HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI ZAT GIZI DENGAN STATUS YODIUM PADA WANITA USIA SUBUR DI DAERAH ENDEMIK GAKI Siti Zulaekah dan Irma Yuliastuti Prodi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Surakarta 57162 Abstract Iodine Deficiency Disorder (IDD) is one of serious community health problems. Community group which is very vulnerable to impact of IDD is CBAW. Risk factors of IDD are geographic, salt consumption, food consumption, social economic status and knowledge factor. To investigate the iodine status of CBAW, test of Thyroid Stimulating Hormone (TSH) level was implemented.The objective of this study was to measure the correlation between level of food consumption (energy, protein, iodine) and iodine status of child bearing age women (CBAW) in Selo Village, Selo District, Boyolali, Central Java. This research used observational research with crossectional approach. There were 24 subjects selected randomly. Food consumption (energy, protein, iodine) was collected using interview technique with recall method 3 x 24 hour and level of TSH measured by collected blood sample and tested with ELISA. The data were then analyzed with pearson- product moment correlation test. Based on univariat analysis, level of energy and protein consumption were classified as heavy deficit, which were 83,3% and 70,8% respectively, and iodine consumption was categorited low, which was 62,5%. Based on statistic test , it can be seen that there was not any significant correlation between level of nutrition consumption (energy, protein, iodine ) and iodine status of child bearing age women, with p value of 0,215 ; 0,809 and 0,889 respectively. This phenomenon occured probably due to other factors like selenium (Se), iron (Fe), zinc (Zn), and vitamin A consumption. Based on the result it can be concluded that there was not any significant correlation between level of food consumption (energy, protein, iodine) and iodine status of child bearing age women. Keywords: Food consumption, Iodine, Thyroid Stimulating Hormon PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang masih menghadapi masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Gangguan Akibat Kekurangan Yodium dapat menyerang berbagai tingkatan usia diantaranya adalah pada Wanita Usia Subur (WUS). Kekurangan yodium pada wanita subur dapat berisiko terjadinya abortus pada saat ibu hamil, lahir 66 mati, sampai cacat bawaan dan pada bayi yang dilahirkan terjadi gangguan perkembangan syaraf, mental dan fisik yang disebut kretin. Kejadian pembesaran kelenjar gondok terbanyak ditemukan pada usia antara 9 sampai 13 tahun pada anak laki-laki dan antara usia 12 sampai 18 tahun pada anak perempuan. Pembesaran kelenjar gondok pada orang dewasa baru timbul setelah usia 19 atau 20 tahun (Obin, 2001). Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 3, No. 1, Juni 2010: 66-77 Salah satu cara untuk mengetahui kecukupan yodium pada wanita usia subur adalah dengan menilai status yodium. Salah satu metode biokimia yang digunakan yaitu pemeriksaan kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang terkandung dalam darah (Supariasa, 2002). Kadar TSH lebih sensitif dan dapat dipercaya sebagai indikator fungsi thyroid serta dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid (Price dkk, 2006). Kekurangan yodium pada wanita usia subur dapat disebabkan karena rendahnya konsumsi makanan yang mengandung yodium, seperti : makanan laut, susu, daging, telur, air minum, garam beryodium (Djokomoeljanto, 2004). Faktor geografis juga dapat berpengaruh terhadap timbulnya GAKY. Bila daerah geografis berada jauh diatas permukaan laut misalnya daerah pegunungan, kaki gunung, maupun perbukitan maka akan mempunyai andil besar dalam menciptakan daerah endemis GAKY. Desa Selo Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 19 kecamatan di Kabupaten Boyolali yang merupakan daerah endemis GAKY (Biro Statistik, 2007). Penelitian sebelumnya menunjukkan angka TGR Kecamatan Selo pada tahun 1996 adalah 19%, sehingga termasuk daerah endemis ringan. Namun pada tahun 2002 TGR meningkat menjadi 37,3%, sehingga menjadi daerah endemis berat (Ritanto, 2003). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat konsumsi makanan (energi, protein, yodium) dengan status yodium pada wanita usia subur di Desa Selo Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. Penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat dan informasi bagi pemerintah setempat sebagai masukan dalam penyuluhan mengenai konsumsi makanan (energi, protein, yodium) untuk penanggulangan masalah GAKY. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Subjek dalam penelitian ini adalah wanita usia subur yang telah menjadi aseptor KB di Desa Selo Kecamatan Selo Boyolali Jawa Tengah sebanyak 24 dipilih secara acak. Data yang dikumpulkan meliputi nama, umur, pekerjaan, pendidikan, data tingkat konsumsi energi, protein dan yodium, serta data status yodium. Data tingkat konsumsi energi, protein, dan yodium dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan metode recall 3x24 jam. Status yodium dilihat dari kadar TSH subjek yang dianalisis dengan metode ELISA tes. Pemeriksaan kadar TSH dilakukan di Laboratorium Kesehatan Yogyakarta. Data dianalisis dengan uji statistik dengan program SPSS for windows 10. Hasil uji normalitas me- Hubungan Tingkat Konsumsi Zat Gizi dengan ... (Siti Zulaekah dan Irma Yuliastuti) 67 nunjukan bahwa data tingkat konsumsi makanan (energi, protein, yodium) dan data status yodium subjek dan status yodium terdistribusi normal sehingga uji korelasi yang digunakan adalah korelasi pearson product moment HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik subjek penelitian terdiri dari usia, pendidikan, pekerjaan. Usia subjek rata-rata adalah 35,38 ± 7,44 dengan nilai mínimum 23 dan nilai maksimum 49 . Umur wanita usia subur yang menjadi subjek penelitian yaitu d” 35 tahun dengan jumlah sebanyak 62,5% sedangkan yang berumur > 35 tahun sebanyak 37,5%. Subjek yang tidak sekolah sebanyak 12.5%, tidak tamat SD 12.5%, tamat SD 66.7%, dan tamat SMP 8.3%. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan subjek sebagian besar hanya tamat SD, hal ini menunjukan pendidikan subjek belum memenuhi pendidikan dasar (9 tahun). Mata pencaharian sebagian besar subjek adalah petani yaitu 87,5%, pedagang 8,3%, dan Ibu Rumah Tangga 4,2%. Gambaran Konsumsi Zat Gizi Menurut Hardinsyah (2004), kategori energi dan protein dikatakan defisit tingkat berat jika <70%, defisit tingkat sedang 70-79%, defisit tingkat ringan 80-89%, baik atau normal 90119% dan lebih jika >120%. Sedangkan 68 kategori konsumsi yodium dikatakan cukup bila e” 2/3 dari kebutuhan (e” 65%), dan kurang bila < 2/3 dari kebutuhan (<65%). Konsumsi yodium yang dianjurkan menurut Angka Kecukupan Gizi 2005 yaitu untuk wanita usia 19-49 tahun yaitu 150 µg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ratarata konsumsi energi subjek 861,56 ± 211,08 Kkal dengan nilai mínimum 601,1 Kkal dan nilai maksimum 1268,5 Kkal. Konsumsi protein subjek berdasarkan nilai parameter statistik yaitu dengan nilai rata-rata 29,85 ± 17,5 gram dengan nilai mínimum 19,7 gram dan nilai maksimum 43,3 gram. sedangkan untuk prosentase AKG protein individu berdasarkan nilai parameter statistik yaitu rata-rata 65,1 ± 19,73 % dengan nilai minimum 40,2 % dan nilai maksimum 132,4 %. Konsumsi yodium subjek berdasarkan nilai parameter statistik yaitu dengan nilai rata-rata 88,2 ± 74,78 µg dengan nilai minimum 9,35 µg dan nilai