HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN

advertisement
HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN PANTANG
MAKANAN TERHADAP RISIKO KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA IBU
HAMIL DI PUSKESMAS CIPUTAT KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
SKRIPSI
Oleh:
Farida Hidayati
NIM : 107101003200
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1432 H / 2011 M
i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, November 2011
Farida Hidayati, NIM: 107101003200
Hubungan antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi, dan Pantang Makanan
terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Puskesmas
Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
xxiii +116 halaman+ 3 bagan+ 19 tabel+ 6 lampiran
ABSTRAK
Menurut WHO (2005), ibu hamil dengan risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
akan meningkatkan kesakitan maternal, terutama pada trimester ketiga (bulan 7-9) dan
meningkatkan risiko melahirkan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola konsumsi, penyakit Infeksi, dan
pantang makanan terhadap risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota
Tangerang Selatan tahun 2011. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan desain studi cross sectional. Sampel penelitian ini adalah ibu hamil yang
melakukan kunjungan ke Puskesmas Ciputat sebanyak 108 ibu hamil. Uji statistik yang
digunakan adalah uji Chi-Square yaitu uji hipotesis beda dua proporsi.
Dari 108 responden, ibu hamil yang mengalami risiko KEK pada ibu hamil di
Puskesmas Ciputat yaitu sebesar 40,4%. Pola konsumsi makanan pokok ibu hamil yang
sesuai anjuran sebesar 42,6%, lauk hewani 46,3%, lauk nabati 67,6%, sayuran sebesar
39,8%, dan pola konsumsi buah sebesar 31,5%. Ibu hamil yang menderita penyakit
tuberculosis ada 8,3%, penyakit diare 32,4%. Sebagian besar ibu hamil memiliki
pantang makanan selama kehamilan yaitu sebesar 30,6%. Dari hasil analisis bivariat
diperoleh variabel yang berhubungan dengan risiko KEK pada ibu hamil adalah pola
konsumsi makanan pokok, lauk hewani , lauk nabati, dan pantang makanan, sedangkan
variabel pola konsumsi sayuran, konsumsi buah, penyakit tuberculosis, dan penyakit
diare tidak berhubungan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat.
Untuk penanggulangan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat,
disarankan sebaiknya pada pemeriksaan antenatal untuk menambah satu kegiatan
pelayanan yaitu pengukuran LILA pada setiap ibu hamil terutama pada trimester awal,
sehingga dapat mendeteksi secara dini adanya risiko KEK, penyuluhan dan konseling
gizi untuk meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya gizi seimbang bagi ibu hamil
perlu dilakukan, dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) tinggi energi bagi ibu
hamil harus ditingkatkan.
Daftar bacaan: 56 bacaan (1989– 2010).
ii
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STATE ISLAMIC UNIVERSITY
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
Undergraduated Thesis, November, 2011
Farida Hidayati, NIM: 1071010032000
A Relation of Consumption Habit, Infection Disease, and Food Taboo with Risk of
Chronic Energy Deficiency (CED) on Pregnant in Public Health Center of Ciputat
Tangerang Selatan City at 2011
xxiii + 116 pages + 3 charts + 19 tables + 6 attachments
ABSTRACT
Based on WHO (2005), pregnant with risk of CED will increase maternal
pain,especially on third trimester and increase risk of low birth weight babies. This study
aims to determine a relation of consumption habit, infection disease, and food taboos
with risk of chronic energy deficiency (CED) on pregnant in Public Health Center of
Ciputat at 2011. This study uses a quantitative approach with a cross sectional study
design. Samples are pregnant who visit to Public Health Center of Ciputat 108 pregnant.
The statistical test used was the Chi-Square test that is two different hypothesis test
proportions.
Of the 108 respondents, pregnant are at risk of CED in pregnant in Public
Health Center of Ciputat that of 40.4%. Consumption habits of staple food which
appropriate with suggestion 42,6%, consumption habit of animal side dish 46,3%,
consumption habit of vegetable side dish 67,6%, vegetable 39,8%, and fruit 31,5%.
Pregnant who suffer tuberculosis disease 8,3% and diarrhea disease 32,4%. Most
pregnant have food taboo during pregnancy 30,6%. From the results obtained by
bivariate analysis of variables associated with risk of CED in pregnant is consumption
habit of staple food, consumption of animal side dish, consumption of vegetable side
dish, and food taboo, whereas other variables is consumption habit of vegetable,
consumption habit of fruit, tuberculosis disease, and diarrhea disease not associated
with risk of CED in pregnant at Public Health of Ciputat .
To overcome CED in pregnant, should on antenatal examination to add one
service activities is measured upper arm circumference in every pregnant who visit
Public Health Center, especially on first trimester because this way easy, cheap and not
have special expertise, so that can early detection risk of CED. Nutrition counseling to
increase knowledge about important of balance nutrition for pregnant need held. PMT
Giving high energy for pregnant can also be enhanced.
Reading list: 56 readings (1989 - 2010)
iii
iv
v
DATA RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama
: Farida Hidayati
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 29 Mei 1989
Alamat
: Pamulang Indah MA Jl.Heligenia D12/28 RT.05/011
Agama
: Islam
No.Kontak
: 08569809005
E-mail
: [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
TK Islam Al-Ghifary
: 1994 - 1995
SDN Pondok Cabe Udik 1
: 1995 - 2001
SMP Negeri 1 Pamulang
: 2001 - 2004
SMA Negeri 1 Pamulang
: 2004 - 2007
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
: 2007 – sekarang
PENGALAMAN ORGANISASI
Sekretaris ROHIS SMAN 1 Pamulang
Bendahara Komisariat Dakwah FKIK
vi
LEMBAR PERSEMBAHAN
Yang diperlukan untuk menggapai mimpi adalah cuma kaki yang akan berjalan
lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya,
mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering
melihat ke atas, lapisan tekad yang 1000x lebih keras dari baja dan hati yang akan
bekerja keras dari biasanya (5cm).
Skripsi ini dipersembahkan untuk orang-orang yang ku sayang dan menyayangiku
Terima kasih mama, bapak, mbak
(Akhirnya Foto-ku juga bisa dipajang ^_^)
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala
puji
serta
syukur
penulis
panjatkan
kehadirat
Allah
Subhanallahuwata’ala , penggenggam langit dan bumi, pemberi hidayah, sumber segala
ilmu dan pemilik kebenaran, yang karena keridhoan-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
atas cintanya menuntun jalan kehidupan bagi umatnya sampai akhir zaman.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas
segala bantuan yang diberikan dalam rangka penyelesaian penulisan skripsi, terutama
kepada :
1. Tidak ada nama yang paling kusebut dalam do’a-do’a di setiap shalat-ku selain
teruntuk orangtua no.1 se-dunia dan tidak ada cita-cita yang paling aku perjuangkan
selain cita-cita besar-ku yaitu membuatmu bahagia...Makasih mama, bapak atas
do’a, kasih sayang dan motivasi yang tiada henti.
2. Kakaku terbaik se-dunia mbak Evy, mbak wati serta dek kybul yang tidak pernah
bosan untuk memberikan energi semangat untukku (aku sayang kalian ^_^).
3. Prof.Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
4. dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
sekaligus pembimbing 2 yang telah memberikan masukan dari awal hingga
penulisan skripsi ini selesai.
5. Ibu Catur Rosidati, MKM selaku Pembimbing 1, terimakasih atas segala bimbingan,
waktu dan fikiran yang ibu berikan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
6. Ibu Febriati, M.Si selaku dosen Penanggung Jawab Peminatan Gizi, terima kasih
atas saran-sarannya yang sangat bermanfaat bagi penulis.
7. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah banyak memberikan
pelajaran berharga kepada penulis selama perkuliahan.
8. Ibu Wilda Welis, SP., M.Kes sebagai penguji sidang skripsi, terima kasih atas
masukannya.
9. Bpk. Dr. Abdillah Assegaf selaku kepala Puskesmas Ciputat.
10. Bpk. Purwo, terima kasih atas kemudahan perizinan penelitian, semoga Allah
membalas kebaikan bapak.
11. Semua bidan-bidan yang bertugas di poli KIA (especially Bidan Oby, maaf sudah
banyak merepotkan selama penelitian).
12. Keluarga kedua yang selalu menjadikan hari-hari berwarna di perjalanan kuliahku,
”GeeR” (Karbella Kuantanades Hasty, Melli Wulandari, Hafifatul Auliya Rahmy,
Lisa Ellizabet Aula) Allah begitu berbaik hati untuk mempertemukanku dengan
kalian yang HEBAT... Luv U Coz Allah .
13. Teman terbaikku yang selalu tulus dan setia memberikan dukungan di setiap saat
(makasih banyak Habsyi! semoga Allah selalu membalas kebaikanmu).
ix
14. Sahabat itu seperti bintang, walau jauh dia bercahaya. Meski kadang menghilang, dia
tetap ada dan selamanya di hati. Saudariku GAWAT’07 (Ovi, Ami, Rizka... semoga
Persaudaraan kita karena Allah, thank’s Sist ).
15. Partner penelitianku Winda chacha, makasih banyak atas kerjasamanya selama
penelitian.
16. Teman-teman GIZI 2007, thank’s for all friend.
17. Saudara-saudariku di KOMDA FKIK, terima kasih atas manisnya ukhuwah yang
terlalu singkat ini.
18. Teman-teman seperjuangan kesmas 2007 yang selalu semangat untuk berjuang.
Skripsi masih jauh dari sempurna maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun guna perbaikan dimasa yang akan datang.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Ciputat, November 2011
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN.......................................................................
i
ABSTRAK..................................................................................................
ii
ABSTRACT................................................................................................
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN............................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP..................................................................
vi
LEMBAR PERSEMBAHAN....................................................................
vii
KATA PENGANTAR................................................................................
viii
DAFTAR ISI...............................................................................................
xi
DAFTAR TABEL......................................................................................
xix
DAFTAR BAGAN......................................................................................
xxii
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................
xxiii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................
8
1.3 Pertanyaan Penelitian..............................................................
9
1.4 Tujuan.....................................................................................
10
1.4.1 Tujuan Umum................................................................
10
1.4.2 Tujuan Khusus...............................................................
10
xi
1.5 Manfaat Penelitian..................................................................
11
1.5.1 Bagi Puskesmas.........................................................
11
1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat................
11
1.5.3 Bagi Peneliti................................................................
11
1.6 Ruang Lingkup........................................................................
12
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil............
13
2.2 Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)..............................
15
2.2.1 Tujuan Pengukuran LILA...........................................
16
2.2.2 Ambang Batas LILA ..................................................
17
2.2.3 Cara Mengukur LILA.................................................
18
2.2.4 Tindak Lanjut Pengukuran LILA................................
18
2.2.5 Tindakan yang Dilakukan pada Wanita Usia Subur
(WUS) dengan Ukuran LILA Kurang dari 23,5
cm................................................................................
20
2.2.5.1 Upaya dari Masyarakat...................................
20
2.2.5.2 Upaya Petugas Lapangan................................
22
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Hamil....
22
2.3.1 Pola Konsumsi............................................................
22
2.3.1.1 Anjuran Makan Ibu Hamil..............................
24
2.3.2 Penyakit Infeksi...........................................................
39
xii
2.3.3 Sosial Ekonomi...........................................................
46
2.3.3.1 Pekerjaan.........................................................
46
2.3.3.2 Jumlah Anggota Keluarga...............................
46
2.3.3.3 Pendidikan.......................................................
47
2.3.3.4 Pantang Makanan............................................
47
2.4 Pengukuran Pola Konsumsi....................................................
53
2.4.1 Pengertian Food Frequency (Frekuensi Makanan)....
53
2.4.2 Prinsip Food Frequency (Frekuensi Makanan)..........
55
2.5 Kerangka Teori.......................................................................
56
BAB III. KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN
HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep..................................................................
57
3.2 Definisi Operasional..............................................................
58
3.3 Hipotesis................................................................................
62
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian……………………………..…………..........
63
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………..
63
4.3 Popolasi dan Sampel………………………………………
63
4.3.1 Populasi……………………………………………
63
4.3.2 Sampel……………………………………………….
63
xiii
4.4 Instrumen Penelitian………………………………………...
64
4.5 Pengumpulan Data…………………………………………..
64
4.6 Pengolahan Data…………………………………………….
66
4.7 Analisis Data………………………………………………...
70
4.7.1 Analisis Univariat…………………………………..
70
4.7.2 Analisis Bivariat……………………………………..
70
BAB V. HASIL
5.1 Gambaran Umum Puskesmas Ciputat………………………
72
5.2 Analisis Univariat…………………………………………….
73
5.2.1 Gambaran Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada
Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat……………………..
73
5.2.2 Gambaran Pola Konsumsi pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat …………………….......................
74
5.2.2.1 Gambaran Pola Konsumsi Makanan Pokok
pada ibu Hamil di Puskesmas Ciputat …….....
74
5.2.2.2 Gambaran Pola Konsumsi Lauk Hewani pada
ibu Hamil di Puskesmas Ciputat ……………..
74
5.2.2.3 Gambaran Pola Konsumsi Lauk Nabati pada
ibu Hamil di Puskesmas Ciputat ……………..
75
5.2.2.4 Gambaran Pola Konsumsi Sayuran pada ibu
Hamil di Puskesmas Ciputat ………………....
xiv
76
5.2.2.5 Gambaran Pola Konsumsi Buah pada ibu
Hamil di Puskesmas Ciputat …………………
76
5.2.3 Gambaran Penyakit Infeksi pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat ……………………………….......
77
5.2.3.1 Gammbaran Penyakit Tuberculosis pada Ibu
Hamil di Puskesmas Ciputat ………………....
77
5.2.3.2 Gambaran Penyakit Diare pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat …………………….……..
77
5.2.4 Gambaran Pantang Makanan pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat ……………………………….......
78
5.3 Analisis Bivariat……………………………………………...
78
5.3.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat……………………………………
79
5.3.1.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi Makanan Pokok
pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat……..…
79
5.3.1.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Hewani
pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat………..
5.3.1.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Nabati pada
xv
80
Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat…………..…
81
5.3.1.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu
Hamil di Puskesmas Ciputat………….………
82
5.3.1.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi Buah pada Ibu
Hamil di Puskesmas Ciputat……….…………
83
5.3.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Penyakit Infeksi pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat……………………………………
85
5.3.2.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Penyakit Tuberculosis pada Ibu
Hamil di Puskesmas Ciputat………….………
85
5.3.2.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Penyakit Diare pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat……………………………
86
5.3.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pantang Makanan pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat……………………………………
87
BAB VI. PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian……………………………………
xvi
89
6.2 Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat…………………………………………..
89
6.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan
Pola
Konsumsi
pada
Ibu
Hamil
di
Puskesmas
Ciputat……………………………………………………….
92
6.3.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi Makanan Pokok pada
Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat……..……………...
92
6.3.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu
Hamil di Puskesmas Ciputat………………………...
95
6.3.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu
Hamil di Puskesmas Ciputat…………..…………….
97
6.3.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil
di Puskesmas Ciputat………….…………………….
99
6.3.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat……….………………………….
6.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan
Penyakit
Infeksi
pada
Ibu
xvii
Hamil
di
Puskesmas
101
Ciputat…………………………………………………….…
103
6.4.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil
di Puskesmas Ciputat………….…………………….
103
6.4.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Penyakit Diare pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat…………………..………………
105
6.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan
Pantang
Makanan
pada
Ibu
Hamil
di
Puskesmas
Ciputat……………………………………………………….
107
BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan……………………………………………………
110
7.2 Saran ……………………………………………………….
110
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….
112
LAMPIRAN
xviii
DAFTAR TABEL
2.1 Anjuran Makan Ibu Hamil……………………………………………..
27
3.1 Definisi Operasional……………………………………………………
58
5.1 Distribusi Frekuensi Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu
Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011………………………………
73
5.2 Distribusi Pola Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat Tahun 2011………………………………...………
74
5.3 Distribusi Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas
Ciputat Tahun 2011………………………………………..…...………
74
5.4 Distribusi Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas
Ciputat Tahun 2011………………………………………..…...………
75
5.5 Distribusi Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas
Ciputat Tahun 2011………………………………………..…...………
76
5.6 Distribusi Pola Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Tahun 2011………………………………...………………………...…
76
5.7 Distribusi Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas
Ciputat Tahun 2011…………………………………..………...………
77
5.8 Distribusi Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun
2011………………………………...…………………………………..
77
5.9 Distribusi Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Tahun 2011………………………………...…………………………..
xix
78
5.10
Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan
PolaKonsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas
Ciputat Tahun 2011……..…………….............................................
5.11
79
Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola
Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Tahun 2011……………………………….……………………….
5.12
80
Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola
Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Tahun 2011…………..……………………………………………..
5.13
81
Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola
Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun
2011…………………………………………………….…………
5.14
82
Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola
Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun
2011…………………………….……….………………………….
5.15
84
Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan
Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Tahun 2011………………………..………….…………………….
5.16
85
Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan
Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun
2011……………………………….…………………..……………
xx
86
5.17
Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pantang
Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun
2011………….……………………………………………………..
xxi
87
DAFTAR BAGAN
2.1 Skema Tindak Lanjut Pengukuran LILA……………………………
19
2.2 Kerangka Teori……………………………………………………...
56
3.1 Kerangka Konsep……………………………………………………
57
xxii
LAMPIRAN
Lampiran 1. Permohonan Izin Penelitian di Puskesmas Ciputat
Lampiran 2. Pemberian izin Penelitian dari Dinkes Kota Tangerang Selatan
Lampiran 3. Keterangan Selesai Melaksanakan Penelitian dari Puskesmas Ciputat
Lampiran 4. Output Analisis Univariat
Lampiran 5. Output Analisis Bivariat
Lampiran 6. Kuesioner Penelitian
xxiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Status gizi masyarakat yang baik merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan pembangunan kesehatan dan tidak terpisahkan dari pembangunan
nasional secara keseluruhan. Hal ini tercermin pada Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) yang terdiri dari umur harapan hidup, tingkat melek huruf dan pendapatan per
kapita. IPM yang rendah antara lain dipengaruhi oleh status gizi dan kesehatan yang
berdampak pada tingginya angka kematian bayi, balita dan ibu (Kementerian
Kesehatan, 2010). Salah satu langkah yang telah diambil pemerintah untuk
menurunkan angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (AKI) adalah
dengan upaya penanggulangan Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil yang
merupakan salah satu cara untuk mencegah BBLR (Depkes RI, 1995).
Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu sejak janin yang
masih dalam kandungan, bayi, anak-anak, remaja, dewasa sampai usia lanjut. Ibu
atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup
sehingga harus dijaga status gizi dan kesehatannya, agar dapat melahirkan bayi yang
sehat (Depkes RI, 2003).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007,
sekitar 146.000 bayi usia 0-1 tahun dan 86.000 bayi baru lahir (0-28 hari) meninggal
setiap tahun di Indonesia. AKB di Indonesia adalah 34 per 1000 kelahiran hidup,
2
sedangkan angka kematian balita adalah 44 per 1000 kelahiran hidup, dan AKI
melahirkan di Indonesia adalah 228 per 100.000 bayi kelahiran hidup. Diharapkan
pada 2015 angka kematian bayi turun menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup dan
angka kematian balita turun menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup. Pencapaian pada
2015 merupakan target komitmen global Tujuan Pembangunan Milenium (UNICEF,
2010).
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok sasaran yang perlu mendapat
perhatian khusus dalam penerapan pedoman umum gizi seimbang (PUGS) selain ibu
menyusui. Hal ini didasarkan pada jenis masalah gizi yang dijumpai pada ibu hamil
dan menyusui serta dampak negatif yang ditimbulkan karena status gizi yang buruk
pada ibu hamil dan menyusui tidak hanya mengenai diri yang bersangkutan, tetapi
juga pada perkembangan janin yang akan dilahirkan serta perkembangan dan
pertumbuhan anak dikemudian hari (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan
Sosial RI, 2000). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa status gizi ibu tidak hanya
memberikan dampak negatif terhadap status kesehatan dan risiko kematian dirinya,
tetapi juga terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan janin yang
dikandungnya dan lebih jauh lagi terhadap pertumbuhan janin tersebut sampai usia
dewasa (Achadi, E. L, 2007).
Pemeliharaan kehamilan dimulai dari perencanaan menu yang benar,
masukan gizi pada ibu hamil sangat menentukan kesehatannya dan janin yang
dikandungnya. Apabila masukan gizi pada ibu hamil tidak sesuai kebutuhan maka
3
kemungkinan akan terjadi gangguan dalam kehamilan, baik terhadap ibu maupun
janin yang dikandungnya (Huliana, 2001 dalam Paath, E.F, et.al, 2004).
Menurut Klein, Susan, et.al (2009), masukan gizi yang buruk khususnya saat
hamil dapat menyebabkan kelelahan, lemas, kesulitan melawan infeksi, masalah
kesehatan serius lainnya, keguguran atau bayi tidak bisa tumbuh dengan baik (kecil)
atau cacat lahir, serta meningkatkan peluang pada bayi dan ibu meninggal saat atau
sesudah kelahiran. Kebutuhan gizi ibu hamil dapat terpenuhi apabila ibu
mengkonsumsi makanan yang beranekaragam termasuk buah segar dan sayuran
berwarna. Dengan mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam, kekurangan zat
gizi pada jenis makanan yang satu akan dilengkapi oleh zat gizi dari makanan
lainnya. Makanan yang beranekaragam memberikan manfaat yang besar terhadap
kesehatan ibu hamil, karena makin beragam yang dikonsumsi, makin baik mutu
makanannya (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000).
Tetapi, pada kenyataannya di beberapa negara berkembang umumnya
ditemukan larangan atau pantangan tertentu bagi makanan ibu hamil seperti berbagai
jenis ikan, telur, udang, cumi, dan sebagainya. Dengan adanya pantangan dalam
makanan maka semakin kecil peluang ibu untuk mengkonsumsi makan yang
beragam. Sehingga masyarakat akan mengkonsumsi bahan makanan bergizi dalam
jumlah yang kurang, dengan demikian penyakit kekurangan gizi akan mudah timbul
di masyarakat (Suhardjo, 1989).
4
Menurut Depkes RI (1994), ibu hamil yang berisiko KEK adalah ibu hamil
yang mempunyai ukuran lingkar lengan atas (LILA) <23,5 cm, pengukuran LILA
adalah suatu cara untuk mengetahui risiko KEK wanita usia subur (WUS) termasuk
ibu hamil. Ibu hamil dengan risiko KEK kemungkinan akan mengalami kesulitan
pada saat persalinan, perdarahan, dan berpeluang untuk melahirkan bayi dengan
BBLR yang akhirnya menyebabkan kematian pada ibu atau bayi (Depkes RI, 1996).
BBLR akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak, perkembangan
intelektual serta produktivitas dikemudian hari, selain itu dampak pada ibu hamil itu
sendiri adalah akan mudah terkena penyakit dan resiko kematian (Kementerian
Kesehatan RI, 2010).
