TINJAUAN PUSTAKA 1. Lahan Produktif dan Lahan Non Produktif Ketika hutan yang merupakan vegetasi klimaks yang asli dan alami dirusak, baik melalui penebangan pohon, perladangan berpindah maupun kebakaran, seringkali akan tergantikan oleh lahan non produktif. Lahan kosong yang dibiarkan terus menerus maka hutan sekunder tidak akan terbentuk, yang berkembang adalah alang-alang yang akhirnya mendominasi lahan tersebut dan menjadi lahan non produktif. Pada lahan non produktif tanaman sulit tumbuh karena tanaman lain akan kalah bersaing dengan alang-alang dalam mendapatkan cahaya, nutrisi, dan air. Beberapa jenis tanaman bahkan terganggu pertumbuhannya karena akar dan rimpang alang-alang mengeluarkan senyawa beracun (allelopaty) (Friday et al., 2000). Sesungguhnya bahan organik yang diserap oleh alang-alang dapat dikembalikan ke dalam tanah, yaitu adanya kandungan N dan C pada alang-alang yang mati. (Pudjiharta, et al. 2008). Ciri utama lahan kritis adalah gundul, terkesan gersang dan produktivitasnya yang rendah. Umumnya lahan kritis didominasi vegetasi alangalang. Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai sinar matahari dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang yang menyebar luas di bawah permukaan tanah. Ketika hutan terganggu, alang-alang sering mendominasi lahan terdegradasi. Benih alang-alang dapat menyebar luas dan mampu tumbuh pada berbagai kesuburan tanah. Alang-alang dapat berkembang biak melalui biji dan akar rimpang (rhizome), namun pertumbuhannya terhambat bila ternaungi. (Irwanto, 2006). Pembukaan hutan menyebabkan perubahan lingkungan dari keadaan tertutup menjadi lingkungan yang terbuka, sehingga mendorong tumbuhnya alang-alang. Alang-alang termasuk tanaman C4 yang membutuhkan sinar matahari penuh untuk pertumbuhannya, dengan kata lain alang-alang dapat tumbuh dengan baik pada lahan yang terbuka. Lahan yang ditinggalkan petani akan ditumbuhi dengan alang-alang sehingga akan menurunkan produksi tanaman pangan, yang disebabkan karena tidak adanya pengembalian bahan organik (Purnomosidhi dan Rahayu, 2002). Kang (1989) mempertegas pula bahwa apabila tanah masam (seperti di daerah Lampung Utara) digunakan untuk lahan pertanian menetap, permasalahan yang dihadapi adalah ketersediaan hara dan cara pengelolaannya. Lahan non produktif merupakan lahan marjinal, karena mempunyai produktivitas lahan yang rendah. Permasalahan dalam pemanfaatan lahan yang ditumbuhi alang-alang untuk pertanian adalah buruknya sifat fisika dan kimia tanah. Sifat fisika tanah yang jelek akan mempengaruhi ketersediaan air tanah.. Masalah kimia tanah lahan non produktif diantaranya adalah kapasitas tukar kation (KTK) rendah, reaksi tanah masam, kejenuhan aluminium tinggi, miskin unsur hara terutama fosfat dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg dan K. Untuk meningkatkan produktivitas lahan non produktif menjadi lahan pertanian yang produktif dan bersifat lestari, maka perlu dilakukan perbaikan sifat-sifat tanah terutama pengelolaan bahan organik tanah. (Seriosta, 2010). 2. Mikoriza Suatu bentuk hubungan yang saling menguntungkan antara akar tanaman dan fungi disebut mikoriza. Dalam Bahasa Yunani kata mikoriza berarti fungi akar, yang dikemukakan oleh Frank pada tahun 1885 untuk menggambarkan asosiasi simbiotik antara akar tanaman dan fungi. Mikoriza adalah suatu struktur sistem perakaran yang terbentuk sebagai manifestasi adanya simbiosis mutualisme antara cendawan (Myces) dan perakaran (Rhizo) tumbuhan tingkat tinggi. Sedikitnya tujuh jenis asosiasi mikoriza yang berbeda telah dikenali, menyertakan kelompok fungi yang berbeda dan tanaman inang dan bentuk pola asosiasi yang berbeda. Adapun asosiasi tersebut sebagai berikut: 1. Vesikula Arbuskula Mikoriza (VAM), di mana fungi Zygomysetes ini memproduksi arbuskula, hifa, dan vesikula di dalam sel korteks akar. 2. Ektomicoriza (ECM), dimana fungi basidiomycetes dan fungi lainnya membentuk suatu mantel yang menyelubungi sekeliling akar dan jaringan hartig diantara sel akar. 3. Mikoriza Anggrek, dimana fungi memproduksi kumparan hifa di dalam akar atau batang tanaman anggrek-anggrekan. 