BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku konsumen untuk memperoleh produk atau jasa tidak pernah sama dari waktu ke waktu dan cenderung mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Tidak heran jika studi mengenai perilaku konsumen tidak pernah berhenti dan selalu mengikuti perubahan jaman. Perilaku konsumen dalam membeli suatu produk merupakan suatu kegiatan yang kompleks dan membutuhkan penelitian yang intensif. Studi perilaku konsumen terpusat pada cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia seperti, waktu, uang, dan usaha guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi. Hal ini mencakup apa yang mereka beli, mengapa mereka membeli, kapan mereka membeli, dimana mereka membeli, seberapa sering mereka membeli, dan seberapa sering mereka menggunakannya (Schiffman dan Kanuk, 2000). Konsumen tidak hanya berbeda secara umum, yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, generasi, status perkawinan, dan gaya hidup tetapi juga berbeda kegiatan, minat, dan pendapat. Untuk itu para pemasar perlu memahami, meramalkan, dan memuaskan segala kebutuhan dan keinginan para konsumen karena 1 2 hal ini akan mempengaruhi keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen (Schiffman dan Kanuk, 2000). Menurut Kotler dan Keller (2009), setiap generasi sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat mereka dibesarkan, seperti musik, film, politik, dan kejadiankejadian yang terjadi pada periode tersebut. Generasi yang lahir antara tahun 19781994 dijuluki generasi Y. Generasi Y pada umumnya sudah mengenal kabel sejak lahir, seperti bermain game komputer, mengarungi World Wide Web, men-download musik, terhubung dengan teman via pesan singkat (SMS) dan mobile phone. Berlimpahnya barang dan jasa di pasar dan kebebasan memilih yang dimiliki konsumen, membuat pemasar harus semakin jeli di dalam melakukan komunikasi dengan konsumen untuk memenangkan persaingan. Pemasar kemudian dituntut untuk semakin memahami konsumen dan kebutuhannya, sehingga para pemasar perlu melakukan studi tentang perilaku konsumen untuk memahami mengapa dan bagaimana konsumen mengambil keputusan dalam melakukan pembelian (Schiffman dan Kanuk, 2000). Perubahan mendasar yang ikut mempengaruhi perilaku konsumen ikut dipicu dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin berkembang dengan pesat memasuki abad ke-21. Perkembangan internet dalam dekade terakhir telah membawa perubahan yang radikal pada dunia perdagangan di berbagai jenis komoditas (Lin dan Sun, 2009). Bagi para penyebar dan pencari informasi, internet telah menjadi suatu kebutuhan mengingat karakteristiknya yang fleksibel, murah, cepat, dan lengkap. Dengan mobilitas manusia yang semakin tinggi, internet memiliki daya tarik untuk 3 menjadi media komunikasi, media pertukaran data, media informasi, media hiburan, dan media bisnis. Hal ini bermanfaat dalam segala bidang kehidupan seperti bidang politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan kebudayaan. Dengan internet terjadi interaksi secara langsung maupun tidak langsung antara pemerintah, organisasi, komunitas masyarakat, dan individu. Dengan meningkatnya penetrasi internet di Indonesia dan membaiknya jaringan infrastruktur menyebabkan banyak orang mengeksplorasi manfaat internet sebagai media untuk memenuhi kebutuhan. Perkembangan berbagai macam smartphone, notebook, netbook, teknologi wireless dan aplikasi internet yang pesat membuat dunia online di Indonesia mengalami perubahan yang sangat cepat, terutama pada cara konsumen berbelanja, tidak lagi semata di market place (lokasi fisik dimana pembeli dan penjual bertemu untuk melakukan bisnis) namun juga di market space (lokasi maya dimana pembeli dan penjual bertemu untuk melakukan bisnis secara elektronik melalui sambungan telepon dan internet). Konsumen saat ini dapat memilih untuk melakukan pembelian secara online atau offline. Kombinasi antara brick-and-mortar dan teknologi informasi menyebabkan konsumen dapat mencari informasi tentang produk di internet, namun melakukan pembelian produk di brick-and-mortar stores, tetapi ada juga konsumen yang melihat produk di toko berbangunan fisik, namun melakukan pembelian secara online (Seock dan Norton, 2007). Brick-and-mortar dianggap lebih nyata karena memiliki lokasi dan bangunan fisik yang dapat dikunjungi konsumen dan dapat memenuhi kebutuhan lima panca indera konsumen. Sedangkan toko online memiliki lokasi yang virtual, dipisahkan jarak, dan interaksi dilakukan dengan mesin. 