5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hepatitis B 2.1.1 - USU-IR

advertisement
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Hepatitis B
2.1.1. Definisi
Hepatitis adalah proses terjadinya inflamasi dan atau nekrosis jaringan hati
yang dapat disebabkan oleh infeksi, obat -obatan, toksin, gangguan metabolik,
maupun kelainan autoimun. Infeksi yang disebabkan virus, bakteri, maupun
parasit merupakan penyebab terbanyak hepatitis akut. Virus hepatitis merupakan
penyebab terbanyak dari infeksi tersebut. Infeksi virus hepatitis masih merupakan
masalah kesehatan utama, baik di n egara yang sedang berkemb ang maupun di
negara maju (Arief, 2012).
Infeksi virus hepatitis merupakan infeksi sistemik dimana hati merupakan
organ target utama dengan keru sakan yang berupa inflamasi dan atau nekrosis
hepatosit serta infiltrasi panlobular oleh sel mononuklear. Dengan kemajuan di
bidang molekular, maka id entifikasi, pengertian serta patogenesis hepatitis virus
menjadi lebih baik. Terdapat sedikitnya 6 jenis virus hepatotropik penyebab utama
infeksi akut, yaitu virus hepatitis A, B, C,D,E, dan G (Ghanaei, et al., 2013).
Hepatitis B adalah penyakit infeksi virus yang ditularkan melalui darah
dimana virus ini adalah
yang paling menular dan di banyak bagian dunia,
prevalensinya sangat tinggi . Hepatitis B merupakan infeksi virus yang menyerang
hati dan dapat menyebabkan penyakit akut maupun kroni k dan secara potensial
merupakan infeksi hati yang mengancam nyawa disebabkan oleh virus hepatitis B
(WHO, 2012).
Menurut Dorland (2002), Hepatitis B adalah penyakit virus yang
disebabkan oleh virus hepatitis B yang endemik di seluruh dunia. Hepatitis B
mempunyai nama lain, yaitu hepatitis tipe B, serum hepatitis dan penyakit kuning
serum homologous. Menurut Franco et al. (2012), infeksi
virus hepatitis B
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius dimana infeksi dapat
ditularkan melalui hubungan seksual , kontak parenteral atau dari ibu yang
terinfeksi kepada bayinya saat lahir dan, jika menginfeksi sejak awal kehidupan,
dapat menyebabkan penyakit hati kronik, termasuk sirosis dan karsinoma
hepatoselular.
6
2.1.2. Epidemiologi Hepatitis B
Menurut WHO (2012), se kitar 2 miliar penduduk di seluruh dunia pernah
terinfeksi dengan virus hepatitis B dan sekitar 600.000 penduduk meninggal
setiap tahunnya oleh karena komplikasi dari hepatitis B itu sendiri serta lebih dari
240 juta menderita infeksi hati yang kronik (jangka panjang).
Menurut Mandal et al. (2008), pada area tertentu di dunia, angka karier
dapat melampaui 25% (kepulauan Pasifik, Thailand, Senegal), dan di daerah lain
kira-kira 5-10% (area yang luas di subbenua India, Asia Tenggara, Afrika, dan
Eropa bagian timur). Diperkirakan bahwa hampir 200 juta orang di seluruh dunia
adalah karier.
Indonesia digolongkan sebagai negara dengan kategori endemisitas sedang
sampai tinggi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan
dari 10.391 serum yang diperiksa, prevalensi HBsAg positif 9,4% yang berarti 1
dari 10 penduduk Indonesia pernah terinfeksi h epatitis B. Bila dikonversikan
dengan jumlah penduduk Indonesia maka jumlah penduduk hepatitis B di negeri
ini mencapai 23 juta orang (Depkes RI, 2013).
Berdasarkan data Depkes RI (2010), resiko penularan pada hepatitis B
sebesar 27%-37%. Berdasarkan data WHO (2011), dari 35 juta petugas kesehatan
di seluruh dunia, 3 juta diantara nya menerima paparan perkutan dari spesimen
darah yang patogen setiap tahunnya ; 2 juta diantaranya menerima paparan virus
hepatitis B. Paparan ini menghasilkan sekitar 70.000 infeksi hepatitis B. Lebih
dari 90% infeksi ini terjadi di negara berkembang.
