Kredibilitas Fundamentalisme dalam Islam pada Teks The End of Faith Bagus Wijoseno Fakultas Adab Dan Humaniora, UIN Sunan Ampel Surabaya | Jl. A. Yani No 117, Surabaya, Indonesia Email: [email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk membahas kredibilitas fundamentalisme dalam Islam pada teks The End of Faith karya Sam Harris. Teks ini dianalisis dengan menggunakan tinjauan dekonstruksi. Berfokus hanya pada karakter-karaketer yang dibangun Sam Harris dalam teks The End of Faith saja, hasil analisis menunjukkan bahwa pondasi-pondasi yang menopang kekuatan fundamentalisme dalam Islam memuat inkonsistensi-inkonsistensi pandanganpandangan penulis teks dalam menyatakan bahwa ideologi ini, beserta metode scriptural literalism yang menghasilkan penafsiran-penafsiran atas Alquran yang khas, merupakan sebuah representasi Islam yang sejati. Dengan mengungkap bahwa scriptural literalism adalah sebuah metode pembacaan teks yang tercipta dari kegagalan bernalar, maka disimpulkan bahwa “Freedom of belief [mendefinisikan Islam melalui scriptural literalism] is a „myth‟”. Kata-Kata Kunci: Dekonstruksi, oposisi biner, authorial intentions, dan konsistensi. Abstract: This research aims to discuss the credibility of Islamic fundamentalism in the text of The End Of Faith by Sam Harris. This text is analyzed using deconstruction. By focusing only on the characters made by Harris, the result shows that the foundations of the power of fundamentalism in islam contains inconsistent view of the author stating that this ideology, along with the scriptural literalism resulting in typical al-Qur‟an interpretations, is the true Islamic representation. By revealing that scriptural literalism is a method of text reading created from the failure of rational thinking, it can be concluded that “Freedom of belief [defining Islam through scriptural literalism] is a „myth‟”. Keywords: Deconstruction, binary opposition, authorial intentions, inconsistency. Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 1. Pendahuluan "The New Atheism" adalah istilah yang dimunculkan baru-baru ini untuk mempropagandakan pandangan dunia tersebut, Harris gerakan sosial ini. menggambarkan gelombang pemikiran yang Dalam buku memuat sebuah kritik tajam terhadap klaim- mengatakan bahwa agama, secara umum, klaim intelektual dan dampak-dampak moral dipenuhi dengan ide-ide yang buruk, dengan yang dimunculkan oleh kaum beragama. menyebut bahwa agama adalah salah satu Identik Richard bentuk penyalahgunaan intelijensia manusia Dawkins, salah satu ateis yang sangat yang paling menyesatkan yang pernah populer di Barat, gerakan ini juga memuat digunakan tulisan-tulisan para ateis lainnya. Bentuk- melakukan kritisisme terhadap setiap agama, bentuk meningkatnya ia menganjurkan suatu bentuk kritisisme fundamentalisme dan ekstrimisme beragama yang santun, tidak bersifat memaksa, dengan di awal abad ini, konflik agama yang tak bentuk intoleransi yang bertujuan untuk berkesudahan di Timur Tengah, indoktrinasi mengkoreksi, yang berbeda dari situasi- agama yang dipaksakan bahkan kepada situasi anak-anak yang pada dasarnya belum cukup kritisisme dalam agamaagama di dunia yang umur telah diasosiasikan dengan fenomena seperti untuk beragama, beragamnya (2005: yang ada ditunjukkan 25-26). pada oleh Dan dalam bentuk-bentuk sejarah. Dia keyakinan agama dalam mendefinisikan mempromosikan conversational intolerance, Tuhan beserta implikasi-implikasi moral di mana keyakinan pribadi seseorang diukur melalui menjalani berdasarkan bukti-bukti yang ada, dan di perintah-Nya, dan konflik antara ilmu mana kejujuran intelektual diberlakukan pengetahuan dan agama adalah alasan- secara adil oleh baik pandangan-pandangan alasan bagi mereka yang bernaung di bawah agama maupun non-agama (2005: 48). Dia bendera “The New Atheism” ini untuk juga mempertanyakan dan membicarakan ulang keharusan untuk menyingkirkan hambatan- perlunya manusia akan Tuhan dan agama. hambatan yang mencegah keberadaan kritik Buku The End of Faith, karya Sam Harris, terbuka atas ide-ide, kepercayaan, dan adalah salah satu produk ternama yang praktik-praktik keagamaan yang berlindung kepatuhan dalam percaya bahwa terdapat suatu di bawah naungan "toleransi" (2005: 20). [KREDIBILITAS FUNDAMENTALISME…(BAGUS WIJOSENO)] Dibandingkan agama besar dengan dunia beberapa lainnya, Harris hadis, yang menceritakan tindakan Nabi (2005: ucapan dan 109-110). Dia menganggap Islam sebagai sebuah agama menegaskan bahwa komitmen dogmatis yang seorang secara bertentangan khusus memerangi dengan dan Muslim untuk menggunakan norma-norma kekerasan dalam mempertahankan iman dan masyarakat sipil pada umumnya (2005: membela Islam, pada berbagai tingkatan, 138). Islam adalah sebuah agama yang adalah bagian sentral dari doktrin Islam paling mendapatkan perhatian masyarakat yang tidak ditemukan di banyak agama- dunia dewasa ini. Tidak pernah terjadi agama lain, dan perbedaan ini memiliki kesalahpahaman konsekuensi yang nyata bagi dunia (2005: tentang Islam separah seperti yang terjadi akhir-akhir ini, hal 28). tersebut adalah akibat dari pembajakan citra Dalam membahas Islam, Harris Islam yang dilakukan oleh kaum yang selalu mengingatkan pembaca perlunya memahami mengklaim bahwa mereka adalah umat dan mengenal dua golongan Muslim untuk Islam sejati—kaum fundamentalis. Dan hal dibedakan; golongan pertama adalah kaum yang paling parah adalah bahwa sepertinya fundamentalis semua orang di dunia mempercayai narasi golongan yang diciptakan oleh para fundamentalis bahwa Islam memberikan dan mewajibkan tersebut. Narasi itulah yang menginspirasi pedoman-pedomannya untuk diberlakukan Sam Harris untuk menyatakan