4. Ericoid Mikoriza, merupakan kumparan hifa diluar sel yang membatasi akar rambut tanaman, pada tanaman ordo Ericales, dan 5. Ektendo, Arbutoid, dan Monotropoid, dimana asosiasinya mirip asosiasi ektomikoriza, namun memiliki perbedaan pada fitur anatominya (Brundett et al., 1996). Menurut Turk et al. (2006), pembagian mikoriza yang dibedakan berdasarkan morfologi dan fisiologinya yakni endomikoriza dan ektomikoriza. Ektomikoriza ditandai dengan suatu sarung pelindung yang melingkupi akar, seringkali menembus hingga sel epidermis dan sel awal korteks dan hifa fungi biasanya menginfeksi akar tanaman hutan pada wilayah subtropis. Sedangkan endomikoriza seperti Vesikula Arbuskula Mikoriza (VAM), fungi tidak membentuk selubung. Fungi ini menginfeksi sistem perakaran tanaman budidaya, secara umum dan biasanya menginfeksi beberapa lapisan terluar korteks akar. Hifa fungi VAM menembus sel individu dan membentuk arbuskula di dalam sel dan vesikula di luar sel inang. 3. Klasifikasi Fungi Mikoriza Arbuskula Pengenalan dan pengelompokan dalam spora mikoriza vesikular arbuskula saat ini dilakukan lebih didasarkan kepada struktur subselular dengan verifikasi teknologi molekular, mikoriza vesikular arbuskula dikelompokkan ke dalam ordo Glomales, sub ordo Glomineae dan Gigasporineae. Glomineae terdiri dari empat famili (Glomaceae, Acaulosporaceae, Aracheosporaceae dan Paraglomaceae). Sementara Gigasporineae terdiri dari lima famili yaitu Ehtrophospora, Aracheospora, Paraglomus, Gigaspora dan Scutellspora. Salah satu karakteristik yang mudah diterapkan adalah karakteristik morfologi yaitu dengan penyebaran dan reproduksi spora, reaksi melzer, keberadaan struktur subselular diantaranya spore wall dan germinal wall, asesoris, serta struktur mikoriza yang terbentuk dalam akar (Fakuara, 1988). Fungi mikoriza arbuskula adalah salah satu tipe fungi mikoriza dan termasuk ke dalam golongan endomikoriza. Fungi mikoriza arbuskula termasuk ke dalam kelas Zygomycetes, dengan ordo Glomales yang mempunyai 2 subordo, yaitu Gigasporineae dan Glomineae. Gigasporineae dengan family Gigasporaceae mempunyai 2 genus, yaitu Gigaspora dan Scutellospora. Glomaceae mempunyai 4 famili, yaitu famili Glomaceae dengan genus Glomus dan Sclerocystis, famili Acaulosporaceae dengan genus Acaulospora dan Entrophospora, Paraglomaceae dengan genus Paraglomus, dan Archaeosporaceae dengan genus Archaeospora (Delvian, 2006). Bagian-bagian penting spora yang digunakan dalam mengidentifikasi fungi Glomalen (VAM) adalah perkembangan spora, susunan spora, bentuk spora, ukuran spora, warna spora, ornamen spora, lapisan dinding spora dan reaksi pewarnaan, isi spora, germinasi spora hifa tanah, dan struktur asosiasi spora dengan hifa tanah. 4. Struktur Umum Fungi Mikoriza Arbuskula Struktur FMA meliputi hifa eksternal, hifa internal, spora, arbuskula atau vesikula. Infeksi fungi hanya pada korteks primer sehingga tidak menyebabkan kerusakan pada jaringan akar. Proses infeksi dimulai dengan pembentukan apresorium pada permukaan akar oleh hifa eksternal, dan selanjutnya hifa akan menembus sel-sel korteks akar melalui rambut akar atau sel epidermis. Hifa dari FMA tidak bersekat, hifa ini terdapat diantara sel-sel korteks akar dan becabangcabang di dalamnya, tetapi tidak sampai masuk ke jaringan stele. Di dalam