BAB II TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI II.1. Tinjauan Umum II.1.1 Definisi Hotel Kapsul Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hotel adalah bangunan berkamar banyak yg disewakan sbg tempat untuk menginap dan tempat makan orang yg sedang dl perjalanan; bentuk akomodasi yg dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan, penginapan, makan dan minum. Kapsul adalah (1) pembungkus kecil dari sejenis agar-agar tempat obat yg harus ditelan; (2) ruang khusus yg bertekanan udara tertentu yg digunakan oleh penerbang ruang angkasa (astronaut). Jadi, Hotel kapsul adalah bangunan berkamar banyak seperti ruangan khusus yang berukuran kecil yg disewakan sbg tempat untuk menginap sementara. Jenis Hotel, dapat dilihat dari lokasi dimana hotel tersebut dibangun A. City Hotel Hotel sebagai transit hotel karena biasanya dihuni oleh para pelaku bisnis yang memanfaatkan fasilitas dan pelayanan bisnis yang disediakan oleh hotel tersebut. Umumnya terletak di pusat kota. B. Residential Hotel Hotel ini berlokasi di daerah-daerah tenang, terutama karena diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin tinggal dalam jangka waktu lama.Umumnya terletak di pegunungan. C. Resort Hotel Hotel seperti ini terutama diperuntukkan bagi keluarga yang ingin beristirahat pada hari-hari libur atau bagi mereka yang ingin berekreasi. Umumnya terletak di pantai-pantai atau pegununan. D. Motel (Motor Hotel) 8 Hotel yang berlokasi di pinggiran atau di sepanjang jalan raya yang menghubungan satu kota dengan kota besar lainnya. Umumnya terletak di pusat kota. Menurut lokasi, kapsul hotel yang akan dibangun adalah jenis City Hotel ynag dipergunakan oleh pebisnis. Hotel bisnis dalam kamar mempuyai kiteria tersendiri Adanya tempat untuk bekerja, atau beraktifitas untuk mengerjakan pekerjaan. Kebutuhan barang yang di bawa, umunya dalam peranan hotel bisnis mempuyai sifat membawa barang, hal ini berpengaru dalam luasan ruang. Gambar 2.1 : Antropologi manusia Sumber : Data arsitek Maka Hotel kapsul merupakan pengertian dari sebuah hotel yang berukuran lebih kecil dibandingkan dengan hotel umunya dan dengan sistem yang berbeda, yaitu sistem pengerjaan ketika dilapangan, untuk hotel kapsul dapat dipecah menjadi dua macam, yang pertama adalah kapsul yang berukuran kecil kurang lebih berukuran 2m x 1.5 mx 1m yang merupakan atau berfungsi hanya untuk tempat tidur saja dengan fasilitas seadanya dan menjadikan ruangan cukup 1 orang, namun dalam ruang luar (koridor) terdiri dari banyak kapsul dan dihuni oleh pihak lain juga. Yang kedua adalah kabin, 9 umunya hampir sama berbentuk dengan kamar biasa, hanya pemasangan atau pekerjaan yang menerapkan sistem berbeda. Dalam hotel kapsul kabin terbagi dalam 4 sistem, antara lain : 1. Frame Support 2. Self Support 3. Core 4. Panel System Frame support merupakan sistem bangunan struktur mempuyai struktur rangka yang kemudian kabin/kamar dimasukan ketika penkerjaan struktur selesai. Self support mengadopsi sistem kontainer yang di susun secara vertikal tanpa adanya rongga sebagai penopang pada bangunan. Untuk sistem core adalah kabin/kamar yang ditempelkan ke dalam core, hal ini menjadikan core sebagai struktur utama, hal ini membuat desain membentuk seperti tower. Dan sistem panel yang merupakan hasil pracetak namun secara terpisah pada tiap bagian, untuk sebuah kamar tercetak dinding dan lantai dapat terpisah ,dan pekerjaan dalam penyambungan disambung di tempat/lokasi. Dalam desain ini, penulis menerapkan sistem frame support yang tumpuan struktur kolom dan balok dengan material beton pracetak. Untuk kolom dan balok tercetak dan akan dipasang ditempat (sistem panel) selain itu sistem hotel kapsul memperhatikan utilitas, maka dalam bagian kamar mandi beton tidak tercetak penuh, namun menyediakan lubang-lubang yang dapat dihubungkan bagian kamar mandi dengan shafe. 10 II.1.2. Studi Hotel Kapsul Tabel 2.1. Perbandingan Studi Banding Hotel Nakagin Tower, Japan Yotel, New York, Amerika Serikat Jane, New York, Amerika Serikat -Telepon -Pemutar CD - Kamar mandi pribadi -Tersedia seprai hipo-alergi Foto Fasilitas kamar -Telepon - Kamar pribadi mandi - Setrika/alas setrika - Radio jam - Built-in tempat tidur -Tempat tidur premium - Ruangan bebas rokok -AC - Radio - AC -Televisi - Ruang kedap suara -Kipas langitlangit - Jam alram - Pesan suara -Pemutar CD - Telepon lokal gratis -Telepon - Docking station iPod - AC - Kotak deposit dalam ruangan -Jendela terbuka - Meja - Pemutar DVD - Kontrol suhu -Kontrol suhu - Perlengkapan mandi gratis -Setrika/alas setrika - Pengering rambut - AC - Rainfall showerhead - Kotak deposit dalam ruangan - Pancuran saja - Televisi Layanan - Saluran film gratis -Telepon -Pesan suara -Sandal -Jubah mandi -Perlengkapan mandi gratis -Setrika/alas setrika Radio jam -Televisi Panel-datar -Jendela terbuka - Dapat diakses pemakai 11 kabel - Saluran gratis film - Kontrol suhu Pemandangan kota kursi roda -Pemutar DVD - Jendela terbuka -Kunci elektronik/mag netik - Meja -Kunci elektronik/magnetik -Wi-Fi gratis - Tirai/gorden buram -Televisi Layanan kabel - Televisi Layanan kabel - Televisi Tinggi Definisi - Wi-Fi gratis - Gratis internet kabel berkecepatan tinggi - Akses Internet Dial-up - gratis -Kotak deposit dalam ruangan (kompatibel untuk laptop) -Kontrol suhu -Kotak deposit dalam ruangan -Docking station iPod - Kotak deposit dalam ruangan (kompatibel untuk laptop) - Televisi LCD - Pemandangan kota Massa bangunan Persegi panjang dengan tower Persegi