perang pada setiap dimensi kehidupan, termasuk dengan Islam. Lebih dari sekedar berperang politik melawan ekstrimisme yang dianut oleh ekstrimis) kelompok-kelompok tertentu dalam Islam, berpandangan bahwa yang melalui konon oleh (di dalamnya Islamis—yang dan hukum— sebagai terdapat berpandangan dan golongan golongan Islam yang haruslah mayoritas Muslim didefinisikan ini sebagai kepatuhan literal (harfiah) atas teks-teks suci pembajak ajaran-ajaran Islam yang damai, mereka (Alquran dan Hadis), kemudian Harris mendeklarasikan perang terhadap visi golongan kedua adalah kaum moderat hidup yang diyakini oleh semua umat Islam sebagai seperti yang diperintahkan dalam Alquran, menjalankan hidup dengan menyelaraskan kelompok-kelompok dicap dan dijabarkan lebih lanjut dalam literatur komunitas pembacaan yang dan mencoba Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 perintah-perintah teks-teks suci untuk bisa agama sebenarnya dicapai dan dibangun dari relevan terhadap konsep-konsep modern. “the many hammer blows of modernity that Berangkat dari penjelasan-penjelasan have exposed certain tenets of faith to di atas, Harris kemudian mengeksplorasi doubt” (2005: 19) sementara pada saat yang lebih dengan sama masih terus mengkonsumsi bentuk- mengajukan scientific skepticism, sebagai bentuk irasionalitas dari sistem kuno asal suatu gagasan yang memiliki mekanisme di mula mana setiap argumen atau gagasan harus praktekpraktek agama yang relatif tidak dibuktikan ekstrim (2005: 21). lanjut permasalahan kebenarannya ini melalui alat- agama tersebut—nilai-nilai dan alatnya seperti rasionalisme dan positivisme, Sangatlah mudah untuk menemukan sebagai satu-satunya aturan main yang bahwa Harris sebenarnya menargetkan kaum dianggap masalah- fundamentalis agama, yang ia gambarkan masalah yang ditimbulkan oleh bentuk- sebagai kaum yang membaca teksteks suci bentuk keyakinan beragama. Dia selalu mereka secara harfiah (2005: 29). Ketika bersikukuh bahwa jika seseorang sekuler argumennya ditelusuri lebih jauh, sangatlah mulai keyakinan-keyakinan jelas bahwa sasaran sebenarnya adalah seperti yang terdapat pada agama-agama, Islam. Argumen-argumen ini diatur dengan yaitu tidak beberapa prinsip sebagai berikut: Islam tidak memiliki bukti yang menopang kebenaran pernah melalui pencerahan yang serupa keyakinan tersebut, maka tindakannya akan dengan Kristen dan Yudaisme di Barat, teks secara otomatis dianggap sebagai tindakan yang paling sucinya, yaitu Alquran, tidak gila yang bisa dilakukan oleh seorang menawarkan sekuler (2005: 73). keyakinan-keyakinan yang ditawarkan dapat bisa mentuntaskan mengikuti keyakinankeyakinan yang Dalam bukunya, Harris memberikan diuji dan mekanisme direvisi, di sehingga mana hal ini perhatian yang lebih terhadap moderasi menjadikan setiap generasi baru Islam agama. Dihadapkan pada kenyataan bahwa mewarisi takhayul dan intoleransi agama terdapat banyak penganut agama yang jauh yang dilakukan pendahulunya (2005: 31); dari pandangan dan tindakan ekstrim dan dan bahwa yang disebut sebagai Islam destruktif dalam hal menjalani kehidupan fundamentalis adalah “default setting” dari plural atau multikultural mereka, Harris Islam, menunjukkan bahwa status moderat suatu di mana masa depan dunia [KREDIBILITAS FUNDAMENTALISME…(BAGUS WIJOSENO)] bergantung pada berubahnya Islam melalui ditemukan dalam buku The End of Faith proses pencerahan sekuler. yang mendekonstruksi pandanganpandangan Berbeda dari kajian-kajian umum yang bersifat bebas menggunakan sumber- Sam Harris? Bagaimanakah temuan-temuan tersebut beroperasi?” sumber dan wacana-wacana yang beragam, Tujuan dari tulisan ini adalah untuk pendekatan yang digunakan dalam tulisan mengungkapkan bagaimana oposisioposisi ini adalah pembacaan dekonstruksi yang biner diciptakan dalam buku The End of digagas oleh Jacques Derrida. Peneliti Faith karya Sam Harris. Baru kemudian berpandangan bahwa teori ini sangat cocok memaparkan kontradiksi-kontradiksi yang dalam membedah tulisan Harris dikarenakan ditemukan satu kesamaan: teks tersebut, fokusnya pada menunjukkan bentuk-bentuk inkonsistensi utama yang dari argumen-argumennya, dan juga untuk dihadirkan dalam teks The End of Faith, mengungkapkan ambivalensi dari hirarki- hanya saja di sini Harris berperan sebagai hirarki yang diciptakan dalam teks. Studi ini “constructor” sedangkan peneliti berperan juga akan menjelaskan bagaimana ketiga karakterisasi yaitu dalam tokoh-tokoh “deconstructor” sebagai teks tersebut. elemen perspektif dekonstruksi tersebut Sejalan dengan ilustrasi tersebut, maka beroperasi dalam pembacaan teks The End tulisan ini bertujuan untuk mengungkap of Faith, di mana model-model pembacaan masalah-masalah internal dalam teks The tersebut pada akhirnya mampu membawa End of Faith dan kemudian menjelaskan pandangan-pandangan Harris kepada status bagaimana masalah-masalah “undecidable”. Hipotesa yang akan coba tersebut memunculkan yang ada pembacaan- dibuktikan dalam tulisan ini adalah pembacaan baru yang bekerja di luar kendali scriptural literalism yang diklaim Harris Sam Harris. sebagai metode pendekatan terhadap Sehubungan dengan latar belakang Alquran yang terbaik, yang merupakan tulisan di atas, maka rumusan masalah yang pondasi yang menopang fundamentalisme dirancang dalam tulisan ini adalah sebagai dalam Islam, memiliki atribut-atribut yang berikut: memuat permasalahan yang sangat serius. “Dilihat dari perspektif dekonstruksi, apakah terdapat kontradiksi, inkonsistensi, atau ambivalensi yang 2. Landasan Teori: Dekonstruksi Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 Tidak seperti kritik sastra lain yang yang tidak asing di telinga kita. bebas