sel-sel yang terinfeksi terbentuk gelung hifa atau cabang-cabang hifa kompleks yang dinamakan arbuskula. Mikoriza vesikula arbuskula membentuk struktur karakteristik khusus yang disebut arbuskel dan vesikel. Arbuskel membantu dalam mentrasfer hara (terutama fosfat) dari tanah ke sistem perakaran (Rao, 2004). Arbuskula merupakan hifa bercabang halus yang dibentuk oleh percabangan dikotomi yang berulang-ulang sehingga menyerupai pohon dari dalam sel inang (Pattimahu, 2004). Vesikel merupakan struktur cendawan yang berasal dari pembengkakan hifa internal secara terminal dan interkalar, kebanyakan berbentuk bulat telur, dan berisi banyak senyawa lemak sehingga merupakan organ penyimpanan cadangan makanan dan pada kondisi tertentu dapat berperan sebagai spora atau alat untuk mempertahankan kehidupan cendawan. Tipe FMA vesikel memiliki fungsi yang paling menonjol dari tipe cendawan mikoriza lainnya. Hal ini dimungkinkan karena kemampuannya dalam berasosiasi dengan hampir 90 % jenis tanaman, sehingga dapat digunakan secara luas untuk meningkatkan probabilitas tanaman (Pattimahu, 2004). Spora terbentuk pada ujung hifa eksternal. Spora ini dapat dibentuk secara tunggal, berkelompok atau di dalam sporokarp tergantung pada jenis cendawannya. Perkecambahan spora sangat sensitif tergantung kandungan logam berat di dalam tanah dan juga kandungan al, kandungan Mn juga mempengaruhi pertumbuhan miselium. Spora dapat hidup di dalam tanah beberapa bulan sampai beberapa tahun. Namun untuk perkembangan FMA memerlukan tanaman inang. Spora dapat disimpan dalam waktu lama sebelum digunakan lagi (Mosse, 1981). Infeksi FMA ditandai dengan produksi dan pembengkakan dinding interior intraseluler vesikel yang diyakini berfungsi sebagai organ penyimpan cadangan makanan dan formasi intraseluler tersebut membentuk formasi berupa arbuskula. Arbuskula dipertimbangkan menjadi struktur primer termasuk secara langsung dalam transfer unsur hara antara fungi simbion dengan tanaman inang. Walaupun secara umum hal tersebut berlaku pada FMA endofit, namun Gigaspora spp. hanya ditemukan arbuskula (Bown dan King, 1991). Mengamati bahwa struktur yang dibentuk pada akar-akar muda adalah arbuskul. Bertambahnya umur menyebabkan arbuskul berubah menjadi suatu struktur yang menggumpal dan cabang-cabang pada arbuskul lama kelamaan tidak dapat dibedakan lagi. Pada akar yang telah dikolonisasi oleh FMA dapat dilihat berbagi arbuskul dewasa yang dibentuk berdasarkan umur dan letaknya. Arbuskul dewasa terletak dekat pada sumber unit kolonisasi tersebut.Mikoriza memiliki pola penyebaran yang berbeda antar tipe mikoriza berdasarkan bioma, tipe tanah, dan keterbatasan sumber daya. 5. Penyebaran mikoriza Fungi mikoriza arbuskula mulai ditemukan pada profil tanah sekitar kedalaman 20 cm. Tetapi masih terdapat pada kedalaman 70-100 cm. FMA tersebar secara aktif (tumbuh dengan mycelium dalam tanah) dan tersebar secara pasif dimana FMA tersebar dengan angin, air atau mikroorganisme dalam tanah. Faktor biotik dan abiotik yang menentukan perkembangan FMA. Faktor-faktor tersebut antar lain suhu,curah hujan, tanah, kadar air tanah, pH, bahan organik tanah, dan ketersediaan hara, serta logam berat dan fungisida. Mikoriza arbuskula ini mempunyai penyebaran yang luas, meliputi hutan hujan rapat, padang pasir, semi gurun dan jarang ditemukan dalam hutan temperate areal yang amat basah (didominasi oleh ektomikoriza). Perbedaan lokasi, ekosistem, dan rizosfer ternyata menunjukan keanekaragaman spesies dan populasi fungi mikoriza, misalnya yang didominasi oleh fraksi lempung berdebu merupakan tanah yang baik bagi perkembangan Glomus. Begitu juga dengan tanah mangrove yang bercirikan tanah berlumpur dan cenderung liat hanya Glomus sp. yang dapat hidup, sedangkan tanah yang berpasir genus Acaulospora dan Gigaspora ditemukan dalam jumlah yang tinggi (Setiadi,1989). Sebaran dan ekologi mikoriza arbuskula terdapat pada hampir pada semua jenis tanaman. Mikoriza berasosiasi pada akar tanaman angiosperma, pterydophyta, bryophyta dan beberapa Gymnospermae. Hanya terdapat beberapa saja tumbuhan yang tidak bermikoriza terutama tumbuhan yang hanya membentuk Ektomikoriza misalnya Pinnaceae (Imas et al, 1989). 6. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan mikoriza Keberadaan dan kolonisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 1. Cahaya dan Fotoperiodesitas Intensitas cahaya dan lama penyinaran akan memperbaiki kolonisasi dan produksi spora pada Pueraria javanica, jagung dan lain-lain. Meningkatnya kolonisasi FMA adalah akibat meningkatnya proses fotosintesis yang berakibat pada meningkatnya konsentrasi karbohidrat di dalam akar atau meningkatnya senyawa-senyawa eksudat. Untuk memaksimumkan produksi inokulum FMA perlu memaksimumkan fotosintesis inang dan cahaya. 2. Suhu Suhu berpengaruh terhadap infeksi yakni pada perkembangan spora, penetrasi hifa pada sel akar dan perkembangan pada korteks akar, selain itu suhu juga berpengaruh pada ketahanan dan simbiosis. Semakin tinggi suhu semakin besar terbentuknya kolonisasi dan meningkatnya produksi spora. Suhu terbaik untuk perkembangan arbuskula yakni pada suhu 30oC tetapi untuk koloni miselia terbaik berada pada suhu 28–34oC, sedangkan perkembangan bagi vesikula pada suhu 35oC. 3. Kandungan air tanah Kandungan air tanah dapat berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung terhadap infeksi dan pertumbuhan fungi mikoriza. Pengaruh secara langsung tanaman bermikoriza dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air. Penjenuhan air tanah yang lama berpotensi mengurangi pertumbuhan dan infeksi fungi mikoriza karena kondisi yang anaerob. 4. Potential of hydrogen Tanah Fungi mikoriza pada umumnya lebih tahan terhadap perubahan pH tanah. Meskipun demikian adaptasi masing-masing spesies fungi mikoriza terhadap pH tanah berbeda-beda, perkembangan dan karena peran pH tanah mikoriza mempengaruhi terhadap perkecambahan, pertumbuhan tanaman (Maas dan Nieman, 1978). Potential of hydrogen optimum untuk perkembangan fungi mikoriza berbeda-beda tergantung pada adaptasi fungi mikoriza terhadap lingkungan. Potential of hydrogen dapat berpengaruh langsung terhadap aktivitas enzim yang berperan dalam perkecambahan spora fungi mikoriza. 5. Bahan organik Bahan organik merupakan salah satu komponen dalam tanah yang penting disamping air dan udara. Jumlah spora FMA berhubungan erat dengan kandungan bahan organik dalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2% sedangkan pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0,5% kandungan spora sangat rendah (Pujiyanto, 2001). 6. Logam berat dan unsur lain Adanya logam berat dalam larutan tanah dapat mempengaruhi perkembangan mikoriza. Beberapa spesies mikoriza arbuskular diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng (Zn), tetapi sebagian besar spesies mikoriza peka terhadap kandungan Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain diketahui pula strain-strain fungi mikoriza tertentu toleran terhadap kandungan Mn, Al, dan Na yang tinggi. 7. P tersedia Keberadaan kadar P pada tanah mempengaruhi pertumbuhan mikoriza pada tanah. kadar P yang tinggi dapat menyebabkan terhambatnya perkecambahan mikoriza pada tanaman inang (Mosse, 1997). Pengaruh menguntungkan dari fungi mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan tanaman sering dihubungkan dengan peningkatan serapan hara yang tidak tersedia terutama fosfor (P) (Rosliani et al, 2006).