Dari penelitian Puffer diperoleh gambaran bahwa AKB dari BBLR adalah 59 kali lebih besar dibandingkan dengan AKB dari bayi dengan berat lahir 2.5002.999 gram. Selanjutnya AKB pada BBLR apabila dibandingkan dengan AKB dari
bayi dengan berat lahir 3.000-3.499 gram adalah 7-13 kali lebih besar (Depkes RI,
1995). Berbagai penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa separuh dari
penyebab terjadinya kasus BBLR adalah status gizi ibu (Achadi, E.L, 2007). Hasil
penelitian Rosikin di Kota Cirebon tahun 2004 menunjukkan bahwa ibu hamil
dengan risiko KEK berisiko melahirkan bayi BBLR sebanyak 3 kali dibanding ibu
dengan LILA normal. Demikian juga dengan penelitian Susanto tahun 2006 di Biak
mengatakan bahwa ibu hamil dengan risiko KEK berpeluang melahirkan bayi BBLR
sebanyak 7 kali dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak berisiko KEK.
5
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 prevalensi risiko KEK
pada WUS termasuk ibu hamil sebesar 13,6%. Dari data Survey Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) pada tahun 1999 menunjukkan ibu hamil yang mengalami risiko
KEK 27,6%, sedangkan
laporan surkesnas 2002 menunjukkan 34% ibu hamil
termasuk ke dalam risiko KEK, dan berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2000-2005 ibu hamil yang menderita KEK sebesar 15,49%. Dalam
Riskesdas 2007, salah satu provinsi yang mempunyai prevalensi diatas 10% adalah
Provinsi Banten yaitu sebesar 12,6%.
Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu wilayah yang terletak di
bagian timur Provinsi Banten, kota ini berasal dari sebagian wilayah Kabupaten
Tangerang. Menurut data dinas kesehatan Kota Tangerang Selatan 2010, AKI Kota
Tangerang Selatan 36 per 100.000 kelahiran hidup dimana salah satu penyebabnya
adalah penyakit infeksi sebesar 10%. Dalam jurnal Malnutrition and Infection:
Complex Mechanisms and Global Impacts oleh Schaible, et.al (2007) disebutkan
penelitian di Kenya yang menemukan hubungan signifikan antara penyakit infeksi
dengan lingkar lengan atas dan serum albumin. Selain itu, dalam jurnal Malnutrition
and Pregnancy Wastage In Zambia oleh Wamie, data survey status gizi FAO
menunjukkan 90,5% ibu hamil menderita infeksi. Penyakit infeksi merupakan faktor
yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan ibu. Status gizi kurang akan
meningkatkan kepekaan ibu terhadap risiko terjadinya infeksi, dan sebaliknya infeksi
dapat meningkatkan risiko kurang gizi bahkan kematian (Achadi, E. L, 2007).
6
Sedangkan untuk angka kematian bayi 2,76 per 1000 kelahiran hidup dan
jumlah kematian neonatal tahun 2010 sebanyak 54 bayi dan penyebab terbanyak
yaitu BBLR sebesar 46%. Meskipun untuk angka kematian masih jauh di bawah
angka kematian nasional, namun sebagai daerah perkotaan dimana berbagai sarana
telah tersedia, kualitas pelayanan kesehatan tentu saja harus lebih baik, sehingga bisa
menekan jumlah kematian, terutama kematian ibu dan bayi (Dinas kesehatan Kota
Tangerang Selatan, 2010).
Puskesmas Ciputat merupakan salah satu Puskesmas yang ada di Kota
Tangerang Selatan. Puskesmas Ciputat mempunyai prevalensi KEK ibu hamil
tertinggi dibandingkan dengan puskesmas lainnya. Prevalensi KEK pada ibu hamil
di Puskesmas Ciputat Tahun 2009 sebesar 0,24% dan tahun 2010 meningkat
menjadi 6,68%. Angka ini melebihi prevalensi KEK ibu hamil Kota Tangerang
Selatan yang hanya sebesar 1,26%. Menurut WHO apabila prevalensi KEK 3-5%
menunjukkan tidak ada kerawanan pangan di tingkat rumah tangga, 5-9% berarti
harus berhati-hati kemungkinan rawan pangan, 10-19% menunjukkan situasi rawan
pangan pada tingkat rumah tangga sudah pada tingkat buruk, 20-30% situasi rawan
pangan gawat dan lebih dari 30% situasi rawan pangan adalah parah. Sedangkan
menurut acuan Departemen Kesehatan
(2003) tentang tingkat besaran masalah
risiko KEK, yaitu <20% dikategorikan ringan, 20-30% termasuk sedang, dan >30%
dikategorikan berat. Berdasarkan data bulanan Puskesmas Ciputat, pada bulan
Januari tidak terdapat ibu hamil yang KEK, tetapi pada bulan Februari terdapat 7
7
orang dari 25 ibu hamil, bulan Maret 6 orang dari 27 ibu hamil dan bulan April
meningkat menjadi 13 orang dari 31 ibu hamil.
Menurut Depkes (1995), penyebab langsung KEK pada ibu hamil yaitu pola
konsumsi dan penyakit infeksi, Sedangkan menurut Worthington (1985) dalam
Soetjiningsih (1995) faktor yang mempengaruhi status gizi ibu hamil adalah pola
konsumsi, faktor biologi yang termasuk didalamnya penyakit infeksi, dan factor
sosio-ekonomi.
Menurut penelitian Azma di Kota Sukabumi (2003) pola konsumsi makan
lauk nabati mempunyai hubungan bermakna dengan ibu hamil risiko KEK. Selain
itu, hasil penelitian yang dilakukan Saraswati di Kota Sukabumi (2005) dan
penelitian Albugis di Depok Jawa Barat (2008) menunjukkan bahwa pola konsumsi
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap ibu hamil KEK. Berdasarkan
penelitian Surasih di Kabupaten Banjarnegara (2005), pola konsumsi dan pantang
makanan mempunyai hubungan bermakna dengan ibu hamil risiko KEK.
Hasil studi pendahuluan pada tanggal 11 Mei 2011 yang dilakukan dengan
cara pengukuran LILA dan wawancara pada 10 ibu hamil, didapatkan 60% ibu
termasuk kedalam risiko KEK, 80% pola konsumsi ibu tidak sesuai dengan anjuran
makan menurut Depkes RI serta 40% ada pantang makanan selama kehamilan
seperti telur, ikan, udang. Dari prevalensi KEK ibu hamil di Puskesmas Ciputat
yang sudah termasuk ke dalam kemungkinan rawan pangan dan berdasarkan acuan
Depkes (2003) dapat dikategorikan tingkat ringan, maka peneliti tertarik untuk
8
mengetahui hubungan pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan
terhadap risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan
Tahun 2011.
1.2 Rumusan Masalah
Ibu hamil yang menderita gizi kurang, terutama Kurang Energi Kronis
(KEK) berisiko akan mengalami kesulitan pada saat persalinan, perdarahan, dan
berpeluang untuk melahirkan bayi dengan BBLR yang akhirnya menyebabkan
kematian pada ibu atau bayi (Depkes RI, 1996). Pemeliharaan kehamilan dimulai
dari perencanaan menu yang benar, kebutuhan gizi ibu hamil dapat terpenuhi apabila
ibu mengkonsumsi makanan yang beranekaragam (Direktorat Gizi Masyarakat,
2000). Tetapi, pada kenyataannya di beberapa negara berkembang umumnya
ditemukan larangan atau pantangan tertentu bagi makanan ibu hamil yang akan
mengakibatkan semakin kecil peluang ibu untuk mengkonsumsi makan yang
beragam. Dengan demikian penyakit kekurangan gizi akan mudah timbul (Suhardjo,
1989).
AKI Kota Tangerang Selatan 36 per 100.000 kelahiran hidupdimana salah
satu penyebabnya adalah penyakit infeksi sebesar 10%. Penyakit infeksi merupakan
faktor yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan ibu. Status gizi kurang akan
meningkatkan kepekaan ibu terhadap risiko terjadinya infeksi, dan sebaliknya infeksi
dapat meningkatkan risiko kurang gizi bahkan kematian (Achadi, E. L, 2007).
9
Dari prevalensi KEK ibu hamil di Puskesmas Ciputat yang sudah termasuk
ke dalam kemungkinan rawan pangan yaitu sebesar 6,68% dan berdasarkan hasil
studi pendahuluan yang didapatkan 60% ibu termasuk kedalam risiko KEK, 80%
pola konsumsi ibu tidak sesuai dengan anjuran makan menurut Depkes RI serta 40%
ada makanan pantang selama kehamilan, maka peneliti tertarik untuk mengetahui
hubungan pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan terhadap risiko
KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di
Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011?
2. Bagaimana gambaran pola konsumsi (makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati,
sayuran, buah-buahan) ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan
Tahun 2011?
3. Bagaimana gambaran penyakit infeksi (tuberculosis, diare) pada ibu hamil di
Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011?
4. Bagaimana gambaran pantang makanan pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat
Kota Tangerang Selatan Tahun 2011?
5. Apakah ada hubungan antara pola konsumsi (makanan pokok, lauk hewani, lauk
nabati, sayuran, buah-buahan) dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas
Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011?
10
6. Apakah ada hubungan antara penyakit infeksi (tuberculosis, diare) dengan risiko
KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011?
7. Apakah ada hubungan antara pantang makanan dengan risiko KEK pada ibu
hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara pola konsumsi, penyakit infeksi dan
pantang makanan dengan risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di
Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat
Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
2. Diketahuinya gambaran pola konsumsi (makanan pokok, lauk hewani,
lauk nabati, sayuran, buah-buahan) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat
Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
3. Diketahuinya gambaran penyakit infeksi (tuberculosis, diare) pada ibu
hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
4. Diketahuinya gambaran pantang makanan pada ibu hamil di Puskesmas
Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
5. Diketahuinya hubungan antara pola konsumsi
(makanan pokok, lauk
hewani, lauk nabati, sayuran, buah-buahan) dengan risiko KEK pada ibu
hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
11
6. Diketahuinya hubungan antara penyakit infeksi (tuberculosis, diare)
dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang
Selatan Tahun 2011.
7. Diketahuinya hubungan antara pantang makanan dengan risiko KEK pada
ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Puskesmas
Memberikan informasi kepada pihak Puskesmas tentang keterkaitan
antara pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan dengan risiko
KEK pada ibu hamil. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam perencanaan program gizi di wilayah Puskesmas
khususnya program untuk ibu hamil.
1.4.2 Bagi PSKM
Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan ilmu pengetahuan di
bidang kesehatan dan digunakan untuk mengembangkan keilmuan khususnya
sebagai bahan untuk memperluas hasil-hasil penelitian yang telah ada
sebelumnya.
1.4.3 Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan menjadi pengembangan kompetensi diri sesuai
dengan keilmuan yang diperoleh selama perkuliahan dalam meneliti masalah
yang berkaitan dengan gizi masyarakat. Serta menjadi bahan bacaan dan
bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.
12
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola konsumsi, penyakit
infeksi dan pantang makanan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas
Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. Penelitian dilakukan oleh mahasiswa
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Juni-Juli 2011.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain studi cross
sectional. Penelitian ini dilakukan karena tingginya prevalensi KEK di Puskesmas
Ciputat.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil
Menurut Depkes (1995), ibu hamil yang berisiko KEK adalah ibu hamil yang
mempunyai ukuran LILA <23,5 cm, sedangkan
ibu KEK adalah ibu yang
mempunyai ukuran LILA <23,5 cm dan dengan beberapa kriteria sebagai berikut:
a) Berat badan ibu sebelum hamil <42 kg
b) Tinggi badan ibu <145 cm
c) Berat badan ibu pada kehamilan trimester III <45 kg
d) IMT sebelum hamil <17,00
e) Ibu menderita anemia (Hb <11 gr%)
Menurut WHO (2005), ibu hamil dengan risiko KEK akan meningkatkan
kemungkinan kesakitan maternal, terutama pada trimester ketiga (bulan 7-9) dan
meningkatkan risiko melahirkan BBLR. Ibu hamil dengan risiko KEK kemungkinan
akan mengalami kesulitan pada saat persalinan, perdarahan, dan berpeluang untuk
melahirkan bayi dengan BBLR yang akhirnya menyebabkan kematian pada ibu atau
bayi (Depkes RI, 1995).
Risiko KEK pada ibu hamil mempunyai akibat tidak saja pada terhambatnya
pertumbuhan janin, berat badan lahir, pertumbuhan bayi dan anak, tetapi juga
mempunyai pengaruh buruk pada generasi selanjutnya. Siklus status gizi yang
14
kurang baik ini berlanjut dari status gizi pada masa bayi, balita, masa remaja, dan
calon ibu sebagai generasi selanjutnya (Berg, A, 1986). Data menunjukkan bahwa
sepertiga (35,65%) wanita usia subur (WUS) KEK. Masalah ini akan menghambat
pertumbuhan janin sehingga akan menimbulkan risiko BBLR (Departemen
Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000).
Ibu hamil KEK mempunyai risiko kesakitan yang lebih besar, terutama pada
trimester ketiga kehamilan, akibatnya mempunyai risiko lebih besar untuk
melahirkan BBLR. Selain itu ibu hamil KEK yang telah melalui masa persalinan
dengan selamat, akan mengalami masa pascasalin yang sulit karena lemah dan
mudah mengalami gangguan kesehatan. Hal ini akan mempengaruhi produksi ASI
dan menurunkan kemampuan merawat anak serta dirinya sendiri (Depkes RI, 1995).
Menurut Guthrie (1995) dalam Hapni (2004), ibu hamil yang menderita KEK
dapat terjadi karena jumlah makanan yang dikonsumsi tidak cukup, atau penggunaan
zat gizi dalam tubuh tidak optimal, atau kedua-duanya. Hal ini menyebabkan
penurunan jumlah sel darah dalam tubuh, sehingga suplai darah dan zat-zat gizi yang
diberikan ke janin berkurang, maka pertumbuhan janin akan terhambat dan bayi
yang dilahirkan akan BBLR.
Berbagai penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa separuh dari
penyebab terjadinya kasus BBLR adalah status gizi ibu (Achadi, E.L, 2007). Hasil
penelitian Rosikin di Kota Cirebon (2004), menunjukkan bahwa ibu hamil dengan
risiko KEK berisiko melahirkan bayi BBLR sebanyak 3 kali dibanding ibu dengan
15
LILA normal. Demikian juga dengan penelitian Susanto (2006) dalam Khasanah
(2010)
di Biak mengatakan bahwa ibu hamil dengan risiko KEK berpeluang
melahirkan bayi BBLR sebanyak 7 kali dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak
berisiko KEK. Berdasarkan penelitian Saraswati, dkk. di Jawa Barat (1998)
menunjukkan bahwa ibu hamil dengan KEK pada batas 23 cm mempunyai risiko
2,0087 kali untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai
LILA lebih dari 23 cm.
2.2 Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)
Menurut Depkes RI (1994), pengukuran lingkar lengan atas (LILA) adalah
suatu cara untuk mengetahui risiko kurang energi kronis (KEK) wanita usia subur
(WUS),
pengukuran
LILA
dilakukan
sebagai
tindakan
pencegahan
dan
penanggulangan terhadap ibu hamil KEK. Wanita usia subur adalah wanita usia 1545 tahun yang terdiri dari remaja, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur
(PUS).
Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status
gizi dalam jangka pendek. Berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa penggunaan alat ukur LILA merupakan cara yang sederhana, sangat mudah
dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Pengukuran LILA pada ibu hamil adalah salah
satu cara yang dilakukan untuk menanggulangi kejadian ibu hamil dengan risiko
KEK yang mengakibatkan kejadian BBLR dan juga sebaai usaha untuk menurunkan
AKI dan AKB (Depkes RI, 1994).
16
Penggunaan LILA cukup representatif, ukuran LILA ibu hamil terkait erat
dengan indeks massa tubuh (IMT) ibu hamil. Semakin tinggi LILA ibu hamil diikuti
pula dengan semakin tinggi IMT ibu. Penggunaan LILA telah digunakan di banyak
negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, pengukuran LILA
sebagai indikator risiko KEK telah sering digunakan dalam penelitian. Selain murah,
mudah, cepat dan praktis untuk penggunaan di lapangan, LILA cukup representatif
dalam menentukkan status gizi ibu hamil terutama berkaitan dengan risiko KEK
(Hardinsyah, 1999 dalam Marlenywati 2010). Menurut Gibson (2005) dalam
Mulyaningrum (2009), pengukuran mid-upper-arm circumference (MUAC) atau
yang lebih dikenal dengan LILA dapat melihat perubahan secara pararel dalam
massa otot sehingga bermanfaat untuk mendiagnosis kekurangan gizi.
Pada penelitian di India didapatkan hasil yaitu besar LILA relatif stabil atau
hanya sedikit perubahan selama masa hamil, dan pengukurannya independen
terhadap umur kehamilan. Oleh sebab itu, LILA hanya dapat digunakan untuk
penapisan (screening). Screening bermanfaat dalam program gizi dan kesehatan
misalnya dalam menentukan wanita hamil yang perlu mendapatkan PMT (pemberian
makanan
tambahan) atau membutuhkan penyuluhan, pengobatan atau lainnya
selama periode kehamilan, namun tidak disarankan untuk digunakan dalam
mengevaluasi hasil intervensi (Shah, 2001 dalam Khasanah 2010).
2.2.1 Tujuan Pengukuran LILA
Beberapa tujuan pengukuran LILA adalah mencakup masalah WUS
baik ibu hamil maupun calon ibu, masyarakat umum dan peran petugas lintas
17
sektoral. Adapun tujuan pengukuran LILA menurut Depkes RI (1994) adalah
sebagai berikut:
a. Mengetahui risiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk
menapis wanita yang mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir
rendah (BBLR).
b. Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan
dalam pencegahan dan penanggulangan KEK.
c. Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.
d. Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi
WUS yang menderita KEK.
e. Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang
menderita KEK.
2.2.2 Ambang Batas LILA
Ambang batas LILA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah
23,5 cm. Apabila ukuran LILA kurang 23,5 cm atau dibagian merah pita
LILA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan
melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai risiko
kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan
anak (Supariasa, 2002).
18
2.2.3 Cara Mengukur LILA
Pengukuran LILA dilakukan melalui urutan yang telah ditetapkan.
Ada tujuh urutan pengukuran LILA menurut Supariasa (2002), yaitu:
1) Tetapkan posisi bahu dan siku
2) Letakkan pita antara bahu dan siku
3) Tentukan titik tengah lengan
4) Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan
5) Pita jangan terlalu ketat
6) Pita jangan terlalu longgar
7) Cara pembacaan skala yang benar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA adalah
pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri.
Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan
tidak tegang atau kencang. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti
tidak kusut atau sudah dilipat-lipat sehingga permukaannya tidak rata.
2.2.4 Tindak Lanjut Pengukuran LILA
Hasil pengukuran LILA ada dua kemungkinan yaitu kurang dari
23,5 cm dan diatas atau sama dengan 23,5 cm. Apabila hasil pengukuran
<23,5 cm berarti risiko KEK dan ≥23,5 cm berarti tidak berisiko KEK
19
(Depkes RI, 1994). Skema tindak lanjut pengukuran LILA dapat dilihat pada
bagan 2.1
Bagan 2.1
Skema Tindak Lanjut Pengukuran LILA
PENGUKURAN LILA WANITA USIA SUBUR (WUS)
Dasa
wisma
Kelompok
Masyarakat
Posyandu
Polindes/
Pustu
Perusahaan
<23,5 cm
≥23,5 cm
Risiko KEK
Bukan Risiko KEK
Anjuran:
Anjuran:
a. Makan cukup dengan Pedoman
Umum Gizi Seimbang
b. Hidup sehat
c. Tunda kehamilan
d. Bila hamil segera dirujuk sedini
mungkin
e. Diberi penyuluhan dan
melaksankan anjuran.
a. Pertahankan kondisi kesehatan
b. Bila hamil, periksa kehamilan
kepada petugas kesehatan.
Sumber: Depkes RI, 1994.
Lainlain
20
2.2.5 Tindakan yang Dilakukan pada Wanita usia Subur (WUS) dengan
Ukuran LILA Kurang dari 23,5 cm
2.2.5.1 Upaya dari Masyarakat
Upaya
masyarakat
dapat
diwujudkan
melalui
upaya
perorangan/keluarga maupun upaya kelompok. Upaya tersebut antara
lain:
1. Memberikan penyuluhan dan melaksanakan nasihat/anjuran bagi
WUS/remaja/PUS
a. Tambah makan
Setiap kali makan satu piring lebih banyak dari biasa dengan
memperhatikan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS).
b. Istirahat lebih banyak
Untuk meningkatkan berat badan sebaiknya istirahat siang
sedikitnya dua jam dalam sehari atau mengurangi kegiatan fisik
yang melelahkan.
c. Mengikuti KB
-
Sebaiknya ibu yang baru melahirkan segera menjadi
peserta KB, agar kondisi ibu dapat dipulihkan kembali
-
Pendewasaan usia perkawinan pada remaja
-
PUS yang baru menikah agar menunda kehamilan.
d. Mencegah penyakit,antara lain:
-
Malaria, dengan penggunaan kelambu
21
-
Cacingan,
dengan kebersihan rumah/lingkungan dan
memakai alas kaki
-
Diare, dengan kebersihan makanan dan lingkungan.
2. Memberikan penyuluhan dan melaksanakan nasihat/anjuran bagi
ibu hamil/ibu menyusui
a. Tambah makan
Setiap kali makan 1 piring lebih banyak dari biasa dengan
memperhatikan PUGS.
b. Istirahat lebih banyak
Ibu hamil sebaiknya menghemat tenaga dengan cara istirahat
siang hari sedikitnya 2 jam sehari atau mengurangi kegiatan
yang melelahkan.
c. Minum tablet besi/tablet tambah darah
d. Periksa kehamilan secara teratur
e. Ikut KB segera setelah melahirkan
3. Pembagian makanan dalam keluarga diprioritaskan bagi ibu dan
anak
4. Pemberian makanan tambahan pemulihan
5. Peningkatan pendapatan keluarga melalui kelompok-kelompok
yang ada di masyarakat dengan memprioritaskan WUS yang
menderita KEK sebagai pesertanya.
22
2.2.5.2 Upaya Petugas Lapangan
1. Penyuluhan sesuai potensi/kondisi spesifik daerah
2. Pencegahan dan penanggulangan sesuai bidang tugas masingmasing, antara lain:
a. Pemberian tablet besi
b. Pelayanan kontrasepsi
c. Pemeriksaan kehamilan
d. PMT pemulihan
e. Pencegahan atau pengobatan penyakit
f. Penganekaragaman konsumsi pangan
g. Usaha peningkatan pendapatan keluarga.