untuk menggunakan sumbersumber Bagaimanapun juga, tidak semua dualisme lain yang relevan untuk menganalisis sebuah tersebut adalah”natural”; beberapa dualisme teks, dekonstruksi membedakan dirinya dari tersebut adalah “kultural”, beberapa lainnya teori kritis sastra lainnya melalui fitur adalah “biologis”, dan yang lainnya adalah uniknya yaitu berfokus pada penggunaan “tematik” (Green dan Lebihan, 1996: 69); teks yang dikaji saja, menelusuri secara yakni, oposisi biner bukanlah universal detail dan mengungkapkan apa yang telah tetapi beragam secara kultural. Budaya- dengan tidak sadar ditulis oleh sang penulis budaya yang berbeda seringkali memberikan teks yang dikaji. Detail-detail penelitian atribut-atribut yang beda terhadap setiap yang diteliti adalah kata-kata (pilihan kata term yang berlawanan. maupun metafora, dll), ide-ide atau Derrida kemudian argumen-argumen yang digagas pada buku bahwa yang kesemua hal itu pada akhirnya seperti yang dicontohkan di awal, betapapun diketahui memuat kontradiksi, inkonsistensi, oposisi-oposisi memunculkan jejak dari hal-hal yang tidak alamiah ataupun “reasonable”, tidaklah hadir dalam teks, dan ambiguitas di mana sekedar suatu oposisi seperti yang terlihat; teks tanpa sadar mengkhianati tujuan-tujuan terdapat hirarki di dalamnya (1981: 41). penulis dan akhirnya menjadikan tujuan- Dalam setiap pasangan oposisi tersebut, tujuan tersebut tertunda, tidak sempurna, salah satunya didesain untuk tampil sebagai dan bahkan tidak valid. yang superior dan dominan sementara Derrida dekonstruksi pembacaan menjelaskan adalah yang sebuah dimulai dari bahwa seringkali berpandangan lainnya oposisi-oposisi biner ditampilkan tersebut sebagai biner terlihat inferior strategi sehingga secara otomatis “terpinggirkan”. sebuah Sebagai contoh, “laki-laki” biasa digunakan “philosophical hierarchy” di mana sebuah untuk oposisi biner yang ditampilkan memuat “perempuan” hanya digunakan khusus untuk konotasi menandakan “manusia perempuan (bukan superioir dan inferior yang didistribusikan dalam dualisme tersebut. Laki-laki dan perempuan, siang dan malam, menandakan “manusia”, tetapi laki-laki)”. Dengan demikian, putih dan hitam, aktif dan pasif, kesemua hal digunakan sebagai tersebut adalah contoh-contoh dualisme mempertanyakan dekonstruksi alat hirarki-hirarki untuk dalam [KREDIBILITAS FUNDAMENTALISME…(BAGUS WIJOSENO)] oposisi diklaim masing karakter dalam buku menjadikan sebagai asli, alami, dan/ atau “self-evident”. ide-ide yang dia gagas di dalamnya lahan Dalam konteks ini, dekonstruksi digunakan subur yang siap “dibajak” dan “ditanami” untuk menunjukkan bagaimana oposisi biner oleh peneliti. dioperasikan dalam teks, bagaimana hirarki 3. Metode Penelitian terjadi biner dalam yang seringkali oposisi biner tersebut, Karena tulisan ini didasarkan kemudian menunjukkan bahwa oposisi ini sepenuhnya pada data yang berupa teks dan tidak saling disajikan secara deskriptif, maka tulisan ini tergantung satu sama lain. Dekonstruksi juga merupakan penelitian kualitatif (Cresswel digunakan untuk melemahkan tujuan penulis 2003). Bogdan dan Biklen yang dikutip oleh melalui teks yang dia ciptakan sendiri. Sugiono juga menjelaskan bahwa penelitian Untuk tujuan ini, menurut Derrida, maka kualitatif lebih bersifat deskriptif berupa pembacaan atas teks yang dikaji haruslah kata-kata tertulis yang dapat diamati, dan dilakukan dengan sangat hati-hati, teliti, dan tidak menekankan pada angka (Sugiono mendetail hingga seluruh aspek dalam teks 2008). Pengertian deskriptif sendiri adalah tercakup. Pembacaan atas teks tersebut prosedur haruslah berfokus pada bagaimana teks menggambarkan keadaan objek penelitian tersebut bekerja sesuai dengan maksud sang berdasarkan penulis dan bagaimana teks terebut, melalui (Nawawi 1983). Fleksibilitas yang tinggi pola-pola bahasa yang digunakan dalam bagi peneliti dalam menentukan langkah- teks, bisa “bekerja” diluar kemauan penulis langkah penelitian adalah kelebihan yang teks tersebut (1997: 158). dimiliki oleh penelitian yang menggunakan stabil, Atas karakterisasi bisa dasar dibalik, dan fokusnya tokoh-tokoh utama pada pemecahan masalah fakta-fakta yang dengan tampak metode kualitatif (Alwasilah, 2000: 54). yang Penelitian ini menggunakan bentuk dihadirkan dalam teks, teori dekonstruksi studi pustaka dianggap peneliti sangat cocok dalam research) membedah buku The End of Faith karya (1990:145) bentuk studi ini lebih berfokus Sam Harris. Sifat dasar dari tulisan Harris pada subjektifitas, intuisi, penyimakan, dan yang dominan dikotomistik dan sarat dengan konseptualisasi teks yang dikaji. Oleh hirarki yang didistribusikan pada masing- karena itu, peneliti harus menyimak teks dan (text-based menurut dan library Suryawinata Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 dengan teliti dan diinterpretasikan kritis secara kemudian 3.2 Teknik Pengumpulan Data komprehensif. Teknik pengumpulan data yang Selanjutnya, dalam upaya memecahkan digunakan dalam penelitian ini dilakukan masalah pada penelitian ini, ada empat tahap dengan menggunakan metode pembacaan pokok tahap yang harus dicermati, yaitu: (1) secara intensif, berfokus pada detail, dan data penelitian, (2) teknik pengumpulan berulang-ulang. Terdapat 5 teknik penelitian data, dan (3) teknik analisis data. yang digunakan dalam metode ini, yakni (1) teknik penyimakan 3.1 Data Penelitian Data yang simak-catat, dikumpulkan dalam dan dilakukan dengan pencatatan dalam mendapatkan informasi atau data-data yang penelitian ini ada dua jenis. Data-data sesuai tersebut adalah (1) data primer dan (2) data Kemudian (2) teknik reduksi data, dilakukan sekunder. Data primer bersumber pada