BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

advertisement
BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual adalah suatu kerangka yang digunakan untuk membantu penulis dalam menemukan akar permasalahan dari isu bisnis yang ditemui. Kerangka konseptual yang baik adalah sebuah kerangka konseptual yang memiliki rigor dan relevance yang seimbang dimana: memiliki suatu landasan teori yang cukup dan harus relevan dengan konteks bisnis yang ada. Kerangka konseptual yang akan digunakan pada proyek akhir ini adalah sebagai berikut. Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Warehouse full good merupakan bagian dari W&T adalah subjek dari proyek akhir ini. Faktor–faktor yang terdapat pada Gambar 2.1 merupakan hal yang mempengaruhi warehouse full good tersebut. Faktor yang telah terdapat pada 33
Gambar 2.1 tersebut didapatkan dari hasil interview secara pribadi, pengamatan penulis, data – data perusahaan, dan studi pustaka oleh beberapa literatur yang telah didapatkan. Selain dengan kerangka konseptual ini akan akan dilakukan analisis juga menggunakan metode RCA (Root Cause Analysis) untuk mendapatkan akar permasalahan yang dimiliki oleh warehouse full good. Dalam hal ini, maka penulis juga membatasi masalah yang akan dipecahkan merupakan akar permasalahan warehouse full good. 2.2. Analisis Situasi Bisnis 2.2.1. Kapasitas Menurut Wikipedia Indonesia (http://id.wikipedia.org/wiki/Kapasitas) yang dimaksud dengan Kapasitas adalah “suatu ruang atau tempat yang tersedia”. Kapasitas warehouse full good adalah suatu ruang atau tempat yang dimiliki oleh warehouse full good untuk menyimpan barang full good. Dilihat dari segi kapasitas, warehouse CCBI sekarang ini memiliki kapasitas sebesar 7982 pallet atau setara dengan 478.920 Cs/Case (asumsi 1 pallet = 60 Cs). Perhitungan untuk mendapatkan pallet tersebut adalah (Data didapatkan dari CCBI dengan hasil pengamatan dan interview): Jumlah Block yang tersedia: 6 block (B,C,D,E,F,G) Jumlah Stacker yang tersedia: 1 block (kapasitas 302 pallet) Dalam 1 Block terdapat: 32 Row Dalam 1 Row terdapat: 16 tempat Rata‐rata tumpukan: 2,5 tumpukan (karena terdiri dari 3 tumpukan dan 2 tumpukan sehingga apabila dirata‐rata sekitar 2,5 tumpukan) 1 Pallet berisi rata‐rata 60 Cs. 34
Perhitungannya adalah: Kapasitas tersebut sekarang ini kurang mencukupi karena warehouse di perusahaan CCBI ini dirancang untuk dapat dipakai sebagai tempat persinggahan delapan jalur produksi dan SKU yang masih tergolong sedikit (pada awal berdirinya National Plant). Selain itu dapat juga dilihat dari data inventory yang telah didapatkan dari bulan Maret 2007 sampai dengan Januari 2008. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Data Inventory dari Maret 2007 – Januari 2008 (CCBI: 2008) Mar-07
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Jumlah
Rata-rata
Jumlah Pallet
Apr-07
758.909
763.399
787.315
789.585
771.276
807.272
810.120
806.647
812.906
834.203
786.349
738.786
744.445
779.722
799.345
823.601
884.284
944.629
974.826
932.644
984.758
1.004.958
1.017.194
1.034.318
1.062.795
1.063.650
1.071.802
1.114.135
1.157.800
1.218.260
1.146.450
Mei-07
1.108.940
1.133.636
1.146.090
1.148.450
1.125.419
1.098.988
1.076.309
1.069.913
1.059.080
1.060.667
1.040.274
1.027.414
1.011.690
1.001.395
972.000
965.348
982.180
967.412
995.160
975.709
957.900
915.259
Jun-07
919.056
953.449
919.263
937.678
960.289
994.606
1.025.113
1.013.087
985.202
996.282
1.013.821
1.057.571
1.035.309
1.059.055
1.024.069
1.007.976
1.006.516
971.096
915.262
Jul-07
905.564
904.087
926.396
957.550
988.766
988.797
975.510
966.662
979.418
992.630
1.013.754
1.008.186
979.574
955.197
970.401
988.231
1.007.285
1.049.704
Agust-07
1.212.689
1.256.106
1.293.793
1.276.518
1.319.579
