BAB I PENGANTAR 1. Latar Belakang Ikan adalah hewan berdarah dingin, mempunyai tulang belakang, insang, sirip, dan biasanya tergantung dengan air sebagai medium untuk hidup. Seperti manusia yang dapat menghirup oksigen melalui udara bebas, beberapa ikan mempunyai paru ˗ paru atau organ lain untuk menghirup oksigen. Ikan akuatik umumnya tidak dapat hidup di tempat dengan oksigen terlarut rendah (Lagler et al., 1977). Sebagian besar masyarakat awam beranggapan ikan merupakan hewan yang hidup di dalam air dan dapat mati jika berada di luar air, karena insang ikan harus selalu basah untuk sirkulasi oksigen. Ikan gelodok (mudskipper) mampu hidup di air dan naik ke darat. Ikan gelodok lebih sering berada di darat dan kembali ke air hanya untuk membasahi insang dan kulitnya. Ikan gelodok termasuk dalam Familia Gobiidae yang mempunyai adaptasi respiratorik untuk menyesuaikan diri dengan keadaan habitatnya. Beberapa studi melaporkan bahwa ikan – ikan ini bernafas menggunakan insang dan kulit seperti halnya Amphibia (Ghaffar et al., 2006). Kulit ikan mempunyai beberapa fungsi, yaitu selain sebagai first line of defense, ekskretori, osmoregulasi, juga sebagai organ respiratori (Lagler et al., 1977). Kondisi lingkungan menentukan keberlangsungan hidup hewan. Beberapa waktu ini climate change merupakan masalah yang sering diangkat oleh para pemerhati lingkungan. Climate change menjadi isu hangat karena kenaikan suhu bumi secara kontinu dapat mengancam biodiversitas makhluk hidup, dalam penelitian ini adalah hewan. Hewan yang terkena imbas climate change harus melakukan homeostasis melalui perubahan perilaku terhadap stres lingkungan (Bozinovic and Portner, 2015; Portner and Knust, 2007) Sebagian besar ikan termasuk dalam ektotermik, yaitu hewan yang mendapatkan sumber panas dari luar tubuh. Mereka mempunyai suhu tubuh yang flukuatif seiring perubahan suhu lingkungan. Ketika suhu lingkungan meningkat, suhu tubuh dan laju metabolisme ikut meningkat karena hewan ektotermik aktif 1 melakukan pergerakan adaptasi untuk menjaga kondisi tubuh dalam ambang, misalnya bereproduksi lebih awal, migrasi, dan mencari shelter dari stres. Climate change ini dapat menganggu keanekaragaman hayati, karena perubahan suhu dapat mengakibatkan berkurangnya dissolved oxygen pada perairan. Climate change dalam kurun waktu yang lama dapat mengakibatkan penurunan kapasitas kemampuan dalam sistem sirkulasi dan pernafasan untuk menyesuaikan kebutuhan oksigen (Johnston and Dunn, 1987; Portner and Knust, 2007). Cekaman panas udara yang diberikan dapat menaikkan suhu air dan udara habitat ikan gelodok. Air yang meningkat diperkirakan dapat mempengaruhi organ pernafasan insang, karena struktur insang kaya akan sel darah merah. Kenaikan temperatur menyebabkan tekanan osmotik dalam darah meningkat, sehingga menyebabkan air masuk ke dalam sel dan kapasitas ikatan oksigen dan sel darah merah berkurang yang dapat menganggu proses respirasi. Udara habitat yang naik dapat mempengaruhi organ pernafasan kulit, karena epidermis kulit mempunyai peran vital dalam mengatur tekanan osmotik. Kenaikan suhu menyebabkan timbulnya perilaku evaporative cooling yaitu dengan mengeluarkan air karena sifat hipotonik dalam sel untuk mencapai keseimbangan osmotik sel (Rahman, 2007; Roberts, 2012; Campbell et al., 2008; Tytler and Vaughan, 1983). Pada penelitian Park (2002) dilaporkan bahwa swollen cell, karakter khas dari struktur histologis kulit gelodok, merupakan jaringan yang mencegah ikan dari kekeringan dan sebagai alat pernafasan. Kenaikan suhu udara sekitar dapat menyebabkan swollen cell dan insang mengalami perubahan struktur. Menurut Jew et al. (2013) Periophthalmus modestus akan memenuhi kebutuhan oksigen sebanyak 84% dari total oksigen respirasi melalui kulit ketika di darat dan menurut Tamura et al. (1976) dengan insang sebanyak 52% ketika di dalam air (Periophthalmus cantonensis). Hasil studi tersebut membuktikan bahwa gelodok lebih banyak menghabiskan waktu di darat karena pengambilan oksigen lebih efisien, sehingga perlakuan cekaman panas udara akan lebih efektif. Gelodok mampu hidup di alam mencapai suhu 400C, namun di alam sifatnya fluktuatif. Penelitian ini cekaman panas dibuat stabil untuk melihat efek dari long term heat shock. Selain itu, penelitian mengenai cekaman panas udara pada ikan gelodok ini 2 belum ada. Penelitian masih terbatas pada cekaman panas air yang diberikan pada ikan – ikan yang hidup hanya di dalam air saja. Maka perlu adanya penelitian untuk mengetahui pengaruh cekaman panas udara terhadap struktur kulit dan insang ikan gelodok. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, muncul pertanyaan. Bagaimana struktur histologis kulit dan insang ikan gelodok pada berbagai perlakuan suhu ? Perubahan struktur histologis apa saja yang terjadi pada kulit dan insang ikan gelodok yang diberi perlakuan cekaman panas ? 3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur histologis dan perubahan yang terjadi pada kulit dan insang ikan gelodok yang diberi perlakuan cekaman panas. 4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah didapatkan data mengenai struktur histologis dan perubahan yang terjadi pada kulit dan insang ikan gelodok yang diberi perlakuan cekaman panas. 3