buku dengan pengurangan atau pemotongan data. The End of Faith karya Sam Harris itu Setelah itu, (3) teknik penyajian data, sendiri. Kemudian, data sekunder dalam dilakukan dengan menyajikan data yang penelitian ini meliputi kajian-kajian yang sudah direduksi dan diklasifikasikan sesuai mengangkat wacana dengan tema utama buku The End of Faith. gelombang pergerakan The New Atheism Lalu, (4) teknik interpretasi, dilakukan yang sebagian besar muncul dalam satu dengan dekade sekunder yang sudah direduksi dan diklasifikasikan berikutnya adalah referensi-referensi yang sesuai dengan konteks masingmasing isu menyangkut kajian pustaka seputar teori yang diangkat oleh Sam Harris. Tahap dekonstruksi terakhir dan terakhir pengaplikasiannya. membahas ini. dan Data contoh-contoh Setelah dengan kebutuhan menginterpretasi adalah (5) penelitian. wacanawacana teknik penarikan data-data simpulan, dilakukan dengan menyimpulkan dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah dan memahami garis besar bahasan buku berupa pengklasifikasian data. Di sini, The End of Faith karya Sam Harris. semua data akan ditata dan diatur agar secara sistematis dapat diinterpretasikan, dengan tujuan untuk menjelaskan hubungan masing-masing konsep dalam tulisan ini. 3.3 Teknik Analisis Data Langkah pertama dari prosedur analisis dekonstruksi dalam penelitian ini adalah mengungkap oposisi biner yang [KREDIBILITAS FUNDAMENTALISME…(BAGUS WIJOSENO)] beroperasi baik secara umum maupun diangkat spesifik yang diciptakan dan dimaksudkan moderat yang pada akhirnya dianggap oleh Sam Harris dalam bukunya kemudian melindungi dilanjutkan “religious extremism”). dengan mempertanyakan oleh kaum dan agamawan mendukung yang eksistensi sekaligus berusaha membongkar keabsahan Pada penelitian ini, atribut-atribut logika-logika yang melekat dari penciptaan yang melekat yang menjadikan superioritas oposisi-oposisi biner yang ada. Terdapat “reason” atas “faith” akan dipaparkan dan setidaknya dua tema inti yang memuat investigasi kritis akan diberlakukan untuk deskripsi-deskripsi oposisioposisi biner yang mengetahui apakah atribut-atribut tersebut ada dalam buku The End of Faith; tema terbukti yang membahas beberapa sifat dan atribut superioritas “reason”, dan juga bahkan dari kepercayaan (belief) yang mendasari untuk mengetahui apakah Harris sendiri perbedaaan dari dualism “reason” dan secara konsisten berpijak pada “reason” “faith”, dalam posisi-posisi yang dia ambil ketika dan tema modernisme dan kokoh dalam sekularisme yang menciptakan diskursus memperhadapkan “religious oposisi-oposisi yang dia ciptakan. Dengan moderation” dan “religious fundamentalism/ extremism.” menelusuri kedua tema di atas didistribusikan, diketahui golongan sedangkan “faith” hadapan sebagai akses masuk bagi peneliti untuk bagaimana masing-masing dualisme dari “reason” di menggunakan tema scriptural literalism Dengan mengkaji secara seksama bahwa dirinya membangun konstruksi Islam karakterisasi fundamentalis yang digambarkan superior diciptakan Harris, konsistensi konstruksi diposisikan inferior. tersebut kemudian akan diuji di hadapan Kemudian sekularisme (atheistic modernity) pandangan-pandangannya diposisikan sebagai „juru selamat‟ dalam dalam bukunya. Scriptural literalism yang melandasi perjalanan manusia akhir-akhir diklaim Harris sebagai metode pendekatan ini dan bahwa “religious moderation” terhadap adalah mitos belaka dan pada dasarnya dibuktikan validitasnya. Alquran yang bertanggung jawab atas hambatan-hambatan yang ada pada masyarakat secara global dewasa ini (merujuk pada pluralisme yang 4. Hasil dan Pembahasan yang tersebar terbaik akan Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 Pembacaaan dekonstruksi pada buku literalism), dan yang juga sering kali The End of Faith karya Sam Harris kali ini diciptakan adalah analisa tentang membongkar ide intertekstualitasnya bahwa moderasi agama adalah sebuah mitos, Hadis Nabi Muhammad. Sebagian besar di mana fundamentalisme agama digunakan bentuk sebagai posisi sehingga “default” kemudian dalam Islam bentuk-bentuk melalui penafsiran dengan Sunah fundamentalisme atau ini juga berpandangan bahwa negara Islam dan masyarakatnya diwajibkan keberagamaan lainnya seperti Islam moderat memberlakukan digambarkan sebagai bentuk penyimpangan agama Islam (syariat), dan berpendapat terhadap bahwa tidak boleh ada perbedaan antara Islam. Persuasi Harris untuk dan untuk mengikuti memerangi Islam didasarkan pada argumen kehidupan dia bahwa pembacaan literal/ harfiah yang sehingga dilakukan kaum fundamentalis terhadap mereka Alquran dan Sunah atau Hadis Nabi demokrasi modern yaitu sekulerisme. Muhammad merupakan sikap yang jujur beragama pandangan ini berseberangan Bagi Harris, dan hukum berpolitik, memposisikan dengan prinsip pandangan ini tentang bagaimana teks-teks suci Islam ini merupakan “default setting” Islam, yang memberikan bagi dalam persinggungannya dengan dunia non- penganutnya. Fundamentalisme dalam Islam muslim di berbagai tempat dan waktu, adalah khususnya istilah pedoman yang hidup mengacu pada dengan modernisme Barat, pendekatan filosofis atau teologis dari kemudian memicu kemunculan golongan kelompok-kelompok tertentu dalam tradisi moderat yang menolak literalisme atas Islam yang berpandangan bahwa Alquran kedua kanon umat Islam tersebut. Dari sini, adalah firman harfiah dari Allah yang dapat diketahui Harris berpendapat bahwa sempurna (tanpa cacat), dan bahwa umat dari Islam taat pendekatan pembacaan non literal atas mematuhi praktik-praktik keagamaan dan Alquran dan Hadis oleh umat Islam, dan jika perintahperintah moral yang ditemukan di sekalipun kemudian muncul pendekatan