maksimum 277,5 µg sedangkan untuk prosentase AKG yodium individu berdasarkan nilai parameter statistik yaitu rata-rata 65,75 ± 64,96 % dengan nilai minimum 6,99 % dan nilai maksimum 282,6 %. Gambaran tingkat konsumsi energi, protein dan yodium subyek secara lengkap dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa konsumsi energi subjek defisit berat 83,3% dan konsumsi energi defisit sedang 12,5% sedangkan konsumsi energi baik 4,2%. Dari hasil tersebut Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 3, No. 1, Juni 2010: 66-77 Tabel 1. Gambaran Tingkat Konsumsi Zat Gizi Subjek Penelitian Zat Gizi Energi Protein Yodium Tingkat Konsumsi Defisit berat Defisit sedang Baik Jumlah Defisit berat Defisit sedang Defisit ringan Baik Jumlah Kurang Cukup Jumlah n % 20 3 1 24 17 4 1 2 24 15 9 24 83,3 12,5 4,2 100 70,8 16,7 4,2 8,3 100 62,5 37,5 100 dapat disimpulkan bahwa konsumsi energi subjek sebagian besar tergolong defisit berat, hal ini dapat dikaitkan dengan konsumsi makanan sumber energi subjek yang rendah dan kebiasaan makan subjek yang jarang melakukan sarapan pagi. Menurut Khomsan, (2003) sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatakan kadar gula darah, dengan kadar gula darah yang terjamin normal maka konsentrasi kerja bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktifitas. Sarapan pagi akan menyumbangkan gizi sekitar 25% energi. Kebutuhan energi dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan sumber karbohidrat, protein dan lemak (Depkes, 1995). Menurut hasil recall 3x24 jam konsumsi lauk hewani jarang dikonsumsi oleh sebagian besar subjek, lauk hewani didominasi oleh penggunaan telur. Konsumsi lauk nabati yang sering dikonsumsi oleh sebagian besar subjek yaitu penggunaan tempe dan tahu, dengan frekuensi 3x sehari, sedangkan untuk konsumsi sayur yang sering dikonsumsi oleh sebagian besar subjek yaitu penggunaan daun adas, singkong, dan labu. Singkong dan labu ini merupakan contoh sayuran yang tergolong goitrogenik. Konsumsi buah-buahan cukup jarang, jenis buah yang dikonsumsi yaitu pisang dan jeruk. Konsumsi protein sebagian besar subjek tergolong defisit berat yaitu sebanyak 70,8%. Rendahnya konsumsi protein ini disebabkan karena sebagian besar subjek jarang mengkonsumsi makanan sumber Hubungan Tingkat Konsumsi Zat Gizi dengan ... (Siti Zulaekah dan Irma Yuliastuti) 69 protein, mereka lebih sering mengkonsumsi sayuran hasil kebun mereka. Protein dalam tubuh sangat dibutuhkan oleh tubuh sebagai salah satu cadangan energi. Selain itu, protein juga berfungsi untuk memperantarai respon hormon thyroid, jika protein dalam tubuh defisit maka dapat mengganggu fungsi protein itu sendiri. Konsumsi yodium subjek kategori kurang sebesar 62,5 % dan konsumsi yodium cukup sebesar 37,5% Menurut hasil penelitian Rachmawanti (2009), bahwa di Desa Selo terdapat garam yang tidak memenuhi syarat (< 30 ppm) sebesar 75%. Garam beryodium yang dianjurkan dikonsumsi manusia adalah yang memenuhi Standart Nasional Indonesia (SNI), yaitu kandungan yodiumnya lebih dari 30 ppm (Dachroni, 2008). pun dikatakan normal, orang dengan eutiroid memiliki kelainan hormon tiroid. Eutiroid merupakan istilah yang menggambarkan kelainan pada fungsi thyroid yang diamati pada pasienpasien yang menderita penyakit sistemik diluar kelenjar thyroid. Gejala eutiroid jika seseorang sakit dan mengalami kekurangan gizi atau telah menjalani pembedahan, maka hormon thyroid T 4 tidak dirubah menjadi T 3 sehingga tertimbun sejumlah besar hormon T3 yang merupakan hormon thyroid dalam bentuk tidak aktif. Meskipun T4 tidak dirubah menjadi T3, tetapi kelenjar thyroid tetap berfungsi dan mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh secara normal (Purnami dan Saraswati, 2009). Distribusi status yodium dapat