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Hamil
Menurut Depkes (1995), penyebab langsung KEK pada ibu hamil
yaitu pola konsumsi dan penyakit infeksi, Sedangkan menurut Worthington
(1985) dalam Soetjiningsih (1995) faktor yang mempengaruhi status gizi ibu
hamil adalah pola konsumsi, faktor biologi yang termasuk didalamnya
penyakit infeksi, dan faktor sosio-ekonomi.
2.3.1 Pola Konsumsi
Pola konsumsi adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola
konsumsi masyarakat ini dapat menunjukkan tingkat keberagaman
23
pangan masyarakat (Baliwati, dkk, 2004). Sedangkan menurut Santoso,
dkk (2004) pola konsumsi adalah berbagai informasi yang memberi
gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan
tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu
kelompok masyarakat tertentu yang dipengaruhi oleh kebiasaan,
kesenangan, budaya, agama, ekonomi, lingkungan alam, dsb. Pola
konsumsi dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu pangan pokok,
lauk pauk, sayur dan buah-buahan.
Pola konsumsi pangan pokok merupakan susunan beragam
pangan pokok (sumber karbohidrat) yang biasa dikonsumsi penduduk
(Suhardjo, 1989). Menilai status gizi seseorang dapat melalui pola
konsumsi yang ada, pola konsumsi seseorang tidak lepas dari kebiasaan
makan yang dilakukannya. Kebiasaan makan seringkali merupakan
suatu pola yang berulang atau bagian dari rangkaian panjang kebiasaan
hidup secara keseluruhan yang dapat diukur dengan pola konsumsi
pangan (Hardinsyah, 1989 dalam Desmawita 2002). Pola konsumsi
adalah jenis frekuensi beragam pangan yang biasa dikonsumsi,
biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah
ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang (Suhardjo,
1989).
Dalam hal pola konsumsi, permasalahan yang dihadapi tidak
hanya
mencakup
ketidakseimbangan
komposisi
pangan
yang
dikonsumsi, tetapi juga masalah masih belum terpenuhinya kecukupan
24
gizi. Penganekaragaman konsumsi pangan selama ini sering diartikan
terlalu sederhana, berupa penganekaragaman konsumsi pangan pokok,
terutama pangan non beras. Penganekaragaman konsumsi pangan
seharusnya mengkonsumsi aneka ragam pangan dari berbagai
kelompok pangan baik pangan pokok, lauk-pauk, sayuran maupun buah
dalam jumlah yang cukup. Tujuan utama penganekaragaman konsumsi
pangan adalah untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi dan
mengurangi ketergantungan konsumsi pangan pada salah satu jenis atau
kelompok pangan (Baliwati, dkk, 2004).
2.3.1.1 Anjuran Makan Ibu Hamil
Konsumsi makanan yang adekuat untuk ibu hamil adalah yang
jika dikonsumsi tiap harinya dapat memenuhi kebutuhan zat-zat gizi
dalam kualitas maupun kuantitasnya serta mendukung kondisi
fisiologis
yang sedang dialami ibu hamil. Kualitas makanan
menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh dalam
susunan makanan dan perbandingan yang satu terhadap lainnya.
Kuantitas menunjukkan kuantum masing-masing zat gizi terhadap
kebutuhan tubuh (Sediaoetama, 1993 dalam Marlenywati 2010).
Kehamilan merupakan masa kehidupan yang penting. Pada
masa ini ibu harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk
menyambut kelahiran bayinya. Ibu sehat akan melahirkan bayi yang
sehat. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan ibu
25
adalah keadaan gizi ibu. Selama kehamilan ibu perlu memperhatikan
makanan sehari-hari agar terpenuhi zat gizi yang dibutuhkan selama
kehamilan (Pudjiadji, 2000).
Menurut Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI
(2000), kebutuhan gizi ibu hamil dapat terpenuhi apabila ibu
mengkonsumsi makanan yang beranekaragam, dengan mengkonsumsi
makanan yang beranekaragam, kekurangan zat gizi pada jenis
makanan yang satu akan dilengkapi oleh zat gizi dari makanan
lainnya. Makanan yang beranekaragam memberikan manfaat yang
besar terhadap kesehatan ibu hamil, karena makin beragam yang
dikonsumsi, makin baik mutu makanannya. Makanan aneka ragam
adalah hidangan dengan menu yang bervariasi paling sedikit terdiri
dari:
a) Satu jenis makanan pokok, misalnya nasi, jagung, roti, ubi, kentang,
sagu, dsb yang merupakan sumber zat tenaga.
b) Satu jenis lauk pauk, misalnya tempe, tahu, telur, ikan, daging, dsb
yang merupakan zat pembangun
c) Satu jenis sayuran dan buah-buahan yang merupakan sumber zat
pengatur.
Pola makanan yang baik bagi ibu hamil harus memenuhi
sumber karbohidrat, protein dan lemak serta vitamin dan mineral.
Apabila kebutuhan kalori, protein, vitamin, dan mineral yang
meningkat ini tidak dapat dipenuhi melalui konsumsi makanan oleh
26
ibu hamil, akan terjadi kekurangan gizi. Kekurangan gizi pada ibu
hamil dapat berakibat:
a. Berat badan bayi pada waktu lahir rendah atau sering disebut Berat
Badan Bayi Rendah (BBLR)
b. Kelahiran prematur (lahir belum cukup umur kehamilan)
c. Lahir dengan berbagai kesulitan, dan lahir mati (Notoatmodjo,
2003).
Ibu hamil yang kekurangan gizi berisiko melahirkan bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Oleh karena itu, ibu hamil
harus memahami dan mempraktikkan pola hidup sehat bergizi
seimbang sebagai salah satu upaya untuk menjaga keadaan gizi ibu dan
janinnya tetap sehat (Kurniasih, dkk, 2010).
Hidangan bagi ibu hamil sebaiknya memperhatikan prinssip
menu seimbang, yaitu mengandung semua unsure zat gizi, yaitu sumber
karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan air. Bahkan makanan yang
dipilih juga harus cukup mengandung serat, yaitu yang bersumber dari
sayur dan buah. Jenis bahan makanan yang digunakan sebaiknya
bersumber dari bahan makanan segar, hindari bahan makanan hasil
awetan (Sulistyoningsih, 2011). Anjuran pembagian makanan sehari
ibu hamil dapat disederhanakan dalam bentuk bahan makanan dengan
memakai ukuran rumah tangga (URT) sebagai berikut:
27
Tabel 2.1
Anjuran Makan Ibu Hamil
Bahan Makanan
atau
Anjuran Makan Ibu Hamil
Trimester I
Trimester II & III
Nasi
5 porsi
5 porsi
Sayur
4 porsi
3 porsi
Buah
3 porsi
5 porsi
Tempe
3 porsi
3 porsi
Daging
3 porsi
4 porsi
Minyak
4 porsi
4 porsi
Susu
1 porsi
1 porsi
Penukarny*
Sumber: Anjuran Pembagian Makanan Sehari Ibu Hamil dalam Sehat dan Bugar
Berkat Gizi Seimbang, 2010.
*Keterangan:
1. Nasi 1 porsi = ¾ gls = 100 gram
2. Sayur 1 porsi = 1 gls = 100 gram
3. Buah 1 porsi = 1-2 bh = 50-190 gram
4. Tempe 1 porsi = 2 ptg sdg = 50 gram
5. Daging 1 porsi = 1 ptg sdg = 35 gram
6. Minyak 1 porsi = 1 sdt = 5 gram
7. Susu bubuk 1 porsi = 4sdm
Dengan mengkonsumsi makanan tersebut diperhitungan bahwa
kebutuhan gizi ibu hamil dapat tercukupi.
28
Menurut Almatsier (2001), dalam PUGS susunan makanan yang
dianjurkan adalah menjamin keseimbangan zat-zat gizi. Hal ini dapat
dicapai dengan mengkonsumsi beranekaragam makanan tiap hari. Tiap
makanan dapat saling melengkapi dalam zat-zat gizi yang dikandungnya.
Pengelompokan bahan makanan disederhanakan, yaitu didasarkan pada
tiga fungsi utama zat-zat gizi, yaitu sebagai berikut:
1. Sumber zat energi/tenaga: padi-padian, tepung-tepungan, umbiumbian, sagu.
2. Sumber zat pengatur: sayuran dan buah-buahan.
3. Sumber zat pembangun: ikan, ayam telur, daging, susu, kacangkacangan dan hasil olahannya, seperti tempe, tahu dan oncom.
Untuk mencapai prinsip gizi seimbang hendaknya susunan makanan
sehari terdiri dari campuran ketiga kelompok bahan makanan tersebut yang
terdiri dari:
1. Bahan Makanan Pokok
Dalam susunan hidangan Indonesia sehari-hari, bahan makanan
pokok merupakan bahan makanan yang memegang peranan penting.
Pada umumnya porsi makanan pokok dalam jumlah (kuantitas/volume)
terlihat lebih banyak dari bahan makanan lainnya (Santoso, dkk, 2004).
Porsi nasi dalam prinsip gizi seimbang untuk ibu hamil adalah 5 porsi
untuk semua trimester.
29
Dari sudut ilmu gizi, bahan makanan pokok merupakan sumber
energi dan mengandung banyak karbohidrat (Santoso, dkk, 2004).
Karbohidrat dikenal sebagai zat gizi makro sumber bahan bakar
(energi) utama bagi tubuh. Karena sebagian besar energi berasal dari
karbohidrat, maka makanan sumber karbohidrat digolongkan sebagai
makanan pokok (Kurniasih, dkk, 2010).
Kebutuhan akan energi pada trimester 1 meningkat secara
minimal. Setelah itu, sepanjang trimester 2 dan 3, kebutuhan akan terus
membesar sampai pada akhir kehamilan. Energi tambahan selama
trimester 2 diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu, yaitu penambahan
volume darah, pertumbuhan uterus dan payudara, serta penumpukan
lemak. Sepanjang trimester 3, energi tambahan dipergunakan untuk
pertumbuhan janin dan plasenta. Pertambahan energi disebabkan oleh
peningkatan laju metabolisme basal. Selain itu, tambahan energi juga
diperlukan untuk menjaga ketersediaan cadangan protein. Pertambahan
energi ini terutama diperlukan pada 20 minggu terakhir dari masa
kehamilan, yaitu ketika pertumbuhan janin berlangsung sangat pesat.
Widyakarya
Nasional
Pangan
dan
Gizi
Tahun
2004
menganjurkan tambahan energi sebesar 180 kkal untuk trimester I, 300
kkal untuk trimester II dan III (Arisman, 2004 ). Intake energi yang
cukup yaitu penambahan 55.000 kkal selama 9 bulan kehamilan
(Irawati, 2006) diperlukan untuk:
1. Fetus (pertumbuhan fetus dan aktivitas fisik fetus)
30
2. Ibu (peningkatan basal metabolisme, simpanan lemak, pertumbuhan
uterus dan payudara, volume darah bertambah dan perubahan
aktivitas).
Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi. Menurut Glade
B. Curtis mengatakan bahwa tidak ada satu rekomendasi yang mengatur
berapa sebenarnya kebutuhan ideal karbohidrat bagi ibu hamil. Namun,
beberapa ahli gizi sepakat sekitar 60% dari seluruh kalori yang
dibutuhkan tubuh adalah karbohidrat. Jadi, ibu hamil membutuhkan
karbohidrat sekitar 1.500 kalori (Kristiyanasari, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Syahnimar (2004), menyatakan
bahwa terdapat hubungan bermakna antara frekuensi makan makanan
pokok dengan risiko KEK, selain itu wanita yang mempunyai frekuensi
makan makanan pokok yang kurang dapat berpeluang untuk mengalami
risiko KEK sebanyak 3,2 kali dibanding dengan wanita dengan
frekuensi makan makanan pokok cukup.
Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya
pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, dengan demikian agar
selalu tercukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang
cukup ke dalam tubuhnya. Menurut Suhardjo (1988) dalam prinsipprinsip ilmu gizi, seseorang tidak dapat bekerja dengan energi yang
melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika
menggunakan cadangan energi dalam tubuh, namun apabila kebiasaan
menggunakan cadangan ini terus menerus, maka akan dapat
31
mengakibatkan keadaan kurang gizi khususnya energi (Kartasapoetra,
dkk, 2003).
Asupan energi pada trimester 1 diperlukan untuk menyalurkan
makanan dan pembentukan hormon, sedangkan pada janin diperlukan
untuk pembentukan organ (Sadler, 2000). Asupan energi pada trimester
2 diperlukan untuk pertumbuhan kepala, badan, dan tulang janin.
Trimester 3 juga terjadi pertumbuhan janin dan plasenta serta cairan
amnion akan berlangsung cepat selama trimester 3 (Sulistyoningsih,
2011).
Ketika jumlah makanan yang dikonsumsi tidak cukup atau
tidak adekuat. Hal ini menyebabkan penurunan volume darah, sehingga
aliran darah ke plasenta menurun, maka ukuran plasenta berkurang dan
transfer nutrient juga berkurang yang mengakibatkan pertumbuhan
janin terhambat dan bayi yang dilahirkan akan BBLR. Hal ini terjadi
karena
pentingnya peran plasenta yaitu sebagai alat transport,
menyeleksi zat-zat makanan sebelum mencapai janin, efisiensi plasenta
dalam mengkonsentrasikan, mensintesis, dan transport zat gizi
menentukan suplai ke janin.
2. Bahan Makanan Lauk Pauk
Kadar zat makanan (gizi) pada setiap bahan makanan memang
tidak sama, ada yang rendah dan ada pula yang tinggi, karena itu setiap
bahan makanan akan saling melengkapi zat makanan/gizinya yang
32
selalu dibutuhkan tubuh manusia guna menjamin pertumbuhan dan
perkembangan fisik serta energi
yang cukup guna melaksanakan
kegiatan-kegiatannya. Zat makanan (gizi) yang diperlukan tubuh
manusia ada yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau biasa disebut
dengan lauk nabati dan ada pula yang berasal dari hewan yaitu lauk
hewani (Kartasapoetra, dkk, 2003).
Lauk sebaiknya terdiri dari atas campuran lauk hewani dan
nabati. Lauk hewani, seperti daging, ayam, ikan, udang dan telur
mengandung protein dengan nilai biologi lebih tinggi daripada lauk
nabati. Kacang-kacangan dalam bentuk kering atau hasil olahannya,
walaupun mengandung protein dengan nilai biologi sedikit lebih rendah
daripada lauk hewani karena mengandung lebih sedikit asam amino
esensial metionin, merupakan sumber protein yang baik. Pengolahan
kacang-kacangan menjadi tempe, tahu, susu kedelai, dan oncom tidak
saja meningkatkan cita rasa tetapi juga meningkatkan kecernaan dan
ketersediaan zat-zat gizi bagi tubuh (Almatsier, 2001).
Dalam pola makan bergizi seimbang porsi lauk-pauk sumber
protein hewani ibu hamil harus lebih besar daripada ibu tidak hamil.
Bila kebutuhan energy ibu hamil 2.000 kkal per hari, maka kebutuhan
proteinnya 50 gram ditambah 17 gram protein, yang setara dengan 1
porsi daging (35 gram) dan 1 porsi tempe (50 gram). Adapun makanan
kaya protein nabati adalah kacang-kacangan dan hasil olahnya,
terutama tempe, tahu susu kedelai (Kurniasih, dkk, 2010).
33
WHO menganjurkan tambahan protein sebanyak 0,75 g/kg
berat badan bagi wanita (Pudjiadi, 2000). Sedangkan Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2004 menganjurkan tambahan protein
sebesar 17 gram, baik untuk trimester I, II maupun III (Arisman, 2004).
Konsumsi protein kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan
terjadinya:
1. Defisiensi protein selama pertumbuhan fetus
2. Pengurangan transfer protein ke fetus
3. Penurunan jumlah sel dalam jaringan ketika lahir
4. Efek serius pada otak (Irawati, A, 2006).
Hasil penelitian yang dilakukan Saraswati (2006) terhadap ibu
hamil di Sukabumi menunjukkan bahwa pola konsumsi merupakan
faktor yang berpengaruh terhadap ibu hamil KEK. Pola konsumsi lauk
hewani pada ibu hamil yaitu sebesar 27,60% ibu hamil tidak pernah
mengkonsumsi daging dan diatas 65% ibu hamil tidak pernah
mengkonsumsi hati, terlihat bahwa mereka mengkonsumsi makanan
yang kurang dari aspek kuantitas dan kualitas.
Menurut Penelitian
Azma (2002) di Sukabumi, proporsi ibu dengan pola konsumsi lauk
nabati tidak sesuai mengalami risiko 30,4% dan 9,4% ibu hamil dengan
pola konsumsi lauk nabati sesuai. Ibu hamil dengan pola konsumsi lauk
nabati tidak sesuai mempunyai risiko untuk KEK sebesar 4,225 kali
dibanding dengan ibu hamil dengan pola konsumsi lauk nabati sesuai.
34
Dalam buku ilmu gizi, protein selain akan digunakan bagi
pembangun struktur tubuh (pembentukan berbagai jaringan) juga akan
disimpan
untuk
digunakan
dalam
keadaan
darurat,
pertumbuhan terus berlangsung, akan tetapi apabila
sehingga
dalam keadaan
terus-menerus menerima makanan yang tidak seimbang, dengan
sendirinya akan terjadi pertumbuhan yang kurang baik, daya tahan tubuh
menurun, rentan terhadap penyakit, dll. Proses-proses yang berlangsung
di dalam tubuh dikendalikan oleh tersedianya protein di dalam tubuh.
Proses pencernaan misalnya hanya akan berlangsung secara teratur
dengan dukungan hormon yang mencukupinya, sedangkan hormon itu
terdiri dari protein.
Untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dan kecepatan
sintesis protein, maka pangan yang dikonsumsi harus mengandung asam
amino dalam jumlah dan kualitas yang cukup. Asam amino arginin dan
taurin secara fungsional penting dalam perkembangan janin dan bayi.
Protein yang akan dihidrolisis menjadi asam amino, diabsorpsi dan
diangkut melalui sistem portae ke hati. Asam amino masuk sirkulasi
sistemik dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Hati merupakan tempat
sintesis protein dari asam amino. Karena adanya penggunaan kembali
asam amino maka sintesis dan degradasi protein akan terjadi setiap hari
terhadap protein yang dikonsumsi. Pada saat hamil terjadi metabolisme
asam amino yang cukup tinggi. Peningkatan volume darah dan
35
pertumbuhan jaringan ibu membutuhkan sejumlah protein (Aritonang,
2010).
Protein yang tidak memenuhi kebutuhan secara nyata akan
menurunkan pertumbuhan janin yaitu penurunan berat badan ibu,
penurunan jumlah sel, dan berbagai perubahan biokimia. Janin
menerima asam amino dari ibu melalui plasenta dengan sistem transport
tidak aktif (difasillitasi). Konsentrasi asam amino pada janin lebih tinggi
daripada ibu. Plasenta sangat aktif dalam metabolisme yang berperan
penting dalam metabolisme nitrogen. (Aritonang, 2010).
Hampir 70% protein digunakan untuk pertumbuhan janin yang
dikandung. Pertumbuhan dimulai dari pertumbuhan sebesar sel sampai
tubuh janin mencapai kurang lebih 3.5 kg, protein juga digunakan untuk
pembentukan plasenta. Bila asupan protein tidak mencukupi maka
plasenta menjadi kurang sempurna padahal plasenta berfungsi untuk
menunjang, memelihara, dan menyalurkan makanan bagi janin. Protein
juga diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak dan
myelin selama masa janin dan berkaitan erat dengan kecerdasan. Selain
untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, protein juga dibutuhkan
untuk persiapan persalinan. Sebanyak 300-500 ml darah diperkirakan
akan hilang pada persalinan sehingga cadangan darah diperlukan pada
periode tersebut dan hal ini tidak terlepas dari peran plasenta
(Sulistyoningsih, 2011).
36
3. Bahan Makanan Sayuran
Vitamin dan mineral terutama banyak terdapat dalam sayur
dan buah, khususnya yang berwarna kuning dan hijau gelap. Vitamin
dan mineral adalah zat gizi makro yang memperlancar proses
pembuatan energi dan proses biologis lainnya yang diperlukan untuk
mempertahankan kesehatan. Oleh sebab itu didalam tumpeng gizi
seimbang, sayuran dan buah dianjurkan dikonsumsi sesering mungkin
setiap hari (Kurniasih, dkk, 2010).
Sayur dan buah merupakan sumber vitamin dan mineral yang
diperlukan untuk mengatur metabolisme di dalam tubuh. Vitamin B1
yang terdapat dalam buah dan sayuran berfungsi sebagai enzim yang
penting untuk menghasilkan energi dan metabolime karbohidrat serta
membantu fungsi normal syaraf, otot dan jantung serta vitamin B6
berperan dalam pembentukan protein tubuh (Almatsier, 2001). Menurut
Kartasapoetra, dkk, (2003), vitamin B6 diperlukan pada proses
metabolisme protein, apabila terjadi defisensi vitamin ini, maka akan
terjadi ketidaknormalan pada metabolisme protein sehingga tidak dapat
mengubah asam amino menjadi niasin. Vitamin B6 ini banyak
terkandung pada sayur mayur.
Pada penelitian Azma (2002) di Sukabumi, terlihat prevalensi
ibu hamil yang menderita risiko KEK lebih banyak dijumpai pada ibu
hamil dengan frekuensi konsumsi sayur <3 kali sehari (29,6%) dan
22,4% ibu hamil yang frekuensi konsumsi sayur ≥3 kali sehari. Ibu
37
hamil yang frekuensi konsumsi sayur <3 kali sehari mempunyai risiko
untuk KEK sebesar 1,456 kali disbanding dengan frekuensi konsumsi
sayur ≥3 kali sehari. Sedangkan pada penelitian Yuliani (2002) di
Bogor, sebagian besar pola konsumsi sayuran pada ibu hamil tidak
sesuai dengan anjuran makan ibu hamil yaitu sebesar 81,6%.
4. Bahan Makanan Buah-buahan
Buah berwarna kuning seperti mangga, papaya dan pisang raja
kaya akan provitamin A, sedangkan buah seperti jeruk, jambu biji, dan
rambutan kaya akan vitamin C. Secara keseluruhan buah merupakan
sumber vitamin A, vitamin C, kalium dan serat. Sayur dan buah
merupakan sumber vitamin dan mineral yang diperlukan untuk
mengatur metabolisme di dalam tubuh. Vitamin B1 yang terdapat
dalam buah dan sayuran berfungsi sebagai enzim yang penting untuk
menghasilkan energi dan metabolime karbohidrat serta membantu
fungsi normal syaraf, otot dan jantung serta vitamin B6 berperan dalam
pembentukan protein tubuh (Almatsier, 2001).