panjang Huruf L Struktur Shearwall beton Portal beton Portal beton Sirkulasi Single loaded Double loaded Double loaded Jumlah lapis 13 27 6 Jumlah kamar 699 kamar 208 orang 140 kamar 12 Kamar biasa Biasa vip Vip Fasilitas Hotel Ruang publik ber-AC Jumlah suite - 3 ATM Bar/lounge Beberapa ruang konferensi besar Petugas pembuka pintu Ruang publik ber-AC Transportasi bandara (biaya tambahan) Total jumlah kamar - 208 Ballroom Lift Tesedia sarapan (biaya tambahan) Katering acara Meja concierge Check-in ekspres Lift Check-out cepat Katering acara Fasilitas fitnes Wi-Fi gratis Wi-Fi gratis Penyimpanan bagasi Jasa binatu kering Gratis internet kabel berkecepatan tinggi Akses Internet Dial-up - Meja resepsionis 24 jam 13 gratis Meja biliar Bantuan tur/tiket Parkir terbatas (biaya tambahan) Penyimpanan bagasi Meja resepsionis 24 jam Ruang pertemuan (kelompok kecil) Tersedia layanan Mobil Limo atau Town Car Staf multibahasa Parkir terdekat (biaya tambahan) Portir/bellboy Staf multibahasa Brankas di resepsionis Parkir sendiri Bar/lounge Parkir valet Restoran dalam hotel Garasi parkir Portir/bellboy Servis kamar (jam tertentu) Restoran dalam hotel Jumlah ruang pertemuan/konferensi 10 Satpam Properti bebas asap Properti bebas-rokok (denda berlaku) Cocok untuk anak-anak Tesedia sarapan (biaya tambahan) Kopi di lobi Dapat diakses pemakai kursi roda Jasa concierge Ruang pameran Persewaan komputer 14 Tersedia layanan Mobil Limo atau Town Car Parkir aman Kelebihan Bangunan hemat energi Didesain untuk penyandang cacat Bentuk yang tidak dinamis, sehingga mengundang tamu Konsepnya adalah hemat energi beserta teknologi komputer Mempuyai sejarah yang terhubung atas kejadian kecelakaan kapal Titanic Kekurangan Karena bangunan ini cukup kuno, maka kekurangan fasilitas untuk tamu Bentuk yang umum, sehingga kurang menarik Tahun Dibangun 1972 2011 2008 Hotel Berbintang 2 4 3 Arsitek Kisho Kurokawa Rockwell Group and Softroom William A. Boring Biaya $38 per malam $ 578 per 2 malam $99 per malam Sumber : Seaching Google enginer 15 a. Hotel Nakagin Tower, Japan Gambar 2.2 : Kamar Hotel Nakagin Gambar 2.3 : Denah aksonometri Gambar 2.4 : Metode Konstrusi Gambar 2.5 : Denah Hotel Nakagin Gambar 2.6 :Potongan Gambar 2.7 : Eksteror Bangunan 16 b. Yotel, New York, Amerika Serikat Gambar 2.8: Premium Cabin Gambar 2.9: Standart Cabin Gambar 2.10: Twin Cabin Gambar 2.11 : Restoran Indoor Gambar 2.12 : Restoran Outdoor Gambar 2.13 : Lobby Gambar 2.14 : Ruang Bersama 17 Gambar 2.15 : Koridor Gambar 2.16: Exterior Bangunan c. Jane, New York, Amerika Serikat Gambar 2.17: Kamar Gambar 2.19: Lobby Gambar 2.18 : Restoran Gambar 2.20: Koridor 18 Gambar 2.21 : Bathroom Kesimpulan dari Gambar 2.22 : Eksterior Bangunan Sumber : Seaching Google enginer studi banding Dari hasil studi banding maka mendapat kesimpulan, untuk hotel jenis hotel kapsul dengan sistem precast adalah model dari hotel nakagin yang berbentuk seperti tower yang menyebabkan cukup gelap pada ruang bagian core/tengah bangunan. Untuk hotel yotel dan jane, merupakan menganut sistem double koridor yang menyebabkan gelapnya pada ruang koridor dan penghawaan yang kurang baik, oleh karena itu membutuhkan penghawaan dan penchayaan alami yang membuat tidak hemat energi. Dalam pemakaian kamar mandi dalam atau luar, hal ini menentukan privasi beserta pula kalangan yang menggunakan, untuk kalangan mengengah dapat menggunkana kamar madi dalam. Dalam studi banding ini mempuyai pilihan bentuk, yang pertama adalah melingkar, atau kotak yang perpusat pada 1 titik (core), hal ini menyebabkan gelapnya pada ruang tengah, yang mengakibatkan pemborosan kembali. Bentuk kedua adalah kotak yang memajang secara linier (single loaded atau double loaded), yang menjadikan massa bangunan akan memanjang ke samping, untuk double loaded tentunya juga harus memperhatikan bagaimana udara dapat mengalir yang tidak menyebabkan pemborosan serta pula cahaya alami dapat masuk dan cukup menerangi pada semua sisi koridor. II.2. Tinjauan Khusus 19 II.2.1. Aplikasi/Pengembangan Teknologi Arsitektur selalu berkembang dari berbagai hal, salah satunya adalah teknologi yang diterapkan dalam bangunan itu. Saat ini perkembangan teknologi dalam arsitektur tertuju untuk mendukung hemat energi, kesehatan manusia, serta kenyamanan manusia. Pengembangan teknologi meliputi antara lain : B. Material Jenis material arsitek tak pernah berhenti untuk menciptakan inovasi jenis material yang memudahkan serta menguntungkan manusia. Dalam jenis material dibagi dua, material utama, material pendukung, contoh material utama saat ini adalah kayu, baja, beton. Dalam pengaplikasian saat ini sangat inovasi seperti pembuatan kolom, atap, hingga seluruh bagian ruangan. Sedangkan untuk material pendukung saat ini jenis material dinding, jenis material penutup atap sangat luas sekali, contohnya seperti kaca beserta alumunium, fiber, batu-batuan, bahan metal, dan lain-lain. Dalam material terkadang juga sering penambahan terhadap fungsi, salah satunya yang sedang berkembang adalah, material kaca yang dapat memantulkan panas agar panas tidak dapat memasuki ruangan. C. Konstruksi Tidak ada bangunan yang bisa berdiri hanya dengan adanya persedian material tanpa adanya konstruksi untuk membangunnya, hal tersebut berkaitan erat antara material dan konstruksi. Sampai saat ini metode konstruksi selalu berkembang, dari konstruksi dari struktur struktur bagian bawah hingga konstruksi struktur bagian atas, seperti pengaplikasian dalam pembuatan pondasi tiang pancang sekarang terdiri dari bermacam-macam cara, entah itu borpile, ditekan, atau dipukul. Ada pula proses pemasangan atau proses pembuatan dari konstruksi bangunan, saat ini dunia menawarkan 2 pilihan, proses pembuatan langsung dilapangan ataupun proses pembuatan dengan sistem precast, dimana sistem ini dibuat dipabrik kemudian dipasang dilokasi. 