dilihat pada tabel 2. Meskipun tingkat konsumsi yodium subjek sebagian besar tergolong kurang akan tetapi status yodium subjek 100% tergolong eutiroid. Hal ini dapat dimungkinkan karena adanya interaksi yodium dengan mineral lain seperti selenium dan besi. Menurut Soekarti (2008), bahwa selenium terlibat dalam interaksi metabolisme yodium, selain Gambaran Status yodium Status yodium subjek rata-rata adalah 1,67 ± 0,95 dengan nilai mínimum 0,44 dan nilai maksimum 4,09. Apabila dilihat dari kadar TSH, semua subjek mempunyai status yodium yang normal. Kadar TSH yang normal disebut juga eutiroid. Walau- Tabel 2. Status Yodium Subjek Penelitian Status yodium n % Normal 24 100 Tidak normal 0 0 24 100 Jumlah 70 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 3, No. 1, Juni 2010: 66-77 itu kekurangan besi dapat menyebabkan terganggunya metabolisme thyroid. Hubungan Konsumsi Energi dengan Status Yodium Distribusi silang konsumsi energi dengan status yodium wanita usia subur dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 menunjukan bahwa dari subjek yang berstatus yodium normal sebagian besar subjek memiliki konsumsi energi defisit berat sebanyak 83,3%. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji korelasi pearson product moment diperoleh nilai p = 0,215 hal ini menunjukan tidak ada hubungan signifikan antara tingkat konsumsi energi dengan status yodium. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Price dkk (2006) dan Nurcahyo (2009), bahwa hormon-hormon thyroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan metabolisme energi. Kejadian eutiroid dapat terjadi akibat seseorang mengalami kurang gizi maka hormon thyroid T 4 tidak diubah menjadi T3, meskipun T4 tidak ubah menjadi T3 tetapi kelenjar tetap berfungsi dan mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh secara normal (Nurcahyo, 2009). Status yodium juga dapat dipengaruhi oleh adanya zat goitrogenik dalam bahan makanan sepeti kelompok sianida, kelompok mimosin, kelompok isothiosianat dan kelompok asam. Jenis makanan sumber energi yang sering dikonsumsi oleh sebagian besar subjek yaitu beras, singkong, biskuit (Djokomoeljanto, 2004). Selanjutnya Djokomoeljanto (2004) menyatakan bahwa kebanyakan unsur yodium didapat lewat makanan. Tumbuhan memperoleh yodium dari lahan dimana tanaman ini ditanam, sehingga makin tinggi kadar yodium lahan, makin tinggi pula kadar yodium tanaman yang hidup dilahan tersebut. Menurut Williams (1974) dalam Picauly (2002), dari hasil risetnya mengatakan bahwa zat goitrogenik dalam bahan makanan yang dimakan setiap hari akan menyebabkan zat yodium dalam tubuh tidak berguna, karena zat goitrogenik tersebut merintangi Tabel 3. Distribusi Silang Konsumsi Energi dengan Status Yodium Subjek Tingkat Konsumsi Energi Status Yodium Normal n Total Tidak normal n n Defisit berat Defisit sedang 20 3 (83,3%) (12,5%) 0 0 (0%) (0%) 20 3 (83,3%) (12,5%) Baik 1 (4,2%) 0 (0%) 1 (4,2%) 24 (100%) 0 (0%) 24 (100%) Total Hubungan Tingkat Konsumsi Zat Gizi dengan ... (Siti Zulaekah dan Irma Yuliastuti) 71 absorbsi dan metabolisme mineral yodium yang telah masuk ke dalam tubuh. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Ritanto (2003) yang menyatakan bahwa faktor goitrogenik tidak terbukti sebagai faktor risiko. Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Yodium Distribusi silang tingkat konsumsi protein dengan status yodium wanita usia subur dapat dilihat pada tabel berikut 4. Tabel tersebut menunjukkan bahwa subyek yang berstatus yodium normal sebagian besar memiliki konsumsi protein defisit berat yaitu 70,8% Hasil uji statistik dengan menggunakan uji korelasi pearson product moment diperoleh nilai p = 0,809 hal ini menunjukan tidak ada hubungan signifikan antara tingkat konsumsi protein dengan status yodium. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Samsudin (2007), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi protein dengan fungsi thyroid. Menurut Sauberlich (1999) pengaruh defisiensi protein berkaitan dengan sintesis hormon thyroid terutama dalam tahap transportasi hormon, baik T3 dan T4 yang terikat dengan protein serum. Defisiensi protein dapat menyebabkan terganggunya T 3 dan T 4 bebas. Dengan adanya mekanisme umpan balik pada TSH maka akhirnya hormon thyroid menurun. Apabila keadaaan ini berlangsung terus menerus maka akan menyebabkan terjadinya pembesaran kelenjar thyroid. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa konsumsi protein subjek tergolong defisit berat akan tetapi status yodium subjek tergolong normal (eutiroid). Menurut Price,dkk (2006), adanya perubahan nutrisi seperti pada waktu diet tanpa karbohidrat dan protein, dapat juga menurunkan jumlah tiroksin yang teryodinasi menjadi triyodotironin (T3), dan meningkatkan jumlah tiroksin yang diubah menjadi reverse triyodotironin Tabel 4. Distribusi Silang Tingkat Konsumsi Protein dengan Status Yodium Subjek Tingkat Konsumsi protein Defisit berat Defisit sedang Defisit ringan Baik Total n 17 4 1 2 24 Status Yodium Normal Tidak normal n (70,8%) 0 (0%) (16,7%) 0 (0%) (4,2%) 0 (0%) (8,3%) 0 (0%) (100%) 0 (0%) Total n 17 4 1 2 24 (70,8%) (16,7%) (4,2%) (8,3%) (100%) 72 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 3, No. 1, Juni 2010: 66-77 (rT3) yang secara metabolik kurang aktif. Pada kebanyakan pasien eutiroid memiliki kadar T3 yang rendah dan kadar rT3 yang meningkat , kadangkadang kadar T4 serum juga menurun. Kadar TSH biasanya normal atau sedikit diatas normal. Hasil yang demikian dapat terjadi karena perubahan-perubahan pada konversi T 4 menjadi T 3 dan menurunnya pengikatan T 4 dengan protein pengikat. Perubahan pada fungsi thyroid juga terkait oleh adanya perubahan konsentrasi TBG (globulin pengikat tiroksin), misalnya adanya penyakit sistemik yang berat, sindrom nefrotik, penyakit hati kronik, dll. Selain itu dimungkinkan hal ini dapat disebabkan oleh adanya faktor lain seperti konsumsi selenium, seng, besi dan vitamin A. Selenium berada dalam makanan dalam bentuk selenometionin dan selenosistein. Selenium (Se) diangkut oleh albumin dan alfa-2 globulin (Almatsier, 2003). Selenium dapat memberikan pengaruh biologis secara langsung atau setelah digabungkan ke dalam enzim atau protein bioaktif lain, sebagai contoh seleno-protein adalah sisi aktif enzim anti-oksidan glutation peroksidase dan tiorekdoksin reduktase glutation perioksidase adalah selenoprotein yang paling banyak terdapat dalam mamalia. Tiorekdoksin reduktase tidak hanya penting untuk memelihara agar protein sel tetap berada dalam keadaan terekduksi, tetapi juga berguna untuk menyediakan deoksiri- bonuklease yang diperlukan untuk sintesis DNA. Enzim deiodinase (D1,D2,D3) diperlukan untuk aktivasi dan aktivitas hormon thyroid (T4 menjadi bentuk T3) (Muchtadi, 2009). Seng (Zn) erat kaitanya dengan protein hal ini dapat dilihat pada proses absorpsi seng. Seng diangkut oleh albumin dan transferin masuk ke aliran darah dan dibawa ke hati. Seng merupakan kofaktor enzim, selain itu seng juga berperan dalam berbagai aspek metabolisme salah satunya yaitu sintesis protein. Besi (Fe) memiliki kesamaan dengan seng dalam proses metabolisme dan absorpsi, absorpsi besi juga membutuhkan alat angkut yaitu protein. Dalam jumlah yang kelebihan besi disimpan dalam bentuk protein feritin dan hemosisderin. Vitamin A juga berhubungan dengan protein. Dalam tubuh vitamin A dalam bentuk retinol diangkut oleh RBP (Retinol Binding Albumin) dan disintesis dalam hati, selain itu metabolisme vitamin juga berkaitan dengan seng (Almatsier, 2003). Hubungan Konsumsi Yodium dan Status Yodium Distribusi silang tingkat konsumsi yodium dengan status yodium wanita usia subur dapat dilihat pada tabel 5. Tabel tersebut menunjukan bahwa pada subyek yang berstatus yodium normal lebih dari separuhnya memiliki tingkat konsumsi yodium kurang sebanyak 62,5%. Hubungan Tingkat Konsumsi Zat Gizi dengan ... (Siti Zulaekah dan Irma Yuliastuti) 73 Tabel 5. Distribusi Silang Tingkat Konsumsi Yodium dengan Status Yodium Tingkat Konsumsi yodium Status Yodium Normal n Jumlah Tidak normal N n Kurang 15 (62,5%) 0 (0%) 15 (62,5%) Cukup 9 (37,5%) 0 (0%) 9 (37,5%) 24 (100%) 0 (0%) 24 (100%) Total Hasil uji statistik dengan menggunakan uji korelasi pearson product moment diperoleh nilai p = 0,889 hal ini menunjukan tidak ada hubungan antara konsumsi yodium dengan status yodium. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ritanto (2003), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi makanan yang kaya yodium. Faktor risiko kejadian kekurangan yodium disebabkan kandungan yodium dalam makanan yang sangat kecil dan frekuensi makan yang tidak menentu. Kandungan yodium dalam suatu makanan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kadar yodium dalam tubuh, sedangkan kandungan yodium dalam bahan makanan tergantung dari kandungan organik tempat hidup (habitat) bahan makanan tersebut. Jumlah yodium yang terdapat dalam makanan sebanyak jumlah ioda dan untuk sebagian kecil secara kovalen mengikat asam amino. Yodium diserap sangat cepat oleh usus dan oleh kelenjar thyroid digunakan untuk memproduksi hormon thyroid (Picauly, 2002). 74 Kandungan yodium dalam bahan makanan akan hilang atau berkurang akibat proses pengolahan. Kehilangan yodium pada penggorengan sebanyak 35%, pada pemanggangan/ pembakaran 25% dan perebusan 70% (Hetzel, 1989). Selain dari proses pengolahan bahan makanan, faktor yang mempengaruhi kandungan yodium adalah adanya mineral seperti selenium, besi, seng dan juga vitamin A. Selenium memiliki peran terhadap hormon thyroid, yaitu dalam hal menurunkan stress pada hormon thyroid, T 3 dan T 4 dimana T 3 hasil konversi dari T4 yang sangat tergantung dari selenium, akan meningkatkan kerja kelenjar pituari bagian depan untuk merangsang TSH, selanjutnya TSH ini akan merangsang kelenjar thyroid untuk menghasilkan T3 dan T4 (Ganong, 1989). Besi juga dapat mempengaruhi status yodium. Penelitian Soekatri (2008) menunjukkan bahwa suplementasi besi dapat meningkatkan kemampuan yodium dalam minyak pada anak yang kekurangan yodium. Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 3, No. 1, Juni 2010: 66-77 Selain itu, seng dan vitamin A juga berhubungan dengan fungsi thyroid. Seng berfungsi untuk pengaturan dan aktivitas enzim karboksipeptidase H (KPH) di sel hipotalamus. Enzim karboksi peptidase H berperan pada perubahan bentuk prepro-TRH menjadi TRH (Thyrotropin Releasing Hormone) pada fase post translasi yang kemudian berperan pada sintesis hormon TRH (Yosoprawoto, 2009). Vitamin A berperan terhadap asupan yodium ke dalam thyroid dan sintesis thyroglobulin serta mempengaruhi ukuran thyroid (Rinaningsih, 2009). Hubungan antara vitamin A (retinoid) dengan fungsi thyroid diantaranya adalah sehubungan dengan konversi karoten menjadi retinoid (aktivitas dioksigenase) dan sehubungan dengan sirkulasi kedua faktor dalam plasma, dan keduanya terikat dalam prealbumin. Ikatan ini bersifat tidak bersaing, merangsang/ mengatur aktivitas dioksigenase yang merupakan salah satu peran hormon thyroid. Dalam hal ini, status hipotiroid cenderung terjadi hiperkaronemia, dan gejala rabun senja sering ada hubungannya dengan tidak berfungsinya thyroid. Selain itu, defisiensi vitamin A dapat meningkatkan kadar tiroksin dalam plasma tetapi tidak menyebabkan gejala hipertiroid, demikian pula suplementasi (konsumsi) retinol rupanya berakibat menurunnya kadar hormon thyroid plasma pada penderita hipertiroid (Linder, 1992). KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi energi dan protein sebagian besar wanita usia subur di Desa Selo adalah defisit berat, sedangkan tingkat konsumsi yodium semua subjek tergolong kurang dan status yodium pada semua subjek tergolong normal. Berdasarkan uji statistik, tidak ada hubungan antara tingkat konsumsi makanan (energi, protein, yodium) dengan status yodium wanita usia subur di Desa Selo. 2. Saran Bagi Puskesmas maupun Dinas Kesehatan setempat sebaiknya lebih meningkatkan penyuluhan secara berkesinambungan mengenai konsumsi makanan (energi, protein, yodium) dan pengolahan makanan yang baik dalam rangka mengurangi resiko terjadinya GAKY di daerah endemik. Hubungan Tingkat Konsumsi Zat Gizi dengan ... (Siti Zulaekah dan Irma Yuliastuti) 75 DAFTAR PUSTAKA Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama: 262-266 BPS Boyolali, 2007. Kecamatan Selo Dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik Boyolali. Boyolali Dachroni. 2008. Promosi Garam Beryodium Di Rumah Tangga. Diakses tanggal 11 Maret 2008. http://www. Gaky.promosikesehatan.com. Djokomoeljanto, R 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI Jakarta. Jakarta Ganong, W.F. 1989. Review of medical Physiology, 14th Ed. A Lange Medical Book. Prentice Hall International Inc. Hetzel, B.S. 1989. An Overview of the Prevention and Control of Iodine Deficiency Disorder ; in Hetzel, J.T. Dunn and J.B. Stanbury (ed). Elvsevier Science Plubbisher: New York: 7-29 Khomsan, A , 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. PT. Raja Grafindo Persada . Jakarta: 103-106 Linder C.M. 1992. Nutritional Biochemistri and Metabolic, diterjemahkan oleh Aminudin Prakassi. UI-Press. Jakarta Muchtadi, D. 2009. Gizi Anti Penuaan Dini. Alfabeta : Bandung : 158 – 159. Nurcahyo. 2009. Sindroma Sakit Eutiroid Indonesia. Diakses Tanggal 17 Desember 2009. http://www.Indonesia.com. Obin, R. 2001. Komoditas Pertanian sebagai sumber Gizi. diakses pada 6 april 2008. http://www. Google.com. Picauly, I. 2002. Iodium Dan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). Diakses tanggal 13 maret 2008. http://www.google.com. Price, SA dan Lorraine, MW. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. EGC. Jakarta : 1228-1234 Purnami dan Saraswati. 2009. Laporan kasus Euthyroid sick sindrome. Diakses pada tanggal 1 Desember 2009 . http://www. Akademik.unsri.ac.id. Rinaningsih. 2009. Hubungan Kadar Retinol Serum Dengan Thyroid Stimulating Hormone 76 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 3, No. 1, Juni 2010: 66-77 Anak Balita Di Daerah Kekurangan Yodium.www.magi.undip.co.id. Diakses tanggal 8 Januari 2010. Ritanto M.J, 2003. Faktor Resiko Yodium Pada Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Jurnal Gaky Indonesia. Diakses April 2003. http:// www. Google.com. Samsudin, M. 2007. Hubungan Kadar Pb Dalam Darah Dengan Fungsi Tirois (TSH-F4) Pada Wanita Usia Subur (WUS) Risiko Terkena Paparan Pb Di Daerah Perkotaan. Diakses tanggal 18 desember 2009. http:// www. Google.com Soekarti, Moesijanti. 2008. Interaksi Yodium Dengan Zat Gizi Lain. Diakses tanggal 25 Maret 2008 . http://www.orst.edu/depth/Ipi/infocentre/minerals/ iodine//. Supariasa. I.D.N dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta: 169-170 Yosoprawoto, M. 2009. Pengaruh Defisiensi Seng (Zn) Terhadap Hormon Tiroid dan Enzim Protein Kinase C Á dalam Keadaan Defisiensi Yodium (Y) Ringan : Penelitian Eksperimental Laboratorium Pada Tikus Wistar. .www.unair.ac.id. Diakses tanggal 8 Januari 2010. Hubungan Tingkat Konsumsi Zat Gizi dengan ... (Siti Zulaekah dan Irma Yuliastuti) 77