Vitamin B1 sangat diperlukan tubuh, tersedianya dalam tubuh
karena diserap usus dari makanan , selanjutnya diangkat bersama darah
ke jaringan-jaringan tubuh. Vitamin B1 ditemukan sebagai cadangan
dalam jumlah yang terbatas di dalam hati, jantung, otot dan otak.
Sebagai cadangan diperlukan untuk memelihara fungsi alat-alat tubuh.
Vitamin B1 membantu dalam pembakaran karbohidrat dan diangkat di
38
dalam darah oleh sel darah putih yang mempunyai inti dengan vitamin
B1. Dari fungsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa makin banyak
karbohidrat yang dikonsumsi maka kebutuhan akan vitamin B1 akan
banyak pula, salah satu contoh bagi ibu-ibu yang sedang hamil atau
menyusui sudah tentu akan memerlukan vitamin B1 lebih banyak
daripada biasanya (Kartasapoetra, dkk, 2003).
Pada penelitian Azma (2002), terlihat prevalensi ibu hamil yang
menderita risiko KEK lebih banyak dijumpai pada ibu hamil dengan
frekuensi konsumsi <2 kali sehari sebesar 30,7% dan 24,2% ibu hamil
dengan frekuensi konsumsi buah ≥2 kali sehari mengalami risiko KEK.
Begitu juga dengan hasil penelitian Hapni (2004) dan penelitian Yuliani
(2002).
5. Susu dan Hasil Olahannya
Susu merupakan makanan alami yang hampir sempurna.
Sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu, yaitu protein bernilai
biologi tinggi, kalsium, fosfor, vitamin A, dan tiamin. Susu merupakan
sumber kalsium paling baik, karena disamping kadar kalsium yang
tinggi, laktosa didalam susu membantu absorpsi susu didalam saluran
cerna. Balita, ibu hamil dan ibu menyusui dianjurkan paling kurang
minum satu gelas susu sehari, atau hasil olahannya berupa yogurt,
yakult, dan keju dalam jumlah yang ekivalen (Almatsier, 2001).
39
2.3.2 Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh
agen biologi (seperti virus, bakteria atau parasit), bukan disebabkan
faktor fisik (seperti luka bakar) atau kimia (seperti keracunan). Penyakit
infeksi
merupakan faktor
yang
mempengaruhi kesehatan dan
keselamatan ibu. Status gizi kurang akan meningkatkan kepekaan ibu
terhadap risiko terjadinya infeksi, dan sebaliknya infeksi dapat
meningkatkan risiko kurang gizi (Achadi, E. L, 2007).
Penyakit infeksi dapat bertindak sebagai pemula terjadinya
kurang gizi sebagai akibat menurunnya nafsu makan, adanya gangguan
penyerapan dalam saluran pencernaan atau peningkatan kebutuhan zat
gizi oleh adanya penyakit. Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi
kurang merupakan timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit
infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang jelek
dapat mempermudah infeksi, penyakit infeksi terkait status gizi yaitu
TB, diare, dan malaria (Supariasa, 2002).
Kekurangan zat gizi makro berkontribusi terhadap penyakit
infeksi dan sebaliknya penyakit infeksi menyebabkan terjadinya
malnutrisi. Orang yang menderita kekurangan gizi akan sangat rentan
terhadap berbagai penyakit. Hal ini karena kurangnya asupan makanan
yang bergizi yang dapat meningkatkan sistem imunitas tubuh.
Demikian pula jika seseorang terkena penyakit
infeksi akan
40
menurunkan nafsu makannya sehingga jika tidak tertangani akan
menyebabkan kekurangan gizi (Moechji, 2003).
Dalam
jurnal
Malnutrition
and
Infection:
Complex
Mechanisms and Global Impacts oleh Schaible, et.al (2007) disebutkan
sebuah penelitian di Kenya yang menemukan hubungan signifikan
antara penyakit infeksi dengan lingkar lengan atas dan serum albumin.
Infeksi menyebabkan hilangnya energi pada bagian dari individu, yang
dapat
mengurangi produktivitas pada
tingkat
masyarakat
dan
mengakibatkan kekurangan gizi. Contoh bagaimana infeksi dapat
berkontribusi untuk gizi buruk adalah: (1) infeksi pencernaan bisa
menyebabkan diare; (2) HIV / AIDS, tuberkulosis, dan infeksi kronis
lainnya dapat menyebabkan cachexia dan anemia, dan (3) parasit usus
dapat menyebabkan anemia dan gizi buruk. Selain itu, dalam jurnal
Malnutrition and Pregnancy Wastage In Zambia oleh Wamie, data
survey status gizi FAO menunjukkan 90,5% ibu hamil menderita
infeksi.
Bisai
dan
Bose
(2008)
dalam
Marlenywati
(2010)
mengemukakan bahwa disamping asupan makanan yang inadekuat,
KEK pada seseorang juga disebabkan oleh penyakit infeksi yang
dideritanya. Penyakit infeksi ini menyebabkan meningkatnya angka
kesakitan akibat menurunnya imunitas tubuh. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Mulyaningrum (2009) di daerah Jakarta yang
menunjukkan bahwa ibu hamil yang memiliki penyakit infeksi beresiko
41
terkena KEK sebesar 30% dan penelitian Surasih (2005) di
Banjarnegara diperoleh proporsi ibu hamil yang menderita penyakit
infeksi (diare, TBC, dll) sebesar 36,10%.
Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolakbalik. Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai
mekanisme. Infeksi yang akut mengakibatkan kurangnya nafsu makan
dan toleransi terhadap makanan. Di berbagai tempat di dunia, makanan
dapat tercemar oleh berbagai bibit penyakit yang menimbulkan
gangguan dalam penyerapan zat gizi oleh tubuh. Orang yang
mengalami gizi kurang daya tahan tubuh terhadap penyakit menjadi
rendah, sehingga mudah terkena serangan penyakit infeksi. Demikian
pula sebaliknya, orang yang kena penyakit infeksi dapat mengalami gizi
kurang (Suhardjo, 1989).
Status gizi, atau tingkat konsumsi pangan merupakan bagian
penting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang
mempengaruhi kesehatan seseorang, tetapi status kesehatan juga
mempengaruhi status gizi. Infeksi dan demam dapat menyebabkan
merosotnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan
mencernakan makanan. Parasit dalam usus, seperti cacing gelang dan
cacing pita bersaing dengan tubuh dalam memperoleh makanan dan
dengan demikian menghalangi zat gizi ke dalam arus darah. Keadaan
yang demikian membantu terjadinya kurang gizi. Wanita hamil dan
menyusui yang harus melakukan beban kerja berat memerlukan banyak
42
sekali makanan baik untuk kondisi kesehatan tubuhnya maupun untuk
kebutuhan energinya. Selama status kesehatan dan gizi saling
mempengaruhi, diperlukan perhatian khusus untuk mencukupi keduaduanya (Suhardjo, 2003).
Scrimshaw, dkk (1959) dalam Supariasa (2002) menyatakan
bahwa ada hubungan yang sangat erat antara interaksi (bakteri, virus
dan parasit) dengan malnutrisi. Mereka menekankan interaksi yang
sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi dan juga infeksi akan
mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi. Mekanisme
patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri
maupun bersamaan, yaitu:
a. Penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan,
rendahnya absorpsi dan kebiasaan mengurangi makan pada saat
sakit.
b. Peningkatan kehilangan cairan atau zat gizi akibat diare,
mual/muntah dan pendarahan terus menerus.
c. Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat
sakit (human host/parasit) yang terdapat didalam tubuh.
1. Tuberculosis
Infeksi pernafasan seperti tuberculosis, pneumonia, asma,
dll berhubungan dengan tingginya kesakitan pada ibu hamil dan
harus ditindaklanjuti dengan segera. Infeksi pernafasan banyak
43
terjadi pada ibu hamil khususnya trimester II dan III. Perempuan
dengan infeksi pernafasan seharusnya menerima konseling sebelum
hamil dan pendidikan tentang risiko dari kehamilan dan pengobatan
yang berkelanjutan. Tuberculosis biasanya ditunjukkan dengan
gejala batuk, penurunan berat badan dan keringat di malam hari
(Stone Sophia, 2009).
Tuberculosis merupakan suatu penyakit infeksi kronis
yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, biasanya
terdapat pada paru tetapi mungkin juga terdapat pada organ lain
seperti pada kelenjar getah bening, ginjal, jantung dan lain
sebagainya. Reaksi pertama akibat penyakit tuberculosis adalah
batuk, demam, berat badan menurun, dan badan lemah. Hal ini
menyebabkan metabolisme dalam tubuh meningkat, sehingga tubuh
membutuhkan energi lebih yang diperoleh dari makanan. Badan
yang lemah biasanya dipengaruhi oleh nafsu makan yang menurun
sehingga asupan makanan yang seharusnya diberikan lebih tidak
dapat tercukupi sehingga menyebabkan berat badan menurun, efek
TB pada kehamilan akan berpengaruh terhadap status nutrisi yang
buruk yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortaliltas maternal
(http://digulib.unimus.ac.id).
Dalam
jurnal
Tuberculosis
and
Pregnancy oleh Arora, et.al (2003) menyatakan bahwa dampak TB
pada kehamilan diataranya akan mengakibatkan kekebalan tubuh
44
menurun, stress kehamilan dan akan berpengaruh terhadap status
gizi ibu hamil.
Untuk mengetahui tentang penderita tuberculosis dengan
baik harus dikenali tanda dan gejalanya. Seseorang ditetapkan
sebagai tersangka penderita tuberculosis paru apabila ditemukan
gejala klinis utama (cardinal symptom) pada dirinya. Gejala utama
pada tersangka tuberculosis adalah:
a. Batuk berdahak lebih dari tiga minggu
b. Batuk berdarah
c. Sesak nafas
d. Nyeri dada
Gejala lainnya adalah berkeringat pada malam hari, demam tidak
tinggi/meriang, dan penurunan berat badan. Dengan strategi DOTS
(directly observed treatment shourtcourse), gejala utamanya adalah
batuk berdahak dan/atau terus menerus selama 3 minggu atau lebih.
Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah dapat ditetapkan
sebagai tersangka (Widoyono, 2008). Dalam Riskesdas (2007),
gejala tuberculosis yaitu batuk ≥2 minggu disertai dahak atau dahak
bercampur darah dan berat badan sulit bertambah atau menurun.
2. Diare
Diare menyebabkan kurangnya nafsu makan sehingga
mengurangi asupan gizi, dan diare dapat mengurangi daya serap
45
usus terhadap sari makanan. Dalam keadaan infeksi, kebutuhan sari
makanan yang mengalami diare akan meningkat, sehingga setiap
serangan diare akan menyebabkan kekurangan gizi.
Beberapa
gejala dan tanda diare antara lain: berak cair atau lembek dan sering
adalah gejala khas diare, muntah, demam dan gejala dehidrasi
(Widoyono, 2008). Gejala dan tanda dari diare yaitu buang air besar
lembek atau cair bahkan dapat berupa cairan saja yang frekuensinya
lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari)
(Sarjana dkk, 2007).
Infeksi mempengaruhi status protein. Misalnya infeksi
ringan sekalipun akan mengakibatkan bertambahnya kehilangan
nitrogen melalui urin. Infeksi juga membantu terjadinya kekurangan
protein karena menyebabkan berkurangnya nafsu makan. Seperti
kita ketahui infeksi cacing bisa mengurangi absorpsi nitrogen apa
lagi jika disertai diare. Telah banyak sekali penyelidikan yang
menunjukkan bahwa kekurangan kalori protein yang berat terjadi
jika menderita diare atau penyakit infeksi lainnya (Sastroamidjo,
1980).
Banyak infeksi mengganggu absorpsi nutrient dalam
saluran cerna. Pada penyakit diare, absorpsi lemak dari makanan
hanya 58% dari keadaan
normalnya, dan absorpsi protein dari
makanan hanya 44% dari keadaan normalnya. Karena hal inilah,
46
absorpsi energi dari makanan hanya sekitar 71% dari keadaan
normalnya (Gibney, et al, 2008).
2.3.3 Sosial Ekonomi
2.3.3.1 Pekerjaan
Ketersediaan bahan pangan dalam keluarga sangat
dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi rumah tangga. Ibu
yang bekerja dan mempunyai pengahasilan sendiri akan dapat
menyediakan makanan yang mengandung sumber zat gizi
dalam jumlah yang cukup dibandingkan ibu yang tidak bekerja
(Khumaidi, 1989).
2.3.3.2 Jumlah Anggota Keluarga
Keluarga dengan banyak anak dan jarak kehamilan antar
anak yang amat dekat akan menimbulkan banyak masalah. Jika
pendapatan keluarga terbatas sedangkan anak banyak, maka
pemerataan dan kecukupan makanan di dalam keluarga kurang
bisa dijamin. Keluarga ini disebut keluarga rawan, karena
kebutuhan gizinya hampir tidak pernah tercukupi dan dengan
demikian penyakit pun terus mengintai (Apriadji, 1986).
47
2.3.3.3 Pendidikan
Menurut Hardinsyah (1999) dalam Mulyaningrum
(2009) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
ibu hamil atau suami akan semakin rendah kejadian KEK pada
ibu hamil dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan suami biasanya diikuti dengan meningkatnya
pendapatan keluarga termasuk kesehatan dan gizi ibu hamil
pada perhatian terhadap istri yang hamil semakin meningkat.
Menurut Schultz (1984) dan Cadwell (1979) dalam
Mulyaningrum (2009) mengatakan bahwa pendidikan itu dapat
memperbaiki cara penggunaan sumberdaya keluarga, sehingga
akan berdampak positif terhadap kelangsungan hidup keluarga,
salah satunya dalam perawatan ibu hamil. Ibu dengan
pendidikan tinggi tidak banyak dipengaruhi oleh praktik
tradisional yang merugikan terhadap ibu hamil dan kualitas
maupun kuantitas makanan untuk konsumsi setiap harinya.
2.3.3.4 Pantang Makanan
Makanan pantang atau pantang makanan adalah
bahan makanan atau masukan yang tidak boleh dimakan oleh
para individu dalam masyarakat karena alasan-alasan yang
bersifat budaya. Biasanya pihak yang diharuskan memantang
memiliki ciri-ciri tertentu, atau sedang mengalami keadaan
48
tertentu (misalnya karena sedang hamil atau menyusui), dan
karena dalam kebudayaan setempat terdapat suatu kepercayaan
tertentu terhadap bahan makanan tersebut (misalnya berkenaan
dengan sifat keramatnya). Adat memantang makan itu diajarkan
secara turun temurun dan cenderung ditaati walaupun individu
yang menjalankannya mungkin tidak terlalu paham atau yakin
akan rasional dari alasan-alasan memantang makanan yang
bersangkutan, dan sekedar karena patuh akan tradisi setempat
(Swasono, 1998).
Sedangkan menurut Sediaoetama (1990), pantang
makanan
yaitu tidak boleh makan jenis makanan tertentu
dijumpai pada masyarakat karena alasan budaya dan kesehatan
di berbagai negara seluruh dunia. Dari sudut ilmu gizi, pantang
makanan dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Kelompok
pertama,
pantang
makanan
yang
tidak
berdasarkan agama (kepercayaan)
2. Kelompok kedua, pantang makanan yang berdasarkan
agama (kepercayaan)
3. Kelompok ketiga, pantangan yang jelas akibatnya terhadap
kesehatan.
Pangan dan gizi sangat berkaitan erat karena gizi
seseorang sangat tergantung pada kondisi pangan yang
dikonsumsinya. Masalah pangan antara lain menyangkut
49
ketersediaan pangan dan kerawanan pangan yang dipengaruhi
oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan, dan adat/kepercayaan
yang terkait dengan tabu makanan. Banyak sekali penemuan
para peneliti yang menyatakan bahwa faktor budaya sangat
berperan dalam proses konsumsi pangan dan terjadinya masalah
gizi di berbagai masyarakat dan negara. Unsur-unsur budaya
mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang
kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi.
Berbagai budaya memberikan peranan dan nilai yang berbeda
terhadap pangan (Baliwati, dkk, 2004).
Kepercayaan masyarakat tentang konsepsi kesehatan
dan gizi sangat berpengaruh terhadap pemilihan bahan
makanan. Semakin banyak pantangan dalam makanan maka
semakin kecil peluang keluarga untuk mengkonsumsi makan
yang beragam. Beberapa jenis bahan makanan dilarang dimakan
oleh anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui ataupun kaum remaja.
Jika ditinjau dari konteks gizi, bahan makanan tersebut justru
mengandung nilai gizi yang tinggi, tetapi tabu itu tetap
dijalankan dengan alasan takut menanggung risiko yang akan
timbul.
Sehingga
masyarakat
yang
demikian
akan
mengkonsumsi bahan makanan bergizi dalam jumlah yang
kurang, dengan demikian maka penyakit kekurangan gizi akan
mudah timbul di masyarakat. (Suhardjo, 1989).
50
A. Berg (1986) dalam Pudjiadi (2000), diberbagai
negara atau daerah terdapat 3 kelompok masyarakat yang
biasanya mempunyai makanan pantangan, yaitu anak kecil, ibu
hamil dan ibu yang menyusui. Khusus mengenai hal itu di
Indonesia antara lain dikemukakan sebagai berikut:
a) Pada anak kecil di banyak daerah, makanan yang bergizi
dijauhkan dari anak-anak, karena takut akan akibat-akibat
yang sebaliknya. Di beberapa daerah ikan dilarang untuk
anak-anak karena menurut kepercayaan mereka ikan akan
menyebabkan penyakit cacingan, sakit mata atau sakit kulit.
Di tempat lain kacang-kacangan yang kaya dengan protein
seringkali tidak diberikan kepada anak-anak karena khawatir
perut anaknya akan kembung.
b) Pada ibu yang sedang hamil, berdasarkan hasil studi di
Kalimantan Tengah ditemukan fakta adanya 27 jenis ikan
yang merupakan makanan pantangan, dengan alasan apabila
ikan-ikan itu dimakan dapat
menyebabkan maruyan
(gangguan pada kesehatan ibu), mabuk, merusak badan, sulit
melahirkan, peranakan bisa ke luar, dsb.
c) Pada ibu yang sedang menyusui, di Indonesia banyak wanita
mengurangi makan sesudah melahirkan anak untuk menjaga
bentuk tubuhnya. Di Jawa, makan telur dipantangkan selama
ibu sedang menyusui anaknya, karena diduga telur bisa
51
menyebabkan pendarahan. Di Kalimantan Tengah ada
berbagai jenis ikan tertentu yang dipantang karena bisa
menyebabkan air susu ibu berbau amis dan mengakibatkan
bayinya sakit perut, dll.
Seringkali ditemukan seorang wanita yang sedang hamil
diharuskan pantang terhadap berbagai jenis bahan makanan,
seperti ikan, dan sebagainya. Ada juga wanita hamil yang hanya
dibolehkan makan nasi dengan sedikit garam saja, sedang
makanan lain tidak diperkenankan. Penjelasan yang luas akan
faedah makanan, bahaya pantangan semacam itu haruslah
diberikan lebih dulu kepada wanita hamil, sehingga dia merasa
yakin bahwa pantangan semacam itu akan merusak dirinya dan
bayinya (Moehji, 2003).
Seringkali ditemukan adanya pantang makanan bagi
wanita hamil terhadap beberapa jenis makanan tertentu yang
jika dilihat dari nilai gizi, bahan makanan tersebut mungkin saja
dibutuhkan oleh ibu. Secara umum, tidak ada pantang makanan
bagi ibu hamil selama ibu tidak mengalami komplikasi ataupun
mengalami penyakit lain. Ibu hamil boleh mengkonsumsi
makanan yang diinginkan dengan jumlah yang tidak berlebihan.
Adanya pantangan seperti itu akan menghambat pemenuhan
kebutuhan gizi ibu yang akhirnya berbahaya bagi kesehatan ibu
52
serta pertumbuhan dan perkembangan janin, sehingga perlu
penjelasan kepada ibu tentang manfaat makanan serta bahaya
pantangan (Sulistyoningsih, 2011).
Hasil penelitian Yuliani (2002) di Bogor, didapatkan
proporsi ibu hamil yang mempunyai pantang makanan sebesar
15,3%. Sedangkan penelitian Surasih (2005) di Banjarnegara
diperoleh proporsi adanya pantangan terhadap makanan sebesar
39,20% dan dari 39,20% yang berpantangan tersebut didapat
44,73% ibu hamil berpantangan terhadap ikan.
Dalam penelitian Kamarullah (2001), diperoleh 50% ibu
hamil KEK memiliki pantangan, seperti mengkonsumsi ikan,
cumi-cumi, dll. Apabila diamati jenis makanan yang dipantang
dikonsumsi sebagian besar adalah jenis makanan yang bernilai
gizi
tinggi.
Disisi
lain
kelompok
yang
berpantang
mengkonsumsi adalah mereka yang tergolong kelompok rawan
gizi. Kondisi demikian, tentunya akan memperburuk keadaan
ibu hamil. Ibu hamil merupakan kelompk yang paling rawan
terhadap makanan sumber protein hewani. Hal ini seharusnya
tidak dilakukan, karena pangan sumber protein ini sangan
diperlukan untuk pertumbuhan dan sebagai zat pembangun.
53
2.4 Pengukuran Pola Konsumsi
Pengukuran pola konsumsi dengan menggunakan survey konsumsi
makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran
tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah
tangga, dan perseorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
konsumsi makanan tersebut. Sedangkan tujuan khusus dari survei konsumsi
makanan adalah:
1. Menentukan tingkat kecukupan konsumsi pangan nasional dan kelompok
masyarakat.
2. Menentukan status kesehatan, gizi keluarga dan individu.
3. Menentukan pedoman kecukupan makanan dan program pengadaan pangan
4. Sebagai dasar perencanaan dan program pengembangan gizi
5. Sebagai sarana pendidikan gizi masyarakat, khususnya golongan yang
berisiko tinggi mengalami kekurangan gizi
6. Menentukan perundang-undangan yang berkenaan dengan makanan,
kesehatan, dan gizi masyarakat (Supariasa, 2002).
2.4.1 Pengertian Food Frequency (Frekuensi Makanan)
Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data
tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi
selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun.
Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan
atau makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada
54
periode tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner
tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering
oleh responden (Supariasa, 2002). Langkah-langkah metode frekuensi
makanan sebagai berikut:
1. Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang
tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan
ukuran porsinya.
2. Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis
bahan makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumbersumber zat gizi tertentu selama periode tertentu pula.
Menurut Hartriyanti, dkk (2007), beberapa jenis food frequency
adalah sebagai berikut:
1. Simple or nonquantitative FFQ, tidak memberikan pilihan tentang
porsi yang biasa dikonsumsi sehingga menggunakan standar porsi.
2. Semiquantitative FFQ, memberikan porsi yang dikonsumsi,
misalnya sepotong roti, secangkir kopi.