ini, dalamnya, dengan penekanan bahwa kedua maka itu adalah produk dari pengetahuan pandangan tersebut diwujudkan melalui sekuler pembacaan Alquran secara literal atau penulis telah menunjukkan problematika konservatif (selanjutnya disebut scriptural yang ada ketika membahas tentang kedua diwajibkan untuk secara awal tidak (2005: pernah 17). ada Sekalipun bentuk banyak [KREDIBILITAS FUNDAMENTALISME…(BAGUS WIJOSENO)] golongan umat muslim ini dikarenakan "mencuri besarnya perbedaan doktrin antara muslim Mereka sangat ekstrim dalam memandang fundamentalis dan moderat (dalam hal ini bahwa modernitas dan budaya sekuler adalah mainstream), Harris berpendapat sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip bahwa, dalam pengertian Barat, sebagian Islam. Para muslim ekstrimis yakin bahwa besar Muslim tampaknya "fundamentalis" pengaruh budaya Barat “akan menjauhkan dikarenakan bahkan pendekatan "moderat" istri dan anak-anak mereka dari Allah” terhadap Islam pun berpandangan bahwa (2005: 29). Bahkan, terdapat hukuman- Alquran adalah firman Allah yang harfiah hukuman (seringkali hukuman mati) bagi dan tanpa cacat (2005: 110). umat Islam yang mencoba beradaptasi Banyak dari kelompok muslim kesetiaannya" (2005: 138). dengan modernisme sekuler (2005: 131). fundamentalis menganut dikotomi dualistik Kaum di mana setiap orang harus memilih untuk orangorang yang akan membinasakan setiap bergabung dan berjuang bersamanya atau pergerakan yang dianggap bid‟ah (2005: melawannya. 14). Harris menjelaskan sebuah rationale di bagaimana Hal mereka ini mempengaruhi berinteraksi ini dikenal sebagai golongan dengan balik segala upaya untuk menjadi seorang kelompok lain, yaitu dengan Yahudi, Hindu, fundamentalis berdasarkan pengamatannya Kristen, sekulerisme Barat/ ateis, bahkan selama ini: termasuk dengan golongan muslim lainnya. Dalam interaksinya, seringkali kaum fundamentalis beranggapan bahwa mereka sedang berada pada posisi “berjihad” melawan golongan lain tersebut. Contohnya, kaum fundamentalis kerap kali melakukan penentangan dan perlawanan terhadap Barat dan modernisme sekuler di negara-negara muslim. didasarkan Perlawanan ini pada ketakutan seringkali bahwa liberalisme Barat sedang dalam proses penaklukkan pikiran kaum muslim dan Jika kita hidup dengan benar—tidak perlu etis [tetapi „benar‟ dalam kerangka kepercayaan kaum fundamentalis]—kita akan mendapatkan segala sesuatu yang kita inginkan setelah kita mati. Ketika tubuh kita pada akhirnya mengkhianati kita [mati], kita akan memulai perjalanan ke suatu tempat [surga] di mana kita bertemu kembali dengan semua orang yang kita cintai ketika hidup di dunia. Tentu saja, orang-orang yang selalu berupaya untuk menggunakan akal mereka dengan benar dan orangorang yang tidak memiliki iman yang sama dengan mereka akan dijauhkan dari tempat yang Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 menyenangkan ini, dan mereka yang memiliki keteguhan hati dalam mempertahankan keimanannya [resisten terhadap segala bentuk kritisisme] semasa hidupnya akan mendapatkan ganjarannya [surga] untuk selama-lamanya (2005: 36). proses dekonstruksi yang wajib untuk terlebih dahulu dilakukan adalah memahami authorial intentions dari wacana ini, seperti disajikan dalam bab dua di bukunya yang berjudul “The Nature of Belief”. Harris memulai bahasan ini dengan “Mitos” dan “Absurditas” Scriptural Literalism (belief) adalah seperti “tuas yang, sekali Langkah pertama dalam menjelaskan masalah-masalah yang tersembunyi di dalam salah satu pondasi fundamentalisme dalam Islam, yaitu scriptural literalism, adalah dengan mengakui, menjabarkan, dan kemudian memanipulasi wacana Harris (authorial intentions) yang berbunyi “Freedom of belief is a myth” (2005: 51). Peneliti akan mengelaborasi pernyataan ini dalam konteks bagaimana seseorang meyakini apa itu Islam. Maksudnya, bentuk elaborasi di sini akan berangkat dari pengkerucutan makna “belief” dalam pernyataan tersebut menjadi “belief” dalam lingkup menyatakan bahwa sebuah kepercayaan pendefinisian Islam, sehingga modifikasi dari pernyataan Harris tersebut dalam konteks ini berbunyi, “Kebebasan berkeyakinan [dalam mendefinisikan Islam melalui scriptural literalism] adalah sebuah „mitos‟”. Untuk dapat memahami proses transisi pernyataan Harris tersebut menjadi jargon yang dapat digunakan oleh peneliti ini sebagai serangan balik terhadap Harris, ditarik, menggerakkan hampir seluruh aspek dalam hidup seseorang” (2005: 12). Menjadi seorang ilmuwan/ liberal/ feminis/ rasis/ pasifis hanyalah merupakan manifestasi bentuk-bentuk spesies kepercayaan (belief) dalam wujud kepercayaan visinya tindakan. seseorang tentang perilakunya; emosionalnya Segera mendefinisikan dunia; mendikte menentukan respons dengan setelah Kepercayaan- manusia diyakini, lainnya. kepercayaan- kepercayaan tersebut menjadi bagian yang sangat menentukan pikiran-pikiran pribadi tersebut, menentukan keinginan- keinginannya, ketakutan-ketakutan, harapanharapan, dan perilaku selanjutnya yang akan dia lakukan (2005: 12). Harris menekankan bahwa peranan dan kontribusi belief atas kehidupan emosional seseorang sangat besar dan menyeluruh. Pada setiap emosi yang mampu dirasakan oleh seseorang, bisa dipastikan unsur belief berperan besar [KREDIBILITAS FUNDAMENTALISME…(BAGUS WIJOSENO)] dibalik terciptanya perasaan tersebut (2005: 52). Argumen Harris selanjutnya adalah bahwa Karena dalam seseorang bentuk berkaitan erat dengan struktur bahasa dan keyakinan terdapat potensi yang dengan struktur faktual dari dunia. Kebebasan seketika mampu menggerakkan orang untuk berkeyakinan, “jika memang ada, sangatlah bertindak, dan bahwa dalam tindakannya minimal. Apakah