20 D. Bentuk dan Aplikasi Saat ini teknologi arsitektur dapat dilihat dari bentuk serta pengaplikasiannya, salah satu contoh yang sering dilihat adalah bangunan yang mengharuskan lebar dengan ruang bebas tanpa kolom yang jarak cukup jauh, yaitu bangunan bentang lebar. Contoh pengaplikasian bentar lebar umunya terletak pada bandara, stradium lapangan olahraga, dan lain-lain. Pengembangan bentuk tidak hanya dalam keseluruhan bangunan, pengembangan bentuk dalam teknologi arsitektur bisa juga diperhitungakan dari perhitungan material dan konstruksi untuk mendapatkan bentuk yang tidak dinamis (meliuk-liuk) hingga terjadi pemandangan bangunan yang cukup menantang. E. Smart Building Saat ini teknologi komputer sangat berkembang pesat, hal ini cukup membantu dalam hasil bangunan dalam bidang arsitektur. Dengan adanya bantuan teknologi komputer, banyaknya bangunan yang bisa disebut dengan ”Smart Building”. Saat ini dalam negara maju, mencoba mengabungkan aplikasi progam komputer dengan bangunan, entah hal tersebut berhungan dengan material ataupun hal-hal yang ingin digerakan. Tentunya fungsi aplikasi komputer tersebut dapat memanjakan manusia serta dapat pula membuat kebijakan agar perawatan bangunan tersebut dapat baik dan bisa bertahan lama. Salah satu yang diterapkan adalah tombol ataupun pergerakan otomatis ventilasi untuk membuat nyaman pengguna bangunan tersebut, mendapat cahaya yang cukup untuk penerangan namun tidak merasakan panas ataupun tidak merasakan teriknya matahari. II.2.2. Metode Konstrusi sistem Precast Dalam konstruksi beton, dikenal dua cara metode konstruksi yaitu cara konvensional atau cast in-situ, dimana beton sebelum dicor langsung pada tepatnyam dan cara pracetak, dimana beton dibuat di tempat lain dan setelah mengeras serta memenuhi syarat ketentuannya, dipasang pada struktur. Beton 21 dengan metode konvesional membutuhkan pekerjaan dengan jumlah yang cukup di lapangan. Sedangkan beton dengan metode pracetak, yang dibuat diluar daerah pengecoran dengan standar fabrikasi dan kemudian dirakit di lokasi, memberikan keuntungan dengan mempercepat pengerjaan di lapangan serta menghemat biaya konstruksi (Nilson, 2003). Pengembangan standarisasi komponen beton pracetak seperti layaknya pada industri baja. Standarisasi baik pada struktur maupun arsitektur akan mempercepat desain fabrikasi sehingga dapat diterapkan pada rancangan bangun yang menggunakan beton pracetak secara total (Tribasuki, 1997). Tingkat sosial masyarakat yang makin tinggi menyebabkan kebutuhan akan sarana harus memadai. Di lain pihak energi alami yang ada di bumi semakin menurun. Oleh sebab itu, perlu dikembangkan suatu sistem yang lebih efesien dengan kontrol kualitas yang tinggi. Pada saat yang sama, pekerjaan konstruksi di lapangan akan tidak layak lagi dalam segi ekonomis. Sistem fabrikasi beton pracetak pada bangunan gedung akan diarahkan pada penggunaan energi yang minimal, pemasangan struktur permanen dengan penggunaan peralatan hoist elektris. Arsitektural pada masa yang akan datang ditantang untuk menggunakan struktur yang besar dengan konstruksi yang efesien. Hal ini penting yang diperlukan adalah penggunaan beton pracetak dengan segala keuntunganya (Tribasuki, 1997). II.2.2.1. Sejarah Precast Sejarah perkembangan beton pracetak tidak lepas dari sejarah penemuan beton sebagai bahan bagunan. Beton sudah digunakan d Mesir pada jaman dahulu, ditunjukan dengan gambar mural di Thebes, yang memperlihbatkan pekerja mengisi gentong dengan air yang kemudian diaduk dengan kapur, dan dipakai sebagai mortal untuk pemasangan batu (Nugaha, 1989). Apabila dilihat dari sejarahnya, sistem pracetak sudah ada sejak jaman dahulu. Bangunan yang merupakan keajaiban dunia seperti piramida di Mesir dan Candi Borobudur di Indonesia dibanguna dengan metode konstruksi pracetak, dimana batu-batu yang digunakan dibentuk terlebih dahulu batu kemudian dipasang. Bangunan-bangunan tersebut telah terbukti bertahan 22 terhadapa ganasnya cuaca, gemuruh angin, dan goncangan gempa dalam kurun waktu berabad-abad. Jika dilihat dari sejarah tersebut, beton pracetak semestinya bukan merupakan hal yang bagu lagi bagi dunia konstruksi (Suprobo,2003)/ Ide menggunakan beton pracetak sendiri dimulai ketika Joseph Monier mengembangkan beton bertulang pada tahun 1850 dan menggunakan material baru tersebut dengan mencetak pot-pot kebun, bak penampungan air, tangkitangki, dan patung. Sedangkan penggunaan beton pracetak pertama kali dalam bangunan yaitu ketika Joseph Paxton menggnakan untuk bangunan berbentang lebar di Crystal Palace, London (Testa, 1972). Perkembangan beton pracetak dimulai dari negara eropa daratan, kemudian berkembang ke Selandia Baru, Amerika, Jepang, dan negara-negara lainya, termasuk Indonesia. Di selandia Baru, sistem beton pracetak berkembang sejak tahun 1960-an dan mengalami pertumbuhan pesat pada tahun 1980-an, yang terkenal dengan sistem pracetak rangka perimetalnya. Sebelum tahun 1980-an, sistem perencanaan pracetak di Amerika dan Jepang dilakukan dengan sangat konservatif, yang sistem sambungannya direncanakan setegar dan sekaku konservatif, yang sistem sambunganya direncanakan