1 PERUBAHAN MORFOLOGI DAN SITOLOGI LIMA VARIETAS

advertisement
PERUBAHAN MORFOLOGI DAN SITOLOGI LIMA VARIETAS KEDELAI (GLYCINE
MAX (L.) MERRILL) DENGAN PERLAKUAN PEMBERIAN PUPUK POSPHAT
Oleh:
Damar Cipto Darsono
H.0105050
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
1
2
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumberdaya alam
berupa lahan yang relatif cukup luas dan subur. Kondisi iklim, suhu dan
kelembaban yang cocok untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman pangan
pokok menyebabkan hampir seluruh tanaman pangan dapat tumbuh dengan
relatif baik. Salah satu jenis tanaman pangan yang sangat penting bagi
penduduk Indonesia adalah tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill).
Kedelai telah dikenal sejak lama sebagai salah satu tanaman sumber
protein nabati. Biji kedelai dapat diolah menjadi bahan makanan dan
minuman, misalnya tempe, kecap, tauco, tauge, susu dan minuman sari
kedelai. Sebagai bahan makanan, kedelai sangat berkhasiat bagi pertumbuhan
dan menjaga kondisi sel-sel tubuh. Kedelai banyak mengandung unsur dan
zat-zat makanan penting seperti protein, lemak, karbohidrat dan sebagainya.
Nilai gizi yang terkandung dalam 100 g biji kedelai yaitu 330 kalori, 35%
protein, 18% lemak, 35% karbohidrat dan 8% air (Budiastuti et al., 1997).
Pada saat ini permintaan kedelai cenderung mengalami peningkatan
sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, pendapatan per kapita serta
kesadaran masyarakat terhadap menu gizi. Namun, laju permintaan tersebut
masih belum dapat diimbangi oleh laju peningkatan produksi sehingga
Indonesia harus mengimpor kedelai dari negara lain. Kebutuhan kedelai pada
tahun 2004 sebesar 2,02 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri baru
mencapai 0,71 juta ton sehingga untuk mencukupi kebutuhan pemerintah
mengimpor sebesar 1,31 juta ton atau hanya sekitar 35% dari total kebutuhan
dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri sendiri (Swastika et al., 2008).
Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan produksi kedelai guna memenuhi
kebutuhan kedelai sekaligus menekan jumlah impor.
Untuk meningkatkan produktivitas tanaman kedelai maka perlu
diperhatikan beberapa aspek budidaya, terutama pemupukan yang tepat dan
penggunaan varietas unggul. Pupuk memiliki peran yang penting terhadap
3
kehidupan tanaman, terutama menyangkut fisiologis tanaman. Proses
fisiologis yang berlangsung secara optimal dapat mendorong tanaman untuk
memberikan respon pertumbuhan, kenampakan dan daya hasil yang tinggi
pula. Salah satu unsur hara makro yang penting bagi tanaman kedelai adalah
fosfor (P). Fosfor berperan penting dalam proses pertumbuhan dan produksi
karena mampu menyediakan energi yang dibutuhkan pada kegiatan
metabolisme tanaman.
Setiap varietas kedelai memiliki perbedaan kenampakan yang menjadi
ciri masing-masing. Oleh karena itu, sebagai langkah awal untuk
meningkatkan produktivitas kedelai maka perlu dilakukan suatu identifikasi
karakter tanaman, terutama karakter varietas yang akan dibudidayakan.
Identifikasi karakter tersebut dapat dilakukan secara genetis maupun
morfologis.
Identifikasi
secara
genetis
berguna
untuk
mendukung
pengembangan tanaman kedelai khususnya berkaitan dengan kegiatan
pemuliaan tanaman baik penerapan secara langsung maupun tidak langsung.
Penggunaan informasi genetis dalam pemuliaan tanaman secara tidak
langsung yaitu berupa peningkatan pengetahuan susunan genetis suatu jenis
tanaman dan secara langsung dapat digunakan untuk perbaikan sifat tanaman.
Upaya identifikasi secara morfologis terhadap varietas kedelai
dimaksudkan untuk mengenal sifat-ciri dari tanaman kedelai yang dilihat dari
kenampakan luarnya. Deskripsi berdasarkan karakter morfologis umumnya
dapat digunakan untuk mengetahui hubungan kekerabatan antar varietas
kedelai yang dapat dilihat secara langsung sebab sifat morfologi ini muncul
melalui interaksi antara sifat genetis dan lingkungan tempat tumbuh tanaman
yang bersangkutan. Kombinasi identifikasi secara genetis dan morfologis ini
diharapkan dapat berguna untuk memperoleh informasi secara lengkap
tentang sifat dan ciri tanaman kedelai, baik secara morfologis maupun genetis
yang bermanfaat dalam usaha produksi kedelai untuk memperoleh hasil yang
optimal.
4
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana sifat-sifat morfologi tanaman dan sitologi (jumlah kromosom)
lima varietas kedelai (Glycine max (L) Merrill)?
2. Apakah terdapat perubahan sifat-ciri morfologi tanaman dan sitologi
(jumlah kromosom) lima varietas kedelai dengan pemberian pupuk
posphat?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain
1. Mempelajari
sifat-sifat
morfologi
tanaman
dan
sitologi
(jumlah
kromosom) pada lima varietas kedelai.
2. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk posphat terhadap perubahan sifatsifat morfologi tanaman dan sitologi (jumlah kromosom) pada lima
varietas kedelai.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill)
Kedudukan tanaman kedelai dalam sistematik tumbuhan (taksonomi)
dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Rukmana dan Yuniarsih, 1996) :
Kingdom : Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis
: Dicotyledonae
Ordo
: Polypetales
Familia
: Leguminosae (Papilionaceae)
Genus
: Glycine
Spesies
: Glycine max (L.) Merrill
Genus Glycine terdiri dari 3 sub genera, yaitu Glycine Willd, Bracteata
Verde, dan Soja (Moench) F. J. Herm. Sub genera Soja merupakan yang
terpenting karena dalam sub genus ini termasuk Glycine max dan Glycine
soja. Baik Glycine max maupun Glycine soja mempunyai jumlah kromosom
yang sama, yaitu 2n = 2x = 40 (Poehlman dan Sleper, 1996).
Kedelai memerlukan persyaratan tumbuh yang sesuai, terutama faktor
iklim dan tanah. Kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis
dan subtropis. Di daerah yang beriklim tropis kedelai umumnya ditanam pada
musim kemarau dengan curah hujan 100-400 mm per bulan. Kedelai dapat
tumbuh baik pada berbagai jenis tanah selama drainase dan aerasi tanahnya
cukup baik dan memiliki toleransi pH tanah 5,8-7 (AAK, 2002).
Suhu merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Suhu yang lebih rendah dari 23,9o C akan
memperlambat pembungaan
kedelai. Pembentukan bunga, polong dan
pengisian biji akan optimal pada suhu 26o C – 32o C. Suhu yang terlampau
tinggi (>32o C) berpengaruh buruk terhadap perkembangan polong dan biji
(Irwan, 2005).
6
Kedelai merupakan tanaman semusim berupa semak rendah, tumbuh
tegak, berdaun lebat dengan beragam morfologi. Perakaran kedelai merupakan
akar tunggang dengan banyak akar cabang. Tinggi tanaman berkisar antara 10
sampai 200 cm. Batang, polong, dan daun ditumbuhi bulu berwarna abu-abu
atau coklat, namun ada pula tanaman yang tidak berbulu. Bentuk batang ada
yang bersegi dan ada pula yang silindris. Batang tanaman kedelai beruas-ruas
dan bercabang Bunga kedelai berbentuk kupu-kupu dan tersusun berkelompok
dalam setiap ketiak daun (Hidajat, 1985).
Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga helai anak
daun (trifoliatus) dan umumnya berwarna hijau muda atau hijau kekuningan
(AAK, 2002). Bentuk ujung daun (apex) dari tanaman kedelai ada yang
runcing (acute) dan tumpul (obtuse), sedangkan bentuk pangkal daun, ada
yang tumpul (obtuse) dan membulat (rounded) (Samingan, 1982).
Tipe tanaman kedelai ada 3 macam, yaitu tipe determinate, semideterminate, dan indeterminate. Pada kedelai tipe determinate pertumbuhan
vegetatif berhenti setelah berbunga. Pembungaan serempak, jumlah buku
setelah berbunga tidak bertambah, masa berbunga tidak lama, mulai berbunga
lebih lama dan bunga pertama terbentuk pada buku batang bagian atas. Bentuk
batang tanaman agak silindris dan ujung batang berakhir dengan kelompok
bunga. Ujung batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah. Daun
teratas sama besar dengan daun pada bagian tengah tanaman. Tinggi tanaman
pendek sampai sedang (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).
Kedelai tipe indeterminate pertumbuhan vegetatif berlanjut setelah
berbunga. Pembungaan terbentuk dari bagian pangkal ke bagian batang atas,
jumlah buku setelah berbunga bertambah, masa berbunganya lama, mulai
berbunga lebih cepat dan dan bunga pertama terbentuk pada buku batang
bagian bawah. Bentuk batang tanaman seperti kerucut, ujung batang lebih
kecil daripada batang bagian tengah, ujung batang tidak berakhir dengan
kelompok bunga, ujung batang agak melilit dan memiliki ruas yang panjang.
Daun teratas lebih kecil daripada daun pada bagian tengah tanaman. Tinggi
tanaman antara sedang sampai tinggi (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).
7
Tanaman kedelai tipe semi-determinate tidak banyak dibudidayakan oleh
petani dan mempunyai ciri antara tipe determinate dan indeterminate
(Suprapto, 2002).
Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah
munculnya bunga pertama. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran
biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran
dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji.
Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi
kuning kecoklatan pada saat masak. Di dalam polong terdapat biji yang
berjumlah 2-3 biji. Setiap biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi, mulai
dari kecil (sekitar 7-9 g/100 biji), sedang (10-13 g/100 biji), dan besar (>13
g/100 biji). Bentuk biji bervariasi, tergantung pada varietas tanaman, yaitu
bulat, agak gepeng, dan bulat telur, meskipun demikian, sebagian besar biji
berbentuk bulat telur (Irwan, 2009).
B. Pupuk Posphat
Pupuk berperan penting dalam proses fisiologis tanaman. Pemupukan
yang tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman dapat mengoptimalkan proses
tersebut. Proses fisiologis yang berlangsung secara optimal dapat mendorong
tanaman untuk memberikan respon pertumbuhan dan daya hasil yang optimal
pula. Salah satu unsur hara makro yang penting bagi tanaman kedelai adalah
posphat/fosfor (P). Posphat di daerah tropis merupakan unsur hara pembatas
pertumbuhan dan produksi tanaman yang menempati urutan ketiga setelah air
dan nitrogen. Posphat berperan penting dalam proses pertumbuhan dan
produksi tanaman karena mampu menyediakan energi kimiawi yang
dibutuhkan pada kegiatan metabolisme, yaitu sebagai penyusun ATP dalam
tanaman. Selanjutnya ATP ini merupakan sumber utama dalam penyusunan
protein maupun pembentukan biji pada tanaman (Ismail et al., 2001).
Menurut Buckman dan Brady (1984), unsur fosfor (P) mempunyai
peranan penting antara lain sebagai
1. Salah satu penyusun senyawa penting dalam tubuh tanaman.
8
2. Perkembangan akar lateral dan akar serabut.
3. Pembungaan dan pembuahan.
4. Pembelahan sel.
5. Kekebalan penyakit tertentu.
Pemberian unsur fosfor menunjukkan pengaruh pada peningkatan
pertumbuhan tanaman, jumlah cabang dan jumlah polong pertanaman kedelai.
Kekurangan unsur ini dapat dilihat dari gejala pada tanamannya seperti daun
tua berubah warna menjadi tampak mengkilap merah keunguan kemudian
menjadi kuning keabuan dan rontok. Selain itu, batang menjadi kerdil dan
tidak menghasilkan bunga dan buah. Jika sudah terlanjur berbuah ukurannya
kecil, jelek dan lekas matang (Pasaribu dan Suprapto, 1985).
C. Morfologi Tanaman
Morfologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bantuk dan
susunan tubuh tumbuhan serta menentukan apakah fungsi masing-masing
bagian dari tumbuhan itu dalam kehidupannya (Tjitrosoepomo, 2007).
Identifikasi secara morfologi dapat juga digunakan untuk mengetahui
terjadinya variasi-variasi tanaman atau keragaman antar tanaman. Keragaman
suatu tanaman dapat disebabkan oleh faktor genetik, faktor lingkungan
maupun kombinasi keduanya (Crisp dan Astley, 1984).
Identifikasi dan klasifikasi morfologi tumbuhan adalah berdasarkan
kenampakan luarnya. Oleh karena itu, pengetahuan terminologi dan morfologi
tumbuhan merupakan faktor yang sangat penting. Penelaahan struktur
tumbuhan mencakup komponen-komponen penyusun tumbuhan yang biasa
disebut organ. Organ vegetatif tumbuhan adalah akar, batang dan daun,
sedangkan organ generatifnya adalah biji (Jumin, 1994).
D. Sitologi Tanaman
Sitologi yang merupakan cabang biologi yang memepelajari segala
sesuatu mengenai sel, banyak digunakan dalam identifikasi keragaman hayati,
terutama dalam penentuan tingkat ploidi. Hubungan kekerabatan juga dapat
9
ditentukan melalui analisis sitologi dengan perhitungan dan pengamatan
kromosom (Anonim, 2008).
Kromosom terdiri dari dua bagian yaitu sentromer dan lengan.
Sentromer merupakan bagian yang membagi kromosom menjadi dua lengan.
Kromosom menggantung pada serat gelendong lewat sentromer saat sel
membelah. Lengan adalah badan kromosom sendiri yang mengandung
kromonema dan gen. Gen terdapat di dalam lokus yang terletak linier pada
kromosom dan lokus lawannya terletak pada kromosom homolog. Kromosom
tersusun dari nukleoprotein yaitu persenyawaan antara asam nukleat dan
protein. Asam nukleat membawa bahan genetik yang terdiri DNA dan RNA
(Crowder, 1990).
Perbedaan kromosom secara umum menggambarkan perbedaan
kandungan genetik dan protein suatu individu. Variasi utama yang dapat
diamati yaitu ukuran atau panjang absolut, morfologi, ukuran relatif dan
jumlah kromosom. Individu-individu dalam satu spesies mempunyai jumlah
kromosom sama tetapi spesies yang berbeda dalam satu genus mempunyai
jumlah kromosom berbeda. Bentuk, ukuran dan jumlah kromosom setiap
spesies selalu tetap, sehingga dapat digunakan untuk tujuan taksonomi,
mengetahui keanekaragaman, hubungan kekerabatan dan evolusi meskipun
dalam keadaan tertentu pula terjadi variasi (Suliartini et al., 2004).
Identifikasi kromosom sebaiknya dilakukan pada prometafase karena
pada prometafase ukuran kromosom jauh lebih panjang dan struktur
kromosom tampak lebih jelas dibanding pada metafase. Selain itu, letak
kromosom juga lebih tersebar (Parjanto et al., 2003).
E. Hipotesis
Pendugaan sementara dari penelitian ini adalah bahwa lingkungan
(pemberian pupuk P) dapat mempengaruhi sifat yang nampak (morfologi)
tetapi tidak dapat mempengaruhi kromosom tanaman kedelai.
10
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian morfologi tanaman dilaksanakan di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Lahan Kering Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang terletak di Jumantono, Karanganyar, dengan jenis tanah latosol
pada posisi 07o37 LS dan 110o56 BT serta ketinggian tempat 180 m dpl.
Penelitian sitologi (jumlah kromosom) dilaksanakan di Laboratorium
Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
dan Laboratorium Anatomi Hewan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan mulai bulan April 2009 sampai dengan
Maret 2010.
B. Bahan dan Alat
1. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain benih
kedelai (varietas Argomulyo, Anjasmoro, Kaba, Sibayak dan Wilis),
pupuk (Urea, SP-36, KCl), larutan HCl 1 N, larutan aceto-orcein 2%,
larutan carnoy 2 (6 etanol : 3 kloroform : 1 asam asetat glacial 45%),
alkohol 96% dan aquades.
2. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain cangkul,
meteran, penugal, papan nama, kamera, pinset, flakon, gelas preparat,
gelas penutup, mikroskop cahaya dan mikroskop-photo.
C. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan pada penelitian morfologi tanaman
kedelai adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL), yang terdiri
dari dua faktor, yaitu
a. Faktor I, varietas kedelai (V), terdiri atas 5 taraf :
· V1 : kedelai varietas Argomulyo
· V2 : kedelai varietas Anjasmoro
11
· V3 : kedelai varietas Kaba
· V4 : kedelai varietas Sibayak
· V5 : kedelai varietas Wilis
b. Faktor II, dosis pupuk Posphat (D), terdiri atas 3 taraf :
· D0 : 0 kg P2O5/ha atau setara dengan 0 kg SP-36/ha
· D1 : 18 kg P2O5/ha atau setara dengan 50 kg SP-36/ha
· D2 : 36 kg P2O5/ha atau setara dengan 100 kg SP-36/ha
Berdasarkan perlakuan dari kedua faktor tersebut, maka diperoleh 15
kombinasi perlakuan. Masing-masing kombinasi perlakuan diulang 3 kali
(sebagai blok) sehingga terdapat 45 petak perlakuan. Pengambilan sampel
dengan metode acak (random sampling) pada masing-masing perlakuan
dengan jumlah 3 sampel untuk masing-masing petak perlakuan.
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Morfologi Tanaman
a. Persiapan Lahan
Persiapan lahan bertujuan untuk membuat kondisi fisik lahan
menjadi gembur dan mengurangi populasi gulma yang tumbuh.
Persiapan lahan dilakukan dengan mencangkul lahan yang akan
digunakan sebagai lahan budidaya kedelai, kemudian dibuat petakpetak yang berukuran 1 m x 1,5 m.
b. Penanaman
Benih kedelai yang terpilih (5 varietas) ditanam pada lubang
tanam dengan jarak tanam 20 cm x 25 cm. Setiap lubang tanam diisi 34 benih kedelai kemudian ditutup dengan tanah.
c. Pemupukan
Kebutuhan pupuk untuk kedelai sebanyak: Urea 100 kg/ ha, SP36 sesuai perlakuan yaitu 0; 50; dan 100 kg/ha serta KCl 100 kg/ha.
Pemberian pupuk urea dilakukan dengan dua tahap pada awal masa
tanam sebesar setengah dosis total, sedangkan sisanya diberikan saat
12
tanaman berumur 4 MST. Untuk pupuk SP-36 dan KCl diberikan pada
awal tanam.
d. Penyiraman
Air memiliki peran yang sangat penting terhadap pertumbuhan
tanaman kedelai, mulai dari awal pertumbuhan sampai periode
pengisian polong. Penyiraman dilakukan hingga mencapai kapasitas
lapang dan dimulai 5-7 hari sejak bibit tumbuh. Pengairan selanjutnya
dilakukan jika tanah sudah terlihat kering.
e. Penyulaman dan penjarangan
Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau tidak
tumbuh pada umur satu minggu setelah tanam. Penjarangan dilakukan
pada saat umur 3 MST, dengan menyisakan dua tanaman untuk setiap
lubangnya.
f. Penyiangan
Penyiangan tanaman dilakukan bersamaan dengan pemupukan
susulan serta menurut kondisi populasi gulma di sekitar pertanaman.
g. Pemungutan hasil
Pemungutan hasil dilakukan saat tanaman telah siap panen
(tergantung varietasnya), dengan ciri-ciri 80% populasi polong secara
merata telah berwarna kuning kecoklatan, batang sudah kering dan
sebagian daun telah kering dan rontok. Pelaksanaan panen pada 80
HST.
h. Pengamatan
Pengamatan dilakukan secara visual meliputi bagian vegetatif
(akar, batang, daun) dan generatif (bunga, buah/polong, biji)
berdasarkan kenampakan morfologinya. Pengamatan pada bagian akar,
batang, daun, dan polong dilakukan dua minggu sebelum panen. Untuk
pengamatan biji dilakukan saat panen. Sedangkan pengamatan untuk
bunga saat tanaman kedelai mulai berbunga.
13
2. Sitologi (Jumlah Kromosom)
a. Penyiapan bahan
Bahan diambil dari ujung akar yang meristematis ± 5 mm. Ujung
akar digunakan sebagai bahan pembuatan sediaan karena ujung akar
merupakan organ paling meristem yang berkaitan dengan fungsinya
sebagai alat pencari unsur hara yang selalu membelah untuk bergerak
mencari unsur hara (Setyawan dan Sutikno, 2000). Pemotongan akar
dilakukan pada pukul 08.00 - 08.30 WIB.
b. Pra perlakuan
Pra perlakuan dilakukan untuk pemisahan dan penguraian
kepadatan kromosom, penjernihan sitoplasma dan melunakkan
jaringan (Gunarso, 1988). Pra perlakuan dilakukan dengan merendam
bahan dalam aquades selama ± 24 jam pada suhu 5─8°C.
c. Fiksasi
Fiksasi dilakukan untuk mematikan jaringan tanpa menyebabkan
terjadinya perubahan pada komponen sel (Gunarso, 1988). Fiksasi
dilakukan dengan menggunakan larutan Carnoy 2 (6 etanol : 3
kloroform : 1 asam asetat glasial 45%) dan disimpan dalam
refrigerator selama ± 24 jam, kemudian dicuci secara bertahap setiap
10 menit berturut-turut dengan alkohol 70%, alkohol 50%, alkohol
30% dan aquades.
d. Hidrolisis
Menurut Setyawan dan Sutikno (2002), hidrolisis dilakukan
untuk mendapatkan sel-sel yang menyebar dalam pengamatan
kromosom dengan cara melarutkan lamela tengah sel-sel meristematis
yang belum kuat perlekatan. Hidrolisis dilakukan dengan merendam
akar kedelai dalam larutan HCl 1 N selama 10 menit pada suhu ruang
(± 25oC).
14
e. Pencucian
Irisan ujung akar yang telah dihidrolisis kemudian dicuci dengan
aquades sebanyak 3 kali. Pencucian bertujuan menghilangkan
pengaruh perlakuan sebelumnya.
f. Pewarnaan
Pewarnaan kromosom dilakukan dengan merendam bahan dalam
larutan aceto-orcein 2% selama ± 24 jam pada suhu 5─10°C. Acetoorcein sangat cocok untuk ujung akar karena penetrasinya cepat dan
tahan lama dalam penyimpanan (Setyawan dan Sutikno, 2000).
g. Squashing (Pemencetan)
Bagian ujung akar meristematis diambil (± 0,5 mm) dan
diletakkan pada gelas preparat. Bahan ditetesi dengan asam asetat 45%
dan ditutup dengan gelas penutup kemudian dipencet (squash) dengan
ibu jari. Preparat ini selanjutnya digunakan untuk pengamatan jumlah
kromosom.
h. Pengamatan
Pengamatan kromosom dilakukan dengan mikroskop cahaya.
Pengamatan dilakukan pada tahap prometafase yang menunjukkan
penyebaran
yang
baik.
Kromosom
pada
tahap
prometafase
mempunyai ukuran jauh lebih panjang dan struktur kromosom tampak
lebih jelas (Parjanto et al., 2003). Hasil kemudian dipotret dengan
mikroskop-photo.
E. Variabel Pengamatan
1. Karakteristik Tanaman (Morfologi)
a. Tinggi Tanaman (cm)
b. Akar, meliputi
§ panjang akar pokok (cm)
§ jumlah akar lateral
c. Batang, meliputi
§ warna batang
15
§ bentuk batang
§ jumlah ruas
§ panjang ruas (cm)
§ jumlah cabang
§ warna bulu
d. Daun, meliputi
§ bentuk dan susunan daun majemuk
§ panjang tangkai daun majemuk (cm)
§ luas daun (cm2)
§ bentuk ujung daun
§ bentuk pangkal daun
§ cara perlekatan daun
§ warna helaian atas
§ sistem pertulangan daun
§ warna bulu
e. Bunga, meliputi
§ saat muncul bunga (HST)
§ warna bunga
§ letak bunga
§ jumlah bunga/tanaman
f. Polong, meliputi
§ warna polong
§ panjang polong (cm)
§ jumlah biji/polong
§ jumlah polong/tanaman
§ warna bulu
g. Biji, meliputi
§ warna kulit biji
§ bentuk biji
§ berat 100 biji (gram)
16
2. Jumlah Kromosom (Sitologi)
Kromosom yang tampak pada pengamatan dengan mikroskop
dipotret dan dari hasil cetakan dapat dihitung jumlah kromosomnya.