2.1.3. Struktur Hepatitis B
Virus hepatitis B (HBV) termasuk golongan hepadnavi rus tipe 1 dan
merupakan virus hepadna yang pertama kali ditemukan. Hepadnavirus juga
ditemukan pada marmut, tupai, dan bebek; tetapi virus yang menginfeksi binatang
tersebut tidak dapat menular pada manusia. Selain manusia, Human HBV juga
dapat menginfeksi simpanse. Virus hepatotropik ini mengandung DNA dengan
cincin ganda sirkular yang terdiri dari 3200 nukleotida dengan diameter 42 nm
dan terdiri dari 4 gen. Virus hepatitis B dapat ditemukan dalam 3 komponen yaitu
7
partikel lengkap berdiameter 42 nm, part ikel bulat berdiameter 22 nm, dan
partikel batang dengan lebar 22 nm dengan panjang bervariasi sampai 200 nm.
Pada sirkulasi, komponen terbanyak adalah bentuk bulat dan batang yang terdiri
atas protein, cairan, dan karbohidrat yang membentuk hepatitis B surface antigen
(HBsAg) dan antigen pre-S. Bagian dalam dari virion adalah core. Core dibentuk
oleh selubung hepatitis B core antigen (HBcSg) yang membungkus DNA, DNA
polymerase, transcriptase, dan protein kinase untuk replikasi virus. Komponen
antigen yang terdapat dalam core adalah hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen
ini menjadi petunjuk adanya replikasi virus yang terjadi pada limfosit, limpa,
ginjal, pankreas dan terutama hati. HBeAg merupakan pertanda tidak langsung
dari derajat beratnya infeksi (Arie f, 2012).
Gambar 2.1 Struktur Genom dari Virus Hepatitis B (WHO, 2009).
DR1, direct repeat sequence 1; DR2, direct repeat sequence 2; EcoR1, the cut site
of the restriction endonuclease EcoR1 derived from E. coli; X, X gene encoding
the HBV X protein; PreS1 and PreS2, large envelope proteins; S, the small
envelope protein
8
2.1.4. Patogenesis Hepatitis B
Menurut WHO (2012), model transmisi hepatitis B adalah sama dengan
model transmisi untuk Virus Human Immunodeficiency (HIV). Tetapi, virus
hepatitis B 50 sampai 100 kali lebih menular. Tidak seperti HIV, virus hepatitis B
dapat bertahan hidup di luar tubuh dan stabil pada permukaan lingkungan
setidaknya selama tujuh hari. Selama waktu ini, virus tetap dapat menyebabkan
infeksi jika memasuki tubuh orang yang tidak dilindungi oleh vaksin. Inokulasi
langsung virus hepatitis B dapat terjadi melalui benda mati seperti sikat gigi, botol
bayi, mainan, pisau cukur, peralatan makan, peralatan rumah sakit dan benda benda lain serta melalui kontak dengan selaput lendir atau kulit yang ter luka.
Masa inkubasi dari virus hepatitis B rata-rata adalah 90 hari, tetapi dapat
bervariasi 30-180 hari. Virus ini dapat dideteksi 30 sampai 60 hari setelah infeksi
dan berlangsung selama periode variabel waktu tertentu.
Patogenesis dan manifestasi klinis dari hepatitis B adalah karena interaksi
antara virus dengan sistem imun
sel inang. Sistem imun menyerang virus
hepatitis B dan menyebabkan terjadinya luka pada hati. Limfosit CD4+ dan
limfosit CD8+ yang teraktivasi mengenali berbagai peptida virus hepatitis B yang
terletak pada permukaan hepatosit, dan reaksi imunologi s pun terjadi. Reaksi
imun yang terganggu (pelepasan sit okin, produksi antibodi) atau status imun yang
relatif toleran dapat mengakibatkan terjadinya hepatitis kronik. Keadaan akhir
penyakit hepatitis B adalah sirosis. Pasien dengan sirosis hati dan infeksi virus
hepatitis B cenderung untuk mengembangk an karsinoma hepatoseluler (Fan, et
al., 2012).