1.261.422
1.222.120
1.177.070
1.190.379
1.175.633
1.188.037
1.144.386
1.086.664
964.396
895.085
901.270
981.723
972.396
959.771
930.623
928.208
Sep-07
943.495
1.027.356
1.017.501
976.995
933.397
880.292
833.749
826.236
774.694
764.580
691.753
645.811
607.853
674.493
688.569
692.681
682.785
689.689
699.642
Okt-07
751.494
713.312
720.345
749.446
738.728
727.756
606.782
584.797
634.847
690.984
729.088
734.226
686.457
663.817
697.830
738.254
691.505
653.944
577.535
537.091
526.810
515.576
515.361
Nop-07
551.363
588.839
577.605
617.079
627.969
637.629
665.507
702.855
739.681
725.086
686.352
660.229
678.402
663.145
665.333
657.856
647.178
636.666
641.827
626.366
560.046
Des-07
537.470
500.190
464.974
452.172
457.311
461.222
470.156
567.343
512.356
498.098
526.214
533.531
553.835
623.588
611.323
610.157
554.876
507.325
543.178
586.610
Jan-08
635.220
573.523
580.140
585.038
573.497
565.723
583.927
600.396
596.123
644.244
651.059
654.438
653.429
664.152
651.709
634.048
647.306
665.677
679.552
687.842
1.145.296
1.137.459
731.783
1.184.383
701.172
1.218.130
701.978
570.050
579.893
763.701
724.489
1.206.245
937.175
724.986
585.351
566.584
717.427
896.821
1.210.549
889.876
740.671
567.375
556.306
719.719
845.526
1.197.435
883.189
739.711
541.844
561.047
582.361
721.253
1.127.248
865.703
1.261.988
918.726
549.027
576.430
913.842
1.195.337
920.000
562.093
696.763
9.987.317 23.012.903 26.361.125 23.334.709 28.314.534 27.886.834 19.391.872 16.838.949 16.417.266 13.553.836 12.527.043
768256
920517
1098381
933389
1048687
1072571
775675
647652
631434
542154
626353
12805
15342
18307
15557
17479
17877
12928
10795
10524
9036
10440
894.642
875.564
894.145
913.994
961.664
Gambar 2.2 adalah grafik rata‐rata keberadaan inventory dalam pallet tiap bulannya dari Maret 2007 sampai dengan Januari 2008 dibandingkan dengan kapasitas warehouse full good. 35
Gambar 2.2. Perbandingan Kapasitas & Actual Pallet di Warehouse Dapat dilihat bahwa inventory minimum (pada saat high season Lebaran, Natal dan Tahun Baru) pada bulan Desember 2007 masih berada di atas kapasitas maksimum dari warehouse full good. Selain dari data masa lalu, ada juga data yang berasal dari forecast ke depan (tahun 2008). Menurut data safety stock yang dimiliki oleh DOP (Pak Rofiq, Wawancara Pribadi oleh Andry Setiawan, 15 February 2008), working stock (rata‐rata stock tiap minggu) yang harus dimiliki oleh CCBI pada tahun 2008 ini adalah sebesar 13.614 pallet (asumsi 1 pallet = 60 Cs tidak dilakukan disini). Jadi hal ini juga telah membuktikan bawa memang kapasitas warehouse saat ini kurang dari yang diinginkan. Kedua hal ini dapat memperlihatkan bahwa kapasitas warehouse full good sekarang ini kurang dibandingkan dengan inventory yang dibutuhkan oleh perusahaan. Untuk mempertegas adanya kekurangan kapasitas maka akan dilakukan analisis dari faktor kedua yaitu inflow dan outflow dari warehouse full good. 36
2.2.2. Inflow dan Outflow Jumlah inflow dan outflow ini berguna untuk memperlihatkan apakah kapasitas benar‐benar menjadi masalah di warehouse full good. Karena terdapat kemungkinan bahwa produksi yang dilakukan terlalu banyak sehingga warehouse tidak mencukupi atau distribusi tidak bisa dilakukan sehingga warehouse terlalu penuh akibat tidak dapat mengirimkan barang atau keduanya tersebut merupakan masalah. Apabila terdapat keseimbangan di antara inflow dan outflow maka memang benar bahwa kapasitas menjadi masalah di warehouse full good. Product inflow yang ada di CCBI berasal dari produksi dan pengiriman dari other operation (biasanya penerimaan selain dari produksi diabaikan karena sangat kecil sekali sekitar 4% dari rata–rata dua juta case tiap bulannya (interview dan perhitungan data CCBI, 2008)). Sedangkan product outflow pada CCBI berupa pengiriman product ke konsumen CCBI. Berikut ini adalah data pengiriman dari bulan Maret 2007 sampai dengan Januari 2008. Pada grafik di Gambar 2.3 dapat dilihat bahwa produk inflow dan outflow dari perusahaan CCBI masih berimbang sehingga dapat dilihat bahwa sebenarnya tidak ada masalah yang signifikan pada bagian inflow dan outflow pada warehouse. 37
Gambar 2.3. Perbandingan Inflow & Outflow Untuk lebih jelasnya maka akan ditampilkan grafik untuk memperlihatkan bahwa memang sebenarnyalah kapasitas dari warehouse yang menjadi masalah dari warehouse full good sehingga nantinya diperlukan adanya tindakan tertentu dari perusahaan. Gambar 2.4. Perbandingan Gabungan Pada grafik dapat dilihat bahwa inventory bergejolak sesuai dengan jumlah inflow dan outflow. Kapasitas warehouse ini memang dulunya dirancang untuk 38
kapasitas produksi dengan menggunakan delapan line dan SKU yang masih sedikit. Dengan keadaan sekarang, kapasitas produksi dengan menggunakan 12 line dan SKU bertambah terus menerus, maka kapasitas (dapat dilihat pada faktor SKU) warehouse yang tetap ini menjadi masalah yang harus dihadapi. 2.2.3. SKU (Stock Keeping Unit) SKU (Stock Keeping Unit) adalah suatu identitas, biasanya alphanumeric, dari suatu produk yang dapat digunakan untuk menelusuri jejak dari produk untuk tujuan inventory (SAP Info, 2008). Sejak berdirinya National plant di Cibitung ini, produk‐produk baru mulai bermunculan. Berikut ini adalah tabel penambahan jenis produk sejak tahun 2000. Tabel 2.2. Penambahan Produk dan Tahun Beredarnya Produk
Scheweppes
Frestea
Frestea Green
Ades
Powerade Isotonik
Frestea Frutcy
Extra Joss Strike
Tahun Mulai beredar di Indonesia
2000
2003
2004
2000
2006
2005
2007
Penambahan produk tersebut tidak hanya berupa satu jenis SKU saja, tetapi satu jenis produk dapat membuat penambahan SKU lebih dari tiga buah. Hal ini disebabkan oleh banyaknya tipe kemasan seperti TWA, TBA, PET, can, dan juga tipe‐tipe ukuran karton sebagai pembungkus di luarnya. Contoh seperti coca‐cola terdapat tipe can dengan pembungkus ukuran 4 x 6 kaleng, pembungkus dengan promosi dan lainnya. Hal itu membuat jumlah SKU membengkak dan tiap‐tiap SKU memiliki inventory yang memang berbeda‐beda jumlahnya. Tetapi dengan semakin banyak SKU akan semakin 39
banyak memerlukan tempat untuk menyimpan inventory yang diperlukan. Selain itu juga terdapat produk yang tergolong produk sensitif yang harus melewati tahap inkubasi sehingga produk tidak dapat dikeluarkan selama minimal lima hari sebelum dilakukan pengecekan mikro. Tetapi penambahan SKU terutama untuk produk sensitif (produk yang tidak menggunakan CO2 sehingga mudah terkontaminasi bakteri) tersebut tidak diimbangi oleh penambahan fasilitas warehouse. Hal itu mengakibatkan kurangnya space yang dimiliki warehouse sehingga saat ini banyak sekali barang‐barang yang tidak berada di wilayah warehouse (sementara ini berada di daerah loading/unloading). Hal ini membuat kinerja dari warehouse terhambat seperti wilayah loading/unloading yang terpakai oleh space penyimpanan maka loading/unloading menjadi terhambat juga, losses juga mulai banyak karena berada di luar pagar space warehouse dan lainnya. Beberapa hal tersebut merupakan contoh dari beberapa masalah yang ditimbulkan sehingga hasil akhir yang ditimbulkan adalah tidak tercapainya KPI yang diharapkan oleh pihak management warehouse. 2.2.4 KPI (Key Performance Indicator) Menurut F. John Reh, “Key Performance Indicators are quantifiable measurements, agreed to beforehand, that reflect the critical success factors of an organization”, dikutip dari http://management.about.com/cs/generalmanagement/a/keyperfindic.htm. Dengan adanya KPI ini, maka suatu kinerja dari suatu organisasi dapat dipantau. Untuk warehouse full good KPI‐nya dapat dilihat pada Tabel 1.3. Berikut ini adalah data–data KPI yang dimiliki oleh warehouse full good 40
selama tahun 2007. Untuk KPI terakhir GMP tidak dilakukan analisisnya. Hal ini dikarenakan datanya tidak dapat didapatkan karena merupakan hasil audit internal sehingga penganalisisan KPI hanya terbatas dari tiga KPI saja yaitu Accuracy, Losses dan Delivery fulfillment. •
Accuracy Accuracy merupakan suatu KPI yang digunakan untuk melakukan pengecekan apakah jumlah dan keadaan barang secara fisik sama dengan jumlah dan keadaan barang secara sistem. Berikut ini adalah data mengenai accuracy dari bulan Maret 2007 sampai dengan Desember 2007. Dari Gambar 2.5 dapat dilihat bahwa mulai dari Maret 2007 sampai dengan Desember 2007 target minimumpun (99,95%) belum dapat tercapai dan bahkan selama enam bulan terakhir mengalami kecenderungan menurun. Rumus untuk mendapatkan accuracy ini adalah: Gambar 2.5. Accuracy Maret – Desember 2007 (sumber: CCBI) 41
Accuracy ini memiliki target sebesar 99,95% berdasarkan hasil dari rapat yang dilakukan oleh manajemen dan kemudian ditentukan besarnya sebagai dasar dari performansi dari accuracy warehouse yang baik. Pengukuran accuracy ini dilakukan setiap harinya sehingga performansi warehouse dapat dipantau secara harian. Sebenarnya dari pihak manajemen tidak menetapkan secara pasti berapakah gap maksimum dari accuracy ini, tetapi apabila dirasa oleh manajemen sudah terlalu rendah maka pihak manajemen memerintahkan pihak warehouse full good untuk melakukan pengecekan ulang untuk menelusuri bagaimana hal ini bisa terjadi. Accuracy ini sangatlah penting bagi kebutuhan perusahaan, bahkan cenderung sebagai input vital bagi perusahaan. Hal ini dikarenakan hasil laporan inventory yang dimiliki perusahaan beserta tingkat accuracy nya digunakan oleh banyak sekali bagian diperusahaan. Contohnya : DOP, Produksi, dan lainnya. Apabila tingkat accuracy yang tidak bagus, maka dapat mempengaruhi kinerja dari bagian lainnya. Sebagai contohnya: apabila tingkat accuracy yang rendah akan mengakibatkan pihak produksi kesulitan untuk menentukan tingkat produksi yang akan dilakukan, demikian pula dari pihak DOP kesulitan untuk menentukan DRP yang akan dikeluarkan dan lainnya. Jadi efek negatif dari tingkat accuracy yang rendah ini sangatlah banyak. Untuk itulah masalah ini dipilih untuk dilakukan perbaikan sehingga nantinya efek negatif dapat dikurangi sebanyak mungkin. 42
•
Losses Losses juga merupakan salah satu KPI bagi warehouse full good. Losses adalah suatu kriteria dimana apabila barang yang ada di warehouse full good tidak dapat diketemukan setelah dicari. Tetapi losses ini berhubungan dengan KPI accuracy, karena semakin tinggi accuracy maka tingkat losses akan cenderung turun dan demikian sebaliknya. Untuk mendapatkan nilai losses dari warehouse full good, digunakan rumus sebagai berikut: Varian ini didapatkan dari hasil penghitungan accuracy. Berikut ini adalah grafik varian dari warehouse mulai Maret 2007 sampai dengan Desember 2007. Gambar 2.6. Varian Maret – Desember 2007 (sumber: CCBI) Dari Gambar 2.6. dapat dilihat bahwa jumlah Cs yang bervariasi memiliki rata‐rata sebesar ‐693 cs per bulan sehingga setiap harinya akan memiliki losses sebesar (Asumsi 1 bulan 30 hari) – 23,009 Cs ~ ‐24 Cs per hari. Dengan target 20 Cs per hari, maka target ini tidak tercapai. Akibat dari tingkat losses 43
yang besar akan mengakibatkan beban yang harus ditanggung oleh W&T cukup tinggi sehingga membuat nilai dari W&T cost yang merupakan salah satu KPI TOL akan semakin jelek. Sedapat mungkin masalah ini diperbaiki sehingga nantinya tingkat losses dapat ditekan serendah mungkin. •
Delivery fulfillment Delivery fulfillment merupakan KPI ketiga yang harus dipenuhi oleh warehouse full good. Delivery fulfillment adalah suatu kemampuan dari bagian warehouse untuk memenuhi permintaan produk ke pihak konsumen. Untuk mendapatkan penilaian delivery fulfillment ini dilakukan dengan menggunakan rumus: Dengan menggunakan rumus tersebut maka didapatkan hasil delivery fulfillment selama 10 bulan terakhir. Gambar 2.7. Delivery Fulfillment Maret – Desember 2007 44
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pihak warehouse full good belum dapat mencapai target yang diinginkan oleh manajemen (>100%). Penilaian delivery fulfillment ini seperti ketiga KPI sebelumnya dilakukan setiap harinya sehingga dapat dipantau perkembangannya. Manajemen menentukan target sebesar >100% dikarenakan keinginan perusahaan agar selalu dapat mendeliver produk yang diinginkan oleh konsumen. Target yang diinginkan adalah >100% dengan kata lain melebihi apa yang diminta oleh konsumen. Gap yang masih diterima oleh pihak manajemen sebenarnya tidak diberlakukan. Tetapi apabila dinilai terlalu rendah maka akan dilakukan review mengapa hal tersebut dapat terjadi. Efek negatif yang diakibatkan oleh Delivery fulfillment tidak tercapai adalah berkurangnya customer satisfaction. Hal ini dikarenakan permintaan yang diinginkan oleh konsumen tidak terpenuhi. Hal ini juga harus selalu dipantau dan dijaga agar menjaga tingkat customer satisfaction menjadi lebih baik lagi. 2.2.5. Proses Bisnis Warehouse Full Good Menurut Buttler Group seperti yang dikutip oleh Alivia Yulfitri (2007: http://pipiew.wordpress.com/2007/11/29/proses‐bisnis/), proses bisnis adalah sekumpulan tugas atau aktivitas untuk mencapai tujuan yang diselesaikan dengan baik secara berurut atau pararel, oleh manusia atau sistem, baik di luar maupun di dalam organisasi. Proses bisnis utama yang dilakukan oleh warehouse full good ini ada tiga yaitu menerima full good dari luar National plant, menerima full good hasil produksi dan melakukan pengiriman full good 45
ke konsumen. Berikut ini adalah gambar‐gambar mengenai proses bisnis pada warehouse full good. •
Menerima barang dari luar National plant Dalam penerimaan barang full good dari luar National plant dapat berasal dari dua sumber yaitu other operation (Cabang Coca Cola lainnya) dan TIW (Transfer Inter Warehouse). TIW adalah proses pengembalian barang karena salah kirim atau alasan lainnya. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.8. Gambar 2.8. Proses Penerimaan Barang Dari Luar National plant •
Menerima barang dari produksi Penerimaan barang dari produksi merupakan proses inflow yang paling utama. Barang full good hasil produksi dilakukan proses transfer menuju warehouse full good untuk disimpan. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.9. Gambar 2.9. Proses Penerimaan Barang Hasil Produksi •
Melakukan pengiriman barang ke konsumen Proses pengiriman barang ke konsumen merupakan proses outflow yang dimiliki oleh perusahaan. Proses akan pengiriman barang ini dapat dilihat pada Gambar 2.10. 46
Dari ketiga proses yang ada di warehouse full good, dapat dilihat bahwa terdapat bagian internal dalam warehouse full good yang terlibat pada proses tersebut. Oleh karena itu akan dijelaskan mengenai bagian internal dari warehouse full good pada faktor konseptual yang berikutnya. Gambar 2.10. Proses Pengiriman Barang ke Konsumen 2.2.6 Kondisi Internal Sebagai bagian dari faktor kerangka konseptual, analisis mengenai kondisi internal akan menjelaskan mengenai pekerjaan yang dimiliki oleh tiap bagian yang terlibat dari proses bisnis warehouse full good dan diberikan hasil interview yang telah dilakukan. Bagian – bagian yang akan dijelaskan tersebut adalah Storeman, Forklift, Shipper dan Customer Service. 1.
