BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Keberhasilan pembangunan bangsa, ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia berkualitas, memiliki fisik tangguh, mental kuat dan kesehatan yang prima (Atmarita & Tatang, 2004). Masalah gizi yang berdampak buruk dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai potensi genetiknya adalah stunting (Sudiman, 2008). Prevalensi stunting di Indonesia tinggi. Riskesdas 2013 melaporkan sebesar 37,2% yang berarti terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Sulawesi Tenggara termasuk dalam kategori serius karena prevalensi stunting lebih dari 40%. Pertumbuhan fisik berhubungan dengan asupan makanan dan penyakit infeksi (Soekirman, 2000), faktor lingkungan, perilaku dan genetik (Soetjiningsih, 1995). Kondisi sosial ekonomi (Ramli et. al., 2009), pemberian ASI (Adair & Guilkey, 1997) dan kejadian BBLR (Espo, et. al.,2002) merupakan faktor perilaku dan lingkungan yang berhubungan dengan stunting. Faktor konstitusional stunting adalah tinggi badan ibu dan jenis kelamin (Adair & Guilkey, 1997). Tinggi badan anak memiliki hubungan yang signifikan dengan tinggi badan ibu (Dangour et. al., 2002; Espo, et al., 2002). Ibu yang memiliki postur tubuh lebih tinggi secara signifikan dapat menurunkan angka kejadian stunting pada anak usia 0-24 bulan (Adair & Guilkey, 1997). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Norliani et. al., (2005) menunjukkan tinggi badan ayah dan ibu yang pendek berisiko memiliki anak yang stunted sebesar 2,1 dan 2,2 kali. Penyakit infeksi berdampak negatif terhadap tumbuh kembang anak. Penyakit infeksi menyebabkan gangguan gizi dengan cara menghilangkan makanan melalui muntah, diare dan menurunkan nafsu makan sehingga mengurangi asupan makanan dan gizi anak (Arisman, 2004). Hasil penelitian Abeng (2011) menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan (p < 0,05) antara penyakit infeksi ISPA dan diare dengan status gizi balita. 1 2 Hasil penelitian Sutarno (2008) menyatakan ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara asupan protein dari konsumsi ikan laut dengan status gizi anggota keluarga pada kelompok nelayan. Demikian juga study cohort di Norwegia tahun 2011, melibatkan 62.099 responden ibu hamil menyatakan bahwa mengkonsumsi seafood selama kehamilan secara signifikan berhubungan dengan berat lahir, panjang lahir dan lingkar kepala bayi (Bransaeter,et. al., 2011). Ikan memiliki kandungan protein yang sempurna, bermutu dan mudah diserap oleh tubuh (Khomsan 2003). Sulawesi Tenggara merupakan daerah kepulauan yang kaya dengan ikan laut sehingga konsumsi ikan laut masyarakatnya tahun 2010 sebesar sebesar 42,71 kg/kap/tahun lebih tinggi dari konsumsi ikan secara nasional yaitu 30,48 kg/kap/tahun. Suku Bajau di Sulawesi Tenggara merupakan salah satu suku yang konsumtif terhadap ikan laut. Sumber protein hewani masyarakat Bajau di Desa Torokeku adalah ikan yaitu 92,3% dengan frekwensi 2-3 kali/hari sebanyak 200-400 gram/hari (Petrus, 2002). Suku Bajau di Sulawesi Tenggara 99,5% sebagai nelayan yang bermukim di atas laut tepian pantai atau pulau. Kebiasaan mengkonsumsi seafood yang lebih tinggi pada Suku Bajau, mendorong peneliti untuk meneliti hubungan konsumsi protein dari seafood dengan stunting pada anak balita dengan tetap mempertimbangkan faktor tinggi badan orang tua, penyakit infeksi dan faktor lainya. Saat ini, penilaian status stunting anak balita pada Suku Bajau di Desa Bungin Permai dan Desa Torokeku belum terlaporkan dengan baik. Puskesmas Tinanggea menilai status gizi anak balita berdasarkan Indek Berat Badan Terhadap Umur (BB/U) yang diperoleh dari tingkat partisipasi masyarakat ke Posyandu (D/S) yang sangat rendah sehingga tidak representatif untuk menggambarkan status gizi yang ada di desa tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti ilmiah tentang kejadian stunting pada balita Suku Bajau dengan menganalisis faktor mana yang lebih dominan terhadap kejadian stunting di daerah tersebut. Stunting menurunkan kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang sehingga diperlukan langkah kongkrit penanggulangan stunting dengan memahami secara tepat faktor penyebabnya. 2 3 B. Rumusan masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas maka perumusan masalah penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah konsumsi seafood pada anak balita Suku Bajau ? 2. Bagaimana prevalensi stunting pada anak balita Suku Bajau ? 3. Apakah ada hubungan antara asupan energi dan protein dari seafood dengan stunting pada anak balita Suku Bajau ? 4. Apakah ada hubungan antara asupan zat gizi mikro dengan stunting pada anak balita Suku Bajau ? 5. Apakah ada hubungan antara tinggi badan orang tua dengan stunting pada anak balita Suku Bajau ? 6. Apakah ada hubungan antara penyakit infeksi dengan stunting pada anak balita Suku Bajau ? 7. Apakah ada hubungan antara jarak kelahiran dan tingkat kehadiran anak di posyandu dengan stunting pada anak Balita Suku Bajau ? 8. Faktor mana diantara variabel penelitian yang lebih dominan terhadap stunting pada anak balita Suku Bajau ? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui jumlah dan frekwensi konsumsi seafood pada anak balita Suku Bajau 2. Untuk mengetahui prevalensi stunting pada anak balita Suku Bajau 3. Untuk mengetahui hubungan antara asupan energi dan protein dari seafood dengan stunting pada anak balita Suku Bajau 4. Untuk mengetahui hubungan antara asupan zat gizi mikro dengan stunting pada anak balita Suku Bajau 5. Untuk mengetahui hubungan antara tinggi badan orang tua dengan stunting pada anak balita Suku Bajau 6. Untuk mengetahui hubungan antara penyakit infeksi dengan stunting pada anak balita Suku Bajau 3 4 7. Untuk mengetahui hubungan antara jarak kelahiran dengan stunting pada anak balita Suku Bajau 8. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat kehadiran anak di posyandu dengan stunting pada anak balita Suku Bajau 9. Untuk mengetahui faktor yang paling berperan dominan terhadap kejadian stunting diantara variabel penelitian pada anak balita Suku Bajau D. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang prevalensi stunting pada masyarakat yang konsumtif seafood dengan tetap menganalisis peran tinggi badan orang tua, penyakit infeksi, jarak kelahiran, tingkat kehadiran anak di posyandu dan faktor lainya 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam menyusun strategi penanggulangan stunting di Sulawesi Tenggara dalam hal menentukan skala prioritas faktor penyebab stunting. E. Keaslian Penelitian Penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dan mempunyai kemiripan dengan penelitian ini adalah : 1. Hubungan Antara Asupan Protein dari Konsumsi Ikan Laut dengan Status Gizi Anggota Keluarga Kelompok Nelayan Tempat Pelelangan Ikan (Sutarno,2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan protein dari konsumsi ikan laut dengan status gizi anggota keluarga kelompok nelayan tempat pelelangan ikan. Metode yang digunakan adalah cross sectional study. Hasil penelitian ini adalah ada hubungan yang bermakna (p < 0,05) antara asupan protein dari konsumsi ikan laut dengan status gizi anggota keluarga pada kelompok nelayan. Persamaannya dengan penelitian ini adalah asupan protein dari ikan laut sebagai variabel independen dan desain penelitianya cross sectional study. Perbedaannya terletak pada subyek penelitian, indeks antropometri yang 4 5 digunakan untuk mengukur status gizi dan variabel penelitian ini melibatkan tinggi badan orang tua, penyakit infeksi, jarak kelahiran dan tingkat kehadiran anak di posyandu. 2. Maternal Seafood Consumption and Infant Birth Weight, Length and Head Circumference in the Norwegian Mother and Child Cohort Study (Brantsaeter, et al., 2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan seafood dan sejenisnya serta suplementasi omega-3 dengan berat lahir, panjang lahir dan lingkar kepala bayi dari ibu hamil yang mengkonsumsi seafood. Metode yang digunakan adalah cohort study. Hasil penelitian menunjukkan konsumsi seafood selama masa kehamilan berhubungan secara positif dengan berat lahir, panjang lahir dan lingkar kepala bayi yang dilahirkan sedangkan suplementasi omega-3 tidak berhubungan dengan lingkar kepala bayi yang dilahirkan. Persamaannya dengan penelitian ini adalah menggunakan konsumsi ikan sebagai variabel independen. Perbedaannya terletak pada metode penelitian, sampel dan indeks antropometri yang digunakan. Variabel independen penelitian ini melibatkan tinggi badan orang tua dan penyakit infeksi sedangkan penelitian tersebut menggunakan suplementasi omega-3. 3. Hubungan Tinggi Badan Orang Tua dengan Perubahan Status Stunting´ dari Usia 6 – 12 Bulan ke Usia 3 – 4 Tahun ( Rahayu, 2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tinggi badan ayah, tinggi badan ibu dan jenis kelamin balita terhadap perubahan status stunting dari usia 6-12 bulan ke usia 3-4 tahun. Sampel penelitian ini adalah semua balita yang pada masa bayi telah diukur panjang badannya yaitu sebanyak 664 orang. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tinggi badan ibu dan pendidikan ayah berhubungan dengan status stunting dari normal menjadi stunting. Kejadian stunting pada usia 6-12 bulan dan usia 3-4 tahun berhubungan secara signifikan dengan tinggi badan ayah dan tinggi badan ibu. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kohort retrospektif. Persamaannya dengan penelitian ini yaitu variabel independen tinggi badan orang tua dan variabel dependen stunting. Perbedaannya terletak pada cara pengambilan data tinggi badan balita, desain penelitian dan variabel konsumsi seafood yang menjadi ciri khas penelitian ini. 5 6 4. Malnutrition as an Underlying Cause of Childhood Deaths Associated with Infectious Diseases in Developing Countries (Rice, et al.,2000). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab kematian pada penderita gizi kurang dan buruk dihubungkan dengan penyakit infeksi diare, ISPA, malaria dan campak berdasarkan hasil review laporan hasil penelitian terpublikasi dari cohort study dan case-control study. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kematian penderita kekurangan gizi berhubungan secara signifikan dan konsisten dengan kejadian diare dan ISPA. Hanya sedikit bukti yang menunjukkan kematian penderita kekurangan gizi disebabkan oleh malaria dan campak. Penelitian ini berbeda dari segi metode, sampel dan variabel yang diukur 5. Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi Anak Balita (Abeng, 2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sanitasi lingkungan dan penyakit infeksi dengan status gizi balita. Merupakan penelitian observasional dengan desain penelitian ini adalah cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara sanitasi lingkungan dengan penyakit infeksi. Demikian juga dengan penyakit infeksi berhubungan signifikan dengan status gizi anak balita. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada desain penelitian dan variabel independen penyakit infeksi. Perbedaannya adalah pada karakterik subyek penelitian, variabel independen tinggi badan orang tua dan konsumsi ikan serta variabel dependen penelitian ini adalah stunting yang dinilai dengan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U). 6. Separate and Joint Effects of Micronutrient Deficiencies on Linear Growth (Rosado, et. al., 1999). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi zat gizi mikro zink, besi, vitamin A dan Iodium terhadap pertumbuhan linear anak stunting yang berusia kurang dari 5 tahun di mexico. Jenis penelitian ini adalah Meta Analisis karena membandingkan beberapa penelitian pemberian suplemen mikronutrient pada anak < 5 tahun yang didesain secara longitudinal placebo – controlled design. Hasil penelitian menunjukan bahwa efek pertumbuhan linear anak yang diberikan suplementasi hanya satu jenis mikronutrient, ternyata tidak berdampak signifikan. Suplementasi dengan 6 7 kombinasi pemberian mikronutrien pada anak < 5 tahun memberikan dampak yang lebih efektif dan signifikan. Penelitian ini berbeda dari semua aspek kecuali penilaian terhadap efek mikronutrien zink, besi, vitamin A dan Iodium terhadap stunting 7