seseorang benar-benar tersebut orang lain bisa ikut merasakan bebas untuk percaya proposisi yang ia tidak manifestasi dari keyakinannya, maka bagi memiliki bukti atasnya?” (2005: 72). Tentu Harris mengatakan bahwa keyakinan (belief) saja tidak bagi Harris. Bukti, baik secara merupakan urusan pribadi adalah keliru empiris maupun secara logis, adalah satu- (2005: 44). Berangkat dari argumen ini, satunya Harris menjamin bahwa kepercayaan seseorang kemudian setiap keyakinan-keyakinan menegaskan bahwa hal yang dianggap mampu sejatinya pernyataan “freedom of belief” akan adalah tidak benar. Bahwa pada dasarnya merupakan kenyataan yang apa adanya manusia untuk tentang hal tersebut. Terkait dengan bukti mempercayai apa pun yang diinginkan yang logis, Harris menjabarkan bahwa tentang Tuhan adalah sama dengan bahwa kepercayaan seseorang terhadap sesuatu tidak seorang pun bisa bebas mempercayai sejatinya unjustified beliefs (kepercayaan-kepercayaan semantika yang bermain dan mengatur di yang dianggap benar tetapi tidak dapat dalamnya, dibuktikan) dalam ilmu pengetahuan atau semantika masing-masing saling membatasi, sejarah, atau bisa bebas mengartikan apa dan secara bergantian dibatasi oleh, banyak pun yang diinginkan ketika menggunakan hal lainnya” (2005: 53). Sebagai contoh, kata-kata yang telah disepakati bersama. sebuah kepercayaan bahwa smartphone Bilamana ditemukan orang yang masih saja android A adalah ponsel terbaik di dunia dengan seenaknya berlaku demikian, maka secara orang tersebut “tidak perlu heran ketika kepercayaan lain yang lebih mendasar orang lain berhenti mendengarkan dia” (misalnya, (2005: 51). android B, C, D, dst) dan lebih derivatif tidak pernah bebas suatu hal terikat karena logis bahwa tersebut dengan “baik benar-benar logika logika mengandung terdapat dan dan banyak smartphone (misalnya, android lebih baik dari iOS). Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 Kebutuhan untuk memahami arti dari kata- maupun inkonsistensi, yang dapat terukur kata dalam setiap konteks yang baru melalui mediasi bahasa, seseorang harus mengharuskan keyakinan orang tersebut selalu memonitor secara seksama dan kritis terbebas dari kontradiksi: untuk mengetahui atas tentang apakah keyakinan tersebut, dia harus mencontohkan bahwa bahkan perubahan mengetahui apa arti dari kata-kata yang satu kata dalam satu kalimat saja bisa dimaksud; untuk mengetahui arti dari kata- menyangkut urusan hidup dan mati, seperti kata bisa dilihat: tersebut, keyakinan-keyakinannya kepercayaan tersebut. Harris dalam kegagalan bernalar di sini adalah “Jika anak Anda di tengah malam datang menghampiri Anda dan mengatakan, „Ayah, ada seekor gajah di halaman rumah kita,‟ Anda mungkin menuntun dia kembali ke kamarnya seraya menirukan gerakan menodongkan pistol ke arahnya; tetapi jika dia berkata, „Ayah, ada seseorang di di halaman rumah kita,‟ Anda mungkin benar-benar akan mengambil pistol yang sesungguhnya.” (2005: 61) Berdasarkan pertimbangan- banyaknya literatur tentang “self-deception” pertimbangan yang telah disebutkan, peneliti yang menunjukkan bahwa seseorang bisa berpandangan saja proposisi, argumen Harris tentang “The Nature of sementara mempercayai juga kebalikan dari Belief” tidak hanya bisa diberlakukan dalam proposisi seseorang mengkritik bentuk kepercayaan beragama mendapati pasangannya berselingkuh, tetapi saja, bahkan juga dapat digunakan dalam pada saat yang sama percaya bahwa memonitori pasangannya setia kepadanya. Atau, seorang Harris juga. Salah satu pandangan dunia ibu tahu anaknya sudah meninggal, tetapi Harris yang juga harus lulus uji dari pada saat yang sama percaya bahwa anaknya argumenargumennya dalam “The Nature of hanya pergi sementara dan suatu saat akan Belief” adalah kepercayaannya tentang apa kembali ke pangkuannya. Maka dari itu, itu Islam—yaitu bahwa Sam Harris, dan untuk kaum haruslah konsisten secara umum (2005: 54). Jika logical coherence seseorang dalam memiliki pandangan dunia (berkepercayaan) runtuh, maka perwujudan kegagalan bernalar tersebut dapat berupa “inkonsistensi logika hingga diskontinuitas radikal dalam subjektifitas itu sendiri” (2005: 55). Contoh yang digunakan Harris mempercayai tersebut, memastikan sebuah misalnya; bahwa sebuah kepercayaan itu terbebas dari kontradiksi bahwa sebagian pandangan-pandangan fundamentalis, tidak besar dunia memiliki kebebasan dalam mendefinisikan Islam. [KREDIBILITAS FUNDAMENTALISME…(BAGUS WIJOSENO)] Hal-hal utama yang menjadi kunci dan harus Kembali ke tujuan awal analisa sub- diperhatikan di sini adalah bahwa “freedom bab ini, pembahasan kali ini akan dibuka of belief is a myth” (2005: 51, 72), dan dengan bahwa menjadi seorang literalis dalam literalism melakukan pendekatan terhadap Alquran adalah “absurd”—yaitu bahwa terdapat hanyalah sebuah bentuk spesies kepercayaan sebuah inkonsistensi dalam bentuk (belief) pendekatan (2005: 12), dan juga bahwa menyatakan dalam bahwa scriptural menafsirkan tersebut. Alquran Contohnya, pendekatan tersebut harus dapat dibuktikan menyatakan bahwa adalah benar pembacaan keabsahannya dan dipertanggungjawabkan literal atas Alquran menjadikan penganutnya secara logis (2005: 35, 72), karena terdapat berbuat kekerasan terhadap non-muslim, konsekuensi personal dan sosial yang serius yaitu karena “pada hampir setiap halaman, atas pendekatan ini (2005: 60). Proses Alquran memerintahkan umat Islam untuk penelusuran ulang seperti ini penting karena, membenci non-muslim” (2005: 123) adalah sejalan dengan pandangan Harris, akan inkonsisten bermanfaat dalam mengkoreksi cara baca perintah-perintah Alquran secara literal yang setiap orang atas Alquran “by making the menyatakan bahwa