BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Analisis Terdapat beberapa definisi mengenai analisis, yaitu: Menurut Kamus akuntansi (2000:48): Analisis adalah melakukan evaluasi terhadap kondisi dari pos-pos atau ayat-ayat yang berkaitan dengan akuntansi dan alasan-alasan yang memungkinkan tentang perbedaan yang muncul. Misalnya, seorang pemeriksa (auditor) akan melakukan analisa perkiraan pengeluaran untuk menentukan apakah pengeluaran telah dibebankan terhadap pos yang tepat, yang diuji/diverifikasi dengan dokumen. Contoh lainnya, penilaian kesehatan keuangan suatu perusahaan dengan melakukan analisa laporan keuangan sebagai dasar pengambilan keputusan investasi atau kredit . Menurut Sofyan Syafri Harahap (2004:43): Analisis adalah memecahkan atau menguraikan sesuatu unit menjadi berbagai unit terkecil . Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:43): Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya); penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan . Dari definisi-definisi di atas dapat dikatakan bahwa analisis adalah suatu proses penilaian kritis secara detail dan seksama terhadap suatu masalah tertentu kemudian menginterprestasikan hasil penilaian tersebut untuk mengambil kesimpulan. 2.2 Pengertian Modal Modal dalam suatu perusahaan memegang peranan yang sangat penting. Semakin besar suatu perusahaan, tuntutan keberadaan modal semakin besar pula. Untuk lebih jelas mengenai pengertian modal para pakar telah mengemukakan pendapatnya sebagai berikut: Menurut S. Munawir (2004:19), menyatakan bahwa: Modal adalah hak bagi yang dimiliki oleh pemilik perusahaan yang ditunjukkan dalam pos modal (modal saham), surplus, dan laba ditahan, atau kelebihan nilai aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terhadap seluruh hutang-hutangnya . Sedangkan menurut Prof. Polak yang ditulis dalam buku Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan (2001:18), karangan Bambang Riyanto mengemukakan bahwa: Modal (neraca sebelah kredit) ialah sebagai kekuasaan untuk menggunakan barang-barang modal.Adapun yang dimaksud barangbarang modal ialah barang-barang yang ada dalam perusahaan yang belum digunakan (neraca sebelah debet) . Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa modal adalah kelebihan aktiva atas hutang yang mempunyai kekuasaan untuk menggunakan barang modal. Selain pengertian-pengertian modal di atas, menurut Bambang Riyanto (2001:19) terdapat pengertian modal lainnya yang sangat penting yaitu: 1. Modal menurut bentuknya (modal aktif), yaitu modal yang tertera disebelah debet dari neraca yang menggambarkan bentuk-bentuk dimana seluruh dana yang diperoleh perusahaan ditanamkan. 2. Modal Aktif berdasarkan cara dan lamanya perputaran dapat dibedakan antara lain: 1) Aktiva Lancar yaitu aktiva yang habis dalam satu kali berputar dalam proses produksi dan proses perputaran dalam jangka waktu pendek (umumnya kurang dari satu tahun). 2) Aktiva Tetap yaitu aktiva yang tahan lama yang tidak atau secara berangsur habis turut serta dalam proses perputarannya dalam jangka waktu yang panjang (lebih dari satu tahun). 3. Modal Aktif berdasarkan fungsi bekerjanya aktiva dalam perusahaan dibedakan menjadi 2, yaitu: 1) Modal Kerja (working capital) adalah jumlah keseluruhan aktiva lancar (gross working capital) atau kelebihan dari aktiva lancar diatas hutang lancar (net working capital). 2) Modal Tetap adalah jumlah keseluruhan aktiva tetap. 2. Modal menurut sumber atau asalnya (modal pasif) yaitu modal yang tertera disebelah kredit dari neraca yang menggambarkan sumber-sumber mana dana diperoleh. Modal pasif berdasarkan asalnya dibedakan menjadi 2, yaitu: a. Modal Sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik modal perusahaan itu sendiri dan usahanya (cadangan, laba yang ditahan), atau berasal dari pengambil bagian, persero, atau pemilik (modal saham, modal persero, dan lain-lain). b. Modal Asing (modal kreditur atau hutang) adalah modal yang berasal dari kreditur, ini merupakan hutang perusahaan. 