setegar dan sekaku mungkin, sehingga menghasilkan perencanaan dengan dimensi besar yang tentu saja mahal. Kemudian kedua negara tersebut melakukan kerja sama penelitian intensif sejak tahun1991 dengan progam PRESS (Precast Seismic Structural Sytem). Progam tersebut diharapkan dapat memberikan masukan tentang tata cara perencanaan sistem pracetak di daerah gempa kuat, termasuk rekomendasi teknik sambungan yang teruji ketegarannya (Suprobo, 2003). Perkembangan sistem pracetak di Indonesia dimulai dengan pembuatan komponen-komponen beton pracetak, dan kemudian baru dikembangakan untuk sistem pracetak bangunan penuh. Sejak tahun 1980-an, sudah banyak perusahaan pembuat beton pracetak, antara lain: tiang pancang berton, tiang listrik beton, bantalan kereta api, balok jembatabn, corrugated sheet pile, dan lain-lainnya. Kemudian industri konstruksi pracetak mulai merambah ke 23 sistem struktur skala gedung, antara lain sistem plat lantai hollow cor, sistem rumah susun waffle crete, sistem rumah susun bearing wall (Suprobo, 2003). Kemudian sistem pracetak semakin berkembang, yang ditandai dengan munculnya berbagai inovasi seperti column slab (1998), sistem citra ratu (1997), sistem beam column slab (1998), sistem jasubakin (1999), sistem brephaka (1999), maupun sistem t-cap(2000)(Nurjaman, 2003). Tidak hanya terbatas pada bangunan gedung saja, tetapi beton pracetak telah digunakan pada bangunan sipil lainnya. Pelabuhan mempuyai komponen pracetak mulai dari tiang pancang, balok, dan plat. Di beberapa daerah yang tidak mempuyai bahan alam material beton atau mutu materialnya kurang bagus misalnya Kalimantan, bangunan pintu air dibuat dengan metode konstruksi beton pracetak. Konstruksi under water sill milik PT. Semen Gresik di Tuban juga dibuat dengan beton pracetak. Jembatan-jembatan beton yang dibagun di lokasi padat dibuat dengan sistem pracetak. Untuk mempercepat waktu konstruksi, Hotel Mercure di Surabaya dibangun dengan metode konstruksi pracetak. Bangunan dan menara Masjid Al-Akbar di Surabaya pun sebagian komponennya dibuat dengan menggunakan beton pracetak untuk memudahkan pelaksanaanya. Dan masih banyak lagi contoh bangunan sipil lainnya yang dibangun dengna sistem beton pracetak (Suprobo,2003). II.2.2.2. Jenis-jenis Beton Pracetak Sejumlah tipe beton pracetak umum digunakan. Meskipun, kebanyakan tidak distandarisasikan secara formal, tipe-tipe tersebut tersedia secara luas. Pada saat yang sama, proses pracetak cukup dapat disesuaikan untuk bentukbentuk khusus menghemat biaya, dengan catatan bahwa produksi tersebut berulang dalam jumlah yang cukup besat (Nilson,2003). Pada umumnya teknologi beton pracetak dapat digunakan pada hampir semua struktur. Pembuatanya dapat dilakukan di pabrik atau pun dilapangan. Perkembangan pernggunaanya santa didukung oleh sifatnya yang hemat waktu dan bermutu tinggi. Tabel 2.2. menunjukan elemen-elemen yang dapat dibuat dengan metode pracetak 24 Tabel 2.2. Klasifikasi elemen beton pracetak pada bangunan (Vambersky, 1994) Bangunan Elemen Bawah Tiang pondasi Balok pondasi Atas Struktural Kolom Dinding Balok Lantai Tangga Non-struktutal Partisi Sprandels Facades Aksesoris bangunan Dekorasi Sumber Vambersky(Precast concrete)1994, p 72 Beton pracetak untuk elemen struktural dapat dibagi menjadi dua macam berdasarkan sistem penahan tariknya, yaitu beton bertulan biasa dan beton pratekan. Dalam proses fabrikasi beton pracetak pratekan, beton diberi tekanan dahulu, sehingga pada saat dibebani akan terjadi pengurangan tekanan namun tidak menyebabkan tarik. Karena seluruh bagian beton menahan beban, elemen yang didesain untuk bentak dan beban yang sama akan lebih rungan dan mempuyai dimensi yang lebih kecil dari beton bertulang biasa. Beron pratekan ini dibagi menjadi dua macam, yaitu pre-tension dan post-tension (Lin and Bruns, 1982). II.2.2.3. Keuntungan dan Kendala-kendala yang Dihadapi Pada Sitem Beton Pracetak Keuntungan penggunaan sustem beton pracetak: 25 A. Kontrol Kualitas Dengan didukung prasarana produksi berteknologi tinggi, seperti pemakaian mesin, cetakan baja dan pemakaian beton mutu tinggi, akan diperoleh hasil produksi yang lebih baik. Biasanya komponen beton pracetak diproduksi di pabrik dengan kontrol kualitas yang lebih baik daripada cor setempat, sehingga diperoleh hasil produksi dengan presisi tinggi (ketepatan ukuran dan tercapainya ketepatan jadwal produksi) (Suprobo 2003). B. Hemat Lahan Lahan yang sempit merupakan hal yang umunya dihadapi pada pembangunan gedung-gedung di perkotaan. Jika dipaksakan menggunakan sistem kovensional, maka pelaksanaan pekerjaan menjadi tidak lancar dan pada akhirnya, menyebabkan waktu pelaksanaanya menjadi lebih panjang, mutu pekerjaan tidak dapat dipertanggungjawabkan dan biaya pelaksanaan menjadi tinggi. (Tribasuki, 1997). C. Tidak Bergantung Pada Cuaca dan Iklim Seperti kita ketahui, pada metode pengecoran beton konvesional sangat bergantung pada kondisi cuaca pada saat dilaksanakan. Sedangkan pada sistem beton pracetak tidak tergantung pada cuaca, karena pembuatan komponen-komponen pracetak telah dibuat di pabrik (Nilson, 2003). D. Mempermudah dan Mempercepat Waktu Pelaksanaan Untuk bangunan yang dibuat secara massal atau bangunan yang komponen strukturnya tipikal, serta dalam pekerjaan dalam skala bangunan yang cukup besar serta volume yang di kerjakan juga cukup besar maka pelaksanaanya akan lebih mudah dan cepat apabila dibangun dengan metode konstruksi pracetak. Lebih jauh lagi, untuk bentuk-bentuk komponen struktur yang lebih rumit, pelaksanaanya akan lebih mudah dengan sistem pracetak daripada dengan cor setempat, baru dipasang dengan sesuai posisinya. Dalam dunia industri kontruksi, percepatan waktu kontruksi dapat berari menghemat biaya kontruksi. Penggunaan beton pracetak dapat mempercepat 26 waktu konstruksi. Sebagai contoh, Demaga Antar Pulai dan Dermaga Antar Samudra milik PT. Pelindo III Surabaya dapat diselesaikan 3 bulan lebih cepat dari waktu yang direncanakan (Suprobo, 2003). E. Keutungan Ekonomis Penggunaan beton pracetak diduga kuat dapat memberikan peluang penghemawan biaya konstruksi. Gedung Ala Manoa, di Honolulu Hawa, dengan ketinggian 33 lapis/tingkat yang dibangun pada tahun 1966 dengan sistem struktur pracetak secara umum dapat menghemat 55% kebutuhan beton dan 40% kebutuhan tulangan baja. Selain itu, dengan sistem beton pracetak, tidak dibutuhkan penggunaan bekisting saat pemasangan di lapangan (Suprobo, 2003). F. Ramah Lingkungan Komponen beton pracetak yang diproduksi masal biasanya dibuat di pabrik dengan penggunaan cetakan atau fiberglass, sehingga penggunaan cetakan kayu dapat dihindari, selain daripada itu, penggunaan beton pracetak dapat mengurangi polusi yang ditimbulkan masa konstruksi karena pada umumnya beton pracetak dibuat di pabrik yang berlokasi di luar kota. Kebisingan, debu, polusi udara, dan gaguan lainnya yang biasnya timbul pada saat konstruksi dapat dikurangi (Suprobo, 2003). Menurut Tribasuki (1997), kendala-kendala yang sering ditemukan pada aplikasi sistem pracetak untuk bangunan gedung adalah sebagai berikut : A. Belum Adanya Standarisasi Produk Pracetak Bagi Gedung di Indonesia Sampai sejauh ini belum adanya standar produk pracetak bagi bangunan gedung baik dalam masalah dimensi maupun sambungan struktural. Sehingga komponen pracetak bagi proyek satu dengan yang lainnya tidak sama dengan menyebabkan penambahan biaya dan waktu untuk pembuatan cetakan baru. B. Bentuk dan Dimensi 27 Harus dipertimbangkan terhadap faktor-faktor berikut : 1. Kemapuan pabrikan untuk membuat cetakan yang efesien, baik/terawat 2. Kempuan alat angkat di pabrik 3. Kemapuan alat transportasi 4. Kondisi jalan dari pabrik ke lokasi dengan segala urusan perijinan C. Koordinasi Antara Produsen dan Kontraktor Untuk efensiensi alat produksi berupa cetakan komponen pracetak maka perlu koordinasi antara produsen dan kontraktor. Di sini terdapat perbedaan kebutuhan, dimana produsen untuk efensiesi cetakan lebih menyukai tahapan per produk, tetapi kontraktor lebih menyukai apabila perkerjaan itu dilakukan pre lantai. Ini semua menentukan waktu pengiriman produk. D. Technical skill Produsen dan Kontraktor Pelaksana E. Ada atau tidaknya material bantu yang diperlukan untuk sistem koneksi antar komponen yang dapat menjamin untuk kerja join tersebut. II.2.2.4. Sambungan Pada Beton Pracetak Menurut PCI (1992), desain sambungan adalah salah satu hal yang paling penting dalam perencanaan struktur beton pracetak yang harus diperhatikan dengan teliti dari segi desain dan pelaksanaan. Sambungan juga harus sederhana mungkin untuk menghemat biaya dan memungkinkan pemasangan yang tepat (Libby,1990). Sambungan sendiri berfungsi untuk mentransfer beban-beban yang bekerja dan menyatukan masing-masing komponen beton pracetak menjadi satu kontinuitas yang menolit sehingga dapat menguapayakan stabilitas struktur bangunanya (Wijantao, 2006). Beton dengan metode konvensional, dengan sedirinya memiliki sifat monolitik dengan menerus. Sambungan, dalam arti menyambung dua bagian yang terpisah, sangat jarang dijumpai pada tipe konstruksi baja, dimana 28 strukturnya terdiri atas elemen-elemen prefabricated dalam jumlah besar, yang disambung di lapangan untuk membentuk struktur akhir (Nilson, 2003). Dalam pemilihan jenis sambungan antara beton pracetak, ada beberapa kiteria yang harus dipetimbangkan (PCI, 2004): A. Kekuatan B. Daktilas C. Perubahan Volume D. Ketahan E. Tahan kebakaran F. Mudah dilaksanankan Terdapat dua jenis sambungan untuk beton pracetak, yaitu sambungan kering dan sambungan basah. Sambungan kering menggunakan bantuan plat besi sebagai penghubung antar komponen beton pracetak dan hungan antara plat dilakukan dengan baut atau dilas. Sambungan basah terdiri dari keluarnya besi tulangan dari bagian ujung komponen beton pracetak yang dihubungkan dengan bantuan mechanically coupled atau memenuhi standar panjang penyaluran, kemudian pada bagian sambungan akan dilakukan pengecoran beton setempat. II.2.2.5. Pengangkatan dan Pemasangan Beton Pracetak Menurut Nilson (2003), dalam mendesain beton pracetak harus pula diperhatikan dalam proses pengakatan dan pemasangan beton pracetak di lapangan. Selain itu, kontrol terhadap keretakan sangatlah penting pada komponen beton pracetak. Beban kerja pada saat pengangkatan beton pracetak, seharusnya berdasarkan pada faktro keamanan besarnya minimum 3, konsultan prenencana seharusnya menspesifikasi atau menyetujui lokasi dan tipe komponen pracetak yang akan digunakan. Banyak dari komponen pracetak yang ditunjukan untuk menerima beban yang lebih besar, dan 29 kadang-kadang menerima beban yang berbeda, oada saat pengangkatan dari pada yang seharusnya diterima apabila komponen tersebut dalam desain struktur beton pracetak (Waddell and Dobrowolski, 1993). Tepat tidaknya penggunaan beton pracetak juga ditentukan dari tersedinya alat pengangkat dan feasibility-nya (Libby, 1990). Ini akan mempengaruhi biaya dari proyek tersebut. Pemilihan alat pengangkat dipengaruhi dari berbagai faktor, antara lain berat dari komponen pracetakm tinggi bangunan, dan kondisi lapangan. Alat berat yang dapat dipakai untuk mengangkat elemen pracetak adalah mobile crane, derrick cranem dan hydraulic crane. II.2.2.7. Metode-metode Beton Pracetak Pada awal penggunaan sistem pracetak, pratisi Indonesia masih menggunakan sistem brecast dari Inggris. Kemudian era tahun 1980-an hingga pertengahan tahun 1990, penggunaan sistem pracetak masih mengadaptasi sitem dari luar negeri, yaitu sistem cortina dari Meksiko. Mulai tahun 1996 sampai 2006 dikembangkan sistem pracetak yang sesuai dengan kondisi Indonesia (LAPPI, 2007). Perkembabngan sistem pracetak di tanah air cukup signifikan, terbukti dengan adanya paten untuk beton pracetak. Hingga saat ini terdapat kurang lebih 15 metode pracetak, dan masih akan bertambah lagi yang dikembangkan oleh para ahli dari Indonesia. Berbagai penelitian dilakukan untuk menghasilkan metode yang paling baik, dengan pelaksanaan yang mudah dan hemat. A. Sistem Waffle Crete Sistem waffle crete merupakan sistem yang menggunakan dinding sebagai pemikul beban. Komponen-komponen pracetaknya terdiri dari panel lantai dan panel dinding pracetak. Dinding pracetanya merupakan dinding struktur. Jadi tidak digunakan kolom sebagai pemikul. Paneh dinding dan panel lantai untuk sistem waffle crete merupakan beton expose, sehingga tidak diperlukan pekerjaan acian di lapangan. Selain itu 30 tidak ada pekerjaan pengecoran di tempat pada sistem ini. Untuk pekerjaan penyambungan, digunakan baut baja. Tetapi sistem ini memiliki kelemahan, yaitu kurang fleksibel dalam penataan ruang. Dikarenakan dinding yang ada tidak boleh di hancurkan sembarangan dan dimensi-dimensi panel sulit dimodifikasi. Meskipun pembangunan rumah susun di Indonesia, dengan kapasitas produksi 2000 unit/tahun (IAPPI, 2007). Gambar 2.23 : Panel dinding struktur pracetak umum dan sistem waffle crete Sumber : Seaching Google enginer B. Sistem Column Slab Sistem column slab merupakan sistem struktur rangka terbuka, dengan komponen-komponen pracetak berupa panel lantai dan kolom pracetak. Selain itu terdapat panel side beam, yang dipasang pada bagianbagian palingluar. Antar panel lantai tidak diperlukan side beam. Kolom dipasang terlebih dahulu. Pemasangan panel langai langsung menumpu pada kolom, kemudian baru side beam dipasang pada bagian luar (PT. JHS, 2007). Gambar 2.24 : Pemasangan plat langsung menumpu pada kolom 31 Sumber : Seaching Google enginer Gambar 2.25 : Side beam dipasang setelah plat tepasang Sistem column slab menggunakan sambungan pipa quarter baja, angker vertikal dan horizontal baja prategang. Pada sistem ini penataan ruang cukup fleksibel, karena merupakan struktur rangka terbuka, sehingga perlekatakan panel dinding dapat lebih fleksibel. Tetapi dimensi panel lantai masih blum fleksibel, karena juka terlalu besar dimensi panel lantai kan menjadi lebih tebal dan tidak efektif. Gambar 2.26 : Sambungan pipa quarter baja, angker vertikal dan horizontal baja prategang 32 Sumber : Seaching Google enginer Gambar 2.27 : Detail sambungan sistem coloumn slab Sumber : Seaching Google enginer Sistem ini merupakan sistem dengan kecepatan pengerjan yang paling cepat. Selain itu juga merupakan sistem praceteak penuh yang paling banyak digunakan di Indonesia, yaitu sebanyak 3000/unit (IAPPI, 2007). C. Sistem Brephaka Brepaka merupakan suatu rekayasa kontruksi gedung dengan sistem struktur rangka terbuka yang terdiri dari elemen pracetak kolom, balok, pelat, dinding, tangga, dan elemen lainnya, dengan penggunaan bahan beton ringan atau beton normal, atau kombinansi keduanya. Sambungan yang digunakan dengan cara grouting. Karena menggunakan beton ringan, berat sendiri panel pada sistem ini menjadi lebih ringan, sehingga gaya gempa yang diterima lebih kecil dan pondasi dapat lebih kecil pula (IAPPI, 2007). 33 Gambar 2.28 : Pelaksanaan sistem bresphaka Sumber : Seaching Google enginer Gambar 2.29 : Grouting Sumber : Seaching Google enginer Untuk sistem ini, jumlah pengecoran di tempat sedikit. Fleksibel dalam penataan ruang karena merupakan sistem struktur rangka terbuka. Meskipun begitu masih terdapat beberapa kelemahan pada sistem yang mengandalkan bahan beton ringan in. Hingga saat ini penerapan teknologi beton ringan di lapangan masih belum dapat dilakukan, sehingga efiensi strukturnya belum dapat direalisasikan. Selain itu komponen panel pracetaknya juga cukup banyak, sehingga kecepatan pelaksanaanya sedang saja (IAPPI, 2007). D. Sistem T-cap Sistem T-cap merupakan sistem struktur rangka terbuka, dengan komponen pracetak kolom berupa T, balok T, dan half slab. Sistem ini menggunakan sambungan dengan grouting. Sistem ini memiliki beberapa kelebihan. Karena merupakan sistem struktur rangka terbuka, perletakan 34 dinding juga jadi lebih fleksibel. Selain itu, dimensi panelnya mudah untuk dimodifikasi, serta bentuk kolom T dapat dengan mudah disembunyikan dalam dinding, sehingga merupakan favorit perencana arsitektur. Tetapi sistem ini mempuyai beberapa kekurangan, yaitu jumlah pengecoran ditempatnya masih signitifkan, jumlah komponen pracetaknya cukup banyakm dan detail sambungnya masih kurang praktis untuk dilaksanakan di lapangan, sehingga kecepatan pelaksannanya di lapangan sedang saja, sistem sambungan untuk sistem ini masih perlu disempurnakan lagi untuk mempermudah dan mempercepat pelaksanaan di lapangan (IAPPI, 2007). Gambar 2.29 : Detail balok T (kiri) dan detail kolom T (kanan) Sumber : Seaching Google