Pada saat awal infeksi hepatiti s B terjadi toleransi imunologi , dimana virus
masuk ke dalam sel hati melalui aliran darah dan dapat melakukan replikasi tanpa
adanya kerusakan jaringan hati dan tanpa gejala klinis. Pada saat ini DNA HBV,
HBsAg, HBeAg, dan anti-HBc terdeteksi dalam serum. Keadaan ini berlangsung
terus selama bertahun-tahun terutama pada neonatus dan anak, yang dinamakan
sebagai pengidap sehat. Pada tahap selanjutnya terjadi reaksi imunologis sehingga
terjadi kerusakan sel hati yang terinfeksi. Pada akhirnya penderita dapat sembuh
atau berkembang menjadi hepatitis kronik (Arief, 2012).
9
2.1.5. Faktor Risiko
Menurut WHO (2002), terdapat beberapa kelo mpok yang berisiko
terinfeksi virus hepatitis B :
1. Anak yang baru lahir dari ibu yang terinfeksi hepatitis B.
2. Anak-anak kecil di tempat perawatan anak yang tinggal di lingkungan
yang endemis.
3. Tinggal serumah atau berhubungan seksual (suami -istri) dengan
penderita. Risiko tertular untuk orang yang tinggal serumah terjadi
karena menggunakan peralatan rumah tangga yang bisa terkena darah
seperti pisau cukur, sikat gigi.
4. Pekerja Kesehatan. Paparan terhadap darah secara rutin menjadi
potensi utama terjadinya penularan di kalangan kesehatan.
5. Pasien cuci darah
6. Pengguna narkoba dengan jarum suntik
7. Mereka yang menggunakan peralatan kesehatan bersama seper ti pasien
dokter gigi, dan lain lain. Karena itu, seharusnya dokter menggunakan
alat sekali pakai atau mensterilkan alat setiap kali pemakaian.
8. Orang yang memberi terapi a kupuntur atau orang yang menerima
terapi akupuntur.
9. Mereka yang tinggal di daerah endemis, atau seri ng bepergian ke
daerah endemis hepatits B.
10. Mereka yang berganti-ganti pasangan, dan ketidaktahuan akan kondisi
kesehatan pasangan.
11. Kaum homoseksual.
Infeksi hepatitis B merupakan masalah kesehatan global utama. Penularan
secara vertikal adalah rute paling umum dalam penyebaran virus hepatitis B di
banyak daerah endemis (Chan, et al., 2012).
Paparan yang sering dan rutin terhadap darah atau serum adalah
denominator umum dari kesehatan kerja. Ahli bedah, dokter gigi, dokter bedah
oral, patolog, petugas kesehatan di ruang operasi dan petugas kesehatan di ruang
gawat darurat, dan pekerja laboratorium klinis mempunyai resiko tertinggi.
10
Mahasiswa (termasuk mahasisw a Fakultas Kedokteran) juga merupakan
kelompok yang mempunyai resiko tinggi untuk menderita h epatitis B. Infeksi
hepatitis B adalah penyakit utama pasca transfusi di negara maju karena window
period yang panjang, mutan hepatitis B, viremia yang rendah (kesulitan untuk
PCR pada sampel yang dikumpulkan) dan infektivitas sangat tinggi. Upaya
vaksinasi orang yang berada dalam kelompok risiko m empunyai keterbatasan
karena kesulitan dalam mengidentifikasi calon yang termasuk kelompok berisiko
tinggi (WHO, 2002).
2.1.6. Cara Penularan Hepatitis B
Virus hepatitis B dapat dideteksi dalam darah dan cairan tubuh (air mani,
air liur, cairan nasofaring), dan terdapat empat rute penularan yang utama:
1. Kontak seksual
2. Dari ibu ke anak dalam kandungan dan penularan saat kelahiran
(perinatal)
3. Parenteral (darah-ke-darah)
4. Transmisi horizontal melalui kontak pribadi yang dekat atau berbagi
barang yang terinfeksi. Rute transmisi ini terlihat terutama pada anak
usia dini (WHO,2012).
Rute penularan hepatitis B yang paling dominan di dunia adalah rute
perinatal. Jika seorang wanita karier hepatitis B hamil dan juga hepatitis B e
antigennya (HBeAg) positif, bayinya yang baru lahir memiliki kemungkinan 90%
menjadi terinfeksi dan menjadi hepatitis B karier. Dari jumlah tersebut, 25% aka n
mati pada saat dewasa karena penyakit hati kronis atau kanker hati.