2.3 Pengertian Modal Kerja Untuk dapat menjalankan usaha setiap perusahaan membutuhkan modal kerja. Modal kerja diperoleh dari pemilik perusahaan maupun dari utang. Modal kerja erat hubungannya dengan dana yang akan atau dapat dipergunakan oleh perusahaan dalam kegiatan operasinya sehari-hari, misalnya untuk memberikan persekot pembelian bahan mentah, membayar upah buruh, gaji pegawai dan lain sebagainya, dan suatu gambaran tentang tingkat keamanan (Margin Of Safety) bagi kreditur atau calon kreditur (terutama kreditur jangka pendek). Di mana uang atau dana yang telah dikeluarkan itu diharapkan akan dapat kembali lagi masuk dalam perusahaan dalam waktu yang pendek melalui hasil penjualan produksinya. Mengenai modal kerja, Bambang Riyanto (2001:351) menyatakan bahwa: Modal Kerja dalam artian dana adalah kelebihan aktiva lancar diatas hutang lancar . Sedangkan menurut Weston Fred J. & Thomas E. Copeland (1999:379) di alih bahasakan oleh Robinson Tarigan menyatakan bahwa: Modal kerja adalah investasi perusahaan dalam bentuk uang tunai, suratsurat berharga, piutang, dan persediaan, dikurangi kewajiban lancar yang digunakan untuk membiayai aktiva lancar . S.Munawir (2004:114) mengemukakan modal kerja dalam 3 konsep dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan , antara lain: 1. Konsep Kuantitatip konsep ini menitik-beratkan kepada kwantum yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan perusahaan dalam membiayai operasinya yang bersifat rutin. Dalam konsep ini menganggap bahwa modal kerja adalah jumlah aktiva lancar (gross working capital). 2. Konsep Kualitatip konsep ini menitik-beratkan pada kwalitas modal kerja, dalam konsep ini pengertian modal kerja adalah kelebihan aktiva lancar terhadap hutang jangka pendek (net working capital), yaitu jumlah aktiva lancar yang berasal dari pinjaman jangka panjang maupun dari pemilik perusahaan. Definisi ini bersifat kwalitatip karena menunjukkan tersedianya aktiva lancar yang lebih besar daripada hutang lancarnya (hutang jangka pendek) dan menunjukkan pula margin of protection atau tingkat keamanan bagi para kreditur jangka pendek, serta menjamin kelangsungan operasi di masa mendatang dan kemampuan perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman jangka pendek dengan jaminan aktiva lancarnya. 3. Konsep Fungsionil konsep ini menitik-beratkan fungsi dari dana yang dimiliki dalam rangka menghasilkan pendapatan (laba) dan usaha pokok perusahaan. Hal-hal yang esensial untuk pengertian modal kerja : 1. Membiayai operasional perusahaan sehari-hari secara ekonomis/efisien dan agar perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan 2. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja akibat dari penurunan nilai aktiva lancar 3. Membayar seluruh kewajiban-kewajiban tepat pada waktunya 4. Menjamin dimilikinya kredit 5. Menjamin memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk melayani pelanggan 6. Memberikan syarat kredit yang lebih menguntungkan kepada pelanggan. Namun dalam perkembangannya pengelolaan modal kerja suatu perusahaan tidak hanya terbatas pada pengelolaan investasi perusahaan dalam bentuk aktiva lancar saja. Modal kerja juga dapat menunjukkan tingkat keamanan atau margin of safety bagi para kreditur, terutama kreditur jangka pendek. Mengenai hal ini, modal kerja yang berbentuk aktiva lancar sering dikaitkan dengan hutang lancar atau kewajiban jangka pendek perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dananya. Menurut S. Munawir (2004:117) untuk menentukan jumlah modal kerja yang dianggap cukup bagi suatu perusahaan bukanlah merupakan hal yang mudah, karena modal kerja yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan tergantung atau dipengaruhi oleh beberapa factor sebagai berikut: 1. Sifat atau type dari perusahaan 2. Waktu yang dibutuhkan untuk memprodusir atau memperoleh barang yang akan dijual serta harga persatuan dari barang tersebut 3. Syarat pembelian bahan atau barang dagangan 4. Syarat penjualan 5. Tingkat perputaran persediaan Sedangkan menurut Bambang Riyanto (2001;64) dalam bukunya Dasardasar Pembelanjaan Perusahaan menjelaskan bahwa: Besar kecilnya kebutuhan modal kerja terutama tergantung kepada 2 faktor yaitu: 1 Periode perputaran atau periode terikatnya modal kerja 2 Pengeluaran kas rata-rata setiap harinya Modal kerja selalu dalam keadaan operasi atau berputar dalam perusahaan selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan usaha. Periode perputaran modal kerja dimulai dari saat di mana kas diinvestasikan dalam komponenkomponen modal kerja sampai saat di mana kembali lagi menjadi kas. 2.3.1 Jenis-jenis Modal Kerja Penetapan besarnya modal kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan berbeda-beda, salah satunya tergantung pada jenis perusahaan. Penggolongan yang lebih rinci dikemukakan oleh W.B. Taylor, seperti yang dikutip oleh Agnes Sawir dalam buku Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan (2005:132) adalah: A. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital) yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya, atau dengan kata lain modal kerja yang secara terus-menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Permanent working capital ini dapat dibedakan dalam: 1. Modal Kerja Primer (Primary Working Capital) yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya. 2. Modal Kerja Normal (Normal Working Capital) yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang dinamis. B. Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan, dan modal kerja ini dibedakan antara: 1. Modal Kerja Musiman (Seasonal Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musim. 2. Modal Kerja Siklis (Cyclical Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi konjungtur. 3. Modal Kerja Darurat (Emergency Working Capital) yaitu modal kerja yang besarnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya. Jadi berdasarkan beberapa penggologan modal kerja, dapat dikatakan bahwa modal kerja yang ada pada suatu perusahaan digunakan untuk membiayai operasi perusahaan sehari-hari serta mengelolanya sehingga dapat menunjang kegiatan perusahaan. 2.3.2 Unsur-unsur Modal Kerja Yang termasuk di dalam unsur modal kerja adalah aktiva lancar yang terdiri dari uang kas, surat-surat berharga yang segera dapat diuangkan, piutang dagang, persediaan barang dan lain-lain. Setiap unsur atau elemen perlu dikelola secara efisien agar dapat mempertahankan likuiditas perusahaan bagi tingkat yang aman. Menurut Syafarudin Alwi (1993:2) komponen modal kerja sebagai berikut: Komponen modal kerja adalah kas, surat berharga, piutang dan inventory serta hutang lancar . Dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur modal kerja dari aktivitas lancar dan hutang lancar yaitu: 1. Kas atau uang tunai yang dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan, cek yang diterima dari para langganan dengan simpanan perusahaan dalam bentuk giro atau demand deposit yaitu simpanan dibank yang dapat diambil kembali setiap saat diperlukan oleh perusahaan. 2. Investasi jangka pendek yaitu investasi yang bersifat sementara untuk memanfaatkan uang kas yang sementara masih belum dibutuhkan dalam operasi perusahaan, dengan syarat bersifat marketable yaitu dapat segera dijual dengan harga pasti setiap saat perusahaan memerlukan uang. 3. Piutang dagang adalah tagihan perusahaan kepada pihak lain (kreditur atau langganan) sebagai akibat adanya penjualan barang dagangan secara kredit. 4. Persediaan barang (bagi perusahaan dagang) yaitu persediaan bahan mentah, barang dalam proses dan barang jadi. Persediaan disini merupakan bagian-bagian yang ada pada perusahaan yang ada pada suatu saat akan dijual. Jadi komponen modal kerja yang ada dalam perusahaan digunakan untuk beberapa motif yaitu seperti motif transaksi sehari-hari, motif berjaga-jaga, motif kebutuhan masa depan, dan kebutuhan saldo kompensasi untuk menjaga likuiditas perusahaan tersebut. 2.3.3 Manfaat Modal Kerja Tersedianya modal kerja yang segera dapat dipergunakan dalam operasi tergantung type atau sifat dari aktiva lancar yang dimiliki seperti Kas, Effek, Piutang dan Persediaan. Modal kerja yang tersedia harus cukup jumlahnya dalam arti harus mampu membiayai pengeluaran-pengeluaran atau operasi perusahaan sehari-hari, karena dengan modal kerja yang cukup akan menguntungkan bagi perusahaan, disamping memungkinkan bagi perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis atau efisien dan perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan, juga akan memberikan beberapa keuntungan lain, antara lain: (Agnes Sawir, 2005:134) 1. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya nilai dari aktiva lancar 2. Memungkinkan untuk dapat membayar semua kewajiban-kewajibannya tepat pada waktunya 3. Menjamin dimilikinya kredit standing perusahaan semakin besar dan memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat menghadapi bahaya-bahaya atau kesulitan keuangan yang mungkin terjadi 4. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk melayani para konsumennya 5. Memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang lebih menguntungkan bagi para pelanggannya 6. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang ataupun jasa yang dibutuhkan 2.4 Pengertian Sumber dan Penggunaan Modal Kerja Sumber (kenaikan) dan penggunaan (penurunan) modal kerja dilakukan untuk mengetahui bagaimana modal kerja tersebut digunakan dan dibelanjakan oleh perusahaan. Menurut Sofyan Syafri Harahap (2004:288), menyatakan bahwa: Kenaikan dalam modal kerja terjadi apabila aktiva menurun atau dijual atau karena kenaikan dalam utang jangka panjang dan modal sedangkan penurunan dalam modal kerja timbul akibat aktiva tidak lancar naik atau dibeli atas utang jangka panjang dan modal naik . 