umat Islam diwajibkan same evidentiary demands in religious untuk menghormati agama lain dan berbuat matters that we make in all others” (2005: adil sekalipun terhadap nonmuslim, yang 35). Jika kepercayaan adalah seperti sebuah juga dapat ditemui pada hampir setiap tuas, dan jika tuas yang digunakan oleh halamannya. Harris dan oleh kaum fundamentalis—yaitu scriptural tidak dipatuhinya Seperti diketahui, hal yang bisa diketahui disimpulkan dari banyaknya keberadaan menciptakan ayat yang secara literal bertentangan yang identitas fundamentalisme dalam Islam dan terdapat dalam Alquran adalah bahwa identitas pendekatan berperan literalism—telah dengan penting dalam Harris sebagai seorang scriptural literalism yang Islamophobe, maka aspek legal keberadaan diberlakukan terhadap kitab ini memuat dan beserta masalah serius yang perlu dibahas lebih yang lanjut sebelum diklaim atau dibiarkan begitu penggunaan keseluruhan tuas logical tersebut coherence mengikutinya pantas untuk dipertanyakan di saja untuk sini. fundamentalis dijadikan untuk alat bagi kaum memaksakan Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 keislamannya maupun bagi para Alquran. Alquran sendiri menawarkan Islamophobes untuk menjatuhkan Islam, kriteria metodologi pembacaan spesifik yang dengan memberikan penekanan pada prinsipprinsip sanggahan bahwa pembacaan harfiah secara total—benar-benar harfiah— kesatuan pada menimbulkan mengharuskan pembacanya untuk mencari kebingungan para pembacanya, contoh- makna terbaik dan menggunakan penalaran contoh yang umum diketahui adalah seperti; analitis dalam penafsirannya. Penekanan seorang muslim harus memusuhi (Q.S. Alquran 9:123, 5:57) sekaligus berbuat baik dan adil memandang terhadap non-muslim (Q.S. 60:8-9, 4:135), kesatuan teks (memberlakukan konteks) seorang terlihat dalam peringatan Alquran sendiri, dasarnya hanya muslim harus menghormati tekstual, terhadap dan kemudian pembacaan Alquran sebagai yang sebuah 2:256) bahwa “orang-orang yang telah menjadikan sekaligus harus memaksakan Islam kepada Alquran terbagi-bagi. Maka demi Tuhanmu, non-muslim (Q.S. 9:5), seorang laki-laki Kami pasti akan menanyai mereka semua, muslim boleh memiliki maksimal empat istri tentang apa yang telah mereka kerjakan sekaligus hanya boleh memiliki satu istri dahulu” (Q.S 15: 91-93). Demikian pula, (Q.S. 4:3), seorang muslim boleh menikahi ketika non-muslim (Q.S. 5:5) sekaligus diharamkan diturunkan kepada Nabi Musa dan umatnya, menikahinya (Q.S. 2:221, 60:10), seorang Tuhan muslim boleh memiliki budak (Q.S. 24:33, menjadikan “kitab itu lembaran-lembaran 23:1-7) kertas kepercayaan orang sekaligus lain (Q.S. diwajibkan menolak perbudakan (Q.S. 90:11-13). seorang yang kitab mengecam suci mereka bercerai-berai, sebagiannya dan dan yang yang kamu kamu sembunyikan sebagian besarnya” (Q.S 6: mengakhiri 91). Peringatan Alquran terhadap cara pertentangan ayat-ayat yang secara literal pembacaan Alquran yang atomistik; yaitu „termuat‟ seperti keluar dari konteks, selektif, dan sepotong- dicontohkan di sini adalah terletak pada potong juga terlihat dari kritik Alquran berlaku atau tidaknya suatu konteks yang terhadap mengikat setiap ayat tersebut, dan urgensi perjanjian dengan Tuhan: “Mereka suka untuk memahami konteks ayat-ayat tersebut mengubah perkataan (Allah) dari tempat- adalah tempatnya dan melupakan sebagian dari apa di perintah pembaca juga perlihatkan Satu-satunya jawaban atas bisa atau tidaknya menyinggung dalam tegas Alquran yang diserukan Bani Israil yang melanggar [KREDIBILITAS FUNDAMENTALISME…(BAGUS WIJOSENO)] yang mereka telah diperingatkan dengannya” (Q.S 5: 13). Mengapa suatu ayat berdasarkan bentuk literalnya dikatakan sah setelah diketahui bahwa pemahaman seseorang semua orang dapat menunjukkan keberadaan terhadap konteks-konteks yang mengikat ayat ayat-ayat dalam Alquran dinilai sangat bertentangan dengan ayat yang dimaksudkan penting? Karena ketika konteks—beberapa tersebut? Atas dasar ini, ketika seseorang contoh di antaranya termanifestasikan dalam mencabut suatu ayat dari Alquran keluar strategi, politik dari konteksnya, bukankah menurut Harris (Derrida 1997, 152)—diberlakukan dalam sebenarnya orang tersebut telah mengalami membaca dan memahami makna suatu ayat kegagalan bernalar yang diakibatkan oleh atau perintah dalam Alquran, maka salah “inkonsistensi logika hingga diskontinuitas satu posisi dari dua golongan ayat-ayat yang radikal dalam subjektifitas itu sendiri”? saling bertentangan akan dapat dipilih dan (2005: 55) retorika, sejarah, dan logika berpikir dibalik penafsiran tersebut dapat diketahui untuk lain yang juga secara literal Jadi, penyelesaian masalah ini harus kemudian berangkat dari pengakuan atas sifat Alquran dipertanggungjawabkan sah atau tidaknya sebagai sebuah teks yang polisemi (bisa penafsiran tersebut. Bisa jadi penafsiran ditafsirkan beragam) (Harris, 2005: 83), tersebut keliru, tetapi poin yang ditekankan yaitu baik dalam artian bahwa ayat-ayat atau di sini adalah bahwa setidaknya dari kata-kata dalam ayat-ayatnya berpotensi diberlakukannya memiliki banyak makna, maupun dalam konteks pembacaan tersebut terdapat mekanisme bagi semua artian orang pendekatan-pendekatan yang berbeda maka untuk menyalahkan Sebaliknya, membenarkan penafsiran ketika tersebut. dengan penafsiran-penafsirannya menggunakan akan dapat tidak berbeda pula secara substansi. Tetapi, adalah diberlakukan dalam pembacaannya, maka keliru untuk berpandangan bahwa mengakui bentuk penafsiran tersebut bisa dikatakan sifat polisemi Alquran sama saja dengan gagal sejak awal karena bahkan masalah mengakui relativisme moral, dalam artian pertentangan Alquran bahwa beragam