7 BAB II LANDASAN TEORI A. Manajemen Sumberdaya Manusia

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Manajemen Sumberdaya Manusia
Manajemen Sumber
daya
Manusia merupakan
bagian dari
manajemen umum yang memfokuskan diri pada unsur sumberdaya manusia.
Perhatian ini mencakup fungsi manajerial, fungsi operasional dan peran serta
kedudukan sumberdaya manusia dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi
secara terpadu. Gomes (2005) menyatakan bahwa manajemen sumberdaya
manusia merupakan suatu gerakan pengakuan terhadap pentingnya unsur
manusia sebagai sumberdaya yang cukup potensial yang perlu dikembangkan
sedemikian rupa sehingga mampu memberikan kontribusi yang maksimal bagi
organisasi dan bagi pembangunan dirinya.
Manajemen sumberdaya manusia bukan merupakan komponen yang
berdiri sendiri di lingkungan sebuah perusahaan. Manajemen sumberdaya
manusia pada dasarnya merupakan penunjang bagi komponen utama sebuah
perusahaan. Menurut Nawawi (2007), strategi bisnis jangka panjang sebagai
acuan utama strategi manajemen sumberdaya manusia pada dasarnya memuat
komponen-komponen sebagai berikut :
1. Rumusan filsafat perusahaan yang berisi nilai-nilai atau normanorma sebagai pegangan utama bagi perusahaan dalam melaksanakan
kegiatan bisnis.
7
8
2. Rumusan tentang identitas, tujuan dan sarana perusahaan memuat
tentang identitas berupa penegasan dari misi yang dijalankan
perusahaan.
3. Evaluasi kekuatan dan kelemahan, memuat tentang hasil evaluasi
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam mensukseskan bisnis
perusahaan.
4. Merumuskan desain pembidangan dan pembagian kerja, berisi
tentang penetapan unit kerja sehingga dihasilkan struktur organisasi.
5. Pembagian strategi berisi tentang cara mencakup tujuan perusahaan.
6. Penjabaran program, memuat tentang program unit kerja dan cara
menilai atau mengukur tingkat efektifitas pelaksanaannya.
B. Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Dalam rangka usaha pencapaian tujuan nasional, diperlukan
pegawai negeri sipil sebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi
masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan pada Pancasila, UUD
1945, negara, pemerintah serta bersatu padu, bermental baik, berwibawa,
berdayaguna, bersih, bermutu tinggi dan kesadaran tanggung jawabnya
untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan. Demikian pula dalam
pencapaian tujuan organisasi diperlukan seorang pemimpin yang
memancarkan
kepemimpinan
yang
sesuai
dengan
asas-asas
kepemimpinan yang baik. Seorang pemimpin juga harus mengajak,
9
mengarahkan, membina, dan mempengaruhi bawahan. Oleh karena itu
disimpulkan kepemimpinan memegang peranan yang sangat menentukan
dalam pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan. Menurut Malayu
SP. Hasibuan (2009) “Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin
mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama secara
produktif untuk mencapai tujuan organisasi”. Sedangkan menurut
George R. Terry (Kartini Kartono, 2009) menyatakan bahwa
“Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar
mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok”. Howard H.
Hoyt (Kartini Kartono, 2009) menyatakan bahwa “Kepemimpinan
adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia,kemampuan
untuk membimbing orang”.
2. Tipe Kepemimpinan
Menurut Kartini Katono (2009) membagi tipe kepemimpinan menjadi
delapan tipe, yaitu:
a. Tipe Karismatis
Tipe pemimpin karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik,
dan wibawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain.
Sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya
dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Disamping itu ia
mempunyai inspirasi, keberanian, dan keyakinan teguh pada
pendirian sendiri.
b. Tipe Paternalistis
10
Yaitu tipe pemimpin yang memiliki sifat kebapakan, sehingga ia
cenderung menganggap bawahannya sebagai anaknya, cenderung
terlalu
melindungi
serta
hampir
tidak
pernah
memberi
kesempatan kepada bawahannya untuk berinisiatif dalam
melaksanakan tugas-tugasnya.
c. Tipe Militeristis
Tipe pemimpin memiliki kecenderungan sistem komando dalam
hal mengintruksikan tugas-tugas yang harus dilaksanakan
bawahannya dengan kurang menghendaki saran, gagasan dari
bawahannya. Pemimpin tipe ini kepemimpinannya didasarkan
kontak pribadi secara langsung dengan bawahannya. Tipe ini
umumnya
sangat
efektif
dan
secara
relatif
sederhana
pelaksanaannya.
d. Tipe Otokratis (Outhoritative, Dominator)
Tipe pemimpin yang memiliki kencenderungan berpegang teguh
pada kehendak diri sendiri, adanya unsur paksaan dan pemimpin
pada tipe ini selalu ingin bermain tunggal serta menjadi
dominator.
e.
Tipe Laissez Faire, Pada tipe kepemimpinan laissez faire ini
seorang pemimpin praktis tidak memimpin, ia membiarkan
kelompoknya dan setiap orang berbuat semau sendiri. Pemimpin
laissez faire pada hakikatnya bukanlah pemimpin dalam
pengertian sebenarnya. Sebab bawahan dalam situasi kerja tidak
11
terpimpin, tidak terkontrol, tanpa disiplin, masing-masing orang
orang bekerja semau sendiri dengan irama dan tempo “semau
gue”.
f. Tipe Populistis
Kepemimpinan populistis adalah kepemimpinan yang dapat
membangunkan solidaritas rakyat yang menekankan masalah
kesatuan nasional, nasionalisme dan membangun sikap hati-hati
terhadap kolonialisme dan penindasan penghisapan serta
penguasaan oleh kekuatan asing.
g. Tipe Administratif atau eksekutif
Kepemimpinan administratif adalah kepemimpinan yang mampu
menyelengarakan tugas-tugas administratif secara efektif.
h. Tipe Demokratis
Pemimpin tipe ini berorientasi pada manusia, dan memberikan
bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Disamping itu,
menitik
beratkan
pada
partisipasi
kelompok
dengan
memanfaatkan pandangan-pandangan atau pendapat-pendapat
kelompok. Kegagalan kepemimpinan dari pemimpin tipe ini
adalah apabila anggota kelompok tidak cakap dan kurang
tergerak untuk bekerjasama.
3. Teori Kepemimpinan
Menurut Veithzal (2003), menyatakan teori-teori kepemimpinan
adalah:
12
a. Teori Sifat, Teori yang berusaha untuk mengidentifikasi karakter
khas (fisik, mental, kepribadian)
yang dikaitkan dengan
keberhasilan kepemimpinan. Teori ini menekankan pada atributatribut pribadi dari pada pemimpin.
1) Inteligensia, Perbedaan inteligensia yang ekstrim antara
pemimpin dan pengikut dapat menimbulkan gangguan.
2) Kepribadian, Beberapa hasil penelitian menyiratkan bahwa
sifat kepribadian seperti kesiagaan, keaslian, integritas
pribadi, dan percaya diri diasosiasikan dengan kepeminpinan
yang efektif.
3) Karakteristik
fisik,
Studi
mengenai
hubungan
antara
kepemimpinan yang efektif dan karakteristik fisik seperti
usia, tinggi badan, berat badan, dan penampilan memberikan
hasil-hasil yang bertolak belakang.
b. Teori Kepribadian Perilaku
Studi dari University of Michigan Telah kepemimpinan yang
dilakukan pada Pusat Riset University of Michigan, dengan
sasaran: melokasi karakteristik perilaku kepemimpinan yang
tampaknya dikaitkan dengan ukuran keefektifan kinerja. Melalui
penelitian mengidentifikasikan dua gaya kepemimpinan yang
berbeda, disebut sebagai job-centered yang berorientasi pada
pekerjaan dan employee-centered yang berorientasi pada
karyawan.
13
1) Pemimpin yang job-centered, Pemimpin yang berorientasi
pada tugas menerapkan pengawasan ketat sehingga bawahan
melakukan tugasnya dengan menggunakan prosedur yang
telah ditentukan. Pemimpin ini mengandalkan kekuatan
paksaan, imbalan, dan hukuman untuk mempengaruhi sifatsifat dan prestasi pengikutnya.
2) Pemimpin
yang
employee-centered.
Mendelegasikan
pengambilan keputusan pada bawahan dan membantu
pengikutnya dalam memuaskan kebutuhannya dengan cara
menciptakan lingkungan kerja yang suportif. Pemimpin yang
berpusat pada karyawan memiliki perhatian terhadap
kemajuan, pertumbuhan dan prestasi pribadi pengikutnya.
Tindakan-tindakan
ini
diasumsikan
dapat
memajukan
pembentukan dan perkembangan kelompok.
Studi dari Ohio State University Program ini menghasilkan
perkembangan teori dua faktor dari kepemimpinan. Suatu seri
penelitian mengisolasikan dua factor kepemimpinan, disebut
sebagai membentuk struktur dan konsiderasi. Membentuk
struktur
Melibatkan
perilaku
dimana
pemimpin
mengorganisasikan dan mendefinisikan hubungan-hubungan
di dalam kelompok, cenderung membangun pola dan saluran
komunikasi
yang
jelas,
dan
menjelaskan
cara-cara
mengerjakan tugas yang benar. Pemimpin yang memiliki
14
kecenderungan membentuk struktur yang tinggi, akan
berorientasi pada tujuan dan hasil. Konsiderasi, Melibatkan
perilaku yang menunjukkan persahabatan, saling percaya,
menghargai, kehangatan, dan komunikasi antara pemimpin
dan pengikutnya. Pemimpin yang memiliki konsiderasi tinggi
menekankan pentingnya komuikasi yang terbuka dan
partisipasi.
Teori
Kepemimpinan
Situasional,
Suatu
pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa
pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya,
dan situasi sebelum menggunakan suatu gaya kepemimpinan
tertentu. Pendekatan ini mensyaratkan pemimpin untuk
memiliki keterampilan diagnostik dalam perilaku manusia.
4. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan menurut Malayu SP. Hasibuan (2009), yaitu:
a. Kepemimpinan Otoriter, Kepemimpinan otoriter adalah jika
kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada
pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut system
sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan
hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak
diikutsertakan untuk memberikan saran, ide dan pertimbangan
dalam proses pengambilan keputusan. Falsafah pemimpin ialah
“bawahan adalah untuk pimpinan/atasan”. Bawahan hanya
bertugas sebagai pelaksana keputusan yang telah ditetapkan
15
pimpinan. Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling
berkuasa, paling pintar dan paling cakap. Pengarahan bawahan
dilakukan dengan memberikan instruksi / perintah, ancaman
hukuman serta pengawasan dilakukan secara ketat. Orientasi
kepemimpinannya
difokusnya
hanya
untuk
meningkatkan
produktivitas kerja karyawan dengan kurang memperhatikan
perasaan dan kesejahteraan bawahan. Pimpinan menganut sistem
manajemen
tertutup
menginformasikan
(closed
keadaan
management),
perusahaan
pada
kurang
bawahannya.
Pengkaderan kurang mendapat perhatiannya.
b. Kepemimpinan Partisipatif, Kepemimpinan partisipatif adalah
apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif,
menciptakan kerjasama yang serasi, menumbuhkan dan partisipasi
para bawahannya. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa
ikut memiliki perusahaan. Falsafah pemimpin ialah “pimpinan
(dia) adalah untuk bawahan”. Bawahan harus berpartisipasi
memberikan saran, ide dan pertimbangan-pertimbangan dalam
proses pengambilan keputusan. Keputusan tetap dilakukan
pimpinan dengan mempertimbangkan saran atau ide yang
diberikan
oleh
bawahannya.
Pemimpin
mengatut
sistem
manajemen terbuka (open management) dan desentralisasi
wewenang. Pemimpin dengan gaya partisipasif akan mendorong
kemampuan bawahan mengambil keputusan. Dengan demikian,
16
pimpinan akan selalu membina bawahan untuk menerima
tanggung jawab yang lebih besar.
c. Kepemimpinan Delegatif, Kepemimpinan delegatif bila seorang
pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan
agak lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil
keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam
mengerjakan pekerjaannya. Pemimpin tidak peduli cara bawahan
mengambil
keputusan
dan
mengerjakan
pekerjaannya,
sepenuhnya diserahkan kepada bawahannya itu. Pada prinsipnya
pemimpin bersikap menyerahkan dan mengatakan kepada
bawahan “Inilah pekerjaan yang harus Saudara kerjakan, saya
tidak peduli, terserah Saudara bagaimana mengerjakannya asal
pekerjaan tersebut bisa diselesaikan dengan baik”. Disini
pimpinan menyerahkan
tanggung jawab
atas
pelaksanaan
pekerjaan kepada bawahan dalam arti pimpinan menginginkan,
agar para bawahan bisa mengendalikan diri mereka sendiri dalam
menyelesaikan pekerjaan tersebut. Pimpinan tidak akan membuat
peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan itu dan hanya
melakukan sedikit kontak dengan para bawahannya. Dalam hal
ini,
bawahan
(kemampuan)
dituntut
dan
memiliki
kematangan
kematangan
psikologis
pekerjaan
(kemauan).
Kematangan pekerjaan dikaitkan dengan kemampuan untuk
melakukan
sesuatu
yang
berdasarkan
pengetahuan
dan
17
keterampilan. Kematangan psikologis dikaitkan dengan kemauan
atau motivasi untuk melakukan sesuatu yang erat kaitannya
dengan rasa yakin dan keterikatan.
5. Model Kepemimpinan
Menurut Veithzal (2003), menyatakan beberapa model kepemimpinan
yaitu:
a. Model Kepemimpinan Kontingensi, Model ini dikembangkan oleh
Fiedler, model kontingensi dari efektivitas kepemimpinan
memiliki dalil bahwa prestasi kelompok tergantung pada interaksi
antara gaya kepemimpinan dan situasi yang mendukung.
Kepemimpinan dilihat sebagai suatu hubungan yang didasari oleh
kekuatan dan pengaruh. Fielder memberikan perhatian mengenai
pengukuran orientasi kepemimpinan dari seorang individu. Ia
mengembangkan Least-Preferred Co-Worker (LPC) Scale untuk
mengukur dua gaya kepemimpinan: Gaya berorientasi tugas, yang
mementingkan tugas atau otoritatif dan Gaya berorientasi
hubungan,
yang
mementingkan
hubungan
kemanusiaan.
Sedangkan kondisi situasi terdiri dari tiga faktor utama, yaitu : 1)
Hubungan pemimpin dan anggota, yaitu derajat baik/buruknya
hubungan pemimpin dan bawahan. 2) Struktur tugas, yaitu derajat
tinggi/rendahnya strukturisasi, standarisasi dan rincian tugas
pekerjaan.
Kekuatan
posisi,
yaitu
derajat
kuat/lemahnya
kewenangan dan pengaruh pemimpin atas variabel-variabel
18
kekuasaan, seperti memberikan penghargaan dan mengenakan
sanksi.
b. Model Partisipasi Pemimpin oleh Vroom dan Yetton Suatu teori
kepemimpinan yang memberikan seperangkat aturan untuk
menentukan ragam dan banyaknya pengambilan keputusan
partisipatif dalam situasi-situasi yang berlainan. Vroom dan
Yetton berasumsi bahwa pemimpin harus lebih luwes untuk
mengubah gaya kepemimpinan agar sesuai dengan situasi. Dalam
mengembangkan modelnya, mereka membuat sejumlah asumsi:
1) Model tersebut harus bermanfaat bagi pemimpin dalam
menentukan gaya kepemimpinan yang harus mereka gunakan
dalam berbagai situasi.
2) Tidak ada gaya kepemimpinan tunggal dapat diterapkan
dalam berbagai situasi.
3) Perhatian utama terletak pada masalah yang harus dipecahkan
dan situasi dimana terjadi permasalahan.
4) Gaya kepemimpinan yang digunakan dalam suatu situasi
tidak boleh bertentangan dengan gaya yang digunakan
dalama situasi yang lain.
5) Terdapat sejumlah proses sosial yang mempengaruhi kadar
keikutsertaan bawahan dalam pemecahan masalah.
c. Model Jalur-Tujuan (Path Goal Model). Model ini berusaha
meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi.
19
Pempimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka
yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan
pengikutnya. Disebut sebagai jalur-tujuan karena memfokuskan
pada bagaimana pemimpin mempengaruhi persepsi pengikutnya
pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk
mencapai tujuan.
d. Teori
Kepemimpinan
Situasional,
Hersey
dan
Blanchard
mengembangkan model kepemimpinan serta memiliki pengikut
yang kuat di kalangan spesialis pengembangan manajemen.
Model ini disebut teori kepemimpinan situasional. Penekanan
teori kepemimpinan situasional adalah pada pengikut-pengikut
dan tingkat kematangan mereka. Para pemimpin harus menilai
secara benar atau secara intuitif mengetahui tingkat kematangan
pengikut-pengikutnya
dan
kemudian
menggunakan
gaya
kepemimpinan yang sesuai dengan tingkatan tersebut.
C. Lingkungan Kerja
1. Pengertian Lingkungan Kerja
Menurut Nitisemito (2002) mengemukakan “Lingkungan kerja adalah
segala yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi
dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan”. Sedangkan
Sedarmayanti (2009) mengungkapkan bahwa “Lingkungan kerja adalah
keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan
20
sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan
kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok”.
2. Jenis Lingkungan Kerja
Sedarmayanti (2009) mengemukakan bahwa lingkungan kerja dibagi
kedalam dua bagian, yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan
kerja non fisik. Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan
berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat
mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Yang termasuk kedalam lingkungan kerja fisik adalah:
a. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan pegawai (seperti:
pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya)
b. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut
lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya :
temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan,kebisingan,
getaran mekanis, bau tidak sedap, warna dan lain-lain.
Lingkungan kerja non fisik menurut Sedarmayanti (2001) adalah
semua keadaan yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik
hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja,
ataupun hubungan dengan bawahan.
Indikator-indikator lingkungan kerja menurut Nitisemito (2002)
terdiri dari: Suasana kerja, Hubungan dengan rekan kerja, Hubungan
antar bawahan dengan pimpinan dan Tersedianya fasilitas untuk
karyawan.
21
D. Semangat Kerja
Pengertian semangat kerja menurut Hasibuan (2009) adalah “keinginan
dan kesungguhan seseorang mengerjakan pekerjaannya dengan baik
serta berdisiplin untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal”.
Sedangkan
menurut
Nitisemito
(2002)
semangat
kerja
adalah
“melakukan pekerjaan secara lebih giat, sehingga dengan demikian
pekerjaan akan diharapkan lebih cepat dan lebih baik”. Semangat kerja
menurut Moekijat (2002) adalah “kemampuan sekelompok orang-orang
untuk bekerja sama dengan giat dan konsekuen dalam mengejar tujuan
bersama”. Menurut Siagian (2003) semangat kerja adalah “sejauh mana
karyawan bergairah dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya di
dalam perusahaan”. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
semangat kerja merupakan cermin dan kondisi karyawan dalam
lingkungan kerjanya. Jika semangat kerja meningkat maka perusahaan
akan memperoleh banyak keuntungan seperti rendahnya tingkat absensi,
kecilnya labour turn over, pekerjaan lebih cepat diselesaikan dan
sebagainya. Sehingga tingkat produktivitas kerja dapat ditingkatkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi turunnya atau melemahnya semangat
kerja menurut Alex S. Nitisemito (2002), yaitu:
a. Upah yang rendah, Upah yang terlalu rendah akan mengakibatkan
karyawan lesu didalam bekerja, karena kebutuhan atau hidupnya
tidak dapat terpenuhi dari pekerjaan yang dia kerjakan sehingga
semangat kerja akan menurun.
22
b. Lingkungan kerja yang buruk, Lingkungan kerja yang buruk akan
menggangu konsentrasi karyawan dalam bekerja, sehingga apa
yang mereka kerjakan tidak sesuai dengan yang diharapkan
perusahaan.
c. Gaya kepemimpinan yang buruk, Gaya kepemimpinan yang buruk
akan mempengaruhi semangat kerja karyawan didalam bekerja,
karena apabila pemimpin terlalu otoriter dan hanya mementingkan
kepentingan perusahaan tanpa mempedulikan karyawan maka
semangat kerja karyawan akan menurun.
d. Kurang informasi, Kurangnya informasi yang diberikan kepada
karyawan akan mengakibatka lambatnya penyelesaian pekerjaan
yang dilakukan oleh karyawan, karena informasi yang dibutuhkan
karyawan sangat kurang.
