BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal tahun 1998 yakni pada awal masa orde baru perekonomian Indonesia mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi yang tak terkendali, juga pertumbuhan ekonomi yang kurang berkembang. Bersamaan dengan nilai tukar yang melemah itu, pemerintah juga melakukan likuidasi terhadap 16 bank nasional. Kondisi ini menyebabkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan. Akibat dari krisis kepercayaan tersebut menyebabkan penarikan dana besar-besaran yang berlanjut dengan terpuruknya sektor perbankan. Padahal likuidasi itu diambil untuk mencegah semakin meluasnya krisis perbankan. (Sejarah Bank Indonesia : 2 ). Krisis moneter berdampak besar pada kondisi sektor perbankan. Kondisi ini menyebabkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan, yang mengakibatkan nasabah berlomba-lomba menarik uang mereka dari bank yang dikenal dengan istilah bank runs. Selain itu bank dihantam dengan kredit macet, kredit macet ini terjadi karena kredit tidak tertagih. Hal ini disebabkan karena nasabah tidak mampu membayar atau tidak beritikat baik untuk membayar. Permasalah ini membuat kondisi bank hancur dan banyak bank yang bangkrut pada saat itu. Seiring dengan perkembangan perbankan dari tahun ke tahun yang terus meningkat, inflasi inti pada tahun 2012 tercatat rendah sebesar 4,5% kurang lebih 1%. Terkendalinya inflasi merupakan hasil dari berbagai kebijakan Bank Indonesia yang didukung oleh semakin baiknya koordinasi kebijakan Perbankan dengan Pemerintah. Inflasi pada tahun 2012 tercatat sebesar 4,3% (Grafik 1.1) terutama didorong oleh inflasi inti yang stabil, inflasi volatile food yang terkendali dan inflasi administered prices yang rendah. Inflasi inti yang stabil didukung oleh penerapan strategi bauran kebijakan moneter dan makroprudensial sehingga tekanan inflasi dari sisi permintaan, harga komoditas impor, dan ekspektasi inflasi tetap terkendali. Selain itu, terjaganya inflasi juga didukung oleh koordinasi yang semakin intensif antara Bank Indonesia dan Pemerintah dalam upaya peningkatan produksi, kelancaran distribusi, dan stabilisasi harga pangan strategis. Gambar 1.1 Grafik Perkembangan Inflasi Pada awal tahun 2012, kebijakan moneter Bank Indonesia difokuskan pada upaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, namun memasuki triwulan kedua kebijakan difokuskan untuk mengendalikan ekspektasi inflasi dan keseimbangan eksternal. Bank Indonesia pada Februari 2012 menurunkan BI rate 25 bps sebagai langkah antisipasi lanjutan untuk memberikan dorongan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia ditengah menurunnya kinerja ekonomi global. Pada saat yang sama, Bank Indonesia menurunkan koridor bawah suku bunga operasi moneter Bank Indonesia sebesar 50 bps menjadi 3,75%, yang bermaksud untuk mendorong pembiayaan antar bank dan mengurangi risiko likuiditas bank sekaligus memperluas sumber pendanaan bank. Suku bunga simpanan dan kredit perbankan mengalami penurunan selama tahun 2012, sejalan dengan penurunan suku bunga dipasar uang. Perkembangan tersebut menempatkan tingkat suku buku simpanan dan kredit sebagai yang terendah sejak tahun 2005. Sampai dengan November 2012, suku bunga deposito 1 bulan tercatat menurun sebesar 93 bps menjadi 5,42%, sedangkan rata-rata suku bunga kredit turun sebesar 66 bps menjadi 12,13% (Grafik 1.2). Dengan penurunan suku bunga deposito yang lebih besar dibandingkan dengan penurunan suku bunga kredit, maka selisih antara suku bunga deposito dan suku bunga kredit tercatat melebar, yaitu dari 6,43% di tahun 2011 menjadi 6,71% di tahun 2012. Penurunan suku bunga terjadi pada seluruh jenis kredit berdasarkan penggunaanya. Suku bunga kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi masingmasing mengalami penurunan sebesar 55 bps, 80 bps dan 62 bps dibandingkan dengan tahun sebelumnya 11,61%, 11,24%, dan 13,53% ( Grafik 1.3 dan Tabel 1.1). Gambar 1.2 Grafik Suku Bunga perbankan Gambar 1.3 Grafik Suku Bunga Kredit per Jenis Penggunaan Menurunnya suku bunga kredit dapat membawa perkembangan aktifitas ekonomi yang kuat, yang diharapkan dapat meningkatkan tingkat permintaan kredit dari perusahaan dan rumah tangga. Dan penurunan suku bunga BI juga akan mengurangi biaya modal perusahaan untuk melakukan investasi. Kegiatan sektor perbankan yang secara sederhana dapat kita artikan yaitu kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat umum. Kegiatan yang dilaksanakan bank dibedakan menjadi dua yaitu kegiatan bank umum dan kegiatan bank perkreditan rakyat (BPR). Kegiatan bank umum lebih luas dari bank perkreditan rakyat, dan produk yang ditawarkan bank umum lebih beragam. Hal ini disebabkan karena bank umum mempunyai kebebasan untuk menentukan produk dan jasanya. Sedangkan bank perkreditan rakyat mempunyai keterbatasan tertentu. Dalam kegiatannya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran tidak seperti Bank Umum, jadi kegiatannya lebih sempit. Adapun kegiatan Bank Umum yang utama antara lain (Jamal Wiwoho.2011:53) : 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, dan tabungan; 2. Memberikan kredit; 3. Menerbitkan surat pengakuan utang; 4. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan nasabah maupun untuk kepentingan bank itu sendiri; 5. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan atau dengan pihak ketiga; 6. Menyediakan tempat untukmenyimpan barang dan surat berharga; 7. Melakukan penempatan dana dari nasabah ke nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek. Seiring perkembangan perbankan dari tahun ketahun maka bank perlu melakukan upaya-upaya yang bertujuan untuk menghimpun dana sebanyak-banyaknya dari nasabah. Untuk meningkatkan pendapatannya, bank menawarkan produk-produk dan jasa-jasa kepada nasabah dan meningkatkan pemasarannya dengan menjalin kerjasama dengan pemerintah, swasta maupun universitas dalam jangka panjang. Tidak jarang bank-bank menetapkan suku bunga terselubung untuk mengikat nasabah, yaitu suku bunga simpanan yang diberikan lebih tinggi dari yang diinformasikan secara resmi melalui media massa dengan harapan tingkat suku bunga yang ditinggikan akan menyebabkan jumlah uang yang beredar akan berkurang karena orang lebih senang menabung daripada memutarkan uangnya pada sektor-sektor produktif atau menyimpannya dalam bentuk kas dirumah, dan artinya akan ada banyak dana yang dihimpun di bank. Sebaliknya, jika tingkat suku bunga terlalu rendah, jumlah uang yang beredar di masyarakat akan bertambah karena orang akan lebih senang memutarkan uangnya pada sektor-sektor yang dinilai lebih produktif dari pada harus menabung dibank dengan suku bunga tabungan yang kecil. Suku bunga yang tinggi juga akan mendorong investor untuk menanamkan dananya di bank daripada menginvestasikannya pada sektor produksi atau industri yang memiliki tingkat risiko lebih besar. Sehingga dengan demikian, tingkat inflasi dapat dikendalikan melalui kebijakan tingkat suku bunga. Hal lain yang dapat dilakukan oleh bank untuk menambah jumlah dananya melalui meraup calon nasabah dengan menawarkan kemudahan-kemudahan untuk mengakses berbagai macam kegiatan-kegiatan bisnis seperti kemudahan untuk mengambil uang dengan jaringan atm yang tersebar merata, penambahan kualitas pelayanan kepada nasabah, kemudahan untuk mentransfer uang entah itu dengan cara internet banking,mobile banking, dll. Besar kecilnya profitabilitas suatu bank sekilas dapat dilihat dengan seberapa banyak jumlah kredit yang diberikan, himpunan dana dari nasabah, efesiensi operasional yang bagus, dan tingkat resiko kredit. Profitabilitas berhubungan dengan pendapatan bank, laba yang diperoleh dari kegiatan perkreditan itu berupa selisih antara biaya dana dengan pendapatan bunga yang diterima dari para debitur. Bank yang memiliki aset besar akan lebih leluasa dalam menggunakan asetnya untuk mendapatkan laba yang besar dibanding bank yang memiliki aset kecil. Bank yang beraset besar dibanding bank yang beraset kecil dapat lebih memaksimalkan penyalurkan kreditnya karena mendapatkan himpunan dana yang jauh lebih besar, sehingga penyaluran kredit yang jauh lebih besar akan memberikan pendapatan bunga kredit yang besar pula, dengan begitu laba yang didapatkan bank akan semakin besar. Jumlah penyaluran kredit yang besar pun tidak menjamin tingginya laba , karena semakin tinggi jumlah kredit maka semakin tinggi pula resiko kreditnya. Jadi penyaluran kredit yang besar juga harus diiringi dengan pemberian kredit yang sehat. Pemberian kredit yang sehat dapat diartikan debitur yang dipilih oleh bank diyakini mampu membayar kreditnya dengan tepat waktu, karena bila debitur dikenal sebagai debitur yang terkadang tidak tetap membayar kreditnya maka bank harus mengambil dana dari jumlah laba yang digunakan sebagai cadangan dana kredit untuk nasabah yang dikatakan tidak lancar membayar kreditnya. Tingkat resiko kredit ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti inflasi. Inflasi mengakibatkan harga-harga barang terus meningkat dan membuat debitur sulit untuk membayar kreditnya, karena dana mereka yang semula dapat disisihkan untuk membayar kredit, justru dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka terlebih dahulu sehingga tidak ada sisa dana untuk membayar kredit. Faktor lain yang mempengaruhi tingkat resiko kredit yaitu kebijakan Bank Indonesia dalam mengatur suku bunga kredit. Jika tingkat suku bunga tinggi maka akan melemahkan kemampuan debitur untuk membayar kewajibannya, dikarenakan debitur harus membayar bunga kredit lebih tinggi dari biasanya dan resikonya akan ada kredit macet yang disebabkan