3. Quantitative FFQ, memberikan pilihan porsi yang biasa dikonsumsi
responden, seperti kecil, sedang, atau besar.
Metode frekuensi makanan mempunyai beberapa kelebihan
dan kekurangan, sebagai berikut:
55
1. Kelebihan metode frekuensi makanan:
a. Relatif murah dan sederhana
b. Dapat dilakukan sendiri oleh responden
c. Tidak membutuhkan latihan khusus
d. Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara penyakit
dan kebiasaan makan.
2. Kekurangan metode frekuensi makanan:
a. Tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari
b. Sulit untuk mengembangkan kuesioner pengumpulan data
c. Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi.
2.4.2 Prinsip Food Frequency (Frekuensi Makanan)
Prinsip pendekatan frekuensi makan dalam kaitan antara asupan
pangan (zat gizi) dengan timbulnya penyakit adalah bahwa rata-rata
asupan jangka panjang (misalnya, diatas satu minggu, bulan, atau
tahun), merupakan paparan yang lebih bermakna dibandingkan asupan
pada beberapa hari. Oleh karena itu, perkiraan asupan pangan secara
kasar dalam jangka panjang lebih tepat daripada perkiraan asupan
pangan periode yang singkat yang diperoleh dengan metode ingatan 24
jam atau metode penimbangan pangan (Siagian, A, 2010).
56
2.5 Kerangka Teori
Bagan 2.2
Kerangka Teori
Faktor sosio-ekonomi
1.
2.
3.
4.
Pekerjaan
Jumlah anggota keluarga
Pendidikan ibu
Tabu/pantang makanan
Pola Konsumsi
1.
2.
3.
4.
5.
Makanan pokok
Lauk hewani
Lauk nabati
Sayuran
Buah-buahan
Risiko
KEK
Penyakit Infeksi
Sumber: Modifikasi Departemen Kesehatan RI (1995) dan (1999), Worthington (1985)
dalam Soetjiningsih (1995).
57
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Dari kerangka teori yang terdapat pada bagan 2.2, maka disusunlah
kerangka konsep yang terdiri dari variabel dependen dan variabel independen.
Variabel dependen adalah risiko KEK, sedangkan variabel independen terdiri dari
pola konsumsi makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, buah-buahan,
serta penyakit infeksi dan pantang makanan.
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Pola konsumsi
-
Pola konsumsi makanan pokok
-
Pola konsumsi lauk hewani
-
Pola konsumsi lauk nabati
-
Pola konsumsi sayuran
-
Pola konsumsi buah-buahan
Risiko
KEK
Penyakit infeksi
-
Penyakit tuberculosis
-
Penyakit diare
Pantang makanan
58
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No.
Variabel
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala
Operasional
I.
Dependen
1
Risiko kurang
energi kronis
(KEK) pada
ibu hamil
II.
Independen
1
Pola
konsumsi
makanan
pokok
Ibu hamil yang
mempunyai ukuran
lingkar lengan atas
(LILA) < 23,5 cm,
BB sebelum hamil
>42
kg,
TB
>145cm, BB ibu
pada
kehamilan
trimester III >45
kg), IMT sebelum
hamil >17 dan
kadar Hb >11 gr%)
(Depkes, 1995).
1. Pita LILA
1. Pengukuran
0.
2. Timbangan
Lingkar
BB
Lengan Atas
3. Microtoise
(LILA)
4. Alat ukur 2. Penimbangan
kadar Hb
berat badan
(sian(BB)
methemogl 3. Pengukuran
obin)
tinggi badan 1.
(TB)
4. Pemeriksaan
kadar Hb
Gambaran jumlah FFQ
Wawancara
dan
frekuensi Semikuantitatif
makanan
pokok
yang
dikonsumsi
responden seharihari.
Risiko KEK
(LILA Ordinal
<23,5 cm, BB sebelum
hamil >42 kg, TB
>145cm, BB ibu pada
kehamilan trimester III
>45 kg), IMT sebelum
hamil >17 dan kadar Hb
>11 gr%)
Tidak berisiko KEK ≥
23,5 cm
(Depkes, 1995).
0. Tidak sesuai
Ordinal
Jika <5 porsi nasi atau
setara dengan bahan
makanan penukar.
1. Sesuai
Jika ≥5 porsi nasi atau
setara dengan bahan
makanan penukar.
(PGS, 2010).
59
2
Pola
konsumsi
lauk hewani
Gambaran jumlah FFQ
dan frekuensi lauk semikuantitatif
hewani
yang
dikonsumsi
responden seharihari.
Wawancara
0. Tidak sesuai
Ordinal
Jika <3 porsi daging atau
setara dengan bahan
makanan
penukar
(trimester I). Jika <4
porsi daging atau setara
dengan bahan makanan
penukar (trimester II dan
III).
1. Sesuai
Jika ≥3 porsi daging atau
setara dengan bahan
makanan
penukar
(trimester I). Jika ≥4
porsi daging atau setara
dengan bahan makanan
penukar (trimester II dan
III).
3
Pola
konsumsi
lauk nabati
Gambaran jumlah FFQ
dan frekuensi lauk semikuantitatif
nabati
yang
dikonsumsi
responden seharihari.
.
Wawancara
(PGS, 2010).
0. Tidak sesuai
Jika <3 porsi tempe atau
setara dengan bahan
makanan penukar.
1. Sesuai
Jika ≥3 porsi tempe atau
setara dengan bahan
makanan penukar.
(PGS, 2010).
60
4
Pola
konsumsi
sayuran
Gambaran jumlah FFQ
dan
frekuensi semikuantitatif
sayuran
yang
dikonsumsi
responden seharihari.
Wawancara
0. Tidak sesuai
Ordinal
Jika <4 porsi sayur atau
setara dengan bahan
makanan
penukar
(trimester I). Jika <3
porsi sayur atau setara
dengan bahan makanan
penukar (trimester II dan
III).
1. Sesuai
Jika ≥4 porsi sayur atau
setara dengan bahan
makanan
penukar
(trimester I). Jika ≥3
porsi sayur atau setara
dengan bahan makanan
penukar (trimester II dan
III).
(PGS, 2010).
5
Pola
konsumsi
buah-buahan
Gambaran jumlah FFQ
dan frekuensi buah semikuantitatif
yang
dikonsumsi
responden seharihari.
Wawancara
0. Tidak sesuai
Ordinal
Jika <4 porsi buah atau
setara dengan bahan
makanan
penukar
(trimester I). Jika <5
porsi buah atau setara
dengan bahan makanan
penukar (trimester II dan
III).
1. Sesuai
Jika ≥4 porsi buah atau
setara dengan bahan
61
makanan
penukar
(trimester I). Jika ≥5
porsi buah atau setara
dengan bahan makanan
penukar (trimester II dan
III).
6
7
8
Penyakit
tuberculosis
Jika
responden Kuesioner
mengalami gejala
yang termasuk ke
dalam
gejala
penyakit
tuberculosis dalam
waktu 1 tahun
terakhir.
Penyakit diare Jika
responden Kuesioner
mengalami gejala
yang termasuk ke
dalam
gejala
penyakit
diare
dalam waktu 1
bulan terakhir.
Pantang
Tidak boleh makan Kuesioner
makanan
jenis
makanan
tertentu
yang
merupakan sumber
energi
(protein,
karbohidrat, lemak)
karena
alasan
budaya
dan
kesehatan.
Wawancara
(PGS, 2010).
0. Ya
1. Tidak
Ordinal
(Riskesdas, 2007)
Wawancara
0. Ya
1. Tidak
Ordinal
(Riskesdas, 2007)
Wawancara
0. Ada
1. Tidak ada
Sediaoetama (1990).
Ordinal
46
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara pola konsumsi makanan pokok dengan risiko KEK
pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun
2011.
2. Ada hubungan antara pola konsumsi lauk hewani dengan risiko KEK
pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun
2011.
3. Ada hubungan antara pola konsumsi lauk nabati dengan risiko KEK
pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun
2011.
4. Ada hubungan antara pola konsumsi sayuran dengan risiko KEK pada
ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
5. Ada hubungan antara pola konsumsi buah-buahan dengan risiko KEK
pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun
2011.
6. Ada hubungan antara penyakit tuberculosis dengan risiko KEK pada ibu
hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
7. Ada hubungan antara penyakit diare dengan risiko KEK pada ibu hamil
di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
8. Ada hubungan antara pantang makanan dengan risiko KEK pada ibu
hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
63
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan
studi analitik. Rancangan penelitian menggunakan desain studi cross sectional
dimana pengukuran variabel independen maupun dependen dilakukan dalam waktu
yang bersamaan.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Ciputat, Kota Tangerang Selatan pada
bulan Juni sampai Juli 2011.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang melakukan
kunjungan ke puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan.
4.3.2 Sampel
Jumlah sampel pada penelitian ini diperoleh dengan menggunakan
rumus uji hipotesis beda dua proporsi (Ariawan, 1998), sebagai berikut:
n=
64
Keterangan:
n
= Besar sampel
Z1-α/2
= Nilai Z pada derjat kepercayaan 1-α/2 atau derajat kepercayaan
α pada uji dua sisi (two tail), yaitu sebesar 95% = 1,96.
Z1-β
= Nilai Z pada kekuatan uji 1-β, yaitu sebesar 80% = 0,84.
P
= Proporsi rata-rata = (P1+P2)/2
P1
= 30,4% (Proporsi ibu hamil risiko KEK dengan frekuensi lauk
nabati < 3 kali/hari).
P2
= 9,4% (Proporsi ibu hamil risiko KEK dengan frekuensi lauk
nabati ≥ 3 kali/hari).
Dari hasil perhitungan diatas, maka diperoleh jumlah sampel
sebanyak 108 orang.
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pita LILA untuk mengukur lingkar lengan atas ibu hamil. Pengukuran LILA
dilakukan melalui urutan yang telah ditetapkan. Ada tujuh urutan pengukuran
LILA menurut Supariasa (2002), yaitu:
a) Tetapkan posisi bahu dan siku
65
b) Letakkan pita antara bahu dan siku
c) Tentukan titik tengah lengan
d) Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan
e) Pita jangan terlalu ketat
f) Pita jangan terlalu longgar
g) Cara pembacaan skala yang benar.
2. Timbangan yang telah dikalibrasi untuk mengetahui berat badan (BB) ibu.
Cara mengukurnya yaitu: orang yang diukur harus menggunakan baju seminal
mungkin dan tanpa alas kaki.
3. Microtoise untuk mengukur tinggi badan (TB) ibu. Cara mengukur TB, yaitu:
a) Subjek berdiri tegak dan telapak kaki rata dengan lantai. Micotoise diukur
pada tengkorak kepala yang menonjol dan tinggi badan dicatat yang
mendekati 0,5 cm
b) Perlu diperhatikan, kepala mesti dalam posisi frankfurt plane, telinga sejajar
dengan garis mata.
4. Pemeriksaan kadar Hb dengan cara fotoelektrik yaitu sian methemoglobin untuk
mengetahui kadar Hb ibu. Caranya sebagai berikut:
a) Ke dalam tabung kalorimeter dimasukkan 5,0 ml larutan Drabkin.
b) Dengan pipet hemoglobin diambil 20 ul darah; sebelah luar ujung pipet
dibersihkan, lalu darah itu dimasukkan ke dalam tabung kalorimeter dengan
membilasnya beberapa kali.
c) Campurlah isi tabung dengan membalikkannya beberapa kali. Tindakan ini
juga
akan
menyelenggarakan
sianmethemoglobin.
perubahan
hemoglobin
menjadi
66
d) Bacalah dalam spektrofotometer pada gelombang 540 nm, sebagai blanko
digunakan larutan Drabkin.
e) Kadar hemoglobin ditentukkan dari perbandingan absorbansinya dengan
absorbansi standard sianmethemoglobin atau dibaca dari kurve tera.
5. Kuesioner yang terdiri dari data identitas ibu, penyakit infeksi, dan pantangan
terhadap makanan.
6. Form FFQ semikuantitatif untuk mengetahui pola konsumsi ibu hamil.
4.5 Pengumpulan Data
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer yaitu
data yang diperoleh dari pengukuran LILA, penimbangan BB, pengukuran TB, hasil
pemeriksaan kadar Hb, jawaban kuesioner dan form FFQ semikuantitatif.
4.6 Pengolahan Data
Dalam pengolahan data dilakukan beberapa tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Editing
Data yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapannya terlebih dahulu.
2. Coding
Sebelum dimasukkan ke komputer, dilakukan proses pemberian kode pada
setiap jawaban yang terdiri variabel risiko KEK, pola konsumsi, penyakit infeksi
dan pantang makanan.
67
a. Risiko KEK
Pada variabel risiko KEK, dilakukan pengukuran lingkar lengan atas
(LILA) Ibu hamil . Dikategorikan menjadi dua, yaitu risiko KEK dan tidak
berisiko KEK. Ada pun kodenya adalah sebagai berikut:
0. Risiko KEK ( LILA <23,5 cm, BB sebelum hamil >42 kg, TB >145cm,
BB ibu pada kehamilan trimester III >45 kg), IMT sebelum hamil >17
dan kadar Hb >11 gr%)
1. Tidak berisiko KEK ≥23,5 cm
b. Pola konsumsi
Pengukuran
pola
konsumsi
menggunakan
Food
Frequency
Questioner (FFQ) semikuantitatif, bahan makanan yang dikonsumsi ibu
sehari-hari terdiri dari:
1) Makanan pokok
0. Tidak sesuai, jika: <5 porsi nasi atau setara dengan bahan makanan
penukar.
1. Sesuai, jika
frekuensi ≥5 porsi nasi atau setara dengan bahan
makanan penukar.
2) Lauk hewani
0. Tidak sesuai jika: <3 porsi daging atau setara dengan bahan makanan
penukar (trimester I). Jika <4 porsi daging atau setara dengan bahan
makanan penukar (trimester II dan III).
1. Sesuai jika: ≥3 porsi daging atau setara dengan bahan makanan
penukar (trimester I). Jika ≥4 porsi daging atau setara dengan bahan
makanan penukar (trimester II dan III).
68
3) Lauk nabati
0. Tidak sesuai jika: <3 porsi tempe atau setara dengan bahan makanan
penukar.
1. Sesuai jika: ≥3 porsi tempe atau setara dengan bahan makanan
penukar.
4) Sayuran
0. Tidak sesuai jika: <4 porsi sayur atau setara dengan bahan makanan
penukar (trimester I). Jika <3 porsi sayur atau setara dengan bahan
makanan penukar (trimester II dan III).
1. Sesuai jika: ≥4 porsi sayur atau setara dengan bahan makanan
penukar (trimester I). Jika ≥3 porsi sayur atau setara dengan bahan
makanan penukar (trimester II dan III).
5) Buah-buahan
0. Tidak sesuai jika: <4 porsi buah atau setara dengan bahan makanan
penukar (trimester I). Jika <5 porsi buah atau setara dengan bahan
makanan penukar (trimester II dan III).
1. Sesuai jika:
≥4 porsi buah atau setara dengan bahan makanan
penukar (trimester I). Jika ≥5 porsi buah atau setara dengan bahan
makanan penukar (trimester II dan III).
c. Penyakit infeksi
Variabel penyakit infeksi dilihat dari salah satu penyakit infeksi
terkait status gizi yang diderita oleh ibu hamil yaitu penyakit tuberculosis dan
diare yang dilihat dari gejala-gejala penyakit.
69
1) Penyakit tuberculosis
Terdiri dari beberapa pertanyaan, jika responden mengalami beberapa
gejala yang ada dalam pertanyaan, maka responden sudah menderita
penyakit tersebut. Kodenya adalah:
0. Ya
1. Tidak
2) Penyakit diare
Terdiri dari beberapa pertanyaan, jika responden mengalami beberapa
gejala yang ada dalam pertanyaan, maka responden sudah menderita
penyakit tersebut. Kodenya adalah:
0. Ya
1. Tidak
d. Pantangan makan
Variabel ini terdiri dari pertanyaan mengenai ada atau tidak
kebiasaan tidak boleh makan jenis makanan tertentu pada responden karena
alasan budaya dan kesehatan. Kodenya adalah sebagai berikut:
0. Ada
1. Tidak ada
3. Entry
Memasukkan data dengan menggunakan komputer untuk analisa lebih
lanjut.
70
4. Cleaning
Pengecekkan kembali, untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada
data yang sudah dimasukkan, baik dalam pengkodean maupun kesalahan dalam
membaca kode. Dengan demikian data telah siap dianalisis menggunakan
program pengolahan data.
4.7 Analisis Data
4.7.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menyajikan dan menggambarkan
distribusi frekuensi dari setiap variabel yang diteliti dalam bentuk presentase
dan disajikan dalam bentuk tabel. Analisis univariat dalam penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gamabaran variabel independennya, yaitu pola
konsumsi,
penyakit
infeksi
dan pantang
makanan.
Serta
variabel
dependennya, yaitu risiko kurang energi kronis (KEK).
4.7.2 Analisis Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk melihat kemungkinan hubungan
antara variabel dependen dengan variabel independen. Pada analisis ini
digunakan uji chi square dengan rumus:
X2 = ∑ (O-E)2
E
dF = (k-1) (b-1)
71
Keterangan:
X2
= Chi square
O
= Nilai observasi
E
= Nilai ekspektasi
k
= Jumlah kolom
b
= Jumlah baris
Melalui uji statistic chi square akan diperoleh nilai P, dimana dalam
penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara
dua variabel dikatakan berhubungan jika mempunyai nilai p≤0,05 dan
dikatakan tidak berhubungan jika mempunyai nilai p>0,05.
72
BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum Puskesmas Ciputat
Puskesmas Ciputat terletak ± 6 km sebelah utara Kota Tangerang Selatan.
Luas wilayah Kecamatan Ciputat kira-kira 13.311 Ha dengan sebagian besar berupa
tanah darat atau kering (93,64%) sisanya adalah rawa atau danau. Letak Puskesmas
Ciputat berbatasan dengan :
a. Sebelah utara: wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah
b.Sebelah selatan : wilayah kerja Puskesmas Pamulang
c. Sebelah barat: wilayah kerja Puskesmas Pamulang
d.Sebelah timur: wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur
Puskesmas Ciputat terletak di Jalan Ki Hajar Dewantoro No. 7 Kelurahan
Ciputat, Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Dibangun di
atas tanah seluas 693 m2 dengan luas bangunan ± 1200 m2 yang terdiri dari 2 lantai.
Kegiatan pelayanan dipusatkan di lantai 1, sedangankan di lantai 2 difungsikan
sebagai ruang kepala puskesmas dan staff, data, serta ruang rapat. Di lantai 2 juga
terdapat ruang pelayanan pengobatan TB paru, klinik sanitasi, klinik Pusat Terapi
(PTRM) dan laboratorium. Wilayah kerja puskesmas terdiri dari 2 kelurahan yaitu
kelurahan Ciputat dan Kelurahan Cipayung.
73
5.2 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi
variabel dependen yaitu risiko KEK pada ibu hamil beserta variabel independennya
yaitu pola konsumsi (makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buahbuahan), penyakit infeksi (tuberculosis, diare), dan pantang makanan.
5.2.1 Gambaran Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat
Gambaran risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil di
Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat Tahun 2011
Risiko KEK
Ya
Tidak
Total
Jumlah
44
64
108
Persentase
40,7
59,3
100
Berdasarkan tabel 5.1, risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu
hamil di Puskesmas Ciputat yaitu sebesar 40,7% atau sebanyak 44 orang.
74
5.2.2 Gambaran Pola Konsumsi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
5.2.2.1 Gambaran Pola Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat
Gambaran pola konsumsi makanan pokok pada ibu hamil di
Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2
Distribusi Pola Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Tahun 2011
Pola Konsumsi Makanan Pokok
Tidak sesuai anjuran
Sesuai anjuran
Total
Jumlah
62
46
108
Persentase
57,4
42,6
100
Pola konsumsi makanan pokok ibu hamil di Puskesmas
ciputat yang tidak sesuai anjuran berdasarkan hasil analisis yaitu 62
orang ( 57,4%).
5.2.2.2 Gambaran Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat
Gambaran pola konsumsi lauk hewani pada ibu hamil di
Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3
Distribusi Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Tahun 2011
Pola Konsumsi Lauk Hewani
Tidak sesuai anjuran
Sesuai anjuran
Total
Jumlah
58
50
108
Persentase
53,7
46,3
100
75
Pola konsumsi lauk hewani ibu hamil di Puskesmas ciputat
yang tidak sesuai anjuran berdasarkan hasil analisis yaitu ada 58
orang (53,7%).
5.2.2.3 Gambaran Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat
Gambaran pola konsumsi lauk nabati pada ibu hamil di
Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4
Distribusi Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Tahun 2011
Pola Konsumsi Lauk Nabati
Tidak sesuai anjuran
Sesuai anjuran
Total
Jumlah
35
73
108
Persentase
32,4
67,6
100
Pola konsumsi lauk nabati ibu hamil di Puskesmas ciputat
yang tidak sesuai anjuran berdasarkan hasil analisis adalah 35
orang (32,4%).
5.2.2.4 Gambaran Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat
Gambaran pola konsumsi sayuran pada ibu hamil di
Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.5.
76
Tabel 5.5
Distribusi Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Tahun 2011
Pola Konsumsi Sayuran
Tidak sesuai anjuran
Sesuai anjuran
Total
Jumlah
65
43
108
Persentase
60,2
39,8
100
Pola konsumsi sayuran pada ibu hamil di Puskesmas
ciputat yang tidak sesuai anjuran berdasarkan hasil analisis yaitu
sebesar 60,2% ( 65 orang).
5.2.2.5 Gambaran Pola Konsumsi Buah-buahan pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat
Gambaran pola konsumsi buah pada ibu hamil di
Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.6.
Tabel 5.6
Distribusi Pola Konsumsi Buah-buahan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Tahun 2011
Pola Konsumsi Buah-buahan
Tidak sesuai anjuran
Sesuai anjuran
Total
Jumlah
74
34
108
Persentase
68,5
31,5
100
Pola konsumsi buah pada ibu hamil di Puskesmas ciputat
yang tidak sesuai anjuran berdasarkan hasil analisis yaitu 74 orang
(68,5%).
77
5.2.3 Gambaran Penyakit Infeksi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
5.2.3.1 Gambaran Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas
Ciputat
Gambaran penyakit tuberculosis pada ibu hamil di Puskesmas
Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.7.
Tabel 5.7
Distribusi Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun
2011
Penyakit Tuberculosis
Ya
Tidak
Total
Jumlah
9
99
108
Persentase
8,3
91,7
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa 9 orang
(8,3%) ibu hamil menderita penyakit tuberculosis.
5.2.3.2 Gambaran Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Gambaran penyakit diare pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat
tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.8.
Tabel 5.8
Distribusi Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011
Penyakit Diare
Ya
Tidak
Total
Jumlah
35
73
108
Persentase
32,4
67,6
100
78
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa 35 orang
(32,4%) ibu hamil menderita penyakit diare.
5.2.3.3 Gambaran Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas
Ciputat
Gambaran pantang makanan pada ibu hamil di Puskesmas
Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.9.
Tabel 5.9
Distribusi Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun
2011
Pantang Makanan
Jumlah
Persentase
Ya
33
30,6
Tidak
75
69,4
Total
108
100
Berdasarkan tabel 5.9, ibu hamil yang memiliki pantang makanan
yaitu ada 33 orang (30,6%).
5.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel
independen yaitu pola konsumsi (makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran,
dan buah-buahan), penyakit infeksi (tuberculosis, diare) dan pantang makanan
dengan variabel dependennya yaitu risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas
Ciputat. Melalui uji Chi Square akan diperoleh nilai P, dimana dalam penelitian ini
digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel dikatakan
79
bermakna jika mempunyai nilai P≤0,05 dan dikatakan tidak bermakna jika
mempunyai nilai P >0,05.
5.3.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola
Konsumsi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
5.3.1.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola
Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas
Ciputat
Hasil analisis bivariat antara pola konsumsi makanan pokok
dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011
dapat dilihat pada tabel 5.10.
Tabel 5.10
Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi
Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011
Pola Konsumsi
Makanan
Pokok
Tidak sesuai
anjuran
Sesuai anjuran
Total
Risiko KEK
Ya
Tidak
N
%
n
%
34 54,8 28 45,2
n
62
%
100
10
44
46
108
100
100
21,7
40,7
36
64
78,3
59,3
Total
P-value
0,001
Berdasarkan tabel 5.10 hasil analisis hubungan antara pola
konsumsi makanan pokok dengan risiko KEK pada ibu hamil di
Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 62 ibu yang
pola konsumsi makanan pokok tidak sesuai anjuran, terdapat 34 ibu
80
hamil (54,8%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 46 ibu yang pola
konsumsi makanan pokok sesuai anjuran, terdapat 10 ibu hamil
(21,7%) yang termasuk risiko KEK.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,001 (≤0,05).
Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola konsumsi
makanan pokok dengan risiko KEK.
5.3.1.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola
Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Hasil analisis bivariat antara pola konsumsi lauk hewani
dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011
dapat dilihat pada tabel 5.11.
Tabel 5.11
Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk
Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011
Pola Konsumsi
Lauk Hewani
Tidak sesuai
Anjuran
Sesuai anjuran
Total
Risiko KEK
Ya
Tidak
N
%
n
%
36 62,1 22 37,9
n
58
%
100
8
44
50
108
100
100
16,0
40,7
42
64
84,0
59,3
Total
P-value
0,000
Berdasarkan tabel 5.11 hasil analisis hubungan antara pola
konsumsi lauk hewani dengan risiko KEK pada ibu hamil di
81
Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 58 ibu yang
pola konsumsi lauk hewani tidak sesuai anjuran, terdapat 36 ibu hamil
(62,1%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 50 ibu yang pola konsumsi
lauk hewani sesuai anjuran, terdapat 8 ibu hamil (16,0%) yang
termasuk risiko KEK.
Dari hasil uji statistik pada
5% diperoleh nilai p= 0,000
(≤0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola
konsumsi lauk hewani dengan risiko KEK.
5.3.1.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola
Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Hasil analisis bivariat antara pola konsumsi lauk nabati
dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011
dapat dilihat pada tabel 5.12.
Tabel 5.12
Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk
Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011
Pola Konsumsi
Lauk Nabati
Tidak sesuai
Anjuran
Sesuai anjuran
Total
Risiko KEK
Ya
Tidak
N
%
n
%
22 62,9 13 37,1
N
35
%
100
22
44
73
108
100
100
30,1
40,7
51
64
69,9
59,3
Total
P-value
0,002
82
Berdasarkan tabel 5.12 hasil analisis hubungan antara pola
konsumsi lauk nabati dengan risiko KEK pada ibu hamil di
Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 35 ibu yang
pola konsumsi lauk nabati tidak sesuai anjuran, terdapat 22 ibu hamil
(62,9%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 73 ibu yang pola konsumsi
lauk nabati sesuai anjuran, terdapat 22 ibu hamil (30,1%) yang
termasuk risiko KEK.
Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh
nilai p= 0,002 (≤0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan
antara pola konsumsi lauk nabati dengan risiko KEK.
5.3.1.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola
Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Hasil analisis bivariat antara pola konsumsi sayuran dengan
risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat
dilihat pada tabel 5.13.
Tabel 5.13
Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi
Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011
Pola Konsumsi
Sayuran
Tidak sesuai
Anjuran
Sesuai anjuran
Total
Risiko KEK
Ya
Tidak
N
%
n
%
29 44,6 36 55,4
n
65
%
100
15
44
43
108
100
100
34,9
40,7
28
64
65,1
59,3
Total
P-value
0,419
83
Berdasarkan tabel 5.13 hasil analisis hubungan antara pola
konsumsi sayuran dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas
Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 65 ibu yang pola
konsumsi sayurannya tidak sesuai anjuran, terdapat 29 ibu hamil
(44,6%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 43 ibu yang pola konsumsi
sayurannya sesuai anjuran, terdapat 15 ibu hamil (34,9%) yang
termasuk risiko KEK.
Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh
nilai p= 0,419 (>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara pola konsumsi sayuran dengan risiko KEK.
5.3.1.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola
Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Hasil analisis bivariat antara pola konsumsi buah dengan
risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat
dilihat pada tabel 5.14.
84
Tabel 5.14
Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Buah
pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011
Pola Konsumsi
Buah
Tidak sesuai
Anjuran
Sesuai anjuran
Total
Risiko KEK
Ya
Tidak
N
%
n
%
30 40,5 44 59,5
n
74
%
100
14
44
34
108
100
100
41,2
40,7
20
64
58,8
59,3
Total
P-value
1,000
Berdasarkan tabel 5.14 hasil analisis hubungan antara pola
konsumsi buah dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas
Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 74 ibu hamil yang pola
konsumsi buah tidak sesuai anjuran, terdapat 30 ibu hamil (40,5%)
yang risiko KEK. Sedangkan dari 34 ibu yang pola konsumsi
sayurannya sesuai anjuran, terdapat 14 ibu hamil (41,2%) yang
termasuk risiko KEK.
Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh
nilai p= 1,000 (>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara pola konsumsi buah dengan risiko KEK.
85
5.3.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit
Infeksi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
5.3.2.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan
Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Hasil analisis bivariat antara penyakit tuberculosis dengan
risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat
dilihat pada tabel 5.15.
Tabel 5.15
Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Tuberculosis
pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011
Penyakit
Tuberculosis
Ya
Tidak
Total
N
3
41
44
Risiko KEK
Ya
Tidak
%
n
%
33,3 6
66,7
41,4 58 58,6
40,7 64 59,3
Berdasarkan tabel 5.15
Total
n
9
99
108
%
100
100
100
P-value
0,735
hasil analisis hubungan antara
penyakit tuberculosis dengan risiko KEK pada ibu hamil di
Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 9 ibu hamil
yang menderita penyakit tuberculosis, terdapat 3 ibu hamil (33,3%)
yang risiko KEK. Sedangkan dari 99 ibu hamil yang tidak menderita
penyakit tuberculosis, terdapat 41 ibu hamil (41,4%) yang termasuk
risiko KEK.
86
Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh
nilai p=0,461 (>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara penyakit tuberculosis dengan risiko KEK.
5.3.2.2 Analisis
Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan
Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Hasil analisis bivariat antara penyakit diare dengan risiko
KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat dilihat
pada tabel 5.16.
Tabel 5.16
Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Diare pada
Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011
Penyakit Diare
Ya
Tidak
Total
N
19
25
44
Risiko KEK
Ya
Tidak
%
n
%
54,3 16 45,7
34,2 48 65,8
40,7 64 59,3
Berdasarkan tabel 5.16
Total
n
35
73
108
%
100
100
100
P-value
0,076
hasil analisis hubungan antara
penyakit diare dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas
Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 35 ibu hamil yang
menderita penyakit diare, terdapat 19 ibu hamil (54,3%) yang risiko
KEK. Sedangkan dari 73 ibu hamil yang tidak menderita penyakit
diare, terdapat 25 ibu hamil (34,2%) yang termasuk risiko KEK.
87
Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh
nilai p=0,076 (>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara penyakit diare dengan risiko KEK.
5.3.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pantang
Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Hasil analisis bivariat antara pantang makanan dengan risiko KEK
pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel
5.17.
Tabel 5.17
Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pantang Makanan
pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011
Pantang
Makanan
Ada
Tidak
Total
N
19
25
44
Risiko KEK
Ya
Tidak
%
n
%
57,6 14 42,4
33,3 50 66,7
40,7 64 59,3
Total
n
33
75
108
%
100
100
100
P-value
0,032
Berdasarkan tabel 5.17 hasil analisis hubungan antara pantang
makanan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun
2011 diperoleh bahwa diantara 33 ibu hamil yang mempunyai pantang
makanan selama kehamilan, terdapat 19 ibu hamil (57,6%) yang risiko KEK.
Sedangkan dari 75 ibu hamil yang tidak mempunyai pantang makanan,
terdapat 25 ibu hamil (33,3%) yang termasuk risiko KEK.
88
Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh nilai
p=0,032 ( 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pantang
makanan dengan risiko KEK.
89
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
1. Penggunaan desain studi cross sectional hanya dapat melihat hubungan antar
variabel tetapi tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat antar variabel
tersebut.
2. Variabel penyakit infeksi tidak dilakukan pemeriksaan klinis atau hanya dilihat
dari gejala-gejala umum saja yang dilakukan dengan wawancara pertanyaan
mendalam.
3. Pengukuran pola konsumsi yang mengandalkan daya ingat responden.
6.2 Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Dari hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa risiko Kurang Energi Kronis
(KEK) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat sebesar 40,7%. Hasil penelitian ini
tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Surasih (2005) di
Kabupaten Banjarnegara yang memperlihatkan fakta bahwa risiko KEK pada ibu
hamil sebesar 41,2 %.
Hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan Susenas (Survey
Sosial Ekonomi Nasional) pada tahun 1999 yang menunjukkan ibu hamil yang
mengalami
risiko KEK berkisar 27,6%. Hasil penelitian ini juga lebih tinggi
dibanding hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2000-2005 bahwa ibu
90
hamil risiko KEK sebesar 15,49%. Selain itu hasil penelitian ini lebih tinggi
dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hapni (2004) di DKI
Jakarta dimana didapatkan ibu hamil yang mengalami risiko KEK adalah 17,1%, dan
pada penelitian yang dilakukan Azma (2002) di Kota Sukabumi didapatkan risiko
KEK yaitu 28,8%.
Menurut WHO apabila prevalensi KEK 3-5% menunjukkan tidak ada
kerawanan pangan di tingkat rumah tangga, 5-9% berarti harus berhati-hati
kemungkinan rawan pangan, 10-19% menunjukkan situasi rawan pangan pada
tingkat rumah tangga sudah pada tingkat buruk, 20-30% situasi rawan pangan gawat
dan lebih dari 30% situasi rawan pangan adalah parah. Sedangkan berdasarkan
acuan Departemen Kesehatan tahun 2003 tentang tingkat besaran masalah risiko
KEK, yaitu <20% (ringan), 20-30% (sedang), dan >30% (berat).
Menurut WHO (2005), ibu hamil dengan risiko KEK akan meningkatkan
kemungkinan kesakitan maternal, terutama pada trimester ketiga (bulan 7-9) dan
meningkatkan risiko melahirkan BBLR. Ibu hamil dengan risiko KEK akan
mengalami kesulitan pada saat persalinan, perdarahan, dan berpeluang untuk
melahirkan bayi dengan BBLR yang akhirnya menyebabkan kematian pada ibu atau
bayi (Depkes RI, 1995).
Menurut FAO (1988), jika seseorang mengalami sekali atau lebih
kekurangan energi, maka dapat terjadi penurunan berat badan dengan aktifitas ringan
sekali pun dan pada tingkat permintaan energi BMR yang rendah sehingga mereka
91
akan mengurangi sejumlah aktivitas untuk menyeimbangkan masukan energi yang
lebih rendah tersebut. Ketidakseimbangan energi yang memicu rendahnya berat
badan dan simpanan energi dalam tubuhnya akan menyebabkan kurang energi kronis
(KEK). KEK mengacu pada lebih rendahnya masukan energi dibandingkan besarnya
energi yang dibutuhkan yang berlangsung pada periode tertentu, bulan hingga tahun
(Norgan, 1987 dalam Syahnimar 2004).
Dalam penelitian ini, sebagian besar pola konsumsi ibu tidak sesuai anjuran
makan ibu hamil seperti pola konsumsi makanan pokok yang sesuai 42,6%, lauk
hewani 46,3%, lauk nabati 67,6%, sayuran 39,8%, dan buah hanya 31,5%. Menurut
Guthrie (1995) dalam Hapni (2004), ibu hamil yang menderita risiko KEK dapat
terjadi karena jumlah makanan yang dikonsumsi tidak cukup, atau penggunaan zat
gizi dalam tubuh tidak optimal, atau kedua-duanya. Hal ini menyebabkan penurunan
jumlah sel darah dalam tubuh, sehingga suplai darah dan zat-zat gizi yang diberikan
ke janin berkurang, maka pertumbuhan janin akan terhambat dan bayi yang
dilahirkan akan BBLR.
92
6.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi
pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
6.3.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola
Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Bahan makanan pokok merupakan bahan makanan yang memegang
peranan penting. Pada umumnya porsi makanan pokok dalam jumlah
(kuantitas/volume) terlihat lebih banyak dari bahan makanan lainnya
(Santoso, dkk, 2004). Sumber energi bisa didapat dengan mengkonsumsi
beras, jagung, gandum, kentang, ubi jalar, ubi kayu, dan sagu (Arisman,
2004).
Kebutuhan akan energi pada trimester 1 meningkat secara minimal.
Setelah itu, sepanjang trimester 2 dan 3, kebutuhan akan terus membesar
sampai pada akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester 2 diperlukan
untuk
pemekaran
jaringan
ibu,
yaitu
penambahan
volume
darah,
pertumbuhan uterus dan payudara, serta penumpukan lemak. Sepanjang
trimester 3, energi tambahan dipergunakan untuk pertumbuhan janin dan
plasenta. Pertambahan energi disebabkan oleh peningkatan laju metabolisme
basal. Selain itu, tambahan energi juga diperlukan untuk menjaga
ketersediaan cadangan protein. Pertambahan energi ini terutama diperlukan
pada 20 minggu terakhir dari masa kehamilan, yaitu ketika pertumbuhan
janin berlangsung sangat pesat.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2004 menganjurkan
tambahan energi sebesar 180 kkal untuk trimester 1, 300 kkal untuk trimester
93
2 dan 3 (Arisman, 2004 ). Intake energi yang cukup yaitu penambahan
55.000 kkal selama 9 bulan kehamilan (Irawati, 2006) diperlukan untuk:
1. Fetus (pertumbuhan fetus dan aktivitas fisik fetus)
2. Ibu (peningkatan basal metabolisme, simpanan lemak, pertumbuhan
uterus dan payudara, volume darah bertambah dan perubahan aktivitas).
Hasil penelitian menunjukkan ibu dengan pola konsumsi makanan
pokok tidak sesuai anjuran lebih banyak (62%) dari pada ibu dengan pola
konsumsi makanan pokok sesuai anjuran (46%). Berdasarkan uji chi square
didapatkan bahwa ibu dengan pola konsumsi makanan pokok tidak sesuai
anjuran dengan risiko KEK lebih tinggi dibandingkan dengan ibu dengan
pola konsumsi makanan pokok sesuai anjuran. Proporsi dari kelompok
responden pola konsumsi makanan pokok tidak sesuai anjuran dengan risiko
KEK sebesar 54,8% dan pada kelompok responden pola konsumsi makanan
pokok sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 21,7%.
Hasil uji statistik menunjukkan nilai p-value 0,001 (p-value≥0,05)
artinya pada alpha 5% terdapat hubungan antara pola konsumsi makanan
pokok dengan risiko KEK. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh
Syahnimar (2004)
yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan bermakna antara frekuensi makan makanan pokok dengan risiko
KEK.
Dari sudut ilmu gizi, bahan makanan pokok merupakan sumber
energi dan mengandung banyak karbohidrat (Santoso, dkk, 2004).
Karbohidrat dikenal sebagai zat gizi makro sumber bahan bakar (energi)
94
utama bagi tubuh. Karena sebagian besar energi berasal dari karbohidrat,
maka makanan sumber karbohidrat digolongkan sebagai makanan pokok
(Kurniasih, dkk, 2010).
Hasil penelitian ini sesuai dengan fungsi utama karbohidrat yaitu
menyediakan keperluan energi bagi tubuh, selain itu juga menyiapkan
cadangan energi siap pakai dalam bentuk glikogen.
Apabila karbohidrat
kurang dari kebutuhan tubuh, maka tidak ada simpanan cadangan energi
dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen yang sewaktu-waktu diperlukan
dan digunakan pada saat tubuh mengalami kekurangan energi (Kartasapoetra,
dkk, 2003).
Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya
pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, dengan demikian agar selalu
tercukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang cukup ke
dalam tubuhnya. Menurut Suhardjo (1988) dalam prinsip-prinsip ilmu gizi,
seseorang tidak dapat bekerja dengan energi yang melebihi dari apa yang
diperoleh dari makanan kecuali jika menggunakan cadangan energi dalam
tubuh, namun apabila kebiasaan menggunakan cadangan ini terus menerus,
maka akan dapat mengakibatkan keadaan kurang gizi khususnya energi
(Kartasapoetra, dkk, 2003).
Asupan energi pada trimester 1 diperlukan untuk menyalurkan
makanan dan pembentukan hormon, sedangkan pada janin diperlukan untuk
pembentukan organ (Sadler, 2000). Asupan energi pada trimester 2
diperlukan untuk pertumbuhan kepala, badan, dan tulang janin. Trimester 3
95
juga terjadi pertumbuhan janin dan plasenta serta cairan amnion akan
berlangsung cepat selama trimester 3 (Sulistyoningsih, 2011).
Ketika jumlah makanan yang dikonsumsi tidak cukup atau tidak
adekuat. Hal ini menyebabkan penurunan volume darah, sehingga aliran
darah ke plasenta menurun, maka ukuran plasenta berkurang dan transfer
nutrient juga berkurang yang mengakibatkan pertumbuhan janin terhambat
dan bayi yang dilahirkan akan BBLR. Hal ini terjadi karena pentingnya
peran plasenta yaitu sebagai alat transport, menyeleksi zat-zat makanan
sebelum mencapai janin, efisiensi plasenta dalam mengkonsentrasikan,
mensintesis, dan transport zat gizi menentukan suplai ke janin.
6.3.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola
Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Kadar zat makanan (gizi) pada setiap bahan makanan memang tidak
sama, ada yang rendah dan ada pula yang tinggi, karena itu setiap bahan
makanan akan saling melengkapi zat makanan/gizinya yang selalu
dibutuhkan tubuh manusia guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan
fisik serta energi yang cukup guna melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Zat
makanan (gizi) yang diperlukan tubuh manusia ada yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan atau biasa disebut dengan lauk nabati dan ada pula yang
berasal dari hewan yaitu lauk hewani (Kartasapoetra, dkk, 2003).
Hasil penelitian menunjukkan ibu dengan konsumsi lauk hewani
tidak sesuai anjuran lebih banyak (53,7%) dari pada ibu dengan pola lauk
96
hewani sesuai anjuran (46,3%). Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa
proporsi dari kelompok responden pola konsumsi lauk hewani tidak sesuai
anjuran dengan risiko KEK sebesar 62,1% dan pada kelompok responden
pola konsumsi lauk hewani sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 16,0%.
Begitu juga dengan hasil uji chi square diperoleh nilai p-value= 0,000 (pvalue≤0,05) yang menyatakan ada hubungan antara pola konsumsi lauk
hewani dengan risiko KEK. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Saraswati (2006) .
Lauk sebaiknya terdiri dari atas campuran lauk hewani dan nabati.
Lauk hewani, seperti daging, ayam, ikan, udang dan telur mengandung
protein dengan nilai biologi lebih tinggi daripada lauk nabati (Almatsier,
2001).
Dalam buku ilmu gizi, protein selain akan digunakan bagi
pembangun struktur tubuh (pembentukan berbagai jaringan) juga akan
disimpan untuk digunakan dalam keadaan darurat, sehingga pertumbuhan
terus berlangsung, akan tetapi apabila
dalam keadaan terus-menerus
menerima makanan yang tidak seimbang, dengan sendirinya akan terjadi
pertumbuhan yang kurang baik, daya tahan tubuh menurun, rentan terhadap
penyakit, dll. Proses-proses yang berlangsung di dalam tubuh dikendalikan
oleh tersedianya protein di dalam tubuh. Proses pencernaan misalnya hanya
akan
berlangsung
secara
teratur
dengan
dukungan
mencukupinya, sedangkan hormon itu terdiri dari protein.
hormon
yang
97
Ketika zat gizi yang masuk ke dalam tubuh berkurang atau tidak
adekuat, maka tubuh akan menggunakan cadangan lemak untuk memenuhi
kebutuhannya dan terjadi penurunan cadangan lemak dalam tubuh.
Kemudian simpanan cadangan lemak dalam tubuh habis, maka terjadilah
penurunan fungsional dalam jaringan hingga kerusakan jaringan. Hal ini
ditandai dengan penurunan berat badan ibu, pertumbuhan janin terhambat,
dan penurunan fungsi imun ibu. Karena cadangan lemak dalam tubuh habis,
maka terjadi perubahan biokimia yaitu sel-sel beradaptasi dan berkompensasi
dengan cara menggunakan cadangan protein yang ada di hati dan otot untuk
dirubah menjadi energi (Aritonang, 2010). Hal ini menyebabkan penurunan
volume darah, sehingga aliran darah ke plasenta menurun, maka ukuran
plasenta berkurang dan transfer nutrient juga berkurang yang mengakibatkan
pertumbuhan janin terhambat dan bayi yang dilahirkan akan BBLR. Hal ini
terjadi karena
pentingnya peran plasenta yaitu sebagai alat transport,
menyeleksi zat-zat makanan sebelum mencapai janin, efisiensi plasenta
dalam mengkonsentrasikan, mensintesis, dan transport zat gizi menentukan
suplai ke janin.
6.3.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola
Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Hasil penelitian menunjukkan ibu dengan pola konsumsi lauk nabati
tidak sesuai anjuran sebesar 32,4%, sedangkan ibu dengan pola konsumsi
lauk nabati sesuai anjuran sebesar 67,6% . Berdasarkan hasil analisis
98
diketahui bahwa ibu dengan pola konsumsi lauk nabati tidak sesuai anjuran
dengan risiko KEK lebih tinggi dibandingkan dengan ibu dengan pola
konsumsi lauk nabati sesuai anjuran. Proporsi dari kelompok responden pola
konsumsi lauk nabati tidak sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 62,9%
dan pada kelompok responden pola konsumsi lauk nabati sesuai anjuran
dengan risiko KEK sebesar 30,1%. Hasil uji statistik menunjukkan nilai pvalue 0,002 (p-value≥0,05) artinya pada alpha 5% terdapat hubungan antara
pola konsumsi lauk nabati dengan risiko KEK.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Azma (2002) di Kota Sukabumi yang menunjukkan ada hubungan antara
pola konsumsi lauk nabati dengan risiko KEK pada ibu hamil.
Kacang-kacangan dalam bentuk kering atau hasil olahannya,
walaupun mengandung protein dengan nilai biologi sedikit lebih rendah
daripada lauk hewani karena mengandung lebih sedikit asam amino esensial
metionin, merupakan sumber protein yang baik. Pengolahan kacangkacangan menjadi tempe, tahu, susu kedelai, dan oncom tidak saja
meningkatkan cita rasa tetapi juga meningkatkan kecernaan dan ketersediaan
zat-zat gizi bagi tubuh (Almatsier, 2001).
Kurangnya karbohidrat, protein dan zat lemak dalam tubuh dapat
menyebabkan pembakaran ketiga unsur
tersebut kurang menghasilkan
energi, akibatnya tubuh menjadi lesu, kurang bergairah untuk melakukan
berbagai kegiatan dan kondisi tubuh yang demikian tentunya akan banyak
99
menimbulkan kerugian, misalnya peka akan macam-macam penyakit,
produktivitas kerja sangat lemah, dll (Kartasapoetra, dkk, 2003).
Apabila asupan protein tidak mencukupi maka plasenta menjadi
kurang sempurna karena transfer nutrient berkurang yang mengakibatkan
pertumbuhan janin terhambat, padahal plasenta berfungsi untuk menunjang,
memelihara, dan menyalurkan makanan bagi janin. Protein juga diperlukan
untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak dan myelin selama masa
janin dan berkaitan erat dengan kecerdasan. Selain untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin, protein juga dibutuhkan untuk persiapan persalinan.
Ketika asupan tidak adekuat, hal ini menyebabkan penurunan volume darah
sehingga aliran darah
menurun, padahal sebanyak 300-500 ml darah
diperkirakan akan hilang pada persalinan (Sulistyoningsih, 2011).
6.3.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola
Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Vitamin dan mineral terutama banyak terdapat dalam sayur dan
buah, khususnya yang berwarna kuning dan hijau gelap. Vitamin dan mineral
adalah zat gizi makro yang memperlancar proses pembuatan energi dan
proses biologis lainnya yang diperlukan untuk mempertahankan kesehatan.
Oleh sebab itu didalam tumpeng gizi seimbang, sayuran dan buah dianjurkan
dikonsumsi sesering mungkin setiap hari (Kurniasih, dkk, 2010).
100
Hasil penelitian menunjukkan ibu dengan pola konsumsi sayuran
tidak sesuai anjuran sebesar 68,5% lebih tinggi daripada ibu dengan pola
konsumsi sayuran sesuai anjuran sebesar 39,8%. Berdasarkan hasil analisis
diketahui bahwa proporsi dari kelompok responden pola konsumsi sayuran
tidak sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 44,6% dan pada kelompok
responden pola konsumsi sayuran sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar
34,9%.
Hasil uji statistik menunjukkan nilai p-value 0,419 (p-value>0,05)
artinya pada alpha 5% tidak terdapat hubungan signifikan proporsi ibu hamil
risiko KEK dengan pola konsumsi sayuran sesuai anjuran dengan proporsi
ibu hamil risiko KEK dengan pola konsumsi sayuran tidak sesuai anjuran.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Azma
(2002) di Sukabumi dan Yuliani (2002)
di Bogor didapatkan tidak ada
hubungan antara pola konsumsi sayuran dengan risiko KEK pada ibu hamil.
Sayur dan buah merupakan sumber vitamin dan mineral yang
diperlukan untuk mengatur metabolisme di dalam tubuh. Vitamin B1 yang
terdapat dalam buah dan sayuran berfungsi sebagai enzim yang penting untuk
menghasilkan energi dan metabolime karbohidrat serta membantu fungsi
normal syaraf, otot dan jantung serta vitamin B6 berperan dalam
pembentukan protein tubuh (Almatsier, 2001). Menurut Kartasapoetra, dkk,
(2003), vitamin B6 diperlukan pada proses metabolisme protein, apabila
terjadi defisensi vitamin ini, maka akan terjadi ketidaknormalan pada
metabolisme protein sehingga tidak dapat mengubah asam amino menjadi
101
niasin. Padahal fungsi niasin sangat penting yaitu untuk akivitas metabolisme
glukosa, dan lemak. Vitamin B6 ini banyak terkandung pada sayur mayur.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara pola
konsumsi buah dengan risiko KEK pada ibu hamil, kemungkinan hal ini
disebabkan dengan pemenuhan kebutuhan vitamin dan mineral ibu hamil
dicukupi dengan konsumsi protein hewani seperti daging, hati dan ikan,
sebab dalam pedoman gizi seimbang dijelaskan makanan sumber protein
hewani adalah juga sumber vitamin dan mineral penting khususnya vitamin
A, zat besi, dan folat yang sangat dibutuhkan bagi ibu hamil.
6.3.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola
Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Menurut Almatsier (2011), sayur dan buah merupakan sumber
vitamin dan mineral yang diperlukan untuk mengatur metabolisme di dalam
tubuh. Vitamin B1 yang terdapat dalam buah dan sayuran berfungsi sebagai
enzim yang penting untuk menghasilkan energi dan metabolime karbohidrat
serta membantu fungsi normal syaraf, otot dan jantung serta vitamin B6
berperan dalam pembentukan protein tubuh.
Hasil penelitian menunjukkan ibu yang pola konsumsi buah tidak
sesuai anjuran sebesar 68,5% lebih tinggi daripada ibu yang pola konsumsi
buah sesuai anjuran sebesar 31,5% . Berdasarkan hasil analisis diketahui
bahwa proporsi dari kelompok responden pola konsumsi buah tidak sesuai
102
anjuran dengan risiko KEK sebesar 40,5% dan pada kelompok responden
pola konsumsi buah sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 41,2%.
Hasil uji statistik menunjukkan nilai p-value 1,000 (p-value>0,05)
artinya pada alpha 5% tidak terdapat hubungan signifikan proporsi ibu hamil
risiko KEK dengan pola konsumsi buah sesuai anjuran dengan proporsi ibu
hamil risiko KEK dengan pola konsumsi buah tidak sesuai anjuran. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hapni (2004),
Azma (2002) di Sukabumi dan Yuliani (2002) di Bogor yang menyatakan
tidak ada hubungan antara pola konsumsi buah dengan risiko KEK pada ibu
hamil.
Vitamin B1 sangat diperlukan tubuh, tersedianya dalam tubuh
karena diserap usus dari makanan , selanjutnya diangkat bersama darah ke
jaringan-jaringan tubuh. Vitamin B1 ditemukan sebagai cadangan dalam
jumlah yang terbatas di dalam hati, jantung, otot dan otak. Sebagai cadangan
diperlukan untuk memelihara fungsi alat-alat tubuh. Vitamin B1 membantu
dalam pembakaran karbohidrat dan diangkat di dalam darah oleh sel darah
putih yang mempunyai inti dengan vitamin B1. Dari fungsi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa makin banyak karbohidrat yang dikonsumsi maka
kebutuhan akan vitamin B1 akan banyak pula, salah satu contoh bagi ibu-ibu
yang sedang hamil atau menyusui sudah tentu akan memerlukan vitamin B1
lebih banyak daripada biasanya (Kartasapoetra, dkk, 2003).
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara pola
konsumsi buah dengan risiko KEK pada ibu hamil, kemungkinan hal ini
103
disebabkan dengan pemenuhan kebutuhan vitamin dan mineral ibu hamil
dicukupi dengan konsumsi protein hewani seperti daging, hati, ikan, sebab
dalam pedoman gizi seimbang dijelaskan makanan sumber protein hewani
adalah juga sumber vitamin dan mineral penting khususnya vitamin A, zat
besi, dan folat yang sangat dibutuhkan bagi ibu hamil.
6.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Infeksi
pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Penyakit infeksi dapat bertindak sebagai pemula terjadinya kurang gizi
sebagai akibat menurunya nafsu makan. Adanya gangguan penyerapan dalam
saluran pencernaan atau peningkatan kebutuhan zat gizi oleh adanya penyakit.
Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal
balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan
gizi dan keadaan gizi yang jelek dapat mempermudah infeksi. Penyakit yang
umumnya terkait dengan masalah gizi antara lain diare, tuberculosis, malaria
(Supariasa, 2002).
6.4.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit
Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Tuberculosis merupakan suatu penyakit
infeksi kronis yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, biasanya terdapat pada
paru tetapi mungkin juga terdapat pada organ lain seperti pada kelenjar getah
bening, ginjal, jantung dan lain sebagainya. Reaksi pertama akibat penyakit
104
tuberculosis adalah batuk, demam, berat badan menurun, dan badan lemah.
Hal ini menyebabkan metabolisme dalam tubuh meningkat, sehingga tubuh
membutuhkan energi lebih yang diperoleh dari makanan. Badan yang lemah
biasanya dipengaruhi oleh nafsu makan yang menurun sehingga asupan
makanan yang seharusnya diberikan lebih tidak dapat tercukupi sehingga
menyebabkan berat badan menurun, efek TB pada kehamilan akan
berpengaruh terhadap status nutrisi yang buruk yang dapat meningkatkan
morbiditas dan mortaliltas maternal (http://digulib.unimus.ac.id). Dalam
jurnal Tuberculosis and Pregnancy oleh Arora, et.al (2003) menyatakan
bahwa dampak TB pada kehamilan diataranya akan mengakibatkan
kekebalan tubuh menurun, stress kehamilan dan akan berpengaruh terhadap
status gizi ibu hamil.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Purnadhibarata, dkk (2005),
dikemukakan
ibu hamil yang memiliki penyakit
infeksi selama
kehamilannya dapat berpengaruh terhadap bayi yang akan dilahirkan dan
dapat berakibat BBLR bahkan dapat mengakibatkan kematian bayi. Dari
1547 sampel yang diteliti didapatkan ibu hamil yang memiliki penyakit
infeksi yang melahirkan bayi BBLR lebih banyak daripada ibu yang tidak
mempunyai penyakit infeksi dan melahirkan anaknya non BBLR.
Hasil penelitian menunjukkan ibu yang menderita tuberculosis
sebesar 8,3%. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa proporsi dari
kelompok responden yang menderita tuberculosis dengan risiko KEK sebesar
33,3% dan pada kelompok responden yang tidak menderita tuberculosis
105
dengan risiko KEK sebesar 41,4%. Begitu juga dengan hasil uji chi square
diperoleh nilai p-value= 0,735 (p-value>0,05) yang menyatakan tidak ada
hubungan antara penyakit tuberculosis dengan risiko KEK.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Surasih (2005) di
Banjarnegara
bahwa
tidak
ada
hubungan
antara
penyakit
infeksi
(tuberculosis, diare) dengan keadaan risiko KEK pada ibu hamil. Menurut
Schaible & Kauffman (2007) hubungan antara kurang gizi dengan penyakit
tuberculosis tergantung dari besarnya dampak yang ditimbulkan oleh
sejumlah infeksi terhadap status gizi itu sendiri. Artinya jika infeksi masih
akut dan derajat parahnya infeksi masih rendah tidak terlalu berpengaruh
terhadap status gizi seseorang. Sebaliknya jika infeksi sudah kronis dan
berlangsung lama akan dapat mempengaruhi status gizi orang tersebut.
Dalam penelitian ini, infeksi masih rendah sehingga tidak berpengaruh
terhadap status gizi ibu hamil tersebut.
6.4.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit
Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Diare menyebabkan kurangnya nafsu makan sehingga mengurangi
asupan gizi, dan diare juga dapat mengurangi daya serap usus terhadap sari
makanan. Dalam keadaan infeksi, kebutuhan sari makanan yang mengalami
diare akan meningkat, sehingga setiap serangan diare akan menyebabkan
kekurangan gizi. Beberapa gejala dan tanda diare antara lain: berak cair atau
106
lembek dan sering adalah gejala khas diare, muntah, demam dan gejala
dehidrasi (Widoyono, 2008). Infeksi mempengaruhi status protein. Misalnya
infeksi ringan sekalipun akan mengakibatkan bertambahnya kehilangan
nitrogen melalui urin. Infeksi juga membantu terjadinya kekurangan protein
karena menyebabkan berkurangnya nafsu makan (Sastroamidjo, 1980).
Bisai dan Bose (2008) dalam Marlenywati (2010) mengemukakan
bahwa disamping asupan makanan yang inadekuat, KEK pada seseorang juga
disebabkan oleh penyakit infeksi yang dideritanya. Penyakit infeksi ini
menyebabkan meningkatnya angka kesakitan akibat menurunnya imunitas
tubuh.
Banyak infeksi mengganggu absorpsi nutrient dalam saluran cerna.
Pada penyakit diare, absorpsi lemak dari makanan hanya 58% dari keadaan
normalnya, dan absorpsi protein dari makanan hanya 44% dari keadaan
normalnya. Karena hal inilah, absorpsi energi dari makanan hanya sekitar
71% dari keadaan normalnya (Gibney, et al, 2008).
Hasil penelitian menunjukkan ibu yang menderita diare sebesar
32,4%, sedangkan yang tidak menderita diare sebesar 67,6%. Berdasarkan
hasil analisis diketahui bahwa proporsi dari kelompok responden yang
menderita diare dengan risiko KEK sebesar 54,3% dan pada kelompok
responden yang tidak menderita diare dengan risiko KEK sebesar 34,2%.
Begitu juga dengan hasil uji chi square diperoleh nilai p-value= 0,076 (pvalue>0,05) yang menyatakan tidak ada hubungan antara penyakit diare
dengan risiko KEK.
107
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Mulyaningrum (2009)
di daerah Jakarta dan penelitian Surasih (2005) di Banjarnegara yang
menunjukkan tidak ada hubungan antara penyakit infeksi (tbc, diare, dll)
dengan risiko KEK). Hal ini terjadi karena ibu hamil selalu memeriksakan
kehamilan dan keadaan kesehatannya setiap bulan ke tenaga kesehatan.
Dengan adanya hal tersebut maka mempengaruhi korelasi antara penyakit
diare dengan keadaan risiko KEK pada Ibu hamil di Puskesmas Ciputat.
6.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pantang Makanan
pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Seringkali ditemukan adanya pantang makanan bagi wanita hamil terhadap
beberapa jenis makanan tertentu yang jika dilihat dari nilai gizi, bahan makanan
tersebut mungkin saja dibutuhkan oleh ibu. Secara umum, tidak ada pantang
makanan bagi ibu hamil selama ibu tidak mengalami komplikasi ataupun mengalami
penyakit lain. Ibu hamil boleh mengkonsumsi makanan yang diinginkan dengan
jumlah yang tidak berlebihan. Adanya pantangan seperti itu akan menghambat
pemenuhan kebutuhan gizi ibu yang akhirnya berbahaya bagi kesehatan ibu serta
pertumbuhan dan perkembangan janin, sehingga perlu penjelasan kepada ibu tentang
manfaat makanan serta bahaya pantangan (Sulistyoningsih, 2011).
Hasil penelitian menunjukkan ibu yang mempunyai pantang makanan
selama kehamilan sebesar 30,6%, sedangkan ibu yang tidak ada pantang makanan
selama kehamilan sebesar 69,4%. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa
108
proporsi dari kelompok responden yang mempunyai pantang makanan selama
kehamilan dengan risiko KEK sebesar 57,6% dan pada kelompok responden yang
tidak ada pantang makanan selama kehamilan dengan risiko KEK sebesar 33,3%.
Hasil analisis menunjukkan bahwa ibu yang mempunyai pantang makanan
dengan risiko KEK lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak ada pantang
makanan selama kehamilan. Begitu juga dengan hasil uji chi-square diperoleh nilai
p-value= 0,032 (p-value≤0,05) yang menyatakan ada hubungan antara pantang
makanan dengan risiko KEK.
Jenis pantang makanan yaitu makanan yang merupakan sumber energi
(karbohidrat, protein dan lemak). Dalam hasil penelitian ini sebesar 30,6% ibu hamil
memiliki pantang makanan yang merupakan sumber protein yaitu ikan, udang, cumi
dan telur, dimana fungsi protein sangat penting dalam tubuh. Protein selain akan
digunakan bagi pembangun struktur tubuh (pembentukan berbagai jaringan) juga
akan disimpan untuk digunakan dalam keadaan darurat, sehingga pertumbuhan terus
berlangsung, akan tetapi apabila dalam keadaan terus-menerus menerima makanan
yang tidak seimbang, dengan sendirinya akan terjadi pertumbuhan yang kurang baik,
daya tahan tubuh menurun, rentan terhadap penyakit, dll (Kartasapoetra, dkk, 2003).
Dari 30,6%, sebesar 72,7% pantang makanan disebabakan alasan budaya, sedangkan
sisanya karena alasan kesehatan. Apabila alasan kesehatan, ibu hamil dapat
mengganti dengan bahan makanan lain yang setara nilai gizi yang dikandungnya
dengan makanan yang menjadi pantangan tersebut.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil studi di Kalimantan Tengah
ditemukan fakta adanya 27 jenis ikan yang merupakan makanan pantangan. Selain
109
itu hasil penelitian Yuliani (2002) di Bogor, didapatkan proporsi ibu hamil yang
mempunyai pantang makanan sebesar 15,3%. Sedangkan penelitian Surasih (2005)
di Banjarnegara diperoleh proporsi adanya pantangan terhadap makanan sebesar
39,20% dan dari 39,20% yang berpantangan tersebut didapat 44,73% ibu hamil
berpantangan terhadap ikan. Dalam penelitian Kamarullah (2001), diperoleh 50%
ibu hamil KEK memiliki pantangan, seperti mengkonsumsi ikan, cumi-cumi, dll.
Apabila diamati jenis makanan yang dipantang dikonsumsi sebagian besar adalah
jenis makanan yang bernilai gizi tinggi. Disisi lain kelompok yang berpantang
mengkonsumsi adalah mereka yang tergolong kelompok rawan gizi yaitu ibu hamil.
Kondisi demikian, tentunya akan memperburuk keadaan ibu hamil. Ibu hamil
merupakan kelompk yang paling rawan terhadap makanan sumber protein hewani.
Hal ini seharusnya tidak dilakukan, karena pangan sumber protein ini sangat
diperlukan untuk pertumbuhan dan sebagai zat pembangun.
Kepercayaan masyarakat tentang konsepsi kesehatan dan gizi sangat
berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan. Semakin banyak pantangan dalam
makanan maka semakin kecil peluang untuk mengkonsumsi makan yang beragam.
Beberapa jenis bahan makanan dilarang dimakan oleh anak-anak, ibu hamil, ibu
menyusui ataupun kaum remaja. Jika ditinjau dari konteks gizi, bahan makanan
tersebut justru mengandung nilai gizi yang tinggi, tetapi tabu itu tetap dijalankan
dengan alasan takut menanggung risiko yang akan timbul. Sehingga masyarakat
yang demikian akan mengkonsumsi bahan makanan bergizi dalam jumlah yang
kurang, dengan demikian maka penyakit kekurangan gizi akan mudah timbul di
masyarakat (Suhardjo, 1989).
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat yaitu
sebesar 40,7%.
2. Sebagian besar pola konsumsi pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tidak sesuai
anjuran yaitu pola konsumsi makanan pokok, pola konsumsi lauk hewani, pola
konsumsi sayuran dan pola konsumsi buah. Sedangkan pola konsumsi lauk
nabati lebih dari 50% sesuai anjuran.
3. Gambaran penyakit infeksi pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat yaitu penyakit
tuberculosis sebesar 8,3%, dan penyakit diare sebesar 32,4%.
4. Ibu yang memiliki pantang makanan selama kehamilan sebesar 30,6%.
5. Variabel yang berhubungan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas
Ciputat adalah pola konsumsi makanan pokok, pola konsumsi lauk hewani, pola
konsumsi lauk nabati, dan pantang makanan. Sedangkan variabel yang tidak
berhubungan adalah pola konsumsi sayuran, pola konsumsi buah, penyakit
tuberculosis, dan penyakit diare.
7.2 Saran
1. Puskesmas Ciputat
a. Perlu dilakukannya penyuluhan dan konseling gizi untuk meningkatkan
pengetahuan tentang pentingnya gizi seimbang bagi ibu hamil dan
110
meluruskan kekeliruan pantang makanan serta memberitahukan aternatif
bahan makanan pengganti bagi ibu hamil yang mempunyai pantang makanan
yang disebabkan oleh alergi.
b. Sebaiknya penambahan satu kegiatan pelayanan pada pemeriksaan antenatal,
yaitu pengukuran LILA pada setiap ibu hamil yang berkunjung ke
Puskesmas, terutama pada trimester awal karena cara ini mudah dilakukan,
murah dan tidak memerlukan keahlian khusus, sehingga dapat mendeteksi
secara dini adanya risiko KEK. Pelayanan atau asuhan ANC standar minimal
7 T yang sudah diterapkan ditambahkan lagi 1 T yaitu: Tangan diukur LILA.
c. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) tinggi energi bagi ibu hamil harus
ditingkatkan.
2. Ibu hamil
a. Meningkatkan kemandirian dalam deteksi dini risiko KEK, misalnya melalui
pengukuran LILA di posyandu, puskesmas, dll.
b. Membiasakan makan dengan variasi menu makanan yang beragam dan
mengandung gizi tinggi.
3. Penelitian selanjutnya
a. Untuk penelitian selanjutnya, penelitian terkait risiko Kurang Energi Kronis
(KEK) ibu hamil sebaiknya meneliti faktor-faktor lain yang dimungkinkan
berhubungan dengan risiko Kurang Energi Kronis (KEK) ibu hamil diluar
variabel yang diteliti pada penelitian ini.
111
DAFTAR PUSTAKA
Achadi, Endang. L. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, dalam Departemen Gizi dan
Kesehatan Masyarakat, FKM UI. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Albugis, D. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kurang Energi Kronis
pada Ibu Hamil di Wilayah Puskesmas Jembatan Serong Kecamatan Pancoran
Mas Depok Tahun 2008 (Analisis Data Sekunder). Skripsi. FKM UI. Depok.
Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Anonimous. 2010. Tuberkulosis. Diakses pada tanggal 1 Mei 2011 dari situs
http://digulib.unimus.ac.id
Apriadji. WH. 1986. Gizi Keluarga. Jakarta: PT Penebar Swadaya.
Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. FKM UI.
Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.
Aritonang, Evawany. 2010. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil. Bogor: IPB Press.
Arora, et.al. 2003. Tuberculosis and Pregnancy.
Azma, N. 2003. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ibu Hamil Risiko
KEK di Kota Sukabumi. Skripsi. FKM UI. Depok.
Baliwati, Yayuk Farida, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Berg, Alan. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: CV Rajawali.
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. 2000. Menuju Hidup Sehat bagi
Ibu Hamil dan Ibu Menyusui. Jakarta:Direktorat Gizi Masyarakat.
112
Depkes RI. 1994. Pedoman Penggunaan Alat Ukur LILA pada WUS. Jakarta: Direktorat
Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI.
. 1994. Pedoman Penanggulangan Ibu Hamil Kekurangan Enargi Kronis.
Jakarta: Direktorat Pembinaan Kesehatan Masyarakat.
. 1999. Ibu Sehat Bayi Sehat. Jakarta: Depkes RI.
.2003. Program Gizi Makro. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat.
Desmawita. 2002. Pola Konsumsi, Status Gizi dan Status Anemia pada Remaja Puteri
dan Puteri. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Gibney, et all. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.
Hapni, Yenty. 2004. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Risiko Kekurangan
Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Pulau Kelapa Kepulauan Seribu, DKI
Jakarta Tahun 2004. Skripsi. FKM UI. Depok.
Hartriyanti, dkk. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, dalam Departemen Gizi dan
Kesehatan Masyarakat, FKM UI. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Irawati, Anies. 2006. Antropometri Maternal dan Outcome Kehamilan. FKM UI.
Kamarullah. 2001. Identifikasi Faktor-Faktor Sosial, Ekonomi dan Kesehatan pada Ibu
Hamil Kurang Energi Kronis (KEK) di Daerah Pantai. Fakultas Pertanian IPB.
Bogor.
Kartasapoetra, G. 2003. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja).
Jakarta: Rineka Cipta.
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Pedoman Gizi Ibu Hamil dan Pengembangan
Makanan Tambahan Ibu Hamil Berbasis Pangan Lokal. Jakarta: Direktorat
Bina Gizi Masyarakat.
113
Khasanah, Nur. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kurang Energi Kronis
(KEK) pada Wanita Hamil di Indonesia Tahun 2007 (Analisis Data Riskesdas
2007). Skripsi. PSKM UIN Syahid.
Khumaidi, M. 1989. Gizi Masyarakat. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut
Pertanian Bogor.
Klein, S, et.al. 2009. Bila Perempuan Melahirkan:Panduan Menangani Persalinan.
Yogyakarta: INSIST Press.
Kristiyanasari, W. 2010. Gizi Ibu Hamil. Yogyakarta: Nuha Medika.
Kurniasih, dkk. 2010. Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta: PT Gramedia.
Marlenywati. 2010. Risiko KEK pada Ibu Hamil Remaja di Kota Pontianak Tahun 2010.
Tesis. FKM UI. Depok.
Moehji, Sjahmien. 2003. Ilmu Gizi 2 Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta:Papas Sinar
Sinanti.
Mulyaningrum, Sri. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Risiko Kurang Energi
Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Provinsi DKI Jakarta (Analisis Data
Riskesdas 2007). Skripsi. FKM UI.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.
Jakarta:Rineka Cipta.
Paath, E.F, et.al. 2004. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.
Pudjiadi, S. 2000. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI.
Rosikin. 2004. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian BBLR di Puskesmas
Cangkol Kota Cirebon tahun 2004. Tesis. FKM UI. Depok.
Santoso, dkk. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta.
114
Saraswati, dkk. 1998. Resiko Ibu Hamil KEK dan Anemia untuk Melahirkan Bayi
dengan BBLR. Penelitian Gizi dan Makanan. Jilid 21. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi. Dekes RI. Bogor.
Sarjana dan Hoirun Nisa. 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: UIN Press.
Sastroamidjojo, Soemilah. -----. Hubungan keadaan Gizi dengan lnfeksi Parasit.
Diakses pada tanggal 1 Mei 2011 dari situs http://www.kalbe.co.id
Schaible, et.al. 2007. Malnutrition and Infection: Complex Mechanisms and Global
Impacts.
Sediaoetama, A.D. 1990. Ilmu Gizi Menurut Pandangan Islam. Jakarta: Dian Rakyat.
Siagian, Albiner. 2010. Epidemiologi Gizi. Jakarta: Erlangga.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.
Stone Sophia. 2009. Respiratory Disease in Pregnancy.
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Departemen Pendidikan dan kebudayaan Institut
Pertanian Bogor.
Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta:Bumi Aksara.
Sulistyoningsih, Hariyani. 2011. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Surasih, H. 2005. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keadaan Kurang Energi
Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Kabupaten Banjarnegara Tahun 2005.
Skripsi. Kesmas UNS.
115
Syahnimar, Lenny. 2004. Analisis Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan Faktorfaktor yang Berhubungan pada Wanita Usia Subur (WUS) di Kabupaten
Lampung Barat Tahun 2004. Skripsi. FKM UI. Depok.
UNICEF. 2010. Penuntun Hidup Sehat.
Wamie, et.al. Malnutrition and Pregnancy Wastage In Zambia.University of Lusaka.
Zambia.
WHO. 2005. Profil Kesehatan dan Pembangunan Perempuan di Indonesia.
Widoyono.
2008.
Penyakit
Tropis
Epidemilogi,
Penularan,
Pencegahan&Pemberantasannya. Jakarta:Erlangga.
Yuliani, Essy. 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Risiko KEK pada Ibu
Hamil di Kabupaten Bogor Tahun 2002. Skripsi. FKM UI. Depok.
116
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Assalamua’alaikum Wr. Wb.
Saya “Farida Hidayati” mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sedang melakukan penelitian tentang
“Hubungan antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi dan Pantang Makanan terhadap Risiko
Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan
Tahun 2011”. Untuk itu saya memohon kesediaan Ibu untuk menjawab pertanyaan dengan jujur
guna menjaga validitas penelitian. Identitas dan jawaban Ibu akan dijaga dan dirahasiakan.
Atas perhatian dan kerjasama Ibu, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bersedia
Tidak Bersedia
Ciputat, Juli 2011
Responden,
(
)
KUESIONER PENELITIAN
Hubungan antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi dan Pantang
Makanan terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu
Hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
Data Responden
1. No. Responden
2. Nama ibu
3. Alamat /No.kontak
4. Umur Kehamilan :
bln
a. Trimester I
b. Trimester II
c. Trimester III
5. LILA
Cm
6. BB sebelum hamil
Kg
7. TB sebelum hamil
Cm
8. TB sekarang
Cm
9. BB ibu sekarang (untuk trimester III)
Kg
10. IMT
11. Kadar hb
12. Risiko KEK
0. Ya
1. Tidak
A. Pantangan Makanan
KODE
PERTANYAAN
(Diisi oleh Peneliti)
A1. Apakah ibu memiliki pantangan makanan dibawah ini selama
kehamilan ?
1. Sumber Protein
a. Ikan
b. Telur
c. Udang
d.
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
e.
2. Sumber Karbohidrat
a. Singkong
b. Mie
c. Kentang
d.
3. Sumber Lemak
a. Daging sapi
b. Daging ayam
c.
d.
4. Lainnya (sayuran dan buah-buahan)
a.
b.
c.
A2. Jika ya, sebutkan alasannya…………………………………………………………………...
………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………..
Penyakit Infeksi
KODE
PERTANYAAN
(Diisi oleh Peneliti)
B. Penyakit Diare
B1. Apakah ibu pernah menderita diare ?
[ ] B1
0. Ya  B3
1. Tidak
B2. Apakah ibu pernah menderita buang air besar lebih dari 3 kali dalam
[ ] B2
sehari dengan kotoran/tinja lembek atau cair ?
0. Ya
1. Tidak  C1
B3. Berapa kali frekuensi dalam sehari ?..................kali
Berapa lama?.......................hari
B4. Siapa yang mendiagnosis ibu menderita diare?
[ ] B31
[ ]B32
[ ] B4
0. Dokter
1. Perawat
2. Bidan
B5. Jika ya, apakah pada saat diare, diatasi dengan pemberian
oralit/pemberian larutan gula garam/cairan rumah tangga?
0. Ya
1. Tidak
[ ] B5
C. Penyakit Tuberculosis
C1. Apakah ibu pernah menderita TB paru?
[ ] C1
0. Ya  C8
1. Tidak
C2. Apakah ibu pernah menderita batuk ≥ 2 minggu disertai dahak dan
[
] C2
[
] C3
[
] C4
[
] C5
[
] C6
[
] C7
nafsu makan menurun?
0. Ya
1. Tidak
C3. Apakah ibu pernah menderita batuk ≥ 2 minggu disertai dahak dan
berat badan menurun/sulit bertambah?
0. Ya
1. Tidak
C4. Apakah ibu pernah menderita batuk ≥ 2 minggu disertai dahak dan
demam,?
0. Ya
1. Tidak
C5. Apakah ibu pernah menderita batuk ≥ 2 minggu disertai dahak dan
sesak nafas?
0. Ya
1. Tidak
C6. Apakah ibu pernah menderita batuk ≥ 2 minggu disertai dahak dan
nyeri dada?
0. Ya
1. Tidak
C7. Apakah ibu pernah menderita batuk ≥ 2 minggu disertai dahak dan
keringat pada malam hari?
0. Ya
1. Tidak
C8. Siapa yang mendiagnosis/ menetapkan ibu menderita TB
[ ] C8
paru?
0. Dokter
1. Perawat
2. Bidan
C9. Jika ya, berapa lama pengobatannya ? ……………………..
Sebutkan jenis obat yang diberikan?............................................
Pola Konsumsi
1. Nasi ………………..x/hari
2. Lauk hewani……….x/hari
3. Lauk nabati………. .x/hari
4. Sayuran…………… x/hari
5. Buah……………….x/hari
6. Susu………………..x/hari
[ ] C9
FFQ SEMI KUANTITATIF
1. Nasi
2. Roti
3. Mie
4. Singkong
5. Kentang
6.
7.
Lauk Hewani
1. Ikan
2. Daging ayam
3. Daging sapi
4. Telur
5. Udang
6.
7.
Lauk Nabati
1. Tempe
2. Tahu
3. Kacang hijau
4.
5.
50
50
50
60
50
2 ptg sdg
2 ptg sdg
2 sdm
50
110
20
1-3x/bulan
1 ptg sdg
1 ptg sdg
1 ptg sdg
1 butir
¼ gelas
1x/bulan
100
70
50
120
200
2-4x/minggu
¾ gelas
3 iris
1 gelas
1 ½ ptg
2 bj bsr
Makanan Pokok
1-3x/minggu
(gram)
1x/minggu
URT
4-6x/hari
Makanan
2-3x/hari
Nama Bahan
1x/hari
Frekuensi Konsumsi
Tidak Pernah
Jumlah
Sayuran
1. Bayam
2. Daun singkong
3. Kacang panjang
4. Sawi
5. Wortel
6.
7.
Buah-buahan
1. Pepaya
2. Jeruk
3. Apel
4. Pisang
5.
6.
Susu dan olahannya
1. Susu
2.
3.
Lainnya
1. Air putih
2. Gula
3. Minyak
100
100
75
50
1 gls
200
1 sdm
10
1-3x/bulan
1 ptg sdg
1 buah sdg
½ buah sdg
1 buah sdg
1x/bulan
100
2-4x/minggu
1 mngkk
1-3x/minggu
(gr)
1x/minggu
URT
4-6x/hari
Makanan
2-3x/hari
Nama Bahan
1x/hari
Frekuensi Konsumsi
Tidak Pernah
Jumlah
Analisis Univariat
risiko_kek
Valid
Percent
Frequency Percent
Valid
Cumulative
Percent
ya
44
40.7
40.7
40.7
tidak
64
59.3
59.3
100.0
Total
108
100.0
100.0
makanan_pokok
Frequency Percent
Valid
Valid
Percent
Cumulative
Percent
tidak sesuai
62
57.4
57.4
57.4
sesuai
46
42.6
42.6
100.0
108
100.0
100.0
Total
lauk_hewani
Frequency Percent
Valid
Valid
Percent
Cumulative
Percent
tidak sesuai
58
53.7
53.7
53.7
sesuai
50
46.3
46.3
100.0
108
100.0
100.0
Total
lauk_nabati
Frequency
Valid
tidak
sesuai
sesuai
Total
Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
35
32.4
32.4
32.4
73
108
67.6
100.0
67.6
100.0
100.0
konsumsi_sayur
Frequency Percent
Valid
Valid
Percent
Cumulative
Percent
tidak sesuai
65
60.2
60.2
60.2
sesuai
43
39.8
39.8
100.0
108
100.0
100.0
Total
konsumsi_buah
Frequency Percent
Valid
Valid
Percent
Cumulative
Percent
tidak sesuai
74
68.5
68.5
68.5
sesuai
34
31.5
31.5
100.0
108
100.0
100.0
Total
diare
Frequency Percent
Valid
Valid
Percent
Cumulative
Percent
ya
35
32.4
32.4
32.4
tidak
73
67.6
67.6
100.0
Total
108
100.0
100.0
tuberculosis
Frequency Percent
Valid
ya
Valid
Percent
Cumulative
Percent
9
8.3
8.3
8.3
tidak
99
91.7
91.7
100.0
Total
108
100.0
100.0
pantang_makanan
Frequency Percent
Valid
Valid
Percent
Cumulative
Percent
ada
33
30.6
30.6
30.6
tidak
75
69.4
69.4
100.0
Total
108
100.0
100.0
Analisis Bivariat
Crosstabs
[DataSet1] C:\Documents and Settings\ACER\My Documents\SPSS SKRIPSI\SKRIPSI.sav
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
makanan_pokok * risiko_kek
Missing
Percent
108
N
100.0%
Total
Percent
0
N
.0%
Percent
108
100.0%
makanan_pokok * risiko_kek Crosstabulation
risiko_kek
ya
makanan_pokok
tidak sesuai
Count
% within makanan_pokok
sesuai
Count
% within makanan_pokok
Total
Count
% within makanan_pokok
tidak
Total
34
28
62
54.8%
45.2%
100.0%
10
36
46
21.7%
78.3%
100.0%
44
64
108
40.7%
59.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
11.984a
1
.001
10.652
1
.001
12.456
1
.000
Fisher's Exact Test
.001
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
11.873
b
1
.001
108
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.74.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for
makanan_pokok (tidak sesuai
4.371
1.848
10.339
2.523
1.394
4.564
For cohort risiko_kek = tidak
.577
.422
.790
N of Valid Cases
108
/ sesuai)
For cohort risiko_kek = ya
.000
Crosstabs
[DataSet1] C:\Documents and Settings\ACER\My Documents\SPSS SKRIPSI\SKRIPSI.sav
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
lauk_hewani * risiko_kek
Missing
Percent
108
N
100.0%
Total
Percent
0
N
.0%
Percent
108
100.0%
lauk_hewani * risiko_kek Crosstabulation
risiko_kek
ya
lauk_hewani
tidak sesuai
Count
% within lauk_hewani
sesuai
Total
22
58
62.1%
37.9%
100.0%
8
42
50
16.0%
84.0%
100.0%
44
64
108
40.7%
59.3%
100.0%
Count
% within lauk_hewani
Total
36
Count
% within lauk_hewani
tidak
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
23.605a
1
.000
21.735
1
.000
25.035
1
.000
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
b
.000
23.387
108
1
.000
.000
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.37.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for lauk_hewani
Lower
Upper
8.591
3.411
21.634
3.879
1.993
7.552
For cohort risiko_kek = tidak
.452
.318
.641
N of Valid Cases
108
(tidak sesuai / sesuai)
For cohort risiko_kek = ya
Crosstabs
[DataSet1] C:\Documents and Settings\ACER\My Documents\SPSS SKRIPSI\SKRIPSI.sav
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
lauk_nabati * risiko_kek
Missing
Percent
108
100.0%
N
Total
Percent
0
.0%
N
Percent
108
100.0%
lauk_nabati * risiko_kek Crosstabulation
risiko_kek
ya
lauk_nabati
tidak sesuai
Count
% within lauk_nabati
sesuai
Total
13
35
62.9%
37.1%
100.0%
22
51
73
30.1%
69.9%
100.0%
44
64
108
40.7%
59.3%
100.0%
Count
% within lauk_nabati
Total
22
Count
% within lauk_nabati
tidak
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
10.491a
1
.001
9.179
1
.002
10.460
1
.001
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
b
.002
10.394
1
.001
108
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.26.
b. Computed only for a 2x2 table
.001
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for lauk_nabati
Lower
Upper
3.923
1.679
9.165
2.086
1.354
3.214
For cohort risiko_kek = tidak
.532
.337
.839
N of Valid Cases
108
(tidak sesuai / sesuai)
For cohort risiko_kek = ya
Crosstabs
[DataSet1] C:\Documents and Settings\ACER\My Documents\SPSS SKRIPSI\SKRIPSI.sav
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
konsumsi_sayur * risiko_kek
Missing
Percent
108
N
100.0%
Total
Percent
0
N
.0%
Percent
108
100.0%
konsumsi_sayur * risiko_kek Crosstabulation
risiko_kek
ya
konsumsi_sayur
tidak sesuai
Count
% within konsumsi_sayur
sesuai
Count
% within konsumsi_sayur
Total
Count
% within konsumsi_sayur
tidak
Total
29
36
65
44.6%
55.4%
100.0%
15
28
43
34.9%
65.1%
100.0%
44
64
108
40.7%
59.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.314
.652
1
.419
1.023
1
.312
1.015
Continuity Correctionb
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.327
Linear-by-Linear Association
1.006
N of Valid Casesb
1
.316
108
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.52.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for
konsumsi_sayur (tidak sesuai
1.504
.679
3.331
1.279
.784
2.088
For cohort risiko_kek = tidak
.851
.624
1.158
N of Valid Cases
108
/ sesuai)
For cohort risiko_kek = ya
.210
Crosstabs
[DataSet1] C:\Documents and Settings\ACER\My Documents\SPSS SKRIPSI\SKRIPSI.sav
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
konsumsi_buah * risiko_kek
Missing
Percent
108
N
100.0%
Total
Percent
0
N
.0%
Percent
108
100.0%
konsumsi_buah * risiko_kek Crosstabulation
risiko_kek
ya
konsumsi_buah
tidak sesuai
Count
% within konsumsi_buah
sesuai
Total
44
74
40.5%
59.5%
100.0%
14
20
34
41.2%
58.8%
100.0%
44
64
108
40.7%
59.3%
100.0%
Count
% within konsumsi_buah
Total
30
Count
% within konsumsi_buah
tidak
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
.004a
1
.950
.000
1
1.000
.004
1
.950
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
b
1.000
.004
1
.950
108
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.85.
b. Computed only for a 2x2 table
.557
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for
konsumsi_buah (tidak sesuai /
.974
.427
2.224
.985
.605
1.603
1.011
.721
1.418
sesuai)
For cohort risiko_kek = ya
For cohort risiko_kek = tidak
N of Valid Cases
108
Crosstabs
[DataSet1] C:\Documents and Settings\ACER\My Documents\SPSS SKRIPSI\SKRIPSI.sav
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
diare * risiko_kek
Missing
Percent
108
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
diare * risiko_kek Crosstabulation
risiko_kek
ya
Diare
ya
Count
% within diare
tidak
Count
% within diare
Total
Count
% within diare
tidak
Total
19
16
35
54.3%
45.7%
100.0%
25
48
73
34.2%
65.8%
100.0%
44
64
108
40.7%
59.3%
100.0%
Percent
108
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df
3.935a
1
.047
3.149
1
.076
3.904
1
.048
Fisher's Exact Test
.060
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
3.899
b
1
.038
.048
108
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.26.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for diare (ya /
Lower
Upper
2.280
1.002
5.188
1.585
1.021
2.461
For cohort risiko_kek = tidak
.695
.467
1.034
N of Valid Cases
108
tidak)
For cohort risiko_kek = ya
Crosstabs
[DataSet1] C:\Documents and Settings\ACER\My Documents\SPSS SKRIPSI\SKRIPSI.sav
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Missing
Percent
N
Percent
Total
N
Percent
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
tuberculosis * risiko_kek
Missing
Percent
108
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent
108
100.0%
tuberculosis * risiko_kek Crosstabulation
risiko_kek
ya
tuberculosis
ya
Count
% within tuberculosis
tidak
Count
% within tuberculosis
Total
Count
% within tuberculosis
tidak
Total
3
6
9
33.3%
66.7%
100.0%
41
58
99
41.4%
58.6%
100.0%
44
64
108
40.7%
59.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.637
.014
1
.906
.228
1
.633
.223
b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
b
.735
.221
1
.638
108
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.67.
b. Computed only for a 2x2 table
.461
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for tuberculosis
Upper
.707
.167
2.993
.805
.310
2.088
1.138
.697
1.859
(ya / tidak)
For cohort risiko_kek = ya
For cohort risiko_kek = tidak
Lower
N of Valid Cases
108
Crosstabs
[DataSet1] C:\Documents and Settings\ACER\My Documents\SPSS SKRIPSI\SKRIPSI.sav
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
pantang_makanan *
Percent
108
risiko_kek
Missing
100.0%
N
Total
Percent
0
N
.0%
Percent
108
100.0%
pantang_makanan * risiko_kek Crosstabulation
risiko_kek
ya
pantang_makanan
ada
Count
% within pantang_makanan
tidak
Count
% within pantang_makanan
Total
Count
% within pantang_makanan
tidak
Total
19
14
33
57.6%
42.4%
100.0%
25
50
75
33.3%
66.7%
100.0%
44
64
108
40.7%
59.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
5.579a
1
.018
4.620
1
.032
5.530
1
.019
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
b
.021
5.527
1
.019
108
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.44.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for
pantang_makanan (ada /
2.714
1.171
6.293
1.727
1.119
2.665
For cohort risiko_kek = tidak
.636
.415
.977
N of Valid Cases
108
tidak)
For cohort risiko_kek = ya
.016
trimester
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
trimester 1
12
11.1
11.1
11.1
trimester 2
32
29.6
29.6
40.7
trimester 3
64
59.3
59.3
100.0
108
100.0
100.0
Total
trimester * risiko_kek Crosstabulation
risiko_kek
ya
trimester
trimester 1
Count
% within trimester
trimester 2
Count
% within trimester
trimester 3
Count
% within trimester
Total
Count
% within trimester
tidak
Total
7
5
12
58.3%
41.7%
100.0%
12
20
32
37.5%
62.5%
100.0%
25
39
64
39.1%
60.9%
100.0%
44
64
108
40.7%
59.3%
100.0%
Download