enginer E. Sistem Beam Column Slab Sistem beam column slab merupakan sistem struktur rangka terbuka yang terdiri dari komponen-komponen balok, kolom, dan plat pracetak. Diberi nama sistem beam column slab karena komponen yang dicerak adalah kolom, balok, dan plat. Sistem ini mengadopsi konsep pracetak yang dikembangkan oleh Bapak Iswandi Imron, salah seorang staf ahli P.T. Ahmix Precast Indonesia. Sistem ini dipatenkan pada tahun 1998 dan baru diterapkan pertama kali pada tahu 2000 pada proyek Ruko Sentul, Jawa Barat. Gamabar 2.30 : Bamgunan menggunakan sistem beam column slab 35 Sumber : Seaching Google enginer Kolom pracetak sebagai salah satu elemen struktural memiliki fungsi untuk menahan gaya lintang dan gaya lateral (gaya gempa). Balok pracetak memiliki fungsi untuk meneruskan gaya ke kolom. Dan plat pracetaknya berfungsi sebagai diafragma untuk pengkaku. Pelat pracetak ini terbagi menjadi dua macam, half slab dan preslab. Sistem beam column slab ini dapat diaplikasikan dalam pembangunan perumahan ruko, gudang, bangunan bertingkat rendah hingga sedang dan rusunawa. Ketungungan menggunakan sistem beam column slab,antara lain: 1. Diduga kuat harganya bisa lebih murah, dikarenakan volume grouting lebih sedikit. 2. Sambungan menggunakan las, sehingga panjang penyaluran untuk sambungan dapat lebih pendek dibangdingkan dengan penyambungan grouting saja. 3. Karena komponen plat pracetaknya hanya setengah dari tebal rencana (sisanya dicor di lapangan), transportasi dan pengangkatan komponenya lebih ringan. 4. Perencanaan sambungan pada sistem ini sudah memperhitungkan beban gempa, menggunkana sambungan khusu (wet connection dan dry connection) sehingga lebih monolit. 36 5. Sistem ini lebih fleksibel dalam mengikuti desain arsitektur konvensional yang direncakan, karena merupakan sistem struktur rangka terbuka. Sistem ini juga mempuyai kelemahan sebagai berikut: 1. Waktu untuk pelaksaan relatif lebih lama, dikarenakan setting leveling untuk kolom sebelum di las perlu perhatian lebih. 2. Masih mebutuhkan pengecoran di lapngan, untuk pelat hafl slab-nya. Menurut data dari IAPPO (2007), sistem ini juga merupakan sistem kedua yang paling banyak digunakan di Indonesia setelah sistem column slab, dengan produksi csebesar 3000 unit/tahun. II.2.2 Sistem Precast yang Cocok dengan Hotel Kapsul Kemungkinan untuk hotel kapsul terbagi dua, yang pertama berbentuk seperti tower, tentunya jika hotel kapsul sebagai tower yang dikaitkan dengan sistem precast atau pracetak, tentunya kabin atau kamar dalam sebagai precast dalam satu cetakan bentuk ruangan atau box yang sama dengan proyek Hotel Nakagin Jepang dan dimasukan dengan tower pada tempat yang sudah disedikan pada tempatnya dengan sistem memasukan rak pada tempatnya dan kemudian dalam cetakan sudah tersedia detail sambugan yang dikaitkan dengan sistem jepit atau sendi pada bagian inti bangunan atau core. Maka precast yang akan dicetak adalah perbagian satu persatu. Sirkulasi dalam hotel kapsul berbeda dengan tower hotel Nakagin tersebut yang perpatokan pada inti bangunan sebagai core. Sistem ini menghasilkan jenis tower yang membuat pencahayaan dan penghawaan tidak baik pada bagian tengah core. Selain hal tersebut adalah bentuk modular secara konvensional, diperhitungkan sirkulasi bangunan dalam hotel yang terbaik dengan mempertimbangkan biaya dari penghawaan beserta pencahayaan. hal tersebut juga mempertimbangkan dari segi biaya untuk konstruksi ini lebih murah dan lebih cepat diakibatkan kamar yang sejenis, Dalam pracetak 37 memperhatikan adalah modular dengan jenis ukuran kamar yang sama, yang digandakan ke atas beserta ke samping, dengan hal tersebut pekerjaan pracetak tetap harus bertahap dengan membangun satu persatu bagian dari struktur yang terus dihubungkan ke bagaian bawah adalah pondasi, dalam sistem pracetak terutama dalam kondisi hotel, untuk bagian lantai dasar membutuhkan pekerjaan dalam membutuhkan pekerjaan secara manual tanpa pracetak. Untuk modular sistem kolom dan balok, tetap harus memperhatikan jarak modular kolom, ideal dalam jarak kolom terpanjang adalah 9-10 meter, hal ini dikaitkan agar tidak adanya pembesaran dalam pembuatan balok, hal tersebut membuat sisi hal buruk. Semakin dekat jarak kolom maka hasil balok pun minimal yang membuat pembiayaan ketinggian bangunan semakin berkurang. Dengan pertimbangan tersebut maka diputuskan secara konvensional secara modular portal. Dan jenis model pracetak menggunakan sistem Sistem Brephaka yang merupakan sistem frame support, untuk struktur dan balok menggunkan beton bertulan pracetak dan juga pemasangan secara panel. Sistem ini sekarang berkembang dikarenakan sistem rangka terbuka sistem modular portal yang sama dengan material beton ringan yang mempermudah dalam pekerjaan pracetak terutama dalam perencanaan untuk single koridor beserta pula material dalam hal ini adalah beton ringan yang sekarang mudah didapatkan juga, kualitas yang tidak tidak jelek berserta biaya yang sangat mengiurkan. Untuk beton ringan saat ini mempuyai klasifikasi berat satuan 1900 kg/m3. Dalam sistem precast dalam hotel, memperhatikan modul yang diambil dari ukuran unit kamar dan akhirnya bentangan struktur dapat didapatkan dengan rangka terbuka, setelah sistem struktur jadi, kamar/kabin kemudian dipasangakan dengan bantuan tower crane yang dimasukan seperti sistem rak cd atau sistem laci, tergantung dari desain, hal tersebut akan diikat sistem rol yang dapat dibongkar pasang kembali atau menggunkan jepit yang pada