oleh kredit tidak tertagihkan yang menyebabkan bank mengalami kerugian. Dengan begitu bank harus selektif dalam memilih nasabah dalam hal kemampuannya untuk membayar kewajiban. Tindakan perusahaan atau badan usaha pasti terdapat maksud dan tujuan tertentu yaitu menghasilkan laba. Kondisi ini pun berlaku pada bank, dalam prakteknya bank memiliki laba yang bersifat jangka pendek dan panjang. Dalam jangka pendek biasanya hanya bersifat sementara dan dilakukan sebagai langkah untuk mencapai tujuan jangka panjang. Secara singkat, laba merupakan selisih pendapatan setelah dikurangi beban. Laba merupakan salah satu pengukur aktivitas operasi dan dihitung berdasarkan atas dasar akuntansi akrual. Tinggi rendahnya laba yang diperoleh Bank diperngaruhi oleh tingkat efesiensi dan efektifitas pelaksanaan operasi, serta sumber daya yang tersedia untuk melakukannya. Net interest margin merupakan salah satu perhitungan untuk mengetahui tingkat efesiensi suatu bank. Net interest margin adalah selisih dari pendapatan bunga yang dihasilkan oleh bank dengan biaya bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman dana nasabah (misalnya, deposito, giro, tabungan), terhadap rata – rata aktiva produktif. Bank yang beraset lebih besar mempengaruhi laba yang dihasilkan juga yang dilihat dari tingkat efesiensi penggunaan aktiva, karena semakin besar aset suatu bank akan mempengaruhi besarnya tingkat pemanfaatan aktiva yang semula merupakan aktiva himpunan dana menjadi aktiva yang produktif. Aktiva produktif adalah semua penggunaan dana yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, berupa : a. Secondary reserve 1) Penempatan pada Bank Indonesia 2) Giro pada bank lain 3) Penempatan dana pada bank lain 4) Surat berharga yang dimilikinya b. Penyaluran kredit c. Investasi Laba menjadi kunci utama sebagai pendukung kelangsungan dan perkembangan bank itu sendiri. Analisis profitabilitas secara umum memfokuskan pada hubungan antara hasil operasi, seperti yang dilaporkan dalam laporan laba/rugi, dan sumber daya yang tersedia bagi perusahaan, seperti yang dilaporkan dalam neraca. Menurut, Malayu S.P.Hasibuan, Manajemen Perkreditan (1996:109), Profitabilitas Perbankan adalah suatu kesanggupan atau kemampuan bank dalam memperoleh laba. Masalah profitabilias atau pendapatan bagi bank merupakan masalah krusial karena pendapatan bank ini menjadi tujuan utama yang harus dicapai. Selain itu, berdasarkan Undang-undang No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,khususnya pada pasal 4 tujuan perbankan Indonesia adalah menunjang pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Berdasarkan uraian diatas, maka Peneliti ingin melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor Profabilitas Suatu Bank berdasarkan Ukuran perusahaan”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebaagai berikut ; 1. Apakah Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh terhadap Profitabilitas Bank (ROA) ? 2. Apakah Non Performing Loan (NPL) berpengaruh terhadap Profitabilitas Bank (ROA) ? 3. Apakah Net Interest Margin (NIM) berpengaruh terhadap Profitabilitas Bank (ROA) ? 4. Apakah Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh terhadap Profitabilitas Bank (ROA) yang diperkuat oleh ukuran perusahaan? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menguji bagaimana pengaruh yang ditimbulkan oleh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap Profitabilitas pada Bank (ROA). 2. Untuk menguji bagaimana pengaruh yang ditimbulkan oleh Non Performing Loan (NPL) terhadap Profitabilitas pada Bank (ROA). 3. Untuk menguji bagaimana pengaruh yang ditimbulkan oleh Net Interest Margin (NIM) terhadap Profitabilitas pada Bank (ROA). 4. Untuk menguji bagaimana pengaruh yang ditimbulkan oleh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap Profitabilitas pada Bank (ROA) yang diperkuat oleh ukuran perusahaan. D. Manfaat Penelitian Manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian ini ada dua, yakni baik pihak penulis maupun pihak bank yang meliputi : 1. Manfaat bagi akademis a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan disektor perbankan yang meliputi Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL), dan Net Interest Margin (NIM) terhadap Profitabilitas pada Bank. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi, literatur maupun masukan data yang terkait. 2. Manfaat bagi pihak manajemen Bank dan Investor a. Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis sekaligus untuk menentukan tindakan apa saja yang perlu direalisasikan dari faktor – faktor yang mempengaruhi Profitabilitas bank. b. Sebagai bahan masukan bagi investor dalam menentukan pilihan untuk menamkan modal mereka pada bank – bank yang memiliki prospek yang bagus dimasa kini atau mendatang dilihat dari kinerja bank.