2.4.1 Sumber Modal Kerja Kebutuhan modal kerja yang permanen seharusnya atau sebaiknya dibiayai oleh pemilik perusahaan atau para pemegang saham. Semakin besar jumlah modal kerja yang dibiayai atau yang berasal dari investasi pemilik perusahaan akan semakin baik bagi perusahaan tersebut karena akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk memperoleh kredit, dan semakin besar jaminan bagi kreditor jangka pendek. Di samping dari investasi para pemilik perusahaan, kebutuhan modal kerja yang permanen dapat pula dibiayai dari penjualan obligasi atas jenis hutang jangka panjang lainnya, tetapi dalam hal ini perusahaan harus mempertimbangkan jatuh tempo dari hutang jangka panjang ini disamping juga harus mempertimbangkan beban bunga yang harus dibayar oleh perusahaan. Menurut S. Munawir (2004:120), sumber modal kerja perusahaan dapat berasal dari: a. Hasil operasi perusahaan Adalah jumlah net income yang nampak dalam laporan perhitungan rugi laba ditambah dengan depresiasi dan amortisasi, jumlah ini menunjukkan jumlah modal kerja yang berasal dari hasil operasi perusahaan. Jadi jumlah modal kerja yang berasal dari hasil operasi perusahaan dapat dihitung dengan menganalisa laporan perhitungan rugi laba perusahaan tersebut. Dengan adanya keuntungan atau laba dari usaha perusahaan, dan apabila laba tersebut tidak diambil oleh pemilik perusahaan maka laba tersebut akan menambah modal perusahaan yang bersangkutan. b. Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga (investasi jangka pendek) Surat berharga yang dimiliki perusahaan untuk jangka pendek (Marketable securities atau effek) adalah salah satu elemen aktiva lancar yang segera dapat dijual dan akan menimbulkan keuntungan bagi perusahaan. Dengan adanya penjualan surat berharga ini menyebabkan terjadinya perubahan dalam unsur modal kerja yaitu dari bentuk surat berharga berubah menjadi uang kas. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan surat berharga ini merupakan suatu sumber untuk bertambahnya modal kerja, sebaliknya apabila dalam penjualan tersebut terjadi kerugian maka akan menyebabkan berkurangnya modal kerja. Apabila effek atau investasi jangka pendek itu dijual dengan harga jual yang sama dengan harga perolehannya (tanpa laba maupun rugi), maka penjualan tersebut tidak akan mempengaruhi besarnya modal kerja (modal kerja tidak bertambah maupun berkurang). Didalam menganalisa sumber-sumber modal kerja maka sumber yang berasal dari keuntungan penjualan surat-surat berharga harus dipisahkan dengan modal kerja yang berasal dari hasil usaha pokok perusahaan. c. Penjualan aktiva tidak lancar Sumber lain yang dapat menambah modal kerja adalah hasil penjualan aktiva terap, investasi jangka panjang dan aktiva tidak lancar lainnya yang tidak diperlukan lagi oleh perusahaan. Perubahan dari aktiva ini menjadi Kas atau Piutang akan menyebabkan bertambahnya modal kerja sebesar hasil penjualan tersebut. d. Penjualan saham atau obligasi Untuk menambah dana atau modal kerja yang dibutuhkan, perusahaan dapat pula mengadakan emisi saham baru atau meminta kepada para pemilik perusahan untuk menambah modalnya, disamping itu perusahaan dapat juga mengeluarkan obligasi atau bentuk hutang jangka panjang lainnya guna memenuhi kebutuhan modal kerjanya. Penjualan obligasi ini mempunyai konsekwensi bahwa perusahaan harus membayar bunga tetap, oleh karena itu dalam mengeluarkan hutang dalam bentuk obligasi ini harus disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Penjualan obligasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan (terlalu besar) disamping menimbulkan beban bunga yang besar, juga akan mengakibatkan keadaan aktiva lancar yang besar sehingga melebihi jumlah modal kerja yang dibutuhkan. Munawir (2004:123) juga mengatakan bahwa di samping empat sumber tersebut masih ada lagi sumber lain yang dapat diperoleh oleh perusahaan untuk menambah aktiva lancarnya (walaupun dengan bertambahnya aktiva lancar itu tidak mengakibatkan bertambahnya modal kerja) misalnya dari pinjaman/kredit dari Bank dan pinjaman-pinjaman jangka pendek lainnya serta hutang dagang yang diperoleh dari para penjual (supplier). Dari uraian tentang sumber-sumber modal kerja tersebut dapat dikatakan bahwa modal kerja akan bertambah apabila: 1. Adanya kenaikan sektor modal baik yang berasal dari laba maupun adanya pengeluaran modal saham atau tambahan investasi dari pemilik perusahaan. 2. Ada pengurangan atau penurunan aktiva tetap yang diimbangi dengan bertambahnya aktiva lancar karena adanya penjualan aktiva tetap maupun melalui proses depresiasi. 3. Ada penambahan hutang jangka panjang baik dalam bentuk obligasi, hipotek atau hutang jangka panjang lainnya yang diimbangi dengan bertambahnya aktiva lancar. 2.4.2 Penggunaan Modal Kerja Penggunaan modal kerja akan menyebabkan perubahan bentuk maupun penurunan jumlah aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan, tetapi penggunaan aktiva lancar tidak selalu diikuti dengan berubahnya atau turunnya jumlah modal kerja yang dimiliki perusahaan. Penggunaan modal kerja menurut Bambang Riyanto (2001:353) sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Bertambahnya aktiva tetap Berkurangnya utang jangka panjang Berkurangnya modal Pembayaran cash dividen Adanya kerugian dalam operasinya perusahaan Di samping penggunaan aktiva lancar yang mengakibatkan berkurangnya modal kerja tersebut, ada pula pemakaian aktiva lancar yang tidak merubah jumlahnya baik jumlah modal kerjanya maupun jumlah aktiva lancarnya itu sendiri, yaitu pemakaian atau penggunaan modal kerja/aktiva lancar yang hanya menyebabkan atau mengakibatkan berubahnya bentuk aktiva lancar ( modal kerja tidak berkurang), misalnya: a. Pembelian effek (marketable securities) secara tunai. b. Pembelian barang dagangan atau bahan-bahan lainnya secara tunai. c. Perubahan suatu bentuk piutang ke bentuk piutang yang lain, misalnya dari piutang dagang (account receivable) menjadi piutang wesel (notes receivable). 2.5 Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja 2.5.1 Pengertian Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja Untuk mengetahui aliran sumber dan penggunaan modal kerja itu dalam satu periode diperlukan data yang berupa laporan finansial perusahaan. Laporan tentang perubahan modal kerja akan memberikan gambaran tentang bagaimana manajemen mengelola perputaran atau sirkulasi modalnya. Menurut S. Munawir (2004:129), mengemukakan bahwa: Laporan Perubahan Modal Kerja merupakan ringkasan tentang hasil-hasil aktivitas keuangan suatu perusahaan dalam satu periode tertentu dan menyajikan sebab-sebab perubahan-perubahan posisi keuangan perusahaan selama periode yang bersangkutan . Laporan sumber dan penggunaan modal kerja akan sangat berguna bagi managemen untuk mengadakan pengawasan terhadap modal kerja dan agar sumber-sumber modal kerja dapat digunakan secara efektip dimasa mendatang, hasil analisis terhadap sumber dan penggunaan modal kerja dari suatu perusahaan dalam suatu periode akan dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan atau perencanaan modal kerja dimasa yang akan datang. Penyajian laporan tentang perubahan modal kerja memerlukan adanya analisis tentang kenaikan atau penurunan dalam pos-pos yang tercantum dalam neraca yang diperbandingkan antara dua saat tertentu (comparative balance sheet), serta informasi-informasi lainnya sehubungan dengan data keuangan perusahaan yang bersangkutan, misalnya besarnya laba, adanya pembayaran deviden dan sebagainya.Hal ini untuk menunjukkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam pos-pos elemen modal kerja tersebut. Menurut S. Munawir (2004:36) dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan mengemukakan bahwa : Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja adalah suatu analisa untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan modal kerja atau untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya modal kerja dalam periode tertentu. Menurut Dwi Prastowo D. & Rifka Juliaty (2002:54) Secara umum, metoda analisis laporan keuangan dapat diklasifikasikan menjadi dua klasifikasi, yaitu metoda analisis horizontal (dinamis) dan metoda analisis vertical (statis). Metoda analisis horizontal (dinamis) adalah metoda analisis yang dilakukan dengan cara membandingkan laporan keuangan untuk beberapa tahun (periode), sehingga dapat diketahui perkembangan dan kecenderungannya. Maksud utama dari analisis tersebut adalah untuk mengetahui bagaimana modal kerja digunakan dan bagaimana kebutuhan modal kerja tersebut dibelanjai. Dengan kata lain dengan analisis sumber dan penggunaan modal kerja itu akan dapat diketahui dari mana datangnya dan untuk apa modal kerja itu digunakan.Metoda analisis vertical (statis) adalah metoda analisis yang dilakukan dengan cara menganalisis laporan keuangan pada tahun (periode) tertentu, yaitu dengan membandingkan antara pos yang satu dan pos lainnya pada laporan keuangan yang sama untuk tahun (periode) yang sama. 2.5.2 Tujuan Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja Laporan sumber dan penggunaan modal kerja sangat penting karena memberikan informasi tidak hanya bagi manajemen perusahaan (sebagian besar perencanaan sumber dan penggunaan modal kerja periode berikutnya), tetapi juga sangat berguna bagi para bankers atau kreditor jangka pendek lainnya, karena dengan mengetahui sumber dan penggunaan modal kerja perusahaan yang bersangkutan akan dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk para bankers atau kreditor tersebut. Menurut S. Munawir (2004:157) menyatakan bahwa : Tujuan dari analisis sumber dan penggunaan modal kerja adalah memberikan ringkasan transaksi keuangan yang terjadi selama satu periode dengan menunjukkan sumber dan penggunaan modal kerja dalam periode tersebut, modal kerja meliputi seluruh aktiva lancar di kurangi hutang lancar . Dengan demikian yang dilaporkan adalah perubahan aktiva lancar dan hutang lancar serta sebab-sebab perubahan tersebut atau sumber dan penggunaannya. Tekanan yang diberikan dalam laporan ini adalah perubahan modal kerja atau aktiva lancar dan hutang lancar secara keseluruhan dan tidak akan menunjukkan jumlah uang kas yang telah diterima atau dikeluarkan selama periode tersebut. 2.5.3 Manfaat Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja Analisis sumber dan penggunaan modal kerja sangat penting karena memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana manajer keuangan mengelola perputaran/sirkulasi modal kerja dan menilai efektivitas penyerapan modal kerja dan prioritas penggunaan modal kerja. Selain itu juga, mengadakan pengawasan terhadap modal kerja dan agar sumber-sumber modal kerja dapat digunakan secara efektif dimasa mendatang. Hasil analisa terhadap sumber dan penggunaan modal kerja dari suatu perusahaan dalam suatu periode akan dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan atau perencanaan modal kerja di masa yang akan datang untuk dapat memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih.. Menurut Indriyo Gitosudarmo dan Basri (2002:52) dengan melakukan analisis sumber dan pengunaan modal kerja dapat digunakan untuk: 1. Memberikan input terhadap manajer keuangan tentang hal-hal yang terjadi terutama ketidakwajaran baik peningkatan maupun penurunan modal kerja secara keseluruhan dan secara rinci dari struktur modal kerja itu. 2. Sebagai dasar penilaian pembelanjaan perusahaan, yaitu menunjukkan besarnya pertambahan perusahaan yang dibelanjai dari dalam dan luar perusahaan 3. Sebagai perencanaan pembelanjaan jangka menengah dan jangka panjang. 4. Merupakan alternatif perkiraan perubahan kas. 2.6 Langkah-langkah Penyusunan Laporan Sumber dan Penggunaan Modal Kerja Penyusunan laporan sumber dan penggunaan modal kerja dapat dilakukan dengan menganalisis perubahan yang terjadi dalam laporan keuangan yang diperbandingkan antara dua waktu, atau awal dan akhir periode, serta informasiinformasi yang mendukung terjadinya perubahan tersebut. Dari inilah kemudian data-data tersebut dirangkum untuk disusun menjadi laporan sumber dan penggunaan modal kerja. Menurut Bambang Riyanto (2001:355) dalam bukunya Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan dalam menyusun laporan sumber dan penggunaan modal kerja, langkah-langkahnya adalah sebagi berikut: 1. Menyusun Laporan perubahan Modal Kerja Laporan ini menggambarkan perubahan dari masing-masing unsur modal kerja atau unsur Current Accounts antara dua titik waktu. 2. Mengelompokkan perubahan-perubahan dari unsur-unsur Non-Current Accounts antara dua titik waktu tersebut ke dalam golongan yang mempunyai efek memperbesar modal kerja dan golongan yang mempunyai efek memperkecil modal kerja. 3. Mengelompokkan unsur-unsur dalam Laporan Laba ditahan ke dalam golongan yang perubahannya mempunyai efek memperbesar modal kerja dan golongan yang perubahannya mempunyai efek memperkecil modal kerja. 4. Berdasarkan informasi tersebut di atas dapatlah disusun. Laporan Sumber-sumber dan Penggunaan Modal Kerja. Ada 2 metode penyusunan laporan perubahan modal kerja atau laporan sumber dan penggunanaan modal kerja yakni : 2 Direct Method Metode ini di kenal juga dengan metode rekening. Dalam metode ini tiap- tiap perubahan non current account dicatat dalam masing-masing rekening yang berbentuk T (T account) termasuk perubahan total modal kerja, laba-rugi serta sumber dan penggunaan modal kerja. Kemudian jurnal-jurnal transaksi (jurnal mula-mula) dipostingkan pada rekening masing-masing. 3 Reversal Method Dalam metode ini sumber dan penggunaan modal kerja disusun dengan menggunakan work sheet. Metode ini dapat dilakukan apabila mengalami kesulitan dalam menghadapi laporan keuangan yang jumlah pos-posnya banyak sehingga untuk menghindari kesulitan ini maka sebelum menyusun laporan perubahan modal kerja perlu terlebih dahulu suatu Kertas kerja atau Work sheet , dalam work sheet ini perubahan-perubahan yang terjadi dalam masingmasing pos dianalisa dan ditentukan bagaimana pengaruh perubahan pos tersebut terhadap modal kerja. Adapun menurut Dwi Prastowo & Rifka Juliaty (2002:122) dalam bukunya Analisa Laporan Keuanagan menjelaskan bahwa Laporan Sumber dan Penggunaan Modal Kerja mempunyai kegunaan memberikan informasi penting sebagai berikut: 1. Melaporkan aktivitas investasi dan pembelanjaan penting perusahaan yang menyebabkan perubahan modal kerja selama periode tertentu. 