Storeman Storeman adalah bagian dari warehouse full good yang memiliki pekerjaan sebagai berikut. •
Melakukan serah terima hasil produksi. Jadi setelah produksi selesai barang akan masuk kedalam warehouse, dan disinilah storeman bertugas untuk melakukan proses serah terima. Biasanya dilakukan satu jam 47
sekali dengan mengisi form serah terima produksi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.11. Ga
mbar 2.11 Proses Serah Terima Produksi •
Melakukan pengaturan barang yang masuk kedalam warehouse. Storeman dalam hal ini bertanggung jawab atas kerapian dan keteraturan barang yang masuk diwarehouse seperti yang terlihat pada Gambar 2.12. Gambar 2.12. Proses Pengaturan Barang •
Untuk storeman shift 3 melakukan stock take (penghitungan stock secara fisik) dan kemudian mencatatnya dalam sebuah form dan memasukkannya ke dalam komputer. Untuk storeman shift 1 melakukan 48
pengecekan ulang mengenai apa yang telah ditulis dan dicatat didalam komputer apakah terdapat kesalahan atau tidak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.13. Gambar 2.13. Proses Stock Take Shift 3 dan Pemeriksaan Shift 1 Dengan menggunakan metode “5 Whys” yang digunakan oleh Toyota Production System (Mindtools, 2007), dapat ditarik bahwa terdapat issue sebagai berikut. •
Storeman tidak selalu berada di tempat. Hal ini menyebabkan storeman tidak selalu tahu mengenai apa yang sedang terjadi pada barang yang menjadi tanggungjawabnya. •
Peletakan barang yang tidak sesuai dengan prosedur penyimpanan barang. •
Storeman kurang akurat dalam menghitung hasil stock take sehingga accuracy berkurang. 2.
Forklift Forklift adalah bagian dari warehouse full good yang memiliki tugas yang dapat dilihat pada Gambar 2.14. •
Menerima LO dan kemudian melakukan loading dan unloading sesuai dengan LO ke truk yang sesuai juga. 49
Gambar 2.14. Proses Pengambilan Barang oleh Forklift Seperti yang telah dilakukan pada storeman, forklift juga dilakukan interview dengan metode “5 Whys” sehingga didapatkan issue sebagai berikut. •
Cukup banyaknya barang yang rusak akibat adanya penanganan produk oleh forklift. •
Forklift tidak mengambil barang sesuai dengan LO. 3.
Shipper Shipper adalah bagian dari warehouse full good yang bertugas untuk: •
Melakukan pengecekan barang, sebelum nantinya dibuat surat jalan dan keluar dari warehouse untuk dilakukan pengiriman. Ga
mbar 2.15. Proses Pengecekan Barang oleh Shipper Issue yang dihadapi oleh bagian Shipper adalah terdapat kesalahan dalam pengecekan sehingga barang yang terkirim tidak sesuai dengan LO atau surat jalan sehingga merugikan perusahaan dan pengembalian barang. 50
4.