Kondisi lain yang mendukung transmisi virus hepatitis B meliputi:
1. Menerima darah dan atau produk darah
2. Suntik, tato, tindik
3. Penetrasi tanpa kondom, hubungan seks secara anal dan vaginal
4. Transplantasi organ
5. Hemodialisis.
11
Ada variasi antara daerah, negara dan benua untuk onset usia dimana
transmisi atau penularan berlangsung. Pada daerah dengan endemisitas tinggi
infeksi sering terjadi pada usia dini, ditularkan secara vertikal dari ibu ke anak
maupun horizontal diantara anak kecil. Sedangkan pada d aerah dengan
endemisitas sedang sampai tinggi antara 8%-20% infeksi terjadi pada umur yang
lebih tua, ditularkan secara horizontal pada masa anak dengan kontak erat seperti
penggunaan sikat gigi, pisau cukur atau berciuman, dan kontak seksual pada
dewasa muda. Sebaliknya pada daerah dengan prevalensi rendah penularan secara
horizontal terjadi oleh penyalahgunaan obat, penggunaan instrumen yang tidak
steril pada klinik gigi, jarum suntik, tindik daun telinga, dan tato (Arief , 2012).
Di banyak negara maju (Eropa Barat dan Amerika Utara), pola penularan
berbeda dengan negara berkembang. Sebagian besar infeksi di negara maju
ditularkan selama dewasa muda dengan aktivitas seksual dan penggunaan narkoba
suntikan. Virus hepatitis B ditularkan melalui kontak darah-ke-darah langsung
atau kontak dengan air mani dan cairan vagina dari orang yang terinfeksi seperti
pada penularan hepatitis B secara s eksual (homoseksual atau heteroseksual)
dihasilkan karena paparan mukosa membran dengan darah dan cairan tubuh yang
terinfeksi (Askarian, et al., 2011).
Tindakan menyusui yang dilakukan oleh ibu yang positif HBsAg tidak
meningkatkan risiko penularan ke bayi, dan karena itu tidak kontraindikasi,
asalkan bayi diberi immunoprophylaxis (Geeta, and Riyaz, 2013).
HBsAg dapat dideteksi di semua cairan tubuh. Namun, hanya darah, cairan
vagina, cairan menstruasi, dan air mani yang telah terbukti menular. Penularan
juga bisa terjadi melalui perkutan dan melalui paparan permukosa cairan tubuh
yang menular. Paparan perkutan yang telah terbukti menyebabkan transmisi
hepatitis B antara lain transfusi darah yang belum diskrining atau produk darah,
berbagi jarum suntik yang tidak steril untuk penggunaan narkoba i ntravena,
hemodialisa, akupunktur, tato dan luka -luka dari benda tajam yang terkontaminasi
(WHO, 2002).
Dokter adalah kelompok yang memiliki resiko tinggi terhadap infeksi
virus hepatitis B yang didapat melalui kontak dengan pasien dan luka akibat jarum
12
suntik, khususnya selama periode pelatihan profesional. Bahkan, virus hepatitis B
telah jelas dibuktikan jauh lebih menular dibandingkan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) dalam pengaturan perawatan kesehatan kerja (Gioula, et al., 2008).
Tidak ada bukti yang m eyakinkan bahwa infeksi melalui udara dapat
terjadi dan juga tidak ada bukti bahwa kotoran/feses bukanlah sumber infeksi,
karena virus tidak aktif pada enzim yang berasal dari mukosa usus atau berasal
dari flora bakteri. Hepatitis B tidak ditularkan oleh makanan yang terkontaminasi
atau air yang terkontaminasi, serangga atau vektor (WHO, 2013).
2.1.7. Komplikasi Hepatitis B
Setelah umur rata-rata 30 tahun, 30% dari pasien dengan hepatitis B kronis
aktif akan berkembang menjadi sirosis . Dekompensasi hati terjadi pada sekitar
seperempat dari pasien sirosis dengan hepatitis B selama periode lima tahun,
dimana 5-10% yang lainnya akan terus berkembang menjadi kanker hati. Tanpa
pengobatan, sekitar 15% pasien dengan sirosis akan meninggal dalam waktu 5
tahun.
Gambar 2.2 Perjalanan Infeksi Hepatitis B Kronis
Sumber: WHO, 2011.
Resiko untuk karsinoma hepatoseluler
pada orang yang terinfeksi
hepatitis B kronik adalah sekitar 10-25%. Mereka yang mempunyai resiko lebih
tinggi untuk mengembangkan kanker hati adalah laki-laki dewasa dengan
13
penyakit sirosis yang pertama kali terjangkit hepatitis B pada usia dini. Sekitar
80% dan 90% dari pasien karsinoma hepatoseluler memiliki penyakit sirosis yang
mendasarinya. Lebih dari 50% kasus karsinoma hepatoseluler di seluruh dunia
dan 70-80% kasus karsinoma hepatoseluler di daerah endemik hepatitis B
disebabkan oleh virus hepatitis B. Nilai median untuk kelangsungan hidup pasien
dengan karsinoma hepatoseluler adalah <5 bulan tanpa perawatan yang tepat,
yang meliputi operasi, perawatan perkutan, iradiasi hati dan kemoterapi (WHO,
2011).
2.1.8. Pencegahan Hepatitis B
A.
Vaksinasi
Pencegahan infeksi virus hepatitis B merupakan prioritas kesehatan
masyarakat, terutama bagi mereka yang merupakan kelompok yang berisiko besar
menjadi pengidap kronis. Tingkat infeksi dapat dikurangi melalui modifikasi
perilaku dan meningkatkan pendidikan masing-masing individu (Franco, et al.,
2012).
Menurut Mandal (2008), berikut merupakan beberapa hal yang perlu
diperhatikan untuk mengurangi risiko tertularnya hepatitis B :
1. Menguji semua darah pendonor.
2. Menjamin asepsis dalam praktek klinis .
3. Screening terhadap semua wanita hamil (membantu untuk menghindari
penularan dari ibu ke anak saat lahir).
4. Tidak memperbolehkan orang -orang berisiko tinggi menjadi donor
darah.
5. Screening donor darah untuk antigen permukaan virus hepatitis B .
Menurut Franco (2012), vaksinasi adalah cara yang paling efektif untuk
mencegah hepatitis B. Menurut Lubis (2008), penggunaan vaksin hepatitis B
ternyata dapat menurunkan angka penularan hepatitis B hampi r 100%. Ada dua
produk yang digunakan untuk tindakan pencegahan hepatitis B yaitu :
1. Hepatitis B immune globulin (HBIG)
HBIG berasal dari plasma yang mengandung anti -HBS dengan titer
tinggi dan digunakan untuk prophylaxis postexposure.
14
Dosis yang direkomendasikan untuk anak -anak dan dewasa: 0,06
ml/kg dan dosis 0,5 ml untuk infeksi virus hepatitis B perinatal yaitu
infant yang lahir dari ibu dengan HBsAgnya yang positif.
2. Vaksin Hepatitis B
Vaksin hepatitis B menggunakan HBsAg yang diproduksi dari yeast
Saccharomyces cerevisiae dengan teknologi recombinant DNA dan
digunakan
sebagai
immunisasi
preexposure
dan
profilaksis
postexposure.
Ada dua vaksin hepatitis B monovalent yang tersedia, digunakan untuk
dewasa dan anak-anak yaitu Recombivax HB (Merck and Co., Inc.) dan Engerix
B (SmithKline Beecham Biologicals ). Pemberiannya secara bertahap sebanyak
tiga dosis, diberikan intramuskular pada musk ulus deltoid.
Kombinasi Hepatitis B Immune Globulin dan vaksinasi hepatitis B
dimulai dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, diikuti dengan tiga dosis
imunisasi yang jadwalnya dimulai pada usia 1-2 bulan, telah terbukti
melindungi
85-95%
dari
bayi
yang
untuk kedua HBsAg dan HBeAg (Geeta, and Riyaz, 2013).
ibunya
positif
15
Tabel 2.2 Jadwal dan Rute Pemberian Vaksinasi Hepatitis B
Vaksinasi
Bayi
Jadwal
Pemberian
0, 1, dan 6
bulan
Rute
Pemberian
paha anterolateral
pada bayi baru
lahir dan bayi (<1
tahun usia)
intramuskuler ke
daerah
deltoid
pada anak-anak (≥
usia 1 tahun)
intramuskuler
ke
daerah
deltoid
Dewasa
(sehat)
0,1, dan 6
bulan
Dewasa
(dengan
faktor
resiko)
0,1,2, dan
6 bulan
intramuskuler
ke
daerah
deltoid
Dewasa
(petugas
kesehatan)
0,1, dan 2
bulan.