Indikator-indikator semangat kerja menurut Moekijat (2003) terdiri
dari:
a. Kegembiraan, Orang yang optimis adalah orang yang selalu
berpandangan baik dalam menghadapi segala hal (Moekijat, 2003).
Karyawan yang selalu gembira biasanya mempunyai peluang yang
besar untuk mengerjakan dengan baik, sedangkan karyawan yang
tidak mempunyai rasa gembira, biasanya pekerjaan yang dihasilkan
tidak akan maksimal.
23
b. Kerjasama, Kerjasa sama di antara rekan kerja merupakan kondisi
yang diinginkan oleh manajemen perusahaan, agar setiap pekerjaan
dapat diselesaikan dengan baik.
c. Kebanggaan dalam dinas, Perasaan senang terhadap pekerjaan
merupakan perasaan senang pada diri karyawan terhadap pekerjaan
yang diberikan perusahaan. Apabila seseorang mengerjakan suatu
pekerjaan dengan senang atau menarik bagi dirinya, maka hasil
pekerjaannya akan lebih memuaskan daripada mengerjakan
pekerjaan yang tidak disenangi. Demikian pula apabila akan
memberikan tugas pada seseorang, maka alangkah baiknya bila
sebelumnya mengetahui apakah orang tersebut senang atau tidak
dengan pekerjaan yang akan diberikan. Hal ini dilakukan agar
mendapatkan suatu hasil yang lebih memuaskan. Jadi rasa senang
dengan suatu pekerjaan juga merupakan hal yang sangat penting
dalam meningkatkan mutu dari hasil produksi (Anoraga, 2001).
d. Ketaatan kepada kewajiban, Ketaatan kepada kewajiban merupakan
tindakan karyawan terhadap peraturan yang telah ditetapkan
perusahaan apakah bisa mentaatinya (Moekijat, 2003). Karyawan
yang mempunyai konsekuensi tinggi harus mau menaati semua
kewajibannya sesuai dengan kesepakatan saat pertama kali bekerja.
e. Kesetiaan, Kesetiaan timbul dari dalam diri sendiri, karyawan
merasakan kesadaran yang tinggi bahwa antara dirinya dengan
perusahaan merupakan dua pihak yang saling membutuhkan.
24
Karyawan tersebut membutuhkan perusahaan tempat mencari
sumber penghidupan dan pemenuhan kebutuhan sosial lainnya.
Disisi lain perusahaan dianggap mempunyai kepentingan kepada
karyawan, karena dengan karyawan itulah perusahaan akan dapat
melakukan produksi dalam rangka pencapaian tujuannya.
E. Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu yang akan dijadikan sebagai referensi
sebagai berikut :
1. Haig Malvinas (2013) dengan judul Pengaruh Kepemimpinan Dan
Lingkungan Kerja Terhadap Semangat Kerja Karyawan PT. Prima Rasa
Lestari.Hasil penelitian adalah secara simultan dan parsial ada pengaruh
dan pengaruh antara Kepemimpinan Dan Lingkungan Kerja Terhadap
Semangat Kerja Karyawan PT. Prima Rasa Lestari .
2. Regina
Aditya
Reza
(2010)
dengan
judul
pengaruh
gaya
kepemimpinan, motivasi dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan
PT Sinar Santosa Perkasa Banjarnegara. Hasil Penelitiannya ada bahwa
gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
Motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan dan disiplin kerja
berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
25
F. Kerangka Pikir
Adapun alur kerangka pikir pada penelitian ini sebagai berikut :
Kepemimpinan
(X1)
Semangat Kerja
Karyawan (Y)
Lingkungan Kerja
(X2)
G. Hipotesis
Dari perumusan masalah dan uraian sebelumnya, maka hipotesis
dapat dituliskan sebagai berikut:
H1 : Diduga secara bersama-sama terdapat pengaruh Lingkungan Kerja
dan Kepemimpinan terhadap semangat kerja karyawan.
H2 : Diduga secara individu terdapat pengaruh Lingkungan Kerja dan
Kepemimpinan terhadap semangat kerja karyawan.
Download