F. Analisis Data
Data hasil pengamatan terbagi menjadi dua macam, yaitu data kualitatif
dan data kuantitatif. Data kualitatif dianalisis dan disajikan secara deskriptif
untuk mengidentifikasi sifat-sifat morfologi tanaman kedelai maupun jumlah
kromosom. Data kuantitatif dianalisis dengan Analysis of Varian (ANOVA),
jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji jarak berganda
Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dibagi dalam dua tahapan, yaitu pengamatan morfologi
tanaman kedelai di lapang dan pengamatan sitologi (jumlah kromosom) dengan
menggunakan bahan hasil pertanaman kedelai yang dikecambahkan di
laboratorium.
G. Morfologi Tanaman
1. Varietas Argomulyo
Kedelai varietas Argomulyo termasuk jenis kedelai bertipe
determinate. Varietas ini memiliki habitus tegak dengan batang agak
berkayu dengan tinggi tanaman 31,69 - 36,57 cm. Batang berbentuk
silindris dan berwarna hijau. Seluruh permukaan batang ditumbuhi bulu
berwarna coklat. Batang bercabang dengan jumlah 2-4 cabang. Jumlah
ruas pada batang utama 8-11 dengan rerata panjang ruas 2,87 – 3,24 cm.
Gambar 1. Kedelai varietas Argomulyo
Sistem perakaran kedelai varietas Argomulyo berbentuk akar
tunggang. Akar tunggang (radix primaria) merupakan akar lembaga yang
tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercabang-cabang menjadi akarakar yang lebih kecil dan sering disebut sebagai akar cabang (radix
lateralis) (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Akar utama memiliki panjang
14,93 – 20,27 cm. Akar utama membentuk percabangan dengan jumlah
18-26 akar cabang.
18
Daun (gambar 3) pada kedelai varietas Argomulyo berbentuk
majemuk yang bersifat trifoliatus (beranak daun tiga) meskipun terkadang
ada daun dengan empat atau lebih anak daun. Daun berwarna hijau dengan
panjang tangkai daun majemuk 9,83 - 15,85 cm. Bentuk ujung daun (apex)
runcing (acutus). Ujung daun disebut runcing apabila kedua tepi ujung
daun di kanan dan kiri ibu tulang daun sedikit demi sedikit menuju ke atas
dan pertemuannya pada puncak ujung daun membentuk suatu sudut lancip
(<90o). Bentuk pangkal daun (base) membulat (rotundatus). Sistem
pertulangan daun menyirip. Cara perlekatan daun berselang-seling melekat
di kanan dan kiri batang. Pada permukaan daun kedelai terdapat bulu-bulu
berwarna coklat. Daun varietas Argomulyo memiliki luas daun 188,7 –
335,9 cm2.
Gambar 2. Bunga kedelai
Gambar 3. Daun kedelai
Bunga kedelai varietas Argomulyo berbentuk seperti kupu-kupu
(gambar 2). Bunga disebut seperti kupu-kupu karena mempunyai mahkota
yang terdiri dari 5 tajuk bebas tetapi 2 diantara mahkota tersebut lazimnya
bersatu, berbentuk sekoci atau perahu. Dua tajuk yang berlekatan ini
biasanya sempit dan berada di bagian bawah yang dinamakan lunas, yang
berhadapan dengan lunas dinamakan bendera dan diantara kedua bagian
tadi dinamakan sayap (Tjitrosoepomo, 2007). Bunga berwarna ungu.
Bunga tumbuh pada ketiak daun dan ujung batang atau cabang. Jumlah
bunga dalam satu tanaman mencapai 50-80 bunga. Kedelai varietas
Argomulyo termasuk jenis kedelai yang berumur pendek, kedelai ini mulai
berbunga saat tanaman berumur 28 HST dan dapat dipanen mulai umur 75
HST.
19
Gambar 4. Polong kedelai
Buah
kedelai
varietas
Gambar 5. Biji kedelai
Argomulyo
berbentuk
polong
yang
mempunyai satu ruangan atau lebih karena adanya sekat-sekat semu
(gambar 4). Permukaan polong ditumbuhi trikhoma (bulu) berwarna
coklat. Polong muda berwarna hijau sedangkan polong masak/tua
berwarna coklat tua. Warna polong dipengaruhi oleh pigmen karoten dan
xantofil, warna bulu dan ada tidaknya pigmen antosianin. Polong dapat
berisi 1-5 biji, namun sebagian besar polong berisi 2-3 biji (Hidajat, 1985).
Polong memiliki panjang 4,03 – 4,57 cm, panjang polong ini dipengaruhi
oleh jumlah dan ukuran biji pada polong tersebut. Meskipun jumlah bunga
kedelai setiap tanamannya cukup banyak tetapi sekitar 20-80% mengalami
kerontokan (Caldwell, 1973) sehingga hanya tinggal beberapa saja yang
dapat membentuk polong. Pada kedelai varietas Argomulyo ini jumlah
polong dalam satu tanaman 25-43 buah.
Bentuk biji kedelai berbeda tergantung varietasnya, dapat berbentuk
bulat, agak pipih, atau bulat telur (Rukmana dan Yuniarsih, 1996) namun
sebagian besar bentuk bijinya bulat telur/oval (Hidajat, 1985). Biji pada
kedelai varietas Argomulyo ini berbentuk oval agak pipih dan berwarna
kuning. Biji kedelai varietas Argomulyo termasuk besar dengan berat 100
biji mencapai 15,5 – 17,28 g/100 biji.
2. Varietas Anjasmoro
Kedelai varietas Anjasmoro termasuk jenis
kedelai bertipe
determinate. Varietas ini memiliki habitus tegak dengan batang agak
berkayu dengan tinggi tanaman 43 – 50,3 cm. Batang berbentuk silindris
dan berwarna hijau. Seluruh permukaan batang ditumbuhi bulu berwarna
20
putih. Batang bercabang dengan jumlah 2-4 cabang. Jumlah ruas pada
batang utama 10-13 dengan rerata panjang ruas 3,39 – 4,06 cm.
Gambar 6. Kedelai varietas Anjasmoro
Sistem perakaran kedelai varietas Anjasmoro berbentuk akar
tunggang. Akar utama memiliki panjang 20,43 – 26,5 cm. Akar utama
membentuk percabangan dengan jumlah19-27 akar cabang.
Daun pada kedelai varietas Anjasmoro berbentuk majemuk yang
bersifat trifoliatus (beranak daun tiga) meskipun terkadang ada daun
dengan empat atau lebih anak daun. Daun berwarna hijau dengan panjang
tangkai daun majemuk 11,03 – 16,77 cm. Bentuk ujung daun (apex)
tumpul (obtusus). Ujung daun disebut tumpul apabila tepi daun yang
semula masih agak jauh dari ibu tulang daun, cepat menuju ke suatu titk
pertemuan hingga membentuk sudut tumpul (<90o). Bentuk pangkal daun
(base) membulat (rotundatus). Sistem pertulangan daun menyirip. Cara
perlekatan daun berselang-seling melekat di kanan dan kiri batang. Pada
permukaan daun kedelai terdapat bulu-bulu berwarna putih. Daun varietas
Anjasmoro termasuk yang terlebar jika dibandingkan varietas yang lain,
dengan luas daun 239,5 – 562,8 cm2. Daun yang lebar memungkinkan
penyerapan cahaya matahari yang lebih efektif jika dibanding daun yang
sempit sehingga proses fotosintesis akan lebih efektif.
Bunga kedelai varietas Anjasmoro berbentuk seperti kupu-kupu dan
berwarna ungu. Bunga tumbuh pada ketiak daun dan ujung batang atau
cabang. Jumlah bunga dalam satu tanaman mencapai 64-91 bunga. Kedelai
21
varietas Anjasmoro mulai berbunga saat tanaman berumur 36 HST dan
dapat dipanen mulai umur 82 HST.
Buah kedelai varietas Anjasmoro berbentuk polong dengan polong
muda berwarna hijau dan berwarna coklat muda pada saat masak. Seperti
pada permukaan batang dan daun, pada permukaan polong ditumbuhi
trikhoma (bulu) berwarna putih. Sebagian besar polong berisi 2-3 biji.
Polong memiliki panjang 3,05 – 3,57 cm. Jumlah polong dalam satu
tanaman dapat mencapai 32- 50 buah.
Biji pada kedelai varietas Anjasmoro ini berbentuk oval agak pipih
dan berwarna kuning. Biji kedelai varietas Anjasmoro juga termasuk besar
dengan berat 100 biji mencapai 14,24 – 17,34 g/100 biji.
3. Varietas Kaba
Kedelai varietas Kaba termasuk jenis kedelai bertipe determinate.
Varietas ini memiliki habitus tegak dengan batang agak berkayu dengan
tinggi tanaman 41,43 – 56,23 cm. Batang berbentuk silindris dan berwarna
hijau. Seluruh permukaan batang ditumbuhi bulu berwarna coklat. Batang
bercabang dengan jumlah 2-3 cabang. Jumlah ruas pada batang utama 1013 dengan rerata panjang ruas 3,46 – 4,68 cm.
Gambar 7. Kedelai varietas Kaba
Sistem perakaran kedelai varietas Kaba berbentuk akar tunggang.
Akar utama memiliki panjang 15,97 – 24,8 cm. Akar utama membentuk
percabangan dengan jumlah 20-26 akar cabang.
22
Daun pada kedelai varietas Kaba berbentuk majemuk yang bersifat
trifoliatus (beranak daun tiga) meskipun terkadang ada daun dengan empat
atau lebih anak daun. Daun berwarna hijau dengan panjang tangkai daun
majemuk 13,8 – 16,57 cm. Bentuk ujung daun (apex) runcing (acutus).
Bentuk pangkal daun (base) membulat (rotundatus). Sistem pertulangan
daun menyirip. Cara perlekatan daun berselang-seling melekat di kanan
dan kiri batang. Pada permukaan daun kedelai terdapat bulu-bulu berwarna
coklat. Daun varietas Kaba memiliki luas daun 145,54 – 471,1 cm2.
Bunga kedelai varietas Kaba berbentuk seperti kupu-kupu dan
berwarna ungu. Bunga tumbuh pada ketiak daun dan ujung batang atau
cabang. Jumlah bunga dalam satu tanaman mencapai 59-89 bunga. Kedelai
varietas Kaba mulai berbunga saat tanaman berumur 31 HST dan dapat
dipanen mulai umur 81 HST.
Buah kedelai varietas Kaba berbentuk polong dengan polong muda
berwarna hijau dan coklat pada saat masak. Permukaan polong ditumbuhi
trikhoma (bulu) berwarna coklat. Sebagian besar polong berisi 2-3 biji.
Polong memiliki panjang 3,32 – 3,83 cm. Jumlah polong dalam satu
tanaman 27-63 buah.
Biji pada kedelai varietas Kaba ini berbentuk oval agak lonjong dan
berwarna kuning. Biji kedelai varietas Kaba termasuk sedang dengan berat
100 biji 10,74 – 12,81 g/100 biji.
4. Varietas Sibayak
Kedelai varietas Sibayak termasuk jenis kedelai bertipe determinate.
Varietas ini memiliki habitus tegak dan besar (jika dibandingkan dengan 4
varietas yang lain). Batang agak berkayu dengan tinggi tanaman 53,7 –
66,1 cm. Batang berbentuk silindris dan berwarna hijau. Seluruh
permukaan batang ditumbuhi bulu berwarna coklat. Batang bercabang
dengan jumlah 3-5 cabang. Jumlah ruas pada batang utama 11-14 dengan
rerata panjang ruas 4,09 – 4,57 cm.
23
Gambar 8. Kedelai varietas Sibayak
Sistem perakaran kedelai varietas Sibayak berbentuk akar tunggang.
Akar utama memiliki panjang 20,8 – 26,37 cm. Akar utama membentuk
percabangan dengan jumlah 19-26 akar cabang.
Daun pada kedelai varietas Sibayak berbentuk majemuk yang
bersifat trifoliatus (beranak daun tiga) meskipun terkadang ada daun
dengan empat atau lebih anak daun. Daun berwarna hijau dengan panjang
tangkai daun majemuk 13,63 – 17,87 cm. Bentuk ujung daun (apex)
runcing (acutus). Bentuk pangkal daun (base) membulat (rotundatus).
Sistem pertulangan daun menyirip. Cara perlekatan daun berselang-seling
melekat di kanan dan kiri batang. Pada permukaan daun kedelai terdapat
bulu-bulu berwarna coklat. Daun varietas Sibayak termasuk lebar dengan
luas daun 174,29 – 605,14 cm2.
Bunga kedelai varietas Sibayak berbentuk seperti kupu-kupu dan
berwarna ungu. Bunga tumbuh pada ketiak daun dan ujung batang atau
cabang. Jumlah bunga dalam satu tanaman mencapai 60-104 bunga.
Kedelai varietas Sibayak mulai berbunga saat tanaman berumur 37 HST
dan dapat dipanen sekitar umur 90 HST.
Buah kedelai varietas Sibayak berbentuk polong dengan polong
muda berwarna hijau dan coklat muda pada saat masak. Permukaan polong
ditumbuhi trikhoma (bulu) berwarna coklat. Sebagian besar polong berisi
2-3 biji. Polong memiliki panjang 3,32 – 3,92 cm. Jumlah polong dalam
satu tanaman dapat mencapai 38-58 buah.
24
Biji pada kedelai varietas Sibayak ini berbentuk oval dan berwarna
kuning. Biji kedelai varietas Sibayak termasuk sedang dengan berat 100
biji 10,15 – 12,92 g/100 biji.
5. Varietas Wilis
Kedelai varietas Wilis termasuk jenis kedelai bertipe determinate.
Varietas ini memiliki habitus tegak dengan batang agak berkayu dengan
tinggi tanaman 40,13 - 50,43 cm. Batang berbentuk silindris dan berwarna
hijau. Seluruh permukaan batang ditumbuhi bulu berwarna coklat. Batang
bercabang dengan jumlah 2-4 cabang. Jumlah ruas pada batang utama 1014 dengan rerata panjang ruas 3,29 – 4,24 cm.
Sistem perakaran kedelai varietas Wilis berbentuk akar tunggang.
Akar utama memiliki panjang 20 – 27,63 cm. Akar utama membentuk
percabangan dengan jumlah 19-32 akar cabang.
Gambar 9. Kedelai varietas Wilis
Daun pada kedelai varietas Wilis berbentuk majemuk yang bersifat
trifoliatus (beranak daun tiga) meskipun terkadang ada daun dengan empat
atau lebih anak daun. Daun berwarna hijau dengan panjang tangkai daun
majemuk 13,33 – 18,55 cm. Bentuk ujung daun (apex) runcing (acutus).
Bentuk pangkal daun (base) membulat (rotundatus). Sistem pertulangan
daun menyirip. Cara perlekatan daun berselang-seling melekat di kanan
dan kiri batang. Pada permukaan daun kedelai terdapat bulu-bulu berwarna
coklat. Daun varietas Wilis memiliki luas daun 215,28 – 314,06 cm2.
25
Bunga kedelai varietas Wilis berbentuk seperti kupu-kupu dan
berwarna ungu. Bunga tumbuh pada ketiak daun dan ujung batang atau
cabang. Jumlah bunga dalam satu tanaman mencapai 59-95 bunga. Kedelai
varietas Wilis mulai berbunga saat tanaman berumur 33 HST dan dapat
dipanen sekitar umur 85 HST.
Buah kedelai varietas Wilis berbentuk polong dengan polong muda
berwarna hijau dan berwarna coklat tua pada saat masak. Permukaan
polong ditumbuhi trikhoma (bulu) berwarna coklat tua. Sebagian besar
polong berisi 2-3 biji. Polong memiliki panjang 3,31 – 3,86 cm. Jumlah
polong dalam satu tanaman dapat mencapai 33-62 buah.
Biji pada kedelai varietas Wilis ini berbentuk oval agak pipih dan
berwarna kuning. Biji kedelai varietas Wilis termasuk sedang dengan berat
100 biji 11,1 – 12,67 g/100 biji.
Berdasarkan penjelasan sifat-sifat morfologi varietas Argomulyo,
Anjasmoro, Kaba, Sibayak dan Wilis tersebut maka dapat diketahui
keunggulan masing-masing varietas. Varietas Anjasmoro merupakan varietas
yang cenderung bersifat lebih unggul dibanding dengan varietas yang lainnya.
Varietas ini memiliki ciri yang lebih menonjol, terutama pada warna bulu
(putih), bentuk ujung daun (tumpul), luas daun terluas, panjang akar pokok
terpanjang, jumlah akar cabang terbanyak dan ukuran biji yang terbesar (14,89
g/100 biji). Varietas ini termasuk jenis kedelai berumur sedang (dapat dipanen
mulai umur 82 HST) dan mampu menghasilkan jumlah polong yang cukup
banyak.
Varietas Sibayak merupakan varietas dengan habitus tanaman tertinggi.
Varietas ini memiliki keunggulan dengan percabangan yang banyak,
menghasilkan polong dengan jumlah terbanyak dan menghasilkan biji
berukuran sedang (11,43 g/100 biji). Varietas ini termasuk memiliki umur
yang terpanjang karena baru dapat dipanen mulai umur 90 HST.
Varietas Argomulyo merupakan varietas dengan habitus dan umur
tanaman terpendek. Varietas ini dapat dipanen mulai umur 75 HST. Varietas
ini memiliki keunggulan mampu menghasilkan biji yang besar (14,76 g/100
26
biji) meskipun jumlah polong yang dihasilkan paling sedikit dibanding
varietas lainnya.
Tabel 1. Sifat-ciri morfologi lima varietas kedelai
Argomulyo
32,6
Anjasmoro
44,53
Nilai Rerata
Kaba
45,73
Sibayak
56,67
Wilis
44,59
§ Panjang akar pokok (cm)
16,36
20,69
19,91
21,54
19,46
§ Jumlah akar cabang
19,78
21,87
21,37
22,11
20,11
Sifat-ciri Morfologis
1. Tinggi Tanaman (cm)
2. Akar
3. Batang
§ Warna batang
hijau
hijau
hijau
hijau
hijau
§ Bentuk batang
silindris
silindris
silindris
silindris
silindris
§ Jumlah ruas
9,78
11,22
11,44
12,34
11,67
§ Panjang ruas (cm)
2,94
3,51
3,73
4,45
3,73
§ Jumlah cabang
2,11
3,22
2,89
4,45
2,66
coklat
putih
coklat
coklat
coklat
§ Bentuk dan susunan daun majemuk
trifoliatus
trifoliatus
trifoliatus
trifoliatus
trifoliatus
§ Panjang tangkai daun majemuk (cm)
11,14
13,38
15,04
15,60
14,89
§ Luas daun (cm2)
293,3
342,31
179,58
231,11
242,68
runcing
tumpul
runcing
runcing
runcing
§ Warna bulu
4. Daun
§ Bentuk ujung daun
§ Bentuk pangkal daun
membulat
membulat
membulat
membulat
membulat
§ Cara perlekatan daun
kanan-kiri
kanan-kiri
kanan-kiri
kanan-kiri
kanan-kiri
§ Warna helaian atas
§ Sistem pertulangan daun
§ Warna bulu
hijau
hijau
hijau
hijau
hijau
menyirip
menyirip
menyirip
menyirip
menyirip
coklat
putih
coklat
coklat
coklat
5. Bunga
§ Saat muncul bunga (HST)
31,67
37
33,33
41
36
§ Warna bunga
ungu
ungu
ungu
ungu
ungu
§ Letak bunga
ketiak dan
ketiak dan
ketiak dan
ketiak dan
ketiak dan
ujung
ujung
ujung
ujung
ujung
62,67
73,33
67,67
71
65,67
§ Warna polong masak
coklat tua
coklat muda
coklat
coklat muda
coklat tua
§ Panjang polong (cm)
4,32
3,21
3,44
3,39
3,53
§ Jumlah biji/polong
2-3
2-3
2-3
2-3
2-3
31,44
35,67
37
45,44
35,89
coklat tua
putih
coklat
coklat
coklat tua
§ Jumlah bunga/tanaman
6. Polong
§ Jumlah polong/tanaman
§ Warna bulu
7. Biji
§ Warna kulit biji
§ Bentuk biji
§ Berat 100 biji (gram)
kuning
kuning
kuning
kuning
kuning
oval agak
oval agak
oval agak
oval
oval agak
pipih
pipih
lonjong
14,76
14,89
10,89
11,43
11,45
pipih
27
Varietas Wilis merupakan varietas yang umum dibudidayakan oleh
petani. Varietas ini dapat dipanen mulai umur 85 HST. Varietas ini mampu
menghasilkan polong yang cukup banyak dan menghasilkan biji berukuran
sedang (11,45 g/100 biji).
Varietas Kaba merupakan varietas dengan habitus tanaman yang tinggi,
namun memiliki percabangan yang sedikit. Varietas ini juga umum
dibudidayakan oleh petani saat ini. Varietas ini dapat dipanen mulai umur 81
HST. Varietas ini mampu menghasilkan polong yang cukup banyak
(terbanyak kedua setelah Sibayak). Ukuran biji varietas Kaba termasuk sedang
(10,89 g/100 biji) namun terkecil jika dibanding varietas yang lain.
H. Pengaruh Pemberian Pupuk Posphat (P) terhadap Morfologi Tanaman
Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian pupuk posphat (P) dari
dosis 0, 18 hingga 36 kg P2O5/ha mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman
(semakin tinggi dosis maka pertumbuhan tanaman semakin meningkat).
Pemberian pupuk P pada tanah akan meningkatkan unsur P yang terdapat di
dalam tanah sehingga unsur tersebut dapat tersedia secara cukup bagi
tanaman. Unsur P sendiri merupakan unsur hara makro essensial untuk
pertumbuhan tanaman kedua setelah N. Unsur P sangat penting karena terlibat
langsung hampir pada seluruh proses kehidupan tanaman, namun unsur ini
termasuk sedikit tersedia dalam tanah, terutama pada lahan kering yang telah
mengalami pelapukan lanjut (Sanyal et al., 1993), sehingga perlu asupan unsur
P dari luar.
Tinggi Tanaman (cm) .
70
60
Argomulyo
Anjasmoro
Kaba
50
40
30
Sibayak
Wilis
20
10
0
0 kg/ha
18 kg/ha
36 kg/ha
Dosis Pupuk P
Gambar 10. Pengaruh pemupukan P terhadap tinggi tanaman kedelai
28
Pertumbuhan tanaman dapat didefinisikan sebagai proses bertambahnya
ukuran dan volume tanaman yang tidak dapat balik. Pertumbuhan tersebut
dapat terjadi karena adanya aktivitas pembelahan, pembesaran dan
pemanjangan sel. Sel memerlukan energi dalam aktivitasnya tersebut. Unsur P
diperlukan dalam proses fosforilasi adenosin difosfat (ADP) menjadi adenosin
trifosfat (ATP). ATP tersebut merupakan senyawa energi yang diperlukan
dalam proses-proses metabolisme tanaman. Adanya energi yang cukup
menyebabkan proses fisiologis dalam tanaman dapat berlangsung secara
optimal sehingga dapat mendorong tanaman untuk memberikan respon
pertumbuhan yang optimal pula. Namun, masing-masing varietas memiliki
respon yang berbeda-beda terhadap dosis pemberian pupuk P, tergantung sifat
genetik masing-masing varietas. Mursito (2003) mengemukakan bahwa
genotipe yang berbeda akan menunjukkan penampilan yang berbeda setelah
berinteraksi dengan lingkungan tertentu.
Fotosintesis terjadi pada organ daun. Semakin luas suatu daun tanaman
maka penerimaan cahaya matahari akan semakin besar. Hal ini dapat
mendukung proses fotosintesis dapat berjalan dengan baik. Hasil fotosintesis
tersebut dibagikan pada bagian batang, daun, dan akar (Gardner et al., 1991)
guna mendukung pertumbuhan tanaman (fase vegetatif). Berdasarkan hasil
analisis diketahui bahwa peningkatan dosis pemberian pupuk P mampu
meningkatkan luas daun. Luas daun tersebut juga dipengaruhi oleh sifat
genetik masing-masing varietas terutama bentuk daun. Peningkatan luas daun
tentu juga akan diikuti oleh peningkatan panjang tangkai daun sebab pada
dasarnya tangkai daun merupakan bagian daun yang mendukung helaiannya
dan bertugas untuk menempatkan helaian daun pada posisi yang sedemikian
rupa, hingga dapat memperoleh cahaya matahari yang sebanyak-banyaknya.
29
600
Luas Daun (cm2)
500
0 kg/ha
400
18 kg/ha
300
36 kg/ha
200
100
0
Argomulyo Anjasmoro
Kaba
Sibayak
Wilis
Varietas Kedelai
Panjang Tangkai Daun (cm) .
Gambar 11. Pengaruh pemupukan P terhadap luas daun kedelai
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
0 kg/ha
18 kg/ha
36 kg/ha
Argomulyo Anjasmoro
Kaba
Sibayak
Wilis
Varietas Kedelai
Gambar 12. Pengaruh pemupukan P terhadap panjang tangkai daun kedelai
Batang sebagai daerah pembagian fotosintat memanfaatkan fotosintat
tersebut untuk pemanjangan dan pelebaran batang. Peningkatan panjang dan
lebar batang tersebut secara tidak langsung juga meningkatkan jumlah ruas
batang yang selanjutnya mempengaruhi panjang ruas batang dan jumlah
percabangan pada tanaman. Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan
dosis pemberian pupuk P mampu meningkatkan panjang ruas batang, namun
tidak berpengaruh terhadap peningkatan jumlah ruas batang dan jumlah
percabangan pada tanaman kedelai. Hal tersebut diduga karena jumlah ruas
batang dan cabang pada tanaman kedelai lebih dipengaruhi oleh faktor genetik
masing-masing varietas.
30
Panjang Ruas Batang (cm) .
5
4.5
4
3.5
0 kg/ha
18 kg/ha
36 kg/ha
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Argomulyo Anjasmoro
Kaba
Sibayak
Wilis
Varietas Kedelai
Gambar 13. Pengaruh pemupukan P terhadap panjang ruas batang kedelai
Akar merupakan bagian tanaman yang berfungsi menyerap air dan unsur
hara dari dalam tanah guna diangkut melalui batang menuju ke daun sebagai
bahan fotosintesis. Semakin dalam dan luas perakaran maka penyerapan air
dan hara tersebut semakin meningkat. Hasil analisis menunjukkan bahwa
peningkatan dosis pemberian pupuk P mampu meningkatkan panjang akar
pokok dan jumlah akar cabang. Sutiyoso (2003) cit. Restiati (2006)
menyatakan bahwa salah satu fungsi P adalah mengikat energi matahari dan
mengubahnya menjadi energi kimia, misalnya dalam fotosintesis. Pemberian
unsur P dapat merangsang pertumbuhan akar sehingga akan terbentuk
perakaran dalam jumlah yang banyak dan kuat.
Panjang Akar Pokok (cm)
30
25
20
0 kg/ha
15
18 kg/ha
10
36 kg/ha
5
0
Argomulyo Anjasmoro
Kaba
Sibayak
Wilis
Varietas Kedelai
Gambar 14. Pengaruh pemupukan P terhadap panjang akar pokok kedelai
31
Jumlah Akar Cabang .
30
25
20
0 kg/ha
18 kg/ha
15
36 kg/ha
10
5
0
Argomulyo Anjasmoro
Kaba
Sibayak
Wilis
Varietas kedelai
Gambar 15. Pengaruh pemupukan P terhadap jumlah akar cabang kedelai
Perpindahan dari fase vegetatif menuju fase generatif ditandai dengan
munculnya bunga. Salah satu unsur hara yang sangat berperan dalam
pembungaan dan pembuahan pada tanaman adalah unsur P. Unsur P dapat
memacu pembungaan pada tanaman. Setelah tanaman memasuki fase
generatif maka hasil fotosintat lebih banyak digunakan untuk pembentukan
organ generatif (pembungaan, pembentukan polong dan pengisian biji). Hasil
analisis menunjukkan bahwa peningkatan dosis pemberian pupuk P tidak
berpengaruh nyata terhadap saat muncul bunga dan jumlah bunga yang
dihasilkan. Meskipun demikian, pemberian pupuk P pada tanaman kedelai
tetap mampu meningkatkan jumlah bunga dan mempercepat saat munculnya
bunga pada masing-masing varietas kedelai (jumlah bunga lebih banyak dan
bunga muncul lebih cepat pada kedelai yang dipupuk P).
Jumlah Bunga/tanaman .
100
90
80
70
60
50
0 kg/ha
40
30
36 kg/ha
18 kg/ha
20
10
0
Argomulyo Anjasmoro
Kaba
Sibayak
Wilis
Varietas Kedelai
Gambar 16. Pengaruh pemupukan P terhadap jumlah bunga kedelai
32
Saat Muncul Bunga (HST)
45
40
35
30
25
20
15
0 kg/ha
18 kg/ha
36 kg/ha
10
5
0
Argomulyo Anjasmoro
Kaba
Sibayak
Wilis
Varietas Kedelai
Gambar 17. Pengaruh pemupukan P terhadap saat muncul bunga kedelai
Pembentukan buah merupakan peristiwa yang penting dalam produksi
tanaman budidaya. Proses-proses ini dikendalikan baik oleh lingkungan,
terutama fotoperiode dan temperatur maupun oleh faktor genetik atau internal,
terutama pengatur pertumbuhan, hasil fotosintesis, dan pasokan unsur hara
(Gardner et al.,1991). Irdiawan dan Rahmi (2002) menyatakan bahwa dalam
pengisian polong diperlukan sinar matahari yang penuh dan kadar air yang
cukup selama beberapa waktu, tetapi terlampau banyak air dalam tanah dapat
mengganggu proses pengisian polong. Hasil analisis menunjukkan bahwa
peningkatan dosis pemberian pupuk P tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah polong yang dihasilkan oleh masing-masing varietas kedelai.
Meskipun demikian, pemberian pupuk P pada tanaman kedelai tetap mampu
Jumlah Polong/Tanaman .
meningkatkan jumlah polong pada masing-masing varietas kedelai.
60
50
40
0 kg/ha
30
18 kg/ha
20
36 kg/ha
10
0
Argomulyo Anjasmoro
Kaba
Sibayak
Wilis
Varietas Kedelai
Gambar 18. Pengaruh pemupukan P terhadap jumlah polong kedelai
33
Di dalam polong terdapat biji kedelai yang umumnya berjumlah 2-3 biji.
Biji merupakan hasil yang diambil dari budidaya tanaman kedelai. Bentuk dan
ukuran biji kedelai berbeda-beda sesuai dengan sifat genetik varietasnya,
mulai kecil (sekitar 7-9 g/100 biji), sedang (10-13 g/100 biji) hingga besar
(>13 g/100 biji). Untuk dapat mengetahui ukuran dan kualitas biji umumnya
digunakan parameter berat 100 biji. Hasil analisis menunjukkan bahwa
peningkatan dosis pemberian pupuk P dapat meningkatkan berat 100 biji pada
masing-masing varietas kedelai. Wicks et al. (2004) menyatakan bahwa
pertumbuhan tanaman yang lebih baik dan fotosintesis yang meningkat akan
Berat 100 Biji (gram)
memperbesar pasokan fotosintat ke bagian biji.