Customer Service Adalah bagian vyang memiliki tugas sebagai berikut: •
Menerima SPM, membuat LO dan membuat surat jalan. Hal ini bersifat administratif. Hal ini sangat penting, karena tanpa adanya SPM, LO dan surat jalan barang tidak akan keluar dari warehouse full good. Ga
mbar 2.16. Proses Penerimaan SPM, Pembuatan LO dan Pembuatan Surat Jalan •
Menerima komplain dari konsumen. Gambar 2.17. Proses Penerimaan Komplain Dari Konsumen •
Issue yang terjadi pada bagian Customer Service adalah: Adanya human error yang dilakukan oleh para pekerja Customer Service yang menyebabkan kesalahan pengiriman atau lainnya. •
Kurangnya cepatnya respon mengenai keluhan dari konsumen karena selalu menunggu dari pihak yang berwenang. 51
2.2.7. Aturan Penyimpanan Dengan banyaknya SKU yang ada pada warehouse full good, maka terdapat aturan‐aturan penyimpanan dari tiap barang tersebut. Aturan‐aturan yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut (CCBI, 2008). •
RGB dapat ditumpuk menjadi tiga tingkat. •
Can 330 dan Can 250 dapat ditumpuk menjadi tiga tingkat kecuali untuk beberapa produk seperti fanta orange. •
PET hanya dapat ditumpuk menjadi dua tingkat. •
TWA, TBK, BIB tidak boleh dilakukan penumpukan. •
RGB dan OWP tidak boleh berdampingan. •
Terdapat jarak dari tiap dua row sebesar ± 0,5 m. •
Penyimpanan harus sesuai garis yang telah diberikan. Aturan‐aturan tersebut akan mempengaruhi terutama untuk bagian layout dan harus dipenuhi sebagai kendala yang tidak boleh dilanggar, walaupun sekarang ini banyak sekali pelanggaran yang dilakukan karena warehouse full good yang terlalu penuh. 2.3. Akar Masalah Setelah adanya analisis mengenai kerangka konseptual, maka dengan bantuan metode RCA (Root Cause Analysis) maka akan ditentukan akar masalah yang akan diselesaikan. RCA adalah teknik yang populer dan sering digunakan untuk membantu seseorang dalam menjawab pertanyaan tentang mengapa masalah ini dapat terjadi. RCA digunakan untuk mengidentifikasi titik awal masalah terjadi. Metode RCA ini menggunakan langkah‐langkah 52
yang spesifik dengan metode tertentu untuk mencari penyebab utama dari masalah (Mindtools, 2008). RCA digunakan untuk mengidentifikasi titik awal masalah terjadi. Metode RCA ini menggunakan langkah‐langkah yang spesifik dengan metode tertentu untuk mencari penyebab utama dari masalah. RCA ini akan membantu untuk dalam: 1.
Menentukan apa yang sedang terjadi 2.
Menentukan mengapa hal itu terjadi 3.
Menemukan apa yang seharusnya dilakukan untuk mengurangi masalah tersebut untuk muncul kembali Proses – proses dalam melakukan RCA adalah sebagai berikut. A. Menetapkan Masalah Seperti yang telah diketahui, bahwa pada Bab I telah diceritakan bahwa warehouse full good sebagai bagian yang akan diberikan pemecahan masalah. Masalah – masalah yang timbul dapat dilihat pada Sub Bab 1.4. mengenai isu bisnis. B. Menggumpulkan Data Untuk melaksanakan step ini dilakukan pengumpulan data dengan pengamatan, meminta data dan melakukan wawancara. Hasil dari pengumpulan data ini adalah kerangka konseptual beserta dengan analisanya dan dapat dilihat pada Sub Bab 2.1 dan 2.2. C. Mengidentifikasi Faktor‐Faktor yang Menyebabkan Masalah Terjadi Untuk melakukan identifikasi faktor‐faktor yang menyebabkan masalah dilakukan adanya wawancara dengan banyak sekali pegawai yang bekerja di 53
bagian warehouse sampai ke tingkat supervisor. Sebagian hasil dari wawancara dapat dilihat pada bagian kerangka konseptual untuk kondisi internal dan sebagian lagi adalah sebagai berikut. •
Accuracy tidak tercapai karena kondisi barang di warehouse sulit untuk dilakukan perhitungan secara fisik. •