akhirnya tidak dapat dilepas. Selalin memperhatikan modular, juga harus 38 memperhitungkan letak shafe sebagai pipa pipa utilitas yang terdapat dalam kamar mandi dalam ruang kamar, maka dalam hasil cetakan tidak menjadi dinding full yang dipasang, namun adanya lubang atau bolongan yang harus diperhatikan selain pintu dan jendela, hasil tersebut akhirnya dapat ditambahkan dengan elemen lain selain beton sebagai finishing, karena diperkirakan hasil dari pracetak dalam pabrik untuk ruangan dalam (kamar), hasilnya tidak rata, maka diperlukan finishing tambahan lainnya untuk merapikan sisi bagian dalam, sedangkan bagian luar akan terexpose pembuatan beton dari pabrik. Dalam pembangunan hotel dengan pracetak merupakan langkah ideal dikarenakan hotel merupakan kurang lebih 80 persen adalah sebuah cetakan atau model dari yang sama sehingga hal ini sangat berkaitan erat dalam penghematan pembangunan. Gambar 2.31 : sambungan balok dengan kolom Gambar 2.32 : sambungan kolom dengan kolom 39 II.3 Tinjauan Terhadap Kondisi Tapak G Peta: 2.1 Lokasi Tapak E Jl. K. H. Wahid Hasyim C A F I D H B Sumber : Seaching Google enginer Foto 2.1: Foto survei tapak A. Tanah Abang B. Jembatan Naga C. Tanah Abang 40 A B D. Jalan Kebon Kacang 1 E. Jalan K.H.Wahid Hasyim F. Hotel Fokus (kompetitor) Foto-Foto survei tapak 41 Sumber : Dokumentasi pribadi H. Pasar Gandaria I. Sisi Jalan Tapak berada di Jalan Kebun Kacang 1, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Lokasi ini merupakan pilihan yang baik untuk dijadikan lokasi hotel karena lokasi yang sangat strategis, kegiatan dan lingkungan yang menunjang. 42 Lokasi ini sangat dekat dengan tempat pusat penjualan industri pakaian no.1 di Asia Tenggara. Batas Tapak Utara : Perumahan, Jalan K.H.Wahid. Hasyim Timur : Perumahan dan Tanah Abang Selatan : Perumahan, Jalan Kebon Kacang 1 Barat : Perumahan Tapak ini memiliki potensi kebisingan dan kepadatan yang cukup tinggi, terutama pada waktu pagi hari jam 07.00 hingga 17.00 WIB. Jalan di sekitar tapak yang sangat ramai dilewati oleh pejalan kaki, kendaraan pribadim hingga dilewati oleh pedangan-pedangan yang berjualan ditempat tersebut. Saat ini tapak ditempati oleh perumahan rumah kampung yang tidak terawat dengan baik, dan juga banyak pula rumah-rumah yang sudah tidak dihuni. II.3.2 Luas, Ukuran, dan Peraturan Tapak Peta 2.2 :RUTRK Tapak Sumber : Dinastata kota Luas Lahan : 4.350 m2 KDB : 60% x 4.350 m2 = 2.610 m2 KLB : 3,5 x 4.350 m2 = 15.225 m2 43 Ketinggian Max. : 8 lapis Peruntukan : Komersil GSB : Selatan 5 m Timur 3 m Lebar Jalan : Selatan12 m Timur 6 m II.3.3 Pencapaian ke Tapak Dikarenakan bagian utara tapak menempel dengan area perumaha, dan area timur adalah rumah-rumah serta pusat komersil. Maka area untuk mencapai tapak ini hanya dua, dari arah Jl. Kebun Kacang 1 ataupun dengan jalan sisi barat dari tapak tersebut. Namun pioritas utama jalan utama berasal dari Jl. Kebun Kacang 1. Akses tapak ini dapat dilalui oleh kendaraan mobil, motor, ataupun pejalan kaki. II.3.4 Vegetasi Peta 2.3 : Gambar penyebaran vegetasi Sumber : Google maps Keadaan vegetasi area tapak hingga lingkungan sekitar sangatlah buruk, dikarenakan tidak adanya pohon sama sekali, tetapi dipenuhi oleh rumah-rumah kampung yang tidak terurus rapi. Vegetasi di luar tapak hanya terdapat di Jl. K. H. 44 Wahid Hasyim saja, namun vegetasi tersebut tidak terlalu banyak jika dibangingkan dengan kepadaatan lingkungan sekitar. II.3.5 Status Kepemilikan Tapak Tapak beserta bangunan ini bukanlah milik pemerintah, namun milik warga. II.3.6 Fungsi Sekitar Tapak Peta 2.4 : Fungsi Sekitar Tapak Sumber : Google maps Keterangan: Lokasi tapak Pusat perkantoran Hunian beserta toko Pusat perbelanjaan Sekitar tapak rata-rata didomiasi oleh rumah yang rumah tersebut juga difungsikan juga sebagai toko untuk menghasilkan uang. Sementara tidak jauh dari lokasi tapak, terdapat gedung Tanah Abang yang menjadi icon lingkungan sekitar. II.3.7 Kondisi Sosial 45 Lingkungan sekitar tapak adalah lingkungan untuk golongan yang menjadikan hotel bintang 3. Area sekitar tapak cukup ramai, hal itu mengakibatkan kegiatan di jalan tersebut menjadi padat, dengan banyaknya parkir liar, jalan Kebun Kacang 1 terlihat sangat sempit walaupun sebenarnya jalan tersebut berlebar 12 meter. Sekitar lahan tersebut juga terlihat beberapa hotel kecil yang keadaan hotel sangat cukup buruk, maka dengan adanya hotel kapsul hal ini akan menjadi hotel yang cukup baik dilingkungan sekitar. Dengan kehadiran hotel kapsul ini, diharapkan penataan tata raung kota menjadi lebih baik beserta lingkungan sekitar yang sedikit berantakan diharapkan terjadi perubahan yang menjadi baik. II.3.8 Potensi dan Kendala Tapak Dalam tapak ini, penulis akan mencoba menganalisa lokasi berada di Tanah Abang yang dikaitkan dengna hotel kapsul berdasarkan SWOT. Strength = Lokasi sangatlah strategis, hal tersebut ditunjangnya adanya pusat perbelanjaan Tanah Abang Weakness = keadaan lingkungan sekitar cukup kumuh keadaan kendaraan yang bertumpuk serta parkir liar menyebabkan kemacetan Dengan keadaan tapak sedikit kumuh dan macet, sehingga hal tersebut menyebabkan kebisingan di sekitar area tapak Opportunity = Peluang untuk merubah tata kota menjadi lebih baik dengan adanya hotel kapsul Parkiran liar sekitar tapak diperkirakan akan berkurang Diharapkan heart island lingkungan sekitar tidak terlalu panas Threads = Ketidak selaras apabila hotel kapsul tersebut hadir dalam lingkungan sekitar yang berstatus lingkungan perkampungan kumuh. 46