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
0 kg/ha
18 kg/ha
36 kg/ha
Argomulyo Anjasmoro
Kaba
Sibayak
Wilis
Varietas Kedelai
Gambar 19. Pengaruh pemupukan P terhadap berat 100 biji kedelai
I. Sitologi (Jumlah Kromosom)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing varietas kedelai
mempunyai jumlah kromosom sama, yakni 2n = 40 (gambar 20, 21, 22, 23
dan 24). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bione et al. (2000) bahwa
genus Glycine yang meliputi beberapa kultivar kedelai memiliki jumlah
kromosom diploid (2n = 2x = 40). Pada gambar tersebut, terlihat ukuran
kromosom yang kecil dengan jumlah yang cukup banyak, sehingga pada
pengamatan sering terlihat tumpang tindih. Spesies dengan jumlah kromosom
banyak memiliki ukuran kromosom lebih kecil daripada spesies dengan
jumlah kromosom yang lebih sedikit (Suryo, 2003 cit. Sarasmiyarti, 2008).
34
A. Tanpa pemberian pupuk P
B. Dengan pemberian pupuk P
Gambar 20. Kromosom kedelai varietas Argomulyo
A. Tanpa pemberian pupuk P
B. Dengan pemberian pupuk P
Gambar 21. Kromosom kedelai varietas Anjasmoro
A. Tanpa pemberian pupuk P
B. Dengan pemberian pupuk P
Gambar 22. Kromosom kedelai varietas Kaba
35
A. Tanpa pemberian pupuk P
B. Dengan pemberian pupuk P
Gambar 23. Kromosom kedelai varietas Sibayak
A. Tanpa pemberian pupuk P
B. Dengan pemberian pupuk P
Gambar 24. Kromosom kedelai varietas Wilis
Penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jumlah
kromosom antara lima varietas kedelai yang diamati baik pada perlakuan
tanpa pemberian pupuk maupun dengan pemberian pupuk P (pemberian pupuk
P tidak berpengaruh pada jumlah kromosom masing-masing perlakuan). Hal
tersebut menunjukkan bahwa faktor lingkungan tidak mempengaruhi sifat
genetik suatu individu. Menurut Johansen (1911) cit. Heddy (1990),
diciptakan istilah genotipe untuk sifat-sifat dasar yang belum terpengaruh oleh
faktor-faktor lingkungan dan fenotipe untuk sifat-sifat yang nampak.
36
V. KESIMPULAN DAN SARAN
J. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain :
1. Sifat-sifat morfologi pada lima varietas kedelai berbeda-beda pada
masing-masing varietas.
2. Pemberian pupuk posphat (P) dari dosis 0, 18 hingga 36 kg P2O5/ha dapat
mempengaruhi morfologi tanaman berupa peningkatan tinggi tanaman,
panjang akar pokok, jumlah akar cabang, panjang ruas batang, panjang
tangkai daun, luas daun, dan berat 100 biji pada masing-masing varietas
kedelai.
3. Jumlah kromosom pada lima varietas kedelai sama, yaitu 2n = 40.
4. Pemberian pupuk posphat (P) tidak mempengaruhi jumlah kromosom pada
lima varietas kedelai.
K. Saran
1. Varietas Anjasmoro dan Sibayak dapat dijadikan sebagai tetua persilangan
yang baik.
2. Pemilihan varietas yang dibudidayakan perlu dikaitkan dengan keinginan
dan kebutuhan konsumen.
37
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 2002. Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.
Anonim. 2008. Teknik Molekuler Berkaitan dengan Pemuliaan Tanaman.
http://www.fp.unud.ac.id. Diakses pada tanggal 25 Juni 2009.
Bione, N. C. P., M. S. Pagliarini and J. F. F. de Toledo. 2000. Meiotic Behavior of
Several Brazilian Soybean Varieties. J. Genet. Mol. Biol. 23 : 705-711.
Buckman, H. O. dan N. C. Brady. 1984. Ilmu Tanah. Terjemahan S. Bhatara.
Karya Aksara. Jakarta.
Budiastuti, Sumarno, S. Harjanti, Sugiyono dan Trijono. 1997. Kesesuaian
Pemberian Air dan Defoliasi pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.
Merrill) Varietas Wilis dan Lokon. Caraka Tani. 13 : 1-8.
Caldwell, B. E. 1973. Soybean : Improvement, Production and Uses. American
Society of Agronomy, Inc. Wisconsin.
Crisp, P and P. Astley. 1984. Genetic Resource in vegetables Research Station.
Welles Bourne Warwick CV 359 EF. England.
Crowder, L. V. 1990. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Gunarso, W. 1988. Sitogenetika. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Heddy, S. 1990. Biologi Pertanian. Rajawali Pers. Jakarta.
Hidajat, O. O. 1985. Morfologi Tanaman Kedelai, hal 73 dalam S. S. Atmaja, M.
Ismunadji, Sumarno, M. Syam, Yuswadi dan S. O. Manurung (eds).
Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Irdiawan, R., dan Rahmi. 2002. Pengaruh Jarak Tanam dan Pemberian Bokhasi
Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang Tanah
(Arachis hypogaea L.). J. Agrifor. 1 (2) : 31-36.
Irwan, A. W. 2005. Kebutuhan Air, Iklim dan Waktu Tanam Kedelai, kacang
tanah dan Kacang Hijau. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.
Jatinangor.
, 2009. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill).
http://pustaka.unpad.ac.id. Diakses pada tanggal 26 Desember 2009.
Ismail, C., Suwono dan Kasijadi. 2001. Pengaruh Pupuk SP-36 Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah. Buletin Teknologi dan Informasi
Pertanian. 4 (1) : 94-102.
Jumin, H. B. 1994. Dasar-Dasar Agronomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
38
Mursito, D. 2003. Heritabilitas dan Sidik Lintas Karakter Fenotipik Beberapa
Galur Kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Agrosains. 6 (2) : 58-63.
Parjanto, S. Moeljopawiro, W. T. Artama dan A. Purwantoro. 2003. Kariotipe
Kromosom Salak. Zuriat. 14 (2) : 21-28.
Pasaribu dan Suprapto. 1985. Pemupukan NPK pada Kedelai, hal 159 dalam S. S.
Atmaja, M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, Yuswadi dan S. O.
Manurung (eds). Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Bogor.
Poehlman, J. M. and D. A. Sleper. 1996. Breeding Field Crops. Iowa State
University Press. Iowa.
Restiati, S. 2006. Pengaruh macam dan Konsentrasi Pupuk Cair Terhadap
Pertumbuhan dan Perkembangan Bibit Anggrek Bulan (Phalaenopsis
sogo Chamba “yellow”><Phalaenopsis I-Hsin sun flower) Secara
Hidroponik. Skripsi S1 Fakultas Pertanian UNS. Surakarta.
Rukmana, R dan Y. Yuniarsih. 1996. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen.
Kanisius. Yogyakarta.
Samingan, T. 1982. Dendrologi. Gramedia. Jakarta.
Sanyal, S. K., S. K. De Datta, and P. Y. Chan. 1993. Phosphate Sorptiondesorption Behaviour of Some Aciditic Soils of South and Southeast
Asia. Soil Sei. Soc. Am. J. 57 : 937-945.
Sarasmiyarti, A. 2008. Analisis Sitogenetika Tanaman Manggis (Garcinia
mangostana L.) Jogorogo. Skripsi S1 Fakultas Pertanian UNS. Surakarta.
Setyawan, A. D. dan Sutikno. 2000. Karyotipe Kromosom pada Allium sativum L.
(Bawang Putih) dan Pisum Sativum L (Kacang Kapri). BioSmart. 2 (1) :
20–27.
Suliartini, N., A. Purwantoro, dan E. Sulistyaningsih. 2004. Keragaman Genetik
dalam Spesies Caladium bicolor Berdasarkan Analisis Kariotipe.
Agrosains. 17 (2) : 235-244.
Suprapto, H. 2002. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Swastika, D. K. S., Marwoto dan P. Simatupang. 2008. Pengembangan Kedelai
dan Kebijakan Penelitian di Indonesia. http://pse.litbang.deptan.go.id.
Diakses pada tanggal 3 Mei 2009.
Tjitrosoepomo, G. 2007. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Wicks, G. A., D. A. Crutcfield and O. C. Burnside. 2004. Influence of Wheat
(Triticum aestivum) Straw Mulch and Metalachlor on Corn (Zea mays)
Growth and Yield. Weed Sci . 42 : 141-147.
Download