UlasanEkonomiHarian - Samuel Aset Manajemen

advertisement
UlasanEkonomiHarian
Kamis, 6 April 2017 Kemungkinan indeks di bursa Asia hari ini akan bergerak bervariasi terlihat dari indeks futures bursa Asia yang mixed tetapi dengan kecenderungan turun terbawa sentimen turunnya indeks di bursa global semalam dan harga minyak mnetah yang pagi ini dibuka turun. Kemungkinan rupiah berpotensi melemah menuju kisaran antara Rp.13.325 s.d Rp.13.335 per USD. Lana Soelistianingsih, Ekonom/Kepala Riset
(021) 2854 8828 [email protected] Kilas Pasar Pada perdagangan kemarin nilai tukar rupiah menguat 10,5 poin menjadi Rp.13.320 per USD (kurs tengah Bloomberg). Sebagian besar indeks di bursa Asia ditutup naik termasuk indeks di bursa Indonesia (IHSG). IHSG naik 25,16 poin menjadi 5.676,98 (7,2% ytd). Indeks di bursa global sebagian besar ditutup turun termasuk indeks di bursa New York (Indeks Dow). Indeks Dow turun 41,09 poin menjadi 20.648,15 (4,5% ytd). Sedangkan harga minyak mentah membaik. Prediksi hari ini Kemungkinan indeks di bursa Asia hari ini akan bergerak bervariasi terlihat dari indeks futures bursa Asia yang mixed namun dengan kecenderungan turun terbawa sentimen negatif dari turunnya indeks di bursa global semalam dan harga minyak mentah yang dibuka turun pagi ini. Turunnya harga minyak mentah ini berpotensi membuat rupiah melemah menuju kisaran Rp.13.325 s.d Rp.13.335 per USD. Isu Ekonomi: Data OJK per Februari 2017 mencatat beberapa kinerja perbankan masih baik, diantaranya NPL sebesar 3,16% naik dari 3,09% pada Januari 2017. LDR sebesar 89,12% masih dibawah batas maksimum 92%. NPL yang naik dan LDR yang masih dibawah batas menunjukkan bank masih belum menyalurkan kreditnya. Data BI mencatat pertumbuhan kredit per Februari masih single digit yaitu 8,4%. Sementara itu kinerja 10 bank besar mencatat pertumbuhan aset sebesar 12% yoy dan laba sebesar 11,96% yoy. The Fed sinyalkan akan mengurangi posisi neracanya yang saat ini mencapai US$4,5 triliun. Kebijakan the Fed naikkan suku bunganya diikuti dengan menurunnya jumlah aset (kebijakan moneter kontraksi) ini berpotensi menaikkan imbal hasil obligasi. Sejak 2008 lalu, posisi neraca the Fed memcatatkan kenaikan hampir sebesar US$3,5 triliun terutama dalam bentuk obligasi. Naiknya imbal hasil obligasi di AS akan menaikkan imbal hasil obligasi di EMs. NPL Februari 2017 naik menjadi 3,16%. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio kredit macet (Non Performing Loan – NPL) per Februari 2017 tercatat sebesar 3,16%, naik dari 3,09% di bulan Januari 2017. Data OJK lainnya mencatat loan to deposit ratio (LDR) mencapai 89,12%, masih dibawah LDR maksimum 92%. Kinerja perbankan masih baik karena NPL masih dibawah 5%. Meningkatnya NPL menjadi indikasi bank masih belum akan menyalurkan kreditnya secara agresif. OJK mengindikasikan pertumbuhan kredit masih single digit per Februari 2017 Sedangkan pertumbuhan kredit menurut data Bank Indonesia (BI) pada Februari 2017 tercatat 8,4% yoy. Namun OJK masih optimis, pertumbuhan kredit ini masih bisa mencapai 10%‐11% di tahun 2017 utamanya dari kredit modal kerja dan kredit investasi. Data perbankan yang lain mencatat pada Februari 2017 pertumbuhan aset 10 bank besar naik sebesar 12% yoy walaupun ada dua bank yang mencatatkan pertumbuhan aset negatif. Kinerja 10 bank besar ini juga mencatat kenaikan pertumbuhan laba sebesar 11,96% yoy. The Fed akan kurangi posisi neracanya. The Fed – Bank Sentral Amerika Serikat (AS) mengindikasikan akan mengurangi posisi neracanya yang saat ini mencapai US$4,5 triliun, terutama dengan menurunkan posisi obligasi yang dipegang the Fed. Kebijakan ini merupakan implikasi dari naiknya suku bunga the Fed atau dengan kata lain the Fed melakukan kebijakan moneter yang kontraksi. Pada pertemuan 14‐15 Maret lalu, the Fed telah naikkan suku bunganya sebesar 25 bps menjadi 0,75%‐1%, dan diperkirakan kenaikan ini bisa berlanjut 2‐3 kali hingga akhir tahun 2017. Ekspektasi ini didukung dengan membaiknya data ekonomi AS yang mendekati target the Fed termasuk angka inflasi yang mulai mendekati 2%. Sejak the Fed melakukan kebijakan QE (quantitative easing) pada 2008 lalu, neraca the Fed mencatatkan penambahan sebesar hampir US$3,5 triliun. Kebijakan kontraksi the Fed ini dengan mulai menjual kembali obligasinya akan membuat tendensi imbal hasil akan naik. Naiknya imbal hasil di pasar obligasi AS ini kemungkinan membuat imbal hasil di negara lain, khususnya emerging markets (EMs) juga akan naik.
This document is for information only and for the use of the recipient. It is not to be reproduced or copied or made available to
others. Under no circumstances is it to be considered as an offer to sell or solicitation to buy any security. Any recommendation
contained in this report may not be suitable for all investors. Moreover, although the information contained herein has been
obtained from sources believed to be reliable, its accuracy, completeness and reliability cannot be guaranteed. All rights
reserved by PT Samuel AsetManajemen.
Hal. 1 dari 1
Download