Penyimpanan yang dilakukan tidak sesuai dengan garis batas sehingga perhitungan tidak akurat. •
Garis batas yang ada cepat sekali hilang. •
Pada pengguna forklift kurang mengangkat produknya dari lantai. •
Komitmen pekerja untuk melakukan pekerjaan sesuai aturan kurang. •
Tidak adanya insentif secara langsung mengenai prestasi yang dilakukan oleh pegawai. •
Human Error. •
Beberapa aturan penyimpanan dilanggar. •
Kertas Tagging terlalu kecil. •
Terdapat barang yang berada diluar area warehouse. •
Kelalaian dalam melakukan material handling. •
Pengambilan barang oleh pekerja atau orang luar perusahaan. •
Produk sering kali terkurung sehingga sudah untuk mengeluarkannya. •
Storeman tidak selalu ada di area pekerjaannya. •
Storeman harus melakukan serah terima produksi. •
Kurang adanya wewenang dari pihak warehouse untuk menolak kedatangan barang. •
Produk inkubasi yang telalu lama diam didalam warehouse. •
Produk kurang sempurna menyita tempat di warehouse. •
Layout kurang baik. •
Kapasitas warehouse tidak mencukupi lagi. 54
•
Sistem (prosedur kerja & reward) yang kurang baik. •
Barang on‐hand tidak ada, dibuat DRPnya. •
Penilaian KPI delivery fulfillment harus di tata kembali. Kemudian setelah mendapatkan hasil wawancara, maka digunakan bantuan alat “Fish Bone Diagram” (Mindtools, 2008) dan 5 M (Man, Machine, Method, Money, Material) (Steve, 2008). Kemudian selain dengan “Fish Bone Diagram” akan digunakan Cause & Effect Diagram untuk mengetahui hubungan tiap isu yang ada. Dengan menggunakan Fish Bone Diagram untuk mengidentifikasi dan memilah faktor‐faktor yang mempengaruhi dari tidak tercapainya KPI warehouse full good maka digunakanlah Cause & Effect Diagram untuk mengetahui keterkaitan dari tiap faktor yang ada sehingga diketahui keterkaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Dengan mengetahui keterkaitannya kita dapat mendapatkan faktor yang benar‐benar merupakan akar masalah. 55
Gambar 2.18. Fish Bone Diagram Untuk KPI Accuracy 56
Gambar 2.19. Fish Bone Diagram Untuk KPI Losses 57
Gambar 2.20. Fish Bone Diagram Untuk KPI Delivery fulfillment 58
Gambar 2.21. Cause & Effect Diagram Untuk KPI Accuracy Gambar 2.22. Cause & Effect Diagram Untuk KPI Losses 59
Gambar 2.23. Cause & Effect Diagram Untuk KPI Delivery fulfillment D. Mengidentifikasi Root Cause Setelah memiliki Cause & Effect Diagram untuk masing‐masing KPI maka akan dilakukan penggabungan antara ketiganya yang nantinya akan menghasilkan suatu Cause & Effect Diagram Gabungan dan memperlihatkan Root Cause dari gejala yang timbul. Pada Gambar 2.24 akan digambarkan mengenai Cause & Effect Diagram gabungan dimana akan teridentifikasi Root Cause yang menyebabkan permasalahan yang terjadi di warehouse full good. Root cause yang teridentifikasi ada empat buah yaitu: 1.
Kapasitas warehouse terbatas 2.
Tingkat SKU dan produksi meningkat 3.
Komitmen pekerja kurang 4.
WI yang kurang efektif untuk mencapai KPI 60
Gambar 2.24. Cause & Effect Diagram Gabungan E. Melakukan Rekomendasi dan Mengimplementasikan Solusi Dari keempat root cause yang didapatkan, hanya tiga root cause yang akan diusulkan pemecahan masalahnya yaitu komitmen pekerja, kapasitas WH terbatas dan SOP & WI kurang dan perlu ditambah untuk mencapai KPI. Mengenai tingkat produksi dan SKU yang meningkat merupakan kebijakan perusahaan untuk memajukan perusahaan sehingga hal ini tidak akan diberikan rekomendasi. Untuk kapasitas WH terbatas, perusahaan memang sudah memiliki rencana ekspansi warehouse full good tetapi dengan dana yang terbatas. Usulan yang akan diberikan merupakan layout usulan beserta storage model.
61
62
Download