4 Konsumen yang puas terhadap pelayanan penjual di brick-and-mortar stores tidak akan ragu untuk berbelanja secara online. Bahkan kini banyak dijumpai toko online yang bertransformasi menjadi brick-and-mortar stores. Dalam perkembangannya dikenal istilah baru yang merupakan gabungan brick-and-mortar dan toko online, yaitu brick-and-click (Rajamma et al., 2007). Menurut Seock dan Norton (2007), dalam beberapa tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan persentase pembelian konsumen yang terjadi melalui internet. Kira-kira setengah dari pengguna internet pernah berbelanja produk atau jasa secara online (Wu, 2003). Konsumen memperoleh banyak manfaat dengan berbelanja secara online, yaitu lebih nyaman, produk lebih beragam, transaksi lebih cepat dan tanpa antrian, rahasia konsumen terlindungi, dan dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya (Rajamma et al., 2007). Saat ini sangat mudah menemukan butik online yang menawarkan produknya melalui situs pribadi, jaringan sosial seperti Facebook dan Twitter, Blog, e-mail, mailing lists (Milis), situs komunitas seperti Kaskus dan melalui online marketplace seperti Dino Market. Dengan mengetikkan kata kunci tertentu di mesin pencari, pengguna internet dapat dengan mudah menemukan informasi produk dan harga dari beberapa penjual sekaligus (Jiang, 2002). Beragam produk dapat dibeli melalui media internet, diantaranya pakaian, tas, sepatu, buku, tiket pesawat sampai barang-barang elektronik. Dari banyak kategori produk yang dijual online, pakaian menempati posisi paling tinggi dalam hal penjualan (Kim, Kim, dan Lennon, 2009). Percepatan perekonomian nasional dan keterbukaan ekonomi global mendorong tumbuhnya 5 industri kreatif di Indonesia. Di tengah gempuran produk-produk fashion impor dan resesi global yang melanda dunia, fashion buatan asli Indonesia mampu menarik perhatian para pecinta fashion karena keunikan dan orisinalitasnya. Namun sangat disayangkan, kreativitas anak bangsa ini pada akhirnya harus terhambat karena keterbatasan modal dan kemampuan di dalam memasarkan. Perkembangan internet dengan segala atributnya, kemudian membawa angin segar bagi para pelaku usaha di Indonesia. Maraknya situs-situs jejaring sosial seperti Facebook kemudian mendatangkan solusi bagi kegiatan branding dan promosi. Menciptakan citra merek yang kuat dapat menjadi strategi pemasaran yang ampuh dalam meningkatkan niat konsumen untuk membeli pakaian secara online (Park dan Lennon, 2009). Facebook kini dapat diakses dengan mudah melalui perangkat smartphone, handphone, notebook, dan netbook. Hal ini membawa perubahan besar dalam dunia pemasaran dan penjualan karena komunikasi dengan pelanggan menjadi lebih intens. Dalam perkembangannya Facebook kemudian dimanfaatkan oleh para pelaku usaha sebagai gerai virtual untuk menjual produk atau sering disebut sebagai butik online. Menurut Dunay dan Krueger (2010), Facebook menyediakan akses yang sangat luas dan terus berkembang, untuk tetap terhubung dengan pelanggan dengan biaya yang relatif rendah atau bahkan tanpa biaya. Dengan biaya pembuatan yang gratis dan biaya promosi yang nyaris gratis, para pelaku usaha terbebas dari masalah keterbatasan modal untuk menyewa toko, membayar pegawai, dan melunasi berbagai iuran. Selain itu, Facebook mampu menjangkau pasar lokal, nasional, bahkan 6 internasional tanpa batasan waktu, sehingga potensi pasar yang dapat dijangkau menjadi lebih luas. Konsumen butik online dalam berbelanja hanya perlu membuka katalog yang disediakan, yaitu berupa foto-foto yang disertai dengan deskripsi produk dan harganya. Jika ada produk yang ingin dibeli, konsumen dapat melakukan pemesanan dengan menghubungi pemilik butik online di Facebook. Apabila produk yang diinginkan tersedia, maka konsumen dapat melakukan pembayaran melalui transfer Bank atau Cash on Delivery (COD). Untuk pembayaran melalui transfer Bank, produk baru dikirim jika konsumen sudah melakukan konfirmasi pembayaran kepada pemilik butik online. Sedangkan untuk COD, pembayaran dilakukan secara langsung kepada kurir setelah produk sampai di tangan konsumen. Dalam hal ini waktu pengiriman bervariasi, tergantung pada jarak kota tempat pemilik butik online berdomisili dan kota tempat konsumen berdomisili. Wanita dewasa muda terutama mereka yang berusia di bawah 25, senang berbelanja dan lebih tertarik menggunakan teknologi baru seperti internet, untuk mencari tahu tentang produk baru, mencari informasi produk, membandingkan dan mengevaluasi alternatif (Monsuwe, Dellaert, dan Ruyter, 2004). Kemudahan pembayaran, penampilan produk yang menarik, dan produk yang bervariasi serta unik membuat wanita tertarik untuk berbelanja online. Berbelanja online memiliki kelemahan, yaitu minimnya bantuan saat berbelanja dimana konsumen tidak dapat melakukan kontak fisik secara langsung dengan penjual, selain itu produk juga tidak bisa diraba dan dicoba (Monsuwe, Dellaert, dan Ruyter, 2004). Pakaian termasuk jenis barang yang memiliki variasi 7 dalam ukuran, tekstur, dan warna, sehingga persepsi dapat berbeda dan membuat pembelian di internet