2. Menjadi suplemen laporan laba-rugi, perubahan laba ditahan dan neraca dengan menjelaskan alasan-alasan terjadinya kenaikan atau penurunan modal kerja perusahaan selama periode tertentu. 3. Menyajikan sumber-sumber modal kerja utama perusahaan, baik yang berasal dari operasi maupun non-operasi. 4. Menyajikan penggunaan-penggunaan modal kerja utama perusahaan. 5. Menjadi dasar bagi proses perencanaan. 2.7 Likuiditas 2.7.1 Pengertian Likuiditas Likuiditas adalah merupakan salah satu faktor yang menentukan sukses atau kegagalan perusahaan. Suatu perusahaan yang ingin mempertahankan kelangsungan kegiatan usahanya harus memiliki kemampuan untuk melunasi kewajiban-kewajiban finansialnya yang harus segera dilunasi. Dengan demikian likuiditas merupakan indikator kemampuan perusahaan untuk membayar atau melunasi kewajiban-kewajiban finansialnya pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. ( Lukman Syamsudin, 2000:41) Munawir (2004:31) mengemukakan definisi likuiditas sebagai berikut: Likuiditas adalah menunjukan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih . Bamabang Perusahaan Riyanto dalam mengemukakan bahwa bukunya Dasar-dasar Pembelanjaan Masalah likuiditas adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi (2001:25). Sedangkan Henry Simamora (1999:31) juga mengemukakan bahwa Likuiditas (liquidity) sebagi kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo dalam waktu dekat . Pengertian likuiditas dalam arti kuantitatif adalah kemampuan perusahaan dalam membayar hutang jangka pendek, yang biasanya diukur pada akhir periode yaitu 31/12, dapat diukur dengan current ratio. Sedangkan pengertian likuiditas dalam arti kualitatif adalah kemampuan perusahaan dalam membayar hutang saat jatuh tempo, yang harus dipertahankan dari tanggal 1/1 sampai 31/12 dalam mempertahankan tingkat likuiditasnya, suatu perusahaan harus memperhatikan bahwa kekayaan yang disediakan harus sesuai dengan kebutuhan. Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar sedemikian besarnya sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi, dikatakan bahwa perusahaan tersebut Likuid, dan sebaliknya yang tidak mempunyai kemampuan membayar adalah Ilikuid. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa pengertian likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi atau membayar kewajiban keuangan jangka pendek yang harus segera dipenuhi. 2.7.2 Faktor-faktor yang Menentukan Likuiditas Pengukuran likuiditas dilakukan dengan membandingkan harta lancar dengan hutang lancar. Tetapi faktor-faktor apakah yang sebenarnya menentukan tingginya rasio? Manajemen tidak mungkin dapat menyusun sistem pengendalian yang diperlukan, apabila mereka tidak memperhatikan faktor-faktor tersebut. Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan dapat dibagi dalam tiga bagian sebagai berikut: a. Besarnya investasi pada harta tetap dibandingkan dengan seluruh dana jangka panjang . Pemakaian dana untuk pembelian harta tetap adalah salah satu sebab utama dari keadaan tidak likuid. Jika makin banyak dana perusahaan yang dipergunakan untuk harta tetap, maka sisanya untuk membiayai kebutuhan jangka pendek tinggal sedikit. Oleh sebab itu rasio likuiditas menurun. Kemerosotan tersebut hanya dapat dicegah dengan menambah dana jangka panjang untuk menutup kebutuhan harta tetap yang meningkat. b. Volume kegiatan perusahaan Peningkatan volume kegiatan perusahaan akan menambah kebutuhan dana untuk membiayai harta lancar. Sebagian dari kebutuhan tersebut dipenuhi dengan meningkatkan hutang-hutang, tetapi jika hal-hal lain tetap, investasi dana jangka panjang untuk membiayai tambahan kebutuhan modal kerja sangat diperlukan agar rasio dapat dipertahankan. c. Pengendalian harta lancar Apabila pengendalian yang kurang baik terhadap besarnya investasi dalam persediaan dan piutang menyebabkan adanya investasi yang melebihi daripada seharusnya, maka sekali lagi rasio akan turun dengan tajam, kecuali apabila disediakan lebih banyak dana jangka panjang. Kesimpulannya ialah bahwa perbaikan dalam pengendalian investasi semacam itu akan dapat mempergbaiki rasio likuiditas. Memperbaiki posisi likuiditas hanya dapat dilaksanakan dengan: 1. Menambah lebih banyak dana jangka panjang, baik dari pemegang saham ataupun dengan pinjaman, atau 2. Mengembalikan posisi investasi dengan menjual beberapa harta tetap, atau 3. Memanajemeni harta lancar secara lebih efisien 2.7.3 Rasio-rasio Likuiditas Untuk dapat mengukur tingkat likuiditas suatu perusahaan dipergunakan analisis rasio likuiditas. Bambang Riyanto (2001:331) mengemukakan bahwa Rasio Likuiditas adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur likuiditas perusahaan . Selain itu Weston Fred J. dan Thomas E. Copeland yang dialih bahasakan oleh a. Jaka Wasana dan Kibrandoko (1999:225), mengemukakan definisi rasio likuiditas sebagi berikut: Rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya bila jatuh tempo . Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Untuk menilai posisi keuangan jangka pendek (likuiditas) berikut ini diberikan beberapa rasio yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisisa dan menginterprsetasikan data tersebut. 1. Rasio Lancar (current ratio) Rasio yang paling umum digunakan untuk menganalisa posisi modal kerja suatu perusahaan adalah current ratio yaitu perbandingan antara jumlah aktiva lancar dengan hutang lancar. Menurut Bamabang Riyanto (2001:332) current ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Aktiva Lancar Rasio Lancar = -------------------------- x 100% Hutang Lancar Rasio ini menunjukkan bahwa nilai kekayaan lancar (yang segera dapat dijadikan uang) ada sekian kalinya hutang jangka pendek. Rasio lancar 200% kadang-kadang sudah memuaskan bagi suatu perusahaan, tetapi jumlah modal kerja dan besarnya rasio tergantung pada beberapa faktor, suatu standar atau rasio yang umum tidak dapat ditentukan untuk seluruh perusahaan. Rasio lancar 200% hanya merupakan kebiasaan (rule of thumb) dan akan digunakan titik tolak untuk mengadakan penelitian atau analisa yang lebih lanjut. Rasio lancar ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutanghutang tersebut. Tetapi suatu perusahaan dengan rasio lancar yang tinggi belum tentu menjamin akan dapat dibayarnya hutang perusahaan yang sudah jatuh tempo karena proporsi atau distribusi dari aktiva lancar yang tidak menguntungkan, misalnya jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan yang akan datang sehingga tingkat perputaran persediaan tersebut atau adanya saldo piutang yang besar yang mungkin sulit untuk ditagih. Rasio lancar yang terlalu tinggi menunjukkan kelebihan uang kas atau aktiva lancar lainnya dibandingkan dengan yang dibutuhkan sekarang atau tingkat likuiditas yang rendah daripada aktiva lancar dan sebaliknya. 2. Rasio Kas (cash ratio) Menurut Bambang Riyanto (2001:332) rasio ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kas + Efek Rasio Kas = ---------------------- x 100% Utang Lancar Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar utang yang segera harus dapat dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang dapat segera diuangkan. Cash ratio memberikan jaminan yang jauh lebih baik kepada para kreditur, oleh karena rasio ini terdiri hanya dari uang kas dan bank. Namun demikian, tidak ada suatu ketentuan mutlak tentang berapa tingkat cash ratio yang dianggap baik atau yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan karena biasanya tingkat cash ratio ini juga sangat tergantung pada jenis usaha dari masing-masing perusahaan. 3. Rasio Cepat (quick ratio) Rasio ini sering disebut sebagai quick ratio, yaitu perbandingan antara (aktiva lancar persediaan) dengan hutang lancar. Menurut Bambang Riyanto (2001:333) rasio ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kas + Efek + Piutang Rasio Cepat = ------------------------------ x 100% Hutang Lancar Rasio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibanyang segera harus dibayar dengan aktiva lancar yang lebih likuid (quick assets). Rasio ini lebih tajam daripada rasio lancar, karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid (mudah dicairkan atau diuangkan) dengan hutang lancar. Jika rasio lancar tinggi tapi quick rationya rendah menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan. Rasio ini dikenal sebagai rasio 1 banding 1, yaitu diharapkan untuk mempunyai cukup aktiva lancar diluar persediaan, untuk membayar semua utang dalam hutang lancar. Setalah bertahun-tahun, persyaratan ini terkikis oleh kesadaran bahwa surplus aktiva lancar sangat memberatkan bila tertahan dalam bisnis, dan aktiva seperti ini tidak menghasilkan apa-apa sampai aktiva itu sudah diubah menjadi produk, dijual, dan dibayar oleh pelanggan. Rasio ini sekarang diusahakan serendah mungkin, sesuai risikonya. 4. Rasio Modal Kerja terhadap Total Aktiva (working capital to total assets ratio) Menurut Bambang Riyanto (2001:333) rasio ini dapat dihiyung dengan rumus sebagai berikut: Aktiva lancar Hutang Lancar WC to TA Ratio = ---------------------------------------- x 100% Total Aktiva Rasio ini digunakan untuk membandingkan posisi modal kerja (netto) dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan.