Arang Aktif Serbuk Gergaji Kayu dan Tongkol Jagung Karya Mahasiswa UGM Kamis, 01 Oktober 2015 WIB, Oleh: Gusti YOGYAKARTA - Arang kayu mungkin sudah menjadi hal yang biasa ditemukan di masyarakat karena manfaatnya sebagai bahan bakar dikalangan keluarga menengah ke bawah. Namun, meningkatnya kebutuhan akan arang untuk usaha makanan menjadikan produksi arang terkadang tidak bisa menyeimbangi kebutuhan pasar. Kebutuhan arang yang meningkat ini salah satu penyebabnya adalah jenis arang yang digunakan terlalu banyak membutuhkan oksidasi sehingga membuat arang cepat habis dan tidak terlalu memicu panas. Sementara, banyak sisa-sisa serbuk gergaji kayu yang belum dimanfaatkan secara baik. Padahal, sisa-sisa kayu yang tidak terpakai adalah peluang untuk memproduksi arang, sebab bahan utama pembuatan arang adalah dari serpihan kayu ini. Peluang emas ini cermat dilihat oleh para peneliti, dosen dan mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM. Mereka berhasil mengembangkan arang aktif dari serbuk gergaji kayu jati dan tongkol jagung. Ide itu muncul setelah menengok realitas di lapangan banyaknya sisa-sisa kayu yang tidak terpakai, “Ide datang karena banyak sisa-sisa kayu yang tidak terpakai, selanjutnya oleh dosen dan teman-teman di Fakultas Kehutanan mencoba mengembangkannya,” ujar Ranu Bentardi mahasiswa semester 9 dari Fakultas Kehutanan yang mengetahui alur penelitian ini saat ditemui di Pameran UGM Expo, Kamis (1/10). Bermula dari percobaan yang dilakukan oleh tim peneliti di bawah pimpinan Denny Irrawati ini, akhirnya berhasil mengembangkan produk arang aktif yang berasal dari limbah. Menurut Ranu, keunggulan dari arang aktif ini lebih tahan lama dan suhu temperaturnya lebih tinggi. Berdasarkan hasil uji laboratorium, kata Ranu, arang dari kayu biasa hanya menghasilkan nilai kalor 4 kal/g sementara nilai kalor dari arang kayu jati bisa menghasilkan 5786,37 kal/g. Tentu hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat pengguna arang bisa lebih hemat dalam penggunaannya. Di samping itu juga mengurangi sampah dan limbah yang bisa mendapatkan nilai guna. Proses untuk pembuatan arang aktif ini dimulai dengan mengumpulkan sisa-sisa kayu, lalu limbah itu dikeringkan, dipanaskan, dibakar tanpa oksigen, dan terakhir kayu dioksidasi untuk dijadikan arang. Meskipun arang aktif ini belum dipasarkan dan diterjunkan di masyarakat, penelitian arang aktif ini terus dilakukan untuk meningkatkan kualitasnya agar siap terjun di masyarakat Kendala utama yang dihadapi oleh tim peneliti adalah keterbatasan alat untuk memproduksi arang aktif. Sebab, untuk memproduksi arang aktif dibutuhkan sebuah alat yang bisa membakar olahan kayu sisa tanpa oksigen, sebab sejauh ini alat tersebut hanya ada di laboratorium Fakultas Kehutanan “Arang aktif membutuhkan biaya pembuatan yang tidak murah karena sejauh ini menggunakan alat-alat yang ada di lab. sehingga membutuhkan banyak listrik” tambah Ranu. Di samping harga alat yang tidak murah, titik pemberat lain ada pada kebutuhan listrik yang tidak sedikit. Pengembangan penelitian ini berupa keberlanjutan penelitian untuk terus menghasilkan inovasi dan kualitas arang yang memiliki nilai lebih dari arang-arang yang sudah ada. Keberlanjutan itu diwujudkan melalui penelitian dosen, mahasiswa serta dilanjutkan oleh skripsi-skrispsi mahasiswa. Harapan ke depan, meskipun penelitian ini masih berada pada ranah skala uji laboratorium, penelitian ini tidak berhenti di sana saja namun bisa dipakai oleh masyarakat luas. “Penelitian tidak hanya berhenti di meja lab. namun juga harus dirasakan oleh masyarakat manfaatnya,” pungkas Ranu. (Humas UGM/Putri) Berita Terkait ● ● ● ● ● UGM Kembangkan Gama Jagung Manis Hibrida Mahasiwa UGM Mengembangkan Teknologi Budidaya Tebu di Lahan Kering Teliti Lignoselulosa Sebagai Etanol, Megawati Raih Doktor Penambahan Pakan Tanaman Ubi Kayu Terbukti Tingkatkan Bobot Badan Ternak Teliti Rumput Mutiara dan Limbah Tongkol Jagung, Mahasiswa UGM Juara PPRI