cenderung berisiko (Yang dan Young, 2009). Untuk itu diperlukan imajinasi untuk membayangkan jenis bahan, ukuran maupun bentuk pakaian jika sudah dikenakan. Yang dan Young (2009) menyatakan, saat konsumen menyadari risiko pembelian yang mungkin dihadapi, maka hal itu dapat mempengaruhi keputusan konsumen di dalam melakukan pembelian. Hal ini kemudian menyebabkan munculnya studi tentang perilaku konsumen yang berbelanja online melalui media internet. Untuk itu sudah saatnya bagi para pemasar melakukan penelitian terhadap perilaku konsumen yang berbelanja online, sehingga dapat memahami konsumen dan kebutuhannya. Dengan demikian dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang menjelaskan keputusan konsumen di dalam melakukan pembelian pada butik online di Facebook. Hal ini tentu akan berujung pada penyusunan strategi pemasaran yang efektif sehingga dapat menghasilkan profit dan memenangkan persaingan di tingkat lokal, nasional, dan bahkan global. Masalah perilaku konsumen seringkali terfokus pada gejala yang tampak dan bukan terfokus pada masalah sebenarnya dibalik munculnya gejala tersebut. Hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian terhadap perilaku konsumen yang berbelanja pakaian online melalui Facebook, dengan melakukan pengujian yang teliti dan kritis dalam mencari fakta untuk menghasilkan informasi yang dapat membantu para pemasar di dalam menetapkan strategi pemasaran yang efektif untuk menjaring konsumen. Dilatarbelakangi oleh permasalahan di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “FAKTOR-FAKTOR YANG 8 MENJELASKAN KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MELAKUKAN PEMBELIAN PADA BUTIK ONLINE”. 1.2 Rumusan Permasalahan Keputusan dalam melakukan pembelian pada butik online di Facebook didasari oleh banyak faktor dan pertimbangan. Untuk mengetahui apa yang menjadi pertimbangan konsumen di dalam melakukan pembelian pada butik online di Facebook, maka penulis ingin mengadakan penelitian dengan menggunakan berbagai pendekatan untuk mengetahui alasan pembelian yang sesungguhnya. Berdasarkan situasi tersebut di atas, maka secara umum rumusan permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang menjelaskan keputusan konsumen dalam melakukan pembelian pada butik online di Facebook? 1.3 Tujuan dan Manfaat Berdasarkan pada latar belakang masalah dan rumusan permasalahan yang telah dikemukakan, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang secara signifikan menjelaskan keputusan konsumen dalam melakukan pembelian pada butik online di Facebook. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat: 1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan 9 a. Untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan mengenai perilaku konsumen dalam melakukan pembelian pada butik online di Facebook serta permasalahan yang dihadapi khususnya pada tahap proses pengambilan keputusan konsumen saat melakukan pembelian. b. Sebagai media pembelajaran untuk mempelajari perilaku konsumen secara komprehensif dan proses pengambilan keputusan konsumen saat melakukan pembelian secara intensif. 2. Bagi praktik pemasaran a. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh para pemasar untuk mengambil keputusan, melakukan perbaikan, dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas. b. Dapat dijadikan masukan bagi para pemasar tentang strategi pemasaran yang efektif berdasarkan perilaku konsumen. c. Dapat dipergunakan oleh para pelaku usaha di bidang fashion, khususnya para pemasar butik online di Facebook atau pemilik butik online di Facebook agar lebih mengenal dan mengetahui karakteristik konsumennya, sehingga kemudian dapat diimplementasikan ke dalam tindakan yang berujung pada kepuasan pelanggan. 1.4 Ruang Lingkup Dalam melakukan penelitian, penulis memiliki sejumlah keterbatasan dalam hal waktu dan biaya. Untuk itu penulis ingin membatasi ruang lingkup penelitian agar 10 fokus penelitian menjadi lebih tajam. Adapun ruang lingkup penelitian adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini terbatas pada konsumen yang mengetahui dan pernah berbelanja pakaian di butik online yang ada di Facebook dalam kurun waktu enam bulan terakhir, dimana butik online tempat mereka berbelanja berdomisili dan menjalankan usahanya di Indonesia. 2. Pemilihan responden yang menjadi objek penelitian adalah wanita berusia antara 19 tahun sampai dengan 29 tahun yang tinggal di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). 3. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan metode pengambilan sampel secara judgmental sampling dengan menyebarkan sejumlah kuesioner yang terkait dengan keputusan konsumen dalam melakukan pembelian pada butik online di Facebook, kepada konsumen wanita 19-29 tahun yang diperkirakan pernah berbelanja fashion di butik online.