Diikuti
dosis
penguat
pada bulan
ke-12
intramuskuler
ke
daerah
deltoid
Keterangan
Pemberian
imunoglobulin
hepatitis
B
berkontribusi untuk mencegah infeksi neonatus
Tingkat seroprotection antibodi terhadap
HBsAg (anti-HBs) hamper mendekati 100%
pada anak-anak
Tingkat seroprotection antibodi terhadap
HBsAg (anti-HBs) hampir 95% pada orang
dewasa muda yang sehat.
Diberikan setelah terpapar hepatitis B sebagai
profilaksis
Diberikan pada orang yang sudah lanjut usia,
obesitas,
perokok
berat
atau
immunocompromised, termasuk mereka yang
terinfeksi HIV serta pasien imunodefisiensi
(menjalani
hemodialisis
atau
terapi
imunosupresan) karena mereka memiliki
respon yang suboptimal letika divaksin asi.
Memerlukan dosis yg lebih besar dan suntikan
vaksin lainnya
Perlindungan yang cepat (yaitu bagi pekerja
perawatan kesehatan yang terkena hepatitis B
virus atau berhubungan seksual dengan orang
yang rentan terkena hepatitis B akut)
Sumber: Franco, et al., 2012.
Tempat injeksi dan cara pemberian merupakan faktor penting dalam
mencapai respon yang optimal. Suntikan intradermal dan administrasi di gluteus
tidak dianjurkan. Vaksin hepatitis B dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping
umumnya ringan, sementara , dan terbatas pada tempat suntikan (eritema,
pembengkakan, indurasi). Reaksi sistemik (kelelahan, demam ringan, sakit kepala,
mual, nyeri perut) jarang terjadi. Namun, dalam beberapa tahun terakhir,
keamanan vaksin hepatitis B telah dipertanyakan, namun studi ekstensif
menyimpulkan bahwa tidak ada alasan untuk mengubah kebijakan vaksinasi.
16
Vaksinasi hepatitis B tidak kontraindikasi apabila diberikan pada wanita hamil
atau menyusui. Satu-satunya kontraindikasi absolut yang diketahui adalah adanya
hipersensitifitas terhadap komponen dari vaksin atau riwayat anafilaksis dengan
dosis sebelumnya (Franco, et al., 2012).
Menurut Lubis (2008), Rekomendasi Pemberian vaksin hepatitis B yaitu:
A.
Preexposure
1. Seluruh infants
2. Remaja 11-12 tahun
3. Petugas kesehatan yang beresiko terpapar dengan dar ah atau
penggunaan jarum suntik
4. Staf pada perawatan cacat mental
5. Pasien hemodialisa
6. Homoseksual laki-laki yang aktif
7. Heteroseksual laki-laki dan wanita yang aktif
8. Pecandu obat (obat suntik)
9. Penerima donor darah
10. Anak-anak yang diadopsi dari negara endemik virus hepatitis B
B.
Postexposure
1. Infants yang lahir dari ibu dengan virus hepatitis B positif
Penelitian menunjukkan bahwa antibodi yang di induksi oleh vaksin
bertahan selama periode minimal 10 -15 tahun dan bahwa durasi anti -HBs
berhubungan dengan tingkat puncak tercapainya antibodi setelah vaksinasi primer
dilakukan. Penelitian lebih lanjut terhadap vaksin telah menunjukkan bahwa
konsentrasi antibodi biasanya menurun dari waktu ke waktu, tetapi infeks i secara
klinis jarang terjadi. Bukti juga menunjukkan bahwa individu yang berhasil
divaksinasi yang telah kehilangan antibodi dari waktu ke waktu biasanya
menunjukkan respon yang cepat bila di berikan dengan dosis vaksin tambahan atau
bila terkena birus hepatitis B. Ini berarti bahwa memori imunologi HBsAg dapat
hidup lebih lama daripada deteksi anti-HBs, dimana memberikan perlindungan
jangka panjang terhadap penyaki t akut (Franco, et al., 2012).