dampak moral yang muncul belum disentuh apalagi diselesaikan. Dan sebagai manifestasi dari setiap bentuk bagaimana mungkin suatu penafsiran atas pembacaan tidak bisa dikritik, ditolak, atau ayat-ayat konteks atau bahwa dalam Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 bahkan dilarang dengan dalil jawaban yang benar dalam menjawab setiap pertanyaan yang ada, atau hanya tersedia sebuah cara terbaik atasnya. Dan jika memahami bahwa faktanya adalah demikian adanya, maka ragam solusi-solusi yang optimal yang tersedia dalam setiap permasalahan manusia, secara umum, akan cukup terbatas.” (2005:145) Dan seperti yang selalu bisa karena Alquran memiliki sifat polisemi—tentu saja pandangan ini tidak bisa dibenarkan. Walaupun sulit untuk mengetahui atau memutuskan makna terbaik dari setiap ayat, akan lebih sulit lagi untuk tetap bersikukuh mengakomodasi beberapa bentuk penafsiran dengan metode yang gagal memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh Alquran. Lebih dari sekedar pernyataan yang bersifat rasional, pandangan ini—bahwa betapa pun banyaknya pemahaman atau penafsiran atas suatu hal atau wacana tidak berarti bahwa semua pemahaman tersebut memiliki kualitas yang sama—adalah bahkan fakta yang sangat empiris. Dan hal ini juga bahkan sejalan dengan pernyataan Sam Harris di hadapan relativisme ide di banyak wacana humanisme yang berbunyi: “Di manapun terdapat faktafakta akan suatu hal yang diketahui, satu hal yang pasti: tidak semua orang akan menemukan fakta-fakta tersebut pada waktu yang sama atau memiliki pemahaman yang sama akan fakta-fakta tersebut...Di manapun terdapat jawaban-jawaban yang benar dan salah atas pertanyaan-pertanyaan penting, akan terdapat cara-cara yang lebih baik atau lebih buruk untuk mendapatkan jawaban-jawaban tersebut, dan akan terdapat cara-cara yang lebih baik atau lebih buruk untuk menjadikan jawaban-jawaban tersebut dapat digunakan…Hal ini tidak berarti bahwa hanya akan selalu ada satu ditemukan dalam bidang lain, terdapat ruang untuk perbedaan pendapat yang disediakan untuk menampung pandangan-pandangan yang memiliki argumen-argumen yang berdasar dan dapat dipertanggungjawabkan bagi manusia menjawab dalam usahanya untuk pertanyaan-pertanyaan yang benar dan yang salah (di segala bidang ilmu pengetahuan), “tetapi perbedaan pendapat ada batasnya. Orang-orang yang percaya bahwa bumi itu datar bukanlah para ahli geografi…orang-orang yang berpikir bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dalam 4004 SM bukanlah para kosmolog yang handal” (2005:184). Menggunakan logika berpikir ini, dengan mudah bisa ditarik kesimpulan bahwa sangat mungkin orangorang yang terlalu menyederhanakan pembacaan atau penafsiran atas Alquran tergolong sebagai golongan yang ke luar dari batasan, sehingga akan dengan sendirinya menunjukkan inkompetensinya. Dan memang tidak bisa disangkal lagi, [KREDIBILITAS FUNDAMENTALISME…(BAGUS WIJOSENO)] beberapa pendekatan untuk membaca dan struktur bahasa dan struktur faktual dari menafsirkan Alquran akan secara objektif dunia. lebih bagus dan benar dari pada beberapa [dalam mendefinisikan Islam], jika memang pendekatan lainnya, dan gradasi dari tingkat ada, sangatlah minimal. Apakah seseorang objektifitas pendekatan-pendekatan tersebut benar-benar bebas untuk percaya proposisi harus diterjemahkan sebagai perbedaan- [scriptural perbedaan dalam tingkat pengetahuan, dan pembacaan terbaik atas teks-teks otoritatif dalam merupakan Islam, terutama Alquran] yang ia tidak perbedaan dalam „tingkat kejujuran dan memiliki bukti atasnya? Tentunya tidak. keterbukaan‟, yang sangat nyata (2005: Bukti (baik sensorik atau logis) [bahwa 145). kontekstualitas beberapa situasi „Kebebasan berkeyakinan‟ literalism sebagai kita model dibutuhkan dalam menghubungkan satu ayat dengan lainnya dalam memahami kesatuan tema-tema di 5. Kesimpulan Dengan pertimbangan-pertimbangan dalam Alquran] adalah satu-satunya hal telah sebuah yang menjamin bahwa kepercayaan akan Retorika suatu hal tersebut benar-benar merupakan dekonstruktif yang berbunyi “Freedom of kenyataan yang apa adanya tentang hal belief is a myth” (2005: 51) yang ditawarkan [agama Islam] tersebut. (2005: 72) oleh peneliti kali ini dipandang memiliki 6. Daftar Pustaka pertimbangan Alwasilah, A. C. 2000. Pokoknya Kualitatif. yang dijelaskan, inkonsistensi telah maka diungkap. dekonstruktabilitas yang signifikan di hadapan keseluruhan gagasan Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Harris tentang Islam di dalam bukunya. Jika Cresswel, John W. 2003. Research Design; terbukti demikian, maka pembahasan ini Qualitative, Quantitative and Mixed ditutup dengan sebuah bentuk manipulasi Methods atas pernyataan Harris yang menyangkut California: Sage Publications, Inc. hubungan antara diperlukannya bukti keyakinan yang kuat dengan dalam Derrida, Approaches. Jacques. Grammatology. melandasi terciptanya keyakinan tersebut: Chakravorty Kita Maryland: telah keyakinan melihat kita bahwa berkaitan keyakinanerat dengan 1976 2nd (1997). Trans. Spivak. The University Press. Johns Ed. Of Gayatri Baltimore, Hopkins Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 Derrida, Jacques. 1981. Positions. Trans. Alan Bass. Chicago: University of Chicago Press. Green, Keith and Jill Lebihan. 1996. Critical Theory & Practice: A Coursebook. London: Routledge. Harris, Sam. 2005. The End of Faith. USA: Norton Paperback. Nawawi, Hadari. 1983. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sugiono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Cv Alfabeta. Suryawinata, Z. 1990. Penelitian terhadap Terjemahan Karya Sastra. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh.