PERUBAHAN MORFOLOGI DAN SITOLOGI LIMA VARIETAS KEDELAI (GLYCINE MAX (L.) MERRILL) DENGAN PERLAKUAN PEMBERIAN PUPUK POSPHAT Oleh: Damar Cipto Darsono H.0105050 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 1 2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumberdaya alam berupa lahan yang relatif cukup luas dan subur. Kondisi iklim, suhu dan kelembaban yang cocok untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman pangan pokok menyebabkan hampir seluruh tanaman pangan dapat tumbuh dengan relatif baik. Salah satu jenis tanaman pangan yang sangat penting bagi penduduk Indonesia adalah tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Kedelai telah dikenal sejak lama sebagai salah satu tanaman sumber protein nabati. Biji kedelai dapat diolah menjadi bahan makanan dan minuman, misalnya tempe, kecap, tauco, tauge, susu dan minuman sari kedelai. Sebagai bahan makanan, kedelai sangat berkhasiat bagi pertumbuhan dan menjaga kondisi sel-sel tubuh. Kedelai banyak mengandung unsur dan zat-zat makanan penting seperti protein, lemak, karbohidrat dan sebagainya. Nilai gizi yang terkandung dalam 100 g biji kedelai yaitu 330 kalori, 35% protein, 18% lemak, 35% karbohidrat dan 8% air (Budiastuti et al., 1997). Pada saat ini permintaan kedelai cenderung mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, pendapatan per kapita serta kesadaran masyarakat terhadap menu gizi. Namun, laju permintaan tersebut masih belum dapat diimbangi oleh laju peningkatan produksi sehingga Indonesia harus mengimpor kedelai dari negara lain. Kebutuhan kedelai pada tahun 2004 sebesar 2,02 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri baru mencapai 0,71 juta ton sehingga untuk mencukupi kebutuhan pemerintah mengimpor sebesar 1,31 juta ton atau hanya sekitar 35% dari total kebutuhan dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri sendiri (Swastika et al., 2008). Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan produksi kedelai guna memenuhi kebutuhan kedelai sekaligus menekan jumlah impor. Untuk meningkatkan produktivitas tanaman kedelai maka perlu diperhatikan beberapa aspek budidaya, terutama pemupukan yang tepat dan penggunaan varietas unggul. Pupuk memiliki peran yang penting terhadap 3 kehidupan tanaman, terutama menyangkut fisiologis tanaman. Proses fisiologis yang berlangsung secara optimal dapat mendorong tanaman untuk memberikan respon pertumbuhan, kenampakan dan daya hasil yang tinggi pula. Salah satu unsur hara makro yang penting bagi tanaman kedelai adalah fosfor (P). Fosfor berperan penting dalam proses pertumbuhan dan produksi karena mampu menyediakan energi yang dibutuhkan pada kegiatan metabolisme tanaman. Setiap varietas kedelai memiliki perbedaan kenampakan yang menjadi ciri masing-masing. Oleh karena itu, sebagai langkah awal untuk meningkatkan produktivitas kedelai maka perlu dilakukan suatu identifikasi karakter tanaman, terutama karakter varietas yang akan dibudidayakan. Identifikasi karakter tersebut dapat dilakukan secara genetis maupun morfologis. Identifikasi secara genetis berguna untuk mendukung pengembangan tanaman kedelai khususnya berkaitan dengan kegiatan pemuliaan tanaman baik penerapan secara langsung maupun tidak langsung. Penggunaan informasi genetis dalam pemuliaan tanaman secara tidak langsung yaitu berupa peningkatan pengetahuan susunan genetis suatu jenis tanaman dan secara langsung dapat digunakan untuk perbaikan sifat tanaman. Upaya identifikasi secara morfologis terhadap varietas kedelai dimaksudkan untuk mengenal sifat-ciri dari tanaman kedelai yang dilihat dari kenampakan luarnya. Deskripsi berdasarkan karakter morfologis umumnya dapat digunakan untuk mengetahui hubungan kekerabatan antar varietas kedelai yang dapat dilihat secara langsung sebab sifat morfologi ini muncul melalui interaksi antara sifat genetis dan lingkungan tempat tumbuh tanaman yang bersangkutan. Kombinasi identifikasi secara genetis dan morfologis ini diharapkan dapat berguna untuk memperoleh informasi secara lengkap tentang sifat dan ciri tanaman kedelai, baik secara morfologis maupun genetis yang bermanfaat dalam usaha produksi kedelai untuk memperoleh hasil yang optimal. 4 B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana sifat-sifat morfologi tanaman dan sitologi (jumlah kromosom) lima varietas kedelai (Glycine max (L) Merrill)? 2. Apakah terdapat perubahan sifat-ciri morfologi tanaman dan sitologi (jumlah kromosom) lima varietas kedelai dengan pemberian pupuk posphat? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain 1. Mempelajari sifat-sifat morfologi tanaman dan sitologi (jumlah kromosom) pada lima varietas kedelai. 2. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk posphat terhadap perubahan sifatsifat morfologi tanaman dan sitologi (jumlah kromosom) pada lima varietas kedelai. 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) Kedudukan tanaman kedelai dalam sistematik tumbuhan (taksonomi) dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Rukmana dan Yuniarsih, 1996) : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis : Dicotyledonae Ordo : Polypetales Familia : Leguminosae (Papilionaceae) Genus : Glycine Spesies : Glycine max (L.) Merrill Genus Glycine terdiri dari 3 sub genera, yaitu Glycine Willd, Bracteata Verde, dan Soja (Moench) F. J. Herm. Sub genera Soja merupakan yang terpenting karena dalam sub genus ini termasuk Glycine max dan Glycine soja. Baik Glycine max maupun Glycine soja mempunyai jumlah kromosom yang sama, yaitu 2n = 2x = 40 (Poehlman dan Sleper, 1996). Kedelai memerlukan persyaratan tumbuh yang sesuai, terutama faktor iklim dan tanah. Kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Di daerah yang beriklim tropis kedelai umumnya ditanam pada musim kemarau dengan curah hujan 100-400 mm per bulan. Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah selama drainase dan aerasi tanahnya cukup baik dan memiliki toleransi pH tanah 5,8-7 (AAK, 2002). Suhu merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Suhu yang lebih rendah dari 23,9o C akan memperlambat pembungaan kedelai. Pembentukan bunga, polong dan pengisian biji akan optimal pada suhu 26o C – 32o C. Suhu yang terlampau tinggi (>32o C) berpengaruh buruk terhadap perkembangan polong dan biji (Irwan, 2005). 6 Kedelai merupakan tanaman semusim berupa semak rendah, tumbuh tegak, berdaun lebat dengan beragam morfologi. Perakaran kedelai merupakan akar tunggang dengan banyak akar cabang. Tinggi tanaman berkisar antara 10 sampai 200 cm. Batang, polong, dan daun ditumbuhi bulu berwarna abu-abu atau coklat, namun ada pula tanaman yang tidak berbulu. Bentuk batang ada yang bersegi dan ada pula yang silindris. Batang tanaman kedelai beruas-ruas dan bercabang Bunga kedelai berbentuk kupu-kupu dan tersusun berkelompok dalam setiap ketiak daun (Hidajat, 1985). Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga helai anak daun (trifoliatus) dan umumnya berwarna hijau muda atau hijau kekuningan (AAK, 2002). Bentuk ujung daun (apex) dari tanaman kedelai ada yang runcing (acute) dan tumpul (obtuse), sedangkan bentuk pangkal daun, ada yang tumpul (obtuse) dan membulat (rounded) (Samingan, 1982). Tipe tanaman kedelai ada 3 macam, yaitu tipe determinate, semideterminate, dan indeterminate. Pada kedelai tipe determinate pertumbuhan vegetatif berhenti setelah berbunga. Pembungaan serempak, jumlah buku setelah berbunga tidak bertambah, masa berbunga tidak lama, mulai berbunga lebih lama dan bunga pertama terbentuk pada buku batang bagian atas. Bentuk batang tanaman agak silindris dan ujung batang berakhir dengan kelompok bunga. Ujung batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah. Daun teratas sama besar dengan daun pada bagian tengah tanaman. Tinggi tanaman pendek sampai sedang (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Kedelai tipe indeterminate pertumbuhan vegetatif berlanjut setelah berbunga. Pembungaan terbentuk dari bagian pangkal ke bagian batang atas, jumlah buku setelah berbunga bertambah, masa berbunganya lama, mulai berbunga lebih cepat dan dan bunga pertama terbentuk pada buku batang bagian bawah. Bentuk batang tanaman seperti kerucut, ujung batang lebih kecil daripada batang bagian tengah, ujung batang tidak berakhir dengan kelompok bunga, ujung batang agak melilit dan memiliki ruas yang panjang. Daun teratas lebih kecil daripada daun pada bagian tengah tanaman. Tinggi tanaman antara sedang sampai tinggi (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). 7 Tanaman kedelai tipe semi-determinate tidak banyak dibudidayakan oleh petani dan mempunyai ciri antara tipe determinate dan indeterminate (Suprapto, 2002). Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak. Di dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2-3 biji. Setiap biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 7-9 g/100 biji), sedang (10-13 g/100 biji), dan besar (>13 g/100 biji). Bentuk biji bervariasi, tergantung pada varietas tanaman, yaitu bulat, agak gepeng, dan bulat telur, meskipun demikian, sebagian besar biji berbentuk bulat telur (Irwan, 2009). B. Pupuk Posphat Pupuk berperan penting dalam proses fisiologis tanaman. Pemupukan yang tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman dapat mengoptimalkan proses tersebut. Proses fisiologis yang berlangsung secara optimal dapat mendorong tanaman untuk memberikan respon pertumbuhan dan daya hasil yang optimal pula. Salah satu unsur hara makro yang penting bagi tanaman kedelai adalah posphat/fosfor (P). Posphat di daerah tropis merupakan unsur hara pembatas pertumbuhan dan produksi tanaman yang menempati urutan ketiga setelah air dan nitrogen. Posphat berperan penting dalam proses pertumbuhan dan produksi tanaman karena mampu menyediakan energi kimiawi yang dibutuhkan pada kegiatan metabolisme, yaitu sebagai penyusun ATP dalam tanaman. Selanjutnya ATP ini merupakan sumber utama dalam penyusunan protein maupun pembentukan biji pada tanaman (Ismail et al., 2001). Menurut Buckman dan Brady (1984), unsur fosfor (P) mempunyai peranan penting antara lain sebagai 1. Salah satu penyusun senyawa penting dalam tubuh tanaman. 8 2. Perkembangan akar lateral dan akar serabut. 3. Pembungaan dan pembuahan. 4. Pembelahan sel. 5. Kekebalan penyakit tertentu. Pemberian unsur fosfor menunjukkan pengaruh pada peningkatan pertumbuhan tanaman, jumlah cabang dan jumlah polong pertanaman kedelai. Kekurangan unsur ini dapat dilihat dari gejala pada tanamannya seperti daun tua berubah warna menjadi tampak mengkilap merah keunguan kemudian menjadi kuning keabuan dan rontok. Selain itu, batang menjadi kerdil dan tidak menghasilkan bunga dan buah. Jika sudah terlanjur berbuah ukurannya kecil, jelek dan lekas matang (Pasaribu dan Suprapto, 1985). C. Morfologi Tanaman Morfologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bantuk dan susunan tubuh tumbuhan serta menentukan apakah fungsi masing-masing bagian dari tumbuhan itu dalam kehidupannya (Tjitrosoepomo, 2007). Identifikasi secara morfologi dapat juga digunakan untuk mengetahui terjadinya variasi-variasi tanaman atau keragaman antar tanaman. Keragaman suatu tanaman dapat disebabkan oleh faktor genetik, faktor lingkungan maupun kombinasi keduanya (Crisp dan Astley, 1984). Identifikasi dan klasifikasi morfologi tumbuhan adalah berdasarkan kenampakan luarnya. Oleh karena itu, pengetahuan terminologi dan morfologi tumbuhan merupakan faktor yang sangat penting. Penelaahan struktur tumbuhan mencakup komponen-komponen penyusun tumbuhan yang biasa disebut organ. Organ vegetatif tumbuhan adalah akar, batang dan daun, sedangkan organ generatifnya adalah biji (Jumin, 1994). D. Sitologi Tanaman Sitologi yang merupakan cabang biologi yang memepelajari segala sesuatu mengenai sel, banyak digunakan dalam identifikasi keragaman hayati, terutama dalam penentuan tingkat ploidi. Hubungan kekerabatan juga dapat 9 ditentukan melalui analisis sitologi dengan perhitungan dan pengamatan kromosom (Anonim, 2008). Kromosom terdiri dari dua bagian yaitu sentromer dan lengan. Sentromer merupakan bagian yang membagi kromosom menjadi dua lengan. Kromosom menggantung pada serat gelendong lewat sentromer saat sel membelah. Lengan adalah badan kromosom sendiri yang mengandung kromonema dan gen. Gen terdapat di dalam lokus yang terletak linier pada kromosom dan lokus lawannya terletak pada kromosom homolog. Kromosom tersusun dari nukleoprotein yaitu persenyawaan antara asam nukleat dan protein. Asam nukleat membawa bahan genetik yang terdiri DNA dan RNA (Crowder, 1990). Perbedaan kromosom secara umum menggambarkan perbedaan kandungan genetik dan protein suatu individu. Variasi utama yang dapat diamati yaitu ukuran atau panjang absolut, morfologi, ukuran relatif dan jumlah kromosom. Individu-individu dalam satu spesies mempunyai jumlah kromosom sama tetapi spesies yang berbeda dalam satu genus mempunyai jumlah kromosom berbeda. Bentuk, ukuran dan jumlah kromosom setiap spesies selalu tetap, sehingga dapat digunakan untuk tujuan taksonomi, mengetahui keanekaragaman, hubungan kekerabatan dan evolusi meskipun dalam keadaan tertentu pula terjadi variasi (Suliartini et al., 2004). Identifikasi kromosom sebaiknya dilakukan pada prometafase karena pada prometafase ukuran kromosom jauh lebih panjang dan struktur kromosom tampak lebih jelas dibanding pada metafase. Selain itu, letak kromosom juga lebih tersebar (Parjanto et al., 2003). E. Hipotesis Pendugaan sementara dari penelitian ini adalah bahwa lingkungan (pemberian pupuk P) dapat mempengaruhi sifat yang nampak (morfologi) tetapi tidak dapat mempengaruhi kromosom tanaman kedelai. 10 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian morfologi tanaman dilaksanakan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Lahan Kering Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta yang terletak di Jumantono, Karanganyar, dengan jenis tanah latosol pada posisi 07o37 LS dan 110o56 BT serta ketinggian tempat 180 m dpl. Penelitian sitologi (jumlah kromosom) dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Laboratorium Anatomi Hewan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan mulai bulan April 2009 sampai dengan Maret 2010. B. Bahan dan Alat 1. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain benih kedelai (varietas Argomulyo, Anjasmoro, Kaba, Sibayak dan Wilis), pupuk (Urea, SP-36, KCl), larutan HCl 1 N, larutan aceto-orcein 2%, larutan carnoy 2 (6 etanol : 3 kloroform : 1 asam asetat glacial 45%), alkohol 96% dan aquades. 2. Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain cangkul, meteran, penugal, papan nama, kamera, pinset, flakon, gelas preparat, gelas penutup, mikroskop cahaya dan mikroskop-photo. C. Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan pada penelitian morfologi tanaman kedelai adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL), yang terdiri dari dua faktor, yaitu a. Faktor I, varietas kedelai (V), terdiri atas 5 taraf : · V1 : kedelai varietas Argomulyo · V2 : kedelai varietas Anjasmoro 11 · V3 : kedelai varietas Kaba · V4 : kedelai varietas Sibayak · V5 : kedelai varietas Wilis b. Faktor II, dosis pupuk Posphat (D), terdiri atas 3 taraf : · D0 : 0 kg P2O5/ha atau setara dengan 0 kg SP-36/ha · D1 : 18 kg P2O5/ha atau setara dengan 50 kg SP-36/ha · D2 : 36 kg P2O5/ha atau setara dengan 100 kg SP-36/ha Berdasarkan perlakuan dari kedua faktor tersebut, maka diperoleh 15 kombinasi perlakuan. Masing-masing kombinasi perlakuan diulang 3 kali (sebagai blok) sehingga terdapat 45 petak perlakuan. Pengambilan sampel dengan metode acak (random sampling) pada masing-masing perlakuan dengan jumlah 3 sampel untuk masing-masing petak perlakuan. D. Pelaksanaan Penelitian 1. Morfologi Tanaman a. Persiapan Lahan Persiapan lahan bertujuan untuk membuat kondisi fisik lahan menjadi gembur dan mengurangi populasi gulma yang tumbuh. Persiapan lahan dilakukan dengan mencangkul lahan yang akan digunakan sebagai lahan budidaya kedelai, kemudian dibuat petakpetak yang berukuran 1 m x 1,5 m. b. Penanaman Benih kedelai yang terpilih (5 varietas) ditanam pada lubang tanam dengan jarak tanam 20 cm x 25 cm. Setiap lubang tanam diisi 34 benih kedelai kemudian ditutup dengan tanah. c. Pemupukan Kebutuhan pupuk untuk kedelai sebanyak: Urea 100 kg/ ha, SP36 sesuai perlakuan yaitu 0; 50; dan 100 kg/ha serta KCl 100 kg/ha. Pemberian pupuk urea dilakukan dengan dua tahap pada awal masa tanam sebesar setengah dosis total, sedangkan sisanya diberikan saat 12 tanaman berumur 4 MST. Untuk pupuk SP-36 dan KCl diberikan pada awal tanam. d. Penyiraman Air memiliki peran yang sangat penting terhadap pertumbuhan tanaman kedelai, mulai dari awal pertumbuhan sampai periode pengisian polong. Penyiraman dilakukan hingga mencapai kapasitas lapang dan dimulai 5-7 hari sejak bibit tumbuh. Pengairan selanjutnya dilakukan jika tanah sudah terlihat kering. e. Penyulaman dan penjarangan Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau tidak tumbuh pada umur satu minggu setelah tanam. Penjarangan dilakukan pada saat umur 3 MST, dengan menyisakan dua tanaman untuk setiap lubangnya. f. Penyiangan Penyiangan tanaman dilakukan bersamaan dengan pemupukan susulan serta menurut kondisi populasi gulma di sekitar pertanaman. g. Pemungutan hasil Pemungutan hasil dilakukan saat tanaman telah siap panen (tergantung varietasnya), dengan ciri-ciri 80% populasi polong secara merata telah berwarna kuning kecoklatan, batang sudah kering dan sebagian daun telah kering dan rontok. Pelaksanaan panen pada 80 HST. h. Pengamatan Pengamatan dilakukan secara visual meliputi bagian vegetatif (akar, batang, daun) dan generatif (bunga, buah/polong, biji) berdasarkan kenampakan morfologinya. Pengamatan pada bagian akar, batang, daun, dan polong dilakukan dua minggu sebelum panen. Untuk pengamatan biji dilakukan saat panen. Sedangkan pengamatan untuk bunga saat tanaman kedelai mulai berbunga. 13 2. Sitologi (Jumlah Kromosom) a. Penyiapan bahan Bahan diambil dari ujung akar yang meristematis ± 5 mm. Ujung akar digunakan sebagai bahan pembuatan sediaan karena ujung akar merupakan organ paling meristem yang berkaitan dengan fungsinya sebagai alat pencari unsur hara yang selalu membelah untuk bergerak mencari unsur hara (Setyawan dan Sutikno, 2000). Pemotongan akar dilakukan pada pukul 08.00 - 08.30 WIB. b. Pra perlakuan Pra perlakuan dilakukan untuk pemisahan dan penguraian kepadatan kromosom, penjernihan sitoplasma dan melunakkan jaringan (Gunarso, 1988). Pra perlakuan dilakukan dengan merendam bahan dalam aquades selama ± 24 jam pada suhu 5─8°C. c. Fiksasi Fiksasi dilakukan untuk mematikan jaringan tanpa menyebabkan terjadinya perubahan pada komponen sel (Gunarso, 1988). Fiksasi dilakukan dengan menggunakan larutan Carnoy 2 (6 etanol : 3 kloroform : 1 asam asetat glasial 45%) dan disimpan dalam refrigerator selama ± 24 jam, kemudian dicuci secara bertahap setiap 10 menit berturut-turut dengan alkohol 70%, alkohol 50%, alkohol 30% dan aquades. d. Hidrolisis Menurut Setyawan dan Sutikno (2002), hidrolisis dilakukan untuk mendapatkan sel-sel yang menyebar dalam pengamatan kromosom dengan cara melarutkan lamela tengah sel-sel meristematis yang belum kuat perlekatan. Hidrolisis dilakukan dengan merendam akar kedelai dalam larutan HCl 1 N selama 10 menit pada suhu ruang (± 25oC). 14 e. Pencucian Irisan ujung akar yang telah dihidrolisis kemudian dicuci dengan aquades sebanyak 3 kali. Pencucian bertujuan menghilangkan pengaruh perlakuan sebelumnya. f. Pewarnaan Pewarnaan kromosom dilakukan dengan merendam bahan dalam larutan aceto-orcein 2% selama ± 24 jam pada suhu 5─10°C. Acetoorcein sangat cocok untuk ujung akar karena penetrasinya cepat dan tahan lama dalam penyimpanan (Setyawan dan Sutikno, 2000). g. Squashing (Pemencetan) Bagian ujung akar meristematis diambil (± 0,5 mm) dan diletakkan pada gelas preparat. Bahan ditetesi dengan asam asetat 45% dan ditutup dengan gelas penutup kemudian dipencet (squash) dengan ibu jari. Preparat ini selanjutnya digunakan untuk pengamatan jumlah kromosom. h. Pengamatan Pengamatan kromosom dilakukan dengan mikroskop cahaya. Pengamatan dilakukan pada tahap prometafase yang menunjukkan penyebaran yang baik. Kromosom pada tahap prometafase mempunyai ukuran jauh lebih panjang dan struktur kromosom tampak lebih jelas (Parjanto et al., 2003). Hasil kemudian dipotret dengan mikroskop-photo. E. Variabel Pengamatan 1. Karakteristik Tanaman (Morfologi) a. Tinggi Tanaman (cm) b. Akar, meliputi § panjang akar pokok (cm) § jumlah akar lateral c. Batang, meliputi § warna batang 15 § bentuk batang § jumlah ruas § panjang ruas (cm) § jumlah cabang § warna bulu d. Daun, meliputi § bentuk dan susunan daun majemuk § panjang tangkai daun majemuk (cm) § luas daun (cm2) § bentuk ujung daun § bentuk pangkal daun § cara perlekatan daun § warna helaian atas § sistem pertulangan daun § warna bulu e. Bunga, meliputi § saat muncul bunga (HST) § warna bunga § letak bunga § jumlah bunga/tanaman f. Polong, meliputi § warna polong § panjang polong (cm) § jumlah biji/polong § jumlah polong/tanaman § warna bulu g. Biji, meliputi § warna kulit biji § bentuk biji § berat 100 biji (gram) 16 2. Jumlah Kromosom (Sitologi) Kromosom yang tampak pada pengamatan dengan mikroskop dipotret dan dari hasil cetakan dapat dihitung jumlah kromosomnya. F. Analisis Data Data hasil pengamatan terbagi menjadi dua macam, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif dianalisis dan disajikan secara deskriptif untuk mengidentifikasi sifat-sifat morfologi tanaman kedelai maupun jumlah kromosom. Data kuantitatif dianalisis dengan Analysis of Varian (ANOVA), jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %. 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dibagi dalam dua tahapan, yaitu pengamatan morfologi tanaman kedelai di lapang dan pengamatan sitologi (jumlah kromosom) dengan menggunakan bahan hasil pertanaman kedelai yang dikecambahkan di laboratorium. G. Morfologi Tanaman 1. Varietas Argomulyo Kedelai varietas Argomulyo termasuk jenis kedelai bertipe determinate. Varietas ini memiliki habitus tegak dengan batang agak berkayu dengan tinggi tanaman 31,69 - 36,57 cm. Batang berbentuk silindris dan berwarna hijau. Seluruh permukaan batang ditumbuhi bulu berwarna coklat. Batang bercabang dengan jumlah 2-4 cabang. Jumlah ruas pada batang utama 8-11 dengan rerata panjang ruas 2,87 – 3,24 cm. Gambar 1. Kedelai varietas Argomulyo Sistem perakaran kedelai varietas Argomulyo berbentuk akar tunggang. Akar tunggang (radix primaria) merupakan akar lembaga yang tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercabang-cabang menjadi akarakar yang lebih kecil dan sering disebut sebagai akar cabang (radix lateralis) (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Akar utama memiliki panjang 14,93 – 20,27 cm. Akar utama membentuk percabangan dengan jumlah 18-26 akar cabang. 18 Daun (gambar 3) pada kedelai varietas Argomulyo berbentuk majemuk yang bersifat trifoliatus (beranak daun tiga) meskipun terkadang ada daun dengan empat atau lebih anak daun. Daun berwarna hijau dengan panjang tangkai daun majemuk 9,83 - 15,85 cm. Bentuk ujung daun (apex) runcing (acutus). Ujung daun disebut runcing apabila kedua tepi ujung daun di kanan dan kiri ibu tulang daun sedikit demi sedikit menuju ke atas dan pertemuannya pada puncak ujung daun membentuk suatu sudut lancip (<90o). Bentuk pangkal daun (base) membulat (rotundatus). Sistem pertulangan daun menyirip. Cara perlekatan daun berselang-seling melekat di kanan dan kiri batang. Pada permukaan daun kedelai terdapat bulu-bulu berwarna coklat. Daun varietas Argomulyo memiliki luas daun 188,7 – 335,9 cm2. Gambar 2. Bunga kedelai Gambar 3. Daun kedelai Bunga kedelai varietas Argomulyo berbentuk seperti kupu-kupu (gambar 2). Bunga disebut seperti kupu-kupu karena mempunyai mahkota yang terdiri dari 5 tajuk bebas tetapi 2 diantara mahkota tersebut lazimnya bersatu, berbentuk sekoci atau perahu. Dua tajuk yang berlekatan ini biasanya sempit dan berada di bagian bawah yang dinamakan lunas, yang berhadapan dengan lunas dinamakan bendera dan diantara kedua bagian tadi dinamakan sayap (Tjitrosoepomo, 2007). Bunga berwarna ungu. Bunga tumbuh pada ketiak daun dan ujung batang atau cabang. Jumlah bunga dalam satu tanaman mencapai 50-80 bunga. Kedelai varietas Argomulyo termasuk jenis kedelai yang berumur pendek, kedelai ini mulai berbunga saat tanaman berumur 28 HST dan dapat dipanen mulai umur 75 HST. 19 Gambar 4. Polong kedelai Buah kedelai varietas Gambar 5. Biji kedelai Argomulyo berbentuk polong yang mempunyai satu ruangan atau lebih karena adanya sekat-sekat semu (gambar 4). Permukaan polong ditumbuhi trikhoma (bulu) berwarna coklat. Polong muda berwarna hijau sedangkan polong masak/tua berwarna coklat tua. Warna polong dipengaruhi oleh pigmen karoten dan xantofil, warna bulu dan ada tidaknya pigmen antosianin. Polong dapat berisi 1-5 biji, namun sebagian besar polong berisi 2-3 biji (Hidajat, 1985). Polong memiliki panjang 4,03 – 4,57 cm, panjang polong ini dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran biji pada polong tersebut. Meskipun jumlah bunga kedelai setiap tanamannya cukup banyak tetapi sekitar 20-80% mengalami kerontokan (Caldwell, 1973) sehingga hanya tinggal beberapa saja yang dapat membentuk polong. Pada kedelai varietas Argomulyo ini jumlah polong dalam satu tanaman 25-43 buah. Bentuk biji kedelai berbeda tergantung varietasnya, dapat berbentuk bulat, agak pipih, atau bulat telur (Rukmana dan Yuniarsih, 1996) namun sebagian besar bentuk bijinya bulat telur/oval (Hidajat, 1985). Biji pada kedelai varietas Argomulyo ini berbentuk oval agak pipih dan berwarna kuning. Biji kedelai varietas Argomulyo termasuk besar dengan berat 100 biji mencapai 15,5 – 17,28 g/100 biji. 2. Varietas Anjasmoro Kedelai varietas Anjasmoro termasuk jenis kedelai bertipe determinate. Varietas ini memiliki habitus tegak dengan batang agak berkayu dengan tinggi tanaman 43 – 50,3 cm. Batang berbentuk silindris dan berwarna hijau. Seluruh permukaan batang ditumbuhi bulu berwarna 20 putih. Batang bercabang dengan jumlah 2-4 cabang. Jumlah ruas pada batang utama 10-13 dengan rerata panjang ruas 3,39 – 4,06 cm. Gambar 6. Kedelai varietas Anjasmoro Sistem perakaran kedelai varietas Anjasmoro berbentuk akar tunggang. Akar utama memiliki panjang 20,43 – 26,5 cm. Akar utama membentuk percabangan dengan jumlah19-27 akar cabang. Daun pada kedelai varietas Anjasmoro berbentuk majemuk yang bersifat trifoliatus (beranak daun tiga) meskipun terkadang ada daun dengan empat atau lebih anak daun. Daun berwarna hijau dengan panjang tangkai daun majemuk 11,03 – 16,77 cm. Bentuk ujung daun (apex) tumpul (obtusus). Ujung daun disebut tumpul apabila tepi daun yang semula masih agak jauh dari ibu tulang daun, cepat menuju ke suatu titk pertemuan hingga membentuk sudut tumpul (<90o). Bentuk pangkal daun (base) membulat (rotundatus). Sistem pertulangan daun menyirip. Cara perlekatan daun berselang-seling melekat di kanan dan kiri batang. Pada permukaan daun kedelai terdapat bulu-bulu berwarna putih. Daun varietas Anjasmoro termasuk yang terlebar jika dibandingkan varietas yang lain, dengan luas daun 239,5 – 562,8 cm2. Daun yang lebar memungkinkan penyerapan cahaya matahari yang lebih efektif jika dibanding daun yang sempit sehingga proses fotosintesis akan lebih efektif. Bunga kedelai varietas Anjasmoro berbentuk seperti kupu-kupu dan berwarna ungu. Bunga tumbuh pada ketiak daun dan ujung batang atau cabang. Jumlah bunga dalam satu tanaman mencapai 64-91 bunga. Kedelai 21 varietas Anjasmoro mulai berbunga saat tanaman berumur 36 HST dan dapat dipanen mulai umur 82 HST. Buah kedelai varietas Anjasmoro berbentuk polong dengan polong muda berwarna hijau dan berwarna coklat muda pada saat masak. Seperti pada permukaan batang dan daun, pada permukaan polong ditumbuhi trikhoma (bulu) berwarna putih. Sebagian besar polong berisi 2-3 biji. Polong memiliki panjang 3,05 – 3,57 cm. Jumlah polong dalam satu tanaman dapat mencapai 32- 50 buah. Biji pada kedelai varietas Anjasmoro ini berbentuk oval agak pipih dan berwarna kuning. Biji kedelai varietas Anjasmoro juga termasuk besar dengan berat 100 biji mencapai 14,24 – 17,34 g/100 biji. 3. Varietas Kaba Kedelai varietas Kaba termasuk jenis kedelai bertipe determinate. Varietas ini memiliki habitus tegak dengan batang agak berkayu dengan tinggi tanaman 41,43 – 56,23 cm. Batang berbentuk silindris dan berwarna hijau. Seluruh permukaan batang ditumbuhi bulu berwarna coklat. Batang bercabang dengan jumlah 2-3 cabang. Jumlah ruas pada batang utama 1013 dengan rerata panjang ruas 3,46 – 4,68 cm. Gambar 7. Kedelai varietas Kaba Sistem perakaran kedelai varietas Kaba berbentuk akar tunggang. Akar utama memiliki panjang 15,97 – 24,8 cm. Akar utama membentuk percabangan dengan jumlah 20-26 akar cabang. 22 Daun pada kedelai varietas Kaba berbentuk majemuk yang bersifat trifoliatus (beranak daun tiga) meskipun terkadang ada daun dengan empat atau lebih anak daun. Daun berwarna hijau dengan panjang tangkai daun majemuk 13,8 – 16,57 cm. Bentuk ujung daun (apex) runcing (acutus). Bentuk pangkal daun (base) membulat (rotundatus). Sistem pertulangan daun menyirip. Cara perlekatan daun berselang-seling melekat di kanan dan kiri batang. Pada permukaan daun kedelai terdapat bulu-bulu berwarna coklat. Daun varietas Kaba memiliki luas daun 145,54 – 471,1 cm2. Bunga kedelai varietas Kaba berbentuk seperti kupu-kupu dan berwarna ungu. Bunga tumbuh pada ketiak daun dan ujung batang atau cabang. Jumlah bunga dalam satu tanaman mencapai 59-89 bunga. Kedelai varietas Kaba mulai berbunga saat tanaman berumur 31 HST dan dapat dipanen mulai umur 81 HST. Buah kedelai varietas Kaba berbentuk polong dengan polong muda berwarna hijau dan coklat pada saat masak. Permukaan polong ditumbuhi trikhoma (bulu) berwarna coklat. Sebagian besar polong berisi 2-3 biji. Polong memiliki panjang 3,32 – 3,83 cm. Jumlah polong dalam satu tanaman 27-63 buah. Biji pada kedelai varietas Kaba ini berbentuk oval agak lonjong dan berwarna kuning. Biji kedelai varietas Kaba termasuk sedang dengan berat 100 biji 10,74 – 12,81 g/100 biji. 4. Varietas Sibayak Kedelai varietas Sibayak termasuk jenis kedelai bertipe determinate. Varietas ini memiliki habitus tegak dan besar (jika dibandingkan dengan 4 varietas yang lain). Batang agak berkayu dengan tinggi tanaman 53,7 – 66,1 cm. Batang berbentuk silindris dan berwarna hijau. Seluruh permukaan batang ditumbuhi bulu berwarna coklat. Batang bercabang dengan jumlah 3-5 cabang. Jumlah ruas pada batang utama 11-14 dengan rerata panjang ruas 4,09 – 4,57 cm. 23 Gambar 8. Kedelai varietas Sibayak Sistem perakaran kedelai varietas Sibayak berbentuk akar tunggang. Akar utama memiliki panjang 20,8 – 26,37 cm. Akar utama membentuk percabangan dengan jumlah 19-26 akar cabang. Daun pada kedelai varietas Sibayak berbentuk majemuk yang bersifat trifoliatus (beranak daun tiga) meskipun terkadang ada daun dengan empat atau lebih anak daun. Daun berwarna hijau dengan panjang tangkai daun majemuk 13,63 – 17,87 cm. Bentuk ujung daun (apex) runcing (acutus). Bentuk pangkal daun (base) membulat (rotundatus). Sistem pertulangan daun menyirip. Cara perlekatan daun berselang-seling melekat di kanan dan kiri batang. Pada permukaan daun kedelai terdapat bulu-bulu berwarna coklat. Daun varietas Sibayak termasuk lebar dengan luas daun 174,29 – 605,14 cm2. Bunga kedelai varietas Sibayak berbentuk seperti kupu-kupu dan berwarna ungu. Bunga tumbuh pada ketiak daun dan ujung batang atau cabang. Jumlah bunga dalam satu tanaman mencapai 60-104 bunga. Kedelai varietas Sibayak mulai berbunga saat tanaman berumur 37 HST dan dapat dipanen sekitar umur 90 HST. Buah kedelai varietas Sibayak berbentuk polong dengan polong muda berwarna hijau dan coklat muda pada saat masak. Permukaan polong ditumbuhi trikhoma (bulu) berwarna coklat. Sebagian besar polong berisi 2-3 biji. Polong memiliki panjang 3,32 – 3,92 cm. Jumlah polong dalam satu tanaman dapat mencapai 38-58 buah. 24 Biji pada kedelai varietas Sibayak ini berbentuk oval dan berwarna kuning. Biji kedelai varietas Sibayak termasuk sedang dengan berat 100 biji 10,15 – 12,92 g/100 biji. 5. Varietas Wilis Kedelai varietas Wilis termasuk jenis kedelai bertipe determinate. Varietas ini memiliki habitus tegak dengan batang agak berkayu dengan tinggi tanaman 40,13 - 50,43 cm. Batang berbentuk silindris dan berwarna hijau. Seluruh permukaan batang ditumbuhi bulu berwarna coklat. Batang bercabang dengan jumlah 2-4 cabang. Jumlah ruas pada batang utama 1014 dengan rerata panjang ruas 3,29 – 4,24 cm. Sistem perakaran kedelai varietas Wilis berbentuk akar tunggang. Akar utama memiliki panjang 20 – 27,63 cm. Akar utama membentuk percabangan dengan jumlah 19-32 akar cabang. Gambar 9. Kedelai varietas Wilis Daun pada kedelai varietas Wilis berbentuk majemuk yang bersifat trifoliatus (beranak daun tiga) meskipun terkadang ada daun dengan empat atau lebih anak daun. Daun berwarna hijau dengan panjang tangkai daun majemuk 13,33 – 18,55 cm. Bentuk ujung daun (apex) runcing (acutus). Bentuk pangkal daun (base) membulat (rotundatus). Sistem pertulangan daun menyirip. Cara perlekatan daun berselang-seling melekat di kanan dan kiri batang. Pada permukaan daun kedelai terdapat bulu-bulu berwarna coklat. Daun varietas Wilis memiliki luas daun 215,28 – 314,06 cm2. 25 Bunga kedelai varietas Wilis berbentuk seperti kupu-kupu dan berwarna ungu. Bunga tumbuh pada ketiak daun dan ujung batang atau cabang. Jumlah bunga dalam satu tanaman mencapai 59-95 bunga. Kedelai varietas Wilis mulai berbunga saat tanaman berumur 33 HST dan dapat dipanen sekitar umur 85 HST. Buah kedelai varietas Wilis berbentuk polong dengan polong muda berwarna hijau dan berwarna coklat tua pada saat masak. Permukaan polong ditumbuhi trikhoma (bulu) berwarna coklat tua. Sebagian besar polong berisi 2-3 biji. Polong memiliki panjang 3,31 – 3,86 cm. Jumlah polong dalam satu tanaman dapat mencapai 33-62 buah. Biji pada kedelai varietas Wilis ini berbentuk oval agak pipih dan berwarna kuning. Biji kedelai varietas Wilis termasuk sedang dengan berat 100 biji 11,1 – 12,67 g/100 biji. Berdasarkan penjelasan sifat-sifat morfologi varietas Argomulyo, Anjasmoro, Kaba, Sibayak dan Wilis tersebut maka dapat diketahui keunggulan masing-masing varietas. Varietas Anjasmoro merupakan varietas yang cenderung bersifat lebih unggul dibanding dengan varietas yang lainnya. Varietas ini memiliki ciri yang lebih menonjol, terutama pada warna bulu (putih), bentuk ujung daun (tumpul), luas daun terluas, panjang akar pokok terpanjang, jumlah akar cabang terbanyak dan ukuran biji yang terbesar (14,89 g/100 biji). Varietas ini termasuk jenis kedelai berumur sedang (dapat dipanen mulai umur 82 HST) dan mampu menghasilkan jumlah polong yang cukup banyak. Varietas Sibayak merupakan varietas dengan habitus tanaman tertinggi. Varietas ini memiliki keunggulan dengan percabangan yang banyak, menghasilkan polong dengan jumlah terbanyak dan menghasilkan biji berukuran sedang (11,43 g/100 biji). Varietas ini termasuk memiliki umur yang terpanjang karena baru dapat dipanen mulai umur 90 HST. Varietas Argomulyo merupakan varietas dengan habitus dan umur tanaman terpendek. Varietas ini dapat dipanen mulai umur 75 HST. Varietas ini memiliki keunggulan mampu menghasilkan biji yang besar (14,76 g/100 26 biji) meskipun jumlah polong yang dihasilkan paling sedikit dibanding varietas lainnya. Tabel 1. Sifat-ciri morfologi lima varietas kedelai Argomulyo 32,6 Anjasmoro 44,53 Nilai Rerata Kaba 45,73 Sibayak 56,67 Wilis 44,59 § Panjang akar pokok (cm) 16,36 20,69 19,91 21,54 19,46 § Jumlah akar cabang 19,78 21,87 21,37 22,11 20,11 Sifat-ciri Morfologis 1. Tinggi Tanaman (cm) 2. Akar 3. Batang § Warna batang hijau hijau hijau hijau hijau § Bentuk batang silindris silindris silindris silindris silindris § Jumlah ruas 9,78 11,22 11,44 12,34 11,67 § Panjang ruas (cm) 2,94 3,51 3,73 4,45 3,73 § Jumlah cabang 2,11 3,22 2,89 4,45 2,66 coklat putih coklat coklat coklat § Bentuk dan susunan daun majemuk trifoliatus trifoliatus trifoliatus trifoliatus trifoliatus § Panjang tangkai daun majemuk (cm) 11,14 13,38 15,04 15,60 14,89 § Luas daun (cm2) 293,3 342,31 179,58 231,11 242,68 runcing tumpul runcing runcing runcing § Warna bulu 4. Daun § Bentuk ujung daun § Bentuk pangkal daun membulat membulat membulat membulat membulat § Cara perlekatan daun kanan-kiri kanan-kiri kanan-kiri kanan-kiri kanan-kiri § Warna helaian atas § Sistem pertulangan daun § Warna bulu hijau hijau hijau hijau hijau menyirip menyirip menyirip menyirip menyirip coklat putih coklat coklat coklat 5. Bunga § Saat muncul bunga (HST) 31,67 37 33,33 41 36 § Warna bunga ungu ungu ungu ungu ungu § Letak bunga ketiak dan ketiak dan ketiak dan ketiak dan ketiak dan ujung ujung ujung ujung ujung 62,67 73,33 67,67 71 65,67 § Warna polong masak coklat tua coklat muda coklat coklat muda coklat tua § Panjang polong (cm) 4,32 3,21 3,44 3,39 3,53 § Jumlah biji/polong 2-3 2-3 2-3 2-3 2-3 31,44 35,67 37 45,44 35,89 coklat tua putih coklat coklat coklat tua § Jumlah bunga/tanaman 6. Polong § Jumlah polong/tanaman § Warna bulu 7. Biji § Warna kulit biji § Bentuk biji § Berat 100 biji (gram) kuning kuning kuning kuning kuning oval agak oval agak oval agak oval oval agak pipih pipih lonjong 14,76 14,89 10,89 11,43 11,45 pipih 27 Varietas Wilis merupakan varietas yang umum dibudidayakan oleh petani. Varietas ini dapat dipanen mulai umur 85 HST. Varietas ini mampu menghasilkan polong yang cukup banyak dan menghasilkan biji berukuran sedang (11,45 g/100 biji). Varietas Kaba merupakan varietas dengan habitus tanaman yang tinggi, namun memiliki percabangan yang sedikit. Varietas ini juga umum dibudidayakan oleh petani saat ini. Varietas ini dapat dipanen mulai umur 81 HST. Varietas ini mampu menghasilkan polong yang cukup banyak (terbanyak kedua setelah Sibayak). Ukuran biji varietas Kaba termasuk sedang (10,89 g/100 biji) namun terkecil jika dibanding varietas yang lain. H. Pengaruh Pemberian Pupuk Posphat (P) terhadap Morfologi Tanaman Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian pupuk posphat (P) dari dosis 0, 18 hingga 36 kg P2O5/ha mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman (semakin tinggi dosis maka pertumbuhan tanaman semakin meningkat). Pemberian pupuk P pada tanah akan meningkatkan unsur P yang terdapat di dalam tanah sehingga unsur tersebut dapat tersedia secara cukup bagi tanaman. Unsur P sendiri merupakan unsur hara makro essensial untuk pertumbuhan tanaman kedua setelah N. Unsur P sangat penting karena terlibat langsung hampir pada seluruh proses kehidupan tanaman, namun unsur ini termasuk sedikit tersedia dalam tanah, terutama pada lahan kering yang telah mengalami pelapukan lanjut (Sanyal et al., 1993), sehingga perlu asupan unsur P dari luar. Tinggi Tanaman (cm) . 70 60 Argomulyo Anjasmoro Kaba 50 40 30 Sibayak Wilis 20 10 0 0 kg/ha 18 kg/ha 36 kg/ha Dosis Pupuk P Gambar 10. Pengaruh pemupukan P terhadap tinggi tanaman kedelai 28 Pertumbuhan tanaman dapat didefinisikan sebagai proses bertambahnya ukuran dan volume tanaman yang tidak dapat balik. Pertumbuhan tersebut dapat terjadi karena adanya aktivitas pembelahan, pembesaran dan pemanjangan sel. Sel memerlukan energi dalam aktivitasnya tersebut. Unsur P diperlukan dalam proses fosforilasi adenosin difosfat (ADP) menjadi adenosin trifosfat (ATP). ATP tersebut merupakan senyawa energi yang diperlukan dalam proses-proses metabolisme tanaman. Adanya energi yang cukup menyebabkan proses fisiologis dalam tanaman dapat berlangsung secara optimal sehingga dapat mendorong tanaman untuk memberikan respon pertumbuhan yang optimal pula. Namun, masing-masing varietas memiliki respon yang berbeda-beda terhadap dosis pemberian pupuk P, tergantung sifat genetik masing-masing varietas. Mursito (2003) mengemukakan bahwa genotipe yang berbeda akan menunjukkan penampilan yang berbeda setelah berinteraksi dengan lingkungan tertentu. Fotosintesis terjadi pada organ daun. Semakin luas suatu daun tanaman maka penerimaan cahaya matahari akan semakin besar. Hal ini dapat mendukung proses fotosintesis dapat berjalan dengan baik. Hasil fotosintesis tersebut dibagikan pada bagian batang, daun, dan akar (Gardner et al., 1991) guna mendukung pertumbuhan tanaman (fase vegetatif). Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa peningkatan dosis pemberian pupuk P mampu meningkatkan luas daun. Luas daun tersebut juga dipengaruhi oleh sifat genetik masing-masing varietas terutama bentuk daun. Peningkatan luas daun tentu juga akan diikuti oleh peningkatan panjang tangkai daun sebab pada dasarnya tangkai daun merupakan bagian daun yang mendukung helaiannya dan bertugas untuk menempatkan helaian daun pada posisi yang sedemikian rupa, hingga dapat memperoleh cahaya matahari yang sebanyak-banyaknya. 29 600 Luas Daun (cm2) 500 0 kg/ha 400 18 kg/ha 300 36 kg/ha 200 100 0 Argomulyo Anjasmoro Kaba Sibayak Wilis Varietas Kedelai Panjang Tangkai Daun (cm) . Gambar 11. Pengaruh pemupukan P terhadap luas daun kedelai 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 0 kg/ha 18 kg/ha 36 kg/ha Argomulyo Anjasmoro Kaba Sibayak Wilis Varietas Kedelai Gambar 12. Pengaruh pemupukan P terhadap panjang tangkai daun kedelai Batang sebagai daerah pembagian fotosintat memanfaatkan fotosintat tersebut untuk pemanjangan dan pelebaran batang. Peningkatan panjang dan lebar batang tersebut secara tidak langsung juga meningkatkan jumlah ruas batang yang selanjutnya mempengaruhi panjang ruas batang dan jumlah percabangan pada tanaman. Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan dosis pemberian pupuk P mampu meningkatkan panjang ruas batang, namun tidak berpengaruh terhadap peningkatan jumlah ruas batang dan jumlah percabangan pada tanaman kedelai. Hal tersebut diduga karena jumlah ruas batang dan cabang pada tanaman kedelai lebih dipengaruhi oleh faktor genetik masing-masing varietas. 30 Panjang Ruas Batang (cm) . 5 4.5 4 3.5 0 kg/ha 18 kg/ha 36 kg/ha 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Argomulyo Anjasmoro Kaba Sibayak Wilis Varietas Kedelai Gambar 13. Pengaruh pemupukan P terhadap panjang ruas batang kedelai Akar merupakan bagian tanaman yang berfungsi menyerap air dan unsur hara dari dalam tanah guna diangkut melalui batang menuju ke daun sebagai bahan fotosintesis. Semakin dalam dan luas perakaran maka penyerapan air dan hara tersebut semakin meningkat. Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan dosis pemberian pupuk P mampu meningkatkan panjang akar pokok dan jumlah akar cabang. Sutiyoso (2003) cit. Restiati (2006) menyatakan bahwa salah satu fungsi P adalah mengikat energi matahari dan mengubahnya menjadi energi kimia, misalnya dalam fotosintesis. Pemberian unsur P dapat merangsang pertumbuhan akar sehingga akan terbentuk perakaran dalam jumlah yang banyak dan kuat. Panjang Akar Pokok (cm) 30 25 20 0 kg/ha 15 18 kg/ha 10 36 kg/ha 5 0 Argomulyo Anjasmoro Kaba Sibayak Wilis Varietas Kedelai Gambar 14. Pengaruh pemupukan P terhadap panjang akar pokok kedelai 31 Jumlah Akar Cabang . 30 25 20 0 kg/ha 18 kg/ha 15 36 kg/ha 10 5 0 Argomulyo Anjasmoro Kaba Sibayak Wilis Varietas kedelai Gambar 15. Pengaruh pemupukan P terhadap jumlah akar cabang kedelai Perpindahan dari fase vegetatif menuju fase generatif ditandai dengan munculnya bunga. Salah satu unsur hara yang sangat berperan dalam pembungaan dan pembuahan pada tanaman adalah unsur P. Unsur P dapat memacu pembungaan pada tanaman. Setelah tanaman memasuki fase generatif maka hasil fotosintat lebih banyak digunakan untuk pembentukan organ generatif (pembungaan, pembentukan polong dan pengisian biji). Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan dosis pemberian pupuk P tidak berpengaruh nyata terhadap saat muncul bunga dan jumlah bunga yang dihasilkan. Meskipun demikian, pemberian pupuk P pada tanaman kedelai tetap mampu meningkatkan jumlah bunga dan mempercepat saat munculnya bunga pada masing-masing varietas kedelai (jumlah bunga lebih banyak dan bunga muncul lebih cepat pada kedelai yang dipupuk P). Jumlah Bunga/tanaman . 100 90 80 70 60 50 0 kg/ha 40 30 36 kg/ha 18 kg/ha 20 10 0 Argomulyo Anjasmoro Kaba Sibayak Wilis Varietas Kedelai Gambar 16. Pengaruh pemupukan P terhadap jumlah bunga kedelai 32 Saat Muncul Bunga (HST) 45 40 35 30 25 20 15 0 kg/ha 18 kg/ha 36 kg/ha 10 5 0 Argomulyo Anjasmoro Kaba Sibayak Wilis Varietas Kedelai Gambar 17. Pengaruh pemupukan P terhadap saat muncul bunga kedelai Pembentukan buah merupakan peristiwa yang penting dalam produksi tanaman budidaya. Proses-proses ini dikendalikan baik oleh lingkungan, terutama fotoperiode dan temperatur maupun oleh faktor genetik atau internal, terutama pengatur pertumbuhan, hasil fotosintesis, dan pasokan unsur hara (Gardner et al.,1991). Irdiawan dan Rahmi (2002) menyatakan bahwa dalam pengisian polong diperlukan sinar matahari yang penuh dan kadar air yang cukup selama beberapa waktu, tetapi terlampau banyak air dalam tanah dapat mengganggu proses pengisian polong. Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan dosis pemberian pupuk P tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah polong yang dihasilkan oleh masing-masing varietas kedelai. Meskipun demikian, pemberian pupuk P pada tanaman kedelai tetap mampu Jumlah Polong/Tanaman . meningkatkan jumlah polong pada masing-masing varietas kedelai. 60 50 40 0 kg/ha 30 18 kg/ha 20 36 kg/ha 10 0 Argomulyo Anjasmoro Kaba Sibayak Wilis Varietas Kedelai Gambar 18. Pengaruh pemupukan P terhadap jumlah polong kedelai 33 Di dalam polong terdapat biji kedelai yang umumnya berjumlah 2-3 biji. Biji merupakan hasil yang diambil dari budidaya tanaman kedelai. Bentuk dan ukuran biji kedelai berbeda-beda sesuai dengan sifat genetik varietasnya, mulai kecil (sekitar 7-9 g/100 biji), sedang (10-13 g/100 biji) hingga besar (>13 g/100 biji). Untuk dapat mengetahui ukuran dan kualitas biji umumnya digunakan parameter berat 100 biji. Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan dosis pemberian pupuk P dapat meningkatkan berat 100 biji pada masing-masing varietas kedelai. Wicks et al. (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman yang lebih baik dan fotosintesis yang meningkat akan Berat 100 Biji (gram) memperbesar pasokan fotosintat ke bagian biji. 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 0 kg/ha 18 kg/ha 36 kg/ha Argomulyo Anjasmoro Kaba Sibayak Wilis Varietas Kedelai Gambar 19. Pengaruh pemupukan P terhadap berat 100 biji kedelai I. Sitologi (Jumlah Kromosom) Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing varietas kedelai mempunyai jumlah kromosom sama, yakni 2n = 40 (gambar 20, 21, 22, 23 dan 24). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bione et al. (2000) bahwa genus Glycine yang meliputi beberapa kultivar kedelai memiliki jumlah kromosom diploid (2n = 2x = 40). Pada gambar tersebut, terlihat ukuran kromosom yang kecil dengan jumlah yang cukup banyak, sehingga pada pengamatan sering terlihat tumpang tindih. Spesies dengan jumlah kromosom banyak memiliki ukuran kromosom lebih kecil daripada spesies dengan jumlah kromosom yang lebih sedikit (Suryo, 2003 cit. Sarasmiyarti, 2008). 34 A. Tanpa pemberian pupuk P B. Dengan pemberian pupuk P Gambar 20. Kromosom kedelai varietas Argomulyo A. Tanpa pemberian pupuk P B. Dengan pemberian pupuk P Gambar 21. Kromosom kedelai varietas Anjasmoro A. Tanpa pemberian pupuk P B. Dengan pemberian pupuk P Gambar 22. Kromosom kedelai varietas Kaba 35 A. Tanpa pemberian pupuk P B. Dengan pemberian pupuk P Gambar 23. Kromosom kedelai varietas Sibayak A. Tanpa pemberian pupuk P B. Dengan pemberian pupuk P Gambar 24. Kromosom kedelai varietas Wilis Penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jumlah kromosom antara lima varietas kedelai yang diamati baik pada perlakuan tanpa pemberian pupuk maupun dengan pemberian pupuk P (pemberian pupuk P tidak berpengaruh pada jumlah kromosom masing-masing perlakuan). Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor lingkungan tidak mempengaruhi sifat genetik suatu individu. Menurut Johansen (1911) cit. Heddy (1990), diciptakan istilah genotipe untuk sifat-sifat dasar yang belum terpengaruh oleh faktor-faktor lingkungan dan fenotipe untuk sifat-sifat yang nampak. 36 V. KESIMPULAN DAN SARAN J. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain : 1. Sifat-sifat morfologi pada lima varietas kedelai berbeda-beda pada masing-masing varietas. 2. Pemberian pupuk posphat (P) dari dosis 0, 18 hingga 36 kg P2O5/ha dapat mempengaruhi morfologi tanaman berupa peningkatan tinggi tanaman, panjang akar pokok, jumlah akar cabang, panjang ruas batang, panjang tangkai daun, luas daun, dan berat 100 biji pada masing-masing varietas kedelai. 3. Jumlah kromosom pada lima varietas kedelai sama, yaitu 2n = 40. 4. Pemberian pupuk posphat (P) tidak mempengaruhi jumlah kromosom pada lima varietas kedelai. K. Saran 1. Varietas Anjasmoro dan Sibayak dapat dijadikan sebagai tetua persilangan yang baik. 2. Pemilihan varietas yang dibudidayakan perlu dikaitkan dengan keinginan dan kebutuhan konsumen. 37 DAFTAR PUSTAKA AAK. 2002. Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. Anonim. 2008. Teknik Molekuler Berkaitan dengan Pemuliaan Tanaman. http://www.fp.unud.ac.id. Diakses pada tanggal 25 Juni 2009. Bione, N. C. P., M. S. Pagliarini and J. F. F. de Toledo. 2000. Meiotic Behavior of Several Brazilian Soybean Varieties. J. Genet. Mol. Biol. 23 : 705-711. Buckman, H. O. dan N. C. Brady. 1984. Ilmu Tanah. Terjemahan S. Bhatara. Karya Aksara. Jakarta. Budiastuti, Sumarno, S. Harjanti, Sugiyono dan Trijono. 1997. Kesesuaian Pemberian Air dan Defoliasi pada Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill) Varietas Wilis dan Lokon. Caraka Tani. 13 : 1-8. Caldwell, B. E. 1973. Soybean : Improvement, Production and Uses. American Society of Agronomy, Inc. Wisconsin. Crisp, P and P. Astley. 1984. Genetic Resource in vegetables Research Station. Welles Bourne Warwick CV 359 EF. England. Crowder, L. V. 1990. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Gunarso, W. 1988. Sitogenetika. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Heddy, S. 1990. Biologi Pertanian. Rajawali Pers. Jakarta. Hidajat, O. O. 1985. Morfologi Tanaman Kedelai, hal 73 dalam S. S. Atmaja, M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, Yuswadi dan S. O. Manurung (eds). Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Irdiawan, R., dan Rahmi. 2002. Pengaruh Jarak Tanam dan Pemberian Bokhasi Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). J. Agrifor. 1 (2) : 31-36. Irwan, A. W. 2005. Kebutuhan Air, Iklim dan Waktu Tanam Kedelai, kacang tanah dan Kacang Hijau. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Jatinangor. , 2009. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill). http://pustaka.unpad.ac.id. Diakses pada tanggal 26 Desember 2009. Ismail, C., Suwono dan Kasijadi. 2001. Pengaruh Pupuk SP-36 Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian. 4 (1) : 94-102. Jumin, H. B. 1994. Dasar-Dasar Agronomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 38 Mursito, D. 2003. Heritabilitas dan Sidik Lintas Karakter Fenotipik Beberapa Galur Kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Agrosains. 6 (2) : 58-63. Parjanto, S. Moeljopawiro, W. T. Artama dan A. Purwantoro. 2003. Kariotipe Kromosom Salak. Zuriat. 14 (2) : 21-28. Pasaribu dan Suprapto. 1985. Pemupukan NPK pada Kedelai, hal 159 dalam S. S. Atmaja, M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, Yuswadi dan S. O. Manurung (eds). Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Poehlman, J. M. and D. A. Sleper. 1996. Breeding Field Crops. Iowa State University Press. Iowa. Restiati, S. 2006. Pengaruh macam dan Konsentrasi Pupuk Cair Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bibit Anggrek Bulan (Phalaenopsis sogo Chamba “yellow”><Phalaenopsis I-Hsin sun flower) Secara Hidroponik. Skripsi S1 Fakultas Pertanian UNS. Surakarta. Rukmana, R dan Y. Yuniarsih. 1996. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. Samingan, T. 1982. Dendrologi. Gramedia. Jakarta. Sanyal, S. K., S. K. De Datta, and P. Y. Chan. 1993. Phosphate Sorptiondesorption Behaviour of Some Aciditic Soils of South and Southeast Asia. Soil Sei. Soc. Am. J. 57 : 937-945. Sarasmiyarti, A. 2008. Analisis Sitogenetika Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) Jogorogo. Skripsi S1 Fakultas Pertanian UNS. Surakarta. Setyawan, A. D. dan Sutikno. 2000. Karyotipe Kromosom pada Allium sativum L. (Bawang Putih) dan Pisum Sativum L (Kacang Kapri). BioSmart. 2 (1) : 20–27. Suliartini, N., A. Purwantoro, dan E. Sulistyaningsih. 2004. Keragaman Genetik dalam Spesies Caladium bicolor Berdasarkan Analisis Kariotipe. Agrosains. 17 (2) : 235-244. Suprapto, H. 2002. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta. Swastika, D. K. S., Marwoto dan P. Simatupang. 2008. Pengembangan Kedelai dan Kebijakan Penelitian di Indonesia. http://pse.litbang.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 3 Mei 2009. Tjitrosoepomo, G. 2007. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Wicks, G. A., D. A. Crutcfield and O. C. Burnside. 2004. Influence of Wheat (Triticum aestivum) Straw Mulch and Metalachlor on Corn (Zea mays) Growth and Yield. Weed Sci . 42 : 141-147.