17
Imunisasi rutin untuk pekerja kesehatan terhadap infeksi hepatitis B adalah
cara yang efektif untuk melindungi mereka. Vaksin hepatitis B sangat efektif,
vaksin juga relatif murah dan tersedia secara luas. Beberapa yang perlu
diperhatikan adalah:
1. Melakukan imunisasi pada petugas kesehataan pada awal mereka
masuk kerja.
2. Uji serologi pre-vaksinasi tidak terlalu diperlukan, tetapi mungkin
menghemat sumber daya jika memungkinkan dan jika prevalensi
kekebalan tinggi.
3. Menggunakan jadwal tiga suntikan yaitu pada 0, 1 dan 6 bulan
4. Jika memungkinkan, mengkontrol tingkat antibodi antara dua sampai
enam
bulan setelah dosis terakhir diberi.
5. Jangan mengambil booster secara rutin sebagai perlindungan seumur
hidup (WHO, 2011).
Untuk pasien immunocompromised, dilakukan pemeriksaan rutin dan
administrasi booster saat kadar antibodi anti-HBs turun di bawah 10 mIU / mL .
Antibodi terhadap antigen permukaan hepatitis B terutama ditargetkan untuk
mengikat asam amino daerah hidrofilik, disebut sebagai determinan HBsAg.
Vaksinasi hepatitis B memberikan perlindungan terhadap infeksi d ari semua
genotipe virus hepatitis B dan bertanggung jawab untuk kekebalan tubuh.
Beberapa yang perlu diperhatikan dalam memahami vaksinasi hepatitis B:
1.
Setiap orang yang tinggal dengan atau memiliki hubungan seksual
dengan seseorang yang tertular hepatitis B kronik harus divaksinasi.
2.
Vaksinasi diberikan pada mereka yang berisiko tinggi tertular
hepatitis B, seperti perawat; mereka yang tingkah laku seksualnya
rentan terhadap virus hepatitis B (prostitusi, lelaki heteroseksual
dengan banyak pasangan, lelaki homoseksual); orang yang kerap
memerlukan transfusi darah atau produk darah (seperti pasien cuci
darah karena ginjal atau hemofilia), atau mereka yang tinggal di
daerah di mana transfusi darah tidak disaring.
18
3.
Vaksin diindikasikan untuk bayi baru lahir yang ibunya memiliki
antigen permukaan HBV positif
4.
Vaksin diberikan untuk pekerja kesehatan pasc a pajanan yang
sebelumnya tidak diimunisasi.
5.
Booster diberikan pada orang yang t idak membentuk antibodi
permukaan HBV (HBVsAb) pada 6 -8 minggu setelah melengkapi
paket vaksinasi.
6.
Hiperimunoglobulin diindikasikan untuk bayi baru lah ir dari ibu yang
merupakan karier antigen permukaan hepatitis B yang juga antigen e
HBV (HBVeAb) negatif.
Paket yang dipercepat dapat diberikan dalam situasi pasca pajanan
(minggu 0,2,4, dan 8). Interferon dosis rendah telah terlihat dapat mengurangi
insidensi hepatoma pada pasien dengan sirosis (Franco, et al., 2012).
B.
Universal Precaution
Standar Precaution merupakan hal pokok dalam universal precaution
(tindakan pencegahan terhadap darah dan cairan tubuh, yang dibuat untuk
mengurangi resiko transmisi pat ogen yang dapat ditularkan melalui darah) dan
body substance isolation (dibuat untuk mengurangi resiko transmisi patogen
melalui cairan tubuh), serta diaplikasikan pada semua pasien yang dirawat di
rumah sakit, tanpa memandang diagnosis atau status infeksinya. (Soedarmo, et al..
2012).
Dasar kewaspadaan universal ini meliputi, pengelolaan alat kesehatan,
cuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantaranya
sarung tangan untuk mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang
lain, pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan, pengelolaan
limbah (Depkes RI, 2003).
19
Perlengkapan pelindung pribadi termasuk sarung tangan, kacamata,
masker, gaun dan celemek plastik. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. Memastikan kecukupan pasokan alat pelindung diri di semua area
2. Melibatkan perawat atau petugas kesehatan lainn ya dalam pemilihan
alat pelindung diri dimana peralatan yang kualitasnya buruk dan tidak
nyaman dipakai tidak akan digunakan
3. Melatih perawat atau petugas kesehatan lainnya dalam penggunaan
yang benar dari alat pelindung diri
4. Menetapkan
perawat
yang
sudah
senior
atau
yang
sudah
berpengalaman sebagai model untuk mempromosikan alat pelindung
diri.
