menentukan obesitas pada anak diperlukan kriteria berdasarkan pengukuran antropometri, pada umumnya digunakan: a. Pengukuran berat badan (BB) dan hasilnya dibandingkan dengan standar. Disebut obesitas bila BB > 120% BB standar, sedangkan disebut overweight bila BB antara 110-120% (Taitz, 1991 dalam Hidayati et al, 2006) b. Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan petunjuk dasar untuk memantaustatus gizi, baik yang kekurangan berat badan maupun yang kelebihan berat badan. Pengukuran IMT yaitu berat badan dibagi tinggi badan kwadrat (dalam kilogram 2 per meter persegi). Dikatakan obesitas bila BB/TB > persentile ke 95 atau > 120% atau Z-score = + 2 SD. Dikatakan overweight jika IMT ≥ persentile 85 (Barness dan Curran, 1999). Universitas Sumatera Utara Kategori IMT berdasarkan umur dan jenis kelamin menurut United State Department of Health and Human Service Tahun 2000, adalah : Tabel 2.1. Kategori IMT menurut umur dan jenis kelmian Kategori status gizi IMT Gizi kurang < 5 persentile Gizi normal 5-84 persentile Gizi lebih Obesitas 85-94 persentile 95 persentile Sumber :United State Department of Health and Human Service Tahun 2000 c. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan kulit/TLK). Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps > persentil ke 85 (Suandi, 2010) 2.4 Komplikasi 2.4.1 Terhadap kesehatan Obesitas ringan sampai sedang, morbiditasnya kecil pada masa anak-anak. Tetapi bila obesitas masih terjadi setelah masa dewasa, maka morbiditas dan mortalitasnya akan meningkat (Soetjiningsih, 1995) 2.4.2 Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskular Faktor risiko ini meliputi peningkatan kadar insulin, trigliserida, LDL (lowdensity lipoprotein) kolesterol, dan tekanan darah sistolik serta penurunan kadar HDL (high density lipoprotein) kolesterol (Soetjiningsih, 2010). IMT mempunyai hubungan yang kuat dengan kadar insulin. Anak dengan IMT > persentile ke 99, 40% diantaranya mempunyai kadar insulin tinggi, 15% mempunyai kadar HDL-kolesterol yang rendah dan 33% dengan kadar trigliserida tinggi (Freedman, 2004). Anak obesitas cenderung Universitas Sumatera Utara mengalami peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, sekitar 20-30% menderita hipertensi (Syarif, 2003). 2.4.3 Saluran Pernafasan Pada bayi, obesitas merupakan risiko terjadinya saluran pernafasan bagian bawah, karena terbatasnya kapasitas paru-paru.Adanya hipertrofi dan adenoid mengakibatkan obstruksi saluran nafas bagian atas, sehingga mengakibatkan anoksia dan saturasi oksigen rendah, disebut sindrom Chubby Puffer. Obstruksi ini dapat mengakibatkan gangguan tidur, gejala-gejala jantung dan kadar oksigen dalam darah yang abnormal serta nafas yang pendek (Soetjiningsih, 1995). 2.4.4 Diabetes Mellitus tipe-2 Diabetes Mellitus tipe-2 jarang ditemukan pada anak obesitas (Syarif, 2003).Prevalensi penurunan uji toleransi glukosa pada anak obesitas adalah 25% sedangkan Diabetes Mellitus tipe-2 hanya 4%.Hampir semua anak obesitas dengan Diabetes Mellitus tipe-2 mempunyai IMT > + 3SD atau > persentile ke 99 (Bluher et al, 2004). 2.4.5 Obstruktif Sleep Apnea Sering dijumpai pada anak obesitas dengan kejadian 1/100 dengan gejala mengorok (Syarif, 2003).Penyebabnya adalah penebalan jaringan lemak didaerah dinding dada dan perut yang mengganggu pergerakan dinding dada dan diafragma, sehingga terjadi penurunan volume dan perubahan pola ventilasi paru serta meningkatkan beban kerja otot pernafasan. Pada saat tidur terjadi penurunan tonus otot dinding dada yang disertai penurunan saturasi oksigen dan peningkatan kadar CO2, serta penurunan tonus otot yang mengatur pergerakan lidah yang menyebabkan lidah jatuh ke arah dinding belakang faring yang mengakibatkan obstruksi saluran nafas intermiten dan menyebabkan tidur gelisah, sehingga keesokan harinya anak cenderung mengantuk dan hipoventilasi. Gejala ini berkurang seiring dengan penurunan berat badan (Kopelman, 2000 dalam Hidayati et al 2006). Universitas Sumatera Utara 2.5 Penatalaksanaan Tujuan pengobatan obesitas pada anak adalah menghambat laju kenaikan berat badan yang pesat dan tidak boleh diet terlalu ketat.Sehingga pengaturan dietnya harus dipertimbangkan bahwa anak masih dalam masa pertumbuhan sesuai tingkat usianya (Soetjiningsih, 1995). Mengingat penyebab obesitas bersifat multifaktor, maka penatalaksanaan obesitas seharusnya dilaksanakan secara multidisiplin dengan mengikut sertakan keluarga dalam proses terapi obesitas. Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi, dengan cara pengaturan diet dan peningkatan aktivitas fisik(Syarif, 2003). a. Pengaturan diet Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan Recommended Dietary Allowance(RDA), hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan (Syarif, 2003). Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas sedang dan tanpa penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Sedang pada obesitas berat (IMT > 97 persentile) dan yang disertai penyakit penyerta, diberikan diet dengan kalori sangat rendah (very lowcalorie diet) (Kiess et al, 2004). Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang • Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan normal • Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30% dengan lemak jenuh < 10% dan protein 15-20% energi total serta kolesterol < 300 mg per hari (Syarif, 2003) b. Pengaturan aktivitas fisik Peningkatan aktivitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju metabolisme.Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya.Aktivitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang Universitas Sumatera Utara menggunakan keterampilan otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik selama 20-30 menit per hari (Syarif, 2003). c. Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai petunjuk ahli gizi.Anggota keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi dalam program diet, mengubah perilaku makan dan aktifitas yang mendukung program diet (Kiess et al., 2004 dalam Hidayati et al, 2006) 2.6 Pencegahan Pencegahan obesitas pada saat remaja penting diantisipasi sejak bayi.Untuk mencegah obesitas pada masa bayi tersebut, perlu diperhatikan hal-hal dibawah ini: a. Setiap bayi dianjurkan untuk diberi ASI saja paling sedikit sampai 4-6 bulan b. Pemberian makanan padat mulai diberikan sekitar 4-6 bulan c. Penyuluhan tentang kebutuhan diet bayi, percepatan pertumbuhan bayi d. Biasakan mengukur BB dan TB secara rutin sekali dalam sebulan (menggunakan KMS) e. Evaluasi kualitas pengasuhan anak, menganjurkan/membiarkan anak bergerak bebas, aktifitas fisik merupakan faktor pencegahan obesitas (Suandi, 2010) Universitas Sumatera Utara 2.7 Media Televisi Media adalah semua alat, bahan atau apapun yang digunakan untuk menyampaikan pesan dengan maksud lebih memperjelas pesan-pesan tersebut. Klasifikasi media terdiri atas visual aids, audia aids dan audia visual aids. Media visual aids seperti papan tulis, poster, leafletdan model. Media audio aids seperti radio dan yang termasuk media audio visual seperti televisi dan sound slides ( Sulaiman, A.H, 1988). Kemajuan dalam menggunakan media atau alat peraga meningkat seiring dengan perkembangan teknologi dan era globalisasi. Begitu juga dengan penggunaan media Audio Visual Ava(AVA) seperti televisi sebagai salah satu alat bantu yang memberikan informasi dan pesan dalam bentuk gambar dan suara. Informasi yang diberikan lebih nyata daripada yang dapat disampaikan dengan kata-kata yang diucapkan, dicetak atau ditulis. Oleh karena itu media AVA membuat suatu pengertian menjadi lebih berati. Media AVA juga dapat mendorong keinginan untuk mengetahui lebih banyak terhadap sesuatu yang diperlukan (Suleiman, A,H.,1988). Televisi pada dasarnya merupakan sumber informasi yang sangat penting bagi anak-anak, baik sebagai sumber informasi untuk hal-hal yang baik dan cocok maupun hal-hal yang kurang cocok bagi anak-anak sesuai mereka (Sobur, A, 1991). Sekarang ini televisi bukan lagi merupakan benda asing bagi anak. Hampir tiap rumah memiliki televisi dan hampir tiap hari pula anak-anak menontonnya. Sehingga menonton televisi adalah kegiatan nomor satu bagi anak-anak selama jam-jam antara pulang sekolah dan makan malam (Sobur, A, 1991). Universitas Sumatera Utara 2.8 Beberapa Penelitian yang Berkaitan dengan Pengaruh Televisi 2.8.1 Intensitas menonton televisi Newsweek pada tahun 1992 mengungkapkan bahwa 49 % dari orang-orang yang disurvei menganggap televisi sebagai pemberi pengaruh terbesar pada anak- anak karena mereka lebih banyak meluangkan waktu untuk menonton televisi daripada melakukan kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas fisik. (Chen, M, 1996). Antara tahun 1986- 1990 peneliti Harvard School of Public Health di Boston, Massachussetts meneliti hubungan antara menonotn televisi dengan obesitas pada 746 anak-anak. Rata-rata anak yang berumur 11 tahun menghabiskan waktu 48 jam sehari untuk menonton televisi. Hasil survei atas 1.200 anak oleh Yankelovich Youth tahun 1993 menunjukkan bahwa anak menhabiskan waktu untuk menonton televisi dalam mengisi kegiatan mereka (Laksono. N, 1997). Ahli Pediatrik Universitas Tufts, Dr. William Diets Jr dan Dr.Steven Gortmaker dari Harvard School of Public Health mempelajari kesehatan dan kebiasaan menonton televisi pada 1.500 anak Amerika. Penemuan mereka menegaskan terlalu banyak menonton televisi menyisakan hanya sedikit waktu untuk kegiatan fisik. Setiap jam yang dilewatkan seorang anak untuk menonton televisi bertambah pula resiko untuk menjadi obesitas (Yahya, L.R.S, 1999). Pada saat ini intensitas anak sekolah menonton televisi menunjukkan peningkatan dari batas ideal, seharusnya anak menonton televisi 2 jam/hari (Pujilestari, P, dkk, 1996). 2.8.2 Pengaruh Iklan Makanan terhadap Pengetahuan Anak Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang dalam pemilihan makanan antara lain karena menyukai rasa, tektur, bau dan penampilan makanan. Pemilihan makanan tersebut disebabkan juga karena tertarik terhadap iklan makanan dalama majalah atau televisi (Suharjo, dkk, 1997). Universitas Sumatera Utara Iklan televisi akan menambah pengetahuan anak sehingga berpengaruh terhadap kebiasaan makan anak. Anak cenderung memilin makanan yang pernah dilihatnya di televisi yang pada umumnya banyak mengandung energi dan lemak tinggi. Hal ini akan berakibat buruk pada anak karena energi yang masuk akan disimpan dalm bentuk lemak. Penumpukan lemak dalam tubuh nantinya akan menyebabkan kelebihan berat badan pada anak (Pujilestari, P,dkk, 1996). 2.8.3 Kegiatan Anak Saat Menonton Televisi Kegiatan yang dilakukan anak saat menonton televisi adalah cenderung memkan makanan kecil(Snack) seperti permen, kue-kue yang gurih dan manis serta es krim. Biasanya makanan yang dimakan untuk snack mengandung energi dan lemak tinggi berupa makanan basah (seperti roti, bolu) dan makanan ringan seperti kacang-kacangan. (Pujilestari, P,dkk, 1996). Universitas Sumatera Utara