5. Memantau kepatuhan dan penggunaan yang tidak tepat dari alat
pelindung diri (WHO, 2011).
Menurut WHO (2011), Standard Precaution merupakan suatu praktek
kontrol infeksi yang diperlukan terhadap semua pasien di fasilitas pelayanan
kesehatan dengan dasar pencegahan “standar” termasuk praktek kerja yang
mendasar, untuk memberikan proteksi tingkat tinggi terhadap pasien, pekerja
kesehatan, dan pengunjung. Hal -hal yang merupakan praktek dari standard
precaution adalah:
1.
Mencuci tangan dan antiseptik tangan (kebersihan tangan).
2.
Menggunakan alat pelindung diri saat bersentuhan dengan darah,
cairan tubuh, ekskresi, dan sekresi.
3.
Penanganan yang tepat terhadap alat yang digu nakan untuk merawat
pasien dan kain-kain kotor.
4.
Mencegah luka akibat jarum atau alat-alat tajam.
5.
Kebersihan lingkungan dan pengelolaan zat -zat yang tumpah
6.
Penanganan sampah dengan tepa t
20
2.2.
Pengetahuan
2.2.1. Definisi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2011), pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, indra
pendengaran, indra penciuman, indra perasa, dan i ndra peraba. Pengetahuan
seseorang individu terhadap sesuatu dapat berubah dan berkembang sesuai
kemampuan, kebutuhan, pengalaman, dan tinggi rendahnya mobilitas informasi
tentang sesuatu dilingkungannya. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :
1. Awareness(kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest (merasa tertarik) terhadap objek tersebut, disini sikap subj ek
sudah mulai timbul.
3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya.
4. Trial (mencoba), dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yang dikehendaki stimulus.
5. Adoption (beradaptasi), dimana subjek telah berperilaku baru sesuai
dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
2.2.2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2011), pengetahuan dalam kognitif mempunyai
enam tingkatan, yaitu :
1. Tahu (know), diartikan sebagai menginga t suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkatan ini
adalah mengingat kembali ( recall) terhadap suatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2. Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan
untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
21
3. Aplikasi
(application),
menggunakan
materi
diartikan
yang
telah
sebagai
dipelajari
kemampuan
pada
untuk
situasi
riil
(sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai penggunaan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam
berbagai situasi.
4. Analisis (analysis), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjabarkan suatu materi ke dalam komp onen-komponen, tetapi
masih di dalam struktur organisasi tersebut yang masih ada kaitannya
antara satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian -bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis ini suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi -formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation), hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek,
penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan
sendiri atau menggunakan kriteria -kriteria yang telah ada.
2.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
1. Umur, adalah lamanya hidup yang dihitung sejak lahir sampai saat ini
dalam satuan tahun. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap
pola kehidupan yang baru dan harapan baru, semakin bertambah umur
semakin banyak seseorang menerima respon suatu objek, sehingga
pengetahuan semakin bertambah.
2. Pendidikan, adalah proses pertumbuhan seluruh kemampuan dan
perilaku manusia melalui pengajaran, sehingga dalam pendidikan perlu
dipertimbangkan umur (proses perkembangan) dan hubungannya
dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang u ntuk lebih menerima
ide-ide dan teknologi yang baru, lewat pendidikan manusia akan
dianggap memperoleh pengetahuan dan dengan pengetahuannya
22
manusia diharapkan dapat membangun keberadaan hidupnya dengan
lebih baik. Semakin tinggi pendidikan hidup manusia a kan semakin
berkualitas kehidupannya.
3. Pekerjaan, adalah aktifitas yang dilakukan sehari -hari. Dalam bidang
pekerjaan, pada umumnya diperlukan adanya hubungan sosial dan
hubungan dengan orang lain. Pekerjaan memiliki peranan penting
dalam menentukan kualita s hidup manusia dan memberikan motivasi
untuk memperoleh informasi yang berguna.
4. Sumber Informasi, informasi yang diperoleh dari berbagai sumber
akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang
memperoleh banyak sumber informasi, maka seseo rang cenderung
memperoleh pengetahuan yang lebih luas (Notoatmodjo, 2011).
Download